Konsep pembangunan perekonomian Indonesia: studi komparatif pemikiran Bung Hatta dan Syafruddin Prawiranegara

(1)

SYAFRUDDIN PRAWIRANEGARA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

YUNI BUDIAWATI

NIM. 1110046100028

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya hasil saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 23 Desember 2014


(5)

Indonesia: Studi Komparatif Pemikiran Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara. Konsentrasi Perbankan Syariah, Prodi Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta 1436 H/2014 M. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis konsep pembangunan ekonomi yang dirancang oleh Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara pada masa peralihan, apa yang menjadi fokus keduanya dalam pembangunan ekonomi, menganalisis persamaan dan perbedaan konsep keduanya serta menganalisis pemikiran keduanya, dilihat dari sudut pandang prinsip mashlahah ekonomi Islam, yang diulas secara objektif, komprehensif sehingga dapat ditemukan konsep yang dapat menjadi gambaran perekonomian nasional saat ini. Penelitian ini berupa kepustakaan (library research) dengan menggunakan data dan analisa deskriptif, dari sumber primer maupun sekunder. Metode yang digunakan adalah content analysis dan komparatif. Kesimpulannya adalah perencanaan pembangunan ekonomi keduanya memiliki kesamaan dalam konsep ideologis, pendidikan, infrastruktur, dan transmigrasi meskipun ada perbedaan lainnya sesuai dengan posisi mereka saat itu. Sedangkan pemikiran keduanya secara substansi selaras dengan konsep ekonomi Islam, namun ada perbedaan pendapat mengenai bunga bank yang dianggap tidak sama dengan riba, yang perlu dikritisi.

Kata kunci :Pembangunan ekonomi, masa peralihan, prinsip maslahah, ekonomi Islam, Mohammad Hatta, Syafruddin Prawiranegara.

Pembimbing : Djaka Badranaya, ME. Daftar Pustaka : Tahun 1950 s.d Tahun 2012


(6)

vi

Kata Pengantar

Puji Syukur pada Sang Maha Pengasih dan Sang Pemberi Rahmat Allah SWT, yang telah mempermudah penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat Salam penuh rindu tersampaikan pada Baginda Muhammad SAW, yang telah mengeluarkan kami dari kehidupan yang penuh kebodohan.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Namun, keberhasilan ini tidak dapat penulis usahakan sendiri, banyak pihak yang telah membantu kelancaraan dalam penulisan skripsi ini, Maka penulis ingin berterimakasih kepada:

1. Bapak JM. Muslimin, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH., selaku Ketua Prodi Muamalat, dan Bapak Abdur Rouf, MA. selaku Sekretaris Prodi Muamalat beserta jajaran yang telah memberikan arahan dalam mempermudah administratif penulis.

3. Bapak Djaka Badranaya, ME., selaku pembimbing skripsi yang dengan sabar membimbing serta memberi masukan, dukungan dalam penulisan skripsi ini.

4. Semua Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, yang dengan tulus memberikan ilmu yang begitu berharga kepada penulis selama kuliah, khususnya kepada Bapak Dr. Anwar Abbas, MM, M.Ag. Semoga Allah meninggikan derajat semuanya.


(7)

vii

6. Orangtua tercinta Ayahanda Budianto dan Ibunda Misnawati. Adik-adik penulis Dwi Setiabudi, Bella Pertiwi, dan Ihsan Budiman yang telah menjadi guru kehidupan bagi penulis. Terimakasih atas semua dukungan dan doa kalian.

7. “Para Sahabat” Melianah, Nur Lailatus Sholihah, Iin Hamidah, Nida Khoiriyah, PS-D angkatan 2010, para “Laskar CABE” terimakasih atas dukungannya.

8. Keluarga besar UKM Bahasa FLAT khususnya “FLAWLESS”, „Ikatan Alumni Darussalam’ (IKADA) Jabodetabek-Banten, COINS “Fighters”!, KOLIBET (Komunitas Literasi Alfabet), Komunitas Musik Gesek Kamar Wina. Terimakasih telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman yang sangat berharga bagi penulis.

Terimakasih juga kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari, skripsi ini jauh dari sempurna, maka penulis akan terbuka atas segala kritik dan saran. Semoga segala hal baik yang kita kerjakan mendapat ridha dari Allah dan mendapat ampunan atas segala khilaf. Salam Berkah!

Jakarta, 23 Desember 2014


(8)

viii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan ... 6

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

F. Review Studi Terdahulu ... 9

G. Metode Penelitian ... 12

H. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II Pembangunan Ekonomi dan Ekonomi Indonesia ... 19

A. Konsep Pembangunan Ekonomi Konvensional ... 19

1. Pengertian Pembangunan Ekonomi... 19

2. Tujuan Pembangunan Ekonomi ... 20

B. Konsep Pembangunan Ekonomi Islam ... 23

1. Pengertian Pembangunan Ekonomi Islam ... 25


(9)

ix

2. Ekonomi Terpimpin (1959-1966) ... 33

3. Paruh Pertama Orde Baru (1966-1982) ... 36

4. Deregulasi dan Liberalisasi Ekonomi (1982-1997) ... 38

5. Krisis dan Pemulihan (1977-2004) ... 41

6. Pemulihan dan Pengembangan (2004-2009) ... 41

BAB III Konsep Pembangunan Perekonomian Indonesia ... 43

A. Riwayat Singkat ... 43

1. Mohammad Hatta ... 43

2. Syafruddin Prawiranegara ... 52

B. Konsep Pembangunan Ekonomi ... 58

1. Mohammad Hatta ... 58

2. Syafruddin Prawiranegara ... 71

C. Relevansi Konsep Pembangunan Ekonomi Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara dari Sudut Ekonomi Islam... 89

1. Pendidikan Moralitas ... 91

2. Koperasi dan Kesejahteraan Sosial ... 91

3. Transmigrasi, Infrakstruktur, dan Pemerataan ... 93

4. Korupsi dan Diskriminasi ... 94

5. Pinjaman Luar Negeri dan Modal Asing ... 96

6. Riba ... 98

BAB VI Kesimpulan dan Saran ... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 109


(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Evolusi Paradigma Tujuan Pembangunan ... 22


(11)

xi

Tabel 1 Komparasi Konsep Pembangunan Ekonomi Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara di Masa Peralihan ... 85


(12)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia harus berbangga saat kebanyakan negara lain mendapatkan kemerdekaan karena pemberian atau hadiah dari penjajahnya kemudian menjadikannya sebuah negara persemakmuran, seperti negara-negara persemakmuran Inggris yang mayoritas adalah negara jajahan Inggris, meskipun kini keanggotaannya menjadi bersifat sukarela. Berbeda dengan Indonesia dengan kegigihan para pejuang berhasil merebut kemerdekaannya.

Masa peralihan yaitu perubahan dari masa kolonial menuju masa nasionalis, dimana seorang bangsa yang baru merdeka dari penjajahan mencoba untuk menjadi mandiri dan membangun bangsanya. Itu merupakan hal yang tidak mudah, begitupun dengan Indonesia yang masih sangat muda untuk mengelola sebuah negara yang begitu luas. Tapi Indonesia memiliki orang-orang hebat yang bekerja keras dan mempunyai pemikiran yang luar biasa dalam membangun pondasi kuat perekonomian, hukum dan politik Indonesia seperti Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara, yang merancang dan membangun masa depan Indonesia yang diharapkan bagi rakyatnya untuk maju dan hidup sejahtera.


(13)

Mohammad Hatta yang dijuluki sebagai „Bapak Koperasi’ dan

Syafruddin Prawiranegara disebut oleh Douglass S. Paauw sebagai ‘The Guardian of Monetary Stability’. Keduanya merupakan salah satu the founding father Indonesia yang meletakkan rancangbangun perekonomian Indonesia hingga konsepnya masih dapat diterapkan hingga saat ini.

Mohammad Hatta seorang yang sosialis utopis, dimana pemikirannya yang selalu mendahulukan kesejahteraan rakyat kecil seperti buruh dan tidak menyukai konsep kapitalis yang tidak adil dalam menciptakan kesejahteraan. Konsep koperasi yang diajukannya yang juga pernah dicanangkan oleh para tokoh sosialis utopis seperti Robert Owen (1771-1858), Charles Fourier (1772-1837), dan Louis Blanc (1881-1882),1 yang membuatnya dikenal sebagai „Bapak Koperasi’, bahwa menurutnya langkah awal dalam meningkatkan kemakmuran rakyat adalah dengan terlebih dahulu mendorong ekonomi yang terbelakang dengan jalan koperasi dan pendidikan.2 Yang mana tertuang dalam UUD 1945 pada pasal 33 dengan tiga poin penting di sana yaitu pertama, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Kedua, produksi penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Ketiga, bumi, air dan semua kekayaan alam dikuasai negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.

1

Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), h. 67.

2


(14)

3

Syafruddin Prawiranegara yang pernah menjabat presiden selama 207 hari untuk PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) saat Soekarno dan Mohammad Hatta berhasil ditangkap dan diasingkan oleh pihak Belanda dalam Agresi Militer Belanda ke II pada 19 Desember 1948, kemudian Syafruddin juga memiliki jabatan penting lainnya seperti Menteri Keuangan (1949-1950) dan Gubernur Bank Indonesia (1950), juga memiliki peran penting dalam membangun ekonomi. Menurut Fachry Ali meskipun Mohammad Hatta dan Soemitro Djojohadikoesoemo juga merupakan peletak dasar kebijakan ekonomi Indonesia tapi pemikiran ekonomi Syafruddin Prawiranegara menurutnya memiliki posisi distinktif3 karena Syafruddin sendiri memiliki pemikiran yang bertentangan dengan zamannya, saat ekonom lain sedang meletakan dasar sistem ekonomi untuk Indonesia yang dia sebut dengan pemikiran idealis yang tidak praktis, dia malah memiliki pandangan lain yang praktis. Ada salah satu pandangan Syafruddin yang membuat kaget sebagian ekonom Indonesia karena dianggap mengacu pada undang-undang yang bersifat kapitalis di Amerika Serikat dan bertentangan dengan tujuan UUD 45, seperti dikutip oleh Fachri Aly dalam kata pengantar bukunya M. Dawam Rahardjo:

3

Fachri Aly, “M. Dawan Rahardjo dan Syafruddin Prawiranegara: Sebuah Refleksi Apresiasi”, dalam M. Dawam Rahardjo, ed., Ekonomi Neo-Klasik dan Sosialisme Religius: Pragmatisme Pemikiran Ekonomi Politik Sjafruddin Prawiranegara (Jakarta: Mizan, 2011), h. 39-40.


(15)

Sistem undang-undang dan peraturan yang sesungguhnya dapat membangkitkan, menampung, dan menyalurkan kegiatan produktif manusia sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya. Hukum yang berlaku mesti memberikan dorongan yang sebesar-besarnya dan seluas-luasnya kepada kegiatan produktif, sehingga semua anggota masyarakat yang sudah sanggup bekerja mau ikut serta dalam kegiatan produksi.4

Mohammad Hatta (1902-1980) dan Syafruddin Prawiranegara (1911-1989) salah satu dari banyak tokoh yang hidup pada zaman yang sama dan bekerjasama dalam membangun Indonesia. Keduanya pun memiliki andil yang sangat penting meskipun keduanya memiliki banyak perbedaan dalam pandangan dan pemikiran juga memiliki cara masing-masing dalam membangun perekonomian Indonesia, tapi tanpa keduanya Indonesia mungkin tidak akan bisa berdiri hingga sekarang.

