METODE PENELITIAN Cognitive Behaviour Therapy untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Remaja Gay

BAB III METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian pra eksperimen menggunakan desain penelitian pre-testpost-test design A-B-A design. Desain ini dapat mengukur suatu perubahan pada suatu situasi, fenomena, isu, masalah, atau sikap dan merupakan desain yang sesuai untuk menelaah efektivitas dari suatu program. Kedua pengukuran tersebut pre-test dan post-test akan dibandingkan untuk melihat adanya pengaruh dari intervensi cognitive behavior therapy yang dilakukan terhadap kesejahteraan psikologis remaja gay.

B. Variabel Penelitian

Penelitian ini melibatkan dua variabel yaitu kesejahteraan psikologis sebagai variabel tergantung dan cognitive behavior therapy sebagai variabel bebas.

1. Kesejahteraan Psikologis

Kesejahteraan psikologis adalah keadaan dimana individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki hubungan positif dengan orang lain, mampu mengarahkan tingkah lakunya sendiri, mampu mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan, mampu mengatur lingkungan, dan memiliki tujuan dalam hidupnya. Pengukuran tingkat kesejahteraan psikologis dilakukan dengan menggunakan skala psychological well-being self-rating inventory, yang Universitas Sumatera Utara dikembangkan oleh Ryff 1989, dan kemudian diadaptasi oleh Situmorang 2008 ke dalam Bahasa Indonesia. Skala ini langsung diisi oleh subjek. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, berarti semakin tinggi tingkat kesejahteraan psikologis yang dimiliki subjek.

2. Cognitive Behavior Therapy CBT

Cognitive behavior therapy CBT merupakan suatu proses terapeutik yang berfokus pada thought dan core beliefs yang menyebabkan distress emosional, yaitu dengan menempatkan kembali pikiran-pikiran yang sehat dan akurat. Dalam CBT ini remaja akan dilatih untuk mengubah keyakinan negatif yang menyebabkan kesejahteraan psikologis mereka menjadi rendah sehingga remaja dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki hubungan positif dengan orang lain, mampu mengarahkan tingkah lakunya sendiri, mampu mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan, mampu mengatur lingkungan, dan memiliki tujuan dalam hidupnya. CBT dilakukan dalam lima tahap, yaitu tahap pengenalan masalah, tahap pengenalan target perilaku, tahap intervensi kognitif, tahap intervensi perilaku, dan tahap penutup. Keseluruhan sesi dilakukan dalam 8 pertemuan dan terdiri dari 19 sesi.

C. Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja pertengahan yang memiliki orientasi homoseksual gay dan memiliki kesejahteraan psikologis rendah. Adapun karakteristik subjek penelitian adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 1. Remaja pertengahan yaitu berusia antara 15-18 tahun karena pada masa ini individu harus memenuhi tugas perkembangannya untuk membentuk identitas diri termasuk identitas seksualnya. 2. Mengalami masalah terkait dengan kesejahteraan psikologis, dimana individu mengalami hambatan atau kesulitan dalam penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, danatau pertumbuhan pribadi. 3. Skor skala kesejahteraan psikologis berada pada kategori rendah x 217,63; berdasarkan skala Kesejahteraan Psikologis.

D. Alat Ukur Penelitian

Psychological well-being self-rating inventory merupakan skala untuk melihat tingkat kesejahteraan psikologis subjek. Skala ini dikembangkan oleh Ryff 1989, sesuai dengan enam dimensi dari kesejahteraan psikologis yang dikemukakannya. Skala ini memberikan gambaran kesejahteraan psikologis individu secara umum dan secara lebih spesifik pada masing-masing aspeknya. Dalam penelitian ini akan digunakan skala kesejahteraan psikologis yang telah diadaptasi oleh Situmorang 2008 ke dalam Bahasa Indonesia. Setelah dilakukan uji coba alat ukur, diperoleh koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,950. Berikut ini merupakan blueprint skala yang digunakan dalam penelitian dan kategorisasinya: Tabel 3.1. Blue Print Skala Kesejahteraan Psikologis N o Dimensi Kesejahteraan Psikologis Nomor aitem Jumlah Favorable Unfavorable 1 Penerimaan diri 3, 8, 12, 42 16, 25, 32, 35, 50 9 2 Hubungan positif dengan orang lain 9, 17, 21, 27, 43, 46 4, 24, 26, 36, 51 11 Universitas Sumatera Utara 3 Otonomi 13, 28, 30, 52 54 5 4 Penguasaan lingkungan 5, 18, 19, 29, 44, 47 14, 22, 39 9 5 Tujuan hidup 20, 34, 38, 41, 45 2, 7, 11, 15, 31, 49 11 6 Pertumbuhan pribadi 1, 10, 23, 37, 40, 53, 55 6, 33, 48 10 Total 32 23 55 Tabel 3.2. Kategorisasi Kesejahteraan Psikologis Rendah Sedang Tinggi Kesejahteraan Psikologis x 217,63 217,63 x 283,77 x 283,77 Tabel 3.3. Kategorisasi Dimensi Kesejahteraan Psikologis Dimensi Kesejahteran Psikologis Rendah Sedang Tinggi Penerimaan diri Hubungan positif Otonomi Penguasaan lingkungan Tujuan hidup Pertumbuhan pribadi x 31,63 x 42,00 x 18,01 x 35,59 x 41,47 x 41,87 31,63 ≤ x 47,63 42,00 ≤ x 58,26 18,01 ≤ x 24,19 35,59 ≤ x 47,31 41,47 ≤ x 57,97 41,87 ≤ x 55,49 x 47,63 x 58,26 x 24,19 x 47,31 x 57,97 x 55,49

E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pertama tahap persiapan penelitian, kedua tahap pelaksanaan penelitian, dan ketiga tahap evaluasi.

