MASKULINISASI LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus) MELALUI PERENDAMAN LARVA DALAM EKSTRAK TESTIS SAPI DENGAN KONSENTRASI 135 ppm & 265 ppm

(1)

ABSTRACT

MASCULINIZATION OF CRAWFISH (Cherax quadricarinatus) IN 135 ppm & 265 ppm BOVINE TESTICULAR EXTRACT BY IMMERSION

By

Andika Agustonti

Bovine testicular extract (BTE) can be used to fish masculinization. The aims of this research was to know the ability of BTE in high concentrate to masculize crawfish larvae. The crawfish larvae was immersed in 135 and 165 ppm BTE with different stadia and time periode immersion i.e. stadia 8, 10, and 12 days post hatching with time immerse 5 hour during 3, 4, and 5 days. There are any parameters in this research i.e. looking percentage of male crawfish, survival rate, and relative growth. The results showed that the highest percentage crawfish male is 71,43% and lowest is 46,67% at 5 days. In first and second dose showed that the higher dose can increasing population of crawfish male. The best dose is immersion in 265 ppm with 71,43%.

Key words : Bovine testicular extract, concentration, crawfish, immersion, stadia larvae.


(2)

ABSTRAK

MASKULINISASI LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus) MELALUI PERENDAMAN LARVA DALAM EKSTRAK TESTIS SAPI

DENGAN KONSENTRASI 135 ppm & 265 ppm Oleh

Andika Agustonti

Ekstrak testis sapi merupakan salah satu bahan yang memiliki kemampuan dalam membantu maskulinisasi ikan. Penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan maskulinisasi lobster air tawar menggunakan ekstrak testis sapi dengan konsentrasi tinggi yaitu 135 dan 165 ppm pada stadia larva dan lama perendaman yang berbeda . Penelitian ini dilakukan menggunakan larva lobster air tawar umur 8, 10, dan 12 hari. Masing-masing larva direndam dalam larutan ekstrak testis sapi dengan konsentrasi 135 dan 265 ppm dengan lama perendaman 5 jam/ hari selama 3, 4, dan 5 hari. Beberapa parameter yang di amati dalam penelitian ini meliputi persentase lobster jantan, tingkat kelangsungan hidup, dan pertumbuhan misbi/relatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa konsentrasi ekstrak testis sapi pada perendaman 5 hari memperoleh jantan tertinggi sebesar 71,43% dan jantan terendah pada lama perendaman 4 hari yaitu sebesar 46,67 %. Hasil yang diperoleh pada dosis pertama dan kedua menunjukan bahwa semakin besar dosis yang diberikan maka hasil persentase jantan lebih meningkat. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa perlakukan terbaik adalah lama perendaman menggunakan dosis 265 mg dengan hasil 71,43 %.

Kata kunci: Ekstrak Testis Sapi, konsentrasi, lama perendaman, lobster air tawar, stadia larva.


(3)

MASKULINISASI LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus) MELALUI PERENDAMAN LARVA DALAM EKSTRAK TESTIS SAPI

DENGAN KONSENTRASI 135 ppm & 265 ppm

(Skripsi)

Oleh

ANDIKA AGUSTONTI 0714111024

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG 2012


(4)

MASKULINISASI LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus) MELALUI PERENDAMAN LARVA DALAM EKSTRAK TESTIS SAPI

DENGAN KONSENTRASI 135 ppm & 265 ppm

Oleh

ANDIKA AGUSTONTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN

Pada

Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(5)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 4

C. Manfaat ... 4

D. Kerangka Pikir ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Seksualitas Lobster Air Tawar... 9

B. Determinasi dan Diferensiasi Kelamin ... 11

C. Ekstrak Testis Sapi (ETS) ... 14

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat ... 15

B. Alat dan Bahan ... 15

C. Prosedur Penelitian ... 15

1. Persiapan ... 15

2. Pelaksanaan Penelitian ... 16

D. Parameter yang Diamati ... 16

1. Persentase Individu Jantan ... 17

2. Laju Pertumbuhan Harian ... 17


(6)

ii

4. Kualitas Air ... 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 19

1. Persentase Individu Jantan ... 19

3. Tingkat Kelangsungan Hidup ... 22

4. Laju Pertumbuhan ... 24

5. Pengamatan Organ Kelamin Primer ... 27

6. Pengamatan Organ Kelamin Sekunder ... 28

7. Kualitas Air ... 29

7. Hasil Uji Kandungan Testosteron Dalam ETS ... 30

B. Pembahasan ... 31

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 36

B. Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA


(7)

iii DAFTAR TABEL

Halaman 1. Kualitas Air Selama Penelitian ... 30 2. Kandungan Metiltestosteron Pada Setiap Dosis ... 30


(8)

iv DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Letak Organ Reproduksi Lobster Air Tawar ... 10

2. Persentase Individu Jantan Dosis 1 ... 20

3. Persentase Individu Jantan Dosis 2 ... 21

4. Tingkat Kelangsungan Hidup Lobster Air Tawar Dosis 1 .……..…….… 23

5. Tingkat Kelangsungan Hidup Lobster Air Tawar Dosis 2 ………..….….. 24

6. Panjang Harian Tubuh Lobster Air Tawar Dosis 1.. ... 25

7. Panjang Harian Tubuh Lobster Air Tawar Dosis 2 ... 27

8. Perbedaan Kelamin Primer ... 28


(9)

v DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kualitas Air ... 37

2. Tingkat Kelangsungan Hidup ... 39

3. Persentase Individu Jantan ... 39

4. Laju Pertumbuhan Harian ... 40

5. Hasil Uji Kandungan Testoteron dalam Ekstrak Testis Sapi dengan Metode ELISA ... 41

6. Gambar Alat dan Bahan Penelitian ... 42


(10)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Tarsim, S.Pi., M.Si. ...

Sekretaris : Agus Setyawan, S.Pi., M.P. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196108261987021001


(11)

Kupersembahkan Karya Kecil Ini Untuk

Mama dan Papa Tercinta

Serta

Nenek, Kekasih dan Teman Tersayang

Yang Telah M

encurahkan Kasih Sayang, Do’a,

dan Dukungan Selama Ini


(12)

Judul : Maskulinisasi Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Melalui Perendaman Larva Dalam Ekstrak Testis Sapi dengan Konsentrasi 135 ppm & 265 ppm

Nama : Andika Agustonti

Nomor Pokok Mahasiswa : 0714111024 Jurusan/Program Studi : Budidaya Perairan

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Tarsim, S.Pi., M.Si. Agus Setyawan, S.Pi., M.P.

NIP. 198309232006042001 NIP. 198408052009121003

2. Ketua Program Studi Budidaya Perairan

Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. NIP. 196402151996032001


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan putra dari pasangan bapak Guntur Go dan ibu Setiawati Ningsih yang dilahirkan di Tanjung Karang, 6 Agustus 1989. penulis merupakan anak tunggal.

Penulis menempuh pendidikan taman kanak-kanak di TK Kartika II (Persit) tahun 1994-1995. Pendidikan dasar di SD Negeri 2 Rawa Laut tahun 1995-2001. Pendidikan tingkat pertama di SLTP Negeri 9 B. Lampung tahun 2001-2004. Pendidikan tingkat atas di SMA Utama 2 B. Lampung 2004-2007. Pada tahun 2007, penulis diterima di Universitas Lampung Fakultas Pertanian Program Studi Budidaya Perairan melalui jalur SPMB.

Selama mengikuti perkuliahaan, penulis pernah melakukan praktek umum di Dunia Air Tawar bertempat di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT), Sukabumi Jawa Barat dengan komoditas Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) pada tahun 2010.

Penulis merupakan pengurus Himpunan Mahasiswa Budidaya Perairan Universitas Lampung (HIDRILA) pada tahun 2007-2008 sebagai Anggota bidang Kerohanian, juga pada tahun tersebut sebagai Ketua Pelaksana Aquaculture Expo dan pada tahun 2008-2009 sebagai Wakil Ketua Umum.


(14)

Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana perikanan, penulis menyelesaikan tugas akhir dengan menulis skripsi yang berjudul “Maskulinisasi Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Melalui Perendaman Larva Dalam Ekstrak Testis Sapi dengan Konsentrasi 135 ppm & 265 ppm”.


(15)

SANWACANA

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Maskulinisasi Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Melalui Perendaman Larva Dalam Ekstrak Testis Sapi dengan Konsentrasi 135 ppm & 265 ppm” Tak lupa pula shalawat serta salam bagi junjungan Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana budidaya perairan. Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan karena banyak keterbatasan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan agar penulis dapat menjadi lebih baik dikemudian hari.

Selama pelaksanaan penelitian hingga penyelesaian skripsi ini banyak pihak-pihak yang sangat membantu baik secara moril maupun materil, yang telah memberikan saran, doa, dan dukungannya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Mama, Papa, Nenek, Kekasih Tercinta (Nesya Ardia Tisandi) dan Teman-teman Terbaik (Sutan, Noni, Hasyim, Vivi, Selly, Sonic, Dewa, Deta, dan Rama) tercinta, yang telah memberikan semangat, dukungan, kasih sayang dan doa selama penulisan skripsi ini, tiada kalimat yang bisa mengungkapkan


(16)

rasa terima kasihku selama ini untuk kalian, karna aku sayang dan mencintai kalian selamanya.

2. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., sebagai Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3. Ir. Siti Hudaidah, M.Sc., sebagai Ketua Program Studi Budidaya Perairan Universitas Lampung serta sebagai Pembahas yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Tarsim, S.Pi., M.Si., sebagai Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penulisan skripsi ini.

5. Agus Setyawan, S.Pi., M.P. sebagai Pembimbing Pembantu yang telah memberikan gagasan, saran, dukungan moril maupun materil dalam penulisan skripsi ini.

6. Wardiyanto, S.Pi., M.P., sebagai Kepala Laboratorium yang telah mengizinkan penggunaan alat-alat dan tempat yang mendukung pelaksaan penelitian.

7. Mas Bambang, yang telah banyak membantu dalam pengadaan surat-surat yang mendukung dalam pelaksanaan penelitian dan skripsi ini.

8. Keluarga besarku, yang telah memberikan semangat, dukungan serta doa untuk terselesaikannya penelitian ini.

9. Sahabat-sahabatku Ian, Ijong, Saka, Yoga, Nopi, dan Wayan yang telah memberikan semangat serta dukungan saat perkuliahan hingga penulisan skrispsi ini. Teman seperjuangan di lab pada saat penelitian Noni, hasyim, vivi, selly, dewi gita, cuwi, revi, dan yeni yang telah banyak membantu dan memberikan masukan.


(17)

10.Teman-teman angkatan 2007, kakak dan adik tingkat yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan pihak yang telah membantu penyelesaian penulisan skripsi ini. Semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Bandar Lampung, Mei 2012 Penulis


(18)

1 I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Budidaya monoseks sudah umum dilakukan pada budidaya ikan (Beardmore et al, 2001; Devlin and Nagahama, 2002; Gomelsky, 2003), dan upaya tersebut sudah umum dilakukan dalam teknologi budidaya udang sejak udang jantan dan betina berbeda dalam pertumbuhannya (Curtis and Jones, 1995; Siddiqui et al, 1997; Lawrence et al, 2000; Lawrence, 2004; Sagi and Aflalo, 2005b).

Pertumbuhan lobster pada sistem budidaya dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari jenis kelamin, kematangan seksual dan usia ikan tersebut (Hartnoll, 1982; Botsford, 1985; Aiken and Waddy, 1992). Pertumbuhan lobster jantan lebih cepat dibandingkan lobster betina. Lobster air tawar jantan berumur 7 – 8 bulan dapat mencapai berat rata-rata 30 gr/ekor, sedangkan betina hanya berkisar 20 gr/ekor (Sukmajaya dan Suharjo, 2003). Produsen dapat menghasilkan lobster air tawar berkelamin jantan sehingga meningkatkan produksi dari pembesaran lobster air tawar. Purdom (1993) menyatakan bahwa jenis kelamin sangat penting dalam budidaya perikanan karena antara jantan dan betina terdapat perbedaan laju pertumbuhan, pola tingkah laku dan ukuran maksimum yang dapat dicapai.

Teknik untuk memproduksi monosex jantan pada lobster air tawar dapat dilakukan dengan teknologi sex reversal. Sex reversal adalah proses pembalikan atau mengarahkan kelamin jantan menjadi betina atau kelamin betina menjadi


(19)

2 jantan. Sex reversal dapat dilakukan dengan memberikan hormon sintesis (androgen dan estrogen) untuk memacu pertumbuhan kelamin ikan yang diinginkan. Sex reversal dengan pemberian metiltestosteron dikenal cukup efektif untuk memproduksi populasi jantan. Pengubahan jenis kelamin atau sex reversal dapat dilakukan dengan menggunakan hormon metil testosteron. Sagi dan Cohen (1990) meneliti bahwa individu jantan dewasa hasil sex reversal dengan menggunakan kelenjar androgen dapat melakukan pembuahan dan menghasilkan benih secara normal.

Jenis kelamin ditentukan bersama oleh faktor genetis dan lingkungan, yang bekerja secara sinergis menentukan ekspresi fenotipe suatu karakter. Peran faktor lingkungan menentukan ekspresi fenotipe jenis kelamin ikan dan udang, memungkinkan perubahan kelamin dilakukan tanpa mengubah genetisnya yaitu melalui pendekatan hormonal. Perubahan genetis dilakukan melalui persilangan antar spesies atau genus. Pendekatan hormonal dilakukan dengan cara pemberian steroid androgen maupun estrogen, sebelum diferensiasi kelamin (Purdom, 1993; Pandian dan Koteeswaran, 2000).

Mengingat permasalahan penggunaan hormon sintetik tersebut, diperlukan adanya bahan alami dalam sex reversal. Salah satunya yaitu pemanfaatan limbah testis sapi yang diekstrak menggunakan teknologi radioimunoasay dan isotop yodium-125.

Testis sapi yang kaya akan testosteron diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan methyltestosterone (MT) alami yang sangat bermanfaat bagi proses jantanisasi ikan dan ramah lingkungan sehingga dapat memenuhi permintaan pasar akan ikan hias dan ikan konsumsi yang semakin meningkat.


(20)

3 Alternatif untuk menggantikan hormon metiltestoteron adalah ekstrak testis sapi yang merupakan testosteron alami dan telah terbukti mampu menggantikan hormon metiltestosteron, seperti yang pernah dicobakan pada larva ikan nila berumur 7 hari yang direndam di air yang telah dicampur dengan ekstrak testis sapi dengan dosis 0,125 gr/l selama 18 jam dan menghasilkan persentase ikan nila jantan sebesar 95% yang terlihat setelah ikan nila berumur 3 minggu.

Pada penelitian Sagita (2011) perendaman larva lobster air tawar dengan dosis ekstrak testis sapi 2 ppm dan lama perendaman 24 jam menghasilkan sebesar 74,15% dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 83,33%. Sedangkan pada penelitian Elisdiana (2011) pada dosis ekstrak tetis sapi (ETS) dan suhu yang terbaik dalam produksi ikan guppy jantan adalah pada interaksi (ETSxT) 30oC dan 5 ppm sebesar 63,10% dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 70,13%.

Informasi tentang penggunaan ekstrak testis sapi pada lobster air tawar masih minim sehingga perlu dilakukan kajian tentang hal tersebut dengan cara perendaman larva dengan stadia yang berbeda dengan harapan fenotipe kelamin jantan pada lobster air tawar bisa diarahkan menjadi jantan dengan penggunaan ekstrak testis sapi.

Pada ekstrak testis sapi telah dikonversi oleh Ratnasari (2011) dengan menyamakan kandungan ekstrak testis sapi terhadap methyltestoteron. Disamakan bahwa pada 1 mg methyltestoteron sama dengan 265 mg ekstrak testis sapi, dengan dibuktikan melalui uji ELISA di Laboratorium Uji Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi (Jawa Barat) menghasilkan dalam 1 gr ekstrak testis sapi terdapat 3,78 ppm methyltestoteron. Ekstrak testis sapi


(21)

4 dikonversi dikarenakan peneliti ingin melihat berapakah kandungan methyltestoteron yang terdapat pada ekstrak testis sapi.

Penelitian ini kemudian menggunakan dosis yang sudah dikonversi oleh Ratnasari (2011), yang kemudian bisa dikatakan sebagai dosis yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan peneliti ingin melihat pengaruh yang diberikan dosis tersebut terhadap maskulinisasi lobster air tawar.

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh konsentrasi tinggi terhadap maskulinisasi lobster air tawar melalui lama perendaman dan konsentrasi yang berbeda.

C. Manfaat

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi tentang jantanisasi lobster air tawar jantan melalui perendaman dan stadia yang berbeda menggunakan ekstrak testis sapi.

D. Kerangka Pikir

Udang karang air tawar atau yang lebih dikenal dengan nama lobster air tawar hingga saat ini masih terjaga popularitasnya. Faktor nilai jualnya yang tinggi menarik negara-negara maju seperti Australia dan Amerika Serikat untuk mengembangkan budidaya lobster air tawar secara besar-besaran. Sebagai gambaran, di Australia harga per kilogram jenis Red Claw ukuran 2,5 - 7 cm mencapai US $ 4, sedang ukuran 10-13 cm sekitar US$20 dan lobster dengan


(22)

5 berat 50 gram sampai 150 gram merupakan ukuran layak konsumsi secara komersial.

Penambahan nilai ekonomis lobster air tawar dapat dilakukan dengan cara mempercepat pertumbuhannya melalui pembalikan seks menjadi monoseks jantan. Keturunan lobster air tawar secara normal, tidak selalu menghasilkan produksi yang 100% jantan semua. Berdasarkan hukum Mendel I, menunjukkan bahwa hasil dari perkawinan antara jantan dan betina akan menghasilkan 50% jantan dan 50% betina. Pada lobster air tawar diketahui pertumbuhan jantan lebih cepat dibandingkan dengan yang betina. Lobster air tawar jantan berumur 7 – 8 bulan dapat mencapai berat rata-rata 30 gr/ekor, sedangkan betina hanya ± 20 gr/ekor (Sukmajaya dan Suharjo, 2003). Hal ini menunjukan pertumbuhan lobster air tawar jantan lebih cepat dibandingkan lobster betina. Sehingga dengan hanya memproduksi yang jantan saja dapat meningkatkan produksi dari pembesaran lobster air tawar.

Teknik untuk menjadikan monoseks jantan pada lobster air tawar dilakukan dengan teknologi sex reversal. Aplikasi sex reversal dapat dilakukan

dengan menggunakan bahan sintetis berupa hormon 17α-metiltestosteron atau

aromatase inhibitor. Penggunaan kedua bahan tersebut akan menghasilkan individu jantan yang lebih banyak dari betina.

Penggunaan hormon 17α-metiltestosteron sudah mulai dikurangi, karena

dapat menimbulkan pencemaran dan kanker pada manusia. Selain itu hormon tersebut hampir identik dengan hormon yang terdapat pada manusia (diperuntukkan manusia), sehingga jika diberikan pada udang atau ikan konsumsi


(23)

6 dengan manajemen salah, dapat mengganggu kesehatan manusia yang mengkonsumsi (Contreras-Sanchez, 2001).

Mengingat permasalahan penggunaan hormon sintetik tersebut, diperlukan adanya bahan alami yaitu berupa ekstrak testis sapi, Ekstrak testis sapi merupakan bahan alami dengan kandungan metiltestosteron sebesar 3,87 ppm / 1 g ekstrak testis sapi. Konsentrasi testosteron yang tinggi memperlihatkan bahwa ekstrak testis sapi memiliki hormon androgen alami sebagai penghasil sel jantan dalam jumlah yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai hormon steroid androgen alami pada sex reversal lobster menjadi jantan karena kadar testosteron tidak hanya didapat dari hasil biosintesis steroid (steroidogenesis) di tubuh lobster saja (Batan, 2010).

Proses perkembangan gonad dipengaruhi oleh differensiasi seks. Diferensiasi kelamin meliputi seluruh aktivitas terkait dengan keberadaan gonad, seperti perpindahan awal sel nutfah, munculnya bagian tepi gonad dan diferensiasi gonad menjadi ovari atau testis. Diferensiasi kelamin dapat melalui dua jalan berbeda, pertama gonad langsung berdiferensiasi menjadi ovari atau testis, yang kedua gonad berdiferensiasi menjadi ovari kemudian menjadi testis. Ragam diferensiasi sangat ditentukan kondisi periode labil tiap spesies karena efektivitas kerja hormon steroid (Rougeot et al, 2002). Mengingat bahwa masuknya suatu zat ke dalam suatu organisme dipengaruhi dosis, lama perendaman, gaya adsorbsi (daya serap), Perendaman dalam larutan ekstrak testis sapi sebelum terjadinya pengarahan kelamin diharapkan dapat meningkatkan kadar androgen dalam tubuh lobster dan dapat mengarahkan terbentuknya fenotipe lobster menjadi jantan sehingga presentase lobster air tawar meningkat. Oleh sebab itu, agar lobster air


(24)

7 tawar menjadi jantan semua, maka perlu ditambahkan hormon androgen yang dapat menghasilkan sel jantan. Salah satu sumber hormon androgen yang kaya akan testosteron adalah pada limbah testis sapi. Sehingga dengan penambahan tersebut, dimaksudkan agar lobster air tawar bisa menjadi 100% jantan semua. Testis sapi merupakan organ kelamin primer sapi yang mengandung hormon androgen (hormon kelamin jantan) terutama testosteron dan sel-sel kelamin jantan atau spermatozoa (Toelihere, 1985).


(25)

15

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu Dan Tempat

Penelitian dilaksanakan bulan Oktober 2011 sampai Desember 2011 bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

B. Alat Dan Bahan

Alat yang akan digunakan dalam penelitian adalah 16 buah akuarium ukuran 50x40x40cm3 untuk pemeliharaan larva, perlengkapan aerasi dan alat ukur kualitas air (termometer, DO meter, dan pH meter).

Bahan yang akan digunakan adalah larva lobster air tawar umur 8, 10, dan 12 hari, ekstrak testis sapi yang sudah jadi, alkohol 70% sebagai pelarut ekstrak testis sapi, sendok makan, toples perendaman larva lobster air tawar dan pakan komersial.

C. Prosedur Penelitian 1. Persiapan

Tahap persiapan dilakukan dengan membersihkan semua akuarium yang akan digunakan menggunakan sabun dan kaporit sebagai desinfektan, setelah itu dibilas dengan air bersih dan dijemur selama 24 jam. Setelah kering, akuarium


(26)

16 diletakkan pada rak kayu dan diisi air setinggi 10 cm menggunakan air yang berasal dari tandon yang telah diaerasi selama 1 hari, kemudian tutup secara keseluruhan aquarium menggunakan plastik berwarna hitam sehingga keadaan aquarium menjadi gelap. Setelah itu dimasukkan larva lobster air tawar dengan kepadatan 15 ekor per akuarium.

2. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan cara melarutkan ektrak testis sapi menggunakan 2 tetes alkohol, dibantu dengan sendok untuk menghancurkan ekstrak testis sapi agar lebih halus kemudian dimasukan ke dalam toples atau wadah perendaman yang sebelumnya toples sudah berisi air dan diberikan aerasi yang cukup. Larva kemudian direndam dengan ektrak testis sapi dengan dosis 135 mg/l dan 265 mg/l dengan lama perendaman 3 sampai 5 hari dengan stadia larva 8, 10 dan 12 hari masa perontokan dari induk larva lobster air tawar.

Larva yang telah diberi direndam menggunakan ekstrak testis sapi kemudian dipelihara selama 3 bulan dalam akuarium ukuran 50x40x40 cm3 dengan kepadatan 15 ekor per akuarium. Pemberian pakan dilakukan secara feeding rate yaitu sebanyak 2 kali sehari pada pagi dan sore hari. Pembuangan kotoran pada dasar akuarium dengan menggunakan selang (penyiponan) dilakukan setiap hari.

D. Parameter Yang Diamati

Pengamatan dilakukan setelah dua bulan dari pemeliharaan larva lobster air tawar. Pengamatan dilakukan secara visual dengan memperhatikan ciri


(27)

17 kelamin sekunder pada lobster air tawar. Ciri kelamin sekunder lobster air tawar dapat diketahui dengan melihat perbedaan antara ikan jantan dan betina pada Gambar 2. Kemudian dilakukan seleksi dan dengan cara pengamatan mikrokospik dengan memotong kaki kelima dan kaki ketiga, kemudian di amati perbedaannya, lalu melakukan penghitungan jumlah anak jantan dan betina.

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel. Parameter yang dihitung adalah persentase jumlah anak berkelamin jantan dengan persentase jumlah anak berkelamin jantan dapat ditentukan menggunakan rumus berikut :

1. Persentase Jantan

2. Laju Pertumbuhan Harian (LPH)

√ / Wo – 1 × 100 % LPH =

Keterangan :

Wt : panjang awal larva Wo : panjang akhir larva t : waktu

3. Tingkat Kelangsungan Hidup % 100 awal Ikan akhir Ikan

SR  

% 100 diamati yang Ikan jantan kelamin berjenis Ikan Jantan %  


(28)

18 4. Kualitas Air

Pengukuran kualitas air dilakukan sebelum perlakuan, saat perlakuan, setelah perlakuan, dan panen. Kualitas air yang digunakan adalah suhu, pH, DO (dissolved oxygen).


(29)

9 II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Sifat Seksualitas Lobster Air Tawar

Pada umumnya lobster air tawar matang gonad pada umur 6 sampai 7 bulan. Setelah mencapai umur tersebut, induk jantan dan betina akan melakukan perkawinan. Proses perkawinan biasanya terjadi pada malam hari atau menjelang pagi dan berlangsung sekitar 0,5 sampai 1 jam. Sekitar 10 sampai 15 hari setelah perkawinan, telur akan mulai tampak dibagian bawah badan lobster betina (Wiyanto dan Hartono, 2003). Menurut Susanto dan Charmantier (2000), selama masa pengeraman (inkubasi) telur-telur mengalami perubahan warna berturut-turut : warna hijau – kuning - coklat/maron - orange. Berikutnya tahapan embryogenesis dimulai dengan adanya warna transparan dalam telur sampai munculnya bintik mata hingga menetas menjadi larva.

Lobster air tawar merupakan spesies dimorfis, yakni terdiri dari jenis kelamin jantan dan betina. Jenis kelamin jantan dan betina dapat dibedakan secara pasti jika telah mencapai 2 bulan dengan panjang total rata- rata 5 s/d 7cm. Ciri- ciri primer pembeda jenis kelamin calon induk lobster air tawar adalah bentuk tertentu yang terletak ditangkai kaki jalan dan ukuran capit. Sementara itu ciri- ciri sekunder yang dapat dilihat secara visual adalah kecerahan warna tubuhnya. Calon induk jantan memiliki tonjolan didasar tangkai kaki jalan ke-5 jika penghitungan dimulai dari kaki jalan dibawah mulut. Ciri lobster air tawar betina


(30)

10 adalah adanya lubang bulat yang terletak didasar kaki ke-3. Berdasarkan capitnya, calon induk jantan memiliki ukuran capit 2-3 kali lebar buku pertama (tangkai capit) dan calon induk betina memiliki ukuran capit yang sama atau 1,5 kali buku pertama (Wiyanto dan Hartono, 2003)

Gambar 1. Letak organ reproduksi lobster air tawar

Keterangan: Gambar sebelah kiri menunjukan bahwa lobster berkelamin jantan dan gambar sebelah kanan menunjukan lobster berkelamin betina.

Dilihat dari ciri-ciri sekunder, warna tubuh calon induk jantan lebih cerah dibandingkan dengan warna dasar tubuh calon induk betina, jika wadah dan perlakuan yang diberikan dalam pemeliharaannnya sama. Jika perbandingan ini dilakukan dalam lingkungan pemeliharaan yang berbeda, kecerahan dan tingkat ketajaman dari warna dasar itu akan berbeda pula. Warna pigmen dalam cangkang tubuh sangat dipengaruhi oleh warna air, jenis pakan, dan kandungan dasar pigmen yang dimiliki oleh setiap lobster air tawar.


(31)

11 B. Determinasi dan Diferensiasi Kelamin

Determinasi seks adalah penentu jenis kelamin suatu organisme yang ditentukan oleh kromosom seks (gonosom). Secara genetik, jenis kelamin suatu individu sudah ditetapkan pada waktu pembuahan (Matty, 1985). Namun pada saat embrio, gonad atau organ kelamin primer masih berada dalam keadaan indiferen, yaitu keadaan peluang untuk menjadi jantan atau betina dalam bentuk rudimeter yang semua kelengkapan struktur-struktur jantan dan betina sudah ada, hanya menunggu perintah diferensiasi dan penekanan ke arah sifat jantan atau betina (Toelihere, 1985).

Menurut Strussman dan Patino (1995), determinasi kelamin pada beberapa spesies dipengaruhi oleh gen, selain itu juga dipengaruhi oleh faktor kondisi perubahan lingkungan. Faktor lingkungan berpengaruh terhadap rasio kelamin baik bersifat sementara maupun permanen. Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi Enviromental Sex Determination yaitu temperatur, tingkah laku ikan, salinitas, cahaya, kualitas air, pH, dan nutrisi.

Proses diferensiasi merupakan proses perkembangan gonad ikan menjadi jaringan yang definitif. Proses ini terdiri dari serangkaian kejadian yang memungkinkan seks genotipe terekspresi menjadi seks fenotipe (Zairin, 2002). Diferensiasi pada ikan lebih labil dibandingkan pada vertebrata yang lebih tinggi (Hunter dan Donaldson, 1983).

Pengarahan diferensiasi kelamin adalah suatu teknik untuk mengubah jenis kelamin secara buatan dari ikan betina secara genetik menjadi jantan atau sebaliknya. Pengarahan ini disebut teknik seks reversal, secara buatan dimungkinkan karena pada awal perkembangan embrio atau larva belum terjadi


(32)

12 diferensiasi kelamin (Carman dan Alimuddin, 1998). Yamazaki (1983) menyatakan, diferensiasi kelamin pada ikan dapat terjadi sebelum telur menetas, maupun setelah telur menetas baik sebelum atau sesudah ikan mulai makan.

Dengan teknik sex reversal, fenotip ikan dapat berubah, tetapi genotipnya

tidak dapat berubah. Tujuan utama dari penerapan sex reversal adalah menghasilkan populasi monoseks (Zairin 2002). Jenis kelamin berpengaruh penting dalam budidaya perikanan karena, antara jantan dan betina terdapat perbedaan laju pertumbuhan, pola tingkah laku dan ukuran maksimum yang bisa dicapai. Jenis kelamin ditentukan bersama oleh faktor genetis dan lingkungan, yang bekerja secara sinergis menentukan ekspresi fenotipe suatu karakter (Purdom, 1993). Sumantadinata dan Carman (1988) mengatakan, benih monoseks dapat diperoleh melelui manipulasi hormonal dan manipulasi kromosom atau kombinasi keduanya. Keberhasilan penggunaan hormon pada ikan dipengaruhi beberapa faktor, yaitu jenis dan umur ikan, dosis hormon, lama waktu dan cara pemberian hormon, serta faktor lingkungan (Naggy et al., 1981).

Menurut Arfah (1997), hormon merupakan suatu zat kimia organik yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin dan berdifusi langsung masuk ke dalam peredaran darah dengan jumlah sangat kecil yang dapat merangsang sel-sel tetentu untuk berfungsi. Pada penerapan sex reversal secara langsung dapat menggunakan hormon

steroid. Hormon steroid merupakan hormon yang mempengaruhi reproduksi hewan, merangsang pertumbuhan dan diferensiasi kelamin serta mempengaruhi tingkah laku ikan (Donaldson et al., 1979). Hormon steroid dihasilkan oleh jaringan steroidogenik

anatara lain di anak ginjal dan gonad primordial. Jaringan steroidogenik di anak ginjal menghasilkan beberapa glukortikosoid contohnya kortisol, korteron dan kortison,

serta beberapa mineralokortikosoid seperti aldosteron. Jaringan steroidogenik pada gonad menghasilkan hormon steroid yang terdiri dari androgen untuk maskulinisasi,


(33)

13

estrogen untuk feminisasi dan progestin yang berhubungan dengan proses kehamilan (Hadley, 1992).

Hormon androgen dapat digunakan untuk menghasilkan jantan fungsional (Hunter dan Donaldson, 1983). Kelenjar androgenik sangat penting untuk perkembangan dan regenerasi karakter sekunder dari udang jantan (Nagamine et al.,

2000). Hormon androgen yang umum digunakan pada proses maskulinisasi adalah

17α-metiltestosteron, testosteron propionat dan sebagainya. Pemberiannya dapat dilakukan secara oral, perendaman embrio ataupun larva (Pifferer., 1994). Selanjutnya Aplikasi monoseks dengan penggunaan hormon secara oral dengan dosis tertentu mudah dikerjakan oleh para pembudidaya ikan, sampai saat ini teknik penghormonan melelui oral paling banyak digunakan para pembudidaya ikan karena hasil yang diperoleh lebih dari 95 sampai 100% bila dibandingkan dengan perendaman yang menghasilkan 70 sampai 80%. Namun kelemahan dalam metode oral ini adalah pada awal pemberian pakan, larva perlu menyesuaikan jenis pakan buatan sehingga apabila pakan tidak segera dimakan maka kemungkinan besar hormon akan tercuci kedalam media budidaya aplikasi monoseks dengan penggunaan hormon secara oral dengan dosis tertentu mudahdikerjakan oleh para pembudidaya ikan (Guerrero dan Gerrero, 2004)..

Keberhasilan pengubahan kelamin dengan penggunaan hormon tergantung pada beberapa faktor seperti dosis hormon, jenis hormon, lama perlakuan dan umur ikan atau udang waktu perlakuan (Yamazaki, 1983). Hasil penelitian Studivianto (2007) diketahui bahwa umur terbaik perendaman larva lobster air

tawar dalam 17α-metiltestosteron dicapai pada umur larva 10 hari setelah


(34)

14 Penelitian sebelumnya oleh Hakim (2008) menghasilkan persentase pembentukan monoseks jantan tertinggi sebesar 61,13% yaitu pada dosis 2 ppm 17α-metiltestosteron. Selain itu penggunaan dosis (2 ppm) pada umur larva 10 hari menghasilkan lobster air tawar jantan tertinggi sebesar 76,77% (Satyantini dan Mukti, 2006).

Sedangkan penelitian Carman dan M. Alimuddin (2008) dengan lobster air tawar yang berumur dua minggu diberi pakan dengan dosis 50 mg/kg pakan efektif untuk meningkatkan persentase jantan C. quadricarinatus dari 24,93% (kontrol) menjadi 59,96%, sedangkan untuk perlakuan pemberian dosis yang berbeda belum diketahui hasilnya. Penelitian ini akan difokuskan pada perlakuan menggunakan ekstrak testis sapi yang kaya akan hormon testosteron sehingga menghasilkan metiltestosteron (MT) alami.

C. Ekstrak Testis Sapi

Testis sapi merupakan organ kelamin primer sapi yang mengandung hormon androgen (hormon kelamin jantan) terutama testosteron dan sel-sel kelamin jantan atau spermatozoa (Toelihere, 1985). Hal ini dimanfaatkan oleh BATAN, sebuah perusahaan nuklir dengan teknologi radioimmunoassay dan isotop yodium-125 yang mereka miliki yang dapat mengukur kadar hormon pada testis dengan jumlah sekitar 30% lebih tinggi daripada domba dan kambing.

Konsentrasi testosteron yang tinggi tersebut memperlihatkan bahwa ekstrak testis sapi memiliki hormon androgen sebagai penghasil sel jantan dalam jumlah yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai hormon steroid androgen alami pada sex reversal ikan menjadi jantan (Batan,2010) karena kadar testosteron


(35)

15 tidak hanya didapat dari hasil biosintesis steroid (steroidogenik) di tubuh lobster saja. Karena keterbatasan informasi tentang ekstrak testis sapi ini, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui lebih lanjut manfaat ekstrak testis sapi ini.

Pada penelitian Sagita (2011) perendaman larva lobster air tawar dengan dosis ekstrak testis sapi 2 ppm dan lama perendaman 24 jam menghasilkan sebesar 74,15% dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 83,33%.

Sedangkan pada penelitian Elisdiana (2011) pada dosis ekstrak tetis sapi (ETS) dan suhu yang terbaik dalam produksi ikan guppy jantan adalah pada interaksi (ETSxT) 30oC dan 5 ppm sebesar 63,10% dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 70,13%.


(36)

36 V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa stadia larva lobster air tawar memberikan respon yang sama terhadap maskulinisasi lobster air tawar sehingga hanya perendaman larva lobster air tawar menggunakan dosis ekstrak tetis sapi (ETS) pada dosis ekstrak testis sapi 265 mg dan lama perendaman 5 hari menghasilkan jantan tertinggi sebesar 71,43% .

B. Saran

Penelitian lanjutan untuk memproduksi lobster air tawar dengan jenis kelamin jantan dilakukan dengan lama perendaman dan dosis ekstrak testis sapi (ETS) yang tidak terlalu tinggi, untuk mengoptimalkan besarnya persentase jantan dan tingkat kelangsungan hidup lobster juga stadia yang pas untuk menghasilkan jantan maksimal .


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R. dan U.M. Tang. 2002. Fisiologi Hewan Air. Universitas Riau Press. Riau.

Aiken, D.E., and Waddy, S.L., 1992. The growth-process in crayfish. Rev. Aquat. Sci. 6, 335–381.

Arfah, H. 1997. Efektivitas Hormon 17α-metiltestosteron dengan metode Perendaman Induk Terhadap Nisbah dan Fertilitas Keturunan Ikan Gapi (Poecilia reticulata). Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, 43 hal

Batan. 2010. Nutrisi Ternak.

http://www.batan.go.id/patir/nutrisi_ternak/nutrisi_ternak.html. Diakses pada tanggal 20 Desember 2010, pukul 16.00 WIB.

Beardmore, J.A., Mair, G.C., and Lewis, R.I., 2001. Monosex male production in finfish as exemplified by tilapia: applications, problems, and prospects. Aquaculture 197, 283–301.

Bentley, P. J. 1982. Comparative vertebrate endocrinology, 2nd Ed. Cambridge University Press. Cambridge. 70-72p.

Botsford, L.W., 1985. Models of growth. In: Wenner, A.M. (Ed.), Crustacean Issues: Factors in Adult Growth. A.A. Balkema Publishers, Boston, pp. 171–188.

Carman, O. dan M. Alimuddin. 1998. Produksi Ikan Cupang Jantan Saja. Publikasi pada Pelatihan Pembinaan Petani Ikan Cupang dari Lima Wilayah DKI Jakarta di BBI Ciganjur. Bgor.

Contreras-Sanchez, W. M., and Fitzpatrick, M. S. 2001. Fate of methyltestosterone in the pond environment: Impact of mt-contaminated soil on tilapia sex differentiation. Department of Fisheries and Wildlife. Oregon State University Corvallis. Oregon. USA. 103-106

Curtis, M.C.,and Jones, C.M., 1995. Observations on monosex culture of redclaw crayfish Cherax quadricarinatus von Martens (Decapoda: Parastacidae) in earthen ponds. J.World Aquac. Soc. 26, 154–159.


(38)

Devlin, R.H.,and Nagahama, Y., 2002. Sex determination and sex differentiation in fish: an overview of genetic, physiological, and environmental influences.

Aquaculture 208, 191–364.

Donaldson E.M, Lund U.H.M.F, Higgs D.A, and McBride J.R. 1979. Hormonal enhancement of growth. In Hoar W.S, Randall and D.J, Donaldson E.M (Eds.), Fish physiology. Vol VIII. Academic press. New York. P : 456-597.

Elisdiana yeni., 2011. “Maskulinisasi ikan guppy (Poecillia reticulata) melalui perendaman induk dalam berbagai aras dosis ekstrak testis sapi dan suhu”. Tesis, Lampung : Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, 2011.

Hadley M.E 1992. Endocrinology. Third edition. Prentice - Hall international editions. News Jersey. P:25.

Gomelsky, B., 2003. Chromosome set manipulation and sex control in common carp: a review. Aquat. Living Resour. 16, 408–415.

Guerrero,R.D, and L.A Gerrero, 2004. Effects of Androstenedione and MethylTestosterone on Sex Reversal in Outdoor Net Enclosures.

Hadley M.E 1992. Endocrinology. Third edition. Prentice - Hall international editions. News Jersey. P:25.

Hakim, R.H., 2008. Optimalisasi Pemberian Dosis Hormon Metiltestoteron Terhadap Keberhasilan Pembentukan Monosex Jantan Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus). Jurnal Protein. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Muhammadiyah Malang. Vol. 15 No.1.

Hakim, R. R. 2009. Peningkatan Keberhasilan Pembentukan Monosex Jantan Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Melalui Pemberian Hormon Metiltestosteron dengan Lama Perendaman yang Berbeda. Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian-Peternakan; Universitas Muhammadiyah Malang

Hartnoll, R.G., 1982. Growth. In: Bliss, D.E. (Ed.), The Biology of Crustacea. Academic Press, New York, pp. 111–197.

Henry, R. P., and Wheatly, M. G. 1988. Dynamics of salinity adaptations in the euryhaline crayfish. Pacifastacus leniusculus. Physiol. Zool.,61 (3) : 260-271.

Holdich, D. M. 1993. A review of astaciculture : freshwater crayfish farming. Aquat.Living Resour. 6, 307-317.


(39)

Hunter,G.A, and E.M Donaldson, 1983. Hormonal Sex Control and Its Application to Fish Culture. In: W.S. Hoar, D.J. Randall & E.M. Donaldson (edits) Fish physiology Vol. 9: Reproduction. Academic Press. New York. 223-303p.

Iskandar, T. 2003. Budidaya Lobster Air Tawar. Agro Media Pustaka. Jakarta. Lawrence, C.S., 2004. All-male hybrid (Cherax albidus × Cherax rotundus)

yabbies grow faster than mixed-sex (C-albidus × Calbidus) yabbies. Aquaculture 236, 211–220.

Lawrence, C.S., Cheng, Y.W., Morrissy,and N.M.,Williams, I.H., 2000. A comparison of mixed-sex vs. monosex growout and different diets on the growth rate of freshwater crayfish (Cherax albidus). Aquaculture 185, 281– 289.

Maskur. 2005. Domestikasi dan Pengembangan Cherax albertisii di Indonesia. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Jakarta.

Matty A.J. 1985. Fish endocrinology. England. 265p. Nagamine, K., Cen, R., & Ostriker, J. P. 2000, ApJ, 541, 25

Naggy A, Beresenyi M and Canyi V. 1981. Sex reversal in Carp (Cyprinus carpio) by oral administration of methyltestosteron. Canadian Journal Fish Aquaculture Science 38: 725-728.

Pandian, T.J.,and Koteeswaran, R. 2000. Lability of Sex Diferentiation in Fish. School of biological sciences. Maduraj kamaraj university. India.

Piffer, F. 2001. Endocrine Sex Control Strategis ForFeminization Of Teleost Fish. Aquaculture. 1997: 229-281.

Piferrer, F., S. Zanuy, M. Carrillo,I.I.Solar, H.R. Devlin , and M.E. Donaldson. 1994. Brief Treatment With an Aromatase Inhibitor During Sex Differentiation Causes Chromosomally Famale Salmon to Develop as Normal, Functional Males. The Journal of Experimental Zoology 270:25-262.

Purdom, C E. 1993. Genetic and Fish Breeding. Chapman and Hall. New York. USA. 277 pp.

Ratnasari, V. D. 2011. Maskulinisasi Ikan Guppy (Poecilia reticulata) Melalui Perendaman Induk dalam Ekstrak Testis Sapi Berbagai Aras Dosis. Lampung. Universitas Lampung.

Rougeot, C., Jacobs, B., Kestemont, P., and Melard, C. 2002. Sex Control and Sex Determinism Study in Eurasian Perch Perca fluviatilis, by


(40)

Use of Hormonally Sex Reversed Male breeders. Aquaculture 211:81-89.S

Sagi, A., and D. Cohen. 1990. Growth, maturation and progeny of sex-reversed Macrobrachium rosenbergii males. World Aquacult, 21.hal.87-90.

Sagi, A.,and Aflalo, E.D., 2005. The androgenic gland and monosex culture in prawns a biotechnological perspective. Aquac. Res. 36, 231–237.

Satyantini, W.H., dan Mukti, A.T., 2006. Maskulinisasi Larva Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) dengan Penggunaan Hormon 17α -Metiltestosteron. Kumpulan Abstraksi Penelitian pada Seminal Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. Facultas Perikanan. Universitas Brawijaya. Madang.

Setiawan, C., 2006. Teknik Pembenihan dan Cara Cepat Pembesaran Lobster Air Tawar. PT. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Siddiqui, A.Q., AlHafedh, Y.S., AlHarbi, A.H.,and Ali, S.A., 1997. Effects of stocking density and monosex culture of freshwater prawn Macrobrachium rosenbergii on growth and production in concrete tanks in Saudi Arabia. J.World Aquac. Soc. 28, 106–112.

Strussman, C.A. and R.Patino. 1995. Temperature Manipulation of Sex Differentition In Fish. Proceedings of The Fifth International Symposium on The Reproductive Physiology of The Fish (F.W. Goetz and P. Thomas, ds), Fish Symp, Austin, Texas.

Studivianto, G., 2007. Pengaruh perendaman benih lobster air tawar capit merah (Cherax quadricarinatus) pada umur yang berbeda dalam hormon sintetik 17 alpha metiltestosteron terhadap persentase kelamin jantan. http://adln.lib.unair.ac.id/. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2010.

Sukmajaya, Y dan Suharjo, 2003. Mengenal lebih Dekat Lobster Air Tawar, Komoditas Perikanan Prospektif. Agromedia Pustaka Utama.

Sukabumi.

Sumantadinata, K dan Carman, O. 1995. Teknologi Ginogenesis dan Seks Reversal dalam Pemuliaan Ikan. Buletin Ilmiah Gukuryoju, Volume I. 2005. Hal.11-18

Susanto, G. N., and Charmantier, G. 2000. Ontogeny of osmoregulation in the crayfish Astacus leptodactylus. Physiological and Biochemical Zoology, 73 (2) : 169-176.


(41)

Suwandi, D.S., 2011. “Maskulinisasi lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) melalui perendaman larva dalam berbagai aras dosis ekstrak testis sapi dan

lama perendaman”. Tesis, Lampung : Fakultas Pertanian, Universitas

Lampung, 2011.

Toelihere, M. R. 1985. Fisiologi Reproduksi Ternak. Angkasa. Bandung. 327p. Tapitalu, R.F 1996., “Hunungan Beberapa Aspek Biologi Cherax lorentzi (

Crustacea : Parastacidae ) dengan Karakteristik Habitatnya”, Tesis, Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 1996.

Wie, K.L.C. 2006. Pembenihan Lobster Air Tawar Meraup Untung dari Lahan Sempit. Agromedia. Jakarta Selatan.

Wilfrido M. Contreras-Sánchez. 2001.FATE OF METHYLTESTOSTERONE IN THE POND ENVIRONMENT. Laboratorio de Acuacultura Universidad Juárez Autónoma de Tabasco Villahermosa, Tabasco, Mexico.

Wiyanto, H, dan R. Hartono, 2003. Pembenihan dan Pembesaran Lobster Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta. 79 hlm.

Yamazaki F. 1983. Sex Control and Manipulation in Fish. Aquaculture 33: 329-354.

Young, G. Kasukabe, M. and Nakamura I. 2005. Gonadal Steroidogenesis in Teleost Fish in Hormones and Their Receptors in Fish Reproduction Vol. 4:158-171p. National University of Singapore and University of Victoria. Canada.

Zairin, M. Jr. 2002. Reversal Memproduksi Benih Ikan Jantan Atau Betina. Penebar Swadaya. Jakarta. 95p.


(1)

36 V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa stadia larva lobster air tawar memberikan respon yang sama terhadap maskulinisasi lobster air tawar sehingga hanya perendaman larva lobster air tawar menggunakan dosis ekstrak tetis sapi (ETS) pada dosis ekstrak testis sapi 265 mg dan lama perendaman 5 hari menghasilkan jantan tertinggi sebesar 71,43% .

B. Saran

Penelitian lanjutan untuk memproduksi lobster air tawar dengan jenis kelamin jantan dilakukan dengan lama perendaman dan dosis ekstrak testis sapi (ETS) yang tidak terlalu tinggi, untuk mengoptimalkan besarnya persentase jantan dan tingkat kelangsungan hidup lobster juga stadia yang pas untuk menghasilkan jantan maksimal .


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R. dan U.M. Tang. 2002. Fisiologi Hewan Air. Universitas Riau Press. Riau.

Aiken, D.E., and Waddy, S.L., 1992. The growth-process in crayfish. Rev. Aquat. Sci. 6, 335–381.

Arfah, H. 1997. Efektivitas Hormon 17α-metiltestosteron dengan metode Perendaman Induk Terhadap Nisbah dan Fertilitas Keturunan Ikan Gapi (Poecilia reticulata). Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, 43 hal

Batan. 2010. Nutrisi Ternak.

http://www.batan.go.id/patir/nutrisi_ternak/nutrisi_ternak.html. Diakses

pada tanggal 20 Desember 2010, pukul 16.00 WIB.

Beardmore, J.A., Mair, G.C., and Lewis, R.I., 2001. Monosex male production in finfish as exemplified by tilapia: applications, problems, and prospects. Aquaculture 197, 283–301.

Bentley, P. J. 1982. Comparative vertebrate endocrinology, 2nd Ed. Cambridge University Press. Cambridge. 70-72p.

Botsford, L.W., 1985. Models of growth. In: Wenner, A.M. (Ed.), Crustacean Issues: Factors in Adult Growth. A.A. Balkema Publishers, Boston, pp. 171–188.

Carman, O. dan M. Alimuddin. 1998. Produksi Ikan Cupang Jantan Saja. Publikasi pada Pelatihan Pembinaan Petani Ikan Cupang dari Lima Wilayah DKI Jakarta di BBI Ciganjur. Bgor.

Contreras-Sanchez, W. M., and Fitzpatrick, M. S. 2001. Fate of methyltestosterone in the pond environment: Impact of mt-contaminated soil on tilapia sex differentiation. Department of Fisheries and Wildlife. Oregon State University Corvallis. Oregon. USA. 103-106

Curtis, M.C.,and Jones, C.M., 1995. Observations on monosex culture of redclaw crayfish Cherax quadricarinatus von Martens (Decapoda: Parastacidae) in earthen ponds. J.World Aquac. Soc. 26, 154–159.


(3)

Devlin, R.H.,and Nagahama, Y., 2002. Sex determination and sex differentiation in fish: an overview of genetic, physiological, and environmental influences. Aquaculture 208, 191–364.

Donaldson E.M, Lund U.H.M.F, Higgs D.A, and McBride J.R. 1979. Hormonal enhancement of growth. In Hoar W.S, Randall and D.J, Donaldson E.M (Eds.), Fish physiology. Vol VIII. Academic press. New York. P : 456-597.

Elisdiana yeni., 2011. “Maskulinisasi ikan guppy (Poecillia reticulata) melalui perendaman induk dalam berbagai aras dosis ekstrak testis sapi dan suhu”. Tesis, Lampung : Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, 2011.

Hadley M.E 1992. Endocrinology. Third edition. Prentice - Hall international editions. News Jersey. P:25.

Gomelsky, B., 2003. Chromosome set manipulation and sex control in common carp: a review. Aquat. Living Resour. 16, 408–415.

Guerrero,R.D, and L.A Gerrero, 2004. Effects of Androstenedione and MethylTestosterone on Sex Reversal in Outdoor Net Enclosures.

Hadley M.E 1992. Endocrinology. Third edition. Prentice - Hall international editions. News Jersey. P:25.

Hakim, R.H., 2008. Optimalisasi Pemberian Dosis Hormon Metiltestoteron Terhadap Keberhasilan Pembentukan Monosex Jantan Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus). Jurnal Protein. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Muhammadiyah Malang. Vol. 15 No.1.

Hakim, R. R. 2009. Peningkatan Keberhasilan Pembentukan Monosex Jantan Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Melalui Pemberian Hormon Metiltestosteron dengan Lama Perendaman yang Berbeda. Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian-Peternakan; Universitas Muhammadiyah Malang

Hartnoll, R.G., 1982. Growth. In: Bliss, D.E. (Ed.), The Biology of Crustacea. Academic Press, New York, pp. 111–197.

Henry, R. P., and Wheatly, M. G. 1988. Dynamics of salinity adaptations in the euryhaline crayfish. Pacifastacus leniusculus. Physiol. Zool.,61 (3) : 260-271.

Holdich, D. M. 1993. A review of astaciculture : freshwater crayfish farming. Aquat.Living Resour. 6, 307-317.


(4)

Hunter,G.A, and E.M Donaldson, 1983. Hormonal Sex Control and Its Application to Fish Culture. In: W.S. Hoar, D.J. Randall & E.M. Donaldson (edits) Fish physiology Vol. 9: Reproduction. Academic Press. New York. 223-303p.

Iskandar, T. 2003. Budidaya Lobster Air Tawar. Agro Media Pustaka. Jakarta. Lawrence, C.S., 2004. All-male hybrid (Cherax albidus × Cherax rotundus)

yabbies grow faster than mixed-sex (C-albidus × Calbidus) yabbies. Aquaculture 236, 211–220.

Lawrence, C.S., Cheng, Y.W., Morrissy,and N.M.,Williams, I.H., 2000. A comparison of mixed-sex vs. monosex growout and different diets on the growth rate of freshwater crayfish (Cherax albidus). Aquaculture 185, 281– 289.

Maskur. 2005. Domestikasi dan Pengembangan Cherax albertisii di Indonesia. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Jakarta.

Matty A.J. 1985. Fish endocrinology. England. 265p. Nagamine, K., Cen, R., & Ostriker, J. P. 2000, ApJ, 541, 25

Naggy A, Beresenyi M and Canyi V. 1981. Sex reversal in Carp (Cyprinus carpio) by oral administration of methyltestosteron. Canadian Journal Fish Aquaculture Science 38: 725-728.

Pandian, T.J.,and Koteeswaran, R. 2000. Lability of Sex Diferentiation in Fish. School of biological sciences. Maduraj kamaraj university. India.

Piffer, F. 2001. Endocrine Sex Control Strategis ForFeminization Of Teleost Fish. Aquaculture. 1997: 229-281.

Piferrer, F., S. Zanuy, M. Carrillo,I.I.Solar, H.R. Devlin , and M.E. Donaldson. 1994. Brief Treatment With an Aromatase Inhibitor During Sex Differentiation Causes Chromosomally Famale Salmon to Develop as Normal, Functional Males. The Journal of Experimental Zoology 270:25-262.

Purdom, C E. 1993. Genetic and Fish Breeding. Chapman and Hall. New York. USA. 277 pp.

Ratnasari, V. D. 2011. Maskulinisasi Ikan Guppy (Poecilia reticulata) Melalui Perendaman Induk dalam Ekstrak Testis Sapi Berbagai Aras Dosis. Lampung. Universitas Lampung.

Rougeot, C., Jacobs, B., Kestemont, P., and Melard, C. 2002. Sex Control and Sex Determinism Study in Eurasian Perch Perca fluviatilis, by


(5)

Use of Hormonally Sex Reversed Male breeders. Aquaculture 211:81-89.S

Sagi, A., and D. Cohen. 1990. Growth, maturation and progeny of sex-reversed Macrobrachium rosenbergii males. World Aquacult, 21.hal.87-90.

Sagi, A.,and Aflalo, E.D., 2005. The androgenic gland and monosex culture in prawns a biotechnological perspective. Aquac. Res. 36, 231–237.

Satyantini, W.H., dan Mukti, A.T., 2006. Maskulinisasi Larva Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) dengan Penggunaan Hormon 17α -Metiltestosteron. Kumpulan Abstraksi Penelitian pada Seminal Nasional Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. Facultas Perikanan. Universitas Brawijaya. Madang.

Setiawan, C., 2006. Teknik Pembenihan dan Cara Cepat Pembesaran Lobster Air Tawar. PT. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Siddiqui, A.Q., AlHafedh, Y.S., AlHarbi, A.H.,and Ali, S.A., 1997. Effects of stocking density and monosex culture of freshwater prawn Macrobrachium rosenbergii on growth and production in concrete tanks in Saudi Arabia. J.World Aquac. Soc. 28, 106–112.

Strussman, C.A. and R.Patino. 1995. Temperature Manipulation of Sex Differentition In Fish. Proceedings of The Fifth International Symposium on The Reproductive Physiology of The Fish (F.W. Goetz and P. Thomas, ds), Fish Symp, Austin, Texas.

Studivianto, G., 2007. Pengaruh perendaman benih lobster air tawar capit merah (Cherax quadricarinatus) pada umur yang berbeda dalam hormon sintetik 17 alpha metiltestosteron terhadap persentase kelamin jantan. http://adln.lib.unair.ac.id/. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2010.

Sukmajaya, Y dan Suharjo, 2003. Mengenal lebih Dekat Lobster Air Tawar, Komoditas Perikanan Prospektif. Agromedia Pustaka Utama.

Sukabumi.

Sumantadinata, K dan Carman, O. 1995. Teknologi Ginogenesis dan Seks Reversal dalam Pemuliaan Ikan. Buletin Ilmiah Gukuryoju, Volume I. 2005. Hal.11-18

Susanto, G. N., and Charmantier, G. 2000. Ontogeny of osmoregulation in the crayfish Astacus leptodactylus. Physiological and Biochemical Zoology, 73 (2) : 169-176.


(6)

Suwandi, D.S., 2011. “Maskulinisasi lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) melalui perendaman larva dalam berbagai aras dosis ekstrak testis sapi dan

lama perendaman”. Tesis, Lampung : Fakultas Pertanian, Universitas

Lampung, 2011.

Toelihere, M. R. 1985. Fisiologi Reproduksi Ternak. Angkasa. Bandung. 327p. Tapitalu, R.F 1996., “Hunungan Beberapa Aspek Biologi Cherax lorentzi (

Crustacea : Parastacidae ) dengan Karakteristik Habitatnya”, Tesis, Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 1996.

Wie, K.L.C. 2006. Pembenihan Lobster Air Tawar Meraup Untung dari Lahan Sempit. Agromedia. Jakarta Selatan.

Wilfrido M. Contreras-Sánchez. 2001.FATE OF METHYLTESTOSTERONE IN THE POND ENVIRONMENT. Laboratorio de Acuacultura Universidad Juárez Autónoma de Tabasco Villahermosa, Tabasco, Mexico.

Wiyanto, H, dan R. Hartono, 2003. Pembenihan dan Pembesaran Lobster Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta. 79 hlm.

Yamazaki F. 1983. Sex Control and Manipulation in Fish. Aquaculture 33: 329-354.

Young, G. Kasukabe, M. and Nakamura I. 2005. Gonadal Steroidogenesis in Teleost Fish in Hormones and Their Receptors in Fish Reproduction Vol. 4:158-171p. National University of Singapore and University of Victoria. Canada.

Zairin, M. Jr. 2002. Reversal Memproduksi Benih Ikan Jantan Atau Betina. Penebar Swadaya. Jakarta. 95p.