Kajian Potensi Produksi Padi Daerah Irigasi Namu Sira-Sira Di Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat

Lampiran 1.Flowchart Pelaksanaan Penelitian
Mulai
Ditentukan Lokasi
Penelitian
Dikumpulkan
Data

Data Primer:
Wawancara
Petani

Data Sekunder:
Data dari Instansi
Pemerintah Terkait

Dianalisis Data

Deskriptif

Kuantitatif


Digambarkan kondisi
luasan lahan sawah,
luasan lahan irigasi, luas
panen dan produktivitas
lahan padi

Dihitung lama waktu pertumbuhan
atau waktu pengisian bulir padi
hingga panen

Dihitung rerata radiasi matahari

Dihitung perkembangan lahan irigasi
dan nisbah antara luas panen dengan
luas lahan irigasi

Dikaji keandalan jaringan irigasi
Ditentukan nilai potensi produksi padi
dalam aras pencapaian maksimal
Dibuat Kesimpulan

Selesai
Universitas Sumatera Utara

Lampiran 9.

Bendungan Daerah Irigasi Namu Sira-Sira Kec. Sei Bingai

Bangunan Pembagi Daerah Irigasi Namu Sira-Sira Kec. Sei Bingai

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Data Radiasi Matahari (Joule/Hari)
Bulan
Tahun

Rata-rata

Jan

Peb


Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

Nop

Des


2009

859

977

1087

1075

998

1047

996

931

1030


1056

823

750

969,08

2010
2011
2012
2013

925
848
1011
956

1100

1111
1160
940

1040
1078
1056
1157

1115
929
1008
908

994
1036
1073
1167

964

1016
1111
1220

923
1025
1125
1095

1033
908
1165
1011

1006
1021
1169
955

967

926
1211
932

759
1005
947

811
787
948
866

906,50
953,67
1.086,83
1.012,83

Sumber : BMKG Sampali Medan (2014)


Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Perhitungan Pertambahan Berat Kering Tumbuhan
Tahun 2009
W=

Eu ×T ×Rs
×104 gm/m2
K
=

0,025×30×232,58
×104 gm/m2
4000

= 43,61 ku/ha
Tahun 2010
W=

Eu ×T ×Rs

×104 gm/m2
K
=

0,025×30×217,56
×104 gm/m2
4000

= 40,79 ku/ha
Tahun 2011
W=

Eu ×T ×Rs
×104 gm/m2
K
=

0,025×30×226,88
×104 gm/m2
4000


= 42,54 ku/ha
Tahun 2012
W=

Eu ×T ×Rs
×104 gm/m2
K
=

0,025×30×260,84
×104 gm/m2
4000

= 48,91 ku/ha
Tahun 2013
W=

Eu ×T ×Rs
×104 gm/m2
K
=

0,025×30×243,08
×104 gm/m2
4000

= 45,58 ku/ha

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 4. Perhitungan Nisbah Luas Lahan Irigasi Teknis
Luas Lahan Irigasi Teknis

Nisbah luas lahan irigasi teknis = Luas irigasi semi teknis+luas irigasi sederhana
2357 Ha

= 280 Ha+125 Ha
=

2357 Ha
405 Ha

= 5,82

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5.
Perhitungan Nisbah Luas Lahan Panen Dengan Luas Lahan Beririgasi
Tahun 2009
Nisbah Luas Lahan Panen Denga Luas Lahan Beririgasi =

=

Luas Lahan Panen
Luas Lahan Beirigasi
7345 Ha
2762 Ha

= 2,66
Tahun 2010
Nisbah Luas Lahan Panen Denga Luas Lahan Beririgasi =

=

Luas Lahan Panen
Luas Lahan Beirigasi
4489 Ha
2762 Ha

= 1,62
Tahun 2011
Nisbah Luas Lahan Panen Denga Luas Lahan Beririgasi =

=

Luas Lahan Panen
Luas Lahan Beirigasi
6096 Ha
2762 Ha

= 2,21
Tahun 2012
Nisbah Luas Lahan Panen Denga Luas Lahan Beririgasi =

=

Luas Lahan Panen
Luas Lahan Beirigasi
6970 Ha
2762 Ha

= 2,52

Universitas Sumatera Utara

Tahun 2013
Nisbah Luas Lahan Panen Denga Luas Lahan Beririgasi =

=

Luas Lahan Panen
Luas Lahan Beirigasi
6675 Ha
2762 Ha

= 2,42

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 6. Perhitungan Aras Produksi Padi
Tahun 2009
Aras Produksi Padi =

=

Produksi Padi Dalam Insus
×100%
Potensi Produksi Padi
63,64 Ku/Ha
87,22 Ku/Ha

= 72,96 %
Tahun 2010
Aras Produksi Padi =

=

Produksi Padi Dalam Insus
×100%
Potensi Produksi Padi
63,64 Ku/Ha
81,58 Ku/Ha

= 78,01 %
Tahun 2011
Aras Produksi Padi =

=

Produksi Padi Dalam Insus
×100%
Potensi Produksi Padi
61,28 Ku/Ha
85,08 Ku/Ha

= 72,02%
Tahun 2012
Aras Produksi Padi =

=

Produksi Padi Dalam Insus
×100%
Potensi Produksi Padi
62,54 Ku/Ha
97,82 Ku/Ha

= 63,93 %

Universitas Sumatera Utara

Tahun 2013
Aras Produksi Padi =

=

Produksi Padi Dalam Insus
×100%
Potensi Produksi Padi
61,42 Ku/Ha
91,16 Ku/Ha

= 67,38 %

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 7. Data Lama Pengisian Bulir Padi Hingga Panen
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Nama
Tarminta Sembiring
A. Sitepu
Nambun Ginting
Kasman Tarigan
B. Ginting
Rahmat Tarigan
Muliate Alamsyah
Alim Sinulingga
Amin Sembiring
Anto
Legiran
Misno
Amran Ginting
Sabarita Surbakti
Marno
Sabiran
Tumirin
Ngatiman
Paerah
A. Surbakti
J. Ginting
Bernita Barus
Lumban Ginting
Sabari
Tumino
Putra
L. Ginting
R. Sitepu
Basri
Jumangin

Varietas padi yang
ditanam
Ciherang Micongga
Ciherang IR 64
Ciherang IR 64
Ciherang IR 64
Ciherang IR 64
Inpari
Ciherang
Cibogo
Ciherang Micongga
TEJ
Ciherang
Ciherang
Situbagendit
Ciherang
Ciherang
Ciherang
Cibogo
Ciherang
Ciherang Micongga
Ciherang
Ciherang
Ciherang
Ciherang
Ciherang
Ciherang
Ciherang
Ciherang
Ciherang
Ciherang
Ciherang

Lama pengisian
bulir padi hingga
panen (Hari)
30
30
30
30
30
30
30
40
30
40
30
30
30
40
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30

Jenis Tanah
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol
Andosol

Universitas Sumatera Utara

Lampiran8. Data Luas Lahan Panen dan Produksi Padi Dalam Insus
No

Tahun

Luas Lahan Panen (Ha)

1
2
3
4
5

2009
2010
2011
2012
2013

7.345
4.489
6.096
6.970
6.675

Produksi Padi Dalam Insus
(Kw/Ha)
63,64
63,64
61,28
62,54
61,42

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Langkat (2014)

Universitas Sumatera Utara

32

DAFTAR PUSTAKA

AAK., 1992. Budidaya Tanaman Padi. Kanisus, Jakarta.
AAK., 2003. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Kanisus, Jakarta.
Dumairy, 1992.Ekonomika Sumberdaya Air Pengantar ke Hidronomika. BPFE,
New Dehli
Basak, N. N., 1999. Irrigation Engineering.Tata Mc-Graw-Hill Publishing
Company Limited, New Delhi.
Badan Litbang Pertania, 2009. Kajian Peningkatan Intensitas Tanaman Padi
Sawah Di Sulawesi Tengah.http://litbang.deptan.go.id[Diakses pada 24
Juni 2014]
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul, 2010. Budidaya Padi.
http://www.warintekjogya.pfd.com [Diakses pada 2 Desember 2013]
Dinas Pertanian, 2012. Varietas Padi Daerah Irigasi. http://www.pertanian.go.id
[Diakses pada 15 Mei 2014]
Dumairy, 1992.Irrigation System First Revised Edition. Tata Mc-Graw-Hill
Publishing Company Limited, New Delhi.
Hansen, V. E., Israelsen, O. W., and Stringham, G. E., 1992.Dasar-Dasar Dan
Praktek Irigasi Edisi Keempat. Erlangga, Jakarta.
Kurnianti, N., 2013. Budidaya Tanaman Padi Sawah. http://www.pdf.com
[Diakses pada 2 Desember 2013]
Litbang, 2009.Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi.http://www.litbang.go.id
[Diakses pada 15 Mei 2014]
Linsey, R. K., dan Frannzini, J. B., 1991. Teknik Sumberdaya Air. Erlangga,
Jakarta.
Mawardi, E., 2007. Desain Hidraulik Bangunan Irigasi. Alfabeta, Bandung.
Pasandaran, E., dan Taylor, D. C., 1984.Irigasi Perencanaan dan Pengelolaan.
Gramedia, Jakarta
Pusposutarjo, S., 1991.Analisis Tinjau (Reconainssance Analysis) Potensi Sistem
Irigasi Indonesia Untuk Mendukung Swasembada Beras. Redaksi
Perhimpunan Teknik Pertanian, Bogor.

32
Universitas Sumatera Utara

33

Rusydatulhal, 2004.Analisis Keragaan Teknis dan Ekonomis Irigasi Gravitasi
Padi Sawah Pada Jaringan Irigasi Ramonia Kabupaten Deli Serdang
Sumatera Utara. USU, Medan
Siregar, H., 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra Hudaya, Jakarta.
Sumono, 2012.Meningkatkan Daya Dukung Irigasi dan Pemahaman Aktivitas
Biologis Periodik Tanaman Padi Sawah Menuju Pertanian Presisi Dalam
Upaya Memantapkan Swasembada Beras.Dalam Pemikiran Guru Besar
USU Dalam Pembangunan Dewan Guru Besar USU. USU Press, Medan.
Suparyono, dan Setyono, A., 1993. Mengatasi Permasalahan Budi Daya Padi.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Sutedjo, M. M., dan Kartasapoetra, A. G., 1988. Budidaya Tanaman Padi. Bina
Aksara, Jakarta
Varley, R. C. G., 1995. Masalah dan Kebijakan Irigasi Pengalaman Indonesia. PT.
Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta.
Yuniawan, A., 2012. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Prodksi Padi
Usaha Tani Padi Di Kabupaten Ciamins.http://academia.edu [Diakses
pada 24 Juni 2014]

Universitas Sumatera Utara

17

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitiandilaksanakan pada bulan April sampai Mei2014 di Daerah
Irigasi Namu Sira-Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian yaitu data jaringan irigasi
pada daerah irigasi Namu Sira-Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat,
data produksi padi, data luas irigasi, data luas panen, data rerata radiasi matahari
yang sampai ke permukaan bumi, data lamanya waktu pertumbuhan padi yang
diperoleh dari petani dengan metode wawancara, alat tulis, kamera dan komputer.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah observasi lapangan dan data
yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung dengan
petani sebanyak 30 orang.
Data sekunder diperoleh dari dinas/ lembaga pemerintah terkait antara lain
Unit Pelaksana Teknis Namu Sira-Sira Dinas PSDA Provinsi Sumatera Utara,
Dinas Pertanian Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat, Dinas Pertanian
Kabupaten Langkat dan Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika Sumatera
Utara.

17
Universitas Sumatera Utara

18

Pelaksanaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian untuk data primer diperoleh
dilapangan pengambilan sampel dengan wawancara dan pengukuran di lapangan.
1. Pertambahan Berat Kering Tumbuhan
Dihitung dengan menggunakan persamaan (1)
2. Lama Waktu Pertumbuhan
Lama waktu pertumbuhan yaitu lamanya waktu bulir padi terisi sampai padi
siap panen, ditentukan dengan metode wawancara dengan petani sebanyak 30
orang, dan data sekunder dari literatur berkenaan dengan varietasnya.
3. Rerata Radiasi Matahari Yang Sampai Dipermukaan Bumi
Dihitung dengan menggunakan persamaan (2)
4. Koefisien Konversi Energi Surya
Yoshida dalam Pusposutardjo (1991) menyatakan bahwa koefisien konversi
energi surya untuk kawasan tropis sebesar 0,025
5. Luas Lahan Beririgasi
Luas lahan beririgasi diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis Namu Sira-Sira
Dinas PSDA Provinsi Sumatera Utara
6. Luas Lahan Panen
Luas lahan panen merupakan perkalian antara luas lahan beririgasi dengan
frekuensi waktu panen
7. Perkembangan Luas Lahan Beririgasi 5 Tahun Terakhir
Perkembangan luas lahan beririgasi 5 tahun terakhir diperoleh dari Unit
Pelaksana Teknis Namu Sira-Sira Dinas PSDA Provinsi Sumatera Utara dan
dihitung dengan persamaan (3)

Universitas Sumatera Utara

19

8. Nisbah Antara Luas Lahan Panen Dengan Luas Lahan Beririgasi
9. Keandalan Jaringan Irigasi Untuk Stabilisasi Produksi Padi Sawah
berdasarkan perkembangan kerusakan areal panen minimal dalam 5 tahun
terakhir.
10. Aras Produksi Padi
Dibandingkan antara potensi produksi padi dengan hasil pengukuran/ data
dilapangan
Parameter Penelitian
Adapun parameter penelitian ini yaitu:
1. Pertambahan Berat Kering Tumbuhan (kg/ha)
2. Lama Waktu Pertumbuhan (hari)
3. Rata-Rata Radiasi Matahari (kal/cm2 hari)
4. Koefisien Konversi Energi Surya (%)
5. Luas Lahan Sawah (ha)
6. Luas Lahan Irigasi (ha)
7. Luas Lahan Panen (ha/tahun)
8. Produktivitas Total(kw/ha/tahun)

Universitas Sumatera Utara

20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Daerah Penelitian
Kecamatan Sei Bingai merupakan salah satu kecamatan yang ada di
Kabupaten Langkat yang memiliki luas wilayah seluas 33.047 Ha dengan
ketinggian tempat 125 Meter dpl, kecamatan ini memiliki 16 Desa/Kelurahan
dengan tanah darat seluas 8962 Ha, lahan sawah seluas 3019 Ha, perkebunan
seluas 4720 Ha, perkebunan besar/swasta seluas 4455 Ha, hutan seluas 11890 Ha
dan lain-lain seluas 8 Ha (Dinas Pertanian Kecamatan Sei Bingai Kabupaten
Langkat, 2014).
Irigasi Namu Sira-Sira merupakan irigasi teknis yang ada di Sumatera
Utara yang mencakup empat wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Sei Bingai,
Kecamatan Kuala, Kecamatan Selesai dan Kecamatan Binjai Selatan. Irigasi ini
termasuk irigasi teknis dimana pengelolaan saluran primer dan skunder dilakukan
oleh pemerintah sedangkan saluran tersier dibuat dan dikelola oleh Perkumpulan
Petani Pemakai Air (P3A) (Dinas Pertanian Kabupaten Langkat, 2014).

Rerata Radiasi Matahari
Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat terletak antara 030 36’ 34’’ (LU)
sampai 980 18’30’’ (BT). Nilai rerata Rs diperoleh dari Stasiun Sampali Medan
yang dianggap dapat mewakili Daerah Irigasi Namu Sira-Sira Kecamatan Sei
Bingai Kabupaten Langkat dan dapat dilihat pada Tabel 1.

20
Universitas Sumatera Utara

21

Tabel 1. Nilai Rerata Radiasi Matahari di Kec. Sei Bingai Kab. Langkat
No
Tahun
1
2009
2
2010
3
2011
4
2012
5
2013
Sumber : BMKG Sampali Medan (2014)

Nilai Rs
232,58
217,56
226,88
260,84
243,08

Rata-rata radiasi matahari digunakan untuk mengetahui nilai produksi
beras bersih atau nilai potensi produksi padi per satuan luas lahan.Hal ini
menunjukkan bahwa radiasi matahari sangat mempengaruhi hasil produksi
tanaman padi.
Rata-rata radiasi matahari pada 5 tahun terakhir memiliki nilai yang
berbeda-beda, hal ini disebabkan karena energi surya yang diterima dipuncak
atmosfer dan persen lama penyinaran yang berbeda-beda setiap tahunnya.
Nilai Rs sangat berpengaruh terhadap produktivitas lahan padi sawah.
Karena radiasi matahari sangat penting dalam tahap pemasakan biji, pengisian
gabah dan pembungaan tanaman padi. Hal ini sesuai dengan literatur Yanget al.
(2008) dalam Satoto, dkk (2013) yang menyatakan bahwa radiasi sinar matahari
pada fase pemasakan biji, akumulasi biomassa khususnya pada saat pengisian
gabah, kapasitas produksi sink per unit biomassa dan saat pembungaan merupakan
faktor kritis yang menyebabkan senjang hasil antara musim kemarau dan musim
hujan pada ekosistem lahan sawah irigasi.
Potensi Produksi Padi Persatuan Luas Lahan
Dalam menentukan potensi produksi padi persatuan luas lahan Yosida
(1983) dalam Pusposutardjo (1991) menyarankan bahwa untuk kawasan tropis

Universitas Sumatera Utara

22

nilai Eu (dengan kemampuan konversi energi surya dari tanaman padi tengahan
sampai tinggi seperti varietas unggul sebesar 0,025 (2,5%); K = 4000 kal/g. Lama
waktu pengisian bulir sampai masak (T) di Kecamatan Sei Bingai Kabupaten
Langkat = 30 hari.
Potensi produksi padi persatuan luas lahan di Kecamatan Sei Bingai
Kabupaten Langkat dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 1.

Tabel 2.Potensi Produksi Padi Kecamatan Sei Bingai
No

Tahun

Nilai Rs

1
2
3
4
5

2009
2010
2011
2012
2013

232,58
217,56
226,88
260,84
243,08

Nilai W
(kw/ha)
43,61
40,79
42,54
48,91
45,58

Potensi Produksi Padi/ha
(kw/ha)
87,22
81,58
85,08
97,82
91,16

Potensi Produksi Padi/Ha (Kw/Ha)

100
98
96
94
92
90
88
86
84
82
80
2008

2009

2010

2011

2012

2013

Tahun
Gambar 1.Potensi Produksi Padi Persatuan Luas Lahan Kec. Sei Bingai

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai produksi padi yang dicapai di Kecamatan
Sei Bingai Kabupaten Langkat selama 5 tahun terakhir.Nilai W merupakan nilai

Universitas Sumatera Utara

23

karbohidrat (hasil fotosintesis) bersih yang dihasilkan. Apabila nilai W dianggap
merupakan berat beras, maka dengan menggunakan konversi 0,50 dari gabah
kering giling ke beras maka akan diperoleh potensi produksi/ha padi kering giling
yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Potensi produksi padi persatuan luas lahan di Kecamatan Sei Bingai
Kabupaten Langkat terendah berada pada tahun 2010 dan potensi produksi
tertinggi berada pada tahun 2012.Penurunan dan peningkatan potensi produksi
padi dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti lamanya pengisian bulir padi
hingga panen dan besarnya energi surya yang sampai di permukaan bumi.
Semakin lama waktu pengisian bulir padi maka akan semakin besar pertambahan
berat kering tanaman padi tersebut. Dari hasil penelitian yang dilakukan secara
wawancara menunjukkan bahwa lamanya waktu pengisian bulir padi hingga
panen dengan varietas padi unggul seperti ciherang IR 64, Situbagendit, dan lainlain di Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat yaitu 30 hari. Litbang (2009)
menyatakan bahwa lama waktu pengisian malai sampai bunting pada varietas IR
64 yaitu 30-35 hari. Berdasarkan varietas yang digunakan dengan lama waktu
pengisian bulir 30 hari, maka faktor utama besarnya potensi produksi padi pada 5
tahun terakhir bukan karena lama waktu pengisian bulir, namun karena besarnya
energi surya yang sampai di permukaan bumi (Tabel 2).
Besarnya

energi

surya

yang

sampai

dipermukaan

bumi

juga

mempengaruhi penurunan dan peningkatan potensi produksi padi dimana semakin
besar energi surya yang sampai dipermukaan bumi maka potensi produksi akan
semakin besar (Persamaan 1).

Universitas Sumatera Utara

24

Nilai rerata radiasi matahari (Rs) pada tahun 2012 merupakan nilai rerata
radiasi matahari terbesar dalam kurun 5 tahun terakhir sehingga potensi produksi
padi pada tahun 2012 merupakan potensi produkksi padi tertinggi selama kurun 5
tahun terakhir. Besar kecilnya nilai rerata radiasi matahari yang sampai
dipermukaan bumi merupakan faktor penentu dalam penentuan besarnya potensi
produksi padi. Hal ini sesuai dengan Pusposutardjo (1991) menyatakan bahwa
secara pasti dapat ditetapkan bahwa energi surya yang dapat sampai dipermukaan
bumi (incident solar radiation) akan merupakan faktor penentu nilai batas
produktifitas lahan akan budidaya padi sawah.

Luas dan Perkembangan Lahan Irigasi
Luas lahan irigasi adalah luas lahan yang dirancang untuk dapat diberi air
irigasi di dalam suatu daerah irigasi (DI).Perkembangan luas lahan irigasi pada
Daerah Irigasi Namu Sira-Sira di Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat dapat
dilihat pada Tabel 3dan Gambar 2.
Tabel 3. Luas Lahan Beririgasi dan Produktivitas Padi Sawah di Kecamatan Sei
Bingai Kabupaten Langkat
No

Tahun

1
2
3
4
5

2009
2010
2011
2012
2013

Produktivitas
(kw/ha)
63,64
63,64
61,28
62,54
61,42

Puso (ha)
0
0
0
0
0

Luas lahan beririgasi
(ha)
2.762
2.762
2.762
2.762
2.762

Luas Lahan Beririgasi (Ha)

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Langkat(2014)
3000
2000
1000
0
2008

2009

2010

2011

2012

2013

Universitas Sumatera Utara

25

Tahun
Gambar 2.Luas Lahan Beririgasi dan Produktivitas Padi Sawah Kec. Sei Bingai
Rincian perkembangan luas lahan irigasi menurut kelas irigasinya dapat
dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 3.

Tabel 4. Perkembangan Luas Lahan Beririgasi Kecamatan Sei Bingai
No

Tahun

1
2
3
4
5

2009
2010
2011
2012
2013

Irigasi
Teknis
(Ha)
2357
2357
2357
2357
2357

Irigasi ½
Teknis (Ha)

Irigasi Sederhana
(Ha)

280
280
280
280
280

125
125
125
125
125

Nisbah lahan irigasi
teknis/(semi teknis +
sederhana)
5,82
5,82
5,82
5,82
5,82

Luas Lahan Irigasi (Ha)

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Langkat (2014)

2500
2000
1500
1000
500
0
2008

2009
Irigasi Teknis

2010

2011

Irigasi 1/2 teknis

2012

2013

Irigasi Sederhana

Gambar 3. Perkembangan Luas Lahan Beririgasi Kec. Sei Bingai

Di Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat tidak ada pertambahan luas
lahan irigasi baik teknis, semi teknis maupun sederhana dalam kurun 5 tahun
terakhir dan juga tidak ada kerusakan dalam klas irigasi tersebut.Daerah Irigasi
Namu Sira-Sira di Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat mengarah pada
sasaran peningkatan mutu pelayanan irigasi dengan klas irigasi teknis lebih besar
dari pada irigasi semi teknis dan sederhana. Nisbah antara lahan irigasi teknis

Universitas Sumatera Utara

26

dengan irigasi semi teknis dan sederhana yaitu 5,82. Hal ini berarti bahwa
pengembangan daerah irigasi Namu Sira-Sira mengarah pada potensi untuk
perluasan areal pelayanan dan peningkatan mutu pelayanan irigasi dengan klas
irigasi teknis lebih besar dari pada irigasi semi teknis dan sederhana.

Nisbah Antara Luas Panen dengan Luas Lahan Beririgasi
Nisbah antara luas panen dengan luas lahan beririgasi dapat dipakai
sebagai petunjuk kemampuan pe`layanan jaringan irigasi sebagai sarana budidaya
padi dilahan sawah (Pusposutardjo, 1991).Perkembangan kemampuan pelayanan
jaringan irigasi secara umum di Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat dapat
dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 4.
Tabel 5.Nisbah Antara Luas Panen dengan Luas Lahan Beririgasi
Luas Panen
Padi Sawah
(Ha)
1
2009
2.762
7.345
2
2010
2.762
4.489
3
2011
2.762
6.096
4
2012
2.762
6.970
5
2013
2.762
6.675
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Langkat (2014)

Nisbah Luas Lahan Panen/Luas Irigasi

No

Luas Irigasi
(Ha)

Tahun

Luas Panen/ Luas
Irigasi
2,66
1,62
2,20
2,52
2,42

3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
2008

2009

2010

2011

2012

2013

Tahun
Gambar 4.Nisbah Luas Lahan Panen dan Luas Lahan Irigasi Kec. Sei Bingai

Universitas Sumatera Utara

27

Nisbah luas panen dengan luas lahan beririgasi pada Daerah Irigasi Namu
Sira-Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkatdalam kurun 5 tahun terakhir
yang terendah berada pada tahun 2010 yaitu dibawah 2,0. Hal ini disebabkan oleh
luas lahan panen padi sawah yang masih rendah yang kurang memperhatikan
dalam hal pengolahan tanah, bibit, pemberian pupuk serta penyuluhan oleh
penyuluh pertanian kepada petani.Hal ini sesuai dengan literatur Yuniawan(2012)
yang menyatakan bahwa faktor lahan dan keikutsertaan petani pada kegiatan
pelatihan berpengaruh signifikan terhadap produksi padi.Selanjutnya ditahun
2009, 2011-2013 terjadi peningkatan menjadi diatas 2,0. Hal ini menunjukkan
bahwa sasaran 2 x tanam padi per tahun di lahan sawah beririgasi dapat tercapai
dan usaha pemerintah serta petani untuk meningkatkan hasil panen dengan
memperhatikan berbagai hal seperti pengolahan tanah, bibit, pemberian pupuk
serta penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh pertanian. Artinya bahwa
kemampuan pelayanan jaringan irigasi di Kecamatan Sei Bingai Kabupaten
Langkat sudah cukup baik.

Keandalan Jaringan Irigasi Untuk Stabilisasi Produk Padi Sawah
Pada Daerah Irigasi Namu Sira-Sira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten
Langkat tidak ada kerusakan luas lahan beririgasi dan kerusakan areal panen
(Tabel 3)serta luas lahan panen dari tahun ke tahun yang cenderung meningkat
yang menunjukkan bahwa jaringan irigasi ini sudah mampu untuk mengatasi
masalah kekeringan (kemarau) sehingga keandalan jaringan irigasi untuk
stabilisasi produk padi sawah di daerah ini sudah cukup baik dalam meningkatkan
produksi padi sawah. Pusposutardjo (1991) menyatakan bahwa fluktuasi luas

Universitas Sumatera Utara

28

panen per satuan luas lahan irigasi merupakan salah satu indikator keandalan
fungsional jaringan irigasi untuk menunjang stabilisasi produksi padi sawah.
Departemen Pertanian dalam Badan Litbang Pertanian (2009) menyatakan
bahwa peningkatan produksi padi masih dapat diupayakan melalui indeks
pertanaman (IP) dan produktivitasnya.Pada lahan sawah yang dianjurkan dengan
IP padi 200 atau dua kali dalam setahun. Di beberapa daerah sebagian petani
mengusahakan padi lima kali panen dalam 2 tahun (IP 250) dan dilokasi tertentu
bahkan tiga kali pertahun (IP 300) karena air tersedia sepanjang musim. Program
intensifikasi padi selama ini terutama diarahkan pada lahan irigasi dengan suplai
air yang terjamin.
Daerah Irigasi Namu Sira-Sira di Kecamatan Sei Bingai Kabupaten
Langkat sudah dapat mencapai sasaran anjuran Pemerintah 2 x tanam padi per
tahun dimana faktor utama rendahnya laju produktivitas bukan karena daya
dukung irigasi tetapi yang utama adalah perawatan tanaman seperti pemupukan,
dosis yang tepat, jadwal pemupukan dan cara pemupukan.
Aras Pencapaian Produksi Padi
Aras pencapaian produksi padi di Kecamatan Sei Bingai Kabupaten
Langkat dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 5.
Tabel 6. Aras Pencapaian Produksi Padi Kecamatan Sei Bingai
No
1
2
3
4
5
*)

Potensi Produksi Padi/ha
Produksi Padi Dalam Insus
(kw/ha)
(kw/ha) *)
2009
87,22
63,64
2010
81,58
63,64
2011
85,08
61,28
2012
97,82
62,54
2013
91,16
61,42
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Langkat (2014)
Tahun

Aras (%)
72,96
78,01
72,02
63,93
67,38

Universitas Sumatera Utara

29

100
Aras (%)

80
60
40
20
0
2008

2009

2010

2011

2012

2013

Tahun
Gambar 5.Aras Pencapaian Produksi Padi Kec. Sei Bingai
Aras pencapaian produksi padi tertinggi di Kecamatan Sei Bingai
Kabupaten Langkat adalah 78,01% yang berada pada tahun 2010 dan terendah
pada tahun 2012 sebesar 63,93%.
Aras pencapaian produksi padi pada tahun 2012 dan 2013 memiliki nilai
yang cenderung rendah dari tahun-tahun sebelumnya dimana penurunan aras ini
dipengaruhi oleh potensi produksi padi yang tinggi pada tahun 2012 dan 2013
sedangkan produktivitas padi dalam insus memiliki nilai yang rendah.
Dalam kurun 5 (lima) tahun terakhir aras pencapaian produksi padi
tertinggi 78,01% dan terendah 63,93%. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
keandalan jaringan irigasi yang sudah cukup baik belum mampu meningkatkan
potensi produksi padi menuju aras pencapaian yang maksimal. Aras produksi
yang tinggi dapat mencapai 90%.Pusposutardjo (1991) menyatakan bahwa aras
produksi >90% merupakan nilai produksi yang sangat tinggi. Dari data yang
diperoleh menyatakan bahwa belum tercapainya aras produksi padi yang tinggi
(90%) karena masih lemahnya manajemennya. Asnawi dalam Varley (1995)

Universitas Sumatera Utara

30

menyatakan bahwa salah satu pokok dalam irigasi adalah kelemahan
manajemen.Kelemahan ini terjadi karena perhatian dalam membangun irigasi
hanya tertuju pada hal-hal fisik bangunan irigasi.Dalam meningkatkan
produktivitas

pertanian

menuju

swasembada

beras

dilakukan

program

intensifikasi melalui peningkatan mutu dalam penggunaan pupuk, bibit, peptisida,
irigasi yang baik, pengolahan lahan, pemberantasan hama dan penyuluhan
langsung kepada petani untuk memberikan bimbingan dalam menerapkan
pemakaian bibit unggul, pupuk kimia, peptisida, irigasi yang baik dan perbaikan
bercocok tanam. Dengan dilakukan penyuluhan kepada petani, program
intensifikasi dapat terlaksana.

Universitas Sumatera Utara

31

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Potensi produksi padi terendah yaitu 81,58 Kw/Ha pada tahun 2010 dan
tertinggi yaitu 97,82 Kw/Ha pada tahun 2012.
2. Lamanya waktu pengisian bulir padi sampai masak yaitu 30 hari.
3. Tidak ada kerusakan areal tanam, jaringan irigasi dan tidak ada perkembangan
jaringan irigasi di Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat.
4. Nisbah antara irigasi teknis dengan irigasi semi teknis dan sederhana yaitu 5,82
yang menunjukkan bahwa klas irigasi teknis lebih besar daripada semi teknis
dan sederhana.
5. Nisbah antara luas panen dengan luas irigasi terendah yaitu 1,62 pada tahun
2010 dan tertinggi yaitu 2,66 pada tahun 2009, selanjutnya 2011-2013 nisbah
berada diatas 2,0 yang menyatakan sasaran 2 x tanam padi per tahun dapat
tercapai.
6. Keandalan jaringan irigasi sudah cukup baik karena tidak ada kerusakan
jaringan irigasi tetapi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan manajemen dan
daya dukung irigasi.
7. Aras pencapaian produksi padi terendah yaitu 63,93% pada tahun 2012 dan
tertinggi yaitu 78,01% pada tahun 2010.
Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya perlu adanya pengukuran rerata radiasi matahari
secara langsung pada daerah penelitian untuk mendapatkan hasil yang lebih
akurat.

31
Universitas Sumatera Utara

5

TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Irigasi
Irigasi

adalah

tanahuntukpertumbuhantanaman
praktisdalampenanamandan

prosesaplikasibuatanairkepermukaan
di

bidang

pertanian.

merancangsistempasokan

Secara

airuntuklahan

pertanianuntuk melindungitanaman dariefekburukdarikekeringanataucurah hujan
yang rendah.Hal tersebut termasukpembangunanbendung, bendungan,dansistem
kanaluntukpasokan regulerdarisumber air kelahan (Basak, 1999).
Menurut Dumairy (1992) berdasarkan sudut pandangan cara pemberian
airnya pada tanaman, irigasi digolong-golongkan menjadi irigasi permukaan,
irigasi curah dan irigasi bawah tanah. Irigasi permukaan (surface irrigation)
adalah metode irigasi yang pemberian airnya pada tanaman dilakukan dengan cara
penggenangan atau pengaliran di permukaan tanah. Metode irigasi semacam ini
merupakan metode yang sangat umum dipraktekkan dalam kegiatan usaha tani,
baik yang disengaja maupun tanpa disengaja, pada pengairan yang bersifat teknis
maupun sederhana. Irigasi permukaan ini dibedakan atas irigasi permukaan
dengan cara penggenangan dan irigasi permukaan dengan cara pengaliran.
Metode irigasi bervariasi dalam berbagai bagian dunia dan pada berbagai
tanah pertanian dalam suatu lingkungan karena perbedaan pada tanah, topografi,
persediaan air, tanaan dan kebiasaan.Metode irigasi penggenangan maupun
metode galengan dan pengolaman cocok untuk tanaman makanan ternak maupun
padi.Tanaman yang berderet diberi air dengan alur.Setiap atau kombinasi
beberapa metode bisa baik sekali diterapkan pada satu tanah pertanian
(Hansen, dkk., 1992).

5
Universitas Sumatera Utara

6

Saluran irigasi di daerah irigasi teknis dibedakan menjadi saluran irigasi
pembawa air dan saluran pembuang.Ditinjau dari jenis dan fungsinya saluran
irigasi pembawa dapat dibedakan menjadi saluran primer, sekunder, tersier serta
kuarter.Ditinjau dari letaknya saluran irigasi pembawa dapat pula dibedakan
menjadi saluran garis tinggi/kontur dan saluran garis punggung.Saluran garis
tinggi yaitu saluran yang ditempatkan sejurusan dengan garis tinggi/kontur.
Saluran garis punggung yaitu saluran yang ditempatkan pada punggung medan.
Pada saluran pembawa, dapat dibuat saluran tanpa pasangan dan saluran dengan
pasangan (Mawardi, 2007).
Tanaman Padi
Di Indonesia dan di negara lain padi ditanam di dua jenis lahan utama
yaitu lahan sawah dan ladang (lahan kering). Di Indonesia padi ditanam di dua
musim yang berbeda yaitu musim hujan dan musim kemarau.Sedangkan
berdasarkan ketersediaan air, sawah dapat digolongkan menjadi dua golongan
besar,

yaitu

sawah

tadah

hujan

dan

sawah

irigasi

teknis

(Suprayono dan Setyono, 1993).
Siregar (1981) menyatakan bahwa tumbuhan padi adalah tumbuhan yang
tergolong tanaman air (waterplant). Sebagai tanaman air bukanlah berarti bahwa
tanaman padi itu hanya bisa tumbuh di atas tanah yang terus menerus digenangi
air, baik penggenangan itu terjadi secara alamiah sebagai terjadi pada tanah rawarawa, maupun penggenangan itu disengaja sebagai terjadi pada tanah-tanah
sawah. Dengan megahnya juga tanaman padi itu dapat tumbuh di tanah daratan
atau tanah kering, asalkan curah hujan mencukupi kebutuhan tanaman akan air.

Universitas Sumatera Utara

7

Padi termasuk genus Oryza L yang meliputi lebih kurang 25 spesies,
tersebar didaerah tropik dan daerah sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan
Australia. Menurut Chevalier dan Neguier padi berasal dari dua benua Oryza
fatua Koenig dan Oryza sativa L berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi
lainya yaitu Oryza stapfii Roschev dan Oryza glaberima Steund berasal dari
Afrika barat. Padi yang ada sekarang ini merupakan persilangan antara Oryza
officinalisdan Oryza sativa f spontania. Di Indonesia pada mulanya tanaman padi
diusahakan didaerah tanah kering dengan sistim ladang, akhirnya orang berusaha
memantapkan hasil usahanya dengan cara mengairi daerah yang curah hujannya
kurang (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul, 2010).
Alternatif untuk pengembangan lingkungan pertanaman padi adalah
dengan mengubah hidrologi pada tanah di daerah itu. Setelah dibuatkan tanggul,
selanjutnya penggenangan dengan air tawar, baik yang berasal dari sungai pasang,
ataupun air tawar yang disalurkan melalui saluran irigasi-irigasi, memungkinkan
tanaman padi tumbuh dengan baik,dengan hasil yang lebih memuaskan (Sutedjo
dan Kartasapoetra, 1988).
Budidaya Tanaman Padi
Suparyono dan Setyono (1997) menyatakan bahwa padi tumbuh baik di
daerah tropis maupun sub tropis. Untuk padi sawah, ketersediaan air yang mampu
menggenangi lahan tempat penanaman sangat penting.Oleh karena itu
menggenang terus-menerus maka tanah sawah harus memiliki kemampuan
menahan air yang tinggi seperti tanah lempung.Untukkebutuhan air tersebut,
diperlukan sumber mata air yang besar kemudian ditampung dalam bentuk waduk

Universitas Sumatera Utara

8

(danau).Dari waduk inilah sewaktu-waktu air dapat dialirkan selama periode
pertumbuhan padi sawah.
Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman-tanaman anakberanak. Demikianlah umpamanya: Bibit yang hanya sebatang saja ditanamkan
dalam waktu yang sangat singkat telah dapat membentuk satu dapuran, dimana
terdapat 20-30 atau lebih anakan/tunas-tunas baru. Kecepatan anak-beranak yang
begitu pesat bisa menimbulkan kesulitan untuk mengetahui manakah di antara
sejumlah batang-batangnya dalam satu rumpun itu yang merupakan batang
utamanya, dan mana yang merupakan batang-batang dari anak/tunas baru
(Siregar, 1981).
Dalam

budidaya

padi,

perlu

diperhatikan

faktor-faktor

penentu

keberhasilan, diantaranya syarat tumbuh, pH tanah, bibit tanaman, serta cara
mengendalikan hama dan penyakit tanaman padi. Lokasi budidaya padi dan syarat
tumbuh tanaman perlu diketahui untuk menentukan varietas maupun pengendalian
hama dan penyakit. Tanaman padi sawah memerlukan curah hujan antara 200
mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun, ketinggian tempat optimal 0-1500 mdpl.
Suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman 23°C.Intensitas sinar matahari penuh
tanpa naungan.Budidaya padi sawah dapat dilakukan di segala musim.Air sangat
dibutuhkan oleh tanaman padi.Saat musim kemarau, air harus tersedia untuk
meningkatkan produksi.Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah
tanah mengandung pasir, debu, maupun lempung (Kurnianti, 2013).
Potensi Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan
Di dalam suatu set sistem produksi terdapat suatu nilai batas maksimum
produktifitas yang tidak dapat dilampaui tanpa merubah set sistem produksi itu

Universitas Sumatera Utara

9

sendiri. Sampai dengan satu dasawarsa yang akan datang (sampai dengan tahun
2000) secara pasti dapat ditetapkan bahwa energi surya yang dapat sampai ke
permukaan bumi akan merupakan faktor penentu batas produktifitas lahan akan
budidaya padi sawah. Yoshida(1983) dalam Pusposutardjo (1991) menyatakan
bahwa secara kasar produksi maksimum padi yang ditentukan oleh faktor
pembatas energi radiasi surya yang sampai di bumi dapat dihitung dengan rumus :
W=

Eu×T×Rs
K

×104 gm/m2 ………………………………………………………......(1)

dengan
W = pertambahan berat kering tumbuhan (kg/ha)
T = lama waktu pertumbuhan (hari)
Rs = rerata radiasi matahari yang sampai dipermukaan bumi (kal/cm2 hari)
K = tetapan (kal/gr)
Eu = koefisien konversi energi surya (untuk kawasan tropis 0,025)
Hansen, et. al(1980) dalam Pusposutardjo (1991) menyatakan bahwa Nilai
Rs dapat diperhitungan dengan memakairumus empiris Hargreaves
Rs=0,10 Rso (S)1/2 kal/cm2 hari…………………………………………………..(2)
dengan
Rso = energi surya yang diterima dipuncak atmosfir (kal/cm2hari)
S

= persen lama penyinaran

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Padi
AAK (1992) menyatakan bahwa tanaman padi dapat hidup dengan baik di
daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Dengan kata lain,
padi dapat hidup baik di daerah beriklim panas yang lembab. Pengertian ini

Universitas Sumatera Utara

10

menyangkut curah hujan, temperatur, ketinggian tempat, sinar matahari, angin dan
musim.
1. Curah Hujan
Tanaman padi membutuhkan curah hujan yang baik, rata-rata 200
mm/bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan. Sedangkan curah hujan
yang dikehendaki pertahun sekitar 1500-2000 mm. Curah hujan yang baik akan
membawa dampak positif dalam pengairan, sehingga penggenangan air yang
diperlukan tanaman padi di sawah dapat tercukupi.
2. Suhu
Suhu mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan tanaman.Suhu yang
panas merupakan temperatur yang sesuai bagi tanaman padi, misalnya daerah
tropika yang dilalui garis khatulistiwa seperti negara kita ini.Tanaman padi dapat
tumbuh dengan baik pada suhu 230C ke atas, sedangkan negara di Indonesia
pengaruh suhu tidak terasa, sebab suhunya hampir konstan sepanjang
tahun.Adapun salah satu pengaruh suhu terhadap tanaman padi yaitu kehampaan
pada biji.
3. Tinggi tempat
Menurut Junghun dalam AAK (1992), hubungan antara tinggi tempat
dengan tanaman padi adalah sebagai berikut :
a. Daerah antara 0-650 meter dengan suhu antara 26,50C-22,50C
termasuk 96% dari luas tanah di Jawa, cocok untuk tanaman padi.
b. Daerah antara 650-1500 meter dengan suhu antara 22,50C-18,70C
masih cocok untuk tanaman padi.

Universitas Sumatera Utara

11

4. Sinar matahari
Tanaman padi memerlukan sinar matahari.Hal ini sesuai dengan syarat
tumbuh tanaman padi yang hanya dapat hidup di daerah berhawa panas. Di
samping itu, sinar matahari diperlukan untuk berlangsungnya proses fotosintesis,
terutama pada saat tanaman berbunga sampai proses pemasakan buah. Proses
pembungaan dan kemasakan buah berkaitan erat dengan intensitas penyinaran
dan keadaan awan.
5. Angin
Angin mempunyai pengaruh positif dan negatif terhadap tanaman padi.
Pengaruh positifnya, terutaman pada proses penyerbukan dan pembuahan. Tetapi
angin juga berpengaruh negatif, karena penyakit yang disebabkan oleh bakteri
atau jamur dapat ditularkan oleh angin, dan apabila terjadi angin kencang pada
saat tanaman berbunga, buah dapat menjadi hampa dan tanaman roboh. Hal ini
akan lebih terasa lagi apabila penggunaan pupuk N berlebihan, sehingga tanaman
tumbuh terlalu tinggi.
6. Musim
Musim berhubungan erat dengan hujan yang berpengaruh di dalam
penyediaan air, dan hujan dapat berpengaruh terhadap pembentukan buah (ingat
penyerbukan dan pembuahan) sehingga sering terjadi bahwa penanaman padi
pada musim kemarau mendapatkan hasil yang lebih tinggi daripada penanaman
padi pada musim hujan, dengan catatan apabila pengairan baik.
Selain dipengaruhi oleh faktor iklim, pertumbuhan tanaman padi juga
dipengaruhi oleh keadaan tanah. Siregar (1981) menyatakan bahwa sejalan
dengan keadaan/ kondisi di mana padi itu dipertanamkan, menanam padi di tanah

Universitas Sumatera Utara

12

yang sengaja digenangi air yaitu tanah sawah, usaha penanaman padi itu disebut
“menyawah”, sementara penanaman padi di tanah kering atau tanah darat disebut
“berladang”. Varietas padi yang dipergunakan untuk lahan yang digenangi air
disebut varietas padi sawah, sementara varietas yang dipergunakan untuk tanah
darat/kering disebut varietas padi ladang. Selanjutnya AAK (1992) menyatakan
bahwa sifat fisik tanah yang mempengaruhi pertumbuhan padi yaitu tekstur tanah,
struktur tanah, air serta udara dalam tanah.
Asnawi dalam Varley (1995) menyatakan bahwa salah satu faktor
penghambat utama dari program swasembada adalah faktor tersedianya air irigasi
secara cukup yang dapat dikendalikan pada waktu yang tepat di sawah-sawah
petani.Hasil studi saya di Sumatera Barat menunjukkan dengan nyata bahwa air
irigasi tidak saja meningkatkan hasil perhektar secara langsung tetapi juga untuk
memberikan respon tanaman terhadap pupuk kimia.Varietas padi unggul baru
tinggi hasilnya kalau diberi pupuk kimia dengan dosis yang tepat. Respon
tanaman terhadap pupuk akan muncul jika ada air irigasi.Barker dan Herdt (1984)
dalam Varley (1995) juga menyatakan serupa dimana kontribusi irigasi terhadap
kenaikan produksi padi berbanding terbalik dengan kelas irigasi (rendah, sedang
dan tinggi).Kesimpulannya, disamping penyuluhan langsung, irigasi merupakan
prasarana penentu agar teknologi baru (bibit unggul dan pupuk kimia) dapat
berperan secara efektif.
Debit air yang akan dialirkan pada luas lahan sawah yang dialiri
berhubungan dengan efisiensi irigasi. Dumairy (1992) menyatakan bahwa
kebutuhan air di persawahan dihitung berdasarkan dalamnya kebutuhan air
dikalikan dengan luas daerah irigasi kemudian ditambah besarnya kehilangan air

Universitas Sumatera Utara

13

di perjalanan.Kehilangan air di perjalanan maksudnya air yang hilang selama
dalam perjalanannya dari bangunan induk menuju petak persawahan, yakni air
yang hilang di salurkan baik karena evaporasi ataupun karena perembesan ke
dalam tanah. Hal ini menunjukkan bahwa debit air akan mempengaruhi efisiensi
irigasi dimana debit air yang akan dialirkan akan berkurang dan berpengaruh
terhadap jumlah air yang akan diberikan sebagai salah satu indikator dari efisiensi
irigasi.
Potensi Sistem Irigasi Untuk Mendukung Budidaya Padi Sawah
Pusposutardjo (1991) menyatakan bahwa kinerja jaringan irigasi sangat
tergantung pada cara eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi serta
pengelolaan air. Dengan demikian kinerja jaringan irigasi akan ditentukan oleh
empat anasir utamanya, yaitu keadaan fisik jaringan, kemampuan pengoperasian
jaringan oleh petugas (personil Dinas Pengairan, PU), petani pemanfaat air, dan
ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan yang mengingat pengoperasian dan
pemanfaatan. Ke empat anasir tersebut beserta proses kegiatannya dinamakan
sebagai sistem irigasi. Di dalam analisis tinjau, potensi sistem sebagai sarana
pendukung budidaya padi sawah dapat ditunjukkan dengan memakai tiga bentuk
tolok ukur, yaitu luas dan perkembangan lahan irigasi, nisbah (ratio) antara luas
lahan panen dengan lahan beririgasi, serta keandalan sistem irigasi untuk
stabilisasi produksi.
1. Luas dan perkembangan lahan Irigasi
Pusposutardjo (1991) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan luas
lahan irigasi adalah luas lahan yang dirancang untuk dapat diberi air irigasi dalam
suatu daerah irigasi (DI). Analisis tentang luas dan perkembangan lahan irigasi di

Universitas Sumatera Utara

14

Indonesia selama empat kali Pelita dijumpai tiga hal yang menarik, diantaranya
adalah :
1. Wirosoemarto (1983) dalam Pusposutardjo (1991) menyatakan bahwa biaya
pembangunan jaringan irigasi perkesatuan luas yang cenderung naik.
Kecenderungan akan naiknya biaya pembangunan jaringan irigasi ternyata
tidak hanya semata-mata disebabkan oleh karena faktor perkembangan
moneter, tetapi juga disebabkan oleh faktor kesulitan teknis konstruksi yang
terus meningkat sebagai akibat keterbatasan air dan lahan.
2. Di Jawa pertambahan luas lahan irigasi teknis ternyata diikuti dengan
menurunnya luas lahan irigasi semi teknis dan irigasi sederhana. Bila
perubahan luas lahan klas irigasi dihubungkan dengan nisbah luas lahan antar
klas irigasi maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan jaringan irigasi di
Jawa dimaksudkan untuk lebih bersifat peningkatan mutu kemampuan
pelayanan (pengelolaan air) dibandingkan dengan bertambah luasnya
kemampuan pelayanan. Keadaan perkembangan lahan irigasi seperti di Jawa
berlangsung oleh karena adanya dua kendala utama yaitu keterbatasan lahan
untuk dijadikan lahan sawah baru dan keterbatasan sumberdaya air yang
dapat dikembangkan.
Di luar Jawa yang masih mempunyai potensi untuk perluasan areal dan
sumberdaya air yang dapat dikembangkan relatif masih banyak, pengembangan
irigasi dapat mengarah pada dua sasaran, yaitu perluasan areal pelayanan dan
peningkatan mutu pelayanan irigasi yang diupayakan dengan peningkatan klas
irigasi.Oleh karenanya maka luas lahan dari dua klas irigasi di Indonesia dapat
berkembang bersama-sama.

Universitas Sumatera Utara

15

Nisbah luas lahan irigasi teknis dengan luas lahan irigasi semi teknis dan
sederhana adalah :
Luas Lahan Irigasi Teknis

Nisbah luas lahan irigasi teknis = Luas irigasi semi teknis+luas irigasi sederhana…….......(3)
2.

Nisbah Antara Luas Lahan Panen Dengan Luas Lahan Beririgasi
Pusposutardjo (1991) menyatakan bahwa nisbah antara luas panen dengan

luas lahan beririgasi dapat dipakai sebagai petunjuk kemampuan pelayanan
jaringan irigasi sebagai sarana budidaya padi dilahan sawah.Apabila nilai nisbah
selalu dibawah 2, hal ini berarti bahwa sasaran 2 x tanam padi dapat
tercapai.Untuk Indonesia secara keseluruhan ternyata perkembangan luas lahan
irigasi tidak dapat secara proposional diimbangi dengan luas panen.Bahkan ada
kecenderungan kemampuan lahan beririgasi untuk mendukung luas panen
menurun meskipun secara statistik penurunan tersebut tidak nyata.
3.

Keandalan Jaringan Irigasi Untuk Stabilisasi Produksi Padi Sawah
Keandalan fungsional jaringan irigasi terhadap perubahan iklim dapat

dilihat melalui fluktuasi luas panen per satuan luas lahan irigasi.Selain itu,
keandalan jaringan irigasi ini juga dapat dilihat dari angka kerusakan luas areal
panen pada luasan tertentu selama periode tertentu pula.Jika angka kerusakan
semakin tahun cenderung meningkat maka dapat dikatakan bahwa keandalan
jaringan irigasi untuk menunjang stabilisasi produksi padi sawah masih perlu
ditingkatkan (Pusposutardjo, 1991).
Pusposutardjo (1991) mengemukakan bahwa keandalan fungsional
jaringan irigasi dapat pula ditentukan oleh manajemen irigasinya.Varley (1995)
mengemukakan bahwa kemajuan pembangunan fisik jaringan irigasi di Indonesia
tidak diimbangi dengan kemajuan manajemen irigasinya. Kenyataan di lapangan

Universitas Sumatera Utara

16

banyak jaringan irigasi yang tidak berfungsi dengan baik, terjadi kebocoran dalam
penyaluran dan pemberian air, lemahnya perawatan dan pemeliharaan jaringan
irigasi, distribusi air yang tidak merata, serta jadwal giliran pemakaian air yang
yang tidak tertib.
Beberapa kendala dalam meningkatkan keandalan jaringan irigasi dalam
stabilisasi produk padi sawah, antara lain:
1. sumber air irigasi umumnya berasal dari air limpasan yang diambil dengan
bendung ( run offon the river system)
2. sistem irigasi yang ada dirancang untuk dioperasikan atas dasar jadwal
waktu operasi yang tetap sedangkan pasok air hujan berlangsung secara
stokhastik
3. perubahan lingkungan yang mempengaruhi sifat hubungan hujan-limpasan
berlangsung cepat
4. keterbatasan data dan sarana pengumpulan data klimatologi dan hidrologi
yang sangat menentukan berhasilnya pencapaian fungsional jaringan
(Pusposutardjo, 1991).
Aras Pencapaian Produksi Padi
Pusposutardjo (1991) menyatakan bahwa apabila nilai produksi yang
sangat tinggi dan penerapan teknologi yang sangat efisien maka akan sulit kiranya
untuk menaikkan produktifitas lahan per satuan luas, tanpa merubah set teknologi
yang ada guna memperoleh pasok energi surya yang lebih banyak lagi. Angka
pencapaian tersebut dapat dibandingkan dengan angka potensi produksi per satuan
luas. Apabila aras pencapaian produksi padi sudah >90% berarti nilai produksi
sawah sangat tinggi.

Universitas Sumatera Utara

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi (oryza sativa l.) tumbuh baik di daerah tropis maupun subtropis.Untuk padi sawah, ketersediaan air yang mampu menggenangi lahan tempat
penanaman sangat penting.Oleh karena air menggenang terus-menerus maka
tanah sawah harus memiliki kemampuan menahan air yang tinggi, seperti tanah
lempung.Untuk kebutuhan air tersebut, diperlukan sumber mata air yang besar,
kemudian ditampung dalam bentuk waduk (danau).Dari waduk inilah sewaktuwaktu

air

dapat

dialirkan

selama

periode

pertumbuhan

padi

sawah

(Suparyono dan Setyono, 1997).
Dumairy (1992) menyatakan bahwa irigasi adalah usaha pengadaan dan
pengaturan air secara buatan, baik air tanah maupun air permukaan, untuk
menunjang pertanian. Ruang lingkup atau bidang tugas irigasi meliputi empat
pekerjaan pokok sebagai berikut :
1. Pengadaan/pengembangan sumber-sumber air alamiah dan penggunaannya
2. Pengaliran air dari daerah sumber ke areal pertanian yang membutuhkan
3. Pemberian dan pembagian air areal pertanian sampai ke tingkat usaha tani
4. Pembuangan kelebihan air dari areal pertanian secara teratur dan
terkendali (drainasi).
Berdasarkan tipenya irigasi dapat dibedakan atas irigasi teknis maju,
irigasi teknis, irigasi semi teknis dan irigasi sedarhana. Wirawan, (1991) dalam
Rusydatulhal, (2004) mengatakan bahwa dilihat dari segi konstruksi jaringannya,
Direktorat Jenderal Pengairan mengklasifikasikan sistem irigasi menjadi empat
macam, diantaranya:

1
Universitas Sumatera Utara

2

a. Irigasi sederhana, yaitu sistem irigasi yang konstruksinya dilakukan dengan
sederhana, tidak memiliki pintu pengaturan dan alat pengukur sehingga
efisiensinya rendah
b.

Irigasi setengah teknis, yaitu sistem irigasi dengan pintu pengatur dan alat
pengukur hanya terdapat pada bangunan pengambilan (head work) saja dan
diharapkan efisiensinya sedang

c.

Irigasi teknis, yaitu sistem irigasi yang dilengkapi dengan alat pengatur dan
pengukur pada head work, bangunan bagi dan bangunan sadap sehingga
efisiensi irigasinya tinggi

d.

Irigasi Teknis Maju, yaitu sistem irigasi dimana airnya dapat diatur dan
diukur pada seluruh jaringan irigasi serta diharapkan efisiensi sangat tinggi
Pusposutardjo (1991) mengatakan dalam penelitiannya bahwa dalam

keterbatasan dana pembangunan yang tersedia, biaya investasi per satuan luas
lahan beririgasi yang cenderung naik, dan ketergantungan yang sangat tinggi dari
produksi padi terhadap sawah beririgasi justru timbul berbagai tanggapan yang
menunjukkan kelemahan terhadap kinerja dari jaringan yang ada maupun
pelaksanaan pengembangan jaringan irigasi yang sedang dilaksanakan. Berbagai
kasus seperti tidak terpenuhinya jaringan irigasi di Proyek Irigasi Simalungun,
kemampuan berfungsi yang sangat rendah dari jaringan irigasi di Kalimantan
Timur serta tidak difungsikannya jaringan irigasi yang telah selesai dibangun di
Kalimantan Tengah, merupakan hal-hal yang sangat memprihatinkan untuk segera
ditangani pemecahan masalahnya.Hal ini terutama bila dikaitkan dengan peran
irigasi sebagai salah satu sarana utama untuk mempertahankan potensi produksi
padi.

Universitas Sumatera Utara

3

Irigasi Namu Sira-Sira merupakan salah satu irigasi teknis yang ada di
Sumatera Utara, yang mencakup empat wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Sei
Bingai, Kecamatan Kuala, Kecamatan Selesai dan Kecamatan Binjai Selatan, dan
daerah ini merupakan daerah penghasil beras di Kabupaten Langkat.Kecamatan
yang paling luas mendapat pelayanan dari Irigasi Namu Sira-Sira adalah
Kecamatan Sei Bingai.Irigasi ini termasuk irigasi teknis dimana pengelolaan
saluran primer dan sekunder dilakukan oleh pemerintah sedangkan saluran tersier
dibuat dan dikelola oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A).
Berdasarkan tipe irigasi yang dimilikinya, daerah ini cukup potensial
sebagai penghasil beras. Namun dengan berbagai keterbatasan daya dukung lahan,
teknologi dan sumber daya manusia terutama di tingkat wilayah tersier perlu
diketahui sampai sejauh mana potensi produksi padi di daerah Irigasi Namu SiraSira Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat dengan menganalisis data yang
diperoleh dari data primer dan data sekunder yang diperoleh dari wawancara
petani dan instansi pemerintah terkait.
Penelitian ini bersifat observasi lapang dimana menganalisis data secara
deskriptif dan kuantitatif yang diperoleh dari data primer dan data sek