2009. Keanekaragaman hayati yang cukup luas dengan jenis tanaman obat melimpah mendorong penggunaan herbal sebagai obat yang lebih optimal
dalam menanggulangi berbagai penyakit Hernani, 2011. Fitokimia dari berbagai tanaman herbal di Indonesia bisa dimanfaatkan untuk mengetahui
senyawa apakah yang dapat memicu aktivitas RTf-2 sehingga bisa diketahui pemicu keluarnya hepsidin. Bila agonis sudah ditemukan maka bisa
dimodifikasi untuk menemukan antagonisnya.
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah
molecular docking
dapat digunakan untuk menskrining fitokimia tanaman herbal Indonesia yang dapat berperan sebagai agonis RTf-2 pada
anemia defisiensi besi? 2.
Apakah agonis RTf-2 dari tanaman herbal indonesia bisa dimodifikasi menjadi antagonis RTf-2?
1.3 Tujuan
1. Menskrining fitokimia tanaman herbal Indonesia sebagai agonis RTf-2
untuk pengembangan terapi ADB dengan metode
molecular docking
2. Memodifikasi agonis RTf-2 dari tanaman herbal indonesia menjadi
antagonis RTf-2
1.4 Kegunaan
1. Kegunaan teoritis
Hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi dalam pemetaan interaksi senyawa fitokimia yang memiliki aktivitas terhadap RTf-2 yang
ditemukan secara
molecular docking.
2. Kegunaan praktis
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber dasar ilmiah penelitian lanjutan untuk mengetahui kebenaran aktivitas senyawa
herbal sebagai agonis dan antagonis RTf-2
1.5 Luaran
Luaran yang ingin dicapai dalam kurun waktu 2 tahun adalah publikasi dalam jurnal kesehatan nasional atau internasional, buletin penelitian kesehatan, atau
Indonesian Journal of Biotechnology
. Penelitian ini merupakan tahap awal dari penelitian berkelanjutan dengan tujuan akhir didapatkan paten obat
antagonis Reseptor Transferrin 2 RTf-2 dari fitokimia tanaman herbal Indonesia dalam kurun waktu 15 tahun.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi terjadi ketika timbul ketidakseimbangan antara asupan besi, cadangan besi, dan kehilangan besi yang menyebabkan ketidakcukupan
jumlah besi dalam pembentukan eritosit. Regulasi hepsidin memegang peranan penting dalam terjadinya anemia defisiensi besi. Kelebihan ekspresi
hepsidin secara kronis akan menyebabkan hipoferemia yang bisa berlanjut menjadi anemia defisiensi besi. Terdapat 3 jalur yang mengatur ekspresi
hepsidin, jalur tersebut adalah jalur
Bone Morphogenetic Protein
BMP, jalur
Interleukin 6
IL-6, dan jalur
Reseptor Transferrin 2
RTf-2 Poli
et al
., 2014. Dari ketiga mekanisme jalur tersebut telah ditemukan obat paten berupa LDN-193189 yang menghambat jalur BMP dan Tocilizumab yang
menghambat jalur IL-6. Sementara untuk penghambatan jalur RTf-2 masih dalam perkembangan tahap degradasi mRNA RTf-2 Poli
et al
., 2014. Pada penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa reseptor transferin 1 dan 2 RTf-
1 dan RTf-2 dibantu dengan HFE. Pada RTf-1, tempat ikatan antara HFE dan holo- Tf sama sehingga HFE akan berkompetisi dengan holo- Tf untuk
berikatan dengan RTf-1. Sedangkan pada RTf-2 bisa mengikat HFE dan holo- Tf bersamaan. Ketika konsentrasi holo- Tf tubuh meningkat maka HFE akan
kalah bersaing dengan holo- Tf pada RTf-1 kemudian HFE yang lepas akan terikat pada RTf-2 Hentze
et al
., 2010. Ikatan HFE pada RTf-2 akan meningkatkan stabilitas RTf-2 untuk mengikat holo- Tf dan akan
menstabilkan ikatan antara kompleks HFE-RTf-2 dengan HJV Zhao
et al
., 2013. Akibatnya, kompleks ini akan berkontribusi untuk mengaktifkan
proses pembentukan hepsidin melalui jalur BMP SMAD. Pada studi lain dikatakan bahwa interaksi antara HFE dengan RTf-2 akan mengaktifkan
sinyal ERKMAPK, jalur yang bersinggungan dengan BMPSMAD dan berkontribusi menghasilkan hepsidin Poli
et al
., 2014. RTf-2 merupakan protein transmembran yang homolog dengan RTf-1 dan tersusun dari 801
asam amino. Ekspresi RTf-2 diatur oleh kromosom 7q22 Pagani
et al
., 2015. Hingga saat ini belum ada publikasi tentang stuktur kristal dari RTf-2.
