POSISI DAN PERAN MASYARAKAT SIPIL DI KOTA BANDAR LAMPUNG

ABSTRAK

POSISI DAN PERAN MASYARAKAT SIPIL
DI KOTA BANDAR LAMPUNG
(Studi Pada Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung)

Oleh:
Abror

Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung dalam mewujudkan
tujuannya yakni membangun Masyarakat Madani, memiliki posisi dan peran yang
harus dijalankan, diantaranya adalah melakukan kegiatan-kegiatan sosial
kemasyarakatan demi terwujudnya masyarakat madani tersebut, Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui posisi dan peran Muhammadiyah sebagai organisasi
masyarakat sipil di Kota Bandar Lampung.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. penentuan
informan menggunakan teknik Purposive Sampling. pengumpulan data di lakukan
dengan metode wawancara dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang
digunakan antara lain reduksi data, penyajian data, dan verifikasi kesimpulan.


Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Muhammadiyah Kota Bandar Lampung
dalam posisinya sebagai civil society melakukan peran di bidang fungsi
komplementer yaitu dengan mendirikan sekolah, panti asuhan dan adanya
majelis ekonomi BTM atau Koperasi Simpan Pinjam Syariah yang bekerjasama
dengan BSM dalam pengelolaan keuangan. Pada fungsi Subtitusi / Subtitutor,
organisasi Muhammadiyah mendirikan Pengajian-Pengajian dan melakukan
gerakan dakwah. Serta pada fungsi kekuatan tandingan, organisasi
Muhammadiyah telah mengajukan sumbang saran dalam rangka untuk
meluruskan atau memperbaiki sikap Pemerintah Daerah terhadap umat beragama
kaitannya untuk kepentingan masyarakat. Selain itu juga mela k u k a n Amar
Ma’ruf Nahi Mungkar untuk memperbaiki Ahlak. pada pencapaian tujuannya,
organisasi Muhammadiyah masih mengalami kendala yaitu sistem yang mengatur
tentang mekanisme (AD/ART) kurang mendukung terlaksananya peran dan fungsi

tersebut. Pemerintah kota Bandar Lampung kurang melibatkan Muhammadiyah,
sehingga kurang nyambungnya visi misi dilapangan. Akan tetapi terlepas dari
kendala yang dihadapi, organisasi Muhammadiyah telah memberikan kontribusi
dalam membangun SDM yang berkualitas untuk kemaslahatan umat. Hal itu
terlihat dengan telah terlaksananya 3 fungsi Civil Society kaitannya dengan relasi
masyarakat dengan negara yang telah dijabarkan oleh penulis di atas.


Kata Kunci : Posisi dan Peran Masyarakat sipil

POSISI DAN PERAN MASYARAKAT SIPIL DI KOTA BANDAR
LAMPUNG
(Studi Pada Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung)
(Skripsi)

Oleh:
Abror

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

CURICULUM VITAE
POSISI DAN PERAN MASYARAKAT SIPIL DI BANDAR LAMPUNG
(Studi Pada Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung)


Identitas Pribadi
1. Nama

: Budi Santoso Budiman, S.P.

2. Tempat Tanggal Lahir

: Tanjung Karang 9 Desember 1967

3. Jenis Kelamin

: Laki-Laki

4. Umur

: 45 Tahun

5. Agama

: Islam


6. Alamat

: Jln. Pulau Bawean 2 Gg Family No 19 B Sukarame

7. Pendidikan

: Strata 1 Pertanian

8. Pengalaman Organisasi

: 1.Gerakan Rakyat Anti Korupsi Lampung
2. Perkupulan KB Lampung
3. Aliansi Jurnalis Indipenden Lampung

9. Jabatan

: Redaktur LKBN Kantor Berita Antara Lampung
Editor Antara Lampung.com


CURICULUM VITAE
POSISI DAN PERAN MASYARAKAT SIPIL DI BANDAR LAMPUNG
(Studi Pada Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung)

Identitas Pribadi
1. Nama

: Dr. Sudarman,M.A.

2. Tempat Tanggal Lahir

: Purwodadi 1 Juli 1967

3. Jenis Kelamin

: Laki-Laki

4. Umur

: 45 Tahun


5. Agama

: Islam

6. Alamat

: Jl. Seibai Gg Melati 2 No 14 Haji Mena Natar Lamsel

7. Pendidikan

: S3

8. Pengalaman Organisasi

: 1. Ikatan Pemuda Muhammadiyah
2. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
3. Muhammadiyah

9. Jabatan


: Wakil Rektor IV Muhammadiyah
Dosen Institut Agama Islam Negeri Raden Intan
Lampung

CURICULUM VITAE
POSISI DAN PERAN MASYARAKAT SIPIL DI BANDAR LAMPUNG
(Studi Pada Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung)

Identitas Pribadi
1. Nama

: Heni Damayanti, Amd

2. Tempat Tanggal Lahir

: Kedondong 11 Agustus 1989

3. Jenis Kelamin


: Perempuan

4. Umur

: 23 Tahun

5. Agama

: Islam

6. Alamat

: Jl Bukit Kemiling Permai Blok 5 No 278

7. Pendidikan

: D3 Informatika

8. Jabatan


: Administrasi di Baitut tamwil Muhammadiyah

KANTOR PENGURUS DAERAH MUHAMMADIYAH
KOTA BANDAR LAMPUNG.

KENDARAAN OPERASIONAL BAITUT TAMWIL MUHAMMADIYAH

SALAH SATU BENTUK USAHA MUHAMMADIYAH DI BIDANG
PELAYANAN MASYARAKAT (SYARI’AH).

PENULIS BERADA DI KANTOR BERITA ANTARA UNTUK
MELAKUKAN WAWANCARA DENGAN REDAKTUR KANTOR
BERITA ANTARA LAMPUNG.

Panti Asuhan Budi Mulya Muhammadiyah Bandar Lampung
di Jl Pulau Sangiang Gg Budi Mulya ,Sukarame, Bandar Lampung Adalah
bentuk Pelayannan Muhammadiyah di Bidang Pendidikan dan Sosial
Terhadap Masyarakat di Kota Bandar Lampung.

Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) Muhammadiyah

di Kota Bandar Lampung Adalah Bentuk Kepedulian Muhammadiyah di Bidang
Pendidikan di Kota Bandar Lampung.

Universitas Muhammadiyah Lampung Bentuk Kontribusi Muhammadiyah
Dalam mecetak Akademisi, Beralamat di JL.H.Zainal Abidin Pagar Alam
No.14 Labuhan Ratu.Bandar Lampung.

KANTOR PENGURUS DAERAH MUHAMMADIYAH
KOTA BANDAR LAMPUNG.

KENDARAAN OPERASIONAL BAITUT TAMWIL MUHAMMADIYAH

SALAH SATU BENTUK USAHA MUHAMMADIYAH DI BIDANG
PELAYANAN MASYARAKAT (SYARI’AH).

PENULIS BERADA DI KANTOR BERITA ANTARA UNTUK
MELAKUKAN WAWANCARA DENGAN REDAKTUR KANTOR
BERITA ANTARA LAMPUNG.