1. Tahap persiapan penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam tahap persiapan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Melakukan studi literatur Studi literatur dilakukan dengan mencari, mengumpulkan, membaca teori dan hasil penelitian mengenai kesejahteraan psikologis remaja gay. Dari Universitas Sumatera Utara proses tersebut peneliti memutuskan untuk melakukan intervensi cognitive behavior therapy. b. Menentukan alat ukur Menentukan alat ukur yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan psikologis. Skala kesejahteraan psikologis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan psychological well-being self-rating inventory yang disusun oleh Ryff 1989 dan diadaptasi oleh Situmorang 2008 ke dalam Bahasa Indonesia. c. Mencari subjek penelitian Mencari subjek penelitian dilakukan dengan mendatangi beberapa LSM di kota Medan. Peneliti kemudian meminta persetujuan subjek untuk melakukan anamnesa dan selanjutnya meminta kesediaan untuk menjadi subjek dalam penelitian ini. d. Menyusun modul cognitive behavior therapy Penyusunan modul CBT didasarkan pada langkah-langkah dan proses pelaksanaan CBT yang disampaikan oleh Cully dan Teten 2008. Berdasarkan langkah-langkah, proses dan kegiatan yang disarankan, maka modul ini dirancang menggunakan dua buah teknik yang dianggap sesuai dengan keadaan subjek, yaitu teknik kognitif menggunakan teknik cognitive restructuring dan teknik perilaku menggunkan social perception skills training. CBT dilakukan dalam 8 kali pertemuan dengan rincian terdiri dari 19 sesi. Setiap sesi membutuhkan waktu yang berbeda. Metode yang digunakan Universitas Sumatera Utara dalam terapi ini adalah ceramah, diskusi, dan penugasan. Materi dan prosedur masing-masing sesi berbeda-beda, tergantung tujuannya. Setelah penyusunan modul selesai, dilakukan uji coba untuk mendapatkan gambaran mengenai waktu yang akan dibutuhkan untuk setiap sesi intervensi. Selain itu uji coba juga dilakukan untuk mengetahui apakah subjek penelitian mampu memahami materi dan instruksi yang disampaikan oleh terapis. Uji coba dilakukan kepada satu orang yang memiliki karakteristik sama dengan subjek penelitian. Setelah melakukan proses uji coba, peneliti menyusun kembali rancangan terapi yang telah dibuat sebelumnya dan menyusun perkiraan waktu sesuai dengan hasil uji coba. Berikut ini merupakan rancangan dan rincian kegiatan terapi CBT untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis: Tabel 3.4. Rancangan terapi CBT untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Tahapan Kegiatan Sesi Kegiatan Waktu 1 Orientasi Masalah 1, 2, 3 75 menit 2 Pengenalan Target Perilaku 4, 5, 6, 7 120 menit 3 Intervensi Kognitif : Cognitive Restructuring 8, 9, 10, 11, 12, 13 310 menit 4 Intervensi Perilalu : Social Perception Skills Training 14, 15, 16, 17 170 menit 5 Penutup dan Kesimpulan 18, 19 90 menit Total 765 menit 12 jam 45 menit Universitas Sumatera Utara Tabel 3.5. Rincian Kegiatan CBT untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Pertemuan Sesi Kegiatan Tujuan Terapeutik Waktu I 1 Pemahaman masalah kesejahteraan psikologis a. Membangun rapport b. Pengenalan masalah c. Mengidentifikasi harapan klien terkait permasalahannya 75 menit 2 Orientasi intervensi CBT 3 Merancang tujuan awal terapi II 4 Penjelasan metode A-B-C dalam CBT d. Memberikan pemahaman mengenai konseptualisasi masalah e. Klien memahami konseptualisasi masalahnya 60 menit 5 Identifikasi A-B-C III 6 Hubungan A-B-C f. Klien memahami konseptualisasi masalahnya g. Menyesuaikan tujuan terapi dengan permasalahan yang dialami klien 60 menit 7 Merancang kembali tujuan terapi IV 8 Membedakan keyakinan danatau perasaan yang rasional dan irasional Klien mampu membedakan keyakinan danatau perasaan yang tidak tepat dalam dirinya dan mengaplikasikan filosofi yang telah diberikan sebelumnya. 90 menit 9 Menghilangkan keyakinan danatau perasaan yang irasional V 10 Memahami rekonstruksi kognisi terkait dengan keyakinan danatau perasaan yang irasional Memahami rekonstruksi kognisi terkait dengan permasalahan yang dialami klien 50 menit 11 Tugas Rumah: Penerapan rekonstruksi kognisi dalam aktivitas sehari-hari Mengaplikasikan rekonstruksi kognisi 2 hari 60 menit VI 12 Pembahasan tugas rumah Memahami perubahan perilaku dan hambatan dalam perubahan perilaku 50 menit 13 Memahami hambatan tekait penerapan tugas rumah aktivasi perilaku VII 14 Penjelasan mengenai Social Perception Skills Training Memahami peranan persepsi sosial terhadap perilaku 50 menit 15 Tugas Rumah: Penerapan Social Perception Skills Training Mengaplikasikan intervensi perilaku berupa pemahaman persepsi social 2 hari 60 menit VIII 16 Mendiskusikan tugas rumah Memahami perubahan perilaku dan konsekuensinya Menutup dan menyimpulkan keseluruhan sesi konseling 90 menit 17 Memahami hambatan terkait penerapan tugas Universitas Sumatera Utara rumah 18 Membuat persetujuan untuk mengakhiri terapi 19 Menyimpulkan apa yang telah dipelajari selama terapi berlangsung Total Waktu Terapi 12 jam 45 menit

b. Tahap pelaksanaan penelitian

Program ini direncanakan akan dilakukan dalam 19 sesi selama 8 hari. Pelaksanaan kegiatan terapi dilakukan di gedung C Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Secara lengkap jadwal pertemuan terapi untuk kelompok eksperimen dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.5. Jadwal Pertemuan Terapi CBT responden A Pertemuan HariTanggal Sesi Waktu Kegiatan I Kamis, 16 Januari 2014 1 15 menit Pemahaman masalah kesejahteraan psikologis 2 55 menit Orientasi intervensi CBT 3 10 menit Merancang tujuan awal terapi II Jumat, 17 Januari 2014 4 30 menit Penjelasan metode A-B-C dalam CBT 5 60 menit Identifikasi A-B-C III Sabtu, 18 Januari 2014 6 35 menit Hubungan A-B-C 7 15 menit Merancang kembali tujuan terapi IV Senin, 20 Januari 2014 8 50 menit Membedakan keyakinan danatau perasaan yang rasional dan irasional 9 55 menit Menghilangkan keyakinan danatau perasaan yang irasional V Selasa, 21 Januari 2014 10 45 menit Memahami rekonstruksi kognisi terkait dengan keyakinan danatau perasaan yang irasional 11 Tugas Rumah: Penerapan rekonstruksi kognisi dalam aktivitas sehari-hari VI Jumat, 24 Januari 2014 12 30 menit Pembahasan tugas rumah 13 40 menit Memahami hambatan tekait penerapan tugas rumah aktivasi perilaku VII Sabtu, 25 Januari 2014 14 60 menit Penjelasan mengenai Social Perception Skills Training Universitas Sumatera Utara 15 Tugas Rumah: Penerapan Social Perception Skills Training VIII Selasa, 28 Januari 2014 16 20 menit Mendiskusikan tugas rumah 17 25 menit Memahami hambatan terkait penerapan tugas rumah 18 15 menit Membuat persetujuan untuk mengakhiri terapi 19 20 menit Menyimpulkan apa yang telah dipelajari selama terapi berlangsung Tabel 3.6. Jadwal Pertemuan Terapi CBT responden B Pertemuan HariTanggal Sesi Waktu Kegiatan I Kamis, 16 Januari 2014 1 10 menit Pemahaman masalah kesejahteraan psikologis 2 50 menit Orientasi intervensi CBT 3 10 menit Merancang tujuan awal terapi II Jumat, 17 Januari 2014 4 40 menit Penjelasan metode A-B-C dalam CBT 5 20 menit Identifikasi A-B-C III Sabtu, 18 Januari 2014 6 35 menit Hubungan A-B-C 7 25 menit Merancang kembali tujuan terapi IV Senin, 20 Januari 2014 8 40 menit Membedakan keyakinan danatau perasaan yang rasional dan irasional 9 25 menit Menghilangkan keyakinan danatau perasaan yang irasional V Selasa, 21 Januari 2014 10 45 menit Memahami rekonstruksi kognisi terkait dengan keyakinan danatau perasaan yang irasional 11 Tugas Rumah: Penerapan rekonstruksi kognisi dalam aktivitas sehari-hari VI Jumat, 24 Januari 2014 12 15 menit Pembahasan tugas rumah 13 25 menit Memahami hambatan tekait penerapan tugas rumah aktivasi perilaku VII Sabtu, 25 Januari 2014 14 60 menit Penjelasan mengenai Social Perception Skills Training 15 Tugas Rumah: Penerapan Social Perception Skills Training VIII Selasa, 28 Januari 2014 16 20 menit Mendiskusikan tugas rumah 17 15 menit Memahami hambatan terkait penerapan tugas rumah 18 10 menit Membuat persetujuan untuk mengakhiri terapi 19 25 menit Menyimpulkan apa yang telah dipelajari selama terapi berlangsung Universitas Sumatera Utara Tabel 3.7. Gambaran Kegiatan Terapi CBT Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Remaja Gay Pertemuan Sesi Kegiatan Pelaksanaan Subjek A Pelaksanaan Subjek B I 1 Pemahaman masalah Terapis menanyakan kepada A dampak yang ia rasakan terkait orientasi seksualnya sebagai gay. Setelah A menjelaskan sedikit mengenai dampaknya, terapis menjelaskan mengenai kesejahteraan psikologis dan dimensi-dimensinya kepada A. Kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi, dimana A mengungkapkan bahwa ia selalu merasa bersalah, tidak hanya kepada keluarga dan orang lain, tetapi juga kepada dirinya sendiri. A merasa ia telah mengkhianati dirinya sendiri dengan melakukan hal-hal yang tidak sesuai harapannya. Selain itu, orientasi seksualnya yang “sakit” membuat A tidak bisa memiliki banyak teman dan menjalin hubungan dekat dengan orang lain karena ia takut Terapis menanyakan kepada B dampak yang ia rasakan terkait orientasi seksualnya sebagai gay. Setelah B menjelaskan sedikit mengenai dampaknya, yaitu B tidak memiliki hubungan yang positif dengan pacarnya dan sering dilandasi ketidakpercayaan dan terjadi pengkhianatan karena hubungan mereka yang diam- diam dan tidak diketahui publik. Menurut B, itu memudahkan pacarnya untuk selngkuh dibelakang B. setelah penjelasan singkat B, terapis menjelaskan mengenai kesejahteraan psikologis dan dimensi- dimensinya kepada B, yang kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi. B mengungkapkan Universitas Sumatera Utara orientasi seksualnya diketahui. A menjadi pribadi yang takut mengungkapkan pendapatnya. Ia juga menganggap bahwa kehidupannya tidak berarti, sehingga ia hanya menjalani kehidupan seperti mengikuti arus. bahwa semenjak ia menyadari orientasi seksualnya, sudah tidak terhitung lagi berapa kali ia menjalin hubungan dengan banyak laki-laki. Namun dari semua hubungan itu, ia selalu dikhianati dan ditinggalkan. B merasa bahwa itu karena ia tidak pantas untuk disayangi. Ia tidak memiliki kelebihan untuk dibanggakan oleh pacarnya. B mengungkapkan bahwa ia memang mengambil tindakan berdasarkan emosinya, tanpa dipikir panjang. Terlebih lagi ketika ia sudah menyayangi pacarnya. Itu yang membuat B berkali-kali dibohongi dan ditipu. Namun pengalaman yang terus berulang itu tidak membuat B mengambil pelajaran. B mengatakan bahwa ia selalu melalui siklus yang sama dalam berpacaran. Dimulai dari perkenalan dan Universitas Sumatera Utara diakhiri dengan sakit hati karena ditipu orang yang disayanginya. 2 Orientasi intervensi Setelah A memahami permasalahan- permasalahan yang dialaminya, terapis menanyakan pada A mengenai solusi yang bisa dilakukan terkait permasalahan tersebut. A mengatakan bahwa ia sendiri belum menemukan solusi untuk menyelesaikan masalahnya. Selama ini yang A lakukan adalah menyembunyikan kondisinya dari keluarga dan masyarakat. Ia tidak mau nantinya akan diasingkan dan dihina karena orientasi seksualnya sebagai gay. Terapis kemudian memberikan penjelasan mengenai intervensi CBT secara singkat, meliputi prinsip S- O-R-C dan pikiran- pikiran otomatis yang irasional. Setelah memberikan penjelasan mengenai CBT, terapis meminta A untuk menganalisa Setelah B memahami permasalahan- permasalahan yang dialaminya, terapis menanyakan pada B mengenai solusi yang bisa dilakukan terkait permasalahan tersebut. B mengatakan bahwa ia selalu sadar telah disakiti namun ia terlalu bodoh untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut. B juga mengungkapkan bahwa ia sudah berkali-kali diminta oleh A untuk selalu berpikir panjang sebelum mengambil keputusan dan tindakan, namun ketika ia menyayangi pacarnya, ia tidak lagi memikirkan hal tersebut. B mengakui bahwa yang pentying baginya adalah ia bahagia dan bisa membahagiakan pacarnya. Terapis kemudian memberikan 47 Universitas Sumatera Utara pikiran-pikiran otomatis yang mungkin ia miliki terkait orientasi seksualnya sebagai gay. Jawaban A kembali menjadi bahan diskusi dengan terapis, sebagai bahan untuk sesi selanjutnya. penjelasan mengenai intervensi CBT secara singkat, meliputi prinsip S- O-R-C dan pikiran- pikiran otomatis yang irasional. Setelah memberikan penjelasan mengenai CBT, terapis meminta B untuk menganalisa pikiran-pikiran otomatis yang mungkin ia miliki terkait orientasi seksualnya sebagai gay. Jawaban B kembali menjadi bahan diskusi dengan terapis, sebagai bahan untuk sesi selanjutnya. 3 Merancang tujuan awal terapi Menggunakan lembar kerja I Aku Ingin, yang bertujuan agar A memahami harapannya mengikuti program terapi. A menuliskan bahwa ia masih ingin berubah dan menjadi seperti laki- laki pada umumnya. A ingin memiliki orientasi seksual yang “sehat” dimata masyarakat, sehingga ia tidak perlu merasa tertekan dan stress Menggunakan lembar kerja I Aku Ingin, yang bertujuan agar B memahami harapannya mengikuti program terapi. B mengharapkan dengan mengikuti program terapi ini ia bisa menghilangkan kekurangannya dan menjadi lebih positif, sehingga suatu saat akan ada laki-laki yang dapat menyayanginya 48 Universitas Sumatera Utara menghadapi penolakan masyarakat. dengan tulus. II 4 Penjelasan metode A-B-C dalam CBT Terapis membuka sesi dengan kembali meminta A untuk menjelaskan prinsip S-O-R-C yang telah dijelaskan pada sesi sebelumnya. Kemudian terapis mengaitkan prinsip tersebut dengan analisa fungsional A-B-C, dimana pemahaman akan prinsip S-O-R-C akan memudahkan A untuk memahami analisa fungsional A-B-C. Terapis membuka sesi dengan kembali meminta B untuk menjelaskan prinsip S-O-R-C yang telah dijelaskan pada sesi sebelumnya. Kemudian terapis mengaitkan prinsip tersebut dengan analisa fungsional A-B-C, dimana pemahaman akan prinsip S-O-R-C akan memudahkan B untuk memahami analisa fungsional A-B-C. 5 Identifikasi A- B-C Setelah A memahami mengenai analisa fungsional A-B-C, terapis meminta A untuk mengisi lembar kerja 3 untuk mengidentifikasi A- B-C dirinya terkait dengan permasalahan yang dialaminya sebagai gay. Untuk memudahkan A, sebelum mengisi lembar kerja tersebut terapis meminta A untuk mengisi lembar kerja 2, yaitu hirarki situasi. Disini A diminta untuk Setelah B memahami analisa fungsional A-B-C, terapis meminta B untuk mengisi lembar kerja 3 untuk mengidentifikasi A-B-C dirinya terkait dengan permasalahan yang dialaminya sebagai gay. Untuk memudahkan B, sebelum mengisi lembar kerja tersebut terapis meminta B untuk mengisi lembar kerja 2, yaitu hirarki situasi. Pada lembar kerja 2 ini, B diharuskan 49 Universitas Sumatera Utara menuliskan 10 situasi yang membuatnya tidak nyaman, yang berkaitan dengan orientasi seksualnya sebagai gay. Setelah menuliskannya, situasi-situasi itu didiskusikan bersama-sama untuk mengetahui gambaran setiap situasi, penyebab, level ketidaknyamanan dan dampak dari ketidaknyamanan yang dirasakan. Setelah A memahami 10 situasi yang telah ia buat, situasi-situasi tersebut kemudian menjadi panduan bagi A dalam mengisi lembar kerja analisa fungsional A-B-C. menulis 10 situasi yang membuatnya merasa tidak nyaman terkait dengan orientasi seksualnya. Setelah menuliskannya, situasi-situasi tersebut didiskusikan bersama-sama untuk mengetahui gambaran setiap situasi, penyebab, level ketidaknyamanan dan dampak dari ketidaknyamanan yang dirasakan. Awalnya B mengalami kesulitan dan melakukan kesalahan dalam menuliskan situasi tersebut karena tidak konsentrasi. B mengartikan tugas tersebut dengan menuliskan rangkaian situasi dimulai dari perkenalannya dengan laki-laki yang menarik perhatiannya, hingga akhirnya mereka pacaran dan kemudian putus. Namun di akhir diskusi, B sudah mampu memahami dengan lebih baik situasi- situasi yang menimbulkan Universitas Sumatera Utara ketidaknyamanan pada dirinya. Setelah B memahami 10 situasi yang telah ia buat, situasi- situasi tersebut kemudian menjadi panduan bagi B dalam mengisi lembar kerja analisa fungsional A-B-C. III 6 Hubungan A-B- C Setelah A mengidentifikasi analisa fungsional A-B-C, terapis bersama-sama dengan A mendiskusikan analisa fungsional yang dibuat A untuk menyamakan persepsi bersama. A mampu memahami dengan lebih baik hubungan antara situasi yang dialaminya yang menjadi pencetus antecedent, dengan perilaku yang dimunculkan behavior serta konsekuensinya consequences. Berdasarkan hasil pengisian lembar kerja analisa fungsional ini, A memahami bagaimana kesejahteraan psikologis dan dimensi-dimensinya mempengaruhi Setelah B mengidentifikasi analisa fungsional A-B-C, terapis bersama-sama dengan B mendiskusikan analisa fungsional yang dibuat B untuk menyamakan persepsi bersama. B mampu memahami dengan lebih baik hubungan antara situasi yang dialaminya yang menjadi pencetus antecedent, dengan perilaku yang dimunculkan behavior serta konsekuensinya consequences. Berdasarkan hasil pengisian lembar kerja analisa fungsional ini, B dapat memahami bagaimana kesejahteraan psikologis dan 50 Universitas Sumatera Utara perilaku yang ia munculkan. A memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang rendah, terutama dalam dimensi penerimaan diri, otonomi, dan tujuan hidup. Situasi- situasi yang ia alami terkait dengan hal tersebut menjadi pencetus munculnya perilaku-perilaku yang menurut A tidak tepat. Berikut ini merupakan analisa fungsional ABC secara singkat: a. A selalu melabel dirinya salah karena orientasi seksualnya. Kondisi tersebut pernah membuat A berusaha u tuk se buh dengan menekan perasaan dan pikirannya. A mengurung diri di rumah dan berhenti sekolah. A juga belum mempercayai siapapun untuk menceritakan permasalahan yang dialaminya. Hal itu yang kemudian membuat A semakin tertekan dan mengganggu berbagai aspek kehidupannya, dimensi- dimensinya mempengaruhi perilaku yang ia munculkan. B memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang rendah, terutama dalam dimensi penerimaan diri dan tujuan hidup. Untuk dimensi- dimensi lainnya, B sudah cukup baik dan berada pada rentang sedang. Dalam hal penerimaan diri, B cenderung menilai diri dengan banyak kekurangan. Terkait dengan tujuan hidup, B mengakui bahwa ia tidak begitu memperdulikan masa depan dan tujuannya menjalani kehidupan. B mengungkapkan bahwa ia hanya ingin menjalani kehidupan dengan bahagia sesuai dengan harapannya. Berikut ini merupakan analisa fungsional ABC secara singkat:

a. Meskipun

masih melabel dirinya dengan 51 Universitas Sumatera Utara salah satunya sekolah. Akhirnya A memutuskan untuk menerima orientasi seksualnya, meskipun dengan terus melabel dirinya sakit . Pikira dan perasaan tidak menyenangkan yang dialaminya dapat berkurang jika ia bermesraan dan melakukan hubungan seksual dengan pacarnya. Meskipun mengetahui perilaku tersebut salah, A merasa itu lebih baik dan dan dapat menenangkan dirinya. b. Terkait dengan dimensi otonomi dalam kesejahteraan psikologis. A yang melabel diri ya sakit merasa tidak akan diterima oleh masyarakat sehat . A mengalami ketakutan- ketakutan akan distigma dan diasingkan oleh masyarakat dan istilah sakit , B sudah lebih baik dibandingkan A dalam menerima orientasi seksualnya sebagai gay. Kesulitan yang dialami B terkait dengan penerimaan diri adalah kecenderungan B untuk memfilter hal- hal negatif dan mengabaikan hal positif dalam dirinya. Kondisi tersebut membuat B menjadi sangat lekat ketika memiliki pacar. B memiliki ketakutan yang besar akan kehilangan pacarnya. Hal tersebut membuat B rela melakukan apa saja untuk menyenangkan pacarnya tersebut.

b. Dimensi tujuan

hidup terkait dengan bagaimana B menilai kehidupannya. B memang tidak memikirkan bagaiaman Universitas Sumatera Utara kelompoknya. Ia tidak berani untuk mengemukakan hal-hal yang bertentangan dengan aturan dan norma masyarakat. Kondisi itu yang kemudian membuat A menjalin hubungan dengan pacarnya secara diam- diam dan tertutup. Hal ini juga turut mendorong pada munculnya perilaku melakukan hubungan seksual disetiap A bersama pasangannya. c. Dimensi kesejahteraan psikologisnya yang memiliki skor rendah dan turut mempengaruhi perilaku yang tidak tepat bagi A adalah tujuan hidup. Tidak adanya penerimaan masyarakat terhadap homoseksual membuat A meyakini bahwa ia tidak memiliki tujuan hidup ke depannya. B cenderung menjalani hidup seadanya dengan menikmati apa yang bisa ia peroleh di masanya. Perilaku behavior posesif terhadap pacar dan adanya kecemasan ditinggal oleh pacar memberikan dampak consequences positif dan negatif pada B. Sebagai dampak negatif, B selalu merasa tidak tenang dan dimarahi oleh pacar setiap kali menghubungi pacar. Namun perilaku tersebut juga memberikan dampak positif yang cukup penting bagi A, dimana ia sudah merasa cukup puas dengan medengar suara dan mengetahui kabar pacarnya. 52 Universitas Sumatera Utara masa depan yang sesuai dengan harapannya. A selalu berpikir bahwa suatu saat ia harus menikah dan mengikuti aturan-aturan masyarakat, yang mana hal tersebut bertentangan dengan harapan dan hasratnya. Hal itu yang kemudian membuat A tidak terlalu memikirkan masa depan dan berfokus pada apa yang ia jalani saat ini. Kondisi itu yang juga menjadi pencetus perilaku A yang menurutnya tidak tepat, yaitu melakukan hubungan seksual setiap bertemu dengan pacarnya. Perilaku behavior melakukan hubungan seksual setiap bertemu dengan pacar memberikan dampak consequences positif dan negatif pada A. Sebagai dampak negatif, A selalu merasa ia Universitas Sumatera Utara salah dan berdosa. Namun perilaku tersebut juga memberikan dampak positif yang cukup penting bagi A, yaitu ia menjadi tenang dan tidak tertekan dengan kondisinya. Selain itu A juga merasa bahagia karena telah memuaskan dan membahagiakan pacarnya. 7 Merancang kembali tujuan terapi A memahami masalahnya dan analisa hubungannya dengan cukup baik. Terapis melanjutkan dengan sesi selanjutnya, dimana A diminta untuk mengisi lembar kerja 4, yaitu merancang kembali tujuan terapi baru disesuaikan dengan pemahaman A terkait permasalahannya yang telah didiskusikan bersama dengan terapis. Terapis melanjutkan dengan sesi selanjutnya, dimana B diminta untuk mengisi lembar kerja 4, yaitu merancang kembali tujuan terapi baru disesuaikan dengan pemahaman B terkait permasalahannya yang telah didiskusikan bersama dengan terapis. IV 8 Membedakan keyakinan pikiran danatau perasaan yang rasional dan irasional Setelah A memahami analisa fungsionalnya dan pikiran-pikiran otomatis yang muncul, terapis meminta A untuk mengerjakan lembar kerja 5 sehingga A lebih memahami Setelah B memahami analisa fungsionalnya dan pikiran-pikiran otomatis yang muncul, terapis meminta B untuk mengerjakan lembar kerja 5 sehingga ia lebih 54 Universitas Sumatera Utara keyakinan- keyakinannya yang irasional dan membedakannya dengan keyakinan yang rasional. Setelah mengisi lembar kerja 5, terapis bersama- sama dengan A mendiskusikan perbandingan keyakinan rasional dan irasional yang telah dibuat. Lembar kerja 5 ini menekankan pada keyakinan pikiran dan perasaan irasional yang melekat padanya sebagai organism. A harus membedakan mana pikiran yang irasionalnegatif dan mana pikiran yang rasionalpositif. Lembar kerja ini membantu A untuk menyerang keyakinan irasional yang muncul dan menggantinya dengan keyakinan yang lebih rasional. Menurut A, ada beberapa proses automatic thought yang memunculkan keyakinan irasionalnya yaitu labeling, jumping to conclusion, overgeneralization dan emotional reasoning. Setelah memahami keyakinan- keyakinannya yang irasional dan membedakannya dengan keyakinan yang rasional. Setelah mengisi lembar kerja 5, terapis bersama- sama dengan B mendiskusikan perbandingan keyakinan rasional dan irasional yang telah dibuat. Disini B diminta untuk kembali menganalisa lembar kerja 3 Analisa Fungsional ABC secara lebih jelas dengan menggunakan prinsip SORC Stimulus- Organism- Response- Consequences. Tujuan dari lembar kerja 5 ini adalah agar B lebih memahami dirinya organism, meliputi pikiran dan perasaannya, yang muncul dengan adanya situasi pencetus stimulus dan memunculkan perilaku response yang menurut B tidak tepat, sehingga Universitas Sumatera Utara memahami kondisinya, A harus mengisi bukti rasional yang tepat untuk menyerang automatic thought dan mengganti keyakinan irasionalnya. Diakhir sesi, A sudah lebih memahami keyakinan- keyakinan irasionalnya mengenai penerimaan diri, otonomi, dan tujuan hidup; penyebab munculnya keyakinan rasional tersebut dan bagaimana menyerang dan menggantinya dengan keyakinan yang lebih rasional. memunculkan dampak consequences yang bisa memperkuat atau mengurangi masalah yang ada. Lembar kerja 5 menekankan pada keyakinan pikiran dan perasaan irasional yang melekat padanya sebagai organism. B harus membedakan mana pikiran yang irasionalnegatif dan mana pikiran yang rasionalpositif. Lembar kerja ini membantu B untuk menyerang keyakinan irasional yang muncul dan menggantinya dengan keyakinan yang lebih rasional. Menurut B, ada beberapa proses automatic thought yang memunculkan keyakinan irasionalnya yaitu labeling, magnification dan emotional reasoning. Setelah memahami kondisinya, B harus mengisi bukti rasional yang tepat untuk menyerang 55 53 Universitas Sumatera Utara automatic thought dan mengganti keyakinan irasionalnya. Diakhir sesi, B sudah lebih memahami keyakinan- keyakinan irasionalnya mengenai penerimaan diri dan tujuan hidup; penyebab munculnya keyakinan rasional tersebut dan bagaimana menyerang dan menggantinya dengan keyakinan yang lebih rasional. 9 Menghilangkan keyakinan yang irasional Setelah A memahami keyakinannya yang irasional dan bagaimana keyakinan itu muncul, terapis meminta A untuk menantang keyakinan tersebut untuk dapat menghilangkannya. Proses ini dilakukan A sendiri dengan self-talk. Selain itu, untuk memudahkan A, terapis menggunakan lembar kerja 6, mengenai masalah perilaku yang dirasakan oleh A. Lembar kerja ini Selanjutnya terapis meminta B untuk menantang keyakinan irasionalnya. Proses ini dilakukan B sendiri dengan metode self-talk. B diminta untuk melakukan percakapan dengan dirinya sendiri terkait keyakinan irasional yang memunculkan perilakunya yang tidak tepat, misalnya perilaku posesif terhadap pacar. Setelah proses self-talk, B menyadari bahwa selama ini ia 56 Universitas Sumatera Utara ditujukan sebagai bahan awal self-talk yang dilakukan oleh A. adapun tujuannya digunkan lembar kerja 6 ini agar A lebih memahami perilakunya yang tidak tepat, dalam hal ini adalah melakukan hubungan seksual setiap bertemu dengan pacar. Dalam lembar kerja ini, A harus menuliskan dampak positif dan negatif dari perilaku melakukan atau tidak melakukan hubungan seksual. terlalu memfokuskan diri kepada kesenangan orang lain, tanpa menimbangnya dengan lebih seimbang. V 10 Memahami rekonstruksi kognitif terkait keyakinan yang irasional Masih terkait dengan sesi sebelumnya, pada sesi ini A diminta untuk mengganti keyakinan irasionalnya dengan keyakinan yang lebih rasional. Metode yang digunakan masih sama, yaitu self-talk. B diminta untuk mengganti keyakinan irasionalnya dengan keyakinan yang lebih rasional. Metode yang digunakan masih sama, yaitu self-talk. 11 Tugas rumah: penerapan rekonstruksi kognitif Setelah A mampu untuk menganalisa keyakinan irasionalnya dan kemudian mengganti dengan keyakinan yang rasional, A diminta untuk menerapkan hal tersebut dalam keseharian A. Setelah B mampu untuk menganalisa keyakinan irasionalnya dan kemudian mengganti dengan keyakinan yang rasional, B diminta untuk menerapkan hal tersebut dalam keseharian B. 57 Universitas Sumatera Utara Dalam tugas rumah ini digunakan lembar kerja 7, untuk memudahkan A mencatat situasi- situasi yang ia alami, serta keyakinan irasional yang muncul dan keyakinan rasional yang menggantikannya. Dalam tugas rumah ini digunakan lembar kerja 7, untuk memudahkan B mencatat situasi- situasi yang ia alami, serta keyakinan irasional yang muncul dan keyakinan rasional yang menggantikannya. Tugas ini dilakukan agar B mampu secara mandiri untuk menyerang keyakinan- keyakinan irasionalnya dan menggantinya dengan keyakinan yang lebih rasional. VI 12 Pembahasan tugas rumah: penerapan rekonstruksi kognitif Terapis meminta A untuk menjelaskan tugas rumah yang telah ia buat, dan kemudian meminta A untuk mengemukakan kesulitan-kesulitan yang ia rasakan dalam menerapkan hal tersebut. Terapis meminta B untuk menjelaskan tugas rumah yang telah ia buat, dan kemudian meminta B mengemukakan kesulitan-kesulitan yang ia rasakan dalam menerapkannya. 13 Memahami hambatan dalam penerapan tugas rumah : rekonstruksi kognitif VII 14 Penjelasan mengenai social perception skills training Sebelum memberikan penjelasan mengenai social perception skills, terapis menanyakan pada A apakah ia mengetahui arti Sebelum memberikan penjelasan mengenai social perception skills, terapis menanyakan pada B apakah ia Universitas Sumatera Utara persepsi. A mengatakan bahwa persepsi adalah semua yang dipikirkan seseorang. Terapis melanjutkan pemahaman persepsi yang dikemukakan oleh A dan menjelaskan dengan lebih rinci mengenai persepsi sosial. Kemudian terapis meminta A untuk memberikan contoh bagaiamana persepsi sosial mempengaruhi perilaku individu. mengetahui arti persepsi. B mengatakan bahwa persepsi adalah pikiran. Terapis menanyakan lebih lanjut mengenai maksud dari pikiran yang dijawab B, namun B merasa kesulitan untuk menjelaskannya. B menjelaskan dengan memberikan contoh dalam situasi-situasi yang sering ia alami, misalnya ketika sedang jalan berdua dengan pacarnya. 15 Tugas rumah: penerapan social perception skills training Terapis meminta A untuk menerapkan social perception skills training dalam kesehariannya. Selama 2 hari 1 jamhari A diminta untuk menuliskan situasi yang ia alami terkait orientasi seksualnya, dan bagaimana persepsinya mempengaruhi perilakunya. Selain itu diharapkan A mampu untuk memilah dan menganalisa kembali persepsi yang ia pikirkan apakah tepat atau tidak, dan Terapis meminta B menerapkan social perception skills training dalam kesehariannya. B diminta untuk menuliskan situasi yang ia alami selama 2 hari 1 jamhari yang berkaitan dengan orientasi seksualnyasebagai gay, dan bagaimana persepsinya mempengaruhi perilakunya dalam situasi tersebut. Tugas rumah ini menggunakan lembar kerja 8 sebagai 58 56 Universitas Sumatera Utara bagaiamana perilaku yang tepat untuk dimunculkan. Tugas rumah ini menggunakan lembar kerja 8 sebagai panduan. Tujuan dari pengerjaan lembar kerja ini adalah untuk membantu A memahami bagaimana persepsinya dapat mempengaruhi pikiran dan perasaannya, yang kemudian muncul dalam bentuk perilaku yang tidak tepat. Di akhir sesi, A memahami dengan cukup baik bahwa persepsi mereka tidak selalu tepat dan beberapa tidak didukung oleh bukti-bukti yang rasional. Diharapkan dari intervensi perilaku ini A mampu untuk lebih memiliki keahlian dalam menghadapi persepsinya terhadap sosial dan juga persepsi sosial terhadap dirinya. panduan.tujuan dari pengerjaan lembar kerja ini adalah untuk membantu B memahami bagaimana persepsinya dapat mempengaruhi pikiran dan perasaannya, yang kemudian muncul dalam bentuk perilaku yang tidak tepat. Di akhir sesi 17, B memahami dengan cukup baik bahwa persepsi mereka tidak selalu tepat dan beberapa tidak didukung oleh bukti-bukti yang rasional. Diharapkan dari intervensi perilaku ini B mampu untuk lebih memiliki keahlian dalam menghadapi persepsinya terhadap sosial dan juga persepsi sosial terhadap dirinya. VIII 16 Mendiskusikan tugas rumah : social perception skills training Terapis meminta A untuk menjelaskan lembar kerja 8 yang telah ia selesaikan. Situasi dan persepsi yang dituliskan A kemudian Terapis meminta B menjelaskan penerapan tugas rumah yang ia kerjakan di lembar kerja 8. Situasi dan persepsi yang 17 Memahami hambatan 59 Universitas Sumatera Utara dalam penerapan tugas rumah : social perception skills training didiskusikan bersama-sama. Selanjutnya terapis meminta A untuk mengemukakan kesultan-kesulitan yang dilaminya terkait dengan penerapan social perception skills training. dituliskan B kemudian didiskusikan bersama-sama. Selanjutnya terapis meminta B untuk mengemukakan kesultan-kesulitan yang dilaminya terkait dengan penerapan social perception skills training. 18 Membuat persetujuan mengakhiri terapi Terapis menanyakan pada A apakah masih ada hal yang belum ia pahami. Setelah memastikan sudah tidak ada lagi pertanyaan, terapis mengatakan kepada A bahwa program intervensi akan segera berakhir. Sebelum itu terapis meminta A mengisi lembar kerja 9, yang merupakan lembar kerja terakhir. Di lembar kerja ini A diminta untuk menuliskan kelebihan dan kekurangannya. Tujuan dari pengerjaan lembar kerja ini adalah agar A dapat lebih mengenali dirinya, serta mengoptimalkan kelebihannya dan memahami bagaimana menerima dan Terapis menanyakan pada B apakah masih ada hal yang belum ia pahami selama program intervensi. B mengatakan bahwa ia masih kesulitan dalam melakukan filter terhadap persepsinya. Namun, setelah pelaksanaan tugas rumah, meskipun agak sulit B sudah cukup mampu untuk membedakan persepsi yang tepat dan tidak tepat. Setelah memastikan sudah tidak ada lagi pertanyaan, terapis mengatakan kepada B bahwa program intervensi akan segera berakhir. Sebelum itu terapis meminta B untuk mengisi lembar kerja 9. Di 19 Menyimpulkan Universitas Sumatera Utara mengantisipasi kekurangannya. Kemudian sebagai penutup terapis meminta A untuk menyimpulkan keseluruhan sesi terapi dari awal, kesan-kesan A selama sesi terapi, penerapan pemahaman A dalam kesehariannya, serta bagaimana program terapi mempengaruhi A. lembar kerja ini B diminta untuk menuliskan kelebihan dan kekurangannya. Tujuan dari pengerjaan lembar kerja ini adalah agar B dapat lebih mengenali dirinya, serta mengoptimalkan kelebihannya dan memahami bagaimana menerima dan mengantisipasi kekurangannya. Kemudian sebagai penutup terapis meminta B untuk menyimpulkan pelaksanaan seluruh sesi terapi dari awal, kesan- kesan B selama pelaksanaan terapi, penerapan pemahaman B dalam kesehariannya, serta bagaimana program terapi mempengaruhi B. 60 Universitas Sumatera Utara 1

c. Tahap evaluasi

Evaluasi yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan melihat ada atau tidaknya perubahan pada skor kesejahteraan psikologis masing-masing subjek penelitian. Perubahan tersebut kemudian dianalisa secara kualitatif sehingga diperoleh gambaran yang menyeluruh terkait perubahan skor kesejahteraan psikologis sebelum dan sesudah dilaksanakannya program intervensi CBT.

F. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara deskriptif, yaitu menganalisa subjek penelitian untuk mendapatkan perbandingan data sebelum dan sesudah dilaksanakan intervensi. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN