Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Kejahatan Asal Tindak Pidana Narkoba Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/PID.B/2012/PN.MDN. Tanggal 08 Oktober 2012

(1)

TINDAK PIDANA NARKOBA STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NO. 1243/PID.B/2012/PN.MDN.

TANGGAL 08 OKTOBER 2012

TESIS

OLEH

ASTRI HEIZA MELLISA

127005128/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TANGGAL 08 OKTOBER 2012

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH

ASTRI HEIZA MELLISA

127005128/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

DENGAN KEJAHATAN ASAL TINDAK PIDANA NARKOBA STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NO. 1243/PID.B/2012/PN.MDN.

TANGGAL 08 OKTOBER 2012 Nama Mahasiswa : Astri Heiza Mellisa

Nomor Pokok : 127005128/HK

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui : Komisi Pembimbing

dto

(Prof. Dr. BISMAR NASUTION, SH., MH K e t u a

)

dto

(Dr. MAHMUD MULYADI, SH., M.Hum

A n g g o t a

)

dto

(Prof. Dr. SUHAIDI, SH., MH. A n g g o t a

)

Ketua Program Studi Ilmu Hukum, D e k a n,

dto

(Prof. Dr. SUHAIDI, SH., MH)

dto

(Prof. Dr. RUNTUNG, SH., M.Hum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. BISMAR NASUTION, SH, MH. Anggota : 1. Dr. MAHMUD MULYADI, SH, M.Hum.

2. Prof. Dr. SUHAIDI, SH, M.Hum.

3. Dr. MAHMUL SIREGAR, SH, M.Hum. 4. Dr. EKA PUTRA, SH, M.Hum.


(5)

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN KEJAHATAN ASAL TINDAK PIDANA NARKOBA STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI

MEDAN NO. 1243/PID.B/2012/PN.MDN. TANGGAL 08 OKTOBER 2012

TESIS

Dengan ini Saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan Saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 28 Agustus 2014 Penulis,

dto


(6)

TANGGAL 08 OKTOBER 2012

Astri Heiza Mellisa* Bismar Nasution

) **

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa ada hubungan antara pencucian uang dan dunia kejahatan tindak pidana narkoba. Oleh sebab itu, “Tindak Pidana Pencucian Uang Dengan Kejahatan Asal Tindak Pidana Narkoba Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/Pid.B/2012/PN.Mdn., tanggal 08 Oktober 2012” penting untuk dikaji dan diteliti karena terdapat beberapa persoalan menarik di dalamnya, seperti : hubungan pencucian uang dengan narkoba; modus operandi yang digunakan oleh Pengedar Narkoba dalam menjalankan bisnisnya; dan hambatan-hambatan penegak hukum dalam memberantas tindak pidana pencucian uang dan pengedaran narkoba. Dengan demikian penelitian ini sangat penting untuk dibahas dan dicermati secara lebih mendalam walaupun sudah banyak

penelitian-) Mahmud Mulyadi**)

Suhaidi**) A B S T R A K

Pencucian uang atau dalam Bahasa Inggris disebut Money Laundering tidak hanya mengancam stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan, tetapi juga membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pencucian uang dilakukan adalah untuk menyamarkan uang hasil tindak pidana. Dalam hal ini, akan diangkat tentang tindak pidana narkotika dan obat-obat terlarang. Tindak pidana narkoba yang disamarkan adalah uang hasil penjualannya agar dianggap halal dan legal. Narkoba yang diedarkan sudah jelas akan dijual kepada pemakai, setelah dijual barulah uang yang didapat akan dibuat suatu usaha atau apapun bentuknya untuk melegalkan uang tersebut, sehingga tersamarlah uang hasil penjualan narkoba tadi, oleh sebab itulah disebut pencucian uang.

Dikaitkan dengan studi kasus pada penelitian ini, yaitu terhadap Putusan Mahkamah Agung RI No. 1303 K/Pid.Sus/2013 tanggal 21 Agustus 2013 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 700/Pid/2012/PT.Mdn tanggal 8 Januari 2013 Jo. Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/Pid.B/2012/PN.Mdn tanggal 8 Oktober 2012 juga menggunakan modus kejahatan dalam bidang perbankan. Modus kejahatan dalam bidang perbankan, dalam hal ini, menggunakan jasa pengiriman uang di Money Changer (tempat penukaran uang). Predicate crime (kejahatan asal)-nya adalah tindak pidana narkoba, yaitu shabu-shabu. Perdagangan shabu-shabu ini dilakukan antar lintas negara yaitu antara Malaysia dengan Indonesia.

*) Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**


(7)

dengan pencucian uang. Namun, dalam hal ini khusus membahas mengenai Putusan Mahkamah Agung RI No. No. 1303K/ Pid.Sus/2013 tanggal 21 Agustus 2013 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 700/Pid/2012/PT.Mdn tanggal 8 Januari 2013 Jo. Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/Pid.B/2012/PN.Mdn tanggal 8 Oktober 2012 an. Maha Nathy Naidu alias Rendy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Perlu dilakukan kerjasama antara Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) dengan Kepolisian; Perlu dilakukan penyelidikan-penyelidikan terhadap perusahaan-perusahaan MLM yang terdaftar di APLI atau tidak; Perlu dilakukan sosialisasi Sebaiknya peran Polri dalam hal pencegahan (pre-emptif) tetap dijalankan dengan baik agar masyarakat merasa aman dan tentram terhadap kegiatan-kegiatan bisnis berkedok MLM ke masyarakat, sehingga Penyidik Polri lebih aktif lagi untuk menjaga masyarakat agar aman dan tertib.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Sebaiknya penyidik dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan lebih mengutamakan menggunakan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 yang hukuman penjaranya lebih berat. Sebaiknya Majelis Hakim yang mengadili, memeriksa, dan memutus perkara tersebut membuat putusan yang berkualitas sehingga lebih dimengerti. diharapkan kepada penyidik Badan Narkotika Nasional (BNN) lebih meningkatkan kembali kualitasnya.

Kata Kunci : - Tindak Pidana Pencucian Uang Dengan Kejahatan Asal Tindak Pidana Narkoba

- Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/Pid.B/2012/PN.MDN.tanggal 08 Oktober 2012


(8)

Astri Heiza Mellisa* Bismar Nasution

) **

Based on the above it can be seen that there is a relationship between the world of money laundering and drug crimes criminal offense. Therefore, the "Money Laundering The Crime of Origin Crime Drug Studies Medan District Court Decision No. 1243 / Pid.B / 2012 / PN.Mdn., Dated October 8th, 2012 "to be studied and researched important because there are some interesting problems in it, such as: relationship with drug money laundering; modus operandi being used by drug dealers in its business; and the constraints of law enforcement in combating money laundering and drug trafficking. This study therefore very important to be discussed and examined in more depth despite many previous studies that addressed the issue of relations with the criminal offense of drug money laundering. However, in this case specifically discusses the Supreme Court Decision No. No. 1303K / Pid.Sus / 2013 dated August 21, 2013 Jo. High Court Field No. 700 / Pid / 2012 / PT.Mdn dated January 8, 2013 Jo. Medan District Court Decision No. 1243 / Pid.B / 2012 / PN.Mdn

) Mahmud Mulyadi**)

Suhaidi**)

A B S T R A C T

Money laundering or in English is called Money Laundering is not only threatening the economic stability and integrity of the financial system, but also harm the joints of the life of society, nation, and state based on Pancasila and the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 Money laundering is done is to disguise the proceeds of crime. In this case, will be appointed on the crime of narcotics and drugs. Criminal acts disguised drug proceeds is money to be considered lawful and legal. Drugs are distributed is obviously going to be sold to the user, after being sold then the money earned will be made regardless of the form of a business or to legalize the money, so tersamarlah drug money earlier, so that's called money laundering.

Associated with the case studies in this research, namely the Supreme Court Decision No. 1303 K / Pid.Sus / 2013 dated August 21, 2013 Jo. High Court Field No. 700 / Pid / 2012 / PT.Mdn dated January 8, 2013 Jo. Medan District Court Decision No. 1243 / Pid.B / 2012 / PN.Mdn dated October 8, 2012 also uses the mode of crimes in the banking field. Mode of crime in the banking sector, in this case, use money transfer services Money Changer (money changers). Predicate crime (crimes origin) it is a criminal offense drug, namely methamphetamine. Methamphetamine trade is carried out between cross country, namely between Malaysia and Indonesia.

*) Students of the Master of Legal Studies Faculty of Law, University of North Sumatra

**


(9)

There needs to be cooperation between the Indonesian Direct Selling Association (DSA) with the Police; Investigations need to be carried out against MLM companies listed in DSA or not; Needs to be disseminated Should police role in prevention (pre-emptive) still run well so that people feel safe and secure to the business activities under the guise of MLM to the public, so that Police investigators more active in order to maintain a safe and orderly society.

The results showed that: Should investigators in conducting investigations and inquiries prefers to use the Law No. 8 of 2010 were more severe prison sentence. Should the judges who hear, examine, and decide the case to make a quality decision making it more understandable. expected to investigators of the National Narcotics Agency (BNN) over improve the quality back.

Key Words : - The Money Laundering Crime With Predicate Crime of Drug - Study of the Medan District Court Decision No. 1243 / Pid.B /


(10)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulilah, Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis serta Nabi Muhammad SAW atas doa serta syafaatnya, penulis masih diberikan kesehatan dan kesempatan serta kemudahan dalam mengerjakan tesis ini.

Pada penulisan tesis ini, penulis dengan ketulusan hati, mengucapkan terima kasih sebesaar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M.&H., M.Sc. (C.T.M.), Sp.A.(K.), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.Hum., sebagai Ketua Program Magister (S2) dan Doktor (S3) Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dan sebagai Dosen Pembimbing III yang telah memberikan masukan dalam hal penulisan tesis.

4. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., sebagai Sekretaris Program Magister (S2) Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Penguji I.


(11)

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan pada saat kolokium dan seminar hasil.

6. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan masukan dan ide-ide dalam hal penulisan tesis ini sampai dengan selesai.

7. Bapak Dr. Eka Putra, SH, M.Hum., sebagai Dosen Penguji II pada saat penulis menjalani studi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan motivasi dan dorongan kepada penulis.

8. Para Dosen dan Tata Usaha Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu selama penulis menjalani studi di Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Terima kasih yang sangat besar kepada kedua orang tua saya Ayahanda Irwan Nasution, SH, MH dan Ibunda Dra. Chairul Bariah Oemry, yang selalu mendoakan, mencurahkan segenap kasih sayangnya dan segala pengorbanannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

10.Terima kasih penulis kepada suami saya tercinta Hasrul Benny Harahap,SH,M.Hum., yang sangat memberikan motivasi kepada penulis dan doanya sehingga dapat menyelesaikan studi di Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

11.Terima kasih penulis kepada saudara-saudara ku tersayang Alm. H. Muhammad Aulia Iskandar Nasution, SH. dan Muhammad Rizky Iskandar Nasution, yang sangat memberikan motivasi kepada penulis dan doanya


(12)

12.Tidak ketinggalan terima kasih kepada sahabat-sahabatku rekan mahasiswa, sudah membantu selama penyelesaian tesis, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu-persatu.

Akhir kata kiranya tulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu hukum di Indonesia.

Wassalamualaikum wr. wb. Medan, 28 Agustus 2014

Penulis,

dto


(13)

I. DATA PRIBADI

NAMA : ASTRI HEIZA MELLISA

TMPT /TGL LAHIR : JAKARTA, 13 NOVEMBER 1985 PANGKAT : AJUN JAKSA

JABATAN : JAKSA FUNGSIONAL

KESATUAN : KEJAKSAAN NEGERI MEDAN

AGAMA : ISLAM

NAMA AYAH : IRWAN NASUTION, SH, MH NAMA IBU : DRA. CHAIRUL BARIAH OEMRY

SUAMI : HASRUL BENNY HARAHAP, S.H., M.HUM. ABANG : ALM. H. MUHAMMAD AULIA ISKANDAR

NASUTION, SH

ADIK : MUHAMMAD RIZKY ISKANDAR NASUTION

SUKU / BANGSA : MANDAILING E-MAIL : [email protected]

II. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN

1. PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH UMUM a. SD : SDN CIPAYUNG I (JAKARTA)

lulus tahun 1997

b. SMP : SLTP N 19 (JAKARTA SELATAN) lulus tahun 2000

c. SMA : SMU YAYASAN KELUARGA WIDURI

(JAKARTA) lulus tahun 2003 2. PENDIDIKAN TINGGI

a. S1 : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA (APRIL 2008)

b. S2 : PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM,

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, MEDAN, (2014)

III. RIWAYAT JABATAN :

a. CPNS DI KEJAKSAAN NEGERI KISARAN GOLONGAN IIIA, PANGKAT YUANA WIRA TATA USAHA TAHUN 2008


(14)

MEDAN, GOLONGAN IIIA, PANGKAT AJUN JAKSA PRATAMA, TAHUN 2011

d. PANGKAT IIIB, DI KEJAKSAAN NEGERI MEDAN, PANGKAT AJUN JAKSA, TAHUN 2012 S/D SEKARANG


(15)

LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 15

C. Tujuan Penelitian ... 16

D. Manfaat Penelitian ... 16

E. Keaslian Penelitian ... 17

F. Kerangka Teori dan Konsep ... 19

1. Kerangka Teori ... 19

2. Kerangka Konsep ... 24

G. Metode Penelitian ... 27

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 28

2. Sumber Data ... 29

3. Teknik Pengumpulan Data ... 31


(16)

TINDAK PIDANA NARKOTIKA DALAM

UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 ... 34

A. Pengaturan Tindak Pidana Pencucian Uang Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 ... 34

B. Metode Pencucian Uang ... 37

1. Penempatan (Placement) ... 39

2. Transfer (Layering) ... 40

3. Penggabungan (Integration) ... 42

C. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ... 45

1. Visi dan Misi PPATK ... 45

2. Tugas PPATK ... 48

3. Wewenang PPATK ... 49

4. Struktur Organisasi ... 51

D. Hubungan Tindak Pidana Pencucian Uang Dengan Kejahatan Asal Tindak Pidana Narkoba ... 55

BAB III : TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN KEJAHATAN ASAL TINDAK PIDANA KEJAHATAN NARKOBA PADA PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NO. 1243/PID.B/2012/PN.MDN TERTANGGAL 08 Oktober 2012 ... 60

A. Tindak Pidana Kejahatan Narkoba ... 60

1. Narkoba Dalam Pengaturan Perundang-Undangan ... 60

a. Masa Berlakunya Berbagai Ordonantie Regie ... 60

b. Berlakunya Verdovende Midellen Ordonantie (Stbl. 1927 No. 278 Jo. No. 536) ... 61

c. Berlakunya Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika ...61


(17)

tentang Narkotika ... 62

e. Berlakunya Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ... 63

1) Adanya Pembatasan Penyimpanan Narkotika .... 64

2) Pengobatan dan Rehabilitasi ... 64

3) Kewenangan BNN dan Penyelidikan ... 65

4) Putusan Rehabilitasi Bagi Para Pecandu Narkotika ... 66

5) Peran Serta Masyarakat ... 67

6) Ketentuan Pidana ... 67

2. Jenis Narkoba Yang Sering Disalahgunakan ... 70

3. Narkoba Dalam Hukum Pidana ... 76

a. Penanam ... 76

b. Pengedar ... 77

c. Sebagai Produsen ... 78

d. Pengguna ... 79

e. Prekursor Narkotika ... 79

B. Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/Pid.B/2012/PN.Mdn tertanggal 08 Oktober 2012 ... 80

BAB IV : PERTIMBANGAN HUKUM MAJELIS HAKIM PADA TINGKAT PERTAMA DAN BANDING TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN TINDAK PIDANA KEJAHATAN ASAL TINDAK PIDANA KEJAHATAN NARKOBA DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NO. 1243/PID.B/2012/PN.MDN TERTANGGAL 08 OKTOBER 2012 ... 98


(18)

B. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Tinggi Pada

Pengadilan Tinggi Sumatera Utara ... 105

C. Perbedaan Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/Pid.B/2012/PN.Mdn., tertanggal 008 Oktober 2012 dengan Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 700/Pid/2012/PT.Mdn., tertanggal 08 Januari 2013 ... 108

BAB I : KESIMPULAN DAN SARAN ... 109

A. Kesimpulan ... 109

B. Saran ... 111


(19)

Gambar 1. Ilustrasi Pengedaran Narkotika dan Pencucian Uang ... 9 Gambar 2. Ilustrasi Tahapan Pencucian Uang Yang Dapat Terjadi ... 38 Gambar 3. Struktur Organisasi PPATK ... 52


(20)

Tabel 1. Jumlah Hasil Audit Yang Disampaikan PPATK ke Penyidik Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU TPPU Berdasarkan Dugaan Tindak Pidana Narkotika, Januari 2003 s.d. Desember

2013 ... 8

Tabel 2. Penelitian Terdahulu ... 18

Tabel 3. Barang Bukti Berupa Foto Copy Rekening Koran ... 84


(21)

TINDAK PIDANA NARKOBA STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NO. 1243/PID.B/2012/PN.MDN.

TANGGAL 08 OKTOBER 2012

Astri Heiza Mellisa* Bismar Nasution

) **

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa ada hubungan antara pencucian uang dan dunia kejahatan tindak pidana narkoba. Oleh sebab itu, “Tindak Pidana Pencucian Uang Dengan Kejahatan Asal Tindak Pidana Narkoba Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/Pid.B/2012/PN.Mdn., tanggal 08 Oktober 2012” penting untuk dikaji dan diteliti karena terdapat beberapa persoalan menarik di dalamnya, seperti : hubungan pencucian uang dengan narkoba; modus operandi yang digunakan oleh Pengedar Narkoba dalam menjalankan bisnisnya; dan hambatan-hambatan penegak hukum dalam memberantas tindak pidana pencucian uang dan pengedaran narkoba. Dengan demikian penelitian ini sangat penting untuk dibahas dan dicermati secara lebih mendalam walaupun sudah banyak

penelitian-) Mahmud Mulyadi**)

Suhaidi**) A B S T R A K

Pencucian uang atau dalam Bahasa Inggris disebut Money Laundering tidak hanya mengancam stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan, tetapi juga membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pencucian uang dilakukan adalah untuk menyamarkan uang hasil tindak pidana. Dalam hal ini, akan diangkat tentang tindak pidana narkotika dan obat-obat terlarang. Tindak pidana narkoba yang disamarkan adalah uang hasil penjualannya agar dianggap halal dan legal. Narkoba yang diedarkan sudah jelas akan dijual kepada pemakai, setelah dijual barulah uang yang didapat akan dibuat suatu usaha atau apapun bentuknya untuk melegalkan uang tersebut, sehingga tersamarlah uang hasil penjualan narkoba tadi, oleh sebab itulah disebut pencucian uang.

Dikaitkan dengan studi kasus pada penelitian ini, yaitu terhadap Putusan Mahkamah Agung RI No. 1303 K/Pid.Sus/2013 tanggal 21 Agustus 2013 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 700/Pid/2012/PT.Mdn tanggal 8 Januari 2013 Jo. Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/Pid.B/2012/PN.Mdn tanggal 8 Oktober 2012 juga menggunakan modus kejahatan dalam bidang perbankan. Modus kejahatan dalam bidang perbankan, dalam hal ini, menggunakan jasa pengiriman uang di Money Changer (tempat penukaran uang). Predicate crime (kejahatan asal)-nya adalah tindak pidana narkoba, yaitu shabu-shabu. Perdagangan shabu-shabu ini dilakukan antar lintas negara yaitu antara Malaysia dengan Indonesia.

*) Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**


(22)

Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 700/Pid/2012/PT.Mdn tanggal 8 Januari 2013 Jo. Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/Pid.B/2012/PN.Mdn tanggal 8 Oktober 2012 an. Maha Nathy Naidu alias Rendy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Perlu dilakukan kerjasama antara Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) dengan Kepolisian; Perlu dilakukan penyelidikan-penyelidikan terhadap perusahaan-perusahaan MLM yang terdaftar di APLI atau tidak; Perlu dilakukan sosialisasi Sebaiknya peran Polri dalam hal pencegahan (pre-emptif) tetap dijalankan dengan baik agar masyarakat merasa aman dan tentram terhadap kegiatan-kegiatan bisnis berkedok MLM ke masyarakat, sehingga Penyidik Polri lebih aktif lagi untuk menjaga masyarakat agar aman dan tertib.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Sebaiknya penyidik dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan lebih mengutamakan menggunakan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 yang hukuman penjaranya lebih berat. Sebaiknya Majelis Hakim yang mengadili, memeriksa, dan memutus perkara tersebut membuat putusan yang berkualitas sehingga lebih dimengerti. diharapkan kepada penyidik Badan Narkotika Nasional (BNN) lebih meningkatkan kembali kualitasnya.

Kata Kunci : - Tindak Pidana Pencucian Uang Dengan Kejahatan Asal Tindak Pidana Narkoba

- Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/Pid.B/2012/PN.MDN.tanggal 08 Oktober 2012


(23)

COURT DECISION NO. 1243 / PID.B / 2012 / PN.MDN. DATED 08 OCTOBER 2012

Astri Heiza Mellisa* Bismar Nasution

) **

Based on the above it can be seen that there is a relationship between the world of money laundering and drug crimes criminal offense. Therefore, the "Money Laundering The Crime of Origin Crime Drug Studies Medan District Court Decision No. 1243 / Pid.B / 2012 / PN.Mdn., Dated October 8th, 2012 "to be studied and researched important because there are some interesting problems in it, such as: relationship with drug money laundering; modus operandi being used by drug dealers in its business; and the constraints of law enforcement in combating money laundering and drug trafficking. This study therefore very important to be discussed and examined in more depth despite many previous studies that addressed the issue of relations with the criminal offense of drug money laundering. However, in this case specifically discusses the Supreme Court Decision No. No. 1303K / Pid.Sus / 2013 dated August 21, 2013 Jo. High Court Field No. 700 / Pid / 2012 / PT.Mdn dated January 8, 2013 Jo. Medan District Court Decision No. 1243 / Pid.B / 2012 / PN.Mdn

) Mahmud Mulyadi**)

Suhaidi**)

A B S T R A C T

Money laundering or in English is called Money Laundering is not only threatening the economic stability and integrity of the financial system, but also harm the joints of the life of society, nation, and state based on Pancasila and the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 Money laundering is done is to disguise the proceeds of crime. In this case, will be appointed on the crime of narcotics and drugs. Criminal acts disguised drug proceeds is money to be considered lawful and legal. Drugs are distributed is obviously going to be sold to the user, after being sold then the money earned will be made regardless of the form of a business or to legalize the money, so tersamarlah drug money earlier, so that's called money laundering.

Associated with the case studies in this research, namely the Supreme Court Decision No. 1303 K / Pid.Sus / 2013 dated August 21, 2013 Jo. High Court Field No. 700 / Pid / 2012 / PT.Mdn dated January 8, 2013 Jo. Medan District Court Decision No. 1243 / Pid.B / 2012 / PN.Mdn dated October 8, 2012 also uses the mode of crimes in the banking field. Mode of crime in the banking sector, in this case, use money transfer services Money Changer (money changers). Predicate crime (crimes origin) it is a criminal offense drug, namely methamphetamine. Methamphetamine trade is carried out between cross country, namely between Malaysia and Indonesia.

*) Students of the Master of Legal Studies Faculty of Law, University of North Sumatra

**


(24)

listed in DSA or not; Needs to be disseminated Should police role in prevention (pre-emptive) still run well so that people feel safe and secure to the business activities under the guise of MLM to the public, so that Police investigators more active in order to maintain a safe and orderly society.

The results showed that: Should investigators in conducting investigations and inquiries prefers to use the Law No. 8 of 2010 were more severe prison sentence. Should the judges who hear, examine, and decide the case to make a quality decision making it more understandable. expected to investigators of the National Narcotics Agency (BNN) over improve the quality back.

Key Words : - The Money Laundering Crime With Predicate Crime of Drug - Study of the Medan District Court Decision No. 1243 / Pid.B /


(25)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang (selanjutnya disebut Narkoba) di dunia dalam satu tahun mencapai lebih dari US$. 400 miliar atau hampir setara dengan Rp. 4.000,- triliun. Berarti transaksi narkoba setiap hari lebih dari Rp. 1 triliun.1 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan Badan Narkotika Internasional memperkirakan ada sekitar 4% penduduk dewasa ini di dunia yang menggunakan narkoba.2 Narkoba seperti heroin, morphin, dan kokain berasal dari negara-negara yang sering disebut Golden Crescent (negara-negara daerah Bulan Sabit) yaitu Iran, Pakistan, dan Afghanistan dan negara-negara Segitiga Emas (Golden Triangle) seperti Birma, Thailand, Laos yang peredarannya melalui Hongkong.3 Untuk jalur distribusi psikotropika seperti shabu-shabu, bahan baku pembuat ekstasi dan obat-obatan terlarang lainnya, berasal dari China yang kemudian diedarkan ke Belanda dan Australia.4

1

Nilai tahunan perdagangan kokain dan heroin global hari ini diperkirakan sebesar US$. 153 miliar (heroin sebesar US$. 65 miliar dan kokain sebesar US$. 88 miliar). Eropa dan Amerika Utara mengonsumsi 53% heroin dan 67% kokain. Namun, tingginya harga ritel di pasar tersebut berarti pangsa pasar konsumsi di Eropa dan Amerika Utara bahkan lebih tinggi lagi : konsumsi kokain di kedua kawasan tersebut diperkirakan bernilai US$. 72 miliar dari US$. 88 miliar di tingkat perdagangan global. Lihat : UNODC 2010b. dalam : World Development Report, Laporan Pembangunan Dunia 2011 : Konflik Keamanan, dan Pembangunan, (Washington DC : The World Bank, 2011), hal. 62.

2

Majalah Sinar BNN, “2014 : Tahun Penyelamatan Pengguna Narkoba”, Edisi I – Januari 2014, hal. 6.

3

BNN, “Pemahaman Tentang Bahaya Penyalahgunaan Narkoba”, Buku Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Petugas Lapas dan Rutan, 2009, hal. 8.

4

Data dari BNN dalam Libertus Jehani dan Antoro, dkk., Mencegah Terjerumus Narkoba, (Tangerang : Visimedia, Desember 2006), hal. 25.


(26)

Globalisasi menjadikan perdagangan narkoba secara ilegal semakin lancar karena pemeriksaan batas negara tidak dilakukan secara berkala dan kurang efektif, dan setiap wilayah konflik banyak terjadi transaksi perdagangan senjata yang ditukar dengan narkoba.5 Banyak negara yang menjadikan narkoba sebagai pendapatan petani dan penduduk setempat, seperti kokain di Amerika Selatan, opium di Afhanistan, dan wilayah pegunungan di Asia Tengah serta negara-negara di wilayah segitiga emas.6

Berdasarkan informasi dari Badan Narkotika Nasional (BNN), jalur peredaran narkotika secara ilegal ke Indonesia itu berasal dari 3 (tiga) tempat yang disebut Segitiga Emas (Golden Triangle) yaitu Thailand, Laos, dan Myanmar, negara-negara ini dideteksi memiliki ladang tanaman opium sejak zaman dulu. pemasok opium lainnya yang terekam dari data BNN adalah Iran, Pakistan, dan Afganistan yang produksinya mencapai 4.000 Ton (Empat Ribu Ton) per tahun. Sementara di dalam negeri, ganja dari Aceh yang dikenal berkualitas yang paling baik, banyak beredar, barang-barang ilegal itu akhirnya masuk ke Bali melalui jalur darat hingga ke Lampung untuk dibawa ke Jakarta dan cukup bervariatif, pelaku membawanya baik

5

Konsekuensi secara negatif dari kegagalan negara untuk mengelola integritas teritorial nasionalnya secara komprehensif akan menghasilkan kecemburuan sosial, ekonomik, dan politik intra-sub-nasional dan bahkan konflik (kekerasan) yang kemudian menciptakan perpecahan dan disintegrasi nasional. Dalam : Julian Saurin, The End of International Relations ? The State and International Theory in The Age of Globalization, dalam John MacMillan, Andrew Linklater, Boundaries In Question : New Directions In International Relations, (London : Pinter Publishers, 1995), hal. 244-261, dalam Aditya Batara G., dan Beni Sukadis (Ed.), “Reformasi Manajemen Perbatasan”, Edisi Pertama, (DCAF & LESPERSSI, 2007), hal. 15.

6


(27)

melalui jalur darat (bus, kereta api), jalur laut melalui yacht (kapal pesiar ukuran kecil) dan juga jalur udara.7

Modus operandi penyebaran obat-obatan terlarang di Indonesia memang banyak melalui kawasan wisata internasional. Bisnis kargo di kawasan wisata sering kali dimanfaatkan oleh jaringan kartel internasional. Para drug trafficker yang berasal selain dari Indonesia memilih pulau Bali, untuk menghindari ketatnya pengamanan di Laut Karibia, wilayah teluk Meksiko atau teluk Panama. Para pengedar rela untuk menempuh perjalanan yang lebih jauh hanya untuk menghindari kawasan-kawasan yang memiliki tingkat pengawasan bea cukai yang lebih ketat. Bali juga menjadi wilayah transit pengiriman narkoba dan Thailand menuju Eropa karena ketatnya pengawasan di Eropa untuk barang impor asal Thailand. Dampaknya adalah banyak pengedar internasional kelas kakap tertangkap di Bali. Menurut data Kejaksaan Tinggi di Bali, pulau ini telah menjadi surga bagi para drug trafficker. Sebagai contoh, gembong narkoba Kid Mikie, seorang buronan Drug Enforcement Administration (DEA) AS atas kasus penyelundupan obat terlarang di kawasan Segitiga Emas.8

Hasil tindak pidana narkotika tersebut di atas, bagi pelaku kejahatan sudah terang dan jelas ingin menikmati hasil kejahatannya, maka dari itu, dibutuhkan suatu tindakan lagi untuk menyamarkan hasil kejahatannya, yaitu dengan melakukan pencucian uang. Tujuan dari pencucian uang ini dilakukan adalah untuk menyamarkan uang hasil tindak kejahatan menjadi uang bersih. Menurut Andrew

7

BNN, “Database Badan Narkotika Nasional”, 15 Maret 2014.

8

Fredy BL. Tobing, “Aktifitas Drugs Trafficking Sebagai Isu Keamanan Yang Mengancam Stabilitas Negara”, dalam Jurnal Global Politik Internasional, Vol. 5, No. 1, November 2002, hal. 83.


(28)

Haynes, mengatakan bahwa : “Alasan sederhana dari paradigma baru ini adalah bahwa menghilangkan nafsu dan motivasi pelaku kejahatan untuk melakukan kejahatan, dapat dilakukan dengan menghalanginya untuk menikmati hasil atau buah dari kejahatannya”. Dengan demikian, lahirnya United Nations Convention Against Illict Traffic in Narcotics Drugs and Psychotropic Substances 1988 (Vienna Convention 1988), dipandang sebagai tonggak sejarah dan titik puncak dari perhatian masyarakat internasional untuk menetapkan Rezim Hukum Internasional Anti Pencucian Uang. Pada pokoknya, rezim ini dibentuk untuk memerangi drug trafficking dan mendorong agar semua negara yang telah meratifikasi segera melakukan kriminalisasi atas kegiatan pencucian uang. Disamping itu, Vienna Convention 1988 juga berupaya untuk mengatur infrastruktur yang mencakup persoalan hubungan internasional, penetapan norma-norma, peraturan dan prosedur yang disepakati dalam rangka mengatur ketentuan anti pencucian uang.9

Pencucian uang atau dalam Bahasa Inggris disebut Money Laundering tidak hanya mengancam stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan, tetapi juga membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.10

9

Andrew Haynes (1993) dalam Yunus Husein, “Hubungan Antara Kejahatan Peredaran Gelap Narkoba dan Tindak Pidana Pencucian Uang”, paper pendukung Delegasi RI pada Forthy-Seventh Session of The Comission on Narcotics Drugs, yang diselenggarakan di Wina 15-22 Maret 2004, hal. 2.

10

Bagian Menimbang huruf a. Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.


(29)

pidana.11 Dalam hal ini, akan diangkat tentang tindak pidana narkotika dan obat-obat terlarang. Tindak pidana narkoba yang disamarkan adalah uang hasil penjualannya agar dianggap halal dan legal. Narkoba yang diedarkan sudah jelas akan dijual kepada pemakai, setelah dijual barulah uang yang didapat akan dibuat suatu usaha atau apapun bentuknya untuk melegalkan uang tersebut, sehingga tersamarlah uang hasil penjualan narkoba tadi, oleh sebab itulah disebut pencucian uang.12

Kejahatan peredaran gelap narkoba sejak lama diyakini memiliki kaitan erat dengan proses pencucian uang. Sejarah perkembangan tipologi pencucian uang menunjukkan bahwa perdagangan obat bius merupakan sumber yang paling dominan dan kejahatan asal (predicate crime) yang utama yang melahirkan kejahatan pencucian uang. Organized crime selalu menggunakan metode pencucian uang ini untuk menyembunyikan, menyamarkan atau mengaburkan hasil bisnis haram itu agar nampak seolah-olah merupakan hasil dari kegiatan yang sah. Selanjutnya, uang hasil jual beli narkoba yang telah dicuci itu digunakan lagi untuk melakukan kejahatan serupa atau mengembangkan kejahatan-kejahatan baru.13

11

Peter Reuter dan Edwin M. Truman, Chasing Dirty Money : The Fight Against Money Laundering, (US : Automated Graphic Systems, Inc., 2004), hal. 1-8. Lihat juga : PPATK E-Learning, “Modul E-Learning 1 : Pengenalan Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme”, (Jakarta : PPATK, tanpa tahun), hal. 1-10.

12 Lucky Nurhadiyanto, “Pola Pencucian Uang Hasil Perdagangan Narkoba dan Pembalakan

Liar”, Jurnal Kriminologi Indonesia, Vol. 6, No. II, Agustus 2010, hal. 161. Menyatakan bahwa : “Kejahatan perdagangan gelap narkoba memiliki kaitan erat dengan proses pencucian uang. Dalam Note of the Secretary General of the United Nations (1992) terdapat pernyataan bahwa kegiatan perdagangan narkoba merupakan bagian dari kejahatan terorganisir dan pencucian uang adalah cara untuk memanipulasi hasilnya (Stessen, 2003, h.6). Kasus mafia international, Al Capone merupakan contoh klasik dari kegiatan pencucian uang yang berasal dari bisnis perdagangan narkoba. Kini perkembangan perdagangan narkoba di beberapa negara bahkan mencatat hasil mencengangkan”.

13

Yunus Husein, “Hubungan Antara Kejahatan Peredaran Gelap Narkoba dan Tindak Pidana Pencucian Uang”, Op.cit., hal. 1.


(30)

Pada umumnya tindak pidana pencucian uang dilakukan dalam bidang perbankan. Adapun bentuknya yaitu pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar harta kekayaan hasil kejahatannya sulit ditelusuri oleh aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan harta kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah. Kegiatan pencucian uang hampir selalu melibatkan perbankan karena adanya globalisasi perbankan sehingga melalui sistem pembayaran terutama yang bersifat elektronik (electronic funds transfer), dana hasil kejahatan yang pada umumnya dalam jumlah besar akan mengalir atau bahkan bergerak melampaui batas negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank yang umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan.14

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) adalah lembaga intelijen di bidang keuangan, yang dalam dunia internasional lebih dikenal dengan nama generiknya yaitu Financial Intelligence Unit (FIU). Dalam rezim anti pencucian uang di Indonesia, PPATK adalah salah satu elemen penting karena merupakan national focal point dalam upaya mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. PPATK didirikan pada tanggal 17 April 2002, bersamaan dengan disahkannya Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

15

14

M. Zainul Hafizi, “Makalah Etika Bisnis Penegakan Hukum Terhadap Pencucian Uang di Indonesia”, Jakarta : Universitas Indraprasta PGRI, 2011. Lihat juga : definisi Rahasia Bank dalam Pasal 1 angka 28 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang menyatakan bahwa : “Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya”.

15

Dalam perkembangannya, tugas dan kewenangan PPATK seperti tercantum dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan


(31)

PPATK mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, dengan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; pengelolaan data dan informasi yang diperoleh; pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain.16

Dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (money laundering), PPATK berwenang meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu; menetapkan pedoman identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan; mengkoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dengan instansi terkait; memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan tindak pencucian uang; mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan anti-pencuian uang; dan

Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 telah ditambahkan termasuk penataan kembali kelembagaan PPATK pada Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang disahkan dan diundangkan pada tanggal 22 Oktober 2010. Sumber : Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 No. 122, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5164.

16

Pasal 40 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.


(32)

menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.17

Terkait dengan penelitian ini, PPATK telah melakukan audit terhadap transaksi keuangan yang mencurigakan dan telah dilaporkan kepada Penyidik. Adapun jumlah Hasil Audit yang disampaikan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Penyidik terkait dengan tindak pidana narkotika dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1.

Jumlah Hasil Audit Yang Disampaikan PPATK ke Penyidik Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU TPPU Berdasarkan Dugaan Tindak Pidana

Narkotika, Januari 2003 s.d. Desember 2013

TINDAK PIDANA ASAL

SEBELUM BERLAKUNYA UU TPPU NO. 8 TAHUN 2010

(SD. OKTOBER 2010

SESUDAH BERLAKUNYA UU TPPU

NO. 8 TAHUN 2010 (SEJAK JANUARI 2011) JLH JAN. 2003 sd.

DES 2013

2003-2008 2009 2010 JLH 2011

2012 2013

JLH Des. 2012 Jan s.d. Des 2012 Jan s.d. Des 2012 Nov 2013 Des 2013 Jan s.d. Des 2013

NARKOBA 12 27 8 47 20 3 15 15 2 0 8 43 90

Sumber : Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Laporan Tahun 2013, Januari 2014.

Berdasarkan Tabel 1 di atas, jumlah Hasil Audit PPATK yang telah dilaporkan kepada Penyidik dari tahun 2003 sampai dengan 2013 sebanyak 90 laporan. Dapat dilihat pada tabel tersebut bahwa setiap tahun PPATK menerima membuat audit dan dilaporkan kepada Penyidik untuk ditindaklanjuti.

Dikaitkan dengan studi kasus pada penelitian ini, yaitu terhadap Putusan Mahkamah Agung RI No. 1303 K/Pid.Sus/2013 tanggal 21 Agustus 2013 Jo. Putusan

17

Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.


(33)

Pengadilan Tinggi Medan No. 700/Pid/2012/PT.Mdn tanggal 8 Januari 2013 Jo. Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/Pid.B/2012/PN.Mdn tanggal 8 Oktober 2012 juga menggunakan modus kejahatan dalam bidang perbankan. Modus kejahatan dalam bidang perbankan, dalam hal ini, menggunakan jasa pengiriman uang di Money Changer (tempat penukaran uang). Predicate crime (kejahatan asal)-nya adalah tindak pidana narkoba, yaitu shabu-shabu. Perdagangan shabu-shabu ini dilakukan antar lintas negara yaitu antara Malaysia dengan Indonesia.

Adapun kronologis kejadian tindak pidana narkoba yang dikaitkan dengan pencucian uang berdasarkan putusan-putusan tersebut di atas, dapat digambarkan melalui ilustrasi di bawah ini :

Gambar 1

Ilustrasi Pengedaran Narkotika dan Pencucian Uang

Sumber : Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI No. 1303 K/Pid.Sus/2013 tanggal 21 Agustus 2013 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 700/Pid/2012/PT.Mdn tanggal 8 Januari 2013 Jo. Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/Pid.B/2012/PN.Mdn tanggal 8 Oktober 2012.

