dll Dukungan rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku kulit sapi untuk pengembangan agroindustri gelatin

Stakeholder lainnya NGO, Pemerinta

h, dll

Ritel Distributor ProsesorPabrik PetaniPerkebunan Gambar 2 Sistem rantai pasok agroindustri Vorst 2004 Sistem rantai pasok agroindustri tidak terlepas dari sistem yang lebih lengkap lagi. Dalam perspektif analitik, bauran antara produsen dan distributor akan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, teknologi, sosial, legal dan lingkungan. Faktor-faktor ini akan saling berkomplementer dalam penciptaan sebuah sistem rantai pasok. Gambar 3 adalah skema perspektif analitik dari dimensi-dimensi yang berpengaruh. Dimensi ekonomi berhubungan dengan efisiensi rantai dalam perspektif manfaat–biaya dan orientasi pelanggan. Peningkatan efisiensi dan profitabilitas dapat dilakukan sebuah unit bisnis melalui kerjasama pada kolom yang berkesesuaian. Dimensi lingkungan berhubungan dengan cara produksi yang ramah lingkungan. Hasil samping dari proses produksi komoditas pertanian dapat dimanfaatkan sebagai produk samping atau siklus ulang dari produk yang bermutu jelek. Dimensi teknologi berhubungan dengan penerapan teknologi, sistem logistik, teknologi informasi dan komunikasi untuk memperbaiki kinerja. Dimensi sosial dan legal berhubungan dengan norma-norma yang harus diikuti agar tidak merugikan banyak pihak Ruben et al. 2006. Produsen primer petani, perkebunan Pengolahan Distributor Pengecer Pasar Sosiallegal Lingkungan Ekonomi Teknologi Gambar 3 Perspektif analitik dari rantai pertanian Ruben et al. 2006 Kerjasama antara pelaku langsung dalam sistem rantai pasok agrindustri seperti petani, prosesor, pedagang dan pengecer tidak mudah dilakukan. Slingerland et al. 2006 telah mengidentifikasi beberapa cara yang dapat dilakukan agar praktik manajemen rantai pasok mudah diterapkan dalam agroindustri. Pertama, cakupan kompleksitas harus diketahui sehingga keberlanjutan dapat terjamin. Sebuah sistem rantai pasok dapat saja berukuran besar dan sangat kompleks atau kecil dan sederhana. Semakin banyak pemangku kepentingan yang terlibat akan semakin meningkat kompleksitas dari sistem. Tingkat kompleksitas akan terlihat ketika proses pengambilan keputusan dilakukan. Konflik kepentingan akan terjadi sesuai dengan motif kebutuhan yang berbeda-beda dari pemangku kepentingan. Kedua, memulai dari industri sendiri. Tipe dasar rantai pasok telah memberikan pemahaman bahwa efektifitas rantai pasok internal akan berkontribusi pada rantai pasok eksternal dan rantai pasok total. Memulai dari rantai pasok internal adalah wujud praktik manajemen rantai pasok yang baik. Kumpulan rantai pasok internal yang telah efektif akan berintegrasi menjadi rantai pasok eksternal yang efektif pula. Rantai pasok internal harus berupaya meningkatkan daya saingnya berbasis mutu, biaya, pengiriman dan pelayanan. Ketiga, pengorganisasian para petani. Kelangsungan kegiatan pemrosesan didalam agroindustri ditentukan para petani yang berperan sebagai pemasok bahan baku. Pengorganisasian para petani akan memberikan jaminan kelancaran pasokan baik dari segi mutu bahan, jumlah pasokan dan jadwal pasokan. Proses pengadaan bahan baku akan lebih mudah dengan adanya pengorganisasian tersebut. Keempat, struktur insentif terhadap para pelaku di sistem rantai pasok. Nilai tambah yang diperoleh dalam rantai pasok diharapkan dapat dinikmati secara proporsional oleh para pelaku. Struktur insentif dapat berupa harga, bonus, pembagian biaya, mitigasi risiko, manfaat jangka pendek dan panjang. Kelima, transparansi informasi dalam setiap kegiatan. Permintaan yang berfluktuasi, harga yang tidak menentu dan ketersediaan bahan yang tidak dapat diprediksi akan meningkatkan risiko rantai pasok. Ketidakpastian dapat dikurangi melalui pertukaran informasi dari setiap tahapan rantai pasok. Umpan balik dari hilir rantai sebaiknya dapat diketahui juga di hulu rantai. Akurasi informasi akan meningkatkan mutu perencanaan dan efisiensi pengambilan keputusan. Terakhir, pertukaran pengalaman antara pelaku rantai pasok. Hal ini berhubungan dengan transfer teknologi dan pengetahuan yang dibutuhkan salah satu pihak. Sesama pemasok yang tergabung dalam kemitraan yang sama pada sebuah agroindustri dapat berbagi pengalaman. Cara pandang tersebut dikenal dengan istilah co- opetition atau cooperation and competition Levy et al. 2003. Kelembagaan Agroindustri Kelembagaan adalah Hubungan kerja yang sistimatis teratur dan saling mendukung diantara beberapa lembaga, baik sejenis maupun tidak sejenis dan terikat dengan seperangkat nilai-nilai dan norma-norma yang disepakati bersama dalam rangka mencapai satu atau lebih yang menguntungkan semua pihak Syahyuti, 2006. Secara umum pengertian kelembagaan mempunyai dua makna. Pengertian pertama adalah sebagai aturan main dalam interaksi interpersonal dan pengertian kedua adalah kelembagaan sebagai organisasi yang memiliki hierarki. Sebagai aturan main kelembagaan diartikan sebagi kumpulan aturan, baik formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis, mengenai tata hubungan manusia dengan lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan perlindungan hak-haknya serta tanggungjawabnya. Selanjutnya kelembagaan sebagai suatu organisasi, dalam pengertian ekonomi menggambarkan aktivitas ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh sistem harga-harga tetapi oleh mekanisme administratif atau kewenangan Anwar 1998. Alokasi sumberdaya seringkali tidak efisien dan menimbulkan ketidakadilan dengan hanya menggandalkan mekanisme pasar. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan kelembagaan. Hayami dan Kikuchi dalam Pakpahan 1990 menggunakan pendekatan ekonomi dengan memasukkan variabel lembaga sebagai variabel endogen dalam analisis perubahan kelembagaan. Schmid 1987 mengembangkan model dampak institusional yang dibangun dengan tiga komponen utama, yaitu karakteristik sumberdaya, struktur kelembagaan dan keragaman. Tersedianya perangkat kelembagaan yang memadai dalam pengembangan agroindustri sebagai pengganti mekanisme pasar akan mendorong iklim usaha yang kondusif untuk kegiatan tersebut. Nasution dalam Kusnandar 2006 menyatakan bahwa rekayasa kelembagaan yang sesuai akan memungkinkan penyatuan potensi-potensi yang berskala kecil untuk menjadi besar dan mempunyai kekuatan sinergis serta mudah penyampaian inovasi baru kepada mereka usaha kecil yang umumnya berada di daerah perdesaan. Ragam kelembagaan yang berkembang cukup banyak namun dalam bidang agroindustri yang berkembang di masyarakat petani adalah koperasi, kemitraan, contract farming, dan partisipasi. Koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat sudah lama dikenal di Indonesia, bahkan Dr Muhammad Hatta salah seorang proklamator Indonesia telah disebutkan sebagai bapak koperasi Indonesia. Koperasi adalah salah satu badan usaha bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang umumnya berekonomi lemah yang bergabung secara sukarela dan atas dasar pesamaan hak, kewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya Kartasapoetra 1993. Menurut UU No.25 tahun 1992 tentang koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang, atau badan- badan hukumkoperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan. Berdasarkan jenisnya, koperasi dibagi menjadi dua yaitu: 1 didasarkan pada kesamaan kegiatan yang meliputi koperasi konsumsi, koperasi simpan pinjam atau koperasi kredit, koperasi produksi dan koperasi serba usaha, 2 didasarkan pada kesamaan kepentingan antara lain koperasi pegawai negeri, koperasi wanita, koperasi guru, dan lainnya. Pada koperasi produksi seperti koperasi pertanian, perikanan, perkebunan, peternakan, KUD dan lain-lain adalah koperasi yang berusaha untuk menggiatkan para anggotanya dalam menghasilkan produk tertentu dan mengkoordinir pemasarannya. Koperasi harus mampu mentransformasikan kepentingan anggota menjadi kepentingan bersama ke dalam suatu usaha bisnis yang meliputi membimbing anggota memproduksi dengan bentuk, jenis dan mutu produk yang diperlukan konsumen, mampu menampung semua produksi yang dihasilkan anggota, mengusahakan kredit modal kerja dan investasi dan memberikan kemampuan pengolahan hasil untuk meningkatkan nilai tambah. Dengan uraian singkat di atas dapat diharapkan lembaga yang dapat berperan secara aktif dalam proses transformasi tersebut adalah suatu lembaga ekonomi yang berwatak sosial yaitu koperasi. Kelembagaan ketiga yang diterapkan di kalangan petani adalah contract farming , yaitu bentuk organisasi produksi yang menggabungkan secara vertical kegiatan petani kecil dengan perusahaan besar agroindustri. Penggabungan petani kecil dengan perusahaan besar tersebut dikenal dengan berbagai istilah seperti Inti Satelit, Usaha tani Kontrak contract farming atau Outgrower System Glover, 1987. Contract farming didefinisikan sebagai suatu cara mengorganisasi produksi pertanian, dimana petani-petani kecil atau outgrower dikontrak oleh suatu badan pusat untuk memasok hasil pertanian sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam kontrak perjanjian. Badan pusat yang merupakan pembeli hasil produksi petani dapat memberikan bimbingan teknis, kredit dan masukan-masukan lainnya. Modal kontrak produksi seperti contract farming tersebut juga dikenal sebagai model Inti Satelit dimana badan pusat sebagai inti membeli hasil pertanian dari petani satelit yang dikontrak tersebut. Dalam uraian khusus yang dipromosikan oleh The Commonwealth Development Corporation CDC, inti merupakan suatu nucleus estate, yaitu suatu wilayah kecil beserta unit pengolahan dan kepadanya sejumlah petani kecil dikontrak untuk memasok hasil pertanian Kirk 1987. Kelembagaan lainnya di kalangan petani adalah partisipasi yaitu sebagai suatu keikutsertaan masyarakat secara aktif di dalam mencapai suatu tujuan. Pengalaman praktek dalam pemberdayaan sumber daya menunjukkan bahwa pengembangan masyarakat partisipatif merupakan pilihan yang cermat untuk memberdayakan masyarakat Chopra et al. 1990. Di dalam partisipasi, keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan terjadi secara sukarela dan atas kemauan sendiri, dan sifat kesukarelaan tersebut menjadi ciri dari partisipasi. Partisipasi tidak dapat dipaksakan tetapi harus tumbuh dari kesadaran dan kemauan sendiri. Pada dasarnya partisipasi masyarakat dapat dilihat dari empat jenis, yaitu: 1 partisipasi dalam pengambilan keputusan 2 partisipasi dalam pelaksanaan program dan proyek pembangunan 3 partisipasi dalam memantau, evaluasi program dan proyek pembangunan 4 partisipasi dalam pembagian keuntungan pembangunan Di dalam aplikasinya agar masyarakat dapat berpartisipasi diperlukan beberapa persyaratan, yaitu: 1 adanya kesempatan untuk membangun atau kesempatan untuk ikut dalam pembangunan, 2 kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan itu, dan 3 adanya kemauan untuk berpartisipasi. Agar persyaratan tersebut dapat terpenuhi maka masyarakat perlu diberikan pengetahuan melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan sehingga mereka mempunyai pengetahuan atau keterampilan. Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dipengaruhi oleh pemahamannya akan kegiatan yang akan dilaksanakan. Adanya partisipasi tersebut dapat mempertinggi efektifitas dan implementasi kegiatan sehingga partisipasi mutlak diperlukan dalam kegiatan pembanguan kelembagaan agroindustri. Tanpa partisipasi masyarakat pada umumnya kegiatan pembangunan diragukan akan berhasil dengan optimal. Dalam pembentukan kelembagaan terdapat tiga aspek yang perlu dipertimbangkan, yaitu: 1 kejelasan visi dari kelembagaan yang memberikan gambaran kemana lembaga yang dibentuk akan dibawa dan dikembangkan, 2 kejelasan peran dari berbagai pihak terkait dan berkepentingan, dan 3 sinergitas kelembagaan yang menggambarkan hubungan komponen-komponen yang terlibat agar kelembagaan berjalan dengan baik Jauch Glueck 1998. Menurut Lau et al. 2002, terdapat lima model kelembagaan dalam usaha hortikultura yaitu 1 model manajemen satu atap, 2 Model contract farming, 3 Model kemitraan petani dan pengusaha, 4 Koperasi Agribisnis hortikultura, dan 5 Jejaring usaha agribisnis hortikultura. Lebihlanjut Lau et al. 2002 menyatakan pula bahwa kemitraan di antara anggota supply chain dilakukan untuk menjamin mutu produk dan keefektivan supply chain yang selanjutnya akan menghasilkan win win sollution . Pengembangan supply chain yang efektif dilakukan melalui beberapa tahap. Pertama, memilih kelompok pemasok berdasarkan reputasi industri dan transaksi sebelumnya tentang harga dan mutu melalui program penilai pemasok. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan pemasok terbaik dalam industri yang menjamin mutu pasokan. Kedua, memilih pemasok yang memiliki manajemen supply chain berhubungan erat dengan strategi perusahaan. Langkah ini akan meminimalkan konflik target strategis dengan para mitra. Kemitraan supply chain bersifat jangka panjang dan merupakan keputusan penting yang membutuhkan komitmen semua pihak. Ketiga, membentuk kemitraan supply chain melalui negosiasi dan kompromi. Tahap keempat, membangun saluran untuk menjamin pengetahuan tentang informasi produksi yang diberikan tepat waktu melalui perjanjian teknologi. SCM harus menjamin ketepatan waktu, efektivitas biaya, dan sistem informasi yang komperhensif untuk menyediakan data yang dibutuhkan dalam membuat keputusan pasokan yang optimal. Terakhir, sistem monitoring dikembangkan untuk memantau kinerja mitra. Proses di atas dimaksudkan untuk memelihara hubungan dengan pemasok dalam menjamin adminstrasi yang layak pada pengendalian logistik yang efisien. Sistem Penelusuran bahan baku Traceability of Raw material Bedasarkan kamus Webster dalam Opara 2003, traceability ketertelusuran adalah suatu kemampuan untuk mengikuti dan mempelajari secara rinci, atau langkah demi langkah sejarah dari aktifitas tertentu atau suatu proses. Oleh karena itu traceability dapat didefinisikan sebagai sejarah dari suatu produk dalam batasan dari karakterisktik langsung dari suatu produk dan atau karakteristik yang berkatian dengan produk tersebut yang telah diberikan suatu proses untuk memberikan nilai tambah menggunakan peralatan produksi yang sesuai dan yang berkatian dengan kondisi lingkungannya. Informasi yang berkaitan dengan asal-usul dapat digunakan pada tahap hulu dalam rantai pasok seperti proses pemesanan untuk mendefinisikan persyaratan dari pemesanan suatu produk atau sisi hilir seperti proses penyediaan untuk menjelaskan karakteristik dari produk. Selanjutnya informasi tersebut dapat digunakan untuk tujuan pelaporan pada pihak ketiga atau setiap pelaku dalam rantai pasok. Suatu definisi traceability yang berkaitan dengan rantai pasok telah diberikan oleh Internasional Organisation for Standardization pada tahun 1994 ISO standard 8402:1994 dan didukung oleh peraturan EC no.1782002 European Parliament 2002, yang mendefinisikan traceability sebagai kemampuan untuk menelusuri dan mengikuti suatu makanan, pakan hewan, makanan yang dibuat dari hewan atau kandungannya melalui semua tahapan produksi dan distribusinya. Traceability merupakan suatu konsep yang berhubungan dengan semua produk dan semua tipe rantai pasok. Pada saat ini, di dalam suatu sistem ekonomi dimana perusahaan saling berkompetisi satu sama lain pada lingkungan yang semakin luas untuk menemukan kepuasan konsumen, traceability merupakan suatu instrumen yang tidak dapat dihindari untuk mendapatkan konsensus pasar dengan manfaat optimisasi rantai pasok, keamanan produk dan keuntungan pasar keuntungan pemasaran keuntungan kompetisi bisnis. Suatu sistem traceability yang efektif dan efisien yang memberikan informasi secara akurat, tepat waktu, lengkap dan konsisten tentang suatu produk dalam rantai pasok dapat menurunkan biaya operasi dan meningkatkan produktifitas secara signifikan. Pada saat yang sama, sistem tersebut mengandung berbagai elemen keamanan produk, sehingga hal ini membuat konsumen lebih aman dengan tersedianya informasi rinci mengenai dari mana suatu barang berasal, apa komponen penyusunnya dan tetang sejarah pemrosesannya Regattieri et al. 2007. Dalam industri makanan, produk yang dikonsumsi harus bebas dari berbagai bentuk gangguan yang mengancam kesehatan konsumennya. Traceability merupakan pengenalan dan penelusuran dari bagian produk, pemrosesan atau produksi dan material yang digunakan dalam produksi Cox et al. 2002. Secara khusus, keamanan produk merupakan faktor dasar dalam sektor makanan yang membuat traceability relevan sebagai bahan kajian saat ini karena berkaitan dengan keamanan makanan menunjukan bahwa mendekati tujuh juta orang setiap tahun terpengaruh oleh penyakit yang disebabkan oleh makanan Sarig 2003. Beberapa penelitian yang telah dilakukan pada traceability dalam sepuluh tahun terakhir memfokuskan pada pentingnya sistem penelusuran sebagai alat mutu dan juga sebagai mekanisme untuk menangani informasi asal usul. Florence dan Queree 1993 menekankan kenyataan bahwa traceability dapat membuka kesempatan bagi perusahaan untuk meningkatkan mutu. Cheng dan Simmons 1994 telah menganalisa traceability pada perusahaan manufaktur dan menyimpulkan bahwa paling tidak ada dua bentuk traceability yang harus diperhatikan, yaitu traceability status untuk memberikan pengetahuan dari situasi saat ini dan traceability kinerja untuk membandingkan pencapaian dengan perencanaan. Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan model kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku pengembangan agroindustri belum banyak mendapatkan perhatian ditunjukkan dengan terbatasnya rujukan yang dapat digunakan sebagai acuan. Namun demikian beberapa hasil penelitian yang relevan dengan pengembangan agroindustri dan penelusuran mutu produk dapat dijadikan rujukan dalam penelitian ini. Penelitian tentang rancang bangun sistem pengembangan agroindustri telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Agustedi 2001 mengembangkan rancang bangun model perencanaan dan pembinaan agroindustri hasil laut bermutu ekspor dengan pendekatan wilayah yang diberi nama AGROSILA. Penelitian tersebut menghasilkan model perencanaan dan pembinaan agroindustri hasil laut terpadu bermutu ekspor dan mampu merancang suatu kondisi optimum melalui pemenuhan kebutuhan aktor terkait. Kusnandar 2006 merancang bangun model pengembangan industri kecil jamu dalam bentuk sistem manajemen ahli yang diberi nama Sains-Jamu. Model terdiri dari sub model pengadaan bahan baku, sub model struktur pengembangan, sub model sumber permodalan, sub model kelembagaan usaha, sub model kelayakan finansial dan sub model sitem pakar strategi bauran pemasaran. Adiarni 2007 mengkaji model manajemen pasokan agroindustri farmasi ditinjau dari sisi jaringan pemasok. Model yang dikembangkan meliputi model jaringan kelembagaan, model analisis persyaratan mutu bahan baku dan model jaringan pasokan bahan baku. Penelitian tentang penelusuran bahan baku produk dalam kaitannya dengan jaminan mutu yang telah dilakukan adalah: Mousavi dan Sarhadi 2002 mengkaji sistem penelusuran dan jalur penyediaan pada industri daging untuk mengidentifikasi kepastian asal muasal bahan baku dengan metode penyediaan sistem informasi berbasis web dan penggunaan RFID dan barcode. Rabade dan Alfaro 2006 mengembangkan model keterhubungan pembeli dengan pemasok dalam mengimplementasikan sistem penelusuran pada industri hortikultura khususnya produk sayuran dengan menggunakan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan sistem penelusuran. Kehagia et al. 2007 mengkaji model pentingnya sistem penelusuran terhadap persepsi konsumen dalam membeli suatu produk. Hasil kajiannya adalah diperoleh faktor-faktor dan informasi yang harus ada dalam sistem penelusuran untuk meningkatkan penjualan produk daging. Starbird dan Amanor-Boadu 2007 mengkaji Model pemilihan metode kontrak dan aturannya dengan kriteria mutu produk dan penelusuran pasokan bahan baku untuk mejamin keamanan produk dengan menggunakan metode simulasi pengalokasian biaya. Rijswijk dan Frewer 2008 mengkaji keterhubungan mutu dan keamanan makanan yang berkaitan dengan sistem penelusuran dari sisi konsumen untuk membuat keputusan membeli suatu barang. Hasil yang diperoleh dari kajian tersebut adalah keterhubungan antara mutu dan keamanan makanan sangat berkaitan dari sudut pandang konsumen. Starbird et al. 2008 mengkaji model untuk mengidentifikasi tingkat penelusuran minimum yang diperlukan untuk mendeteksi kecurangan pemasok dalam menyediakan produk yang tidak aman dimakan. Model simulasi digunakan untuk mengoptimalkan biaya penelusuran akan terjadinyatimbulnya kecurangan yang dilakukan oleh pemasok yang nakal. Anir et al. 2008 mengkaji persepsi konsumen terhadap penggunaan sistem informasi penelusuran makanan halal dengan menggunakan RFID. Sagheer et al. 2009 mengkaji model pembuatan sistem standarisasi mutu makanan di negara berkembang untuk dapat bersaing dengan standarisasi global dengan menggunakan metode ISM sehingga diperoleh elemen-elemen penting dan keterkaitannya dalam menyusun standarisasi makanan di India. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan lebih banyak mengembangkan sistem penunjang keputusan dan belum banyak mengkaji aspek kelembagaan secara spesifik lokasi dan model masih bersifat generik. Penelitian-penelitian terdahulu tersebut belum menghasilkan konsep kelembagaan secara kongkrit yang dapat diaplikasikan di lapangan. Pada umumnya rumusan yang dihasilkan berupa sistem penunjang keputusan. Kebaruan dari penelitan yang akan dilakukan adalah pembuatan model kelembagaan untuk menjamin pasokan bahan baku agroindustri gelatin yang memenuhi sertifikasi halal. Posisi penelitian ini dibandingkan dengan penelitian yang lain diperlihatkan dengan Tabel 11. Tabel 11 Lingkup penelitian terdahulu dan posisi penelitian Penelitian Lingkup Produk Pendekatan Sistem Faktor Pasokan Infromasi Traceability 1 2 3 1 2 1 2 3 1 2 Mousavi et al. 2002 X x x x Kusnandar 2006 x x x Rabade et al. 2006 X x x x x Adiarni 2007 x x x x Kehagia et al. 2007 X x x x x Starbird et al. 2007 X x x x Rijswijk et al. 2008 X x x x x Starbird et al. 2008 X x x x Anir et al. 2008 X x x x Sagheer et al. 2009 X x x x Penelitian ini 2010 X x x x x x Keterangan : Lingkup Produk: 1. Manufaktur, 2. Pangan, 3. Non-pangan Pendekatan sistem: 1. Soft system, 2 Hard system Faktor Pasokan: 1.Mutu, 2.keamanan, 3.Halal Informasi traceability Mutu: 1. Ada, 2. Tidak Ada Disamping itu rekayasa model yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah model kelembagaan dalam pengadaan bahan baku agroindustri gelatin yang halal. Dalam pemodelan ini dilakukan kajian mendalam dan menyeluruh mengenai kebutuhan semua stakeholder pasokan bahan baku mulai dari peternak sapi, pengumpul kulit sapi, rumah pemotongan hewan, lembaga sertifikasi halal, lembaga pendidikan, lembaga perbankan, lembaga penelitian, industri kulit, lembaga ekspor dan impor gelatin dan industri pengguna gelatin. Kemudian dari hasil analisa kebutuhan tersebut dianalisa lebih dalam tentang konflik kepentingan yang timbul serta alternatif cara penyelesaian masalah untuk memecahkan konflik tersebut, sehingga perlu dibuatkan suatu rancangan model dengan kriteria-kriteria dan asumsi tertentu untuk menghasilkan tujuan pengadaan bahan baku agroindustri gelatin yang memenuhi kriteria mutu yang baik. 35 LANDASAN TEORITIS Pendekatan Sistem Sistem didefinisikan sebagai keseluruhan interaksi antar unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan. Pengertian keseluruhan adalah lebih dari sekedar penjumlahan atau susunan, yaitu terletak pada kekuatan yang dihasilkan oleh keseluruhan elemen dalam sistem jauh lebih besar dari suatu penjumlahan dari elemen-elemen penyusunnya. Sistem adalah seperangkat elemen yang saling berinteraksi, membentuk kegiatan atau suatu prosedur yang mencari pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan bersama dengan mengoperasikan data danatau barang pada waktu rujukan tertentu untuk menghasilkan informasi danatau energi danatau barang. Sistem merupakan totalitas himpunan hubungan yang mempunyai struktur dalam nilai posisional serta matra dimensional terutama demensi ruang dan waktu Marimin 2008. Syarat awal untuk memulai berpikir sistemik adalah adanya kesadaran untuk mengapresiasikan dan memikirkan suatu kejadian sebagai sebuah sistem systemic approach. Kejadian apapun baik fisik maupun non fisik, dipikirkan sebagai unjuk kerja atau dapat berkaitan dengan unjuk kerja dari keseluruhan interaksi antar unsur sistem tersebut dalam batas lingkungan tertentu. Sistem dibagi kedalam tiga bagian yaitu input, proses dan output yang dikelilingi oleh lingkungannya yang seringkali termasuk mekanisme umpan balik. Manusia sebagai pengambil keputusan adalah merupakan bagian dari sistem tersebut Turban 1993. Menurut Eriyatno 1999 yang dimaksud dengan pendekatan sistem adalah cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal di bawah ini: 1. Mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah. 2. Dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional. 36 Multidimensi adalah salah satu prinsip terpenting cara berpikir secara sistemik Gharajedaghi 1999. Dengan mempertimbangkan berbagai kendala Eriyatno 1999 menyimpulkan terdapat tiga karakteristik dalam pendekatan sistem sebagai berikut: 1. Kompleks, dimana interaksi antara elemen cukup rumit. 2. Dinamis, dalam arti faktornya ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan. 3. Probabilistik yaitu diperlukan fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi. Metode untuk penyelesaian persoalan yang dilakukan dengan pendekatan sitem terdiri dari beberapa tahap. Tahapan tersebut meliputi analisis sistem, rekayasa model, rancangan implementasi sistem dan operasi sistem. Setiap tahap dalam proses tersebut diikuti oleh evaluasi berulang untuk mengetahui apakah hasil dari tahapan tersebut telah sesuai dengan yang diharapkan. Bila telah sesuai dilanjutkan pada tahap berikutnya bila tidak kembali pada proses tahapan tersebut. Model dan Pemodelan Sistem Model didefinisikan sebagai suatu representasi atau abstraksi dari suatu sistem atau dunia nyata Turban 1993; Simatupang 1994; Suryadi Ramdani 2000. Sistem nyata adalah sistem yang sedang berlangsung dalam kehidupan atau sistem yang dijadikan titik perhatian dan dipermasalahkan. Melakukan eksperimen langsung pada sistem nyata untuk memahami bagaimana perilakunya dalam beberapa kondisi mungkin saja dilakukan. Namun pada kenyataan, kebanyakan sistem nyata terlalu kompleks atau masih dalam bentuk hipotesis atau tidak mungkin dapat dilakukan eksperimen secara langsung. Kendala tersebut yang menjadi alasan bagi analis untuk membuat model. Alasan lain adalah model merupakan representasi yang ideal dari suatu sistem untuk menjelaskan perilaku sistem. Representasi ideal berarti hanya menampilkan elemen-elemen terpenting dari suatu persoalan sistem nyata, sehingga memungkinkan analis untuk mengkaji dan melakukan eksperimen atau memanipulasi suatu situasi yang rumit sampai pada tingkat keadaan tertentu yang tidak mungkin dilakukan pada sistem nyatanya. 37 Model yang dibuat harus memiliki kegunaan, sederhana dan mewakili persoalan. Kegunaan model dapat dipandang secara akademik dan manajerial. Model dari segi akademik berguna untuk menjelaskan fenomena atau obyek- obyek. Model berfungsi sebagai pengganti teori, namun bila teorinya sudah ada maka model dipakai sebagai konfirmasi atau koreksi terhadap teori tersebut. Model dari segi manajerial berfungsi sebagai alat pengambil keputusan, komunikasi, belajar dan memecahkan masalah. Model pada dasarnya terdiri dari tiga komponen dasar meliputi: a decision variables, b uncontrollable variables danatau parameter, c result outcome variables. Komponen-komponen tersebut dihubungkan dengan hubungan matematik, pada model non kuantitatif hubungannya menggunakan simbol atau kualitatif Turban 1993. Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk memodelkan suatu sistem, antara lain: a model harus mewakili merepresentasikan sistem nyatanya dan b model merupakan penyederhanaan dari kompleksnya sistem, sehingga diperbolehkan adanya penyimpangan pada batas-batas tertentu Simatupang 1994. Model tidak hanya digunakan untuk menggambarkan sekumpulan pemikiran, tetapi juga mengevaluasi dan meramalkan kelakuan sistem, sehingga akan didapatkan perancangan terbaik tanpa membutuhkan konstruksi seluruh kenyataan alamiah. Suryadi dan Ramdhani 2000 menyebutkan bahwa secara umum model digunakan untuk memberikan gambaran description, memberikan penjelasan prescription, dan memberikan perkiraan prediction dari realitas yang diselidiki. Menurut Turban 1993, proses pemodelan terdiri dari tiga fase utama yakni meliputi fase intelligence, fase desain dan fase pemilihan. Konsep formulasi model merupakan suatu upaya membangun model formal yang menunjukkan ukuran performansi sistem sebagai fungsi dari variabel-variabel model. Secara garis besar langkah-langkah konsep formulasi model diawali dengan pemahaman terhadap sistem dan dengan sistem yang dibangun, disusun model konseptual, variabel-variabel model dan formulasi model. Simatupang 1994 menyatakan formulasi model adalah suatu upaya untuk menghasilkan model yang berisikan variabel, kendala serta tujuan-tujuannya dalam bentuk istilah matematis sehingga dapat diidentifikasi dengan jelas, 38 mengikuti penyederhanaan matematis serta siap untuk dimanfaatkan untuk kalkulasi dengan substitusi kuantitas bagi lambang-lambang. Dengan kata lain formulasi model adalah merumuskan masalah yang dihadapi ke dalam bentuk model maatematis yang dapat mewakili sistem nyata. Formulasi model menghubungkan variabel-variabel yang telah diidentifikasi dalam model konseptual dengan bahasa simbolik. Pengambilan Keputusan Kelompok Multi Expert-Multi Criteria Decision Making ME-MCDM adalah teknik pengambilan keputusan kelompok fuzzy. Teknik ME-MCDM ini telah dikembangkan oleh Yager 1993 secara garis besar dapat dibagi menjadi dua tahapan proses. Tahap pertama, expert secara individual diminta untuk mengevaluasi setiap alternatif. Evaluasi ini berisi rating urutan untuk setiap alternatif pada setiap kriteria. Dalam hal ini setiap kriteria memiliki derajat yang berbeda berdasarkan kepentingan kriteria tersebut terhadap tujuan yang akan dicapai. Tahap kedua menghitung bobot tingkat kepentingan dari penilaian ahli untuk menghitung hasil agregasi dari penilaian setiap pakar. Proses pengambilan keputusan yang melibatkan penilaian atau pendapat berbagai pihak atau ahli merupakan suatu perihal yang sangat penting tetapi juga sulit karena setiap pihak mempunyai kepentingan, sudut pandang dan tingkat pengetahuan yang berbeda-beda. Perihal menjadi sangat rumit jika penilaian atau pendapat setiap pemangku kepentingan atau ahli didasarkan kepada kriteria jamak. Persoalan proses pengambilan keputusan ini disebut sebagai Multi-Expert Person Multi Criteria Decision Making atau dikenal dengan istilah ME-MCDM. Pada ME-MCDM akan ditemui sebuah proses penting yaitu agregasi rating dan preferensi serta penggabungan pendapat dari setiap ahli sehingga penyelesaian yang dihasilkan adalah yang paling diterima oleh kelompok secara keseluruhan. Operator agregasi menggunakan Ordered Weighted Averaging OWA merupakan salah satu teknik agregasi pengambilan keputusan berkelompok yang dirumuskan oleh Yager 1993. Misalkan A 1 , A 2 , …,A n adalah kumpulan dari n kriteria. Setiap kriteria A j dimana A j x ∈ 0,1 menunjukkan seberapa besar x memenuhi kriteria yang bersangkutan. Apabila digunakan I untuk menunjukkan 39 suatu kisaran nilai maka A j x ∈ I. D x ∈ I merupakan fungsi keputusan menyeluruh agregat yang menunjukkan derajat bahwa x memenuhi persyaratan kriteria yang diinginkan. Salah satu faktor utama dalam penentuan struktur fungsi agregasi adalah hubungan atau keterkaitan antar kriteria yang terlibat. Dalam hubungan ini, terdapat dua kasus yaitu situasi dimana diinginkan semua kriteria dipenuhi disebut operator “dan” dan situasi salah satu kriteria yang dapat memuaskan semua pihak disebut operator “atau”. Pada kasus operator “dan” maka x harus memenuhi A 1 dan A 2 dan A 3 …dan A n D x = TA yang diformulasikan dalam bentuk fungsi keputusan menyeluruh sebagai berikut: 1 x, A 2 x,…, A n x n Dimana T adalah operator t-norm yang memenuhi syarat komutatif, monotonik dan assosiatif yang dibutuhkan sebagai operator agregasi. Yager 1993 menunjukkan bahwa salah satu implikasi dari sifat operator t-norm adalah bahwa untuk semua a 1 j j = 1,2,…,n maka Ta 1 , a 2 , …,a n Min a 1 , a 2 , …,a n Pada kasus operator “atau”, x memenuhi A sehingga untuk semua a ∈ I, Ta,a = a yang menunjukkan sifat idempoten dan T1,a = a yang menunjukkan kondisi allness. 1 atau A 2 atau A 3 … atau A n D x = SA yang diformulasikan dalam bentuk fungsi keputusan menyeluruh sebagai berikut: 1 x, A 2 x,…, A n x n Dimana S adalah operato co-t-norm yang memenuhi syarat sebagai operator agregasi kecuali bahwa untuk semua a 2 j j = 1,2,…,n maka Sa 1 , a 2 , …,a n Maks a 1 , a 2 , …,a n Pada persoalan ME-MCDM, proses agregasi terletak diantara dua kasus ekstrim tersebut. Operator OWA merupakan operator agregasi yang dengan mudah dapat melakukan penyesuaian diantara operator “dan” dan operator “atau” atau menggabungkan kedua operator ekstrim tersebut Yager 1993. Operator OWA untuk a = a sehingga untuk semua a ∈ I, Sa,a = a yang menunjukkan sifat idempoten dan S1,a = a yang menunjukkan kondisi at least one. 1 , a 2 , … ,a n dikaitkan dengan vektor pembobot W = w 1 , w 2 , …, w n sehingga w i ∈ [0,1], ∑ i w i = 1 didefinisikan sebagai suatu pemetaan F: I n →I dimana I = [0,1]. Aspek yang fundamental dari operator OWA adalah tahap re-ordering dimana suatu argumen ai tidak dikaitkan dengan suatu pembobot w i tertentu tetapi pembobot w i dikaitkan dengan suatu posisi urutan ke-i dari 40 argumen tertentu Filev dan Yager 1998. Operasionalisasi dari operator OWA diformulasikan sebagai berikut: F = a 1 , a 2 , … ,a n = W 1 b 1 + W 2 b 2 + … + W n b n F = a atau 3 1 , a 2 , … ,a n Dimana bi adalah elemen terbesar dari kumpulan a = W’B 4 1 , a 2 , … ,a n . W i adalah bobot yang dikaitkan dengan elemen terbesar ke-i apapun komponen elemennya atau dengan kata lain W i lebih dikaitkan dengan bobot untuk elemen pada urutan posisi tertentu dan bukan bobot elemen tertentu. W’ adalah vektor baris dari bobot dan B adalah suatu ordered argument vector jika untuk setiap elemen b i ∈ [0,1] dan b i b j Karakteristik dari operator OWA antara lain adalah jika A = [a jika j i. 1 , a 2 , … ,a n ] adalah ordered argument vector dan B = [b 1 , b 2 , … ,b n ] adalah ordered argument vector yang kedua maka untuk setiap j jika a i b j maka FA FB. Jika [a’ 1 , a’ 2 , … ,a’ n ] adalah permutasi dari [a 1 , a 2 , … ,a n ] maka F [a 1 , a 2 , … ,a n ] = F [a’ 1 , a’ 2 , … ,a’ n ]. Kedua karakteristik diatas menunjukkan bahwa operator OWA bersifat simetris generalized community dan monotonicity yang merupakan syarat sebagai operator agregasi. Selanjutnya, jika a j = a untuk semua j = 1,2,…,n maka F [a 1 , a 2 , … ,a n ] = a yang merupakan sifat idempoten. Jika G a 1 ,a 2 = w 1 a 1 + w 2 a 2 adalah rata-rata terbobot maka Ga 1 ,a 2 ≠ Ga 2 ,a 1 dan ini berarti Ga 1 ,a 2 bukan operator OWA karena tidak memenuhi sifat generalized commutativity . Jika F dan F adalah batas atas dan batas bawah dari nilai agregasi dengan operator OWA maka F dan F Yager 1993 merumuskan suatu metode komputasi non-numeric untuk proses pengambilan keputusan berkelompok secara fuzzy. Metode komputasi dilakukan dalam dua tahapan yaitu agregasi terhadap kriteria dan agregasi terhadap semua ahli. Dalam hubungan ini setiap pengambil keputusan mengevaluasi atau menilai setiap proposal atau alternatif pada setiap kriteria secara bebas. Skala evaluasi atau penilaian adalah dalam bentuk label linguistic yang secara berurutan adalah sempurna s masing-masing adalah operator “dan” dan operator “atau”. 7 , sangat tinggi s 6 , tinggi s 5 , medium s 4 , rendah s 3 , sangat rendah s 2 dan tidak ada s 1 atau dalam bentuk lain S = {s 1 , s 2 , … , s 7 }. 41 Tahap agregasi terhadap kriteria jamak dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk setiap proposal Pi setiap ahli akan memberikan suatu himpunan yang terdiri dari n nilai yaitu [P ik q 1 , P ik q 2 , … , P ik q n ] dimana P ik q j adalah rating dari proposal ke-i pada kriteria ke j oleh ahli ke k. P ik q j adalah elemen dalam himpunan S dan tingkat kepentingan setiap kriteria dinyatakan sebagai Iq j P dengan skala penilaian yang juga bersifat label linguistic. Formula yang dirumuskan oleh Yager 1993 untuk agregasi kriteria sehingga diperoleh unit skor setiap proposal oleh ahli adalah: ik = Min j [NegIq j ∨ P ik q j Formulasi diatas menunjukkan bahwa kriteria yang tingkat kepentingannya rendah mempunyai pengaruh yang kecil terhadap skor keseluruhan. Formulasi agregasi diatas memenuhi kondisi Pareto optimalitas, kebebasan terhadap alternatif tidak relevan, aosiasi yang positif bagi skor individual terhadap skor keseluruhan, non-dictatorship dan simetri yang harus dipenuhi untuk agregasi kriteria jamak. ] 5 Pada proses agregasi terhadap semua ahli, langkah pertama dari proses agregasi ini adalah menentukan suatu fungsi agregasi Q yang menunjukkan generalisasi ide tentang berapa banyak ahli yang dibutuhkan untu mendukung suatu keputusan. Untuk i dimana i bergerak dari 1 sampai dengan r dan nlai Qi diambil dari skala S = {s 1 , s 2 , … , s n 1. Jika keputusan memerlukan persetujuan semua ahli maka Qi = tidak ada untuk i r dan Qr = sempurna. } maka bentuk khusus dari Q apabila skala S hanya dua yaitu tidak ada dan sempurna. Hal ini diformulasikan Yager 1993 sebagai berikut: 2. Jika dukungan satu ahli sudah cukup untuk pengambilan keputusan maka Qi = sempurna untuk semua i. 3. Jika paling sedikit diperlukan persetujuan m ahli untuk pengambilan keputusan maka Qi = tidak ada untuk i m dan Qi = sempurna untuk i m Menurut Yager 1993 Apabila q adalah jumlah titik penilaian pada skala kardinal S dan r = 1, 2, … , k adalah jumlah ahli maka untuk semua i = 0, 1, 2, … ,r maka fungsi Q dirumuskan sebagai berikut: 42 Q k = S bk dimana b k             − ∗ + r q k 1 1 = Int 6 Agregasi keputusan ahli dengan menggunakan operator OWA dirumuskan sebagai berikut: P i = Maks j = 1, . ,r [Qj ∧B j Dimana: ] 7 P i Q adalah agregasi pendapat gabungan ahli terhadap proposal ke i. j B dapat dilihat sebagai petunjuk seberapa penting kelompok memandang jumlah ahli yang mendukung suatu nilai skor yang diputuskan. j adalah skor tertinggi ke j diantara unit skor terbaik dari obyek ke j dan terdapat sejumlah j ahli yang mendukung keputusan skor tersebut. Metode Perbandingan Eksponensial MPE Teknik MPE Metode Perbandingan Eksponensial digunakan untuk membandingkan beberapa alternatif model kelembagaan dengan menggunakan berbagai kriteria yang nantinya akan ditentukan berdasarkan hasil survei dengan pakar terkait. Teknik MPE merupakan suatu metode scoring terhadap pilihan- pilihan yang ada. Melalui penghitungan secara eksponensial, perbedaan nilai kriteria yang satu dengan kriteria yang lainnya dapat dibedakan dengan jelas tergantung tingkat penilaian yang diberikan. Tahapan penggunaan MPE adalah 1 penentuan alternatif keputusan, 2 penyusunan kriteria keputusan yang digunakan, 3 penentuan derajat kepentingan relatif setiap kriteria keputusan, 4 penentuan derajat kepentingan relatif setiap pilihan keputusan, 5 penghitungan nilai dari setiap alternatif keputusan, dan 6 peningkatan nilai yang diperoleh dari setiap alternatif keputusan. Tahapan yang sangat penting dalam MPE adalah penentuan bobot dari setiap kriteria dan penentuan ranking alternatif keputusan. Penentuan bobot kriteria dapat dilakukan dengan memberikan bobot secara langsung tanpa melakukan perbandingan relatif terhadap kriteria yang lainnya. Untuk penentuan ranking alternatif keputusan menggunakan formula berikut ini Marimin, 2008 43 ∑ = = m j Krit ij i j Kep TKep 1 dimana : Tkep i Kep = Total nilai dari alternatif keputusan ke-i ij Krit = Nilai derajat kepentingan relatif keputusan ke-i pada kriteria ke-j j m = Jumlah kriteria keputusan = Bobot kriteria ke-j i = Alternatif keputusan j = Nilai 1,2,…..,m Analytical Hierarchy Process AHP AHP merupakan salah satu metoda yang dapat digunakan oleh pengambilan keputusan untuk memahami kondisi suatu sistem dan membantu dalam melakukan prediksi dan pengambilan keputusan. Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan variabel lainnya. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut Marimin 2008. Prinsip kerja AHP yang dikembangkan oleh Saaty sebagaimana dijelaskan oleh Ma’arif dan Tanjung 2003 adalah sebagai berikut: 1. Decomposition Memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif. Jika ingin mendapatkan hasil yang lebih akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut sehingga didapatkan tingkatan dari persoalan tadi membentuk struktur hirarki. Pembuatan struktur hirarki diawali dengan melakukan identifikasi sistem yang bertujuan untuk menemukan pokok permasalahan yang akan diselesaikan, menemukan tujuan yang ingin dicapai dan kriteria-kriteria yang akan digunakan dalam menentukan pilihan alternatif-alternatif yang tersedia. 44 Setelah identifikasi sistem selesai, maka dibuat strutur hirarki dengan melakukan abstraksi antara komponen dan dampak-dampaknya pada sistem. Bentuk abstraksi ini mempunyai hubungan yang saling berkaitan antara tujuan yang ingin dicapai, pihak-pihak yang terkait, kriteria dan alternatif. 2. Comparative Judgement Prinsip di atas membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat di atasnya. Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan pairwise comparison. Menurut Saaty 1993, untuk berbagai persoalan, skala 1 – 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 13. Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Tabel 12 Skala dasar perbandingan pada AHP. Intensitas Tingkat Kepentingan Keterangan 1 Sama penting 3 Sedikit lebih penting 5 Lebih penting 7 Sangat lebih penting 9 Mutlak lebih penting 2, 4, 6, 8 Nilai tingkat kepentingan yang mencerminkan suatu nilai kompromi Nilai kebalikan reciprocal Nilai tingkat kepentingan jika dilihat dari arah yang berlawanan. Misalnya jika A sedikit lebih penting dari B intensitas 3, maka berarti B sedikit kurang penting dibanding A intensitas 13. Saaty 1993 3. Synthesis of Priority Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari vektor prioritasnya eigenvector untuk mendapatkan local priority. Karena matriks-matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis di antara local priority. Bobot kriteria dihitung dengan manipulasi matrik, dengan tahapan sebagai berikut: 45 a. Melakukan perkalian kuadrat terhadap matrik kriteria b. Menghitung jumlah nilai dari setiap baris matrik, kemudian melakukan normalisasi matrik. c. Menghitung jumlah nilai dari setiap baris matrik ternormalisasi. d. Menghentikan proses ini, bila selisih antara jumlah nilai baris matrik normal dari dua perhitungan berturut-turut lebih kecil dari ketelitian yang ditentukan. 4. Logical Consistency Konsistensi logis menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria logis. Indikator konsistensi dalam AHP diukur melalui Consistency Index CI. AHP mengukur seluruh konsistensi penilaian menggunakan Consistency Ratio CR yang merupakan perbandingan antara CI dengan Random Inconsistency Index RI. Jika nilai CR adalah kurang dari 0,1 CR 0,1, berarti elemen- elemen telah dikelompokkan secara konsisten. Menurut Marimin 2008, Consistency Ratio CR dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: RI CI CR = 8 1 − − = N N P CI 9 Dimana: CI = Konsistensi Indeks RI = Indeks random yang didapat dari tabel Oardkridge P = Nilai rata-rata konsistensi vektor N = jumlah elemen alternatif atau kriteria. Interpretive Structural Modeling ISM Menurut Marimin 2008, salah satu teknik pemodelan yang dikembangkan untuk perencanaan kebijakan strategis adalah teknik pemodelan Interpretasi Struktural Interpretive Structural Modelling – ISM. Teknik ISM merupakan salah satu teknik permodelan sistem untuk menangani kebiasaan yang 46 sulit diubah dari perencana jangka panjang yang sering menerapkan secara langsung teknik penelitian operasional dan atau aplikasi statistik. ISM adalah proses pengkajian kelompok group learning process dimana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem Eriyatno 1999, sedangkan menurut Saxena 1992 ISM bersangkut paut dengan interpretasi dari suatu obyek yang utuh atau perwakilan sistem melalui aplikasi teori grafis secara sistematis dan interpretatif. ISM merupakan suatu metode berbasis komputer yang membantu kelompok mengindetifikasi hubungan antara ide dan struktur tetap pada isu yang kompleks. ISM dapat digunakan untuk mengembangkan beberapa tipe struktur, termasuk struktur pengaruh misalnya dukungan atau pengabaian, struktur prioritas misalnya lebih penting dari, atau sebaiknya dipelajari sebelumnya dan kategori ide misalnya termasuk dalam kategori yang sama dengan. ISM menganalisis elemen-elemen sistem dan memecahkannya dalam bentuk grafik dari hubungan langsung antar elemen dan tingkat hirarkinya. Elemen-elemen dalam ISM dapat merupakan tujuan kebijakan, target organisasi, faktor-faktor penilaian dan lain-lain. Eriyatno 1999 menyatakan bahwa metode dan teknik ISM dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyusunan hirarki dan klasifikasi subelemen. Prinsip dasarnya adalah identifikasi struktur dari suatu sistem yang memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Struktur dari suatu sistem yang berjenjang diperlukan untuk lebih menjelaskan pemahaman tentang perihal yang dikaji. Untuk menentukan tingkat jenjang mempunyai banyak pendekatan dengan lima kriteria yaitu 1 kekuatan pengikat dalam dan antar kelompok atau tingkat, 2 frekuensi relatif dari oksilasi guncangan dimana tingkat yang lebih rendah lebih cepat terguncang dari pada yang di atasnya, 3 konteks dimana tingkat yang lebih tinggi beroperasi pada jangka waktu yang lebih lambat dari pada ruang yang lebih luas, 4 cakupan dimana tingkat yang lebih tinggi mencakup tingkat yang lebih rendah, 5 hubungan fungsional, dimana tingkat yang lebih tinggi menpunyai peubah lambat yang mempengaruhi peubah cepat tingkat di bawahnya. 47 Program yang sedang dikaji penjejangan strukturnya dibagi menjadi elemen-elemen yang selanjutnya setiap elemennya diuraikan menjadi sejumlah subelemen. Teknik ISM memberikan basis analisis dimana informasi yang dihasilkan sangat berguna dalam formulasi kebijakan serta perencanaan strategis. Menurut Saxena 1992 program dapat dibagi menjadi sembilan elemen, yaitu: 1 sektor masyarakat yang terpengaruh, 2 kebutuhan dari program, 3 kendala utama, 4 perubahan yang dimungkinkan, 5 tujuan dari program, 6 tolok ukur untuk menilai setiap tujuan, 7 aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan, 8 ukuran aktifitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktifitas, dan 9 lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program. Klasifikasi subelemen dilakukan berdasarkan program yang dikaji dari setiap elemen diuraikan menjadi beberapa subelemen. Selanjutnya hubungan kontekstual antar subelemen ditetapkan melalui terminologi sub-ordinat yang mengacu pada pada perbandingan berpasangan, seperti “apakah tujuan A lebih penting dari pada tujuan B?”. Perbandingan berpasangan yang menggambarkan ada atau tidak ada keterkaitan antar subelemen diperoleh berdasarkan pendapat dari pakar. Jika pendapat pakar lebih dari satu, maka dilakukan agregasi. Hubungan kontekstual pada matrik perbandingan berpasangan disusun dalam bentuk structural self interaction matrix SSIM. Penyusunan nilai-nilai dalam matrik SSIM menggunakan simbol V, A, X, dan O dengan ketentuan berikut: V, jika e ij = 1 dan e ji A, jika e = 0 ij = 0 dan e ji X, jika e = 1 ij = 1 dan e ji O, jika e = 1 ij = 0 dan e ji Dimana nilai e = 0 ij = 1 artinya terdapat hubungan kontekstual antara suelemen ke i dan sub elemen ke j, sedangkan nilai e ij Klasifikasi subelemen mengacu pada hasil olahan matrik RM yang memenuhi aturan transitivitas, sehingga menghasilkan nilai driver power DP = 0 artinya ridak terdapat hubungan kontekstual antara subelemen ke i dengan sub elemen ke j. Hasil penilaian matrik SSIM selanjutnya dibuat tabel reachability matrix RM melalui perubahan VAXO menjadi bilangan 1 dan 0. Kemudian matrik tersebut dikoreksi menjadi matrik tertutup yang memenuhi aturan transitivitas. 48 dan nilai dependence D. Berdasarkan nilai DP dan D tersebut setiap subelemen dapat dibedakan menjadi empat sektor di bawah ini: Sektor 1: Autonomous weak driver-weak dependent variables, subelemen yang masuk dalam sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem atau mungkin mempunyai hubungan yang sedikit, meskipun hubungan tersebut dapat kuat. Jika nilai DP 50 dari jumlah subelemen dan nilai D 50 dari jumlah subelemen, maka akan diklasifikasikan dalam sektor 1. Sektor 2: Dependent weak driver-strongly dependent variables, subelemen yang masuk dalam sektor ini umumnya adalah subelemen yang tidak bebas. Jika nilai DP 50 dari jumlah subelemen dan nilai D 50 dari jumlah subelemen, maka akan diklasifikasikan dalam sektor 2. Sektor 3. Linkage strong driver-strongly dependent, subelemen yang masuk dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, karena hubungan antar subelemen tidak stabil. Setiap tindakan pada subelemen akan memberikan dampak terhadap subelemen yang lain dan pengaruh umpan baliknya dapat memperbesar dampak. Jika nilai DP 50 dari jumlah subelemen dan nilai D 50 dari jumlah subelemen, maka akan diklasifikasikan dalam sektor 3. Sektor 4. Independent strong driver-weak dependent variables, subelemen yang masuk dalam sektor ini merupakan bagian dari sistem dan disebut variabel bebas. Jika nilai DP 50 dari jumlah subelemen dan nilai D 50 dari jumlah subelemen, maka akan diklasifikasikan dalam sektor 4. Data Envelopment Analysis DEA Data Envelopment Analysis DEA adalah suatu pendekatan program matematika non parametrik yang menghitung relatif efisiensi multikriteria. DEA yang sering diistilahkan juga sebagai frontier analysis merupakan suatu teknik pengukuran kinerja berbasis linier programming yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi relatif decision making unit DMU dalam perusahaan Zhou et al. 2008. Pada penelitian ini, DEA digunakan sebagai salah satu pendekatan untuk mengukur kinerja kelembagaan pengadaan bahan baku pada sub-topik penelitian desain model kelembagaan pengadaan bahan baku kulit sapi yang memenuhi persyaratan sertifikasi halal. 49 Secara garis besar, langkah-langkah pendekatan DEA adalah sebagai berikut: 1 Identifikasi unit yang akan dievaluasi, input yang dibutuhkan serta output yang dihasilkan oleh unit tersebut, 2 Membentuk efficiency frontier atas set data yang tersedia untuk menghitung nilai produktivitas dari unit-unit yang tidak termasuk dalam efficiency frontier serta mengidentifikasi unit mana yang tidak menggunakan input secara efisien relatif terhadap unit berkinerja terbaik dari set data yang dianalisis, 3 Identifikasi himpunan bagian DMU yang efisien secara best practice, untuk DMU yang tidak termasuk dalam himpunan tersebut, DEA mengukur tingkat ketidakefisienan dengan membandingkan hasil pencapaian DMU tersebut terhadap efficiency frontier yang terbentuk oleh DMU yang efisien; dan 4 Penentuan bobot untuk menentukan variabel output ataupun input. Menurut Cooper et al. 002, model dasar Data Envelopment Analysis adalah sebagai berikut: Efisiensi maksimum: ∑ ∑ = ik i rk r k X V Y U η 10 Keterangan: k = Unit pengambil keputusan yang akan dievaluasi U r V = Bobot output i Y = Bobot input rk X = Nilai output ik = Nilai input. Analisis Finansial Dalam menilai tingkat keberhasilan suatu perusahaan, pengambil keputusan memerlukan informasi tentang kinerja keuangan yang tersusun dalam bentuk akuntansi keuangan. Kajian analisis finansial meliputi nilai NPV Net Present Value , IRR Internal Rate of Return, Net BC rasio Net Benefit Cost Ratio, PBP Payback Period dan analisis sensitivitas. NPV, IRR, Net BC rasio dan PBP. 50 Penghitungan NPV Metode nilai sekarang present value method adalah metode penilaian kelayakan finansial yang menyelaraskan nilai yang akan datang arus kas menjadi nilai sekarang dengan melalui pemotongan arus kas dengan memakai faktor pengurang diskonto pada tingkat biaya modal tertentu yang diperhitungkan. Kriteria nilai sekarang neto net present value, NPV didasarkan pada konsep mendiskonto seluruh aliran kas ke nilai sekarang. Dengan mendiskonto semua aliran kas masuk dan keluar selama umur proyek investasi ke nilai sekarang, kemudian menghitung angka bersih neto maka akan diketahui selisihnya dengan memakai dasar yang sama, yaitu harga pasar saat ini. Hal tersebut berarti dua hal sekaligus telah diperhatikan, yaitu faktor nilai waktu dari uang dan selisih besar aliran kas masuk dan keluar. Dengan demikian amat membantu pengambil keputusan untuk menentukan pilihan. NPV menunjukkan jumlah lumpsum yang dengan arus diskonto tertentu memberikan angka berapa besar nilai usaha Rp tersebut pada saat ini. Jika NPV lebih besar dari 0 atau bernilai positif, berarti proyek layak dan jika NPV lebih kecil dari 0 atau negatif berarti proyek tidak layak. NPV dihitung dengan persamaan sebagai berikut Soekardono 2009 : ∑ = + − = n t t t t i C B NPV 1 11 dengan : Bt : benefit bruto pada tahun ke-t Ct : biaya bruto proyek pada tahun ke-t i : tingkat suku bunga t : lama investasi t = 0, 1, 2, …, n Penghitungan IRR Tingkat kemampulabaan internal internal rate of return, IRR adalah metode analisis kelayakan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat balikan internal sewaktu nilai sekarang arus kas masuk sama dengan nilai sekarang pengeluaran investasi atau sewaktu NPV sama dengan 0. Jika IRR lebih besar dari tingkat bunga, maka proyek tersebut layak diterima. IRR dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut Soekardono 2009 51 1 2 2 1 1 1 i i NPV NPV NPV i IRR − − + = 12 dengan : NPV 1 : nilai sekarang bersih yang diperoleh dari faktor i 1 NPV positif 2 : nilai sekarang bersih yang diperoleh dari faktor i 2 i negatif 1 i : tingkat bunga yang kecil 2 Penghitungan Net BC rasio : tingkat bunga yang besar Kelayakan finansial suatu usaha dapat pula dikaji dengan menggunakan kriteria Net BC rasio. Jika BC lebih besar dari satu artinya suatu usaha layak namun jika lebih kecil dari satu maka usaha tersebut tidak layak dan sebaiknya ditolak. Net BC rasio dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut Soekardono 2009 ∑ ∑ = = + + + = n t t t n t t t I i C i B ratio C B Net 1 1 13 dengan : B t C : benefit bruto pada tahun tertentu t t i : tingkat bunga : biaya bruto pada tahun tertentu t n : umur ekonomis proyek I : investasi awal Penghitungan PBP Jangka waktu pemulihan modal PBP payback period adalah jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan seluruh modal yang diinvestasikan. Biasanya dinyatakan dalam satuan tahun. PBP dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut Soekardono 2009 ∑ = ≤ − − θ 1 k I Ek Rk 14 dengan : R k E : penerimaan pada tahun ke-k k Ө : payback period : pengeluaran pada tahun ke-k I : investasi 52 Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas bertujuan untuk menghitung kepekaan investasi terhadap perubahan-perubahan faktor harga. Analisis sensitivitas ini dapat menggambarkan perubahan harga produk apabila terjadi kenaikan atau penurunan harga bahan baku. 53 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan ilmiah dengan kerangka berfikir logis. Pemodelan sistem kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin sebagai salah satu komponen pengembangan agroindustri gelatin memerlukan kajian yang serius dengan pendekatan holistik. Karena persoalan agroindustri bersifat sistemik, maka pendekatan analitis belum cukup untuk menjawab persoalan. Keterlibatan pakar sangat diperlukan untuk memberikan penilaian dan judgment terhadap persoalan riil yang relevan terhadap pemodelan sistem kelembagaan tersebut. Penelitian ini mengkaji sistem kelembagaan pasokan bahan baku kulit sapi yang digunakan untuk memproduksi gelatin guna memastikan asal-usul dan proses pengadaan bahan baku tersebut telah memperoleh perlakukan yang memenuhi persyaratan sertifikasi halal. Penelitian dilakukan pada industri penyamakan kulit PT. Muhara Dwi Tunggal Laju Tannery untuk mengetahui proses perlakukan kulit yang dihasilkan dari industri penyamakan kulit yang digunakan sebagai bahan baku agroindustri gelatin. Beberapa hal yang perlu diketahui adalah data potensi bahan baku, data ketersediaan bahan baku, data proses produksi kulit samak, data pengadaan kulit dan data distributor dan pemasok kulit sapi ke industri penyamakan kulit. Kemudian penelitian dilanjutkan untuk mengkaji pemasok kulit pada industri penyamakan kulit yaitu Rumah Pemotongan Hewan RPH, pengumpul kulit sapi. Selain itu juga dikaji kelembagaan dari distributor dan pengumpul kulit yang ada saat ini serta cakupan untuk setiap pengumpul kulit dalam suatu wilayah. Penelitian dilanjutkan untuk mengkaji seluruh stakeholder dari penyediaan bahan baku kulit sapi dari peternak sapi sampai pada industri penyamakan kulit. Kajian ini digunakan untuk memperoleh data kendala dan potensi konflik dari masing – masing stakeholder dalam kaitannya dengan penanganan bahan baku kulit sapi yang ditinjau asal-usul dan proses pengadaan dan penanganan bahan baku tersebut pada setiap tingkatan pelaku. Kerangka pemikiran konseptual dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Kerangka pemikiran konseptual penelitian Selanjutnya dilakukan analisis usaha dari setiap pelaku penyediaan bahan baku tersebut dengan faktor kritis terpenuhinya persyaratan halal dan peningkatan mutu serta pendapatan peternak dengan terbentuknya suatu kelembagaan pasokan bahan baku yang bersertifikasi. Analisis ini dilakukan dengan melibatkan tujuh Industri Penyamakan Kulit Peternak Sapi Rumah Pemotongan Hewan RPH Kondisi Sistem Penyediaan Bahan Baku Kulit Sapi dan Kendala Sertifikasi: Usaha peternakan sapi, usaha pemotongan hewan, usaha pengumpulan kulit sapi, rantai pasokan dan industri gelatin Pendekatan Sistem Kelembagaan Analisis Usaha Peternakan Sapi Analisis usaha pemotongan hewan Analisis Usaha Pemotongan Hewan Analisis Sertifikasi Mutu Analisis Elemen Kelembagaan Kondisi Situsional Peternakan Sapi Kondisi Situsional Pemotongan Hewan Persyaratan Jaminan Mutu Produk Elemen Kunci Kelembagaan Perekayasaan Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Gelatin dari Kulit Sapi Split Struktur Kelembagaan Analisis Nilai Tambah dan Tingkat Efisiensi Analisis Konflik dan Kendala Implementasi dan Verifikasi Faktor Pendukung Faktor Penghambat Sistem Kelembagaan Pasokan Bahan Baku Gelatin dari Kulit Sapi orang pakar yang berkompeten akademisi, peneliti dan praktisi untuk mendapatkan suatu model sistem kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin guna menjamin mutu yang efektif dan efisien. Nilai keilmuan dari penelitian ini adalah bagaimana suatu sistem kelembagaan pengadaan dan pasokan bahan baku kulit sapi untuk memenuhi persyaratan sertifikasi halal dapat terbentuk, serta model sistem kelembagaan dalam ranah rekayasa manajemen dapat digunakan dan diimplementasikan pada agroindustri gelatin berbahan baku kulit sapi untuk perencanaan dan pengembangan agroindustri gelatin halal. Validasi dan verifikasi terhadap model yang diusulkan dilakukan dengan melalui pengujian antar variabel dengan berdasarkan penilaian pendapat pakar. Tahapan penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem untuk merekayasa model kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan yang dirancang untuk dapat menghasilkan model konseptual kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin . Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 5, sedangkan langkah- langkah yang dilakukan dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Tahap awal penelitian terdiri dari studi pustaka dan survai lapangan, analisis kebutuhan, perumusan masalah dan identifikasi sistem. Dalam tahap ini dilakukan survai lapang di Bogor, Bandung, Semarang, dan Surabaya terhadap beberapa pemangku kepentingan stakeholder yang terlibat dalam pasokan bahan baku kulit sapi yaitu peternak sapi, pedagang sapi, rumah pemotongan hewan, pengumpul kulit, pedagang kulit dan industri penyamakan kulit. Disamping itu juga dilakukan studi literatur terhadap berbagai metode penelusuran bahan baku dalam rangka memenuhi kriteria jaminan mutu halal. 2. Analisis sistem kelembagaan sertifikasi halal gelatin untuk mendapatkan permasalahan dan konflik kepentingan antar stakeholder penyediaan bahan baku gelatin. Dalam hal ini dilakukan analisis terhadap kelembagaan sertifikasi mutu yang telah ada saat ini yaitu badan LPPOM MUI sehingga diperoleh kendala yang dihadapi oleh setiap pemanggku kepentingan dalam mendapatkan label sertifikasi mutu. 3. Tahap analisis pemasok bahan baku potensial berdasarkan kriteria tertentu sesuai dengan kebutuhan para stakeholder pengembangan agroindustri gelatin. Sehingga dengan analisis ini diharapkan akan diperoleh model pemasok yang efektif dan efisien dalam pengadaan bahan baku agroindustri gelatin guna menunjang konsep sertifikasi mutu. 4. Tahap penentuan struktur model sistem kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Strukturisasi sistem dilakukan dengan menggunakan metode ISM untuk mengetahui elemen-elemen kunci dari sistem pasokan bahan baku agroindustri gelatin dan struktur pengembangan dari masing- masing elemen berdasarkan kekuatan penggerak dari masing-masing sub elemennya. Tahap ini kemudian dilanjutkan dengan formulasi struktur kelembagaan penyediaan bahan baku agroindustri dilakukan untuk membuat struktur penyediaan bahan baku agroindustri gelatin yang menjamin kepastian asal-usul bahan baku dan proses penyediaannya. 5. Tahap pemilihan strategi aliansi antar pelaku usaha penyediaan bahan baku agroindustri gelatin untuk menentukan model aliansi yang cocok untuk pengembangan agroindustri tersebut dengan AHP. Dengan tahapan ini diharapkan akan diperoleh strategi yang efektif dalam pengadaan bahan baku agroindustri gelatin guna menunjang sertifikasi mutu. 6. Analisis kinerja kelembagaan penyediaan bahan baku agroindustri gelatin untuk mengetahui kinerja kelembagaan tersebut serta kekurangan dan kelebihannya dengan DEA. 7. Tahap analisis finansial pengembangan agroindustri gelatin dengan sertifikasi mutu halal yang dapat diimplementasikan oleh investor agroindustri gelatin dengan bahan baku kulit sapi. 8. Pemodelan sistem pendukung pengambilan keputusan guna membantu pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan sistem kelembaggan pasokan bahan baku agroindustri gelatin. 9. Verifikasi dan validasi model menggunakan pendapat pakar untuk mengetahui kebenaran sistem dan mendapatkan keabsahan dan keyakinan bahwa model mampu bekerja sesuai kebutuhan pengambil keputusan. Gambar 5 Tahapan penelitian rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin dari kulit sapi split Studi pustaka Analisis Kebutuhan Formulasi tujuan penelitian Formulasi masalah pengembangan industri gelatin Mulai Analisis sistem kelembagaan sertifikasi halal Strukturisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin Ide ntifikasi sistem Analisis kebutuhan pengguna Analisis sistem kelembagaan penyediaan bahan baku Analisis sistem pasokan dan pemasok bahan baku kulit sapi Strukturisasi sistem kelembagaan pemasok bahan baku Analisis efisiensi kinerja model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Formulasi strategi pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku Analisis potensi bahan baku dan rancangan skala kelayakan usaha industri gelatin Pemilihan model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku Kesimpulan dan saran ----- ISM ----- DEA ----- AHP ----- MPE -----Analisis finansial Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari tanggal 1 Agustus 2008 sampai dengan 30 Juli 2010. Penelitian dilakukan di Jabodetabek, Jawa Barat dan Jawa Tengah terkait dengan potensi penyediaan bahan baku agroindustri gelatin dan industri penyamakan kulit yang terdapat di Jawa Barat. Penelitian terutama dilakukan pada beberapa rumah pemotongan hewan yaitu RPH Cakung, RPH Kabupaten dan Kota Bandung. RPH Semarang dan industri penyamakan kulit PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery yang ada di Jawa Barat. Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari survai lapang dengan melakukan wawancara mendalam dan pengisian kuesioner dengan pelaku terkait dan pakar. Pakar yang dimaksud adalah seseorang yang memiliki tingkat pengetahuan dan kemampuan mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya Hart 1986 dan didasarkan atas pertimbangan dan kriteria- kriteria antara lain; 1 Keberadaan “responden” dan keterjangkauan serta kesediaan untuk diwawancarai, 2 Mempunyai reputasi, kedudukan dan telah menunjukan kredibilitasnya sebagai ahli, 3 Telah berpengalamaqn dibidangnya Machfud, 2001 Beberapa pakar yang dilibatkan dalam penelitian ini berasal dari dua orang dari praktisi agroindustri gelatin, dua orang peneliti agroindustri gelatin dari Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi BPPT, tiga orang pemerhati agroindustri gelatin dari Perguruan Tinggi, dan satu orang dari LPPOM-MUI. Pelaku-pelaku yang terkait dengan pasokan bahan baku yang digunakan sebagai responden dalam penelitian ini meliputi peternak sapi, Rumah Pemotongan Hewan RPH, pengepul kulit sapi, dan industri penyamakan kulit. Data sekunder diperoleh melalui instansi terkait dan publikasi dari lembaga-lembaga yang relevan dengan penelitian ini. Data dan informasi yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup beberapa hal sebagai berikut : 1. Pengumpulan data dan informasi untuk analisis sistem dilakukan wawancara mendalam dan pengisian kuesioner dengan stakeholder yang terkait dan pakar. Pengumpulan data dan informasi ini dilakukan untuk memperoleh data dan informasi tentang permasalahan dan kebutuhan pengembangan agroindustri gelatin. 2. Pengumpulan data dan informasi tentang pelaku penyediaan bahan baku gelatin yang potensial dilakukan melalui wawancara mendalam indepth interview dengan pakar dari akademisi, praktisi dan peneliti yang dipilih secara purposive yang dapat mewakili semua kepentingan expert survey. Pakar yang diwawancarai dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut: a memiliki reputasi dalam domain pengetahuan yang diperlukan. b memiliki kedudukan sebagai perencana dan pengambil keputusan sehingga memiliki pengetahuan struktur sistem. c telah berpengalaman dibidangnya. memiliki kemampuan berkomunikasi dan bersedia diwawancarai. Pengumpulan data dan informasi dilakukan untuk memperoleh kumpulan pendapat tentang penentuan bobot, kriteria dan alternatif dalam penentuan agroindustri potensial. 3. Pengumpulan data dan informasi yang berkaitan dengan strukturisasi sistem kelembagaan dilakukan melalui survey pakar expert survey. Pengumpulan data dan informasi ini dilakukan untuk memperoleh kumpulan pendapat tentang interaksi antar sub elemen dalam suatu elemen sistem. Data dan informasi tersebut digunakan untuk menentukan sub elemen kunci dari masing-masing elemen serta kekuatan pendorong driver power dalam elemen sistem tersebut. 4. Data penyediaan bahan baku agroindustri gelatin diperoleh melalui survey terhadap pedagangpemasok bahan baku agroindustri gelatin yang berada di Jabodetabek, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Metode Analisis Data Data dan informasi hasil survey lapang dan pendapat pakar diolah sesuai dengan rancangan metode yang digunakan. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pemodelan dan strukturisasi sistem kelembagaan penyediaan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk sesuai sertifikasi halal dilakukan dengan menggunakan teknik Interpretive structural modelling ISM, dengan agregasi pendapat pakar dilakukan dengan metode mean atau modus. 2. Analisis pemilihan model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin yang potensial dilakukan dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial MPE. Agregasi pendapat pakar dilakukan dengan metode rata-rata. 3. Analisis pengukuran kinerja kelembagaan penyediaan bahan baku gelatin dilakukan dengan menggunakan metode DEA Data Envelopment Analysis , dengan satu output yaitu peningkatan kepuasan pelanggan. Kemudian agregasi pendapat pakar dilakukan dengan rata-rata. 4. Analisis sensitifitas kelayakan usaha agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk dengan skala sesuai dengan potensi bahan baku kulit sapi split yang tersedia dalam sistem kelembagaan optimal menggunakan metode analisis finansial agroindustri gelatin yang diintegrasikan pada industri penyamakan kulit. 5. Metode penyusunan strategi pengembangan agroindustri gelatin yang terintegrasi pada industri penyamakan kulit dan strategi pengembangan model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dilakukan dengan AHP. 6. Analisis sistem kelembagaaan pasokan bahan baku yang berjalan saat ini dilakukan dengan analisis deskriptif. Verifikasi dan Validasi Model Kredibilitas sebuah model ditentukan oleh aksebilitas model dihadapan para pengguna atau pemangku kepentingan. Penerimaan sebuah model oleh pengambil keputusan sebagai pengguna harus diuji melalui proses verifikasi dan validasi. Proses ini akan membuktikan kebenaran model dan penerimaan pengguna terhadap kemampuan dari model. Seluruh rangkaian dalam menghasilkan mulai dari pemuatan elemen sistem nyata, pembangunan logika dan penulisan kode komputer dengan bahasa pemrograman tertentu akan diperiksa konsistensinya terhadap konsep dan teori yang digunakan. Verifikasi dan validasi model adalah bagian esensial dari proses pengembangan model agar model diterima dan digunakan untuk mendukung pengambilan keputusan. Pertanyaan utama yang sering disampaikan kepada seseorang yang memperkenalkan sebuah model adalah keabsahan model sebelum diterapkan. Verifikasi adalah proses untuk menjamin bahwa model sudah bekerja dengan benar, sedangkan validasi adalah proses menjamin bahwa model memenuhi kebutuhan yang diharapkan dari segi metoda yang digunakan dan hasil yang diperoleh. Verifikasi dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui kebenaran kerja model, selanjutnya divalidasi untuk mengetahui kesesuaian model terhadap peruntukannya Carson 2002. Penelitian dilaksanakan dengan pendekatan sistem untuk menghasilkan sebuah sistem penunjang keputusan. Tujuan dari verifikasi dan validasi adalah memeriksa kesesuaian model dengan teori-teori dan konsep-konsep yang diterapkan dengan sistem nyata. Verifikasi konseptual dilakukan untuk mendapatkan relevansi asumsi-asumsi dan teori-teori yang digunakan dalam memodelkan rantai pasok yang telah diwujudkan dalam bentuk persamaan ataupun pertidaksamaan. Teknik verifikasi yang digunakan adalah menelusuri apakah konsistensi pemakaian relasi dan fungsi pada model sesuai dengan aturan matematik dan menggambarkan fungsi dari variabel keputusan dalam bentuk grafik. Model yang telah melewati verifikasi secara teoritik dan konseptual diuji secara komputasional dengan perangkat komputer yang telah disiapkan menggunakan data dari obyek penelitian. Menurut Carson 2002 menjelaskan beberapa teknik validasi model yang dapat digunakan dan penelitian ini menerapkan teknik face validity. Teknik face validity ini memungkinkan penelusuran model secara menyeluruh dan utuh sehingga konsistensi konsep dan kebutuhan pemangku kepentingan dapat dievaluasi secara bersamaan. Face validity dilaksanakan dengan cara bertanya kepada orang pakar yang mempunyai pengetahuan tentang gelatin dan manajemen pasokan bahan baku agroindustri gelatin serta sertikasi mutu gelatin mengenai kesesuaian model danatau prilakunya terhadap peruntukannya. Proses ini menggunakan rasionalisme dan empirisme berdasarkan pendapat seseorang ahli yang mengetahui tentang agroindustri gelatin. Rasionalisme adalah validasi dengan cara deduksi logika untuk menilai asumsi dari model sudah sesuai atau belum. Empirisme membutuhkan data empiris untuk menilai kesesuaian model dengan peruntukannya. 63 ANALISIS SITUASI PASOKAN BAHAN BAKU AGROINDUSTRI GELATIN Penelitian ini menganalisis sistem kelembagaan pasokan bahan baku kulit sapi yang digunakan untuk memproduksi gelatin guna memastikan asal usul dan proses pengadaan bahan baku tersebut telah memperoleh perlakukan yang memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan. Penelitian dilakukan pada industri penyamakan kulit PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery untuk mengkaji proses perlakukan kulit yang dihasilkan dari industri penyamakan kulit tersebut yang kemudian digunakan sebagai bahan baku agroindustri gelatin. Data yang dikehendaki adalah data potensi bahan baku, data ketersediaan bahan baku, data proses produksi kulit samak, data pengadaan kulit dan data distributor dan pemasok kulit sapi ke industri penyamakan kulit. Penelitian dilanjutkan untuk mengkaji pemasok kulit pada industri penyamakan kulit yaitu RPH Rumah Pemotongan Hewan, pengumpul kulit sapi pada tingkat kelurahan, tingkat kecamatan dan tingkat propinsi. Data yang diinginkan dari kajian ini adalah data distribusi dan jumlah RPH yang tersedia di suatu wilayah, data proses pemotongan hewan di RPH terkait, data sertifikasi pelaku pemotongan hewan serta data keterkaitan antara suatu RPH dengan pengumpul kulit atau distributor kulit. Selain itu juga dikaji kelembagaan dari distributor dan pengumpul kulit yang ada saat ini serta cakupan untuk setiap pengumpul kulit dalam suatu wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, atau Jawa Timur. Industri penyamakan kulit Industri penyamakan kulit di Indonesia memiliki sejarah panjang dengan para produsen dalam negeri yang sebagian besar menggunakan kulit sapi, kerbau, domba dan kambing dalam proses produksinya. Industri penyamakan kulit kelas menengah hingga besar berada di sejumlah daerah di seluruh pulau Jawa, termasuk Jakarta Raya, Jawa Barat Cianjur dan Bandung, Jawa Tengah Yogyakarta, Solo, Semarang dan Jawa Timur Malang, Pasuruan, Sidoarjo dan Surabaya; sementara penyamakan rumahan sebagian besar berada di Jawa Barat Garut dan Jawa Timur Magetan. Data APKI Asosiasi Penyamakan Kulit Indonesia 2008 menyebutkan di Indonesia saat ini terdapat 70 industri 64 penyamakan kulit skala menengah dan besar, sementara skala industri rumahan sebanyak 400 unit usaha Tabel 13. Tabel 13 Jumlah Industri Penyamakan kulit yang beroperasi di Indonesia Tahun Jumlah industri penyamakan kulit menengah-besar Jumlah penyamakan kulit rumahan 1998 112 400 2000 76 252 2002 46 136 2004 55 200 2006 67 240 2008 70 400 Sumber: APKI, 2009. Kapasitas produksi pabrik kulit sapi 140 juta kaki persegi atau 5 juta lembar kulit sapi yang berarti 5 juta ekor per tahun. Dengan bobot rata-rata kulit sapi per lembar sebesar 20 Kg, maka diperlukan bahan kulit sapi sebesar 100 juta Kg per tahun. Jumlah hasil samping kulit dari proses split mencapai 11,5 dari bahan baku kulit mentah yang diproses Winter 1984, oleh karena itu akan tersedia bahan baku kulit sapi split sebesar 11.500 ton per tahun di Indonesia. Industri penyamakan kulit yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery yang bergerak dalam bidang penyamakan kulit, khususnya kulit sapi dan kerbau. Industri ini terletak di Kampung Muhara Sarongge, Desa Citeureup Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Bahan baku yang digunakan berupa kulit basah dan kulit awet garam yang berasal dari Jawa Barat yaitu; Bekasi, Bogor, Serang, Bandung, Jawa Tengah yaitu ; Semarang, dan Jawa Timur yaitu; Kediri. Bahan penolong atau pembantu yang digunakan antara lain : NaCl, CaOH 2 , NaHSO 3 NaHSO 4 , H 2 SO 4 Kapasitas produksi pada umumnya tidak tetap, tergantung dari besarnya permintaan dan ketersediaan bahan baku. Rata-rata produksi dapat mencapai 25- 50 ton per bulan. Produk yang dihasilkan berupa kulit samak dengan jenis dan warna yang disesuaikan dengan permintaan konsumen. Pabrik ini mampu menghasilkan hampir semua jenis kulit samak. , HCOOH, chrom tanning, sulfiter fisionil sulfeter fisionil, oropon, sintar, minyak sintesistourel AA, minyak nabati NFO dan sulfeter. 65 Daerah pemasaran kulit jadi merupakan daerah pemasaran domestik dan ekspor. Daerah pemasaran domestik antara lain Bogor, Jakarta, Bandung, Tangerang, Bekasi, Majalaya, Cibubur. Pasar ekspor salah satunya adalah ke Jepang. Ketersediaan bahan baku kulit sapi split. Kulit sapi split merupakan kulit sapi yang dihasilkan dari proses pembelahan kulit menjadi dua bagian untuk mendapatkan ketebalan kulit yang diharapkan dalam proses penyamakan kulit di Industri penyamakan kulit. Proses spliting dilakukan setelah proses perendaman basa atau liming untuk mengembalikan kondisi kulit menjadi seperti semula dan proses penghilangan lemak. Adapun alur proses yang dilakukan oleh industri penyamakan kulit untuk mendapatkan kulit sapi split dapat dilihat pada Gambar 6. Pencucian penghilangan garam kotoran Kulit sapi awet garam Penghilangan bulu Soaking Perendaman Basa Liming Pencucian Deliming Pembelahan spliting Kulit sapi split Penghilangan lemak Degressing Pemotongan ujung kulit Trimming Gambar 6 Diagram alir proses pembuatan kulit sapi split di PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery. Dari proses ini rata-rata kulit sapi split yang dihasilkan adalah sebesar 20-25 dari jumlah kapasitas bahan baku yang digunakan dalam industri penyamakan kulit. Oleh karena itu jika penggunaan bahan baku kulit sapi di 66 Industri penyamakan kulit PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery adalah sebesar 2-10 tonhari, maka ketersediaan kulit sapi split adalah berkisar 500 Kg sampai dengan 2 tonhari Berkaitan dengan mutu bahan baku gelatin proses kritis yang perlu diperhatikan dalam kegiatan ini adalah penggunaan bahan kimia dalam proses soaking atau penghilangan bulu. Karena proses ini biasanya menggunakan bahan kimia natrium sulfida yang sangat beracun. Oleh karena itu perlu diperhatikan proses deliming dan pencucian agar mendapatkan hasil yang baik. Rantai pasokan kulit Sapi Rantai pasokan kulit sapi dimulai dari peternak sampai pada industri penyamakan kulit. Pelaku rantai pasokan kulit tersebut disajikan pada Gambar 7. Pedagang sapi Rumah pemotongan Hewan RPH Pedagang Pengumpul Kulit Agenpedagang kulit Industri penyamakan kulit Industri gelatin Peternak Pemeliharaan sapi Pembelian dan pengiriman sapi Pemotongan dan pemisahan kulit Pengumpulan, penyimpanan dan penggaraman kulit sapi Proses penggaraman, penyimpanan dan distribusi kulit sapi Proses perendaman dan pemotongan kulit sapi menjadi split Proses pembuatan gelatin dari kulit sapi split Gambar 7 Pelaku dan aktifitas rantai pasok kulit sapi Hasil Survey Peternak sapi merupakan pelaku yang berkepentingan dalam tata-laksana pemeliharaan dan budidaya ternak sapi. Perlakuan sapi pada saat dibudidayakan dapat mempengaruhi mutu kulit dilihat dari sisi industri penyamakan kulit. Peternak di pulau Jawa pada umumnya melakukan pemeliharaan sapi dengan cara 67 dikandangkan sehingga mutu kulit sapi lebih terjaga, sedangkan peternak dari luar pulau Jawa pemeliharaan sapi dilakukan dengan cara digembalakan tidak dikandangkan sehingga kulit menjadi kurang baik mutunya karena adanya tanda kepemilikan berupa cap dari setiap sapi peliharaan yang dapat menimbulkan kerusakan pada kulit. Mutu kulit sapi juga dapat dilihat dari kandungan benda asing yang menempel pada kulit seperti garam atau tanah. Hal ini disebabkan oleh cara penggaraman yang dilakukan oleh pengumpul kulit sapi yang tidak sesuai dengan prosedur penggaraman yang baik yaitu dengan cara mencampur garam dengan lumpur laut untuk mengurangi penggunaan jumlah garam. Pedagang sapi bertindak sebagai pembeli sapi dari peternak kemudian mengirimkan ke Rumah Pemotongan Hewan RPH untuk menjualnya atau melakukan pemotongan. Sebagian besar Rumah Pemotongan Hewan RPH tidak melakukan pembelian sapi tetapi hanya melakukan pemotongan sapi yang dibawa oleh pedagang sapi. Rumah Pemotongan Hewan RPH menyediakan tempat peristirahatan bagi sapi yang akan dipotong dan menyediakan tukang potong penjagal. Setiap penjagal di RPH biasanya sudah mempunyai sertifikasi halal yang diberikan oleh LPPOM-MUI, sedangkan RPH sendiri secara institusi belum mempunyai sertifikasi halal dari LPPOM-MUI. Proses pengumpulan kulit dimulai dari Rumah Pemotongan Hewan RPH karena proses pemisahan kulit sapi dengan daging sapi dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan RPH. Pengumpul kulit sapi biasanya dilakukan oleh pedagang sapi atau penjagal sapi yang berperan sebagai pengumpul kulit sapi. Kulit sapi yang diperoleh di Rumah Pemotongan Hewan RPH kemudian diawetkan dengan penggaraman. Pengawetan kulit dengan garam dilakukan pada kulit yang akan digunakan sebagai bahan kulit tersamak. Garam yang digunakan dalam pengawetan kulit adalah garam dapur, bukan garam murni, tetapi garam teknis yang berkadar 90. Pengawetan kulit dengan garam dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu penggaraman basah wet salting, dan penggaraman kering dry salting. Proses pengawetan kulit dengan penggaraman basah dilakukan dengan merentangkan kulit yang telah dibersihkan pada lantai miring yang telah ditaburi garam dengan posisi bagian bulu di bawah, dan kemudian pada bagian daging ditaburi garam 68 sebanyak 30 dari berat basah. Selanjutnya, di atas kulit tersebut direntangkan lagi kulit dengan posisi bulu berada di bawah. Bagian daging yang menghadap ke atas ditaburi garam seperti yang telah dilakukan terhadap kulit yang sebelumnya, begitu seterusnya hingga mencapai tinggi satu meter. Kulit paling atas diletakkan sebagai penutup dengan posisi bagian bulu di atas, kemudian didiamkan selama satu malam. Pedagang kulit atau agen kulit biasanya bertindak sebagai pemasok bagi industri penyamakan kulit. Seorang agen kulit mendapatkan kulit dari beberapa pengumpul kulit yang terdapat di beberapa Rumah Pemotongan Hewan RPH. Tindakan yang dilakukan oleh seorang agen kulit adalah melakukan penggaraman ulang terhadap setiap kulit yang diterima agar dapat disimpan lebih lama. Penaburan garam oleh agen adalah mengulangi penaburan garam semula sebanyak 20. Kulit yang telah digarami dibiarkan selama beberapa hari, yakni dua hari sampai empat minggu agar supaya air hasil penggaraman mengalir. Setelah kadar air minimal tercapai, kulit dilipat dan disimpan hingga proses penyamakan. Tabel 14 Pemasok bahan baku kulit sapi PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery No Lokasi Nama Pema- sok Asal Kulit Pasokan Perlakuan Keterang- an Rumah Potong Hewan Pedagang Frekwensi Minggu Jumlah ton Total tonbl Proses lama Penyimpanan hr I Jawa Barat H. Ruslan Cibinong 2-3 kali 4 48 garam tabur 7 Pemasok Utama Cakung Tangerang Hankam H. Asmuri Cakung 1 kali 4 16 garam tabur 15 Pemasok tak tetap Tangerang Jabotabek Gunawan Tangerang H.Yayat 2 kali 6-7 ton 56 7 Pemasok Utama Bogor H.Eman Bandung Helmi Ciwastra Pemasok tak tetap Serang Ahin Serang 1 kali 6 ton 24 garam tabur Pemasok tak tetap II Jawa Tengah Semarang Ismail Semarang + 1 kali 7 ton 28 garam tabur 14 Pemasok tak tetap Solo III Jaw Timur Kediri Abd Baqi Kediri + 1 kali 20 ton 80 garam tabur Catatan: Hasil survey lapang. 69 Industri penyamakan kulit mendapatkan pasokan kulit dari beberapa agen kulit. Terdapat pemasok utama dan pemasok tak tetap di industri penyamakan kulit PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery. Pemasok utama dari Jabodetabek dilakukan oleh H. Ruslan dengan pasokan sebanyak empat ton setiap 2-3 kaliminggu. Agen kulit ini memperoleh kulit dari beberapa RPH di Jawa Barat yaitu RPH Cibinong, Cakung, Tangerang dan Hankam. Pemasok utama yang lain adalah Gunawan yang berasal dari Jabodetabek juga dengan jumlah pasokan 6-7 ton per minggu dua kali pasokan dengan total pasokan perbulan sebanyak 56 ton. Pemasok kulit bukan utama pemasok tak tetap berasal dari Bandung, Serang, Semarang dan Kediri. Rincian dari jumlah pasokan masing-masing dapat diperlihatkan pada Tabel 14. Dalam penyediaan bahan baku agroindustri gelatin perlu diperhatikan titik-titik kritis pada setiap tahapan rantai pasokan bahan baku agar mendapatkan standar mutu yang dikehendaki. Dalam mendapatkan titik kritis tersebut dapat dilakukan dengan standarisasi mutu tertentu misal standar halal atau dengan HACCP. Untuk memenuhi standar tersebut perlu diperhatikan proses, kandungan dan asal-muasal bahan baku. Selain itu dalam penyediaan bahan baku melibatkan berbagai tingkatan rantai pasok yang masing-masing memiliki proses dan tahapan yang berbeda, oleh karena itu untuk dapat mengantisipasi kejadian yang dapat menurunkan atau mengganggu proses jaminan mutu perlu mengidentifikasi setiap tindakan yang akan berpengaruh dalam proses jaminan mutu, sehingga akan diperoleh alternatif tindakan yang dapat dilakukan dalam mengatasi kondisi kritis tersebut. Titik kritis dalam proses pengadaan yang perlu diantisipasi adalah adanya kontaminasi pada bahan yang dapat menurunkan mutu dan adanya proses yang dapat merusak mutu. Titik titik kritis dari pasokan bahan baku agroindustri gelatin disajikankan pada Tabel 15. 70 Tabel 15 Titik-titik kritis proses penyediaan bahan baku gelatin dari kulit sapi. No Tingkatan rantai pasok kulit Proses kritis pasokan bahan baku terhadap mutu produk gelatin Tindakan koreksi 1. Peternak sapi • Penggunaan pakan sapi dan pakan tambahan serta obat- obatan • Tempat ternak sapi tidak campur dengan ternak yang tidak halal Jangan memerima pasokan sapi terhadap peternak yang belum teridentifikasi dengan baik 2. Pedagang sapi • Penggunaan suplemen makanan dan minuman pada ternak • Penggunaan alat transportasi dan tempat peristirahatan sapi Setiap pedagang sapi harus mendapat sertifikasi mutu terhadap dagangannya dan terdaftar sebagai pemasok sapi 3. Rumah pemotongan hewan RPH • Metode pemotongan sapi • Penjagal telah tersertifikasi • Tempat peristirahatan sapi Setiap RPH atau TPH harus menggunakan penjagal yang bersertifikat 4. Pengumpul kulit • Proses penggaraman kulit • Tempat penyimpanan kulit • Alat transportasi kulit Pengumpul kulit harus terdaftar dan tersertifikasi 5. Pedagang kulit agen kulit • Proses penggaraman kulit • Tempat penyimpanan dan proses penyimpanan kulit • Proses pengumpulan kulit Tolak bahan baku kulit yang bukan dari agen yang telah mendapat persetujuan dari LPPOM MUI 6 Industri penyamakan kulit • Proses penerimaan bahan baku • Proses perendaman kulit • Penggunaan bahan kimia Identifikasi pemasok bahan kimia dan perketat proses penerimaan kulit sesuai standar mutu yang berlaku 7 Agroindustri gelatin • Penggunaan bahan kimia • Proses pembuatan gelatin Bahan kimia diperoleh dari supplier yang bersertifikasi dan proses tidak menyalahi aturan mutu dan HACCP Peta jaringan pasokan bahan baku industri penyamakan kulit Peta jaringan pasokan bahan baku kulit sapi di PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery berasal dari berbagai daerah yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Jabodetabek dan Jawa Timur. Pemasok kulit dari Jawa Tengah dilakukan oleh Ismail yang memasok kulit setiap minggu sekali sebanyak 28 ton per bulan. Kulit dari Jawa Tengah diperoleh dari RPH Semarang. Pemasok kulit dari Jawa Barat memperoleh kulit dari RPH Ciwastra Bandung dan RPH Serang. Pemasok kulit 71 dari RPH Ciwastra Bandung dilakukan oleh Helmi dengan pasokan sebanyak 24 ton per bulan dengan jadwal pasokan seminggu sekali. Pemasok kulit dari RPH Serang dilakukan oleh Ahim yang memasok kulit seminggu sekali dengan jumlah pasokan 24 ton per bulan. Pemasok kulit dari Jabodetabek mendapatkan kulit sapi dari RPH Cibinong, RPH Cakung, RPH Hankam dan RPH Tangerang. Pemasok kulit dari Jabodetabek dilakukan oleh H. Ruslan, H. Asmuri dan Gunawan. H. Ruslan dan Gunawan merupakan pemasok kulit utama yang memberikan pasokan kulit setiap minggu masing-masing dua kali dengan jumlah pasokan per bulan sebesar 48 ton dan 56 ton. H. Asmuri merupakan pemasok tidak tetap yang memasok kulit setiap minggu sekali dengan jumlah pasokan 16 ton per bulan. Pemasok kulit dari Jawa Timur dilakukan oleh Abdul Baqi dengan pasokan kulit sebesar 80 ton per bulan yang dilakukan dua kali seminggu. Kulit sapi dari Jawa Timur ini diperoleh dari RPH Kediri, dengan jenis sapi Brahman dan sapi Jawa. Selain itu jika pasokan bahan baku kurang mencukupi, PT. Muhara Dwitunggal Tanery juga mendapatkan pasokan kulit dari Luar Jawa seperti Kalimantan. Namun kendala pasokan kulit dari luar Jawa adalah mutu kulit yang kurang baik, sehingga pasokan kulit dari luar Jawa jarang dilakukan. Peta pasokan bahan baku kulit sapi di PT. Muhara Dwitunggal Tanery disajikan pada Gambar 8. PT. Muhara Dwitunggal Laju Tanery Jawa barat Jabodetabek Jawa Tengah Jawa Timur RPH Cibinong RPH Cakung RPH Hankam RPH Tangerang RPH Ciwastra Bandung RPH Serang RPH Kediri RPH Semarang Luar jawa Kulit impor wet blue RPH Semarang PT. Muhara Dwitunggal Laju Tanery Jawa barat Jabodetabek Jawa Tengah Jawa Timur RPH Cibinong RPH Cakung RPH Hankam RPH Tangerang RPH Ciwastra Bandung RPH Serang RPH Kediri RPH Semarang Luar jawa Kulit impor wet blue RPH Solo RPH Bogor Gambar 8 Peta pasokan bahan baku industri penyamakan kulit PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery Hasil Survey. 72 Kelembagaan Sertifikasi Mutu Halal Analisis sistem kelembagaan pada sertifikasi mutu halal sangat penting dilakukan untuk mengetahui kondisi saat ini dari sistem kelembagaan jaminan mutu halal. Penentuan sistem kelembagaan yang tepat akan dapat mengatur penggunaan dan alokasi sumberdaya atau input kearah efisiensi yang tinggi, keadilan fairness kearah pembagian yang lebih merata dan aktifitas ekonomi dapat langgeng. Langkah awal guna mencapai efisiensi dalam alokasi sumberdaya secara optimal adalah perlunya pembagian pekerjaan sehingga setiap pekerjaan dapat dilaksanakan secara profesional dengan produktifitas yang tinggi. Peningkatan pembagian pekerjaan selanjutnya akan mengarah kepada spesialisasi ekonomi, sedangkan kelanjutan spesialisasi adalah peningkatan efisiensi dan produktivitas yang semakin tinggi. Setiap produsen harus memenuhi kebutuhan dan hak konsumen, termasuk konsumen Muslim. Memproduksi produk halal adalah bagian dari tanggungjawab perusahaan kepada konsumen muslim. Di Indonesia, untuk memberikan keyakinan kepada konsumen bahwa produk yang dikonsumsi adalah halal, maka perusahaan perlu memiliki Sertifikat Halal LPPOM MUI. Perusahaan yang telah mensertifikasikan halal untuk produknya dituntut menyiapkan suatu sistem untuk menjamin kesinambungan proses produksi halal secara konsisten. Sistem yang menjamin kesinambungan halal secara konsisten disebut Sistem Jaminan Halal SJH. Sistem ini merupakan sebuah sistem yang mengelaborasikan, menghubungkan, mengakomodasikan dan mengintegrasikan konsep-konsep syariat Islam khususnya terkait dengan halal-haram, etika usaha dan manajemen keseluruhan, prosedur dan mekanisme perencanaan, implementasi dan evaluasinya pada suatu rangkaian produksiolahan bahan yang akan dikonsumsi umat Islam. SJH dibuat untuk memperoleh dan sekaligus menjamin bahwa produk-produk tersebut halal. SJH dibuat sebagai bagian integral dari kebijakan perusahaan, bukan merupakan sistem yang berdiri sendiri. SJH sebagai sebuah sistem pada suatu rangkaian produksi. Konsep-konsep syariat dan etika usaha akan menjadi input utama dalam SJH yang senantiasa akan dijiwai dan didasari kedua konsep tersebut. Prinsip Sistem Jaminan Halal SJH pada dasarnya mengacu pada konsep Total Quality Management TQM, yaitu sistem 73 manajemen mutu terpadu yang menekankan pada pengendalian mutu pada setiap lini. Sistem Jaminan Halal SJH merupakan bagian tidak terpisahkan dalam proses sertifikasi halal. Prosedur proses sertifikasi halal dapat dilihat pada Gambar 9. Dokumen SJH1 Pendaftaran Dolumen sertifikasi produk Audit produk Evaluasi audit Audit memorandum bahan Fatwa ulama Sesuai Sertifikat halal Dokumen SJH2 Ya Ya Tidak Tidak Gambar 9 Diagram alir proses sertifikasi halal di PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery Hasil survey . Sistem Jaminan Halal SJH harus dipadukan dalam keseluruhan manajemen, yang berpijak pada empat konsep dasar, yaitu komitmen yang dapat memenuhi permintaan dan persyaratan konsumen, meningkatkan mutu produksi dengan harga yang terjangkau, produksi bebas dari kerja ulang, bebas dari penolakan dan penyidikan. Untuk mencapai hal tersebut perlu menekankan pada tiga aspek zero limit, zero defect dan zero risk. Dengan penekanan pada tiga zero tersebut, tidak boleh ada sedikitpun barang haram yang digunakan, tidak boleh ada proses yang menimbulkan keharaman produk, dan tidak menimbulkan resiko dengan penerapan ini. Oleh karena itu perlu adanya komitmen dari seluruh bagian organisasi manajemen, dimulai dari pengadaan bahan baku sampai distribusi 74 pemasaran. Sistem Jaminan Halal SJH berkembang karena kesadaran dan kebutuhan konsumen muslim untuk melindungi dirinya agar terhindar dari produk yang dilarang haram dan meragukan syubhat menurut ketentuan syariah Islam. Sistem jaminan Halal SJH dalam penerapannya harus diuraikan secara tertulis dalam bentuk Manual Halal yang meliputi lima aspek: 1 Pernyataan kebijakan perusahaan tentang halal Halal policy 2 Panduan halal Halal Guidelines 3. Sistem Organisasi Halal 4 Uraian titik kendali kritis keharaman produk 5 Sistem audit halal internal LPPOM MUI, 2008. Manajemen halal merupakan organisasi internal perusahaan yang mengelola seluruh fungsi dan aktivitas manajemen dalam menghasilkan produk halal. Manajemen yang terlibat merupakan perwakilan dari manajemen puncak, Quality Assurance QAQuality Control QC, produksi, research and development R D, purchasing, PPIC serta pergudangan. Organisasi manajemen halal dipimpin oleh seorang Koordinator Auditor Halal Internal KAHI yang melakukan koordinasi dalam menjaga kehalalan produk serta menjadi penanggungjawab komunikasi antara perusahaan dengan LPPOM MUI. Struktur organisasi manajemen halal di PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery dapat dilihat pada Gambar 10. Direktur Koordinator Auditor Halal Internal LP POM MUI QA QC Purchasing R D Produksi Gudang Gambar 10 Struktur organisasi manajemen halal Divisi Gelatin di PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery Hasil survey . Persyaratan, tugas dan wewenang auditor halal internal adalah sebagai berikut : 1. Persyaratan Auditor halal internal a. Karyawan tetap perusahaan bersangkutan b. Koordinator Tim Auditor halal internal adalah seorang muslim yang mengerti dan menjalankan syariat Islam. 75 c. Berada dalam lingkup Manajemen Halal. d. Berasal dari bagian yang terlibat dalam proses produksi secara umum seperti bagian QAQC, RD, Purchasing, Produksi dan Pergudangan. e. Memahami titik kritis keharaman produk, ditinjau dari bahan maupun proses produksi secara keseluruhan. f. Diangkat melalui surat keputusan pimpinan perusahaan dan diberi kewenangan penuh untuk melakukan tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan SJH termasuk tindakan perbaikan terhadap kesalahan sampai pada penghentian produksi atau penolakan bahan baku, sesuai dengan aturan yang ditetapkan LPPOM MUI 2. Tugas Tim Auditor halal internal secara umum a. Menyusun Manual SJH perusahaan b. Mengkoordinasikan pelaksanaan SJH c. Membuat laporan pelaksanaan SJH d. Melakukan komunikasi dengan pihak LPPOM MUI. 3. Uraian Tugas dan Wewenang Auditor halal internal berdasarkan fungsi setiap bagian yang terlibat dalam struktur manajemen halal: a. Manajemen puncak 1 Merumuskan kebijakan perusahaan yang berkaitan dengan kehalalan produk yang dihasilkan. 2 Memberikan dukungan penuh bagi pelaksanaan SJH di perusahaan. 3 Menyediakan fasilitas dan sarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan SJH. 4 Memberikan wewenang kepada koordinator auditor halal internal untuk melakukan tindakan tertentu yang dianggap perlu yang berkaitan dengan pelaksanaan SJH termasuk tindakan perbaikan terhadap kesalahan sampai pada penghentian produksi atau penolakan bahan baku, sesuai dengan aturan yang ditetapkan LPPOM MUI. b. Riset dan Pengembangan R D 76 1 Menyusun sistem pembuatan produk baru berdasarkan bahan yang telah disusun oleh KAHI dan diketahui oleh LPPOM MUI 2 Menyusun sistem perubahan bahan sesuai dengan ketentuan halal. 3 Mencari alternatif bahan yang jelas kehalalalannya. 4 Melakukan komunikasi dengan KAHI dalam formulasi dan pembuatan produk baru. c. Pengendalian dan Pengawasan Mutu Quality Assurance Quality Control 1 Menyusun dan melaksanakan prosedur pemantauan dan pengendalian untuk menjamin konsistensi produksi halal. 2 Melaksanakan pemeriksaan terhadap setiap bahan yang masuk sesuai dengan sertifikat halal, spesifikasi dan produsennya. 3 Melakukan komunikasi dengan KAHI terhadap setiap penyimpangan dan ketidakcocokan bahan dengan dokumen kehalalan. d. Pembelian Purchasing 1 Menyusun prosedur dan melaksanakan pembelian yang dapat menjamin konsistensi bahan sesuai dengan daftar bahan yang telah disusun oleh KAHI dan diketahui oleh LPPOM MUI 2 Melakukan komunikasi dengan KAHI dalam pembelian bahan baru dan atau pemilihan pemasok baru. 3 Melakukan evaluasi terhadap pemasok dan menyusun peringkat pemasok berdasarkan kelengkapan dokumen halal e. Produksi Production 1 Menyusun prosedur produksi yang dapat menjamin kehalalan produk 2 Melakukan pemantauan produksi yang bersih dan bebas dari bahan haram dan najis. 3 Menjalankan kegiatan produksi sesuai dengan matrik formulasi bahan yang telah disusun oleh KAHI dan diketahui oleh LPPOM MUI. 4 Melakukan komunikasi dengan KAHI dalam hal proses produksi halal. Sistem audit internal merupakan sistem auditing yang dilakukan oleh perusahaan secara periodik untuk mengevaluasi pelaksanaan sistem jaminan halal. 77 Pelaksanaan auditing internal dilakukan oleh tim organisasi halal yang dikoordinir oleh Auditor internal halal. Tujuan dilaksanakannya audit internal antara lain: 1. Untuk memastikan konsistensi operasi untuk memelihara mutu halal suatu produk 2. Memperbaiki cara produksi dengan memperhatikan tahapan proses yang dianggap kritis bagi kehalalan produk 3. Menetapkan kerangka kerja untuk proses peningkatan mutu lebih lanjut 4. Mengevaluasi dan menetapkan secara jelas tanggungjawab dan wewenang dari personel kunci yang menentukan pada kegiatan produksi secara halal. Untuk mencegah terjadinya kesalahan dan penyimpangan dalam proses produksi halal, perusahaan perlu mengetahui dan menentukan titik-titik kritis keharaman produk. Titik kritis ini mengacu pada pedoman halal yang telah dibuat, yang mencakup bahan-bahan yang digunakan untuk berproduksi, serta tahapan- tahapan proses yang mungkin berpengaruh terhadap keharaman produk. Untuk menentukan titik-titik kendali kritis, harus dibuat dan diverifikasi bagan alir bahan, yang selanjutnya diikuti dengan analisa, tahapan yang berpeluang untuk terkena kontaminasi bahan yang menyebabkan haram. Dalam hal ini harus ada sistem yang dapat mendeteksi, dimana bahan haram berpeluang untuk mempengaruhi kehalalan produk. Tahapan berikut dapat digunakan untuk menyusun Haram Analysis Critical Control Point HrACCP. 1 ditentukan dan diakses seluruh bahan yang haram dan najis 2 ditentukan titik-titik kendali kontrol 3 dibuat prosedur pemantauan 4 diadakan tindakan untuk mengoreksi 5 diadakan sistem pencatatan 6 dibuat prosedur verifikasi Kebijakan-kebijakan perusahaan tentang produksi halal secara operasional dirumuskan dalam Prosedur Pelaksanaan Baku SOP. SOP tersebut menguraikan hal-hal atau tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh bagian operasional sesuai dengan bidangnya masing-masing. Misalnya SOP untuk RD menguraikan prosedur perubahan formula, penggantian bahan, dan pengembangan produk. SOP untuk bagian purchasing akan menjelaskan ketentuan tentang penentuan supplier, 78 penggantian supplier, dan syarat-syarat kelengkapan order bahan, dsb. SOP untuk bagian QAQC menguraikan tentang prosedur penggunaan bahan bahan, dst. Secara administratif, perusahaan harus mendisain suatu sistem administrasi terintegrasi yang dapat ditelusuri traceable dari pembelian bahan sampai dengan distribusi produk. Secara rinci administrasi yang terkait dengan SJH dimulai dari administrasi bagian pembelian bahan Purchasing, penerimaan barang Quality Control QC, penyimpanan bahan WarehousingPPIC, Riset dan Pengembangan RD, Produksi Operasi, Penyimpanan Produk Finish Product dan Distribusi. Secara skematik sistem administrasi yang terintegrasi disajikan pada Gambar 11. Gambar 11 Rantai sistem administrasi SJH di PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery Hasil Survey. Dari Gambar 11 terlihat bahwa proses administrasi dalam pembelian bahan perlu melakukan pengecekan terhadap bahan yang dibeli secara penelusuran bahan. Tetapi dari informasi ini belum diperoleh proses penelusuran dan sistem penelusuran yang dapat memudahkan pihak perusahaan untuk mendapatkan data dan informasi tentang bahan yang dibeli secara cepat. Oleh karena itu pelu adanya sistem kelembagaan penelusuran bahan baku yang dapat diintegrasikan dengan sistem SJH sehingga proses pengecekan pada saat pembelian bahan dapat dilakukan secara cepat dan tepat serta tidak menyalahi aturan sertifikasi halal. Analisis jaminan mutu pasokan bahan baku di beberapa agroindustri gelatin Agroindustri gelatin lain yang disurvey adalah agroindustri gelatin yang berada di Pandaan Jawa Timur. Industri ini menggunakan bahan baku tulang sapi, sehingga gelatin yang dihasilkan juga merupakan gelatin halal. Kapasitas Pembelian Penerimaan Penyimpanan Pengolahan Pengiriman Penyimpanan Pengendalian mutu Penelitian dan Pengembangan Produksi 79 produksi yang dimiliki oleh industri ini sebesar 1 tonbulan, dengan rendemen sebesar rata-rata 10, maka bahan baku tulang sapi yang dibutuhkan setiap bulannya adalah sekitar 10 ton. Dalam pengadaan bahan baku industri ini melakukan kerjasama dengan pemasok tulang yang berada di Jombang. Proses pengadaan bahan baku dilakukan dengan kontrak kerjasama dengan cara jual beli sesuai kualitas yang diharapkan dengan spesifikasi tulang dalam keadaan sudah dicacah dan dikeringkan. Pedagang tulang atau pemasok membeli tulang di pasar atau RPH dengan harga Rp 1000Kg, kemudian pemasok melakukan pencacahan dan pengeringan dengan menggunakan alat yang sudah disediakan agroindustri gelatin, kemudian agroindustri gelatin membeli tulang yang sudah kering tersebut dengan harga Rp.3000Kg. Industri ini tidak hanya menghasilkan gelatin, tetapi juga menghasilkan kolagen yang berasal dari tulang. Selain itu ampas tulang yang telah diekstrak akan mengasilkan phosfat yang digunakan sebagai campuran pakan ternak. Namun dengan berjalannya waktu proses pengadaan bahan baku ini mempunyai kendala kualitas yaitu pasokan tulang yang diberikan tidak memenuhi kualitas yaitu masih terdapat banyaknya kandungan lemak dalam tulang hasil pencacahan yang dilakukan oleh pemasok sehingga mempersulit proses produksi gelatin yang diharapkan sudah tidak ada lemak lagi dari tulang yang akan diproses sebagai bahan bakunya. Untuk menghindari hal ini berlanjut lagi proses penyiapan bahan baku dilakukan juga oleh agroindustri gelatin untuk mendapatkan spesifikasi tulang yang diharapkan yaitu tulang kering yang sudah dicacah lembut dengan tidak ada lemak didalamnya. Selain itu untuk meningkatkan pasokan tulang dari pemasok yang sesuai spesifikasi yang diharapkan agroindustri gelatin melakukan pelatihan dan penyediaan peralatan yang dapat digunakan oleh pemasok untuk melakukan proses awal penyediaan bahan baku. Agroindustri gelatin berikutnya yang dipelajari adalah industri Qinghai gelatin. Industri Qinghai Gelatin berada di Cina yang memproduksi gelatin dari berbagai bahan baku. Bahan baku untuk memproduksi gelatin halal berasal dari kulit sapi dan tulang sapi. Untuk memproduksi gelatin halal perusahaan tersebut telah memisahkan tempat dengan gelatin tidak halal. Adapun proses produksi 80 untuk mendapatkan mutu halal di agroindustri gelatin ini telah menggunakan aturan standar yang baku yang meliputi pengadaan bahan baku, penyimpanan bahan baku, dan proses produksinya. Rincian proses untuk mendapatkan produk gelatin halal tersebut adalah sebagai berikut: 1. Persyaratan umum dalam pembelian bahan baku: a. Berdasarkan persyaratan Islam dalam penyembelihan hewan, sebelum disembelih hewan harus dalam keadaan hidup, sehingga dapat dikatakan “halal”. Ketika bahan baku sampai ke pabrik harus ditentukan oleh pegawai yang profesional. b. Bahan baku halal yang dibeli tidak dibenarkan menggunakan alat transportasi yang kotor dan kebanyakan polusi. c. Penentuan bahan baku halal dilakukan oleh tiga orang, dua orang pegawai yang menguji bahan baku, satu berasal dari perusahaan gelatin, dan satunya lagi berasal dari pabrik pemasok bahan baku, dan seorang manajer bahan baku dari perusahaan yang harus bertanggung jawab untuk menandatangi dan memberikan stempel. Pengujian dapat dilakukan pada saat penimbangan dalam bongkar muat barang. Proses bongkar muat merupakan proses yang sangat ketat dan dapat tertumpuk setelah pemeriksaan mutu lebih lanjut. 2. Kondisi tempat bahan baku: a. Tidak boleh terpolusi kotoran b. Tidak boleh mengandung bahan pengotor lain c. Tempat harus dalam keadaan bersih tidak terkena hujan d. Harus tersedia wilayah bahan baku halal, dengan diberikan logo halal yang ditempelkan. Tempat harus bersih, setiap kotoran dan bahan baku tidak halal tidak boleh dicampur dalam bahan baku halal, jika hal ini ditemukan, maka semua bahan baku yang sudah terpolusi tersebut tidak digunakan untuk memproduksi produk halal. 3. Persyaratan air untuk membersihkan peralatan a. Harus air alami b. Air yang sudah digunakan sebelumnya tidak boleh untuk mencuci. 81 c. Air yang sudah terkena najis tidak boleh untuk mencuci alat. 4. Persyaratan membersihkan alat dari najis menurut Islam: a. Najis yang terlihat atau tidak harus dicuci b. Alat harus dicuci tujuh kali, yang salah satunya menggunakan campuran air dan tanah c. Pencucian pertama untuk menghilangkan adanya najis dengan menggunakan sedikit air dan tanah, air yang digunakan untuk pencucian awal tidak boleh digunakan lagi dan pencucian kedua dan selanjutnya dengan air yang tidak boleh digunakan lagi dan seterusnya. d. Banyaknya tanah yang digunakan untuk membersihkan alat bergantung pada perkiraan bahan padat yang terdapat pada kotoran. 5. Persyaratan proses produksi a. Pemandangan proses produksi harus bersih, tidak boleh ada tumpukan puing-puing. Dalam setiap bagian proses, dilarang ada barang yang tidak halal, lingkungan harus bersih dan sehat. Tumpukan bahan baku halal dilarang berserakan dimana-mana. b. Dalam setiap bagian proses, perlu menggunakan alat khusus dan tidak boleh dicampurkan dengan peralatan yang menggunakan bahan baku tidak halal. c. Seleksi bahan baku tahap kedua harus tertumpuk secara tertib dengan besar, sedang dan kecil. Pemandangan seleksi tahap dua harus menjaga kebersihan dan kesehatan. d. Setelah mengurutkan tumpukan bahan baku, tempat penumpukan harus diberi logo halal, dan tidak boleh digunakan untuk menumpuk bahan tidak halal. Dari kedua agroindustri gelatin tersebut dapat disimpulkan bahwa agroindustri gelatin yang terdapat di Pandaan Jawa Timur, lebih mementingkan pemberdayaan pedagang pemasok dalam usaha untuk mendapatkan pasokan bahan baku gelatin dari tulang sapi karena adanya spesifikasi yang harus dipenuhi agar proses produksi dapat dilakukan secara lebih efisien, sedangkan agroindustri gelatin Qinghai yang berada di Cina lebih menekankan pada usaha penjaminan 82 mutu secara internal dalam perusahaan untuk mendapatkan pasokan bahan baku yang bermutu sesuai standar yang telah ditentukan. Permasalahan kelembagaan jaminan mutu pasokan agroindustri gelatin Untuk membangun sebuah struktur kelembagaan agroindustri gelatin diperlukan beberapa aktor yang berperan. Setiap aktor yang berperan memiliki kebutuhan masing-masing. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi kebutuhan setiap pelaku atau institusi yang terlibat dan berkepentingan dalam sistem. Berdasarkan hasil kajian, komponen pelaku atau institusi yang terlibat beserta dengan kebutuhannya dalam rekayasa sistem kelembagaan agroindustri gelatin adalah sebagai berikut: a Peternak • Keuntungan memadai • Harga sarana produksi tidak berfluktuasi • Harga produk peternakan yang stabil dan wajar • Kemudahan dalam pemasaran produk peternakan • Kemudahan memperoleh modal dengan kredit dari lembaga keuangan • Tersedianya teknologi budidaya dan pascapanen yang terjangkau • Terkendalinya risiko penyakit pada ternak yang dipelihara b Pedagang kulit pengepul • Kemudahan memperoleh informasi pasar • Kestabilan harga • Keuntungan yang optimal • Kontinuitas pasokan bahan baku terjamin • Terkendalinya risiko transportasi c Rumah Pemotongan Hewan • Tersedianya sarana dan prasarana yang bersertifikat • Kemudahan akses teknologi • Kemudahan akses informasi harga dan sarana produksi • Kemudahan melakukan koordinasi pedagang dan pemasok sapi • Tersedianya SDM yang paham tentang pemotongan hewan yang benar d Industri penyamakan kulit 83 • Keuntungan yang memadai • Pengembalian atas investasi yang tinggi • Terjaminnya bahan baku kulit sapi • Pangsa pasar meningkat • Ketersediaan informasi asal-usul bahan baku • Ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan dan bermutu • Terjaminnya pemasaran produk e Agroindustri gelatin • Ketersediaan bahan baku yang berkesinambungan dan bermutu • Harga bahan baku yang stabil dan dapat diprediksi • Tercapainya target produksi • Keuntungan yang memadai • Pengembalian investasi yang tinggi • Pangsa pasar meningkat • Iklim usaha yang baik • Terjaminnya pemasaran produk f Konsumen • Kemudahan akses produk yang bermutu • Kestabilan harga produk • Pasokan produk yang stabil • Kemudahan akses informasi pasar dan produk • Produk tersedia dengan kuantitas dan mutu yang cukup g Lembaga keuangan • Peningkatan jumlah nasabah • Pengembalian kredit lancar • Mendapatkan kepastian usaha pemberian kredit • Minimnya risiko kredit macet • Peningkatan penyaluran dana dalam sektor usaha produktif • Terjaminnya pengembalian investasi yang ditanam h Pemerintah pusatdaerah • Peningkatan lapangan kerja dan kesempatan berusaha 84 • Tercipta iklim investasi agroindustri yang kondusif • Peningkatan pendapatan asli daerah • Peningkatan mutu produk dan komoditas • Peningkatan daya saing produk agroindustri • Peningkatan produktivitas petani i Perguruan Tinggi Lembaga Penelitian • Tersedianya sarana untuk melakukan penelitian • Kemudahan akses informasi • Peningkatan daya saing produk agroindustri • Kemudahan akses teknologi Permasalahan yang sering muncul dalam rekayasa sistem kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk adalah konflik kepentingan antar aktor atau pelaku yang terlibat. Hal ini karena terjadinya ketidakseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan masing-masing aktor. Adapun rincian dari permasalahan tersebut adalah Informasi asal usul bahan baku kurang memadai sehingga mutu bahan baku tidak terjamin kehalalannya, Kinerja kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin belum terjalin dengan baik sehingga setiap pelaku mempunyai keinginan untuk mengejar keuntungan yang besar, sumberdaya manusia SDM pada Rumah Pemotongan Hewan RPH belum bersertifikat sehingga proses pemotongan hewan belum terjamin kehalalannya. Posisi tawar peternak kecil dalam penentuan harga kulit sapi sangat rendah karena kurangnya akses informasi pasar. Selain itu Belum berkembangnya kesadaran peternak dalam berorganisasi dan bermitra dengan pihak lain dalam meningkatkan taraf hidup dan peningkatan sumberdaya manusia sehingga belum memberlakukan proses manajemen usaha secara efektif. Belum tersedianya dukungan infrastruktur yang memadai berupa Rumah Pemotongan Hewan RPH yang bersertifikat. Keterbatasan modal dan kesulitan petani mendapatkan kredit komersial, karena usaha pertanian dan agroindustri dianggap memiliki risiko yang relatif tinggi sehingga menyebabkan peran lembaga keuangan belum beroperasi secara optimal dalam menunjang pengembangan agroindustri. 85 PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda, bersifat dinamis, komplek dan probabilistik. Untuk memecahkan permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan pemodelan sistem. Sistem hasil pemodelan dirancang dalam bentuk perangkat lunak sistem pendukung pengambilan keputusan yang diharapkan dapat digunakan sebagai alat bantu pengambilan keputusan dalam manajemen pasokan bahan baku kulit sapi untuk agroindustri gelatin guna meningkatkan dan menjamin mutu produk gelatin khususnya yang berkaitan dengan jaminan mutu halal. Model sistem penunjang keputusan penelusuran pasokan bahan baku gelatin diimplementasikan dengan bahasa visual agar memudahkan pemangku kepentingan dalam menggunakan sistem tersebut. Model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin terdiri dari tiga komponen utama yaitu sistem manajemen basis model, sistem manajemen basis data, dan sistem manajemen dialog. Adapun konfigurasi dari model sistem penunjang keputusan penelusuran jaminan mutu bahan baku agroindustri gelatin dapat dilihat pada Gambar 12. 86 Gambar 12 Konfigurasi sistem penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin Sistem Manajemen Basis Model Sistem manajemen basis model kelembagaan penelusuran jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin terdiri dari empat model yaitu model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku kulit sapi, model pemilihan bentuk struktur kelembagaan optimal, dan model penentuan strategi kelembagaan sistem jaminan mutu, model analisa finansial pengembangan agroindustri gelatin dari kulit dengan standarisasi mutu halal dan pengembangan agroindustri gelatin yang menjamin mutu produk. • Data elemen kelembagaan pasokan bahan baku kulit • Data proses dan kelembagaan sertifikasi halal • Data analisa finansial dan proses produksi gelatin • Data kendala dan konflik antar pelaku pasokan bahan baku halal • Data strategi kelembagaan pasokan bahan baku Sistem Manajemen Basis Data • Model kelembagaan pasokan bahan baku halal ISM • Model analisa finansial agroindustri gelatin • Model pemilihan struktur kelembagaan optimal MPE+DEA • Model formulasi strategi kelembagaan pasokan bahan baku halal dan pengembangan agroindustri gelatin AHP Sistem Manajemen Basis Model Data Model Sistem pengolah terpusat Sistem manajemen dialog Pengguna 87 Model Kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku Model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku kulit sapi digunakan untuk mendapatkan elemen dan subelemen kunci dalam rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Untuk memodelkan kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin digunakan metode ISM. Metode tersebut, mengkaji bentuk keterkaitan antar elemen dan sub-elemen dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Elemen yang dianalisis adalah lembaga yang terkait pada pengembangan sistem jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin, aktifitas yang perlu dilakukan dalam sistem jaminan mutu, perubahan yang dimungkinkan dalam sistem, tujuan dan kendala dalam sistem dan tolok ukur untuk menilai keberhasilan sistem. Sub-elemen dari tiap elemen dianalisis dan diuraikan sesuai kebutuhan dan formulasi permasalahan. Pada metode ISM pengguna diberi kebebasan dalam menentukan jumlah dan nama sub-elemen untuk setiap elemen yang dikaji. Proses interaksi dilakukan untuk mengetahui hirarki dan klasifikasi setiap sub-elemen. Proses perbandingan antar sub-elemen dilakukan oleh pakar. Pakar yang digunakan dalam model ini adalah praktisi agroindustri gelatin, peneliti dan akademisi. Secara keseluruhan diagram alir model kelembagaan sistem jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dapat ditunjukkan pada Gambar 13. 88 Mulai Input jumlah elemen, dan jumlah sub elemen Input elemen, dan sub elemen Penilaian hubungan kontekstual subelemen setiap elemen oleh beberapa pakar Agregasi penilaian pakar Perhitungan matriks SSIM setiap elemen Perhitungan matriks RM setiap elemen Transitif? Modifikasi matriks SSIM Pembentukan Matriks RM gabungan Penentuan sub elemen kunci Strukturisasi dan penentuan kategori sektor subelemen Struktur kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku Selesai Tidak Ya Gambar 13 Diagram alir model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku kulit sapi untuk agroindustri gelatin Model Strategi Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Model penentuan strategi kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin digunakan untuk memilih strategi yang tepat dalam 89 mengimplementasikan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan dan penelusuran bahan baku agroindustri gelatin. Model strategi kelembagaan dikembangkan menggunakan metode AHP Analytical Hierarchy Process. Goal dari model ini adalah pemilihan strategi pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin. Dengan actor model adalah rumah pemotongan hewan RPH, pedagang sapi, agen atau pemasok kulit sapi, industri penyamakan kulit, lembaga perbankan dan pemerintah pusat atau daerah. Tujuan dari model adalah meningkatnya kepastian asal-usul dan jaminan mutu bahan baku kulit sapi, meningkatnya mutu bahan baku kulit sapi dan produk gelatin, mempermudah pengurusan label mutu halal, tercipta agroindustri gelatin yang berkelanjutan, meningkatnya diversifikasi produk dari kulit sapi, dan meningkatnya kepercayaan konsumen terhadap mutu produk gelatin. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan strategi dalam model ini adalah informasi mutu bahan baku dan produk mudah diakses, jaminan mutu bahan baku dan produk, jaminan informasi mutu bahan baku, proses pengurusan setifikasi mutu lebih mudah, meningkatnya minat investor, meningkatnya lapangan kerja dan meningkatnya kepercayaan konsumen. Alternatif strategi dalam model adalah 1 pengembangan sistem informasi penelusuran mutu bahan baku, 2 pembuatan peraturan pemerintah pusat ataupun daerah tentang aplikasi mutu halal, 3 pemberdayaan setiap pelaku rantai pasok dalam mengontrol mutu halal, 4 integrasi industri hulu-hilir dalam aplikasi manajemen mutu, 5 kelembagaan independen proses dan sertifikasi jaminan mutu halal. Diagram alir dari model strategi kelembagaan sistem jaminan mutu pasokan dapat dilihat pada Gambar 14. 90 Mulai Penilaian perbandingan setiap elemen oleh beberapa pakar Penyusunan Struktur hierarki: Tujuan, aktor, faktor, alternatif strategi kelembagaan pasokan bahan baku Perhitungan perkalian baris Perhitungan vektor prioritas Perhitungan nilai eigen maksimum Perhitungan indeks konsistensi dan ratio konsistensi Cek konsistensi Penyusunan matrik gabungan penilaian pakar Hitung indeks konsistensi dan ratio konsistensi gabungan Cek konsistensi gabungan Tampilkan alternatif prioritas Selesai Tidak Tidak Gambar 14 Diagram alir strategi kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin Model Pemilihan Bentuk Kelembagaan Jaminan Mutu Model pemilihan bentuk kelembagaan optimal digunakan untuk memilih bentuk kelembagaan sistem jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin yang optimal dan sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Model ini menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial MPE. Diagram alir dari model ini disajikan pada Gambar 15. 91 Mulai Tentukan alternatif dan kriteria Tentukan pakar Input penilaian setiap pakar Input bobot kriteria Hiung nilai alternatif Lengkap? Hitung agregasi nilai alternatif Tampilkan alternatif pilihan Selesai Gambar 15 Diagram alir pemilihan struktur kelembagaan optimal jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin Model Analisis Finansial Pengembangan Agroindustri Gelatin Setelah diperoleh model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku, maka kemudian dianalisis kelayakan finansial dari pengembangan agroindustri gelatin dengan dukungan kelembagaan tersebut. Model analisa finansial pengambangan agroindustri gelatin digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan usaha agroindustri gelatin dari kulit sapi split yang diintegrasikan pada industri penyamakan kulit. 92 Mulai Biaya tetap : 1. Tanah dan bangunan 2. sarana dan prasarana 3. Alat dan mesin pengolahan Biaya variabel : 1. Biaya bahan baku 2. Biaya bahan pembantu 3. biaya utilitas Target produksi Skenario model kelayakan: 1. Dept Equity ratio DER, harga jual 2. Tenggang waktu pengembalian pinjaman 3. Suku bunga, bagi hasil 4. Harga bahan baku 5. Harga produk 6. Rendemen produk Asumsi asumsi: 1. Umur proyek 2. Kapasitas produksi efektif Hitung: 1. Biaya penyusutan 2. Biaya pemeliharaan dan asuransi Hitung: 1. Rugi-laba 2. Arus kas Cash-flow Hitung: 1. Keuntungan bersih 2. NPV, Net BC, IRR 3. Pay Back period PBP Hitung sensitifitas: 1. Harga bahan baku naik 2. Harga produk turun 3. Harga bahan baku naik dan harga produk turun Selesai Cetak kelayakan finansial Gambar 16 Diagram alir analisis finansial pengembangan agroindustri gelatin Selain itu model analisa finansial juga digunakan untuk mengetahui nilai investasi dan modal yang digunakan serta tingkat sensitifitas investasi dengan skenario penurunan dan peningkatan harga bahan baku, bahan penunjang dan penurunan harga produk gelatin. Diagram alir model analisa finansial dapat dilihat pada Gambar 16. 93 Sistem Manajemen Basis Data Sistem manajemen basis data digunakan untuk memasukan, menyimpan dan memperbaharui data yang digunakan dalam sistem pendukung pengambilan keputusan jaminan mutu pasokan bahan baku kuliut sapi untuk agroindustri gelatin. Sistem manajemen basis data terdiri dari lima subsistem basis data yaitu data kelembaggan sertifikasi dan jaminan mutu, data persyaratan dan proses srtifikasi mutu halal, data nalisa keuangan dan proses produksi gelatin, data elemen dan sub elemen kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku, dan data strategi kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku. Data kelembagaan sertifikasi mutu Data kelembagaan sertifikasi mutu digunakan untuk menginputkan, menyimpan dan mengupdate data-data yang berkaitan dengan kelembagaan sertifikasi mutu yang meliputi data pelaku kelembagaan sertifikasi mutu yang ada saat ini, data proses dan persyaratan sertifikasi mutu yang ada saat ini yang berkaitan dengan bahan baku dan produk agroindustri serta data persyaratan sertifikasi mutu bahan baku. Data ini digunakan dalam model pemilihan bentuk struktur kelembagaan sistem jaminan mutu bahan baku agroindustri gelatin yang optimal. Data proses sertifikasi halal Data proses sertifikasi mutu halal digunakan untuk menginputkan, menyimpan dan mengupdate serta menampilkan data yang berkaitan dengan proses sertifikasi halal yang meliputi data persyaratan sertifikasi halal, data proses dan langkah-langkah sertifikasi halal, data pelaku yang bertanggungjawab terhadap sertifikasi halal dan data dokumentasi yang digunakan dalam proses pelabelan sertifikasi halal. Data ini digunakan untuk menganalisa kelembagaan proses setifikasi mutu halal sehingga diperoleh gambaran kendala dan kemungkinan rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin untuk memenuhi sertifikasi halal. Data proses produksi dan analisis finansial agroindustri gelatin Data proses produksi dan analisis finansial agroindustri digunakan untuk menginputkan, menyimpan dan mengupdate data yang digunakan dalam model 94 analisis finansial agroindustri gelatin yang meliputi data investasi, data proses produksi dan peralatan produksi, data asumsi-asumsi analisis finansial, data bahan baku dan bahan pendukung serta data kapasitas produksi dan rendemen produk. Data asumsi yang digunakan dalam analisis finansial meliputi data bunga bank, data umur proyek, data sumber investasi dan data nilai penyusutan. Data elemen kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku Data elemen kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku digunakan untuk menginputkan, menyimpan dan mengupdate data elemen dan suelemen serta nilai perbandingan kontekstual subelemen oleh pakar dalam model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Data yang disimpan dalam basis data ini adalah data subelemen kunci dari setiap elemen kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku, data sektor setiap subelemen dan data struktur elemen kunci kelembagaan. Data strategi kelembaggan jaminan mutu pasokan bahan baku Data strategi kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin merupakan basis data yang digunakan untuk menyimpan, mengupdate dan menginputkan data penilaian pakar dalam model strategi kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Disamping itu data yang disimpan adalah struktur AHP dengan tingkat level target, pelaku, tujuan, kriteria dan alternatif, serta nilai bobot dari setiap level struktur tersebut. Sistem Manajemen Dialog Sistem manajemen dialog merupakan sistem yang dirancang untuk mempermudah melakukan interaksi antara sistem yang dimodelkan dengan program komputer dengan pengguna user. Pengguna dapat menginputkan data dan atau pilihan skenario untuk mendapatkan output keluaran yang diharapkan dari hasil pengoperasian model. Output dari model dapat berupa informasi atau data yang berkaitan dengan pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk. Untuk memudahkan interaksi dengan pengguna, maka sistem manajemen dialog dirancangan dengan menggunakan bahasa visual dengan diberikan menu-menu pilihan yang berkaitan dengan model sistem kelembagaan, model analisa finansial dan model pengukuran kinerja kelembagaan. 95 KELEMBAGAAN JAMINAN MUTU PASOKAN BAHAN BAKU AGROINDUSTRI GELATIN Strukturisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku Strukturisasi elemen sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin menggunakan pendekatan teknik Interpretive Structure Modeling ISM . Proses strukturisasi dilakukan berdasarkan hasil konsultasi terhadap beberapa pakar dari beberapa pihak yang terlibat dalam pengembangan agroindustri gelatin. Pihak-pihak yang dilibatkan dalam analisis struktur kelembagaan dengan ISM ini adalah pakar dari perguruan tinggi, pakar dari industri penyamakan kulit, pakar dari agroindustri gelatin, pakar dari lembaga sertifikasi mutu dan pakar dari lembaga penelitian dan pengembangan yang sedang melakukan penelitian gelatin, serta pakar dari industri penyamakan kulit Lampiran 1. Untuk menstrukturisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin, elemen-elemen sistem yang dikaji dalam penelitian ini adalah: 1 elemen tujuan dari sistem, 2 elemen kendala utama dari sistem, 3 elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem, 4 perubahan yang dimungkinkan dalam implementasi sistem, 5 elemen aktivitas utama yang perlu dilakukan dalam sistem dan 6 elemen pelaku sistem kelembagaan. Dari keenam elemen sistem tersebut masing-masing elemen yang dikaji dijabarkan lagi menjadi sejumlah sub-elemen sistem dengan berdasarkan pendapat pakar. Selanjutnya dilakukan penilaian hubungan kontekstual antar sub-elemen pada setiap elemen dalam sistem yang hasilnya dirangkum dalam bentuk Structural Self Interaction Matrix SSIM . Kemudian dibuat tabel Reachability Matrix RM dengan mengganti empat simbol V, A, X, O yang digunakan untuk mewakili tipe hubungan yang ada antara dua elemen dari sistem menjadi bilangan 1 dan 0. a Struktur Elemen Tujuan Sistem Elemen tujuan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin berdasarkan hasil kajian mendalam dengan pakar diperoleh 13 sub-elemen yaitu: T1 Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan 96 mutu bahan baku, T2 Meningkatkan kepercayaan konsumen, T3 Meningkatkan mutu bahan baku dan produk, T4 Mempermudah pengurusan label standarisasi halal, T5 Mempermudah penelusuran asal usul bahan baku, T6 Mewujudkan agroindustri gelatin yang berkelanjutan, T7 Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu produk, T8 Meningkatkan harga produk dengan jaminan mutu, T9 Meningkatkan kegiatan perekonomian daerah, T10 Meningkatkan minat investor terhadap agroindustri gelatin, T11 Informasi mutu mudah diakses masyarakat, T12 Pelaku usaha lebih mengedepankan mutu dalam setiap usahanya, T13 Standarisasi mutu menjadi budaya bagi setiap pemasok bahan baku agroindustri gelatin. Setiap sub-elemen tujuan sistem dinilai dengan pendekatan ISM-VAXO oleh beberapa pakar dari perguruan tinggi, pakar dari agroindustri gelatin, pakar dari lembaga sertifikasi mutu, pakar dari lembaga penelitian, dan pakar dari industri penyamakan kulit yang dilibatkan dalam penelitian. Kemudian hasil penilaian tersebut diagregasi untuk mendapatkan nilai pendapat pakar gabungan dengan pendekatan nilai terbanyak atau rata-rata. Hasil penggabungan pendapat pakar dalam bentuk Structural Self Interaction Matrix SSIM. Kemudian dibuat tabel Reachability Matrix RM dengan mengganti V, A, X, O dengan bilangan 1 dan 0 disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Reachability Matrix RM pada elemen tujuan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin. T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 DP R T1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1 T2 1 1 1 1 1 1 6 5 T3 1 1 1 1 1 1 1 1 8 4 T4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 2 T5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1 T6 1 1 1 3 6 T7 1 1 1 1 1 1 1 1 8 4 T8 1 1 1 1 1 1 1 1 8 4 T9 1 1 8 T10 1 1 2 7 T11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 3 T12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 3 T13 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 3 D 2 10 9 3 2 11 9 8 13 12 8 10 6 L 9 4 5 8 9 3 5 6 1 2 6 4 7 97 Keterangan : D= Dependen, DP = Driver Power, R = Ranking, L = Level T1 Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku T2 Meningkatkan kepercayaan konsumen T3 Meningkatkan mutu bahan baku dan produk T4 Mempermudah pengurusan label standarisasi halal T5 Mempermudah penelusuran asal usul bahan baku T6 Mewujudkan agroindustri gelatin yang berkelanjutan T7 Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu produk T8 Meningkatkan harga produk dengan jaminan mutu T9 Meningkatkan kegiatan perekonomian daerah T10 Meningkatkan minat investor agroindustri gelatin T11 Informasi mutu mudah diakses masyarakat T12 Pelaku usaha lebih mengedepankan mutu dalam setiap usahanya T13 Standarisasi mutu menjadi budaya bagi setiap pemasok bahan baku Pendapat pakar gabungan kemudian dianalisis dengan ISM untuk mendapatkan sub-elemen kunci dan struktur dari sub-elemen - sub-elemen tersebut berdasarkan tingkat daya dorongnya driver power. Sub-elemen kunci dapat diketahui dari nilai driver power dan dependen pada Reachability Matrix RM , kemudian nilai-nilai ini digambarkan dalam empat kuadran dari koordinat dependen dan driver power untuk mengetahui tingkat independen, tingkat linkage, tingkat dependen dan tingkat autonomous dari setiap sub-elemen yang dikaji. Hasil analisis ISM pada elemen tujuan sistem dapat digambarkan dengan nilai Reachability Matrix RM berdasarkan pendapat pakar gabungan seperti terlihat pada Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16 tersebut terlihat bahwa sub-elemen yang mempunyai nilai driver power teringgi pada elemen tujuan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah sub- elemen T1 Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku, dan T5 Mempermudah penelusuran asal usul bahan baku. Untuk mengetahui keberadaan dari setiap sub-elemen dalam empat kuadran tingkat dependensinya, maka dilakukan pemetaan nilai driver power dan nilai dependen. Hasil pemetaan nilai driver power dan nilai dependen dari elemen tujuan sistem dapat dilihat pada Gambar 17. 98 Gambar 17 Pemetaan driver power-dependent sub-elemen tujuan sistem kelembagaan jaminan mutu Dari Gambar 17 terlihat bahwa sub-elemen yang berada pada kuadran independen adalah sub-elemen T1 Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku, T4 Mempermudah pengurusan label standarisasi halal, T5 Mempermudah penelusuran asal usul bahan baku dan T13 Standarisasi mutu menjadi budaya bagi setiap pemasok bahan baku. Sub-elemen ini merupakan elemen yang mempunyai potensi untuk dapat mendorong tercapainya tujuan sub- elemen lain jika sub-elemen tersebut dapat tercapai dengan baik. Hasil strukturisasi sub-elemen tujuan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dari hasil analisis menggunakan ISM dapat dilihat pada Gambar 18. 99 Gambar 18 Struktur hirarki elemen tujuan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin. Dari Gambar 18 terlihat bahwa sub-elemen T1 Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku, dan sub-elemen T5 Mempermudah penelusuran asal usul bahan baku merupakan sub-elemen yang menjadi pendorong utama demi tercapainya tujuan sub-elemen lain, sehingga dapat disimpulkan bahwa sub-elemen tersebut sebagai sub-elemen kunci dari elemen tujuan sistem model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Kepastian asal usul bahan baku merupakan persyaratan utama untuk mendapatkan jaminan mutu produk, karena dengan asal-usul yang pasti dapat dilakukan penelusuran bahan baku dengan lebih mudah dan dapat meningkatkan kepercayaan konsumen, disamping itu dengan kepastian asal usul bahan baku dapat memberikan kepastian proses produksi, karena telah diketahuinya sifat dan karakteristik bahan baku secara pasti. Penelusuran asal usul bahan baku yang dapat dilakukan secara mudah merupakan tujuan yang akan dicapai dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin agar dapat memudahkan proses sertifikasi halal. Keterangan: T1 Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku T2 Meningkatkan kepercayaan konsumen T3 Meningkatkan mutu bahan baku dan produk T4 Mempermudah pengurusan label standarisasi halal T5 Mempermudah penelusuran asal usul bahan baku T6 Mewujudkan agroindustri gelatin yang berkelanjutan T7 Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu produk T8 Meningkatkan harga produk dengan jaminan mutu T9 Meningkatkan kegiatan perekonomian daerah T10 Meningkatkan minat investor agroindustri gelatin T11 Informasi mutu mudah diakses masyarakat T12 Pelaku usaha lebih mengedepankan mutu dalam setiap usahanya T13 Standarisasi mutu menjadi budaya bagi setiap pemasok bahan baku 100 b Struktur elemen kendala sistem Elemen kendala dalam sistem jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin berdasarkan hasil kajian mendalam dengan pakar, diperoleh 15 sub-elemen yaitu: H1 Lemahnya sistem kelembagaan jaminan mutu yang ada, H2 Kurangnya pembinaan terhadap pelaku pasokan bahan baku, H3 Lemahnya kontrol mutu pada setiap tingkatan pelaku, H4 Lemahnya koordinasi antar pihak terkait, H5 Lokasi asal usul bahan baku yang mempunyai karakterisitik berbeda, H6 Budaya masyarakat yang belum mengedepankan nilai mutu produk, H7 Pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah, H8 Pengendalian mutu belum dilaksanakan secara berkesinambungan, H9 Peraturan investasi daerah yang kurang mendukung, H10 Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten, H11 Sumber bahan baku yang tidak terdeteksi asal-usulnya, H12 Adanya pemasok bahan baku yang memasok secara musiman, H13 Informasi mutu yang belum transparan dan tersebar luas di masyarakat, H14 Kesadaran masyarakat tentang mutu yang masih kurang, H15 Pengusaha lebih mengutamakan keuntungan dari pada peningkatan mutu. Setiap sub-elemen kendala dari sistem dinilai dengan pendekatan ISM- VAXO oleh beberapa pakar yang dilibatkan dalam penelitian. Kemudian hasil penilaian tersebut diagregasi untuk mendapatkan nilai pendapat pakar gabungan dengan pendekatan nilai terbanyak atau rata-rata jika penilaian cukup dekat atau merata. Hasil pendapat pakar gabungan kemudian dianalisis dengan ISM untuk mendapatkan sub-elemen kunci dan struktur dari sub-elemen tersebut berdasarkan tingkat daya dorongnya driver power. Sub-elemen kunci dapat diketahui dari nilai driver power dan dependent pada Reachability Matrix RM, kemudian nilai- autonomous. Hasil analisis ISM pada elemen kendala sistem dapat ditunjukan dengan nilai Reachability Matrix RM berdasarkan pendapat pakar gabungan seperti terlihat pada Tabel 17. 101 Tabel 17 Reachability Matrix RM pada elemen kendala sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin. H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9 H10 H11 H12 H13 H14 H15 DP R H1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 3 H2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 3 H3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 5 H4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 3 H5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1 H6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 3 H7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1 H8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 2 H9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1 H10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1 H11 1 1 1 1 1 1 1 7 6 H12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 4 H13 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 5 H14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 3 H15 1 1 1 1 1 5 7 D 14 13 13 11 4 12 5 15 13 5 15 12 15 15 15 L 2 3 3 5 7 4 6 1 3 6 1 4 1 1 1 Keterangan: D= Dependen, DP = Driver Power, R = Ranking, L = Level H1 Lemahnya sistem kelembagaan jaminan mutu yang ada H2 Kurangnya pembinaan terhadap pelaku pasokan bahan baku H3 Lemahnya kontrol mutu pada setiap tingkatan pelaku H4 Lemahnya koordinasi antar pihak terkait H5 Lokasi asal usul bahan baku yang mempunyai karakterisitik berbeda H6 Budaya masyarakat yang belum mengedepankan nilai mutu produk H7 Pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah H8 Pengendalian mutu belum dilaksanakan secara berkesinambungan H9 Peraturan investasi daerah yang kurang mendukung H10 Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten H11 Sumber bahan baku yang tidak terdeteksi asal-usulnya H12 Adanya pemasok bahan baku yang mensuply secara musiman H13 Informasi mutu yang belum transparan dan tersebar luas di masyarakat H14 Kesadaran masyarakat tentang mutu yang masih kurang H15 Pengusaha lebih mengutamakan keuntungan dari pada peningkatan mutu Berdasarkan Reachability Matrix RM tersebut terlihat bahwa sub-elemen yang mempunyai nilai driver power tertinggi pada elemen kendala sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah sub- elemen H5 Lokasi asal usul bahan baku yang mempunyai karakterisitik berbeda, H7 Pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah, H9 Peraturan investasi daerah yang kurang mendukung, dan H10 Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. Contoh kebijakan pemerintah yang tidak konsisten adalah adanya 102 peraturan daerah tentang investasi daerah yang berbeda setiap daerah dan tidak sesuai dengan peraturan pemerintah pusat yang cenderung mempersulit investor. Untuk mengetahui keberadaan dari setiap sub-elemen tersebut dalam empat kuadran tingkat dependensinya, maka dilakukan pemetaan nilai driver power dan nilai dependent. Hasil pemetaan nilai driver power dan nilai dependent dari elemen kendala sistem dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19 Pemetaan driver power-dependent sub-elemen kendala sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Dari Gambar 19 tersebut terlihat bahwa sub-elemen yang berada pada kuadran independent adalah sub-elemen H5 Lokasi asal usul bahan baku yang mempunyai karakterisitik berbeda, H7 Pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah, dan H10 Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. Sub- elemen ini merupakan sub-elemen yang mempunyai potensi pendorong terjadinya kendala dari sub-elemen lain jika sub-elemen tersebut menjadi kendala sistem, sedangkan sub-elemen H9 Peraturan investasi daerah yang kurang mendukung masuk dalam kuadran linkage maka sub-elemen ini akan menjadi kendala jika ada 103 kendala lain yang mempengaruhinya, tetapi jika terjadi akan mempunyai tingkat pengaruh yang tinggi terhadap sub-elemen lain. Oleh karena itu perlu perlakukan yang hati-hati terhadap sub-elemen ini karena tingkat driver power dan dependency yang tinggi. Gambar 20 Struktur hirarki elemen kendala sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Dari Gambar 20 terlihat bahwa sub-elemen H5, H7, dan H10 merupakan sub-elemen yang menjadi pendorong utama akan terjadinya kendala sub-elemen lain. Karena sub-elemen H9 merupakan sub-elemen yang berada dalam kuadran linkage maka sub-elemen tersebut harus dikaji dengan hati-hati karena walaupun mempunyai daya dorong yang tinggi tetapi juga mempunyai tingkat kebergantungan yang tinggi terhadap sub-elemen lain untuk menjadi elemen sistem. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sub-elemen tersebut bukan sebagai sub-elemen kunci. Sub-elemen kunci dari elemen kendala sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah H5 Lokasi asal usul bahan baku yang mempunyai karakterisitik berbeda, H7 Pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah, dan H10 Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. Lokasi asal usul bahan baku kulit sapi tersebar di beberapa daerah yaitu Jabodetabek, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur. Setiap daerah tersebut mempunyai karakterisitik bahan baku yang spesifik, karena proses penanganan Keterangan: H1 Lemahnya sistem kelembagaan jaminan mutu yang ada H2 Kurangnya pembinaan terhadap pelaku pasokan bahan baku H3 Lemahnya kontrol mutu pada setiap tingkatan pelaku H4 Lemahnya koordinasi antar pihak terkait H5 Lokasi asal usul bahan baku yang mempunyai karakterisitik berbeda H6 Budaya masyarakat yang belum mengedepankan nilai mutu produk H7 Pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah H8 Pengendalian mutu belum dilaksanakan secara berkesinambungan H9 Peraturan investasi daerah yang kurang mendukung H10 Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten H11 sumber bahan baku yang tidak terdeteksi asal-usulnya H12 Adanya pemasok bahan baku yang mensuply secara musiman H13 Informasi mutu yang belum transparan dan tersebar luas di masyarakat H14 Kesadaran masyarakat tentang mutu yang masih kurang H15 Pengusaha lebih mengutamakan keuntungan dari pada peningkatan mutu 104 bahan baku yang berbeda dan jarak dengan sumber bahan baku yang cukup bervariasi, sehingga akan mempengaruhi mutu bahan baku dan waktu penyediaan bahan baku. Oleh karena itu untuk mengatasi kendala ini dapat dilakukan dengan kontrak kerjasama terhadap pemasok dengan standar mutu tertentu sehingga akan diperoleh kepastian mutu dan jumlah bahan baku yang tersedia. Kendala utama penyediaan bahan baku kulit sapi adalah kurangnya pasokan bahan baku industri penyamakan kulit, karena kebijakan pemerintah yang memberikan peluang adanya ekspor kulit mentah, sehingga penyediaan bahan baku menjadi tidak pasti disamping itu kendala kebijakan impor kulit yang dibatasi pada negara tertentu saja yaitu malaysia, sehingga penyediaan bahan baku tidak dapat dilakukan secara optimal. c Struktur elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem Elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin berdasarkan hasil kajian mendalam dengan pakar tediri dari 13 sub-elemen yaitu: U1 Meningkatnya minat investor pada agroindustri gelatin pada industri penyamakan kulit, U2 Meningkatnya jumlah lapangan kerja baru pada agroindustri gelatin, U3 Meningkatnya pendapatan asli daerah, U4 Memudahkan akses informasi mutu bahan baku, U5 Memudahkan akses informasi asal usul bahan baku, U6 Memudahkan proses pembuatan label mutu halal, U7 Meningkatnya pendapatan agroindustri kulit sapi, U8 Meningkatnya diversifikasi produk kulit sapi, U9 Meningkatnya jumlah kredit yang tersalurkan dalam agroindustri, U10 Terjaminnya mutu bahan baku dan produk gelatin, U11 Kesadaran akan pentingnya mutu produk meningkat, U12 Harga produk stabil, dan U13 Masuknya produk dalam perdaganyan global . Setiap sub-elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem dinilai dengan pendekatan ISM-VAXO oleh beberapa pakar yang dilibatkan dalam penelitian. Kemudian hasil penilaian tersebut diagregasi untuk mendapatkan nilai pendapat pakar gabungan dengan pendekatan nilai terbanyak atau rata-rata jika penilaian cukup dekat dan merata. Hasil pendapat pakar gabungan kemudian dianalisis dengan ISM untuk mendapatkan sub-elemen kunci dan struktur dari sub-elemen tersebut berdasarkan tingkat daya dorongnya driver power. Sub- 105 elemen kunci dapat diketahui dari nilai driver power dan dependent pada Reachability Matrix RM , kemudian nilai-nilai ini digambarkan dalam grafik empat kuadran independent, linkage, dependen dan autonomous untuk setiap sub- elemennya. Hasil analisis menggunakan ISM pada elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem dapat digambarkan dengan nilai Reachability Matriks RM seperti terlihat pada Tabel 18. Tabel 18 Reachability Matrix RM pada elemen tolok ukur keberhasilan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin. U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 U11 U12 U13 DP R U1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 3 U2 1 1 1 1 1 1 6 4 U3 1 1 5 U4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1 U5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1 U6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 3 U7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 2 U8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 2 U9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 2 U10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1 U11 1 1 1 1 1 1 6 4 U12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 3 U13 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1 D 12 11 13 9 9 6 10 10 10 8 8 10 12 L 2 3 1 5 5 7 4 4 4 6 6 4 2 Keterangan: D= Dependent, DP = Driver Power, R = Ranking, L = Level U1 Meningkatnya minat investor pada industri gelatin pada industri penyamakan kulit U2 Meningkatnya jumlah lapangan kerja baru pada agroindustri gelatin U3 Meningkatnya pendapatan asli daerah U4 Memudahkan akses informasi mutu bahan baku U5 Memudahkan akses informasi asal usul bahan baku U6 Memudahkan proses pembuatan label mutu halal U7 Meningkatnya pendapatan agroindustri kulit sapi U8 Meningkatnya diversifikasi produk kulit sapi U9 Meningkatnya jumlah kredit yang tersalurkan dalam agroindustri U10 Terjaminnya mutu bahan baku dan produk gelatin U11 Kesadaran akan pentingnya mutu produk meningkat U12 harga produk stabil U13 Masuknya produk dalam perdaganyan global Berdasarkan Reachability Matrix RM tersebut terlihat bahwa sub-elemen yang mempunyai nilai driver power tertinggi pada elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri 106 gelatin adalah sub-elemen U4 Memudahkan akses informasi mutu bahan baku produk, U5 Memudahkan akses informasi asal usul bahan baku produk, U10 Terjaminnya mutu bahan baku dan produk gelatin, dan U13 Masuknya produk dalam perdagangan global. Untuk mengetahui keberadaan dari setiap sub-elemen tersebut dalam empat kuadran tingkat dependensinya, maka dilakukan pemetaan nilai driver power dan nilai dependent. Hasil pemetaan nilai driver power dan nilai dependent dari elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem dapat ditunjukkan dengan Gambar 21. Gambar 21 Pemetaan driver power-dependent sub-elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Dari Gambar 21 terlihat bahwa sub-elemen yang berada pada kuadran independent adalah sub-elemen U6 Memudahkan proses pembuatan label mutu halal, sedangkan sub-elemen U4, U5, U10 dan U13 yang merupakan sub-elemen dengan nilai driver power tertinggi berada dalam kuadran linkage maka sub elemen ini perlu dianalisis lebih lanjut, karena merupakan sub-elemen yang rentan 107 terhadap pengaruh sub-elemen lain jika digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan implementasi sistem. Hasil strukturisasi sub-elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem dari analisis sistem menggunakan ISM dapat dilihat pada Gambar 22. Gambar 22 Struktur hirarki elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Dari Gambar 22 tersebut terlihat bahwa sub-elemen U4, U5, U10 dan U13 merupakan sub-elemen yang menjadi pendorong utama akan tercapainya tolok ukur keberhasilan implementasi sub-elemen lain. Karena sub-elemen tersebut berada dalam kuadran linkage yang juga mempunyai tingkat dependensi yang tinggi, maka perlu dikaji dengan hati-hati untuk memasukan elemen tersebut sebagai elemen kunci dalam sistem, karena sub elemen ini masih rentan untuk dipengaruhi oleh sub-elemen lain. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sub- elemen tersebut bukan sebagai sub-elemen kunci, sehingga sub-elemen kunci dari elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah sub-elemen yang berada dalam kuadran independent yaitu U6 Memudahkan proses pembuatan label mutu halal. Tolok ukur keberhasilan implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dapat dilihat dari proses pembuatan label sertifikasi mutu, jika proses sertifikasi dapat dilakukan secara lebih mudah dan cepat, maka sistem sudah dapat diimplementasikan secara baik, karena mempengaruhi tolok ukur yang lain. Keterangan: U1 Meningkatnya minat investor pada industri gelatin pada industri penyamakan kulit U2 Meningkatnya jumlah lapangan kerja baru pada industri gelatin U3 Meningkatnya pendapatan asli daerah U4 Memudahkan akses informasi mutu bahan baku U5 Memudahkan akses informasi asal usul bahan baku U6 Memudahkan proses pembuatan label mutu halal U7 Meningkatnya pendapatan agroindustri kulit sapi U8 Meningkatnya diversifikasi produk kulit sapi U9 Meningkatnya jumlah kredit yang tersalurkan dalam agroindustri U10 Terjaminnya mutu bahan baku dan produk gelatin U11 Kesadaran akan pentingnya mutu produk meningkat U12 harga produk stabil U13 Masuknya produk dalam perdagangan global 108 d Struktur elemen perubahan yang dimungkinkan dalam sistem Elemen perubahan yang dimungkinkan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin berdasarkan hasil kajian mendalam dengan pakar, tediri dari 14 sub-elemen yaitu: P1 Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku produk, P2 Memudahkan akses informasi asal-usul bahan baku produk, P3 Audit mutu dapat dilakukan lebih cepat, P4 Sertifikasi mutu dapat diurus secara lebih mudah, P5 Jaminan mutu dapat dilakukan pada setiap pelaku jaringan pasokan bahan baku, P6 Setiap pengusaha diharuskan memberlakukan sistem standarisasi mutu, P7 Pengawasan mutu dapat dilakukan lebih mudah, P8 Harga produk dijamin stabil, P9 Kepercayaan konsumen meningkat, P10 Standarisasi mutu halal menjadi kebiasaan yang tidak perlu dipaksakan, P11 Kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu meningkat, P12 Pelabelan standarisasi mutu dapat dilakukan lebih cepat, P13 Memperkuat kelembagaan jaminan mutu, P14 Kemampuan bersaing dalam perdagangan dunia pasar global. Hasil analisis ISM pada elemen perubahan yang dimungkinkan dalam implementasi sistem dapat digambarkan dengan nilai Reachability Matriks RM berdasarkan pendapat pakar gabungan seperti terlihat pada Tabel 19. Tabel 19. Reachability Matrix RM pada elemen perubahan yang dimungkinkan terhadap sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 DP R P1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 1 P2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 2 P3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 3 P4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 3 P5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 3 P6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 1 P7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 4 P8 1 1 1 1 1 1 1 7 7 P9 1 1 1 1 1 1 1 7 7 P10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 5 P11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 5 P12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 1 P13 1 1 1 1 1 1 1 1 8 6 P14 1 1 8 D 3 4 13 9 7 8 12 10 13 13 13 10 13 14 L 9 8 2 5 7 6 3 4 2 2 2 4 2 1 109 Keterangan: D= Dependent, DP = Driver Power, R = Ranking, L = Level P1 Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku produk P2 Memudahkan akses informasi asal-usul bahan baku produk P3 Audit mutu dapat dilakukan lebih cepat P4 Sertifikasi mutu dapat diurus secara lebih mudah P5 Jaminan mutu dapat dilakukan pada setiap pelaku jaringan pasokan bahan baku P6 Setiap pengusaha diharuskan memberlakukan sistem standarisasi mutu P7 Pengawasan mutu dapat dilakukan lebih mudah P8 Harga produk dijamin stabil P9 Kepercayaan konsumen meningkat P10 Standarisasi mutu halal menjadi kebiasaan yang tidak perlu dipaksakan P11 Kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu meningkat P12 Pelabelan standarisasi mutu dapat dilakukan lebih cepat P13 Memperkuat kelembagaan jaminan mutu P14 Kemampuan bersaing dalam perdagangan dunia pasar global Berdasarkan Reachability Matriks RM tersebut terlihat bahwa sub-elemen yang mempunyai nilai driver power tertinggi pada elemen perubahan yang dimungkinkan dalam implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah sub-elemen P1 Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku produk, P6 Setiap pengusaha diharuskan memberlakukan sistem standarisasi mutu, dan P12 Pelabelan standarisasi mutu dapat dilakukan lebih cepat. Untuk mengetahui keberadaan dari setiap sub-elemen dalam empat kuadran tingkat dependensinya, maka dilakukan pemetaan nilai driver power dan nilai dependent . Hasil pemetaan nilai driver power dan nilai dependent dari elemen perubahan yang dimungkinkan dalam implementasi sistem dapat dilihat pada Gambar 23. 110 Gambar 23 Pemetaan driver power-dependent sub-elemen perubahan yang dimungkinkan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Dari Gambar 23 di atas terlihat bahwa sub-elemen yang berada pada kuadran independent adalah sub-elemen P1 dan P2. Sub-elemen P6 dan P12 juga merupakan sub-elemen dengan nilai driver power tertinggi, tetapi berada dalam kuadran linkage, maka sub elemen ini perlu dianalisis lebih lanjut untuk dapat menjadi sub-elemen kunci karena merupakan sub-elemen yang rentan terhadap pengaruh sub-elemen lain sebagai sub-elemen perubahan yang dimungkinkan dalam implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku. Hasil strukturisasi sub-elemen perubahan yang dimungkinkan dalam implementasi sistem dari analisis menggunakan ISM disajikan pada Gambar 24. 111 Gambar 24 Struktur hirarki elemen perubahan yang dimungkinkan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Dari Gambar 24 tersebut terlihat bahwa sub-elemen P1, P6, dan P12 merupakan sub-elemen yang menjadi pendorong utama pada sub-elemen lain untuk dapat dilakukannya perubahan yang dimungkinkan dalam implementasi sistem. Karena sub-elemen P6 dan P12 berada dalam kuadran linkage maka sub- elemen ini perlu dikaji dengan hati-hati untuk dapat menjadi sub-elemen kunci karena masih rentan terhadap pengaruh sub-elemen lain sebagai sub-elemen kunci perubahan yang dimungkinkan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sub-elemen tersebut bukan sebagai sub- elemen kunci, sehingga sub-elemen kunci dari elemen perubahan yang dimungkinkan dalam implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah P1 Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku produk. Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku agroindustri gelatin akan memberikan transparansi informasi untuk setiap pemangku kepentingan pengembangan agroindustri gelatin. Dengan adanya transparansi informasi tersebut akan memudahkan pengambilan keputusan untuk dapat memberikan jaminan mutu produk gelatin, sehingga memudahkan pembuatan sertifikasi mutu dan meningkatkan kepercayaan konsumen. Keterangan: P1 Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku produk P2 Memudahkan akses informasi asal-usul bahan baku produk P3 Audit mutu dapat dilakukan lebih cepat P4 Sertifikasi mutu dapat diurus secara lebih mudah P5 Jaminan mutu dapat dilakukan pada setiap pelaku jaringan pasokan bahan baku P6 Setiap pengusaha diharuskan memberlakukan sistem standarisasi mutu P7 Pengawasan mutu dapat dilakukan lebih mudah P8 Harga produk dijamin stabil P9 Kepercayaan konsumen meningkat P10 Standarisasi mutu halal menjadi kebiasaan yang tidak perlu dipaksakan P11 Kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu meningkat P12 Pelabelan standarisasi mutu dapat dilakukan lebih cepat P13 Memperkuat kelembagaan jaminan mutu P14 Kemampuan bersaing dalam perdagangan dunia pasar global 112 e Struktur elemen aktivitas utama yang perlu dilakukan dalam sistem Elemen aktivitas utama yang perlu dilakukan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku kulit sapi untuk agroindustri gelatin berdasarkan hasil kajian mendalam dengan pakar tediri dari 15 sub-elemen yaitu: A1 Membuat sistem infomasi penelusuran bahan baku, A2 Membuat peraturan pemerintah pusatdaerah yang mewajibkan standarisasi mutu halal, A3 Penyediaan lembaga independen yang mengawasi standarisasi mutu halal, A4 Penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk, A5 Penyediaan lembaga pendidikan dan pelatihan peningkatan mutu produk, A6 Penyediaan lembaga pelayanan teknis standarisasi mutu, A7 Pemberdayaan masyarakat pelaku pasokan bahan baku dalam peningkatan mutu, A8 Melibatkan lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam pelaksanaan standarisasi mutu, A9 Survey pengawasan mutu dan pemberlakuan standarisasi mutu, A10 Melibatkan lembaga konsumen dalam penerapan standarisasi mutu, A11 Pemberian insentif terhadap penerapan mutu produk bagi pengusaha, A12 Mewajibkan pelabelan satandar mutu dan asal usul produk, A13 kontrol mutu diperketat, A14 Penyebaran informasi mutu pada masyarakat, A15 Membudayakan standarisasi mutu untuk setiap pengusaha. Hasil analisis ISM pada elemen aktivitas utama yang perlu dilakukan dalam implementasi sistem dapat digambarkan dengan nilai Reachability Matrix RM berdasarkan pendapat pakar gabungan diperlihatkan pada Tabel 20 Berdasarkan Reachability Matriks RM tersebut terlihat bahwa sub-elemen yang mempunyai nilai driver power tertinggi pada elemen aktivitas utama yang perlu dilakukan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah sub-elemen A3 Penyediaan lembaga independen yang mengawasi standarisasi mutu halal, A4 Penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk, A5 Penyediaan lembaga pendidikan dan pelatihan peningkatan mutu produk, A6 Penyediaan lembaga pelayanan teknis standarisasi mutu, A8 Melibatkan lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam pelaksanaan standarisasi mutu, A9 Survey pengawasan mutu dan pemberlakuan standarisasi mutu, dan A10 Melibatkan lembaga konsumen dalam penerapan standarisasi mutu 113 Tabel 20 Matriks Reachability pada elemen aktifitas yang perlu dilakukan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 DP R A1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 2 A2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 2 A3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1 A4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1 A5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1 A6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1 A7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 2 A8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1 A9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 3 A10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1 A11 1 1 1 1 1 1 1 1 8 5 A12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 4 A13 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 3 A14 1 1 1 1 1 1 6 7 A15 1 1 1 1 1 1 1 7 6 D 14 10 12 6 12 12 12 13 12 13 15 15 15 15 15 L 2 5 4 6 4 4 4 3 4 3 1 1 1 1 1 Keterangan: D= Dependent, DP = Driver Power, R = Ranking, L = Level A1 Membuat sistem infomasi penelusuran bahan baku A2 Membuat peraturan pemerintah pusatdaerah yang mewajibkan standarisasi mutu halal A3 Penyediaan lembaga independen yang mengawasi standarisasi mutu halal A4 Penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk A5 Penyediaan lembaga pendidikan dan pelatihan peningkatan mutu produk A6 Penyediaan lembaga pelayanan teknis standarisasi mutu A7 Pemberdayaan masyarakat pelaku pasokan bahan baku dalam peningkatan mutu A8 Melibatkan lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam pelaksanaan standarisasi mutu A9 Survai pengawasan mutu dan pemberlakuan standarisasi mutu A10 Melibatkan lembaga konsumen dalam penerapan standarisasi mutu A11 Pemberian insentif terhadap penerapan mutu produk bagi pengusaha A12 Mewajibkan pelabelan satandar mutu dan asal usul produk A13 Kontrol mutu diperketat A14 Penyebaran informasi mutu pada masyarakat A15 Membudayakan standarisasi mutu untuk setiap pengusaha Untuk mengetahui keberadaan dari setiap sub-elemen dalam empat kuadran tingkat dependensinya, maka dilakukan pemetaan nilai driver power dan nilai dependen . Hasil pemetaan nilai driver power dan nilai dependent dari elemen aktivitas yang perlu dilakukan dalam implementasi sistem dapat dilihat pada Gambar 25. 114 Gambar 25 Pemetaan driver power-dependent sub-elemen aktifitas yang perlu dilakukan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Dari Gambar 25 terlihat bahwa sub-elemen yang berada pada kuadran independen adalah sub-elemen A4, sedangkan sub-elemen A3, A5, A6, A8 dan A10 yang merupakan sub-elemen dengan nilai driver power tertinggi juga tetapi berada dalam kuadran linkage maka sub elemen ini perlu dianalisis lebih lanjut untuk dapat menjadi sub-elemen kunci karena merupakan sub-elemen yang rentan terhadap pengaruh sub-elemen lain sebagai aktivitas yang perlu dilakukan dalam implementasi sistem, karena tingkat dependensinya yang tinggi. Sehingga sub- elemen A3, A5, A6, A8 dan A10 akan cenderung menjadi sub elemen penghubung atau antara terhadap sub elemen lain dalam sistem kelembagaan. Kemudian sub elemen A4 yaitu Penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk gelatin merupakan sub elemen pendorong yang tidak bergantung pada sub-elemen lain dalam sistem, dan merupakan sub elemen yang akan mendorong munculnya aktifitas lain dalam sistem. 115 Hasil strukturisasi sub-elemen perubahan yang dimungkinkan dalam implementasi sistem dari analisis menggunakan ISM dapat ditunjukkan dengan Gambar 26. Gambar 26 Struktur hirarki elemen aktifitas yang perlu dilakukan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Dari Gambar 26 terlihat bahwa sub-elemen A3, A4, A5, A6, A8, dan A10 merupakan sub-elemen yang menjadi pendorong akan dilakukannya aktivitas yang perlu dilakukan pada sub-elemen lain. Karena sub-elemen A3, A5, A6, A8, dan A10 berada dalam kuadran linkage maka masih perlu dikaji lebih lanjut untuk memasukkan sub elemen ini sebagai sub-elemen kunci dalam sistem karena rentan akan ketergantungan terhadap sub elemen lain. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sub-elemen tersebut bukan merupakan sub-elemen kunci, sehingga sub-elemen kunci dari elemen aktivitas yang perlu dilakukan dalam implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah A4 Penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk. Aktifiktas yang perlu dilakukan untuk dapat mengimplementasikan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk seperti penyediaan sistem informasi mutu produk gelatin, sistem informasi pasar gelatin dan sistem informasi potensi bahan baku agroindustri gelatin serta sistem Keterangan: A1 Membuat sistem infomasi penelusuran bahan baku A2 Membuat peraturan pemerintah pusatdaerah yang mewajibkan standarisasi mutu halal A3 Penyediaan lembaga independen yang mengawasi standarisasi mutu halal A4 Penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk A5 Penyediaan lembaga pendidikan dan pelatihan peningkatan mutu produk A6 Penyediaan lembaga pelayanan teknis standarisasi mutu A7 Pemberdayaan masyarakat pelaku pasokan bahan baku dalam peningkatan mutu A8 Melibatkan lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam pelaksanaan standarisasi mutu A9 Survai pengawasan mutu dan pemberlakuan standarisasi mutu A10 Melibatkan lembaga konsumen dalam penerapan standarisasi mutu A11 Pemberian insentif terhadap penerapan mutu produk bagi pengusaha A12 Mewajibkan pelabelan satandar mutu dan asal usul produk A13 kontrol mutu diperketat A14 penyebaran informasi mutu pada masyarakat A15 membudayakan standarisasi mutu untuk setiap pengusaha 116 informasi kelayakan industri. Disamping itu perlu adanya penyediaan sarana pelatihan peningkatan mutu untuk setiap tingkatan rantai pasok bahan baku agroindustri gelatin. f Struktur elemen pemangku kepentingan sistem kelembagaan Elemen pemangku kepentingan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin berdasarkan hasil kajian mendalam dengan pakar, tediri dari 12 sub-elemen yaitu: L1 Kelompok peternak sapi, L2 Pedagang sapi, L3 Rumah potong hewan, L4 Pengumpul kulit sapi, L5 Pedagang kulit sapi, L6 Pemerintah Pusatdaerah, L7 Lembaga Keuangan dan Bank, L8 Industri penyamakan kulit, L9 Industri gelatin, L10 Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang, L11 Industri pengguna gelatin, dan L12 Konsumen. Hasil analisis ISM pada elemen pemangku kepentingan sistem digambarkan dengan nilai Reachability Matriks RM berdasarkan pendapat pakar gabungan seperti terlihat pada Tabel 21. Tabel 21 Reachability Matriks RM pada elemen pelaku sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L10 L11 L12 DP R L1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 2 L2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 2 L3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 1 L4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 1 L5 1 1 1 1 1 1 1 1 8 3 L6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 1 L7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 1 L8 1 1 1 1 1 1 1 1 8 3 L9 1 1 1 1 1 1 1 1 8 3 L10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 1 L11 1 1 1 1 1 1 6 4 L12 1 1 1 3 5 D 7 10 7 11 11 5 10 11 12 5 12 12 L 4 3 4 2 2 5 3 2 1 5 1 1 117 Keterangan: D= Dependent, DP = Driver Power, R = Ranking, L = Level L1 Kelompok peternak sapi L2 Pedagang sapi L3 Rumah potong hewan L4 Pengumpul kulit sapi L5 Pedagang kulit sapi L6 Pemerintah Pusatdaerah L7 Lembaga Keuangan dan Bank L8 Industri penyamakan kulit L9 Industri gelatin L10 Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang L11 Industri pengguna gelatin L12 Konsumen Berdasarkan Reachability Matriks RM pada Tabel 21 di atas terlihat bahwa sub-elemen yang mempunyai nilai driver power tertinggi pada elemen pemangku kepentingan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah sub-elemen L3 Rumah potong hewan, L4 Pengumpul kulit sapi, L6 Pemerintah Pusatdaerah, L7 Lembaga Keuangan dan Bank, L10 Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang. Gambar 27 Pemetaan driver power-dependent sub-elemen pemangku kepentingan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin 118 Untuk memperlihatkan letak dari setiap sub-elemen dalam empat kuadran tingkat dependensinya, maka dilakukan pemetaan nilai driver power dan nilai dependent . Hasil pemetaan nilai driver power dan nilai dependent dari elemen pemangku kepentingan sistem kelembagaan dapat dilihat pada Gambar 27. Hasil strukturisasi sub-elemen pemangku kepentingan sistem kelembagaan dari analisis menggunakan ISM dapat dilihat pada Gambar 28. Gambar 28 Struktur hirarki elemen pemangku kepentingan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Dari Gambar 28 di atas terlihat bahwa sub-elemen L3, L4, L6, L7, dan L10 merupakan sub-elemen yang menjadi pendorong utama pemangku kepentingan sub-elemen lain dalam sistem. Karena sub-elemen L3 Rumah potong hewan, L4 Pengumpul kulit sapi, dan L7 Lembaga Keuangan dan Bank, berada dalam kuadran linkage maka sub elemen tersebut masih perlu dikaji lebih lanjut untuk dapat menjadi sub elemen kunci karena masih rentan terhadap pengaruh sub elemen lain dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sub-elemen tersebut bukan merupakan sub- elemen kunci pemangku kepentingan sistem. Sub-elemen kunci dari elemen pemangku kepentingan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah L6 Pemerintah Pusatdaerah dan L10 Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang yang kedua sub-elemen berada dalam kuadran independent . Sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin perlu dukungan pemerintah dalam implementasinya, karena penerapan mutu perlu Keterangan: L1 Kelompok peternak sapi L2 Pedagang sapi L3 Rumah potong hewan L4 Pengumpul kulit sapi L5 Pedagang kulit sapi L6 Pemerintah Pusatdaerah L7 Lembaga Keuangan dan Bank L8 Industri penyamakan kulit L9 Industri gelatin L10 Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang L11 Industri pengguna gelatin L12 Konsumen 119 adanya aturan yang menjadi acuan agar setiap pemangku kepentingan dapat melaksanakannya, karena belum andanya kesadaran peningkatan mutu yang dapat meningkatkan kepercayaan konsumen dan meningkatan penjualan produk sampai saat ini. Untuk mengimplementasikan aturan tersebut perlu dukungan lembaga Litbang dan Perguruan Tinggi sebagai fasilitator yang dapat memfasilitasi pelaksanaan implementasi mutu pada setiap tingkatan rantai pasok bahan baku agroindustri gelatin. Hasil strukturisasi seluruh elemen sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin telah dapat mengidentifikasi seluruh sub- elemen kunci dari setiap elemen sistem yang dikaji. Struktur keterkaitan antar elemen beserta dengan sub-elemen kuncinya disajikan pada Gambar 29. Tujuan kunci: 1. Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku 2. Mempermudah penelusuran asal usul bahan baku Kelembagaan kunci: 1. Pemerintah pusatdaerah 2. Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang Sistem KelembagaanJaminam Mutu Pasokan Bahan Baku Gelatin Tolok ukur kunci: 1. Memudahkan proses pembuatan label mutu halal 2. Terjaminnya mutu bahan baku dan produk gelatin Aktifitas kunci: 1. Penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk Perubahan kunci: 1. Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku produk 2. Setiap pengusaha diharuskan memberlakukan standarisasi mutu Kendala kunci: 1. Lokasi asal usul bahan baku yang mempunyai karakteristik berbeda 2. Pemasok bahan baku yang tersebar dibeberapa daerah 3. Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten Gambar 29 Strukturisasi sub-elemen kunci sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Dari Gambar 29 di atas terlihat bahwa hasil strukturisasi elemen sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan mendapatkan tujuan kunci memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku serta mempermudah penelusuran asal usul bahan baku, dengan tolok ukur keberhasilan program kunci adalah memudahkan proses pembuatan label mutu halal dan terjaminnya mutu 120 bahan baku dan produk gelatin. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu aktifitas kunci penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk dengan perubahan kunci yang dimungkinkan dalam program adalah penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku dan setiap pengusaha diharuskan memberlakukan sistem standarisasi mutu. Beberapa kendala kunci yang perlu diperhatikan demi keberhasilan sistem ini adalah lokasi asal-usul bahan baku yang mempunyai karakteristik berbeda, pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah dan kebijakan pemerintah yang tidak konsisten, oleh karena itu perlu dukungan kelembagaan yang kuat dengan tersedianya peraturan daerahpusat yang konsisten dan peran pemerintah dalam mendukung diberlakukannya standarisasi mutu bahan baku dan produk serta dukungan perguruan tinggi dan lembaga penelitian sebagai fasilitator diberlakukannya proses jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Strategi Pengembangan Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Berdasarkan hasil kajian mendalam dengan beberapa pakar akademisi, peneliti, auditor sertifikasi dan praktisi gelatin dalam pemilihan strategi pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin diperoleh struktur hirarki pengembangan model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin. Penyusunan hierarki dalam AHP dilakukan berdasarkan hasil analisis sistem kelembagaan yang diperoleh dengan menggunakan ISM. Pelaku yang dilibatkan dalam analisis ini merupakan pelaku yang mempunyai tingkat daya dorong driver power cukup besar dari berdasarkan hasil analisis ISM sebelumnya. Kemudian tujuan yang digunakan dalam analisis ini juga merupakan tujuan hasil analisis ISM yang mempunyai tingkat driver power yang tinggi sehingga merupakan elemen kunci subsistem tujuan dalam kelembagaan. Kemudian kriteria yang digunakan dalam analisis ini merupakan elemen kunci dari subsistem tolok ukur untuk keberhasilnan sistem kelembagaan dalam analisis dengan menggunakan ISM, sedangkan alternatif strategi kelembagaan yang digunakan dalam hal ini merupakan elemen kunci yang mempunyai daya dorong tinggi dalam subsistem perubahan yang dimungkinkan dalam sistem kelembagaan saat ini dan aktifitas yang perlu dilakukan untuk 121 menjamin pasokan bahan baku gelatin. Struktur hirarki tersebut memiliki lima level yaitu level pertama adalah fokus kajian yaitu pemilihan strategi pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku, kemudian level kedua adalah aktor dari sistem yang merupakan pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengembangan agroindustri gelatin yang meliputi rumah pemotongan hewan RPH, pedagang sapi, agenpemasok kulit sapi, agroindustri gelatin, lembaga perbankan, dan pemerintah pusatdaerah. Level ketiga adalah tujuan dari pemilihan strategi pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin yaitu 1 kepastian asal-usul dan mutu bahan baku, 2 Peningkatan mutu bahan baku dan produk, 3 Kemudahan pengurusan sertifikasi halal, 4 tercipta agroindustri gelatin yang berkelanjutan, 5 meningkatkan diversifikasi produk dan 6 meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap mutu produk. Level keempat adalah kriteria yaitu kriteria yang perlu diperhatikan dalam memilih strategi yang meliputi kritaria informasi mutu mudah diakses, kritaria jaminan informasi mutu bahan baku dan produk, kriteria proses pengurusan sertifikasi mutu, kriteria jaminan mutu produk dan bahan baku, kriteria meningkatnya minat investor, kriteria meningkatnya lapangan kerja dan kriteria meningkatnya kepercayaan konsumen. Kemudian level kelima adalah alternatif strategi yang akan dipilih dalam pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin yang meliputi: alternatif1 Pengembangan sistem informasi penelusuran bahan baku, alternatif2 Pembuatan peraturan pemerintah pusatdaerah tentang aplikasi mutu halal, alternatif3 Pemberdayaan pelaku rantai pasok dalam mengontrol mutu, alternatif4 Intergrasi industri hulu-hilir dalam manajemen mutu, dan alternatif5 kelembagaan independen proses jaminan mutu halal. Rincian hirarki dan hasil pembobotan alternatif hasil analisis menggunakan AHP dengan input pendapat pakar disajikan pada Gambar 30. 122 Pemilihan strategi pengenbangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin RPH 0,173 Industri gelatin 0,344 Pedagang 0,090 Agen pemasok 0,211 Lembaga perbankan 0,072 Pemerintah pusat daerah 0,121 Kepastian asal usul jaminan mutu bahan baku 0,173 Meningkatkan mutu bahan baku produk 0,219 Mempermudah pengurusan mutu halal 0,148 Agroindustri berlelanjutan 0,173 Meningkatkan diversifikasi produk 0,096 Meningkatkan kepercayaan konsumen 0,202 Informasi mutu mudah diakses 0,127 Jaminan informasi asal usul bahan baku 0,162 Proses pengurusan sertifikasi mutu halal 0,156 Jaminan mutu produk bahan baku 0,250 Minat investor meningkat 0,115 Meningkatnya lapangan kerja 0,063 Meningkatnya kepercayaan konsumen 0,143 Pengembangan sistem informasi penelusuran bahan baku 0,257 Pembuatan peraturan pemerintah pusatdaerah tentang aplikasi mutu halal 0,170 Pemberdayaan pelaku rantai pasokdalam mengontrol mutu 0,183 Integrasi industri hulu hilir dalam manajemen mutu 0,181 Kelembagaan independent proses jaminan mutu 0,209 Alternatif Kriteria Tujuan Pelaku Target Gambar 30 Struktur hirarki pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin. Dari Gambar 30 di atas terlihat bahwa alternatif strategi dengan bobot nilai tertinggi adalah alternatif1 yakni strategi pengembangan sistem informasi penelusuran bahan baku dengan bobot nilai 0,257, diikuti oleh strategi kelembagaan independen proses jaminan mutu halal, dan strategi pemberdayaan pelaku rantai pasok dalam mengontrol mutu dengan bobot nilai masing-masing sebesar 0,209 dan 0.183, sedangkan strategi integrasi industri hulu-hilir dalam manajemen mutu dan strategi pembuatan peraturan pusatdaerah tentang aplikasi mutu halal mempunyai bobot nilai cukup rendah yaitu masing-masing sebaesar 0,181 dan 0,170. Bobot tertinggi dari aktor sebagai pemangku kepentingan dalam pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan adalah agroindustri gelatin dengan nilai 0,344, diikuti oleh agen atau pemasok bahan baku den gan nilai 0,211 dan Rumah Pemotongan Hewan RPH dengan bobot nilai 0,173. Bobot nilai pemerintah daerah, pedagang dan lembaga perbankan menempati urutan terakhir dengan nilai masing – masing sebesar 0,121, 0,090 dan 0,072. 123 Tujuan pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan yang mempunyai bobot tertinggi adalah meningkatkan mutu bahan baku dan produk dengan nilai 0,219, diikuti oleh tujuan meningkatkan nilai konsumen dengan bobot nilai 0,202. Tujuan kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku mempunyai nilai yang sama dengan tujuan terciptanya agroindustri yang berkelanjutan dengan nilai 0,173, sedangkan tujuan mempermudah pengurusan mutu halal dan meningkatkan diversifikasi produk menenpati urutan nilai bobot terakhir dengan nilai masing-masing sebesar 0,148 dan 0,096. Bobot kriteria tertinggi ada pada kriteria jaminan mutu produk dan bahan baku diikuti oleh kriteria jaminan informasi asal usul bahan baku dengan nilai sebesar 0,250 dan 0,162. Kriteria proses pengurusan sertifikasi mutu halal, kriteria meningkatnya kepercayaan konsumen, dan kriteria informasi mutu mudah diakses menempati urutan tiga, empat dan lima dengan bobot nilai masing - masing sebesar 0,156, 0,143 dan 0,127. Kriteria minat investor meningkat dan meningkatnya lapangan kerja memiliki bobot nilai terkecil dengan nilai masing- masing sebesar 0,115 dan 0,063. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin yang tepat adalah dikembangkannya sistem informasi penelusuran asal usul bahan baku dengan pelaku utama agroindustri gelatin dengan tujuan utama meningkatkan mutu bahan baku dan produk untuk dapat memenuhi kriteria jaminan mutu produk dan bahan baku agroindustri gelatin. Pengembangan kelembagaan tidak berhasil kalau tidak ada keseimbangan informasi. Ketimpangan akses dan penguasaan informasi information asymmetry menjadi salah satu penyebab ketimpangan pembangunan, ketidakadilan kesejahteraan, ketidak-merataan penguasan atas bisnis dan perdagangan dan ekploitasi suatu pihak terhadap pihak lain. Contoh pemerintah mengekploitasi masyarakat atau pengusaha mengekploitasi peternak. Di dalam insitusi yang baik tidak ada ekploitasi, tetapi ada pembagian peran yang memadai dan adil tergantung pada keanekaragaman kemampuan, potensi serta fungsi yang sesuai untuk masing-masing pihak. Informasi memerlukan proses transformasi dan transfer informasi yang memadai. Sarana dan prasarana penyebaran 124 informasi sangat vital peranannya dalam mendukung pengembangan kelembagaan yang baik. Peternak di pedesaan sering tidak memiliki informasi yang cukup dalam bidang teknologi, informasi harga dan jalur pemasaran komoditi peternakan yang mereka hasilkan. Akibatnya masyarakat dieksploitasi tengkulak, pedagang perantara atau pedagang besar. Berdasarkan hasil analisis dengan metode AHP diperoleh bahwa strategi pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin yang tepat adalah dikembangkannya sistem informasi penelusuran asal usul bahan baku agroindustri gelatin. Sistem penelusuran bahan baku agroindustri gelatin merupakan suatu sistem yang dapat memberikan informasi secara cepat dan tepat terhadap setiap pemangku kepentingan dalam hal asal-muasal bahan baku, proses pengadaan bahan baku dan kandungan zat yang ada dalam bahan tersebut. Dengan informasi ini sangat membantu dalam proses sertifikasi mutu dan jaminan mutu terhadap produk. Disamping itu informasi tersebut dapat meningkatkan nilai jual produk karena jaminan mutu produk dan peningkatan kepercayaan konsumen terhadap mutu produk. Untuk dapat melaksanakan strategi pengembangan sistem informasi asal- usul bahan baku perlu keterlibatan banyak pihak terutama dalam hal penyediaan bahan dan proses pengadaannya. Beberapa metode implementasi yang telah dilakukan dalam hal ini adalah diberlakukannya sistem pelabelan ketertelusuran bahan sehingga setiap bahan dapat diketahui asal-usulnya dengan sistem labeling tersebut. Metode lain yang telah diimplementasikan adalah penggunaan teknologi barcode dan Radio Frequency Identification RFID dalam mengkodekan informasi asal-muasal bahan tersebut. Bahan baku agroindustri gelatin berbeda dengan bahan baku yang telah diberlakukan proses labeling dan pengkodean di atas, oleh karena itu perlu dilakukan kajian mendalam terhadap metode yang tepat guna mendapatkan sistem penelusuran bahan baku yang efektif dan efisien. Dari hasil kajian terhadap aktor dengan metode AHP, diperoleh bahwa aktor yang mempunyai bobot tertinggi adalah aktor agroindustri gelatin. Oleh karena itu perlu dikaji peran dan tanggungjawab dari aktor agroindustri gelatin dalam implementasi strategi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku. Agroindustri gelatin merupakan pelaku yang akan menanggung risiko tertinggi 125 berkaitan dengan sistem jaminan mutu pasokan bahan baku, karena jika bahan baku yang diperolehnya tidak memenuhi standar mutu akan menghasilkan produk yang mempunyai mutu rendah dan mengakibatkan penolakan produk oleh konsumen. Selain itu dengan produk yang bermutu rendah akan menurunkan nilai jual produk yang mengakibatkan kerugian pihak agroindustri gelatin. Untuk dapat melakukan jaminan mutu pengadaan bahan baku perlu adanya kerjasama agroindustri gelatin dengan pihak lain seperti agenpemasok kulit dalam penyediaan bahan baku yang bermutu. Dengan konsep kerjasama ini akan dapat menghindari adanya risiko mutu yang ditanggung oleh pihak agroindustri gelatin, karena risiko mutu bahan baku telah dipindahkan ke pihak agenpemasok kulit. Untuk mendapatkan jaminan mutu dan keberlanjutan usaha yang adil antar kedua belah pihak maka perlu adanya sistem kerjasama dalam bentuk kelembagaan yang disetujui oleh kedua belah pihak dan tidak merugikan pihak yang lain. Bentuk-bentuk kerjasama tersebut seperti kontrak jual beli dengan mutu tertentu, atau kontrak pengadaan dan pemrosesan bahan baku menjadi produk jadi dengan cara sharing investasi Starbird Amanor-Boadu 2007. Berdasatkan hasil analisis dengan AHP diperoleh aspek tujuan yang mempunyai bobot tertinggi adalah tujuan meningkatkan mutu bahan baku dan produk. Dalam hal ini sesuai dengan tujuan awal analisis bahwa dalam pemilihan strategi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku guna mendapatkan tujuan peningkatan mutu produk dan bahan baku agroindustri gelatin, untuk dapat memenuhi kriteria jaminan mutu produk dan bahan baku agroindustri gelatin. Pemilihan Alternatif Model Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku akan dimodelkan dengan pendekatan definisi kelembagaan sebagai organisasi dan aturan. Berdasarkan hasil analisis strukturisasi elemen sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan dengan menggunakan metode ISM dan analisis strategi pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin dengan menggunakan metode AHP belum terlihat adanya model kelembagaan 126 dari segi organisasi dan aturan, tetapi baru diperoleh komponen sistem berdasarkan daya dorong dan elemen kunci. Oleh karena itu perlu dilihat keterkaitan hasil analisis dari kedua metode tersebut dengan didukung definisi kelembagaan untuk mendapatkan model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan yang diusulkan. Matriks keterkaitan ini disusun berdasarkan hasil analisis sistem kelembaggaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin yang menghasilkan elemen kunci setiap subsistemnya yang terdiri dari susbsistem tujuan, subsistem tolok ukur keberhasilan program, subsistem aktifitas yang yang perlu dilakukan dalam sistem subsistem perubahan yang mungkin dilakukan dari sistem saat ini serta subsistem pelaku yang perlu diperhatikan dalam sistem. Dari hasil analisis setiap subsistemnya dapat disusun suatu hierarki daya dorong yang digunakan sebagai patokan untuk menyusun dalam penentuan hierarki dalam analisa sistem menggunakan AHP sebagaimana dilakukan oleh Gorvett dan Liu 2007 dalam mengkuantifikasi risiko perusahaan asuransi. Matriks keterkaitan antara kedua hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Matriks gabungan hasil analisis ISM dan AHP dalam pemodelan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan vahan baku Metode Pelaku Tujuan Kriteria Strategiperubahan yang dimungkinkan ISM Pemerintah pusat dan daerah Perguruan tinggi dan lembaga litbang Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku Memudahkan proses pembuatan label mutu halal Terjaminnya mutu bahan baku dan produk gelatin Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku Setiap pengusaha diharuskan memberlakukan standarisasi mutu AHP Agroindustri gelatin dan agen pemasok bahan baku Meningkatkan mutu bahan baku dan produk Meningkatkan kepercayaan konsumen Jaminan mutu produk dan bahan baku Jaminan informasi asal usul bahan baku Proses pengurusan sertifikasi mutu halal Pengembangan sistem informasi penelusuran bahan baku Kelembagaan independen proses jaminan mutu Hasil gabun gan Pelaku utamanya adalah agroindustri gelatin dan agen pemasok bahan baku didukung oleh perguruan tinggilembaga litbang dan pemerintah pusatdaerah Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku sehingga dapat meningkatkan kepercayaan konsumen Adanya informasi asal-usul bahan baku maka dapat memberikan jaminan mutu bahan baku dan produk gelatin, sehingga memudahkan proses pengurusan mutu halal Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku yang didukung dengan kelembagaan independen proses jaminan mutu 127 Berdasarkan Tabel 22 di atas terlihat bahwa pelaku utama dari sistem kelembagaan adalah agroindustri gelatin, agen pemasok bahan baku, yang didukung oleh pemerintah pusatdaerah dan lembaga litbangperguruan tinggi. Kemudian tujuan dari sistem kelembagaan adalah memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku sehingga dapat meningkatkan kepercayaan konsumen, sedangkan kriteria agar sistem kelembagaan dapat berjalan adalah adanya informasi asal-usul pasokan bahan baku, maka dapat memberikan jaminan mutu bahan baku dan produk gelatin sehingga memudahkan proses pengurusan sertifikasi mutu halal. Kemudian strategi yang perlu dilakukan dalam pengembangan sistem adalah penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku yang didukung oleh kelembagaan independen proses jaminan mutu pasokan bahan baku. Untuk mencapai hal tersebut perlu memperhatikan kendala yang ada yaitu lokasi geografis yang tersebar dan kebijakan pemerintah pusat ataupun daerah yang tidak konsisten. Untuk membuat model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi split berdasarkan struktur elemen kunci dan strategi pengembangan agroindustri gelatin di atas dapat diusulkan beberapa alternatif model sistem kelembagaan jaminan mutu ditinjau dari sisi aturan atau norma dan dari sisi organisasi sistem kelembagaan. Alternatif model kelembagaan didasarkan pada hasil penelitian Lau et al. 2002 yang mengkaji beberapa model kelembagaan yaitu; model kontrak, model kemitraan petani dan pengusaha, model koperasi, dan model jejaring usaha. Oleh karena itu berdasarkan analisis struktur kelembagaan dan strategi kelembagaan diusulkan masing-masing tiga model alternatif dari sisi organisasi dan dari sisi aturan. Dari sisi organisasi kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dan dengan mengacu pada hasil analisis gabungan dapat diusulkan tiga alternatif sistem kelembagaan yaitu a Model pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam manajemen mutu total, b Adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu pasokan bahan baku dan sertifikasi mutu produk, c Penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu. 128 Model kelembagaan dalam bentuk pemberdayaan semua elemen yang terlibat dalam pasokan bahan baku agroindustri gelatin merupakan model organisasi yang melibatkan setiap tingkatan rantai pasok dalam memberikan jaminan mutu pasokan bahan baku. Pemberdayaan ditekankan pada peningkatan kemampuan setiap individu ataupun kelompok dalam jaringan rantai pasok untuk bertindak dalam konteks peningkatan mutu produk, seperti penggunaan alat, tempat dan proses produksi yang menekankan pada peningkatan mutu. Karena konsepnya adalah pemberdayaan maka dalam kelembagaan ini lebih ditekankan pada kesadaran setiap individu untuk belajar dan bertindak dalam peningkatan bahan baku dengan didukung oleh beberapa pelatihan yang dapat dilakukan oleh pemerintah pusat atau daerah serta lembaga swadaya masyarakat yang didukung oleh perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Proses manajemen mutu pada model kelembagaan ini dilakukan secara total untuk setiap tingkatan rantai pasok mulai dari peternak sapi, pedagang sapi, rumah pemotongan hewan, pengumpul kulit, agen pemasok kulit, industri penyamakan kulit dan agroindustri gelatin. Aturan main yang diberlakukan dalam model ini adalah setiap tingkatan rantai pasok harus memenuhi standar mutu yang berlaku untuk dapat memasok ke pihak selanjutnya dengan konsep kontrak pengadaan sesuai mutu. Struktur model kelembagaan pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam manajemen mutu disajikan pada Gambar 31. 129 Peternak Pedagang Sapi RPH Rumah Pemotongan Hewan Pengumpul Kulit Agen Pemasok Kulit Industri Penyemakan kulit Industri gelatin Perguruan Tinggi Lembaga penelitian Lembaga sertifikasi Mutu Pemerintah Pusat Daerah Perbankan Lembaga keuangan Lembaga pemberdayaan semua elemen rantai pasok • Pelatihan mutu • Penguatan modal • Penguatan manajemen • Penguatan akses informasi Proses Manajemen mutu total Gambar 31 Struktur model kelembagaan pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam manajemen mutu total Alternatif model kelembagaan jaminan mutu yang berikutnya adalah model kelembagaan internal agroindustri sistem jaminan mutu pasokan bahan baku dan sertifikasi mutu produk. Model kelembagaan ini merupakan model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku yang akan mengendalikan proses pengadaan bahan baku di dalam perusahaan agroindustri gelatin untuk memastikan setiap pasokan sesuai standar mutu yang diharapkan dengan melakukan kontrak kerjasama dengan agen pemasok untuk memastikan asal-usul bahan baku dan kepastian pasokan bahan baku. Model ini menghubungkan pihak agroindustri dengan pihak pemasok bahan baku dalam pengadaan bahan baku serta terhubung dengan lembaga sertifikasi indenpenden seperti ISO, POM untuk dapat mengendalikan mutu pasokan sesuai standar dalam sertifikasi mutu produk. Struktur model lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu pasokan bahan baku dan sertifikasi mutu produk disajikan pada Gambar 32. 130 Gambar 32 Struktur model lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu pasokan bahan baku dan sertifikasi mutu produk Alternatif model kelembagaan yang ketiga adalah model kelembagaan independen dalam proses jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Model ini digunakan untuk melakukan pengendalian mutu pasokan bahan baku, pelatihan manajemen mutu dan sertifikasi mutu. Kelembagaan ini merupakan kelembagaan swadaya masyarakat yang bebas atau independen terhadap pihak lain dalam jaringan rantai pasok pengadaan bahan baku ataupun lembaga pemerintah. Dengan kelembagaan ini diharapkan dapat mengontrol proses manajemen mutu dalam pengandaan bahan baku secara lebih obyektif, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan konsumen. Lembaga ini dapat beranggotakan berbagai elemen masyarakat yang peduli terhadap manajemen mutu serta peningkatan mutu produk agar dapat mencapai mutu yang baik dan halal, seperti ulama, peneliti, dan praktisi mutu. Untuk dapat menjamin pengendalian mutu pasokan bahan baku, lembaga ini melakukan kerjasama dengan berbagai lembaga sertifikasi yang lain dalam melakukan proses sertifikasi mutu dan pelatihan 131 sertifikasi mutu terhadap setiap tingkatan rantai pasok agrindustri gelatin. Struktur model kelembagaan independen dalam proses jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin disajikan pada Gambar 33. Produsen bahan baku : Peternak, RPH Rumah Pemotongan Hewan dan pedagang sapi Pemasok bahan baku: pengumpul kulit, pedagang Agen Kulit sapi Industri Penyemakan kulit Industri gelatin Perguruan Tinggi Lembaga penelitian Lembaga sertifikasi Mutu: Halal, HACCP, ISO Pemerintah Pusat Daerah: • Kebijakan pemerintah • Peraturan pusat daerah Perbankan Lembaga keuangan Proses Jaminan mutu pasokan bahan baku Lembaga independent jaminan mutu • Pengendalian mutu • Pelatihan manajemen mutu • Sertifikasi mutu Gambar 33 Struktur model kelembagaan independen dalam proses jaminan mutu Diitinjau dari sisi aturan atau norma dalam sistem kelembagaan, dapat diusulkan juga tiga alternatif sistem kelembagaan untuk memodelkannya yaitu 1 Model kontrak pengadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya, 2 Model kemitraan penyediaan bahan baku dengan konsep pembagian keuntungan dan manajemen mutu, 3 Model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu kondisi saat ini. Dengan menggunakan Metoda Perbandingan Eksponensial MPE, berdasarkan hasil interview mendalam dengan beberapa orang pakar dapat ditentukan alternatif model yang paling baik dari beberapa alternatif model kelembagaan tersebut di atas. Pemilihan alternatif model di atas menggunakan kriteria berikut: K1 Meningkatkan kepercayaan konsumen, K2 Proses pengurusan sertifikasi mutu lebih cepat, K3 Kontinuitas pasokan produk bermutu, K4 Peningkatan harga produk, K5 Kemudahan penelusuran mutu produk, K6 Informasi mutu mudah diakses, K7 Meningkatnya jumlah konsumen, K8 Proses produksi lebih efisien, dan K9 Menurunnya biaya pengadaan bahan baku. Penilaian alternatif model sistem kelembagaan hasil 132 agregasi dari pendapat gabungan beberapa orang pakar yang dilibatkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Proses agregasi pendapat pakar dilakukan dengan menggunakan metode rata-rata nilai dari pendapat beberapa pakar yang dilibatkan dalam penelitian. Dari Lampiran 5 terlihat bahwa dari segi aturan atau norma dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku, maka alternatif yang mempunyai nilai tertinggi yaitu sebesar 225.297,87 adalah sistem kelembagaan dengan model kontrak kerjasama pengadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya. Dengan hasil ini dapat disimpulkan bahwa model kontrak pengadaan bahan baku merupakan model yang tepat untuk dapat menjamin mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Model kontrak ini melibatkan agroindustri gelatin, industri penyamakan kulit dan agen pemasok kulit dalam rangka penyediaan bahan baku gelatin yaitu kulit sapi split. Aturan kontrak berdasarkan mutu dilakukan antara agen pemasok kulit dengan industri penyamakan kulit, kemudian agen pemasok kulit juga mengadakan kontrak dengan pedagang sapi dan rumah pemotongan hewan untuk mendapatkan jaminan mutu pasokan bahan baku dan pasokan yang berkesinambungan. Dari segi organisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku yang terpilih adalah Penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu penggunaan, dengan nilai alternatif tertinggi sebesar 168.692,13. Nilai alternatif model ini lebih tinggi dibandingkan dengan model lembaga internal dalam agroindustri gelatin sebagai sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu dalam perusahaan, dengan nilai alternatif sebesar 165.858,14, sebagaimana yang disajikan pada Lampiran 6. Dari segi organisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku yang terpilih adalah Penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model kelembagaan independen merupakan kelembagaan yang tepat sebagai model jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Dalam kelembagaan tersebut beranggotakan berbagai elemen kelembagaan seperti lembaga swadaya masyarakat, lembaga sertifikasi, perguruan tinggi dan pelaku usaha. Untuk mendukung kelembagaan ini perlu adanya lembaga internal 133 jaminan mutu pasokan bahan baku untuk memastikan pelaksanaan pasokan bahan baku sesuai dengan mutu dan jumlah yang diperlukan. Model KelembagaanTerpilih Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Agroindustri gelatin Suatu kelembagaan adalah suatu pemantapan perilaku yang hidup pada suatu kelompok orang yang merupakan sesuatu yang stabil, mantap dan berpola; berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat; ditemukan dalam sistem sosial tradisional dan modern atau bisa berbentuk tradisional dan modern dan berfungsi mengefisienkan kehidupan sosial Syahyuti, 2006. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa, ada dua katalis yang berperan penting dalam pengembangan kelembagaan yakni perubahan dalam harga relatif relative price dan inovasi teknologi. Dalam merespon kedua perubahan ini salah satu atau kedua belah pihak mungkin akan melihat lebih menguntungkan untuk mengubah aturan Rules of agreement yang kemudian berujung pada perubahan kelembagaan yang akan menguntungkan salah satu atau kedua belah pihak. Demikian juga halnya dengan inovasi teknologi yang akan menurunkan biaya transaksi dan perubahan dalam biaya informasi merupakan sumber utama dalam pengembangan kelembagaan. Berdasarkan hasil analisis pemilihan model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin ditinjau dari sisi organisasi dan dari sisi aturan telah diperoleh bahwa sistem kelembagaan yang optimal adalah penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin sebagai sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu dalam perusahaan dengan menggunakan aturan kontrak kerjasama pengadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutu. Dengan bentuk model ini akan digabungkan konsep kelembagaan independen jaminan mutu yang bertugas untuk mengendalikan mutu pasokan bahan baku dengan model kelembagaan internal jaminan mutu pasokan bahan baku yang bertugas untuk memastikan pasokan sesuai dengan jumlah dan waktu yang ditentukan. Selain itu lembaga internal juga bertugas untuk melakukan kontrak kerjasama pengadaan bahan baku sesuai mutu sebagai aturan kelembagaan yang perlu diimplementasikan. Oleh karena itu 134 diusulkan suatu model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi split yang disajikan pada Gambar 34. Kelembagaan Jaminan mutu pasokan bahan baku Pemasok bahan baku • Peternak • Rumah pemotongan hewan • Pedagang kulit Lembaga independent jaminan mutu Perguruan Tinggi Lembaga penelitian • Fasilitator kerjasama • Pelatihan mutu Lembaga swadaya masyarakat • Konsumen • Pedagang kulit • MUI Sertifikasi Mutu: • Halal • HACCP • ISO • dll • Lembaga internal jaminan mutu perusahaan • Kontrak pengadaan bahan baku Pemerintah Pusat Daerah: • Kebijakan pemerintah • Peraturan pusat daerah • Iklim usaha • Pengendalian mutu • Pelatihan manajemen mutu • Mendukung sertifikasi mutu Lembaga keuangan • Perbankan • Investasi syariah • Koperasi Industri gelatin dan penyamakan kulit Gambar 34 Usulan model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin terdiri dari agroindustri gelatin yang dipadukan dengan industri penyamakan kulit untuk mendapatkan jaminan pasokan bahan baku kulit sapi split, dan agen pemasok bahan baku kulit sapi yang terhubung dengan lembaga internal jaminan mutu pasokan bahan baku kulit sapi untuk melakukan kontrak kerjasama jaminan mutu pasokan dan memastikan terpenuhinya standar mutu pasokan bahan baku antara industri penyamakan kulit dan agen pemasok bahan baku kulit sapi. Disamping itu lembaga internal tersebut juga berhubungan dengan lembaga sertifikasi mutu untuk mendapatkan informasi standar mutu dan memastikan proses standarisasi pasokan bahan baku sudah sesuai dengan sertifikasi mutu yang ditentukan. Proses pertukaran informasi dapat dilakukan dengan membuat suatu sistem informasi jaminan mutu pasokan bahan baku yang dapat diakses oleh semua pihak yang terlibat dalam pasokan bahan baku gelatin seperti agroindustri gelatin, industri Keterangan: Material Informasi Relasi 135 penyamakan kulit, agen pemasok bahan baku dan lembaga internal jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin. Lembaga internal jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin juga bekerjasama dengan lembaga keuangan dan perbankan dalam upaya untuk memastikan bentuk kerjasama yang konkrit dalam melakukan kontrak pembagian keuntungan pasokan bahan baku berdasarkan mutu yang dikehendaki sesuai sertifikasi mutu. Peran perguruan tinggi dan lembaga litbang sebagai fasilitator dalam kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin dilakukan dengan cara memfasilitasi pelatihan dan penguatan kemampuan pemasok kulit sapi dalam proses penyediaan kulit sapi yang dikaitkan dengan mutu agar mendapatkan nilai tambah akibat dari peningkatan mutu. Disamping itu penguatan juga dapat dilakukan dengan menghubungkan pelaku pasokan bahan baku gelatin dengan pihak perbankan dalam upaya pemberian kredit dan kelayakan usaha untuk meningkatkan kepercayaan pihak perbankan terhadap usaha kecil dan menengah dalam upaya penyediaan bahan baku gelatin. Jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin ini tidak akan efektif dan berkelanjutan tanpa adanya dukungan pemerintah pusat ataupun daerah dalam menyediakan kebijakan mutu dan iklim usaha yang mengedepankan standarisasi mutu untuk setiap produk yang diperdagangkan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membuat aturan dan menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung diberlakukannya sistem standarisasi mutu produk. Sistem jaminan mutu pasokan bahan baku SJMPB dibuat sebagai bagian integral dari kebijakan perusahaan, bukan merupakan sistem yang berdiri sendiri. SJMPB sebagai sebuah sistem pada suatu rangkaian produksi. Konsep-konsep mutu dan etika usaha akan menjadi input utama dalam SJMPB. Prinsip sistem jaminan mutu pasokan bahan baku pada dasarnya mengacu pada konsep Total Quality Mangement TQM, yaitu sistem manajemen mutu terpadu yang menekankan pada pengendalian mutu pada setiap lini. Sistem jaminan mutu pasokan bahan baku harus dipadukan dalam keseluruhan manajemen, yang berpijak pada empat konsep dasar, yaitu komitmen secara terus-menerus dapat memenuhi permintaan dan persyaratan konsumen, meningkatkan mutu produksi dengan harga yang terjangkau, produksi bebas dari 136 kerja ulang, bebas dari penolakan dan penyidikan. Untuk mencapai hal tersebut perlu menekankan pada tiga aspek zero limit, zero defect dan zero risk. Dengan penekanan pada tiga zero tersebut, tidak boleh ada sedikitpun barang menyalahi mutu yang digunakan, tidak boleh ada proses yang menimbulkan penurunan mutu produk, dan tidak menimbulkan resiko dengan penerapannya. Oleh karena itu perlu adanya komitmen dari seluruh bagian organisasi manajemen, dimulai dari pengadaan bahan baku sampai distribusi pemasaran. Sistem jaminan mutu pasokan bahan baku SJMPB dalam penerapannya harus diuraikan secara tertulis dalam bentuk Manual Jaminan Mutu yang meliputi lima aspek di bawah ini: 1. Pernyataan kebijakan perusahaan tentang Mutu Quality policy 2. Panduan Mutu Quality Guidelines 3. Sistem Organisasi Jaminan Mutu 4. Uraian titik kendali kritis Mutu pasokan bahan baku 5. Sistem audit mutu internal. Manual jaminan mutu harus dibuat secara terperinci disesuaikan dengan kondisi masing-masing perusahaan agar dapat dilaksanakan dengan baik. Panduan Jaminan mutu merupakan sistem yang mengikat seluruh elemen perusahaan. Dengan demikian harus disosialisasikan pada seluruh karyawan di lingkungan perusahaan, tidak hanya diketahui oleh pihak manajemen. Secara teknis panduan jaminan mutu dijabarkan dalam bentuk prosedur pelaksanaan baku Standard Operating Prosedure SOP untuk tiap bidang yang terlibat dengan produksi LPPOM-MUI, 2008 Kelembagaan independen dibuat dengan anggota berbagai elemen masyarakat yang berkompeten dalam hal mutu dan sertifikasi mutu seperti LSM Lembaga swadaya masyarakat, MUI Majelis ulama Indonesia, Perguruan tinggi dan pelaku usaha yang bergerak dalam usaha pasokan bahan baku agroindustri gelatin, serta konsumen gelatin. Kelembagaan ini mempunyai tugas untuk mengawasi dan memberikan pelatihan-pelatihan manajemen mutu dan sertifikasi mutu terhadap para pengusaha dan pelaku usaha dari peternak, pedagang sapi, rumah pemotongan hewan, agen kulit dan industri penyamakan kulit. 137 Rancangan Operasional Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Agroindustri gelatin Untuk mengimplementasikan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin, perlu dipilih model kelembagaan yang tepat dan efisien, baik ditinjau dari sisi aturan ataupun organisasi. Pemilihan model dilakukan berdasarkan hasil penilaian pakar dengan menggunakan pendekatan MEMCDM dan MPE. Ditinjau dari sisi aturan kerjasama, model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin yang mempunyai nilai tertinggi adalah model kontrak pengadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya, diikuti dengan model kemitraan penyediaan bahan baku dengan konsep pembagian keuntungan dan manajemen mutu, sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 35. Gambar 35 Histogram nilai alternatif model kelembagaan dari sisi aturan Aturan kontrak kerjasama dapat diterapkan dalam penyediaan bahan baku agroindustri gelatin antara pemasok kulit atau pedagang kulit dengan industri penyamakan kulit dan agrindustri gelatin. Kontrak antara pedagang kulit dengan industri penyamakan kulit dilakukan untuk penyediaan bahan baku kulit yang bermutu, sedangkan kontrak antara agroindustri gelatin dengan industri 138 penyamakan kulit adalah untuk mengolah limbah industri penyamakan kulit yaitu kulit sapi split menjadi gelatin. Aturan tersebut meliputi jumlah pasokan, jadwal pasokan dan mutu pasokan dengan mengacu pada harga tertentu. Dengan adanya kontrak tersebut maka beberapa kriteria untuk menjamin mutu pasokan akan terpenuhi seperti adanya kontinuitas pasokan bahan baku yang bermutu, peningkatan kepercayaan konsumen dan memudahkan penelusuran mutu produk, sehingga proses jaminan mutu lebih mudah dilakukan. Detail dari tingkat kepentingan setiap kriteria mutu yang paling berpengaruh terhadap sistem kelembagaan ini dapat dilihat pada Lampiran 5. Ditinjau dari sisi organisasi, model yang terpilih berdasarkan penilaian pakar dengan menggunakan metode MEMCDM dan MPE adalah Model penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu mempunyai nilai alternatif 168.692,13, dan model adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu, dengan nilai alternatif 165.858,14, sedangkan model pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam menajemen mutu total mempunyai nilai alternatif 111.525,10, sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 36. Gambar 36 Histogram nilai alternatif model kelembagaan dari sisi organisasi 139 Kelembagaan independen artinya lembaga atau organisasi tersebut tidak bergantung terhadap lembaga lain, sehingga dalam melaksanakan tugasnya tidak dapat dipengaruhi oleh pihak lain. Dengan kontek lembaga independen tersebut diharapkan tindakan pengawasan mutu dapat dilakukan secara lebih obyektif dan transparan. Model kelembagaan independen dalam sistem kelembagaan jaminan mutu dapat diimplementasikan dengan melibatkan berbagai elemen kelembagaan swadaya masyarakat yang peduli akan mutu produk gelatin sebagai bahan baku produk halal. Kelembaggan tersebut dapat berupa organisasi seperti Lembaga swadaya masyarakat peduli mutu halal untuk melakukan pengawasan terhadap proses pengadaan bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi split. Sedangkan kelembagaan internal merupakan kelembaggan yang ada dalam perusahaan atau agroindustri gelatin yang dapat melakukan semua tindakan yang berkaitan dengan jaminan mutu pasokan bahan baku yang meliputi pengadaan, pengawasan, pengendalian dan penjaminan mutu bahan baku. Tahapan Operasionalisasi sistem kelembagaan jaminan mutu Untuk dapat mengimplementasikan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, perlu diidentifikasi siapa pemrakarsa dan penanggungjawab sistem, bagaimana mekanisme pengendalian dan aturan-aturan sistem yang perlu dipatuhi oleh setiap pemangku kepentingan. Keberhasilan penerapan sistem dipengaruhi oleh faktor lingkungan usaha dan penghambat internal. Apapun bentuk usaha memerlukan komitmen pemerintah dalam memberikan kemudahan dan keamanan berusaha, prasarana, sarana, dan paket kebijakan yang mendorong kemajuan usaha, dan pemihakan kepada pengusaha. Terdapat tiga alternatif pemrakarsa yang dimungkinkan untuk mewujudkan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku yakni: pemerintah, pedagang pemasok, dan agroindustri gelatin. Pemrakarsa dari pemerintah dapat dilakukan dengan membuat kebijakan tentang pemberlakuan jaminan mutu pasokan bahan baku pada setiap produk dengan menggunakan peraturan daerah ataupun pusat, sehingga setiap pengadaan bahan baku perlu adanya inspeksi mutu dengan standar tertentu seperi ISO ataupun SNI. Pemrakarsa dari pedagang pemasok dapat dilakukan dengan membuat kelompok usaha bersama sehingga terbentuk suatu agen pemasok agroindustri gelatin yang 140 mengedepankan mutu pasokan dan penguatan kemampuan usaha. Kemudian pemrakarsa dari agroindustri gelatin dapat dilakukan dengan membentuk agen pemasok dari beberapa pedagang pemasok kulit yang sudah ada saat ini dengan diberikan bantuan teknologi dan pengetahuan untuk dapat memasok bahan baku yang sesuai standar mutu yang diinginkan. Dengan terbentuknya agen pemasok bahan baku yang sesuai standar maka akan diperoleh jaminan pasokan bahan baku dengan penanggungjawab lembaga internal jaminan mutu pasokan bahan baku yang terdapat pada agroindustri gelatin. Pengendalian dilakukan untuk menilai kinerja sistem secara keseluruhan yang terbagi atas keanggotaan agen pemasok, pasokan dan proses sertifikasi mutu pasokan bahan baku. Kendali keanggotaan dimaksudkan untuk memantau masukan, kontribusi dan perilaku anggota. Agen yang aktif berarti akan memasok bahan baku sebagaimana yang diminta. Lembaga internal jaminan mutu mengendalikan penerimaan, pengolahan permintaan dan kemudian diturunkan melalui kelompok. Anggota akan memberikan informasi kesanggupan pasokan melalui kelompoknya. Kendali pasokan dimaksudkan untuk memantau sejauh mana anggota menjamin bahan baku pasokan dapat dipenuhi dalam jumlah, jenis, mutu, waktu dan harga. Kendali proses akan mengecek pencapaian mutu dari setiap bagian proses. Untuk dapat menerapkan aturan kelembagaan yang baik perlu adanya nilai-nilai yang dipegang oleh setiap stakeholder yang terlibat yaitu integritas, komitmen dan kerjasama. Nilai komitmen dapat diwujudkan dalam tindakan mematuhi kesanggupan pasokan dalam jumlah, jenis, mutu dan seluruh ketentuan yang berlaku. Nilai integritas merupakan wujud kepatuhan untuk menyatukan langkah operasi individual dengan organisasi. Nilai kerjasama menunjukkan kesediaan berbagi dengan anggota lainnya. Penerapan nilai dimaksud menjadi pedoman perilaku yang memerlukan sosialisasi terus menerus. Apabila diketahui terdapat anggota yang tidak menjalankan aturan secara konsisten, maka pembuat kesalahan perlu dibina hingga bentuk teguran atau pinalti. Ketidakpatuhan juga dapat berupa tidak mematuhi cara berproduksi yang baik, tidak menjalankan standar pascapanen, mengalihkan pasokan kepada pihak lain baik terbuka maupun tertutup, dan tidak terlibat aktif dalam kegiatan organisasi. 141 ANALISIS PERKIRAAN KINERJA SISTEM KELEMBAGAAN JAMINAN MUTU PASOKAN BAHAN BAKU DAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI GELATIN Kelembagaan institution sebagai aturan main rule of game dan organisasi, berperan penting dalam mengatur penggunaanalokasi sumberdaya secara efisien, merata dan berkelanjutan. Sebagai hasil dari pembagian pekerjaan dan spesialisasi pada sistem ekonomi maju sering mengarah kepada keadaan dimana orang-orang menjadi hampir tidak mampu lagi berdiri sendiri dalam arti mereka tidak dapat menghasilkan barang barang dan jasa yang dibutuhkan untuk kehidupan konsumsinya sehingga pemenuhan kebutuhannya diperoleh dari orangpihak lainnya yang bespesialisasi melalui suatu pertukaran yang dalam ekonomi disebut transaksi ekonomi. Agar transaksi ekonomi dapat berlangsung perlu adanya koordinasi antar berbagai pihak dalam sistem ekonomi yang sekaligus juga mencakup aturan representasi dari pihak-pihak yang berkoordinasi tersebut. Pada dasarnya ada dua bentuk koordinasi utama yaitu koordinasi untuk keperluan; 1 transaksi melalui sistem pasar, dimana harga-harga menjadi panduan dalam mengkoordinasikan alokasi sumberdaya-sumberdaya tersebut jadi harga-harga berperan sebagai pemberi isyarat dan sebagai pembawa informasi yang mengatur koordinasi alokasi sumberdaya kepada pembeli dan penjual, 2 transaksi tersebut dilakukan dalam sistem organisasi-organisasi yang berhirarki di luar sistem pasar dimana wewenang kekuasaan berperan sebagai koordinator dalam mengatur alokasi sumberdaya tersebut. Analisis perkiraan kinerja sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin Untuk mendapatkan model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin, perlu adanya analisis tingkat efisiensi kinerja dari setiap alternatif model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku, baik dari sudut pandang organisasi maupun dari sudut pandang aturan kerjasama. Dalam kajian ini analisis efisiensi kinerja masing-masing model sistem kelembagaan dilakukan dengan wawancara mendalam dengan beberapa pakar. Metode analisis yang digunakan adalah Data Envelopment Analysis DEA untuk mendapatkan sistem 142 kelembagaan yang paling efisien dengan variabel input dan output diperoleh dari penilaian dan pendapat pakar. Variabel input yang digunakan dalam analisis ini adalah a Tingkat keterlibatan setiap elemen dalam manajemen mutu, b Biaya pengurusan sertifikasi mutu, c Lamanya proses pengurusan mutu, d Kemudahan pengurusan sertifikasi mutu, e Efisiensi proses pengadaan bahan baku, f Nilai tambah produk, g Harga produk, dan h Daya saing produk. Variabel outputnya adalah Tingkat kepercayaan konsumen terhadap mutu produk gelatin. Analisis perkiraan kinerja sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dilakukan dengan membandingkan tingkat efisiensi sistem berdasarkan variabel input dan output ditinjau dari sisi organisasi dan dari sisi aturan kerjasama. Hasil perbandingan efisiensi kinerja sistem kelembagaaan dengan menggunakan DEA ditinjau dari sisi aturan kerjasama dalam sistem diperoleh bahwa kinerja model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu sebagai model yang berlaku saat ini mempunyai nilai efisiensi kinerja 97,26, sedangkan model kontrak pengadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya dan Model kemitraan penyediaan bahan baku dengan konsep pembagian keuntungan dan manajemen mutu, masing masing mempunyai tingkat efisiensi 100. Rincian dari hasil analisis efisiensi kinerja sistem kelembagaan ditinjau dari sisi aturan kerjasama disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 Nilai perkiraan efisiensi alternatif sistem kelembagaan jaminan mutu ditinjau dari sisi aturan. Alternatif Model Sistem Kelembagaan Nilai Efisiensi Kinerja 1. Model kontrak pangadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya 100,00 2. Model kemitraan penyediaan bahan baku dengan konsep pembagian keuntungan dan manajemen mutu 100,00 3. Model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu kondisi awal 97,26 Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa ditinjau dari sisi aturan kerjasama, kinerja sistem kelembagaan yang berlaku saat ini masih belum efisien jika dibandingkan dengan model kontrak pengadaan bahan baku berdasarkan mutu dan model kemitraan penyediaan bahan baku dengan konsep pembagian 143 keuntungan dan manajemen mutu. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian mendalam terhadap variabel input dan output sistem untuk mengetahui pengaruh dari setiap variabel terhadap efisiensi kinerja sistem kelembagaan jaminan mutu agar mendapatkan solusi yang tepat dalam meningkatkan efisiensi kinerja sistem dengan pendekatan perubahan input dan output. Kajian terhadap variabel input dan output sistem dilakukan dengan membandingkan model yang berkinerja paling efisien nilai 100 dengan model yang berkinerja kurang efisien kurang dari 100. Oleh karena itu dibandingkan model sistem kelembagaan jaminan mutu berdasarkan aturan yaitu model kontrak pengadaan bahan baku berdasarkan harga sesuai mutunya dengan model jual-beli bahan baku secara bebas sesuai mutu kondisi awal. Hasil perbandingan kedua model tersebut dapat dilihat pada Gambar 37. Gambar 37 Perbandingan input dan output kinerja model aturan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin. 144 Berdasarkan Gambar 37 di atas terlihat bahwa Model kontrak pangadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya, mempunyai kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan Model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu, sebagai model yang berlaku saat ini. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kinerjanya adalah harga produk, nilai tambah produk, dan efisiensi pengurusan sertifikasi mutu produk. Selain itu dengan model tersebut juga dapat menurunkan lamanya proses pengadaan bahan baku, biaya pengurusan sertifikasi mutu dan tingkat keterlibatan setiap elemen dalam manajemen mutu produk, sehingga diperoleh model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku yang efisien. Hasil tersebut di atas sesuai dengan hasil analisis menggunakan DEA untuk menguji tingkat efisiensi model sistem kelembagaan yang akan diimplementasikan. Beberapa variabel input yang dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi kinerja model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin dapat diperlihatkan dalam Gambar 38. Gambar 38 Nilai penurunan variabel input pada model kontrak pengadaan bahan baku dibandingkan dengan model jual beli bahan baku gelatin 145 Dari Gambar 38 di atas terlihat bahwa semua variabel input dapat diturunkan jika menggunakan kontrak pengadaan bahan baku dengan Patokan harga sesuai mutunya jika digunakan sebagai aturan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dibandingkan dengan sistem yang berlaku saat ini. Beberapa variabel input yang cukup menonjol penurunannya adalah variabel biaya pengurusan sertifikasi mutu, lama pengurusan sertifikasi mutu dan tingkat keterlibatan setiap elemen dalam manajemen mutu, dengan nilai masing-masing sebesar 23, 21 dan 20. Walaupun dengan model kontrak pengadaan bahan baku masih terdapat kelemahan yaitu turunnya daya saing produk sebesat 17 dibandingkan dengan model dasar model jual beli sesuai mutu karena tidak terjadinya tingkat persaingan pasar. Hasil perbandingan efisiensi kinerja sistem kelembagaaan dengan menggunakan DEA ditinjau dari sisi organisasi, diperoleh bahwa penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu dan Adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu mempunyai tingkat efisiensi kinerja 100, sedangkan Model pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam manajemen mutu total mempunyai tingkat efisiensi kinerja 91,29. Di samping itu nilai efisiensi kinerja Model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu sebagai model yang berlaku saat ini jika dibandingkan dengan model-model dalam organisasi sistem yang mempunyai nilai 88,27. Rincian dari nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Nilai perkiraan efisiensi alternatif sistem kelembagaan jaminan mutu ditinjau dari sisi organisasi. Alternatif Model Sistem Kelembagaan Nilai Efisiensi Kinerja 3. Model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu kondisi awal 88,27 4. Model pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam manajemen mutu total 91,29 5. Adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu 100,00 6. Penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu 100,00 146 Hasil analisis model lebih lanjut terhadap variabel input dan output dengan menggunakan DEA terhadap model berkinerja efisien dan model yang berkinerja kurang efisien ditinjau dari sisi organisasi disajikan pada Gambar 39. Gambar 39 Perbandingan input dan output kinerja model organisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin Dari Gambar 39 di atas terlihat bahwa perbandingan variabel input dan output antara model jual beli bahan baku sesuai mutu sebagai model berkinerja kurang efisien dan model Adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk yang berkinerja efisien, menunjukkan bahwa adanya lembaga internal sistem jaminan mutu produk memberikan output yang lebih tinggi dan input yang lebih rendah dibandingkan dengan model yang berlaku saat ini. Beberapa variabel input tersebut adalah harga produk, daya saing produk, nilai tambah prosuk, efisiensi proses pengurusan mutu, lamanya proses pengurusan sertifikasi mutu, biaya pengurusan sertifikasi mutu dan tingkat keterlibatan setiap elemen dalam manajemen mutu. Disamping itu berdasarkan analisis variabel input dan output terhadap kedua model ini juga diperoleh bahwa model adanya lembaga internal 147 agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu mempunyai tingkat efisiensi yang paling tinggi dibandingkan dengan model yang lain, sebagaimana terlihat pada Gambar 40. Gambar 40 Perbandingan input dan output kinerja model penggunaan lembaga independen dengan kinerja model jual beli sesuai mutu Peningkatan kinerja dapat dilihat dari penurunan nilai varibel input pada model adanya lembaga internal jaminan mutu dan sertifikasi mutu jika dibandingkan dengan model yang berlaku saat ini sebagaimana terlihat dalam Gambar 41. Dengan adanya penurunan variabel input tersebut, maka akan meningkatkan nilai efisiensi kinerja sistem secara keseluruhan. Dari hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa untuk mengimplementasikan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroinsustri gelatin ditinjau dari sisi organisasi yang paling efisien adalah menggunakan model lembaga internal jaminan mutu dan sertifikasi mutu, untuk mendukung adanya lembaga independen jaminan mutu yang sudah ada saat ini misalnya LPPOM- MUI sebagai lembaga sertifikasi mutu halal, sedangkan dari sisi aturan kerjasama, 148 model yang paling tepat adalah kontrak pengadaan bahan baku dengan Patokan harga sesuai mutunnya. Gambar 41 Nilai penurunan variabel input pada model adanya lembaga internal jaminan mutu dibandingkan dengan model jual beli bahan baku gelatin Berdasarkan analisis efisiensi dengan menggunakan DEA terhadap ketiga model ini diperoleh bahwa model yang kurang efisien adalah model pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam menajemen mutu total dengan nilai efisiensi 91,29. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu dan model adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu dapat digunakan sebagai model untuk mengimplementasikan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin ditinjau dari sisi organisasi. Gambaran Analisis Finansial dalam Pengembangan Agroindustri Gelatin Beberapa hal yang diperhitungkan dalam analisis finansial pengembangan agroindustri gelatin adalah sumber dana dan struktur pembiayaan, jumlah biaya 149 investasi, harga dan prakiraan penerimaan, proyeksi laba rugi, proyeksi arus kas, analisa titik impas, Kriteria kelayakan investasi NPV, IRR, Net BC, PBP, ROI dan analisa sensitivitas. Dalam menentukan perkiraan biaya, beberapa asumsi sangat dibutuhkan. Asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut: a. Umur ekonomi proyek ditetapkan selama 10 tahun. b. Harga bahan baku kulit split ditetapkan Rp 4.000-Rp 5.000kg, dan harga penjualan gelatin dalam bentuk bubuk ditetapkan bervariasi berdasarkan mutu dengan proyeksi penjualan dan harga disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Harga penjualan gelatin berdasarkan mutu tahun 2009 No Jenis Gelatin Proyeksi penjualan Harga Rpx 1000 Kg 1 Gelatin Bloom 125 13,500 10 45 2 Gelatin Bloom 150 20,250 15 55 3 Gelatin Bloom 200 33,750 25 70 4 Gelatin Bloom 250 67,500 50 85 Jumlah 135,000 100 255 c. Penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus dengan salvage value diasumsikan sama dengan nol d. Kapasitas Produksi ditentukan sebagai berikut: a. Kebutuhan bahan baku kulit sapi : 1.500 kghari atau 450 tontahun b. Lama Operasi : 300 haritahun c. Produksi gelatin : 450 kghari atau 135 tontahun d. Suku bunga yang digunakan adalah 15 per tahun dan Debt Equity Ratio DER sebesar 60:40. Angsuran dibayar pada tahun ke-3 sampai tahun ke-10. e. Biaya investasi adalah biaya investasi tetap ditambah biaya modal kerja selama tiga bulan pertama dan dikeluarkan seluruhnya pada tahun ke-0. f. Semua produk gelatin yang diproduksi terjual habis setiap tahun g. Semua komponen harga tetap selama umur proyek. h. Pajak penghasilan berdasarkan Undang-Undang Pajak nomor 17 tahun 2000 adalah sebagai berikut : - Jika pendapatan Rp.50.000.000,00, pajak sebesar 10 pendapatan 150 - Jika Rp.50.000.000,00pendapatanRp.100.000.000,00, pajak sebesar 10 x Rp.50.000.000,00 T 15 x pendapatan Rp..50.000.000,00 - Jika pendapatan Rp.100.000.000,00, maka pajak sebesar 10 x Rp.50.000.000,00 + 15 x Rp.50.000.000,00 + 30 x pendapatan – Rp. 100.000.000,00 i. Kapasitas produksi pada tahun pertama sebesar 80 dari total kapasitas, tahun kedua sebesar 90 dari total kapasitas dan tahun ketiga sampai tahun kesepuluh, pabrik berproduksi penuh Sumber dana pembiayaan investasi perusahaan gelatin ini terdiri dari dua bagian yaitu dana pinjaman bank dan dari modal sendiri. Jenis pinjaman yang diberikan oleh bank adalah kredit investasi yang diberikan untuk mendirikan usaha baru. Nilai suku bunga untuk kredit investasi tersebut adalah 15 dengan porsi pendanaan atau Debt Equity Ratio DER adalah 60 dari pihak bank dan 40 dari pihak peminjam. Jumlah kredit investasi yang diberikan oleh bank sebesar 60 dari total biaya investasi adalah sebesar Rp. 3.405.740.400,- sedangkan biaya investasi dari modal sendiri sebesar Rp. 2.270.494.000,-. Total biaya investasi agroindustri gelatin adalah Rp. 5.676.234.000,-. Pembayaran pinjaman terdiri dari pembayaran angsuran dan pembayaran bunga pinjaman. Pembayaran angsuran maupun bunga pinjaman dimulai dari tahun ketiga sampai dengan tahun ke 10. Rincian komponen investasi agroindustri gelatin disajikan pada Tabel 26. Tabel 26 Gambaran komponen investasi agroindustri gelatin. No Keterangan volume satuan Nilai Rpx1000 Persentase 1 Pengadaan tanah 1.000 M 200.000 2 6 2 Pengadaan bangunan pabrik 297 M 297.000 2 8 3 Pengadaan bangunan kantor 45 M 67.500 2 2 4 Pengadaan bangunan infrastuktur 1 paket 99.825 3 5 Pengadaan alat dan mesin 1 paket 2.020.000 57 6 Pengadaan perlengkapan 1 paket 425.000 12 7 Biaya pra operasi 1 paket 100.000 3 8 Kontingensi 10 1 paket 320.933 9 Total investasi 3.530.258 100 151 Biaya investasi adalah penggunaan dana untuk menanam modal dalam proyek baru Ichsan et al. 2003. Biaya investasi total terdiri dari biaya investasi tetap dan biaya modal kerja pada tahun pertama. Menurut Husnan dan Suwarsono 2000, biaya investasi tetap adalah biaya untuk aktiva tetap yang terdiri dari aktiva tetap berwujud tanah, bangunan, mesin dll. dan aktiva tetap tidak berwujud biaya pendahuluan, biaya sebelum dll. Komposisi investasi tetap disajikan pada Tabel 27. Tabel 27 Struktur modal investasi agroindustri gelatin. No Keterangan Nilai Rpx1000 1 Struktur dana investasi - Modal Tetap 3.530.258 - Modal Operasional 2.145.977 Total Investasi 5.676.234 2 Proporsi modal investasi - Dana Sendiri 40 2.270.494 - Dana pinjaman 60 3.405.740 3 Jangka waktu pinjaman 10 tahun 4 Bunga pinjaman 15 5 Waktu mulai cicilan tahun ke tiga Modal operasional adalah modal yang dibutuhkan agar perusahaan dapat beroperasi untuk pertama kali. Asumsi yang digunakan untuk pendirian agroindustri gelatin adalah selama tiga bulan biaya variabel masuk ke dalam biaya investasi. Modal kerja adalah gabungan dari biaya pabrik tidak langsung yang meliputi biaya untuk tenaga kerja tidak langsung, biaya pemeliharaan, dan biaya asuransi. Selain itu, modal kerja juga memperhitungkan biaya untuk bahan baku, biaya tenaga kerja langsung serta persediaan kas. Pada tahun pertama proyek dimana pabrik masih berproduksi dengan tingkat 80 dari kapasitas maksimalnya, biaya operasionalnya Rp. 6,58 milyar. Pada tahun kedua, seiring dengan peningkatan produksinya 90 dari kapasitas maksimal, biaya operasionalnya pun meningkat menjadi Rp. 6,9 milyar. Pada kapasitas produksi 100, rata-rata biaya operasional pabrik adalah Rp.7,1 milyar. Besarnya biaya operasional pabrik secara lebih terperinci diperlihatkan pada Tabel 28. Harga jual gelatin per kilogram bervariasi antara Rp 45.000,- sampai dengan Rp 85.000,- dengan variasi proyeksi penjualan yang bergantung mutu gelatin, makin bermutu gelatin hanganya makin tinggi. Gelatin bloom 250 152 menempati porsi terbesar dalam proyeksi penjualan yaitu sebesar 50. Gelatin bloom 200, 150, dan 125 berturut turut proyeksi penjualannya adalah sebesar 25, 15 dan 10. Proyeksi penjualan sesuai dengan teknologi proses produksi yang menghasilkan perbedaan jumlah gelatin . Tabel 28 Biaya operasional, jumlah produksi dan keuntungan Rp No Komponen biaya Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 - 10 satuan 1 Biaya Operasional - Biaya tetap 3.865.308 3.865.308 3.865.308 Rp x 1000 - Biaya variabel 2.972.939 3.242.681 3.512.422 Rp x 1000 Total biaya Operasional 6.838.248 7.107.989 7.377.730 Rp x 1000 2 Volume produksi gelatin 108.000 121.500 135.000 Kg Total pendapatan 7.857.000 8.839.125 9.821.250 Rp x 1000 4 Keuntungan sebelum pajak 1.018.752 1.731.136 2.443.520 Rp x 1000 Pada tahun pertama, perusahaan memproduksi sebanyak 80 dari kapasitas total. Pada tahun kedua, perusahaan memproduksi 90, sedangkan pada tahun ketiga sampai tahun kesepuluh, perusahaan memproduksi 100 dari kapasitas total. Setiap tahun, perusahaan diasumsikan dapat menjual 100 dari gelatin yang diproduksi pada tahun itu. Proyeksi laba rugi berguna untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Proyeksi laba rugi dihitung dengan cara mengurangi penerimaan dengan pengeluaran biaya tetap dan biaya variabel kemudian dikurangi dengan pembayaran bunga sehingga dihasilkan laba sebelum pajak. Laba sebelum pajak dikurangi dengan pajak yang dihitung dengan mengalikan ketentuan pajak sesuai Undang Undang Nomor 17 tahun 2000 dengan laba sebelum pajak tersebut. Perhitungan proyeksi laba rugi dapat dilihat pada Lampiran 8 k. Menurut Husnan dan Suwarsono 2000, aliran kas dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu aliran kas permulaan initial cash flow, aliran kas operasional operational cash flow dan alirar. kas terminal terminal cash flow. Aliran kas permulaan adalah aliran kas yang berhubungan dengan pengeluaran investasi. Aliran kas operasional dapat dihitung dengan mengurangi laba setelah pajak dan penyusutan dengan angsuran pinjaman. Aliran kas terminal terdiri dari nilai sisa investasi ditambah dengan pengembalian modal kerja. 153 Aliran kas dihitung dengan mengurangi aliran kas masuk dengan aliran kas keluar setiap tahunnya. Aliran kas masuk terdiri dari modal sendiri dan pinjaman initial cash flow, laba bersih, depresiasi, nilai barang tidak terjual operational cash flow, nilai sisa dan pengembalian modal kerja terminal cash flow. Aliran kas keluar terdiri dari investasi tetap, modal kerja initial cash flow dan angsuran pinjaman operational cash flow. Kas bersih didapatkan dengan mengurangi kas masuk dengan kas keluar setiap tahunnya. Proyeksi arus kas dapat dilihat pada Lampiran 8 j. Analisis Kelayakan Pengembangan Agroindustri Gelatin Dalam analisis kelayakan pengembangan agroindustri gelatin, beberapa hal yang dilakukan adalah analisis aspek pasar dan pemasaran, analisis aspek teknis dan teknologis, analisis aspek finansial dan ekonomi. Analisis aspek pasar dan pemasaran Kajian aspek pasar dan pemasaran meliputi pengukuran potensi pasar, pendefinisian struktur pasar, pengukuran pangsa pasar dan perumusan strategi bauran pemasaran. Dalam mengkaji aspek pasar dan pemasaran gelatin, perusahaan perlu membedakan antara produk bisnisindustri dengan produk konsumsi. Gelatin termasuk produk bisnisindustri yang diperjualbelikan pada pasar bisnis. Produksi gelatin di Indonesia masih relatif kecil karena hanya diproduksi oleh industri kecil yang jumlahnya sangat terbatas. Selama ini pemenuhan kebutuhan gelatin di Indonesia diimpor dari berbagai negara diantaranya Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Brazil, Korea, Cina dan Jepang dengan total impor gelatin sebanyak 3.764.856 kg dengan nilai US 15.292.243.-pada tahun 2008. Disisi lain produksi gelatin di Indonesia masih sangat terbatas. sehingga pemenuhan kebutuhan gelatin dalam negeri merupakan pasar potensial dari agroindustri gelatin. Derajat persaingan struktur pasar gelatin perlu dikaji untuk menentukan pangsa pasar gelatin yang dapat diraih oleh perusahaan baru dan untuk melihat sejauh mana perusahaan baru berpeluang untuk bertahan dan berkembang diantara 154 perusahaan pesaing yang telah lebih dahulu stabil. Namun struktur pasar gelatin dalam negeri mempunyai keunggulan dari sisi georafis, harga dan status kehalalan produk dibandingkan perusahaan-perusahaan penghasil gelatin dari luar negeri. Menurut Kotler 2002, persaingan murni terjadi dimana banyak pesaing menawarkan produk dan jasa yang sama. Berdasarkan data GME Gelatin Manufacturers Association of Europe Organization, produksi gelatin dunia pada tahun 2001 sebesar 269.400 ton, tahun 2005 sebesar 306.800 ton dan tahun 2006 sebesar 315.000 ton. Produksi gelatin dunia pada tahun 2001 menyebar diantara sekitar 12 perusahaan besar dan ratusan perusahaan kecil. Daftar nama-nama perusahaan beserta kapasitas produksinya dapat dilihat pada Tabel 5. Perusahaan gelatin yang dikaji ini memposisikan diri sebagai perusahaan pengikut pasar. Perusahaan akan bersaing dengan perusahaan yang berada pada urutan bawah atau dapat menjadi pemimpin pasar diantara perusahaan-perusahaan kecil selain 12 perusahaan besar tersebut. Menurut Kotler 2002, perusahaan kecil umumnya menghindari persaingan melawan pasar besar dengan mengincar pasar kecil yang kurang atau tidak menarik bagi perusahaan besar. Berdasarkan data diatas, perusahaan yang menempati urutan paling bawah berdasar kapasitas produksinya adalah Norland dengan kapasitas produksi sebesar 500 ton per tahun atau sebesar 0,18 dari seluruh konsumsi gelatin dunia tahun 2001. Produksi gelatin di Eropa disajikan pada Tabel 29. Tabel 29 Produksi gelatin di Eropa tahun 2006 Nama Negara Produksi Tontahun Persentase Belgium 20,500 16.89 France 26,700 21.99 Germany 30,000 24.71 Italy 7,900 6.51 Spain 9,600 7.91 Sweden 11,500 9.47 The Netherlands 5,400 4.45 United Kingdom 5,500 4.53 Poland 300 0.25 Slovakia 2,400 1.98 Total 121,400 100.00 Sumber : GME Organization 2006 155 Data di atas memperlihatkan negara dengan kapasitas produksi terkecil adalah polandia dengan produksi 300 ton pertahun atau sekitar 0,10 dari produksi gelatin dunia tahun 2006 sebesar 315.000 ton per tahun. Oleh karena itu kapasitas produksi agroindustri gelatin yang akan dikaji adalah 300 ton per tahun atau 11 kebutuhan inport gelatin Indonesia tahun 2006. Pangsa pasar atau sales potensial adalah proporsi sebagian dari keseluruhan pasar potensial yang diharapkan dapat diraih oleh proyek yang bersangkutan Husnan dan Suwarsono, 2000. Menurut Fellows et.al. 1996, untuk kondisi persaingan dengan jumlah pesaing banyak dan ukuran pesaing yang cukup besar dan jenis produk yang dibuat sama maka kisaran persentase pangsa pasar yang dapat diraih antara 0-2,5 dan untuk kondisi jumlah pesaing tidak ada sampai sebesar 100 . Oleh karena itu, pangsa pasar dunia yang dapat diraih perusahaan sebesar 2,5 dari konsumsi gelatin dunia atau sebesar 7.875 ton per tahun. Pasar potensial gelatin Indonesia berdasarkan hasil prakiraan adalah sebesar 2.375.276 kilogram setiap tahunnya. Pasar potensial gelatin Indonesia tersebut jika dibandingkan dengan konsumsi gelatin dunia 315.000 ton hanya sebesar 0,75, sedangkan berdasar kajian struktur pasar di atas, perusahaan dapat berproduksi sekitar kapasitas 0,10 dari konsumsi gelatin dunia atau sebesar 0,095 dari pangsa pasar gelatin dunia atau 11,05 dari pasar potensial gelatin di Indonesia. Posisi perusahaan gelatin yang dikaji ini dalam struktur persaingan agroindustri gelatin cukup aman sebagai pendatang baru dan mempunyai kemampuan untuk bertahan dan berkembang. Hal ini karena perusahaan hanya bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang menempati urutan bawah dan berproduksi dengan kapasitas sekitar 11,05 dari pasar potensial di Indonesia. Selain itu, perusahaan gelatin yang dikaji ini mempunyai keunggulan dari sisi geografis, harga dan status kehalalan produk dibanding dengan perusahaan- perusahaan penghasil gelatin dari luar negeri. Produk adalah sesuatu yang ditawarkan dan dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen. Bauran produk adalah daftar lengkap dari seluruh produk yang ditawarkan untuk dijual oleh perusahaan Stanton 1991. Produk gelatin merupakan produk industri. Menurut Kotler 2002, industri adalah 156 sekelompok perusahaan yang menawarkan suatu produk atau kelas produk yang merupakan subtitusi dekat satu sama lain. Menurut Ichsan et al. 2003, salah satu karakteristik produksi modern dari suatu industri adalah adanya standardisasi. Oleh karena pasar gelatin termasuk pasar industri maka konsep pemasaran yang diterapkan adalah strategi produk. Menurut Ichsan et al. 2003, strategi produk mengasumsikan bahwa calon konsumen dalam menetapkan produk yang dibeli menitikberatkan pada mutu dan karakteristik produk tersebut. Menurut Kotler 2002, perusahaan-perusahaan yang menjual barang-barang dan jasa-jasa bisnis industri menghadapi para pembeli professional yang terlatih dan terinformasi dengan baik dan yang terampil dalam menilai penawaran bersaing. Gelatin dijual dalam pasar dengan berbagai nama dan nama dagang. Nama- nama tersebut berdasar jenis bahan baku dan proses gelatin yang dibuat bovine gelatin, dried fish gelatin, type A gelatin, jenis penggunaan gelatin food-grade gelatin, edible gelatin, pharmacheutical gelatin atau perusahaan pembuat gelatin Gelita-tech, Nitta 750, Norland Fish Gelatin 2007 Karena perusahaan akan menghadapi pembeli professional maka produk yang dibuat harus memiliki keunggulan dibanding produk yang dibuat oleh perusahaan lain atau keunggulan dibanding dengan produk lain yang mempunyai fungsi sama. Keunggulan produk yang dapat dimunculkan adalah status kehalalan dan keamanan gelatin selain pemenuhan kriteria lain seperti sesuai standar SNI dan standar penggunaan gelatin dalam berbagai industri. Keunggulan lainnya adalah variasi kegunaan gelatin yang cukup luas dalam aplikasi industri. Salah satu keunggulan gelatin yang dibuat oleh perusahaan yang dikaji ini adalah kejelasan status kehalalan gelatin. Gelatin tersebut halal karena menggunakan bahan baku kulit split sapi. Kehalalan ini dengan asumsi penyembelihan sapi tersebut sesuai dengan syariat Islam. Mayoritas penduduk Indonesia yang muslim membuat status kehalalan produk gelatin yang dihasilkan menjadi mutlak. Menurut GME Organization 2006, gelatin yang menggunakan bahan baku dari kulit babi menempati persentase terbesar dari konsumsi gelatin dunia yaitu sebesar 45,80. Hal tersebut menjadikan produk gelatin ini mampu bersaing dibandingkan dengan produk gelatin yang dibuat oleh perusahaan- perusahaan gelatin di luar negeri. Keunggulan lain dari gelatin yang diproduksi 157 oleh perusahaan yang dikaji ini adalah keamanan gelatin dari infeksi Bovine Spongiform Encephalophaty BSE atau Transmissible Spongiform Encephalophaty TSE dan bahan lain yang berbahaya. Keamanan gelatin tersebut karena bahan baku yang digunakan berasal dari kulit split dalam negeri. Menurut Dirjen Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian 2003, Indonesia masih tergolong negara yang terbebas dari penyakit mulut dan kuku. Menurut Goossens 2002, keamanan gelatin tergantung dari tiga faktor yaitu asal bahan baku, regulasi terhadap bahan baku dan proses produksi dan pengurangan serta inaktivasi TSE pada proses produksi. Keunggulan gelatin dibanding dengan produk yang mempunyai fungsi sama adalah variasi kegunaan gelatin yang cukup luas dalam aplikasi indutri. Hal ini membuat pasar gelatin menjadi luas. Menurut Rubin 2002, gelatin dapat bersaing dengan beberapa zat aditif bahan pangan dan gelatin mempunyai beberapa keunggulan spesifik. Dua keunggulan yang utama adalah elastisitas formulasi karena bersifat thermoreversible dan mampu meleleh pada suhu tubuh. Keunggulan lain dari gelatin adalah mudah digunakan dalam berbagai variasi standar terutama kombinasi kekuatan gel bloom dan viskositasnya, transparan, tidak berbau, tidak ada efek terhadap rasa dari produk akhir, memungkinkan untuk tersedia dalam jumlah yang memadai untuk industri, relatif tidak mahal dan cocok dengan karakteristik dari banyak jenis obat-obatan dan suplemen nutrisi. Selain itu, gelatin mempunyai beberapa karakteristik seperti penyatuan antara udara dan busa, stabilisasi busa, stabilisasi emulsipencegahan pemisahan zatstabilisasi pemisahan lemak, meningkatkan flow properties, pengontrolan pembentukan kristal, pembuatan film atau pelapisan, pelembut tekstur, pengganti lemak, pengikat air, meningkatkan cita rasa pada mulut, thickening dan meningkatkan adesi Jones 1977. Bentuk akhir dari gelatin yang diproduksi adalah flake berbentuk lembar tipis dengan ukuran kecil dan transparan. Kemasan terbuat dari plastik polypropilen tebal dengan beberapa variasi kapasitas untuk pembeli yang berbeda. Harga adalah jumlah uang yang diminta untuk barang atau jasa tertentu. Harga dapat pula dikatakan sebagai jumlah nilai yang dipertukarkan pada konsumen untuk mencapai manfaat pengguna barang-barang atau jasa-jasa. Harga 158 sangat berhubungan dengan produk dan mutu Winardi 1991. Harga merupakan satu-satunya elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan. Suatu perusahaan harus menetapkan harga untuk pertama kali ketika perusahaan tersebut mengembangkan produk baru. Perusahaan harus memutuskan dimana akan memposisikan produknya berdasarkan mutu dan harga Kotler 2002. Alasan yang mempengaruhi penetapan harga gelatin adalah karakteristik gelatin sebagai produk industri, struktur pasar persaingan murni yang berlaku, keunggulan kompetitif kehalalan dan keselamatan produk gelatin dibanding dengan produk dari luar negeri, serta karakteristik biaya dan harga dari agroindustri gelatin. Sebagai produk industri, gelatin telah terstandardisasi Ichsan et al . 2003, pembeli gelatin adalah pembeli professional yang terlatih dan terinformasi dengan baik dan yang terampil dalam menilai penawaran bersaing, permintaan total tidak terlalu dipengaruhi oleh perubahan harga Kotler 2002, harga merupakan harga tetap, jarang terjadi tawar menawar, penjual tidak akan meminta harga lebih rendah atau lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang berlaku dan harga tidak mudah berubah Winardi 1991. Karakteristik biaya dan harga gelatin dikaji dari analisis Sensivitas adalah NPV masih positif, IRR masih diatas suku bunga yang berlaku dan Net BC masih diatas satu walaupun harga bahan baku dan bahan pembantu naik sampai 493. Selain itu ukuran-ukuran tersebut masih layak jika harga diturunkan sampai 10,76. Hal tersebut menunjukkan bahwa agroindustri gelatin ini lebih peka terhadap perubahan harga jual dan kapasitas penjualan dibandingkan dengan perubahan harga bahan baku. Menurut Winardi 1991, makin besar persamaan produk suatu perusahaan dan produk pihak saingannya, makin tergantung perusahaan itu pada harga. Oleh karena itu strategi penetapan harga yang digunakan adalah penetapan harga sesuai dengan harga yang berlaku. Menurut Kotler 2002, harga yang berlaku dianggap mencerminkan kebijakan bersama industri sebagai harga yang akan menghasilkan tingkat pengembalian investasi yang layak dan tidak membahayakan keselarasan industri. Harga gelatin pada pasar dunia pada tahun 2002 berkisar Rp. 43.000,00 sampai 153.000,00 per kilogram Rubin 2002 atau sekitar Rp. 49.800,00 sampai 159 162.000,00 pada tahun 2004. Di Indonesia harga gelatin berkisar Rp. 45.000,00 sampai Rp. 85.000,00 per kilogram PT. Megasetia Agung Kimia, 2008. Harga gelatin bervariasi sesuai standar karakteristik dan jenis gelatin berdasarkan aplikasinya. Karakteristik gelatin yang sering dipakai sebagai standar harga adalah bloom kekuatan gel. Makin tinggi kekuatan gel gelatin maka makin mahal harga gelatin tersebut. Kisaran harga gelatin terendah berdasar aplikasinya adalah gelatin pangan, kemudian kosmetik, farmasi dan paling tinggi adalah gelatin fotografi. Selain itu harga gelatin menjadi sangat tinggi untuk penggunaan-penggunaan tertentu yang membutuhkan kemurnian gelatin yang tinggi atau spesifikasi khusus seperti untuk keperluan penelitian. Harga gelatin untuk keperluan tersebut berkisar Rp. 230.000,00 sampai Rp. 1.087.000,00 per kilogram. Harga gelatin ditetapkan berdasarkan harga jual yang berlaku di pasar dan ditetapkan berdasarkan kekuatan gel. Harga gelatin yang ditetapkan berkisar Rp 45.000,- sampai Rp. 85.000,-. Harga dan proyeksi penjualan gelatin bubuk powder gelatin dapat dilihat pada Tabel 25. Analisis aspek teknis dan teknologis Kajian aspek teknis teknologis meliputi penentuan bahan baku, lokasi perusahaan, penentuan kapasitas produksi, penentuan teknologi proses dan tata letak pabrik. Kulit split sering disebut sebagai kulit sapi bahan kerupuk. Selain itu kulit split juga sering disebut sebagai kulit limbah hasil proses pemotongan pada penyamakan kulit. Kapasitas produksi pabrik kulit sebesar 140 juta kaki persegi atau setara dengan lima juta lembar kulit sapi yang berarti lima juta ekor per tahun Berdasarkan hal tersebut maka ketersediaan kulit sapi split sebasar 11.500 ton per tahun. Sebagian besar lebih 80 pabrik penyamakan kulit penghasil kulit split ini berada di Pulau Jawa. Jumlah kulit split yang tersedia tersebut mencukupi kebutuhan agroindustri gelatin di Indonesia. Kebutuhan agroindustri gelatin setiap tahunnya di PT. Muhara Dwi Tunggal Laju Tannery hanya 450 ton atau sebesar 3.91 dari ketersediaan bahan baku kulit sapi split. Selain itu, populasi ternak sapi potong di Indonesia pada tahun 2009 sebanyak 12.603.160 ekor, kemudian yang dipotong sebanyak 2.043.947 160 ekortahun Statistik Peternakan, 2009. Kulit sapi beratnya sekitar 20 kilogram BPS, 2001. Persentase kulit split sebesar 11,5 dari kulit sapi utuh Winter 1984, sehingga, kulit split sapi di Indonesia tersedia dari hasil pemotongan sebanyak 4.701 ton per tahun. Jumlah sebesar itu mampu mencukupi pemenuhan bahan baku kulit sapi split sebesar 41. Pertimbangan ketersediaan bahan baku berdasarkan kapasitas produksi penyamakan kulit PT. Muhara Dwi Tunggal Laju Tannery yang menjadi tempat agroindustri gelatin berada agar pasokannya terjamin. Industri penyamakan kulit PT. Muhara Dwi Tunggal Laju Tannery mempunyai kapasitas produksi 10 ton per hari dengan limbah kulit yang dihasilkan adalah 22 atau sebesar 2,2 ton perhari. Karena kapasitas produksi agroindustri gelatin yang dikaji hanya 1,5 ton perhari, maka jaminan kepastian bahan baku akan diperoleh dari dalam sendiri. Harga bahan baku kulit split sisa industri penyamakan berkisar antar Rp.4.000 – Rp. 5.000,- per kilograms PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery, 2008. Menurut Cristianto 2001, rendemen gelatin tipe B dari kulit sapi split berkisar 24-59, sedangkan rendemen gelatin dari kulit kering dried hides sebesar 50-55 Keenan 1994. Rendemen gelatin dari kulit sapi split lebih rendah dibandingkan dengan gelatin dari kulit kering karena kadar air dari kulit split sekitar 61, sedangkan kadar air kulit kering sebesar 10-15 Keenan 1994. Dalam indutri gelatin yang dikaji ini asumsi rendemen yang digunakan adalah 20 dengan proses basa. Kapasitas produksi adalah jumlah atau volume produk yang seharusnya dibuat oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu Sumarni Soeprihanto 1993. Kapasitas produksi gelatin ditetapkan berdasar informasi pasar potensial dan pangsa pasar yang masih dapat diraih perusahaan. Pasar potensial gelatin Indonesia berdasarkan hasil prakiraan adalah sebesar 2.375.276 kilogram setiap tahunnya. Pasar potensial gelatin Indonesia tersebut jika dibandingkan dengan konsumsi gelatin dunia 315.000 ton hanya sebesar 0,75, sedangkan berdasar kajian struktur pasar, perusahaan dapat berproduksi sekitar kapasitas 0,10 dari konsumsi gelatin dunia atau sebesar 0,095 dari pangsa pasar gelatin dunia atau 11,05 dari pasar potensial gelatin di Indonesia. 161 Penentuan kapasitas produksi selain mengacu pada hasil prakiraan potensi pasar, pangsa pasar dan derajat persaingan pasar ditentukan oleh teknologi proses dan mesin yang dipilih. Agroindustri gelatin yang dikaji ini menggunakan teknologi proses pembuatan gelatin dengan perendaman basa. Mesin-mesin yang digunakan, khususnya sistem evaporasi dan sistem pengeringan, menggunakan mesin-mesin hasil rekayasa sendiri yang bekerjasama dengan BPPT, dengan menggunakan sistem falling film evaporator dan sistem pengering chamber dehudified. Setelah melalui perhitungan neraca massa dengan mempertimbangkan kapasitas mesin-mesin tersebut maka kapasitas produksi pabrik gelatin ditetapkan sebesar 450 ton bahan baku per tahun atau sebesar 1.500 kilogram kulit split per hari, yang akan menghasilkan gelatin sebesar 135 ton gelatin per tahun. Karena perusahaan gelatin ini termasuk pemain baru dalam agroindustri gelatin, maka untuk tahun pertama dan kedua belum dapat berproduksi secara penuh. Pada tahun pertama, perusahaan hanya berproduksi sebesar 80 dari kapasitas produksi penuh, sedangkan pada tahun kedua, perusahaan meningkatkan produksinya menjadi 90 dari kapasitas penuh. Untuk tahun ketiga sampai tahun kesepuluh, perusahaan sudah dapat berproduksi secara penuh. Proses produksi gelatin dilakukan secara batch dengan menggunakan mesin dan peralatan yang dipasang secara berurutan dari pengolahan bahan baku sampai menjadi produk. Menurut Sumarni dan Soeprihanto 1993, ada dua jenis proses produksi yaitu proses produksi terus-menerus continuous dan proses produksi yang terputus-putus intermitten. Proses produksi kontinu ditandai dengan aliran bahan baku yang selalu tetap atau mempunyai pola yang selalu sama sampai produk selesai dikerjakan. Kulit split dapat dibuat menjadi gelatin tipe A dengan proses asam dan tipe B dengan proses basa Yulianto 2002. Gelatin berbahan baku kulit split dari pabrik yang dikaji ini diproduksi dengan proses basa. Alasan dipilihnya proses basa karena menurut Cristianto 2001, rendemen gelatin tipe B dari kulit sapi split berkisar 24-59, yang lebih besar dari pada dengan porses asam. Disamping itu, proses perlakukan penyamakan kulit sebelumnya dari kulit split adalah liming yaitu proses perendaman basa, maka dengan proses basa penggunaan bahan kimia 162 dalam proses perendaman untuk membuat gelatin menjadi lebih sedikit dan prosesnya menjadi lebih pendek. Proses produksi gelatin dengan proses basa terdiri dari pencucian kulit split, pemotongan kulit split, perendaman basa, netralisasi, ekstraksi bertahap, filtrasi, pemekatan dengan evaporator, sterilisasi, pengeringan dan penghancuran. Pertama kali diterima, dilakukan analisis proksimat terhadap bahan Baku terutama kadar air, kadar lemak, kadar abu dan kadar Nitrogen. Bahan Baku kulit split dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran menggunakan air. Selanjutnya, kulit split basah hasil pencucian dipotong dengan ukuran 1-2 cm dan dimasukkan ke dalam tangki perendaman. Perendaman kulit dalam larutan Kapur tohor liming dilakukan selarna 15-24 jam. Kulit setelah perendaman kemudian dinetralisasi dengan ammonium sulfat dan dicuci menggunakan air sampai pH kulit split mendekati netral. Setelah itu kulit split diekstraksi empat tahap yaitu tahap I dengan suhu 55-65 °C, tahap II dengan suhu 65-75 °C, tahap III dengan suhu 75-85 °C dan tahap IV dengan suhu 85-95 °C dengan waktu masing-masing antara. 4-9 jam. Gelatin hasil ekstraksi tersebut kemudian difiltrasi untuk menghilangkan partikel yang lebih besar, koloid, bakteri dan kotorankotoran lain. Selanjutnya dilakukan pemekatan dengan evaporator. Gelatin yang dihasilkan mempunyai kadar air berkisar 30-40. Gelatin tersehut kemudian disterilisasi dengan suhu 140-142 °C selama 4 detik. Sterilisasi ini dilakukan untuk mengurangi kandungan mikrobial dari gelatin. Hasil setrilisasi tersebut didinginkan dan diekstrusi sehingga dihasilkan gelatin yang berbentuk noodle. Gelatin dengan kadar air berkisar 30-40 ini kemudian dikeringkan sampai kadar airnya sekitar 12 dan kemudian dihancurkan sampai didapatkan bentuk yang diinginkan. Gelatin kemudian dikemas dalam wadah plastik yang berukuran 10 Kg atau 25 Kg. Untuk menghitung kebutuhan energi berupa bahan bakar, steam atau listrik kita perlu menghitung kebutuhan energi atau neraca energi dari proses produksi yang berlangsung. Menurut Himmelblau 1996, neraca energi berkisar dari menjawab pertanyaan seperti Bahan bakar apa yang paling ekonomis?, Apa yang dapat diperbuat terhadap kelebihan panas yang dihasilkan?, Berapa banyak steam dan pada temperatur dan tekanan berapa yang dibutuhkan untuk 163 menghasilkan panas pada proses? dan pertanyaan-pertanyaan lain yang berhubungan. Pada pembuatan neraca energi diperlukan data mengenai mesin yang digunakan, proses yang terjadi, kondisi proses seperti suhu dan tekanan dan energi yang dikonsumsi berdasarkan larnanya mesin tersebut beroperasi. Hasil perhitungan neraca massa dan neraca energi digunakan untuk menghitung analisis finansial, sedangkan spesifikasi peralatan dan mesin khususnya ukuran dimensi digunakan untuk menentukan luasan ruang proses produksi. Kebutuhan bahan baku dan energi dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30 Kebutuhan bahan baku dan energi agroindustri gelatin No Komponen bahan Jumlah Satuan Jumlah Satuan 1 Kulit split 1,500 Kghari 37,500 KgBulan 2 CaO kapur tohor 225 Kghari 5,625 KgBulan 3 Amonium sulfat 30 Kghari 750 KgBulan 4 NaOH 38 Kghari 938 KgBulan 5 Uap air panas Steam 375 Kghari 9,375 KgBulan 6 Listrik 3,000 KWhhari 75,000 KWhBulan 7 Air 12,000 Kghari 300,000 KgBulan Dengan mengacu pada alur proses pembuatan gelatin, tata letak dapat dibuat pertama kali dengan menentukan bahan keterkaitan aktivitas atau peta keterkaitan kegiatan untuk menempatkan lokasi ruang-ruang yang berkaitan dengan operasi produksi. Selanjutnya informasi yang ada pada bagan keterkaitan aktivitas dituangkan pada diagram keterkaitan kegiatan. Menurut Apple 1990, tujuan dari diagram keterkaitan kegiatan adalah menjadi dasar perencanaan keterkaitan antar pola aliran barang dan lokasi kegiatan pelayanan dihubungkan dengan kegiatan produksi. Langkah selanjutnya adalah menentukan analisis kebutuhan luasan ruang yang diperlukan. Penentuan kebutuhan luasan ruang mernerlukan data mengenai mesin dan alat produksi serta jumlah ruangan yang dibutuhkan. Salah satu cara menentukan luasan ruangan adalah dengan menghitung perkiraan ruangan yang dibutuhkan bagi tiap-tiap mesin dan peralatan pabrik. Setelah diagram keterkaitan aktivitas, diagram keterkaitan kegiatan dan analisis kebutuhan luasan ruang dibuat, wilayah pabrik dialokasikan dengan cara 164 menyusun templet luasan ruangan. Beberapa hal yang dipertimbangkan adalah jalur produksi, koordinasi tempat kerja, kemungkinan perluasan, keluwesan letak ruangan, kebutuhan gang, jarak antar alat dan mesin dan jarak aman antar bangunan. Menurut Apple 1990, prosedur ini mungkin membutuhkan kompromi dan perubahan dalam bangun wilayah atau ukurannya dan mungkin tidak memenuhi sepenuhnya prioritas diagram keterkaitan kegiatan. Bagan Keterkaitan kegiatan dapat dilihat pada Lampiran 8 n. Alokasi wilayah ruang produksi jauh melebihi kebutuhan luasan mesin dan alat sebenarnya. Hal ini karena bangunan proses produksi yang akan dibuat diharapkan mempunyai luasan optimum untuk perkembangan. Luas tanah yang tersedia untuk bangunan proses produksi memiliki panjang 50 m dan lebar 20 m Alokasi area tidak dianalisis karena pabrik yang telah ada telah mempunyai fasilitas seperti lapangan parkir, kantor, sarana ibadah, kantin dan lainnya. Adapun tata letak agroindustri gelatin yang diusulkan dapat diperlihatkan pada Lampiran 8 o: Analisis Aspek Finansial dan Ekonomi Beberapa kriteria kelayakan investasi yang dipakai adalah Net Present Value NPV, Internal Rate of return 1RR, Net Benefit Cost Net BC dan Pay Back Period PBP. Perhitungan detail dari analisis kelayakan investasi dapat dilihat pada Lampiran 8 h. Nilai kriteria kelayakan investasi agroindustri gelatin yang diintegrasikan dengan industri penyamakan kulit dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31 Kriteria kelayakan investasi agroindustri gelatin No Kriteria Nilai 1 NPV15 Rp x 1000 4.809.633 2 IRR 31,98 3 Net BC 1,11 4 PBP tahun 3,69 5 BEP Tahun ke -10 Rp x 1000 6.017.308 6 BEP Tahun ke – 10 Kgtahun 102.441 Metode NPV membandingkan nilai tunai dari arus kas masuk yang akan terjadi yang diharapkan dari suatu proyek investasi terhadap arus kas keluar yang berkaitan dengan investasi di awal proyek tersebut Soekardono 2009. Apabila 165 nilai penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang lebih besar daripada nilai sekarang, investasi maka proyek tersebut menguntungkan sebingga dikatakan layak, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai NPV dengan tingkat suku bunga 15 adalah sebesar Rp. 4.809.633.000 Karena nilai NPV lebih besar dari nol maka agroindustri gelatin berbahan baku kulit split dinyatakan layak berdasarkan perhitungan NPV. IRR adalah tingkat suku bunga dimana nilai tunai dan arus kas yang diharapkan dari suatu proyek investasi adalah sama dengan biaya dari investasi proyek tersebut. IRR ditentukan dengan menetapkan NPV sama dengan nol Soekardono 2009. Berdasarkan basil perhitungan, nilai IRR adalah sebesar 31,98 sedangkan tingkat suku bunga yang digunakan adalah 15. Karena IRR lebih besar dan tingkat suku bunga yang digunakan maka agroindustri gelatin berbahan baku kulit split dinyatakan layak berdasarkan perhitungan IRR. Net BC dihitung dengan membandingkan jumlah semua NPV Bt-Ct yang bernilai positif dengan semua NPV Bt-Ct yang bernilai negatif. Jika BC lebih besar sama dengan satu maka proyek layak untuk dilaksanakan Pramudya dan Nesia, 1992. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai Net BC adalah sebesar 1,11. Karena nilai Net BC lebih besar dari satu maka agroindustri gelatin berbahan baku kulit split dinyatakan layak berdasarkan perhitungan Net BC. PBP didefinisikan sebagai jumlah waktu yang diharapkan suatu perusahaan untuk dapat mengembalikan investasi awalnya Soekardono 2009. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai PBP adalah sebesar 3,69 tahun. Karena nilai PBP lebih cepat daripada umur proyek maka agroindustri gelatin berbahan baku kulit split dinyatakan layak berdasarkan perhitungan PBB Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengulang kembali perhitungan yang telah dilakukan dengan perubahan yang terjadi atau mungkin akan terjadi Pramudya dan Nesia, 1992. Penghitungan dilakukan untuk melihat pengaruh kenaikan harga bahan baku, penurunan harga jual dan peningkatan biaya investasi terhadap kriteria investasi. Ringkasan analisis sensitivitas dapat diperlihatkan pada Tabel 32. 166 Tabel 32 Analisis sensitivitas pengembangan agroindustri gelatin Skenario Perubahan Parameter NPV 15 Rp x 1000 IRR Net BC PBP tahun Layak tidak Harga bahan baku naik 20 2.236.710 23,24 1,05 5,09 Layak Harga bahan baku naik 30 950.246 18,60 1,02 6,29 Layak Harga bahan baku naik 40 -336.214 13,68 0,99 8,26 Tidak Harga penjualan produk turun 10 125.642 15,49 1,00 7,42 Layak Harga penjualan produk turun 15 -2.216.353 5,68 0,95 15,4 Tidak Nilai investasi naik 30 491.863 16,58 1,01 6,84 Layak Nilai investasi naik 40 -947,394 12,02 0.98 8,87 Tidak Harga bahan baku naik 10, harga produk turun 5 1.181.176 19,45 1,03 6,03 Layak Harga bahan baku naik 20, harga produk turun 5 -105.286 14,59 0,997 7,82 Tidak Harga bahan baku naik 10, harga produk turun 10 -1.160.820 10,32 0,97 10,36 Tidak Kenaikan harga bahan baku mempunyai titik kritis antara 30-40. Pada saat kenaikan harga bahan baku 30, proyek berada pada posisi layak untuk dilaksanakan. Akan tetapi pada saat terjadi kenaikan bahan baku sebesar 40, proyek tidak lagi layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan adanya parameter kriteria kelayakan yang menunjukkan nilai yang tidak layak, adalah nilai NPV negatif. Penurunan harga jual produk memiliki kisaran nilai kritis yang lebih kecil. Titik kritis akibat penurunan harga jual sekitar 10. Pada saat penurunan harga jual sebesar 10, proyek berada pada posisi layak untuk dilaksanakan. Akan tetapi pada saat terjadi penurunan harga jual produk mencapai 15, maka proyek tidak lagi layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan adanya parameter kriteria kelayakan yang menunjukkan nilai yang tidak layak adalah nilai NPV negatif seperti pada Tabel 32. Kenaikan biaya investasi mempunyai titik kritis berkisar 32. Pada saat biaya investasi naik 30, proyek berada pada posisi layak untuk dilaksanakan. Akan tetapi pada saat terjadi kenaikan investasi sebesar 40, proyek tidak lagi layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan adanya parameter kriteria kelayakan yang menunjukkan nilai yang tidak layak, adalah nilai NPV negatif. 167 Analisis sensitifitas terhadap kriteria gabungan antara kenaikan harga bahan baku dan penurunan harga penjualan produk menunjukkan bahwa dengan kenaikan harga bahan baku 10 dan penurunan nilai penjualan produk 5, proyek masih layak untuk dijalankan. Akan tetapi pada kenaikan harga bahan baku sebesar 20 dan penurunan nilai penjualan produk sebesar 5 akan menjadikan proyek tidak lagi layak untuk dijalankan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 32. Untuk mempertahankan agar supaya harga gelatin tidak terlalu terpengaruh oleh perubahan harga pasar gelatin, maka perlu segmentasi pasar khususnya produk gelatin yang mempunyai mutu yang baik dan halal. Segmentasi pasar dapat dilakukan dengan membuat kerjasama antara produsen dengan konsumen dalam melakukan pembelian produk gelatin halal dalam bentuk kontrak kerjasama pengadaan gelatin dengan menggunakan harga tertentu dalam jangka waktu tertentu. Dengan konsep kerjasama ini pihak produsen gelatin akan mempunyai kepastian pasar dalam penentuan harga sedangkan pihak konsumen akan mempunyai kepastian pasokan gelatin dan kepastian mutu gelatin halal yang dibelinya. Disamping itu untuk memperoleh kepastian harga produk gelatin dapat juga dilakukan dengan membuat produk gelatin dengan berbagai bentuk dan ukuran gelatin sesuai dengan keinginan konsumen tertentu sesuai dengan aplikasinya. Contoh bentuk gelatin dengan aplikasi khusus adalah gelatin lembaran, gelatin curah dan gelatin bubuk dengan ukuran granular tertentu. Dengan produk gelatin ini sangat tergantung pada kemauan konsumen dalam membuat bentuk gelatin, tetapi dengan konsep ini akan memastikan konsumen gelatin dalam harga dan kuantitas tertentu. Kemudian dari sisi konsumen juga akan memudahkan penggunaan gelatin sebagai bahan baku produknya. Berdasarkan analisis sensitifitas tersebut dapat disimpulkan bahwa pengembangan agroindustri gelatin dengan bahan baku kulit sapi split sangat sensitif terhadap perubahanpenurunan harga produk gelatin, sedangkan ditinjau dari perubahan harga bahan baku dan kenaikan nilai investasi masih kurang sensitif. Oleh karena itu untuk dapat mengembangkan agroindustri gelatin halal dengan bahan baku kulit sapi split harus mempunyai segmen pasar yang khusus 168 agar dapat memperoleh kepastian harga yang dapat bersaing di pasar yaitu dengan penetapan mutu halal yang membedakan dengan gelatin yang tidak halal. Kenaikan harga bahan baku meliputi kenaikan bahan mentah, bahan kemasan dan bahan bakar. Kenaikan biaya investasi tetap meliputi lahan, bangunan, persiapan perizinan, AMDAL, paten, pekerjaan sipil dan struktur lain dan mesin serta peralatan. Kenaikan biaya investasi tetap juga akan mengubah nilai sisa dan nilai depresiasi setiap tahunnya. Beberapa manfaat sosial ekonomi dari pendirian agroindustri gelatin berbahan baku kulit split adalah pemasukan dari pajak. retribusi dan biaya ijin kepada pemerintah dan penghematan devisa negara karena berkurangnya impor gelatin dari luar negeri. Selain itu pendirian agroindustri gelatin bermanfaat dari sisi menyerap tenaga kerja, pemasukan kepada bank dengan pembayaran bunga dan pemberian nilai tambah bahan baku kulit split. Salah satu pertimbangan utama dari produksi semua jenis gelatin adalah jumlah limbah cair yang besar dihasilkan selama proses produksi yang dapat mengandung komponen mineral dan lemak Hinterwaldner, 1977. Limbah tersebut dapat menghasilkan Biological Oxygen Demand BOD yang tinggi. Limbah cair dapat berupa asam atau basa tergantung dari proses perendamannya. Oleh karena itu perlu dikaji dalam aspek lingkungan yaitu Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan potensi limbah dari industri gelatin. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 17 tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, industri gelatin termasuk industri yang wajib dilengkapi AMDAL. 169 KESIMPULAN Kesimpulan Hasil Pemetaan jaringan rantai pasok bahan baku kulit sapi pada industri penyamakan kulit untuk mendukung model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin sebagian besar bahan baku diperoleh dari Jawa Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur dan sebagian kecil diperoleh dari luar pulau Jawa yaitu Kalimantan. Pasokan kulit sapi dari Jawa mempunyai mutu yang baik, sedangkan pasokan dari luar Jawa mempunyai mutu yang kurang baik yang diakibatkan oleh proses penggaraman dan penyimpanan. Hasil analisis strukturisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin menunjukkan bahwa sistem ini dikembangkan dengan tujuan untuk memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku serta mempermudah penelusuran asal usul bahan baku, dengan tolok ukur keberhasilan memudahkan proses pembuatan label mutu halal dan terjaminnya mutu bahan baku dan produk gelatin. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu aktifitas penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk gelatin. Perubahan yang dimungkinkan terhadap sistem adalah penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku dan setiap pengusaha diharuskan memberlakukan sistem standarisasi mutu. . Dari sudut pandang aturan kerjasama, sistem kelembagaan dengan model kontrak kerjasama pengadaan bahan baku berdasarkan patokan harga sesuai mutunya merupakan model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin yang optimal dan efisien, sedangkan dari sisi organisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku yang optimal adalah penggunaan lembaga independen didukung dengan kelembagaan internal dalam perusahaan. Hasil perkiraan tingkat efisiensi kinerja model dengan menggunakan DEA diperoleh bahwa Model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dengan penggunaan lembaga independen yang didukung oleh lembaga internal jaminan mutu pasokan bahan baku dalam perusahaan memberikan output yang lebih tinggi dan input yang lebih rendah dibandingkan dengan model kelembagaan yang berlaku saat ini. 170 Strategi yang tepat untuk mengembangkan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah adanya sistem informasi penelusuran asal usul bahan baku dengan pelaku utama agroindustri gelatin. Pengembangan agroindustri gelatin pada industri penyamakan kulit layak untuk dikembangkan dengan kriteria kelayakan investasi sebagai berikut nilai NPV15 sebesar Rp. 4,81 milyar, nilai net BC ratio sebesar 1.11, nilai IRR sebesar 31,98 dan nilai PBP sebesar 3,69 tahun. Berdasarkan analisis sensitifitas, kelayakan investasi pengembangan agroindustri gelatin yang menggunakan bahan baku kulit split pada industri penyamakan kulit sangat sensitif terhadap penurunan harga produk gelatin, oleh karena itu perlu segmentasi pasar yang spesifik terhadap produk gelatin halal. Kebaruan dari penelitian ini adalah ditemukannya suatu sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku untuk mendukung proses penelusuran asal usul bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi split. Dengan model kelembagaan tersebut diharapkan dapat mendukung tumbuh- kembangnya agroindustri gelatin halal di Indonesia dan memudahkan proses pengurusan sertifikasi halal untuk menjamin penyediaan produk gelatin yang bermutu dan halal. Saran-saran Sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi split perlu didukung dengan sistem informasi penelusuran mutu pasokan bahan baku untuk memberikan kepastian asal-usul dan jaminan mutu pada pengguna gelatin. Implementasi model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin, perlu melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan dalam pengembangan agroindustri gelatin. Hal yang perlu dilakukan oleh masing masing pihak adalah mengedepankan pentingnya peningkatan mutu dalam setiap tahapan pengadaan bahan baku dan proses produksi gelatin, Model yang dihasilkan dalam menguji kinerja kelembagaan masih bersifat konseptual. Oleh karena itu perlu adanya penelitian lanjutan untuk menguji kinerja kelembagaan secara operasional dengan menggunakan data- data input secara realitas pada perusahaan industri gelatin. 171 DAFTAR PUSTAKA Adiarni N. 2007. Rekayasa sistem rantai pasokan bahan baku berbasis jaringan pada Agroindustri farmasi. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Anang H. 2007. Strategi Six Sigma, Peta Pengembangan Kualitas Kinerja Bisnis. Elex Media Komputindo. Anir NAMD, Nasir MHN, Masliyana A. 2008. The Users Perceptions and Opportunities in Malaysia in Introducing RFID System for Halal Food Tracking. Faculty of Computer Science and Information Technology. University of Malaya. Kualalumpur. Anwar A. 1998. Ekonomi Organisasi: Beberapa Aspek dari Analisis Ekonomi Biaya biaya Transaksi . Bogor: Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. [APKI] Asosiasi Penyamakan Kulit Indonesia. 2009. Indinesia Leather Specification Profile. http:leatherindonesia.wordpress.compage12. Apple JM. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Terjemahan Edisi Ketiga. Penerbit ITB, Bandung. Austin JE. 1992. Agroindustrial Project Analysis; Critical Design Factors. London: EDI series in Economic Development. The John Hopkins University Press. Agustedi. 2001. Rancang bangun model perencanaan dan pembinaan agroindustri hasil laut kualitas ekspor dengan pendekatan wilayah [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [BPPI] Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Semarang. 1982. Pemanfaatan Kulit Sisa Penyamakan untuk Makanan Ternak. BPPI. Semarang. [BPPK] Balai Penelitian dan Pengembangan Kulit Yogyakarta. 1987. Pemanfaatan Tulang Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Capsule. BPPK. Yogyakarta. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2004. Jumlah Impor dan Ekspor Gelatin di Indonesia. Biro Pusat Statistik, Jakarta. Brown JG., Deloitte, Toache. 1994. Agroindustrial Investment and Operations. Washington DC : EDI Development Studies. Carson JS. 2002. Model Verification and Validation, Proceedings of the 2002 Winter Simulation Conference Che-Man Y. 2008. Current Research on Halal Products Autentication. Paper presented at 2 nd Cheng MJ., Simmons JEL. 1994. Traceability in manufacturing systems. Int. Journal of Operations and Production Management 14 10, 4–16. IMT-GT Innernational Halal Science Symposium, Halal Science Center, IPB Bogor, 2 Desember 2008. Chopra K., Kadekodi GK., Murty MN. 1990. Participatory development: People and common property resource. New Delhi: Sage. 172 Cooper WW., Lawrence MS., Tone K. 2002. Data Envelopment Analysis: a Comprehensive Text with Models, Aplications, References DEA-Solver Software , 3rd ed., Boston: Kluwer Academic. Cox III, JF., Blackstone, JH. Eds., 2002. APICS Dictionary, APICS. The Educational Society for Resource Management. Cristianto A. 2001. Kajian Proses Produksi Gelatin Tipe B Berbahan Baku Kulit Sapi Hasil Samping Industri Penyamakan Kulit. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB, Bogor. Didu MS. 2000. Rancang bangun strategi pengembangan agroindustri kelapa sawit Agrosawit. J. Tek Ind. Pert. 111, 20-26. [DSN] Dewan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 06-3735-1995. Mutu dan Cara Uji Gelatin. Badan Standardisasi Nasional. Departemen Perindustrian dan Perdagangan Indonesia. Jakarta. Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Bogor: IPB Press. Fardiaz D. 1989. Hidrokolid. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Fellows P., Franco E., Walter R. 1996. Starting a small Food Processing Enterprise . Intermediate Technology Publication, London. Filev DP., Yager RR., 1998. On the issue of obtaining OWA operator weights. Fuzzy Sets and Systems 94: 157–169. Florence D, Queree C. 1993. Traceability—Problem or Opportunity. Logistics Information Management 6 4. Gharajedaghi J. 1999. Systems Thinking: Managing Change Complexity Glicksman M. 1969. Gum technology in Food Industry. New York: Academic Press. , Butterworth Heinmann. [GMAP] Gelatin Manufacturer Association of Asia Pacific. 2004, Gelatin, http:www.gmap-gelatin.comgelatin_adv.html. [GME] Gelatin Manufacture. Of Europe. 2006. Market Data Gelatin 2001, 2002, 2003. http:www.gelatine.org. [GMIA] Gelatin Manufactur Institute of America. 2006. gelatin properties, http:www.gelatin-gmia.comhtmlrawmaterials_app.html. Glover, D. 1987 Increasing the Benefits to Smallholders from Contract Farming: Problems for Farmers Organisations and Policy Makers, World Development 15 4. 441–448. Goossens P. 2002. Gelatine – Absolutely Safe and Healthy. Scientific reeport. Gelatin Manufacturing Europe GME. Gorvett R., Liu N. 2007. Using Interpretive Structural Modeling to Identify and Quantify Interactive Risks. Call Paper Program 2007 ASTIN Colloquium Orlando, FL. Gumbira-Sa’id, E. 2009. Bahan Kuliah Rekayasa Mutu. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. 173 Hart, A. 1986. Knowledge Acquisition for Expert System. McGrawl-Hill Book Company, New York. Himmelblau DM. 1996. Basic Principles and Calculation Chemical Engineering. 4 th Husnan S., Suwarsono. 2000. Studi kelayakan proyek. Unit penerbit dan percetakan AMP YKPN. Yogyakarta. edition. Prentice-Hall, New Jersey. Ichsan M. Kusnadi dan Syaifi M. 2003. Studi Kelayakan Proyek Bisnis. Universitas Brawijaya, Malang. Ismanto K. 2009. Manajemen Syariah. Yogjakarta : Pustaka Pelajar. Jauch LR., Glueck WF. 1988. Business Policy and Strategic Management. McGraw-Hill International Inc., New York. Johns P. 1977. Me Structure and Composition of Collagen Containing Tissue. Di dalam Ward, A. G. dan A. Courts ed.. The Sicence and Technology of Gelatin . New York:Academic Press. Jones NR. 1977. Uses of Gelatin in Edible Products. Di dalam Ward, A. G. dan A. Courts ed.. The Sicence and Technology of Gelatin. New York:Academic Press. Judoamidjojo RM. 1981. Teknik Penyamakan Kulit untuk Pedesaan. Bandung: Penerbit Angkasa. Kartasapoetra. 1993. Koperasi Indonesia Yang Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 . Reneka Cipta, Jakarta Keenan TR. 1994. Gelatin. Di dalam J. Kroschwitz ed. Kirk-Othmer Encyclopedia of ChemicalTechnology. New York: Wiley. King W. 1969. Gelatin. In: Glicksman, M. ed.. 1969. Gum Technology in Food Industry. London: Academic Press. Kirk C. 1987. Contracting Out: Plantations, Smallholders and Transnational Enterprise’ , IDS Bulletin, 182, 45-51. Kusnandar. 2006. Rancang Bangun Model Pengembangan Industri Kecil Jamu. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kehagia O, Linardakis M, Chryssochoidis G. 2007. Beef traceability: are Greek consumers willing to pay? . EuroMed Journal of Business. 22, 173-190. Kotler P. 2002, Marketing Management, 10th edition, Prentice Hall, Inc Lau HCW., Pang WK., Wong CWY. 2002. Methodology for Monitoring Supply Chain Performace: a Fuzzy Logic Approach. Logistic Informatoin Management. 15 4, 271 - 280. Levy M, Loebbecke C., Powell P. 2003. SMEs, co-opetition and knowledge sharing: The role of information systems, European Journal of Information Systems . 121, 3-17. LPPOM-MUI. 2008. Panduan umum sistem jaminan halal LPPOM-MUI, Lembaga pengkajian pangan, obat-obatan dan kosmetika, Majelis Ulama Indonesia. Lokman AR. 2001. Halal Products Consumerism, Technology and Procedures. Melaka: Percetakan Surya Sdn Bhd. 174 Ma’arif MS., Tanjung H. 2003. Teknik-teknik kuantitatif untuk manajemen, PT. Grasindo, Jakarta. Machfud. 2001. Rekayasa Model Penunjang Keputusan Kelompok dengan Fuzzy- Logic untuk Sistem Pengembangan Agroindustri Minyak Atsiri. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Marimin, 2008. Teknik dan Aplikasi Pengambilan keputusan dengan Kriteria majemuk , cetakan ketiga, Jakarta: Grasindo. Muhandri T, Kadarisman D. 2008. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor:IPB Press. Mousavi A, Sarhadi M. 2002. Tracking and Tracebability in the meat processing industry : a solution. British Food Journal. 1041, 7-19. Noordin N., Noor NLM., Hashim M., Samicho Z. 2009. Value chain of halal certification system: a case of the malaysia halal industry. European and Mediterranean Conference on Information Systems EMCIS2009. Nur S., Suharjito. 2009. Prospectus Analysis Of Halal Gelatin Agro-Industrial From Split Hides At Leather Tanning Factory In Indonesia. Proceeding Internastional seminar and the 7Th Biennial meeting of indonesian nutrition and feed science association 2009. Nur S., Suharjito. 2010. Opara LU. 2003. Treacebility in Agriculture and Food supply chain: a review of basic concepts techonological implications, and future prospects. Food and Agricultura Enviroment. 11, 101-106. Model Kelembagaan Penelusuran Pasokan Bahan Baku Gelatin Untuk Menjamin Kualitas Produk. Proceding seminar Nasional perspektif pengembangan agribisnis peternakan di Indonesia 2010. Pakpahan. 1990. Mengubah Pertanian Tradisional Dalam Pembangunan Jangka Panjang. Tahap kedua : Pendekatan Kelembagaan. Makalah. Institut Pertanian Bogor. Parker AL. 1982. Principles of Biochemistry. Sparkas Maryland: Worth Publisher, Inc. Poppe J. 1992. Gelatin. Di dalam A. Imeson ed. Thickening and Gelling Agent for Food. Academic Press. New York. Pramudya B., Nesia D. 1992. Ekonomi Teknik. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Prawirosentono S. 2002. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu Abad 21 . Bumi Aksara, Jakarta Purnomo E. 1985. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Akademi Penyamakan Kulit. Departemen Perindustrian Republik Indonesia. Yogyakarta. Qardhawi Y. 2007. Halal Haram dalam Islam. Era Intermedia. Solo. Qinghai gelatin. 2009. Application og gelatin. http:www.my0606.com.cn. [15 mei 2009]. Rabade LA, Alfaro JA. 2006. Buyer-supplier relationship’s influence on traceability implementation in the vegetable industry. J of Purchasing Supply Management 12:39-50. 175 Regattieri A, Gamberi M, Manzini R. 2007. Traceability of food products: General framework and experimental evidence, Journal of food engineering 81:347-356. Rijswijk WV., Frewer LJ. 2008. Consumer Perceptions of food quality and safety and their relation to traceability. British Food Journal. 11010, 1034-1046. Romans JR., Ziegler PT. 1974 Ruben R., Slingerland K., Nijhoff H. eds. 2006. Agro-Food Chains and Networks for Development. Wageningen UR Frontis Series , Vol. 14, Wageningen University, The Netherlands . The Meat We Eat. The Interstate Printers Publishers. Inc. Rubin. 2002. Marked Report – Gelatin Scientific Report Norway. http::www.rubin.nofilesdocumentsmarkedsrapport_gelatin.pdf Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi Yang Kompleks. Setiono L, penerjemah; Jakarta: Pustaka Binaman Presindo.Terjemahan dari: Decision Making for Leaders: The Analitical Hierarchy Process for Decisions in Complex World. Sagheer S, Yadav SS., Deshmukh SG. 2009. An application of Interpretive Stuctural Modeling of The Complience to Food Standars. Int Journal of Productivity and Performance Management 582, 136 – 159. Santoso U. 2009. Peranan Ahli Pangan Dalam Mendukung Keamanan dan Kehalalan Pangan. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Kimia Pangan dan Hasil Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada pada tanggal 17 Februari 2009, Yogyakarta. Sarig Y. 2003. Traceability of food products. CIGR Journal of Scientific Research and Developments . 512, 54–65. Saxena JP., Sushil, Vrat P. 1992. Hierarchy and classification of program plan elements using Interpretive structural modelling: a case study of energy conservation in the Indian cement industry. System Practice 74, 651-670. Schmid AA. 1987. Property, Power and Public Choice: An Inquire Into Law and Economics . New York: Praer Publisher. Shaikh MSMS. 2006. Aspects of Food Safety from the Islamic Perspective. In Shaikh Mohd, SMS Azrina, S. Ed.. Food and Technological Progress an Islamic Perspective. pp. 143-157. Kuala Lumpur: MPH. Simatupang TM. 1994. Pemodelan Sistem. Bandung: Stodio Manajemen Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung. Slingerland M, Ruben R, Nijhoff H, And Zuurbier PJP. 2006. Food Chains And Networks For Development. In R. Ruben, M. Slingerland and H. Nijhoff eds., Agro-food chains and networks for development, pp. 219-231 Soekardono. 2009. Ekonomi Agribisnis Peternakan Teori dan Aplikasinya. Akademika Pressindo, Jakarta. Starbird SA., Amanor-Boadu V. 2007. Contact Selectivity, Food Safety, and Traceability. Journal of Agricultural Food Industrial Organozation. 176 Starbird S.A., Amanor-Boadu V, Roberts T. 2008. Traceability, Moral Hazard, and Food Safety . Congress of the European Association of Agricultural Economists – EAAE. Stanton WJ. 1991. Prinsip Pemasaran. Terjemahan. Erlangga, Jakarta. Suharjito, Djafar MJ. 2003. Pemanfaatan Kulit Split dan Triming untuk Pembuatan Gelatin dan Prospek Industri Gelatin di Indonesia. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 52. Sumarni M., Soeprihanto J. 1993. Pengantar Bisnis Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan. Liberty, Yogyakarta. Suryadi K., Ramdhani MA. 2000. Implementasi Konsep Pengambilan Keputusan. Bandung: Rosda. Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian . Penjelasan tentang konsep, istilah, teori dan indikator serta variabel. Bina Rena Pariwara, Jakarta. pp. 153 −162. Turban E. 1993. Decision Support and Expert Systems : Management Support Systems . New York: Macmillan Publishing Company. Van der Vorst JGAJ. 2004. Performance levels in food traceability and the impact on chain design: results of an international benchmark study. In: Bremmers, H.J., Omta, S.W.F., Trienekens, J.H., et al. eds. Dynamics in chains and networks: proceedings of the sixth international conference on chain and network management in agribusiness and the food industry Ede, 27-28 May 2004 . Wageningen Academic Press, Wageningen, pp. 175-183. Ward AG., Courts A. 1977. The Science and Technology of Gelatin. London: Academic Press. Winardi. 1991. Marketing dan Perilaku Konsumen. Bandung : Mandar Maju. Winter D. 1984. Techno-Economic Study on measure to Mitigate the Environmental Impact in Leather Industry . Unido Inssbruck, Austria. Yager RR. 1993. Families of OWA operators. Fuzzy Sets and Systems 59:125– 148. Yulianto R. 2002. Gelatin Zhou P., Ang BW., Poh KL. 2008. A survey of data envelopment analysis in energy and environmental studiesEuropean. Journal of Operational Research 189:1–18. dari kulit sapi menggunakan. alat pengering semprot spray dryer. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB, Bogor. Lampiran 1. Pakar yang dilibatkan dalam penelitian No Nama Pakar Jabatan Keterangan 1 Prof. Dr. Ir. Rafiq Karsidi, MSi Pemb.Rektor I UNS Akademisi 2 Dr. Ir Makhmudun Ainuri, MSi Ketua Jurusan Teknologi Industri Pertanian UGM Akademisi 3 Dr. Ir. Kusnandar, MSi Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian UNS Akademisi 4 Ir. Harianto, MSi Peneliti Gelatin BPPT Peneliti 5 Ir. Zainal H, MSi LPPOM MUI Auditor Sertifikasi 6 Ir. Akhmad M Manajer Produksi Gelatin PT Muhara Dwitunggal Laju Tannery Praktisi 7 Ir. Iwan Benny Manajer Produksi Gelatin CV. Alfa Omega Praktisi Lampiran 2. Data pendukung pemodelan sistem kelembagaan dengan ISM Kuisioner pemodelan dengan ISM 1. Berikan hubungan kontekstual : memberikan kontribusi tercapainya tujuan yang lain dalam meningkatkan jaminan mutu Adapun tingkat keterhubungan yang digunakan adalah sebagai berikut: V jika sub-elemen ke i mempengaruhi sub-elemen ke j dan tidak sebaliknya A jika sub-elemen ke j mempengaruhi sub-elemen ke i dan tidak sebaliknya X jika sub elemen ke i dan sub-elemen ke j saling mempengaruhi O jika tidak ada hubungan antara kedua sub elemen tersebut Sub elemen Tujuan rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku T1 Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku T2 Meningkatkan kepercayaan konsumen T3 Meningkatkan mutu bahan baku dan produk T4 Mempermudah pengurusan label standarisasi halal T5 Mempermudah penelusuran asal usul bahan baku T6 Mewujudkan agroindustri gelatin yang berkelanjutan T7 Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu produk T8 Meningkatkan harga produk dengan jaminan mutu T9 Meningkatkan kegiatan perekonomian daerah T10 Meningkatkan minat investor agroindustri gelatin T11 Informasi mutu mudah diakses masyarakat T12 Pelaku usaha lebih mengedepankan mutu dalam setiap usahanya T13 Standarisasi mutu menjadi budaya bagi setiap pemasok bahan baku j Tujuan rekayasa sistem kelembagaan T13 T12 T11 T10 T9 T8 T7 T6 T5 T4 T3 T2 T1 T1 T2 I T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 2. Berikan penilaian hubungan konstekstual: kendala satu akan menyebabkan terjadinya kendala yang lain dalam meningkatkan jaminan mutu Adapun tingkat keterhubungan yang digunakan adalah sebagai berikut: V jika sub-elemen ke i mempengaruhi sub-elemen ke j dan tidak sebaliknya A jika sub-elemen ke j mempengaruhi sub-elemen ke i dan tidak sebaliknya X jika sub elemen ke i dan sub-elemen ke j saling mempengaruhi O jika tidak ada hubungan antara kedua sub elemen tersebut Sub elemen kendala dalam rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin H1 Lemahnya sistem kelembagaan jaminan mutu yang ada H2 Kurangnya pembinaan terhadap pelaku pasokan bahan baku H3 Lemahnya kontrol mutu pada setiap tingkatan pelaku H4 Lemahnya koordinasi antar pihak terkait H5 Lokasi asal usul bahan baku yang mempunyai karakterisitik berbeda H6 Budaya masyarakat yang belum mengedepankan nilai mutu produk H7 Pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah H8 Pengendalian mutu belum dilaksanakan secara berkesinambungan H9 Peraturan investasi daerah yang kurang mendukung H10 Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten H11 sumber bahan baku yang tidak terdeteksi asal-usulnya H12 Adanya pemasok bahan baku yang mensuply secara musiman H13 Informasi mutu yang belum transparan dan tersebar luas di masyarakat H14 Kesadaran masyarakat tentang mutu yang masih kurang H15 Pengusaha lebih mengutamakan keuntungan dari pada peningkatan mutu j Kendala rekayasa sistem kelembagaan H15 H14 H13 H12 H11 H10 H9 H8 H7 H6 H5 H4 H3 H2 H1 H1 H2 i H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9 H10 H11 H12 H13 H14 H15 3. Berikan penilaian hubungan konstekstual: elemen perubahan yang satu akan memberikan kontribusi terhadap perubahan lain dalam meningkatkan jaminan mutu Adapun tingkat keterhubungan yang digunakan adalah sebagai berikut: V jika sub-elemen ke i mempengaruhi sub-elemen ke j dan tidak sebaliknya A jika sub-elemen ke j mempengaruhi sub-elemen ke i dan tidak sebaliknya X jika sub elemen ke i dan sub-elemen ke j saling mempengaruhi O jika tidak ada hubungan antara kedua sub elemen tersebut Sub elemen perubahan yang dimungkinkan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin P1 Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku produk P2 Memudahkan akses informasi asal-usul bahan baku produk P3 Audit mutu dapat dilakukan lebih cepat P4 Sertifikasi mutu dapat diurus secara lebih mudah P5 Jaminan mutu dapat dilakukan pada setiap pelaku jaringan pasokan bahan baku P6 Setiap pengusaha diharuskan memberlakukan sistem standarisasi mutu P7 Pengawasan mutu dapat dilakukan lebih mudah P8 Harga produk dijamin stabil P9 Kepercayaan konsumen meningkat P10 Standarisasi mutu halal menjadi kebiasaan yang tidak perlu dipaksakan P11 Kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu meningkat P12 Pelabelan standarisasi mutu dapat dilakukan lebih cepat P13 Memperkuat kelembagaan jaminan mutu P14 Kemampuan bersaing dalam perdagangan dunia pasar global j Perubahan yang dimungkinkan P14 P13 P12 P11 P10 P9 P8 P7 P6 P5 P4 P3 P2 P1 P1 P2 I P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 4. Berikan penilaian hubungan konstekstual: mendorong munculnya aktifitas lain dalam meningkatkan jaminan mutu Adapun tingkat keterhubungan yang digunakan adalah sebagai berikut: V jika sub-elemen ke i mempengaruhi sub-elemen ke j dan tidak sebaliknya A jika sub-elemen ke j mempengaruhi sub-elemen ke i dan tidak sebaliknya X jika sub elemen ke i dan sub-elemen ke j saling mempengaruhi O jika tidak ada hubungan antara kedua sub elemen tersebut Sub elemen Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin A1 Membuat sistem infomasi penelusuran bahan baku A2 Membuat peraturan pemerintah pusatdaerah yang mewajibkan standarisasi mutu halal A3 Penyediaan lembaga independent yang mengawasi standarisasi mutu halal A4 Penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk A5 Penyediaan lembaga pendidikan dan pelatihan peningkatan mutu produk A6 Penyediaan lembaga pelayanan teknis standarisasi mutu A7 Pemberdayaan masyarakat pelaku pasokan bahan baku dalam peningkatan mutu A8 Melibatkan lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam pelaksanaan standarisasi mutu A9 Survai pengawasan mutu dan pemberlakuan standarisasi mutu A10 Melibatkan lembaga konsumen dalam penerapan standarisasi mutu A11 Pemberian insentif terhadap penerapan mutu produk bagi pengusaha A12 Mewajibkan pelabelan satandar mutu dan asal usul produk A13 kontrol mutu diperketat A14 penyebaran informasi mutu pada masyarakat A15 membudayakan standarisasi mutu untuk setiap pengusaha j Aktivitas yang dibutuhkan A15 A14 A13 A12 A11 A10 A9 A8 A7 A6 A5 A4 A3 A2 A1 A1 A2 i A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 5. Berikan penilaian hubungan konstekstual: memberikan kontribusi terhadap tolok ukur yang lain dalam meningkatkan jaminan mutu Adapun tingkat keterhubungan yang digunakan adalah sebagai berikut: V jika sub-elemen ke i mempengaruhi sub-elemen ke j dan tidak sebaliknya A jika sub-elemen ke j mempengaruhi sub-elemen ke i dan tidak sebaliknya X jika sub elemen ke i dan sub-elemen ke j saling mempengaruhi O jika tidak ada hubungan antara kedua sub elemen tersebut Sub elemen Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin Sub elemen pelaku sistem kelembagaan U1 Meningkatnya minat investor pada industri gelatin pada industri penyamakan kulit U2 Meningkatnya jumlah lapangan kerja baru pada industri gelatin U3 Meningkatnya pendapatan asli daerah U4 Memudahkan akses informasi mutu bahan baku produk U5 Memudahkan akses informasi asal usul bahan baku produk U6 Memudahkan proses pembuatan label mutu halal U7 Meningkatnya pendapatan agroindustri kulit sapi U8 Meningkatnya diversifikasi produk kulit sapi U9 Meningkatnya jumlah kredit yang tersalurkan dalam agroindustri U10 Terjaminnya mutu bahan baku dan produk gelatin U11 Kesadaran akan pentingnya mutu produk meningkat U12 harga produk stabil U13 Masuknya produk dalam perdaganyan global J Tolok Ukur keberhasilan tujuan U13 U12 U11 U10 U9 U8 U7 U6 U5 U4 U3 U2 U1 U1 U2 I U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 U11 U12 U13 6. Berikan penilaian hubungan konstekstual: mendorong keterlibatan lembaga yang lain dalam meningkatkan jaminan mutu Adapun tingkat keterhubungan yang digunakan adalah sebagai berikut: V jika sub-elemen ke i mempengaruhi sub-elemen ke j dan tidak sebaliknya A jika sub-elemen ke j mempengaruhi sub-elemen ke i dan tidak sebaliknya X jika sub elemen ke i dan sub-elemen ke j saling mempengaruhi O jika tidak ada hubungan antara kedua sub elemen tersebut Sub elemen Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin L1 Kelompok peternak sapi L2 Pedagang sapi L3 Rumah potong hewan L4 Pengumpul kulit sapi L5 Pedagang kulit sapi L6 Pemerintah Pusatdaerah L7 Lembaga Keuangan dan Bank L8 Industri penyamakan kulit L9 Agroindustri gelatin L10 Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang L11 Industri pengguna gelatin L12 Konsumen j Pelaku atau lembaga yang terlibat L12 L11 L10 L9 L8 L7 L6 L5 L4 L3 L2 L1 L1 L2 i L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L10 L11 L12 Hasil agregasi data Kuisioner pemodelan dengan ISM Isian Keterhubungan pengaruh sub-elemen Hubungan kontekstual : memberikan kontribusi tercapainya tujuan yang lain SSIM awal Tujuan rekayasa sistem kelembagaan 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1 V V O V O V V V X V V V 2 A A A V V O X V A O A 3 A A A V O V V V A A 4 V V V V V V V V A 5 O V V O O O O V 6 A A A V V O A 7 A V A V V O 8 A V A O V 9 O A A A 10 A A A 11 X A 12 A 13 Isian Keterhubungan pengaruh sub-elemen Hubungan kontekstual : menyebabkan terjadinya kendala yang lain SSIM awal Kendala rekayasa sistem kelembagaan 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1 V X V O A A A V A A A A A V 2 V V V X V A A V A V A A V 3 V A V V V A A V A A A A 4 V A V O V A A V A V A 5 O O O O V O O V X O 6 V X V O V A A V O 7 O O V V V X A V 8 V A A A V A X 9 V V V V V X 10 V V V V V 11 O A A A 12 V O O 13 A V 14 V 15 Isian Keterhubungan pengaruh sub-elemen Hubungan kontekstual : memberikan kontribusi terhadap perubahan lain dalam meningkatkan jaminan mutu SSIM awal Perubahan yang dimungkinkan 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1 V V V V V V V V X V V V V 2 V V V V V V V V A V V V 3 V V V A V V O X A A V 4 V V V V V V V V A V 5 V V V V V V V V A 6 V V X O V V V V 7 V X A V V V V 8 V O O V O V 9 V V A X A 10 V V V X 11 V V A 12 V V 13 V 14 Isian Keterhubungan pengaruh sub-elemen Hubungan kontekstual : mendorong munculnya aktifitas lain dalam meningkatkan jaminan mutu SSIM awal Aktivitas yang dibutuhkan 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1 V V A A O V V V V V V A A O 2 V V V V V O A V O V V O A 3 V V V V O X V X V X X X 4 V V V V O V V V V A V 5 V V O O O V O X V V 6 V V V V O V O X V 7 V V V X O V V V 8 V V V O O X X 9 V V V O V V 10 V V X V X 11 V O A A 12 X V X 13 V A 14 V 15 186 Isian Keterhubungan pengaruh sub-elemen Hubungan kontekstual : memberikan kontribusi terhadap SSIM awal Tolok Ukur keberhasilan tujuan 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1 A V V A V V V A A A V V 2 V O O A A A A O O O V 3 A O O O A A A O O O 4 A O V V O V V V V 5 X V V V V V V V 6 O O O A V V O 7 O V O V A A 8 V X O A X 9 V V O A 10 V V V 11 V O 12 V 13 Isian Keterhubungan pengaruh sub-elemen Hubungan kontekstual : mendorong keterlibatan lembaga yang lain dalam meningkatkan jaminan mutu SSIM awal Pelaku atau lembaga yang terlibat 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1 O V A V V A A V V V X 2 V V A V V O A V X X 3 V V A V V X A V V 4 O O A X X X O X 5 O V A A X A A 6 V V X V V X 7 O V V V V 8 O O A X 9 V X A 10 V V 11 X 12 Lampiran 3. Data pendukung pemilihan strategi sistem kelembagaan dengan AHP Kuisioner pemilihan strategi sistem kelembagaan dengan AHP Petunjuk Pengisian Skala Penilaian Antar elemen: 1. Pertanyaan – pertanyaan yang diajukan akan berbentuk perbandingan antara suatu elemen baris dengan suatu elemen kolom yang bersesuaian. 2. Jawaban dari pertanyaan tersebut diberi nilai oleh responden pakar berdasarkan tingkat kepentingan dari elemen-elemen yang dibandingkan secara berpasangan. 3. Nilai komparasi yang diberikan mempunyai skala 1 – 9 atau sebaliknya -3 – -9 dan dituliskan dalam kotak-kotak yang tersedia. 4. Adapun tingkat perbandingan yang digunakan adalah sebagai berikut: Perbandingan Skala Penilaian Perbandingan Skala Penilaian A sama penting dengan B 1 A sangat jelas lebih penting dari pada B 7 A sedikit lebih penting dari B 3 B sangat jelas lebih penting dari pada A - 7 B sedikit lebih penting dari A - 3 A mutlak lebih penting dari pada B 9 A jelas lebih penting dari B 5 B mutlak lebih penting dari pada A - 9 B jelas lebih penting dari A - 5 Nilai skala 2, 4, 6, 8 atau -2, -4, -6, -8 diberikan bila terdapat sedikit saja perbedaan tingkat kepentingan dengan patokan Keterangan : Skala ini digunakan untuk memudahkan pengisian. Waktu akan diproses dengan AHP, skala ini akan dikonversikan ke dalam nilai yang sebenarnya sebagai misal : –3 dikonversikan menjadi 13 Dimana: A = elemen suatu baris dan B = elemen suatu kolom Contoh pengisian: Dalam Pemilihan produk elektronika untuk rumah tangga Kriteria , bagaimana pendapat BapakIbu tentang Perbandingan Tingkat Kepentingan dari kriteria-kriteria berikut : Hemat listrik Harga terjangkau Perawatan mudah Merk KualitasMutu Hemat listrik -5 -3 5 3 Harga terjangkau 3 5 3 Perawatan mudah 3 2 Merk 1 KualitasMutu 189 Tabel 1. Dalam Pemilihan Strategi Pengembangan Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Gelati Aktor n, bagaimana pendapat BapakIbu tentang Perbandingan Tingkat Kepentingan dari aktorstakeholder berikut : RPH Pedagang Agen bahan baku Agroindustri gelatin Perbankan Pemerintah RPH Pedagang Agen bahan baku Agroindustri gelatin Perbankan Pemerintah Tabel 2. Berdasarkan Aktor RPH Tujuan , terdapat 6 tujuan pengembangan kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat BapakIbu mengenai tingkat kepentingan dari tujuan-tujuan berikut: Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu halal Agroindustri berkelanjutan Diversifikasi produk Kepercayaan konsumen Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu halal Agroindustri berkelanjutan Meningkatkan diversifikasi produk Meningkatkan kepercayaan 190 konsumen Tabel 3. Berdasarkan Aktor Pedagang Tujuan , terdapat 6 tujuan pengembangan kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat BapakIbu mengenai tingkat kepentingan dari tujuan-tujuan berikut: Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu halal Agroindustri berkelanjutan Diversifikasi produk Kepercayaan konsumen Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu halal Agroindustri berkelanjutan Meningkatkan diversifikasi produk Meningkatkan kepercayaan konsumen Tabel 4. Berdasarkan Aktor Agen bahan bak Tujuan u, terdapat 6 tujuan pengembangan kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat BapakIbu mengenai tingkat kepentingan dari tujuan-tujuan berikut: Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu halal Agroindustri berkelanjutan Diversifikasi produk Kepercayaan konsumen Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu halal Agroindustri berkelanjutan Meningkatkan diversifikasi produk Meningkatkan kepercayaan 191 konsumen Tabel 5. Berdasarkan Aktor agroindustri gelatin Tujuan , terdapat 6 tujuan pengembangan kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat BapakIbu mengenai tingkat kepentingan dari tujuan-tujuan berikut: Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu halal Agroindustri berkelanjutan Diversifikasi produk Kepercayaan konsumen Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu halal Agroindustri berkelanjutan Meningkatkan diversifikasi produk Meningkatkan kepercayaan konsumen Tabel 6. Berdasarkan Aktor lembaga perbankan Tujuan , terdapat 6 tujuan pengembangan kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat BapakIbu mengenai tingkat kepentingan dari tujuan-tujuan berikut: Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu halal Agroindustri berkelanjutan Diversifikasi produk Kepercayaan konsumen Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu halal Agroindustri berkelanjutan Meningkatkan diversifikasi produk Meningkatkan kepercayaan konsumen 192 Tabel 7. Berdasarkan Aktor pemerintah pusatdaerah Tujuan , terdapat 6 tujuan pengembangan kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat BapakIbu mengenai tingkat kepentingan dari tujuan-tujuan berikut: Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu halal Agroindustri berkelanjutan Diversifikasi produk Kepercayaan konsumen Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu halal Agroindustri berkelanjutan Meningkatkan diversifikasi produk Meningkatkan kepercayaan konsumen Tabel 7. Berdasarkan tujuan kepastian asal-usul bahan baku Kriteria , terdapat 7 kriteria kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat BapakIbu mengenai tingkat kepentingan dari kriteria kelembagaan berikut: Informasi mutu mudah diakases Jaminan informasi asal usul bahan baku Proses pengurusan sertifikasi mutu halal Jaminan mutu produk bahan baku Minat investor meningkat Meningkatnya lapangan kerja Meningkatnya kepercayaan konsumen Informasi mutu mudah diakases Jaminan informasi asal usul bahan baku Proses pengurusan sertifikasi mutu halal Jaminan mutu produk bahan baku 193 Minat investor meningkat Meningkatnya lapangan kerja Meningkatnya kepercayaan konsumen Tabel 8. Berdasarkan tujuan Meningkatkan mutu produ Kriteria k, terdapat 7 kriteria kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat BapakIbu mengenai tingkat kepentingan dari kriteria kelembagaan berikut: Informasi mutu mudah diakases Jaminan informasi asal usul bahan baku Proses pengurusan sertifikasi mutu halal Jaminan mutu produk bahan baku Minat investor meningkat Meningkatnya lapangan kerja Meningkatnya kepercayaan konsumen Informasi mutu mudah diakases Jaminan informasi asal usul bahan baku Proses pengurusan sertifikasi mutu halal Jaminan mutu produk bahan baku Minat investor meningkat Meningkatnya lapangan kerja Meningkatnya kepercayaan konsumen 194 Tabel 9. Berdasarkan tujuan Mempermudah sertifikasi mutu hala Kriteria

l, terdapat 7 kriteria kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat