7
waktu memiliki risiko terkena DM. Pola makan yang tidak sehat yaitu pola konsumsi dengan total kalori yang tinggi, asupan serat yang rendah, beban glikemik yang tinggi
dan tingginya rasio lemak jenuh yang dapat menjadi penyebab diabetes melitus Alberti, 2007. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 71,4 responden sudah memiliki sikap
yang baik dengan menghindari pola makan yang tidak sehat. Pengetahuan responden mengenai pola makan sehat juga sudah masuk dalam kategori cukup 33,7 dan baik
61,2.
Gambar 1 .Distribusi tingkat pengetahuan dan sikap responden
terkait pola makan
.
Pengetahuan responden yang sudah dapat dikatakan baik dapat dipengaruhi karena kemajuan teknologi informasi di daerah perkotaan yang memberikan fasilitas
bagi masyarakat umum maupun remaja untuk mendapatkan berbagai informasi dengan mudah Suharsi, 2014. Pengetahuan tentang gizi mempunyai peran yang penting dalam
membentuk kebiasaan makan seseorang, karena ini dapat mempengaruhi seseorang dalam memilih jenis dan jumlah yang dikonsumsi. Selain itu sikap responden terkait
pola makan sehat juga sudah baik, hal ini dapat disebabkan karena responden sudah memiliki pengetahuan yang baik tetang pola hidup sehat Harper et al. 1985 dalam
Lingga, 2011.
b. Tindakan
Pola makan yang baik dimulai dengan keteraturan makan tigakali sehari yaitu sarapan pagi sebelum beraktivitas, makan siang sebelum ada rangsangan lapar dan
makan malam sebelum tidur Fitri, 2013. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 72,5 responden No. 1-a melaksanakan pola makan teratur 3 kali sehari dan 39,8
responden No. 9-c tidak pernah melewatkan sarapan pagi, sedangkan 40,8 No. 9-b hanya melewatkan sarapan kurang dari 3 kali dalam seminggu.
Pengetahuan Sikap
Kurang 5.1
1 Cukup
33.7 27.6
Baik 61.2
71.4 10
20 30
40 50
60 70
80
8
Salah satu cara untuk mengurangi risiko diabetes yaitu dengan menjaga perilaku makan sehari-hari yang sehat dan seimbang dengan meningkatkan konsumsi sayuran
dan buah, membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana Hasnah, 2009. Komposisi makan yang dianjurkan yaitu karbohidrat sebesar 45-65 , lemak
dianjurkan sekitar 20-25 dan protein 10 – 20 dari total asupan energikalori yang
bisa didapat dari seafood ikan, udang,cumi,dll, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, kacang-kacangan, tahu, dan tempe
.
Selain itu perlu juga asupan serat± 25 ghariyang dapat diperoleh darikacang-kacangan,buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat PERKENI, 2011. Pada hasil penelitian ini diketahui bahwa 40,8 responden biasa makan dengan
nasi, lauk, sayur dan buah, sedangkan 44,9 hanya mengonsumsi nasi, lauk dan sayur. Sumber protein hewani yang biasa dikonsumsi responden yaitu telur 76,5, ikan 69,4
dan daging ayam dengan kulit 58,2, sedangkan sumber protein nabati yaitu tempe 89,8, tahu 83,7, dan kacang kedelai 62,2.
Dari hasil diketahui bahwa tingkat konsumsi responden terkait sumber protein hewani bertolak belakang dengan pendapatan orang tua responden yang sebagian besar
di bawah upah minimum regional UMR. Hal ini menunjukan bahwa pola makan responden masih perlu adanya perbaikan, agar risiko diabetes menjadi rendah dan beban
ekonomi responden berkurang. Hal ini dapat dipengaruhi adanya subjektivitas responden dalam mengisi kuesioner karena pendapatan orang tua yang tidak menentu
pekerjaan informal, serta pengaruhi pergaulan antar remaja yang menyeret responden ke arah pola makan tidak sehat walaupun pendapatan orang tuanya di bawah UMR.
Gambar 2 . Sumber protein hewani dan nabati yang biasa dikonsumsi
33.7 58.2
69.4 39.8
49 16.3 18.4
2 76.5
89.8 83.7 62.2
46.9 6.1
55.1
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
9
Terdapat 58,2 dari responden lebih sering makan makanan yang diolah dengan cara digoreng dan hanya 25,5 yang suka makanan yang direbus ataupun
ditumis.50,3 responden terbiasa mengonsumsi makanan digoreng lebih dari 3 kali dalam seminggu. Selain itu diketahui juga bahwa 34,7 responden mengonsumsi sayur
2 porsi sehari dan 32,7 responden mengonsumsi kurang dari 2 porsi sehari. Pola konsumsi makanan cepat saji responden yaitu 45,9 yang mengonsumsi kurang dari 3
kali seminggu dan 39,8 yang kurang dari 1 kali. Mayoritas dari responden terbiasa mengonsumsi minuman-minuman manis kurang dari 3 kali seminggu yaitu 43,9.
Tabel III . Jenis dan frekuensi konsumsi makanan dan minuman per hariminggu
No. Jenis
Frekuensi konsumsi per hariminggu
n
1. Sayuran
Lebih dari 2 porsi sehari 2 porsi sehari
Kurang dari 2 porsi sehari Kurang dari 1 porsi sehari
17 34
32 15
17,3 34,7
32,7 15,3
2.
Buah-buahan
≥2 kali dalam sehari Kurang dari 2 kali dalam sehari
Kurang dari 1 kali dalam sehari 20
37 41
20,4 37,8
41,8
3. Fast Food
≥3 kali seminggu Kurang dari 3 kali
Kurang dari 1 kali 14
45 39
14,3 45,9
39,8
4.
Makanan digoreng Lebih dari 1 kali dalam sehari
1 kali dalam sehari ≥3 kali dalam seminggu
Kurang dari 3 kali dalam seminggu 25
12 50
12 25,5
12,2 50,3
12,2
5. Makanan Manis
3 kali atau lebih dalam seminggu Kurang dari 3 kali
Kurang dari 1 kali 37
48 13
37,8 49
13,2 6.
Minuman Manis
3 kali atau lebih Kurang dari 3 kali
1 kali dalam sehari Kurang dari sekali
14 43
16 25
14,3 43,9
16,3 25,5
Menurut Gabby Mongisidi 2014, status sosial ekonomi pendapatan dapat mempengaruhi konsep pola konsumsi seimbang dari seseorang yang dikaitkan biaya
untuk memenuhi kebutuhan. Rendahnya pola konsumsi buah-buahan dan junk food dapat dipengaruhi oleh pendapatan orang tua responden yang rata-rata di bawah upah
minimal regional.Kebiasaan makan seseorang dapat dipengaruhi oleh lingkungan dan budaya yang ada di masyarakat Saleha, 2005. Tingginya konsumsi makanan manis
atau digoreng dan minuman manis dapat dipengaruhi karena pola konsumsi makanan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
dan minuman seperti ini sudah membudaya bagi masyarakat jawa. Rata-rata makanan dan minuman yang tersedia cenderungmanis, serta cukup banyak ditemui jenis makanan
yang diolah dengan cara digoreng. Tindakan responden yang sudah baik dapat dipengaruhi karena selama masa
remaja peran orang tua masih cukup mendominasi dalam menentukan menu makanan, sehingga pola makan responden terkait sikap ataupun tindakan masih tergolong baik
Lukmano, 2013. Selain itu tingkat pengetahuan dapat mempengaruhi sikap dan tindakan seseorang dalam memilih makanan, sehingga jika responden sudah memiliki
pengetahuan yang baik maka sikap dan tindakan responden akan baik Harper et al. 1985 dalam Lingga, 2011.
Hasil penelitian ini mirip dengan penelitian Abdul Kadir 2016 yang menyimpulkan bahwa kebiasaan makan remaja di perkotaan masih dalam batas
kewajaran, namun tidak menutup kemungkinan bahwa kemajuan teknologi dan pergaulan antar remaja dapatmenggeser kebiasaan makan yang masih relatif baik ke
kebiasaan makan makanan modern. Jika kebiasaan makan yang baik tetap dapat dipertahankan, maka risiko terkena diabetes melitus akan semakin kecil.
Aktivitas Fisik Responden a. Pengetahuan dan Sikap
Berdasarkan beberapa studi cross-sectional dan longitudinal, aktivitas fisik menjadi prediktor independen pada diabetes melitus tipe 2 Alberti, 2007. Resistensi
insulin ini merupakan hasil dari interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan yang dimaksud terkait gaya hidup seperti kurangnya aktivitas fisik,
makanan yang dikonsumsi dan obesitas Styen et. al, 2004. Menurut Fatimah 2015, aktivitas fisik sehat yang dianjurkan untuk dilakukan yaitu latihan teratur 3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit, yang dapat bersifat Continous, Rhythmical, Interval, Progresive,
dan Endurance CRIPE. Pengetahuan dapat diartikan sebagai hasil dari tahu, terjadi setelah seseorang
melakukan pengindraan pada suatu objek tertentu.Notoatmojo, 2010. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 84,7 responden sudah memiliki pengetahuan yang baik
tentang aktivitas fisik yang sehat.Sedangkan aspek sikap sendiri menunjukan bahwa terdapat 45,9 dengan kategori baik dan 51 responden masih dalam kategori cukup.
Responden sudah tahu mengenai hal-hal yang penting untuk dilakukan atau dihindari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
terkait aktivitas fisik sehat, sehingga diharapkan hal ini dapat mempengaruhi sikap maupun tindakan responden ke arah yang baik.
Pengetahuan responden yang baik ini dipengaruhi karena remaja diperkotaan memiliki fasilitas yang mendukung mereka dalam mendapatkan informasi sebagai
sumber pembelajaran dengan mudah.Selain itu terdapat faktor internal yang dapat mempengaruhi pengetahuan responden seperti kondisi fisik, minat, persepsi,
intelenjensi, motivasi maupun emosi Notoatmojo, 2010. Sikap responden yang baik dapat dipengaruhi karena pengetahuan responden yang sudah baik terkait aktivitas fisik
yang sehat.
b. Tindakan