M

AL

AYS

IA INDO

NE

S

IA

KAMA L

A-GU

A-SENG

BAYU/

RENDY PAULINA

RAMLI

Kel. TKI TKI

SHABU-SHABU

e-mail no rek. Kel. TKI


(34)

Berdasarkan ilustrasi gambar di atas, dapat dinarasikan sebagai berikut :

- “Bahwa Tn. Kamal mempunyai bisnis penukaran dan pengiriman uang di Malaysia dari para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang ada di Malaysia untuk mengirimkan uang gajinya ke keluarga para TKI di Indonesia;

- Bahwa Tn. Kamal mempunyai teman di Indonesia untuk mengirimkan uang kiriman para TKI di Malaysia yang bernama Tn. Bayu Khrisna, dan Tn. Bayu Khrisna ini juga mempunyai usaha penyaluran kiriman uang kepada keluarga TKI di Indonesia;

- Bahwa bisnis pengiriman uang ini, ternyata diselubungi dengan pengedaran shabu-shabu antar lintas negara Malaysia dan Indonesia, hal ini dikarenakan Tn. Kamal juga mempunyai hubungan bisnis dengan Tn. A-Gu (seorang bandar shabu dari Malaysia), akan tetapi, Tn. A-Gu mengaku kepada Tn. Kamal sebagai seseorang yang memiliki bisnis pengiriman uang juga dengan harga yang lebih murah;

- Bahwa oleh karena Tn. A-Gu juga mempunyai jasa pengiriman uang dengan harga yang lebih murah tersebut, Tn. Kamal akhirnya bekerja sama dengan Tn. A-Gu untuk mengirimkan uang para TKI di Malaysia tersebut kepada Tn. Bayu;

- Bahwa Tn. A-Gu juga mempunyai teman bernama Tn. A-Seng sebagai kurir yang mengantarkan shabu ke pelabuhan Tanjung Balai kepada Tn. Suryono alias Aweng (anak buah Tn. Ramli alias Mami), akan tetapi, dalam transaksi shabu-shabu ini tidak ada transaksi uang sama sekali;

- Bahwa Tn. Suryono alias Aweng atas suruhan Tn. Ramli alias Mami mengirimkan uang pembayaran atas shabu-shabu kepada rekening bank milik Tn. Bayu dan Tn. Rendy, begitu juga dengan Ny. Paulina yang membeli shabu dari Tn. Ramli alias Mami tetapi tidak membayarnya kepada Tn. Ramli melainkan kepada Tn. Rendy / Tn. Bayu;

- Bahwa Tn. Bayu meninggal dunia dan meninggalkan usahanya berupa jasa pengiriman uang kepada Keluarga TKI yang ada di Indonesia kepada Tn. Rendy sebagai anak kandungnya;

- Bahwa selain itu, Tn. Kamal juga mengirimkan pemberitahuan jumlah dana dan nomor-nomor rekening tujuan yang akan ditransfer Tn. Rendy melalui e-mail, dan Tn. Rendy tanpa diketahuinya uang-uang hasil penjualan shabu tersebut telah masuk ke rekening pribadinya maupun rekening-rekening siluman yang dibuatnya;


(35)

- Bahwa Tn. Rendy juga menjalin kerjasama dengan pihak bank untuk melaksanakan auto debet rekeningnya kepada rekening-rekening yang dikirim melalui e-mail oleh Tn. Kamal;

- Bahwa antara Tn. Rendy, Ny. Paulina, Tn. Ramli alias Mami, dan Tn. Suryono alias Aweng tidak kenal satu sama lain”;

Dengan demikian, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI No. 1303K/ Pid.Sus/2013 tanggal 21 Agustus 2013 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 700/Pid/2012/PT.Mdn tanggal 8 Januari 2013 Jo. Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/Pid.B/2012/PN.Mdn tanggal 8 Oktober 2012, Tn. Rendy alias Maha Nathy Naidu telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “Menerima penempatan, pembayaran atau pembelanjaan, penitipan, penukaran, penyembunyian atau penyamaran investasi simpanan atau transfer uang yang diketahuinya berasal dari tindak pidana narkotika”.18

18

Petikan Putusan Nomor 1303 K/Pid.Sus/2013 tertanggal 21 Agustus 2013.

Adapun ketentuan pidana yang diterapkan pada perkara tersebut di atas adalah Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam Dakwaan Kesatu, yang menyatakan bahwa :

“Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah)”.


(36)

Pada Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tersebut di atas, dalam hal pembuktiannya menggunakan sistem pembuktian terbalik (dapat dilihat frase “patut diduganya”). Unsur “yang diketahuinya atau patut diduganya” adalah merupakan unsur subjektif (mens rea).19 Unsur subjektif dapat dilihat dari perbuatan seseorang yang dengan sengaja, mengetahui atau patut menduga bahwa harta kekayaan berasal dari hasil kejahatan, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta tersebut. Sedangkan unsur objektif (actus rea)20 dapat dilihat dengan adanya kegiatan menempatkan, mentransfer, membayarkan atau membelanjakan, menghibahkan atau menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan lain atas harta kekayaan (yang diketahui atau patut diduga berasal dari kejahatan).21

Ketentuan yang ada dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang terkait dengan perumusan tindak pidana pencucian uang yang

19 Lihat : Henry Campbell Black, Richard A. Garner (Ed.),

Black’s Law Dictionary, Edisi Kedelapan, (Minnesota : West Group, 2004), hal. 3124. “Mens Rea is the state of mind that the prosecution, to secure a conviction, must prove that a defendant had when committing a crime”. Terjemahan bebas : “Mens Rea adalah suatu keadaan pikiran meyakinkan yang harus membuktikan bahwa Terdakwa telah melakukan tindak pidana”.

20

Ibid., hal. 109. “Actus Reus is the wrongful deed that comprises the physical components of a crime and that generally must be coupled with mens rea to establish criminal liability”. Terjemahan bebas: “Actus Rea adalah perbuatan salah yang terdiri dari komponen fisik dari kejahatan dan yang umumnya harus dibarengi dengan Mens Rea untuk menetapkan tanggung jawab pidana”.

21

Pasal 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya, atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyumbangkan, atau menyamarkan asal-usul Harta Kekayaan sehingga seolah-olah menjadi Harta Kekayaan yang Sah”.

Berkenaan dengan masalah “yang diketahuinya” terdapat perkara menarik di Amerika Serikat yaitu United States v. Buena Vista Avenue, 113 S.Ct.1126 (1993) dimana pemilik rumah dituduh telah membeli rumah dengan dana yang harus diketahui berasal dari hasil kejahatan. Namun, si Pemilik mengajukan keberatan, bahwa dia “tidak mengetahui” asal uang yang digunakan untuk membeli rumah tersebut dan dia merasa sebagai innocent owner. Lihat : Erman Rajagukguk, “Rezim Pencucian Uang dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang”, disampaikan pada Lokakarya “Anti Money Laundering” Fakultas Hukum USU, Medan 15 September 2005, hal. 11-12.


(37)

menggunakan kata “setiap orang” dimana dalam Pasal 1 angka (9) ditegaskan bahwa: “Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi”. Sementara pengertian korporasi terdapat dalam Pasal 1 angka (10). Dalam pasal ini disebutkan bahwa Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Sementara itu, yang dimaksud dengan transaksi menurut ketentuan dalam undang-undang tersebut adalah seluruh kegiatan yang menimbulkan hak atau kewajiban atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih. Adapun transaksi keuangan diartikan sebagai transaksi untuk melakukan atau menerima penempatan, penyetoran, penarikan, pemindahbukuan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan atau kegiatan lain yang berhubungan dengan uang. Transaksi keuangan yang menjadi unsur tindak pidana pencucian uang adalah transaksi keuangan yang mencurigakan atau patut dicurigai baik transaksi dalam bentuk tunai maupun melalui proses pentransferan/memindahbukukan.

Pada Putusan Mahkamah Agung RI No. 1303K/Pid.Sus/2013 tanggal 21 Agustus 2013 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 700/Pid/2012/PT.Mdn tanggal 8 Januari 2013 Jo. Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/Pid.B/2012/PN.Mdn tanggal 8 Oktober 2012 menarik diteliti karena putusan tersebut pada tingkat Pengadilan Negeri di dalam amarnya yang menjatuhkan pidana penjara terhadap Terdakwa Maha Nathy Naidu alias Rendy dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) subsidair 4 (empat) bulan penjara. Sedangkan, pada putusan tingkat Pengadilan Tinggi, Terdakwa Maha Nathy Naidu tersebut dihukum oleh Majelis


(38)

Hakim dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan denda sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah) dan apabila denda tersebut tidak dibayar dapat diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan. Selanjutnya dalam putusan pengadilan pada tingkat Mahkamah Agung telah memutus dengan amarnya menghukum Terdakwa tersebut dengan hukuman penjara selama 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp. 37.000.000.000,- (tiga puluh tujuh miliar rupiah). Perbedaan penghitungan denda inilah yang menarik untuk diteliti, mengenai dari mana asalnya Majelis Hakim Pengadilan Tinggi memutus untuk menaikkan denda dari Rp. 1 miliar ke Rp. 2.000.000.000,- (Dua Miliar Rupiah), sedangkan Majelis Hakim Agung pada Mahkamah Agung menghukum Terdakwa dengan denda sebesar Rp. 37.000.000.000,- (Tiga Puluh Tujuh Miliar). Sementara itu, harta Terdakwa tidak sampai dengan angka yang dikehendaki oleh Majelis Hakim Agung sebesar Rp. 37 37.000.000.000,- (Tiga Puluh Tujuh Miliar).

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa ada hubungan antara pencucian uang dan dunia kejahatan tindak pidana narkoba. Oleh sebab itu, “TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN KEJAHATAN ASAL TINDAK PIDANA NARKOBA STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NO. 1243/PID.B/2012/PN.MDN., TANGGAL 08 Oktober 2012” penting untuk dikaji dan diteliti karena terdapat beberapa persoalan menarik di dalamnya, seperti : hubungan pencucian uang dengan narkoba; modus operandi yang digunakan oleh Pengedar Narkoba dalam menjalankan bisnisnya; dan hambatan-hambatan penegak hukum dalam memberantas tindak pidana pencucian uang dan pengedaran narkoba. Dengan demikian penelitian ini sangat penting untuk dibahas dan dicermati


(39)

secara lebih mendalam walaupun sudah banyak penelitian-penelitian sebelumnya yang membahas masalah hubungan tindak pidana narkoba dengan pencucian uang. Namun, dalam hal ini khusus membahas mengenai Putusan Mahkamah Agung RI No. 1303K/ Pid.Sus/2013 tanggal 21 Agustus 2013 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 700/Pid/2012/PT.Mdn tanggal 8 Januari 2013 Jo. Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/Pid.B/2012/PN.Mdn tanggal 8 Oktober 2012 an. Maha Nathy Naidu alias Rendy.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan tindak pidana pencucian uang dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang?

2. Bagaimana analisa yuridis tindak pidana pencucian uang dan kejahatan asal tindak pidana kejahatan Narkoba pada Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/Pid.B/2012/PN.Mdn., tanggal 08 Oktober 2012?

3. Bagaimanakah pertimbangan Majelis Hakim pada tingkat pertama dan banding terhadap tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana kejahatan asal tindak pidana kejahatan narkoba terkait dengan Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/Pid.B/2012/PN.Mdn., tanggal 08 Oktober 2012?


(40)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian yang terdapat pada rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan tindak pidana pencucian uang dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang;

2. Untuk mengetahui dan menganalisis tindak pidana pencucian uang dan kejahatan asal tindak pidana kejahatan narkotika pada Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/Pid.B/2012/PN.Mdn., tanggal 08 Oktober 2012; 3. Untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan Majelis Hakim pada

tingkat pertama dan banding terhadap tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana kejahatan asal tindak pidana kejahatan narkotika terkait dengan Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/Pid.B/2012/PN.Mdn., tanggal 08 Oktober 2012?

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi maupun masyarakat umum serta diharapkan dapat memberikan manfaat guna menambah khasanah ilmu hukum secara umum dan hukum perusahaan secara khusus di Indonesia.


(41)

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai pedoman dan masukan bagi Pemerintah/Badan Legislatif dalam menentukan kebijakan maupun regulasi dalam upaya pengembangan hukum nasional ke depan terkait dengan rezim penegakan hukum pencucian uang dan tindak pidana narkotika;

b. Sebagai informasi bagi Penegak Hukum (para Jaksa Penuntut Umum, Advokat dan Konsultan Hukum, dan Hakim) untuk memahami pengaturan tindak pidana pencucian uang dan hubungannya dengan tindak pidana narkoba;

c. Sebagai bahan kajian bagi masyarakat yang dapat mengambil poin-poin atau modul-modul pembelajaran dari penelitian ini dan diharapkan untuk mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana narkoba menggunakan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

E. Keaslian Penelitian

Menurut data yang didapat dari pemeriksaan dan hasil-hasil judul penelitian yang ada pada Perpustakaan Program Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, bahwa penelitian yang berjudul : “TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN KEJAHATAN ASAL TINDAK PIDANA NARKOBA STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NO. 1243/PID.B/2012/PN.MDN., TANGGAL 08 Oktober 2012” belum pernah dilakukan.


(42)

Namun, ada penelitian yang membahas kajian yang serupa tapi permasalahan dan tujuan penelitian berbeda, yaitu:

Tabel 2. Penelitian Terdahulu

No. Judul Penelitian Permasalahan Nama Mahasiswa

1. ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA NARKOBA SEBAGAI PREDICATE CRIME ON MONEY LAUNDERING

Ditulis pada tahun 2010

- Penentuan Tindak Pidana Narkoba sebagai predicate crime on money laundering;

- Penanggulangan tindak pidana narkoba melalui rezim anti money laundering dengan menempatkan narkoba sebagai predicate crime on money laundering; dan

- Hambatan dan kendala dalam pembuktian predicate crime dalam penyidikan tindak pidana narkoba.

JUKIMAN SITUMORANG

087005009/HK

2. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOBA (STUDI TERHADAP PUTUSAN PENADILAN NEGERI MEDAN)

Ditulis pada tahun 2009

- Dasar pertimbangan hakim dalam membuat putusan tentang tindak pidana narkoba di PN. Medan;

- Alasan kenapa putusan hakim tidak membuat efek jera terhadap pelaku tindak pidana narkoba; dan

- Putusan hakim dalam tindak pidana narkoba telah mencapai tujuan hukum atau tidak.

AGUSTIN WATI NAINGGOLAN 077005001/HK

3. PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA NARKOBA DI

SUMATERA UTARA

Ditulis pada tahun 2009

- Kondisi penyalahgunaan narkoba di Sumatera Utara dewasa ini;

- Langkah-langkah POLRI sebagai Penyidik dalam menanggulangi dan mengungkapkan masalah penyalahgunaan narkoba di Sumatera Utara;

- Hambatan-hambatan yang ditemui para Penyidik dalam penyelesaian terhadap pelaku penyalahgunaan narkoba.

ELIZABETH SIAHAAN 077005036/HK

Sumber : Website Resmi Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Program Magister Ilmu Hukum,

Dapat dilihat pada tabel di atas bahwa permasalahan yang diutarakan pada penelitian ini adalah berbeda dengan penelitian terdahulu. Jadi dengan demikian, penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah berdasarkan kajian ilmu


(43)

pengetahuan hukum dan asas-asas penulisan yang harus dijunjung tinggi yaitu jujur, rasional, objektif serta terbuka. Hal ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori

Di Indonesia, kriminalisasi pencucian uang dilakukan sudah cukup lama. Hal tersebut dapat diketahui dengan melihat dari upaya penanganan tindak pidana pencucian uang di Indonesia yang dimulai sejak disahkannya Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang kemudian diubah pula dengan undang-undang yang baru yakni Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disebut UUTPPU).

Ketentuan mengenai pembuktian dalam UUTPPU telah diatur ketentuan khusus mengenai ketentuan pembuktian yang dilakukan pada saat pemeriksaan di persidangan. Ketentuan pembuktian tersebut diatur dalam UUTPPU diatur dalam Pasal 77 dan 78 yakni mengenai ketentuan pembuktian terbalik.

Ketentuan pembuktian terbalik yang diatur dalam pasal 77 UUTPPU, menyatakan sebagai berikut : “Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, Terdakwa wajib membuktikan bahwa Harta Kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana”. Selanjutnya, ketentuan dalam Pasal 78 UUTPPU sebagai berikut :


(44)

1. Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, Hakim memerintahkan Terdakwa agar membuktikan bahwa Harta Kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).

2. Terdakwa membuktikan bahwa Harta Kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan cara mengajukan alat bukti yang cukup.

Dari ketentuan di atas, upaya untuk membuktikan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan pelaku menjadi lebih mudah. Kemudahan itu disebabkan karena beban pembuktian dalam persidangan ada pada terdakwa. Hal inilah yang menjadi alasan bahwa dengan pembuktian terbalik akan memberikan efektivitas dalam membuktikan bahwa terdakwa bersalah atau tidak.

Menurut R. Soesilo, mengenai sistem atau teori pembuktian ada 4 (Empat) macam, yaitu :

1. “Sistem Pembuktian Menurut Undang-Undang Yang Positif;

Menurut sistem ini, maka salah atau tidaknya sejumlah alat-alat bukti yang telah ditetapkan undang-undang. Menurut peraturan ini pekerjaan hakim semata-mata hanya mencocokkan apakah sejumlah bukti yang telah ditetapkan dalam undang-undang sudah ada, bila sudah ia tidak perlu menanyakan isi hatinya (yakin atau tidak), tersangka harus dinyatakan salah dan jatuhi hukuman. Dalam sistem ini keyakinan hakim tidak turut mengambil bagian sama sekali, melainkan undang-undanglah ,yang berkuasa disini.

2. Sistem Pembuktian Menurut Undang-Undang Yang Negatif;

Menurut sistem ini hakim hanya dapat menjatuhkan hukuman, apabila sedikit-dikitnya jumlah alat bukt i yang telah ditentukan adalah undang-undang ada, ditambah dengan keyakinan hakim akan kesalahan terdakwa


(45)

terhadap peristiwa pidana yang dituduhkan kepadanya. Walaupun alat-alat bukti lengkap, akan tetapi jika hakim tidak yakin tentang kesalahan terdakwa, maka ,harus diputus bebas. Dalam sistem ini bukan undang-undang yang berkuasa melainkan hakim, tetapi kekuasaan itu dibatasi oleh undang-undang.

3. Sistem Pembuktian Bebas;

Menurut sistem ini, Undang-undang tidak menentukan peraturan seperti sistem spembuktian yang harus ditaati oleh hakim, Sistem ini menganggap atau mengakui juga adanya alat-alat bukti tertentu, akan tetapi alat-alat bukti ini tidak ditetapkan dalam undang-undang seperti sistem pembuktian menurut undang-undang yang positif dan sistem pembuktian menurut undang-undang yang negatif. Dalam menentukan macam-macam dan banyaknya alat-alat bukti yang dipandang cukup untuk menentukan kesalahan terdakwa, hakim mempunyai keleluasaan yang penuh. Ia bebas untuk menetapkan itu. Adapun peraturan yang mengikat kepadanya adalah bahwa dalam keputusannya ia harus menyebutkan pula alasan-alasannya. 4. Sistem Pembuktian Melulu Berdasarkan Atas Keyakinan Belaka.

Menurut sistem ini hakim tidak terikat kepada alat-alat bukti yang tertentu, ia memutuskan, kesalahan terdakwa melulu berdasarkan atas keyakinannya. Dalam hal ini hakim mempunyai kebebasan yang penuh dengan tidak dikontrol sama sekali. Tentunya selalu ada alasan berdasar pikiran secara logika, yang mengakibatkan seorang hakim mempunyai pendapat tentang terbukti atau tidak dari suatu keadaan. Soalnya adalah bahwa dalam sistem ini hakim tidak diwajibkan menyebut alasan-alasan itu dan apabila hakim menyebutkan alat-alat bukti yang ia pakai, maka ,hakim dapat memakai alat bukti apa saja. Keberadaan sistem ini ialah bahwa terkandung didalamnya suatu kepercayaan yang terlalu besar kepada ketetapan kesan-kesan perorangan belaka dari seorang hakim. Pengawasan terhadap putusan-putusan hakim seperti in adalah sukar untuk dilakukan, oleh karena badan pengawas tidak dapat tahu pertimbangan-pertimbangan hakim, yang mengalirkan pendapat hakim kearah putusan”.22

Setelah membahas teori-teori pembuktian dalam hukum acara pidana, maka timbulah pertanyaan bahwa sistem apakah yang sekarang ini dipakai di Indonesia?

22

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor : Politeia, 1985), hal. 6-8.


(46)

Pasal 183 KUHAP, ditentukan : “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia peroleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Berdasarkan Pasal 183 KUHAP, maka hukum acara pidana di Indonesia memakai sistem pembuktian menurut undang-undang negatif. Oleh karena itu, sistem pembuktian yang dianut adalah sistem pembuktian “negatief wettelijk stelsel”.

Sistem pembuktian negatief wettelijk stelsel ini harus :

1. Kesalahan terbukti dengan sekurang-kurangnya “dua alat bukti yang sah”; 2. Dengan alat bukti minimum yang sah tersebut hakim memperoleh keyakinan

bahwa telah terjadi tindak pidana dan terdakwalah pelakunya.

