Stakeholder lainnya NGO, Pemerinta
h, dll
Ritel
Distributor
ProsesorPabrik
PetaniPerkebunan
Gambar 2 Sistem rantai pasok agroindustri Vorst 2004
Sistem rantai pasok agroindustri tidak terlepas dari sistem yang lebih lengkap lagi. Dalam perspektif analitik, bauran antara produsen dan distributor
akan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, teknologi, sosial, legal dan lingkungan. Faktor-faktor ini akan saling berkomplementer dalam penciptaan sebuah sistem
rantai pasok. Gambar 3 adalah skema perspektif analitik dari dimensi-dimensi yang berpengaruh. Dimensi ekonomi berhubungan dengan efisiensi rantai dalam
perspektif manfaat–biaya dan orientasi pelanggan. Peningkatan efisiensi dan profitabilitas dapat dilakukan sebuah unit bisnis melalui kerjasama pada kolom
yang berkesesuaian. Dimensi lingkungan berhubungan dengan cara produksi yang ramah lingkungan. Hasil samping dari proses produksi komoditas pertanian dapat
dimanfaatkan sebagai produk samping atau siklus ulang dari produk yang bermutu jelek. Dimensi teknologi berhubungan dengan penerapan teknologi, sistem
logistik, teknologi informasi dan komunikasi untuk memperbaiki kinerja. Dimensi sosial dan legal berhubungan dengan norma-norma yang harus diikuti agar tidak
merugikan banyak pihak Ruben et al. 2006.
Produsen primer petani, perkebunan
Pengolahan Distributor
Pengecer
Pasar
Sosiallegal Lingkungan
Ekonomi Teknologi
Gambar 3 Perspektif analitik dari rantai pertanian Ruben et al. 2006
Kerjasama antara pelaku langsung dalam sistem rantai pasok agrindustri seperti petani, prosesor, pedagang dan pengecer tidak mudah dilakukan.
Slingerland et al. 2006 telah mengidentifikasi beberapa cara yang dapat dilakukan agar praktik manajemen rantai pasok mudah diterapkan dalam
agroindustri. Pertama, cakupan kompleksitas harus diketahui sehingga keberlanjutan dapat terjamin. Sebuah sistem rantai pasok dapat saja berukuran
besar dan sangat kompleks atau kecil dan sederhana. Semakin banyak pemangku kepentingan yang terlibat akan semakin meningkat kompleksitas dari sistem.
Tingkat kompleksitas akan terlihat ketika proses pengambilan keputusan dilakukan. Konflik kepentingan akan terjadi sesuai dengan motif kebutuhan yang
berbeda-beda dari pemangku kepentingan. Kedua, memulai dari industri sendiri. Tipe dasar rantai pasok telah memberikan pemahaman bahwa efektifitas rantai
pasok internal akan berkontribusi pada rantai pasok eksternal dan rantai pasok total. Memulai dari rantai pasok internal adalah wujud praktik manajemen rantai
pasok yang baik. Kumpulan rantai pasok internal yang telah efektif akan berintegrasi menjadi rantai pasok eksternal yang efektif pula. Rantai pasok
internal harus berupaya meningkatkan daya saingnya berbasis mutu, biaya, pengiriman dan pelayanan. Ketiga, pengorganisasian para petani. Kelangsungan
kegiatan pemrosesan didalam agroindustri ditentukan para petani yang berperan sebagai pemasok bahan baku. Pengorganisasian para petani akan memberikan
jaminan kelancaran pasokan baik dari segi mutu bahan, jumlah pasokan dan
jadwal pasokan. Proses pengadaan bahan baku akan lebih mudah dengan adanya pengorganisasian tersebut. Keempat, struktur insentif terhadap para pelaku di
sistem rantai pasok. Nilai tambah yang diperoleh dalam rantai pasok diharapkan dapat
dinikmati secara proporsional oleh para pelaku. Struktur insentif dapat berupa harga, bonus, pembagian biaya, mitigasi risiko, manfaat jangka pendek dan
panjang. Kelima, transparansi informasi dalam setiap kegiatan. Permintaan yang berfluktuasi, harga yang tidak menentu dan ketersediaan bahan yang tidak dapat
diprediksi akan meningkatkan risiko rantai pasok. Ketidakpastian dapat dikurangi melalui pertukaran informasi dari setiap tahapan rantai pasok. Umpan balik dari
hilir rantai sebaiknya dapat diketahui juga di hulu rantai. Akurasi informasi akan meningkatkan mutu perencanaan dan efisiensi pengambilan keputusan. Terakhir,
pertukaran pengalaman antara pelaku rantai pasok. Hal ini berhubungan dengan transfer teknologi dan pengetahuan yang dibutuhkan salah satu pihak. Sesama
pemasok yang tergabung dalam kemitraan yang sama pada sebuah agroindustri dapat berbagi pengalaman. Cara pandang tersebut dikenal dengan istilah co-
opetition atau cooperation and competition Levy et al. 2003.
Kelembagaan Agroindustri
Kelembagaan adalah Hubungan kerja yang sistimatis teratur dan saling mendukung diantara beberapa lembaga, baik sejenis maupun tidak sejenis dan
terikat dengan seperangkat nilai-nilai dan norma-norma yang disepakati bersama dalam rangka mencapai satu atau lebih yang menguntungkan semua pihak
Syahyuti, 2006. Secara umum pengertian kelembagaan mempunyai dua makna. Pengertian pertama adalah sebagai aturan main dalam interaksi interpersonal dan
pengertian kedua adalah kelembagaan sebagai organisasi yang memiliki hierarki. Sebagai aturan main kelembagaan diartikan sebagi kumpulan aturan, baik formal
maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis, mengenai tata hubungan manusia dengan lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan perlindungan hak-haknya
serta tanggungjawabnya. Selanjutnya kelembagaan sebagai suatu organisasi, dalam pengertian ekonomi menggambarkan aktivitas ekonomi yang
dikoordinasikan bukan oleh sistem harga-harga tetapi oleh mekanisme administratif atau kewenangan Anwar 1998.
Alokasi sumberdaya seringkali tidak efisien dan menimbulkan ketidakadilan dengan hanya menggandalkan mekanisme pasar. Untuk mengatasi
masalah tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan kelembagaan. Hayami dan Kikuchi dalam Pakpahan 1990 menggunakan pendekatan ekonomi dengan
memasukkan variabel lembaga sebagai variabel endogen dalam analisis perubahan kelembagaan. Schmid 1987 mengembangkan model dampak
institusional yang dibangun dengan tiga komponen utama, yaitu karakteristik sumberdaya, struktur kelembagaan dan keragaman.
Tersedianya perangkat kelembagaan yang memadai dalam pengembangan agroindustri sebagai pengganti mekanisme pasar akan mendorong iklim usaha
yang kondusif untuk kegiatan tersebut. Nasution dalam Kusnandar 2006 menyatakan bahwa rekayasa kelembagaan yang sesuai akan memungkinkan
penyatuan potensi-potensi yang berskala kecil untuk menjadi besar dan mempunyai kekuatan sinergis serta mudah penyampaian inovasi baru kepada
mereka usaha kecil yang umumnya berada di daerah perdesaan. Ragam kelembagaan yang berkembang cukup banyak namun dalam
bidang agroindustri yang berkembang di masyarakat petani adalah koperasi, kemitraan, contract farming, dan partisipasi. Koperasi sebagai lembaga ekonomi
rakyat sudah lama dikenal di Indonesia, bahkan Dr Muhammad Hatta salah seorang proklamator Indonesia telah disebutkan sebagai bapak koperasi Indonesia.
Koperasi adalah salah satu badan usaha bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang umumnya berekonomi lemah yang
bergabung secara sukarela dan atas dasar pesamaan hak, kewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para
anggotanya Kartasapoetra 1993. Menurut UU No.25 tahun 1992 tentang koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang, atau badan-
badan hukumkoperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas
kekeluargaan.
Berdasarkan jenisnya, koperasi dibagi menjadi dua yaitu: 1 didasarkan pada kesamaan kegiatan yang meliputi koperasi konsumsi, koperasi simpan
pinjam atau koperasi kredit, koperasi produksi dan koperasi serba usaha, 2 didasarkan pada kesamaan kepentingan antara lain koperasi pegawai negeri,
koperasi wanita, koperasi guru, dan lainnya. Pada koperasi produksi seperti koperasi pertanian, perikanan, perkebunan, peternakan, KUD dan lain-lain adalah
koperasi yang berusaha untuk menggiatkan para anggotanya dalam menghasilkan produk tertentu dan mengkoordinir pemasarannya. Koperasi harus mampu
mentransformasikan kepentingan anggota menjadi kepentingan bersama ke dalam suatu usaha bisnis yang meliputi membimbing anggota memproduksi dengan
bentuk, jenis dan mutu produk yang diperlukan konsumen, mampu menampung semua produksi yang dihasilkan anggota, mengusahakan kredit modal kerja dan
investasi dan memberikan kemampuan pengolahan hasil untuk meningkatkan nilai tambah. Dengan uraian singkat di atas dapat diharapkan lembaga yang dapat
berperan secara aktif dalam proses transformasi tersebut adalah suatu lembaga ekonomi yang berwatak sosial yaitu koperasi.
Kelembagaan ketiga yang diterapkan di kalangan petani adalah contract farming
, yaitu bentuk organisasi produksi yang menggabungkan secara vertical kegiatan petani kecil dengan perusahaan besar agroindustri. Penggabungan petani
kecil dengan perusahaan besar tersebut dikenal dengan berbagai istilah seperti Inti Satelit, Usaha tani Kontrak contract farming atau Outgrower System Glover,
1987. Contract farming didefinisikan sebagai suatu cara mengorganisasi produksi pertanian, dimana petani-petani kecil atau outgrower dikontrak oleh suatu badan
pusat untuk memasok hasil pertanian sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam kontrak perjanjian. Badan pusat yang merupakan pembeli hasil produksi
petani dapat memberikan bimbingan teknis, kredit dan masukan-masukan lainnya. Modal kontrak produksi seperti contract farming tersebut juga dikenal
sebagai model Inti Satelit dimana badan pusat sebagai inti membeli hasil pertanian dari petani satelit yang dikontrak tersebut. Dalam uraian khusus yang
dipromosikan oleh The Commonwealth Development Corporation CDC, inti merupakan suatu nucleus estate, yaitu suatu wilayah kecil beserta unit pengolahan
dan kepadanya sejumlah petani kecil dikontrak untuk memasok hasil pertanian Kirk 1987.
Kelembagaan lainnya di kalangan petani adalah partisipasi yaitu sebagai suatu keikutsertaan masyarakat secara aktif di dalam mencapai suatu tujuan.
Pengalaman praktek dalam pemberdayaan sumber daya menunjukkan bahwa pengembangan masyarakat partisipatif merupakan pilihan yang cermat untuk
memberdayakan masyarakat Chopra et al. 1990. Di dalam partisipasi, keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan terjadi secara sukarela dan
atas kemauan sendiri, dan sifat kesukarelaan tersebut menjadi ciri dari partisipasi. Partisipasi tidak dapat dipaksakan tetapi harus tumbuh dari kesadaran dan
kemauan sendiri. Pada dasarnya partisipasi masyarakat dapat dilihat dari empat jenis, yaitu:
1 partisipasi dalam pengambilan keputusan 2 partisipasi dalam pelaksanaan program dan proyek pembangunan
3 partisipasi dalam memantau, evaluasi program dan proyek pembangunan 4 partisipasi dalam pembagian keuntungan pembangunan
Di dalam aplikasinya agar masyarakat dapat berpartisipasi diperlukan beberapa persyaratan, yaitu: 1 adanya kesempatan untuk membangun atau
kesempatan untuk ikut dalam pembangunan, 2 kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan itu, dan 3 adanya kemauan untuk berpartisipasi. Agar persyaratan
tersebut dapat terpenuhi maka masyarakat perlu diberikan pengetahuan melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan sehingga mereka mempunyai pengetahuan atau
keterampilan. Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dipengaruhi oleh pemahamannya akan kegiatan yang akan dilaksanakan. Adanya partisipasi
tersebut dapat mempertinggi efektifitas dan implementasi kegiatan sehingga partisipasi mutlak diperlukan dalam kegiatan pembanguan kelembagaan
agroindustri. Tanpa partisipasi masyarakat pada umumnya kegiatan pembangunan diragukan akan berhasil dengan optimal. Dalam pembentukan kelembagaan
terdapat tiga aspek yang perlu dipertimbangkan, yaitu: 1 kejelasan visi dari kelembagaan yang memberikan gambaran kemana lembaga yang dibentuk akan
dibawa dan dikembangkan, 2 kejelasan peran dari berbagai pihak terkait dan berkepentingan, dan 3 sinergitas kelembagaan yang menggambarkan hubungan
komponen-komponen yang terlibat agar kelembagaan berjalan dengan baik Jauch Glueck 1998.
Menurut Lau et al. 2002, terdapat lima model kelembagaan dalam usaha hortikultura yaitu 1 model manajemen satu atap, 2 Model contract farming, 3
Model kemitraan petani dan pengusaha, 4 Koperasi Agribisnis hortikultura, dan 5 Jejaring usaha agribisnis hortikultura. Lebihlanjut Lau et al. 2002 menyatakan
pula bahwa kemitraan di antara anggota supply chain dilakukan untuk menjamin mutu produk dan keefektivan supply chain yang selanjutnya akan menghasilkan
win win sollution . Pengembangan supply chain yang efektif dilakukan melalui
beberapa tahap. Pertama, memilih kelompok pemasok berdasarkan reputasi industri dan transaksi sebelumnya tentang harga dan mutu melalui program
penilai pemasok. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan pemasok terbaik dalam industri yang menjamin mutu pasokan.
Kedua, memilih pemasok yang memiliki manajemen supply chain berhubungan erat dengan strategi perusahaan. Langkah ini akan meminimalkan
konflik target strategis dengan para mitra. Kemitraan supply chain bersifat jangka panjang dan merupakan keputusan penting yang membutuhkan komitmen semua
pihak. Ketiga, membentuk kemitraan supply chain melalui negosiasi dan kompromi. Tahap keempat, membangun saluran untuk menjamin pengetahuan
tentang informasi produksi yang diberikan tepat waktu melalui perjanjian teknologi. SCM harus menjamin ketepatan waktu, efektivitas biaya, dan sistem
informasi yang komperhensif untuk menyediakan data yang dibutuhkan dalam membuat keputusan pasokan yang optimal. Terakhir, sistem monitoring
dikembangkan untuk memantau kinerja mitra. Proses di atas dimaksudkan untuk memelihara hubungan dengan pemasok dalam menjamin adminstrasi yang layak
pada pengendalian logistik yang efisien.
Sistem Penelusuran bahan baku Traceability of Raw material
Bedasarkan kamus Webster dalam Opara 2003, traceability ketertelusuran adalah suatu kemampuan untuk mengikuti dan mempelajari
secara rinci, atau langkah demi langkah sejarah dari aktifitas tertentu atau suatu proses. Oleh karena itu traceability dapat didefinisikan sebagai sejarah dari suatu
produk dalam batasan dari karakterisktik langsung dari suatu produk dan atau
karakteristik yang berkatian dengan produk tersebut yang telah diberikan suatu proses untuk memberikan nilai tambah menggunakan peralatan produksi yang
sesuai dan yang berkatian dengan kondisi lingkungannya. Informasi yang berkaitan dengan asal-usul dapat digunakan pada tahap hulu dalam rantai pasok
seperti proses pemesanan untuk mendefinisikan persyaratan dari pemesanan suatu produk atau sisi hilir seperti proses penyediaan untuk menjelaskan
karakteristik dari produk. Selanjutnya informasi tersebut dapat digunakan untuk tujuan pelaporan pada pihak ketiga atau setiap pelaku dalam rantai pasok. Suatu
definisi traceability yang berkaitan dengan rantai pasok telah diberikan oleh Internasional Organisation for Standardization pada tahun 1994 ISO standard
8402:1994 dan didukung oleh peraturan EC no.1782002 European Parliament 2002, yang mendefinisikan traceability sebagai kemampuan untuk menelusuri
dan mengikuti suatu makanan, pakan hewan, makanan yang dibuat dari hewan atau kandungannya melalui semua tahapan produksi dan distribusinya.
Traceability merupakan suatu konsep yang berhubungan dengan semua
produk dan semua tipe rantai pasok. Pada saat ini, di dalam suatu sistem ekonomi dimana perusahaan saling berkompetisi satu sama lain pada lingkungan yang
semakin luas untuk menemukan kepuasan konsumen, traceability merupakan suatu instrumen yang tidak dapat dihindari untuk mendapatkan konsensus pasar
dengan manfaat optimisasi rantai pasok, keamanan produk dan keuntungan pasar keuntungan pemasaran keuntungan kompetisi bisnis. Suatu sistem traceability
yang efektif dan efisien yang memberikan informasi secara akurat, tepat waktu, lengkap dan konsisten tentang suatu produk dalam rantai pasok dapat menurunkan
biaya operasi dan meningkatkan produktifitas secara signifikan. Pada saat yang sama, sistem tersebut mengandung berbagai elemen keamanan produk, sehingga
hal ini membuat konsumen lebih aman dengan tersedianya informasi rinci mengenai dari mana suatu barang berasal, apa komponen penyusunnya dan tetang
sejarah pemrosesannya Regattieri et al. 2007. Dalam industri makanan, produk yang dikonsumsi harus bebas dari
berbagai bentuk gangguan yang mengancam kesehatan konsumennya. Traceability
merupakan pengenalan dan penelusuran dari bagian produk, pemrosesan atau produksi dan material yang digunakan dalam produksi Cox et
al. 2002. Secara khusus, keamanan produk merupakan faktor dasar dalam sektor
makanan yang membuat traceability relevan sebagai bahan kajian saat ini karena berkaitan dengan keamanan makanan menunjukan bahwa mendekati tujuh juta
orang setiap tahun terpengaruh oleh penyakit yang disebabkan oleh makanan Sarig 2003.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan pada traceability dalam sepuluh tahun terakhir memfokuskan pada pentingnya sistem penelusuran sebagai alat
mutu dan juga sebagai mekanisme untuk menangani informasi asal usul. Florence dan Queree 1993 menekankan kenyataan bahwa traceability dapat membuka
kesempatan bagi perusahaan untuk meningkatkan mutu. Cheng dan Simmons 1994 telah menganalisa traceability pada perusahaan manufaktur dan
menyimpulkan bahwa paling tidak ada dua bentuk traceability yang harus diperhatikan, yaitu traceability status untuk memberikan pengetahuan dari situasi
saat ini dan traceability kinerja untuk membandingkan pencapaian dengan perencanaan.
Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan model kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku pengembangan agroindustri belum banyak
mendapatkan perhatian ditunjukkan dengan terbatasnya rujukan yang dapat digunakan sebagai acuan. Namun demikian beberapa hasil penelitian yang
relevan dengan pengembangan agroindustri dan penelusuran mutu produk dapat dijadikan rujukan dalam penelitian ini.
Penelitian tentang rancang bangun sistem pengembangan agroindustri telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Agustedi
2001 mengembangkan rancang bangun model perencanaan dan pembinaan agroindustri
hasil laut bermutu ekspor dengan pendekatan wilayah yang diberi nama AGROSILA. Penelitian tersebut menghasilkan model perencanaan dan
pembinaan agroindustri hasil laut terpadu bermutu ekspor dan mampu merancang suatu kondisi optimum melalui pemenuhan kebutuhan aktor terkait. Kusnandar
2006 merancang bangun model pengembangan industri kecil jamu dalam bentuk sistem manajemen ahli yang diberi nama Sains-Jamu. Model terdiri dari sub
model pengadaan bahan baku, sub model struktur pengembangan, sub model
sumber permodalan, sub model kelembagaan usaha, sub model kelayakan finansial dan sub model sitem pakar strategi bauran pemasaran. Adiarni 2007
mengkaji model manajemen pasokan agroindustri farmasi ditinjau dari sisi jaringan pemasok. Model yang dikembangkan meliputi model jaringan
kelembagaan, model analisis persyaratan mutu bahan baku dan model jaringan pasokan bahan baku.
Penelitian tentang penelusuran bahan baku produk dalam kaitannya dengan jaminan mutu yang telah dilakukan adalah: Mousavi dan Sarhadi 2002
mengkaji sistem penelusuran dan jalur penyediaan pada industri daging untuk mengidentifikasi kepastian asal muasal bahan baku dengan metode penyediaan
sistem informasi berbasis web dan penggunaan RFID dan barcode. Rabade dan Alfaro 2006 mengembangkan model keterhubungan pembeli dengan pemasok
dalam mengimplementasikan sistem penelusuran pada industri hortikultura khususnya produk sayuran dengan menggunakan berbagai faktor yang
berpengaruh terhadap keberhasilan sistem penelusuran. Kehagia et al. 2007 mengkaji model pentingnya sistem penelusuran terhadap persepsi konsumen
dalam membeli suatu produk. Hasil kajiannya adalah diperoleh faktor-faktor dan informasi yang harus ada dalam sistem penelusuran untuk meningkatkan
penjualan produk daging. Starbird dan Amanor-Boadu 2007 mengkaji Model pemilihan metode
kontrak dan aturannya dengan kriteria mutu produk dan penelusuran pasokan bahan baku untuk mejamin keamanan produk dengan menggunakan metode
simulasi pengalokasian biaya. Rijswijk dan Frewer 2008 mengkaji keterhubungan mutu dan keamanan makanan yang berkaitan dengan sistem
penelusuran dari sisi konsumen untuk membuat keputusan membeli suatu barang. Hasil yang diperoleh dari kajian tersebut adalah keterhubungan antara mutu dan
keamanan makanan sangat berkaitan dari sudut pandang konsumen. Starbird et al.
2008 mengkaji model untuk mengidentifikasi tingkat penelusuran minimum yang diperlukan untuk mendeteksi kecurangan pemasok dalam menyediakan
produk yang tidak aman dimakan. Model simulasi digunakan untuk mengoptimalkan biaya penelusuran akan terjadinyatimbulnya kecurangan yang
dilakukan oleh pemasok yang nakal. Anir et al. 2008 mengkaji persepsi
konsumen terhadap penggunaan sistem informasi penelusuran makanan halal dengan menggunakan RFID. Sagheer et al. 2009 mengkaji model pembuatan
sistem standarisasi mutu makanan di negara berkembang untuk dapat bersaing dengan standarisasi global dengan menggunakan metode ISM sehingga diperoleh
elemen-elemen penting dan keterkaitannya dalam menyusun standarisasi makanan di India.
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan lebih banyak mengembangkan sistem penunjang keputusan dan belum banyak mengkaji aspek kelembagaan
secara spesifik lokasi dan model masih bersifat generik. Penelitian-penelitian terdahulu tersebut belum menghasilkan konsep kelembagaan secara kongkrit yang
dapat diaplikasikan di lapangan. Pada umumnya rumusan yang dihasilkan berupa sistem penunjang keputusan. Kebaruan dari penelitan yang akan dilakukan adalah
pembuatan model kelembagaan untuk menjamin pasokan bahan baku agroindustri gelatin yang memenuhi sertifikasi halal. Posisi penelitian ini dibandingkan
dengan penelitian yang lain diperlihatkan dengan Tabel 11.
Tabel 11 Lingkup penelitian terdahulu dan posisi penelitian
Penelitian Lingkup
Produk Pendekatan
Sistem Faktor Pasokan
Infromasi Traceability
1 2
3 1
2 1
2 3
1 2
Mousavi et al. 2002
X x
x x
Kusnandar
2006
x x
x
Rabade et al. 2006
X x
x x
x
Adiarni 2007
x x
x x
Kehagia et al. 2007
X x
x x
x
Starbird et al. 2007
X x
x x
Rijswijk et al. 2008
X x
x x
x
Starbird et al. 2008
X x
x x
Anir et al. 2008
X x
x x
Sagheer et al. 2009
X x
x x
Penelitian ini 2010
X x
x x
x x
Keterangan
: Lingkup Produk: 1. Manufaktur, 2. Pangan, 3. Non-pangan
Pendekatan sistem: 1. Soft system, 2 Hard system Faktor Pasokan: 1.Mutu, 2.keamanan, 3.Halal
Informasi traceability Mutu: 1. Ada, 2. Tidak Ada
Disamping itu rekayasa model yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah model kelembagaan dalam pengadaan bahan baku agroindustri gelatin
yang halal. Dalam pemodelan ini dilakukan kajian mendalam dan menyeluruh mengenai kebutuhan semua stakeholder pasokan bahan baku mulai dari peternak
sapi, pengumpul kulit sapi, rumah pemotongan hewan, lembaga sertifikasi halal, lembaga pendidikan, lembaga perbankan, lembaga penelitian, industri kulit,
lembaga ekspor dan impor gelatin dan industri pengguna gelatin. Kemudian dari hasil analisa kebutuhan tersebut dianalisa lebih dalam tentang konflik kepentingan
yang timbul serta alternatif cara penyelesaian masalah untuk memecahkan konflik tersebut, sehingga perlu dibuatkan suatu rancangan model dengan kriteria-kriteria
dan asumsi tertentu untuk menghasilkan tujuan pengadaan bahan baku agroindustri gelatin yang memenuhi kriteria mutu yang baik.
35
LANDASAN TEORITIS
Pendekatan Sistem
Sistem didefinisikan sebagai keseluruhan interaksi antar unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan. Pengertian
keseluruhan adalah lebih dari sekedar penjumlahan atau susunan, yaitu terletak pada kekuatan yang dihasilkan oleh keseluruhan elemen dalam sistem jauh lebih
besar dari suatu penjumlahan dari elemen-elemen penyusunnya. Sistem adalah seperangkat elemen yang saling berinteraksi, membentuk kegiatan atau suatu
prosedur yang mencari pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan bersama dengan mengoperasikan data danatau barang pada waktu rujukan tertentu untuk
menghasilkan informasi danatau energi danatau barang. Sistem merupakan totalitas himpunan hubungan yang mempunyai struktur dalam nilai posisional
serta matra dimensional terutama demensi ruang dan waktu Marimin 2008. Syarat awal untuk memulai berpikir sistemik adalah adanya kesadaran
untuk mengapresiasikan dan memikirkan suatu kejadian sebagai sebuah sistem systemic approach. Kejadian apapun baik fisik maupun non fisik, dipikirkan
sebagai unjuk kerja atau dapat berkaitan dengan unjuk kerja dari keseluruhan interaksi antar unsur sistem tersebut dalam batas lingkungan tertentu. Sistem
dibagi kedalam tiga bagian yaitu input, proses dan output yang dikelilingi oleh lingkungannya yang seringkali termasuk mekanisme umpan balik. Manusia
sebagai pengambil keputusan adalah merupakan bagian dari sistem tersebut Turban 1993.
Menurut Eriyatno 1999 yang dimaksud dengan pendekatan sistem adalah cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi
terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Pendekatan sistem umumnya
ditandai oleh dua hal di bawah ini: 1. Mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang
baik untuk menyelesaikan masalah. 2. Dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara
rasional.
36
Multidimensi adalah salah satu prinsip terpenting cara berpikir secara sistemik Gharajedaghi 1999. Dengan mempertimbangkan berbagai kendala
Eriyatno 1999 menyimpulkan terdapat tiga karakteristik dalam pendekatan sistem sebagai berikut:
1. Kompleks, dimana interaksi antara elemen cukup rumit. 2. Dinamis, dalam arti faktornya ada yang berubah menurut waktu dan ada
pendugaan ke masa depan. 3. Probabilistik yaitu diperlukan fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan
maupun rekomendasi. Metode untuk penyelesaian persoalan yang dilakukan dengan pendekatan
sitem terdiri dari beberapa tahap. Tahapan tersebut meliputi analisis sistem, rekayasa model, rancangan implementasi sistem dan operasi sistem. Setiap tahap
dalam proses tersebut diikuti oleh evaluasi berulang untuk mengetahui apakah hasil dari tahapan tersebut telah sesuai dengan yang diharapkan. Bila telah sesuai
dilanjutkan pada tahap berikutnya bila tidak kembali pada proses tahapan tersebut.
Model dan Pemodelan Sistem
Model didefinisikan sebagai suatu representasi atau abstraksi dari suatu sistem atau dunia nyata Turban 1993; Simatupang 1994; Suryadi Ramdani
2000. Sistem nyata adalah sistem yang sedang berlangsung dalam kehidupan atau sistem yang dijadikan titik perhatian dan dipermasalahkan. Melakukan
eksperimen langsung pada sistem nyata untuk memahami bagaimana perilakunya dalam beberapa kondisi mungkin saja dilakukan. Namun pada kenyataan,
kebanyakan sistem nyata terlalu kompleks atau masih dalam bentuk hipotesis atau tidak mungkin dapat dilakukan eksperimen secara langsung. Kendala tersebut
yang menjadi alasan bagi analis untuk membuat model. Alasan lain adalah model merupakan representasi yang ideal dari suatu sistem untuk menjelaskan perilaku
sistem. Representasi ideal berarti hanya menampilkan elemen-elemen terpenting dari suatu persoalan sistem nyata, sehingga memungkinkan analis untuk mengkaji
dan melakukan eksperimen atau memanipulasi suatu situasi yang rumit sampai pada tingkat keadaan tertentu yang tidak mungkin dilakukan pada sistem
nyatanya.
37
Model yang dibuat harus memiliki kegunaan, sederhana dan mewakili persoalan. Kegunaan model dapat dipandang secara akademik dan manajerial.
Model dari segi akademik berguna untuk menjelaskan fenomena atau obyek- obyek. Model berfungsi sebagai pengganti teori, namun bila teorinya sudah ada
maka model dipakai sebagai konfirmasi atau koreksi terhadap teori tersebut. Model dari segi manajerial berfungsi sebagai alat pengambil keputusan,
komunikasi, belajar dan memecahkan masalah. Model pada dasarnya terdiri dari tiga komponen dasar meliputi: a decision variables, b uncontrollable variables
danatau parameter, c result outcome variables. Komponen-komponen tersebut dihubungkan dengan hubungan matematik, pada model non kuantitatif
hubungannya menggunakan simbol atau kualitatif Turban 1993. Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk memodelkan suatu
sistem, antara lain: a model harus mewakili merepresentasikan sistem nyatanya dan b model merupakan penyederhanaan dari kompleksnya sistem, sehingga
diperbolehkan adanya penyimpangan pada batas-batas tertentu Simatupang 1994. Model tidak hanya digunakan untuk menggambarkan sekumpulan
pemikiran, tetapi juga mengevaluasi dan meramalkan kelakuan sistem, sehingga akan didapatkan perancangan terbaik tanpa membutuhkan konstruksi seluruh
kenyataan alamiah. Suryadi dan Ramdhani 2000 menyebutkan bahwa secara umum model digunakan untuk memberikan gambaran description, memberikan
penjelasan prescription, dan memberikan perkiraan prediction dari realitas yang diselidiki.
Menurut Turban 1993, proses pemodelan terdiri dari tiga fase utama yakni meliputi fase intelligence, fase desain dan fase pemilihan. Konsep formulasi
model merupakan suatu upaya membangun model formal yang menunjukkan ukuran performansi sistem sebagai fungsi dari variabel-variabel model. Secara
garis besar langkah-langkah konsep formulasi model diawali dengan pemahaman terhadap sistem dan dengan sistem yang dibangun, disusun model konseptual,
variabel-variabel model dan formulasi model. Simatupang 1994 menyatakan formulasi model adalah suatu upaya untuk
menghasilkan model yang berisikan variabel, kendala serta tujuan-tujuannya dalam bentuk istilah matematis sehingga dapat diidentifikasi dengan jelas,
38
mengikuti penyederhanaan matematis serta siap untuk dimanfaatkan untuk kalkulasi dengan substitusi kuantitas bagi lambang-lambang. Dengan kata lain
formulasi model adalah merumuskan masalah yang dihadapi ke dalam bentuk model maatematis yang dapat mewakili sistem nyata. Formulasi model
menghubungkan variabel-variabel yang telah diidentifikasi dalam model konseptual dengan bahasa simbolik.
Pengambilan Keputusan Kelompok
Multi Expert-Multi Criteria Decision Making ME-MCDM adalah teknik
pengambilan keputusan kelompok fuzzy. Teknik ME-MCDM ini telah dikembangkan oleh Yager 1993 secara garis besar dapat dibagi menjadi dua
tahapan proses. Tahap pertama, expert secara individual diminta untuk mengevaluasi setiap alternatif. Evaluasi ini berisi rating urutan untuk setiap
alternatif pada setiap kriteria. Dalam hal ini setiap kriteria memiliki derajat yang berbeda berdasarkan kepentingan kriteria tersebut terhadap tujuan yang akan
dicapai. Tahap kedua menghitung bobot tingkat kepentingan dari penilaian ahli untuk menghitung hasil agregasi dari penilaian setiap pakar.
Proses pengambilan keputusan yang melibatkan penilaian atau pendapat berbagai pihak atau ahli merupakan suatu perihal yang sangat penting tetapi juga
sulit karena setiap pihak mempunyai kepentingan, sudut pandang dan tingkat pengetahuan yang berbeda-beda. Perihal menjadi sangat rumit jika penilaian atau
pendapat setiap pemangku kepentingan atau ahli didasarkan kepada kriteria jamak. Persoalan proses pengambilan keputusan ini disebut sebagai Multi-Expert
Person Multi Criteria Decision Making atau dikenal dengan istilah ME-MCDM. Pada ME-MCDM akan ditemui sebuah proses penting yaitu agregasi rating dan
preferensi serta penggabungan pendapat dari setiap ahli sehingga penyelesaian yang dihasilkan adalah yang paling diterima oleh kelompok secara keseluruhan.
Operator agregasi menggunakan Ordered Weighted Averaging OWA merupakan salah satu teknik agregasi pengambilan keputusan berkelompok yang
dirumuskan oleh Yager 1993. Misalkan A
1
, A
2
, …,A
n
adalah kumpulan dari n kriteria. Setiap kriteria A
j
dimana A
j
x ∈ 0,1 menunjukkan seberapa besar x
memenuhi kriteria yang bersangkutan. Apabila digunakan I untuk menunjukkan
39
suatu kisaran nilai maka A
j
x ∈ I. D x ∈ I merupakan fungsi keputusan
menyeluruh agregat yang menunjukkan derajat bahwa x memenuhi persyaratan kriteria yang diinginkan. Salah satu faktor utama dalam penentuan struktur fungsi
agregasi adalah hubungan atau keterkaitan antar kriteria yang terlibat. Dalam hubungan ini, terdapat dua kasus yaitu situasi dimana diinginkan semua kriteria
dipenuhi disebut operator “dan” dan situasi salah satu kriteria yang dapat memuaskan semua pihak disebut operator “atau”. Pada kasus operator “dan” maka
x harus memenuhi A
1
dan A
2
dan A
3
…dan A
n
D x = TA
yang diformulasikan dalam bentuk fungsi keputusan menyeluruh sebagai berikut:
1
x, A
2
x,…, A
n
x
n
Dimana T adalah operator t-norm yang memenuhi syarat komutatif, monotonik dan assosiatif yang dibutuhkan sebagai operator agregasi. Yager 1993
menunjukkan bahwa salah satu implikasi dari sifat operator t-norm adalah bahwa untuk semua a
1
j
j = 1,2,…,n maka Ta
1
, a
2
, …,a
n
Min a
1
, a
2
, …,a
n
Pada kasus operator “atau”, x memenuhi A sehingga
untuk semua a ∈ I, Ta,a = a yang menunjukkan sifat idempoten dan T1,a = a
yang menunjukkan kondisi allness.
1
atau A
2
atau A
3
… atau A
n
D x = SA
yang diformulasikan dalam bentuk fungsi keputusan menyeluruh sebagai berikut:
1
x, A
2
x,…, A
n
x
n
Dimana S adalah operato co-t-norm yang memenuhi syarat sebagai operator agregasi kecuali bahwa untuk semua a
2
j
j = 1,2,…,n maka Sa
1
, a
2
, …,a
n
Maks a
1
, a
2
, …,a
n
Pada persoalan ME-MCDM, proses agregasi terletak diantara dua kasus ekstrim tersebut. Operator OWA merupakan operator agregasi yang dengan
mudah dapat melakukan penyesuaian diantara operator “dan” dan operator “atau” atau menggabungkan kedua operator ekstrim tersebut Yager 1993. Operator
OWA untuk a = a sehingga untuk semua a
∈ I, Sa,a = a yang menunjukkan sifat idempoten dan S1,a = a yang menunjukkan kondisi at least one.
1
, a
2
, … ,a
n
dikaitkan dengan vektor pembobot W = w
1
, w
2
, …, w
n
sehingga w
i
∈ [0,1], ∑
i
w
i
= 1 didefinisikan sebagai suatu pemetaan F: I
n
→I dimana I = [0,1]. Aspek yang fundamental dari operator OWA adalah tahap re-ordering
dimana suatu argumen ai tidak dikaitkan dengan suatu pembobot w
i
tertentu tetapi pembobot w
i
dikaitkan dengan suatu posisi urutan ke-i dari
40
argumen tertentu Filev dan Yager 1998. Operasionalisasi dari operator OWA diformulasikan sebagai berikut:
F = a
1
, a
2
, … ,a
n
= W
1
b
1
+ W
2
b
2
+ … + W
n
b
n
F = a
atau 3
1
, a
2
, … ,a
n
Dimana bi adalah elemen terbesar dari kumpulan a = W’B
4
1
, a
2
, … ,a
n
. W
i
adalah bobot yang dikaitkan dengan elemen terbesar ke-i apapun komponen elemennya atau
dengan kata lain W
i
lebih dikaitkan dengan bobot untuk elemen pada urutan posisi tertentu dan bukan bobot elemen tertentu. W’ adalah vektor baris dari bobot dan B
adalah suatu ordered argument vector jika untuk setiap elemen b
i
∈ [0,1] dan b
i
b
j
Karakteristik dari operator OWA antara lain adalah jika A = [a jika j i.
1
, a
2
, … ,a
n
] adalah ordered argument vector dan B = [b
1
, b
2
, … ,b
n
] adalah ordered argument vector
yang kedua maka untuk setiap j jika a
i
b
j
maka FA FB. Jika [a’
1
, a’
2
, … ,a’
n
] adalah permutasi dari [a
1
, a
2
, … ,a
n
] maka F [a
1
, a
2
, … ,a
n
] = F [a’
1
, a’
2
, … ,a’
n
]. Kedua karakteristik diatas menunjukkan bahwa operator OWA bersifat simetris generalized community dan monotonicity yang
merupakan syarat sebagai operator agregasi. Selanjutnya, jika a
j
= a untuk semua j
= 1,2,…,n maka F [a
1
, a
2
, … ,a
n
] = a yang merupakan sifat idempoten. Jika G
a
1
,a
2
= w
1
a
1
+ w
2
a
2
adalah rata-rata terbobot maka Ga
1
,a
2
≠ Ga
2
,a
1
dan ini berarti Ga
1
,a
2
bukan operator OWA karena tidak memenuhi sifat generalized commutativity
. Jika F dan F
adalah batas atas dan batas bawah dari nilai agregasi dengan operator OWA maka F
dan F
Yager 1993 merumuskan suatu metode komputasi non-numeric untuk proses pengambilan keputusan berkelompok secara fuzzy. Metode komputasi
dilakukan dalam dua tahapan yaitu agregasi terhadap kriteria dan agregasi terhadap semua ahli. Dalam hubungan ini setiap pengambil keputusan
mengevaluasi atau menilai setiap proposal atau alternatif pada setiap kriteria secara bebas. Skala evaluasi atau penilaian adalah dalam bentuk label linguistic
yang secara berurutan adalah sempurna s masing-masing adalah
operator “dan” dan operator “atau”.
7
, sangat tinggi s
6
, tinggi s
5
, medium s
4
, rendah s
3
, sangat rendah s
2
dan tidak ada s
1
atau dalam bentuk lain S = {s
1
, s
2
, … , s
7
}.
41
Tahap agregasi terhadap kriteria jamak dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk setiap proposal Pi setiap ahli akan memberikan suatu himpunan yang terdiri
dari n nilai yaitu [P
ik
q
1
, P
ik
q
2
, … , P
ik
q
n
] dimana P
ik
q
j
adalah rating dari proposal ke-i pada kriteria ke j oleh ahli ke k. P
ik
q
j
adalah elemen dalam himpunan S dan tingkat kepentingan setiap kriteria dinyatakan sebagai Iq
j
P dengan skala penilaian yang juga bersifat label linguistic. Formula yang
dirumuskan oleh Yager 1993 untuk agregasi kriteria sehingga diperoleh unit skor setiap proposal oleh ahli adalah:
ik
= Min
j
[NegIq
j
∨ P
ik
q
j
Formulasi diatas menunjukkan bahwa kriteria yang tingkat kepentingannya rendah mempunyai pengaruh yang kecil terhadap skor
keseluruhan. Formulasi agregasi diatas memenuhi kondisi Pareto optimalitas, kebebasan terhadap alternatif tidak relevan, aosiasi yang positif bagi skor
individual terhadap skor keseluruhan, non-dictatorship dan simetri yang harus dipenuhi untuk agregasi kriteria jamak.
] 5
Pada proses agregasi terhadap semua ahli, langkah pertama dari proses agregasi ini adalah menentukan suatu fungsi agregasi Q yang menunjukkan
generalisasi ide tentang berapa banyak ahli yang dibutuhkan untu mendukung suatu keputusan. Untuk i dimana i bergerak dari 1 sampai dengan r dan nlai Qi
diambil dari skala S = {s
1
, s
2
, … , s
n
1. Jika keputusan memerlukan persetujuan semua ahli maka Qi = tidak ada untuk i r dan Qr = sempurna.
} maka bentuk khusus dari Q apabila skala S hanya dua yaitu tidak ada dan sempurna. Hal ini diformulasikan Yager 1993
sebagai berikut:
2. Jika dukungan satu ahli sudah cukup untuk pengambilan keputusan maka Qi = sempurna untuk semua i.
3. Jika paling sedikit diperlukan persetujuan m ahli untuk pengambilan keputusan maka Qi = tidak ada untuk i m dan Qi = sempurna
untuk i m Menurut Yager 1993 Apabila q adalah jumlah titik penilaian pada skala
kardinal S dan r = 1, 2, … , k adalah jumlah ahli maka untuk semua i = 0, 1, 2, … ,r maka fungsi Q dirumuskan sebagai berikut:
42
Q k = S
bk
dimana b
k
− ∗
+ r
q k
1 1
= Int 6
Agregasi keputusan ahli dengan menggunakan operator OWA dirumuskan sebagai berikut:
P
i
= Maks
j = 1, . ,r
[Qj ∧B
j
Dimana: ]
7
P
i
Q adalah agregasi pendapat gabungan ahli terhadap proposal ke i.
j
B dapat dilihat sebagai petunjuk seberapa penting kelompok memandang jumlah
ahli yang mendukung suatu nilai skor yang diputuskan.
j
adalah skor tertinggi ke j diantara unit skor terbaik dari obyek ke j dan terdapat sejumlah j ahli yang mendukung keputusan skor tersebut.
Metode Perbandingan Eksponensial MPE
Teknik MPE Metode Perbandingan Eksponensial digunakan untuk membandingkan beberapa alternatif model kelembagaan dengan menggunakan
berbagai kriteria yang nantinya akan ditentukan berdasarkan hasil survei dengan pakar terkait. Teknik MPE merupakan suatu metode scoring terhadap pilihan-
pilihan yang ada. Melalui penghitungan secara eksponensial, perbedaan nilai kriteria yang satu dengan kriteria yang lainnya dapat dibedakan dengan jelas
tergantung tingkat penilaian yang diberikan. Tahapan penggunaan MPE adalah 1 penentuan alternatif keputusan, 2
penyusunan kriteria keputusan yang digunakan, 3 penentuan derajat kepentingan relatif setiap kriteria keputusan, 4 penentuan derajat kepentingan relatif setiap
pilihan keputusan, 5 penghitungan nilai dari setiap alternatif keputusan, dan 6 peningkatan nilai yang diperoleh dari setiap alternatif keputusan. Tahapan yang
sangat penting dalam MPE adalah penentuan bobot dari setiap kriteria dan penentuan ranking alternatif keputusan. Penentuan bobot kriteria dapat dilakukan
dengan memberikan bobot secara langsung tanpa melakukan perbandingan relatif terhadap kriteria yang lainnya. Untuk penentuan ranking alternatif keputusan
menggunakan formula berikut ini Marimin, 2008
43
∑
=
=
m j
Krit ij
i
j
Kep TKep
1
dimana : Tkep
i
Kep = Total nilai dari alternatif keputusan ke-i
ij
Krit = Nilai derajat kepentingan relatif keputusan ke-i pada kriteria ke-j
j
m = Jumlah kriteria keputusan
= Bobot kriteria ke-j
i = Alternatif keputusan
j = Nilai 1,2,…..,m
Analytical Hierarchy Process AHP
AHP merupakan salah satu metoda yang dapat digunakan oleh pengambilan keputusan untuk memahami kondisi suatu sistem dan membantu
dalam melakukan prediksi dan pengambilan keputusan. Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik
menjadi bagian-bagiannya serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti
penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan variabel lainnya. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan
variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut Marimin 2008. Prinsip kerja AHP yang dikembangkan
oleh Saaty sebagaimana dijelaskan oleh Ma’arif dan Tanjung 2003 adalah sebagai berikut:
1. Decomposition
Memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif. Jika ingin mendapatkan hasil yang lebih akurat, pemecahan juga
dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut sehingga didapatkan tingkatan dari persoalan tadi membentuk
struktur hirarki. Pembuatan struktur hirarki diawali dengan melakukan identifikasi sistem yang bertujuan untuk menemukan pokok permasalahan yang
akan diselesaikan, menemukan tujuan yang ingin dicapai dan kriteria-kriteria yang akan digunakan dalam menentukan pilihan alternatif-alternatif yang tersedia.
44
Setelah identifikasi sistem selesai, maka dibuat strutur hirarki dengan melakukan abstraksi antara komponen dan dampak-dampaknya pada sistem. Bentuk
abstraksi ini mempunyai hubungan yang saling berkaitan antara tujuan yang ingin dicapai, pihak-pihak yang terkait, kriteria dan alternatif.
2. Comparative Judgement
Prinsip di atas membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat di atasnya. Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan
berpasangan pairwise comparison. Menurut Saaty 1993, untuk berbagai persoalan, skala 1 – 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat.
Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 13. Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk
menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang
telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Tabel 12 Skala dasar perbandingan pada AHP.
Intensitas Tingkat
Kepentingan Keterangan
1 Sama penting
3 Sedikit lebih penting
5 Lebih penting
7 Sangat lebih penting
9 Mutlak lebih penting
2, 4, 6, 8 Nilai tingkat kepentingan yang mencerminkan suatu nilai kompromi
Nilai kebalikan reciprocal
Nilai tingkat kepentingan jika dilihat dari arah yang berlawanan. Misalnya jika A sedikit lebih penting dari B intensitas 3, maka
berarti B sedikit kurang penting dibanding A intensitas 13.
Saaty 1993 3.
Synthesis of Priority Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari vektor prioritasnya
eigenvector untuk mendapatkan local priority. Karena matriks-matriks
pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan
global priority harus dilakukan sintesis di antara local priority. Bobot kriteria
dihitung dengan manipulasi matrik, dengan tahapan sebagai berikut:
45
a. Melakukan perkalian kuadrat terhadap matrik kriteria b. Menghitung jumlah nilai dari setiap baris matrik, kemudian melakukan
normalisasi matrik. c. Menghitung jumlah nilai dari setiap baris matrik ternormalisasi.
d. Menghentikan proses ini, bila selisih antara jumlah nilai baris matrik normal dari dua perhitungan berturut-turut lebih kecil dari ketelitian yang
ditentukan.
4. Logical Consistency
Konsistensi logis menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria logis.
Indikator konsistensi dalam AHP diukur melalui Consistency Index CI. AHP mengukur seluruh konsistensi penilaian menggunakan Consistency Ratio
CR yang merupakan perbandingan antara CI dengan Random Inconsistency
Index RI. Jika nilai CR adalah kurang dari 0,1 CR 0,1, berarti elemen-
elemen telah dikelompokkan secara konsisten. Menurut Marimin 2008, Consistency Ratio
CR dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
RI CI
CR =
8
1 −
− =
N N
P CI
9 Dimana:
CI = Konsistensi Indeks RI = Indeks random yang didapat dari tabel Oardkridge
P = Nilai rata-rata konsistensi vektor N = jumlah elemen alternatif atau kriteria.
Interpretive Structural Modeling ISM
Menurut Marimin 2008, salah satu teknik pemodelan yang dikembangkan untuk perencanaan kebijakan strategis adalah teknik pemodelan
Interpretasi Struktural Interpretive Structural Modelling – ISM. Teknik ISM merupakan salah satu teknik permodelan sistem untuk menangani kebiasaan yang
46
sulit diubah dari perencana jangka panjang yang sering menerapkan secara langsung teknik penelitian operasional dan atau aplikasi statistik. ISM adalah
proses pengkajian kelompok group learning process dimana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem
Eriyatno 1999, sedangkan menurut Saxena 1992 ISM bersangkut paut dengan interpretasi dari suatu obyek yang utuh atau perwakilan sistem melalui aplikasi
teori grafis secara sistematis dan interpretatif. ISM merupakan suatu metode berbasis komputer yang membantu kelompok
mengindetifikasi hubungan antara ide dan struktur tetap pada isu yang kompleks. ISM dapat digunakan untuk mengembangkan beberapa tipe struktur, termasuk
struktur pengaruh misalnya dukungan atau pengabaian, struktur prioritas misalnya lebih penting dari, atau sebaiknya dipelajari sebelumnya dan kategori
ide misalnya termasuk dalam kategori yang sama dengan. ISM menganalisis elemen-elemen sistem dan memecahkannya dalam
bentuk grafik dari hubungan langsung antar elemen dan tingkat hirarkinya. Elemen-elemen dalam ISM dapat merupakan tujuan kebijakan, target organisasi,
faktor-faktor penilaian dan lain-lain. Eriyatno 1999 menyatakan bahwa metode dan teknik ISM dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyusunan hirarki dan
klasifikasi subelemen. Prinsip dasarnya adalah identifikasi struktur dari suatu sistem yang memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara
efektif dan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Struktur dari suatu sistem yang berjenjang diperlukan untuk lebih
menjelaskan pemahaman tentang perihal yang dikaji. Untuk menentukan tingkat jenjang mempunyai banyak pendekatan dengan lima kriteria yaitu 1 kekuatan
pengikat dalam dan antar kelompok atau tingkat, 2 frekuensi relatif dari oksilasi guncangan dimana tingkat yang lebih rendah lebih cepat terguncang dari pada
yang di atasnya, 3 konteks dimana tingkat yang lebih tinggi beroperasi pada jangka waktu yang lebih lambat dari pada ruang yang lebih luas, 4 cakupan
dimana tingkat yang lebih tinggi mencakup tingkat yang lebih rendah, 5 hubungan fungsional, dimana tingkat yang lebih tinggi menpunyai peubah lambat
yang mempengaruhi peubah cepat tingkat di bawahnya.
47
Program yang sedang dikaji penjejangan strukturnya dibagi menjadi elemen-elemen yang selanjutnya setiap elemennya diuraikan menjadi sejumlah
subelemen. Teknik ISM memberikan basis analisis dimana informasi yang dihasilkan sangat berguna dalam formulasi kebijakan serta perencanaan strategis.
Menurut Saxena 1992 program dapat dibagi menjadi sembilan elemen, yaitu: 1 sektor masyarakat yang terpengaruh, 2 kebutuhan dari program, 3 kendala
utama, 4 perubahan yang dimungkinkan, 5 tujuan dari program, 6 tolok ukur untuk menilai setiap tujuan, 7 aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan
tindakan, 8 ukuran aktifitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktifitas, dan 9 lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program.
Klasifikasi subelemen dilakukan berdasarkan program yang dikaji dari setiap elemen diuraikan menjadi beberapa subelemen. Selanjutnya hubungan
kontekstual antar subelemen ditetapkan melalui terminologi sub-ordinat yang mengacu pada pada perbandingan berpasangan, seperti “apakah tujuan A lebih
penting dari pada tujuan B?”. Perbandingan berpasangan yang menggambarkan ada atau tidak ada keterkaitan antar subelemen diperoleh berdasarkan pendapat
dari pakar. Jika pendapat pakar lebih dari satu, maka dilakukan agregasi. Hubungan kontekstual pada matrik perbandingan berpasangan disusun dalam
bentuk structural self interaction matrix SSIM. Penyusunan nilai-nilai dalam matrik SSIM menggunakan simbol V, A, X, dan O dengan ketentuan berikut:
V, jika e
ij
= 1 dan e
ji
A, jika e = 0
ij
= 0 dan e
ji
X, jika e = 1
ij
= 1 dan e
ji
O, jika e = 1
ij
= 0 dan e
ji
Dimana nilai e = 0
ij
= 1 artinya terdapat hubungan kontekstual antara suelemen ke i dan sub elemen ke j, sedangkan nilai e
ij
Klasifikasi subelemen mengacu pada hasil olahan matrik RM yang memenuhi aturan transitivitas, sehingga menghasilkan nilai driver power DP
= 0 artinya ridak terdapat hubungan kontekstual antara subelemen ke i dengan sub elemen ke j. Hasil
penilaian matrik SSIM selanjutnya dibuat tabel reachability matrix RM melalui perubahan VAXO menjadi bilangan 1 dan 0. Kemudian matrik tersebut dikoreksi
menjadi matrik tertutup yang memenuhi aturan transitivitas.
48
dan nilai dependence D. Berdasarkan nilai DP dan D tersebut setiap subelemen dapat dibedakan menjadi empat sektor di bawah ini:
Sektor 1: Autonomous weak driver-weak dependent variables, subelemen yang
masuk dalam sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem atau mungkin mempunyai hubungan yang sedikit, meskipun hubungan tersebut dapat kuat. Jika
nilai DP 50 dari jumlah subelemen dan nilai D 50 dari jumlah subelemen, maka akan diklasifikasikan dalam sektor 1.
Sektor
2: Dependent weak driver-strongly dependent variables, subelemen yang masuk dalam sektor ini umumnya adalah subelemen yang tidak bebas. Jika nilai
DP 50 dari jumlah subelemen dan nilai D 50 dari jumlah subelemen, maka akan diklasifikasikan dalam sektor 2.
Sektor
3. Linkage strong driver-strongly dependent, subelemen yang masuk dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, karena hubungan antar subelemen
tidak stabil. Setiap tindakan pada subelemen akan memberikan dampak terhadap subelemen yang lain dan pengaruh umpan baliknya dapat memperbesar dampak.
Jika nilai DP 50 dari jumlah subelemen dan nilai D 50 dari jumlah subelemen, maka akan diklasifikasikan dalam sektor 3.
Sektor
4. Independent strong driver-weak dependent variables, subelemen yang masuk dalam sektor ini merupakan bagian dari sistem dan disebut variabel bebas.
Jika nilai DP 50 dari jumlah subelemen dan nilai D 50 dari jumlah subelemen, maka akan diklasifikasikan dalam sektor 4.
Data Envelopment Analysis DEA
Data Envelopment Analysis DEA adalah suatu pendekatan program
matematika non parametrik yang menghitung relatif efisiensi multikriteria. DEA yang sering diistilahkan juga sebagai frontier analysis merupakan suatu teknik
pengukuran kinerja berbasis linier programming yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi relatif decision making unit DMU dalam perusahaan
Zhou et al. 2008. Pada penelitian ini, DEA digunakan sebagai salah satu pendekatan untuk mengukur kinerja kelembagaan pengadaan bahan baku pada
sub-topik penelitian desain model kelembagaan pengadaan bahan baku kulit sapi yang memenuhi persyaratan sertifikasi halal.
49
Secara garis besar, langkah-langkah pendekatan DEA adalah sebagai berikut: 1 Identifikasi unit yang akan dievaluasi, input yang dibutuhkan serta
output yang dihasilkan oleh unit tersebut, 2 Membentuk efficiency frontier atas set data yang tersedia untuk menghitung nilai produktivitas dari unit-unit yang
tidak termasuk dalam efficiency frontier serta mengidentifikasi unit mana yang tidak menggunakan input secara efisien relatif terhadap unit berkinerja terbaik
dari set data yang dianalisis, 3 Identifikasi himpunan bagian DMU yang efisien secara best practice, untuk DMU yang tidak termasuk dalam himpunan tersebut,
DEA mengukur tingkat ketidakefisienan dengan membandingkan hasil pencapaian DMU tersebut terhadap efficiency frontier yang terbentuk oleh DMU
yang efisien; dan 4 Penentuan bobot untuk menentukan variabel output ataupun input.
Menurut Cooper et al. 002, model dasar Data Envelopment Analysis adalah sebagai berikut:
Efisiensi maksimum:
∑ ∑
=
ik i
rk r
k
X V
Y U
η 10
Keterangan: k
= Unit pengambil keputusan yang akan dievaluasi U
r
V = Bobot output
i
Y = Bobot input
rk
X = Nilai output
ik
= Nilai input.
Analisis Finansial
Dalam menilai tingkat keberhasilan suatu perusahaan, pengambil keputusan memerlukan informasi tentang kinerja keuangan yang tersusun dalam bentuk
akuntansi keuangan. Kajian analisis finansial meliputi nilai NPV Net Present Value
, IRR Internal Rate of Return, Net BC rasio Net Benefit Cost Ratio, PBP Payback Period dan analisis sensitivitas. NPV, IRR, Net BC rasio dan
PBP.
50
Penghitungan NPV
Metode nilai sekarang present value method adalah metode penilaian kelayakan finansial yang menyelaraskan nilai yang akan datang arus kas menjadi
nilai sekarang dengan melalui pemotongan arus kas dengan memakai faktor pengurang diskonto pada tingkat biaya modal tertentu yang diperhitungkan.
Kriteria nilai sekarang neto net present value, NPV didasarkan pada konsep mendiskonto seluruh aliran kas ke nilai sekarang. Dengan mendiskonto semua
aliran kas masuk dan keluar selama umur proyek investasi ke nilai sekarang, kemudian menghitung angka bersih neto maka akan diketahui selisihnya dengan
memakai dasar yang sama, yaitu harga pasar saat ini. Hal tersebut berarti dua hal sekaligus telah diperhatikan, yaitu faktor nilai waktu dari uang dan selisih
besar aliran kas masuk dan keluar. Dengan demikian amat membantu pengambil keputusan untuk menentukan pilihan. NPV menunjukkan jumlah lumpsum yang
dengan arus diskonto tertentu memberikan angka berapa besar nilai usaha Rp tersebut pada saat ini. Jika NPV lebih besar dari 0 atau bernilai positif, berarti
proyek layak dan jika NPV lebih kecil dari 0 atau negatif berarti proyek tidak layak. NPV dihitung dengan persamaan sebagai berikut Soekardono 2009 :
∑
=
+ −
=
n t
t t
t
i C
B NPV
1 11
dengan :
Bt : benefit bruto pada tahun ke-t
Ct : biaya bruto proyek pada tahun ke-t
i : tingkat suku bunga
t : lama investasi t = 0, 1, 2, …, n
Penghitungan IRR
Tingkat kemampulabaan internal internal rate of return, IRR adalah metode analisis kelayakan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat balikan
internal sewaktu nilai sekarang arus kas masuk sama dengan nilai sekarang pengeluaran investasi atau sewaktu NPV sama dengan 0. Jika IRR lebih besar
dari tingkat bunga, maka proyek tersebut layak diterima. IRR dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut Soekardono 2009
51
1 2
2 1
1 1
i i
NPV NPV
NPV i
IRR −
− +
= 12
dengan : NPV
1
: nilai sekarang bersih yang diperoleh dari faktor i
1
NPV positif
2
: nilai sekarang bersih yang diperoleh dari faktor i
2
i negatif
1
i : tingkat bunga yang kecil
2
Penghitungan Net BC rasio
: tingkat bunga yang besar
Kelayakan finansial suatu usaha dapat pula dikaji dengan menggunakan kriteria Net BC rasio. Jika BC lebih besar dari satu artinya suatu usaha layak
namun jika lebih kecil dari satu maka usaha tersebut tidak layak dan sebaiknya ditolak. Net BC rasio dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut
Soekardono 2009
∑ ∑
= =
+ +
+ =
n t
t t
n t
t t
I i
C i
B ratio
C B
Net 1
1
13
dengan : B
t
C : benefit bruto pada tahun tertentu t
t
i : tingkat bunga
: biaya bruto pada tahun tertentu t n
: umur ekonomis proyek I
: investasi awal
Penghitungan PBP
Jangka waktu pemulihan modal PBP payback period adalah jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan seluruh modal yang diinvestasikan.
Biasanya dinyatakan dalam satuan tahun. PBP dihitung menggunakan persamaan
sebagai berikut Soekardono 2009
∑
=
≤ −
−
θ
1 k
I Ek
Rk
14 dengan :
R
k
E :
penerimaan pada tahun ke-k
k
Ө :
payback period :
pengeluaran pada tahun ke-k I
: investasi
52
Analisis sensitivitas
Analisis sensitivitas bertujuan untuk menghitung kepekaan investasi terhadap perubahan-perubahan faktor harga. Analisis sensitivitas ini dapat
menggambarkan perubahan harga produk apabila terjadi kenaikan atau penurunan harga bahan baku.
53
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian
Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan ilmiah dengan kerangka berfikir logis. Pemodelan sistem kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri
gelatin sebagai salah satu komponen pengembangan agroindustri gelatin memerlukan kajian yang serius dengan pendekatan holistik. Karena persoalan
agroindustri bersifat sistemik, maka pendekatan analitis belum cukup untuk menjawab persoalan. Keterlibatan pakar sangat diperlukan untuk memberikan
penilaian dan judgment terhadap persoalan riil yang relevan terhadap pemodelan sistem kelembagaan tersebut.
Penelitian ini mengkaji sistem kelembagaan pasokan bahan baku kulit sapi yang digunakan untuk memproduksi gelatin guna memastikan asal-usul dan
proses pengadaan bahan baku tersebut telah memperoleh perlakukan yang memenuhi persyaratan sertifikasi halal. Penelitian dilakukan pada industri
penyamakan kulit PT. Muhara Dwi Tunggal Laju Tannery untuk mengetahui proses perlakukan kulit yang dihasilkan dari industri penyamakan kulit yang
digunakan sebagai bahan baku agroindustri gelatin. Beberapa hal yang perlu diketahui adalah data potensi bahan baku, data ketersediaan bahan baku, data
proses produksi kulit samak, data pengadaan kulit dan data distributor dan pemasok kulit sapi ke industri penyamakan kulit. Kemudian penelitian
dilanjutkan untuk mengkaji pemasok kulit pada industri penyamakan kulit yaitu Rumah Pemotongan Hewan RPH, pengumpul kulit sapi. Selain itu juga dikaji
kelembagaan dari distributor dan pengumpul kulit yang ada saat ini serta cakupan untuk setiap pengumpul kulit dalam suatu wilayah.
Penelitian dilanjutkan untuk mengkaji seluruh stakeholder dari penyediaan bahan baku kulit sapi dari peternak sapi sampai pada industri penyamakan kulit.
Kajian ini digunakan untuk memperoleh data kendala dan potensi konflik dari masing – masing stakeholder dalam kaitannya dengan penanganan bahan baku
kulit sapi yang ditinjau asal-usul dan proses pengadaan dan penanganan bahan baku tersebut pada setiap tingkatan pelaku. Kerangka pemikiran konseptual dari
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Kerangka pemikiran konseptual penelitian
Selanjutnya dilakukan analisis usaha dari setiap pelaku penyediaan bahan baku tersebut dengan faktor kritis terpenuhinya persyaratan halal dan peningkatan
mutu serta pendapatan peternak dengan terbentuknya suatu kelembagaan pasokan bahan baku yang bersertifikasi. Analisis ini dilakukan dengan melibatkan tujuh
Industri Penyamakan Kulit
Peternak Sapi Rumah Pemotongan
Hewan RPH Kondisi Sistem Penyediaan Bahan Baku Kulit Sapi dan Kendala Sertifikasi:
Usaha peternakan sapi, usaha pemotongan hewan, usaha pengumpulan kulit sapi, rantai pasokan dan industri gelatin
Pendekatan Sistem Kelembagaan
Analisis Usaha Peternakan Sapi
Analisis usaha pemotongan hewan
Analisis Usaha Pemotongan Hewan
Analisis Sertifikasi Mutu
Analisis Elemen Kelembagaan
Kondisi Situsional Peternakan Sapi
Kondisi Situsional Pemotongan Hewan
Persyaratan Jaminan Mutu Produk
Elemen Kunci Kelembagaan
Perekayasaan Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Gelatin dari Kulit Sapi Split
Struktur Kelembagaan Analisis Nilai Tambah
dan Tingkat Efisiensi Analisis Konflik dan
Kendala Implementasi dan
Verifikasi Faktor Pendukung
Faktor Penghambat
Sistem Kelembagaan Pasokan Bahan Baku Gelatin dari
Kulit Sapi
orang pakar yang berkompeten akademisi, peneliti dan praktisi untuk mendapatkan suatu model sistem kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri
gelatin guna menjamin mutu yang efektif dan efisien. Nilai keilmuan dari penelitian ini adalah bagaimana suatu sistem
kelembagaan pengadaan dan pasokan bahan baku kulit sapi untuk memenuhi persyaratan sertifikasi halal dapat terbentuk, serta model sistem kelembagaan
dalam ranah rekayasa manajemen dapat digunakan dan diimplementasikan pada agroindustri gelatin berbahan baku kulit sapi untuk perencanaan dan
pengembangan agroindustri gelatin halal. Validasi dan verifikasi terhadap model yang diusulkan dilakukan dengan melalui pengujian antar variabel dengan
berdasarkan penilaian pendapat pakar.
Tahapan penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem untuk merekayasa model kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Penelitian dilakukan
melalui beberapa tahapan yang dirancang untuk dapat menghasilkan model konseptual kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin .
Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 5, sedangkan langkah- langkah yang dilakukan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Tahap awal penelitian terdiri dari studi pustaka dan survai lapangan, analisis kebutuhan, perumusan masalah dan identifikasi sistem. Dalam tahap ini
dilakukan survai lapang di Bogor, Bandung, Semarang, dan Surabaya terhadap beberapa pemangku kepentingan stakeholder yang terlibat dalam pasokan
bahan baku kulit sapi yaitu peternak sapi, pedagang sapi, rumah pemotongan hewan, pengumpul kulit, pedagang kulit dan industri penyamakan kulit.
Disamping itu juga dilakukan studi literatur terhadap berbagai metode penelusuran bahan baku dalam rangka memenuhi kriteria jaminan mutu halal.
2. Analisis sistem kelembagaan sertifikasi halal gelatin untuk mendapatkan permasalahan dan konflik kepentingan antar stakeholder penyediaan bahan
baku gelatin. Dalam hal ini dilakukan analisis terhadap kelembagaan sertifikasi mutu yang telah ada saat ini yaitu badan LPPOM MUI sehingga
diperoleh kendala yang dihadapi oleh setiap pemanggku kepentingan dalam mendapatkan label sertifikasi mutu.
3. Tahap analisis pemasok bahan baku potensial berdasarkan kriteria tertentu sesuai dengan kebutuhan para stakeholder pengembangan agroindustri gelatin.
Sehingga dengan analisis ini diharapkan akan diperoleh model pemasok yang efektif dan efisien dalam pengadaan bahan baku agroindustri gelatin guna
menunjang konsep sertifikasi mutu. 4. Tahap penentuan struktur model sistem kelembagaan pasokan bahan baku
agroindustri gelatin. Strukturisasi sistem dilakukan dengan menggunakan metode ISM untuk mengetahui elemen-elemen kunci dari sistem pasokan
bahan baku agroindustri gelatin dan struktur pengembangan dari masing- masing elemen berdasarkan kekuatan penggerak dari masing-masing sub
elemennya. Tahap ini kemudian dilanjutkan dengan formulasi struktur kelembagaan penyediaan bahan baku agroindustri dilakukan untuk membuat
struktur penyediaan bahan baku agroindustri gelatin yang menjamin kepastian asal-usul bahan baku dan proses penyediaannya.
5. Tahap pemilihan strategi aliansi antar pelaku usaha penyediaan bahan baku agroindustri gelatin untuk menentukan model aliansi yang cocok untuk
pengembangan agroindustri tersebut dengan AHP. Dengan tahapan ini diharapkan akan diperoleh strategi yang efektif dalam pengadaan bahan baku
agroindustri gelatin guna menunjang sertifikasi mutu. 6. Analisis kinerja kelembagaan penyediaan bahan baku agroindustri gelatin
untuk mengetahui kinerja kelembagaan tersebut serta kekurangan dan kelebihannya dengan DEA.
7. Tahap analisis finansial pengembangan agroindustri gelatin dengan sertifikasi mutu halal yang dapat diimplementasikan oleh investor agroindustri gelatin
dengan bahan baku kulit sapi. 8. Pemodelan sistem pendukung pengambilan keputusan guna membantu
pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan sistem kelembaggan pasokan bahan baku agroindustri gelatin.
9. Verifikasi dan validasi model menggunakan pendapat pakar untuk mengetahui kebenaran sistem dan mendapatkan keabsahan dan keyakinan bahwa model
mampu bekerja sesuai kebutuhan pengambil keputusan.
Gambar 5 Tahapan penelitian rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin dari kulit sapi split
Studi pustaka Analisis Kebutuhan
Formulasi tujuan penelitian
Formulasi masalah pengembangan industri gelatin Mulai
Analisis sistem kelembagaan sertifikasi halal
Strukturisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin
Ide ntifikasi sistem
Analisis kebutuhan pengguna
Analisis sistem kelembagaan penyediaan bahan baku
Analisis sistem pasokan dan pemasok bahan baku kulit sapi
Strukturisasi sistem kelembagaan pemasok bahan baku
Analisis efisiensi kinerja model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin
Formulasi strategi pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku
Analisis potensi bahan baku dan rancangan skala kelayakan usaha industri gelatin
Pemilihan model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku
Kesimpulan dan saran ----- ISM
----- DEA ----- AHP
----- MPE
-----Analisis finansial
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari tanggal 1 Agustus 2008 sampai dengan 30 Juli 2010. Penelitian dilakukan di Jabodetabek, Jawa Barat dan Jawa
Tengah terkait dengan potensi penyediaan bahan baku agroindustri gelatin dan industri penyamakan kulit yang terdapat di Jawa Barat. Penelitian
terutama dilakukan pada beberapa rumah pemotongan hewan yaitu RPH Cakung, RPH Kabupaten dan Kota Bandung. RPH Semarang dan industri
penyamakan kulit PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery yang ada di Jawa Barat.
Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari survai lapang dengan
melakukan wawancara mendalam dan pengisian kuesioner dengan pelaku terkait dan pakar. Pakar yang dimaksud adalah seseorang yang memiliki
tingkat pengetahuan dan kemampuan mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya Hart 1986 dan didasarkan atas pertimbangan dan kriteria-
kriteria antara lain; 1 Keberadaan “responden” dan keterjangkauan serta kesediaan untuk diwawancarai, 2 Mempunyai reputasi, kedudukan dan
telah menunjukan kredibilitasnya sebagai ahli, 3 Telah berpengalamaqn dibidangnya Machfud, 2001 Beberapa pakar yang dilibatkan dalam
penelitian ini berasal dari dua orang dari praktisi agroindustri gelatin, dua orang peneliti agroindustri gelatin dari Badan Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi BPPT, tiga orang pemerhati agroindustri gelatin dari Perguruan Tinggi, dan satu orang dari LPPOM-MUI. Pelaku-pelaku
yang terkait dengan pasokan bahan baku yang digunakan sebagai responden dalam penelitian ini meliputi peternak sapi, Rumah Pemotongan Hewan
RPH, pengepul kulit sapi, dan industri penyamakan kulit. Data sekunder diperoleh melalui instansi terkait dan publikasi dari lembaga-lembaga yang
relevan dengan penelitian ini. Data dan informasi yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup beberapa hal sebagai berikut :
1. Pengumpulan data dan informasi untuk analisis sistem dilakukan wawancara mendalam dan pengisian kuesioner dengan stakeholder
yang terkait dan pakar. Pengumpulan data dan informasi ini dilakukan untuk memperoleh data dan informasi tentang permasalahan dan
kebutuhan pengembangan agroindustri gelatin. 2. Pengumpulan data dan informasi tentang pelaku penyediaan bahan
baku gelatin yang potensial dilakukan melalui wawancara mendalam indepth interview dengan pakar dari akademisi, praktisi dan peneliti
yang dipilih secara purposive yang dapat mewakili semua kepentingan expert survey. Pakar yang diwawancarai dipilih berdasarkan kriteria
sebagai berikut: a memiliki reputasi dalam domain pengetahuan yang diperlukan. b memiliki kedudukan sebagai perencana dan
pengambil keputusan sehingga memiliki pengetahuan struktur sistem. c telah berpengalaman dibidangnya. memiliki kemampuan
berkomunikasi dan bersedia diwawancarai. Pengumpulan data dan informasi dilakukan untuk memperoleh kumpulan pendapat tentang
penentuan bobot, kriteria dan alternatif dalam penentuan agroindustri potensial.
3. Pengumpulan data dan informasi yang berkaitan dengan strukturisasi sistem kelembagaan dilakukan melalui survey pakar expert survey.
Pengumpulan data dan informasi ini dilakukan untuk memperoleh kumpulan pendapat tentang interaksi antar sub elemen dalam suatu
elemen sistem. Data dan informasi tersebut digunakan untuk menentukan sub elemen kunci dari masing-masing elemen serta
kekuatan pendorong driver power dalam elemen sistem tersebut. 4. Data penyediaan bahan baku agroindustri gelatin diperoleh melalui
survey terhadap pedagangpemasok bahan baku agroindustri gelatin yang berada di Jabodetabek, Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Metode Analisis Data
Data dan informasi hasil survey lapang dan pendapat pakar diolah sesuai dengan rancangan metode yang digunakan. Metode analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pemodelan dan strukturisasi sistem kelembagaan penyediaan bahan
baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk sesuai sertifikasi halal dilakukan dengan menggunakan teknik Interpretive
structural modelling ISM, dengan agregasi pendapat pakar
dilakukan dengan metode mean atau modus. 2. Analisis pemilihan model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan
baku agroindustri gelatin yang potensial dilakukan dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial MPE. Agregasi
pendapat pakar dilakukan dengan metode rata-rata. 3. Analisis pengukuran kinerja kelembagaan penyediaan bahan baku
gelatin dilakukan dengan menggunakan metode DEA Data Envelopment Analysis
, dengan satu output yaitu peningkatan kepuasan pelanggan. Kemudian agregasi pendapat pakar dilakukan
dengan rata-rata. 4. Analisis sensitifitas kelayakan usaha agroindustri gelatin untuk
menjamin mutu produk dengan skala sesuai dengan potensi bahan baku kulit sapi split yang tersedia dalam sistem kelembagaan optimal
menggunakan metode analisis finansial agroindustri gelatin yang diintegrasikan pada industri penyamakan kulit.
5. Metode penyusunan strategi pengembangan agroindustri gelatin yang terintegrasi pada industri penyamakan kulit dan
strategi pengembangan model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan
baku agroindustri gelatin dilakukan dengan AHP. 6. Analisis sistem kelembagaaan pasokan bahan baku yang berjalan saat
ini dilakukan dengan analisis deskriptif.
Verifikasi dan Validasi Model
Kredibilitas sebuah model ditentukan oleh aksebilitas model dihadapan para pengguna atau pemangku kepentingan. Penerimaan sebuah model oleh
pengambil keputusan sebagai pengguna harus diuji melalui proses verifikasi dan validasi. Proses ini akan membuktikan kebenaran model dan penerimaan
pengguna terhadap kemampuan dari model. Seluruh rangkaian dalam menghasilkan mulai dari pemuatan elemen sistem nyata, pembangunan logika dan
penulisan kode komputer dengan bahasa pemrograman tertentu akan diperiksa konsistensinya terhadap konsep dan teori yang digunakan.
Verifikasi dan validasi model adalah bagian esensial dari proses pengembangan model agar model diterima dan digunakan untuk mendukung
pengambilan keputusan. Pertanyaan utama yang sering disampaikan kepada seseorang yang memperkenalkan sebuah model adalah keabsahan model sebelum
diterapkan. Verifikasi adalah proses untuk menjamin bahwa model sudah bekerja dengan benar, sedangkan validasi adalah proses menjamin bahwa model
memenuhi kebutuhan yang diharapkan dari segi metoda yang digunakan dan hasil yang diperoleh. Verifikasi dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui kebenaran
kerja model, selanjutnya divalidasi untuk mengetahui kesesuaian model terhadap peruntukannya Carson 2002.
Penelitian dilaksanakan dengan pendekatan sistem untuk menghasilkan sebuah sistem penunjang keputusan. Tujuan dari verifikasi dan validasi adalah
memeriksa kesesuaian model dengan teori-teori dan konsep-konsep yang diterapkan dengan sistem nyata. Verifikasi konseptual dilakukan untuk
mendapatkan relevansi asumsi-asumsi dan teori-teori yang digunakan dalam memodelkan rantai pasok yang telah diwujudkan dalam bentuk persamaan
ataupun pertidaksamaan. Teknik verifikasi yang digunakan adalah menelusuri apakah konsistensi pemakaian relasi dan fungsi pada model sesuai dengan aturan
matematik dan menggambarkan fungsi dari variabel keputusan dalam bentuk grafik. Model yang telah melewati verifikasi secara teoritik dan konseptual diuji
secara komputasional dengan perangkat komputer yang telah disiapkan menggunakan data dari obyek penelitian.
Menurut Carson 2002 menjelaskan beberapa teknik validasi model yang dapat digunakan dan penelitian ini menerapkan teknik face validity. Teknik face
validity ini memungkinkan penelusuran model secara menyeluruh dan utuh
sehingga konsistensi konsep dan kebutuhan pemangku kepentingan dapat dievaluasi secara bersamaan. Face validity dilaksanakan dengan cara bertanya
kepada orang pakar yang mempunyai pengetahuan tentang gelatin dan manajemen pasokan bahan baku agroindustri gelatin serta sertikasi mutu gelatin
mengenai kesesuaian model danatau prilakunya terhadap peruntukannya. Proses ini menggunakan rasionalisme dan empirisme berdasarkan pendapat seseorang
ahli yang mengetahui tentang agroindustri gelatin. Rasionalisme adalah validasi dengan cara deduksi logika untuk menilai asumsi dari model sudah sesuai atau
belum. Empirisme membutuhkan data empiris untuk menilai kesesuaian model dengan peruntukannya.
63
ANALISIS SITUASI PASOKAN BAHAN BAKU AGROINDUSTRI GELATIN
Penelitian ini menganalisis sistem kelembagaan pasokan bahan baku kulit sapi yang digunakan untuk memproduksi gelatin guna memastikan asal usul dan
proses pengadaan bahan baku tersebut telah memperoleh perlakukan yang memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan. Penelitian dilakukan pada industri
penyamakan kulit PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery untuk mengkaji proses perlakukan kulit yang dihasilkan dari industri penyamakan kulit tersebut yang
kemudian digunakan sebagai bahan baku agroindustri gelatin. Data yang dikehendaki adalah data potensi bahan baku, data ketersediaan bahan baku, data
proses produksi kulit samak, data pengadaan kulit dan data distributor dan pemasok kulit sapi ke industri penyamakan kulit. Penelitian dilanjutkan untuk
mengkaji pemasok kulit pada industri penyamakan kulit yaitu RPH Rumah Pemotongan Hewan, pengumpul kulit sapi pada tingkat kelurahan, tingkat
kecamatan dan tingkat propinsi. Data yang diinginkan dari kajian ini adalah data distribusi dan jumlah RPH yang tersedia di suatu wilayah, data proses
pemotongan hewan di RPH terkait, data sertifikasi pelaku pemotongan hewan serta data keterkaitan antara suatu RPH dengan pengumpul kulit atau distributor
kulit. Selain itu juga dikaji kelembagaan dari distributor dan pengumpul kulit yang ada saat ini serta cakupan untuk setiap pengumpul kulit dalam suatu wilayah
Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, atau Jawa Timur.
Industri penyamakan kulit
Industri penyamakan kulit di Indonesia memiliki sejarah panjang dengan para produsen dalam negeri yang sebagian besar menggunakan kulit sapi, kerbau,
domba dan kambing dalam proses produksinya. Industri penyamakan kulit kelas menengah hingga besar berada di sejumlah daerah di seluruh pulau Jawa,
termasuk Jakarta Raya, Jawa Barat Cianjur dan Bandung, Jawa Tengah Yogyakarta, Solo, Semarang dan Jawa Timur Malang, Pasuruan, Sidoarjo dan
Surabaya; sementara penyamakan rumahan sebagian besar berada di Jawa Barat Garut dan Jawa Timur Magetan. Data APKI Asosiasi Penyamakan Kulit
Indonesia 2008 menyebutkan di Indonesia saat ini terdapat 70 industri
64
penyamakan kulit skala menengah dan besar, sementara skala industri rumahan sebanyak 400 unit usaha Tabel 13.
Tabel 13 Jumlah Industri Penyamakan kulit yang beroperasi di Indonesia Tahun
Jumlah industri penyamakan kulit menengah-besar
Jumlah penyamakan kulit rumahan
1998 112
400 2000
76 252
2002 46
136 2004
55 200
2006 67
240 2008
70 400
Sumber: APKI, 2009. Kapasitas produksi pabrik kulit sapi 140 juta kaki persegi atau 5 juta
lembar kulit sapi yang berarti 5 juta ekor per tahun. Dengan bobot rata-rata kulit sapi per lembar sebesar 20 Kg, maka diperlukan bahan kulit sapi sebesar 100 juta
Kg per tahun. Jumlah hasil samping kulit dari proses split mencapai 11,5 dari bahan baku kulit mentah yang diproses Winter 1984, oleh karena itu akan
tersedia bahan baku kulit sapi split sebesar 11.500 ton per tahun di Indonesia. Industri penyamakan kulit yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah PT.
Muhara Dwitunggal Laju Tannery yang bergerak dalam bidang penyamakan kulit, khususnya kulit sapi dan kerbau. Industri ini terletak di Kampung Muhara
Sarongge, Desa Citeureup Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat.
Bahan baku yang digunakan berupa kulit basah dan kulit awet garam yang berasal dari Jawa Barat yaitu; Bekasi, Bogor, Serang, Bandung, Jawa Tengah
yaitu ; Semarang, dan Jawa Timur yaitu; Kediri. Bahan penolong atau pembantu yang digunakan antara lain : NaCl, CaOH
2
, NaHSO
3
NaHSO
4
, H
2
SO
4
Kapasitas produksi pada umumnya tidak tetap, tergantung dari besarnya permintaan dan ketersediaan bahan baku. Rata-rata produksi dapat mencapai 25-
50 ton per bulan. Produk yang dihasilkan berupa kulit samak dengan jenis dan warna yang disesuaikan dengan permintaan konsumen. Pabrik ini mampu
menghasilkan hampir semua jenis kulit samak. ,
HCOOH, chrom tanning, sulfiter fisionil sulfeter fisionil, oropon, sintar, minyak sintesistourel AA, minyak nabati NFO dan sulfeter.
65
Daerah pemasaran kulit jadi merupakan daerah pemasaran domestik dan ekspor. Daerah pemasaran domestik antara lain Bogor, Jakarta, Bandung,
Tangerang, Bekasi, Majalaya, Cibubur. Pasar ekspor salah satunya adalah ke Jepang.
Ketersediaan bahan baku kulit sapi split.
Kulit sapi split merupakan kulit sapi yang dihasilkan dari proses pembelahan kulit menjadi dua bagian untuk mendapatkan ketebalan kulit yang
diharapkan dalam proses penyamakan kulit di Industri penyamakan kulit. Proses spliting
dilakukan setelah proses perendaman basa atau liming untuk mengembalikan kondisi kulit menjadi seperti semula dan proses penghilangan
lemak. Adapun alur proses yang dilakukan oleh industri penyamakan kulit untuk mendapatkan kulit sapi split dapat dilihat pada Gambar 6.
Pencucian penghilangan garam kotoran
Kulit sapi awet garam
Penghilangan bulu Soaking
Perendaman Basa Liming
Pencucian Deliming
Pembelahan spliting Kulit sapi split
Penghilangan lemak Degressing
Pemotongan ujung kulit Trimming
Gambar 6 Diagram alir proses pembuatan kulit sapi split di PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery.
Dari proses ini rata-rata kulit sapi split yang dihasilkan adalah sebesar 20-25 dari jumlah kapasitas bahan baku yang digunakan dalam industri
penyamakan kulit. Oleh karena itu jika penggunaan bahan baku kulit sapi di
66
Industri penyamakan kulit PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery adalah sebesar 2-10 tonhari, maka ketersediaan kulit sapi split adalah berkisar 500 Kg sampai
dengan 2 tonhari Berkaitan dengan mutu bahan baku gelatin proses kritis yang perlu
diperhatikan dalam kegiatan ini adalah penggunaan bahan kimia dalam proses soaking atau penghilangan bulu. Karena proses ini biasanya menggunakan bahan
kimia natrium sulfida yang sangat beracun. Oleh karena itu perlu diperhatikan proses deliming dan pencucian agar mendapatkan hasil yang baik.
Rantai pasokan kulit Sapi
Rantai pasokan kulit sapi dimulai dari peternak sampai pada industri penyamakan kulit. Pelaku rantai pasokan kulit tersebut disajikan pada Gambar 7.
Pedagang sapi Rumah
pemotongan Hewan RPH
Pedagang Pengumpul Kulit
Agenpedagang kulit
Industri penyamakan kulit
Industri gelatin Peternak
Pemeliharaan sapi Pembelian dan
pengiriman sapi Pemotongan dan
pemisahan kulit Pengumpulan, penyimpanan dan
penggaraman kulit sapi Proses penggaraman,
penyimpanan dan distribusi kulit sapi
Proses perendaman dan pemotongan kulit sapi menjadi split
Proses pembuatan gelatin dari kulit sapi split
Gambar 7 Pelaku dan aktifitas rantai pasok kulit sapi Hasil Survey
Peternak sapi merupakan pelaku yang berkepentingan dalam tata-laksana pemeliharaan dan budidaya ternak sapi. Perlakuan sapi pada saat dibudidayakan
dapat mempengaruhi mutu kulit dilihat dari sisi industri penyamakan kulit. Peternak di pulau Jawa pada umumnya melakukan pemeliharaan sapi dengan cara
67
dikandangkan sehingga mutu kulit sapi lebih terjaga, sedangkan peternak dari luar pulau Jawa pemeliharaan sapi dilakukan dengan cara digembalakan tidak
dikandangkan sehingga kulit menjadi kurang baik mutunya karena adanya tanda kepemilikan berupa cap dari setiap sapi peliharaan yang dapat menimbulkan
kerusakan pada kulit. Mutu kulit sapi juga dapat dilihat dari kandungan benda asing yang menempel pada kulit seperti garam atau tanah. Hal ini disebabkan oleh
cara penggaraman yang dilakukan oleh pengumpul kulit sapi yang tidak sesuai dengan prosedur penggaraman yang baik yaitu dengan cara mencampur garam
dengan lumpur laut untuk mengurangi penggunaan jumlah garam. Pedagang sapi bertindak sebagai pembeli sapi dari peternak kemudian
mengirimkan ke Rumah Pemotongan Hewan RPH untuk menjualnya atau melakukan pemotongan. Sebagian besar Rumah Pemotongan Hewan RPH tidak
melakukan pembelian sapi tetapi hanya melakukan pemotongan sapi yang dibawa oleh pedagang sapi.
Rumah Pemotongan Hewan RPH menyediakan tempat peristirahatan bagi sapi yang akan dipotong dan menyediakan tukang potong penjagal. Setiap
penjagal di RPH biasanya sudah mempunyai sertifikasi halal yang diberikan oleh LPPOM-MUI, sedangkan RPH sendiri secara institusi belum mempunyai
sertifikasi halal dari LPPOM-MUI. Proses pengumpulan kulit dimulai dari Rumah Pemotongan Hewan RPH karena proses pemisahan kulit sapi dengan
daging sapi dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan RPH. Pengumpul kulit sapi biasanya dilakukan oleh pedagang sapi atau penjagal
sapi yang berperan sebagai pengumpul kulit sapi. Kulit sapi yang diperoleh di Rumah Pemotongan Hewan RPH kemudian diawetkan dengan penggaraman.
Pengawetan kulit dengan garam dilakukan pada kulit yang akan digunakan sebagai bahan kulit tersamak. Garam yang digunakan dalam pengawetan kulit
adalah garam dapur, bukan garam murni, tetapi garam teknis yang berkadar 90. Pengawetan kulit dengan garam dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu
penggaraman basah wet salting, dan penggaraman kering dry salting. Proses pengawetan kulit dengan penggaraman basah dilakukan dengan merentangkan
kulit yang telah dibersihkan pada lantai miring yang telah ditaburi garam dengan posisi bagian bulu di bawah, dan kemudian pada bagian daging ditaburi garam
68
sebanyak 30 dari berat basah. Selanjutnya, di atas kulit tersebut direntangkan lagi kulit dengan posisi bulu berada di bawah. Bagian daging yang menghadap ke
atas ditaburi garam seperti yang telah dilakukan terhadap kulit yang sebelumnya, begitu seterusnya hingga mencapai tinggi satu meter. Kulit paling atas diletakkan
sebagai penutup dengan posisi bagian bulu di atas, kemudian didiamkan selama satu malam.
Pedagang kulit atau agen kulit biasanya bertindak sebagai pemasok bagi industri penyamakan kulit. Seorang agen kulit mendapatkan kulit dari beberapa
pengumpul kulit yang terdapat di beberapa Rumah Pemotongan Hewan RPH. Tindakan yang dilakukan oleh seorang agen kulit adalah melakukan penggaraman
ulang terhadap setiap kulit yang diterima agar dapat disimpan lebih lama. Penaburan garam oleh agen adalah mengulangi penaburan garam semula
sebanyak 20. Kulit yang telah digarami dibiarkan selama beberapa hari, yakni dua hari sampai empat minggu agar supaya air hasil penggaraman mengalir.
Setelah kadar air minimal tercapai, kulit dilipat dan disimpan hingga proses penyamakan.
Tabel 14 Pemasok bahan baku kulit sapi PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery
No Lokasi
Nama Pema-
sok Asal Kulit
Pasokan Perlakuan
Keterang- an
Rumah Potong
Hewan Pedagang
Frekwensi Minggu
Jumlah ton
Total tonbl
Proses lama
Penyimpanan hr
I Jawa Barat
H. Ruslan Cibinong 2-3 kali
4 48
garam tabur
7 Pemasok
Utama Cakung
Tangerang Hankam
H. Asmuri Cakung 1 kali
4 16
garam tabur
15 Pemasok
tak tetap Tangerang
Jabotabek Gunawan Tangerang H.Yayat 2 kali
6-7 ton 56
7 Pemasok
Utama Bogor
H.Eman Bandung
Helmi Ciwastra
Pemasok tak tetap
Serang Ahin
Serang 1 kali
6 ton 24
garam tabur
Pemasok tak tetap
II Jawa Tengah
Semarang Ismail
Semarang +
1 kali 7 ton
28 garam
tabur 14
Pemasok tak tetap
Solo III Jaw Timur
Kediri Abd Baqi Kediri
+ 1 kali
20 ton 80
garam tabur
Catatan: Hasil survey lapang.
69
Industri penyamakan kulit mendapatkan pasokan kulit dari beberapa agen kulit. Terdapat pemasok utama dan pemasok tak tetap di industri penyamakan
kulit PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery. Pemasok utama dari Jabodetabek dilakukan oleh H. Ruslan dengan pasokan sebanyak empat ton setiap 2-3
kaliminggu. Agen kulit ini memperoleh kulit dari beberapa RPH di Jawa Barat yaitu RPH Cibinong, Cakung, Tangerang dan Hankam. Pemasok utama yang lain
adalah Gunawan yang berasal dari Jabodetabek juga dengan jumlah pasokan 6-7 ton per minggu dua kali pasokan dengan total pasokan perbulan sebanyak 56 ton.
Pemasok kulit bukan utama pemasok tak tetap berasal dari Bandung, Serang, Semarang dan Kediri. Rincian dari jumlah pasokan masing-masing dapat
diperlihatkan pada Tabel 14. Dalam penyediaan bahan baku agroindustri gelatin perlu diperhatikan
titik-titik kritis pada setiap tahapan rantai pasokan bahan baku agar mendapatkan standar mutu yang dikehendaki. Dalam mendapatkan titik kritis tersebut dapat
dilakukan dengan standarisasi mutu tertentu misal standar halal atau dengan HACCP. Untuk memenuhi standar tersebut perlu diperhatikan proses, kandungan
dan asal-muasal bahan baku. Selain itu dalam penyediaan bahan baku melibatkan berbagai tingkatan rantai pasok yang masing-masing memiliki proses dan tahapan
yang berbeda, oleh karena itu untuk dapat mengantisipasi kejadian yang dapat menurunkan atau mengganggu proses jaminan mutu perlu mengidentifikasi setiap
tindakan yang akan berpengaruh dalam proses jaminan mutu, sehingga akan diperoleh alternatif tindakan yang dapat dilakukan dalam mengatasi kondisi kritis
tersebut. Titik kritis dalam proses pengadaan yang perlu diantisipasi adalah adanya kontaminasi pada bahan yang dapat menurunkan mutu dan adanya proses
yang dapat merusak mutu. Titik titik kritis dari pasokan bahan baku agroindustri gelatin disajikankan pada Tabel 15.
70
Tabel 15 Titik-titik kritis proses penyediaan bahan baku gelatin dari kulit sapi.
No Tingkatan rantai
pasok kulit Proses kritis pasokan bahan baku
terhadap mutu produk gelatin Tindakan koreksi
1. Peternak sapi
•
Penggunaan pakan sapi dan pakan tambahan serta obat-
obatan
•
Tempat ternak sapi tidak campur dengan ternak yang
tidak halal Jangan memerima
pasokan sapi terhadap peternak yang belum
teridentifikasi dengan baik
2. Pedagang sapi
•
Penggunaan suplemen makanan dan minuman pada
ternak
•
Penggunaan alat transportasi dan tempat peristirahatan sapi
Setiap pedagang sapi harus mendapat sertifikasi
mutu terhadap dagangannya dan terdaftar
sebagai pemasok sapi
3. Rumah
pemotongan hewan RPH
•
Metode pemotongan sapi
•
Penjagal telah tersertifikasi
•
Tempat peristirahatan sapi Setiap RPH atau TPH
harus menggunakan penjagal yang bersertifikat
4. Pengumpul kulit
•
Proses penggaraman kulit
•
Tempat penyimpanan kulit
•
Alat transportasi kulit Pengumpul kulit harus
terdaftar dan tersertifikasi
5. Pedagang kulit
agen kulit
•
Proses penggaraman kulit
•
Tempat penyimpanan dan proses penyimpanan kulit
•
Proses pengumpulan kulit Tolak bahan baku kulit
yang bukan dari agen yang telah mendapat
persetujuan dari LPPOM MUI
6 Industri
penyamakan kulit
•
Proses penerimaan bahan baku
•
Proses perendaman kulit
•
Penggunaan bahan kimia Identifikasi pemasok
bahan kimia dan perketat proses penerimaan kulit
sesuai standar mutu yang berlaku
7 Agroindustri
gelatin
•
Penggunaan bahan kimia
•
Proses pembuatan gelatin Bahan kimia diperoleh
dari supplier yang bersertifikasi dan proses
tidak menyalahi aturan mutu dan HACCP
Peta jaringan pasokan bahan baku industri penyamakan kulit
Peta jaringan pasokan bahan baku kulit sapi di PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery berasal dari berbagai daerah yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Jabodetabek
dan Jawa Timur. Pemasok kulit dari Jawa Tengah dilakukan oleh Ismail yang memasok kulit setiap minggu sekali sebanyak 28 ton per bulan. Kulit dari Jawa
Tengah diperoleh dari RPH Semarang. Pemasok kulit dari Jawa Barat memperoleh kulit dari RPH Ciwastra Bandung dan RPH Serang. Pemasok kulit
71
dari RPH Ciwastra Bandung dilakukan oleh Helmi dengan pasokan sebanyak 24 ton per bulan dengan jadwal pasokan seminggu sekali. Pemasok kulit dari RPH
Serang dilakukan oleh Ahim yang memasok kulit seminggu sekali dengan jumlah pasokan 24 ton per bulan. Pemasok kulit dari Jabodetabek mendapatkan kulit sapi
dari RPH Cibinong, RPH Cakung, RPH Hankam dan RPH Tangerang. Pemasok kulit dari Jabodetabek dilakukan oleh H. Ruslan, H. Asmuri dan Gunawan. H.
Ruslan dan Gunawan merupakan pemasok kulit utama yang memberikan pasokan kulit setiap minggu masing-masing dua kali dengan jumlah pasokan per bulan
sebesar 48 ton dan 56 ton. H. Asmuri merupakan pemasok tidak tetap yang memasok kulit setiap minggu sekali dengan jumlah pasokan 16 ton per bulan.
Pemasok kulit dari Jawa Timur dilakukan oleh Abdul Baqi dengan pasokan kulit sebesar 80 ton per bulan yang dilakukan dua kali seminggu. Kulit sapi dari Jawa
Timur ini diperoleh dari RPH Kediri, dengan jenis sapi Brahman dan sapi Jawa. Selain itu jika pasokan bahan baku kurang mencukupi, PT. Muhara Dwitunggal
Tanery juga mendapatkan pasokan kulit dari Luar Jawa seperti Kalimantan. Namun kendala pasokan kulit dari luar Jawa adalah mutu kulit yang kurang baik,
sehingga pasokan kulit dari luar Jawa jarang dilakukan. Peta pasokan bahan baku kulit sapi di PT. Muhara Dwitunggal Tanery disajikan pada Gambar 8.
PT. Muhara Dwitunggal Laju
Tanery Jawa barat
Jabodetabek Jawa Tengah
Jawa Timur RPH Cibinong
RPH Cakung RPH Hankam
RPH Tangerang RPH Ciwastra Bandung
RPH Serang
RPH Kediri RPH Semarang
Luar jawa
Kulit impor wet blue
RPH Semarang
PT. Muhara Dwitunggal Laju
Tanery Jawa barat
Jabodetabek Jawa Tengah
Jawa Timur RPH Cibinong
RPH Cakung RPH Hankam
RPH Tangerang RPH Ciwastra Bandung
RPH Serang
RPH Kediri RPH Semarang
Luar jawa
Kulit impor wet blue
RPH Solo
RPH Bogor
Gambar 8 Peta pasokan bahan baku industri penyamakan kulit PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery Hasil Survey.
72
Kelembagaan Sertifikasi Mutu Halal
Analisis sistem kelembagaan pada sertifikasi mutu halal sangat penting dilakukan untuk mengetahui kondisi saat ini dari sistem kelembagaan jaminan
mutu halal. Penentuan sistem kelembagaan yang tepat akan dapat mengatur penggunaan dan alokasi sumberdaya atau input kearah efisiensi yang tinggi,
keadilan fairness kearah pembagian yang lebih merata dan aktifitas ekonomi dapat langgeng. Langkah awal guna mencapai efisiensi dalam alokasi
sumberdaya secara optimal adalah perlunya pembagian pekerjaan sehingga setiap pekerjaan dapat dilaksanakan secara profesional dengan produktifitas yang tinggi.
Peningkatan pembagian pekerjaan selanjutnya akan mengarah kepada spesialisasi ekonomi, sedangkan kelanjutan spesialisasi adalah peningkatan efisiensi dan
produktivitas yang semakin tinggi. Setiap produsen harus memenuhi kebutuhan dan hak konsumen, termasuk
konsumen Muslim. Memproduksi produk halal adalah bagian dari tanggungjawab perusahaan kepada konsumen muslim. Di Indonesia, untuk memberikan
keyakinan kepada konsumen bahwa produk yang dikonsumsi adalah halal, maka perusahaan perlu memiliki Sertifikat Halal LPPOM MUI.
Perusahaan yang telah mensertifikasikan halal untuk produknya dituntut menyiapkan suatu sistem untuk menjamin kesinambungan proses produksi halal
secara konsisten. Sistem yang menjamin kesinambungan halal secara konsisten disebut Sistem Jaminan Halal SJH. Sistem ini merupakan sebuah sistem yang
mengelaborasikan, menghubungkan, mengakomodasikan dan mengintegrasikan konsep-konsep syariat Islam khususnya terkait dengan halal-haram, etika usaha
dan manajemen keseluruhan, prosedur dan mekanisme perencanaan, implementasi dan evaluasinya pada suatu rangkaian produksiolahan bahan yang akan
dikonsumsi umat Islam. SJH dibuat untuk memperoleh dan sekaligus menjamin bahwa produk-produk tersebut halal. SJH dibuat sebagai bagian integral dari
kebijakan perusahaan, bukan merupakan sistem yang berdiri sendiri. SJH sebagai sebuah sistem pada suatu rangkaian produksi. Konsep-konsep syariat dan etika
usaha akan menjadi input utama dalam SJH yang senantiasa akan dijiwai dan didasari kedua konsep tersebut. Prinsip Sistem Jaminan Halal SJH pada
dasarnya mengacu pada konsep Total Quality Management TQM, yaitu sistem
73
manajemen mutu terpadu yang menekankan pada pengendalian mutu pada setiap lini. Sistem Jaminan Halal SJH merupakan bagian tidak terpisahkan dalam
proses sertifikasi halal. Prosedur proses sertifikasi halal dapat dilihat pada Gambar 9.
Dokumen SJH1 Pendaftaran
Dolumen sertifikasi produk
Audit produk
Evaluasi audit Audit
memorandum bahan
Fatwa ulama
Sesuai
Sertifikat halal Dokumen SJH2
Ya Ya
Tidak Tidak
Gambar 9 Diagram alir proses sertifikasi halal di PT. Muhara
Dwitunggal Laju Tannery
Hasil survey
.
Sistem Jaminan Halal SJH harus dipadukan dalam keseluruhan manajemen, yang berpijak pada empat konsep dasar, yaitu komitmen yang dapat
memenuhi permintaan dan persyaratan konsumen, meningkatkan mutu produksi dengan harga yang terjangkau, produksi bebas dari kerja ulang, bebas dari
penolakan dan penyidikan. Untuk mencapai hal tersebut perlu menekankan pada tiga aspek zero limit, zero defect dan zero risk. Dengan penekanan pada tiga zero
tersebut, tidak boleh ada sedikitpun barang haram yang digunakan, tidak boleh ada proses yang menimbulkan keharaman produk, dan tidak menimbulkan resiko
dengan penerapan ini. Oleh karena itu perlu adanya komitmen dari seluruh bagian organisasi manajemen, dimulai dari pengadaan bahan baku sampai distribusi
74
pemasaran. Sistem Jaminan Halal SJH berkembang karena kesadaran dan kebutuhan konsumen muslim untuk melindungi dirinya agar terhindar dari produk
yang dilarang haram dan meragukan syubhat menurut ketentuan syariah Islam. Sistem jaminan Halal SJH dalam penerapannya harus diuraikan secara tertulis
dalam bentuk Manual Halal yang meliputi lima aspek: 1 Pernyataan kebijakan perusahaan tentang halal Halal policy 2 Panduan halal Halal Guidelines 3.
Sistem Organisasi Halal 4 Uraian titik kendali kritis keharaman produk 5 Sistem audit halal internal LPPOM MUI, 2008.
Manajemen halal merupakan organisasi internal perusahaan yang mengelola seluruh fungsi dan aktivitas manajemen dalam menghasilkan produk halal.
Manajemen yang terlibat merupakan perwakilan dari manajemen puncak, Quality Assurance
QAQuality Control QC, produksi, research and development R D, purchasing, PPIC serta pergudangan. Organisasi manajemen halal dipimpin
oleh seorang Koordinator Auditor Halal Internal KAHI yang melakukan koordinasi dalam menjaga kehalalan produk serta menjadi penanggungjawab
komunikasi antara perusahaan dengan LPPOM MUI. Struktur organisasi manajemen halal di PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery dapat dilihat pada
Gambar 10.
Direktur
Koordinator Auditor Halal Internal
LP POM MUI
QA QC Purchasing
R D Produksi
Gudang
Gambar 10 Struktur organisasi manajemen halal Divisi Gelatin di
PT. Muhara
Dwitunggal Laju Tannery
Hasil survey
.
Persyaratan, tugas dan wewenang auditor halal internal adalah sebagai berikut : 1. Persyaratan Auditor halal internal
a. Karyawan tetap perusahaan bersangkutan b. Koordinator Tim Auditor halal internal adalah seorang muslim yang
mengerti dan menjalankan syariat Islam.
75
c. Berada dalam lingkup Manajemen Halal. d. Berasal dari bagian yang terlibat dalam proses produksi secara umum
seperti bagian QAQC, RD, Purchasing, Produksi dan Pergudangan. e. Memahami titik kritis keharaman produk, ditinjau dari bahan maupun
proses produksi secara keseluruhan. f. Diangkat melalui surat keputusan pimpinan perusahaan dan diberi
kewenangan penuh untuk melakukan tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan SJH termasuk tindakan perbaikan terhadap kesalahan
sampai pada penghentian produksi atau penolakan bahan baku, sesuai dengan aturan yang ditetapkan LPPOM MUI
2. Tugas Tim Auditor halal internal secara umum a. Menyusun Manual SJH perusahaan
b. Mengkoordinasikan pelaksanaan SJH c. Membuat laporan pelaksanaan SJH
d. Melakukan komunikasi dengan pihak LPPOM MUI. 3. Uraian Tugas dan Wewenang Auditor halal internal berdasarkan fungsi setiap
bagian yang terlibat dalam struktur manajemen halal: a. Manajemen puncak
1 Merumuskan kebijakan perusahaan yang berkaitan dengan kehalalan produk yang dihasilkan.
2 Memberikan dukungan penuh bagi pelaksanaan SJH di perusahaan. 3 Menyediakan fasilitas dan sarana yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan SJH. 4 Memberikan wewenang kepada koordinator auditor halal internal
untuk melakukan tindakan tertentu yang dianggap perlu yang berkaitan dengan pelaksanaan SJH termasuk tindakan perbaikan
terhadap kesalahan sampai pada penghentian produksi atau penolakan bahan baku, sesuai dengan aturan yang ditetapkan LPPOM MUI.
b. Riset dan Pengembangan R D
76
1 Menyusun sistem pembuatan produk baru berdasarkan bahan yang telah disusun oleh KAHI dan diketahui oleh LPPOM MUI
2 Menyusun sistem perubahan bahan sesuai dengan ketentuan halal. 3 Mencari alternatif bahan yang jelas kehalalalannya.
4 Melakukan komunikasi dengan KAHI dalam formulasi dan pembuatan produk baru.
c. Pengendalian dan Pengawasan Mutu Quality Assurance Quality Control 1 Menyusun dan melaksanakan prosedur pemantauan dan pengendalian
untuk menjamin konsistensi produksi halal. 2 Melaksanakan pemeriksaan terhadap setiap bahan yang masuk sesuai
dengan sertifikat halal, spesifikasi dan produsennya. 3 Melakukan komunikasi dengan KAHI terhadap setiap penyimpangan
dan ketidakcocokan bahan dengan dokumen kehalalan. d. Pembelian Purchasing
1 Menyusun prosedur dan melaksanakan pembelian yang dapat menjamin konsistensi bahan sesuai dengan daftar bahan yang telah
disusun oleh KAHI dan diketahui oleh LPPOM MUI 2 Melakukan komunikasi dengan KAHI dalam pembelian bahan baru
dan atau pemilihan pemasok baru. 3 Melakukan evaluasi terhadap pemasok dan menyusun peringkat
pemasok berdasarkan kelengkapan dokumen halal e. Produksi Production
1 Menyusun prosedur produksi yang dapat menjamin kehalalan produk 2 Melakukan pemantauan produksi yang bersih dan bebas dari bahan
haram dan najis. 3 Menjalankan kegiatan produksi sesuai dengan matrik formulasi bahan
yang telah disusun oleh KAHI dan diketahui oleh LPPOM MUI. 4 Melakukan komunikasi dengan KAHI dalam hal proses produksi halal.
Sistem audit internal merupakan sistem auditing yang dilakukan oleh perusahaan secara periodik untuk mengevaluasi pelaksanaan sistem jaminan halal.
77
Pelaksanaan auditing internal dilakukan oleh tim organisasi halal yang dikoordinir oleh Auditor internal halal. Tujuan dilaksanakannya audit internal antara lain:
1. Untuk memastikan konsistensi operasi untuk memelihara mutu halal suatu produk
2. Memperbaiki cara produksi dengan memperhatikan tahapan proses yang dianggap kritis bagi kehalalan produk
3. Menetapkan kerangka kerja untuk proses peningkatan mutu lebih lanjut 4. Mengevaluasi dan menetapkan secara jelas tanggungjawab dan wewenang
dari personel kunci yang menentukan pada kegiatan produksi secara halal. Untuk mencegah terjadinya kesalahan dan penyimpangan dalam proses
produksi halal, perusahaan perlu mengetahui dan menentukan titik-titik kritis keharaman produk. Titik kritis ini mengacu pada pedoman halal yang telah dibuat,
yang mencakup bahan-bahan yang digunakan untuk berproduksi, serta tahapan- tahapan proses yang mungkin berpengaruh terhadap keharaman produk. Untuk
menentukan titik-titik kendali kritis, harus dibuat dan diverifikasi bagan alir bahan, yang selanjutnya diikuti dengan analisa, tahapan yang berpeluang untuk
terkena kontaminasi bahan yang menyebabkan haram. Dalam hal ini harus ada sistem yang dapat mendeteksi, dimana bahan haram berpeluang untuk
mempengaruhi kehalalan produk. Tahapan berikut dapat digunakan untuk menyusun Haram Analysis Critical Control Point HrACCP.
1 ditentukan dan diakses seluruh bahan yang haram dan najis 2 ditentukan titik-titik kendali kontrol
3 dibuat prosedur pemantauan 4 diadakan tindakan untuk mengoreksi
5 diadakan sistem pencatatan 6 dibuat prosedur verifikasi
Kebijakan-kebijakan perusahaan tentang produksi halal secara operasional dirumuskan dalam Prosedur Pelaksanaan Baku SOP. SOP tersebut menguraikan
hal-hal atau tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh bagian operasional sesuai dengan bidangnya masing-masing. Misalnya SOP untuk RD menguraikan
prosedur perubahan formula, penggantian bahan, dan pengembangan produk. SOP untuk bagian purchasing akan menjelaskan ketentuan tentang penentuan supplier,
78
penggantian supplier, dan syarat-syarat kelengkapan order bahan, dsb. SOP untuk bagian QAQC menguraikan tentang prosedur penggunaan bahan bahan, dst.
Secara administratif, perusahaan harus mendisain suatu sistem administrasi terintegrasi yang dapat ditelusuri traceable dari pembelian bahan sampai dengan
distribusi produk. Secara rinci administrasi yang terkait dengan SJH dimulai dari administrasi bagian pembelian bahan Purchasing, penerimaan barang Quality
Control QC, penyimpanan bahan WarehousingPPIC, Riset dan Pengembangan
RD, Produksi Operasi, Penyimpanan Produk Finish Product dan Distribusi. Secara skematik sistem administrasi yang terintegrasi disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11 Rantai sistem administrasi SJH di PT. Muhara
Dwitunggal Laju Tannery Hasil Survey.
Dari Gambar 11 terlihat bahwa proses administrasi dalam pembelian bahan perlu melakukan pengecekan terhadap bahan yang dibeli secara
penelusuran bahan. Tetapi dari informasi ini belum diperoleh proses penelusuran dan sistem penelusuran yang dapat memudahkan pihak perusahaan untuk
mendapatkan data dan informasi tentang bahan yang dibeli secara cepat. Oleh karena itu pelu adanya sistem kelembagaan penelusuran bahan baku yang dapat
diintegrasikan dengan sistem SJH sehingga proses pengecekan pada saat pembelian bahan dapat dilakukan secara cepat dan tepat serta tidak menyalahi
aturan sertifikasi halal.
Analisis jaminan mutu pasokan bahan baku di beberapa agroindustri gelatin
Agroindustri gelatin lain yang disurvey adalah agroindustri gelatin yang berada di Pandaan Jawa Timur. Industri ini menggunakan bahan baku tulang sapi,
sehingga gelatin yang dihasilkan juga merupakan gelatin halal. Kapasitas Pembelian
Penerimaan Penyimpanan
Pengolahan Pengiriman
Penyimpanan
Pengendalian mutu
Penelitian dan Pengembangan
Produksi
79
produksi yang dimiliki oleh industri ini sebesar 1 tonbulan, dengan rendemen sebesar rata-rata 10, maka bahan baku tulang sapi yang dibutuhkan setiap
bulannya adalah sekitar 10 ton. Dalam pengadaan bahan baku industri ini melakukan kerjasama dengan
pemasok tulang yang berada di Jombang. Proses pengadaan bahan baku dilakukan dengan kontrak kerjasama dengan cara jual beli sesuai kualitas yang
diharapkan dengan spesifikasi tulang dalam keadaan sudah dicacah dan dikeringkan. Pedagang tulang atau pemasok membeli tulang di pasar atau RPH
dengan harga Rp 1000Kg, kemudian pemasok melakukan pencacahan dan pengeringan dengan menggunakan alat yang sudah disediakan agroindustri
gelatin, kemudian agroindustri gelatin membeli tulang yang sudah kering tersebut dengan harga Rp.3000Kg. Industri ini tidak hanya menghasilkan gelatin, tetapi
juga menghasilkan kolagen yang berasal dari tulang. Selain itu ampas tulang yang telah diekstrak akan mengasilkan phosfat yang digunakan sebagai campuran
pakan ternak. Namun dengan berjalannya waktu proses pengadaan bahan baku ini mempunyai kendala kualitas yaitu pasokan tulang yang diberikan tidak memenuhi
kualitas yaitu masih terdapat banyaknya kandungan lemak dalam tulang hasil pencacahan yang dilakukan oleh pemasok sehingga mempersulit proses produksi
gelatin yang diharapkan sudah tidak ada lemak lagi dari tulang yang akan diproses sebagai bahan bakunya. Untuk menghindari hal ini berlanjut lagi proses
penyiapan bahan baku dilakukan juga oleh agroindustri gelatin untuk mendapatkan spesifikasi tulang yang diharapkan yaitu tulang kering yang sudah
dicacah lembut dengan tidak ada lemak didalamnya. Selain itu untuk meningkatkan pasokan tulang dari pemasok yang sesuai spesifikasi yang
diharapkan agroindustri gelatin melakukan pelatihan dan penyediaan peralatan yang dapat digunakan oleh pemasok untuk melakukan proses awal penyediaan
bahan baku. Agroindustri gelatin berikutnya yang dipelajari adalah industri Qinghai
gelatin. Industri Qinghai Gelatin berada di Cina yang memproduksi gelatin dari berbagai bahan baku. Bahan baku untuk memproduksi gelatin halal berasal dari
kulit sapi dan tulang sapi. Untuk memproduksi gelatin halal perusahaan tersebut telah memisahkan tempat dengan gelatin tidak halal. Adapun proses produksi
80
untuk mendapatkan mutu halal di agroindustri gelatin ini telah menggunakan aturan standar yang baku yang meliputi pengadaan bahan baku, penyimpanan
bahan baku, dan proses produksinya. Rincian proses untuk mendapatkan produk gelatin halal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Persyaratan umum dalam pembelian bahan baku: a. Berdasarkan persyaratan Islam dalam penyembelihan hewan,
sebelum disembelih hewan harus dalam keadaan hidup, sehingga dapat dikatakan “halal”. Ketika bahan baku sampai ke pabrik
harus ditentukan oleh pegawai yang profesional. b. Bahan baku halal yang dibeli tidak dibenarkan menggunakan alat
transportasi yang kotor dan kebanyakan polusi. c. Penentuan bahan baku halal dilakukan oleh tiga orang, dua orang
pegawai yang menguji bahan baku, satu berasal dari perusahaan gelatin, dan satunya lagi berasal dari pabrik pemasok bahan baku,
dan seorang manajer bahan baku dari perusahaan yang harus bertanggung jawab untuk menandatangi dan memberikan stempel.
Pengujian dapat dilakukan pada saat penimbangan dalam bongkar muat barang. Proses bongkar muat merupakan proses yang sangat
ketat dan dapat tertumpuk setelah pemeriksaan mutu lebih lanjut. 2. Kondisi tempat bahan baku:
a. Tidak boleh terpolusi kotoran b. Tidak boleh mengandung bahan pengotor lain
c. Tempat harus dalam keadaan bersih tidak terkena hujan d. Harus tersedia wilayah bahan baku halal, dengan diberikan logo
halal yang ditempelkan. Tempat harus bersih, setiap kotoran dan bahan baku tidak halal tidak
boleh dicampur dalam bahan baku halal, jika hal ini ditemukan, maka semua bahan baku yang sudah terpolusi tersebut tidak digunakan untuk
memproduksi produk halal. 3. Persyaratan air untuk membersihkan peralatan
a. Harus air alami b. Air yang sudah digunakan sebelumnya tidak boleh untuk mencuci.
81
c. Air yang sudah terkena najis tidak boleh untuk mencuci alat. 4. Persyaratan membersihkan alat dari najis menurut Islam:
a. Najis yang terlihat atau tidak harus dicuci b. Alat harus dicuci tujuh kali, yang salah satunya menggunakan
campuran air dan tanah c. Pencucian pertama untuk menghilangkan adanya najis dengan
menggunakan sedikit air dan tanah, air yang digunakan untuk pencucian awal tidak boleh digunakan lagi dan pencucian kedua
dan selanjutnya dengan air yang tidak boleh digunakan lagi dan seterusnya.
d. Banyaknya tanah yang digunakan untuk membersihkan alat bergantung pada perkiraan bahan padat yang terdapat pada kotoran.
5. Persyaratan proses produksi a. Pemandangan proses produksi harus bersih, tidak boleh ada
tumpukan puing-puing. Dalam setiap bagian proses, dilarang ada barang yang tidak halal, lingkungan harus bersih dan sehat.
Tumpukan bahan baku halal dilarang berserakan dimana-mana. b. Dalam setiap bagian proses, perlu menggunakan alat khusus dan
tidak boleh dicampurkan dengan peralatan yang menggunakan bahan baku tidak halal.
c. Seleksi bahan baku tahap kedua harus tertumpuk secara tertib dengan besar, sedang dan kecil. Pemandangan seleksi tahap dua
harus menjaga kebersihan dan kesehatan. d. Setelah mengurutkan tumpukan bahan baku, tempat penumpukan
harus diberi logo halal, dan tidak boleh digunakan untuk menumpuk bahan tidak halal.
Dari kedua agroindustri gelatin tersebut dapat disimpulkan bahwa agroindustri gelatin yang terdapat di Pandaan Jawa Timur, lebih mementingkan
pemberdayaan pedagang pemasok dalam usaha untuk mendapatkan pasokan bahan baku gelatin dari tulang sapi karena adanya spesifikasi yang harus dipenuhi
agar proses produksi dapat dilakukan secara lebih efisien, sedangkan agroindustri gelatin Qinghai yang berada di Cina lebih menekankan pada usaha penjaminan
82
mutu secara internal dalam perusahaan untuk mendapatkan pasokan bahan baku yang bermutu sesuai standar yang telah ditentukan.
Permasalahan kelembagaan jaminan mutu pasokan agroindustri gelatin
Untuk membangun sebuah struktur kelembagaan agroindustri gelatin diperlukan beberapa aktor yang berperan. Setiap aktor yang berperan memiliki
kebutuhan masing-masing. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi kebutuhan setiap pelaku atau institusi yang terlibat dan berkepentingan dalam sistem.
Berdasarkan hasil kajian, komponen pelaku atau institusi yang terlibat beserta dengan kebutuhannya dalam rekayasa sistem kelembagaan agroindustri gelatin
adalah sebagai berikut: a Peternak
• Keuntungan memadai • Harga sarana produksi tidak berfluktuasi
• Harga produk peternakan yang stabil dan wajar • Kemudahan dalam pemasaran produk peternakan
• Kemudahan memperoleh modal dengan kredit dari lembaga keuangan • Tersedianya teknologi budidaya dan pascapanen yang terjangkau
• Terkendalinya risiko penyakit pada ternak yang dipelihara
b Pedagang kulit pengepul • Kemudahan memperoleh informasi pasar
• Kestabilan harga • Keuntungan yang optimal
• Kontinuitas pasokan bahan baku terjamin • Terkendalinya risiko transportasi
c Rumah Pemotongan Hewan • Tersedianya sarana dan prasarana yang bersertifikat
• Kemudahan akses teknologi • Kemudahan akses informasi harga dan sarana produksi
• Kemudahan melakukan koordinasi pedagang dan pemasok sapi • Tersedianya SDM yang paham tentang pemotongan hewan yang benar
d Industri penyamakan kulit
83 • Keuntungan yang memadai
• Pengembalian atas investasi yang tinggi • Terjaminnya bahan baku kulit sapi
• Pangsa pasar meningkat • Ketersediaan informasi asal-usul bahan baku
• Ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan dan bermutu • Terjaminnya pemasaran produk
e Agroindustri gelatin • Ketersediaan bahan baku yang berkesinambungan dan bermutu
• Harga bahan baku yang stabil dan dapat diprediksi • Tercapainya target produksi
• Keuntungan yang memadai • Pengembalian investasi yang tinggi
• Pangsa pasar meningkat • Iklim usaha yang baik
• Terjaminnya pemasaran produk
f Konsumen • Kemudahan akses produk yang bermutu
• Kestabilan harga produk • Pasokan produk yang stabil
• Kemudahan akses informasi pasar dan produk • Produk tersedia dengan kuantitas dan mutu yang cukup
g Lembaga keuangan • Peningkatan jumlah nasabah
• Pengembalian kredit lancar • Mendapatkan kepastian usaha pemberian kredit
• Minimnya risiko kredit macet • Peningkatan penyaluran dana dalam sektor usaha produktif
• Terjaminnya pengembalian investasi yang ditanam
h Pemerintah pusatdaerah • Peningkatan lapangan kerja dan kesempatan berusaha
84 • Tercipta iklim investasi agroindustri yang kondusif
• Peningkatan pendapatan asli daerah • Peningkatan mutu produk dan komoditas
• Peningkatan daya saing produk agroindustri • Peningkatan produktivitas petani
i Perguruan Tinggi Lembaga Penelitian • Tersedianya sarana untuk melakukan penelitian
• Kemudahan akses informasi • Peningkatan daya saing produk agroindustri
• Kemudahan akses teknologi
Permasalahan yang sering muncul dalam rekayasa sistem kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk adalah
konflik kepentingan antar aktor atau pelaku yang terlibat. Hal ini karena terjadinya ketidakseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan masing-masing aktor.
Adapun rincian dari permasalahan tersebut adalah Informasi asal usul bahan baku kurang memadai sehingga mutu bahan baku tidak terjamin kehalalannya, Kinerja
kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin belum terjalin dengan baik sehingga setiap pelaku mempunyai keinginan untuk mengejar keuntungan yang
besar, sumberdaya manusia SDM pada Rumah Pemotongan Hewan RPH belum bersertifikat sehingga proses pemotongan hewan belum terjamin
kehalalannya. Posisi tawar peternak kecil dalam penentuan harga kulit sapi sangat rendah karena kurangnya akses informasi pasar. Selain itu
Belum berkembangnya kesadaran peternak dalam berorganisasi dan bermitra dengan pihak lain dalam
meningkatkan taraf hidup dan peningkatan sumberdaya manusia sehingga belum memberlakukan proses manajemen usaha secara efektif. Belum tersedianya
dukungan infrastruktur yang memadai berupa Rumah Pemotongan Hewan RPH yang bersertifikat. Keterbatasan modal dan kesulitan petani mendapatkan kredit
komersial, karena usaha pertanian dan agroindustri dianggap memiliki risiko yang relatif tinggi sehingga menyebabkan peran lembaga keuangan belum beroperasi
secara optimal dalam menunjang pengembangan agroindustri.
85
PEMODELAN SISTEM
Konfigurasi Model
Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang
mempunyai kepentingan yang berbeda, bersifat dinamis, komplek dan probabilistik. Untuk memecahkan permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan
pemodelan sistem. Sistem hasil pemodelan dirancang dalam bentuk perangkat lunak sistem pendukung pengambilan keputusan yang diharapkan dapat
digunakan sebagai alat bantu pengambilan keputusan dalam manajemen pasokan bahan baku kulit sapi untuk agroindustri gelatin guna meningkatkan dan
menjamin mutu produk gelatin khususnya yang berkaitan dengan jaminan mutu halal.
Model sistem penunjang keputusan penelusuran pasokan bahan baku gelatin diimplementasikan dengan bahasa visual agar memudahkan pemangku
kepentingan dalam menggunakan sistem tersebut. Model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin terdiri dari tiga komponen
utama yaitu sistem manajemen basis model, sistem manajemen basis data, dan sistem manajemen dialog. Adapun konfigurasi dari model sistem penunjang
keputusan penelusuran jaminan mutu bahan baku agroindustri gelatin dapat dilihat pada Gambar 12.
86
Gambar 12 Konfigurasi sistem penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin
Sistem Manajemen Basis Model
Sistem manajemen basis model kelembagaan penelusuran jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin terdiri dari empat model yaitu model
kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku kulit sapi, model pemilihan bentuk struktur kelembagaan optimal, dan model penentuan strategi kelembagaan
sistem jaminan mutu, model analisa finansial pengembangan agroindustri gelatin dari kulit dengan standarisasi mutu halal dan pengembangan agroindustri gelatin
yang menjamin mutu produk.
• Data elemen kelembagaan pasokan bahan baku kulit
• Data proses dan kelembagaan sertifikasi halal
• Data analisa finansial dan proses produksi gelatin
• Data kendala dan konflik antar pelaku pasokan bahan baku halal
• Data strategi kelembagaan pasokan bahan baku
Sistem Manajemen Basis Data
• Model kelembagaan pasokan bahan baku halal ISM
• Model analisa finansial agroindustri gelatin
• Model pemilihan struktur kelembagaan optimal
MPE+DEA • Model formulasi strategi
kelembagaan pasokan bahan baku halal dan pengembangan
agroindustri gelatin AHP
Sistem Manajemen Basis Model Data
Model
Sistem pengolah terpusat
Sistem manajemen dialog
Pengguna
87
Model Kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku
Model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku kulit sapi digunakan untuk mendapatkan elemen dan subelemen kunci dalam rekayasa
sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Untuk memodelkan kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri
gelatin digunakan metode ISM. Metode tersebut, mengkaji bentuk keterkaitan antar elemen dan sub-elemen dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan
bahan baku agroindustri gelatin. Elemen yang dianalisis adalah lembaga yang terkait pada pengembangan sistem jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri
gelatin, aktifitas yang perlu dilakukan dalam sistem jaminan mutu, perubahan yang dimungkinkan dalam sistem, tujuan dan kendala dalam sistem dan tolok
ukur untuk menilai keberhasilan sistem. Sub-elemen dari tiap elemen dianalisis dan diuraikan sesuai kebutuhan dan formulasi permasalahan. Pada metode ISM
pengguna diberi kebebasan dalam menentukan jumlah dan nama sub-elemen untuk setiap elemen yang dikaji. Proses interaksi dilakukan untuk mengetahui
hirarki dan klasifikasi setiap sub-elemen. Proses perbandingan antar sub-elemen dilakukan oleh pakar. Pakar yang digunakan dalam model ini adalah praktisi
agroindustri gelatin, peneliti dan akademisi. Secara keseluruhan diagram alir model kelembagaan sistem jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin
dapat ditunjukkan pada Gambar 13.
88
Mulai Input jumlah elemen, dan
jumlah sub elemen Input elemen, dan sub
elemen Penilaian hubungan kontekstual
subelemen setiap elemen oleh beberapa pakar
Agregasi penilaian pakar Perhitungan matriks SSIM setiap elemen
Perhitungan matriks RM setiap elemen
Transitif?
Modifikasi matriks SSIM Pembentukan Matriks RM
gabungan
Penentuan sub elemen kunci Strukturisasi dan penentuan
kategori sektor subelemen
Struktur kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku
Selesai Tidak
Ya
Gambar 13 Diagram alir model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku kulit sapi untuk agroindustri gelatin
Model Strategi Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku
Model penentuan strategi kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin digunakan untuk memilih strategi yang tepat dalam
89
mengimplementasikan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan dan penelusuran bahan baku agroindustri gelatin.
Model strategi kelembagaan dikembangkan menggunakan metode AHP Analytical Hierarchy Process. Goal dari model ini adalah pemilihan strategi
pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin. Dengan actor model adalah rumah pemotongan hewan RPH, pedagang sapi,
agen atau pemasok kulit sapi, industri penyamakan kulit, lembaga perbankan dan pemerintah pusat atau daerah. Tujuan dari model adalah meningkatnya kepastian
asal-usul dan jaminan mutu bahan baku kulit sapi, meningkatnya mutu bahan baku kulit sapi dan produk gelatin, mempermudah pengurusan label mutu halal,
tercipta agroindustri gelatin yang berkelanjutan, meningkatnya diversifikasi produk dari kulit sapi, dan meningkatnya kepercayaan konsumen terhadap mutu
produk gelatin. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan strategi dalam model ini adalah informasi mutu bahan baku dan produk mudah diakses, jaminan mutu
bahan baku dan produk, jaminan informasi mutu bahan baku, proses pengurusan setifikasi mutu lebih mudah, meningkatnya minat investor, meningkatnya
lapangan kerja dan meningkatnya kepercayaan konsumen. Alternatif strategi dalam model adalah 1 pengembangan sistem informasi penelusuran mutu bahan
baku, 2 pembuatan peraturan pemerintah pusat ataupun daerah tentang aplikasi mutu halal, 3 pemberdayaan setiap pelaku rantai pasok dalam mengontrol mutu
halal, 4 integrasi industri hulu-hilir dalam aplikasi manajemen mutu, 5 kelembagaan independen proses dan sertifikasi jaminan mutu halal. Diagram alir
dari model strategi kelembagaan sistem jaminan mutu pasokan dapat dilihat pada Gambar 14.
90
Mulai
Penilaian perbandingan setiap elemen oleh
beberapa pakar Penyusunan Struktur hierarki: Tujuan,
aktor, faktor, alternatif strategi kelembagaan pasokan bahan baku
Perhitungan perkalian baris Perhitungan vektor prioritas
Perhitungan nilai eigen maksimum Perhitungan indeks konsistensi dan ratio
konsistensi Cek konsistensi
Penyusunan matrik gabungan penilaian pakar
Hitung indeks konsistensi dan ratio konsistensi gabungan
Cek konsistensi gabungan
Tampilkan alternatif prioritas
Selesai Tidak
Tidak
Gambar 14 Diagram alir strategi kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin
Model Pemilihan Bentuk Kelembagaan Jaminan Mutu
Model pemilihan bentuk kelembagaan optimal digunakan untuk memilih bentuk kelembagaan sistem jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri
gelatin yang optimal dan sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Model ini menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial MPE. Diagram alir dari
model ini disajikan pada Gambar 15.
91
Mulai
Tentukan alternatif dan kriteria
Tentukan pakar
Input penilaian setiap pakar
Input bobot kriteria
Hiung nilai alternatif
Lengkap?
Hitung agregasi nilai alternatif Tampilkan alternatif pilihan
Selesai
Gambar 15 Diagram alir pemilihan struktur kelembagaan optimal jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin
Model Analisis Finansial Pengembangan Agroindustri Gelatin
Setelah diperoleh model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku, maka kemudian dianalisis kelayakan finansial dari pengembangan agroindustri
gelatin dengan dukungan kelembagaan tersebut. Model analisa finansial pengambangan agroindustri gelatin digunakan untuk mengetahui tingkat
keuntungan usaha agroindustri gelatin dari kulit sapi split yang diintegrasikan pada industri penyamakan kulit.
92
Mulai Biaya tetap :
1. Tanah dan bangunan 2. sarana dan prasarana
3. Alat dan mesin pengolahan Biaya variabel :
1. Biaya bahan baku 2. Biaya bahan pembantu
3. biaya utilitas Target produksi
Skenario model kelayakan: 1. Dept Equity ratio DER, harga jual
2. Tenggang waktu pengembalian pinjaman 3. Suku bunga, bagi hasil
4. Harga bahan baku 5. Harga produk
6. Rendemen produk Asumsi asumsi:
1. Umur proyek 2. Kapasitas produksi efektif
Hitung: 1. Biaya penyusutan
2. Biaya pemeliharaan dan asuransi Hitung:
1. Rugi-laba 2. Arus kas Cash-flow
Hitung: 1. Keuntungan bersih
2. NPV, Net BC, IRR 3. Pay Back period PBP
Hitung sensitifitas: 1. Harga bahan baku naik
2. Harga produk turun 3. Harga bahan baku naik dan harga
produk turun
Selesai Cetak kelayakan
finansial
Gambar 16 Diagram alir analisis finansial pengembangan agroindustri gelatin
Selain itu model analisa finansial juga digunakan untuk mengetahui nilai investasi dan modal yang digunakan serta tingkat sensitifitas investasi dengan skenario
penurunan dan peningkatan harga bahan baku, bahan penunjang dan penurunan harga produk gelatin. Diagram alir model analisa finansial dapat dilihat pada
Gambar 16.
93
Sistem Manajemen Basis Data
Sistem manajemen basis data digunakan untuk memasukan, menyimpan dan memperbaharui data yang digunakan dalam sistem pendukung pengambilan
keputusan jaminan mutu pasokan bahan baku kuliut sapi untuk agroindustri gelatin. Sistem manajemen basis data terdiri dari lima subsistem basis data yaitu
data kelembaggan sertifikasi dan jaminan mutu, data persyaratan dan proses srtifikasi mutu halal, data nalisa keuangan dan proses produksi gelatin, data
elemen dan sub elemen kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku, dan data strategi kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku.
Data kelembagaan sertifikasi mutu
Data kelembagaan sertifikasi mutu digunakan untuk menginputkan, menyimpan dan mengupdate data-data yang berkaitan dengan kelembagaan
sertifikasi mutu yang meliputi data pelaku kelembagaan sertifikasi mutu yang ada saat ini, data proses dan persyaratan sertifikasi mutu yang ada saat ini yang
berkaitan dengan bahan baku dan produk agroindustri serta data persyaratan sertifikasi mutu bahan baku. Data ini digunakan dalam model pemilihan bentuk
struktur kelembagaan sistem jaminan mutu bahan baku agroindustri gelatin yang optimal.
Data proses sertifikasi halal
Data proses sertifikasi mutu halal digunakan untuk menginputkan, menyimpan dan mengupdate serta menampilkan data yang berkaitan dengan
proses sertifikasi halal yang meliputi data persyaratan sertifikasi halal, data proses dan langkah-langkah sertifikasi halal, data pelaku yang bertanggungjawab
terhadap sertifikasi halal dan data dokumentasi yang digunakan dalam proses pelabelan sertifikasi halal. Data ini digunakan untuk menganalisa kelembagaan
proses setifikasi mutu halal sehingga diperoleh gambaran kendala dan kemungkinan rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku
gelatin untuk memenuhi sertifikasi halal.
Data proses produksi dan analisis finansial agroindustri gelatin
Data proses produksi dan analisis finansial agroindustri digunakan untuk menginputkan, menyimpan dan mengupdate data yang digunakan dalam model
94
analisis finansial agroindustri gelatin yang meliputi data investasi, data proses produksi dan peralatan produksi, data asumsi-asumsi analisis finansial, data bahan
baku dan bahan pendukung serta data kapasitas produksi dan rendemen produk. Data asumsi yang digunakan dalam analisis finansial meliputi data bunga bank,
data umur proyek, data sumber investasi dan data nilai penyusutan.
Data elemen kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku
Data elemen kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku digunakan untuk menginputkan, menyimpan dan mengupdate data elemen dan suelemen
serta nilai perbandingan kontekstual subelemen oleh pakar dalam model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Data yang
disimpan dalam basis data ini adalah data subelemen kunci dari setiap elemen kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku, data sektor setiap subelemen dan
data struktur elemen kunci kelembagaan.
Data strategi kelembaggan jaminan mutu pasokan bahan baku
Data strategi kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin merupakan basis data yang digunakan untuk menyimpan, mengupdate dan
menginputkan data penilaian pakar dalam model strategi kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Disamping itu data yang disimpan
adalah struktur AHP dengan tingkat level target, pelaku, tujuan, kriteria dan alternatif, serta nilai bobot dari setiap level struktur tersebut.
Sistem Manajemen Dialog
Sistem manajemen dialog merupakan sistem yang dirancang untuk mempermudah melakukan interaksi antara sistem yang dimodelkan dengan
program komputer dengan pengguna user. Pengguna dapat menginputkan data dan atau pilihan skenario untuk mendapatkan output keluaran yang diharapkan
dari hasil pengoperasian model. Output dari model dapat berupa informasi atau data yang berkaitan dengan pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk
menjamin mutu produk. Untuk memudahkan interaksi dengan pengguna, maka sistem manajemen dialog dirancangan dengan menggunakan bahasa visual
dengan diberikan menu-menu pilihan yang berkaitan dengan model sistem kelembagaan, model analisa finansial dan model pengukuran kinerja
kelembagaan.
95
KELEMBAGAAN JAMINAN MUTU PASOKAN BAHAN BAKU AGROINDUSTRI GELATIN
Strukturisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku
Strukturisasi elemen sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin menggunakan pendekatan teknik Interpretive Structure
Modeling ISM . Proses strukturisasi dilakukan berdasarkan hasil konsultasi
terhadap beberapa pakar dari beberapa pihak yang terlibat dalam pengembangan agroindustri gelatin. Pihak-pihak yang dilibatkan dalam analisis struktur
kelembagaan dengan ISM ini adalah pakar dari perguruan tinggi, pakar dari industri penyamakan kulit, pakar dari agroindustri gelatin, pakar dari lembaga
sertifikasi mutu dan pakar dari lembaga penelitian dan pengembangan yang sedang melakukan penelitian gelatin, serta pakar dari industri penyamakan kulit
Lampiran 1. Untuk menstrukturisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin, elemen-elemen sistem yang dikaji dalam
penelitian ini adalah: 1 elemen tujuan dari sistem, 2 elemen kendala utama dari sistem, 3 elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem, 4 perubahan
yang dimungkinkan dalam implementasi sistem, 5 elemen aktivitas utama yang perlu dilakukan dalam sistem dan 6 elemen pelaku sistem kelembagaan.
Dari keenam elemen sistem tersebut masing-masing elemen yang dikaji dijabarkan lagi menjadi sejumlah sub-elemen sistem dengan berdasarkan pendapat
pakar. Selanjutnya dilakukan penilaian hubungan kontekstual antar sub-elemen pada setiap elemen dalam sistem yang hasilnya dirangkum dalam bentuk
Structural Self Interaction Matrix SSIM . Kemudian dibuat tabel Reachability
Matrix RM dengan mengganti empat simbol V, A, X, O yang digunakan untuk
mewakili tipe hubungan yang ada antara dua elemen dari sistem menjadi bilangan 1 dan 0.
a Struktur Elemen Tujuan Sistem
Elemen tujuan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin berdasarkan hasil kajian mendalam dengan pakar
diperoleh 13 sub-elemen yaitu: T1 Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan
96
mutu bahan baku, T2 Meningkatkan kepercayaan konsumen, T3 Meningkatkan mutu bahan baku dan produk, T4 Mempermudah pengurusan label standarisasi
halal, T5 Mempermudah penelusuran asal usul bahan baku, T6 Mewujudkan agroindustri gelatin yang berkelanjutan, T7 Meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang pentingnya mutu produk, T8 Meningkatkan harga produk dengan jaminan mutu, T9 Meningkatkan kegiatan perekonomian daerah, T10
Meningkatkan minat investor terhadap agroindustri gelatin, T11 Informasi mutu mudah diakses masyarakat, T12 Pelaku usaha lebih mengedepankan mutu dalam
setiap usahanya, T13 Standarisasi mutu menjadi budaya bagi setiap pemasok bahan baku agroindustri gelatin.
Setiap sub-elemen tujuan sistem dinilai dengan pendekatan ISM-VAXO oleh beberapa pakar dari perguruan tinggi, pakar dari agroindustri gelatin, pakar
dari lembaga sertifikasi mutu, pakar dari lembaga penelitian, dan pakar dari industri penyamakan kulit yang dilibatkan dalam penelitian. Kemudian hasil
penilaian tersebut diagregasi untuk mendapatkan nilai pendapat pakar gabungan dengan pendekatan nilai terbanyak atau rata-rata. Hasil penggabungan pendapat
pakar dalam bentuk Structural Self Interaction Matrix SSIM. Kemudian dibuat
tabel Reachability Matrix RM dengan mengganti V, A, X, O dengan bilangan 1
dan 0 disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16 Reachability Matrix RM pada elemen tujuan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin.
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 DP R T1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 13 1
T2 1
1 1
1 1
1 6 5
T3 1
1 1
1 1
1 1
1 8 4
T4 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
11 2 T5
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 13 1
T6 1
1 1
3 6 T7
1 1
1 1
1 1
1 1
8 4 T8
1 1
1 1
1 1
1 1
8 4 T9
1 1 8
T10 1
1 2 7
T11 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 10 3
T12 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 10 3
T13 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 10 3
D 2 10
9 3
2 11 9
8 13 12
8 10
6 L
9 4
5 8
9 3
5 6
1 2
6 4
7
97
Keterangan :
D= Dependen, DP = Driver Power, R = Ranking, L = Level T1 Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku
T2 Meningkatkan kepercayaan konsumen T3 Meningkatkan mutu bahan baku dan produk
T4 Mempermudah pengurusan label standarisasi halal T5 Mempermudah penelusuran asal usul bahan baku
T6 Mewujudkan agroindustri gelatin yang berkelanjutan T7 Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu produk
T8 Meningkatkan harga produk dengan jaminan mutu T9 Meningkatkan kegiatan perekonomian daerah
T10 Meningkatkan minat investor agroindustri gelatin T11 Informasi mutu mudah diakses masyarakat
T12 Pelaku usaha lebih mengedepankan mutu dalam setiap usahanya T13 Standarisasi mutu menjadi budaya bagi setiap pemasok bahan baku
Pendapat pakar gabungan kemudian dianalisis dengan ISM untuk mendapatkan sub-elemen kunci dan struktur dari sub-elemen - sub-elemen
tersebut berdasarkan tingkat daya dorongnya driver power. Sub-elemen kunci dapat diketahui dari nilai driver power dan dependen pada Reachability Matrix
RM , kemudian nilai-nilai ini digambarkan dalam empat kuadran dari koordinat
dependen dan driver power untuk mengetahui tingkat independen, tingkat linkage, tingkat dependen dan tingkat autonomous dari setiap sub-elemen yang dikaji.
Hasil analisis ISM pada elemen tujuan sistem dapat digambarkan dengan
nilai Reachability Matrix RM berdasarkan pendapat pakar gabungan seperti
terlihat pada Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16 tersebut terlihat bahwa sub-elemen yang mempunyai nilai driver power teringgi pada elemen tujuan sistem
kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah sub- elemen T1 Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku, dan
T5 Mempermudah penelusuran asal usul bahan baku. Untuk mengetahui keberadaan dari setiap sub-elemen dalam empat
kuadran tingkat dependensinya, maka dilakukan pemetaan nilai driver power dan nilai dependen. Hasil pemetaan nilai driver power dan nilai dependen dari elemen
tujuan sistem dapat dilihat pada Gambar 17.
98
Gambar 17 Pemetaan driver power-dependent sub-elemen tujuan sistem kelembagaan jaminan mutu
Dari Gambar 17 terlihat bahwa sub-elemen yang berada pada kuadran independen adalah sub-elemen T1 Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan
mutu bahan baku, T4 Mempermudah pengurusan label standarisasi halal, T5 Mempermudah penelusuran asal usul bahan baku dan T13 Standarisasi mutu
menjadi budaya bagi setiap pemasok bahan baku. Sub-elemen ini merupakan elemen yang mempunyai potensi untuk dapat mendorong tercapainya tujuan sub-
elemen lain jika sub-elemen tersebut dapat tercapai dengan baik. Hasil strukturisasi sub-elemen tujuan sistem kelembagaan jaminan mutu
pasokan bahan baku agroindustri gelatin dari hasil analisis menggunakan ISM dapat dilihat pada Gambar 18.
99
Gambar 18 Struktur hirarki elemen tujuan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin.
Dari Gambar 18 terlihat bahwa sub-elemen T1 Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku, dan sub-elemen T5 Mempermudah
penelusuran asal usul bahan baku merupakan sub-elemen yang menjadi pendorong utama demi tercapainya tujuan sub-elemen lain, sehingga dapat
disimpulkan bahwa sub-elemen tersebut sebagai sub-elemen kunci dari elemen tujuan sistem model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri
gelatin. Kepastian asal usul bahan baku merupakan persyaratan utama untuk
mendapatkan jaminan mutu produk, karena dengan asal-usul yang pasti dapat dilakukan penelusuran bahan baku dengan lebih mudah dan dapat meningkatkan
kepercayaan konsumen, disamping itu dengan kepastian asal usul bahan baku dapat memberikan kepastian proses produksi, karena telah diketahuinya sifat dan
karakteristik bahan baku secara pasti. Penelusuran asal usul bahan baku yang dapat dilakukan secara mudah merupakan tujuan yang akan dicapai dalam sistem
kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin agar dapat memudahkan proses sertifikasi halal.
Keterangan:
T1 Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku
T2 Meningkatkan kepercayaan konsumen
T3 Meningkatkan mutu bahan baku dan produk
T4 Mempermudah pengurusan label standarisasi halal
T5 Mempermudah penelusuran asal usul bahan baku
T6 Mewujudkan agroindustri gelatin yang berkelanjutan
T7 Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu produk
T8 Meningkatkan harga produk dengan jaminan mutu
T9 Meningkatkan kegiatan perekonomian daerah
T10 Meningkatkan minat investor agroindustri gelatin
T11 Informasi mutu mudah diakses masyarakat
T12 Pelaku usaha lebih mengedepankan mutu dalam setiap usahanya
T13 Standarisasi mutu menjadi budaya bagi setiap pemasok bahan baku
100
b Struktur elemen kendala sistem
Elemen kendala dalam sistem jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin berdasarkan hasil kajian mendalam dengan pakar, diperoleh
15 sub-elemen yaitu: H1 Lemahnya sistem kelembagaan jaminan mutu yang ada, H2 Kurangnya pembinaan terhadap pelaku pasokan bahan baku, H3 Lemahnya
kontrol mutu pada setiap tingkatan pelaku, H4 Lemahnya koordinasi antar pihak terkait, H5 Lokasi asal usul bahan baku yang mempunyai karakterisitik berbeda,
H6 Budaya masyarakat yang belum mengedepankan nilai mutu produk, H7 Pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah, H8 Pengendalian mutu
belum dilaksanakan secara berkesinambungan, H9 Peraturan investasi daerah yang kurang mendukung, H10 Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten, H11
Sumber bahan baku yang tidak terdeteksi asal-usulnya, H12 Adanya pemasok bahan baku yang memasok secara musiman, H13 Informasi mutu yang belum
transparan dan tersebar luas di masyarakat, H14 Kesadaran masyarakat tentang mutu yang masih kurang, H15 Pengusaha lebih mengutamakan keuntungan dari
pada peningkatan mutu. Setiap sub-elemen kendala dari sistem dinilai dengan pendekatan ISM-
VAXO oleh beberapa pakar yang dilibatkan dalam penelitian. Kemudian hasil penilaian tersebut diagregasi untuk mendapatkan nilai pendapat pakar gabungan
dengan pendekatan nilai terbanyak atau rata-rata jika penilaian cukup dekat atau merata. Hasil pendapat pakar gabungan kemudian dianalisis dengan ISM untuk
mendapatkan sub-elemen kunci dan struktur dari sub-elemen tersebut berdasarkan tingkat daya dorongnya driver power. Sub-elemen kunci dapat diketahui dari
nilai driver power dan dependent pada Reachability Matrix RM, kemudian nilai- autonomous.
Hasil analisis ISM pada elemen kendala sistem dapat ditunjukan dengan nilai Reachability Matrix RM berdasarkan pendapat pakar gabungan seperti
terlihat pada Tabel 17.
101
Tabel 17 Reachability Matrix RM pada elemen kendala sistem kelembagaan
jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin.
H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9 H10 H11 H12 H13 H14 H15 DP R H1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
12 3
H2 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 12
3 H3
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
10 5
H4 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 12
3 H5
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 15
1 H6
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
12 3
H7 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
15 1
H8 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 14
2 H9
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 15
1 H10
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 15
1 H11
1 1
1 1
1 1
1 7
6 H12
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 11
4 H13
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
10 5
H14 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 12
3 H15
1 1
1 1
1 5
7 D
14 13
13 11
4 12
5 15
13 5
15 12
15 15
15 L
2 3
3 5
7 4
6 1
3 6
1 4
1 1
1
Keterangan:
D= Dependen, DP = Driver Power, R = Ranking, L = Level H1 Lemahnya sistem kelembagaan jaminan mutu yang ada
H2 Kurangnya pembinaan terhadap pelaku pasokan bahan baku H3 Lemahnya kontrol mutu pada setiap tingkatan pelaku
H4 Lemahnya koordinasi antar pihak terkait H5 Lokasi asal usul bahan baku yang mempunyai karakterisitik berbeda
H6 Budaya masyarakat yang belum mengedepankan nilai mutu produk H7 Pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah
H8 Pengendalian mutu belum dilaksanakan secara berkesinambungan H9 Peraturan investasi daerah yang kurang mendukung
H10 Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten H11 Sumber bahan baku yang tidak terdeteksi asal-usulnya
H12 Adanya pemasok bahan baku yang mensuply secara musiman H13 Informasi mutu yang belum transparan dan tersebar luas di masyarakat
H14 Kesadaran masyarakat tentang mutu yang masih kurang H15 Pengusaha lebih mengutamakan keuntungan dari pada peningkatan mutu
Berdasarkan Reachability Matrix RM tersebut terlihat bahwa sub-elemen yang mempunyai nilai driver power tertinggi pada elemen kendala sistem
kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah sub- elemen H5 Lokasi asal usul bahan baku yang mempunyai karakterisitik berbeda,
H7 Pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah, H9 Peraturan investasi daerah yang kurang mendukung, dan H10 Kebijakan pemerintah yang
tidak konsisten. Contoh kebijakan pemerintah yang tidak konsisten adalah adanya
102
peraturan daerah tentang investasi daerah yang berbeda setiap daerah dan tidak sesuai dengan peraturan pemerintah pusat yang cenderung mempersulit investor.
Untuk mengetahui keberadaan dari setiap sub-elemen tersebut dalam empat kuadran tingkat dependensinya, maka dilakukan pemetaan nilai driver
power dan nilai dependent. Hasil pemetaan nilai driver power dan nilai dependent
dari elemen kendala sistem dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19 Pemetaan driver power-dependent sub-elemen kendala sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin
Dari Gambar 19 tersebut terlihat bahwa sub-elemen yang berada pada kuadran independent adalah sub-elemen H5 Lokasi asal usul bahan baku yang
mempunyai karakterisitik berbeda, H7 Pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah, dan H10 Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. Sub-
elemen ini merupakan sub-elemen yang mempunyai potensi pendorong terjadinya kendala dari sub-elemen lain jika sub-elemen tersebut menjadi kendala sistem,
sedangkan sub-elemen H9 Peraturan investasi daerah yang kurang mendukung masuk dalam kuadran linkage maka sub-elemen ini akan menjadi kendala jika ada
103
kendala lain yang mempengaruhinya, tetapi jika terjadi akan mempunyai tingkat pengaruh yang tinggi terhadap sub-elemen lain. Oleh karena itu perlu perlakukan
yang hati-hati terhadap sub-elemen ini karena tingkat driver power dan dependency
yang tinggi.
Gambar 20 Struktur hirarki elemen kendala sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin
Dari Gambar 20 terlihat bahwa sub-elemen H5, H7, dan H10 merupakan sub-elemen yang menjadi pendorong utama akan terjadinya kendala sub-elemen
lain. Karena sub-elemen H9 merupakan sub-elemen yang berada dalam kuadran linkage
maka sub-elemen tersebut harus dikaji dengan hati-hati karena walaupun mempunyai daya dorong yang tinggi tetapi juga mempunyai tingkat
kebergantungan yang tinggi terhadap sub-elemen lain untuk menjadi elemen sistem. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sub-elemen tersebut bukan
sebagai sub-elemen kunci. Sub-elemen kunci dari elemen kendala sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah H5
Lokasi asal usul bahan baku yang mempunyai karakterisitik berbeda, H7 Pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah, dan H10 Kebijakan
pemerintah yang tidak konsisten. Lokasi asal usul bahan baku kulit sapi tersebar di beberapa daerah yaitu
Jabodetabek, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur. Setiap daerah tersebut mempunyai karakterisitik bahan baku yang spesifik, karena proses penanganan
Keterangan:
H1 Lemahnya sistem kelembagaan jaminan mutu yang ada
H2 Kurangnya pembinaan terhadap pelaku pasokan bahan baku
H3 Lemahnya kontrol mutu pada setiap tingkatan pelaku
H4 Lemahnya koordinasi antar pihak terkait
H5 Lokasi asal usul bahan baku yang mempunyai karakterisitik berbeda
H6 Budaya masyarakat yang belum mengedepankan nilai mutu produk
H7 Pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah
H8 Pengendalian mutu belum dilaksanakan secara berkesinambungan
H9 Peraturan investasi daerah yang kurang mendukung
H10 Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten
H11 sumber bahan baku yang tidak terdeteksi asal-usulnya
H12 Adanya pemasok bahan baku yang mensuply secara musiman
H13 Informasi mutu yang belum transparan dan tersebar luas di masyarakat
H14 Kesadaran masyarakat tentang mutu yang masih kurang
H15 Pengusaha lebih mengutamakan keuntungan dari pada peningkatan mutu
104
bahan baku yang berbeda dan jarak dengan sumber bahan baku yang cukup bervariasi, sehingga akan mempengaruhi mutu bahan baku dan waktu penyediaan
bahan baku. Oleh karena itu untuk mengatasi kendala ini dapat dilakukan dengan kontrak kerjasama terhadap pemasok dengan standar mutu tertentu sehingga akan
diperoleh kepastian mutu dan jumlah bahan baku yang tersedia. Kendala utama penyediaan bahan baku kulit sapi adalah kurangnya pasokan
bahan baku industri penyamakan kulit, karena kebijakan pemerintah yang memberikan peluang adanya ekspor kulit mentah, sehingga penyediaan bahan
baku menjadi tidak pasti disamping itu kendala kebijakan impor kulit yang dibatasi pada negara tertentu saja yaitu malaysia, sehingga penyediaan bahan baku
tidak dapat dilakukan secara optimal.
c Struktur elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem
Elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin berdasarkan hasil kajian mendalam
dengan pakar tediri dari 13 sub-elemen yaitu: U1 Meningkatnya minat investor pada agroindustri gelatin pada industri penyamakan kulit, U2 Meningkatnya
jumlah lapangan kerja baru pada agroindustri gelatin, U3 Meningkatnya pendapatan asli daerah, U4 Memudahkan akses informasi mutu bahan baku, U5
Memudahkan akses informasi asal usul bahan baku, U6 Memudahkan proses pembuatan label mutu halal, U7 Meningkatnya pendapatan agroindustri kulit
sapi, U8 Meningkatnya diversifikasi produk kulit sapi, U9 Meningkatnya jumlah kredit yang tersalurkan dalam agroindustri, U10 Terjaminnya mutu bahan baku
dan produk gelatin, U11 Kesadaran akan pentingnya mutu produk meningkat, U12 Harga produk stabil, dan U13 Masuknya produk dalam perdaganyan
global .
Setiap sub-elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem dinilai dengan pendekatan ISM-VAXO oleh beberapa pakar yang dilibatkan dalam
penelitian. Kemudian hasil penilaian tersebut diagregasi untuk mendapatkan nilai pendapat pakar gabungan dengan pendekatan nilai terbanyak atau rata-rata jika
penilaian cukup dekat dan merata. Hasil pendapat pakar gabungan kemudian dianalisis dengan ISM untuk mendapatkan sub-elemen kunci dan struktur dari
sub-elemen tersebut berdasarkan tingkat daya dorongnya driver power. Sub-
105
elemen kunci dapat diketahui dari nilai driver power dan dependent pada Reachability Matrix RM
, kemudian nilai-nilai ini digambarkan dalam grafik empat kuadran independent, linkage, dependen dan autonomous untuk setiap sub-
elemennya. Hasil analisis menggunakan ISM pada elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem dapat digambarkan dengan nilai Reachability
Matriks RM seperti terlihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Reachability Matrix RM pada elemen tolok ukur keberhasilan sistem
kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin.
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 U11 U12 U13 DP R U1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
10 3
U2 1
1 1
1 1
1 6
4 U3
1 1
5 U4
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 13
1 U5
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 13
1 U6
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
10 3
U7 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
11 2
U8 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
11 2
U9 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
11 2
U10 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
13 1
U11 1
1 1
1 1
1 6
4 U12
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
10 3
U13 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
13 1
D 12
11 13
9 9
6 10
10 10
8 8
10 12
L 2
3 1
5 5
7 4
4 4
6 6
4 2
Keterangan:
D= Dependent, DP = Driver Power, R = Ranking, L = Level U1 Meningkatnya minat investor pada industri gelatin pada industri penyamakan kulit
U2 Meningkatnya jumlah lapangan kerja baru pada agroindustri gelatin U3 Meningkatnya pendapatan asli daerah
U4 Memudahkan akses informasi mutu bahan baku U5 Memudahkan akses informasi asal usul bahan baku
U6 Memudahkan proses pembuatan label mutu halal U7 Meningkatnya pendapatan agroindustri kulit sapi
U8 Meningkatnya diversifikasi produk kulit sapi U9 Meningkatnya jumlah kredit yang tersalurkan dalam agroindustri
U10 Terjaminnya mutu bahan baku dan produk gelatin U11 Kesadaran akan pentingnya mutu produk meningkat
U12 harga produk stabil U13 Masuknya produk dalam perdaganyan global
Berdasarkan Reachability Matrix RM tersebut terlihat bahwa sub-elemen yang mempunyai nilai driver power tertinggi pada elemen tolok ukur keberhasilan
implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri
106
gelatin adalah sub-elemen U4 Memudahkan akses informasi mutu bahan baku produk, U5 Memudahkan akses informasi asal usul bahan baku produk, U10
Terjaminnya mutu bahan baku dan produk gelatin, dan U13 Masuknya produk dalam perdagangan global.
Untuk mengetahui keberadaan dari setiap sub-elemen tersebut dalam empat kuadran tingkat dependensinya, maka dilakukan pemetaan nilai driver power dan
nilai dependent. Hasil pemetaan nilai driver power dan nilai dependent dari elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem dapat ditunjukkan dengan
Gambar 21.
Gambar 21 Pemetaan driver power-dependent sub-elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin
Dari Gambar 21 terlihat bahwa sub-elemen yang berada pada kuadran independent
adalah sub-elemen U6 Memudahkan proses pembuatan label mutu halal, sedangkan sub-elemen U4, U5, U10 dan U13 yang merupakan sub-elemen
dengan nilai driver power tertinggi berada dalam kuadran linkage maka sub elemen ini perlu dianalisis lebih lanjut, karena merupakan sub-elemen yang rentan
107
terhadap pengaruh sub-elemen lain jika digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan implementasi sistem.
Hasil strukturisasi sub-elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem dari analisis sistem menggunakan ISM dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22 Struktur hirarki elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin
Dari Gambar 22 tersebut terlihat bahwa sub-elemen U4, U5, U10 dan U13 merupakan sub-elemen yang menjadi pendorong utama akan tercapainya tolok
ukur keberhasilan implementasi sub-elemen lain. Karena sub-elemen tersebut berada dalam kuadran linkage yang juga mempunyai tingkat dependensi yang
tinggi, maka perlu dikaji dengan hati-hati untuk memasukan elemen tersebut sebagai elemen kunci dalam sistem, karena sub elemen ini masih rentan untuk
dipengaruhi oleh sub-elemen lain. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sub- elemen tersebut bukan sebagai sub-elemen kunci, sehingga sub-elemen kunci dari
elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah sub-elemen yang berada dalam
kuadran independent yaitu U6 Memudahkan proses pembuatan label mutu halal. Tolok ukur keberhasilan implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu
pasokan bahan baku agroindustri gelatin dapat dilihat dari proses pembuatan label sertifikasi mutu, jika proses sertifikasi dapat dilakukan secara lebih mudah dan
cepat, maka sistem sudah dapat diimplementasikan secara baik, karena mempengaruhi tolok ukur yang lain.
Keterangan:
U1 Meningkatnya minat investor pada industri gelatin pada industri
penyamakan kulit U2
Meningkatnya jumlah lapangan kerja baru pada industri gelatin U3
Meningkatnya pendapatan asli daerah U4
Memudahkan akses informasi mutu bahan baku U5
Memudahkan akses informasi asal usul bahan baku U6
Memudahkan proses pembuatan label mutu halal U7
Meningkatnya pendapatan agroindustri kulit sapi U8
Meningkatnya diversifikasi produk kulit sapi U9
Meningkatnya jumlah kredit yang tersalurkan dalam agroindustri U10
Terjaminnya mutu bahan baku dan produk gelatin U11
Kesadaran akan pentingnya mutu produk meningkat U12
harga produk stabil U13
Masuknya produk dalam perdagangan global
108
d Struktur elemen perubahan yang dimungkinkan dalam sistem
Elemen perubahan yang dimungkinkan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin berdasarkan hasil kajian mendalam
dengan pakar, tediri dari 14 sub-elemen yaitu: P1 Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku produk, P2 Memudahkan akses informasi asal-usul
bahan baku produk, P3 Audit mutu dapat dilakukan lebih cepat, P4 Sertifikasi mutu dapat diurus secara lebih mudah, P5 Jaminan mutu dapat dilakukan pada
setiap pelaku jaringan pasokan bahan baku, P6 Setiap pengusaha diharuskan memberlakukan sistem standarisasi mutu, P7 Pengawasan mutu dapat dilakukan
lebih mudah, P8 Harga produk dijamin stabil, P9 Kepercayaan konsumen meningkat, P10 Standarisasi mutu halal menjadi kebiasaan yang tidak perlu
dipaksakan, P11 Kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu meningkat, P12 Pelabelan standarisasi mutu dapat dilakukan lebih cepat, P13 Memperkuat
kelembagaan jaminan mutu, P14 Kemampuan bersaing dalam perdagangan dunia pasar global.
Hasil analisis ISM pada elemen perubahan yang dimungkinkan dalam implementasi sistem dapat digambarkan dengan nilai Reachability Matriks RM
berdasarkan pendapat pakar gabungan seperti terlihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Reachability Matrix RM pada elemen perubahan yang dimungkinkan
terhadap sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin
P1 P2
P3 P4
P5 P6
P7 P8
P9 P10
P11 P12
P13 P14 DP R
P1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 14
1 P2
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 13
2 P3
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
12 3
P4 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 12
3 P5
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
12 3
P6 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 14
1 P7
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
10 4
P8 1
1 1
1 1
1 1
7 7
P9 1
1 1
1 1
1 1
7 7
P10 1
1 1
1 1
1 1
1 1
9 5
P11 1
1 1
1 1
1 1
1 1
9 5
P12 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 14
1 P13
1 1
1 1
1 1
1 1
8 6
P14 1
1 8
D 3
4 13
9 7
8 12
10 13
13 13
10 13
14 L
9 8
2 5
7 6
3 4
2 2
2 4
2 1
109
Keterangan:
D= Dependent, DP = Driver Power, R = Ranking, L = Level P1 Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku produk
P2 Memudahkan akses informasi asal-usul bahan baku produk P3 Audit mutu dapat dilakukan lebih cepat
P4 Sertifikasi mutu dapat diurus secara lebih mudah P5 Jaminan mutu dapat dilakukan pada setiap pelaku jaringan pasokan bahan baku
P6 Setiap pengusaha diharuskan memberlakukan sistem standarisasi mutu P7 Pengawasan mutu dapat dilakukan lebih mudah
P8 Harga produk dijamin stabil
P9 Kepercayaan konsumen meningkat
P10 Standarisasi mutu halal menjadi kebiasaan yang tidak perlu dipaksakan P11 Kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu meningkat
P12 Pelabelan standarisasi mutu dapat dilakukan lebih cepat P13 Memperkuat kelembagaan jaminan mutu
P14 Kemampuan bersaing dalam perdagangan dunia pasar global
Berdasarkan Reachability Matriks RM tersebut terlihat bahwa sub-elemen yang mempunyai nilai driver power tertinggi pada elemen perubahan yang
dimungkinkan dalam implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah sub-elemen P1 Penyediaan sistem
informasi penelusuran bahan baku produk, P6 Setiap pengusaha diharuskan memberlakukan sistem standarisasi mutu, dan P12 Pelabelan standarisasi mutu
dapat dilakukan lebih cepat. Untuk mengetahui keberadaan dari setiap sub-elemen dalam empat kuadran
tingkat dependensinya, maka dilakukan pemetaan nilai driver power dan nilai dependent
. Hasil pemetaan nilai driver power dan nilai dependent dari elemen perubahan yang dimungkinkan dalam implementasi sistem dapat dilihat pada
Gambar 23.
110
Gambar 23 Pemetaan driver power-dependent sub-elemen perubahan yang dimungkinkan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin
Dari Gambar 23 di atas terlihat bahwa sub-elemen yang berada pada kuadran independent adalah sub-elemen P1 dan P2. Sub-elemen P6 dan P12 juga
merupakan sub-elemen dengan nilai driver power tertinggi, tetapi berada dalam kuadran linkage, maka sub elemen ini perlu dianalisis lebih lanjut untuk dapat
menjadi sub-elemen kunci karena merupakan sub-elemen yang rentan terhadap pengaruh sub-elemen lain sebagai sub-elemen perubahan yang dimungkinkan
dalam implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku. Hasil strukturisasi sub-elemen perubahan yang dimungkinkan dalam implementasi
sistem dari analisis menggunakan ISM disajikan pada Gambar 24.
111
Gambar 24 Struktur hirarki elemen perubahan yang dimungkinkan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin
Dari Gambar 24 tersebut terlihat bahwa sub-elemen P1, P6, dan P12 merupakan sub-elemen yang menjadi pendorong utama pada sub-elemen lain
untuk dapat dilakukannya perubahan yang dimungkinkan dalam implementasi sistem. Karena sub-elemen P6 dan P12 berada dalam kuadran linkage maka sub-
elemen ini perlu dikaji dengan hati-hati untuk dapat menjadi sub-elemen kunci karena masih rentan terhadap pengaruh sub-elemen lain sebagai sub-elemen kunci
perubahan yang dimungkinkan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sub-elemen tersebut bukan sebagai sub-
elemen kunci, sehingga sub-elemen kunci dari elemen perubahan yang
dimungkinkan dalam implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah P1 Penyediaan sistem informasi
penelusuran bahan baku produk. Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku agroindustri gelatin
akan memberikan transparansi informasi untuk setiap pemangku kepentingan pengembangan agroindustri gelatin. Dengan adanya transparansi informasi
tersebut akan memudahkan pengambilan keputusan untuk dapat memberikan jaminan mutu produk gelatin, sehingga memudahkan pembuatan sertifikasi mutu
dan meningkatkan kepercayaan konsumen.
Keterangan:
P1 Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku produk
P2 Memudahkan akses informasi asal-usul bahan baku produk
P3 Audit mutu dapat dilakukan lebih cepat
P4 Sertifikasi mutu dapat diurus secara lebih mudah
P5 Jaminan mutu dapat dilakukan pada setiap pelaku jaringan pasokan bahan baku
P6 Setiap pengusaha diharuskan memberlakukan sistem standarisasi mutu
P7 Pengawasan mutu dapat dilakukan lebih mudah
P8 Harga produk dijamin stabil
P9 Kepercayaan konsumen meningkat
P10 Standarisasi mutu halal menjadi kebiasaan yang tidak perlu dipaksakan
P11 Kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu meningkat
P12 Pelabelan standarisasi mutu dapat dilakukan lebih cepat
P13 Memperkuat kelembagaan jaminan mutu
P14 Kemampuan bersaing dalam perdagangan dunia pasar global
112
e Struktur elemen aktivitas utama yang perlu dilakukan dalam sistem
Elemen aktivitas utama yang perlu dilakukan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku kulit sapi untuk agroindustri gelatin
berdasarkan hasil kajian mendalam dengan pakar tediri dari 15 sub-elemen yaitu: A1 Membuat sistem infomasi penelusuran bahan baku, A2 Membuat peraturan
pemerintah pusatdaerah yang mewajibkan standarisasi mutu halal, A3 Penyediaan lembaga independen yang mengawasi standarisasi mutu halal, A4
Penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk, A5 Penyediaan lembaga pendidikan dan pelatihan peningkatan mutu produk, A6
Penyediaan lembaga pelayanan teknis standarisasi mutu, A7 Pemberdayaan masyarakat pelaku pasokan bahan baku dalam peningkatan mutu, A8 Melibatkan
lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam pelaksanaan standarisasi mutu, A9 Survey pengawasan mutu dan pemberlakuan standarisasi mutu, A10
Melibatkan lembaga konsumen dalam penerapan standarisasi mutu, A11 Pemberian insentif terhadap penerapan mutu produk bagi pengusaha, A12
Mewajibkan pelabelan satandar mutu dan asal usul produk, A13 kontrol mutu diperketat, A14 Penyebaran informasi mutu pada masyarakat, A15
Membudayakan standarisasi mutu untuk setiap pengusaha. Hasil analisis ISM pada elemen aktivitas utama yang perlu dilakukan
dalam implementasi sistem dapat digambarkan dengan nilai Reachability Matrix RM berdasarkan pendapat pakar gabungan diperlihatkan pada Tabel 20
Berdasarkan Reachability Matriks RM tersebut terlihat bahwa sub-elemen yang mempunyai nilai driver power tertinggi pada elemen aktivitas utama yang
perlu dilakukan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah sub-elemen A3 Penyediaan lembaga independen yang
mengawasi standarisasi mutu halal, A4 Penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk, A5 Penyediaan lembaga pendidikan dan pelatihan
peningkatan mutu produk, A6 Penyediaan lembaga pelayanan teknis standarisasi mutu, A8 Melibatkan lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam
pelaksanaan standarisasi mutu, A9 Survey pengawasan mutu dan pemberlakuan standarisasi mutu, dan A10 Melibatkan lembaga konsumen dalam penerapan
standarisasi mutu
113
Tabel 20 Matriks Reachability pada elemen aktifitas yang perlu dilakukan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin.
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 DP R A1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
14 2
A2 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 14
2 A3
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 15
1 A4
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 15
1 A5
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 15
1 A6
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 15
1 A7
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
14 2
A8 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
15 1
A9 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
13 3
A10 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
15 1
A11 1
1 1
1 1
1 1
1 8
5 A12
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
12 4
A13 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
13 3
A14 1
1 1
1 1
1 6
7 A15
1 1
1 1
1 1
1 7
6 D
14 10
12 6
12 12
12 13
12 13
15 15
15 15
15 L
2 5
4 6
4 4
4 3
4 3
1 1
1 1
1 Keterangan:
D= Dependent, DP = Driver Power, R = Ranking, L = Level A1 Membuat sistem infomasi penelusuran bahan baku
A2 Membuat peraturan pemerintah pusatdaerah yang mewajibkan standarisasi mutu halal A3 Penyediaan lembaga independen yang mengawasi standarisasi mutu halal
A4 Penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk A5 Penyediaan lembaga pendidikan dan pelatihan peningkatan mutu produk
A6 Penyediaan lembaga pelayanan teknis standarisasi mutu A7 Pemberdayaan masyarakat pelaku pasokan bahan baku dalam peningkatan mutu
A8 Melibatkan lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam pelaksanaan standarisasi mutu A9 Survai pengawasan mutu dan pemberlakuan standarisasi mutu
A10 Melibatkan lembaga konsumen dalam penerapan standarisasi mutu A11 Pemberian insentif terhadap penerapan mutu produk bagi pengusaha
A12 Mewajibkan pelabelan satandar mutu dan asal usul produk A13 Kontrol mutu diperketat
A14 Penyebaran informasi mutu pada masyarakat A15 Membudayakan standarisasi mutu untuk setiap pengusaha
Untuk mengetahui keberadaan dari setiap sub-elemen dalam empat kuadran tingkat dependensinya, maka dilakukan pemetaan nilai driver power dan nilai
dependen . Hasil pemetaan nilai driver power dan nilai dependent dari elemen
aktivitas yang perlu dilakukan dalam implementasi sistem dapat dilihat pada Gambar 25.
114
Gambar 25 Pemetaan driver power-dependent sub-elemen aktifitas yang perlu dilakukan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin
Dari Gambar 25 terlihat bahwa sub-elemen yang berada pada kuadran independen adalah sub-elemen A4, sedangkan sub-elemen A3, A5, A6, A8 dan
A10 yang merupakan sub-elemen dengan nilai driver power tertinggi juga tetapi berada dalam kuadran linkage maka sub elemen ini perlu dianalisis lebih lanjut
untuk dapat menjadi sub-elemen kunci karena merupakan sub-elemen yang rentan terhadap pengaruh sub-elemen lain sebagai aktivitas yang perlu dilakukan dalam
implementasi sistem, karena tingkat dependensinya yang tinggi. Sehingga sub- elemen A3, A5, A6, A8 dan A10 akan cenderung menjadi sub elemen
penghubung atau antara terhadap sub elemen lain dalam sistem kelembagaan. Kemudian sub elemen A4 yaitu Penyediaan sarana dan prasarana untuk
peningkatan mutu produk gelatin merupakan sub elemen pendorong yang tidak bergantung pada sub-elemen lain dalam sistem, dan merupakan sub elemen yang
akan mendorong munculnya aktifitas lain dalam sistem.
115
Hasil strukturisasi sub-elemen perubahan yang dimungkinkan dalam implementasi sistem dari analisis menggunakan ISM dapat ditunjukkan dengan
Gambar 26.
Gambar 26 Struktur hirarki elemen aktifitas yang perlu dilakukan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin
Dari Gambar 26 terlihat bahwa sub-elemen A3, A4, A5, A6, A8, dan A10 merupakan sub-elemen yang menjadi pendorong akan dilakukannya aktivitas
yang perlu dilakukan pada sub-elemen lain. Karena sub-elemen A3, A5, A6, A8, dan A10 berada dalam kuadran linkage maka masih perlu dikaji lebih lanjut untuk
memasukkan sub elemen ini sebagai sub-elemen kunci dalam sistem karena rentan akan ketergantungan terhadap sub elemen lain. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa sub-elemen tersebut bukan merupakan sub-elemen kunci, sehingga sub-elemen kunci dari elemen aktivitas yang perlu dilakukan dalam
implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah A4 Penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu
produk. Aktifiktas yang perlu dilakukan untuk dapat mengimplementasikan sistem
kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk seperti
penyediaan sistem informasi mutu produk gelatin, sistem informasi pasar gelatin dan sistem informasi potensi bahan baku agroindustri gelatin serta sistem
Keterangan:
A1 Membuat sistem infomasi penelusuran bahan baku
A2 Membuat peraturan pemerintah pusatdaerah yang mewajibkan standarisasi
mutu halal A3
Penyediaan lembaga independen yang mengawasi standarisasi mutu halal A4
Penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk A5
Penyediaan lembaga pendidikan dan pelatihan peningkatan mutu produk A6
Penyediaan lembaga pelayanan teknis standarisasi mutu A7
Pemberdayaan masyarakat pelaku pasokan bahan baku dalam peningkatan mutu
A8 Melibatkan lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam pelaksanaan
standarisasi mutu A9
Survai pengawasan mutu dan pemberlakuan standarisasi mutu A10
Melibatkan lembaga konsumen dalam penerapan standarisasi mutu A11
Pemberian insentif terhadap penerapan mutu produk bagi pengusaha A12
Mewajibkan pelabelan satandar mutu dan asal usul produk A13
kontrol mutu diperketat A14
penyebaran informasi mutu pada masyarakat A15
membudayakan standarisasi mutu untuk setiap pengusaha
116
informasi kelayakan industri. Disamping itu perlu adanya penyediaan sarana pelatihan peningkatan mutu untuk setiap tingkatan rantai pasok bahan baku
agroindustri gelatin.
f Struktur elemen pemangku kepentingan sistem kelembagaan
Elemen pemangku kepentingan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin berdasarkan hasil kajian mendalam
dengan pakar, tediri dari 12 sub-elemen yaitu: L1 Kelompok peternak sapi, L2 Pedagang sapi, L3 Rumah potong hewan, L4 Pengumpul kulit sapi, L5
Pedagang kulit sapi, L6 Pemerintah Pusatdaerah, L7 Lembaga Keuangan dan Bank, L8 Industri penyamakan kulit, L9 Industri gelatin, L10 Perguruan Tinggi
dan Lembaga Litbang, L11 Industri pengguna gelatin, dan L12 Konsumen. Hasil analisis ISM pada elemen pemangku kepentingan sistem digambarkan
dengan nilai Reachability Matriks RM berdasarkan pendapat pakar gabungan seperti terlihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Reachability Matriks RM pada elemen pelaku sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin
L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L10 L11 L12 DP R L1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
10 2
L2 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 10
2 L3
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
12 1
L4 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 12
1 L5
1 1
1 1
1 1
1 1
8 3
L6 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 12
1 L7
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
12 1
L8 1
1 1
1 1
1 1
1 8
3 L9
1 1
1 1
1 1
1 1
8 3
L10 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 12
1 L11
1 1
1 1
1 1
6 4
L12 1
1 1
3 5
D 7 10
7 11 11 5 10 11 12
5 12
12 L
4 3
4 2
2 5
3 2
1 5
1 1
117
Keterangan: D=
Dependent, DP = Driver Power, R = Ranking, L = Level L1
Kelompok peternak sapi L2
Pedagang sapi L3
Rumah potong hewan L4
Pengumpul kulit sapi L5
Pedagang kulit sapi L6
Pemerintah Pusatdaerah L7
Lembaga Keuangan dan Bank L8
Industri penyamakan kulit L9
Industri gelatin L10 Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang
L11 Industri pengguna gelatin L12 Konsumen
Berdasarkan Reachability Matriks RM pada Tabel 21 di atas terlihat bahwa sub-elemen yang mempunyai nilai driver power tertinggi pada elemen
pemangku kepentingan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah sub-elemen L3 Rumah potong hewan, L4 Pengumpul
kulit sapi, L6 Pemerintah Pusatdaerah, L7 Lembaga Keuangan dan Bank, L10 Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang.
Gambar 27 Pemetaan driver power-dependent sub-elemen pemangku kepentingan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin
118
Untuk memperlihatkan letak dari setiap sub-elemen dalam empat kuadran tingkat dependensinya, maka dilakukan pemetaan nilai driver power dan nilai
dependent . Hasil pemetaan nilai driver power dan nilai dependent dari elemen
pemangku kepentingan sistem kelembagaan dapat dilihat pada Gambar 27. Hasil strukturisasi sub-elemen pemangku kepentingan sistem kelembagaan dari analisis
menggunakan ISM dapat dilihat pada Gambar 28.
Gambar 28 Struktur hirarki elemen pemangku kepentingan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin
Dari Gambar 28 di atas terlihat bahwa sub-elemen L3, L4, L6, L7, dan L10 merupakan sub-elemen yang menjadi pendorong utama pemangku kepentingan
sub-elemen lain dalam sistem. Karena sub-elemen L3 Rumah potong hewan, L4 Pengumpul kulit sapi, dan L7 Lembaga Keuangan dan Bank, berada dalam
kuadran linkage maka sub elemen tersebut masih perlu dikaji lebih lanjut untuk dapat menjadi sub elemen kunci karena masih rentan terhadap pengaruh sub
elemen lain dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sub-elemen tersebut bukan merupakan sub-
elemen kunci pemangku kepentingan sistem. Sub-elemen kunci dari elemen pemangku kepentingan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku
agroindustri gelatin adalah L6 Pemerintah Pusatdaerah dan L10 Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang yang kedua sub-elemen berada dalam kuadran
independent .
Sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin perlu dukungan pemerintah dalam implementasinya, karena penerapan mutu perlu
Keterangan:
L1 Kelompok peternak sapi
L2 Pedagang sapi
L3 Rumah potong hewan
L4 Pengumpul kulit sapi
L5 Pedagang kulit sapi
L6 Pemerintah Pusatdaerah
L7 Lembaga Keuangan dan Bank
L8 Industri penyamakan kulit
L9 Industri gelatin
L10 Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang
L11 Industri pengguna gelatin
L12 Konsumen
119
adanya aturan yang menjadi acuan agar setiap pemangku kepentingan dapat melaksanakannya, karena belum andanya kesadaran peningkatan mutu yang dapat
meningkatkan kepercayaan konsumen dan meningkatan penjualan produk sampai saat ini. Untuk mengimplementasikan aturan tersebut perlu dukungan lembaga
Litbang dan Perguruan Tinggi sebagai fasilitator yang dapat memfasilitasi pelaksanaan implementasi mutu pada setiap tingkatan rantai pasok bahan baku
agroindustri gelatin. Hasil strukturisasi seluruh elemen sistem kelembagaan jaminan mutu
pasokan bahan baku agroindustri gelatin telah dapat mengidentifikasi seluruh sub- elemen kunci dari setiap elemen sistem yang dikaji. Struktur keterkaitan antar
elemen beserta dengan sub-elemen kuncinya disajikan pada Gambar 29.
Tujuan kunci:
1. Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku
2. Mempermudah penelusuran asal usul bahan baku
Kelembagaan kunci:
1. Pemerintah pusatdaerah 2. Perguruan Tinggi dan Lembaga
Litbang
Sistem KelembagaanJaminam Mutu Pasokan Bahan Baku
Gelatin Tolok ukur kunci:
1. Memudahkan proses pembuatan label mutu halal
2. Terjaminnya mutu bahan baku dan produk gelatin
Aktifitas kunci:
1. Penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk
Perubahan kunci:
1. Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku produk
2. Setiap pengusaha diharuskan memberlakukan standarisasi mutu
Kendala kunci:
1. Lokasi asal usul bahan baku yang mempunyai karakteristik berbeda
2. Pemasok bahan baku yang tersebar dibeberapa daerah 3. Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten
Gambar 29 Strukturisasi sub-elemen kunci sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin
Dari Gambar 29 di atas terlihat bahwa hasil strukturisasi elemen sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan mendapatkan tujuan kunci memperoleh
kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku serta mempermudah penelusuran asal usul bahan baku, dengan tolok ukur keberhasilan program kunci
adalah memudahkan proses pembuatan label mutu halal dan terjaminnya mutu
120
bahan baku dan produk gelatin. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu aktifitas kunci penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk dengan
perubahan kunci yang dimungkinkan dalam program adalah penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku dan setiap pengusaha diharuskan
memberlakukan sistem standarisasi mutu. Beberapa kendala kunci yang perlu diperhatikan demi keberhasilan sistem ini adalah lokasi asal-usul bahan baku yang
mempunyai karakteristik berbeda, pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah dan kebijakan pemerintah yang tidak konsisten, oleh karena itu perlu
dukungan kelembagaan yang kuat dengan tersedianya peraturan daerahpusat yang konsisten dan peran pemerintah dalam mendukung diberlakukannya
standarisasi mutu bahan baku dan produk serta dukungan perguruan tinggi dan lembaga penelitian sebagai fasilitator diberlakukannya proses jaminan mutu
pasokan bahan baku agroindustri gelatin.
Strategi Pengembangan Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu
Berdasarkan hasil kajian mendalam dengan beberapa pakar akademisi, peneliti, auditor sertifikasi dan praktisi gelatin dalam pemilihan strategi
pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin diperoleh struktur hirarki pengembangan model kelembagaan jaminan mutu
pasokan bahan baku gelatin. Penyusunan hierarki dalam AHP dilakukan berdasarkan hasil analisis sistem kelembagaan yang diperoleh dengan
menggunakan ISM. Pelaku yang dilibatkan dalam analisis ini merupakan pelaku yang mempunyai tingkat daya dorong driver power cukup besar dari
berdasarkan hasil analisis ISM sebelumnya. Kemudian tujuan yang digunakan dalam analisis ini juga merupakan tujuan hasil analisis ISM yang mempunyai
tingkat driver power yang tinggi sehingga merupakan elemen kunci subsistem tujuan dalam kelembagaan. Kemudian kriteria yang digunakan dalam analisis ini
merupakan elemen kunci dari subsistem tolok ukur untuk keberhasilnan sistem kelembagaan dalam analisis dengan menggunakan ISM, sedangkan alternatif
strategi kelembagaan yang digunakan dalam hal ini merupakan elemen kunci yang mempunyai daya dorong tinggi dalam subsistem perubahan yang dimungkinkan
dalam sistem kelembagaan saat ini dan aktifitas yang perlu dilakukan untuk
121
menjamin pasokan bahan baku gelatin. Struktur hirarki tersebut memiliki lima level yaitu level pertama adalah fokus kajian yaitu pemilihan strategi
pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku, kemudian level kedua adalah aktor dari sistem yang merupakan pemangku kepentingan yang
terlibat dalam pengembangan agroindustri gelatin yang meliputi rumah pemotongan hewan RPH, pedagang sapi, agenpemasok kulit sapi, agroindustri
gelatin, lembaga perbankan, dan pemerintah pusatdaerah. Level ketiga adalah tujuan dari pemilihan strategi pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu
pasokan bahan baku gelatin yaitu 1 kepastian asal-usul dan mutu bahan baku, 2 Peningkatan mutu bahan baku dan produk, 3 Kemudahan pengurusan sertifikasi
halal, 4 tercipta agroindustri gelatin yang berkelanjutan, 5 meningkatkan diversifikasi produk dan 6 meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap mutu
produk. Level keempat adalah kriteria yaitu kriteria yang perlu diperhatikan dalam memilih strategi yang meliputi kritaria informasi mutu mudah diakses,
kritaria jaminan informasi mutu bahan baku dan produk, kriteria proses pengurusan sertifikasi mutu, kriteria jaminan mutu produk dan bahan baku,
kriteria meningkatnya minat investor, kriteria meningkatnya lapangan kerja dan kriteria meningkatnya kepercayaan konsumen. Kemudian level kelima adalah
alternatif strategi yang akan dipilih dalam pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin yang meliputi: alternatif1
Pengembangan sistem informasi penelusuran bahan baku, alternatif2 Pembuatan peraturan pemerintah pusatdaerah tentang aplikasi mutu halal, alternatif3
Pemberdayaan pelaku rantai pasok dalam mengontrol mutu, alternatif4 Intergrasi industri hulu-hilir dalam manajemen mutu, dan alternatif5 kelembagaan
independen proses jaminan mutu halal. Rincian hirarki dan hasil pembobotan alternatif hasil analisis menggunakan AHP dengan input pendapat pakar disajikan
pada Gambar 30.
122
Pemilihan strategi pengenbangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin
RPH 0,173
Industri gelatin
0,344
Pedagang 0,090
Agen pemasok
0,211 Lembaga
perbankan 0,072
Pemerintah pusat daerah
0,121
Kepastian asal usul jaminan mutu
bahan baku 0,173
Meningkatkan mutu
bahan baku produk
0,219
Mempermudah pengurusan mutu
halal 0,148
Agroindustri berlelanjutan
0,173 Meningkatkan
diversifikasi produk
0,096 Meningkatkan
kepercayaan konsumen
0,202
Informasi mutu mudah diakses
0,127 Jaminan informasi
asal usul bahan baku
0,162 Proses pengurusan
sertifikasi mutu halal
0,156
Jaminan mutu produk
bahan baku 0,250
Minat investor
meningkat 0,115
Meningkatnya lapangan kerja
0,063 Meningkatnya
kepercayaan konsumen
0,143
Pengembangan sistem informasi
penelusuran bahan baku
0,257
Pembuatan peraturan pemerintah pusatdaerah
tentang aplikasi mutu halal 0,170
Pemberdayaan pelaku rantai pasokdalam
mengontrol mutu 0,183
Integrasi industri hulu hilir dalam
manajemen mutu 0,181
Kelembagaan independent
proses jaminan mutu 0,209
Alternatif Kriteria
Tujuan Pelaku
Target
Gambar 30 Struktur hirarki pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin.
Dari Gambar 30 di atas terlihat bahwa alternatif strategi dengan bobot nilai tertinggi adalah alternatif1 yakni strategi pengembangan sistem informasi
penelusuran bahan baku dengan bobot nilai 0,257, diikuti oleh strategi kelembagaan independen proses jaminan mutu halal, dan strategi pemberdayaan
pelaku rantai pasok dalam mengontrol mutu dengan bobot nilai masing-masing sebesar 0,209 dan 0.183, sedangkan strategi integrasi industri hulu-hilir dalam
manajemen mutu dan strategi pembuatan peraturan pusatdaerah tentang aplikasi mutu halal mempunyai bobot nilai cukup rendah yaitu masing-masing sebaesar
0,181 dan 0,170. Bobot tertinggi dari aktor sebagai pemangku kepentingan dalam
pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan adalah agroindustri gelatin dengan nilai 0,344, diikuti oleh agen atau pemasok bahan baku den gan
nilai 0,211 dan Rumah Pemotongan Hewan RPH dengan bobot nilai 0,173. Bobot nilai pemerintah daerah, pedagang dan lembaga perbankan menempati
urutan terakhir dengan nilai masing – masing sebesar 0,121, 0,090 dan 0,072.
123
Tujuan pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan yang mempunyai bobot tertinggi adalah meningkatkan mutu bahan baku dan produk
dengan nilai 0,219, diikuti oleh tujuan meningkatkan nilai konsumen dengan bobot nilai 0,202. Tujuan kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku
mempunyai nilai yang sama dengan tujuan terciptanya agroindustri yang berkelanjutan dengan nilai 0,173, sedangkan tujuan mempermudah pengurusan
mutu halal dan meningkatkan diversifikasi produk menenpati urutan nilai bobot terakhir dengan nilai masing-masing sebesar 0,148 dan 0,096.
Bobot kriteria tertinggi ada pada kriteria jaminan mutu produk dan bahan baku diikuti oleh kriteria jaminan informasi asal usul bahan baku dengan nilai
sebesar 0,250 dan 0,162. Kriteria proses pengurusan sertifikasi mutu halal, kriteria meningkatnya kepercayaan konsumen, dan kriteria informasi mutu mudah
diakses menempati urutan tiga, empat dan lima dengan bobot nilai masing - masing sebesar 0,156, 0,143 dan 0,127. Kriteria minat investor meningkat dan
meningkatnya lapangan kerja memiliki bobot nilai terkecil dengan nilai masing- masing sebesar 0,115 dan 0,063.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin yang tepat adalah
dikembangkannya sistem informasi penelusuran asal usul bahan baku dengan pelaku utama agroindustri gelatin dengan tujuan utama meningkatkan mutu bahan
baku dan produk untuk dapat memenuhi kriteria jaminan mutu produk dan bahan baku agroindustri gelatin.
Pengembangan kelembagaan tidak berhasil kalau tidak ada keseimbangan informasi. Ketimpangan akses dan penguasaan informasi information
asymmetry menjadi salah satu penyebab ketimpangan pembangunan,
ketidakadilan kesejahteraan, ketidak-merataan penguasan atas bisnis dan perdagangan dan ekploitasi suatu pihak terhadap pihak lain. Contoh pemerintah
mengekploitasi masyarakat atau pengusaha mengekploitasi peternak. Di dalam insitusi yang baik tidak ada ekploitasi, tetapi ada pembagian peran yang memadai
dan adil tergantung pada keanekaragaman kemampuan, potensi serta fungsi yang sesuai untuk masing-masing pihak. Informasi memerlukan proses transformasi
dan transfer informasi yang memadai. Sarana dan prasarana penyebaran
124
informasi sangat vital peranannya dalam mendukung pengembangan kelembagaan yang baik. Peternak di pedesaan sering tidak memiliki informasi yang cukup
dalam bidang teknologi, informasi harga dan jalur pemasaran komoditi peternakan yang mereka hasilkan. Akibatnya masyarakat dieksploitasi tengkulak, pedagang
perantara atau pedagang besar. Berdasarkan hasil analisis dengan metode AHP diperoleh bahwa strategi
pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin yang tepat adalah dikembangkannya sistem informasi penelusuran asal usul bahan
baku agroindustri gelatin. Sistem penelusuran bahan baku agroindustri gelatin merupakan suatu sistem yang dapat memberikan informasi secara cepat dan tepat
terhadap setiap pemangku kepentingan dalam hal asal-muasal bahan baku, proses pengadaan bahan baku dan kandungan zat yang ada dalam bahan tersebut.
Dengan informasi ini sangat membantu dalam proses sertifikasi mutu dan jaminan mutu terhadap produk. Disamping itu informasi tersebut dapat meningkatkan
nilai jual produk karena jaminan mutu produk dan peningkatan kepercayaan konsumen terhadap mutu produk.
Untuk dapat melaksanakan strategi pengembangan sistem informasi asal- usul bahan baku perlu keterlibatan banyak pihak terutama dalam hal penyediaan
bahan dan proses pengadaannya. Beberapa metode implementasi yang telah dilakukan dalam hal ini adalah diberlakukannya sistem pelabelan ketertelusuran
bahan sehingga setiap bahan dapat diketahui asal-usulnya dengan sistem labeling tersebut. Metode lain yang telah diimplementasikan adalah penggunaan teknologi
barcode dan Radio Frequency Identification RFID dalam mengkodekan informasi asal-muasal bahan tersebut. Bahan baku agroindustri gelatin berbeda
dengan bahan baku yang telah diberlakukan proses labeling dan pengkodean di atas, oleh karena itu perlu dilakukan kajian mendalam terhadap metode yang tepat
guna mendapatkan sistem penelusuran bahan baku yang efektif dan efisien. Dari hasil kajian terhadap aktor dengan metode AHP, diperoleh bahwa aktor
yang mempunyai bobot tertinggi adalah aktor agroindustri gelatin. Oleh karena itu perlu dikaji peran dan tanggungjawab dari aktor agroindustri gelatin dalam
implementasi strategi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku. Agroindustri gelatin merupakan pelaku yang akan menanggung risiko tertinggi
125
berkaitan dengan sistem jaminan mutu pasokan bahan baku, karena jika bahan baku yang diperolehnya tidak memenuhi standar mutu akan menghasilkan produk
yang mempunyai mutu rendah dan mengakibatkan penolakan produk oleh konsumen. Selain itu dengan produk yang bermutu rendah akan menurunkan nilai
jual produk yang mengakibatkan kerugian pihak agroindustri gelatin. Untuk dapat melakukan jaminan mutu pengadaan bahan baku perlu adanya
kerjasama agroindustri gelatin dengan pihak lain seperti agenpemasok kulit dalam penyediaan bahan baku yang bermutu. Dengan konsep kerjasama ini akan
dapat menghindari adanya risiko mutu yang ditanggung oleh pihak agroindustri gelatin, karena risiko mutu bahan baku telah dipindahkan ke pihak agenpemasok
kulit. Untuk mendapatkan jaminan mutu dan keberlanjutan usaha yang adil antar kedua belah pihak maka perlu adanya sistem kerjasama dalam bentuk
kelembagaan yang disetujui oleh kedua belah pihak dan tidak merugikan pihak yang lain. Bentuk-bentuk kerjasama tersebut seperti kontrak jual beli dengan
mutu tertentu, atau kontrak pengadaan dan pemrosesan bahan baku menjadi produk jadi dengan cara sharing investasi Starbird Amanor-Boadu 2007.
Berdasatkan hasil analisis dengan AHP diperoleh aspek tujuan yang mempunyai bobot tertinggi adalah tujuan meningkatkan mutu bahan baku dan
produk. Dalam hal ini sesuai dengan tujuan awal analisis bahwa dalam pemilihan strategi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku guna
mendapatkan tujuan peningkatan mutu produk dan bahan baku agroindustri gelatin, untuk dapat memenuhi kriteria jaminan mutu produk dan bahan baku
agroindustri gelatin.
Pemilihan Alternatif Model Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku
Model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku akan dimodelkan dengan pendekatan definisi kelembagaan sebagai organisasi dan
aturan. Berdasarkan hasil analisis strukturisasi elemen sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan dengan menggunakan metode ISM dan analisis strategi
pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin dengan menggunakan metode AHP belum terlihat adanya model kelembagaan
126
dari segi organisasi dan aturan, tetapi baru diperoleh komponen sistem berdasarkan daya dorong dan elemen kunci. Oleh karena itu perlu dilihat
keterkaitan hasil analisis dari kedua metode tersebut dengan didukung definisi kelembagaan untuk mendapatkan model sistem kelembagaan jaminan mutu
pasokan yang diusulkan. Matriks keterkaitan ini disusun berdasarkan hasil analisis sistem kelembaggaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin yang
menghasilkan elemen kunci setiap subsistemnya yang terdiri dari susbsistem tujuan, subsistem tolok ukur keberhasilan program, subsistem aktifitas yang yang
perlu dilakukan dalam sistem subsistem perubahan yang mungkin dilakukan dari sistem saat ini serta subsistem pelaku yang perlu diperhatikan dalam sistem. Dari
hasil analisis setiap subsistemnya dapat disusun suatu hierarki daya dorong yang digunakan sebagai patokan untuk menyusun dalam penentuan hierarki dalam
analisa sistem menggunakan AHP sebagaimana dilakukan oleh Gorvett dan Liu 2007 dalam mengkuantifikasi risiko perusahaan asuransi. Matriks keterkaitan
antara kedua hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22 Matriks gabungan hasil analisis ISM dan AHP dalam pemodelan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan vahan baku
Metode
Pelaku Tujuan
Kriteria Strategiperubahan yang
dimungkinkan
ISM Pemerintah pusat
dan daerah Perguruan tinggi
dan lembaga litbang Memperoleh
kepastian asal usul dan
jaminan mutu bahan baku
Memudahkan proses pembuatan label mutu
halal Terjaminnya mutu
bahan baku dan produk gelatin
Penyediaan sistem informasi penelusuran
bahan baku Setiap pengusaha
diharuskan memberlakukan
standarisasi mutu
AHP Agroindustri gelatin
dan agen pemasok bahan baku
Meningkatkan mutu bahan
baku dan produk
Meningkatkan kepercayaan
konsumen Jaminan mutu produk
dan bahan baku Jaminan informasi asal
usul bahan baku Proses pengurusan
sertifikasi mutu halal Pengembangan sistem
informasi penelusuran bahan baku
Kelembagaan independen proses
jaminan mutu
Hasil gabun
gan Pelaku utamanya
adalah agroindustri gelatin dan agen
pemasok bahan baku didukung oleh
perguruan tinggilembaga
litbang dan pemerintah
pusatdaerah Memperoleh
kepastian asal usul dan
jaminan mutu bahan baku
sehingga dapat meningkatkan
kepercayaan konsumen
Adanya informasi asal-usul bahan baku
maka dapat memberikan jaminan
mutu bahan baku dan produk gelatin,
sehingga memudahkan proses pengurusan
mutu halal Penyediaan sistem
informasi penelusuran bahan baku yang
didukung dengan kelembagaan
independen proses jaminan mutu
127
Berdasarkan Tabel 22 di atas terlihat bahwa pelaku utama dari sistem kelembagaan adalah agroindustri gelatin, agen pemasok bahan baku, yang
didukung oleh pemerintah pusatdaerah dan lembaga litbangperguruan tinggi. Kemudian tujuan dari sistem kelembagaan adalah memperoleh kepastian asal usul
dan jaminan mutu bahan baku sehingga dapat meningkatkan kepercayaan konsumen, sedangkan kriteria agar sistem kelembagaan dapat berjalan adalah
adanya informasi asal-usul pasokan bahan baku, maka dapat memberikan jaminan mutu bahan baku dan produk gelatin sehingga memudahkan proses pengurusan
sertifikasi mutu halal. Kemudian strategi yang perlu dilakukan dalam pengembangan sistem adalah penyediaan sistem informasi penelusuran bahan
baku yang didukung oleh kelembagaan independen proses jaminan mutu pasokan bahan baku. Untuk mencapai hal tersebut perlu memperhatikan kendala yang ada
yaitu lokasi geografis yang tersebar dan kebijakan pemerintah pusat ataupun daerah yang tidak konsisten. Untuk membuat model sistem kelembagaan jaminan
mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi split berdasarkan struktur elemen kunci dan strategi pengembangan agroindustri gelatin di atas
dapat diusulkan beberapa alternatif model sistem kelembagaan jaminan mutu ditinjau dari sisi aturan atau norma dan dari sisi organisasi sistem kelembagaan.
Alternatif model kelembagaan didasarkan pada hasil penelitian Lau et al. 2002 yang mengkaji beberapa model kelembagaan yaitu; model kontrak, model
kemitraan petani dan pengusaha, model koperasi, dan model jejaring usaha. Oleh karena itu berdasarkan analisis struktur kelembagaan dan strategi kelembagaan
diusulkan masing-masing tiga model alternatif dari sisi organisasi dan dari sisi aturan. Dari sisi organisasi kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku
agroindustri gelatin dan dengan mengacu pada hasil analisis gabungan dapat diusulkan tiga alternatif sistem kelembagaan yaitu a Model pemberdayaan semua
elemen pelaku agroindustri gelatin dalam manajemen mutu total, b Adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu pasokan bahan baku dan
sertifikasi mutu produk, c Penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu.
128
Model kelembagaan dalam bentuk pemberdayaan semua elemen yang terlibat dalam pasokan bahan baku agroindustri gelatin merupakan model
organisasi yang melibatkan setiap tingkatan rantai pasok dalam memberikan jaminan mutu pasokan bahan baku. Pemberdayaan ditekankan pada peningkatan
kemampuan setiap individu ataupun kelompok dalam jaringan rantai pasok untuk bertindak dalam konteks peningkatan mutu produk, seperti penggunaan alat,
tempat dan proses produksi yang menekankan pada peningkatan mutu. Karena konsepnya adalah pemberdayaan maka dalam kelembagaan ini lebih ditekankan
pada kesadaran setiap individu untuk belajar dan bertindak dalam peningkatan bahan baku dengan didukung oleh beberapa pelatihan yang dapat dilakukan oleh
pemerintah pusat atau daerah serta lembaga swadaya masyarakat yang didukung oleh perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Proses manajemen mutu pada
model kelembagaan ini dilakukan secara total untuk setiap tingkatan rantai pasok mulai dari peternak sapi, pedagang sapi, rumah pemotongan hewan, pengumpul
kulit, agen pemasok kulit, industri penyamakan kulit dan agroindustri gelatin. Aturan main yang diberlakukan dalam model ini adalah setiap tingkatan rantai
pasok harus memenuhi standar mutu yang berlaku untuk dapat memasok ke pihak selanjutnya dengan konsep kontrak pengadaan sesuai mutu. Struktur model
kelembagaan pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam manajemen mutu disajikan pada Gambar 31.
129
Peternak
Pedagang Sapi RPH Rumah
Pemotongan Hewan Pengumpul Kulit
Agen Pemasok Kulit
Industri Penyemakan kulit
Industri gelatin Perguruan Tinggi
Lembaga penelitian
Lembaga sertifikasi Mutu
Pemerintah Pusat Daerah
Perbankan Lembaga keuangan
Lembaga pemberdayaan semua
elemen rantai pasok •
Pelatihan mutu •
Penguatan modal •
Penguatan manajemen
• Penguatan akses
informasi Proses Manajemen
mutu total
Gambar 31 Struktur model kelembagaan pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam manajemen mutu total
Alternatif model kelembagaan jaminan mutu yang berikutnya adalah model kelembagaan internal agroindustri sistem jaminan mutu pasokan bahan
baku dan sertifikasi mutu produk. Model kelembagaan ini merupakan model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku yang akan mengendalikan proses
pengadaan bahan baku di dalam perusahaan agroindustri gelatin untuk memastikan setiap pasokan sesuai standar mutu yang diharapkan dengan
melakukan kontrak kerjasama dengan agen pemasok untuk memastikan asal-usul bahan baku dan kepastian pasokan bahan baku. Model ini menghubungkan pihak
agroindustri dengan pihak pemasok bahan baku dalam pengadaan bahan baku serta terhubung dengan lembaga sertifikasi indenpenden seperti ISO, POM untuk
dapat mengendalikan mutu pasokan sesuai standar dalam sertifikasi mutu produk. Struktur model lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu pasokan bahan
baku dan sertifikasi mutu produk disajikan pada Gambar 32.
130
Gambar 32 Struktur model lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu pasokan bahan baku dan sertifikasi mutu produk
Alternatif model kelembagaan yang ketiga adalah model kelembagaan independen dalam proses jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin.
Model ini digunakan untuk melakukan pengendalian mutu pasokan bahan baku, pelatihan manajemen mutu dan sertifikasi mutu. Kelembagaan ini merupakan
kelembagaan swadaya masyarakat yang bebas atau independen terhadap pihak lain dalam jaringan rantai pasok pengadaan bahan baku ataupun lembaga
pemerintah. Dengan kelembagaan ini diharapkan dapat mengontrol proses manajemen mutu dalam pengandaan bahan baku secara lebih obyektif, sehingga
dapat meningkatkan kepercayaan konsumen. Lembaga ini dapat beranggotakan berbagai elemen masyarakat yang peduli terhadap manajemen mutu serta
peningkatan mutu produk agar dapat mencapai mutu yang baik dan halal, seperti ulama, peneliti, dan praktisi mutu. Untuk dapat menjamin pengendalian mutu
pasokan bahan baku, lembaga ini melakukan kerjasama dengan berbagai lembaga sertifikasi yang lain dalam melakukan proses sertifikasi mutu dan pelatihan
131
sertifikasi mutu terhadap setiap tingkatan rantai pasok agrindustri gelatin. Struktur model kelembagaan independen dalam proses jaminan mutu pasokan
bahan baku agroindustri gelatin disajikan pada Gambar 33.
Produsen bahan baku :
Peternak, RPH Rumah Pemotongan Hewan dan
pedagang sapi
Pemasok bahan baku:
pengumpul kulit, pedagang Agen Kulit
sapi Industri Penyemakan
kulit Industri gelatin
Perguruan Tinggi Lembaga penelitian
Lembaga sertifikasi Mutu: Halal, HACCP,
ISO Pemerintah Pusat
Daerah: •
Kebijakan pemerintah
• Peraturan pusat
daerah Perbankan Lembaga
keuangan Proses Jaminan mutu
pasokan bahan baku
Lembaga independent jaminan mutu
• Pengendalian
mutu •
Pelatihan manajemen mutu
• Sertifikasi mutu
Gambar 33 Struktur model kelembagaan independen dalam proses jaminan mutu Diitinjau dari sisi aturan atau norma dalam sistem kelembagaan, dapat
diusulkan juga tiga alternatif sistem kelembagaan untuk memodelkannya yaitu 1 Model kontrak pengadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya,
2 Model kemitraan penyediaan bahan baku dengan konsep pembagian keuntungan dan manajemen mutu, 3 Model jual beli bahan baku secara bebas
sesuai mutu kondisi saat ini. Dengan menggunakan Metoda Perbandingan Eksponensial MPE,
berdasarkan hasil interview mendalam dengan beberapa orang pakar dapat ditentukan alternatif model yang paling baik dari beberapa alternatif model
kelembagaan tersebut di atas. Pemilihan alternatif model di atas menggunakan kriteria berikut: K1 Meningkatkan kepercayaan konsumen, K2 Proses
pengurusan sertifikasi mutu lebih cepat, K3 Kontinuitas pasokan produk bermutu, K4 Peningkatan harga produk, K5 Kemudahan penelusuran mutu
produk, K6 Informasi mutu mudah diakses, K7 Meningkatnya jumlah konsumen, K8 Proses produksi lebih efisien, dan K9 Menurunnya biaya
pengadaan bahan baku. Penilaian alternatif model sistem kelembagaan hasil
132
agregasi dari pendapat gabungan beberapa orang pakar yang dilibatkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Proses agregasi
pendapat pakar dilakukan dengan menggunakan metode rata-rata nilai dari pendapat beberapa pakar yang dilibatkan dalam penelitian.
Dari Lampiran 5 terlihat bahwa dari segi aturan atau norma dalam sistem
kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku, maka alternatif yang mempunyai nilai tertinggi yaitu sebesar 225.297,87
adalah sistem kelembagaan dengan model kontrak kerjasama pengadaan bahan baku dengan patokan harga
sesuai mutunya. Dengan hasil ini dapat disimpulkan bahwa model kontrak pengadaan bahan baku merupakan model yang tepat untuk dapat menjamin mutu
pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Model kontrak ini melibatkan agroindustri gelatin, industri penyamakan kulit dan agen pemasok kulit dalam
rangka penyediaan bahan baku gelatin yaitu kulit sapi split. Aturan kontrak berdasarkan mutu dilakukan antara agen pemasok kulit dengan industri
penyamakan kulit, kemudian agen pemasok kulit juga mengadakan kontrak dengan pedagang sapi dan rumah pemotongan hewan untuk mendapatkan jaminan
mutu pasokan bahan baku dan pasokan yang berkesinambungan. Dari segi organisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan
baku yang terpilih adalah Penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu penggunaan, dengan nilai alternatif tertinggi sebesar 168.692,13.
Nilai alternatif model ini lebih tinggi dibandingkan dengan model lembaga internal
dalam agroindustri gelatin sebagai sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu dalam perusahaan, dengan nilai alternatif sebesar 165.858,14, sebagaimana
yang disajikan pada Lampiran 6. Dari segi organisasi sistem kelembagaan
jaminan mutu pasokan bahan baku yang terpilih adalah Penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model kelembagaan independen merupakan kelembagaan yang tepat sebagai
model jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Dalam kelembagaan tersebut beranggotakan berbagai elemen kelembagaan seperti
lembaga swadaya masyarakat, lembaga sertifikasi, perguruan tinggi dan pelaku usaha. Untuk mendukung kelembagaan ini perlu adanya lembaga internal
133
jaminan mutu pasokan bahan baku untuk memastikan pelaksanaan pasokan bahan baku sesuai dengan mutu dan jumlah yang diperlukan.
Model KelembagaanTerpilih Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Agroindustri gelatin
Suatu kelembagaan adalah suatu pemantapan perilaku yang hidup pada suatu kelompok orang yang merupakan sesuatu yang stabil, mantap dan berpola;
berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat; ditemukan dalam sistem sosial tradisional dan modern atau bisa berbentuk tradisional dan modern dan
berfungsi mengefisienkan kehidupan sosial Syahyuti, 2006. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa, ada dua katalis yang berperan penting dalam
pengembangan kelembagaan yakni perubahan dalam harga relatif relative price dan inovasi teknologi. Dalam merespon kedua perubahan ini salah satu atau
kedua belah pihak mungkin akan melihat lebih menguntungkan untuk mengubah aturan Rules of agreement yang kemudian berujung pada perubahan
kelembagaan yang akan menguntungkan salah satu atau kedua belah pihak. Demikian juga halnya dengan inovasi teknologi yang akan menurunkan biaya
transaksi dan perubahan dalam biaya informasi merupakan sumber utama dalam pengembangan kelembagaan.
Berdasarkan hasil analisis pemilihan model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin ditinjau dari sisi organisasi dan dari sisi aturan
telah diperoleh bahwa sistem kelembagaan yang optimal adalah penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri
gelatin sebagai sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu dalam perusahaan dengan menggunakan aturan kontrak kerjasama pengadaan bahan
baku dengan patokan harga sesuai mutu. Dengan bentuk model ini akan digabungkan konsep kelembagaan independen jaminan mutu yang bertugas untuk
mengendalikan mutu pasokan bahan baku dengan model kelembagaan internal jaminan mutu pasokan bahan baku yang bertugas untuk memastikan pasokan
sesuai dengan jumlah dan waktu yang ditentukan. Selain itu lembaga internal juga bertugas untuk melakukan kontrak kerjasama pengadaan bahan baku sesuai
mutu sebagai aturan kelembagaan yang perlu diimplementasikan. Oleh karena itu
134
diusulkan suatu model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi split yang disajikan pada Gambar 34.
Kelembagaan Jaminan mutu pasokan bahan baku
Pemasok bahan baku •
Peternak •
Rumah pemotongan hewan
• Pedagang kulit
Lembaga independent jaminan mutu
Perguruan Tinggi Lembaga penelitian
• Fasilitator
kerjasama •
Pelatihan mutu Lembaga swadaya
masyarakat •
Konsumen •
Pedagang kulit •
MUI Sertifikasi Mutu:
• Halal
• HACCP
• ISO
• dll
• Lembaga internal
jaminan mutu perusahaan
• Kontrak
pengadaan bahan baku
Pemerintah Pusat Daerah:
• Kebijakan
pemerintah •
Peraturan pusat daerah
• Iklim usaha
• Pengendalian mutu
• Pelatihan
manajemen mutu •
Mendukung sertifikasi mutu
Lembaga keuangan •
Perbankan •
Investasi syariah •
Koperasi Industri gelatin dan
penyamakan kulit
Gambar 34 Usulan model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin
Sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin terdiri dari agroindustri gelatin yang dipadukan dengan industri penyamakan kulit untuk
mendapatkan jaminan pasokan bahan baku kulit sapi split, dan agen pemasok bahan baku kulit sapi yang terhubung dengan lembaga internal jaminan mutu
pasokan bahan baku kulit sapi untuk melakukan kontrak kerjasama jaminan mutu pasokan dan memastikan terpenuhinya standar mutu pasokan bahan baku antara
industri penyamakan kulit dan agen pemasok bahan baku kulit sapi. Disamping itu lembaga internal tersebut juga berhubungan dengan lembaga sertifikasi mutu
untuk mendapatkan informasi standar mutu dan memastikan proses standarisasi pasokan bahan baku sudah sesuai dengan sertifikasi mutu yang ditentukan. Proses
pertukaran informasi dapat dilakukan dengan membuat suatu sistem informasi jaminan mutu pasokan bahan baku yang dapat diakses oleh semua pihak yang
terlibat dalam pasokan bahan baku gelatin seperti agroindustri gelatin, industri Keterangan:
Material Informasi
Relasi
135
penyamakan kulit, agen pemasok bahan baku dan lembaga internal jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin.
Lembaga internal jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin juga bekerjasama dengan lembaga keuangan dan perbankan dalam upaya untuk
memastikan bentuk kerjasama yang konkrit dalam melakukan kontrak pembagian keuntungan pasokan bahan baku berdasarkan mutu yang dikehendaki sesuai
sertifikasi mutu. Peran perguruan tinggi dan lembaga litbang sebagai fasilitator dalam kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin dilakukan dengan
cara memfasilitasi pelatihan dan penguatan kemampuan pemasok kulit sapi dalam proses penyediaan kulit sapi yang dikaitkan dengan mutu agar mendapatkan nilai
tambah akibat dari peningkatan mutu. Disamping itu penguatan juga dapat dilakukan dengan menghubungkan pelaku pasokan bahan baku gelatin dengan
pihak perbankan dalam upaya pemberian kredit dan kelayakan usaha untuk meningkatkan kepercayaan pihak perbankan terhadap usaha kecil dan menengah
dalam upaya penyediaan bahan baku gelatin. Jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin ini tidak akan efektif dan berkelanjutan tanpa adanya dukungan
pemerintah pusat ataupun daerah dalam menyediakan kebijakan mutu dan iklim usaha yang mengedepankan standarisasi mutu untuk setiap produk yang
diperdagangkan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membuat aturan dan menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung diberlakukannya sistem
standarisasi mutu produk. Sistem jaminan mutu pasokan bahan baku SJMPB dibuat sebagai bagian
integral dari kebijakan perusahaan, bukan merupakan sistem yang berdiri sendiri. SJMPB sebagai sebuah sistem pada suatu rangkaian produksi. Konsep-konsep
mutu dan etika usaha akan menjadi input utama dalam SJMPB. Prinsip sistem jaminan mutu pasokan bahan baku pada dasarnya mengacu pada konsep Total
Quality Mangement TQM, yaitu sistem manajemen mutu terpadu yang
menekankan pada pengendalian mutu pada setiap lini. Sistem jaminan mutu pasokan bahan baku harus dipadukan dalam
keseluruhan manajemen, yang berpijak pada empat konsep dasar, yaitu komitmen secara terus-menerus dapat memenuhi permintaan dan persyaratan konsumen,
meningkatkan mutu produksi dengan harga yang terjangkau, produksi bebas dari
136
kerja ulang, bebas dari penolakan dan penyidikan. Untuk mencapai hal tersebut perlu menekankan pada tiga aspek zero limit, zero defect dan zero risk. Dengan
penekanan pada tiga zero tersebut, tidak boleh ada sedikitpun barang menyalahi mutu yang digunakan, tidak boleh ada proses yang menimbulkan penurunan mutu
produk, dan tidak menimbulkan resiko dengan penerapannya. Oleh karena itu perlu adanya komitmen dari seluruh bagian organisasi manajemen, dimulai dari
pengadaan bahan baku sampai distribusi pemasaran. Sistem jaminan mutu pasokan bahan baku SJMPB dalam penerapannya
harus diuraikan secara tertulis dalam bentuk Manual Jaminan Mutu yang meliputi lima aspek di bawah ini:
1. Pernyataan kebijakan perusahaan tentang Mutu Quality policy 2. Panduan Mutu Quality Guidelines
3. Sistem Organisasi Jaminan Mutu 4. Uraian titik kendali kritis Mutu pasokan bahan baku
5. Sistem audit mutu internal. Manual jaminan mutu harus dibuat secara terperinci disesuaikan dengan
kondisi masing-masing perusahaan agar dapat dilaksanakan dengan baik. Panduan Jaminan mutu merupakan sistem yang mengikat seluruh elemen
perusahaan. Dengan demikian harus disosialisasikan pada seluruh karyawan di lingkungan perusahaan, tidak hanya diketahui oleh pihak manajemen. Secara
teknis panduan jaminan mutu dijabarkan dalam bentuk prosedur pelaksanaan baku Standard Operating Prosedure SOP untuk tiap bidang yang terlibat dengan
produksi LPPOM-MUI, 2008 Kelembagaan independen dibuat dengan anggota berbagai elemen
masyarakat yang berkompeten dalam hal mutu dan sertifikasi mutu seperti LSM Lembaga swadaya masyarakat, MUI Majelis ulama Indonesia, Perguruan
tinggi dan pelaku usaha yang bergerak dalam usaha pasokan bahan baku agroindustri gelatin, serta konsumen gelatin. Kelembagaan ini mempunyai tugas
untuk mengawasi dan memberikan pelatihan-pelatihan manajemen mutu dan sertifikasi mutu terhadap para pengusaha dan pelaku usaha dari peternak,
pedagang sapi, rumah pemotongan hewan, agen kulit dan industri penyamakan kulit.
137
Rancangan Operasional Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Agroindustri gelatin
Untuk mengimplementasikan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin, perlu dipilih model kelembagaan yang tepat dan
efisien, baik ditinjau dari sisi aturan ataupun organisasi. Pemilihan model dilakukan berdasarkan hasil penilaian pakar dengan menggunakan pendekatan
MEMCDM dan MPE. Ditinjau dari sisi aturan kerjasama, model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin yang
mempunyai nilai tertinggi adalah model kontrak pengadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya, diikuti dengan model kemitraan penyediaan bahan
baku dengan konsep pembagian keuntungan dan manajemen mutu, sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 35.
Gambar 35 Histogram nilai alternatif model kelembagaan dari sisi aturan
Aturan kontrak kerjasama dapat diterapkan dalam penyediaan bahan baku agroindustri gelatin antara pemasok kulit atau pedagang kulit dengan industri
penyamakan kulit dan agrindustri gelatin. Kontrak antara pedagang kulit dengan industri penyamakan kulit dilakukan untuk penyediaan bahan baku kulit yang
bermutu, sedangkan kontrak antara agroindustri gelatin dengan industri
138
penyamakan kulit adalah untuk mengolah limbah industri penyamakan kulit yaitu kulit sapi split menjadi gelatin. Aturan tersebut meliputi jumlah pasokan, jadwal
pasokan dan mutu pasokan dengan mengacu pada harga tertentu. Dengan adanya kontrak tersebut maka beberapa kriteria untuk menjamin mutu pasokan akan
terpenuhi seperti adanya kontinuitas pasokan bahan baku yang bermutu, peningkatan kepercayaan konsumen dan memudahkan penelusuran mutu produk,
sehingga proses jaminan mutu lebih mudah dilakukan. Detail dari tingkat kepentingan setiap kriteria mutu yang paling berpengaruh terhadap sistem
kelembagaan ini dapat dilihat pada Lampiran 5. Ditinjau dari sisi organisasi, model yang terpilih berdasarkan penilaian
pakar dengan menggunakan metode MEMCDM dan MPE adalah Model penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu mempunyai nilai
alternatif 168.692,13, dan model adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu, dengan nilai alternatif 165.858,14,
sedangkan model pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam menajemen mutu total mempunyai nilai alternatif 111.525,10, sebagaimana
diperlihatkan pada Gambar 36.
Gambar 36 Histogram nilai alternatif model kelembagaan dari sisi organisasi
139
Kelembagaan independen artinya lembaga atau organisasi tersebut tidak bergantung terhadap lembaga lain, sehingga dalam melaksanakan tugasnya tidak
dapat dipengaruhi oleh pihak lain. Dengan kontek lembaga independen tersebut diharapkan tindakan pengawasan mutu dapat dilakukan secara lebih obyektif dan
transparan. Model kelembagaan independen dalam sistem kelembagaan jaminan mutu dapat diimplementasikan dengan melibatkan berbagai elemen kelembagaan
swadaya masyarakat yang peduli akan mutu produk gelatin sebagai bahan baku produk halal. Kelembaggan tersebut dapat berupa organisasi seperti Lembaga
swadaya masyarakat peduli mutu halal untuk melakukan pengawasan terhadap proses pengadaan bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi split. Sedangkan
kelembagaan internal merupakan kelembaggan yang ada dalam perusahaan atau agroindustri gelatin yang dapat melakukan semua tindakan yang berkaitan dengan
jaminan mutu pasokan bahan baku yang meliputi pengadaan, pengawasan, pengendalian dan penjaminan mutu bahan baku.
Tahapan Operasionalisasi sistem kelembagaan jaminan mutu
Untuk dapat mengimplementasikan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, perlu diidentifikasi siapa pemrakarsa dan
penanggungjawab sistem, bagaimana mekanisme pengendalian dan aturan-aturan sistem yang perlu dipatuhi oleh setiap pemangku kepentingan. Keberhasilan
penerapan sistem dipengaruhi oleh faktor lingkungan usaha dan penghambat internal. Apapun bentuk usaha memerlukan komitmen pemerintah dalam
memberikan kemudahan dan keamanan berusaha, prasarana, sarana, dan paket kebijakan yang mendorong kemajuan usaha, dan pemihakan kepada pengusaha.
Terdapat tiga alternatif pemrakarsa yang dimungkinkan untuk mewujudkan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku yakni:
pemerintah, pedagang pemasok, dan agroindustri gelatin. Pemrakarsa dari pemerintah dapat dilakukan dengan membuat kebijakan tentang pemberlakuan
jaminan mutu pasokan bahan baku pada setiap produk dengan menggunakan peraturan daerah ataupun pusat, sehingga setiap pengadaan bahan baku perlu
adanya inspeksi mutu dengan standar tertentu seperi ISO ataupun SNI. Pemrakarsa dari pedagang pemasok dapat dilakukan dengan membuat kelompok
usaha bersama sehingga terbentuk suatu agen pemasok agroindustri gelatin yang
140
mengedepankan mutu pasokan dan penguatan kemampuan usaha. Kemudian pemrakarsa dari agroindustri gelatin dapat dilakukan dengan membentuk agen
pemasok dari beberapa pedagang pemasok kulit yang sudah ada saat ini dengan diberikan bantuan teknologi dan pengetahuan untuk dapat memasok bahan baku
yang sesuai standar mutu yang diinginkan. Dengan terbentuknya agen pemasok bahan baku yang sesuai standar maka akan diperoleh jaminan pasokan bahan baku
dengan penanggungjawab lembaga internal jaminan mutu pasokan bahan baku yang terdapat pada agroindustri gelatin.
Pengendalian dilakukan untuk menilai kinerja sistem secara keseluruhan yang terbagi atas keanggotaan agen pemasok, pasokan dan proses sertifikasi mutu
pasokan bahan baku. Kendali keanggotaan dimaksudkan untuk memantau masukan, kontribusi dan perilaku anggota. Agen yang aktif berarti akan memasok
bahan baku sebagaimana yang diminta. Lembaga internal jaminan mutu mengendalikan penerimaan, pengolahan permintaan dan kemudian diturunkan
melalui kelompok. Anggota akan memberikan informasi kesanggupan pasokan melalui kelompoknya. Kendali pasokan dimaksudkan untuk memantau sejauh
mana anggota menjamin bahan baku pasokan dapat dipenuhi dalam jumlah, jenis, mutu, waktu dan harga. Kendali proses akan mengecek pencapaian mutu dari
setiap bagian proses. Untuk dapat menerapkan aturan kelembagaan yang baik perlu adanya
nilai-nilai yang dipegang oleh setiap stakeholder yang terlibat yaitu integritas, komitmen dan kerjasama. Nilai komitmen dapat diwujudkan dalam tindakan
mematuhi kesanggupan pasokan dalam jumlah, jenis, mutu dan seluruh ketentuan yang berlaku. Nilai integritas merupakan wujud kepatuhan untuk menyatukan
langkah operasi individual dengan organisasi. Nilai kerjasama menunjukkan kesediaan berbagi dengan anggota lainnya. Penerapan nilai dimaksud menjadi
pedoman perilaku yang memerlukan sosialisasi terus menerus. Apabila diketahui terdapat anggota yang tidak menjalankan aturan secara konsisten, maka pembuat
kesalahan perlu dibina hingga bentuk teguran atau pinalti. Ketidakpatuhan juga dapat berupa tidak mematuhi cara berproduksi yang baik, tidak menjalankan
standar pascapanen, mengalihkan pasokan kepada pihak lain baik terbuka maupun tertutup, dan tidak terlibat aktif dalam kegiatan organisasi.
141
ANALISIS PERKIRAAN KINERJA SISTEM KELEMBAGAAN JAMINAN MUTU PASOKAN BAHAN BAKU DAN KELAYAKAN
PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI GELATIN
Kelembagaan institution sebagai aturan main rule of game dan organisasi, berperan penting dalam mengatur penggunaanalokasi sumberdaya
secara efisien, merata dan berkelanjutan. Sebagai hasil dari pembagian pekerjaan dan spesialisasi pada sistem ekonomi maju sering mengarah kepada keadaan
dimana orang-orang menjadi hampir tidak mampu lagi berdiri sendiri dalam arti mereka tidak dapat menghasilkan barang barang dan jasa yang dibutuhkan untuk
kehidupan konsumsinya sehingga pemenuhan kebutuhannya diperoleh dari orangpihak lainnya yang bespesialisasi melalui suatu pertukaran yang dalam
ekonomi disebut transaksi ekonomi. Agar transaksi ekonomi dapat berlangsung perlu adanya koordinasi antar berbagai pihak dalam sistem ekonomi yang
sekaligus juga mencakup aturan representasi dari pihak-pihak yang berkoordinasi tersebut. Pada dasarnya ada dua bentuk koordinasi utama yaitu koordinasi untuk
keperluan; 1 transaksi melalui sistem pasar, dimana harga-harga menjadi panduan dalam mengkoordinasikan alokasi sumberdaya-sumberdaya tersebut jadi
harga-harga berperan sebagai pemberi isyarat dan sebagai pembawa informasi yang mengatur koordinasi alokasi sumberdaya kepada pembeli dan penjual, 2
transaksi tersebut dilakukan dalam sistem organisasi-organisasi yang berhirarki di luar sistem pasar dimana wewenang kekuasaan berperan sebagai koordinator
dalam mengatur alokasi sumberdaya tersebut.
Analisis perkiraan kinerja sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin
Untuk mendapatkan model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin, perlu adanya analisis tingkat efisiensi kinerja dari setiap
alternatif model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku, baik dari sudut pandang organisasi maupun dari sudut pandang aturan kerjasama. Dalam kajian
ini analisis efisiensi kinerja masing-masing model sistem kelembagaan dilakukan dengan wawancara mendalam dengan beberapa pakar. Metode analisis yang
digunakan adalah Data Envelopment Analysis DEA untuk mendapatkan sistem
142
kelembagaan yang paling efisien dengan variabel input dan output diperoleh dari penilaian dan pendapat pakar.
Variabel input yang digunakan dalam analisis ini adalah a Tingkat keterlibatan setiap elemen dalam manajemen mutu, b Biaya
pengurusan sertifikasi mutu, c Lamanya proses pengurusan mutu, d Kemudahan pengurusan sertifikasi mutu, e Efisiensi proses pengadaan bahan baku, f Nilai
tambah produk, g Harga produk, dan h Daya saing produk. Variabel outputnya adalah Tingkat kepercayaan konsumen terhadap mutu produk gelatin.
Analisis perkiraan kinerja sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dilakukan dengan membandingkan tingkat
efisiensi sistem berdasarkan variabel input dan output ditinjau dari sisi organisasi dan dari sisi aturan kerjasama. Hasil perbandingan efisiensi kinerja sistem
kelembagaaan dengan menggunakan DEA ditinjau dari sisi aturan kerjasama dalam sistem diperoleh bahwa kinerja model jual beli bahan baku secara bebas
sesuai mutu sebagai model yang berlaku saat ini mempunyai nilai efisiensi kinerja 97,26, sedangkan model kontrak pengadaan bahan baku dengan patokan harga
sesuai mutunya dan Model kemitraan penyediaan bahan baku dengan konsep pembagian keuntungan dan manajemen mutu, masing masing mempunyai tingkat
efisiensi 100. Rincian dari hasil analisis efisiensi kinerja sistem kelembagaan ditinjau dari sisi aturan kerjasama disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23 Nilai perkiraan efisiensi alternatif sistem kelembagaan jaminan mutu ditinjau dari sisi aturan.
Alternatif Model Sistem Kelembagaan Nilai Efisiensi Kinerja
1. Model kontrak pangadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya
100,00 2. Model kemitraan penyediaan bahan
baku dengan konsep pembagian keuntungan dan manajemen mutu
100,00 3. Model jual beli bahan baku secara
bebas sesuai mutu kondisi awal 97,26
Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa ditinjau dari sisi aturan kerjasama, kinerja sistem kelembagaan yang berlaku saat ini masih belum efisien
jika dibandingkan dengan model kontrak pengadaan bahan baku berdasarkan mutu dan model kemitraan penyediaan bahan baku dengan konsep pembagian
143
keuntungan dan manajemen mutu. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian mendalam terhadap variabel input dan output sistem untuk mengetahui pengaruh
dari setiap variabel terhadap efisiensi kinerja sistem kelembagaan jaminan mutu agar mendapatkan solusi yang tepat dalam meningkatkan efisiensi kinerja sistem
dengan pendekatan perubahan input dan output. Kajian terhadap variabel input dan output sistem dilakukan dengan
membandingkan model yang berkinerja paling efisien nilai 100 dengan model yang berkinerja kurang efisien kurang dari 100. Oleh karena itu dibandingkan
model sistem kelembagaan jaminan mutu berdasarkan aturan yaitu model kontrak pengadaan bahan baku berdasarkan harga sesuai mutunya dengan model jual-beli
bahan baku secara bebas sesuai mutu kondisi awal. Hasil perbandingan kedua model tersebut dapat dilihat pada Gambar 37.
Gambar 37 Perbandingan input dan output kinerja model aturan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin.
144
Berdasarkan Gambar 37 di atas terlihat bahwa Model kontrak pangadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya, mempunyai kinerja yang lebih
baik dibandingkan dengan Model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu, sebagai model yang berlaku saat ini. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan
kinerjanya adalah harga produk, nilai tambah produk, dan efisiensi pengurusan sertifikasi mutu produk. Selain itu dengan model tersebut juga dapat menurunkan
lamanya proses pengadaan bahan baku, biaya pengurusan sertifikasi mutu dan tingkat keterlibatan setiap elemen dalam manajemen mutu produk, sehingga
diperoleh model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku yang efisien.
Hasil tersebut di atas sesuai dengan hasil analisis menggunakan DEA untuk menguji tingkat efisiensi
model sistem kelembagaan yang akan diimplementasikan. Beberapa variabel input yang dapat digunakan untuk
meningkatkan efisiensi kinerja model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin dapat diperlihatkan dalam Gambar 38.
Gambar 38 Nilai penurunan variabel input pada model kontrak pengadaan bahan baku dibandingkan dengan model jual beli bahan baku gelatin
145
Dari Gambar 38 di atas terlihat bahwa semua variabel input dapat diturunkan jika menggunakan kontrak pengadaan bahan baku dengan Patokan
harga sesuai mutunya jika digunakan sebagai aturan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dibandingkan dengan sistem yang
berlaku saat ini. Beberapa variabel input yang cukup menonjol penurunannya adalah variabel biaya pengurusan sertifikasi mutu, lama pengurusan sertifikasi
mutu dan tingkat keterlibatan setiap elemen dalam manajemen mutu, dengan nilai masing-masing sebesar 23, 21 dan 20. Walaupun dengan model kontrak
pengadaan bahan baku masih terdapat kelemahan yaitu turunnya daya saing produk sebesat 17 dibandingkan dengan model dasar model jual beli sesuai
mutu karena tidak terjadinya tingkat persaingan pasar. Hasil perbandingan efisiensi kinerja sistem kelembagaaan dengan
menggunakan DEA ditinjau dari sisi organisasi, diperoleh bahwa penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu dan Adanya lembaga internal
agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu mempunyai tingkat efisiensi kinerja 100, sedangkan Model pemberdayaan semua elemen pelaku
agroindustri gelatin dalam manajemen mutu total mempunyai tingkat efisiensi kinerja 91,29. Di samping itu nilai efisiensi kinerja Model jual beli bahan baku
secara bebas sesuai mutu sebagai model yang berlaku saat ini jika dibandingkan dengan model-model dalam organisasi sistem yang mempunyai nilai 88,27.
Rincian dari nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Nilai perkiraan efisiensi alternatif sistem kelembagaan jaminan mutu
ditinjau dari sisi organisasi. Alternatif Model Sistem Kelembagaan
Nilai Efisiensi Kinerja 3. Model jual beli bahan baku secara
bebas sesuai mutu kondisi awal 88,27
4. Model pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam
manajemen mutu total 91,29
5. Adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk dan
sertifikasi mutu 100,00
6. Penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu
100,00
146
Hasil analisis model lebih lanjut terhadap variabel input dan output dengan menggunakan DEA terhadap model berkinerja efisien dan model yang berkinerja
kurang efisien ditinjau dari sisi organisasi disajikan pada Gambar 39.
Gambar 39 Perbandingan input dan output kinerja model organisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin
Dari Gambar 39 di atas terlihat bahwa perbandingan variabel input dan output antara model jual beli bahan baku sesuai mutu sebagai model berkinerja kurang
efisien dan model Adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk yang berkinerja efisien, menunjukkan bahwa adanya lembaga internal
sistem jaminan mutu produk memberikan output yang lebih tinggi dan input yang lebih rendah dibandingkan dengan model yang berlaku saat ini. Beberapa
variabel input tersebut adalah harga produk, daya saing produk, nilai tambah prosuk, efisiensi proses pengurusan mutu, lamanya proses pengurusan sertifikasi
mutu, biaya pengurusan sertifikasi mutu dan tingkat keterlibatan setiap elemen dalam manajemen mutu.
Disamping itu berdasarkan analisis variabel input dan output terhadap kedua model ini juga diperoleh bahwa model adanya lembaga internal
147
agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu mempunyai tingkat efisiensi yang paling tinggi dibandingkan dengan model yang lain, sebagaimana
terlihat pada Gambar 40.
Gambar 40 Perbandingan input dan output kinerja model penggunaan lembaga independen dengan kinerja model jual beli sesuai mutu
Peningkatan kinerja dapat dilihat dari penurunan nilai varibel input pada model adanya lembaga internal jaminan mutu dan sertifikasi mutu jika
dibandingkan dengan model yang berlaku saat ini sebagaimana terlihat dalam Gambar 41. Dengan adanya penurunan variabel input tersebut, maka akan
meningkatkan nilai efisiensi kinerja sistem secara keseluruhan. Dari hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa untuk mengimplementasikan
sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroinsustri gelatin ditinjau dari sisi organisasi yang paling efisien adalah menggunakan model
lembaga internal jaminan mutu dan sertifikasi mutu, untuk mendukung adanya lembaga independen jaminan mutu yang sudah ada saat ini misalnya LPPOM-
MUI sebagai lembaga sertifikasi mutu halal, sedangkan dari sisi aturan kerjasama,
148
model yang paling tepat adalah kontrak pengadaan bahan baku dengan Patokan harga sesuai mutunnya.
Gambar 41 Nilai penurunan variabel input pada model adanya lembaga internal jaminan mutu dibandingkan dengan model jual beli bahan baku gelatin
Berdasarkan analisis efisiensi dengan menggunakan DEA terhadap ketiga model ini diperoleh bahwa model yang kurang efisien adalah model
pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam menajemen mutu total dengan nilai efisiensi 91,29. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu dan model adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu
dapat digunakan sebagai model untuk mengimplementasikan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin ditinjau dari sisi
organisasi.
Gambaran Analisis Finansial dalam Pengembangan Agroindustri Gelatin
Beberapa hal yang diperhitungkan dalam analisis finansial pengembangan agroindustri gelatin adalah sumber dana dan struktur pembiayaan, jumlah biaya
149
investasi, harga dan prakiraan penerimaan, proyeksi laba rugi, proyeksi arus kas, analisa titik impas, Kriteria kelayakan investasi NPV, IRR, Net BC, PBP, ROI
dan analisa sensitivitas. Dalam menentukan perkiraan biaya, beberapa asumsi sangat dibutuhkan.
Asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut: a. Umur ekonomi proyek ditetapkan selama 10 tahun.
b. Harga bahan baku kulit split ditetapkan Rp 4.000-Rp 5.000kg, dan harga penjualan gelatin dalam bentuk bubuk ditetapkan bervariasi berdasarkan mutu
dengan proyeksi penjualan dan harga disajikan pada Tabel 25.
Tabel 25 Harga penjualan gelatin berdasarkan mutu tahun 2009 No Jenis Gelatin
Proyeksi penjualan Harga
Rpx 1000 Kg
1 Gelatin Bloom 125
13,500 10
45 2
Gelatin Bloom 150 20,250
15 55
3 Gelatin Bloom 200
33,750 25
70 4
Gelatin Bloom 250 67,500
50 85
Jumlah 135,000
100 255
c. Penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus dengan salvage value diasumsikan sama dengan nol
d. Kapasitas Produksi ditentukan sebagai berikut: a. Kebutuhan bahan baku kulit sapi
: 1.500 kghari atau 450 tontahun b. Lama Operasi
: 300 haritahun c. Produksi gelatin
: 450 kghari atau 135 tontahun d. Suku bunga yang digunakan adalah 15 per tahun dan Debt Equity Ratio
DER sebesar 60:40. Angsuran dibayar pada tahun ke-3 sampai tahun ke-10. e. Biaya investasi adalah biaya investasi tetap ditambah biaya modal kerja
selama tiga bulan pertama dan dikeluarkan seluruhnya pada tahun ke-0. f. Semua produk gelatin yang diproduksi terjual habis setiap tahun
g. Semua komponen harga tetap selama umur proyek. h. Pajak penghasilan berdasarkan Undang-Undang Pajak nomor 17 tahun 2000
adalah sebagai berikut : -
Jika pendapatan Rp.50.000.000,00, pajak sebesar 10 pendapatan
150
- Jika Rp.50.000.000,00pendapatanRp.100.000.000,00, pajak sebesar
10 x Rp.50.000.000,00 T 15 x pendapatan Rp..50.000.000,00 -
Jika pendapatan Rp.100.000.000,00, maka pajak sebesar 10 x Rp.50.000.000,00 + 15 x Rp.50.000.000,00 + 30 x pendapatan –
Rp. 100.000.000,00 i.
Kapasitas produksi pada tahun pertama sebesar 80 dari total kapasitas, tahun kedua sebesar 90 dari total kapasitas dan tahun ketiga sampai tahun
kesepuluh, pabrik berproduksi penuh Sumber dana pembiayaan investasi perusahaan gelatin ini terdiri dari dua
bagian yaitu dana pinjaman bank dan dari modal sendiri. Jenis pinjaman yang diberikan oleh bank adalah kredit investasi yang diberikan untuk mendirikan
usaha baru. Nilai suku bunga untuk kredit investasi tersebut adalah 15 dengan porsi pendanaan atau Debt Equity Ratio DER adalah 60 dari pihak bank dan
40 dari pihak peminjam. Jumlah kredit investasi yang diberikan oleh bank sebesar 60 dari total biaya
investasi adalah sebesar Rp. 3.405.740.400,- sedangkan biaya investasi dari modal sendiri sebesar Rp. 2.270.494.000,-. Total biaya investasi agroindustri gelatin
adalah Rp. 5.676.234.000,-.
Pembayaran pinjaman terdiri dari pembayaran angsuran dan pembayaran bunga pinjaman. Pembayaran angsuran maupun bunga pinjaman dimulai dari
tahun ketiga sampai dengan tahun ke 10. Rincian komponen investasi agroindustri gelatin disajikan pada Tabel 26.
Tabel 26 Gambaran komponen investasi agroindustri gelatin. No
Keterangan volume satuan
Nilai Rpx1000
Persentase 1 Pengadaan tanah
1.000 M
200.000
2
6 2 Pengadaan bangunan pabrik
297 M
297.000
2
8 3 Pengadaan bangunan kantor
45 M
67.500
2
2 4 Pengadaan bangunan infrastuktur
1 paket 99.825
3 5 Pengadaan alat dan mesin
1 paket 2.020.000
57 6 Pengadaan perlengkapan
1 paket 425.000
12 7 Biaya pra operasi
1 paket 100.000
3 8 Kontingensi 10
1 paket 320.933
9 Total investasi
3.530.258 100
151
Biaya investasi adalah penggunaan dana untuk menanam modal dalam proyek baru Ichsan et al. 2003. Biaya investasi total terdiri dari biaya investasi
tetap dan biaya modal kerja pada tahun pertama. Menurut Husnan dan Suwarsono 2000, biaya investasi tetap adalah biaya untuk aktiva tetap yang terdiri dari
aktiva tetap berwujud tanah, bangunan, mesin dll. dan aktiva tetap tidak berwujud biaya pendahuluan, biaya sebelum dll. Komposisi investasi tetap
disajikan pada Tabel 27. Tabel 27 Struktur modal investasi agroindustri gelatin.
No Keterangan
Nilai Rpx1000
1 Struktur dana investasi - Modal Tetap
3.530.258 - Modal Operasional
2.145.977
Total Investasi 5.676.234
2 Proporsi modal investasi - Dana Sendiri 40
2.270.494 - Dana pinjaman 60
3.405.740 3 Jangka waktu pinjaman
10 tahun 4 Bunga pinjaman
15 5 Waktu mulai cicilan
tahun ke tiga Modal operasional adalah modal yang dibutuhkan agar perusahaan dapat
beroperasi untuk pertama kali. Asumsi yang digunakan untuk pendirian agroindustri gelatin adalah selama tiga bulan biaya variabel masuk ke dalam biaya
investasi. Modal kerja adalah gabungan dari biaya pabrik tidak langsung yang meliputi biaya untuk tenaga kerja tidak langsung, biaya pemeliharaan, dan biaya
asuransi. Selain itu, modal kerja juga memperhitungkan biaya untuk bahan baku, biaya tenaga kerja langsung serta persediaan kas. Pada tahun pertama proyek
dimana pabrik masih berproduksi dengan tingkat 80 dari kapasitas maksimalnya, biaya operasionalnya Rp. 6,58 milyar. Pada tahun kedua, seiring
dengan peningkatan produksinya 90 dari kapasitas maksimal, biaya operasionalnya pun meningkat menjadi Rp. 6,9 milyar. Pada kapasitas produksi
100, rata-rata biaya operasional pabrik adalah Rp.7,1 milyar. Besarnya biaya operasional pabrik secara lebih terperinci diperlihatkan pada Tabel 28.
Harga jual gelatin per kilogram bervariasi antara Rp 45.000,- sampai dengan Rp 85.000,- dengan variasi proyeksi penjualan yang bergantung mutu
gelatin, makin bermutu gelatin hanganya makin tinggi. Gelatin bloom 250
152
menempati porsi terbesar dalam proyeksi penjualan yaitu sebesar 50. Gelatin bloom 200, 150, dan 125 berturut turut proyeksi penjualannya adalah sebesar
25, 15 dan 10. Proyeksi penjualan sesuai dengan teknologi proses produksi yang menghasilkan perbedaan jumlah gelatin
. Tabel 28 Biaya operasional, jumlah produksi dan keuntungan Rp
No Komponen biaya
Tahun 1 Tahun 2
Tahun 3 - 10 satuan
1 Biaya Operasional - Biaya tetap
3.865.308 3.865.308
3.865.308 Rp x 1000 - Biaya variabel
2.972.939 3.242.681
3.512.422 Rp x 1000 Total biaya Operasional
6.838.248 7.107.989
7.377.730 Rp x 1000 2 Volume produksi gelatin
108.000 121.500
135.000 Kg
Total pendapatan 7.857.000
8.839.125 9.821.250 Rp x 1000
4 Keuntungan sebelum pajak 1.018.752
1.731.136 2.443.520 Rp x 1000
Pada tahun pertama, perusahaan memproduksi sebanyak 80 dari kapasitas total. Pada tahun kedua, perusahaan memproduksi 90, sedangkan pada
tahun ketiga sampai tahun kesepuluh, perusahaan memproduksi 100 dari kapasitas total. Setiap tahun, perusahaan diasumsikan dapat menjual 100 dari
gelatin yang diproduksi pada tahun itu. