ANALISIS PERANAN SAKSI AHLI BANK INDONESIA BANDAR LAMPUNG DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG (Studi Pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang)

(1)

Admosudirjo. Prajudi. 2001.Teori Kewenangan. PT. Rineka Cipta Jakarta. 2001 Bank Indonesia. 2004Materi Penataran Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah. Jakarta Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1998. Penerbit Balai Pustaka. Jakarta.

Marpaung, Leden. 2009. Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan dan Penyidikan). Sinar Grafika. Jakarta.

Sigalingging, Hotbin. Ery Setiawan. dan Hilde D. Sihaloho. 2005.Kebijakan Pengedaran Uang di Indonesia. Bank Indonesia. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1986.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.Raja Grafindo Persada. Jakarta.

________________. 1999.Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta

________________. 2002.Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press.Jakarta

Tim Perundang-Undangan dan Pengkajian Hukum. 2005.Paradigma Baru dalam Menghadapi Kejahatan Mata Uang (Pola Pikir, Pengaturan, dan

Penegakan Hukum).Direktorat Hukum Bank Indonesia. Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jis Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 Tentang Pemberlakuan Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia


(2)

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1971 Tentang Pembentukan Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal)

Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/14/PBI/2004 tentang Pengeluaran,

Pengedaran, Pencabutan dan Penarikan, serta Pemusnahan Uang Rupiah. Tim Perundang-Undangan dan Pengkajian Hukum.Paradigma Baru dalam

Menghadapi Kejahatan Mata Uang (Pola Pikir, Pengaturan, dan Penegakan Hukum).Direktorat Hukum Bank Indonesia. Jakarta. 2005.


(3)

Halaman

I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual... 7

E. Sistematika Penulisan ... 13

II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

A. Pengertian Peranan... 15

B. Alat-Alat Bukti... 18

C. Pembuktian Pidana... 22

D. Tindak Pidana Pemalsuan Uang ... 25

E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum ... 35

III METODE PENELITIAN... 37

A. Pendekatan Masalah... 37

B. Sumber dan Jenis Data ... 37

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 39

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 39


(4)

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 42

A. Karakteristik Responden ... 42

B. Peranan Saksi Ahli Bank Indonesia Bandar Lampung dalam Pembuktian Tindak Pidana Pemalsuan Uang ... 46

C. Faktor-Faktor Penghambat Peranan Saksi Ahli Bank Indonesia Bandar Lampung dalam Pembuktian Tindak Pidana Pemalsuan Uang ... 63

V PENUTUP... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran... 68

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(5)

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Peranan saksi ahli Bank Indonesia Bandar Lampung dalam pembuktian tindak pidana pemalsuan uang termasuk dalam peranan faktual, karena saksi ahli melaksanakan peranan berdasarkan fakta atau kejadian nyata yaitu tindak pidana pemalsuan uang di Kota Bandar Lampung. Peranan faktual ini dilakukan saksi ahli untuk membantu penyidik kepolisian dalam menentuan keaslian uang, menyampaikan keterangan hasil pemeriksaan terhadap mata uang baik secara lisan maupun tertulis, serta memberikan keterangan ahli dalam sidang pengadilan. Secara factual, peranan saksi ahli Bank Indonesia ini dilaksanakan dalam pembuktian tindak pidana pemalsuan uang sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang Nomor: 770/PID/B/2009/PNTK, bahwa Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang yang menjatuhkan pidana terdahadap terdakwa Taufik Jaya Bin Sukirno karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pemalsuan uang.

