Ikebana Pada Gaya Rikka

(1)

IKEBANA PADA GAYA RIKKA RIKKA NO IKEBANA

KERTAS KARYA Dikerjakan

O L E H

SRI WAHYUNI DAMANIK NIM : 112203033

PROGRAM STUDI DIII BAHASA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

IKEBANA PADA GAYA RIKKA RIKKA NO IKEBANA

KERTAS KARYA

Kertas karya ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III bidang Studi Bahasa Jepang.

Dikerjakan

OLEH:

NIM: 112203033 SRI WAHYUNI DAMANIK

Pembimbing Pembaca

Drs. Eman Kudiyana,M.Hum

NIP. 196009191988031001 NIP. 196708072005011001 Adriana Hasibuan,SS,M.Hum

PROGRAM STUDI D-III BAHASA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014


(3)

PENGESAHAN

Diterima Oleh

Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Diploma III dalam Bidang Studi Bahasa Jepang.

Pada,

Tanggal : Hari :

Program Diploma Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Dekan,

NIP. 195110131976031001 Dr. Syahron Lubis, M.A.

Panitia Ujian :

No. Nama Tanda Tangan

1. Zulnaidi, S.S., M. Hum ( ) 2. Drs. Eman Kudiyana,M.Hum

3.

( )


(4)

Disetujui oleh :

Program Diploma Sastra dan Budaya

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Medan

Program Studi Bahasa Jepang DIII Ketua Program Studi

NIP. 196708072004011001 Zulnaidi S.S., M. Hum


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamin….

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimhkan rahmat dan karunia-Nya sehigga penulis dapat menyelesaikan kertas karya yang berjudul

“IKEBANA PADA GAYA RIKKA”

ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan karena kemampuan penulis yang masih terbatas. Tetapi, atasrahmat Allah SWT, serta bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelasaikan kertas karya ini.

Maka dariitu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginyakepada :

1. Bapak Dr. SyahronLubis, M.A. SelakuDekanFakultasIlmuBudayaUniversitas Sumatra Utara.

2. BapakZulnaidi, SS.M.Hum. Selaku Ketua Jurusan Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara.

3. Bapak Drs. EmanKusdiana, M.Hum. Selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini.


(6)

4. Adariana Hasibuan, SS.M.Hum. Selaku Dosen Pembaca yang telah memberikan pengarahan, kritik dan saran yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian kertas karya ini.

5. Dr.Hj.Siti Muharami M.M.Hum

6. Kepada seluruh Dosen dan Staf pengajar Jurusan Fakultas Ilmu BudayaUniversitas Sumatra Utara.

Selaku Dosen Wali yang telah memberikan perhatiannya selamapenulismenjadimahasiswi.

7. Kepada abang Mistam yang sudah banyak membantu dalam urusan perkuliahan.

8. Untuk keluarga tersayang, yang teristimewa kedua orang tua Ayahanda Alm. Murdin Damanik dan Ibunda tersayang Wahidah saragih yang telah memberikan dukungan, semangat dan kepercayaan penuh sehingga penulis menjadi seperti yang sekarang ini.

9. Untuk abang-abangku yang kusayangi Pendi Damanik, Joni Damanik, Syahrial Damanik, S.P dan untuk kakakku tersayang MesrawatiDamanik, S.E. Terima kasih atas segala dukungan, motivasi serta segala bantuan materi yang yang telah diberikan.

10.Untuk keponakanku yang kusayangi wahyu, Annisa dan Kanaya makasih udah jadi keponakan yang lucu-lucu.

11.Buat sepupu-sepupuku Dewik, Tatak dan Bambang terima kasih atas bantuannya selama 3 tahun ini, semua itu tidak akan pernah dapat sayalupakan.


(7)

12.Untuk sahabat-sahabatku tercita Attun, Edak, Embun makasih selama 3 tahun kita ini kita telah bersama-sama berbagi kehangatan di dalam canda, tawa, marah, tangis kenangan bersama kalian tak akan pernah terlupakan dan Semoga kita semua menjadi orang yang sukses.

13.Buat HINODE 2011 terima kasih selama 3 tahun kita ini kitatelah bersama-sama.

14.Dan untuk semuanya yang telah banyak membantu dan mendukung selama ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Penuls menyadari masih banyak kekurangan dalam kertas karya ini, sehingga kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis.

Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih. Semoga kertas karya ini dapat berguna bagi kita dikemudian hari.

Medan, Penulis,

NIM : 112203033 Sri WahyuniDamanik


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………..i

DAFTAR ISI…………..………..………iv

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul…………...……….………..……….…. 1

1.2 Tujuan Penulisan……….……….. 4

1.3 Batasan Masalah………….………..………….4

1.4 Metode Penulisan………..……….…….………..4

BAB II : GAMABARAN UMUM TENTANG IKEBANA 2.1 Sejarah Ikebana……….….………6

2.2 Makna Ikebana Bagi Masyarakat Jepang……….………...9

2.3 Gaya Rangkaian Ikebana……….………12

BAB III : TEKNIK IKEBANA PADA GAYA RIKKA 3.1 Teknik Dasar Ikebana ………..………...14

3.2 Alat dan Bahan yang Digunakan pada Gaya Rikka ………..……..…14

3.3 Teknik Ikebana pada Gaya Rikka….………..…….16

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan………..19

4.2 Saran……….………...20 DAFTAR PUSTAKA


(9)

IKEBANA PADA GAYA RIKKA

abstrak

Ikebana adalah sebuah seni merangkai bunga ala Jepang. Ikebana sangat popular dikalangan masyarakat Jepang. Bagi orang jepang rangkaian bunga ikebana sangat bermakna dan memiliki fungsi tersendiri. Dahulu orang Jepang menggunakan rangkaian ikebana sebagai persembahan bagi dewa dalam ritual agama dan menjadikan pohon matsu atau cemara sebagai tangga dan tempat persemayaman bagi dewa yang akan turun ke bumi. Namun saat ini rangkaian ikebana tidak hanya dipakai dalam acara keagamaan tetapi juga dipakai sebagai hiasan di dalam ruangan.

Ada beberapa hal yang membedakan rangkaian Ikebana dengan rangkaian-rangkaian lain yang ada didunia ini antara lain :

1. Merangkai gaya Ikebana tidak sekedar menancapkan materi floral kedalam wadah, tetapi harus disertai kesadaran agar rangkaian itu dapat merefleksikan keindahan alami materi floral itu,baik bunganya, daunnya juga ranting yang dipakai.

2. Rangkaian Ikebana tidak sekedar berfungsi sebagai dekorasi saja, tapi antar si perangkai dan mereka yang melihat rangkaian itu tercipta komunikasi atau lebih tepat dikatakan rangkaian Ikebana seakan berbicara dengan orang yang menatapnya.

3. Rangkaian Ikebana sangat menekankan pada ‘space’

Dalam rangkaian Ikebana, perubahan waktu juga sering direfleksikan dalam rangkaian misalnya penggunaan materi floral yang kuncup menggambarkan waktu


(10)

yang akan datang, bunga yang sedang mekar sebagai gambaran masa kini dan daun-daun yang agak menguning sebagai kejadian yang sudah lampau.

Selain itu orang Jepang menjadikan rangkaian ikebana sebagai simbol untuk menunjukan kecintaan dan kepedulian mereka terhadap alam dan merupakan wujud keharmonisan mereka terhadap alam. Setiap tangkai dalam rangkaian ikebana memiliki arti masing-masing. Setiap rangkaian ikebana juga menggambarkan karakter dari si perangkai. Rangkaian ikebana merupakan suatu bentuk ekspresi yang kreatif dari si perangkai. Si perangkai menggunakan ranting-ranting , daun-daun, bermacam-macam bunga dan rerumputan yang dirangkai sedemikian rupa dengan tetap menjaga keaslian bentuk bunga sehingga menghasilkan suatu rangkain bunga yang indah dan memiliki makna tersendiri.

Keindahan rangkaian ikebana tidak seperti rangkaian bunga lainnya, yang keindahannya hanya dapat dilihat dari satu sisi saja tetapi, rangkaian ikebana dapat dilihat dari berbagai sisi yaitu, kiri, kanan, depan atau pun dari sisi belakang.

Selain itu untuk menambah keindahannya bahan yang digunakan dalam rangkaian ikebana tidak hanya tumbuhan yang berwarna segar saja, tetapi dapat digunakan juga ranting-ranting dan daun-daun yang sudah layu. Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya sesuatu yang segar saja yang hidup di alam namun yang layupun juga ada di alam. Hal inilah yang juga dapat menunjukkan suatu keharmonisan alam.

Adapun teknik dasar ikebana dimulai dengan mengawetkan bunga agar tetap segar yaitu dengan cara memotong batang dasar bunga yang ada di bawah air dan


(11)

merendam bagian batang dengan pengawet selama 30 menit. Kemudian merangkainya sesegera mungkin.

Perkembangan rangkaian gaya ikebana terus bermunculan salah satunya yaitu rangkaian ikebana gaya rikka. Rangkaian gaya rikka dapat dikatakan adalah gaya rangkaian yang tertua karena pada umumnya gaya rangkaian ini digunakan untuk acara keagamaan. Pada gaya ini bunga yang digunakan harus sesuai dengan bentuk aslinya dan rangkaiannya lebih tradisional dan juga lebih sederhana. Gaya ini juga lebih menampilkan keindahan pemandangan.

Dan alat yang digunakan pada gaya rikka umumnya sama dengan gaya-gaya yang lainnya yaitu kawat dari berbagai ukuran, gunting (gunting khusus ikebana) , floral tape (warna hijau dan coklat), selotip, tang bunga, kezan (alas yang berduri tajam), pipet besar, vas, dan batu-batuan kecil. Sedangkan bahan yang dapat digunakan adalah bunga, dahan-dahan, ranting-ranting kecil, rerumputan, tanaman merambat, dan tumbuhan air.

Dalam teknik ikebana pada gaya rikka terdapat sembilan batang utama yaitu : shin, soe, uke, shoshin, mikoshi, hikae, nagashi, do dan meoki. Menurut prinsip ki

no en, kusa no en yang menyatakan bahwa dahan dari pohon diletakkan dibelakang

dan dahan dari bunga diletakkan didepan. Keseimbangan tinggi, lebar dan kedalaman adalah salah satu faaktor paling penting untuk dipertimbangkan.

Terlepas dari Sembilan batang utama, batang tambahan atau yang biasa disebut ashiraai juga dibutuhkan untuk penyalesaian. Tinggi vas dalam gaya rikka


(12)

biasanya 20-30cm dan harus membuka dibagian atas. Dalam gaya rikka juga terdapat teknik mematahkan batang tetapi tidak sampai benar-benar patah, oleh sebab itu kawat sebagai pendukung penting. Apabila batangnya lunak perangkai bisa memasukan kawat dalam batangnya, apabila keras maka bisa memasangkan kawat di dipatahkan, setelah itu baru dilapisi dengan floral tape. Patahan ini tidak patah seluruhnya tapi masih bisa mengalirkan air sampai ke atas, sehingga batang tidak cepat mati.

Selain itu dalam meletakkan kenzan untuk vas yang ada kakinya, kita pergunakan batu kecil sampai hampir ke mulut/leher vas, baru kita taruh kenzan, lalu diberi air sampai sedikit melewati duri-duri kenzan. Kenzan yang asli beratnya bisa 0,5 kg dan tahan karat.

Kesimpulanya adalah ciri khas dari gaya riika terletak pada susunanya yang berpangkal pada satu batang dasar. Dari pangkal inilah kemudian di bentuk susunan sesuai dengan cita rasa atau gejolak jiwa pada saat itu. Gejolak jiwa bisa mempengaruhi pembuatan ikebana separti bisa menjadi lebih sabar, lebih artistik, lebih kreatif dan lebih mencintai alam dan pepohonan.


(13)

立花式の生け花

生け花とはある日本的に花を束ねる芸術である。生け花は日本の社会で流行 っている。生け花は日本人にとって、独自な機能と意味がある。昔、日本人は理め た所他に旅出すように階段として松をつける。生け花が儀式提供として神様に出し て、使い。しかし、このごろ儀式だけでなく、室に飾り物になることもできる。

行け花とほかの花束を違うことは二つある。それは次のようである。

1.生け花はただ入れ物に花葉を刺すことだけでなく、自然に綺麗さを見せる

ように、意識が必要ことになる。

2.生け花は飾り物だけではなく、飾り人とその束を見ている人の間でコミュ

ニケーションをすることもある。まるで生け花を見ている人と話すようで ある。

3.生け花はスペースに強調する。

生け花の中で、時間の代わりもよく飾に反映られている。例えば、芽ぐむ 花葉は将来を説き出し、咲いている花は現在印のことを猫かれている。

以外に、日本人は自然の愛情を見せるように、印として使った。各生け花の 茎はそれぞれの意味がある。各生け花も束ねる人の性格を説明することもある。生 け花とは創作的な表現の飾る人になる。生け花の美しさの飾りは、束ねる人は葉や 枝や色々な花と草を使い、本の花の形を持しながら、束ねる。

生け花はほかの束とちがう。ほかの束には綺麗さがただ一面から見えるけれ ども、生け花は右、左、前、後ろのような各面から綺麗さが見える。

生け花の中で使う束には、青葉だけでなく、綺麗さが増えるために、枯枝や 枯草も使える。このようなことは自然の和合を表明する。

基本の生け花の技は、水面のシテにある幹を切ることで花を漬けり、保存料 で幹を染み込むとはじまる。


(14)

生け花の進歩は多くなり、その一つは立花である。立花式は祭儀のために、 よく使ったから、最古の束である。立花には花が本の形の通り、安直で伝統的な束 である。

立花に使っている道具は一般的に、サイズや鋏やフローラルテープや花瓶な どのようなほかの束と同じである。使える品は花や枝や草や水植物などである。

立花の生け花には主の九幹がある。それはシン、添え、有卦、神輿、控え、 流し、土、目沖である。キのエン理によると、枝の木は枝の花の後ろに置く。広さ や長さや深さは要因である。

九幹の以外に、あしらいという枝く加えも要れる。立花の花瓶には普段、2 0-30cm、上の部が開かなければならない。立花にも枝の折り技があるけれど も、本当に折ってしまう。それで、加えの針金が必要である。枝が軟らかい枝なら 、束ねる人が枝に針金を入れる。そして、固い枝ならフローラルテーフで裏付ける 折りの枝に針金つけることができる。

長い花瓶の剣山には小さい石を使い、花瓶の首まで入れ、剣山を付ける。し ょして、少し位剣山の刺までに水をかける。原剣山は重さがおよそ0,5キロで錆 がつかない。

結論は、特別な立花は組みが幹の根と供に用いられる。幹の根にはこの時の 感情なんかの通り、組み形を束ねる。感情は生け花の束を影響する。例えば、我慢 になったり美術的になったり想像的になったり林や地球を大切になったりすること ができる。


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Alasan Pemilihan Judul

Jepang adalah sebuah Negara di bagian Asia Timur yang memiliki keunikan diantara Negara-negara lainnya. Dalam perkembangan sejarahnya, Jepang mendapat pengaruh kuat dari Negara Cina baik dari segi pengetahuan, pemerintahan, kepercayaan dan juga kebudayaan.

Masyarakat Jepang sangat menghargai alam. Kehidupan mereka selalu berkaitan dengan alam. Sikap menghargai alam ini merupakan karakteristik yang khas dari keudayaan masyarakat Jepang. Sikap ini jika berada pada pemikiran orang Jepang, ialah berupa penilaian dan pemahaman terhadap berbagai gejala alam yang mengitari kehidupan mereka dan sebagai sebagian dari pengalaman hidup mereka.

Perasaan dekat dan cinta dengan alam kemudian diwujudkan dalam berbagai bentuk perbuatan dan kegiatan, salah satu contohnya adalah dalam bentuk seni. Sehubungan dengan seni dan rasa cinta terhadap alam, di Jepang berkembanglah sebuah seni yaitu seni merangkai bunga yang kini dikenal dengan istilah Ikebana. Secara harafiah arti ikebana adalah bunga hidup dan mamang bunga yang dipergunakan dalam rangkain bunga ikebana adalah bunga hidup. Seni merangkai bunga Ikebana memanfaatkan berbagai jenis bunga, rumput-rumputan dan tanaman dengan tujuan untuk mernikmati keindahannya.


(16)

Berbeda dengan seni merangkai bunga dari Barat yang bersifat dekoratif, Ikebana berusaha menciptakan harmoni dalam bentuk linier, ritme dan warna. Ikebana tidak mementingkan keindahan bunga tapi pada aspek pengaturannya menurut garis linier. Bentuk-bentuk dalam Ikebana didasarkan tiga titik yang mewakili langit, bumi dan manusia.

Jadi dengan istilah lain, Ikebana adalah sebuah jalan keselarasan untuk menciptakan harmoni dan kesempurnaan hidup melalui keindahan mata dan kenikmatan batin melalui keselarasan bentuk rangkaian bunga.

Oleh karena itu seni ini sejak awal terbentuknya sampai sekarang terus berkembang dengan subur di Jepang, dimana hal ini tidak lain karena pengaruh alam dan cuaca di Jepang. Dengan empat musim yang dimilikinya dan bergantian secara berkala setiap tahunnya, tumbuhan berbunga tumbuh dengan subur dan bermekaran secara bergantian sesuai dengan musim dimana masing-masing tumbuhan itu dapat hidup.

Dengan keadaan alam yang demikian, rasa cinta orang jepang terhadap tumbuhan berbunga sudah ada lama jauh sebelum terbentuknya seni merangkai bunga ikebana. Perkembangan seni merangkai bunga sebenarnya bermula dari kegiatan ritus keagamaan orang Jepang pada masa lalu. Di dalam penyelenggaraan ritus atau upacara keagamaan tersebut, persebahan yang berfungsi mendatangkan dewa ke bumi diwujudkan dalam bentuk sao atau umbul-umbul yang bertuliskan nama-nama dewa sebagai tanda penyambutan terhadap dewa-dewa di bumi. Orang Jepang percaya bahwa saat upacara tersebut, dewa akan turun ke bumi dari langit melalui pohon yang


(17)

tinggi dan tinggi menjulang. Pohon yang paling tepat adalah pohon yang senantiasa hijau.

Ketika diadakan upacara-upacara untuk dewa, ranting-ranting dari tanaman yang senantiasa hijau ini dipajang tegak lurus dan mereka percaya bahwa itulah tangga bagi dewa yang akan mendengarkan permohonan , keselamatan atau kebahagian bagi keluarga, kelompok atau keluarga pada tahun itu.

Di dalam merangkai ikebana, dahan yang tertinggi untuk menggambarkan langit. Sedangkan bunga yang dipersembahkan dianggap sebagai sarana untuk menghidupkan kembali roh atau jiwa yang sudah meniggal.

Hal yang bisa dipelajari manusia dari rangkaian ikebana adalah tentang hidup. Sedangkan rangkaian bunga ikebana pada dasarnya merupakan ekspresi dari alam dan kreasi dari seniman perangkainya, yang menggambarkan suatu keharmonisan dengan alam dan hubungan antara sesama manusia.

Perkembangan bentuk rangkaian bunga yang berbeda-beda terus bermunculan. Salah satunya adalah rangkaian ikebana pada gaya rikka. Ikebana pada gaya rikka lebih tradisional dan di pergunakan untuk perayaan keagamaan. Pada gaya ini bunga yang digunakan harus sesuai dengan bentuk aslinya dan rangkaiannya lebih sederhana. Gaya ini juga lebih menampilkan keindahan landscape atau pemandangan. Dalam gaya ini ada tujuh keutamaan dalam gaya rikka, yaitu : shin, shin-kakushi, soe, soe-uke, mikoshi, nagashi dan maeoki. Rangkaian ikebana pada gaya rikka dapat dikatakan adalah rangkaian tertua dari rangkaian-rangkaian lainnya. Hal tersebutlah


(18)

yang membuat penulis tertarik terhadap rangkaian ikebana pada gaya rikka dan sekaligus menjadikan ikebana pada gaya rikka sebagai judul kertas karya ini.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulis memilih judul teknik ikebana pada gaya rikka dalam penulisan kertas karya ini adalah :

a. Untuk mengetahui bagaimana teknik merangkai bunga ikebana pada gaya rikka

b. Alat dan bahan yang digunakan untuk merangkai bunga ikebana pada gaya rikka

1.3 Batasan Masalah

Pada penulisan kertas karya ini, penulis membatasi pembahasan hanya mengenai teknik ikebana pada gaya rikka. Untuk mendukung pembahasan ini penulis akan mengemukakan tentang ikebana secara umum yang meliputi sejarah ikebana, makna ikebana bagi masyarakat Jepang, dan gaya rangkaian ikebana.

1.4 Metode Penulisan

Dalam penulisan kertas karya ini penulis menggunakan metode Deskriptif dan metode perpustakaan.

Menurut Nazir (2005:54), metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem


(19)

pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat hubungan antarfenomena yang diselidiki.

Selain itu, dalam penulisan karya ini, penulis juga menggunakan metode kepustakaan (Library Research) menurut Nazir (1998 : 112) studi kepustakaan merupakan langkah yang penting dimana setelah seorang peneliti menetapkan topic penelitian, langkah selanjutnya adalah melakukan kajian yang berkaitan dengan teori yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam pencarian teori, peneliti akan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari kepustakaan yang berhubungan. Sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari: buku, jurnal, majalah, hasil-hasil penelitian (tesis dan disertasi), dan sumber-sumber lainnya yang sesuai (internet, koran dan lain-lain). Oleh karena itu studi kepustakaan meliputi proses umum seperti: mengidentifikasikan teori secara sistematis, penemuan pustaka, dan analisis dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan topik penelitian.


(20)

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG IKEBANA

2.1 Sejarah Ikebana

Berbicara tentang Ikebana sama dengan membicarakan sejarah Ikenobo, karena Ikebana lahir bersamaan dengan lahirnya Ikenobo lebih dari 500 tahun yg lampau. Ikebana berawal dari Kuil Rokkakudo yang dibangun oleh seorang Pangeran yang bernama Pangeran Shotoku didekat kolam tempat ia mandi. Kemudian dia mempercayakan seorang pendeta untuk menjadi pimpinan kuil tersebut, sebagai pimpinan kuil Rokkakudo, rangkaian bunga dipakai sebagai persembahan untuk Buddha setiap pagi dan malam.

Untuk mengenang Pangeran Shotoku, maka ia mulai merangkai bunga dipondok dekat kolam itu. Dia bernama Ono-no-Imoko yang menjadi pelopor

Ikenobo. Ono-no-Imoko lahir dari seorang bangsawan yang menjadi pendeta

Buddha, pada permulaan abad ke-7. Ono-no-Imoko mempelajari seni merangkai bunga dari Cina sebagai pelengkap altar Buddha, selain dupa dan lilin. Ketiga elemen itu disebut mitsugusoki. Wadah yang digunakan terbuat dari logam dan berbentuk tinggi dengan bunga asli yang mempunyai lebar bervariasi. Itulah sebabnya karya seni ikebana menggambarkan kehidupan spiritual dan sikap mental dari si perangkainya. Ono-no-Imoko berhasil menurunkan Ikenobo dari generasi ke generasi. Setelah berabad abad, pengikut Ikenobo makin dikenal sebagai ahli dalam seni merangkai Ikebana. Saat ini banyak sekali aliran Ikebana yang muncul yang


(21)

semuanya berasal dari Ikenobo itu sendiri. Oleh sebab itu Ikebana Ikenobo sering disebut sebagai “the origin of Ikebana”.

Ada beberapa hal yang berbeda antara rangkaian Ikebana dengan rangkaian-rangkaian lain yang ada didunia ini antara lain :

1. Merangkai gaya Ikebana tidak sekedar menancapkan materi floral kedalam wadah, tetapi harus disertai kesadaran agar rangkaian itu dapat merefleksikan keindahan alami materi floral itu,baik bunganya, daunnya juga ranting yang dipakai.

2. Rangkaian Ikebana tidak sekedar berfungsi sebagai dekorasi saja, tapi antar si perangkai dan mereka yang melihat rangkaian itu tercipta komunikasi atau lebih tepat dikatakan rangkaian Ikebana seakan berbicara dengan orang yang menatapnya.

3. Rangkaian Ikebana sangat menekankan pada ‘space’

Dalam rangkaian Ikebana, perubahan waktu juga sering direfleksikan dalam rangkaian misalnya penggunaan materi floral yang kuncup menggambarkan waktu yang akan datang, bunga yang sedang mekar sebagai gambaran masa kini dan daun-daun yang agak menguning sebagai kejadian yang sudah lampau.

Sejak sekitar pertengahan abad ke-15, Ikebana berubah statusnya dari yang sebelumnya sebagai symbol keagamaan menjadi bentuk seni yang bebas. Dan sejak Di pertengahan zaman Edo hingga akhir zaman Edo, Ikebana yang dulunya hanya bisa dinikmati kalangan bangsawan atau kaum samurai secara berangsur-angsur mulai disenangi rakyat kecil.


(22)

Pada zaman itu, Ikebana gaya Shōka (seika) menjadi populer di kalangan rakyat. Yang kemudian lambat laun sejalan dengan perjalanan waktu, tumbuh sekolah-sekolah Ikebana, terjadi perubahan style dan menjadi lebih sederhana untuk semua lapisan masyarakat Jepang.

Aliran Mishōryū, aliran Koryū, aliran Enshūryū dan aliran Senkeiryū melahirkan banyak guru besar dan ahli Ikebana yang memiliki teknik tingkat tinggi yang kemudian memisahkan diri membentuk banyak aliran yang lain.

Ikebana mulai diperkenalkan ke Eropa pada akhir zaman Edo hingga masa

awal era Meiji. Ketika itu minat orang Eropa terhadap kebudayaan Jepang mencapai puncaknya. Ikebana dianggap mempengaruhi seni merangkai bunga Eropa yang mencontoh Ikebana dalam line arrangement.

Sejak zaman Edo lahir banyak sekali aliran yang merupakan pecahan dari aliran Ikenobō. Pada bulan Maret 2005 tercatat 392 aliran Ikebana yang masuk ke dalam daftar Asosiasi Seni Ikebana Jepang. Namun yang paling terkenal saat ini adalah

a. Ikenobo

c

e


(23)

i

j

l

2.2 Makna Ikebana Bagi Masyarakat Jepang

a. Ikebana sebagai ungkapan keindahan

Sebagai negara yang modern, jepang jepang masih memiliki sesuatu yang menjadi cirri khasnya. Kekhasan Jepang adalah, meskipun Jepang telah menjadi Negara yang modern, tetapi Jepang masih mempertahankan unsur tradisi keindahan yang sangat kuat. Rangkaian ikebana mengupayakan keselarasan antar bunga yang dirangkai.

Bagi pandangan orang Jepang, bunga yang besar dan banyak tidak selalu lebih baik dari bunga yang kecil dan berjumlah sedikit. Karena walaupun bunganya kecil dan jumlahnya sedikit, apabila tersusun dengan keserasian warna dan bentuk, tentu akan menghasilkan sesuatu yang indah. Dengan menentukan letak, fungsi, dan ukuran dahan-dahan yang digunakan dalam rangkaian, dimana hal tersebut bermakna bahwa setiap dahan itu akan saling mendukung untuk menghasilkan rangkaian yang terbaik.

Rangkaian ikebana mengacu pada kesederhanaan, keindahan, materi, warna dan bentuk. Setiap dahan memiliki fungsi masing-masing. Misalnya dari tiga dahan


(24)

utama yang menggambarkan langit, manusia, dan bumi. Dalam rangkaian ikebana sekuntup bunga dapat memberikan suatu makna, apabila dikaitkan dengan keberadaan manusia dan makhlik hidup lainnya mencerminkan suatu hal yang juga akan dialami semua makhluk hidup yaitu kehidupan dan kematian atau dua sisi yang saling bertentangan tetapi saling melengkapi.

Orang Jepang dalam memandang rangkaian bunga lebih melihat makna yang terdapat di dalamnya. Orang Jepang menganggap bahwa bunga seolah dapat ikut berbicara seperti manusia, oleh sebab itu bunga sering dibawa untuk mengungkapkan tujuan dan maksud yang ingin diutarakannya.

Jadi bunga bagi orang Jepang merupakan lambang keindahan dan suatu sarana untuk mengungkapakan kesan dan perasaannya. Selain itu dari bunga mereka dapat melihat ketidakkekalan yang ada dalam hidup ini.

b. Ikebana Sebagai Simbol Keharmonisan Alam

Nilai estetika yang dianut oleh bangsa Jepang yaitu harmonisasi dengan alam, alam menjadi inspirasi utama dalam menciptakan suatu kreasi. Jepang merupakan suata bangsa dengan budaya yang mempunyai rasa seni antara kehidupan dan alam.

Dalam suatu karya seni orang Jepang menganggap bahwa memasukkan unsur alam ke dalam karya seni adalah hal yang mutlak. Karena bagi orang Jepang alam cenderung dianggap sebagai suatu bentuk eksistensi yang paling indah dan paling tinggi, dimana disitulah manusia hidup.

Alam bagi orang Jepang sangat berharga karena selain tempat manusia hidup juga merupakan sesuatu dimana manusia sangat tergantung kepadanya. Orang Jepang


(25)

memiliki perasaan dekat dengann alam dan hal ini sudah berlangsung sejak lama. Mereka akan dapat menangkap makna yang terdapat dalam fenomena yang ada di alam.

Jepang memperlakukan alam seolah-olah seperti teman dekatnya dan rasa ketertarikan terhadap kecintaan alam sama seperti ketertarikan mereka akan kecantikan yang dimiliki manusia. Dan tidak dapat dipungkiri lagi bahwa menghargai sesuatu yang alami telah menjadi satu kesatuan dalam kehidupan orang Jepang yang memiliki konsep hidup yang sederhana.

c. Ikebana Sebagai Simbol terciptanya Keselarasan Dalam Interaksi Sosial Pada Masyakat Jepang

Ada berbagai macam bentuk untuk menunjukkan hubungan dan keharmonisan antara sesama manusia. Di Jepang, masyarakat mewujudkan hal ini dalam sebuah rangkaian bunga. Dalam rangkaian bunga ikebana terdapat dahan jin yang melambangkan manusia.

Tidak hanya dengan alam, masyarakat Jepang dalam hubunganya dengan manusia juga mengutamakan chowa atau harmoni dengan lingkungan sekitarnya yang berarti bahwa segala perbuatan dan tingkah laku mereka sebagai manusia sedapat mungkin tidak bertentangan dengan alam. Masyarakat Jepang sangat menyadari bahwa hubungan yang baik dengan sesama manusia harus dilakukan karena bagaimanapun juga, manusia adalah bagian dari alam dan manusia tidak akan dapat hidup tanpa bantuan dari alam.


(26)

Perasaan dekat dengan alam dapat dikatakan segabagai warisan dari kepercayaan asli masyarakat Jepang yaitu Shinto yang sangat mengagungkan pemujaan terhadap alam. Dan pemujaan terhadap alam merupakan suatu bentuk penghargaan mereka terhadap alam.

2.3 Gaya Rangkaian Ikebana

Ada 3 gaya dalam Ikebana, yaitu :

a. ikebana gaya tradisional yang banyak

dipergunakan untuk perayaan keagamaan. Gaya ini menampilkan keindahan landscape tanaman. Gaya ini berkembang sekitar awal abad 16. Ada 7 keutamaan dalam rangkaian gaya Rikka, yaitu : shin, shin-kakushi, soe, soe-uke, mikoshi, nagashi dan maeoki.

b.

tradisional. Gaya ini difokuskan pada bentuk asli tumbuhan. Ada 3 unsur utama dalam gaya Shoka yaitu : shin, soe, dan tai. Sesuai dengan

perkembangan zaman, sesuda

berkembang karena adanya pengaruh Eropa “dimasukan” (rangkaian dengan vas tinggi dengan rangkaian hampir bebas)dan rangkaian menggunakan wadah rendah dan mulut lebar). Lalu pada tahun 1977 lahir gaya baru yaitu Shoka Shimputai, yang lebih modern, terdiri dari 2 unsur utama yaitu shu dan yo, dan unsur pelengkapnya, ashirai.


(27)

c. berdasarkan kreativitas serta imaginasi. Gaya ini berkembang setelah perang dunia ke-2. Dalam rangkaian ini kita dapat mempergunakan kawat,logam dan batu secara menonjol.


(28)

BAB III

TEKNIK IKEBANA PADA GAYA RIKKA

3.1 Teknik Dasar Ikebana

Pada teknik dasar Ikebana, tanaman harus memiliki air yang cukup untuk tetap segar selama mungkin. Sejumlah teknik digunakan untuk mengawetkan kesegaran tanaman, ini termasuk menghancurkan, mendidih atau pembakaran pangkal batang, dan penerapan berbagai bahan kimia. Namun, metode yang paling umum adalah dengan memotong dasar dari batang yang ada di bawah air (mizukiri) dan menggunakannya sesegera mungkin. Untuk mempertahankan kesegaran bunga dan daun, potong bagian batang yang berada di bawah air kemudian rendam bagian batang dengan pengawet selama 30 menit.

3.2 Alat dan Bahan yang Digunakan Pada Gaya Rikka

Adapun alat-alat yang digunakan dalam merangkai ikebana adalah:

1. Kawat dari berbagai ukuran (ketebalan kawat) : digunakan untuk penyanggah batang bunga.

2. Gunting (guntung khusus ikebana) : digunakan untuk memotong daun-daun yang tidak diperlukan.

3. Floral tape (warna hijau dan coklat) : digunakan untuk menutupi kawat yang pada batang agar kawat tidak terlihat.

4. Selotip : digunakan untuk merekatkan bunga atau daun yang satu dengan yang lainnya.


(29)

5. Tang bunga : digunakan untuk mematahkan batang yang keras.

6. Kezan (alas yang berduri tajam) : digunakan untuk menancapkan batang bunga dan daun.

7. Pipet besar : digunakan untuk mengambil air yang lama di vas ketika kita hendak mengganti airnya.

8. Vas : digunakan untuk meletakkan bunga

9. Batu-batuan : digunakan untuk menambah volume ketika menggunakan vas atau wadah yang tinggi.

Adapun bahan yang dapat digunakan dalam merangkai ikebana adalah: 1. Bunga

2. Dahan-dahan

3. Ranting-ranting kecil 4. Rerumputan

5. Tanaman merambat 6. Tumbuhan air

Tidak hanya tumbuhan yang berwarna segar yang dapat digunakan, tetapi ranting-ranting dan daun-daun yang sudah layu juga dapat digunakan.

Namun pada dasarnya semua jenis bunga dan tanaman dapat digunakan dalam rangkaian ikebana. Salah satu contohnya adalah dahan-dahan dari tanaman seperti matsu (cemara) dan bunga fujikake (Wisteria). Ranting-ranting kecil (bambu), tanaman merambat dan juga tumbuhan air (teratai)


(30)

3.3 Teknik Ikebana pada Gaya Rikka

Gaya Rikka menggunakan Sembilan tangkai fungsional yaitu:

1. Shin (tangkai utama) : diletakkan di tengah rangkaian dengan tinggi tiga atau empat kali lebih tnggi dari vas dengan bentuk lurus (sugushin) atau melengkung (nokishin). Semua tangkai disesuaikan dengan tangkai utama ini.

2. Soe (tangkai pembantu) : biasanya menggunakan bahan berbeda yang dirancang untuk mempertegas shin.

3. Uke (tangkai penerima) : ditempatkan di bawah, berlawan dengan shin dan menggunakan bahan yang sama.

4. Shoshin (tangkai lurus) : tangkai ini melambangkan kebanaran, diletakkan di tengah rangkaian. Jika bahan berasal dari rerumputan maka diletakkan di depan shin, tetapi apabila berasal dari pepohonan diletakkan di belakang shin.

5. Mikoshi (tangkai menjalar) : jika bahan yang digunakan berasal dari pepohonan diletakkan di belakang shin, tetapi apabila berasal dari rerumputan di letakkan antara shoshin dengan shin.

6. Hikae (tangkai pengganti) : diletakkan berlawanan dengan uke dan menggunakan bahan yang sama, hal ini memberikan kesan rangkaian dalam dan luas.

7. Nagashi (tangkai menggantung) : hal ini dilakukan dengan cara ujung tangkai ditekan.


(31)

8. Do (tangkai batang) : diletakkan di depan shin, ini memberikan kesan ruang bagi bunga dan daun menjadi besar.

9. Meoki (tangkai interior) : ditempatkan terakhir di bagian depan rangkaian, rangkaian ini memberikan kesan yang dalam dan luas.

Hal ini sesuai dengan prinsip ki no en, kusa no en yang menyatakan bahwa dahan dari pohon diletakkan dibelakang dan dahan dari bunga diletakkan di depan. Ini juga dikenal sebagai Yakueda. Setiap Yakueda memiliki fungsi tertentu dan titik keberangkatan dari garis vertical imajiner berjalan dari pusat pengaturan. Titik keberangkatan disebut de.

Setiap yakueda juga memiliki posisi penyisipan khusus pada kezan (pemegang pin). Ketinggian, panjang, dan posisi pada masing-masing yakueda menanggapi atau mendukung yang lain. Harmoni tinggi, lebar dan kedalaman adalah salah satu factor paling penting untuk dipertimbangkan.

Terlepas dari Sembilan batang utama, batang tambahan, yang disebut ashirai juga dibutuhkan untuk penyelesaian. Tinggi vas dalam gaya rikka biasanya 20-30cm dan harus membuka keluar dibagian atas. Batang akan muncul sebagai garis,bersih tunggal, vertical naik dari pusat kenzan tersebut. Ini disebut secara harfiah diterjemahkan sebagai tepi air.

Elemen-elemen yang digunakan dalam Rikka berupa elemen-elemen yang menghadirkan keseimbangan antara sisi baik atau positif dengan sisi buruk atau negatif. Untuk menghilangkan kesan yang monoton gunakanlah dahan-dahan dari lebih satu jenis tanaman.


(32)

Jadi pada dasarnya teknik yang digunakan pada gaya Rikka sama seperti teknik dasar ikebana pada umumnya hanya saja dalam gaya Rikka batang bawah selalu berpusat pada satu titik atau rapat dan harus lurus terlebih dulu, kira-kira 3-4 jari dari air. Hal ini melambangkan batang, mengibaratkannya seperti pohon, vas sebagai akarnya, tangkai yang lurus sebagai batangnya, dan ranting-ranting yang bercabang sebagai bunganya.

Dalam gaya Rikka ada juga teknik mematahkan tapi tidak sampai patah, oleh sebab itu disini kawat sebagai pedukung penting. Apabila batangnya lunak perangkai bisa memasukan kawat dalam batangnya, apabila keras maka bisa memasangkan kawat di kedua sisinya seperti patah tulang dan melilitkan kawat disekitar tempat yang akan dipatahkan, setelah itu baru dilapisi dengan floral tape. Patahan ini tidak patah seluruhnya tapi masih bisa mengalirkan air sampai ke atas, sehingga batang tidak cepat mati.

Dalam meletakkan kenzan untuk vas yang ada kakinya, kita pergunakan batu kecil sampai hampir ke mulut/leher vas, baru kita taruh kenzan, lalu diberi air sampai sedikit melewati duri-duri kenzan. Kenzan yang asli beratnya bisa 0,5 kg dan tahan karat.

Cirri khas dari gaya riika adalah susunanya berpangkal pada satu batang dasar. Dari pangkal inilah kemudian di bentuk susunan sesuai dengan cita rasa atau gejolak jiwa pada saat itu. Gejolak jiwa bisa mempengaruhi pembuatan ikebana separti bisa menjadi lebih sabar, lebih artistic, lebih kreatif dan lebih mencintai alam dan pepohonan.


(33)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Setelah memaparkan mengenai ikebana, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa:

1. Untuk merangkai ikebana pada gaya rikka kita harus memiliki Sembilan tangkai utama di dalamnya, yang masing-masing tangkai memiliki arti dan fungsinya masig-masing.

2. batang dasar. Dari pangkal inilah kemudian dibentuk tangkai-tangkai yang Ciri khas pada gaya rikka adalah terletak pada susunannya yang berpangkal pada satu lainnya.

3. Pada umumnya rangkaian ikebana pada gaya rikka digunakan pada saat upacara-upacara atau ritual-ritual keagamaan sehingga kita sering jumpai rangkaian ikebana dengan gaya rikka ini di kuil-kuil di Jepang.

4. Untuk menambah keindahannya bahan yang digunakan pada gaya rikka bukan hanya tumbuhan yang berwarna segar saja, namun ranting-ranting dan daun-daun yang sudah layupun dapat juga digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya sesuatu yang segar saja yang ada di alam namun yang layu pun juga ada dan hal inilah yang juga dapat menunjukkan keharmonisan alam.

5. Alat dan bahan yang digunakan pada gaya rikka pada umumnya sama dengan gaya-gaya yang lainnya, yang sedikit membedakannya pada gaya rikka terdapat


(34)

kawat sebagai penyangga batang dan floral tape digunakan untuk menutupi kawat pada batang.

6. Pada dasarnya teknik ikebana pada gaya rikka hampir sama dengan teknik ikebana pada gaya lainya, hanya saja pada gaya rikka terdapat teknik mematahkan batang tetapi tidak sampai benar-benar patah dan letak setiap bunga berbeda-beda hal ini dapat dilihat berdasarkan pada jenisnya.

4.2 Saran

Mempelajari kebudayaan atau kesenian dari suatu Negara akan memperluas wawasan kita. Dan alangkah baiknya jika kita mengetahui bagaimana kebudayaan atau kesenian itu sebenarnya. Kita akan menemukan banyak hal-hal yang baru yang tidak kita ketahui sebelumnya. Jadi, kita tidak hanya mengetahui suatu budaya atau seni secara umum, namun kita juga bisa dapatkan hal-hal apa saja yang terkandung dalam suatu kebudayaan atau kesenian tersebut.


(35)

DAFTAR PUSTAKA

Ikenobo,Sen’ei.1997. IKENOBO IKEBANA: Shinputai Style; Published by Shufunotomo Co., Ltd.

http://book.google.co.id/Djufriah+Shindo-Muchin%22=id&output=html_text

http://id.wikipedia.org/wiki/Ikebana


(36)

LAMPIRAN

Alat dan Bahan yang Digunakan A. Kawat


(37)

C. Gunting


(38)

E. Floral tape


(39)

G. Pipet besar


(40)

H. Vas


(41)

(42)

(1)

C.

Gunting

D.

Kezan


(2)

E. Floral tape

F.

Tang bunga


(3)

G. Pipet besar

G.

Batu kecil


(4)

H.

Vas

I.

Ikebana Pada Gaya Rikka


(5)

(6)