LAPORAN PRATIKUM GENETIKA DIHIBRID

  

LAPORAN PRATIKUM GENETIKA

POLA SIDIK JARI (POLIGEN PADA MANUSIA)

Nama Anggota Kelompok :

  1. Revti Indah Kusumawati (12320070)

  2. Elok Dyah Pitaloka (12320081)

  3. Sri Suli’ah (12320082)

  4. Kartika Sulistyaningsih (12320084)

  5. Ade Kurniawati (12320091)

Kelompok 2

Kelas 4 C

  

8 Mei 2014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PGRI SEMARANG

  

2014

MENDELISME (MONOHIBRID)

I. Landasan Teori

  Sejarah perkembangan genetika sebagai ilmu pengetahuan dimulai menjelang akhir abad ke-19 ketika seorang biarawan Austria bernama Gregor Johann Mendel berhasil melakukan analisis yang cermat dengan interpretasi yang tepat atas hasil- hasil percobaan persilangannya pada tanaman kacang ercis (Pisum sativum). Sebenarnya, Mendel bukanlah orang pertama yang melakukan percobaan-percobaan persilangan. Akan tetapi, berbeda dengan para pendahulunya yang melihat setiap individu dengan keseluruhan sifatnya yang kompleks, Mendel mengamati pola pewarisan sifat demi sifat sehingga menjadi lebih mudah untuk diikuti. Deduksinya mengenai pola pewarisan sifat ini kemudian menjadi landasan utama bagi perkembangan genetika sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan, dan Mendel pun diakui sebagai Bapak Genetika.

  Karya Mendel tentang pola pewarisan sifat tersebut dipublikasikan pada tahun 1866 di Proceedings of the Brunn Society for Natural History. Namun, selama lebih dari 30 tahun tidak pernah ada peneliti lain yang memperhatikannya. Baru pada tahun 1900 tiga orang ahli botani secara terpisah, yakni Hugo de Vries di Belanda, Carl Correns di Jerman, dan Eric von Tschermak-Seysenegg di Austria, melihat bukti kebenaran prinsip-prinsip Mendel pada penelitian mereka masing-masing. Semenjak saat itu hingga lebih kurang pertengahan abad ke-20 berbagai percobaan persilangan atas dasar prinsip-prinsip Mendel sangat mendominasi penelitian di bidang genetika.

  Hal ini menandai berlangsungnya suatu era yang dinamakan genetika klasik. Penemuan Gregor Mendel (1822-1884) menjadi dasar pengetahuan genetika. Mendel mengadakan penyerbukan silang pada banyak jenis tumbuhan dan binatang. Mendel berhasil mengamati sesuatu macam sifat keturunan (karakter) dari generasi ke generasi dan berhasil membuat perhitungan matematika tentang sifat/faktor genetis (determinan) karakter tersebut. Inilah keunggulannya dibandingkan dengan percobaan persilangan yang sudah dilakukan orang sebelumnya. Oleh sebab itu Mendel dikenal sebagai “Bapak Genetika” yang memberi dasar pengetahuan genetika modern. Hasil penemuannya yang menggunakan kacang ercis tersebut meski telah diceramahkan di depan perhimpunan ilmu pengetahuan alam di negaranya, lalu setahun kemudian (1866) telah diterbitkan dalam majalah perhimpunan tersebut , namun tidak juga mendapat perhatian khalayak umum. Mungkin orang masih terpengaruh oleh buku Charles Darwin tentang evolusi (“On the Origin of Species”) yang terbit tujuh tahun sebelumnya (1859). Kemudian pada tahun 1868, Darwin kembali menerbitkan buku perubahan yang berangsur dan berurutan terus.kontinyu pada mahluk. Suatu hal yang berlawanan dengan penemuan Mendel yang membuat klasifikasi tegas antara berbagai variasi dalam persilangannya lalu dibuat perhitungan matematikanya berupa perbandingan antara berbagai variasi yang timbul. Mulai tahun 1900 pengetahuan genetika berkembang dengan cepat setelah karangan Mendel mulai dibaca orang kembali dan menjadi referensi para ahli seperti Hugo de Vries, Carl Correns dan Erich von Tschermak – Seysenegg. Sir Francis Galton pun turut berjasa dalam mengembangkan genetika manusia dengan memperkenalkan pengetahuan statistik dalam pemecahan masalah genetika.

  Hukum Pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme yang dijabarkan oleh Gregor Johann Mendel dalam karyanya ‘Percobaan mengenai Persilangan Tanaman’. Mendel memilih kacang ercis sebagai bahan percobaannya, terutama karena tanaman ini memiliki beberapa pasang sifat yang sangat mencolok perbedaannya, misalnya warna bunganya mudah sekali untuk dibedakan antara yang ungu dan yang putih. Selain itu, kacang ercis merupakan tanaman yang dapat menyerbuk sendiri, dan dengan bantuan manusia, dapat juga menyerbuk silang. Hal ini disebabkan oleh adanya bunga sempurna, yaitu bunga yang mempunyai alat kelamin jantan dan betina. Pertimbangan lainnya adalah bahwa kacang ercis memiliki daur hidup yang relatif pendek, serta mudah untuk ditumbuhkan dan dipelihara. Mendel juga beruntung, karena secara kebetulan kacang ercis yang digunakannya merupakan tanaman diploid (mempunyai dua perangkat kromosom). Seandainya ia menggunakan organisme poliploid, maka ia tidak akan memperoleh hasil persilangan yang sederhana dan mudah untuk dianalisis.

  Sebelum melakukan suatu persilangan, setiap individu menghasilkan gamet- gamet yang kandungan gennya separuh dari kandungan gen pada individu. Sebagai contoh, individu DD akan membentuk gamet D, dan individu dd akan membentuk gamet d. Pada individu Dd, yang menghasilkan gamet D dan gamet d, akan terlihat bahwa gen D dan gen d akan dipisahkan (disegregasi) ke dalam gamet-gamet yang terbentuk tersebut. Prinsip inilah yang kemudian dikenal sebagai hukum segregasi atau hukum Mendel I yang berbunyi “Pada waktu berlangsung pembentukan gamet, tiap pasang gen akan disegregasi ke dalam masing-masing gamet yang terbentuk.”. Selain persilangan monohibrid, Mendel juga melakukan persilangan dihibrid, yaitu antaranya adalah persilangan galur murni kedelai berbiji kuning-halus dengan galur murni berbiji hijau-keriput. Hasilnya berupa tanaman kedelai generasi F1 yang semuanya berbiji kuning-halus. Ketika tanaman F1 ini dibiarkan menyerbuk sendiri, maka diperoleh empat macam individu generasi F2, masing-masing berbiji kuning- halus, kuning-keriput, hijau-halus, dan hijau-keriput dengan nisbah 9 : 3 : 3 : 1.

  Dengan demikian, gamet-gamet yang terbentuk dapat mengandung kombinasi gen dominan dengan gen dominan (GW), gen dominan dengan gen resesif (Gw dan gW), serta gen resesif dengan gen resesif (gw). Hal inilah yang kemudian dikenal sebagai hukum pemilihan bebas (the law of independent assortment) atau hukum Mendel II (Segregasi suatu pasangan gen tidak bergantung kepada segregasi pasangan gen lainnya, sehingga di dalam gamet-gamet yang terbentuk akan terjadi pemilihan kombinasi gen-gen secara bebas).

  Hasil-hasil pembastran seperti yang dilakukan oleh Mendel, ternyata tidak semuanya berlaku untuk pembastaran makhluk hidup lainnya. Perbandigan fenotip seperti 3:1 dan 9:3:3:1, pada turunan F2 tidak selalu ditemukan. Misalnya pada suatu pembastaran diperoleh hasil turunan F2 dengan perbandingan 9:7 atau 9:3:4. Penyimpangan yang terjadi seperti itu disebut sebagai Penyimpangan Semu Mendel, karena sebenarnya perbandingan yang diperoleh seperti di atas dapat dilihat sebagai gabungan dari perbandingan 9:3:3:1 yang ada. Perbandingan 9:7 merupakan perbandingan 9:3:(3+1). Selain perbandingan fenotip pada turuna F2 yang tidak sesuai dengan temuan Mendel, muncul pula fenotip baru yang tidak sesuai dengan prinsip yang ditemukan oleh Mendel. Di sini seolah-olah ada penyimpangan dari apa yang telah ditemukan oleh Mendel.

  Selain itu dengan percobaannya menggunakan tanaman kacang ercis, Gregor Mendel mengemukakan 2 hukum yaitu :

  

1. Hukum segregasi secara bebas yaitu gen-gen yang sealel akan memisah pada saat

gametogenesis atau pembentukan gamet.

  

2. Hukum berpasangan secara bebas, dimana pada saat fertilisasi gen akan kembali

berpasangan secara acak pula.

  Pada percobaan Mendel muncul pula istilah homozigot, homozigot ialah ialah individu yang genotipnya terdiri dari alel yanng sama, misalnya TT dan tt. Sedangkan hetrozigot ialah individu yang genotipnya terdiri dari pasangan alel yang tida sama, misalnya Tt.

  Hasil perkawinan antara dua sifat yang berbeda dinamakan hibrid. Berdasarkan banyaknya sifat beda yang terdapat pada suatu individu, dapt dibedakan : Monohibrid, ialah suatu hibrid dengan saut sifat yang beda (Aa)  Dihibrid, ialah suatu hibrid dengan dua sifat yang beda (AaBb)  Trihibrid yaitu suatu hibrid dengan tiga sifat yang beda (AaBbCc) dst.

   II. Tujuan

  1. Membukikan hukum segregasi secara bebas 2. Membuktikan hukum berpasangan secara bebas.

  3. Membuktikan perbandingan fenotip untuk perkawinan dihibrid adalah 9 : 3 : 3 : 1.

  III. Bahan dan Alat Kancing genetika empat macam warna, masing-masing berjumlah 50 buah.

  IV. Cara kerja

  1. Memisahkan tiap-tiap warna menjadi dua bagian masing-masing bagian bentuknya sama persis. Satu bagian sebagai gamet betina dan yang lain gamet jantan.

  2. Menentukan lambang genotipnya, yaitu :-Merah (M) -Putih (m) -Hitam (B)

  • Kuning (b)

  3. Membuat pasangan kancing dengan menangkapkan (dianggap sebagai gamet) :

  • Merah Hitam (MB) -Merah Kuning (Mb) -Putih Hitam (mB) -Putih Kuning (mb) 4. Menempatkan gamet jantan dan gamet betina dalam kotak yang berbeda.

  5. Mengambil kancing (dengan mata tertutup) dari kotak I dan kancing dari kotak II.

  Mempertemukan keduanya dan mencatat hasilnya dalam tabel.

V. HASIL PRAKTIKUM N Kombinasi Gen Genotip Fenotip Tabulasi Frekuensi O

  1 Putih kuning + mmBb Putih

  IIII

  4 putih hitam hitam

  2 Putih kuning + Mmbb Merah

  IIII

  4 merah kuning kuning

  3 Merah hitam + MMBB Merah

  IIII

  5 merah hitam hitam

  merah kuning hitam

  5 Putih kuning + MmBb Merah

  IIII

  4 merah hitam hitam

  6 Putih hitam + MmBb Merah

  IIII

  4 merah kuning hitam

  7 Putih hitam + MmBb Merah

  III

  3 merah hitam hitam

  8 Merah kuning MMbb Merah

  IIII

  4 + merah kuning kuning

  9 Putih hitam + mmBB Putih

  III

  3 putih hitam hitam

  10 Putih kuning + mmbb Putih

  III

  3 putih kuning kuning

  11 Merah hitam + MmBb Merah

  IIII

  4 putih kuning hitam

  12 Merah kuning MMBb Merah

  IIII

  4 + merah hitam hitam

  13 Merah kuning Mmbb Merah

  IIII

  4 + putih kunig kuning

  14 Merah hitam + MmBB Merah

  IIII

  4 putih hitam hitam

  15 Merah kuning MmBb Merah

  IIII

  4 + putih hitam hitam

  16 Putih hitam + mmBb Putih

  II

  2 putih kuning hitam

VI. PEMBAHASAN

  Jadi dari praktikum ini mebuktikan bahwa pada persilangan dihibrid juga terjadi proses segrgasi bebas atau pemisahan gen yang sealel dimana yang awalnya induk jantan putih kuning (mb) disilangkan dengan induk betina putih hitam ( mB) setelah disilangkan maka terjadi pemisahan gen sealel yang di buktikan dengan F1 yaitu putih hitam dengan genoip ( mmBb).

  Dari pemisahan gen yang sealel ini mengakibatkan terjadinya pemasangan secara acak dengan dibuktikan setelah F1 disilangkan dengan sesamanya, maka akan

  9 putih hitam (mmB_), 3 putih kuning (mmbb). Sehingga rasio genotipnya (M_B_) : (M_bb) : (mmB_) : (mmbb) = 36 : 12 : 9 : 3, sehingga diperoleh rasio fenotip merah- hitam : merah-kuning : putih-hitam : putih-kuning, didapat rasio ideal 9:3:3:1 dan rasio praktikum jika dperkecil adalah 12 : 4 : 3 : 1. Dari hasil yang didapatkan menunjukan jika adanya hukum berpasangan secara bebas acak. Walaupun angka rasio fenotip praktikum tidak sama persis dengan rasio fenotip pada percobaan mendel yaitu 9 : 3 : 3 : 1.

  Rasio yang diperoleh dari praktikum ini jika dibandingkan dengan, rasio idealnya yang fenotip diperoleh rasio fenotip merah-hitam : merah-kuning : putih- hitam : putih-kuning, didapat rasio ideal 9:3:3:1 dan rasio praktikum 12 : 4 : 3 : 1 maka sebanarnya cukup mendekati walaupun tidak sama persis dengan rasio ideal tapi praktikum ini sudah cukup membuktikan jika perkawinan dihibrid rasio fenotipnya 9:3:3:1.

  Dengan adanya praktikum ini maka dapat diketahui bahwa kedua pasangan alel bersegregasi secara bebas satu sama lain. Dengan kata lain maka gen-gen dikemas dalam gamet-gamet dalam kombinasi alel yang mungkin, asalkan setiap gamet memiliki satu alel untuk setiap gen. Dalam contoh praktikum ini, F1 Akan menghasilkan empat kelas gamet dalam kuantitas sebanding MB, Mb, mB, mb. Dan jika sperma dari kempat kelas memfertilisasi sel telur dari keempat kelas, maka akan ada 16 (4x4) kombinasi alel yang memiliki probabilitas yang sama pada F2. Dan kombinasi-kombinasi ini membentuk 4 kategori fenotip yaitu (M_B_) : (M_bb) : (mmB_) : (mmbb), dengan rasio perbandingan 12 : 4 : 3 : 1 yang hampir mendekati rasio perbandingan dari Mendel yaitu 9:3:3:1. Maka pada praktikum ini dapat membutikan adanya hukum pemilihan bebas yang menyatakan bahwa setiap

  pasangan alel bersegregasi secara bebas terhadap pasangan alel-alel lain selama pembentukan gamet.

  Dengan demikian hukum ini berlaku pada gen-gen (pasangan alel) yang terletak pada kromosom yang berbeda. Artinya, pada kromosom yang tidak homolog. Gen-gen yang terletak dekat satu sama lain pada kromosom yang sama cenderung diwariskan secara bersama-sama dan memiliki pola pewarisan sifat yang lebih kompleks daripada yang diprediksikan oleh hukum pemilihan bebas.

VII. Kesimpulan 1. Pada hukum pemilihan bebas memiliki rasio perbandingan fenotip 9 : 3 : 3 : 1.

  2. pada persilangan yang dilakukan menghasilkan empat kelas dan 16 kombinasi

  pasangan alel yamg memiiliki probabilitas yang sama terhadap F2

  3. pada persilangan yang dilakukan menghasilkan empat kelas kombinasi alel yaitu

  (M_B_), (M_bb), (mmB_), (mmbb)

  4. dari hasil praktikum perbandingan dari keempat kelas yang didapat ialah 12 : 4 : 1 5. hukum II Mendel terbukti bahwa setiap pasangan alel bersegregasi secara bebas terhadap pasangan alel-alel lain selama pembentukan gamet.

VIII. Daftar pustaka

  Campbell, A. Neil , Jane B. Reece, Lawrance G. Mitchell.2002. Biology. Jakarta : Erlangga

  th Suryo. 2008. Genetika Strata-1. 12 ed. Gadjah Mada University Press.

  Sulistyoningsih, M, Dr dan Praptining Rahayu. Petunjuk Praktikum Genetika.

  FPMIPA IKIP PGRI Semarang