2. Faktor-faktor yang menghambat peranan saksi ahli Bank Indonesia Bandar Lampung dalam pembuktian tindak pidana pemalsuan uang adalah:


(6)

68

a. Faktor aparat penegak hukum, mulai dari pihak kepolisian, kejaksaan dan pengadilan membutuhkan waktu yang relatif lama untuk menyelesaikan kasus tindak pidana pemalsuan uang. Saksi ahli dari Bank Indonesia pun harus menunggu proses tersebut mulai dari penyidikan, penuntutan sampai dengan persidangan, sedangkan saksi ahli sudah melaksanakan peranannya mulai dari tahapan penyidikan oleh pihak kepolisian dan kembali akan memberikan keterangan pada saat pelaksanaan persidangan terhadap terdakwa pelaku tindak pidana pemalsuan uang.

b. Faktor sarana dan fasilitas yang tidak mendukung, yaitu kurang tingginya sistem pengamanan uang rupiah karena para pelaku tindak pidana masih mudah dalam memalsukan uang. Sistem pengamanan uang yang kurang memadai tersebut disebabkan karena tingkat keamanan terhadap (security features) Bank Indonesia masih relatif mudah ditiru oleh para pelaku tindak pidana pemalsuan uang dengan menggunakan teknologi seperti alat pemindai (scanner), perangkat komputer dan mesin printer berwarna.

B. Saran

Saran dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Peranan saksi ahli Bank Indonesia Cabang Lampung dalam pembuktian tindak pidana pemalsuan uang hendaknya semakin ditingkatkan, dengan tidak hanya terbatas pada upaya membantu penyidik dalam mengungkap kasus, tetapi hasil pemeriksaan dan penelitian terhadap uang palsu juga disosialisasikan melalui media sehingga masyarakat luas dapat mengetahui pelaksanaan peran saksi ahli dalam mengungkap tindak pidana pemalsuan uang.


(7)

2. Sarana dan prasarana pendukung dalam pengamanan keaslian uang hendaknya semakin ditingkatkan, sehingga pelaku akan semakin sulit dalam melakukan pemalsuan uang. Selain itu, aparat penegak hukum hendaknya memberikan hukuman secara maksimal kepada para pelaku pemalsuan uang dan peredaran uang palsu, agar efek jera benar-benar dapat diwujudkan kepada para pelaku, mengingat pemalsuan uang merupakan tindak pidana yang berdampak luas, tidak hanya merugikan korban pemalsuan uang, tetapi dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap mata uang dan berpotensi mengganggu kestabilan perekonomian negara secara lebih luas.


(8)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Menurut Soerjono Soekanto (1999: 19), pendekatan yuridis normatif dimaksudkan sebagai upaya memahami persoalan dengan tetap berada atau bersandarkan pada lapangan hukum, sedangkan pendekatan yuridis empiris dimaksudkan untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan dalam penelitian berdasarkan realitas yang ada.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah: 1. Data Primer

Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian dengan cara melakukan wawancara dengan hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dan saksi ahli dari Bank Indonesia Bandar Lampung untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber hukum yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:


(9)

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer bersumber dari: 1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia

b. Bahan hukum sekunder

Bersumber dari bahan-bahan hukum yang dapat membantu dalam menganalisa serta memahami permasalahan dalam penelitian, terdiri dari: 1) Peraturan Bank Indonesia Nomor: 6/14/PBI/2004 Tentang

Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan dan Penarikan, serta Pemusnahan Uang Rupiah

2) Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1971 Tentang Pembentukan Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal)

c. Bahan hukum tersier

Bersumber dari berbagai bahan yang seperti teori atau pendapat para ahli yang tercantum dalam berbagai referensi atau literatur buku-buku hukum, dokumen, arsip, internet dan sumber lain yang berhubungan dengan masalah dalam penelitian.


(10)

39

C. Penentuan Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari obyek pengamatan atau obyek penelitian yang memiliki karakteristik tertentu. Populasi penelitian ini adalah seluruh anggota kepolisian pada Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Hakim pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dan pegawai Bank Indonesia Bandar Lampung.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang masih memiliki ciri-ciri utama dari populasi dan ditetapkan untuk menjadi responden penelitian. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu menetapkan sampel secara sengaja berdasarkan pertimbangan dan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Responden penelitian terdiri dari :

a. Anggota Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung 2 orang b. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung 2 orang c. Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang 2 orang d. Pegawai Bank Indonesia Bandar Lampung 2 orang +

Jumlah 8 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a. Studi pustaka (library research)

Dilakukan dengan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku-buku literatur serta melakukan pengkajian terhadap


(11)

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan dalam skripsi ini.

b. Studi lapangan (field research)

Dilakukan dengan kegiatan wawancara (interview) kepada responden penelitian sebagai usaha mengumpulkan data yang berkaitan dengan penanggulangan peredaran uang palsu di Bandar Lampung

2. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah analisis data yang telah diperoleh sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Adapun pengolahan data yang dimaksud meliputi tahapan sebagai berikut:

a. Seleksi data

Merupakan kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

b. Klasifikasi data

Merupakan kegiatan penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk dianalisis lebih lanjut.

c. Penyusunan data

Merupakan kegiatan penempatan dan menyusun data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sehingga mempermudah interpretasi data.


(12)

41

E. Analisis Data

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Menurut Soerjono Soekanto (1999), analisis data adalah menguraikan data dalam bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis, jelas dan terperinci yang kemudian diinterpretasikan untuk memperoleh suatu kesimpulan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif, yaitu menguraikan hal-hal yang bersifat khusus lalu menarik kesimpulan yang bersifat umum.


(13)

(Studi Pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang)

(Skripsi)

Oleh

RIO PRADANA AKBAR

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(14)

(15)

DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG

(Studi Pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang)

Oleh

RIO PRADANA AKBAR

Tindak pidana pemalsuan uang mengalami perkembangan yang cukup kompleks dan karena objek yang dipalsukan adalah uang sebagai alat pembayaran sah pada suatu negara maka akan berdampak negatif pada perekonomian suatu negara. Tindak pidana pemalsuan uang merupakan tindak pidana khusus, sehingga penyidik perlu menghadirkan seorang atau lebih saksi ahli untuk turut membantu kelancaran proses penyidikan. Oleh karena itu pihak kepolisian meminta bantuan saksi ahli dari Kepala Bank Indonesia Cabang Lampung untuk menunjuk stafnya, guna dimintai keterangan sebagai saksi ahli tindak pidana pemalsuan uang. Pemasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah peranan saksi ahli Bank Indonesia Bandar Lampung dalam pembuktian tindak pidana pemalsuan uang? (2) Faktor-faktor apakah yang menghambat peranan saksi ahli Bank Indonesia Bandar Lampung dalam pembuktian tindak pidana pemalsuan uang?

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Responden penelitian terdiri dari anggota Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung , Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dan Pegawai Bank Indonesia Bandar Lampung. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka (library research) dan studi lapangan (field research). Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif.

Kesimpulan penelitian ini adalah: (1) Peranan saksi ahli Bank Indonesia Bandar Lampung dalam pembuktian tindak pidana pemalsuan uang termasuk dalam peranan faktual, karena saksi ahli melaksanakan peranan berdasarkan fakta atau kejadian nyata yaitu tindak pidana pemalsuan uang di Kota Bandar Lampung. Peranan faktual ini dilakukan saksi ahli untuk membantu penyidik kepolisian dalam menentuan keaslian uang, menyampaikan keterangan hasil pemeriksaan terhadap mata uang baik secara lisan maupun tertulis, serta memberikan keterangan ahli dalam sidang pengadilan. Secara factual, peranan saksi ahli Bank Indonesia ini dilaksanakan dalam pembuktian tindak pidana pemalsuan uang sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang Nomor: 770/PID/B/2009/PNTK, bahwa Pengadilan Negeri


(16)

Rio Pradana Akbar

Kelas IA Tanjung Karang yang menjatuhkan pidana terdahadap terdakwa Taufik Jaya Bin Sukirno karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pemalsuan uang. (2) Faktor-faktor yang menghambat peranan saksi ahli Bank Indonesia Bandar Lampung dalam pembuktian tindak pidana pemalsuan uang adalah: (a) Faktor aparat penegak hukum, mulai dari pihak kepolisian, kejaksaan dan pengadilan membutuhkan waktu yang relatif lama untuk menyelesaikan kasus tindak pidana pemalsuan uang. Saksi ahli dari Bank Indonesia pun harus menunggu proses tersebut mulai dari penyidikan, penuntutan sampai dengan persidangan, sedangkan saksi ahli sudah melaksanakan peranannya mulai dari tahapan penyidikan oleh pihak kepolisian dan kembali akan memberikan keterangan pada saat pelaksanaan persidangan terhadap terdakwa pelaku tindak pidana pemalsuan uang. (b) Faktor sarana dan fasilitas yang tidak mendukung, yaitu kurang tingginya sistem pengamanan uang rupiah karena para pelaku tindak pidana masih mudah dalam memalsukan uang. Sistem pengamanan uang yang kurang memadai tersebut disebabkan karena tingkat keamanan terhadap (security features) Bank Indonesia masih relatif mudah ditiru oleh para pelaku tindak pidana pemalsuan uang dengan menggunakan teknologi seperti alat pemindai (scanner), perangkat komputer dan mesin printer berwarna.

Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Peranan saksi ahli Bank Indonesia Cabang Lampung dalam pembuktian tindak pidana pemalsuan uang hendaknya semakin ditingkatkan, dengan tidak hanya terbatas pada upaya membantu penyidik dalam mengungkap kasus, tetapi hasil pemeriksaan dan penelitian terhadap uang palsu juga disosialisasikan melalui media sehingga masyarakat luas dapat mengetahui pelaksanaan peran saksi ahli dalam mengungkap tindak pidana pemalsuan uang. (2) Sarana dan prasarana pendukung dalam pengamanan keaslian uang hendaknya semakin ditingkatkan, sehingga pelaku akan semakin sulit dalam melakukan pemalsuan uang. Selain itu, aparat penegak hukum hendaknya memberikan hukuman secara maksimal kepada para pelaku pemalsuan uang dan peredaran uang palsu, agar efek jera benar-benar dapat diwujudkan kepada para pelaku.


(17)

A. Latar Belakang Masalah

Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas sesuatu atau objek, di mana sesuatu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, namun sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya. Dalam ketentuan hukum pidana Indonesia dikenal beberapa bentuk kejahatan pemalsuan, yaitu sumpah palsu, pemalsuan merek dan meterai, pemalsuan surat, pemalsuan dokumen dan pemalsuan uang. Tindak pidana pemalsuan uang merupakan kejahatan yang memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena para pelaku tindak pidana pemalsuan uang ini pada umumnya memiliki kemampuan dan keahlian khusus di bidang program komputer maupun teknik percetakan.

Tindak pidana pemalsuan uang dan peredaran uang palsu merupakan kejahatan yang serius karena dampaknya sangat luas yaitu kekayaan korban dan kemampuannya untuk menggunakan uang menjadi hilang, sebab yang bersangkutan menjadi pemegang uang palsu yang tidak ada nilainya (kejahatan terhadap mata uang memiliki akibat langsung terhadap menurunnya kemampuan ekonomi korban) dan dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap uang Rupiah baik domestik maupun internasional.


(18)

2

Dampak lain pemalsuan uang dan peredaran uang palsu adalah bisa mengganggu kestabilan perkonomian nasional, menurunkan kewibawaan negara dan menurunkan kepercayaan terhadap rupiah akan menimbulkan biaya ekonomi yang lebih besar yang harus ditanggung oleh negara, karena Bank Indonesia, memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Selain itu mata uang merupakan salah satu simbol kedaulatan negara, sehingga penggunaan mata uang rupiah di wilayah Republik Indonesia berarti penghormatan terhadap kedaulatan Indonesia, sementara pemalsuan mata uang merupakan suatu tindakan yang tidak menghormati kedaulatan Indonesia, khususnya di bidang ekonomi.

Mengingat kejahatan pemalsuan uang dan peredaran uang palsu merupakan kejahatan yang serius maka diperlukan kebijakan kriminal untuk penanggulangan pemalsuan uang dan peredaran uang palsu tersebut. Kebijakan kriminal merupakan suatu usaha untuk menanggulagi kejahatan melalui penegakan hukum pidana, yang rasional yaitu memenuhi rasa keadilan dan daya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.


(19)

Upaya aparat penegak hukum dalam membuktikan tindak pidana pemalsuan uang adalah dengan meminta bantuan saksi ahli dari Bank Indonesia. Saksi ahli dari Bank Indonesia merupakan pihak yang berkompeten di bidangnya untuk memberikan keterangan atau penjelasan kepada majelis hakim bahwa uang yang menjadi bukti persidangan adalah uang palsu atau bukan, yang didasarkan pada hasil pengamatan atau penelitian saksi ahli terhadap ciri-ciri kepalsuan uang. Uraian di atas sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Angka 28 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, bahwa keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Apa isi yang harus diterangkan oleh ahli, serta syarat apa yang harus dipenuhi agar keterangan ahli mempunyai nilai tidaklah diatur dalam KUHAP, tetapi dapat dipikirkan bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 28 KUHAP, secara khusus ada dua syarat dari keterangan seorang ahli, yaitu:

(1) Bahwa apa yang diterangkan haruslah mengenai segala sesuatu yang masuk dalam ruang lingkup keahliannya.

(2) Bahwa yang diterangkan mengenai keahliannya itu adalah berhubungan erat dengan perkara pidana yang sedang diperiksa.

Kekuatan keterangan ahli secara khusus adalah terletak pada dua syarat tersebut, tetapi secara umum juga terletak pada syarat-syarat umum pembuktian dari alat-alat bukti yang lain, terutama keterangan saksi. Namun karena merupakan syarat, maka apabila ada keterangan seorang ahli yang tidak memenuhi salah satu syarat atau kedua syarat, maka keterangan ahli itu tidaklah berharga dan harus diabaikan.


(20)

4

Menurut data prariset dengan melakukan wawancara kepada Andri Darmawan, selaku Kasir Muda Bank Indonesia Cabang Lampung pada tanggal 28 Nocvember 2011, diketahui bahwa pegawai Bank Indonesia maka diperoleh penjelasan bahwa tindak pidana pemalsuan uang merupakan tindak pidana khusus, sehingga penyidik perlu menghadirkan seorang atau lebih saksi ahli untuk turut membantu kelancaran proses penyidikan. Oleh karena itu pihak kepolisian meminta bantuan saksi ahli dari Kepala Bank Indonesia Cabang Lampung untuk menunjuk stafnya, guna dimintai keterangan sebagai saksi ahli tindak pidana pemalsuan uang.

Alasan bahwa pihak Bank Indonesia yang menjadi saksi ahli dalam tindak pidana pemalsuan uang, bukan dari pihak Laboratorium Forensik atau lembaga lainnya adalah karena pihak Bank Indonesia yang mengetahui secara pasti tentang keaslian uang, pengaman uang (security features), memiliki pusat database uang Rupiah Palsu bernama Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center (BI-CAC). Pihak Bank Indonesia juga memiliki keahlian dalam menentukan palsu atau tidaknya mata uang, baik melalui metode pengamanan kasat mata maupun pengamanan kasat raba. Selain itu Pihak Bank Indonesia dilengkapi dengan berbagai alat pengamanan modern berupa sinar ultra violet (UV lights), sinar infra merah (infra red lights), kaca pembesar (loupe), dan alat plastik tertentu untuk melihatscramble image(tanda air) dalam menentukan keaslian uang.

Upaya yang ditempuh dalam pembuktian pidana sesuai Pasal 183 KUHP:”Hakim

tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dengan dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”


(21)

Hal yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah seharusnya tindak pidana pemalsuan uang ini mengalami penurunan, tetapi pada kenyataannya mengalami peningkatan. Data tindak pidana pemalsuan uang di Kota Bandar Lampung menunjukkan angka yang cukup signifikan. Berdasarkan data Bank Indonesia Cabang Lampung, uang palsu yang ditemukan beredar di Kota Bandar Lampung dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, yaitu pada tahun 2010 senilai Rp40,60 juta dan tahun 2011 senilai Rp55,75 juta. Pemalsuan uang tersebut dilakukan pada berbagai pecahan Rp100.000,00 Rp50.000,00, Rp20.000,00 dan Rp10.000,00 (Sumber: Bank Indonesia Cabang Lampung Tahun 2012).