Mengenai hukum pembuktian berkenaan dengan penanganan kejahatan pencucian uang, UUTPPU mengatur jenis dan kekuatan alat bukti lebih luas daripada rumusan yang terdapat dalam KUHAP. Dalam UUTPPU disamping alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 KUHAP, juga ditambah dengan alat bukti lain sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 73 UUTPPU, bahwa alat bukti yang sah dalam pembuktian TPPU ialah:

1. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana, yaitu : a. Keterangan Saksi;

b. Keterangan Ahli; c. Surat;


(47)

e. Keterangan Terdakwa;

2. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau alat yang serupa optik dan dokumen. Pasal 1 Angka 16 UU TPPU, menetapkan bahwa Dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas atau benda fisik apa pun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:

a. tulisan, suara, atau gambar;

b. peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; dan

c. huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya. Penggunaan UUTPPU sangat mendesak untuk efektifitas pembuktian tindak pidana narkotika. Apalagi penegak hukum di Indonesia baik itu Kepolisian ataupun Kejaksaan masih dididik, dibesarkan dan mempraktekkan paradigma lama dalam pembuktian. Penegak hukum di Indonesia masih berpegang pada paradigma follow the suspect. Maksudnya, untuk membuktikan tindak pidana narkotika, penegak hukum lebih mengandalkan kesaksian dari pelaku atau orang lain yang mengetahuinya, dimana yang paling penting adalah saksi. Tetapi pendekatan tersebut tidak cukup memadai untuk membuktikan kasus-kasus narkotika yang semakin berkembang. Para pelaku tindak pidana narkotika yang memahami instrumen pasar


(48)

finansial mengerti bagaimana bank bekerja dan tahu berbagai produk investasi, akan mudah untuk menutupi jejak hasil kejahatan narkotika. Dengan mencuci uangnya, maka kejahatan yang dilakukannya tidak akan terungkap.

2. Kerangka Konsep

Demi memudahkan pemahaman dan menghindari kesalahan penafsiran yang berbeda antara satu konsep dengan konsep lainnya maka digunakanlah kerangka konsep. Kerangka konsep berisikan tentang konsep-konsep operasional dari penelitian bukan konsep-konsep dari Undang. Namun, penggunaan Undang-Undang dimungkinkan apabila konsep sudah ada di dalamnya.23 Jadi, tidak menutup kemungkinan dalam hal penggunaan Undang-Undang untuk memberikan definisi mengenai konsep yang dikemukakan. Dikarenakan penelitian hukum adalah penelitian normatif yang bersifat kualitatif maka tidak menutup kemungkinan dalam hal penggunaan semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkutan dengan judul dan permasalahan (isu hukum) yang sedang diteliti.24

23

Perumusan konsep diserahkan kepada kebutuhan penelitian, yang dapat diperoleh dari semua sumber hukum yang dimiliki. Perumusan konsep dibutuhkan untuk memperoleh pemahaman inti dan dasar pijakan pada istilah yang akan dipergunakan dalam penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini adalah penelitian hukum jadi konsep operasional berasal dari Undang-Undang. Sumber : Dian Puji N. Simatupang, “Penyusunan Proposal Penelitian”, Bahan Perkuliahan Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Depok : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 27 Februari 2008), hal. 16. Lihat juga : Topo Santoso, “Penelitian Proposal Penelitian Hukum Normatif”, Pelatihan Penelitian Hukum, (Depok : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 25 April 2005), hal. 23. Mengatakan bahwa : “Kerangka konsepsional pada hakekatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkret daripada kerangka teoritis yang sering kali bersifat abstrak kadangkala diperlukan definisi operasional. Dalam penelitian hukum, kerangka konsepsional dapat diambil dari peraturan perundang-undangan”.

24

Alvi Syahrin, “Pendekatan Dalam Penelitian Hukum”, Bahan Perkuliahan Metode Penelitian Hukum, (Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 3.


(49)

konsep harus berurutan sesuai dengan judul dan rumusan masalah. Adapun konsep dimaksud dalam penelitian ini, antara lain :

1. Tindak Pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut, selanjutnya ia menyatakan menurut wujudnya atau sifatnya, tindak pidana itu adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum dan juga merugikan masyarakat dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu perbuatan akan menjadi suatu tindak pidana, apabila perbuatan itu : melawan hukum, merugikan masyarakat, dilarang oleh aturan pidana, pelakunya diancam dengan pidana;25 2. Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan,

membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya, atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyumbangkan, atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah;26

3. Tindak Pidana Narkotika adalah suatu perbuatan yang diancam oleh sanksi pidana terhadap pelaku yang menyalahgunakan zat atau obat baik alamiah

25

Mulyatno dalam Faisal Salam, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Bandung : Pustaka, 2004), hal. 84.

26

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.


(50)

maupun sintesis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku;

4. Kejahatan asal (predicate offenses) adalah sebuah pelanggaran / kejahatan sebelumnya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kalimat dikenakan untuk kejahatan dikemudian, tindak pidana asal ditentukan oleh undang-undang dan tidak seragam pada setiap negara;27

5. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang;28

6. Putusan Pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum.29

Adapun jenis-jenis putusan yang dikenal dalam Hukum Acara Pidana yang dapat dijatuhkan oleh Majelis Hakim, yaitu :

27

Henry Campbell Black, Richard A. Garner (Ed.), Op.cit., hal. 3429. “Predicate offense an earlier offense that can be used to enhance a sentence levied for a later conviction. Predcate offenses are defined by statute and are not uniform from state to state”.

28

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

29

Pasal 1 angka 11 Jo. Pasal 195, Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.


(51)

a. Putusan Bebas, dalam hal ini berarti Terdakwa dinyatakan bebas dari tuntutan hukum. Berdasarkan Pasal 191 ayat (1) KUHAP putusan bebas terjadi bila Pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang Pengadilan kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan karena tidak terbukti adanya unsur perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Terdakwa;

b. Putusan Lepas, dalam hal ini berarti berdasarkan Pasal 191 ayat (2) KUHAP Pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa terbukti, namun perbuatan tersebut, dalam pandangan hakim, bukan merupakan suatu tindak pidana (onslagh);

c. Putusan Pemidanaan, dalam hal ini berarti Terdakwa secara sah dan meyakinkan telah terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, oleh karena itu Terdakwa dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ancaman pasal pidana yang didakwakan kepada Terdakwa.

G. Metode Penelitian

Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk mendapatkan pemahaman mengenai objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.30 Sedangkan penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten. 31

30

Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta : Indonesia Hillco, 1990), hal. 106.

31

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 1.


(52)

sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya.32

1.

Dengan demikian secara umum objek penelitian terhadap penelitian ini adalah norma huku m yang terwujud dalam kaidah-kaidah hukum dibuat dan diterapkan oleh Penegak Hukum yaitu Hakim dalam sejumlah peraturan perundang-undangan yang terkait langsung dengan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana narkotika di Indonesia khususnya Sumatera Utara di Medan. Secara khusus, objek penelitiannya adalah Putusan Mahkamah Agung RI No. No. 1303K/ Pid.Sus/2013 tanggal 21 Agustus 2013 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 700/Pid/2012/PT.Mdn tanggal 8 Januari 2013 Jo. Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/Pid.B/2012/PN.Mdn tanggal 8 Oktober 2012 an. Maha Nathy Naidu alias Rendy.

Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif. Penggunaan metode penelitian hukum normatif (yuridis normatif) dikarenakan penelitian ini dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.33

32

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta : Sinar Grafika, 1996), hal. 6.

33

Mengenai istilah penelitian hukum normatif, tidak terdapat keseragaman diantara para ahli hukum. Diantara pendapat beberapa ahli hukum dimaksud, yakni :

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, menyebutkan dengan istilah metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan (Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), (Jakarta : Rajawali Pers, 2001), hal. 13-14);

Soetandyo Wignjosoebroto, menyebutkan dengan istilah metode penelitian hukum doktrinal (Soetandyo Wignjosoebroto,Hukum, Paradigma Metode dan Dinamika Masalahnya, Editor : Ifdhal Kasim et.al., (Jakarta : Elsam dan Huma, 2002), hal. 147);

Sunaryati Hartono, menyebutkan dengan istilah metode penelitian hukum normatif (C.F.G. Sunaryati Hartono,Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, (Bandung : Alumni, 1994), hal. 139); dan


(53)

adalah Putusan Mahkamah Agung RI No. No. 1303K/ Pid.Sus/2013 tanggal 21 Agustus 2013 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 700/Pid/2012/PT.Mdn tanggal 8 Januari 2013 Jo. Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/Pid.B/2012/PN.Mdn tanggal 8 Oktober 2012 an. Maha Nathy Naidu alias Rendy.

Sifat penelitian adalah penelitian deskriptif analisis yang ditujukan untuk menggambarkan secara tepat, akurat, dan sistematis gejala-gejala hukum terkait penerapan tindak pidana narkotika dalam dimensi pencucian uang di Indonesia berdasarkan Pasal 137 huruf b. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Penelitian deskriptif analisis, dikaitkan dengan penelitian ini yaitu menggambarkan modus operandi yang digunakan oleh Terdakwa untuk melakukan tindak pidana pencucian uang, dikarenakan di dalam putusan-putusan yang akan diteliti tersebut tidak ada menggambarkan modus operandi yang dilakukan.

2. Sumber Data

Penelitian hukum normatif yang menititikberatkan pada studi kepustakaan dan berdasarkan pada data sekunder, yang terdiri atas :

1. Bahan hukum primer, meliputi seluruh peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian, antara lain :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen;

Ronny Hanitjo Soemitro (Almarhum), menyebutkan dengan istilah metode penelitian hukum yang normatif atau metode penelitian hukum yang doktrinal (Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cetakan Kelima, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994), hlm. 10).


(54)

b. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

c. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

d. Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang;

e. Putusan Mahkamah Agung RI No. No. 1303K/ Pid.Sus/2013 tanggal 21 Agustus 2013 an. Maha Nathy Naidu alias Rendy;

f. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 700/Pid/2012/PT.Mdn tanggal 8 Januari 2013 an. Maha Nathy Naidu alias Rendy;

g. Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/Pid.B/2012/PN.Mdn tanggal 8 Oktober 2012 an. Maha Nathy Naidu alias Rendy.

2. Bahan hukum sekunder, merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer sebagaimana yang terdapat dalam kumpulan pustaka yang bersifat sebagai penunjang dari bahan hukum primer, yang terdiri dari :

a. Buku-buku; b. Jurnal-jurnal; c. Majalah-majalah; d. Artikel-artikel; dan e. Berbagai tulisan lainnya.

3. Bahan hukum tertier yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti :


(1)

BUKU

Amirin, Tatang M., Pokok-Pokok Teori Sistem, Cet. I. Jakarta : Rajawali, 1986. Batara., Aditya G., dan Beni Sukadis (Ed.), “Reformasi Manajemen Perbatasan”,

Edisi Pertama, DCAF & LESPERSSI, 2007.

Black, Henry Campbell., Richard A. Garner (Ed.), Black’s Law Dictionary, Edisi Kedelapan, Minnesota : West Group, 2004.

BNN, “Pemahaman Tentang Bahaya Penyalahgunaan Narkoba”, Buku Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Petugas Lapas dan Rutan, 2009. Bungin, Burhan., Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan

Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta : Kencana, 2009.

Feo, Michael A. De., “Depriving International Narcotics Traffickers and Other Organized Criminals of Illegal Proceeds and Combatting Money Laundering”,

Den J. Int LL & Pol’y, Vol. 18:3, 1990.

Friedman, Lawrence M., American Law an Introduction, 2nd Edition, diterjemahkan oleh Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar, Jakarta : Tata Nusa, 2001.

Ganarsih, Yenti., Kriminalisasi Pencucian Uang (Money Laundering), Cet. 1, Jakarta : Program Pascasarjana FH-UI, 2003.

Hafizi, M. Zainul., “Makalah Etika Bisnis Penegakan Hukum Terhadap Pencucian Uang di Indonesia”, Jakarta : Universitas Indraprasta PGRI, 2011.

Hartono, C.F.G. Sunaryati.,Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, Bandung : Alumni, 1994.

Husein, Yunus., “Hubungan Antara Kejahatan Peredaran Gelap Narkoba dan Tindak Pidana Pencucian Uang”, paper pendukung Delegasi RI pada Forthy-Seventh Session of The Comission on Narcotics Drugs, yang diselenggarakan di Wina 15-22 Maret 2004.

---., Upaya Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering), makalah disampaikan pada Seminar Nasional “Mengenali


(2)

Tindak Pidana Pencucian Uang”, diselenggarakan oleh Universitas Sumatera Utara, Medan tanggal 30 Oktober 2002.

Ismanthono, Henricus W., Kamus Istilah Ekonomi dan Bisnis, Jakarta : Kompas, 2010.

Jehani, Libertus., dan Antoro, dkk., Mencegah Terjerumus Narkoba, Tangerang : Visimedia, Desember 2006.

Joewana S., Gangguan Penggunaan Zat Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif Lain, Jakarta : Gramedia, 1989.

Mahyar, Andry., “Tinjauan Yuridis Terhadap Peran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dalam Mencegah dan Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)”, Medan : Tesis, Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana USU, 2011.

Marzuki, Peter Mahmud., Penelitian Hukum, Edisi Pertama, Cetakan Keenam, Jakarta : Kencana, 2010.

Moleong, Lexy J., Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004.

Nasution, Bismar., Hukum Rasional Untuk Landasan Pembangunan Ekonomi Inodnesia, disampaikan pada Seminar Nasional Reformasi Hukum dan Ekonomi, sub tema : “Reformasi Agraria Mendukung Ekonomi Indonesia”, diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis USU ke-52, Medan, Sabtu 14 Agustus 2004.

Nasution, Bismar., Rezim Anti Money Laundering, Hukum Kegiatan Ekonomi I, Bandung : Books Terrace & Library, 2007.

Nurhadiyanto, Lucky., “Pola Pencucian Uang Hasil Perdagangan Narkoba dan Pembalakan Liar”, Jurnal Kriminologi Indonesia, Vol. 6, No. II, Agustus 2010. PPATK, Laporan Tahun 2013, Januari 2014.

PPATK E-Learning, “Modul E-Learning 1 : Pengenalan Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme”, Jakarta : PPATK, tanpa tahun.

---., “Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme, Bagian 4 : Pengaturan Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang di Indonesia”, Jakarta : PPATK, tanpa tahun.


(3)

Putro, Mardjono Reksadi., Hak Azasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana, (Jakarta : Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum (Lembaga Kriminologi) Universitas Indonesia, 1997.

Rajagukguk, Erman., “Pencucian Uang : Suatu Studi Perbandingan Hukum”, makalah disampaikan pada Lokakarya mengenai RUU Anti-Pencucian Uang (Money Laundering), diselenggarakan oleh Program Pascasarjana FH-UI, University of South Carolina dan Bank Indonesia, Surabaya, 21 Juli 2002.

---., “Rezim Pencucian Uang dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang”, disampaikan pada Lokakarya “Anti Money Laundering” Fakultas Hukum USU, Medan 15 September 2005.

Reuter, Peter., dan Edwin M. Truman, Chasing Dirty Money : The Fight Against Money Laundering, US : Automated Graphic Systems, Inc., 2004.

Salam, Faisal., Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bandung : Pustaka, 2004. Santoso, Topo., “Penelitian Proposal Penelitian Hukum Normatif”, Pelatihan

Penelitian Hukum, Depok : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 25 April 2005.

Sasangka, Hari., Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Cet. I, Bandung : Mandar Maju, 2003.

Simatupang, Dian Puji N., “Penyusunan Proposal Penelitian”, Bahan Perkuliahan Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Depok : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 27 Februari 2008.

Sjahdeini, Sutan Remy., Seluk-Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2007.

Sjahputra, Iman., Money Laundering (Suatu Pengantar), Jakarta : Harvindo, 2006. Soekanto, Soerjono., dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001.

Soekanto, Soerjono., Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, Jakarta : Indonesia Hillco, 1990.

Soemitro, Ronny Hanitijo., Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cet. V, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994.


(4)

Soesilo, R., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor : Politeia, 1985.

Steward, David P., Internationalizing The War on Drugs; The UN Convention on Against Illicit Trafic in Narcotics Drugs and Psycotropic Substances, Den.J Int : L and Pol’y, vol. 18.

Sutedi ,Adrian., Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, Jakarta : Sinar Grafika, 2010.

Syahrin, Alvi., “Pendekatan Dalam Penelitian Hukum”, Bahan Perkuliahan Metode Penelitian Hukum, Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009.

Tjah, T.H. Rahardja K., Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek Sampingnya, Edisi V, Jakarta : Elex Media Komputindo, 2002.

Tobing, Fredy BL., “Aktifitas Drugs Trafficking Sebagai Isu Keamanan Yang Mengancam Stabilitas Negara”, dalam Jurnal Global Politik Internasional, Vol. 5, No. 1, November 2002.

Tobing, Raida L., et.al., Penelitian Hukum Tentang Efektivitas Undang-Undang Money Laundering, Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2011.

Waluyo, Bambang., Penelitian Hukum dalam Praktek, Jakarta : Sinar Grafika, 1996. Wignjosoebroto, Soetandyo., Hukum, Paradigma Metode dan Dinamika

Masalahnya, Editor : Ifdhal Kasim et.al., .Jakarta : Elsam dan Huma, 2002. World Development Report, Laporan Pembangunan Dunia 2011 : Konflik

Keamanan, dan Pembangunan, Washington DC : The World Bank, 2011. Zed, Mestika., Metode Penelitian Kepustakaan, Edisi Kedua, Jakarta : Yayasan Obor

Indonesia, Januari 2008.

ARTIKEL INTERNET

BNN, “Database Badan Narkotika Nasional”, tanggal 15 Maret 2014.

Website Resmi PPATK, “Struktur

Organisasi”,


(5)

Website Resmi Presiden RI, “Pidato Presiden : Sambutan Kuliah Umum dalam Rangka HUT ke-5 Pusat Pelaporan Transaksi Keuangan (PPATK), di Istana Negara, Jakarta, pada hari Selasa tanggal 17 April 2007.

MAJALAH DAN MEDIA MASSA

Harian Berita Hukum, “Mami BD Shabu Divonis 10 Tahun Penjara”, diterbitkan Kamis, 12 Juli 2012.

Harian Republika, “Antara Narkotika dan Pencucian Uang”, diterbitkan Sabtu, 23 November 2013.

Harian Medan Bisnis, “Moko Dihukum 8 Tahun”, diterbitkan Senin, 04 November 2013.

Harian Media Indonesia, “Sudjono Iswahyudi : Politik Hukum Pemberantasan Korupsi : Lex Specialis Systematic Versus Lex Specialis Derogat Lege Generali”, diterbitkan hari Senin, 15 Oktober 2007.

Kantor Berita Antara, “Presiden Ajak Semua Pihak Perangi Pencucian Uang”, diterbitkan Selasa, 17 April 2007.

Majalah Sinar BNN, “2014 : Tahun Penyelamatan Pengguna Narkoba”, Edisi I – Januari 2014.

Majalah Tempo, “Indonesia Bukan Lagi Surga Cuci Uang”, diterbitkan Sabtu, 12 Februari 2005.

Majalah Tempo, “Produksi Opium Afganistan 2011-2013 Naik”, Selasa, 16 April 2013.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.


(6)

PUTUSAN PENGADILAN

Putusan Mahkamah Agung RI No. 1303 K/Pid.Sus/2013 tanggal 21 Agustus 2013. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 700/Pid/2012/PT.Mdn tanggal 8 Januari 2013. Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/Pid.B/2012/PN.Mdn tanggal 8 Oktober


Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Boyolali No. 142/Pid.Sus/2011/Pn-Bi)

5 92 87

Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Kejahatan Asal Tindak Pidana Narkoba Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/PID.B/2012/PN.MDN. Tanggal 08 Oktober 2012

4 105 142

Analisis Yuridis Tentang Penentuan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Dalam UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

2 66 142

Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan Oleh Korporasi Menurut UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

2 82 117

Pembuktian Terbalik Dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang

3 71 102

Penanggulangan Kejahatan Trafficking Melalui Undang-Undang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

1 54 130

Kejahatan Perdagangan Anak Sebagai Predicate Crime Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang

3 39 136

Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan)

3 130 140

Penerapan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Narkotika ( Studi Putusan No. 847/Pid.B/2013/PN.MDN)

2 58 104

Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Kejahatan Asal Tindak Pidana Narkoba Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243/PID.B/2012/PN.MDN. Tanggal 08 Oktober 2012

0 3 20