Peranan Australian agency of international development (AUSAID) melalui HIV/AIDS cooperation project for Indonesia (HCPI) dalam pencegahan penularan virus HV/AIDS di rumah tahanan kelas I Kebon Waru Bandung
TAHANAN KELAS 1 KEBON WARU BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk Menempuh Ujian Sidang Sarjana Pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia
Rosan Januar Ishak 44302031
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
BANDUNG 2009
(2)
vii
ABSTRACT………... KATA PENGANTAR………... DAFTAR ISI………... DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ………... DAFTAR LAMPIRAN... ii iii vii xi xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah………... 1.2 Identifikasi Masalah………... 1.2.1 Pembatasan Masalah………... 1.2.2 Perumusan Masalah………... 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian………... 1.3.1 Tujuan Penelitian………... 1.3.2 Kegunaan Penelitian………...
1.3.2.1 Kegunaan Teoritis 1.3.2.2 Kegunaan Praktis
1.4 Kerangka Pemikiran………... 1.4.1 Hipotesis………... 1.4.2 Definisi Operasional………... 1.5 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data... 1.5.1 Metode Penelitian………... 1.5.2 Teknik Pengumpulan Data………... 1.5.2.1 Studi Kepustakaan... 1.5.2.2 Teknik Wawancara... 1.6 Waktu dan Tempat Penelitian………... 1.6.1 Waktu Penelitian………... 1.6.2 Tempat Penelitian………...
1 15 15 14 16 16 16 16 17 17 23 23 24 24 24 25 25 25 25 26
(3)
viii BAB III
2.2 Kerjasama Internasional... 2.3 Konsep Peranan………... 2.3.1 Konsep Peranan Nasional………... 2.4 HIV/AIDS Dalam Konsep Keamanan Nasional…………...
OBJEK PENELITIAN
3.1 Tinjauan Umum AusAID………... 3.1.1 Kemitraan Australia-Indonesia/ Australia-Indonesia Partnership(AIP)………... 3.1.2 AusAID di Indonesia………... 3.1.3 Program-program Utama AusAID………... 3.1.4 HIV/AIDS Cooperation Project For Indonesia
(HCPI)…...………... 3.2 Tinjauan Umum HIV/AIDS……….. 3.2.1 Gejala-gejala HIV/AIDS………. 3.2.2 Tahap-tahap HIV/AIDS………... 3.2.3 Masa Inkubasi HIV/AIDS………... 3.2.4 Cara-cara Penularan HIV/AIDS……….. 3.3 Tinjauan Umum Penyebaran virus HIV/AIDS Rumah Tahanan Kelas 1 Kebon Waru Bandung ………...
3.3.1 Jumlah ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) di Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung... 3.3.2 Kontrol Yang Dilakukan Pengelola Rumah Tahanan
Kelas I Kebonwaru Bandung Terhadap WBP Yang Terinfeksi HIV/AIDS... 3.3.3 Pola Penyebaran HIV/AIDS di Rumah Tahanan Kelas 1 Kebon Waru Bandung …...
31 33 36 42 50 52 58 60 61 67 67 68 70 71 74 74 75 77
(4)
ix
Luar Rutan Sebelum Memasuki Masa Hukuman... 4.1.2 Pola Hidup Para WBP Selama Menjalani Masa
Hukuman... 4.1.3 Pengawasan Petugas Keamanan Rumah Tahanan
Kelas I Kebonwaru Bandung... 4.2 Program Harm Reduction Untuk Menanggulangi Penyebaran
HIV/AIDS Di Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung.………... 4.2.1 Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)..……… 4.2.2 Layanan Kesehatan Dasar... 4.2.3 Bleaching... 4.3. Kendala Dalam Menjalankan Program Harm Reductiondi Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung...
4.3.1 Kendala Pada Sarana... 4.3.2 Kurang Luasnya Target Program...
4.3.3 Kurangnya Kuantitas Petugas Yang Menjalankan
Program... 4.3.4 Tidak Stabilnya Persediaan material di Pos Layanan dan
Informasi………. 4.4 Hasil yang didapat dari program-program Harm Reductiondi
Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung …... 4.4.1 Turunnya Angka Sakit Pada WBP... 4.4.2 Meningkatnya Kepahaman Para WBP Terhadap
Ancaman Virus HIV... 4.4.3 Adanya Inisiatif Petugas Rumah Tahanan Negara Kelas
I Kebonwaru Bandung Yang Telah Dilatih... 80 82 83 85 86 88 89 90 91 91 92 93 94 94 95 96
(5)
x
DAFTAR PUSTAKA...………... DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
(6)
Nama : Rosan Januar Ishak
NIM : 44302031
Prodi : Ilmu Hubungan Internasional Jenis Kelamin : Laki – laki
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
(7)
29 2.1. Hubungan Internasional
Secara konseptual Hubungan Internasional bermula saat manusia tinggal menetap di suatu daerah dan membentuk diri mereka sendiri ke dalam wilayah terpisah dengan berdasarkan komunitas politik. Setiap komunitas politik yang terbentuk tidak bias menghindari terjadinya kontak dengan komunitas lainnya. Interaksi yang terjadi antar komunitas yang ada menimbulkan efek yang saling mempengaruhi. Realitas politik kontemporer menunjukan bahwa seluruh populasi dunia terbagi ke dalam komunitas-komunitas wilayah politik, atau Negara mereka, yang sangat berpengaruh terhadap bentuk kehidupan mereka. Selanjutnya Negara-negara tersebut membentuk suatu sistem internasional. Oleh karena itu, setiap individu yang ada di bumi merupakan anggota atau warga negara dari Negara yang bersangkutan. Konsekuensinya adalah hampir dapat dipastikan bahwa setiap laki-laki, wanita dan anak-anak melalui negaranya masing-masing merupakan bagian yang integral dari sebuah sistem internasional. (Jackson dan Sorensen, 1999:34).
T. May Rudi menyebutkan bahwa Hubungan Internasional adalah mencakup berbagai macam hubungan atau interaksi yang melalui batas-batas wilayah Negara dan melibatkan pelaku-pelaku yang berbeda kewarganegaraan, berkaitan dengan segala bentuk kegiatan manusia. Hubungan ini dapat berlangsung baik secara kelompok maupun secara perorangan, dan suatu Negara atau bangsa, yang melakukan
(8)
interaksi baik secara resmi maupun tidak resmi dengan kelompok atau perorangan dari bangsa atau Negara lain (Rudy, 1992:3).
Hubungan internasional dilakukan oleh aktor-aktor internasional, seperti individu, nation-state, maupun organisasi internasional yang sifatnya lintas batas. Menurut Rosenau, terdapat lima aktor hubungan internasional, yaitu:
1. Individu-individu tertentu
2. Kelompok-kelompok dan organisasi swasta 3. Seluruh negara bangsa beserta pemerintahannya 4. Organisasi internasional.
5. Seluruh wilayah geografis dan pengelompokkan-pengelompokkan politik utama dunia, seperti dunia ketiga (Rosenau, 1976: 5).
Jackson dan Sorensen juga mengatakan bahwa Hubungan Internasional kontemporer selain mengkaji hubungan politik, juga mencakup sekelompok kajian lainnya seperti tentang interdependensi perekonomian, kesenjangan utara-selatan, keterbelakangan, perusahaan internasional, hak-hak asasi manusia, organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional, lingkungan hidup, gender, dan lain sebagainya (Jackson dan Sorensen, 1999:34).
Hubungan Internasional mengacu pada semua bentuk interaksi antara anggota masyarakat yang berlainan baik yang disponsori pemerintah maupun tidak. Studi hubungan internasional dapat mencakup analisa kebijakan luar negeri, perdagangan internasional, Palang Merah Internasional, transportasi, komunikasi, turisme dan perkembangan etika internasional (Holsti, 1988 : 29).
(9)
Terjadinya Hubungan Internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak memungkinkan adanya suatu negara yang menutup diri terhadap negara lain. Dengan demikian, harapan untuk masa kini dan yang akan datang pada interaksi Hubungan Internasional lebih pada kerjasama antar negara.
2.2. Kerjasama Internasional
Berbagai masalah baik nasional, regional maupun global saling bermunculan yang memerlukan perhatian dari berbagai Negara dan telah merupakan kecenderungan yang kuat dewasa ini. Banyak kasus memperlihatkan bahwa pemerintah saling melakukan hubungan,mengadakan perundingan untuk mencari pemecahan masalah yang mereka hadapi dan biasanya perundingan diakhiri dengan membentuk perjanjian atau saling pengertian yang memuaskan bagi semua pihak. Proses semacam itu membentuk apa yang disebut dengan kerjasama (cooperation). Dalam kerjasama ada sasaran-sasaran yang hendak dicapai. (R. Soeprapto, 1997:167)
Menurut Koesnadi Kartasasmita pengertian kerjasama internasional dapat dipahami sebagai berikut:
“Kerjasama dalam masyarakat internasional suatu keharusan sebagai akibat terdapatnya hubungan interdepedensia dan bertambah kompleksnya hubungan manusia dalam masyarakat internasional. Kerjasama internasional terjadi karena national understanding serta mempunyai arah tujuan sama, keinginan yang didukung oleh kondisi internasional yang saling membutuhkan. Kerjasama itu didasari oleh
(10)
kepentingan bersama diantara Negara-negara, namun kepentingan itu tidak identik (Kartasasmita, 1997: 20)”
Kerjasama internasional tidak dapat dihindari oleh negara atau aktor-aktor internasional lainnya. Keharusan tersebut diakibatkan adanya saling ketergantungan diantara aktor-aktor internasional dan kehidupan manusia yang semakin kompleks, ditambah lagi dengan tidak meratanya sumber-sumber daya yang dibutuhkan oleh para aktor internasional.
Defnisi Kerjasama Internasional:
1. Pandangan bahwa dua atau lebih kepentingan, nilai, atau tujuan saling bertemu dan dapat menghasilkan suatu, dipromosikan atau dipenuhi oleh semua pihak.
2. Persetujuan atas masalah tertentu antara dua negara atau lebih dalam rangka memanfaatkan persamaan atau bertukar kepentingan.
3. Pandangan atau harapan suatu negara bahwa kebijakan yang diputuskan oleh negara lainnya membantu negara itu untuk mencapai kepentingan dan nilai-nilainya.
4. Aturan resmi atau tidak resmi mengenai transaksi dimasa depan yang dilakukan untuk melaksanakan persetujuan.
5. Transaksi antar negara untuk mencapai tujuan mereka (Holsti, 1987:652). Dalam suatu kerjasama internasional bertemu berbagai macam kepentingan dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi di dalam negerinya sendiri. Kerjasama internasional adalah sisi lain dari konflik internasional yang juga
(11)
merupakan salah satu aspek dalam Hubungan Internasional. Isu utama dari kerjasama internasional yaitu pada sejauhmana keuntungan bersama yang diperoleh melalui kerjasama dapat mendukung konsepsi dari kepentingan tindakan yang unilateral dan kompetitif. Kerjasama internasional terbentuk karena bagai bidang seperti idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan. Berbagai masalah tersebut maka berbagai negara membentuk suatu kerjasama internasional (Perwita dan Yani, 2005:33).
2.3 Konsep Peranan
Teori peranan menegaskan bahwa perilaku politik adalah perilaku dalam menjalankan peranan politik. Teori ini berasumsi bahwa sebagian besar perilaku politik adalah akibat dari tuntutan atau harapan terhadap peranan yang kebetulan dipegang aktor politik. Seseorang yang menduduki posisi tertentu diharapkan atau diduga berprilaku tertentu pula harapan dan dugaan itulah yang membentuk peranan. Peranan memiliki dua arti. Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya.
Peranan yang melekat dalam diri individu harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat merupakan unsur statis yang menempatkan individu pada organisasi masyarakat.
Peranan lebih menunjuk pada fungsi penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Peranan mencakup tiga hal yaitu :
(12)
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat sebagai organisasi.
2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat dalam organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial dalam masyarakat (Soekanto, 1990:269).
Peranan menurut K.J Holsti yang diterjemahkan Wawan Juanda dalam bukunya “Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis’ yaitu;
“Konsep peranan bisa dianggap definisi yang dikemukakan oleh para pengambil keputusan terhadap bentuk-bentuk umum, keputusan, aturan, dan fungsi negara dalam suatu atau beberapa masalah internasional. Peranan juga mereflesikan kecenderungan pokok, kekhawatiran, serta sikap terhadap lingkungan eksternal dan variable sistematik geografi dan ekonomi” (1992:159)
Peranan dapat diartikan sebagai orientasi atau konsepsi dari bagian yang di mainkan oleh sutau pihak dalam posisi sosialnya. Dengan peranan tersebut, sang pelaku peran baik itu individu maupun organisasi akan berprilaku sesuai dengan harapan orang atau lingkungannya. Dalam hal ini peranan menjalankan konsep melayani untuk menghubungkan harapan-harapan yang terpola dari orang lain atau lingkungan dengan hubungan dengan pola yang menyusun struktur sosial.
(13)
Peran sendiri merupakan seperangkat prilaku yang dapat terwujud sebagai perorangan sampai dengan kelompok, baik kecil maupun besar, yang kesemuanya menjalankan berbagai peranan. Baik prilaku yang bersifat individual maupun jamak dapat dinyatakan sebagai struktur (Kantaprawira,1987:32).
Peranan menurut K.J Holsti yang diterjemahkan Wawan Juanda dalam bukunya “Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis’ yaitu;
“Konsep peranan bisa dianggap definisi yang dikemukakan oleh para pengambil keputusan terhadap bentuk-bentuk umum, keputusan, aturan, dan fungsi negara dalam suatu atau beberapa masalah internasional. Peranan juga mereflesikan kecenderungan pokok, kekhawatiran, serta sikap terhadap lingkungan eksternal dan variable sistematik geografi dan ekonomi” (1992:159)
Struktur yang terdapat dalam organisasi memiliki fungsi-fungsi yang harus mereka jalankan agar tercapai tujuan dari pembentukan organisasi tersebut, dan apabila semua fungsi tersebut telah dijalankan dengan baik maka organisasi tersebut dapat dikatakan telah menjalankan peranan. Peranan tersebut selain ditentukan oleh pelaku peran tersebut juga ditentukan oleh harapan pihak lain, termasuk juga kemampuan, keahlian, serta kepekaan pelaku peran tersebut terhadap tuntutan dan situasi yang mendorong dijalankannya peranan. Peranan juga bersifat dinamis, dimana dia akan menyesuaiankan diri terhadap kedudukan yang lebih banyak agar kedudukannya dapat diakui oleh masyarakat (Soekanto, 2001:221).
(14)
2.3.1 Konsep Peranan Nasional
Peranan nasional juga merupakan posisi yang diambil atau dijalankan. Hubungan antara unit-unit nasional dalam sistem internasional tidak dapat dipahami hanya dengan melihat tindakan yang dilakukannya seperti pengiriman surat atau pernyataan perang. Pemerintah Negara menyadari hubungan mereka dengan lingkungan itu lebih luas dari sekedar pertimbangan kondisi tertentu yang mempengaruhi mereka. Perlu ada sikap atau posisi yang disebut peranan.
Dua komponen kebijakan luar negeri yang merefleksikan pertimbangan tersebut ialah orientasi dan peranan. Kedua komponen ini dapat menjelaskan mengapa suatu Negara beserta pemerintahannya menjalin hubungan dengan dunia luar. Dari jalinan hubungan ini dapat terlihat prilaku dasar dan kebutuhan nasional yang bermain didalamnya juga kondisi eksternal yang melingkupinya.
Orientasi, peranan, dan tujuan (Objectives) dibentuk oleh pandangan-pandangan (Images) dalam pemikiran para pembuat kebijakan yang dinyatakan dalam bentuk sikap, keputusan dan aspirasi terhasap dunia luar. Tetapi kebijakan juga mempunyai komponen tindakan, hal-hal yang dilakukan pemerintah suatu Negara kepada Negara lain dalam rangka mempengaruhi orientasi tertentu, memenuhi peranan tertentu, atau memperjuangkan dan mempertahankan tujuan Negara. Suatu tindakan pada dasarnya merupakan sebuah bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk merubah atau mempertahankan prilaku pihak yang dibutuhkan si aktor agar tujuannya tercapai (Holsti,1988:164).
(15)
Bergerak dari tipe umum outputpolitik luar negeri (Orientasi dan peranan) ke yang lebih spesifik, kita harus memperhatikan kondisi eksternal dan internal suatu Negara yang berkaitan dengan tujuan (Objectives), keputusan (decisions), dan tindakan (actions). Peranan dan orientasi sendiri tidak benar-benar menentukan tujuan, keputusan dan tindakan. Karena ketika ada konflik antara kepentingan nasional yang mendesak dan kewajiban yang berasal dari peranan nasional, maka kepentingan nasional akan didahulukan (Holsti,1988:364).
Peranan nasional merupakan output kebijakan luar negeri yang berkaitan erat dengan Negara yang terlibat dalam sebuah sistem atau regional affairs. Kita dapat mengartikan konsep peranan nasional sebagai bentuk umum dari keputusan, komitmen, peraturan dan tindakan yang sesuai bagi Negara mereka dan fungsi yang harus dijalankan oleh Negara mereka secara geografis maupun berkaitan dengan isu yang tengah berkembang.
Konsepsi peranan nasional berkaitan erat dengan orientasi. Peranan juga merefleksikan kecenderungan dasar, ketakutan, dan prilaku terhadap dunia luar seperti variabel sistemik geografi dan ekonomi. Sedangkan orientasi dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh adanya ancaman tertentu, lokasi geografis, dan kebutuhan internal. Peranan itu lebih spesifik dibandingkan orientasi karena peranan dapat mengarah pada tindakan yang berbeda (discreet act). Misalnya, kita dapat memprediksi dengan kemungkinan logis, bahwa sebuah pemerintahan yang memposisikan dirinya sebagai ‘mediator’, jika menghadapi konflik regional atau tingkat dunia, menawarkan campur tangannya dalam berbagai macam bentuk
(16)
penyelesaian masalah. Jika sebuah Negara menyatakan dirinya non-blok maka yang kita tahu ia akan menghindari isu militer (military commitments) dalam hubungannya dengan kedua blok yang lain. Selain dari itu kecil kemungkinan kita dapat memprediksikan tindakan politik luar negeri atau keputusan sehari-harinya yang lain (Holsti,1988:130).
Menurut Holsti dalam Rudy, ada 16 tipe peranan nasional yang menjadi komponen luar negeri suatu Negara. Tipe-tipe peranan itu, antara lain :
1. Bastion of the Revolution, liberator.Beberapa pemerintah merasa mempunyai tugas untuk mengorganisasikan atau memimpin berbagai gerakan revolusi di luar negeri. Salah satu tugas yang diembannya menurut mereka ialah untuk membebaskan pihak lain atau bertindak sebagi pelindung gerakan revolusi asing, yaitu dengan menyediakan tempat yang dapat dianggap sebagai dukungan fisik maupun moral oleh para pemimpin revolusi dan juga sebagai pengilham ideology. Pidato-pidato politik luar negeri Cina banyak yang mengindikasikan peranan internasional seperti itu. Hal seperti itu banyak ditemui pada pidato para pemimpin Negara baru merdeka.
2. Regional leader. Tema dalam peranan ini merujuk pada tugas atau tanggungjawab khusus yang didasari oleh sebuah Negara dalam hubungannya dengan Negara-negara lain di kawasan yang sama. Tema ini nampak jelas dalam pidato Mesir tentang posisinya di Timur Tengah, juga pada konsep Amerika Serikat akan tugas internasionalnya.
(17)
3. Regional Protector. Walaupun nampaknya peran ini mengimplikasikan tanggung jawab kepemimpinan tertentu dalam sebuah kawasan atau issue-area, peranan ini menekankan pentingnya pemberian perlindungan bagi kawasan sekitarnya. Konsep peranan ini rutin dinyatakan dalam pidato politik luar negeri Australia, New Zealand, Uni Soviet, Inggris Raya, dan Amerika Serikat.
4. Active Independent. Kebanyakan pernyataan pemerintah yang mendukung strategi non-blok tidak lebih hanya berupa penegasan peran ‘kemerdekaan’ dalam politik luar negeri. Beberapa Negara mengatakan bahwa kemerdekaan tidak hanya mengimplikasikan isolasi ataupun keacuhan. Tema dalam peran ini menekankan pentingnya peningkatan keterlibatan mengenai hubungan diplomatic dengan Negara-negara lain sebanyak mungkin dan biasanya bertindak sebagai penengah dalam konflik antar blok. Peranan ini sering ditemukan pada pernyataan politik luar negeri Yugoslavia, India, Perancis, Indonesia, Malaysia, Rumania, dan Turki dalam periode tertentu.
5. Liberation Supporter. Tidak seperti peran Bastion of the Revolution, peran ini tidak mengindikasikan tanggung jawab formal untuk mengorganisasi, memimpin atau mendukung secara fisik gerakan kemerdekaan di luar negeri. Kebanyakan Negara belum berkembang menempatkan dirinya sebagai pendukung gerakan kemerdekaan atau anti kolonialisme di luar negeri. Mereka adalah simpatisan gerakan-gerakan ini. Maka dalam pertemuan di PBB mereka biasanya mengambil sikap anti kolonialisme.
(18)
6. Anti-imperialist Agent.Di mana imperialisme dilihat sebagai ancaman serius, banyak Negara memandang dirinya sebagai ‘agen’ dalam perjuangan melawan imperialisme. Uni Soviet, Cina, Syria, Vietnam Utara, dan Rumania adalah Negara-negara yang bertindak sebagai agen anti imperialisme.
7. Defender of the Faith. Beberapa pemerintah memandang kebijakan luar negerinya dalam term nilai-nilai pelindung (tapi tidak dalam batas wilayah tertentu) dari serangan. Presiden Kennedy dalam pidatonya inauguralnya (1960), misalnya, menyatakan bahwa Amerika akan “membayar berapapun, membawa beban seberat apapun, menghadapi segala rintangan, mendukung teman atau melawan semua musuh untuk memastikan bertahannya dan berhasilnya kemerdekaan”.
8. Mediator-integrator. Beberapa pemerintahan kontemporer memandang dirinya mampu atau bertanggungjawab untuk memenuhi atau menjalankan tugas sebagai penengah untuk menyelesaikan masalah di negara lain. Mereka menganggap dirinya sebagai penyelesai masalah di kawasan regional maupun global. Pernyataan seperti itu biasanya dating dari Kanada, Perancis, Rumania, Amerika dan Yugoslavia.
9. Rogional-subsystem collaboration. Tema peranan ini berbeda dari peran Mediator-integrator karena peran ini tidak menghadapi konflik yang sama. Peran ini mengindikasikan komitmen yang lebih jauh terhadap kerjasama dengan Negara lain untuk membangun masyarakat luas yang bersatu, bekerjasama, dan berintegrasi dengan berintegrasi dengan unit politik lainnya.
(19)
Hal-hal seperti ini biasa ditemukan pada Negara-negara Eropa.
10.Developer. Tema dalam peranan ini mengindikasikan tugas atau kewajiban tertentu untuk membantu Negara-negara berkembang. Untuk menjalankan peranan seperti ini dibutuhkan kemampuan atau kelebihan tertentu. Kebanyakan Negara industri, baik di Barat maupun di Timur, merasa inilah tugas regional atau internasional mereka.
11.Bridge. Peran ini biasanya muncul dalam bentuk yang unik, dan nampaknya tidak, menstimulir tindakan tertentu. Contohnya Indonesia memprakarsai Jakarta Informal Meeting, lalu menengahi pertikaian Filipina-Moro (MNLF), sebagai penyambung lidah atau jembatan antara Negara lain. Peranana ini biasanya tidak berlangsung lama, hanya ad-hoc saja.
12. Faithful ally. Yang dimaksud dengan faithful ally ialah, bila pembuat kebijakan suatu Negara menyatakan bahwa mereka akan mendukung sekutu (fraternal ally) mereka dengan segala cara. Mereka tidak terlalu mengharapkan bantuan dari luar seperti yang mereka berikan pada pihak lain. 13. Independent. Peran ini dijalankan oleh sebagian besar para pemimpin Negara
di dunia. Mereka hany amenyatakan dalam keadaan apapun, pemerintah mereka akan mengejar kepentingan mereka, jika tidak mereka tidak akan bertindak atau menjalankan fungsi apapun dalam system internasional. Kebanyakan Negara-negara kecil yang tidak banyak terlibat dalam kancah politik dunia yang mengklaim peran ini.
(20)
14. Example (keteladanan). Peran ini menekankan pentingnya mempromosikan prestise dan mempunyai pengaruh dalam system internasional dengan cara menjalankan kebijakan dalam negeri tertentu. Ia menjadi contoh (teladan) bagi Negara-negara lain.
15. Internal development. Konsep peranan ini tidak merujuk pada tugas atau fungsi tertentu dalam system internasional tetapi pada kesadaran bahwa kepentingan Negara adalah membangun negaranya sendiri. Peran ini juga menyiratkan rendahnya partisipasi dalam politik internasional.
16. Other role. Peranan ini mengimplikasikan adanya sumber-sumber lain yang melatarbelakangi tindakan suatu Negara dalam politik luar negerinya selain yang telah disebutkan diatas (Rudy, 2002:144).
2.4 HIV/AIDS Dalam Konsep Keamanan Nasional
Tow dan Trood dalam Subianto mengatakan bahwa perubahan setelah berakhirnya Perang Dingin, telah memicu lahirnya perdebatan hangat seputar makna dari konsep keamanan dan perkembangan baru studi tentang keamanan sebagai satu lahan kajian. Keduanya lantas menekankan gugatan terhadap pendekatan keamanan tradisional, yakni pendekatan yang sangat mengedepankan postulat-postulat anti-anarki, serta mencapai keamanan nasional melalui penggunaan kekuatan militer, diajukan oleh para pengusung pendekatan yang lebih kontemporer dan berperspektif lebih luas, yang senantiasa berupaya menggabungkan dimensi ekonomi, sosial (sosietal), dan lingkungan kedalam agenda keamanan secara keseluruhan.
(21)
(Subianto, 2002:106).
Seiring dengan derasnya arus globalisasi yang ditandai oleh maraknya penyebaran ide demokratisasi, peningkatan interdependensi serta kompetisi antarnegara, maka pemerintah tidak dapat lagi mengklaim dirinya sebagai satu-satunya komponen dari Negara, yang memiliki legitimasi untuk mengalokasikan kekuasaan dari Negara secara semena-mena. Karenanya, paradigma keamanan nasional yang selama ini melulu ditekankan pada aspek spesial (keutuhan territorial) dan “keseragaman” ketimbang persatuan sosial terasa perlu untuk diperluas hingga menyentuh aspek keamanan individu.
UNDP mengidentifikasi setidak-tidaknya tujuh kategori ancaman yang perlu dicermati secara serius berdasarkan rubrik keamanan nasional tersebut. Ketujuh kategori itu adalah : (Subianto ,2002 :106)
1. Keamanan Ekonomi. 2. Keamanan Pangan. 3. Keamanan Kesehatan.
4. Keamanan Lingkungan Hidup. 5. Keamanan Pribadi
6. Keamanan Komunitas, dan 7. Keamanan Politik.
Menurut Perwita dan Yani definisi keamanan pasca perang dingin tidak lagi bertumpu pada konflik ideologis antara blok Barat dan blok Timur. Namun, kini definisi keamanan meliputi pula soal-soal ekonomi, pembangunan, lingkungan
(22)
hak-hak asasi manusia, demokratisasi, konflik etnik dan berbagai masalah sosial lainnya (Perwita dan Yani, 2005:119).
Pasca perang dingin keamanan tidak diartikan lagi secara sempit sebagai hubungan konflik atau kerjasama antar Negara (inter-state relations), tetapi juga berpusat pada keamanan untuk masyarakat. Ini artinya soal-soal yang dulu dipandang sebagai urusan internal suatu Negara seperti lingkungan hidup, semakin memerlukan kerjasama dengan Negara lain dalam cara mengatasinya.
Menurut Buzan dalam Perwita dan Yani, keamanan berkaitan dengan masalah kelangsungan hidup (survival). Isu-isu yang mengancam lingkungan hidup suatu unit kolektif atau prinsif-prinsif yang dimiliki oleh unit-unit kolektif tertentu akan dipandang sebagai ancaman yang eksistensial. Untuk itu diperlukan tindakan untuk memprioritaskan isu tersebut agar ditangani sesegera mungkin dan menggunakan sarana-sarana yang ada untuk menangani masalah tersebut berdasarkan kriteria isu keamanan, Buzan membagi keamanan kedalam lima dimensi, yaitu politik, militer, ekonomi, sosial, dan lingkungan. Tiap-tiap dimensi keamanan tersebut memiliki unit keamanan, nilai dan karakteristik survival dan ancaman yang berbeda-beda (Perwita dan Yani 2005:122).
Konsep keamanan manusia baik dalam tataran teoritis maupun tatanan praktis telah menarik perhatian banyak kalangan, entah itu akademis, analisis kebijakan maupun pembuat kebijakan keamanan itu sendiri, terutama di Negara-negara maju. Tampaknya daya tarik konsep ini bukan saja muncul sebagai konsekuensi dari hakikat politik global yang berubah pasca Perang Dingin, yang ditandai dengan adanya
(23)
pergeseran isu-isu keamanan konvensional menuju isu non-konvensional, tetapi juga merupakan “reaksi terhadap hadirnya masalah kemanusiaan yang amat masif secara global”. Selain itu, kehadiran konsep ini juga mencerminkan adanya “kecenderungan untuk mengkonseptualisasi serta mendefinisi ulang masalah keamanan” (Caballero, 2000).
Masalah utama yang hendak disorot melalui konsep keamanan manusia adalah dominasi Negara dan aparatnya dalam mendefinisikan, membuat serta menerapkan kebijakan keamanannya. Negara umumnya mengatasnamakan persatuan, kedaulatan, dan stabilitas nasional dalam membenarkan segala kebijakan keamanan berikut implementasinya di lapangan, sekalipun melalui upaya-upaya yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan. Hal ini acapkali menimbulkan penderitaan yang hebat bagi sebagian besar individu. Karena adanya oppression dari Negara terhadap individu dan masyarakatnya inilah yang kemudian menjadi salah satu pemicu utama munculnya desakan bagi implementasi kebijakan keamana yang lebih komprehensif, termasuk dengan memasukkan komponen-komponen keamanan manusia.
Beberapa kasus di Asia Tenggara, Afrika dan Amerika Latin yang berkenaan dengan adanya dominasi yang berlebihan dari Negara dalam bidang keamanan menunjukan bagaimana komponen manusia tersebut telah dipinggirkan dari keseluruhan proses penataan dan manajemen keamanan nasional. Tetapi di era demokrasi global pasca Perang Dingin ini, praktek keamanan nasional yang sedemikian rupa mendapat sorotan tajam, serta diamati dan dipantau dengan amat
(24)
sangat ketat, baik dari dalam maupun luar negeri.
Menurut Human Depelopment Report yang dikeluarkan oleh the United Nations Depelopment Programme (UNDP) dalam Subianto, definisi konsep keamanan manusia mengandung dua aspek penting. Pertama, keamanan manusia merupakan “keamanan (manusia) dari ancaman-ancaman kronis seperti kelaparan, penyakit, dan respresi”. Kedua, keamanan manusia pun mengandung makna adanya “perlindungan atas pola-pola kehidupan harian seseorang, baik di dalam rumah, pekerjaan, atau komunitas dari gangguan-gangguan yang datang secara tiba-tiba serta menyakitkan” (Subianto ,2002 :107).
Dari paparan mengenai Human Security diatas maka dapat disimpulkan bahwa HIV/AIDS adalah suatu bentuk ancaman wabah penyakit yang dapat merusak kelangsungan hidup suatu negara dan sangat merugikan berbagai aspek kehidupan masyarakat dan Negara, yang diantaranya: aspek ekonomi, social, HAM bahkan HANKAM.
Masalah kesehatan umat manusia saat ini sudah menjadi isu yang bersifat global dan dianggap cukup penting untuk dijadikan prioritas dalam usaha penanganannya. Hal ini dikarenakan masalah kesehatan manusia selalu berkaitan erat dengan hak asasinya, yaitu untuk mendapatkan kehidupan yang layak, termasuk di dalamnya untuk memiliki hidup yang sejahtera, baik secara jasmani maupun rohani. Selain itu masalah kesehatan yang memiliki dampak yang sangat besar bagi kualitas hidup seseorang. Bahkan jika berbicara dalam skala nasional, maka kesehatan masyarakat atau penduduk suatu Negara tidak hanya menentukan kualitas dalam
(25)
tiap-tiap individu didalam memaksimalkan peranannya sebagai bagian dari masyarakat tersebut tetapi juga akan menentukan kualitas dari Negara tersebut.
Dalam kaitannya dengan masalah diatas, salah satu contoh kasus yang tidak dapat ditanggulangi oleh satu Negara saja tetapi sangat erat kaitannya dengan masalah global adalah suatu penyakit yang mengancam bahkan menyebabkan kematian pada manusia yang mengidapnya. Penyakit yang dimaksud adalah Virus (Human Immunodeficiency Virus) HIV atau (Acquired Immunodeficiency Syndrome) AIDS.
Semakin tingginya tingkat kematian (mortalitas) di suatu daerah akan menyebabkan mengecilnya populasi pekerja dan mereka yang berketerampilan. Para pekerja yang lebih sedikit ini akan didominasi anak muda, dengan pengetahuan dan pengalaman kerja yang lebih sedikit sehingga produktivitas akan berkurang. Meningkatnya cuti pekerja untuk melihat anggota keluarga yang sakit atau cuti karena sakit juga akan mengurangi produktivitas. Mortalitas yang meningkat juga akan melemahkan mekanisme dalam menghasilkan kemampuan produksi dan investasi pada masyarakat, yaitu karena hilangnya pendapatan dan meninggalnya para orang tua. Karena AIDS menyebabkan meninggalnya banyak orang dewasa muda, ia melemahkan populasi pembayar pajak, mengurangi dana publik seperti pendidikan dan fasilitas kesehatan lain yang tidak berhubungan dengan AIDS. Ini memberikan tekanan pada keuangan negara dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Efek melambatnya pertumbuhan jumlah wajib pajak akan semakin terasakan bila terjadi peningkatan pengeluaran untuk penanganan orang sakit, pelatihan (untuk
(26)
menggantikan pekerja yang sakit), penggantian biaya sakit, serta perawatan yatim piatu korban AIDS. Hal ini terutama mungkin sekali terjadi jika peningkatan tajam mortalitas orang dewasa menyebabkan berpindahnya tanggung-jawab dan penyalahan, dari keluarga kepada pemerintah, untuk menangani para anak yatim piatu tersebut.
Pada tingkat rumah tangga, AIDS menyebabkan hilangnya pendapatan dan meningkatkan pengeluaran kesehatan oleh suatu rumah tangga. Berkurangnya pendapatan menyebabkan berkurangnya pengeluaran, dan terdapat juga efek pengalihan dari pengeluaran pendidikan menuju pengeluaran kesehatan dan penguburan.
HIV dan AIDS memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan menghancurkan jumlah manusia dengan kemampuan produksi. Tanpa nutrisi yang baik, fasilitas kesehatan dan obat yang ada di suatu negara, banyak orang di negara tersebut menjadi korban AIDS. Mereka tidak hanya tidak dapat bekerja, tetapi juga akan membutuhkan fasilitas kesehatan yang memadai. Ramalan bahwa hal ini akan menyebabkan runtuhnya ekonomi dan hubungan di daerah.
Epidemi HIV/AIDS telah menyeluruh, terjadi di seluruh dunia. Jika HIV/AIDS dapat melumpuhkan perekonomian suatu Negara maka akan mempengaruhi stabilitas kawasan, dan akan berdampak pada system internasional, sehingga isu HIV/AIDS ini dalam konsep keamanan manusia menjadi sebuah ancaman kronis dan menjadi isu bersama.
(27)
Adapun definisi HIV/AIDS menurut Kleden dalam bukunya AIDS fenomena abad 20, bahwa:
“HIV merupakan suatu virus yang menyebabkan menurunnya atau rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia, system kekebalan tubuh manusia bertugas untuk melindungi tubuh terhadap serangan infeksi yang masuk kedalam tubuh, tetapi bila didalam tubuh kita telah terinfeksi HIV maka seseorang otomatis kekebalan tubuhnya akan dirusak oleh HIV sehingga kemampuan tubuhnya untuk mencegah infeksi yang masuk menjadi menurun, tubuh akibatnya tidak sanggup lagi menahan berbagai penyakit, walaupun penyakit yang tidak berbahaya sekalipun (Kleden, 1993:1).
HIV adalah suatu virus yang dapat menyebabkan AIDS, dan AIDS menurut Kleden adalah:
“AIDS merupakan sebutan bagi kumpulan gejala yang muncul karena berkurangnya kekebalan tubuh akibat terserang HIV. Seseorang HIV positif dinyatakan AIDS apabila: (1) hasil tes HIV adalah positif dan (2) menderita salah satu atau lebih penyakit infeksi oportunistik khusus yang kambuh berulang kali atau menunjukan adanya gangguan yang parah pada system kekebalan tubuhnya. Jadi seseorang yang telah dinyatakan menderita HIV positif belum tentu pada stadium AIDS” (Kleden, 1993:1).
Penanganan mengenai HIV/AIDS ini tidak dapat dilakukan oleh satu negara saja tetapi dibutuhkan kerjasama dengan negara-negara lain, karena masalah ini sudah menjadi masalah ancaman global dan seharusnya tidak menjadi masalah internal suatu negara. Sehingga butuh peran serta dari negara lain untuk ikut mengatasinya.
(28)
98
5.1. Kesimpulan
HIV/AIDS menjadi masalah serius karena bukan hanya merupakan masalah kesehatan atau persoalan pembangunan, tetapi juga masalah ekonomi, sosial, dan lain-lain. Berdasarkan sifat dan efeknya, sangatlah unik karena AIDS mematikan kelompok yang paling produktif dan paling efektif secara reproduksi dalam masyarakat, yang kemudian berdampak pada mengurangi produktivitas dan kapasitas dari masyarakat. Dampak yang ditimbulkan AIDS terhadap masyarakat dapat bersifat permanen atau setidaknya berjangka sangat panjang.
AIDS secara sosial tidak terlihat (invisible) meski demikian kerusakan yang ditimbulkannya sangatlah nyata. HIV/AIDS karena sifatnya yang sangat mematikan sehingga menimbulkan rasa malu dan pengucilan dari masyarakat yang kemudian akan mengiring pada bentuk-bentuk pembungkaman, penolakan, stigma, dan diskriminasi pada hampir semua sendi kehidupan. Hampir semua orang yang diduga terinfeksi AIDS tidak memiliki akses terhadap tes HIV, inilah yang membuat usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan menjadi sangat rumit. Program pencegahan penyebaran HIV/AIDS harus segera dilaksanakan, tak terkecuali area Lembaga Pemasyarakatan ataupun Rumah Tahanan. Dalam hal ini adalah Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung.
Karena Rumah Tahanan atau pun Lembaga Pemasyarakatan dianggap sebagai tempat yang paling efektif dalam penularan virus HIV karena pola hidup
(29)
tahanan yang sangat memprihatinkan serta terbatasnya ruang dan waktu mereka. Apalagi Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung memiliki mobilitas yang sangat tinggi pada masuk dan keluarnya para tahanan ataupun narapidana.
Oleh karena itu Australian Agency Of International Development
(AusAID) melalui HIV/AIDS Cooperation Project For Indonesia (HCPI)
melakukan tindakan preventif terhadap HIV/AIDS dengan Program Harm Reduction, yang diantaranya adalah : Program PERJASUN, Program Layanan Kesehatan Dasar, Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), Bleaching,
Methadone, VCT, ARV, dan Kondom.
HCPI melalui penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding) dengan pihak pengelola Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung melakukan kerjasama dalam pencegahan penularan HIV/AIDS di Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung. Program-program yang disetujuinya adalah Program Layanan Kesehatan Dasar, Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), dan
Bleaching.
Dalam menjalankan program tersebut, kendala-kendala yang ditemui antara lain :
1. Kendala pada sarana
2. Kurang Luasnya Target Program
3. Kurangnya Kuantitas Petugas Yang Menjalankan Program
4. Tidak Stabilnya Persediaan material di Pos Layanan dan Informasi Meskipun adanya kendala-kendala yang disebutkan diatas, program-program tersebut diatas telah terealisasikan dengan adanya hasil yang sangat
(30)
membantu Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung, yaitu
1. Meningkatnya kualitas hidup WBP dari segi kesehatan sehingga angka sakit pada para WBP menjadi berkurang.
2. Pengetahuan dan pemahaman WBP mengenai HIV/AIDS lebih luas dan dalam sehingga stigma dan diskriminasi bagi WBP penderita HIV khususnya berkurang dan para WBP lebih berani dan proaktif dalam mengikuti program VCT untuk tes HIV.
3. Adanya inisiatif dan kemandirian dari petugas Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung untuk mengadakan penyuluhan tambahan disamping jadwal HCPI.
Berdasarkan data-data yang berhasil dikumpulkan dan dari hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti, maka hipotesis penelitian, AusAID melalui HCPI berperan membantu pencegahan penularan HIV/AIDS di Rumah Tahanan Negara Kelas I Kebonwaru Bandung dengan menjalankan program Harm Reduction, yaitu Layanan Kesehatan Dasar, Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE,) dan Bleaching,telah teruji.
5.2 Saran
Faktor yang memungkinkan menjadi penyebab penyebaran HIV/AIDS di Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung diantaranya adalah dari tahanan yang terinfeksi HIV sebelum para WBP menjalani masa hukuman di Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung, Pola hidup WBP selama menjalani masa hukuman yang tergolong pada perilaku berisiko terhadap penularan HIV/AIDS
(31)
serta pengawasan dari petugas Rutan yang masih “terkecoh” oleh tindakan WBP. Cara menanganinya diantaranya adalah
1. Dengan diadakannya medical check-up secara menyeluruh kepada para tahanan yang baru masuk ke Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung, bukan sekedar pemeriksaan-pemeriksaan standar yang selama ini dilakukan oleh petugas Rutan, langkah pertama yaitu
a. Ditambahnya petugas kesehatan Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung untuk lebih efektifnya program kesehatan dan pencegahan HIV/AIDS khususnya.
b. Pengawasan dari pihak keamanan Rutan juga perlu diperketat bagi WBP dan untuk para tamu Rutan dengan keperluan apapun dan, sehingga barang-barang terlarang yang dapat menjadi media penyebaran HIV/AIDS untuk para WBP tidak beredar di Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung.
2. Selain itu masyarakat juga harus turut berpartisipasi untuk tidak memusuhi dan mengucilkan mantan tahanan atau narapidana khususnya mantan tahanan atau narapidana penasun, karena mereka adalah korban dari narkoba, sehingga mereka tidak memiliki beban untuk melakukan perubahan prilaku agar dapat hidup normal, berdampingan kembali dengan masyarakat luas, karena target utama dari Harm Reductionadalah perubahan prilaku.
3. Menjaga hubungan baik dengan lembaga-lembaga donor internasional harus terus dipertahankan, karena lembaga-lembaga donor tersebut sangat dibutuhkan oleh pemerintah untuk membantu penanggulangan virus yang
(32)
sangat mematikan ini. Dengan ini tindakan preventif untuk penyebaran HIV/AIDS di Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung dapat terus berjalan.
Dalam penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan dalam hal penyajian data yang valid dan akurat. Oleh karena itu, bagi yang hendak melakukan penelitian dengan menggunakan objek penelitian yang sama, diharapkan dapat lebih menyajikan data-data yang valid dan akurat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan serta teknik wawancara.
Oleh karena itu, bagi yang hendak melakukan penelitian menggunakan objek penelitian yang sama, diharapkan juga untuk menggunakan metode penelitian dan teknik pengumpulan data yang berbeda. Selain itu, diharapkan juga bagi yang hendak melakukan penelitian tentang AusAID, diharapkan dapat melakukan kajiannya dari permasalahan dan sudut pandang yang berbeda atau menggunakan variabel penelitian yang berbeda, sehingga, nantinya, akan memperluas khasanah pengetahuan bagi si peneliti dan pembaca.
Peneliti juga menyadari, bahwa, dalam pembahasan penelitian ini sumber-sumber dan referensi yang terkait secara langsung dengan objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini masih sangat kurang. Oleh karena itu, diharapkan bagi yang hendak melakukan penelitian menggunakan objek dan variabel penelitian yang sama agar lebih memperbanyak lagi sumber-sumber dan referensi yang akurat terkait dengan permasalahan yang diangkat.
(1)
Adapun definisi HIV/AIDS menurut Kleden dalam bukunya AIDS fenomena
abad 20, bahwa:
“HIV merupakan suatu virus yang menyebabkan menurunnya atau
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia, system kekebalan tubuh
manusia bertugas untuk melindungi tubuh terhadap serangan infeksi
yang masuk kedalam tubuh, tetapi bila didalam tubuh kita telah
terinfeksi HIV maka seseorang otomatis kekebalan tubuhnya akan
dirusak oleh HIV sehingga kemampuan tubuhnya untuk mencegah
infeksi yang masuk menjadi menurun, tubuh akibatnya tidak sanggup
lagi menahan berbagai penyakit, walaupun penyakit yang tidak
berbahaya sekalipun (Kleden, 1993:1).
HIV adalah suatu virus yang dapat menyebabkan AIDS, dan AIDS
menurut Kleden adalah:
“AIDS merupakan sebutan bagi kumpulan gejala yang muncul karena
berkurangnya kekebalan tubuh akibat terserang HIV. Seseorang HIV
positif dinyatakan AIDS apabila: (1) hasil tes HIV adalah positif dan (2)
menderita salah satu atau lebih penyakit infeksi oportunistik khusus
yang kambuh berulang kali atau menunjukan adanya gangguan yang
parah pada system kekebalan tubuhnya. Jadi seseorang yang telah
dinyatakan menderita HIV positif belum tentu pada stadium AIDS”
(Kleden, 1993:1).
Penanganan mengenai HIV/AIDS ini tidak dapat dilakukan oleh satu
negara saja tetapi dibutuhkan kerjasama dengan negara-negara lain, karena
masalah ini sudah menjadi masalah ancaman global dan seharusnya tidak
menjadi masalah internal suatu negara. Sehingga butuh peran serta dari negara
lain untuk ikut mengatasinya.
(2)
98 5.1. Kesimpulan
HIV/AIDS menjadi masalah serius karena bukan hanya merupakan masalah kesehatan atau persoalan pembangunan, tetapi juga masalah ekonomi, sosial, dan lain-lain. Berdasarkan sifat dan efeknya, sangatlah unik karena AIDS mematikan kelompok yang paling produktif dan paling efektif secara reproduksi dalam masyarakat, yang kemudian berdampak pada mengurangi produktivitas dan kapasitas dari masyarakat. Dampak yang ditimbulkan AIDS terhadap masyarakat dapat bersifat permanen atau setidaknya berjangka sangat panjang.
AIDS secara sosial tidak terlihat (invisible) meski demikian kerusakan yang ditimbulkannya sangatlah nyata. HIV/AIDS karena sifatnya yang sangat mematikan sehingga menimbulkan rasa malu dan pengucilan dari masyarakat yang kemudian akan mengiring pada bentuk-bentuk pembungkaman, penolakan, stigma, dan diskriminasi pada hampir semua sendi kehidupan. Hampir semua orang yang diduga terinfeksi AIDS tidak memiliki akses terhadap tes HIV, inilah yang membuat usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan menjadi sangat rumit. Program pencegahan penyebaran HIV/AIDS harus segera dilaksanakan, tak terkecuali area Lembaga Pemasyarakatan ataupun Rumah Tahanan. Dalam hal ini adalah Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung.
Karena Rumah Tahanan atau pun Lembaga Pemasyarakatan dianggap sebagai tempat yang paling efektif dalam penularan virus HIV karena pola hidup
(3)
tahanan yang sangat memprihatinkan serta terbatasnya ruang dan waktu mereka. Apalagi Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung memiliki mobilitas yang sangat tinggi pada masuk dan keluarnya para tahanan ataupun narapidana.
Oleh karena itu Australian Agency Of International Development (AusAID) melalui HIV/AIDS Cooperation Project For Indonesia (HCPI) melakukan tindakan preventif terhadap HIV/AIDS dengan Program Harm Reduction, yang diantaranya adalah : Program PERJASUN, Program Layanan Kesehatan Dasar, Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), Bleaching, Methadone, VCT, ARV, dan Kondom.
HCPI melalui penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding) dengan pihak pengelola Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung melakukan kerjasama dalam pencegahan penularan HIV/AIDS di Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung. Program-program yang disetujuinya adalah Program Layanan Kesehatan Dasar, Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), dan Bleaching.
Dalam menjalankan program tersebut, kendala-kendala yang ditemui antara lain :
1. Kendala pada sarana
2. Kurang Luasnya Target Program
3. Kurangnya Kuantitas Petugas Yang Menjalankan Program
4. Tidak Stabilnya Persediaan material di Pos Layanan dan Informasi Meskipun adanya kendala-kendala yang disebutkan diatas, program-program tersebut diatas telah terealisasikan dengan adanya hasil yang sangat
(4)
membantu Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung, yaitu
1. Meningkatnya kualitas hidup WBP dari segi kesehatan sehingga angka sakit pada para WBP menjadi berkurang.
2. Pengetahuan dan pemahaman WBP mengenai HIV/AIDS lebih luas dan dalam sehingga stigma dan diskriminasi bagi WBP penderita HIV khususnya berkurang dan para WBP lebih berani dan proaktif dalam mengikuti program VCT untuk tes HIV.
3. Adanya inisiatif dan kemandirian dari petugas Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung untuk mengadakan penyuluhan tambahan disamping jadwal HCPI.
Berdasarkan data-data yang berhasil dikumpulkan dan dari hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti, maka hipotesis penelitian, AusAID melalui HCPI berperan membantu pencegahan penularan HIV/AIDS di Rumah Tahanan Negara Kelas I Kebonwaru Bandung dengan menjalankan program Harm Reduction, yaitu Layanan Kesehatan Dasar, Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE,) dan Bleaching,telah teruji.
5.2 Saran
Faktor yang memungkinkan menjadi penyebab penyebaran HIV/AIDS di Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung diantaranya adalah dari tahanan yang terinfeksi HIV sebelum para WBP menjalani masa hukuman di Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung, Pola hidup WBP selama menjalani masa hukuman yang tergolong pada perilaku berisiko terhadap penularan HIV/AIDS
(5)
serta pengawasan dari petugas Rutan yang masih “terkecoh” oleh tindakan WBP. Cara menanganinya diantaranya adalah
1. Dengan diadakannya medical check-up secara menyeluruh kepada para tahanan yang baru masuk ke Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung, bukan sekedar pemeriksaan-pemeriksaan standar yang selama ini dilakukan oleh petugas Rutan, langkah pertama yaitu
a. Ditambahnya petugas kesehatan Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung untuk lebih efektifnya program kesehatan dan pencegahan HIV/AIDS khususnya.
b. Pengawasan dari pihak keamanan Rutan juga perlu diperketat bagi WBP dan untuk para tamu Rutan dengan keperluan apapun dan, sehingga barang-barang terlarang yang dapat menjadi media penyebaran HIV/AIDS untuk para WBP tidak beredar di Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung.
2. Selain itu masyarakat juga harus turut berpartisipasi untuk tidak memusuhi dan mengucilkan mantan tahanan atau narapidana khususnya mantan tahanan atau narapidana penasun, karena mereka adalah korban dari narkoba, sehingga mereka tidak memiliki beban untuk melakukan perubahan prilaku agar dapat hidup normal, berdampingan kembali dengan masyarakat luas, karena target utama dari Harm Reductionadalah perubahan prilaku.
3. Menjaga hubungan baik dengan lembaga-lembaga donor internasional harus terus dipertahankan, karena lembaga-lembaga donor tersebut sangat dibutuhkan oleh pemerintah untuk membantu penanggulangan virus yang
(6)
sangat mematikan ini. Dengan ini tindakan preventif untuk penyebaran HIV/AIDS di Rumah Tahanan Kelas I Kebonwaru Bandung dapat terus berjalan.
Dalam penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan dalam hal penyajian data yang valid dan akurat. Oleh karena itu, bagi yang hendak melakukan penelitian dengan menggunakan objek penelitian yang sama, diharapkan dapat lebih menyajikan data-data yang valid dan akurat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan serta teknik wawancara.
Oleh karena itu, bagi yang hendak melakukan penelitian menggunakan objek penelitian yang sama, diharapkan juga untuk menggunakan metode penelitian dan teknik pengumpulan data yang berbeda. Selain itu, diharapkan juga bagi yang hendak melakukan penelitian tentang AusAID, diharapkan dapat melakukan kajiannya dari permasalahan dan sudut pandang yang berbeda atau menggunakan variabel penelitian yang berbeda, sehingga, nantinya, akan memperluas khasanah pengetahuan bagi si peneliti dan pembaca.
Peneliti juga menyadari, bahwa, dalam pembahasan penelitian ini sumber-sumber dan referensi yang terkait secara langsung dengan objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini masih sangat kurang. Oleh karena itu, diharapkan bagi yang hendak melakukan penelitian menggunakan objek dan variabel penelitian yang sama agar lebih memperbanyak lagi sumber-sumber dan referensi yang akurat terkait dengan permasalahan yang diangkat.