38
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Riwayat Hidup Mohammad Hatta 1. Keluarga
Mohammad  Hatta  atau  lebih  dikenal  dengan  sebutan  bung  Hatta  lahir  di Bukittinggi,  pada  tanggal  12  Agustus  1902.  Nama  yang  diberikan  oleh  orang
tuanya ketika dilahirkan adalah Muhammad Athar. Sayang sekali sang ayah hanya bisa  mendampingi  Hatta  kecil  hingga  berusia  8  bulan.Mohammad  Hatta,  1971:
xvii Silsilah  genealogis  Hatta  adalah  kombinasi  dari  keluarga  pengusaha  dari
pihak  Ibu  dan  ulama  pesantren  ditilik  dari  pihak  ayah.  Ilyas  Bagindo  Marah, Kakek Hatta dari pihak Ibu, adalah pengusaha jasa pengiriman dan beberapa unit
usaha  lain.  Dari  pihak  ayah,  Hatta  adalah  titisan  salah  seorang  Ulama  agung  di Sumbar.  Ayah  Hatta  adalah  putra  Datuk  Syeikh  Abdurrahman,  ulama  mumpuni
yang  diakui  kealimannya  oleh  rakyat  Sumatera.  Sayang,  Hatta  tidak  sempat menjumpainya  karena  Abdurrahman  meninggal  tiga  tahun  sebelum  Hatta  lahir.
Datuk Abdurrahman pun seorang pengembara intelektual. Wakil  Presiden  pertama  itu  baru  menikahi  Rahmi  Rahim,  mojang
Bandung berusia 19 tahun,  tepat setahun setelah Indonesia  merdeka,  saat usianya menginjak  43  tahun.  Sebagai  wakil  presiden,  ia  menghelat  pernikahannya  secara
sederhana dengan mas kawin buku Alam Pikiran Yunani, hasil olah penanya yang tidak  cukup  bernilai  ekonomis,  namun  berbobot  kasih  sayang  tulus  karena  buku
adalah salah satu karya kebanggaan Hatta dan benda yang ia cintai.
2. Pendidikan
Mohammad  Hatta  lahir  dari  keluarga  ulama  Minangkabau,  Sumatra  Barat. M.C  Ricklefs  1999:  257-258  mencatat,  Minangkabau  sudah  menjadi  pusat
pembaruan  agama,  sosial  dan  politik  sejak  akhir  abad  -18,  suatu  fenomena  yang
39
harus  dihadapi  kolonialisme  Belanda  ketika  pertama  kali  memasuki  daerah Minangkabau di awal abad ke-19.
Mohammad  Hatta  menempuh  pendidikan  Sekolah  Melayu,  Bukittinggi. Hatta bersekolah di seko lah-sekolah belanda pada masa kolonial yang tidak semua
anak  Indonesia  dapat  memasukinya.  Karena  prestasinya,  pada  tahun  1913-1916 beliau  melanjutkan  Europeesche  Lagere  School  ELS  di  Padang.  ELS  yaitu
sekolah  anak-anak  Eropa.  Saat  usia  13  tahun,  sebenarnya  Hatta  masuk  ke  HBS setingkat  SMA  di  Batavia  kini  Jakarta,  namun  ibunya  menginginkan  tetap  di
Padang  dahulu,  mengingat  usianya  yang  masih  muda.  Akhirnya  Hatta  studi  ke MULO di Padang, baru kemudian pada tahun 1919  Hatta pergi ke  Batavia HBS.
Beliau menyelesaikan studinya dengan hasil sangat baik. Setelah lulus bersekolah di  Indonesia,  Hatta  ditawari  pekerjaan  di  birokrasi  oleh  pemerintah  kolonial
belanda,  tetapi  Hatta  menolaknya  dan  lebih  memilih  melanjutkan  studinya  di Negeri  Belanda.  Pada  tahun  1921,  Hatta  pergi  ke  Rotterdam,  Belanda  untuk
belajar ilmu perdaganganbisnis di Nederland Handelshogeschool bahasa inggris: Rotterdam  School  of  Commerce,  kini  menjadi  Erasmus  Universiteit.  kemudian
tinggal selama 11 tahun disana. Saat masih di  sekolah menengah di Padang, Hatta telah aktif di organisasi
yaitu  menjadi  bendahara pada organisasi  Jong Sumatranen  Bond cabang Padang. Saat  berusia  15  tahun,  Hatta  merintis  karir  sebagai  aktivis  organisasi,  sebagai
bendahara  Sumatranen  Bond  Cabang  Padang.  Kesadaran  politik  Hatta  makin berkembang  karena  menghadiri  ceramah-ceramah  atau  pertemuan-pertemuan
politik. Salah seorang tokoh menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis. Pada  usia  17  tahun,  Hatta  lulus  dari  sekolah  tingkat  menengah  MULO.