Berdasarkan uraian di atas penulis akan melakukan penelitian untuk menganalisis Peranan Saksi Ahli Bank Indonesia Bandar Lampung dalam Pembuktian Tindak Pidana Pemalsuan Uang (Studi Pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang)

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah peranan saksi ahli Bank Indonesia Bandar Lampung dalam pembuktian tindak pidana pemalsuan uang?

b. Faktor-faktor apakah yang menghambat peranan saksi ahli Bank Indonesia Bandar Lampung dalam pembuktian tindak pidana pemalsuan uang?


(22)

6

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah hukum pidana formil dalam bidang hukum acara pidana. Ruang lingkup substansi dibatasi pada peranan saksi ahli Bank Indonesia Bandar Lampung dalam pembuktian tindak pidana pemalsuan uang. Ruang lingkup wilayah adalah pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui peranan saksi ahli Bank Indonesia Bandar Lampung dalam pembuktian tindak pidana pemalsuan uang

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat peranan saksi ahli Bank Indonesia Bandar Lampung dalam pembuktian tindak pidana pemalsuan uang

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperkaya kajian ilmu hukum pidana, khususnya yang berhubungan dengan peranan saksi ahli Bank Indonesia Bandar Lampung dalam pembuktian tindak pidana pemalsuan uang 2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi aparat penegak hukum dalam rangka penanggulangan tindak pidana uang palsu khususnya di wilayah hukum Kota Bandar Lampung


(23)

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Menurut Soerjono Soekanto (1999: 73), kerangka teoritis merupakan abstraksi hasil pemikiran atau kerangka acuan atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan suatu penelitian ilmiah, khususnya penelitian hukum. Beberapa kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Teori Peranan

Menurut Soerjono Soekanto (2002: 243), peran adalah aspek dinamis kedudukan (status), yang memiliki aspek-aspek sebagai berikut:

a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.

b. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peranan juga dapat diartikan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Secara umum peranan adalah suatu keadaan di mana seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya dalam suatu sistem atau organisasi. Kewajiban yang dimaksud dapat berupa tugas dan wewenang yang diberikan kepada seseorang yang memangku jabatan dalam organisasi.


(24)

8

Selanjutnya menurut Soerjono Soekanto (2002: 244), peranan terbagi menjadi: a. Peranan normatif adalah peranan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada seperangkat norma atau hukum yang berlaku dalam kehidupan masyarakat

b. Peranan ideal adalah peranan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada nilai-nilai ideal atau yang seharusnya dilakukan sesuai dengan kedudukannya di dalam suatu sistem.

c. Peranan faktual adalah peranan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau kehidupan sosial yang terjadi secara nyata.

d. Peranan interaktif adalah peranan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang berhubungan dengan peranan yang juga dimiliki oleh orang atau lembaga lain.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka peranan saksi ahli dalam penelitian ini termasuk dalam peranan normatif, karena saksi ahli melaksanakan peranannya berdasakan pada ketentuan hukum yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

b. Teori Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Menurut Soerjono Soekanto (1986: 8), penegakan hukum yang baik ialah apabila sistem peradilan pidana bekerja secara obyektif dan tidak bersifat memihak serta memperhatikan dan mempertimbangkan secara seksama nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.


(25)

Penegakan hukum hanya dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradab.

Menurut Soerjono Soekanto (1986: 8-11), penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja, namun terdapat juga faktor-faktor yang menghambat yaitu sebagai berikut:

1) Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)

Praktek menyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Tindakan atau kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan tersebut tidak bertentangan dengan hukum. Penyelengaraan hukum merupakan proses penyerasian antara nilai-nilai dan kaidah-kaidah serta pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

2) Faktor penegak hukum

Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam kerangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa


(26)

10

penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebejatan. Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, harus terasa dan terlihat serta harus diaktualisasikan.

3) Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung

Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum tidak mungkin menjalankan peranan semestinya.

4) Faktor masyarakat

Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum. Sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik dan semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan makin sukar untuk melaksanakan penegakan hukum.

5) Faktor Kebudayaan

Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat. Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan


(27)

dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudahlah dalam menegakannya. Sebaliknya, apabila peraturan-peraturan perundang-undangan tidak sesuai atau bertentangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan dan menegakkan peraturan hukum tersebut.

2. Konseptual

Menurut Soerjono Soekanto (1999: 112), konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam melaksanakan penelitian. Berdasarkan definisi tersebut maka peneliti akan melakukan analisis pokok-pokok bahasan dalam penelitian ini dan memberikan batasan pengertian yang berhubungan dengan penanggulangan tindak pidana peredaran uang palsu di Bandar Lampung.

Adapun batasan istilah yang digunakan sebagai berikut:

a.

Peranan adalah aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peran (Soerjono Soekanto, 2002: 244).

b. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia Iihat sendiri dan ia alami sendiri (Pasal 1 Angka 26 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (Pasal 1 Angka 26


(28)

12

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).

c. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang berlaku (Pasal 1 Angka 20 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan).

d. Pembuktian adalah salah satu asas umum peradilan adalah asas praduga tidak bersalah (presumption innonsence) yang dirumuskan pada butir c Penjelasan Umum KUHAP bahwa setiap orang yang disangka atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap (Leden Marpaung, 2009: 23).

e. Tindak pidana pemalsuan uang adalah meniru atau memalsukan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank, dengan maksud untuk menjalankan atau menyuruh menjalankan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank itu sebagai yang asli dan tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun (Pasal 244 KUHP) Tindak pidana peredaran uang palsu adalah dengan sengaja mengeluarkan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank yang ditirunya atau dipalsukannya sendiri atau yang ada waktu diterimanya diketahui akan palsu atau dipalsukan itu, sebagai mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank asli dan yang tidak dipalsukan ataupun yang menyimpan atau memasukkan ke daerah Republik Indonesia mata uang dan uang kertas negara atau uang kertas bank yang demikian, dengan maksud untuk mengeluarkan


(29)

atau menyuruh mengeluarkan sebagai yang asli dan tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun (Pasal 245 KUHP).

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

I PENDAHULUAN

Berisi pendahuluan penyusunan skripsi yang terdiri dari Latar Belakang, Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka Teori dan Konseptual serta Sistematika Penulisan.

II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tinjauan pustaka dari berbagai konsep atau kajian yang berhubungan dengan penyusunan skripsi dari berbagai referensi atau bahan pustaka, meliputi pengertian pembuktian pidana, tindak pidana, tindak pidana pemalsuan uang, dasar pengaturan tindak pidana dan sanksi pidana tentang mata uang dan penanggulangan terhadap tindak pidana

III METODE PENELITIAN

Berisi metode yang digunakan dalam penelitian, terdiri dari Pendekatan Masalah, Sumber Data, Penentuan Populasi dan Sampel, Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data serta Analisis Data.

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi deskripsi berupa penyajian dan pembahasan data yang telah didapat penelitian, terdiri dari deskripsi dan analisis mengenai peranan saksi ahli Bank Indonesia Bandar Lampung dalam pembuktian tindak pidana


(30)

14

pemalsuan uang dan faktor-faktor yang menghambat peranan saksi ahli Bank Indonesia Bandar Lampung dalam pembuktian tindak pidana pemalsuan uang.

V PENUTUP

Berisi kesimpulan umum yang didasarkan pada hasil analisis dan pembahasan penelitian serta berbagai saran sesuai dengan permasalahan yang ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.


(1)

Penegakan hukum hanya dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradab.

Menurut Soerjono Soekanto (1986: 8-11), penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja, namun terdapat juga faktor-faktor yang menghambat yaitu sebagai berikut:

1) Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)

Praktek menyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Tindakan atau kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan tersebut tidak bertentangan dengan hukum. Penyelengaraan hukum merupakan proses penyerasian antara nilai-nilai dan kaidah-kaidah serta pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

2) Faktor penegak hukum

Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam kerangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa


(2)

penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebejatan. Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, harus terasa dan terlihat serta harus diaktualisasikan.

3) Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung

Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum tidak mungkin menjalankan peranan semestinya.

4) Faktor masyarakat

Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum. Sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik dan semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan makin sukar untuk melaksanakan penegakan hukum.

5) Faktor Kebudayaan

Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat. Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan


(3)

dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudahlah dalam menegakannya. Sebaliknya, apabila peraturan-peraturan perundang-undangan tidak sesuai atau bertentangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan dan menegakkan peraturan hukum tersebut.

2. Konseptual

Menurut Soerjono Soekanto (1999: 112), konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam melaksanakan penelitian. Berdasarkan definisi tersebut maka peneliti akan melakukan analisis pokok-pokok bahasan dalam penelitian ini dan memberikan batasan pengertian yang berhubungan dengan penanggulangan tindak pidana peredaran uang palsu di Bandar Lampung.

Adapun batasan istilah yang digunakan sebagai berikut:

a.

Peranan adalah aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peran (Soerjono Soekanto, 2002: 244).

b. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia Iihat sendiri dan ia alami sendiri (Pasal 1 Angka 26 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (Pasal 1 Angka 26


(4)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).

c. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang berlaku (Pasal 1 Angka 20 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan).

d. Pembuktian adalah salah satu asas umum peradilan adalah asas praduga tidak bersalah (presumption innonsence) yang dirumuskan pada butir c Penjelasan Umum KUHAP bahwa setiap orang yang disangka atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap (Leden Marpaung, 2009: 23).

e. Tindak pidana pemalsuan uang adalah meniru atau memalsukan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank, dengan maksud untuk menjalankan atau menyuruh menjalankan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank itu sebagai yang asli dan tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun (Pasal 244 KUHP) Tindak pidana peredaran uang palsu adalah dengan sengaja mengeluarkan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank yang ditirunya atau dipalsukannya sendiri atau yang ada waktu diterimanya diketahui akan palsu atau dipalsukan itu, sebagai mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank asli dan yang tidak dipalsukan ataupun yang menyimpan atau memasukkan ke daerah Republik Indonesia mata uang dan uang kertas negara atau uang kertas bank yang demikian, dengan maksud untuk mengeluarkan


(5)

atau menyuruh mengeluarkan sebagai yang asli dan tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun (Pasal 245 KUHP).

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: I PENDAHULUAN

Berisi pendahuluan penyusunan skripsi yang terdiri dari Latar Belakang, Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka Teori dan Konseptual serta Sistematika Penulisan.

II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tinjauan pustaka dari berbagai konsep atau kajian yang berhubungan dengan penyusunan skripsi dari berbagai referensi atau bahan pustaka, meliputi pengertian pembuktian pidana, tindak pidana, tindak pidana pemalsuan uang, dasar pengaturan tindak pidana dan sanksi pidana tentang mata uang dan penanggulangan terhadap tindak pidana

III METODE PENELITIAN

Berisi metode yang digunakan dalam penelitian, terdiri dari Pendekatan Masalah, Sumber Data, Penentuan Populasi dan Sampel, Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data serta Analisis Data.

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi deskripsi berupa penyajian dan pembahasan data yang telah didapat penelitian, terdiri dari deskripsi dan analisis mengenai peranan saksi ahli Bank Indonesia Bandar Lampung dalam pembuktian tindak pidana


(6)

pemalsuan uang dan faktor-faktor yang menghambat peranan saksi ahli Bank Indonesia Bandar Lampung dalam pembuktian tindak pidana pemalsuan uang.

V PENUTUP

Berisi kesimpulan umum yang didasarkan pada hasil analisis dan pembahasan penelitian serta berbagai saran sesuai dengan permasalahan yang ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.