Selain kesamaan andil keduanya dalam membangun perekonomian Indonesia, keduanya pun memiliki kesamaan latar belakang yaitu Mohammad Hatta keturunan Minang yang memiliki darah religius dari keluarga ayahnya, dimana kakeknya Syekh Arsyad merupakan seorang guru agama dan pimpinan Tariqat Naqsyabandi.5 Syafruddin Prawiranegara yang juga memiliki darah Minang dari pihak Ibu, memiliki kehidupan religus yang kuat karena lahir dan besar di lingkungan pondok pesantren Banten. Ayahnya Raden Arsyad Prawiraatmadja merupakan anggotan Sarekat Islam (SI),6

4

Ibid.

5

Anwar Abbas, Bung Hatta dan Ekonomi Islam; Menangkap Makna Maqashid al Syariah (Jakarta: Penerbit Kompas, 2010), h.24.

6

Dawam M Raharjo, Ekonomi Neo-Klasik dan Sosialisme Religius, Pragmatisme Pemikiran Ekonomi Politik Syafruddin Prawiranegara (Jakarta: Mizan, 2011), h. 69.


(16)

5

Syafruddin Prawiranegara juga pernah menjadi pimpinan Masyumi (1960). Latar belakang yang religius dapat mempengaruhi keduanya dalam pemikiran dan juga pandangan. Seperti yang dikatakan beberapa tokoh bahwa pemikiran Mohammad Hatta mengandung konsep Islam seperti dalam buku Dr. Anwar Abbas yang membahas tuntas mengenai pemikirannya yang mengandung unsur Maqasid Al Syariah, namun banyak juga yang menempatkannya

sebagai tokoh nasional muslim “sekuler” bersama Soekarno,7 begitu juga dengan Syafruddin Prawiranegara yang disebut sebagai sosialis-religius seperti pemikirannya yang banyak dia tuangkan di bukunya Politik dan Revolusi Kita.

Maka bagaimana pemikiran serta strategi keduanya dalam membangun pondasi perekonomian Indonesia dan bagaimana latar belakang keduanya yang sangat kental dengan agama Islam yang juga kemungkinan berpengaruh besar terhadap pemikirannya, serta bagaimana relevansinya pemikiran keduanya dengan konsep ekonomi Islam.

Dari pemaparan latar belakang dan alasan dalam penulisan, maka perlu kiranya penulis menganalisis lebih dalam lagi pemikiran Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara ke dalam penulisan skripsi yang

7


(17)

berjudul: Konsep Pembangunan Perekonomian Indonesia: Studi Komparatif Pemikiran Mohammad Hatta dan Safrudddin Prawiranegara”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat mengidentifikasi masalah yang muncul, di antaranya:

1. Bagaimana konsep ekonomi Islam?

2. Bagaimana konsep ekonomi pembangunan?

3. Bagaimana sistem ekonomi Indonesia lalu sampai saat ini?

4. Bagaimana latar belakang kehidupan Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara?

5. Bagaimana strategi Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara dalam pembangunan ekonomi di Indonesia?

6. Bagaimana relevansi pemikiran ekonomi pembangunan Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara, dilihat dari sudut pandang ekonomi Islam?

C. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian skripsi ini tidak meluas serta menjaga kemungkinan penyimpangan dalam penelitian ini, maka penulis perlu memberikan batasan pada:

a. Penelitian hanya dilakukan dengan menganalisis dan mengkomparasi konsep ekonomi Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara dalam


(18)

7

membangun ekonomi Indonesia di masa peralihan, yaitu pemikiran keduanya mengenai ideologi, pendidikan, koperasi, transmigrasi, infrakstruktur, pinjaman luar negeri, modal asing, industri dan pemerataan dan kesejahteraan sosial.

b. Menganalisis relevansi pemikiran Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara dilihat dari sudut pandang ekonomi Islam khususnya prinsip mashlahah dan pemikiran ekonom muslim klasik dan kontemporer.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah yang telah penulis paparkan sebelumnya, adapun secara spesifik perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana konsep Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara dalam membangun perekonomian Indonesia di masa peralihan yaitu mengenai ideologi, pendidikan, koperasi, transmigrasi, infrakstruktur, pinjaman luar negeri, modal asing, industri dan pemerataan serta kesejahteraan sosial? b. Bagaimana persamaan dan perbedaan pemikiran serta konsep ekonomi

Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara dalam membangun perekonomian Indonesia?

c. Bagaimana relevansi pemikiran ekonomi Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara dilihat dari sudut pandang ekonomi Islam?


(19)

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini berdasarkan hasil yang ingin dicapai dari perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, diantaranya adalah:

a. Untuk menganalisis konsep pemikiran ekonomi Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara dalam pembangunan perekonomian Indonesia di masa peralihan.

b. Untuk menganalisis persamaan dan perbedaan strategi Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara dalam pembangunan perekonomian Indonesia di masa peralihan.

c. Untuk menganalisis keselarasan pemikiran Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara dilihat dari sudut pandang ekonomi Islam. 2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:

a. Bagi penulis, untuk meningkatkan pemahaman mengenai pemikiran Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara sebagai seorang ekonom yang nasionalis dan religius.

b. Bagi kalangan akademis, baik mahasiswa ataupun dosen, penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman mengenai pemikiran tokoh-tokoh Indonesia yang berperan penting dalam membangun perekonomian Indonesia.


(20)

9

c. Bagi pihak praktisi di lembaga keuangan syariah maupun pemerintahan, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dalam menerapkan kebijakan mengenai perekonomian Indonesia.

d. Bagi masyarakat umum, dapat menambah wawasan dalam memahami pemikiran para tokoh ekonom tersebut.

F. Review Studi Terdahulu

Untuk menghindari penelitian dengan objek dan juga pembahasan yang sama maka diperlukan adanya review studi terdahulu. Dimana penulis melakukan kajian pustaka dengan mencari studi terdahulu sebagai pembanding, di antaranya adalah sebagai berikut:

1 Penulis Panji Patra Anggaredho

(Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008).

Judul Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta Di Tinjau Dari Perspektif Islam

Pembahasan Skripsi ini mengkaji pemikiran ekonomi Bung Hatta kemudian dianalisis apakah sesuai dengan ekonomi Islam dan juga kondisi ekonomi Indonesia dengan menggunakan


(21)

metode library research yang bersifat normatif yaitu menelaah dan mengkaji dari berbagai sumber kepustakaan yang berhubungan dengan tema kemudian diambil kesimpulannya.

2 Identitas Dr.Anwar Abbas, M.M, M.Ag.,

Disertasi S3, Program Ilmu Agama Islam, Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Judul Disertasi

Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta Ditinjau Dari Perspektif Islam.

Pembahasan Mengulas pemikiran ekonomi Mohammad Hatta melalui latar belakang Mohammad Hatta di bidang sosial politik dan sosial ekonomi. Kemudian di kaji apakah ada nilai-nilai Islam dalam pemikirannya dengan melihat dari perspektif ekonomi islam dan juga maqashid al syariah. Metode yang digunakan adalah deskriptif-analistis, dimana setelah masalah dibahas kemudian dianalisis terhadap data yang ada setelah itu dibandingkan anatara pemikirannya dengan ajaran Islam serta mengevaluasi sejauh mana kesesuaiannya.


(22)

11

Judul Jurnal Jurnal AHKAM Fakultas Syariah dan Hukum

“Pandangan Ekonomi Mohammad Hatta”

Pembahasan Membahas mengenai dasar pemikiran ekonomi Kapitalis, Sosialis dan Campuran. Kemudian dibandingkan dengan pandangan ekonomi Mohammad Hatta yaitu tentang cita-cita ekonominya dan bagaimana penerapannya di Indonesia.

4 Perbedaan Semua penelitian yang berasal dari Skripsi, Disertasi dan Jurnal diatas, mengkaji topik yang sama yaitu pemikiran ekonomi Mohammad Hatta dilihat dari perspektif ekonomi Islam, dengan metode kepustakaan kualitatif analisis deskriptif. Mengkaji sumber primer dan sekunder mengenai pemikiran Mohammad Hatta yang kemudian dianalisis apakah sesuai dengan ekonomi Islam dan perekonomian Indonesia.

Pada penelitian ini penulis akan menganalisis pemikiran Mohammad Hatta dan juga Syafruddin Prawiranegara sebagai tokoh yang membangun dasar perekonomian Indonesia di masa peralihan, dianalisis dari latar belakang, pemikiran ekonomi dan strategi yang mereka lakukan


(23)

dalam pembangunan perekonomian Indonesia sebelum dan sesudah kemerdekaan. Setelah itu melakukan analisis komparatif terhadap pemikiran kedua tokoh tersebut sehingga dapat dideskripsikan apa persamaan dan juga perbedaannya. Kemudian dianalisis juga pemikiran keduanya apakah ada relevansinya dengan konsep ekonomi Islam.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library research) dengan data dan analisis kualitatif yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian.8 Hasil dari analisis kedua tokoh tersebut dikomparasi dan dianalisis secara deskriptif tentang persamaan dan perbedaan konsep keduanya kemudian dituangkan dalam sebuah laporan tertulis.

2. Sumber Data

Data dalam penelitian ini adalah data kualitatif yaitu sumber-sumber yang sesuai dengan topik pembahasan, yang dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu:

8


(24)

13

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek yang akan diteliti,9 dimana yang digunakan adalah buku dan tulisan karangan Mohammad Hatta, meskipun ada lebih dari 58 buku yang dia tulis juga pidato-pidatonya yang bertebaran di berbagai media seperti Hindia Poetra, Neratja, Daoelat Ra’jat dan lainnya, namun hanya beberapa sumber yang diambil yaitu seperti “Demokrasi Kita, Bebas Aktif, dan Ekonomi Masa

Depan”,10 “Kumpulan Karangan I”,11 Pidato Bung Hatta yang berjudul

“Pikiran-Pikiran dalam Bidang Ekonomi untuk Mencapai Kemakmuran yang

Merata”,12 “Permulaan Pergerakan Nasional”,13 “Sesudah 25 Tahun”,14 dan buku serta karangan Bung Hatta yang lainnya.

Kemudian sumber dari beberapa buku dan pidato Syafruddin Prawiranegara yang berjudul “Islam dan Pergolakan Dunia”,15 “Kumpulan

9

Bagong Suyanto dan Sutinah, ed., Metode Penelitian Sosial, Sebagai Alternatif Pendekatan, Edisi Revisi (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 55.

10

Mohammad Hatta. Demokrasi Kita, Bebas Aktif dan Ekonomi Masa Depan (Jakarta: UI Press, 1980).

11

Mohammad Hatta. Kumpulan Karangan I (Jakarta: Bulan Bintang, 1976).

12

Mohammad Hatta. “Pikiran-pikiran dalam Bidang Ekonomi untuk Mencapai Kemakmuran yang Merata.” Ceramah disampaikan dalam Seminar KADIN, Jakarta,20-22 September 1972 (Jakarta: Yayasan Idayu Press, 1974).

13

Mohammad Hatta, “Permulaan Pergerakan Nasiona.” Pidato disampaikan di Gedung Kebangkitan Nasional, Jakarta, 22 Mei 1974 (Jakarta: Idayu Press, 1977).

14 Mohammad Hatta, “Setelah 25 Tahun.” Pidato disampaikan pada Dies Natalies kesembilan

Universitas Sjiah Kuala Darussalam, Banda Aceh, 2 September 1970 (Jakarta: Gita Karya, 1970).


(25)

karangan terpilih 2: Ekonomi dan Keuangan Makna Ekonomi”,16 “Human Development Pola Pembangunan yang sesuai dengan Ajaran-Ajaran Islam

dan UUD „45”17

, dan “Islam dalam Pergolakan Dunia”18 serta buku Syafruddin lainnya.

b. Data Sekunder

Sedangkan untuk sumber sekunder yaitu sumber yang diperoleh dari lembaga atau institusi tertentu yaitu sebagai sumber kedua,19 diambil dari beberapa buku ataupun tulisan yang berkaitan dengan topik pembahasan baik langsung maupun tidak langsung seperti buku tentang Mohammad Hatta

“Bung Hatta dan Ekonomi Islam: Menangkap Makna Maqashid Al Syariah”,20

“Mohammad Hatta Bografi Singkat 1902-1980”,21 dan beberapa buku mengenai Bung Hatta serta pemikirannya yang lainnya, serta buku karangan M. Dawam Rahardjo yang mengulas pemikiran Syafruddin Prawinegara yaitu

“Ekonomi Neo-Klasik dan Sosialisme Religius: Pragmatisme Pemikiran

16

Syafruddin Prawiranegara, Ekonomi dan Keuangan: Makna Ekonomi Islam Kumpulan Karangan Terpilih, Jilid.II, (Jakarta: CV Haji Masaagung, 1988).

17

Syafruddin, Prawiranegara. Human Development Pola Pembangunan yang Sesuai dengan Ajaran-Ajara Isla da UUD ’ (Jakarta: Bulan Bintang, 1977).

18

Syafruddin, Prawiranegara. Islam dalam Pergolakan Dunia (Bandung: Al-Ma’arif, 95 ).

19

Bagong Suyanto dan Sutinah, ed., Metode Penelitian Sosial, Sebagai Alternatif Pendekatan, Edisi Revisi (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 55.

20

Anwar Abbas. Bung Hatta dan Ekonomi Islam:Menangkap Makna Maqasid al Syari’ah (Jakarta: Penerbit Kompas, 2010).

21

Salman Alfarizi, Mohammad Hatta Biografi Singkat 1902-1980 (Yogyakarta: Garasi, 2012).


(26)

15

Ekonomi Politik Syafruddin Prawiranegara”.22 Serta sumber pendukung lainnya yang berhubungan dengan topik yang dibahas.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik dalam pengambilan data kualitatif ini adalah dengan mengumpulkan berbagai sumber kepustakaan yang berkaitan dengan topik pembahasaan seperti bersumber dari buku, jurnal, artikel dan lain-lain.

4. Teknik Pengolahan Data

Teknik yang digunakan adalah dengan konsep analisis data kualitatif (Bogdan & Biklen, 1982) yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain.23

Selain itu juga menggunakan metode content analysis is a research technique for making replicable and valid inferences from texts (or other meaningful matter) to the contexts of their use.24 yaitu sebuah teknik penelitian untuk membuat sesuatu replika dan inferensi yang valid dari teks

22

M. Dawam Rahardjo, Ekonomi Neo-Klasik dan Sosialisme Religius: Pragmatisme Pemikiran Ekonomi Politik Sjafruddin Prawiranegara (Jakarta: Mizan, 2011).

23

Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), h. 248.

24

Klaus Krippendorff, Content Anlysis: an Introduction to its Methodoly, Second Edition (London: Sage Publications, 2004), h. 18.


(27)

atau hal-hal dalm konteks kebutuhan mereka.

5. Variabel Verifikasi

Dalam mendasari konsep islam dalam analisis setiap pemikiran Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara yang cukup luas mengenai ekonomi pembangunannya, maka dibuat beberapa rujukan untuk mempermudah, yaitu dari prinsip mashlahah, dan juga pendapat para ekonom Islam dari masa klasik hingga kontemporer.

Rujukan indikator Ekonomi Islam dilihat dari prinsip kemaslahatan dalam ekonomi menurut Al-Qur’an, ada 5 yaitu:25

1. Tidak bersifat ilegal atau bathil

2. Prinsip pemerataan dan berbasis masyarakat 3. Kemakmuran yang berkeadilan

4. Prinsip tidak saling menzalimi

5. Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan (halal, sederhana, dan kemurahan hati).

25

Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama RI, Pembangunan Ekonomi Umat: Tafsir Tematik Edisi Penyempurnaan (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012).


(28)

17

6. Teknik Penulisan

Teknik penulisan ini merujuk pada pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.26

H. Sistematika Penulisan

BAB I: PENDAHULUAN.

Bab ini memuat; latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan skripsi ini.

BAB II: PEMBANGUNAN EKONOMI DAN EKONOMI

INDONESIA

Pada bab ini menjelaskan pengertian mengenai konsep ekonomi pembangunan menurut konsep dari konvensional dan Islam yang juga akan menjabarkan isu-isu pokok ekonomi pembangunan menurut kedua konsep tersebut serta mendeskripsikan perkembangan ekonomi indonesia dari setiap periode dan juga bagaimana para tokoh penting dan juga pemikirannya.

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas IslamNegeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta: Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) FSH, 2012).


(29)

BAB III: KONSEP PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN INDONESIA

Bab ini menjelaskan biografi singkat Mohammad Hatta dan Syafruddin Prawiranegara, serta bagaimana konsep keduanya dalam membangun perekonomian Indonesia di masa peralihan. Kemudian menganalisis relevansi pemikiran mereka dilihat dari sudut pandang ekonomi Islam khususnya dengan prinsip mashlahah dan pemikiran ekonom muslim klasik dan kontemporer.

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN.

Bab ini berisi kesimpulan mengenai permasalahan yang disebutkan dalam rumusan. Bab ini juga berisi Saran dalam penulisan maupun pemikiran penulis mengenai konsep ekonomi pembangunan.


(30)

19 BAB II

Pembangunan Ekonomi dan Ekonomi Indonesia A. Konsep Pembangunan Ekonomi Konvensional

1. Pengertian Pembangunan Ekonomi

Ilmu ekonomi pembangunan merupakan cabang baru dari ilmu ekonomi, yang pada awal kemunculannya masih dipertanyakan oleh para ekonom karena tidak memiliki fokus masalah yang khas, namun setelah permasalahan ekonomi semakin kompleks maka ilmu ekonomi pembangunan diperlukan. Ilmu ini lahir dari ketimpangan sosial ekonomi paska Perang Dunia II. Para ekonom dari negara maju berpikir bahwa perekonomian yang hancur akibat perang harus segera dipulihkan untuk kelangsungan perekonomian dunia dan juga karena kepentingan negara maju terhadap negara Asia dan Afrika, maka mereka melakukan perencanaan untuk membangun perekonomian di negara-negara berkembang dengan sistem yang mereka bangun di negaranya.

Upaya pemulihkan perekonomian tersebut hasilnya tidak baik. Para ekonom berkesimpulan bahwa permasalahan dan karakteristik di negara berkembang tidak sama dengan negara maju, sehingga konsep pembangunan juga semestinya berbeda, maka lahirlah ilmu ekonomi pembangunan.

Beberapa ahli mengemukakan definisi pembangunan, diantaranya: a. Menurut Schumpeter, Ursula Hicks, dan A. Madison, pembangunan


(31)

penduduk harus meningkat, dan salah satu ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan ekonomi (GNP, GNP perkapita dan sebagainya).

b. Menurut Denis Goulet menyebutkan bahwa pembangunan lebih dari sekedar upaya mengatasi keterbelakangan pertumbuhan ekonomi, tidak meratanya pembangunan, kemiskinan, dan sempitnya lapangan kerja, tetapi juga disertai upaya dalam mengatasi keterbatasan pola pikir.1 c. Sedangkan Gunnar Myrdal mengartikan pembangunan sebagai

pergerakan ke atas dari seluruh sistem sosial.2

Maka dapat disimpulkan pembangunan ekonomi adalah upaya dalam meningkatkan kesejahteraan manusia untuk memiliki hidup yang lebih baik dalam aspek ekonomi dan juga untuk memiliki pola berpikir yang maju sehingga dapat menaikkan tingkat sosial masyarakat.

2. Tujuan Pembangunan Ekonomi

Definisi yang terus berubah sesuai dengan permasalahan yang dihadapi membuat perluasan dalam tujuan pembangunan. Pada mulanya tujuan dari pembangunan adalah meningkatkan pendapatan perkapita yang diharapkan dapat memberikan trickle down effect, sehingga dapat menyelesaikan kemiskinan, pengagguran dan ketimpangan distribusi

1

Abdul Hakim, Ekonomi Pembangunan (Yogyakarta: Ekonisia, 2010), h. 11.

2

Mudrajad Kuncoro, Ekonomika Pembangunan; Masalah, Kebijakan dan Politik (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 5.


(32)

21

pendapatan. Banyak teori dari pembangunan yang tidak berhasil maka dilakukan pengkajian ulang terhadap tujuan pembangunan, setelah dirasa ada hal lain yang lebih penting dari sekedar faktor pertumbuhan ekonomi semata.

Kemudian muncul konsep baru mengenai tujuan pembangunan yaitu konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Konsep ini muncul akan keprihatinan lingkungan yang muncul pada dasawarsa 1970-an, tujuannya adalah untuk menjaga lingkungan sehingga dapat tetap terjaga dan terus berkembang sejalan dengan berkembangnya perekonomian, karena tidak akan menguntungkan ketika sistem biologis alam yang menopang ekonomi dunia tidak diperhatikan. Strategi ecodevelopment sangat penting dalam sustainable development karena yang paling utama strategi ini harus berkelanjutan baik dari sisi ekologi maupun sosial.

Tujuan selanjutnya yang muncul adalah kebebasan, dimana hal ini sangat penting dalam proses pembangunan. Menurut Armatya K. Sen seseorang untuk mencapai kapabilitas aktualnya dipengaruhi oleh kesempatan ekonomi, kebebasan berpolitik, fasilitas sosial, kesehatan, pendidikan dasar dan dorongan untuk berinisisatif.3

3


(33)

Menurut Michael P. Todaro ada tiga tujuan inti pembangunan, yaitu:4 a. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam

barang kebutuhan hidup yang pokok.

b. Peningkatan standar hidup, tidak hanya peningkatan pendapatan tapi juga lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan serta nilai-nilai kultural dan kemanusiaan, yang tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materil, juga untuk menumbuhkan jati diri pribadi dan bangsa.

c. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial dengan membebaskan mereka dari sikap menghamba dan ketergantungan bukan hanya terhadap orang ataupun bangsa lain tetapi juga terhadap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka.

Gambar 1. Evolusi Paradigma Tujuan Pembangunan.5

4

Michael, P. Todaro, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga edisi keenam (Jakarta: Erlangga, 1998), h. 22.

5

Mudrajad Kuncoro, Ekonomika Pembangunan (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 3. Entitlements

dan Kapabilitas

Mengatasi Kemiskinan Kebebasan

Pembangunan Berkelanjutan Produk Domestik Bruto

(PDB)

Indikator nonmoneter (Indeks Pembangunan

Manusia) PDB rill per kapita


(34)

23

B. Konsep Pembangunan Ekonomi Islam

Dalam Islam ilmu ekonomi sudah banyak dipergunakan dan dikembangkan oleh para ekonom muslim, jauh sebelum Adam Smith dengan pandangannya dalam An Inquiry into the Natural and Causes of Wealth of Nations yang disebut sebagai kebangkitan ilmu ekonomi modern.

Siddiqi mengidentifikasi sejarah ekonomi Islam dalam tiga tahap.6 Tahap Pertama, 4,5 abad setelah Hijriah (sampai tahun 1058 M/ 450 H), pada periode pertama ini kaum Quraisy telah melakukan perniagaan ke timur dan barat yang menghubungkan Bahrain dan Selat Persia (Teluk Arab), juga penduduk Syria, Mesir, Iran, Irak, Yaman dan Ethiopia. Perniagaan ini tidak hanya menghasilkan materi yang menguntungkan tetapi juga turut mempercepat perkembangan ilmu pengetahuan, namun sebelum datangnya Islam tradisi perniagaan yang banyak dilakukan dengan menggunakan sistem riba yaitu meminta kelebihan pada saat telat dalam pembayaran.

Saat Rasulullah hadir, sistem ekonomi Islam dipraktekkan dalam kehidupan bermasyarakat, yang sudah menggunakan uang sebagai alat jual beli yaitu mata uang Persia dan Romawi. Bahkan tukar menukar mata uang asing atau Sharf telah dilakukan. Lembaga Baitul Maal dibangun oleh Rasulullah untuk mengurusi pengumpulan dan pendistribusian dana. Bahkan

6


(35)

Riba yang mendarah daging diganti dengan sistem keadilan yang menjunjung tinggi keadilan.7 Kemudian dilanjutkan perkembangannya oleh para fuqaha dan sufi pada masa Khulafa Ar-Rasyidin, Daulah Umawiyah, Abbasyiah.

Tahap Kedua, yaitu antara tahun 1058-1446 M, pada masa ini banyak ekonom Islam yang muncul dan sangat berpengaruh seperti Abu Hamid Al-Ghazali (1055-1111 M), Taqiyuddin Ibnu Taymiyah (1263-1328 M), Ibnu Khaldun (1332-1404 M). Al Ghazali mengembangkan sistem ekonomi yaitu adanya pembagian kerja, evolusi uang, dan pelarangan riba fadl. Ibnu Taymiyah menemukan sistem bagi hasil, manajemen uang, kontrol harga, peranan permintaan dan penawaran dan analisis beban pajak tidak langsung. Ibnu Khaldun berperan pada penelitian analisis mengenai pasang surutnya suatu dinasti dan siklus kemiskinan dan kemakmuran serta pembagian kerja, perdagangan internasional, dan keuangan negara.

Tahap Ketiga, yaitu antara 1446-1932 M, munculnya para pemikir independen yang cenderung stagnasi, namun mengajak kembali kepada

Al-Qur‟an dan Sunnah. Diantaranya Shah Waliyullah (1703-1762 M),

Muhammad bin Abdul Wahab (1787), Jamaludin Al Afgani (1897), Mufti Muhammad Abduh (1905), dan Muhammad Iqbal (1938).

7


(36)

25

1. Pengertian Pembangunan Ekonomi Islam

Ada beberapa ahli yang mendefinisikan ekonomi Islam diantaranya:8 a. Menurut Hasanuzzaman adalah ilmu dan aplikasi petunjuk dan aturan

syariah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh dan menggunakan sumber daya material agar memenuhi kebutuhan manusia sehingga dapat menjalankan kewajibannya pada Allah dan masyarakat. b. Menurut Umar Chapra, adalah cabang ilmu yang membantu

merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang langka, yang sejalan dengan ajaran Islam, tanpa membatasi kebebasan individu ataupun menciptakan ketidakseimbangan ekonomi makro dan ekologis.

2. Konsep Pembangunan Ekonomi Islam

Berbeda dengan konsep dalam ekonomi konvensional yang memaksimalkan kekayaan dan konsumsi, ekonomi Islam melaksanakan ekonomi dengan melihat keseimbangan antara material dan spiritual, sehingga dalam ekonomi Islam keadilan sosial sebagai tujuan utama, Q.S As-Syura: 27

                             8


(37)

“Dan Jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya dia Maha mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.”

Manusia merupakan fokus utama dalam proses pembangunan sebagai agen perubahan bertanggung jawab secara pribadi dan makhluk sosial dalam mengembangkan diri dan lingkungannya. Dalam Islam, dan sumber utama Islam adalah Al-Quran dan Sunnah maka setiap tujuan, perencanaan, proses hingga akhir merujuk pada acuan utama tersebut. Islam menekankan pembangunan spiritual, moral dan etika. Jika hal tersebut belum dibangun secara baik, maka pembangunannya pun dianggap gagal. Pembangunan materi dengan keadilan tidak akan mungkin terjadi tanpa adanya pembangunan moral.9

Menurut Aidit Ghazali (1990) ada lima pondasi filosofis yang mendasari pembangunan dalam Islam, yaitu:10

a. Tauheed Uluhiyah, yaitu percaya pada ke-Maha Tunggal-an Tuhan dan semua yang di alam semesta merupakan kepunyaan-Nya.

9

Umer Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi (Jakarta: Gema Insani, 2000), h. 9.

10


(38)

27

b. Tauheed Rububiyyah, yaitu percaya bahwa Tuhan yang menentukan keberlanjutan hidup, serta menuntun siapa saja yang percaya kepada-Nya kepada kesuksesan.

c. Khilafah, yaitu peranan manusia sebagai wakil Tuhan di bumi.

d. Tazkiyyah An-Nas, ini merujuk kepada pertumbuhan dan penyucian manusia sebagai prasyarat sebelum manusia menjalankan tanggung jawab yang ditugaskan kepadanya.

e. Al-Falah, yaitu keberhasilan yang dicapai di kehidupan dunia akan mempengaruhi keberhasilan di akhirat sepanjang keberhasilan yang dicapai di dunia tidak menyalahi petunjuk yang telah Tuhan tetapkan.

Konsep pembangunan menurut Islam adalah tercapainya tujuan utama pembangunan dalam Islam yaitu kesuksesan di akhirat. Sehingga indikator dalam pembangunan Islam tidak hanya diukur dengan pertumbuhan namun juga mencangkup perubahan kuantitif dan kualitatif.

Gambar 2. Konsep Pembangunan dalam Islam.11

= +

Kualitatif Kuantitatif VI. Sosial VIII. Teknologi Ekonomi

11

Ibid., h. 25.

PEMBANGUNAN PERTUMBUHAN PERUBAHAN

IV. Fisik V. Lingkungan I. Spiritual

II. Moral III. Etika


(39)

Sumber Manifestasi: I. Takut akan Tuhan II & III Nilai-Pola Islam

IV & V Pertumbuhan Sosial-Ekonomi

VI & VII Usaha Sendiri (Indegenous Effort)

C. Perkembangan Pemikiran Ekonomi di Indonesia 1. Membangun Ekonomi Nasional (1945-1959)

Pertengahan tahun 1945 Indonesia merumuskan persiapan kemerdekaan Indonesia yang saat itu dalam masa penjajahan Jepang, akhirnya dibentuklah Badan Penyidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang diketuai oleh Dr. K.R.T. Radjiman Widyodiningrat dengan beranggotakan 68 orang yang ditunjuk untuk merumuskan dasar negara dan juga “Soal Perekonomian Indonesia Merdeka” yang membahas bagaimana kesertaan pemerintah dalam perusahaan besar (milik asing saat jaman Belanda) yang di dalamnya banyak rakyat Indonesia yang bergantung hidupnya. Dalam sidang BPUPKI tersebut juga dibahas mengenai butir-butir UUD 1945 yang menjiwai pasal 33 tentang „Kesejahteraan Sosial‟ yang kemudian disahkan pada tanggal 18 Agustus pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Banyak yang mendebatkan mengenai arti dari pasal 33 tersebut yang dicanangkan oleh Mohammad Hatta. Maka dalam pidatonya yang berjudul


(40)

29

“Ekonomi Indonesia di Masa Mendatang”,12 Mohammad Hatta mencoba

menjelaskan arti dari pasal 33 tersebut. Beliau menyatakan bahwa ekonomi Indonesia akan secara perlahan menghilang dari sifat individualisme dan akan mengacu pada sistem kolektivisme. Sistem yang sesuai dengan semangat kolektivisme itu adalah koperasi, maka seluruh perekonomian rakyat harus berdasar pada koperasi yang kemudian di atasnya ada pemerintah yang mengkoordinir segala usaha produktif bagi kesejahteraan rakyat.

Perekonomian Indonesia pada jaman penjajahan sangatlah buruk karena upah yang sangat rendah, efisiensi tinggi di sektor perkebunan dan juga investasi yang besar oleh perusahaan-perusahaan Belanda di sektor pertambangan dan jasa. Sistem ini sangat menguntungkan bagi pihak penjajah karena Indonesia hanya mendapatkan 8% dari pendapatan tersebut.

Setelah kemerdekaan diraih, maka Indonesia mulai melakukan transformasi sistem ‘ekonomi kolonial’ ke ‘ekonomi nasional’, hal tersebut tidaklah mudah karena terhambat dengan adanya agresi militer Belanda dan juga usaha diplomatik internasional agar Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia yang hingga saat ini tidak juga mengakui Indonesia secara de jure, tapi Syafruddin Prawiranegara tidak terlalu memikirkan dan

12

Mohammad Hatta, “Ekonomi Indonesia di Masa Mendatang.” Pidato diucapkan sebagai Wakil Presiden dalam Konferensi Ekonomi di Yogyakarta pada tanggal 3 Februari 1946. (Jakarta: UI, 1985), h. 1-13.