Lantas  berangkat  untuk  melanjutkan  studi  di  Sekolah  Tinggi  Dagang  Prins Hendrik  School.  Di  Batavia,  Jong  Sumatranen  Bond  Pusat,  juga  sebagai
Bendahara. Hatta  mulai  menetap  di  Belanda  semenjak  September  1921.  Hatta  segera
bergabung  dalam  Hindia  Indische  Vereeniging.  Saat  itu,  telah  tersedia  iklim pergerakan di Indische Sebelumnya, Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908
40
tidak  lebih dari ajang pertemuan tanah air.  Atmosfer  pergerakan  mulai  mewarnai Indische  Vereeniging  semenjak  tibanya  Indische  Partij  Suwardi  Suryaningrat,
Douwes  Dekker,  dan  Tjipto  Mangunkusumo  1913  sebagai  eksterniran  akibat kritik Indische Partij lewat tulisan di koran De Expres.
Pada  tanggal  27  November  1956,  Bung  Hatta  memperoleh  gelar kehormatan akademis Honoris Causa dalam Ilmu Hukum dari Universitas Gadjah
Mada  di  Yogyakarta.  Pada  kesempatan  itu,  Bung  Hatta  mengucapkan  pidato http:74.125.153.132
search?q=cache:VuoBjO9OgZwJ:id.wikipedia.orgwikiMohammad_Hatta+politi k+mohammad+hatta cd =1hl=idct=clnkgl=id
3. Organisasi
Kemampuan dalam berorganisasi sudah begitu melekat dalam diri pemuda Hatta sejak awal. Itu dibuktikannya saat menjadi bendaharawan Jong Sumatranen
Bond.    Di  Belanda,  Mohammad  Hatta  menjadi  anggota  PI  atau  Perhimpunan Indonesia  yang  pada  awalnya  hanya  merupakan  club  studi  untuk  mahasiswa
Indonesia yang belajar di negeri Belanda. Beberapa tahun di sana, Hatta dipercaya oleh para anggotanya untuk menjadi ketua. Hatta juga pernah mengikuti konfrensi
anti  kolonialisme  yang  kemudian  pada  akhirnya  konfrensi  itu  gagal  karena  telah disusupi oleh orang-orang komunis.
Lalu  setelah  lulus  dari  sana,  Hatta  kembali  ke  Indonesia  dan  berjuang  di dalam negeri. Di Indonesia, Hatta masuk ke PNI yaitu Partai Nasional Indonesia.
Setelah  PNI  bubar  karena  kegiatannya  yang  tianggap  oleh  pemerintah  kolonial terlalu  radikal,  Hatta  mendirikan  partai  baru  yaitu  PNI  baru  atau  Pendidikan
Nasional Indonesia. Di  PNI  Baru,  Hatta  menerapkan  prinsipnya  yang  pada  PNI  pimpinan
Soekarno tidak  diterapkan. Hatta berprinsip  bahwa partai kader  adalah yang baik untuk diterapkan pada masa sekarang. Karena, partai berfungsi selain sebagai alat
politik, juga sebagai pendidikan politik kepada masyarakat. Jadi pengkaderisasian anggota untuk penerus partai sangatlah penting untuk dilakukan. Dengan ini usaha
41
untuk  mencerdaskan kehidupan  bangsa dapat dilakukan dengan baik. Ini  terbukti pada  saat  pimpinan  PNI  baru  ditangkap  oleh  pemerintah  kolonial  Belanda,
langsung  ada  ketua-ketua  baru  yang  cepat  menggantikan.  Oleh  karena  itu, regenerasi  pemimpin  itu  baru  berhenti  sampai  partai  itu  resmi  dibubarkan  oleh
pemerintah kolonial. Mohammmad Hatta, 1971: xxiv
B. Pemikiran Mohammad Hatta