Panti Asuhan Budi Mulya Muhammadiyah Bandar Lampung

di Jl Pulau Sangiang Gg Budi Mulya ,Sukarame, Bandar Lampung Adalah
bentuk Pelayannan Muhammadiyah di Bidang Pendidikan dan Sosial
Terhadap Masyarakat di Kota Bandar Lampung.

Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) Muhammadiyah
di Kota Bandar Lampung Adalah Bentuk Kepedulian Muhammadiyah di Bidang
Pendidikan di Kota Bandar Lampung.

Universitas Muhammadiyah Lampung Bentuk Kontribusi Muhammadiyah
Dalam mecetak Akademisi, Beralamat di JL.H.Zainal Abidin Pagar Alam
No.14 Labuhan Ratu.Bandar Lampung.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijah 1330 H) tepatnya di Kampung
Kauman Yogyakarta terbentuk suatu organisasi Islam yang terinspirasi dari
tokoh Muhammad Darwis atau lebih dikenal dengan K.H. Ahmad Dahlan.
Organisasi tersebut dinamai Organisasi Muhammadiyah. Pada perkembangannya
Organisasi Muhammadiyah tersebar di seluruh Indonesia termasuk di Provinsi
Lampung yang Penulis dalam Penelitian ini membahas posisi dan peran
Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat sipil di Kota Bandar Lampung.
Muhammadiyah Kota Bandar Lampung mempunyai visi dan misi yang sama
dengan Muhammadiyah yang berada di wilayah Indonesia lainnya, yaitu misi
gerakan sosial untuk membantu masyarakat.

Muhammadiyah Kota Bandar Lampung yang telah berdiri sejak tahun 1970,
saat ini telah memiliki kepengurusan tingkat cabang (kecamatan) hingga tingkat
ranting (kelurahan) di seluruh kelurahan Kota Bandar Lampung. Diharapkan
dengan tersebarnya kepengurusan Muhammadiyah di semua tingkat kelurahan
di Bandar Lampung, akan sangat efektif di dalam membantu Pemerintah Kota
Bandar Lampung dalam mengatasi masalah-masalah sosial di Kota Bandar
Lampung.

2

K.H. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melakukan
cita-cita dalam pembaharuan Islam di Indonesia. K.H. Ahmad Dahlan ingin
mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut
tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam di Indonesia untuk
kembali hidup menurut tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sejak pertama
didirikan, telah ditegaskan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi yang
bergerak dibidang politik, namun bersifat sosial dan bergerak di bidang
pendidikan. Hasil pemikiran K.H. Ahmad Dahlan yang dilakukan secara
mendalam dan sungguh-sungguh tersebut,

kemudian melahirkan berbagai

gerakan pembaharuan yang merupakan operasionalisasi dan pelaksanaan dari
hasil pemahaman dan pemikirannya terhadap ajaran Islam.

Di Indonesia lahir beberapa organisasi atau gerakan Islam, diantaranya adalah
Muhammadiyah yang lebih dari 30 tahun sebelum merdeka dan organisasi
lainnya yang bergerak di bidang politik, sosial, dan pendidikan. Muhammadiyah
adalah organisasi yang berdiri bersamaan dengan kebangkitan masyarakat
Islam Indonesia pada dekade pertama yang sampai hari ini bertahan dan
membesar yang sulit dicari persepadanannya. dilihat dari amal usaha dan
gerakannya di bidang sosial kemasyarakatan, khususnya di bidang pendidikan
dan kesehatan, Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di
Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW,
sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang
menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.

3

Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan
yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan
ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan
alasan adaptasi.

Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan
pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. menampilkan ajaran
Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan
berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya.
Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan
yang nyata (riil).

Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit,
panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia. Muhammadiyah
sebagai salah satu organisasi Islam terbesar yang berumur lebih tua dari bangsa
ini sangat wajar jika ikut berpartisipasi dalam memecahkan permasalahan
bangsa. Dalam arti memberikan kontribusi riil terhadap masa depan bangsa.
Sebagai organisasi dakwah amar ma’ruf nahi mungkar, Muhammadiyah tidak
bisa tinggal diam dalam setiap aspek kehidupan. Sebagai konsekuensinya
muhammadiyah dalam gerakannya harus senantiasa berdimensi dakwah baik
dalam bidang ekonomi, pendidikan maupun sosial dan budaya. Melihat
kondisi kehidupan sosial kemasyarakatan yang sudah carut marut dan jauh
dari nuansa religius, Muhammadiyah merasa bertanggung jawab untuk ikut
menyelesaikan masalah sosial tersebut dan berupaya sebaik mungkin dalam

4

mewujudkan terciptanya masyarakat utama yang cerdas, berpendidikan,
berkualitas, mandiri tertib hukum, tolong menolong dan diridhoi Allah SWT.

Pada perjalanannya Muhammadiyah telah memberikan banyak sumbangsihnya
terhadap upaya terciptanya masyarakat sipil di Indonesia. Tidak sedikit program
dan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Muhammadiyah yang mengarah
pada terciptanya civil society di Indonesia, baik itu di tingkatan nasional
maupun lokal. Beberapa kiprah Muhammadiyah dalam perpolitikan nasional
diantaranya, pertama, menjelang Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Agustus 2000, Muhammadiyah menolak
dimasukkannya tujuh kata Piagam Jakarta ke dalam Amandemen UndangUndang Dasar 1945.

Muhammadiyah menyadari bahwa dengan dimasukkannya tujuh kata Piagam
Jakarta ke dalam Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 akan membangkitkan
kembali prasangka-prasangka lama dari kalangan luar Islam mengenai
“Negara Islam” di Indonesia. Prasangka seperti itu juga mengandung bahaya
terhadap integrasi bangsa yang saat ini mengalami ancaman dari berbagai
sudut. Kedua, Muhammadiyah mempunyai peran dan kontribusi yang besar
dalam penyusunan dan pengesahan

Rancangan Undang Undang Sistem

pendidikan nasional. Sejak proses sosialisasi dan perumusan awal di Panitia
Kerja Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Pimpinan
Pusat Muhammadiyah bersama Majelis Ulama Indonesia dan ormas-ormas
Islam lainnya berperan aktif sampai pengesahan di Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia menjadi Undang-Undang Sistem pendidikan

nasional

5

pada tanggal 10-11 Juni 2003 yang penuh dinamika dan kontroversial. Ketiga,
Muhammadiyah-Nahdatul Ulama bekerjasama dengan Kemitraan bagi
pembaharuan Tata Pemerintahan mendeklarasikan berdirinya “Gerakan
Nasional Pemberantasan Korupsi”, pada hari Senin, 17 September 2003 di
Pondok Pesantren Al Hikam, Malang Jawa Timur. Salah satu point terpenting
dalam deklarasi tersebut adalah bahwa Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama
akan berjuang dan berjihad dengan sungguh-sungguh untuk melawan praktik
korupsi di segala bidang serta menginstruksikan kepada seluruh pengurus
disemua tingkatan untuk terlibat secara aktif dalam mensosialisaikan gerakan
tersebut. Keempat, bersama Nahdatul Ulama dan Dewan Dakwah Indonesia,
Muhammadiyah menolak Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi. Muhammadiyah menilai bahwa keberadaan Rancangan Undang
Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang diusulkan pemerintah kurang
efektif untuk direalisasikan. Keberadaannya tidak akan bisa memberikan jaminan
terwujudnya rekonsiliasi. Bahkan dikhawatirkan akan menjadi sumber konflik
baru yang dapat mengganggu stabilitas politik dan ekonomi.

Selain kebijakan yang mencakup sektor nasional di atas, kebijakan-kebijakan
program kerja Muhammadiyah juga diarahkan pada terciptanya masyarakat sipil
di Indonesia, diantaranya program kerja dibidang pengkaderan dan sumber
daya manusia, pendidikan, kesehatan, pemberdayaan dan pengembangan
masyarakat, supremasi hukum dan bidang lingkungan hidup yang kesemuanya
diarahkan pada terciptanya masyarakat madani di Indonesia.

6

Kita ketahui dewasa ini banyak organisasi-organisasi Islam yang berkembang
di Indonesia selain Muhammadiyah, pada dasarnya organisasi-organisasi yang
berkembang di Indonesia bertujuan untuk menegakkan aturan agama Islam
sebagaimana mestinya, tetapi pada perjalanannya pola pikir dan ilmu
pengetahuan yang terbatas sehingga menimbulkan perbedaan penafsiran,
sebagai contoh ada para pengikut organisasi Islam yang masih menjalankan
ajaran agama Islam,tetapi masih menjalankan kebudayaan nenek moyang yang
sebenarnya bertentangan dengan ajaran agama Islam, di sisi lain ada juga
pengikut organisasi Islam yang lebih condong ke arah radikal.
Sementara itu karakteristik gerakan sosial Muhammadiyah adalah gerakan
sosial yang bertujuan untuk mengikuti sunah rasul secara murni tanpa di
campuri hal-hal yang tidak ada ajaranya dalam peraturan agama Islam yang
bersumber dari Al-Quran dan Al-hadis, juga mengutamakan kedamaian dalam
dakwah tanpa menimbulkan konflik secara langsung. Oleh karena penafsiran
yang berbeda tersebut, Penulis tertarik untuk membahas posisi dan peran
Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat sipil di Kota Bandar Lampung
yang mempunyai kontribusi yang cukup signifikan untuk membangun
kesejahteraan umat melalui gerakan sosial yang dilakukan.
Dipilihnya Muhammadiyah Kota Bandar Lampung sebagai fokus penelitian
berdasarkan hasil pengamatan penulis Organisasi Muhammadiyah memiliki
sumbangsih terhadap pembangunan Kota Bandar Lampung melalui gerakan
sosial yang dilakukan kaitannya dengan masyarakat sipil di Kota Bandar
Lampung sehingga penulis tertarik untuk membahasnya lebih lanjut.

7

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah posisi dan peran Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat
sipil di Kota Bandar Lampung?

C. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui posisi dan peran masyarakat sipil di Bandar Lampung
(Studi Pada Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung).

D. Kegunaan penelitian

1. Aspek teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan
memberikan kontribusi wacana serta pemikiran bagi perkembangan Ilmu
Pemerintahan, khususnya tentang posisi dan peran Muhammadiyah sebagai
organisasi masyarakat sipil di Kota Bandar Lampung yang diaktualisasikan
melalui gerakan sosial untuk memberdayakan umat. Selain itu diharapkan
hasil penelitian ini dapat berguna sebagai referensi tambahan bagi semua
pihak yang tertarik melakukan penelitian dengan kajian gerakan sosial di
masa yang akan datang.
2. Aspek praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
bagi aktivis Muhammadiyah dalam mengaktualisasikan posisi dan peran
nya dalam usahanya mewujudkan penguatan masyarakat sipil di Kota
Bandar Lampung.

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Gerakan Sosial Politik

Menurut kurniawan, Lutfi J. dan Hesti Puspito sari gerakan sosial adalah:
“Gerakan sosial adalah gerakan yang dilakukan oleh sekelompok orang,
sebagai aksi kolektif, baik untuk mendukung dan atau menentang
keberlakuan suatu nilai atau norma tertentu, maka proses bekerjanya
gerakan sosial harus bertumpu kepada daya intelektualitas yang dimiliki
oleh individu atau kelompok tersebut” (2012:84).”
Berdasarkan kutipan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa gerakan sosial
berurusan dengan nilai, norma, dan budaya tertentu yang harus didukung atau
ditentangnya. Di sinilah esensi gerakan sosial yang merupakan sebuah upaya
kolektif yang dilakukan oleh sekelompok orang melalui instrument kelembagaan
sosial baik yang berbentuk organisasi, komunitas ataupun sejenisnya.Gerakan
yang dilakukan tersebut kemudian ditransformasikan menjadi sebuah gerakan
bersama yang mempunyai fokus pada suatu isu atau masalah baik masalah
sosial politik, lingkungan dan sebagainya. Melalui upaya gerakan bersama
tersebut, ekspresi gerakannya dapat diwujudkan dalam bentuk penolakan,
mendukung, ataupun mengkampanyekan sebuah perubahan sosial yang tentu
saja harus disampaikan dengan pemikiran yang berintelektualitas, sehingga
tujuan untuk kemaslahatan bersama yang hendak dicapai dapat terwujud secara
efektif.

9

Prof. Jerome Davis dalam kurniawan, Lutfi J. dan Hesti Puspito Sari
(2012:115) menyatakan:
“Gerakan sosial muncul sebagai reaksi atas sekumpulan individu maupun
kelompok yang tidak puas terhadap kondisi kehidupan sosial yang terjadi.
Ada semacam ketamakan hidup yang bisa menyebabkan perpecahan sosial
dan mental, maka gerakan sosial ini berkembang dengan tujuan untuk
menciptakan keharmonisan”
Berdasarkan pernyataan di atas, Penulis dapat menyimpulkan bahwa sebuah
gerakan sosial dapat timbul sebagai reaksi yang dilakukan oleh individu,
kelompok ataupun organisasi sebagai reaksi terhadap masalah sosial yang
terjadi dimasyarakat dan pada dasarnya gerakan sosial ini bertujuan untuk
menciptakan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini pulalah
yang tercermin dalam gerakan sosial yang dilakukan oleh organisasi
Muhammadiyah.
Pengertian gerakan sosial menurut Jary, Julia dan David Jary Collins dalam
Dictionary of Sociology menyatakan “social movement as any board social
alliance of people who are associated in seeking to effect or to block an aspect
of social change within a society” artinya, Suatu aliansi sosial sejumlah besar
orang yang berserikat untuk mendorong ataupun menghambat suatu segi
perubahan sosial dalam suatu masyarakat. (1995: 614-615).

Berdasarkan pernyataan di atas, Penulis dapat menyimpulkan bahwa terjadinya
perubahan sosial dalam suatu tatanan masyarakat, baik ataupun buruknya dapat
terjadi karena suatu aliansi sosial yang bertindak sebagai pendorong ataupun
penghambat terjadinya perubahan sosial tersebut.

10

1. Teori-teori Gerakan Sosial
Berikut ini beberapa teori gerakan sosial:
1) Teori tindakan/aksi kolektif
Teori tindakan kolektif banyak berkonsentrasi pada kondisi-kondisi
eksternal tindakan manusia dalam konteks keseluruhan sosial, yakni
pada alasan-alasan sosial aksi massa.
2) Teori Nilai Tambah
Teori ini diambil dari kajian ekonomi yang menghasilkan nilai tambah.
Gerakan sosial sebagai nilai tambah sebagai tujuan utama yakni di
bidang ekonomi.
3) Teori Mobilisasi Sumber Daya
Sumber daya yang dimaksud dalam teori ini meliputi keahlian atau
pengalaman, keuangan, sumber informasi dan legitimasi, berdasarkan
teori ini sebuah gerakan sosial di pengaruhi oleh keberadan sumber daya
yang ada dengan kata lain keberadaan sumber daya sangat menentukan
keberhasilan, kesinambungan bahkan kemunduran dan kehancuran
gerakan sosial, begitu pentingnya faktor ini sehingga tanpa adanya
sumber daya yang cukup atau ketidakmampuan mengelola sumber
daya menjadi penyebab berhentinya sebuah gerakan.
4) Teori Proses Politik
Proses politik berperan dalam gerakan situasi sosial politik dalam
masyarakat merupakan keberpihakan Negara kepada kepentingan
publik,atau teralinisasinya publik dari perhatian Negara.

11

5) Teori Gerakan Sosial Baru (New Sosial Movement)
Menurut Pichardo dan Singh (2001), teori gerakan sosial baru
bercirikan sebagai berikut:
a. Ideologi dan tujuan gerakan sosial baru meninggalkan orientasi
ideologis yang melekat pada gerakan sosial lama. Gerakan sosial
baru menepis semua asumsi Marxian semua perjuangan dan
pengelompokan di dasari pada konsep kelas. Gerakan sosial yang
bertujuan untuk menumbangkan posisi Negara kemudian
menggantikannya dengan kekuatan proletar. Namun dalam gerakan
sosial baru, mereka memposisikannya sebagai partner pemerintah
atau Negara untuk menciptakan kehidupan baru yang lebih baik.
b. Taktik dan pengorganisasian,Gerakan sosial baru umumnya tidak
lagi mengikuti pengorganisasian seperti serikat buruh, atau model
politik kepartaian lebih memilih saluran di luar politik normal dan
menerapkan taktik yang mengganggu dari mobilisasi opini publik
untuk mendapatkan daya tawar politik serta cenderung
menggunakan demonstrasi yang amat dramatis.
c. Partisipan atau aktor, menurut Pichardo (1997) partisipan gerakan
sosial baru muncul dari kalangan kelas menengah baru yang
bekerja di sektor ekonomi non produktif umumnya adalah kaum
terdidik.
d. Medan atau area, merupakan lintasan batas regional,dari arah lokal
sampai internasional. Strategi dan cara mobilisasi bersifat global.

2.

Gerakan sosial politik
Ada beberapa pengertian gerakan sosial (politik) yang di berikan para
ahli, seperti yang di jelaskan oleh Kamanto Sunarto (2004:195), bahwa
yang di maksud dengan gerakan sosial politik adalah perilaku kolektif
yang di tandai kepentingan bersama dan tujuan jangka panjang yaitu
untuk mengubah atau mempertahankan masyarakat atau institusi yang
ada di dalamnya. sedangkan ciri-ciri dari gerakan sosial (politik)
adalah sebagai berikut:

12

1. Adanya perilaku Kolektif.
2. Adanya kepentingan bersama.
3. Mengubah serta mempertahankan masyarakat atau intuisi yang ada
di dalamnya.
4. Tujuan jangka panjang.
Selain ciri-ciri, Kamanto juga menjelaskan mengenai faktor-faktor penyebab
adanya sebuah gerakan (politik) yaitu:
1.
2.
3.
4.

Adanya faktor psikologis.
Faktor sosiologis
Defrivasi ekonomi dan sosial seperti Bahan bakar minyak naik.
Defriasi relative seperti mapan ekonomi, tetapi tidak puas dengan
kemacetan demokrasi.

Menurut Bruce.J.Chohen (1992:435), gerakan sosial (politik) adalah
gerakan yang di lakukan sekelompok individu yang terorganisir untuk
mengubah (perubahan) atau mempertahankan (konservatif) unsure tertentu
dari masyarakat yang lebih luas, kemudian Bruce.J. Cohen memberikan
ciri-ciri gerakan sosial (politik) sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Gerakan yang di lakukan oleh kelompok.
Struktur, mekanisme kerja, jaringan yang teroganisir.
Memiliki rencana dan metode yang teroganisir.
Memiliki sebuah ideology yang menjadi pegangan dasar organisasi.
Mengubah atau mempertahankan sesuatu.
Memiliki usia jauh lebih panjang

Selain itu, ia juga menjelaskan faktor faktor yang menyebabkan gerakan
sosial (politik) yaitu:
1.
2.
3.
4.

Karena ketidakpuasan banyak orang terhadap sesuatu.
Frustasi kolektif.
Persamaan nasib.
Keyakinan bahwa bila mereka bersama dan bersatu dapat
mengadakan perubahan dan mengatasi persoalan bersama.

13

Sedangkan menurut Kartasapura dan Kreimers (1987:180), gerakan sosial
(politik) adalah kegiatan atau usaha kolektif yang berusaha untuk
mengadakan orde kehidupan yang baru. Untuk ciri-ciri dari gerakan sosial
politik Kartasaputra memberikan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Keadaan gelisah atau kacau.
2. Mendapatkan daya gerak dari ketidakpuasan kehidupan sekarang.
3. Mendapatakan daya gerak dari keinginan mewujudkan sistem
kehidupan baru.

Dari beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian gerakan sosial
politik tersebut, maka bisa diambil suatu pengertian umum tentang
gerakan sosial politik, yaitu gerakan yang dilakukan oleh sekelompok
orang yang memiliki, visi, misi, tujuan, ide, nilai politik yang sama
(mempertahankan, merubah, merebut, mengontrol dan menjalankan
kehidupan sosial politik) yang dilakukan secara sistematis, terorganisir dan
bertahan cukup lama.
Terkait dengan gerakan Muhamadiyah, bisa disimpulkan bahwa gerakan
yang dilakukan Muhamadiyah adalah gerakan dari sebuah organisasi
sosial keagamaan yang memiliki tujuan mengikuti ajaran Islam dengan
mencontoh nabi Muhammad SAW, tidak mencampuradukkan agama
dengan adat yang berbau mistik, dan lebih modern dibanding organisasi
sosial keagamaan lain.

14

3. Fungsi Gerakan Sosial

Gerakan Sosial memberikan sumbangsih ke dalam pembentukan opini
publik dengan memberikan diskusi-diskusi masalah sosial dan politik dan
melalui penggabungan sejumlah gagasan-gagasan gerakan ke dalam opini
publik yang dominan seperti memberi pelajaran politik yang benar.
Gerakan Sosial memberikan pelatihan para pemimpin yang akan menjadi
bagian dari elit politik dan mungkin meningkatkan posisinya menjadi
negarawan penting. Gerakan-gerakan buruh sosialis dan kemerdekaan
nasional menghasilkan banyak pemimpin yang sekarang memimpin
negaranya.
Fungsi-fungsi gerakan sosial sekunder atau “laten” dapat dilihat sebagai
berikut:
1. Gerakan Sosial memberikan sumbangsih ke dalam pembentukan opini
publik dengan memberikan diskusi-diskusi masalah sosial dan politik
dan melalui penggabungan sejumlah gagasan-gagasan gerakan kedalam
opini publik yang dominan.
2. Gerakan Sosial memberikan pelatihan para pemimpin yang akan
menjadi bagian dari elit politik dan mungkin meningkatkan posisinya
menjadi negarawan penting

15

4. Tipe Gerakan Sosial

Disekitar kita banyak terdapat macam-macam gerakan sosial. Seperti halnya
gerakan buruh, gerakan petani, gerakan mahasiswa, gerakan religius, gerakan
sosial, gerakan radikal, gerakan ideologi, dan kalau kita menganalisis
secara terperinci maka sangat banyak macam-macam gerakan sosial yang
tumbuh di dalam tataran masyarakat.

Karena keragaman gerakan sosial sangat besar, maka berbagai ahli sosiologi
mencoba mengklarifikasikan dengan menggunakan kriteria tertentu. David
Aberle, misalnya, dengan menggunakan kriteria tipe perubahan yang
dikehendaki (perubahan perorangan dan perubahan sosial) dan besar
pengaruhnya yang diingginkan (perubahan untuk sebagian dan perubahan
menyeluruh). Membedakan empat tipe gerakan sosial, tipologi Aberle
adalah sebagai berikut:

1. Alternative Movement
Ini merupakan gerakan yang bertujuan untuk merubah sebagian perilaku
perorangan. Dalam kategori ini dapat kita masukan berbagai kampanye
untuk merubah perilaku tertentu, seperti misalnya kampanye agar
orang tidak minum-minuman keras. kini pun banyak dilancarkan
kampanye agar dalam melakukan perbuatan seks dengan bertanggung
jawab.

16

2. Rodemptive Movement
Gerakan ini lebih luas dibandingkan dengan alterative movement,
karena yang hendak dicapai ialah perubahan menyeluruh pada perilaku
perorangan. Gerakan ini kebanyakan terdapat di bidang agama.
Melalui gerakan ini, misalnya, perorangan diharap untuk bertobat dan
mengubah cara hidupnya sesuai dengan ajaran agama.

3. Reformative Movement
Gerakan ini yang hendak diubah bukan perorangan melainkan
masyarakat namun lingkup yang hendak diubah hanya segi-segi
tertentu masyarakat, misalnya gerakan kaum homoseks untuk
memperoleh perlakuan terhadap gaya hidup mereka atau gerakan kaum
perempuan yang memperjuangkan persamaan hak dengan laki-laki.
Gerakan people power di Filipina atau gerakan menentang pedana
menteri Suchinda di Thailand pun dapat dikategorikan dalam tipe ini
karena tujuannya terbatas, yaitu pergantian pemerintah.

4. Transformative Movement
Gerakan ini merupakan gerakan untuk mengubah masyarakat secara
menyeluruh. Gerakan kaum Khamer Merah untuk menciptakan
masyarakat komunis di kamboja. Suatu proses dimana seluruh
penduduk kota dipindahkan ke desa dan lebih dari satu juta orang
kamboja kehilangan nyawa mereka karena di bunuh kaum Khamer
Merah, menderita kelaparan atau sakit merupakan contoh ekstrim
gerakan sosial semacam ini. Gerakan transformasi yang dilancarkan

17

oleh rezim komunis di Uni Soviet pada tahun 30-an serta di Tiongkok
sejak akhir 40-an untuk mengubah masyarakat mereka menjadi
masyarakat komunis pun mengakibatkan menentang diskriminasi oleh
orang kasta-kasta bawah, menengah dan atas. Hal itu dapat di
kategorikan kedalam gerakan ini karena keberhasilan gerakan mereka
akan berarti pula perombakan mendasar pada masyarakat India.
(Light, Keller dan Craig Calhoun,1989:599-600).

5. Strategi Gerakan Sosial

Para akademisi menyebut pentingnya proses framing dalam memahami
sukses tidaknya sebuah gerakan sosial. Menurut Snow dan Banford,
suksesnya gerakan sosial terletak pada sejauh mana mereka memenangkan
pertempuran atas arti. Hal ini berkaitan dengan upaya para pelaku perubahan
mempengaruhi makna dalam kebijaksanaan publik. Oleh karena itu,
pelaku perubahan memiliki tugas penting mencapai perjuangannya melalui
pembuatan framing masalah-masalah sosial dan ketidakadilan. Cara ini
merupakan upaya meyakinkan kelompok sasaran yang beragam dan luas
sehingga mereka terdorong mendesakkan sebuah perubahan. Komponen
utama dari proses framing

gerakan adalah diagnosis elemen atau

mendefinisikan masalah dan sumbernya serta memprediksi elemen
sekaligus mengindentifikasi strategi yang tepat untuk memperjuangkan
masalah tersebut. Snow menambahkan bahwa proses framing membuat
orang mampu memformulasikan sekumpulan konsep untuk berpikir
dengan menyediakan skema interpretasi terhadap masalah-masalah di

18

dunia. Skema ini bisa menyalahkan atau menyarankan garis aksi (Snow
dan Banford, 1988 dalam Situmorang, 2007).

Untuk mencapai sebuah kelompok sasaran, aktor gerakan membutuhkan
alat dalam menjalankan framing, yaitu media. Zald berpendapat bahwa
pengkontesan framing terjadi dalam interaksi berhadap-hadapan dan
melalui beragam media cetak dan elektronik (Zald, 1996 dalam
Situmorang, 2007).

Indikasi awal untuk menangkap gejala gerakan sosial menurut John
Lofland (Protes; Insist Press 2003 dalam Iswinarto, 2008) adalah dengan
mengenali terjadinya perubahan-perubahan pada semua elemen arena
publik dan ditandai oleh kualitas “aliran” atau “gelombang”. Dalam
prakteknya suatu gerakan sosial dapat diketahui terutama lewat banyak
organisasi baru yang terbentuk, bertambahnya jumlah anggota pada suatu
organisasi gerakan dan semakin banyaknya aksi kekerasan atau protes
terencana dan tak terencana.

Selain itu menurut Lofland dua aspek empiris gelombang yang perlu
diperhatikan adalah, pertama, aliran tersebut cenderung berumur pendek
antara lima sampai delapan tahun. Jika telah melewati kurun waktu itu
gerakan akan melemah dan meskipun masih ada akan tetapi gerakan telah
mengalami proses „cooled down‟. Kedua, banyak organisasi kekerasan
atau protes yang berubah menjadi gerakan sosial atau setidaknya bagian
dari gerakan-gerakan yang disebut diatas. Organisasi-organisasi ini selalu
berupaya menciptakan gerakan sosial atau jika organisasinya memiliki

19

teori operasi yang berbeda maka mereka akan dengan sabar menunggu
pergeseran struktur makro yang akan terjadi (misalnya krisis kapitalisme)
atau pertarungan yang akan terjadi antara yang baik dan jahat, atau kedua
hal tersebut, serta menunggu kegagalan fungsi lembaga sentral. Kala itulah
gerakan itu bisa dikenali sebagai gerakan pinggiran, gerakan awal dan
embrio gerakan.

Lebih lanjut dapat dirumuskan bahwa sebuah gerakan sosial terdiri dari:

1. Lahirnya kekerasan atau protes baru dengan semangat muda yang
dibentuk secara independent
2. Bertambahnya jumlah (dan peserta) aksi kekerasan dan/atau protes
terencana dan tak terencana (terutama kumpulan) secara cepat.
3. Kebangkitan opini massa
4. Semua yang ditujukan kepada oknum lembaga sentral
5. Sebagai bentuk usaha untuk melahirkan perubahan pada struktur dari
lembaga-lembaga sentral.
Selain itu 5 gejala gerakan sosial seperti disebutkan oleh Lofland,
pemahaman tentang gerakan sosial dapat diturunkan lebih jauh ke dalam
enam pertanyaan pokok tentang Gerakan Sosial. Ke 6 pertanyaan pokok
merupakan indikator yang praktis untuk menganalisis gerakan sosial
sekaligus sebagai petunjuk praktis bagi pelaku gerakan sosial untuk
„merancang’ atau paling tidak memicu gerakan sosial
1. Kepercayaan: hal-hal yang dianggap benar (ideologi, doktrin,
pandangan, harapan, kerangka berpikir, wawasan, perspektif.)
realitas apa yang mereka tuntut/pertentangkan siapa yang dianggap
lawan dan siapa yang diteladani perubahan secara total atau parsial
pada tingkatan individual.

20

2. Organisasi: cara bagaimana orang-orang

yang mempunyai

„pandangan’ yang sama, diatur/diarahkan untuk mencapai tujuan.
bagaimana

orang-orang

diorganisir/cara-cara

mengorganisir-

bagaimana proses pengambilan keputusan adakah pembagian kerja
di organisasi gerakan cara memelihara orang-orang tetap
melaksanakan tugasnya cara-cara memperoleh dana dari gerakan
organisasi bersifat sementara atau permanent.
3. Sebab-sebab: variabel-variabel yang berpengaruh terhadap gerakan
sosial bagaimana gerakan sosial dimulai/dibentuk, kapan gerakan
itu dibentuk mengapa gerakan itu muncul Secara teoritik ada 16
variabel yang berpengaruh, yaitu:

1. perubahan dan ketimpangan sosial
2.

kesempatan politik

3. Campur tangan negara terhadap kehidupan warga
4. kemakmuran (yang menimbulkan deprivasi ekonomi)
5. konsentrasi geografis
6. identitas kolektif
7. solidaritas antar kelompok
8. krisis kekuasaan
9. melemahnya kontrol kelompok yang dominan
10. pemfokusan krisis
11. sinergi gelombang warga negara (penduduk)
12. adanya pemimpin
13. jaringan komunikasi

21

14. integrasi jaringan di antara para pembentuk potensial
15. adanya situasi yang memudahkan para pembentuk potensial
16. kemampuan mempersatukan

4. Keikutsertaan : keanggotaan dalam arti yang paling lemah sampai
yang paling kuat

mengapa orang ikut dalam gerakan
sampai seberapa jauh keterlibatannya dalam organisasi
siapa yang menjadi pendukung gerakan
5. Strategi : cara atau metode untuk melakukan sesuatu dalam rangka
mencapai tujuan usaha-usaha apa yang dilakukan untuk mencapai
tujuan gerakan apa ada tujuan utama dari setiap strategi yang
digunakan dalam mencapai tujuan itu, akan lebih menekankan yaitu
pada perubahan institusi-institusi sosial (societal manipulation)
ataukah dengan mengubah hati dan pemikiran orang-orang (personal
transformation) strategi yang digunakan bersifat terbuka atau
tertutup, terang-terangan atau tersembunyi menggunakan strategi
penyerangan frontal atau pengikisan „pendirian’ mereka dinyatakan
secara halus (polite), melalui aksi protes atau kekerasan
mekanisme taktik yang digunakan terhadap kelompok sasaran :
persuasi, negosiasi atau paksaan.
6.

Efek : tanggapan atau reaksi kalangan luar terhadap gerakan sosial
Reaksi penguasa
Reaksi elit
Reaksi media
Reaksi sesama gerakan sosial

22

6. Penguatan Masyarakat Sipil

Penguatan masyarakat sipil secara umum adalah melakukan kegiatankegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat
miskin, marjinal, terbelakang dan tertindas dari pihak yang kuat atau
berkuasa agar masyarakat sipil bisa hidup mandiri dan memiliki status
posisi tawar yang kuat dengan pihak lain. Sedangkan menurut organisasi
Muhammadiyah

biasa

disebut

dengan

pemberdayaan

masyarakat,

pembangunan masyarakat atau pengembangan masyarakat melalui
beberapa jalur yaitu jalur pendidikan dan non pendidikan.

Istilah civil society berasal dari bahasa Latin societes civiles yang mulamula dipakai oleh Cicero (106-43 SM), seorang orator, politisi dan filosof
Roma. Sejak saat itu sampai dengan abad ke-18, pengertian civil society
masih disamakan dengan negara (the state), yakni sekelompok masyarakat
yang mendominasi seluruh kelompok lain.

Dalam rentang waktu yang panjang itu, Thomas Hobbes (1588-1679),
John Locke (1632-1704) dan Jean-Jacques Rousseau (1712-1778) kembali
menghidupkan dan mengembangkan istilah civil society (masyarakat sipil)
dengan merujuk kepada masyarakat dan politik. Hobbes, misalnya,
berpendapat bahwa perjanjian masyarakat diadakan oleh individu-individu
untuk membentuk suatu masyarakat politik atau negara. Locke
mendefinisikan masyarakat sipil sebagai masyarakat politik (political
society) yang mana dihadapkan dengan keadaan alami (state of nature)
sekelompok manusia. Masyarakat politik itu sendiri, menurut Rousseau

23

yang senada dengan Hobbes, merupakan hasil dari suatu kontrak sosial.
Perlu digarisbawahi bahwa pengertian-pengertian ini lahir ketika
perbedaan antara masyarakat sipil dan negara belum dikenal, sehingga
negara merupakan bagian dari masyarakat sipil yang mengontrol pola-pola
interaksi warga negaranya.

Barulah pada paruh kedua abad 18 Adam Ferguson (1723-1816) dan
Thomas Paine (1737-1809) memberi tekanan lain terhadap makna civil
society. Civil society dan negara dipahami sebagai dua buah entitas yang
berbeda, sejalan dengan proses pembentukan sosial dan perubahanperubahan struktur politik sebagai akibat pencerahan (enlightment).
Keduanya diposisikan dalam posisi yang diametral. Masyarakat sipil
bahkan dinilai sebagai anti tesis terhadap negara, ia harus lebih kuat untuk
mengontrol negara demi kepentingannya.

Pemahaman ini mengundang reaksi para pemikir lainnya seperti Hegel
(1770-1831) yang beraliran idealis. Menurutnya civil society tidak dapat
dibiarkan tanpa terkontrol. Ia justru memerlukan berbagai macam aturan
dan pembatasan melalui kontrol hukum, administrasi dan politik. Lebih
lanjut, Hegel membedakan masyarakat politik (the state) dan masyarakat
sipil (civil society). Masyarakat politik adalah perkumpulan-perkumpulan
yang mengandung aspek politik yang mengayomi masyarakat secara
keseluruhan. Sedangkan masyarakat sipil ialah perkumpulan merdeka
yang membentuk apa yang disebut sebagai masyarakat borjuis.

24

Karl Marx (1818-1883) sependapat dengan Hegel dalam melihat civil
society sebagai masyarakat borjuis. Bedanya, Hegel menganggap hanya
melalui negara, kepentingan-kepentingan masyarakat yang universal dan
mengandung potensi konflik bisa terselesaikan. Dus, negara merupakan
sesuatu yang ideal. Marx berpandangan sebaliknya, ia menganggap negara
tak lain sebagai badan pelaksana kepentingan kaum borjuis. Oleh sebab
itu, negara harus dihapuskan, atau harus diruntuhkan oleh kelas proletar.
Ketika negara akhirnya lenyap, maka yang tinggal hanyalah masyarakat
tanpa kelas. Visi ini berseberangan dengan visi Hegel yang mengatakan di
masa depan masyarakat sipillah yang akan runtuh dari dalam, jika negara
telah mampu mengayomi seluruh kepentingan masyarakat. Sedangkan
menurut Antonio Gramsci (1891-1937) yang juga memandang civil society
sebagai milik kaum borjuis yang akhirnya menjadi pendukung negara,
disamping mereka memegang hegemoni, mereka juga seharusnya bisa
menjalankan fungsi etis dalam mendidik dan mengarahkan perkembangan
ekonomi masyarakat. (Dawam Raharjo: 1999)

Adapun menurut Alexis de Tocqueville (1805-1859), masyarakat sipil
tidak secara apriori subordinatif terhadap negara, tetapi lebih dari itu ia
bersifat otonom dan memiliki kapasitas politik cukup tinggi sehingga
mampu menjdi kekuatan penyeimbang menghadapi intervensi negara dan
tidak hanya berorientasi pada kepentingan sendiri tetapi juga terhadap
kepentingan publik. Pendapat Tocqueville ini kemudian diperkuat oleh
Hannah Arendt (1906-1975) dan Jurgen Habermas (1929-) dengan konsep
”a free public sphere”, sebuah wilayah di mana masyarakat sebagai warga

25

negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik. Penciptaan
ruang publik, bagi Arendt merupakan prasyarat terciptanya civil society
dan demokratisasi. Hal senada diungkapkan Ernest Gellner (1925-1995)
yang memandang perlunya ruang dan kebebasan publik. Menurutnya civil
society adalah seperangkat institusi non pemerintah yang cukup kuat untuk
mengimbangi negara dan mencegah timbulnya tirani kekuasaan.

Secara umum saat ini, penganut sosialis banyak mengadopsi konsep
hegemoni Gramsci dalam memahami civil society dimana hegemoni tidak
lagi dilakukan secara fisik, melainkan melalui penjinakan budaya dan
ideologi yang diselenggarakan secara terstruktur oleh negara. Sementara
penganut kapitalis lebih tertarik kepada civil society versi Tocqueville
dimana masyarakat dapat melakukan partisipasi mengenai pembuatan
kebijakan-kebijakan publik dalam sebuah negara dan dapat saling berinterksi
dengan semangat toleransi. Adapun di negara-negara berkembang umumnya,
sikap Hegelian terhadap negara merupakan pandangan yang dominan. Di
satu sisi mereka memandang negara sebagai wadah segala sesuatu yang
ideal dan di sisi lain mereka kurang percaya terhadap masyarakat sipil.
Muhammad A.S. Hikam (1996) menyatakan bahwa:
“Masyarakat sipil sebagaimana dikonsepsikan oleh para
pemikirnya mempunyai tiga ciri khusus yaitu: pertama, adanya
kemandirian yang cukup tinggi dari individu-individu dan
kelompok dalam masyarakat, terutama saat berhadapan dengan
negara. Kedua, adanya ruang publik bebas sebagai wahana bagi
keterlibatan politik secara aktif dari warga negara demi
kepentingan publik. Ketiga, adanya kemampuan membatasi kuasa
negara agar tidak intervensionis dan otoriter. Selanjutnya
masyarakat sipil dapat didefinisikan sebagai wilayah-wilayah
kehidupan sosial yang terorganisir dan bercirikan antara lain

26

kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self-generating), dan
keswadayaan (self-supporting), kemandirian tinggi berhadapan
dengan negara, dan keterikatan dengan norma-norma atau nilainilai hukum yang diikuti warganya. Sebagai sebuah ruang publik,
masyarakat sipil adalah suatu wilayah yang menjamin
berlangsungnya perilaku, tindakan, dan refleksi mandiri, tidak
terkungkung oleh kondisi kehidupan material, dan tidak terserap
oleh jaringan-jaringan kelembagaan politik resmi. di dalamnya
tersirat pentingnya suatu ruang publik yang bebas (free public
sphere), tempat di mana transaksi komunikasi yang bebas bisa
dilakukan oleh warga masyarakat”.
Makna Civil Society “Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil
society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah
pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali
menggunakan kata “societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep
civil society pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara historis,
istilah civil society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John
Locke, dan Hubbes.
Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang
mampu mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoks
gereja (Larry Diamond, 2003: 278).

Berbeda dari pandangan Hegelian, pemikiran Tocqueville lebih menempatkan
masyarakat sipil sebagai sesuatu yang tidak apriori maupun tersubordinasi
dari lembaga negara. Sebaiknya, civil society bersifat otonom dan memiliki
kapasitas politik cukup tinggi sehingga mampu menjadi kekuatan
penyeimbang terhadap kecenderungan intervensi negara atas warga negara.
Lebih lanjut Tocqueville menegaskan, bahwa karakter civil society seperti

27

itu dapat pula menjadi sumber legitimasi kekuasaan negara dan pada saat
bersamaan ia pun bisa menjadi kekuatan kritis (reflective-force) untuk
mengurangi frekuensi konflik dalam masyarakat sebagai akibat dari proses
modernisasi. Dapatlah disimpulkan, pandangan civil society ala Tocqueville
ini merupakan model masyarakat sipil yang tidak hanya berorientasi pada
kepentingan individual, tetapi juga mempunyai komitmen terhadap
kepentingan publik.

Konsepsi civil society ala Tocqueville ini dipadukan pula oleh (Rahardjo
1999) dengan pandangan Hannah Arendt dan Juergen Habermas tentang
ruang publik yang bebas (free public sphere). Menurut keduanya, dengan
adanya ruang publik yang bebas, maka setiap individu warga negara dapat
dan berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan
pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan penerbitan yang
berkenaan dengan kepentingan umum yang lebih luas. Lebih lanjut
(Rahardjo 1999) menyatakan, institusionalisasi dari ruang publik ini
adalah melalui kemunculan lembaga-lembaga sosial yang bersifat sukarela
(volunteers), media massa, sekolah, partai politik, sampai pada lembaga
yang dibentuk oleh negara tetapi berfungsi sebagai lembaga pelayanan
masyarakat.

Selain kedua model di atas, pola hubungan kerja antara negara
(pemerintahan), masyarakat madani (civil society), dan swasta (pasar)
berada dalam kerangka keseimbangan peran masing-masing. Dengan pola
hubungan kerja tersebut, Menurut (Ubaedillah et al. 2009) rakyat bisa

28

mengatur ekonominya, institusi, dan sumber-sumber sosial dan politiknya
tidak hanya digunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan
kohesi, integrasi, dan untuk kesejahteraan rakyatnya. Dengan demikian,
jelas sekali, bahwa kemampuan suatu negara mencapai tujuan-tujuan
pembangunan itu sangat tergantung pada kualitas tata kepemerintahannya
di mana pemerintah melakukan interaksi dengan organisasi-organisasi
komersial dan civil society.

Seperti dikatakan di muka bahwa tata kepemerintahan yang baik itu
merupakan suatu kondisi yang menjamin adanya proses kesejajaran,
kesamaan, kohesi, dan keseimbangan peran serta adanya saling mengontrol
yang dilakukan oleh tiga komponen, yakni pemerintah (government),
rakyat (citizen) atau civil society, dan usahawan (business) yang berada di
sektor swasta. Ketiga komponen itu mempunyai tata hubungan yang sama
dan sederajat. Kesamaan derajat ini akan sangat berpengaruh terhadap
upaya menciptakan tata kepemerintahan yang baik.

B. Masyarakat Sipil

Civil Society juga dapat dipahami dengan arti masyarakat madani
masyarakat madani adalah masyarakat sipil masyarakat yang tanggap, dan
juga beradab dan tentunya masyarakat yang memiliki budaya dan dapat
menjaga budaya aslinya meskipun terjadi pertukaran budaya yang besar –
besaran saat ini. Masyarakat madani adalah suatu konsep yang diambil
oleh Indonesia dari Kota Madinah, dimana Kota Madinah ini telah
mempunyai peradaban yang sudah sangat lama dan baik dibawah

29

kepemimpinan Nabi Muhammad SAW yang hingga saat ini masih dinilai
sebagai peradaban tertinggi. Dahulunya Madinah tersebut bernama asli
Yasrib yang berada di wilayah Arab. Madani tersebut berarti Kota (city
state) sedangkan dalam bahasa Yunani disebut dengan Polis yang artinya
juga sama yaitu kota. Civil Society merupakan satu cara untuk memahami
relasi antara individu dan negara yang melestarikan kebebasan dan
tanggung jawab.

Pengertian Civil Society menurut Jean L. Kohen dan Andrew Arato
(1992) adalah Modern Civil Society is based on egalitarian principle and
universal inclusion experience in articulating the political will and in
collective decision making is crucial to the reproduction of democracy .
Civil Society yang dimakasudkan adalah suatu masyarakat sipil yang
didasari oleh kesetaraan dan selain itu juga masyarakat yang mampu
mempengaruhi kebijakan umum serta masyarakat yang didasari oleh
demokrasi sehingga dapat membentuk masyarakat yang mandiri.

Civil Society, dua kata tersebut kurang popular di ruang lingkup masyarakat
Indonesia jika diubah ke Bahasa Indonesia artinya adalah masyarakat
sipil. Kebanyakan masyarakat pada umumnya mengertakaitkan antara
kata sipil dengan militer oleh karena itu kata tersebut masih terasa asing
di lingkungan masyarakat Indonesia. Berbeda dengan masyarakat madani
, meski tidak semua memahami apa arti masyarakat madani tersebut
namun sudah tidak asing di telingan masyarakat Indonesia. Namun
sebenarnya memang tidak ada perbedaan antara Masyarakat madani ,

30

Civil Society dan masyarakat sipil tersebut. Suatu kondisi kehidupan
masyarakat yang tegak diatas prinsip – prinsip egaliterisme-sederajat dan
inklusivisme universal. Secara konkret, masyarakat sipil bisa terwujud
bebagai organisasi yang berada di luar institusi pemerintah yang mempunyai
cukup kekuatan untuk melakukan counter hegemoni yang sudang pasti
dapat mempengaruhi kebijakan umum.

C. Relasi Masyarakat Dengan Negara

Idi, Jahidi dalam Peranan Masyarakat Sipil Menuju Sistem Pemerintahan
Negara Yang Demokratis (2004) menyatakan bahwa:

Dalam hubungan masyarakat dengan negara, civil society memiliki tiga
fungsi, yaitu

1. Fungsi Komplementer
komplementer di mana elemen-elemen civil society mempunyai aktivitas
memajukan kesejahteraan untuk melengkapi peran negara sebagai pelayan
publik (public services).

2. Fungsi Subtitusi / Subtitutor
kalangan civil society melakukan serangkaian aktivitas yang belum atau
tidak dilakukan negara dalam kaitannya sebagai institusi yang melayani
kepentingan masyarakat luas.

31

3. Fungsi Kekuatan Tandingan
sebagai kekuatan tandingan negara atau counterbalancing the state atau
counterveiling forces. Kalangan civil society melakukan advokasi,
pendampingan, ligitasi, bahkan praktik-praktik oposisi untuk mengimbangi
kekuatan hegemonik negara atau paling tidak menjadi wacana alternatif di
luar aparatur birokrasi negara.

D. Kerangka Pikir

Sebagai sebuah agama, Islam juga di pandang pengikutnya sebagai sebuah
ideologi yang mereka percaya Islam tidak hanya mengatur masalah
ruhaniah semata atau hubungan manusia dengan Tuhannya melainkan
mengatur segala aspek kehidupan manusia baik dalam lingkup sosial,
ekonomi, politik, budaya yang sering di sebut sebagai hubungan manusia
dengan manusia (Hablum Minannas). Dengan di jadikanya Islam sebagai
sebuah ideologi tidak heran di kalangan penganutnya timbul berbagai
pemikiran dari tokoh-tokoh pemikir Islam tentang konsep yang
diaktualisasikan ke dalam sebuah gerakan Islam.

Banyak sekali gerakan-gerakan Islam yang ada sekarang ini mulai dari
gerakan Islam tradisional, gerakan Islam liberal sampai kepada gerakan
Islam modern. Gerakan – gerakan tersebut timbul selain karena ingin
menyampaikan aspirasinya tentang masalah-masalah sosial yang terjadi
dalam suatu tatanan kehidupan bermasyarakat, juga mempunyai tujuan
untuk melakukan perubahan sosial yang memberikan dampak yang positif

32

tentunya bagi kemaslahatan bersama terlepas dari kendala-kend