(41)

mengambil sikap bahwa Indonesia harus mengambil dan menghargai isi dari nilai kemerdekaan itu sendiri.13

Transformasi yang nyata mulai dapat dilakukan pada masa kabinet Natsir. Banyak tokoh yang berkontribusi dalam menggagas ekonomi nasional ini, diantaranya Soemitro Djojohadikoesoemo yang mengembangkan industri skala kecil melalui induk-induk untuk menyalurkan kredit, memberikan bantuan teknik dan outlet pemasaran, juga penggagas ‘Indonesianisasi’ dengan membuat program Benteng yang memberikan lisensi khusus kepada pribumi untuk melakukan impor, namun tersendat karena ada penerima lisensi yang menjual lisensinya pada pengusaha non pribumi juga pada etnis Tionghoa sehingga kalah bersaing, dan juga rencana pembangunan lima tahun (1956-1960) yang tujuannya untuk menetapkan pembangunan berbagai industri dasar yang bisa dilaksanakan tanpa melakukan pembiayaan defisit yang besar karena dibiayai oleh anggaran negara tanpa banyak mengandalkan bantuan luar negeri14 tapi belum dapat terlaksana. Selain Soemitro tokoh lain yang sangat pragmatis yang berorientasi ekonomi/pembangunan adalah Mohammad Hatta, Syafruddin Prawiranegara, Djuanda, dan Jusuf Wibisono.

13

Sjafruddin Prawiranegara, Islam dalam Pergolakan Dunia, cet.1 (Bandung: Al- Ma‟arif, 1950), h.56.

14


(42)

31

Sarbini Sumawinata dalam tulisannya mengenai Pembangunan Ekonomi Indonesia15 tidak terlalu mempermasalahkan mengenai transformasi ekonomi kolonial ke ekonomi nasional karena menurutnya tidak ada hal yang spesifik yang menggambarkan bagaimana sistem ekonomi nasional itu sendiri. Maka menurutnya yang harus dicari adalah tujuan yang ingin dicapai, misalnya untuk meningkatkan kemakmuran rakyat. Langkah yang menurutnya untuk mencapai kemakmuran rakyat adalah bagaimana cara untuk meningkatkan tingkat konsumsi rakyat Indonesia dengan menanamkan modal pada usaha yang menciptakan alat-alat untuk menaikkan tingkat produksi sehingga juga meningkatkan pendapatan dan tingkat konsumsi, selain itu juga mengoreksi struktur agraris yang berat sebelah karena hampir 70% saat itu, rakyat Indonesia bekerja sebagai petani. Selain itu juga meningkatkan ekspor dan penanaman modal asing.

Program kabinet dalam melaksanakan ekonomi nasional:

a. Kabinet Hatta (Desember 1949 - September 1950): Melakukan pengguntingan uang dan penggunaan sertifikat ekspor.

b. Kabinet Natsir (September 1950 - Maret 1951): Pengetatan anggaran pemerintah untuk mengurangi inflasi, pengetatan kredit perusahaan asing,

15Sarbini Sumawinata, “Garis

-garis Besar Pembangunan Indonesia” dalam Hadi Soesastro ed., Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir 1 1945-1959: Membangun Ekonomi Nasional (Jakarta: Kanisius, 2005), h. 131-142.


(43)

Rencana Urgensi Perekonomian atau Rencana Urgensi Industri dan program Benteng.

c. Kabinet Sukiman (April 1951-Pebruari 1952): Menasionalisasikan De Javasche Bank karena defisit anggaran meningkat.

d. Kabinet Wilopo (April 1952-Juni 1953): Menerapkan anggaran berimbang, dan melakukan pengetatan impor.

e. Kabinet Ali Sastroamidjojo (Agustus 1953- Juli 1955): Karena utang pemerintah meningkat dan cadangan internasional terkuras maka melakukan pembatalan sebagian perjanjian KMB mengenai kebijakan perdagangan secara sepihak.

f. Kabinet Burhanudin Harahap (Agustus 1955-Maret 1956): Menghapuskan sistem sertifikasi impor, screening terhadap importir terus dilakukan, mengakhiri diskriminasi dengan memberikan kesempatan kepada keturunan cina untuk terlibat dalam kegiatan impor, dan juga meninggalkan sama sekali perjanjian KMB.

g. Kabinet Ali Sastroamidjoojo II (April 1956- Maret 1957): Karena defisit anggaran dan inflasi meningkat, maka tahun 1956 pemerintah meminta bantuan International Monetary Fund (IMF) sebesar US$ 55 juta.

h. Kabinet Djuanda (Maret 1957): Dibentuk secara sepihak setelah sistem Demokrasi Terpimpin dicanangkan oleh presiden Soekarno, di mana kemudian melaksanakan pengambil alihan perusahaan Belanda. Karena


(44)

33

sektor swasta nasional belum berkembang, maka sektor negara mengambil alih, dan lahirlah ekonomi nasional yang etatis.

2. Ekonomi Terpimpin (1959-1966)

Periode ini dimulai sistem „Ekonomi Terpimpin‟ yang dicetuskan oleh presiden Soekarno pada 21 Pebruari 1957 sebagai bentuk jalan keluar dari berbagai kesulitan yang dihadapi oleh rakyat Indonesia, yang dikenal sebagai „Konsepsi Presiden‟ yang menurut Sarbini bahwa Soekarno dan PKI berupaya menguasai segalanya berdasarkan Manipol (Manifesto Politik) Soekarno.16

Periode ini merupakan periode gelap dalam sejarah Indonesia karena semangat revolusioner sangat membara yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah ekonomi, awal mula ini pada tahun 1957 dimana banyak buruh yang mogok kerja. Awal ekonomi terpimpin masa Orde Lama Soekarno ini ditandai dengan merosotnya PDB perkapita, kenaikan inflasi, surutnya penanaman modal dan berlanjutnya struktural regression. Simpanan Devisa yang semakin berkurang karena habis untuk biaya keamanan dan juga pengamanan nasional, Indonesia yang penghasil beras terbesar malah menjadi impor beras terbesar dan karena kelangkaan menjadikan inflasi naik hingga 650%. Banyaknya perencanaan dalam pembangunan yaitu Dewan Perancang Nasional yang diketuai oleh Mohammad Yamin yang dibentuk oleh Soekarno

16

Sarbini Sumawinata, dalam Thee Kian Wie ed., Pelaku Berkisah: Ekonomi Indonesia 1950-an sampai 1990-1950-an (Jakarta: Kompas, 2005), h. 84.


(45)

tanpa ada ekonom di dalamnya, yang menghasilkan program Pembangunan Nasional Berencana Delapan Tahun (1961-1968) dengan menggali kekayaan alam secara besar-besaran untuk membiayai program pembangunan nasional.

Pelaksanaan Pembangunan Nasional Semesta Berencana (PNSB) tidak selancar yang direncanakan, kemudian untuk menutupi kemerosotan ekonomi tersebut presiden mengumumkan Deklarasi Ekonomi (DEKON) tentang peraturan dalam bidang impor, ekspor, harga dan lain-lain yang disebut sebagai peraturan 26 Mei 1963. Ternyata tidak membuahkan hasil baik karena adanya campur tangan PKI yang awalnya tidak setuju dengan butir-butir Dekon yang asli,17 hingga akhirnya PKI menyetujui dengan ditambah 12 butir awal yang diajukan oleh PKI untuk kepentingannya kemudian ditambah adanya konfrontasi dengan Malaysia yang pada akhirnya Indonesia keluar dari PBB karena PBB menerima Malaysia menjadi Dewan Keamanan, dan dari situlah Soekarno menetapkan BERDIKARI atau Berdiri di Bawah Kaki Sendiri yang artinya penegasan pendirian Indonesia untuk tidak bergantung pada luar negeri. Berdikari pun terlalu berat untuk dilakukan dengan naiknya harga bahan makanan, nilai rupiah yang merosot dan pemerintah tidak

17

Soebandrio sebagai Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri meminta bantuan Soedjatmoko untuk merumuskan program pembangunan ekonomi Indonesia baru, yang juga melibatkan Sarbini sebagai satu-satunya ekonom di dalamnya.


(46)

35

sanggup untuk membiayai pembangunan nasional, akhirnya melakukan pinjaman luar negeri sampai sebesar US$ 2.358 juta di tahun 196618.

Kegagalan yang terjadi pada masa Orde Lama dengan sistem ekonomi terpimpin yang dicetuskan, namun ada juga keberhasilan yang dicapai yaitu mengenai pelayaran dan bongkar muat yang saat itu Soekarno menunjuk Ali Sadikin sebagai Menteri Pelayaran, dan Ali Sadikin meminta nasehat kepada pengusaha yang bergerak dalam industri ini yang salah satunya adalah pengusaha pribumi yang masih dapat bertahan dengan kegagalan dalam program Benteng yaitu Soedarpo Sastrosatomo. Soedarpo mengatakan bahwa bongkar muat kapal dan keagenan merupakan sumber devisa bagi negara namun karena pendapatan tersebut harus disetor kepada Lembaga Alat-alat Pembayaran Luar Negeri untuk ditukar dengan kurs resmi yang rendah maka pengusaha dan juga negara kehilangan banyak uang, sehingga jalan keluarnya adalah dengan mengijinkan pengusaha memiliki kapal sendiri dengan kebebasan untuk menggunakan devisa. Akhirnya dikeluarkan peraturan bahwa setiap perusahaan asing maupun domestik harus memiliki surat izin bongkar-muat, yang menjadi asal usul pemesanan muatan dimana semua muatan untuk proyek pemerintah harus diangkut di bawah bendera Indonesia. Hal itu sangat memudahkan bagi pengusaha industri pelayaran untuk bertahan

18 Bisuk Siahaan, “Pembangunan Nasional Semesta Berencana Delapan Tahun, 1961

-1968”, dalam Hadi Soesanto ed., Pemikiran dan Permasalahan di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir 2 1959-1966: Ekonomi Terpimpin (Jakarta: Canisius, 2005), h. 133-137.


(47)

dalam kondisi krisis Orde Lama. Serta berdirinya pabrik-pabrik besar telah memberi para insinyur, manajer dan buruh pabrik Indonesia keterampilan industri dan pengalaman dalam mengoperasikan pabrik modern, sehingga pada masa awal Soeharto tidak perlu memulai upaya industrialisasi dari nol.19

3. Paruh Pertama Orde Baru (1966-1982)

Tahun 1966 merupakan tahun awal Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto. Pada masa pemerintahannya Soeharto mewarisi masalah-masalah Orde Lama seperti tingkat inflasi yang mencapai 650%, utang luar negeri sebesar US$ 2,5 Miliar, serta tingkat pertumbuhan yang rendah.

Maka pada awal pemerintahannya Soeharto melakukan langkah reformasi perekonomian seperti mengembangkan sektor swasta, menarik investor asing, menghilangkan subsidi pada perusahaan pemerintah. Orde Baru juga mengupayakan untuk mengurangi tingkat kenaikan harga yang disertai upaya untuk memenuhi kebutuhan yang paling mendasar yaitu ketersediaan beras bagi rakyat.

Prestasi yang dicapai pada masa awal Orde Baru membuat Indonesia begitu menonjol, dengan pencapaian kenaikan pertumbuhan rata-rata 6,7% pertahun selama tiga dekade, juga sektor industri yang meningkat cukup pesat bahkan melampaui tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia selama

19

Thee Kian Wie ed., Pelaku Berkisah Ekonomi Indonesia 1950-an sampai 1990-an (Jakarta: Kompas, 2005), h. xiii.


(48)

37

2009. kecuali pada tahun 1973 dan 1983 (krisis minyak) dan 1997 (krisis moneter). Pencapaian itu dilatarbelakangi oleh dua kekuatan selain Soeharto dalam mengendalikan dan juga perencanaan ekonomi yaitu kelompok ekonom yang dipimpin oleh Prof. Widjojo Nitisastro yang dijuluki “Mafia Barkeley” dan kekuatan Mahasiswa. Mahasiswa melakukan seminar ekonomi dan keuangan di FEUI di bawah bimbingan Widjojo Nitisastro yang akhirnya hasil dari seminar tersebut dijadikan legitimasi kebijakan pada masa awal Orde Baru.20 Dimana prinsip ekonomi itu mencangkup: (1) Asas keseimbangan antara pengeluaran dan penerimaan, ekspor dan impor, arus barang dan arus uang, kesempatan bekerja dan pertambahan penduduk, (2) Asas efisiensi dalam penggunaan sumber-sumber ekonomi, (3) Asas keadilan dalam pembagian beban dan pembagian rezeki, dan (4) Asas perlunya investasi bagi pertumbuhan ekonomi.21

Permasalahan yang telah dialami pada periode pertengahan 1960 dengan sistem ekonomi yang relatif tertutup dan bersifat nasionalis membuat perubahan besar dalam sistem ekonomi di masa Orde Baru dengan sistem ekonomi terbuka seperti banyaknya modal asing yang masuk dan pinjaman luar negeri yang deras. Hingga diberlakukannya undang-undang Penanaman

20

Mudrajat Kuncoro, Ekonomika Pembangunan (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 249.

21

Hadi Soesanto, ed., Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir 3 1966-1982: Paruh Pertama Ekonomi Orde Baru (Jakarta: Kanisius, 2005), h. 24.


(49)

Modal Asing tahun 1967 dan diperkenalkan konsep Anggaran yang berimbang. Pada masa itu juga terlihat dua pemikiran yang saling bertolak belakang dimana kelompok pemikir pertama lebih fokus pada peran negara yang besar demi kesejahteraan rakyat dan dicerminkan dengan berbagai alokasi dana terhadap program pembangunan sosial berupa pendidikan dan kesehatan. Sedang kelompok pemikir yang kedua adalah kelompok yang mendukung liberalisasi perekonomian dengan membuka aliran modal dan pasar seluas-seluasnya sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara cepat dalam rangka pemulihan makroekonomi.22

4. Deregulasi dan Liberalisasi Ekonomi (1982-1997)

Pada periode ini terjadi penurunan harga minyak secara drastis yang sangat memukul Indonesia. Pada dasawarsa 1970 penerimaan migas sangat menyokong negara hingga pada 1982 dan 1986 harga minyak anjlok maka penerimaan dari minyak dan gas (migas) turun drastis.

Saat muncul krisis tersebut pemerintah cepat tanggap dengan melakukan liberalisasi serta deregulasi di bidang moneter, fiskal, perdagangan, dan investasi. Juga mengubah ketergantungan negara terhadap sektor migas dan beralih kepada komoditas lain, mobilisasi dana dalam negeri

22


(50)

39

(pajak dan tabungan), serta mengurangi campur tangan pemerintah di banyak sektor yang dirasa menghambat kemajuan dunia usaha.

Sistem deregulasi tersebut menaikkan iklim persaingan khususnya di industri manufaktur yang ditandai dengan peningkatan jumlah perusahaan yang tumbuh. Seperti pada tahun 1986 saat harga minyak jatuh lebih tajam dari tahun 1982, akhirnya dilakukan deregulasi dan liberalisasi di sektor perbankan, perdagangan dan pasar modal. Sektor pasar modal yang lama vakum, dapat bangkit dan mencetak prestasi baik dalam nilai dan volume perdagangan untuk ukuran dunia. Juga sektor perbankan, dimana perbankan swasta mulai bersaing secara agresif untuk mendapatkan konsumen dan pangsa pasar. Namun berbeda dengan bank pemerintah yang malah melemah dalam menyesuaikan diri terhadap kesempatan komersial tersebut karena terbiasa dengan adanya bantuan dari pemerintah dan Bank Sentral.23

Banyak teknokrat, ekonom, dan teknolog yang berperan dalam menerapkan kebijakan rekonstruksi dan deregulasi. Habibie dengan konsep “Delapan Wahana Industri”-nya yaitu pesawat terbang, kimia, elektronika, trasnportasi darat, peralatan pertanian, kapal laut, rekayasa, dan pemesinan umum, menitikberatkan pada peningkatan SDM untuk mencapai keunggulan kompetitif agar indonesia tidak tertinggal dengan negara lain dalam bidang

23

Hadi Soesanto, ed., Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir 4 1982-1997: Deregulasi dan Liberalisasi Ekonomi (Jakarta: Kanisius, 2005), h. 25.


(51)

teknologi. Peranan ekonom, teknokrat seperti Widjojo Nitisastro, Emil Salim, Mohammad Sadli juga sangat berperan dalam kebijakan deregulasi, restrukturisasi, penyesuaian eksternal, peningkatan daya saing, dan efisiensi.

Habibie mengusulkan adanya lompatan teknologi dalam memperoleh nilai tambah yang jauh lebih tinggi dari produk hasil industri dengan mengenali produk yang diprioritaskan maka diterapkan teknologi canggih pada produk tersebut namun karena kebutuhannya yang mahal maka butuh subsidi dari pemerintah, Habibie juga mengkritisi para ekonom yang terlalu mengandalkan keunggulan komparatif dengan orientasi pasar bebas dan ekspor produk-produk padat karya dan sumber daya alam. Namun Soemitro Djojohadikoesoemo dan juga Kwik Kwan Gie mengkritik Habibie, Kwan Gie malah lebih setuju dengan ekonom konvensional yang memanfaatkan keunggulan komparatif dinamis tanpa teknologi yang tinggi dan subsidi pemerintah, karena menurutnya lompatan teknologi tinggi mudah terperangkap ke dalam hobi hingga tidak mempunyai trickle down effect.

Namun kebijakan deregulasi dan liberalisasi yang dilaksanakan sejak tahun 1983 sampai pertengahan 1990 malah menyebabkan permasalahan baru seperti meningkatnya utang luar negeri, lemahnya pengawasan perbankan,


(52)

41

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), yang secara faktor internal akhirnya menyebabkan Indonesia mengalami masa krisis di tahun 1997/1998.24

5. Krisis dan Pemulihan (1997-2004)

Tahun 1997 merupakan awal krisis di Indonesia yang berdampak cukup besar kepada sektor industri. Sektor manufaktur mengalami penurunan yang sebelumnya 12% tetapi pada tahun 1997 menurun menjadi 5,3%, namun setelah periode krisis Asia manufaktur kembali naik secara perlahan hingga pada tahun 2004 mencapai 6,4% dan hanya meningkat satu digit saja karena pertumbuhannya yang tersendat-sendat.

6. Pemulihan dan Pengembangan (2005-2009)

Periode ini merupakan masa pemulihan paska krisis di tahun 1997-1998, dengan melakukan pengembangan revitalisasi, konsolidasi dan rekonstruksi industri untuk dapat unggul dan kompetitif .

Industri Indonesia tidak sama dengan industri di negara Asia Timur lainnya karena tidak memiliki pengalaman industrilisasi yang panjang, belum memiliki permodalan yang baik, tapi cukup sukses dalam melakukan transformasi ke industri yang bersifat outward looking.

Pada periode ini presiden SBY melakukan kebijakan dalam tiga instruksi Presiden (Inpres) yaitu Inpres No.3 tahun 2006 mengenai

24


(53)

serangkaian program dalam upaya memperkuat kelembagaan pelayanan investasi dan sinkronisasi peraturan pusat dan daerah, kepabeanan dan cukai, perpajakan, ketenagakerjaan, serta usaha kecil, menengah, dan koperasi dengan tujuan untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan untuk membuka lapangan kerja baru, meningkatkan penghasilan masyarakat, mengurangi kemiskinan sehingga target pertumbuhan ekonomi di atas 6% dapat tercapai.

Kebijakan yang kedua yaitu dalam Inpres No.6 tahun 2007 mengenai Paket Kebijakan Percepatan Pembangunan Sektor Riil dan Pengembangan UMKM yang terdiri dari empat bidang utama, yaitu (1) Bidang perbaikan Iklim Investasi; (2) Reformasi Sektor Keuangan; (3) Percepatan Pembangunan Infrastruktur; dan (4) Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Kebijakan yang ketiga tertuang dalam Inpres No.5 tahun 2008 mengenai Paket Fokus Pembangunan yaitu fokus program ekonomi tahun 2008-2009 dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, kelestarian sumber daya alam, peningkatan ketahanan energi dan kualitas lingkungan, dan untuk pelaksanaan berbagai komitmen Masyarakat Ekonomi Association of South East Asia Nations/ ASEAN (MEA)25.

25


(54)

43

BAB III

KONSEP PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN INDONESIA

A. Riwayat Singkat

1. Mohammad Hatta

Mohammad Hatta lahir pada 12 Agustus 1902 di Bukittinggi, sebenarnya nama yang diberikan kepada Mohammad Hatta saat lahir adalah Mohammad Athar namun karena masyarakat sekitar yang sulit menyebut namanya sehingga sering disebut Atta, yang sampai akhirnya namanya menjadi Mohammad Hatta.1 Nama kecilnya (Mohammad Athar) kini diberikan kepada cucu laki-lakinya dari anaknya yang kedua Gemala. Hatta adalah anak kedua dari 6 bersaudara yang semuanya adalah perempuan, jadi Hatta adalah anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga, yang kemungkinan berpengaruh pada perilakunya yang lembut dan sopan.

Ayahnya Muhammad Jamil adalah anak dari seorang ulama besar surau Batu Hampar yaitu Syeikh Abdrurrahman. Ayahnya tidak meneruskan surau tapi memilih untuk berdagang, maka pamannya yang melanjutkan kehidupan ulama, namun begitu Hatta tetap mendapatkan pengajaran agama yang kuat sedari kecil. Ibunya Siti Saleha anak dari Ilyas Bagindo Marah yang dipanggil Hatta dengan Pak Gaek berasal dari keluarga pedagang besar.

1


(55)

Setelah ayahnya meninggal saat Hatta berusia delapan bulan, ibunya menikah lagi dengan seorang saudagar asal Palembang bernama Haji Ning.

Hatta menempuh pendidikan sekolah dasar di ELS (Europeesche Lagere School) yaitu sekolah dasar untuk orang kulit putih dari kelas 5 sampai kelas 7 sampai tahun 1913, di mana ia sebelumnya belajar secara privat. Kemudian di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) SMP dengan bahasa pengantarnya bahasa Belanda sampai 1917. Selain belajar biasa Hatta juga rajin belajar agama dan mengaji di surau Nyik Jambek (Syaikh Muhammad Djamil Djambek) dan juga dengan Haji Abdullah Ahmad saat di Padang, yang dimana kedua ulama ini adalah ulama pembaharu di Minangkabau yang sangat berpengaruh di Indonesia.2

Di padang Hatta aktif di menjadi anggota Serikat Usaha semacam kamar dagang bersifat lokal, dia juga aktif di Jong Sumatranen Bond (JSB, Perkumpulan Pemuda Sumatera) dia sebagai bendahara di sana. Saat dia sekolah di Prins Hendrik School yaitu sekolah dagang menengah di Jakarta dia pun aktif kembali sebagai bendahara pusat. Awalnya sang kakek akan membawa Hatta ke Mekkah untuk belajar agama dan berharap dapat melanjutkan suraunya. Namun Ibu dan pamannya tidak setuju karena Hatta yang saat itu masih kecil, lalu ibunya meminta pamannya saja yang meneruskan surau, hingga dengan lapang dada sang kakek merelakan Hatta

2


(56)

45

untuk melanjutkan pendidikan dan berharap yang terbaik dengan keputusan ini. Saat sekolah di Jakarta Hatta tinggal dengan Radja Bangsawan seorang mantan inspektur kepala sekolah untuk wilayah bagian selatan. Hatta juga sering mengunjungi pamannya yaitu Ayub Rais seorang pedagang kaya yang banyak membantu Hatta dan juga sering bertukar pikiran mengenai bisnis, ekonomi, dan perdagangan. Dari diskusi yang dilakukan Hatta dengan pamannya itu membuat pengetahuan ekonomi bisnis Hatta lebih luas dari yang didapatkan di bangku sekolah, selain itu juga membentuk pemikiran Hatta mengenai ekonomi. Ayub Rais pula yang membiayai sebagian besar biaya sekolah Hatta saat di Jakarta dan di Belanda.3

Selain pamannya Ayub Rais dan juga keluarganya yang sebagian besar adalah pedagang yang membentuk pemikiran ekonomi Hatta, serta lingkungan keluarga yang juga berasal dari kalangan ulama dan janji Hatta pada kakeknya Pak Gaek untuk tetap taat pada agamanya membuat pemikiran Islam dan religiusitas Hatta sangat kental dan berpengaruh juga pada pemikirannya dan perilakunya yang sangat menjaga batas-batas ajaran Islam saat berteman dengan para gadis Eropa, malah mereka mengatakan jika Hatta seperti seorang pendeta.4 Dan tokoh lain seperti Haji Agus Salim yang dikenalnya saat menjabat bendahara di JBS pusat juga berpengaruh pada pemikirannya.

3

Ibid., h. 39.

4


(57)

Keduanya sering melakukan diskusi tentang hubungan islam dan politik, Haji Agus Salim memiliki pemikiran bahwa Islam sangat menghendaki masyarakat yang sejahtera adil dan makmur yang berpangkal pada persamaan tetapi juga memiliki kesempatan untuk menjadi lebih baik dan maju bagi yang berusaha, masyarakat yang juga menjauhkan diri dari eksploitasi sesama manusia (seperti sistem kapitalisme). Pandangan Haji Agus Salim yang sangat menjurus kepada sosialisme itu dia selalu kaitkan dengan tujuan Islam dan juga pengabdian kepada Allah. Oleh karena itu Haji Agus Salim tidak setuju jika sosialisme itu berpangkal pada Marx. Dari pemikiran Haji Agus Salim ini juga membentuk pemikiran Hatta mengenai sosialisme, dia mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi paham sosialisme di Indonesia adalah ajaran Islam.5

Hatta melanjutkan pendidikannya di Belanda dari 1921-1932, ia mengambil jurusan ekonomi perdagangan di Handels Hogeschool (Sekolah Tinggi Dagang, kemudian menjadi Economicshe Hogeschool, Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam. Selain giat dalam menuntut ilmu di Belanda Hatta juga aktif berorganisasi, salah satu alasannya pergi ke Belanda pun karena rasa nasionalisme yang sangat tinggi untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Banyak pengalaman pahit yang dialami oleh Hatta mengenai

5

Anwar Abbas, Bung Hatta dan Ekonomi Islam: Menangkap Makna Maaqshid Al Syariah (Jakarta: Kompas, 2010), h. 33.


(58)

47

kekejaman para penjajah, seperti saat usianya 10 tahun, di Bukitiinggi marsose (Korps Marechaussee te Voet yaitu satuan militer yang dibentuk masa kolonial Belanda) dengan bayonet terhunus, menggeledah orang-orang karena menolak membayar pajak langsung, sehingga terjadi perlawanan yang akhirnya menewaskan 12 orang marsose dan 100 penduduk yang ditembak mati. Dan Rais sahabat kakek Hatta dibawa dengan tangan diborgol, melambai ke arahnya. Pengalaman pahit tersebut juga karena kakeknya sangat keras dalam mendidik memelihara aturan serta disiplin dalam belajar membentuk diri Hatta menjadi kuat dan nasionalis. Saat Turki kalah perang dan menjadi bahan olok-olok anak-anak Belanda Hatta membencinya, namun kakeknya memberitahunya bahwa para petinggi Turki itu telah membuat kezaliman yang tidak mencerminkan keadilan atas nama Tuhan. Sehingga pemikiran Hatta meskipun kritis dan tidak menyukai kolonial, namun ia tetap tidak anti Barat.6

Hatta menjadi ketua Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia (PI) dari 1926-1930, meskipun membuatnya terlambat dalam menyelesaikan studi namun waktunya tersebut dipergunakannya untuk mematangkan ilmunya dan menambah studi baru yaitu tentang tata negara. PI menjadi sangat memperhatikan perkembangan pergerakan nasional di

6

Salman Alfarizi, Mohammad Hatta Biografi Singkat 1902-1980 (Yogyakarta: Garasi, 2012), h. 16.


(59)

Indonesia saat diketuai oleh Hatta. Hatta pun aktif dalam memberikan saran, kritik dan komentar tentang pergerakan di Indonesia melalui tulisan yang banyak bersebaran di berbagai majalah dan koran di Indonesia. Pada tahun 1931 mahasiswa komunis Indonesia secara perlahan merebut PI, sehingga membuat Hatta mundur dan banyak pendirian dan juga pemikirannya yang ditolak oleh pihak PI yang sudah dikuasai PKI, dalam sidang dan pertemuan Internasional pun pihak komunis selalu ingin menguasai sidang dan pembicaraan dan itulah yang membuat Hatta tidak menyukai komunis.7

Di luar negeri, Hatta sangat aktif dalam memperkenalkan perjuangan Indonesia. Seperti pada tahun 1926 Hatta diutus untuk mengikuti Kongres Demokrasi Internasional di Perancis yang dihadiri oleh utusan dari 31 negara. Dalam kongres itu Hatta juga berhasil meyakinkan Kongres agar menyebut

„Indonesia’ bukan „Hindia Belanda’ dalam merujuk tanah airnya dan ia menambahkan bahwa perdamaian dunia tidak akan tercapai jika penjajahan masih terus terjadi seperti di Asia. Hatta juga banyak mengenal tokoh penting negara lain seperti Jawaharlal Nehru, perdana menteri India yang kemudian hubungan mereka tambah akrab sampai Indonesia mencapai kemerdekaannya.8

7

Anwar Abbas, Bung Hatta dan Ekonomi Islam (Jakarta: Kompas, 2010), h. 21.

8


(60)

49

Saat Hatta kembali ke tanah air, ia sangat berkontribusi dalam perjuangan kemerdekaan hingga ia menjadi dikenal sebagai dwitunggal (bersama Soekarno) oleh rakyat Indonesia, menjadi pasangan pemimpin yang sangat dibanggakan dan menjadi harapan kemajuan Indonesia. Hatta juga memiliki inisiatif dalam penghapusan tujuh kata di pembukaan UUD 1945 yang hampir membuat rakyat Indonesia pecah. Pada tahun 1950-1959 Hatta menjadi wakil presiden Republik Indonesia di masa merdeka penuh, yang sebelumnya menjabat sebagai Perdana Menteri RIS (Republik Indonesia Serikat). Saat menjabat menjadi perdana menteri banyak kebijakan yang diterapkan Hatta yaitu mengenai kebijakan politik luar negeri yaitu politik bebas aktif, juga mengenai pembangunan ekonomi yang menurutnya memerlukan pinjaman dari luar negeri dengan syarat harus pandai dalam mengelolanya.9 Perkembangan koperasi dan juga pembentukan perusahaan pemerintah seperti semen gresik merupakan salah satu dari banyak keberhasilan Hatta dalam menjabat sebagai Wakil Presiden. Sampai pada 1 Desember tahun 1956 Hatta mengundurkan diri.

Hatta merupakan seseorang yang teguh pada pendirian dan juga ideologinya dan ia siap dalam mempertahankannya, mungkin karena sikapnya itulah yang membuatnya harus mundur ketika ia melihat arah politik yang semakin menjadi taktis dan siasat dan tidak lagi melihat pada tujuan awal

9


(61)

yang utama. Hatta pernah mengatakan dalam tulisannya “Siapa yang takut

dilamun ombak jangan berumah di tepi air,” saat dia berkomentar kepada

seseorang yang ingin berpolitik tanpa resiko, namun apalah daya kini ombak itu membuat banjir dan membuat Hatta harus mengundurkan diri karena yakin tak akan ada rumah yang dapat tegak di bibir banjir.

Hatta seorang yang menepati janji, dan pernikahannya dengan Rahmi pun ia laksanakan setelah Indonesia merdeka yaitu pada 18 November 1945 seperti janjinya dulu.10 Hatta adalah orang yang pemalu dan belum pernah sebelumnya dekat dengan seorang wanita maka perkenalannya dengan Rahmi pun dibantu oleh Soekarno. Hatta memiliki tiga putri yaitu Meutia Farida,

Gemala Rabi’ah, dan Halida Nuriah. Hatta meninggal pada hari Jumat 14 Maret 1980.

Mohammad Hatta adalah seorang anak daerah yang memiliki jiwa nasionalis tinggi. Pendidikan yang tinggi, pengetahuan, pengalaman serta pergaulan yang luas membuat Hatta memiliki cara tersendiri dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan pergerakan yang ia buat di dalam maupun luar negeri dan malah membuat bangsa penjajah sendiri menaruh hormat padanya. Hatta memang tidak terlalu pandai dalam berorasi yang menggebu-gebu seperti Soekarno, namun Hatta sangat tajam dalam menulis pemikirannya. Banyak tulisan dalam bentuk buku, ataupun yang

10


(62)

51

tersebar di berbagai media cetak yang berisi kritik, saran dan kecaman serta pemikirannya mengenai Indonesia. Hatta membangkitkan semangat perjuangan dan memberikan pendidikan politik kepada rakyat Indonesia melalui tulisannya.

Dalam menulis Hatta selalu teliti dalam memberikan rujukan untuk gagasan yang diungkapakannya dalam tulisan lepas yang tersebar di media. Maka orang-orang yang tertarik akan sejarah ilmu pengetahuan akan langsung melihat pada tulisan Hatta. Dalam bidang ekonomi Hatta lebih menyukai aliran historis dan ekonomi politik, gagasan ekonominya lebih berorientasi pada Gustav Schmoller, Werner Sombart, dan Karl Marx dari pada Adam Smith. Dalam bidang filsafat Hatta merujuk pada H. Rickert dan W. Windelband.11

Beberapa tulisannya yang dibuat saat di Belanda di antaranya adalah Tujuan dan Politik Pergerakan Nasional Indoensia (1931), Krisis Ekonomi dan Kapitalisme (1934), Rasionalisasi (1939), dan Mentjari Volkenbond dari Abad ke Abad (1939). Juga buku-buku lainnya seperti Alam Pikiran Yunani (1941), Pengantar ke Djalan Ekonomi Sosiologi (1957), dan Pengantar ke Djalan Ilmu dan Pengetahuan (1954), Mendayung Antara Dua Karang (1946)

11

Salman Alfarizi, Mohammad Hatta Biografi Singkat 1902-1980 (Yogyakarta: Garasi, 2012), h. 215-216.


(63)

dan masih banyak lagi tulisan Hatta yang telah tersebar dalam bentuk buku maupun kumpulan karangan dan juga pidato.

2. Syafruddin Prawinegara

Syafruddin Prawiranegara lahir pada 29 Februari 1911 di Anyer Kidul, Kawedanan Anyer, Banten. Nama kecilnya „Kuding’ yang berasal dari kata

„Udin’ pada nama Syafruddin. Ayahnya seorang ménak Sunda bernama Raden Arsyad Prawira Atmadja, sedangkan ibunya memiliki darah Minangkabau.12

Ayahnya yang seorang camat ternyata memiliki darah Minangkabau, yaitu buyut dari pihak ayahnya ternyata masih keturunan kerajaan Pagayurung Sumatera Barat, yang dibuang ke Banten karena terlibat Perang Padri. Ayahnya meninggal pada 3 Maret 1939 saat membacakan pidato di suatu rapat di Kediri dalam pemilihan Dewan Propinsi Jawa Timur. Syafruddin dibesarkan di lingkungan yang moderat, karena masih keturunan ningrat maka Syafruddin tidak susah dalam menempuh pendidikannya, namun hal itu tidak membuatnya menjadi besar kepala dan memandang rendah kepada pihak lain. Ayahnya yang memiliki sikap yang tegas dan tidak membeda-bedakan, meskipun memiliki jabatan yang tinggi di masyarakat namun ia sangat dekat dengan rakyat sehingga dibuang oleh Belanda ke Jawa Timur. Sifatnya itu

12

M. Dawam Rahardjo, Ekonomi Neo-Klasik dan Sosialisme Religius: Pragmatisme Pemikiran Ekonomi Politik Sjafruddin Prawiranegara (Jakarta: Mizan, 2011), h. 65.


(64)

53

menular kepada Syafruddin yang juga memiliki sikap yang tegas dan tidak membeda-bedakan.

Syafruddin memulai pendidikannya pada tahun 1924 di ELS (Europeesche Leagere School), setelah itu melanjutkan ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Madiun Jawa Timur. AMS setingkat SMA bagian A di Kota Bandung, setamatnya dari AMS Syafruddin melanjutkan ke RHS (Reechts Hoge School) yaitu Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta, ia tamat dengan meraih gelar Sarjana Hukum/ Meester in de Rechten (Mr.).

Sedari kecil Syafruddin mendapat pendidikan formal di bawah naungan kolonial karena keluarganya yang tergolong ningrat namun ia tidak pernah meninggalkan Indonesia sebelum kemerdekaan untuk belajar, sedangkan pendidikan agamanya dia peroleh dari keluarga dan juga lingkungannya. Syafruddin yang terlihat menyukai buku saat di ELS juga ternyata banyak belajar agama dari buku-buku berbahasa Inggris dan Belanda. Juga pendidikan agama dari keluarga khususnya dari ayahnya yang dibesarkan di lingkungan pesantren Banten dan juga sebagai anggota Sarekat Islam (SI), ketertarikan ayahnya yang hidup di kalangan feodal yang kebarat-baratan untuk mengikuti organisasi itu karena SI yang bersifat moderat dan modernis yang tidak mengharamkan orang Islam menggunakan pakaian Barat yang disebut sebagai keberuntungan baginya karena kebanyakan mereka yang mengisolasi diri di pesantren dan mengharamkan celana panjang yang


(1)

110

mengganggu pertumbuhan ekonomi dan melenceng dari tuuan ekonomi yang telah dibangun dan ditetapkan dalam UUD ’45, serta yang selaras dengan prinsip ekonomi yang menekankan keadilan sosial untuk tercapainya kemakmuran yang merata.

3. Kepada pembaca skripsi ini agar kritis dalam membaca analisis yang dipaparkan, karena pemaparan yang tidak jelas atau sesuai dan adanya kritik dan saran akan sangat membantu penulis dalam perbaikan.


(2)

110 Syariah. Jakarta: Penerbit Kompas, 2010.

. “Pandangan Ekonomi Mohammad Hatta”. Ahkam. No.5(Maret 2001).

Alfarizi, Salman. Mohammad Hatta Biografi Singkat 1902-1980. Jogjakarta: GARASI, 2012.

Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Depok: Gramata Publishing, 2010. Chapra, Umar. Islam dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Gema Insani, 2000.

Farida Swasono, Meutia, ed. Bung Hatta: Pribadinya dalam Kenangan. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 1980.

Hakim, Abdul. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Penerbit Ekonisia, 2010.

Hatta, Mohammad. Demokrasi Kita, Bebas Aktif dan Ekonomi Masa Depan Edisi II. Jakarta: UI Press, 1992.

. Ekonomi Indonesia di Masa Mendatang. Jakarta: Universitas Indonesia, 1985.

. Kumpulan Karangan Jilid I. Jakarta: Bulan Bintang Jakarta, 1976.

. Permulaan Pergerakan Nasional, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Sarikat Islam (SI). Jakarta: Yayasan Idayu Press, 1977.

. Pikiran-Pikiran dalam Bidang Ekonomi untuk Mencapai Kemakmuran yang Merata. Jakarta: Yayasan I Daya Press, 1974.


(3)

111

. Setelah 25 Tahun. Pidato disampaikan pada Dies Natalies kesembilan Universitas Sjiah Kuala Darussalam, Banda Aceh, 2 September 1970 (Jakarta: Gita Karya, 1970).

J Moeloeng, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014.

Kementerian Agama RI. Tafsir Al-Quran Tematik: Pembangunan Ekonomi Umat. Jakarta: Kemenag RI, 2012.

Kuncoro, Mudrajad. Ekonomika Pembangunan; Masalah, Kebijakan dan Politik. Jakarta: Erlangga, 2010.

Krippendorff, Klaus. Content Analysis: An Introduction to Its Methodology, Second Edition. London: Saga Publications, 2004.

L Jhingan, M. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas IslamNegeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta: Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) FSH, 2012.

Prawiranegara, Syafruddin. Ekonomi dan Keuangan: Makna Ekonomi Islam, Kumpulan Karangan Terpilih Jilid II. Jakarta: CV Haji Masaagung, 1988. . Islam dalam Pergolakan Dunia, cet.I. Bandung:

Al-Ma’arif, 1950.

_____________________. Islam sebagai Pedoman Hidup, Kumpulan Karangan Terpilih Jilid I. Jakarta: Inti Idayu Press, 1986.


(4)

____________________. Human Development Pola Pembangunan yang Sesuai dengan Ajaran-Ajaran Islam dan UUD ’45. Jakarta: Bulan Bintang, 1977. P. Todaro, Michael. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi Keenam. Jakarta:

PT. Gelora Aksara Pratama Penerbit Erlangga, 1998.

Rahardjo, M. Dawam. Ekonomi Neo-Klasik dan Sosialisme Religius: Pragmatisme Pemikiran Ekonomi Politik Syafruddin Prawiranegara. Jakarta: Mizan, 2011. . Ekonomi Politik Pembangunan. Jakarta: LSAF, 2012.

Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif :Tatalangkah dan Teknik-teknik Teoritasasi Data. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Sukirno, Sadono. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Kencana, 2011.

Soesastro, Hadi. ed. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir 1 1945-1959: Membangun Ekonomi Nasional. Jakarta: Kanisius, 2005.

. Pemikiran dan Permasalahan di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir 2 1959-1966: Ekonomi Terpimpin. Jakarta: Canisius, 2005. . Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam

Setengah Abad Terakhir 3 1966-1982: Paruh Pertama Ekonomi Orde Baru. Jakarta: Kanisius, 2005.

. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir 4 1982-1997: Deregulasi dan Liberalisasi Ekonomi. Jakarta: Kanisius, 2005.


(5)

113

Suyatno, Bagong, ed. Metode Penelitian Sosial, Berbagai Alternatif Pendekatan, Edisi Revisi. Jakarta: Kencana, 2005.

Wee, Thee Kian ed. Pelaku Berkisah: Ekonomi Indonesia 1950-an sampai 1990-an Jakarta: Kompas, 2005.

Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004.

Situs Internet

Agataha Nanda Widiiswa, Ryan. “Bung Hatta Sang Konseptor Perkonomian Bangsa Indonesia”. Artikel diakses pada 19 Februari 2014 dari

http://politik.kompasiana.com/2013/06/02/bung-hattasang-konseptor-perekonomian-bangsa-indonesia-565157.html.

Syahputra, Effendi. “Membumikan Pemikiran Bung Hatta”. Artikel diakses pada 19 Februari 2014 dari http://persatuanindonesia.or.id/artikel/136-membumikan-pemikiran-bung-hatta

Samin, Muhammad. “Prabowo: Benahi Ekonomi Indonesia, Belajar dari Pemikiran Hatta dan Soedjatmoko”. Artikel diakses pada 19 Februari 2014 dari http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2012/10/09/prabowo-benahi-ekonomi-indonesia-belajar-dari-pemikiran-hatta-dan-soedjatmoko-499970.html Mudrajat, Kuncoro. “Tonjolkan Pemikiran Ekonomi Bung Hatta”. Artikel diakses

pada 19 Februari 2014 dari http://www.bunghatta.ac.id/berita/27/mudrajat-kuncoro-tonjolkan-pemikiran-ekonomi-bung-.html


(6)

Purwanto, April. “Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta”. Artikel diakses pada 19 Februari 2014 dari http://pistaza.wordpress.com/2011/10/11/pemikiran-ekonomi-mohammad-hatta/

Swasono, Meutia Farida Hatta. “Pemikiran dan Konsep Pemikiran Bung Hatta”.

Artikel diakses pada 19 Februari 2014 dari

http://muhammadardiannur.wordpress.com/2012/07/29/pemikiran-dan-konsep-ekonomi-bung-hatta/

Ilyas, Ulfa. “Gagasan Ekonomi Bung Hatta Masih Relevan”. Artikel diakses pada 19 Februari 2014 dari http://www.berdikarionline.com/kabar-rakyat/20130406/gagasan-ekonomi-bung-hatta-masih-relevan.html

“Tokoh Indonesia: Mohammad Hatta”. Artikel diakses pada 19 Februari 2014 dari http://www.e-pustaka.com/tokoh-indonesia-mohammad-hatta.html