KEPEMIMPINAN DALAM MUHAMMADIYAH (BAGIAN 3: SISTEM DAN TANTANGAN)

BINGKAI

KEPEMIMPINAN D
ALAM
DALAM
MUHAMMADIY
AH
MUHAMMADIYAH
(BAGIAN 3: SISTEM DAN TANTANGAN)
DR. H HAEDAR NASHIR, M.SI.

pd

fsp

litm
erg
er.
co
m)


yang dipimpin secara kolektif dan tentunya menghasilkan
keputusan-keputusan yang bersifat mengikat secara kolektif pula.
Segala potensi dapat bersatu dan saling melengkapi. Kebijakan
dan keputusan penting dalam organisasi harus melalui
permusyawaratan atau kolektivitas yang berdasarkan sistem.
Memang sampai batas tertentu kepemimpinan kolegial tersebut
memiliki kelemahan. Yaitu lambatnya pengambilan keputusan serta
kadang kurang dinamis dalam mengembangkan kreativitas dan
inovasi individual. Namun, kelemahan tersebut dapat ditutupi oleh
kapasitas para personal pemimpin yang kuat plus regulasi
organisasi yang dibikin lebih efektif dan efisien, sehingga dapat
memberi lebih kelonggaran dan pengembangan. Sehingga
kelemahannya tidak menjadi krusial. Diperlukan katup-katup
fleksibilitas dalam pengambilan keputusan, tanpa mengorbankan
sistem kepemimpinan kolektif-kolegial. Hal-hal penting dan strategis
mutlak harus tetap diputuskan secara musyawarah.

De
mo
(


Vi
sit

htt
p:/
/w
w

w.

K

epemimpinan Muhammadiyah memiliki tipikal khusus,
yakni mengembangkan kepemimpinan kolektif-kolegial.
Kepemimpinan dipegang dan dijalankan secara bersama
oleh tiga belas anggota terpilih oleh musyawarah yang dibingkai
secara organisasi. Kepemimpinan yang demikian bercorak
sistem, artinya, berada dalam regulasi organisasi dan tidak
bertumpu pada kepemimpinan personal atau figur. Corak

kepemimpinan yang kolektif-kolegial dan bertumpu pada sistem
inilah yang menjadikan Muhammadiyah menjelma menjadi
organisasi Islam yang besar dan mampu bertahan hingga usia
satu abad.
Sejarah mencatat, figur pemimpin Muhammadiyah sejak Kiai
Haji Ahmad Dahlan dan generasi penerusnya datang dan pergi
sesuai Sunatullah. Namun Muhammadiyah sebagai gerakan Islam
yang berjalan secara organisasi terus tumbuh, mekar, dan
berkembang hingga saat ini dan insya Allah akan terus bertahan
sampai ke depan yang jauh. Dengan plus dan minus,
kepemimpinan Muhammadiyah yang demikian harus terus
dipertahankan disertai peningkatan kualitas personal, fungsi, dan
peranannya dalam membawa gerakan Islam pembaru ini ke arah
yang semakin maju.
Kolektif-Kolegial
Model kepemimpinan kolektif-kolegial dalam Muhammadiyah
merupakan bentuk pilihan ijtihad para pendiri dan penerus
Muhammadiyah. Itjihad kepemimpinan tersebut dibangun atas
pandangan untuk tidak mengembangkan model kepemimpinan
monolitik yang bertumpu pada kekuatan figur dalam gaya imamah

atau kekhalifahan dinasti sebagaimana tercermin dalam sejarah
kepemimpinan Islam klasik, baik dalam tradisi Sunny maupun
Syi’i. Model kepemimpinan kolektif-kolegial tersebut tampaknya
selaras dengan pandangan modernisme yang lebih
mengedepankan sistem ketimbang personalitas. Sehingga corak
kepemimpinan bersifat kelembagaan melalui organisasi yang
modern.
Kepemimpinan Muhammadiyah yang menganut sistem
kolegial didukung dengan struktur otoritas yang berada pada
lembaga rapat atau musyawarah dan regulasi organisasi yang
permanen. Format kepemimpinan kolegial menjadi sistem baku
yang cukup kokoh dalam Muhammadiyah. Sistem kolegial
tersebut telah menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi

12

26 SHAFAR - 11 RABIULAWAL 1432 H

Berlatih Drum Band berfungsi sebagai latihan kepemimpinan sejak dini


BINGKAI

pd

fsp

litm
erg
er.
co
m)

pimpinan antara proses alamiah dan pendidikan/kaderisasi,
bahkan yang melalui “jalan tol” . Ketujuh, masalah aktualisasi
kepemimpinan dari orientasi teknis dan rutin ke kepemimpinan
transformasional dalam menjawab tantangan perubahan.
Setiap model kepemimpinan tentu memiliki kelebihan dan
kelemahan tertentu. Tetapi pada kepemimpinan kolektif-kolegial
yang berbasis sistem tampaknya jauh lebih memberikan jaminan
bagi kelangsungan gerakan karena jika mengandalkan pada figur

dan bersifat sentralistik maka akan berhenti pada kekuatan personal
belaka. Pada kepemimpinan yang bersifat sistem akan terjamin
kontinyuitas prinsip, misi, usaha, dan segala tata kelola organisasi
melalui mekanisme kelembagaan. Sosok figur dapat datang dan
pergi, tetapi sistem organisisasi Muhammadiyah akan terus
berjalan dan berlangsung karena tidak tergantung seseorang,
sehingga terjadi estafeta kepemimpinan yang melekat dengan
organisasi.
Dengan kepemimpinan kolegial membuat Muhammadiyah
menjadi solid secara organisasi sehingga benar-benar menjadi
institusi yang kuat. Keputusan memang mengalami proses yang
relatif lambat, tetapi hasilnya bersifat konsensus dan optimal, sehingga
relatif mampu mengcover masalah dan tuntutan secara luas.
Kepemimpinan kolektif-kolegial juga bersifat demokratis, sehingga
tidak terjadi otoritas monolitik pada puncak pemimpin atau figur,
sehingga terjadi proses dan corak yang lebih egaliter. Dalam alam
pikiran dan kondisi masyarakat yang semakin modern maka model
kepemimpinan yang demikian lebih cocok dan relevan.

htt

p:/
/w
w

w.

Struktur organisasi kepemimpinan Muhammadiyah juga
menjadi kuat karena menggunakan birokrasi. Artinya dijalankan
berdasarkan prinsip-prinsip organisasi yang terlembaga dan
bersifat resmi. Kadang terkandung kelemahan yakni cenderung
serba formal dan kaku. Para pimpinan Muhammadiyah kadang
cenderung tergantung pada pedoman dan petunjuk teknis dari
atas. Sehingga kehilangan kekuatan inisiasi, kreasi, dan
kemampuan transformasi sebagaimana layaknya pemimpin
umat. Di sisi ini tentu bukan sistemnya yang diubah tetapi perlu
dikembangkan secara efektif dan efisien, disertai penguatan para
personal dan pengelola organisasinya.
Dari pengamatan dan informasi yang diperoleh di lapangan
masih terdapat beberapa masalah empirik dalam kepemimpinan
Muhammadiyah, antara lain, pertama kurang optimalnya keaktifan

sebagian anggota pimpinan dalam berkiprah mengurus organisasi
dan menjalankan tugas-tugas Persyarikatan yang menjadi beban
amanat pimpinan setelah terpilih di forum musyawarah, yang sering disebut sebagai masalah klasik dalam Muhammadiyah. Kedua, komunikasi antaranggota dan lini kepemimpinan yang menyebabkan organisasi menjadi kurang produktif. Ketiga, masih
terdapat kelemahan dalam struktur kepemimpinan termasuk fungsi-fungsi tugas dan job struktural dalam kepemimpinan Persyarikatan yang memerlukan penyempurnaan atau perubahan.
Keempat, sistem pemilihan yang dianggap kurang fleksibel dan
dinamis dalam formatur yang ketat baik untuk tingkat Pusat maupun
di bawahnya. Kelima, idealisasi dan ketegangan dalam memilih
figur pemimpin “politik” dan “kultural”, pemimpin “karismatik” dan
“administratur”, pemimpin “ulama” dan “cendekiawan” sebagai
pemimpin Muhammadiyah. Keenam, masalah kaderisasi

De
mo
(

Vi
sit

Foto: AMRU HAMZAH


Tantangan Strategis
Bagi Muhammadiyah sebenarnya tidak perlu menjadi suatu
kesulitan untuk menjalankan kepemimpinan karena dalam
Muhammadiyah lebih dikedepankan kepemimpinan kolektifkolegial yang bersandar pada sistem ketimbang pada figur
personal. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya,
kepemimpinan sistem jauh lebih memberikan jaminan bagi
kelangsungan gerakan Muhammadiyah yang sejak awal
bertumpu dalam gerakan melalui organisasi modern. Sosok
pemimpin puncak dengan ciri khas masing-masing boleh datang
dan pergi sesuai zamannya. Tetapi gerakan Muhammadiyah
dalam bentuk sistem organisasi yang modern terus berlangsung
sepanjang zaman. Inilah kelebihan kepemimpinan dalam
Muhammadiyah yang lebih mengutamakan sistem secara
impersonal ketimbang sosok atau figur yang bersifat personal,
yang menjadi ciri dari sebuah gerakan Islam yang modern.
Dalam kaitan ini maka sistem kepemimpinan Muhammadiyah
yang bersifat kolektif-kolegial harus disinergikan dengan fungsi dan
peran optimal dari para personal pemimpinnya, yang tentu secara
kualitas dan kapasitas memiliki keunggulan-keunggulan, sehingga
dapat mengimbangi sekaligus menutupi kelemahan sistem. Sistem

apa pun yang hebat tidak akan berjalan manakala tidak didukung
dan dijalankan oleh manusianya, sehingga kekuatan pelaku atau
aktor menjadi penting dan menentukan. Ibarat sebuah kesebelasan
sepakbola yang terdiri dari para bintang, manakala tidak didukung
oleh sistem permainan, kerjasama, dan komitmen maka tidaklah
membuahkan hasil yang diharapkan.l Bersambung
SUARA MUHAMMADIYAH 03 / 96 | 1 - 15 FEBRUARI 2011

13