2.2
Molecular Docking
Molecular docking
atau penambatan molekular berperan dalam kesuksesan desain obat secara struktural Meng et al., 2011. Penambatan molekular
adalah suatu tahapan komputasional yang dapat memprediksi ikatan dan interaksi dari makromolekul protein dengan molekul kecil ligan Trott dan
Olson, 2010. Prediksi ini akan bermanfaat untuk mengetahui senyawa- senyawa yang kemungkinan memiliki aktivitas biologis untuk dijadikan
penuntun dalam perkembangan obat selanjutnya dan memahami serta
memprediksi rekognisi molekuler Trott dan Olson 2010; Yanuar, 2012. Tujuan dari
docking
adalah membuat pemodelan struktur tiga dimensi yang bisa menggambarkan perkiraan konformasi ikatan ligan, jenis interaksi, dan
afinitas ikatan dalam kompleks ligan-protein Trott dan Olson, 2009. Interaksi ligan- protein secara umum berupa interaksi nonkovalen yang
mencakup ikatan hidorgen, interaksi ionik, interaksi hidrofobik atau
Van Der Waals
, interaksi π-π, dan interaksi kation- π Fong dan Lei, 2010. Beberapa contoh obat yang berhasil dikembangkan dengan metode ini adalah inhibitor
HIV protease yang berperan dalam memutus siklus hidup HIV Cobb, 2007, inhibitor COX- 1 Valdes-Barrera et al., 2014, dan inhibitor COX- 2
Bielska et al., 2011.
2.3
Homologi Modelling
Homologi modeling
merupakan suatu cara yang bisa digunakan dalam merencanakan dan menganalisis suatu penelitian terkait ikatan protein ketika
stuktur tiga dimensinya belum tersedia.
Homologi modeling
adalah pembuatan struktur model berdasarkan perbandingan dari sekuen homolog
antara protein target dengan protein lain yang sudah diketahui struktur tiga dimensinya Venselaar et al., 2010. Pembuatan model ini diperoleh dari
cetakan tunggal yang memiliki tingkat kesamaan sekuen yang tinggi terhadap protein target. Kualitas model yang dihasilkan tergantung dengan persamaan
residu antar dua protein tersebut. Persamaan sekuen target dengan cetakan harus lebih besar dari 30 untuk dapat menghasilkan model yang baik
Dalton dan Jackson, 2007; Bordoli et al., 2009.
Penelitian ini membutuhkan homologi modeling karena hingga saat ini struktur kristal RTf- 2 masih belum diketahui. Informasi mengenai struktur
RTf-2 masih terbatas dalam rangkaian asam amino dalam format FASTA. Terdapat beberapa
software
yang bisa digunakan untuk melakukan pemodelan protein, diantaranya adalah Modeller, ModPipe, 3D-JIGSAW,
M4T, dan SWISSMODEL. SWISS MODEL merupakan software pertama yang secara automatis yang bisa membuat pemodelan dengan terintigrasi
terhadap
database
struktur terbaru. Hasil pemodelan bisa diperoleh dalam waktu kurang dari dua jam Bordoli et al., 2009.
2.4 Fitokimia Tanaman Herbal Indonesia
Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan alam sehingga bisa memainkan peranan penting sebagai penghasil obat- obatan baru yang
berbasis bahan alam Tejo, 2011. Indonesia memiliki sekitar 30.000 spesies tanaman yang merupakan 80 dari jenis tanaman di dunia dengan 9.600
spesies tanaman tersebut memiliki khasiat sebagai obat Depkes RI, 2007.
Tanaman obat memiliki kandungan senyawa yang mempunyai khasiat pengobatan yang dikenal sebagai senyawa fitokimia. Senyawa fitokimia yang
dapat memberikan efek farmakologis adalah kelompok senyawa metabolit sekunder seperti flavanoid, alkaloid, steroid, dan resin Dewoto, 2007;
Hernani dan Nurdjanah, 2009. Contoh obat yang ditemukan dari senyawa aktif tanaman herbal adalah penghambat HIV-
protease
Yanuar et al., 2014 dan HIV-
reverse transcriptase inhibitor
Syahdi et al., 2012. Struktur senyawa aktif dari tanaman herbal telah tersedia dalam bentuk
database
yang bisa diakses secara gratis seperti, PubChem pubchem.ncbi.nlm.nih.gov,
Chemspider chempspider.com,
GreenPharma www.greenpharma.comhtmlproductsproduct1.htm,
dan ZINC
zinc.docking.org. Khusus tanaman di Indonesia, tersedia
database
tanaman obat Indonesia yang diterbitkan oleh Fakultas Farmasi Universitas Indonesia,
yaitu HerbalDB herbaldb.farmasi.ui.ac.id. Database tanaman herbal Indonesia ini memiliki 6776 struktur senyawa herbal yang berasal dari 3825
spesies tanaman di Indonesia Yanuar et al., 2011.
2.5 Kerangka Pemikiran