AKOMODASI ANTAR ETNIK DI TELUK KILUAN
(2)
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, dalam proses kehidupan
selanjutnya manusia membutuhkan manusia lainnya. Hal ini menandakan bahwa
manusia itu makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup bersama. Seperti pendapat
M Cholil Mansyur (1989 : 63) dengan mengutip ucapan dari Aristoteles bahwa
manusia adalah zoon politikon yaitu makhluk sosial yang menyukai hidup
berkelompok atau setidak-tidaknya lebih suka mencari teman untuk hidup
bersama daripada hidup sendiri.
Manusia harus berinteraksi maka kehidupan manusia dapat berkembang apabila
seorang manusia berhubungan dengan manusia lain, berbagai macam suku dan
kebudayaan yang berbeda sehingga dapat menimbulkan interaksi yang baik.
Manusia di samping hidup di tengah-tengah lingkungan alam juga hidup di dalam
lingkungan sosial, tidak hanya dengan secara pasif, akan tetapi secara aktif
sehingga dapat mengenal satu sama lain. Dengan fitrahnya tersebut maka terciptan
pergaulan hidup manusia. Selanjutnya menurut Soekanto (1990, 105-107) , bahwa
: “Di dalam diri manusia pada dasarnya telah terdapat suatu keinginan yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan alam sekitarnya”.
(3)
Atas keinginan untuk menjadi satu manusia satu dengan yang lainnya, maka
manusia harus melakukan hubungan atau interaksi dengan manusia lain. Apabila
seorang manusia yang selama hidupnya tidak melakukan interaksi dengan
manusia lainnya, maka jiwanya akan tumbuh dari satu sumber naluri saja seperti
binatang yang bersama-sama hidup mengisi lingkungan alam yang
mengelilinginya.
Dengan hidup bermasyarakat, manusia dapat saling mengisi, belajar, meniru, dan
saling mengembangkan pengertian dan kemampuan. Hidup bermasyarakat maka
lebih mempererat dan memperkuat hubungan antar manusia, misalnya kekuatan
kasih sayang antar etnis. Saling membutuhkan, menghargai antar etnik dan
menguntungkan satu sama lain, proses tersebut akan terjadi apabila ada suatu
persamaan seperti persamaan bahasa, kebudayaan, profesi, keturunan, ras, dan
sebagainya. Dapat dilakukan walaupun berbeda bahasa, suku, kebudayaan, dan ras
akan tercipta karena interaksi sosial yang bagus pada lingkungan tersebut karena
tidak semua masyarakat dihuni oleh satu Etnik.
Untuk memahami pentingnya hidup bermasyarakat dapat di lihat dari pendapat:
Soeleman B. Taneko (1984 : 11) memberikan definisi tentang masyarakat sebagai
berikut : “Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup, oleh karena itu manusia
hidup bersama. Masyarakat merupakan suatu sistem yang terbentuk karena
hubungan dari anggotanya, dengan kata lain masyarakat adalah suatu sistem yang
terwujud dari kehidupan bersama manusia”.
Sementara itu Ralp Linton dalam Soekanto (1990:19) memberikan definisi
(4)
3
manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat
mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial
dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas”.
Dilihat dari definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, maka manusia
tidak akan terlepas dari fitrahnya sebagai bagian dari kesatuan sosial masyarakat.
Selanjutnya Soekanto (1990: 20-21) menyatakan bahwa masyarakat pada
dasarnya mencakup beberapa unsur:
a. Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tidak ada ukuran yang
pasti atau mutlak untuk menentukan beberapa jumlah manusia yang harus
ada.
b. Bercampur dalam waktu cukup lama, oleh karena itu dengan
berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia baru, manusia tersebut
dapat bercakap-cakap, merasa, mengerti, mereka juga mempunyai
keinginan-keinginan untuk menyampaikan pesan-pesan atau perasaan.
c. Mereka sadar bahwa mereka satu kesatuan.
d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama menimbulkan kebudayaan,
oleh karena itu setiap kelompok merasa dekat satu sama lain.
Pada dasarnya masyarakat merupakan sekelompok manusia yang saling
berinteraksi atau bergaul disatukan oleh suatu ikatan pola tingkahlaku yang khas
mengenai semua faktor kehidupan dalam batas satu kesatuan, seperti masyarakat
Indonesia sebagai salah satu contohnya. Struktur masyarakat Indonesia ditandai
oleh cirinya yang bersifat unik seperti yang dikemukakan oleh Nasikun (1987:30)
(5)
a. Secara horizontal, ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan
sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan.
b. Secara vertical, ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan verticalantara
lapisan atas dan lapisan bawah.
Perbedaan lahir dari proses identifikasi yang terpacu oleh paham, ideologi serta
agama itu, membuat kesatuan mulai terpecah-belah. Politik sebagai kesadaran
demokrasi berupa pancaran hak azasi. Maka fitrahnya manusia bisa berbeda,
meskipun sepakat mengibarkan janji-janji yang satu tetapi masyarakat juga bisa
terbelah, bukan hanya karena suku, keturunan atau budaya, tetapi karena
“panutan/keyakinan”- Nya lain.
Adanya perbedaan, baik perbedaan kesatuan sosial maupun antar lapisan-lapisan,
dapat menimbulkan perselisihan atau kecemburuan sosial yang mengakibatkan
ketimpangan sosial. Pada penjelasan diatas, masyarakat Indonesia adalah salah
satu contoh yang struktur masyarakatnya ditandai oleh cirinya yang bersifat unik,
adanya perbedaan tersebut dapat di fungsikan menjadi suatu kesatuan karena
suatu pengolahan budaya sehingga perbedaan tersebut tidak menjadi perselisihan
atau kecemburuan sosial untuk setiap lapisan masyarakat.
Sebuah keadaan hubungan antara kedua belah pihak atau lebih yang menunjukan
keseimbangan. Keseimbangan disini bisa di sebut juga dengan akomodasi sebuah
lingkungan yang memiliki beberapa karakter yang berbeda pada suatu tempat,
sedangkan untuk istilah akomodasi menunjukan suatu keadaan ataupun pada suatu
(6)
5
Dari pengertian di atas, masalah yang akan dibahas mengenai akomodasi, sebelum
peneliti menjelaskan lebih dalam ke masalah akomodasi yang ada di Pekon
Kiluan Negeri sebaiknya peneliti akan memberikan contoh tentang adanya
pembauran yang menunjukan keseimbangan antar etnik yaitu tentang sejarah awal
kehadiran etnis pendatang di Bandar Lampung.
Etnis Banten merupakan etnis luar pertama yang masuk Lampung sejak zaman
Sultan Agung Tirtayasa pada abad ke 17 dengan menepatkan wakil-wakil Sultan
Banten di Lampung yang disebut Jenang atau Gubernur (sebutan sekarang).
Keberadaan Wakil Sultan Banten di Lampung adalah untuk menguasai dan
memonopoli hasil-hasil bumi terutama lada (www.kongesbud.budsar.go.id
diakses tanggal 05 Agustus 2010).
Selain etnis Banten, adapula etnis Bugis yang masuk ke Lampung pada abad ke
19. salah satu buktinya adalah berdirinya Masjid Jami Al-Anwar di Teluk Betung
yang dibangun oleh keturunan etnis bugis pada tahun 1883. pada mulanya, masjid
ini berupa Surau, namun hancur karena meletusnya Gunung Krakatau kemudian
di bangun kembali pada tahun 1888.
Pada abad ke 19, diperkirakan etnik Bengkulu juga telah masuk ke wilayah
Bandar Lampung. Hal itu terlihat dari adanya Masjid Jami Al-Yaqin di jalan
Raden Intan yang dibangun etnis Bengkulu, semula Masjid tersebut terletak di
dekat pos polisi pasar bawah, namun kemudian dipindahkan di depan BRI jalan
(7)
Setelah beberapa tahun berjalan terjadi adanya konflik yang membuat ketidak
nyamanan penduduk asli sehingga oleh Sultan di bagi lagi menjadi beberapa
wilayah untuk memberikan bentuk keseimbangan yang akan menjadi satu
sehingga dapat diredah dan menjadi sebuah desa-desa, di dalam proses ini juga
masih terjadi konflik antara penduduk lokal dan pendatang terutama dari Banten
(www.kongesbud.budsar.go.id diakses tanggal 05 Agustus 2010).
Setelah beberapa tahu pemerintahan mempunyai inisiatif yang dapat melakukan
akomodasi atau keseimbangan untuk daerah-daerah tertentu dengan cara
gotong-royong yang melibatkan semua etnis yang ada pada suatu desa tersebut.
Gotong-royong di lakukan pertama kali di desa Labuhan Ratu tidak hanya itu yang di
lakukan yaitu tentang adanya ronda malam kegiatan memperingati perayaan HUT
kemerdekaan RI maupun seterusnya. Dengan kegiatan ini tentu menunjukan
bahwa telah muncul kesadaran masyarakat terhadap kehidupan bersama dan
peduli terhadap lingkungan sekitar sehingga tidak harus mementingkan kelompok
atau etnik.
Keseimbangan itu bisa terjadi karena adanya kesadaran masyarakan akan menjaga
lingkungan sekitar sehingga akan terbentuk suatu pertahanan untuk lingkungan itu
sendiri dan tidak akan mementingkan kelompok atau etnis lagi yang ada hanya
menjaga keseimbangan di dalah hidup bermasyarakat. Sebagaimana akomodasi
yang menujukan pada suatu keadaan berarti adanya suatu keseimbangan dalam
interaksi antara orang-perorangan atau kelompol-kelompok manusia dalam
kaitanya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam
(8)
7
Dari contoh diatas selanjutnya peneliti menjelaskan tentang masalah yang menjadi
pembahasan utama yaitu akomodasi antar etnik di Pekon Kiluan Negeri yang ada
di Teluk Kiluan. Sebagian besar masyarakat di Pekon Kiluan Negeri bersuku
Lampung (40%), sisanya (60%) adalah campuran dari berbagai etnik, seperti
Jawa, Bali, Sunda, Bugis. Kelurahan Pekon Kiluan Negeri terbagi atas enam (6)
lingkungan, dan penduduknya tersebar dalam 6 lingkungan, terbagi oleh beberapa
etnik yang ada (Sekertaris Pekon Kiluan Negeri). Banyaknya etnik yang terdapat
di Pekon Kiluan Negeri, maka terjadi interaksi antar warga sehingga
menimbulkan bentuk-bentuk interaksi. Seperti yang diungkapkan oleh Soekanto
(1990: 200), “Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerjasama, persaingan,
akomodasi dan bahkan bentuk pertentangan”.
Dalam suatu daerah biasanya ditempati oleh satu etnik atau kelompok tetapi untuk
daerah Lampung ini sudah beraneka ragam etnik yang tinggal dalam suatu daerah,
karena itu dapat timbul suatu konflik yang membawa etnik sehingga
memunculkan perang suku yang dapat memecah kesatuan. Akomodasi merupakan
proses yang menyebabkan setiap kumpulan etnik menyadari serta menghormati
norma dan nilai dari etnik lain serta tetap mempertahankan budayanya
masing-masing.
Sebagai kumpulan etnik yang hidup secara harmonis dan menghormati antara satu
dengan yang lain. Pada tingkat pemerintahan pusat, setiap kumpulan etnik
mempunyai wakil dalam bidang ekonomi, pendidikan dan mereka saling
bergantung. Konsep ini begitu meluas diamalkan di Lampung karena setiap
(9)
(http://www.pdfbar.com/free-ppt-download/akomodasi-ppt-Lau.html diakses
tanggal 05 Agustus 2010).
Saat ini yang dilakukan peneliti adalah meneliti tentang keharmonisan beberapa
etnik yang tinggal dalam satu daerah selama 32 tahun yang sampai sekarang tidak
ada konflik antar etnik yang membawa perpecahan etnik, untuk itu peneliti
tertarik mengkaji tentang proses akomodasi pada masyarakat Pekon Kiluan
Negeri.
Akomodasi antar etnik yang ditelaah oleh peneliti adalah bagaimana cara
masyarakat Pekon Kiluan Negeri melakukan proses akomodasi sehingga menjadi
satu untuk memajukan pekon bersama-sama, yang didalamnya terdapat beberapa
budaya dan adat istiadat yang berbeda tetapi mereka saling melengkapi satu
dengan yang lainnya.
Semua dapat terjawab setelah dilakukan penelitian dengan observasi langsung
kelapangan. Peneliti tertarik mengangkat masalah ini dan mengambil judul
”Akomodasi antar Etnik di TelukKiluan” studi kasus pada Pekon Kiluan Negeri
Kecamatan Kelumbayan Kabupaten Tanggamus, dimana terdapat sebuah
pembauran etnik yang ada di masyarakat Pekon Kiluan Negeri itu sendiri,
sehingga peneliti tertarik mengangkat judul tentang etnik dan pembauran yang
(10)
9
B. Perumusan Masalah
Berdasakan uraian yang terdapat di dalam latar belakang, maka permasalahannya
sebagai berikut: “Apa saja bentuk dan hasil akomodasi antar etnik yang terdapat di Pekon Kiluan Negeri”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengidentifikasikan bentuk-bentuk akomodasi di dalam interaksi
sosial antar etnik di Pekon Kiluan Negeri.
2. Untuk menjelaskan hasil akomodasi yang ada di Pekon Kiluan Negeri
sehingga dapat terjadi pembauran yang harmonis antar etnik.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat disumbangkan baik secara teoritis maupun
praktis kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Adapun kegunaan dari
penelitian ini :
1. Secara teoritis, diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
pengembangan konsep ilmu sosiologi kebudayaan dan manajemen konflik,
khususnya dalam menganalisis tentang interaksi dan pengelolahan konflik
yang ada pada masyarakat, menerapkan teori-teori yang menyangkut
dalam sosiologi kebudayaan dan manajemen konflik sehingga dapat
(11)
2. Secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dijadikan sumber penelitian
lebih mendalam dalam ruang lingkup yang luas, serta dapat membantu
untuk pengelolaan konflik guna mewujudkan harmonisasi sosial di dalam
(12)
✁
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Interaksi Sosial
Interaksi Sosial dalam masyarakat merupakan syarat utama terjadinya
aktivitas-aktivitas sosial. Dalam bentuk lain dari proses sosial hanya merupakan
bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial. Menurut Soekanto (1983: 80), berlangsungnya
suatu proses interaksi berdasarkan atas berbagai faktor, faktor-faktor terjadinya
interaksi sosial yaitu yang menyatakan bahwa interaksi merupakan kontak sosial
secara timbal-balik antara indivdu dengan individu melalui :
a. Imitasi adalah pembentukan nilai dengan meniru cara- cara orang lain.
b. Identifikasi adalah menirukan dirinya menjadi sama dengan orang yang
ditirunya.
c. Sugesti, dapat diberikan dari seorang individu kepada kelompok .
Kelompok kepada kelompok, kelompok kepada seorang individu .
d. Motivasi juga diberikan dari seorang individu kepada kelompok
e. Simpati merupakan perasaan simpati bisa juga disampaikan kepada
seseorang / kelompok orang atau suatu lembaga formal pada saat –saat
khusus.
(13)
Proses ini dapat berjalan dengan serasi dengan mengedepankan rasa saling
pengertian dan menghargai antar masyarakat sebagai wujud dari interaksi sosial,
sehingga dalam kehidupan bermasyarakat akan terjalin suatu kehidupan yang
sesuai dengan harapan masyarakat yaitu hubungan yang harmonis dan serasi.
Interaksi sosial mempunyai ciri yang penting yaitu :
1. Jumlah pelaku lebih dari seorang, bisa dua atau lebih.
2. Adanya komunikasi antara pelaku dengan menggunakan simbol-simbol
yaitu simbol bahasa.
3. Adanya dimensi waktu yang meliputi masa lampau, kini, dan akan datang
dapat menentukan sifat dari aksi yang berlangsung.
4. Adanya tujuan-tujuan tertentu.
Dari pendapat di atas, dapat ditarik suatu pengertian bahwa interaksi sosial
merupakan suatu hubungan yang sifatnya timbal-balik dan melibatkan orang
perorangan atau kelompok yang saling berkomunikasi, saling mempengaruhi satu
sama lain. Oleh karena itu dalam interaksi sosial harus terpenuhi dua syarat pokok
yaitu kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan aksi dari individu
atau kelompok lainnya. Penangkapan makna tersebut menjadi pangkal tolak untuk
memberikan reaksi dan sikap, reaksi yang muncul dari individu atau kelompok
tersebut berupa kontak sosial dengan tiga macam hubungan yaitu dengan panca
(14)
✄ ☎
B. Tinjauan Akomodasi
I
Issttiillaahh akakoommooddaassii didippeerrgguunnaakkaann ddaallaamm dduuaa ararttii yayaiittuu ununttuukk memennuunnjjuukkaann ppaaddaa
s
suuaattuu kkeeaaddaaaann dadann ununttuukk mmeennuujjuukkaann papaddaa susuaattuu prproosseess.. AkAkoommooddaassii yyaanngg
m
meennuujjuukkaann susuaattuu kkeeaaddaaaann,, beberraarrttii aaddaannyyaa susuaattuu kekesseeiimmbbaannggaann ((eeqquuiilliibbrriiuumm))
d
daallaamm inintteerraakkssii ananttaarr oorraanngg peperroorraannggaann aattaauu kekelloommppookk--kkeelloommppookk mamannuussiiaa dadallaamm
k
kaaiittaannyyaa ddeennggaann nonorrmmaa--nnoorrmmaa sosossiiaall yayanngg beberrllaakkuu didimmaassyyaarraakkaatt.. SeSeddaannggkkaann
u
unnttuukkakakoommooddaassiisusuaattuupprroosseessyayaiittuuakakoommooddaassiimemennuunnjjuukkpapaddaauussaahhaa--uussaahhaaununttuukk
m
maannuussiiaa ununttuukk mmeerreeddaakkaann susuaattuu peperrtteennttaannggaann yayaiittuu ususaahhaa--uussaahhaa ununttuukk memennccaappaaii
k
keessttaabbiillaann((SSooeekkaannttoo19199900::7575))
Menurut Gillin dan Gillin dalam Soekanto (1990: 76), akomodasi adalah suatu
perngertian yang digunakan oleh para Sosiolog untuk menggambarkan suatu
proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan adaptasi
dalam biologi untuk menunjukan pada suatu proses di mana mahluk-mahluk
hidup menyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya. Dengan pengertian tersebut
dimaksudkan sebagai suatu proses dimana orang atau kelompok manusia yang
mulanya saling bertentangan, mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi
ketegangan-ketegangan.
Sebenarnya pengertian adaptasi menunjuk pada perubahan-perubahan organis
yang disalurkan melalui kelahiran, dimana mahluk-mahluk hidup menyesuaikan
diri dengan alam sekitarnya sehingga dapat mempertahankan hidup. Menurut
Soekanto (1990: 76-77) akomodasi adalah suatu keadaan di mana suatupertikaian
(15)
kembali. Tujuan akomodasi menurut Soekanto, dapat berbeda-beda sesuai dengan
situasi yang dihadapinya, yaitu:
1. Untuk mengurangi pertentangan antara orang perorangan atau
kelompok-kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham. Akomodasi di sini
bertujuan untuk menghasilkan suatu sintesa antara kedua pendapat
tersebut, agar menghasilkan suatu pola yang baru.
2. Untuk mencegah meledaknya suatu pertentangan, untuk sementara waktu
atau secara temporer.
3. Akomodasi kadang-kadang diusahakan untuk memungkinkan terjadinya
kerja sama antara kelompok-kelompok sosial yang sebagai akibat
faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, hidupnya terpisah, seperti
misalnya yang dijumpai pada masyarakat-masyarakat yang mengenai
sistem berkasta.
4. Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah,
misalkan melalui perkawinan campuran atau asimilasi dalam arti luas.
Keempat bentuk proses sosial sebagaimana telah diuraikan di atas, merupakan
siklus yang senatiasa terjadi dalam kehidupan masyarakat. Mengenai proses
keseluruhan, tidak selamanya selalu diawali oleh bentuk kerja sama, atau
bentuk-bentuk yang lainya. Adapun bentuk-bentuk-bentuk-bentuk akomodasi yang ada di masyarakat,
(16)
✞ ✟
1. Bentuk-bentuk Akomodasi
a. Coercion, suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena
adanya paksaan
b. Compromise, bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat saling
mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap
perselisihan yang ada.
c. Arbitration, Suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak
yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri
d. Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari
pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
e. Toleration, merupakan bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal
bentuknya.
f. Stalemate,suatu akomodasi dimana pihak-pihak yang bertentangan karena
mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada satu titik tertentu
dalam melakukan pertentangannya.
g. Adjudication,Penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan
Walaupun tersedia bermacam-macam bentuk akomodasi seperti yang diuraikan di
atas dan telah banyak ketegangan-ketegangan yang teratasi, namun masih saja ada
unsur-unsur pertentangan latent yang belum dapat teratasi secara sempurna.
(17)
yang penuh ketegangan. Selama orang perorangan atau kelompok-kelompok
manusia masih mempunyai kepentingan-kepentingan yang bisa diselaraskan
antara satu dengan lainnya, akomodasi tetap diperlukan. Secara panjang lebar
Gillin dan Gillin dalam Soekanto (1990: 79-80) menguraikan hasil-hasil suatu
proses akomodasi antara lain sebagai berikut:
a. Akomodasi dan Integrasi Masyarakat
Akomodasi dan integrasi masyarakat telah berbuat banyak untuk
mengindarkan masyarakat dari benih-benih pertentangan laten yang akan
melahirkan pertentangan baru.
b. Menekankan Oposisi
Seringkali suatu persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu
kelompok tertentu dan kerugian bagi pihak lain.
c. Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda
d. Perubahan lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau
keadaan yang berubah.
e. Perubahan-perubahan dalam kedudukan
Dengan adanya proses akomodasi, para pihak lebih saling mengenal dan dengan
timbulnya benih-benih toleransi mereka lebih mudah untuk saling mendekati.
C. Pengertian Etnik
Menurut kamus besar bahasa Indonesia etnik bertautan dengan kelompok sosial
dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti dan kedudukan
(18)
☛ ☞
bangsa itu umumnya berasal dan bermukim pada suatu wilayah tertentu. Namun
demikian banyak anggota-anggota dari masing-masing etnik itu tersebar keseluruh
tanah air. Adapula yang tinggal dengan kelompok sosial yang berasal dari suku
dan bangsa lainnya. Suatu wilayah yang dihuni berbagai kelompok sosial ini
biasanya berada pada wilayah perkotaan pusat, pusat industri, pedesaan dan
tempat mereka mencari nafkah.
Sedangkan untuk penelitian ini dilakukan di pedesaan sekaligus tempat mereka
mencari nafkah sehingga adanya etnik antar suku yang dimana setiap perbedaan
suku dapat saling berdampingan dengan tidak pernah ada konflik antar suku dan
dapat saling menghormati satu sama lain. Menurut Soekanto (1987:153) bahwa
perbedaan warna kulit dan karakter fisik lainya tidak digunakan dalam
menentukan kesukuan. Kesukuan ditandakan atas penandaan lainya seperti
bahasa, pakaian, perhiasan, tahta, model dan tempat tinggal. Istilah suku (etnik)
menujukan pada keanekaragaman manusia dalam suatu kelompok dengan
sifat-sifat yang merupakan warisan leluhur.
D. Harmonisasi Sosial
Dalam sebuah tatanan masyarakat sangat diperlukan sebuah harmonisasi struktur,
baik struktur norma maupun struktur lembaga. Dalam perspektif budaya, kedua
faktor ini memiliki relenvansi dengan pemaknaan manusia mengonstruksikan
kebudayaan. Persoalan berikutnya adalah harmonisasi antar struktur dalam
menghadapi atau melaksanakan idealisme pembangunan yang berkelanjutan.
(19)
yang berdampak pada hal yang lebih luas yaitu menyangkut nasionalisme dan rasa
kebangsaan. Dengan demikian bagaimanakah peran kebudayaan sebagai motor
pengerak harmonisasi yang dapat menjembatani antara masyarakat dalam
mewujudkan pembangunan masyarakat plural.
Kebudayaan dalam perspektif pembangunan, apakah sebagai penghambat atau
kendali proses pembangunan. Budaya dan seluruh kompleksitasnya pada
hakikatnya harus ditempatkan kembali dalam fungsinya atau difungsikan sebagai
pengawasan dan pengontrol pembangunan yang sudah semakin berorientasi pada
motif-motif ekonomi. Kearifan lokal dalam bentuknya yang berupa kompleksitas
budaya merupakan penyanggah sekaligus penghubung antara norma dan lembaga
dalam masyarakat yang tidak pernah lepas dari peranan kebudayaan yang hadir
sebagai representif masyarakat kita. Dalam harmonisasi terdapat keseimbangan
yaitu antara perumusan konsep sosial budaya berserta nilai-nilainya, penataan
sosial dan budaya yang baru berserta
nilai-nilainya sehingga diperoleh sebuah keteraturan sosial. Sikap dan toleransi
antar etnik merupakan syarat mutlak dalam membentuk sebuah keharmonisan
sosial yang dilandasi dengan sikap keterbukaan antar masyarakat.
E. Kerangka Pikir
Manusia adalah makhluk sosial, oleh karena itu manusia membutuhkan orang
lain. Dengan pendapat tersebut manusia saling bergaul dan bermasyarakat,
(20)
✎ ✏
timbul oleh adanya proses sosial tersebut, terjadinya interaksi sosial yang sifatnya
timbal-balik antara orang perorangan lainya.
Pengetahuan tentang proses-proses sosial memungkinkan seseorang untuk
memperoleh pengertian mengenai segi yang dinamis dari masyarakat atau gerak
masyarakat (Soekanto, 1990: 59). Proses sosial dalam bentuknya yang paling
umum adalah interaksi sosial. Interaksi ini juga merupakan syarat utama
terjadinya aktivitas aktivitas sosial. Berdasarkan Pernyataan di atas George
Simmel dalam Soekanto (1987: 31) menyatakan:
"Seseorang menjadi warga masyarakat, untuk mengalami proses individualisasi dan sosialisasi. Tanpa menjadi warga masyarakat, tak akan seseorang mengalami proses interaksi antar individu dengan kelompok. Dengan perkataan lain, apa yang memungkinkan masyarakat berproses adalah bahwa setiap orang mempunyai peranan dan harus dijalankannya. Maka individu dengan kelompoknya hanya dapat dimengerti dalam rangka
peranan yang dilakukan”.
Interaksi mengakibatkan timbulnya proses sosial yang bersifat asosiatif. Proses
sosial yang bersifat asosiatif adalah suatu hubungan manusia yang mempunyai
akibat yang positif, seperti kerjasama, asimilasi, akulturasi dan akomodasi. Sosial
yang bersifat diasosiatif adalah suatu hubungan manusia yang mempunyai akibat
cenderung negatif, seperti persaingan dan pertikaian. Pada dasarnya interaksi
sosial yang diharapkan menimbulkan akibat yang positif, yang dapat membawa
masyarakat ke dalam suatu keadaan yang saling kerjasama dalam Soekanto (1990:
201). Untuk mewujudkan keadaannya tersebut maka perlu memahami dan
mengetahui bentuk-bentuk interaksi yang dilakukan oleh warga setempat.
Akomodasi dapat digunakan untuk dua kebutuhan, pertama akomodasi sebagai
(21)
mendapat penyelesaian, sehingga terjalin kerja sama yang baik kembali
sedangkan akomodasi sebagai suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial
yang sama artinya dengan adaptasi dalam biologi (Gillin dan Gillin dalam
Soekanto 1986: 67-68), sehingga dapat diartikan bahwa akomodasi merupakan
suatu cara atau proses hubungan sosial antar masyarakat dalam menjalin
kerjasama untuk menyelesaikan konflik.
Pada dasarnya akomodasi merupakan bagian dari interaksi sosial yang sifatnya
timbal-balik dan melibatkan orang perorangan atau kelompok yang saling
berkomunikasi, saling mempengaruhi satu sama lain, dengan adanya proses
akomodasi, para pihak lebih saling mengenal dan dengan timbulnya benih-benih
toleransi mereka lebih mudah untuk saling mendekati.
Akomodasi memiliki beberapa bentuk yaitu coercion, compromise, arbitrasion,
concilitation, tolerasion, statlemate dan adjudication sehingga dari bentuk-bentuk
ini akan memperoleh hasil-hasil yaitu akomodasi serta intergrasi masyarakat,
menekankan oposisi, koordinasi kepribadian yang berbeda, perubahan lembaga
kemasyarakatan agar sesuai dengan kondisi yang baru dan perubahan-perubahan
dalam kedudukan. Dari bentuk dan hasil tersebut maka diharapkan memperoleh
(22)
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam metode ini adalah kualitatif. Tipe
penelitian kualitatif menurut Nawawi (1983:63), bahwa penelitian kualitatif
obyeknya adalah manusia atau segala sesuatu yang dipengaruhi manusia, obyek itu
diteliti dalam kondisi sebagaimana adanya atau dalam keadaan sewajarnya. Untuk
itu pemikiranya perlu dikembangkan dengan memberikan penafsiran yang kuat
terhadap fakta-fakta yang ditemukan.
Metodologi penelitian dengan pendekatan rasionalis menuntut agar obyek yang
diteliti tidak dilepaskan dari konteksnya, atau setidaknya obyek yang diteliti fokus
dengan aksentuasi tertentu, tetapi tidak mengeliminasi konteknya.
Paradigma alamiah disebut penelitian kualitatif, karena penelitian ini menggunakan
teknik kualitatif, yakni pengungkapan realistas tanpa melakukan pengukuran yang
baku dan pasti. Peneliti berusaha menggambarkan fenomena sosial tanpa perlakuan
(23)
kualitas pada relevansi, yakni signifikan dan kepekaan individu terhadap lingkungan
sebagaimana adanya.
Penelitian kualitatif, menekankan pada keaslian, tidak bertolak dari teori secara
deduktif melainkan berangkatnya dari fakta sebagaimana adanya. Rangkaian fakta
yang dikumpulkan, dikelompokan, ditafsirkan dan disajikan dapat menghasilkan
teori. Karena itu, penelitian kualitatif tidak bertolak dari teori. Penelitian kualitatif
melihat hubungan sebab akibat dalam suatu latar yang bersifat alamiah, peneliti
mengamati keaslian suatu gejala sosial. Kemudian dengan cermat ia menelusuri
apakah fenomena tersebut mengakibatkan fenomena lain atau tidak, dan sejauh mana
fenomena mengakibatkan terjadinya fenomena lain. Persepektif yang akan
digunakan untuk memahami dan menggambarkan realitas. Karena itu, peneliti
kualitatif berpendirian realistis, penelitian ini tidak menggunakan proposisi yang
berangkat dari teori melainkan menggunakan pengetahuan umum yang sudah
diketahui serta tidak mungkin dinyatakan dalam bentuk proposisi dan hipotesis.
Penelitian ini ingin memberikan gambaran secara sistematis, menjelaskan dan
memaparkan fakta-fakta yang akurat tentang bagaimana pembauran antara etnik
Lampung, etnik Bali, etnik Jawa, etnik Sunda dan etnik Bugis untuk menyelesaikan
(24)
22
B. Lokasi Penelitian
Menurut Lexy J. Moleong (2000: 26) penentuan lokasi secara proposif dapat
dilakukan karena peneliti menganggap bahwa lokasi tersebut memiliki informasi
yang diperlukan bagi penelitianya. Demikian pula halnya dengan yang berlaku
dalam penelitian ini. Yang mana peneliti mengambil lokasi penelitianya di Pekon
Kiluan Negeri Kecamatan Kelumbayan Kabupaten Tanggamus. Adapun yang
menjadi alasan penelitian memilih tempat tersebut sebagai lokasi penelitian karena
lokasi tersebut terdapat proses akomodasi maupun keadaan adanya akomodasi antar
etnik dimana ada beberapa etnik yang menjadi masyarakat di pekon kiluan seperti
etnik Lampung, etnik Jawa, etnik Sunda, etnik Bali dan etnik Bugis. Sehingga
peneliti akan mempelajari tentang adanya akomodasi antar etnik yang berada pada
tempat itu sendiri.
C. Fokus Penelitian
Berdasatkan tinjauan pustaka yang telah dijabarkan sebelumnya dan sesuai dengan
tujuan penelitian ini serta akomodasi antar beberapa etnik yang berbeda merupakan
kajian dalam penelitian ini. Pembauran etnik sebagai suatu hubungan sosial yang ada
pada Pekon Kiluan Negeri menjadi fokus kajian dalam penelitian ini. Pendekatan
akan menjadikan aksentuasi bagi penelitian kualitatif sebagai fokus penelitian.
Dalam suatu penelitian sangat penting adanya fokus penelitian, karena fokus
(25)
memegang peranan yang sangat penting dalam memandu serta mengarahkan jalanya
suatu penelitian. Dalam fokus penelitian harus memperhatikan keterkaitanya dengan
rumusan masalah yang ada, karena keduanya saling berhubungan.
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitianya adalah:
a. Bentuk-bentuk akomodasi dan proses akomodasi
1. Coercion 2. Compromise 3. Arbitration 4. Conciliation 5. Toleration 6. Stalemate 7. Adjudication
b. Hasil-hasil Akomodasi
1. Akomodasi dan Intergrasi Masyarakat
2. Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda
3. Perubahan lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau keadaan yang berubah
4. Perubahan-perubahan dalam kedudukan
D. Penentuan Informan
Menurut Spradly dan Faisal (1990:57) supaya lebih terbukti perolehan informasinya,
mengajukan beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan yaitu:
1. Subyek yang lama dan intensif dengan suatu kegiatan atau medan
aktifitasnya yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian ini. Pada
penelitian ini informan merupakan toko masyarakat dan serta masyarakat
(26)
24
masyarakat Pekon Kiluan Negeri. Biasanya ditandai dengan kemampuan
untuk memberikan informasi di luar kepala tentang sesuatu yang ditanyakan.
2. Subyek yang masih terikat secara penuh dan aktif pada lingkungan atau
kegiatan yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian. Disini informanya
ialah etnik Lampung, etnik Bali, etnik Sunda, etnik Jawa dan etnik Bugis
yang berpengaruh terhadap semau etnik dan benar-benar berdomisili di
Pekon Kiluan Negeri.
3. Subyek yang memiliki cukup informasi, banyak waktu dan kesempatan untuk
dimintai informasi.
4. Subyek yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau
dikemas terlebih dahulu dan mereka masih lugu dalam memberikan
informasi.
Menurut peneliti untuk status informan itu setiap etnik yang ada pada Pekon tersebut
dapat memberikan informasi yang peneliti butuhkan, orang tertua yang mengetahui
asal-usul pekon tersebut dan orang yang sangat berpengaruh dalam masyarakat
setempat seperti Kepala Pekon, Sekertaris Kepala Pekon atau bisa disebut Sekdes
dan orang yang pertama menempati Pekon tersebut.
Sedangkan informan dalam penelitian ini berjumlah 6 (enam) orang yang secara
langsung melakukan pembauran yang luas antar etnik yang berada di situ, sehingga
menghasilkan data yang akurat untuk informasi tentang daerah Pekon Kiluan Negeri
(27)
E. Teknik Pengumpulan Data
Secara umum sumber data penelitian kualitatif ialah tindakan dan perkataan manusia
dalam suatu latar yang bersifat alamiah. Sumber data lainya ialah bahan-bahan
pustaka, seperti: dokumen, arsip, koran, majalah, jurnal ilmiah, buku, laporan tahuna,
dan lain sebagainya. Bahan statistik yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka seperti
jumlah penduduk, pertambahan penduduk, pertambahan umat beragama dan lain
sebagainya. Selain itu foto dan video yang dapat menggambarkan suasana ilmiah
dapat menjadi sumber rujukan.
Adapun teknik pengumpulan data dalam kualitatif ialah: wawancara mendalam dan
studi pustaka. Prinsipnya, teknik-teknik pengumpulan data tersebut digunakan untuk
menggambarkan fenomena sosial secara ilmiah. Karena latar sangatlah penting
dalam penelitian kualitatif, maka latar penelitian harus digambarkan secara jelas.
F. Teknik Analisis Data
M. Nashir (1983) mengartikan analisa data sebagai kegiatan mengelompokkan,
membuat suatu ukuran, dan memanipulasi data sehingga mudah dibaca. Proses
analisa data kualitatif menurut Matthew B. Millies dan A. Michael Huberman (1992)
(28)
26
1. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan data, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang
muncul dari catatan-catatan lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk
analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang
tidak perlu, dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa
sehingga kesimpulan-kesimpulan dapat ditarik dan diverivikasi (Miles dan
Huberman, 1992). Pada tahap reduksi data, peneliti dengan seksama memilah
dan memilih data mana yang akan dijadikan sandaran utama sebelum disajikan
dalam penelitian ini.
2. Penyajian Data
Menurut Miles dan Huberman (1992), data adalah sekumpulan informasi
tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam
terhadap informan, dikumpulkan untuk diambil kesimpulan sehingga bisa
dijadikan narasi deskriptif.
3. Penarikan Kesimpulan
Hasil wawancara dari informan kemudian ditarik kesimpulannya sesuai dengan
masalah dan tujuan penelitian. Pada tahap ini data yang telah dihubungkan satu
dengan yang lain (sesuai dengan konfigurasi) ditarik kesimpulannya
(29)
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Informan
Setelah dilakukan penelitian terhadap ke enam orang informan, berikut ini akan
dipaparkan hasil penelitian yang menunjukan profil informan, serta pembahasan
tentang bentuk-bentuk advokasi yang ada di masyarakat Pekon Kiluan Negeri,
karena adanya beberapa etnik yang menepati Pekon tersebut yaitu 5 (etnis) di
antaranya etnik Lampung, Bali, Sunda, Jawa, dan Bugis.
Informan I
Informan pertama bernama Pak Des, berusia 40 Tahun. Informan ini merupakan
asli etnik Bali dan beragama Hindu. Informan menyelesaikan pendidikan terakhir
hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) dan bekerja sebagai Aparat Desa yaitu
Kepala Pekon (Lurah).
Informan II
Informan ke dua bernama Pak Iman, berusia 52 Tahun. Informan ini merupakan
asli etnik Lampung dan beragama Islam. Informan menyelesaikan pendidikan
terakhir hingga Sekolah menengah Atas (SMA) dan bekerja sebagai Aparat Desa
(30)
✕✖
Informan III
Informan ke tiga bernama Pak Mar, berusia 55 Tahun. Informan ini merupakan
asli etnik Sunda yang berasal dari Indramayu dan beragama Islam. Informan
menyelesaikan pendidikan terakhir hingga Sekolah menengah Pertama (SMP) dan
bekerja sebagai Petani Kakao.
Informan IV
Informan ke empat bernama Pak Wijaya , berusia 58 Tahun. Informan ini
merupakan asli etnik Bugis dan beragama Islam. Informan menyelesaikan
pendidikan terakhir hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan bekerja
sebagai Nelayan pembuat Ikan Asin.
Informan V
Informan ke lima bernama Pak Tarji, berusia 60 Tahun. Informan ini merupakan
asli etnik Jawa dan beragama Islam. Informan menyelesaikan pendidikan terakhir
hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan bekerja sebagai Petani Kakao.
Informan VI
Informan ke enam bernama Pak Wan Ab, berusia 66 Tahun. Informan ini
merupakan asli etnik Lampung dan beragama Islam. Informan menyelesaikan
pendidikan terakhir hingga Sekolah menengah Pertama (SMP) dan bekerja
(31)
B. Hasil Penelitian
Informan ke 1
Pak Des pada dasarnya melakukan perpindahan tempat tinggal dari Kalianda ke
Teluk Kiluan (Pekon Kiluan Negeri) dikarenakan ingin membuka lahan pertanian
bersama orang tuannya yaitu Pak Nengah Sukresne sekitar tahun 1986.
Menurut penuturan Pak Des:
“Wah dek pada waktu saya pertama menginjak di pekon ini masih sepi bisa
dihitung rumahnya apalagi pada waktu itu anak seumuran saya masih jarang di sini saya pada waktu itu umurnya sekitar 18 tahun, saya kesini itu sesudah lulus SMA, pertama saya lihat orang-orang yang di sini masih suku Lampung, sehingga ada perasaan sedikit takut karena kalau dulu suku Lampung dikenal keras. Jadi pada waktu keluarga saya kesini ya cuma ada satu suku yaitu suku Lampung terus bertambah lagi keluarga saya menjadi ada dua suku, terus kalau tidak salah sehabis keluarga saya itu bertambah lagi suku Jawa yang berasal dari Pringsewu dan Gading Rejo sekitar enam orang, nah setelah itu dua bulan kalau gak salah Pak Harun bersuku Bugis yang dari teluk itu bersinggah dari mencari ikan dan akhirnya menepati Pekon ini tetapi dia di sebelah Timur (sambil menunjuk ke arah Timur), itu pada tahun 1986.
Pada dasarnya seorang individu yang mempunyai wilayah yang baru tentu akan
mengalami proses adaptasi dan melakukan interaksi dengan masyarakat
dilingkungkannya. Hal ini tidak lain karena individu merupakan unit terkecil dari
masyarakat, sehingga berhubungan dengan lingkungan sosial. Adapun yang
diharapkan dari hubungan tersebut yakni menumbuhkan keserasian di antara satu
sama lainnya sehingga menciptakan kenyamanan dan ketenteraman.
Menurut Pak Des, pada awal kedatangannya di Pekon teluk kiluan Negeri, ada
perasaan sedikit khawatir pada dirinya. Hal itu dikarenakan anggapan bahwa
masyarakat etnik Lampung memiliki kepribadian yang keras. Pak Des menyadari
(32)
✙ ✙
Pak Des mengatakan, penyesuaian diri dengan alam merupakan bagian dari suatu
hubungan yang penting karena itu bagian dari diri kita. Semua agama
mengajarkan bahwa manusia adalah mahluk sosial termasuk agama Hindu,
mengajarkan bahwa manusia tidak tinggal sendiri melainkan bersama-sama atau
masih membutuhkan orang lain, sehingga dapat terbentuk suatu kelompok yang
terikat dengan alam di sekitar. Sehingga warga Pekon Kiluan Negeri masih
percaya dengan adanya hukum alam, baik itu warga Pekon Kiluan Negeri maupun
bukan warga sekitar Teluk Kiluan di larang menangkap hewan yang bernama
Nyamang (sejenis Kera berwarna hitam), karena jika warga diketahui mengambil
atau menangkap untuk dipelihara hewan tersebut, dikhawatirkan Harimau akan
memasuki desa. Jadi memang seharusnya kita dapat menjaga dan melestarikan
alam untuk kehidupan dan kesejahteraan manusia dan mahkluk hidup lainnya di
alam sekitar kita.
Mengenai interaksi sosial, Pak Des mengatakan bahwa interaksi merupakan
hubungan yang terjalin antara individu dengan individu, individu dengan
kelompok ataupun kelompok dengan kelompok. Berikut ini penuturan Pak Des:
“Setiap yang saya lakukan untuk membantu warga meskipun berbeda etnis yang ada di Pekon Ini adalah setiap kegiatan yang ada saya sebagai Kepala pekon tidak pernah tinggal diam apapun yang saya miliki untuk sarana selalu saya pakai untuk hal-hal yang bermanfaat untuk pekon ini, seperti diadakannya gotong-royong pelebaran jalan, sungai dan lain-lain itu. Saya selalu membawa mobil saya untuk mengangkut tanah maupun pasir sehingga masyarakat tidak kerepotan untuk mengangkutnya.
Mengenai adanya penyelesaian perselisihan yang terjadi di Pekon Kilauan Negeri
dari tahun 1986 hingga 1995, tidak ada perselisihan yang sampai memecah belah
atau memisahkan warga yang berbagai etnik ini. Jika masyarakat atau warga
(33)
musyawarah di rumah Kepala Pekon. Karena sewaktu dulu belum tersedianya
fasilitas atau balai pertemuan untuk musyawarah masyarakat sekitar. Akomodasi
yang ada di Pekon Kiluan ini di setiap daerah mempunyai permasalahan atau
konflik yang berbeda-beda baik dari individu ataupun kelompok.
Selaku Kepala Pekon, Pak Des menyadari adanya sebuah konflik yang terjadi di
setiap warganya, sehingga Pak Des selalu memberikan sebuah aturan yang tidak
memberatkan dan memberikan solusi atau penyelesaian jika sewaktu-waktu
terjadi konflik di masyarakatnya tersebut. Pada tahun 1997 pernah terjadi sebuah
konflik antara etnik Sunda dan etnik Lampung tentang sengketa tanah yang
menyebabkan konflik antar kedua etnik, sehingga terjadi perselisihan antara
mereka yang berujung pada kekerasan fisik hingga berlanjut sampai dua minggu.
Perselisihan itu merupakan suatu bentuk di mana adanya perbedaan pendapat dan
kesalahpahaman antara dua etnik yang berbeda, menyebabkan suatu tindakan fisik
yang dapat saling merugikan. Perselisihan dimulai karena adanya tanah yang dulu
milik dari salah satu etnik Lampung menitipkan pada salah satu etnik Sunda untuk
di olah dijadikan sebuah kebun. pada saat tanah akan di ambil kembali oleh
keluarga yang memiliki tanah tersebut tidak rela dan tidak diizinkan untuk
dibangun sebuah rumah, sehingga terjadi perdebatan antara satu sama lain serta
terjadilah kekerasan fisik. Kejadian ini terjadi sehingga melebar menjadi tindakan
saling menyerang antara satu sama lain.
Perselisihan atau konflik itu pertamakali terjadi di Pekon ini, sehingga untuk
penyelesaiannya cukup panjang karena belum adanya pengalaman pada pengurus
(34)
✜✢
yang bersangkutan. Musyawarah diadakan tiga tahap yaitu pertama musyawarah
pertama kronologi tentang kejadian. Kedua tentang keinginan-keinginan yang
ingin dicapai oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan ketiga penyelesaian agar
tidak berlanjut dengan mempertemukan keinginan oleh masing-masing pihak.
Sehingga keputusan yang disetujui untuk meredam konflik.
Pak Des menuturkan bahwa rutinitas sebagai Kepala Pekon dan pedagang
membuatnya harus menjadi satu dengan masyarakat etnik lainnya sehingga dia
tidak pernah berpihak ke etnik Bali tetapi semua etnik lainnya karena merupakan
bagian masyarakat dan satu yaitu masyarakat Pekon Kiluan Negeri.
Pak Des menuturkan:
“Makanya setiap sore sampai malam rumah saya ramai karena rumah saya
termasuk di tengah-tengah dan setiap sore sampai malam warga itu selalu mampir kerumah saya ini dek, baik yang pulang dari ladang, maupun melaut pazti ngobrol-ngobrol didepan rumah saya ini setiap sore (sambil menghidupkan sebatang rokok di tangannya), ya walaupun hanya air putih atau segelas kopi yang bisa saya sediakan tetapi membuat saya bisa memberikan informasi-informasi yang baru buat warga saya itu sudah cukup. Kalaupun sampai malam di sini sudah gak cukup dan ingin ganti suasana pasti warga mengajak ke warung saya untuk main biliyard dek, karena itu juga tempat umum yang saya sediakan. Jika warga sudah lelah dengan aktivitas maka ada hiburannya walaupun cuma satu meja yang saya
punya tetapi itulah yang membuat warga bisa ngumpul bareng”
Menurut Pak Des, bersosialisasi itu sangat penting karena merupakan bagian
untuk berinteraksi, sehingga dapat mengurangi perselisihan individu maupun
kelompok. Berbeda dengan sekarang jika zaman dulu adalah kurangnya sosialisasi
antar warga karena jarak dari rumah ke rumah cukup jauh, sehingga untuk
berkumpul dengan tetangga berbeda etnik sangat susah.
Dari segi penataannya yang teratur dan sudah sangat ramai dan masyarakat Pekon
(35)
jalan-jalan karena sekarang merupakan tempat rekreasi sehingga masyarakat Pekon di
sini sangat menjaga keamanan baik untuk masyarakat dalam maupun para
pendatang yang akan liburan. Bentuk akomodasi yang ada di Teluk Kiluan
merupakan bentuk-bentuk dari adanya penyelesaian konflik yang saling
mengurangi tuntutan untuk mencapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan
yang ada karena belum adanya peraturan desa.
Informan ke II
Awalnya Pak Iman pindah ke kelumbayan pada tahun 1976, karena ikut bersama
kakaknya yang membuka lahan untuk ladamg pertanian. Tetapi sesampainya di
Teluk Kiluan Pak Sulaiman tidak membuka lahan melaikan menjadi nelayan
Tradisonal bersama teman sebayanya dengan menggunakan perahu dayung untuk
mencari ikan. Berikut ini penuturan pak Iman:
“Dulu waktu saya kesini memang masih sepi, itu saja dulu perkiraan saya
mau main-main saja dek kesini. Karena kakak mempunyai ladang dan saya disuruh membantunya, tetapi karena saya orangnnya tidak tekun jadi malas buat keladang malah kebanyakan main ke laut. Sehingga saya dulu sempat
menjadi pencari ikan besama teman sebaya ”
pada tahun 1976 merupakan awal pembukaan lahan pertanian pertama yang
dilakukan oleh masyarakat Kelumbayan yaitu etnis Lampung. Dari tahun-ketahun
ternyata yang membuka lahan untuk pertanian di Teluk Kiluan bertambah yaitu
dari 8 orang menjadi 13 orang di Kelumbayan. Warga masyarakat sekitar pantai
kesulitan dengan air tawar, suatu hari seorang petani bernama Pak Wanab
menggali sumur yang berjarak 50 meter sekitar pantai tersebut. Dari penggalian
pembuatan sumur itu membuahkan hasil yaitu air tawar yang membuat petani di
(36)
✥✦
khususnya etnik Lampung berpindah di sekitar pantai Teluk Kiluan untuk
membuka lahan.
Etnik Lampung merupakan yang pertama kali datang ke Teluk Kiluan serta
membuka lahan pertanian dan tempat tinggal yang berada dipesisir pantai.
Sedangkan untuk etnik yang lainya datang pada tahun 1986, dimulai dari etnik
Bali dan Jawa yang datang keteluk Kiluan serta disusul lagi dengan etnik Sunda
dan yang terakhir yaitu etnik Bugis yang berasal dari Teluk Betung.
Berikut penuturan Pak Iman:
“Gini dek...dulu memang kita yang pertama kali datang kesini tetapi kita
sebagai pendatang juga kalaupun ada pendatang baru baik satu suku maupun beda suku kita dulu tetap tidak mau meributkan karena kita sama-sama mencari nafkah dan bertahan hidup disini. Tetapi kalaupun dari suku lain mengganggu kita walaupun jumlah mereka banyak, kita tidak segan-segan
untuk bertindak. Jadi saling menghormati saja kalau disini.”
Pada dasarnya tidak semua etnik Lampung itu seperti apa yang kita pikirkan,
terlebih jika kita tahu adalah pembuat kericuhan. Tetapi tidak semuannya seperti
itu. Meskipun etnik Lampung datang pertama kali sebagai masyarakat Teluk
Kiluan, etnik Lampung disini saling mengerti dan memahami yaitu sama-sama
mencari nafkah dan bertahan hidup.
Menurut Pak Iman akomodasi merupakan penyelesaian perselisihan atau
penyesuaian diri dengan alam adalah suatu proses masyarakat yang ada
perselisihan baik itu kelompok maupun individu. Perselisihan yang terjadi karena
kurangnya komunikasi baik etnik Lampung maupun etnik lainnya yang terjadi
baru-baru ini belum dapat diselesaikan karena keinginan masyarakat untuk
(37)
persetujuan bersama demi kemajuan Pekon, untuk memperoleh penerangan yang
bersifat formal atau Listrik dari PLN. Masyarakat di sini hanya menggunakan
mesin Jen-set untuk menerangi rumah-rumah warga di Pekon tersebut, jika
masyarakat atau warga di sini tidak mempunyai mesin penerangan tersebut, warga
hanya mempunyai lampu yang menggunakan minyak tanah.
Keinginan tersebut tidak ditanggapi oleh pihak PLN, sehingga pada Bulan
Agustus 2010, masyarakat Pekon Kiluan mendapatkan bantuan berupa
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel dari TNI AL pada tanggal 17 Agustus 2010.
Dari bantuan ini tidak semua Pekon menerimanya. Hanya beberapa RT yaitu
Rt.Sinar Maju, Rt. Sinar Agung, dan Rt. Bali Jati Agung sedangkan untuk Rt.
Sukamahi, Rt. Bandung Jaya dan Rt. Teluk Baru tidak dijangkau karena kapasitas
dari mesin terbatas. Sehingga menyebabkan perselisihan dan tertundanya
pemasangan Listrik.
Dari permasalahan dan perselisihan yang terjadi di Pekon ini, jika dibiarkan
berlarut larut tanpa adanya penyelesaian dikhawatirkan akan berdampak negatif
terhadap kemajuan Pekon ini. Permasalahan tersebut harus bisa diselesaikan
dengan musyawarah dan kesepakatan bersama demi tercapainya kemajuan Pekon
Teluk Kiluan.
Informan ke III
Awal kedatangan pak Mar di Pekon ini adalah untuk merubah nasibnya menjadi
petani dan mempunyai tempat tinggal sendiri. Pertama kali pak Mar membeli
tanah yang ada di sekitar perbukitan dengan harga yang murah dan ia ingin
(38)
✩✪
“Awal kedatangan saya adalah hal yang baru bagi masyarakat di sini. Karena
saya adalah pendatang terjauh apalagi saya pindah langsung membawa istri dan anak saya yang berumur 3 tahun pada waktu itu. Karena dulu saya pernah kesini pada waktu menjadi nelayan dan singgah 4 hari dan bertanya-tanya dengan masyarakat di sini. Pada tahun 1985, saya kesini lagi tetapi hanya membeli tanah, lalu pada tahun 1986, saya kesini mengajak keluarga
saya.”
Pada dasarnya penyesuaian diri terhadap alam dan lingkungan sekitar merupakan
suatu hubungan yang sangat penting, dimana seseorang harus beradaptasi dengan
lingkungan yang baru dan masyarakat yang baru sehingga dapat menjadi satu
pemikiran yaitu menjaganya. Tetapi tidak semua orang memiliki pemikiran yang
sama karena adanya ego untuk menjadi yang terbaik. Kita harus dapat menjaga
dan menghargai satu sama lain.
Perselisihan merupakan suatu awal dimana kita harus menyadari bahwa dengan
adanya konflik, kita ditutut untuk lebih waspada agar tidak terulang lagi seperti
konflik yang terjadi pada hari raya Idul fitri tahun 2010. Karena kurangnya
toleransi demi untuk mendapat keuntungan pribadi masing-masing etnik. Konflik
itu tidak terjadi jika kita tidak mementingkan kepentingan sendiri, perselisihan
terjadi karena masyarakat Bali membuat Portal masuk untuk sebuah hiburan,
sehingga mengakibatkan perselisihan.
Masalah ini bisa terjadi karena kurangnya koordinasi sesama pengurus Pekon
sehingga dianggap sebagai ketidaktoleransian antar umat beragama. Sebab, itu
terjadi pada hari raya umat Islam. Meskipun kepentingan itu bertujuan untuk
(39)
Perselisihan selesai dengan diadakan musyawarah antara pihak-pihak yang
bersangkutan, sehingga tidak menjadikan suatu permusuhan antara Dusun satu
dengan yang lainnya. pada dasarnya toleransi itu sangat penting sehingga dapat
memahami satu sama lain, yang dimana merupakan suatu hal yang biasa kita
lupakan. Atas kejadian tersebut maka disetiap hari Raya Besar Agama di Pekon
Kiluan Negeri dianjurkan untuk tidak membuat hiburan yang bisa menggagu
berjalannya prosesi Hari Besar Agama itu.
Informan ke IV
Pak Wijaya datang ke Teluk Kiluan merupakan hal yang biasa, karena pak Wijaya
adalah seorang etnik Bugis, yang sering berpindah tempat karena pekerjaannya
sebagai nelayan. Pada awalnya pak Wijaya pernah mengalami suatu musibah
disekitar Teluk Kiluan, karena kapal yang dibawa mengalami kerusakan sehingga
beliau harus berhenti disebuah Pulau yaitu Pulau Kelapa yang pada waktu itu.
Karena sejarah yang ada di pulau itu erat dengan masyarakat etnik Lampung dari
Kelumbayan Maka bernama Pulau Kiluan dan Teluknya bernama Teluk Kiluan
dalam bahasa lampungpermintaan.
Karena pada saat Pak Wijaya bersinggah Pada Pulau itu tidak ada satupun
penghuninya, tetapi untuk dipesisirnya terlihat pemukiman penduduk. Walaupun
tidak terlihat ramai tetapi bisa membantu, sehingga Pak Wijaya harus ke Pantai
untuk meminta pertolongan. Pak Wijaya mengatakan:
“Sebenarnya saya tinggal disini karena tertarik dengan lautnya karena
merupakan sesuatu yang bermanfaat untuk kehidupan saya dengan keluarga saya pada waktu itu. Karena disini dulu untuk mencari ikan tidak susah, masing banyak ikan disini tetapi dulu menjual hasil dari melaut itu
kadang-kadang di Tpi Kalianda maupun di Teluk.”
(40)
✭✮
menghidupi keluarga sehingga dapat dijadikan suatu keadaan. Ekonomi yang
kurang belum tentu salah satu hal yang menandakan sebagai suatu fenomena alam
yang berada pada masyarakat tersebut.
Dalam sebuah tatanan masyarakat biasanya terdapat sebuah sistem sosial bagi
masyarakat umum bisa diartikan sebagai suatu cara yang menyakut teknis untuk
melakukan sesuatu. Ditinjau dari sudut sosiologis istilah ini sesungguhnya
mengandung pengertian sebagai kumpulan dari berbagai unsur (komponen) yang
saling bergantungan antara satu sama lain dalam satu kesatuan yang utuh. Untuk
itu dalam sebuah masyarakat sangat mementingkan sebuah kesatuan sehingga
akan menghasilkan masyarakat dengan penuh kesadaran bahwa masyarakat yang
tinggal disini merupakan satu kesatuan terhadap sebuah sistem yang ada pada
tatanan masyarakat (Soekanto 1987:153).
Masyarakat dapat dilihat berkonflik ataupun tidaknya yaitu dari segi kehidupan
bagaimana cara hidup masing-masing etnik yang berbeda, karena merupakan
suatu interaksi yang harus dijaga, tidak mudah untuk hidup berdampingan dengan
etnik yang bermacam-macam dalam suatu daerah yang terpencil, sehingga dapat
terjadi perselisihan yang tidak mungkin kita pahami untuk dimengerti sebagai
sebuah sistem sosial dalam bermasyarakat.
Dalam tatanan masyarakat, komunikasi antar sesama etnik memang sangat
penting untuk menghindari suatu perselisihan. Adanya fasilitas maupun sarana
yang memadai untuk melangsungkan kehidupan agar seimbang dengan adanya
keselarasan dengan alam merupakan definisi dari akomodasi itu sendiri, pada
(41)
alam sekitar sehingga dapat menjaga satu sama lain.
Akomodasi merupakan suatu bentuk interaksi sosial yang berdefinisi tentang
adanya berbagai hal yang dapat menjadikan masyarakat sekitar mengerti
bagaimana pentingnya hidup bersama dengan berbeda kelompok, suku, adat dan
ras yang merupakan suatu bagian masyarakat Indonesia. Adanya perkawinan
campur yang ada pada masyarakat merupakan bagian akomodasi, karena
akomodasi tidak membahas tentang adanya konflik yang terjadi pada suatu
daerah, akomodasi juga dapat diartikan sebagai penyesuaian diri dengan alam atau
persediaan tempat tinggal dan sarana yang dibutuhkan seseorang atau kelompok
untuk memenuhi kebutuhan.
Sedangkan dari bentuk-bentuknya merupakan adanya penyelesaian perselisihan
dan mendapatkan hasil yang beragam dari adanya perkawinan campur atau yang
disebut dengan pembauran etnik. Terdapat pada suatu masyarakat yang hidup
berdampingan pada tempat yang terisolasi. Berbeda dengan tempat yang berada
dalam suatu keramaian pada tempat tinggal Pak Wijaya sebelum menepati Pekon
Kiluan Negeri.
Pak Wijaya merasakan perbedaan yang jauh antara tempat tingglanya dulu dengan
berada pada tempat tinggalnya sekarang yaitu Pekon Kiluan Negeri. Walaupun
tempat tinggalnya dulu sama bermacam-macam etnik yang menepati pesisir di
Teluk. Merupakan adanya persaingan yang amat keras karena dekat dengan Pusat
kota. Akomodasi yang terjadi di Kota Teluk berbeda dengan yang berada di Teluk
(42)
✱✲
Informan ke V
Pak Tarji berasal dari daerah Pringsewu, beliau pindah untuk mencari lahan
berkebun dan mendapatkannya disekitar perbukitan pesisir Teluk Kiluan. Awalnya
beliau tidak menetap disini hanya membuat rumah kecil di tengah kebunnya,
sehingga ia hanya bisa keluar pada malam hari untuk bebaur dengan masyarakat
lainnya. Karena pada waktu pagi sampai sore beliau harus berkebun untuk
membersihkan lahan supaya bisa di tanami. Berikut ini penuturan Pak Tarji:
“Dulu awalnya memang saya tidak berencana tinggal menetap disini, karena keluarga saya masih di Pringsewu.. Saya disini hanya sebagai petani saja. Jadi tiap sebulan sekali saya harus pulang kekampung saya...tetapi baru beberapa bulan saya merasa betah disini karena dilihat orang-orang disini sama saja, yah memang awalnya agak sedikit takut karena kebanyakan orang Lampung, yang jawa hanya beberapa orang saja dek. Tetapi setelah saya bergaul dan ngbrol-ngbrol dengan orang-orang Lampung sini kesannya sama saja karena sudah dianggap sebagai masyarakat sini juga dan akhirnya saya putuskan untuk berpindah kesini danmenetap sampai sekarang.”
Seseorang akan mengalami peleburan terhadap masyarakat lain karena adanya
tidakan yang menyebabkan orang itu merasa nyaman didalam tatanan masyarakat
yang baru. Baik dengan cara pernikahan campur antara etnik satu dengan yang
lainnya untuk menjadikan sebuah hasil akomodasi (Hasan Shadily 1989 : 237).
Pekon Kiluan Negeri merupakan pekon yang masyarakatnya majemuk karena
terdiri dari beberapa etnik yang menepati pekon tersebut, untuk itu pembauran
antar etnik sering terjadi. Pada dasarnya sudah menjadi hasil dari suatu
akomodasi. Pak Tarji mengukapkan bahwa anak pertamanya menikah dengan
etnik lampung untuk itu Pak Tarji mengukapkan terjadinya pembauran secara
(43)
latentyang akan melahirkan pertentangan baru.
Informan ke VI
Pak Wan Ab merupakan orang yang berperan di Pekon Kiluan Negeri, Wan Ab
datang pada tahun 1976 merupakan orang pertama yang datang ke Teluk Kiluan
bersama ketiga rekannya untuk menjadi petani. Karena struktur tanah yang subur
disekitar Teluk Kiluan, Wan Ab membuat perkebunan yang ditanami Kakao dan
Kopi, Wan Ab merupakan pembuka lahan di Teluk Kliuan sehingga tanah yang
dimilikinya sangat luas tetapi itu tidak menyudutkan beliau selalu berdiam diri
karena tanah-tanah tersebut nantinya akan diwariskan terhadap anak-anaknya.
Seperti halnya dengan Pak Iman, Wan Ab lebih lebih tahu tentang apa saja yang
pernah terjadi di pekon Kiluan Negeri karena dari awal dia tinggal disini hingga
sekarang, dimana sejarah yang bernama Teluk Kiluan dibangun. Adanya kisah
tentang Raden Fatah yang merupakan sejarah awal dinamakan Teluk Kiluan dan
lebih tahu tentang adanya perselisihan apa yang pernah terjadi pada Teluk Kiluan.
Wan Ab mengatakan:
“Haga nanya dek (mau tanya apa dek)....iya memang saya yang pertama kali datang kesini tetapi saya bersama dengan rekan saya pada waktu itu...untuk membuat kebun sebagai tempat mencari nafkah itupun dulu membuat pemukimannya bukan dipesisir pantai ini....tetapi masih diatas sana,memang dulu yang tinggal di Teluk Ini cuma suku Lampung saja tetapi
waktu-kewaktu menjadi campur..ya bisa dilihat sekarang gimana bentuknya.”
Pada dasarnya suatu wilayah ada suatu etnik yang akan menguasi tempat tersebut,
tetapi seiring dengan berjalannya waktu akan menjadi seimbang karena sikap
toleransi yang tinggi sesama pendatang. Merupakan tempat yang extreem karena
jarak dari keramaian sangat jauh sehingga untuk mendapatkan bahan makanan
(44)
✴✵
dengan sekarang hanya dulu untuk membeli perlengkapan rumah tangga melewati
jalur laut sehingga harus mempertimbangkan cuaca buruk baiknya. Sedangkan
untuk sekarang sudah ada jalan darat serta alat transportasi untuk memasok dan
mengeluarkan hasil tani dan ikan yang berada di Pekon Kiluan Negeri.
Kebudayaan yang tidak bisa dirubah dari masing-masing etnik tidak membuat
masyarakat Pekon Kiluan Negeri menjadi tidak terkontrol tetapi sebaliknya,
semuanya bisa terkendali. Bahwa mereka semuanya sadar tentang adanya
kesamaan tempat tinggal yang terisolir dan jauh dari pusat keramaian.
Pertentangan dan perselisihan merupakan suatu proses di mana adanya kehidupan
bermasyarakat seperti halnya tentang perselisihan yang ada. Pada tahun 1997
pernah terjadi perselisihan antara etnik Lampung dan Sunda, karena masalah
tanah harus cepat diselesaikan. Adanya perselisihan menurut Wan Ab merupakan
suatu keadaan yang bisa membuat masyarakat memahami pentingnya kesatuan
untuk bisa memajukan pekon. Karena Pekon Kiluan Negeri mempunyai potensi
alam yang sangat besar, makanya sudah seharusnya masyarakat pekon disini
menjaga alam sebaik mungkin sehingga dapat saling menjaga.
Akomodasi merupakan salah satu bentuk dari interaksi sosial yang melekat pada
masyarakat majemuk baik di negara kita maupun tempat tinggal kita sendiri, suata
proses dimana meliputi suatu keadaan yang menjadikan masyarakat Pekon Kiluan
Negeri bisa bersatu membangun Pekonnya, sehingga terbentuk suatu hal yang
baru dalam tatanan masyarakat yang ada. Seperti yang di ungkapkan Wan Ab
bahwa tidak semua perselisihan menjadikan perpecahan antara satu dengan yang
(45)
Wan Ab mengatakan:
“Memang beberapa kali disini pernah terjadi perselisihan baik individu maupun kelompok, kelompok dengan kelompok yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat yang becampur aduk....tetapi dimana masyarakat itu bisa mengolah sebaik mungkin untuk tidak berlanjut, sebenarnya dimana saja sama dek tetapi yang jadi masalah disini merupakan tempat terpencil, jauh dari keraimaian...jadi ya mau gak mau harus membangun kesadaran sendiri karena disini merupakan pendatang....tetapi kalau yang anak-anak sekarang ya… asli lahir di pekon ini(sambil tertawa), cuma disini susahnya adalah pendidikan kurang karena fasilitasnya belum memadai makanya anak saya yang terakhir ini saya sekolahkan di luar, di Kota Agung karena disini hanya samapai SMP saja itupun baru menghasilkan Lulusan tahun ini ya anak saya itu, makanya disini untuk pendidikan Formal kurang memadai dek tetapi itu tidak harus mematahkan semangat masyarakat sini untuk memajukan
Pekon Ini.”
Suatu perselisihan merupakan hal yang wajar bagi semua masyarakat yang berada
di negeri kita ini, dimana kita harus menempatkan berbagai hal yang penting .
Dimana masyarakat harus menyadari untuk saling menjaga daerahnya
masing-masing, adanya kesatuan yang erat. Sedangkan menurut Wan Ab hasil akomodasi
yang ada di Pekon Kiluan Negeri, merupakan hal yang baru karena dari dulu
beliau hanya tahu bahwa masyarakat yang tinggal disini harus mematuhi
peraturan desa yang telah ada.
Hasil akomodasi itu sediri, seperti akomodasi dan integrasi masyarakat telah
menghidarkan masyarakat dari benih-benih pertentangan latent yang akan
melahirkan pertentangan baru. Dalam proses tersebut terdapat perkawinan
campur, sehingga dapat mengurangi jarak sosial (social distace) antara etnik satu
dengan yang lainnya. Akomodasi juga akan menahan keinginan-keinginan untuk
bersaing, hanya membuang biaya dan tenaga saja (Hasan Shadily 1989 : 237).
Sedangkan yang terjadi di Pekon Kiluan Negeri, karena adanya perkawinan
(46)
✸✹
maupun pertentangan-pertentangan yang terjadi untuk secepatnya diselesaikan
dengan musyawarah sehingga tidak menjadikan sebuah pertentangan baru.
Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda, hal ini nampak pada saat
pemilihan Kepala Pekon, dimana pihak yang bersaing saling beradu argumen
secara sengit, tetapi pada akhirnya hanya satu yang terpilih dan pada akhirnya
pihak yang kalah akan diajak bekerja sama, telah dilakukan oleh Kepala Pekon
Kiluan Negeri pada saat ini. Sebenarnya hal ini bisa dikatakan umum karena
merupakan suatu bagian dari kehidupan, adanya persaingan untuk menjadi Kepala
Pekon pada waktu itu, ada tiga calon yang menjadi bakal Kepala Pekon yaitu
calon pertama Pak S, calon Kedua Pak K dan calon ketiga Pak A. Sehingga
mereka saling bersaing, tetapi dengan cara yang sehat sehingga tidak adanya
konflik tetapi untuk kedudukan itu hanya satu orang. Maka terpilihlah Kepala
Pekon yaitu Pak K tetapi untuk memilih sekertarisnya Pak K harus memilih
sendiri maka dipilihnya Pak S dan Pak A sebagia Kepala Dusun, itulah hasil dari
adanya koordinasi dari kepribadian yang berbeda.
Perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru
atau keadaan yang berubah, dapat dilihat dari struktur lembaga yang saat ini telah
berubah. Adanya perubahan struktur dari dusun menjadi sebuah pekon sehingga
lembaga yang ada didalamnya akan otomatis berubah mengikuti keadaan yang
ada saat ini. Dilihat dari struktur yang ada pada saat ini, karena dulu sebelum
peresmian pada tahun 2007 struktunya hanya dusun yang menjadi bagian dari
Pekon Kelumbayan setelah peresmian bahwa Teluk Kiluan menjadi sebuah Pekon
(47)
dengan adanya lembaga baru yaitu Badan Hipun Pekon(BHP) dan Ibu-ibu PKK
untuk menjadikan sebuah kemajuan.
C. Pembahasan
Adanya suatu pembauran etnik yang berada di Pekon Kiluan Negeri dapat dilihat
dari aktivitas sehari-hari masyarakat Pekon Kiluan Negeri yang menerapkan
hidup rukun berdampingan antara satu sama lain. Dimana suatu masalah
perselisihan yang ada di Pekon Kiluan Negeri bisa terselesaikan dengan
musyawarah antar warga. Selanjutnya dijadikan suatu pemecahan masalah yang
ada pada daerah tersebut. Sebab, musyawarah yang ada pada Pekon Kiluan Negeri
dianggap sebagai suatu kebudayaan yang sudah melekat dari zaman dulu, karena
dengan musyawarah itu dapat diketahui apa saja masalah-masalah atau keinginan
masyarakat demi tercapainya tujuan bersama.
Dalam suatu daerah biasanya terdapat kebudayaan yang merupakan suatu unsur
dari suatu daerah tersebut, bahwa kebudayaan merupakan bagian dari perilaku
manusia yang dipelajari. Dalam hal ini, kiranya semua pihak mengakui bahwa
apapun yang menjadi bagian dari satu generasi ke generasi berikutnya itu
merupakan suatu budaya. Adanya suatu kebudayaan yang terdapat pada
masyarakat tersebut harus bisa menjaga karena berkaitan dengan adanya
kemajuan peradaban yang sangat cepat. Di dalam interaksi sosial, kebudayaan
merupakan suatu hal yang dapat menjadikan pembauran antar masyarakat satu
dengan masyarakat lain, sehingga akan menjadi hubungan yang baik antar
(48)
✼✽
satu dengan yang lainnya ataupun dengan kebudayaan lain.
Tetapi karena suatu kesalahpahaman menyebabkan suatu pertentangan yang bisa
membuat salah satu kebudayaan tersebut hilang begitu saja. Karena adanya sikap
individu yang tidak setuju, akomodasi merupakan bagian dari interaksi sosial
yang berkaitan dengan adanya pembauran etnik maupun penyelesaian konflik.
Serta menghargai alam sekitar sehingga pada suatu titik akan menjadikan
keharmonisan sosial jika diolah oleh masyarakat baik individu maupun kelompok.
Jika tidak demikian maka akan terjadi sebaliknnya yaitu disharmonisasi yang
membuat ketidakrukunan antar etnis satu dengan lainnya.
Dalam akomodasi dipergunakan dua arti yaitu untuk menujukan proses dan
akomodasi untuk menunjukan suatu keadaan. Dalam pembahasan ini merupakan
akomodasi yang menunjukan proses dan keadaan, keseimbangan dalam interaksi
antar orang perorangan atau kelompok dengan kelompok manusia. Kaitanya
dengan norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat.
Akomodasi yang berupa proses menujukan usaha untuk mencapai kestabilan
dalam masyarakat sehingga dapat mencapai suatu titik pertemuan yang menjadi
seimbang.
Pembahasan ini akan mengkaji salah satu bentuk interaksi sosial, yaitu akomodasi
meliputi, bentuk-bentuk akomodasi dan hasil akomodasi yang terdapat di Pekon
Kiluan Negeri, adanya akomodasi antar etnik di Teluk Kiluan yang berstudi di
Pekon Kiluan Negeri Kecamatan Kelumbayan Kabupaten Tanggamus, untuk itu
peneliti akan mengkaji bentuk-bentuk akomodasi dan hasil akomodasi yang
(49)
1. Bentuk-bentuk Akomodasi di Pekon Kiluan Negeri
Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang telah dilakukan terhadap keenam
informan, telah mengungkapkan bahwa akomodasi merupakan suatau bagian dari
masyarakat untuk saling mengenal satu sama lain, penyesuaian diri dengan alam,
penyelesaian perselisihan dan persediaan atau penyedian tempat kediaman dan
fasilitas yang dibutuhkan oleh seseorang atau kelompok untuk memenuhi
kebutuhan antara masyarakat yang berbeda etnik untuk saling menghormati satu
sama lain sehingga tetap bertahan pada satu wilayah tertentu.
Akomodasi dapat digunakan untuk dua kebutuhan, pertama akomodasi sebagai
suatu keadaan yaitu suatu keadaan yang memungkinkan terjadinya suatu
pembauran antar satu sama lain, dimana akan menjadi keadaan yang dapat
menjadikan suatu daerah tersebut sebagai suatu sarana untuk dijadikan tempat
tinggal dan mendapat fasilitas yang mencukupi untuk kehidupan pada suatu
tatanan masyarakat. Sehingga akan menjadikan keseimbangan dalam kehidupan
masyarakat.
Akomodasi sebagai proses adalah usaha-usaha manusia untuk meredakan
pertentangan dalam mencapai kestabilan pada masyarakat untuk menjadikan suatu
keadaan yang harmonis. Untuk mencapai suatu keadaan yang seimbang harus
melalui proses, baik proses itu berupa perselisihan ataupun sebagai bentuk
(50)
❀❁
Sedangkan bentuk akomodasi di Pekon Kiluan Negeri adalah sebagai berikut:
a. Coercion, bentuk akomodasi yang terjadi karena adanya paksaan. Seperti
yang ada pada masyarakat Pekon Kiluan Negeri, adanya paksaan yang
menuntut untuk setiap hari besar agama dilarang mengadakan suatu
hiburan yang dapat menyebabkan perselisihan. Seperti yang terjadi pada
tahun lalu, mengakibatkan adanya perselisisan antara etnik Bali dan etnik
yang ada di Pekon Kiluan tersebut.
Karena dianggap kurangnya toleransi dari etnik Bali menyebabkan
perselisihan, untuk itu dibuatlah kesepakatan bersama yang bersifat
memaksa, untuk tidak mengadakan hiburan apapun yang dapat menggagu
prosesi hari besar agama sehingga tidak menimbulkan perselisihan antar
umat beragama.
b. Compromise, bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat saling
mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap
perselisihan yang ada. Seperti yang diungkapkan oleh informan yang ada
bahwa beberapa bentuk akomodasi yang ada di Pekon Kiluan Negeri
adalahcompromise.
Seperti yang diungkapkan oleh beberapa informan, pada tahun 2009
tentang adanya perselisihan antar etnik yaitu tuntutan untuk menata trayek
pariwisata supaya tidak menguntungkan salah satu pihak, sehingga dapat
menyebabkan kecemburuan sosial yang bisa menyebabkan perselisihan,
(51)
untuk diselesaikan. Perselisihan itu tidak berlanjut menjadi kekerasan fisik,
sehingga didapat penyelesaian dengan masing-masing pihak mengurangi
tuntutan dengan adanya trayek bergilir. Sehingga tidak menimbulkan
kecemburuan dari masing-masing pihak ataupun hanya menguntungkan
satu pihak yaitu etnik Lampung.
Bentuk compromisejuga terdapat pada hari besar agama islam, Hari Raya
Idul Fitri. Dimana pihak etnik Bali mengurangi tuntutan demi tercapainya
kebutuhan Pekon Kiluan Negeri dengan panutan saling menghormati antar
umat beragama untuk tidak mengadakan hiburan yang bersifat komersil
yang bisa menimbulkan suatu perselisihan.
c. Arbitration, Suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak
yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri maka dilakukannya
suatu tindakan dimana, pihak yang bersangkutan saling mengurangi
tuntutan agar tercapai tujuan atau perdaimaian seperti yang diungkapkan
oleh informan kedua, dimana pihak-pihak saling mempertahankan ego
masing-masing.
Perselisihan yang terjadi pada saat itu adalah adanya mesin pembangkit
listrik tenaga diesel yang diperoleh dari TNI AL pada acara 17 Agustus
2010 lalu. Dimana pihak-pihak saling mempertahankan keinginannya
untuk memperoleh penerangan dari fasilitas itu. Sehingga pengurus Pekon
Menganjurkan untuk saling mengurangi tuntutan agar bisa tercapai tujuan
(52)
❄❅
d. Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari
pihak yang berselisih demi tercapainya persetujuan bersama. Adanya
usaha untuk mepertemukan keinginan-keinginan dapat dilihat dari
musyawarah yang diadakan pengurus Pekon agar keinginan masyarakat
dapat terpenuhi.
Adanya perslisihan yang tidak berujung karena keinginan–keinginan dari
kedua belah pihak tidak diketahui, untuk itu yang terutama adalah
mempertemukan keinginan dari kedua belah pihak demi meluruskan
permasalahanya, supaya dapat mencapai persetujuan yang diinginkan.
Seperti yang diungkapkan oleh informan pertama tentang perselisihan
tanah yang mengakibatkan perselisihan etnik yaitu etnik Sunda dan etnik
Lampung.
Kedua belah pihak hanya mementingkan ego masing-masing tetapi tidak
mengungkapkan keinginannya. Sehingga terjadi perselisihan yang
menyebabkan kekerasan fisik, untuk itu pengurus Pekon mengadakan
musyawarah bersama dengan kedua belah pihak untuk mengetahui
keinginan masing-masing pihak, untuk dapat mempertemukan keinginan
itu, demi mencapai persetujuan bersama dengan tidak saling merugikan
salah satu pihak.
e. Toleration, merupakan bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal.
Toleransi merupakan suatu bentuk, dimana adanya sikap saling
hormat-menghormati antar satu sama lain yang bersifat tidak formal, toleransi
(53)
tatanan masyarakat yang bersifat membangun.
Dalam masyarakat Pekon Kiluan Negeri, memiliki toleransi antar satu
sama lain. Baik itu toleransi antar umat beragama maupun toleransi antar
etnik. Dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari dimana masyarakat harus
membaur satu sama lain untuk tidak mementingkan ego masing-masing
kelompok, sehingga dapat menjadi satu dengan yang lain. Toleransi
merupakan suatu bentuk penanaman budaya yang diterapkan di
masyarakat Pekon Kiluan Negeri, secara otomatis tidak memerlukan
bentuk yang formal.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan, diperoleh informasi bahwa
bentuk akomodasi yang terjadi di Pekon Kiluan Negeri, ternyata lebih mengarah
terhadap compromise atau disebut dengan bentuk akomodasi yang dimana
pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutan agar tercapai suatu penyelesaian
terhadap perselisihan yang ada. Seperti yang diungkapkan pak Des dan pak
Wijaya, adanya penyelesaian konflik ataupun perselisihan dapat dilakukan dengan
cara compromise kepada masing-masing pihak, sehingga tidak menjadikan
perselisishan itu menjadi berlarut-larut. Seperti yang dikatakan Pak Des bahwa
setiap terjadi perselisihan di Pekon Kiluan Negeri semuannya langsung
dimusyawarahkan dengan masyarakat sehingga dapat mengetahui titik temunya
dan melakukan compromise untuk masing-masing kelompok agar sepaham
dengan apa yang terjadi sebelumnya.
Sedangkan untuk hal-hal lain, seperti bentuk yang memaksa, mengurangi tuntutan
(1)
dan semua penghuni Asrama Pratita yang selalu membuat senang dengan tingkah-tingkah aneh kalian.
16. Kepada Anak-anak Pekon Kiluan Negeri yang selalu membantu pada setiap penelitian untuk Kiluan Boys terima kasih banyak ya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
17. Kepada Bapak Kadek Sukresna selaku Kepala Pekon Kiluan Negeri terima kasih banyak sudah sangat membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
18. Kepada warga Pekon Kiluan Negeri terima kasih banyak sudah menerima kedatangan penulis untuk berbaur dengan para warga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
19. Kepada Teman-teman yang ada di FISIP UNILA terima kasih banyak sudah menerima penulis buat dijadikan teman
Semoga kiranya Allah SWT membalas kebaikan mereka yang telah diberikan mereka kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua Amin.
Bandar Lampung, 24 November 2010 Penulis,
(2)
PERSEMBAHAN
Dengan nama Alloh Yang Maha pengasih dan Penyayang, aku
persembahkan buah pemikiranku ini kepada sosol-sosok terkasih:
Ayahku, sosok yang dengan ketabahanya selalu membimbing dan
memotivasi aku untuk jadi yang terbaik.
Ibu, seorang Pahlawan hatiku yang dengan penuh kasih sayang dan
keiklhlasanya serta kesabaran hatinya selalu memperhatikan
putera-puterinya dengan curahan kasih sayang dan mendoakan kami selalu.
Semoga semua pengorbanan itu menjadi ladang pahala kelak.
Kakak-kakaku yang selalu mendukung semua jalanku, kebahagiaan
tersendiri bagiku memiliki kalian semua, semoga Alloh memberikan
kesempatan dan jalan yang terang untuk kita semua, Amin……
Dan orang-orang yang selalu menyayangiku serta dapat menerima
diriku sebagai keluarga dan memberi dukungan bagiku dalam
menyelesaikan studi. Hanya Allah yang akan membalas segala
kebaikan itu.
UKMF PA CAKRAWALA
Almamater tercinta
(3)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sridadi, 01 Maret 1988, anak ke tiga dari pasangan Suliki dan Eli Susilowati. Penulis menempuh pendidikan formal pada SDN 2 Kalirejo Lampung Tengah, SMPN 2 Kalirejo, lalu pada SMA Muhammadiyah 1 Kalirejo, dan melanjutkan pada Universitas Lampung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik jurusan Sosiologi pada tahun 2006. Perjalanan menjadi seorang mahasiswa, pernah melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Badan Koordinasi Penyuluh Pertanian (BAKORLUH) Lampung dan Aktif dalam Organisasi Pencita Alam UKMF PA Cakrawala pada tahun 2007 hingga sekarang.
Akademik, pengembangan diri, dan toleransi merupakan tiga titik fokus yang terus dikembangkan oleh penulis selama mengeyam bangku perkuliahan. Penulis menyakini, akan sangat disayangkan apabila keunggulan kompentif kita sebagai manusia tidak dicari dan dikembangkan agar dapat bermanfaat disegala arah kehidupan dan penulis banyak mendapat hak-hal yang baru sehingga bermanfaat dalam menjalani proses sebagai seorang mahasiswa.
(4)
ABSTRACT
THE ACCOMADATION BETWEEN ETNIC AT TELUK KILUAN BY
WIHANGGA TRISUNU
Accomodation define as a process and accomodation as a condition, in other word accomodation explain the condition inside the society. This research aimed to explain the accomodation process among etnics, to understand the path and result of accomodation which located at Kiluan Negeri suburban. Sampling technique used in this research are intesive interview and documentation. The analisis method in this reseach are data reduction, data analysis and data interpretation. This research using kualitative methode, the process where started from taking assumtion from logical thinking of gethered datas and this research conducted at Kiluan Nagari, Kelubayan at Tanggamus district. This research analyzed Kiluan Negeri Vilagers inside the accomodation process among the etnics. According to the result of this research, accomodation processed happened among the etnics is a part of social interaction, and the forms of accomodation axisted are coercion, compromise, arbitration, cociliation, and toleration. Because of those existing accomodation models, vilagers social interactions are doing fine and well among the other. Accomodation result show social integration accomodation between vilagers, integration with nature accomodation, coordination as a different personality and changed institution in the society itself so as harmonize among the etnics at Kiluan Negeri.
(5)
ABSTRAK
AKOMODASI ANTAR ETNIK DI TELUK KILUAN
Oleh
WIHANGGA TRISUNU
Akomodasi memiliki dua bagian yaitu akomodasi sebagai proses dan akomodasi sebagai keadaan sehingga di dalam masyarakat dapat diketahui bagaimanakah proses akomodasi yang ada. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasikan bentuk akomodasi dan menjelaskan hasil akomodasi yang berada di Pekon Kiluan Negeri. Penelitian dilakukan di Pekon Kiluan Negeri Kecamatan Kelumbayan Kabupaten Tanggamus, sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dan dokumentasi. Analisa data pada penelitian ini menggunakan reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif yaitu usaha yang dilakukan mengambil simpulan berdasarkan pemikiran yang logis atas berbagai data yang diperoleh. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh adanya proses akomodasi yang terjadi di masyarakat Pekon Kiluan Negeri merupakan rangkaian dari adanya interaksi sosial, sedangkan bentuk-bentuk dari akomodasi yang ada di Pekon tersebut adalah coercion, compromise, arbitration, conciliationdantoleration. Adanya bentuk-bentuk tersebut di masyarakat Pekon Kiluan Negeri menjadi erat satu sama lain. Hasil akomodasi, nampak terlihat pada akomodasi dan intergrasi masyarakat , akomodasi dan intergrasi masyarakat dengan alam, koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda dan perubahan-perubahan lembaga yang ada pada masyarakat sehingga terjadi keharmonisan antar etnik di Pekon Kiluan Negeri.
(6)
AKOMODASI ANTAR ETNIK DI TELUK KILUAN
(Studi di Pekon Kiluan Negeri Kecamatan Kelumbayan Kabupaten Tanggamus)(Skripsi)
Oleh :
Wihangga Trisunu
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG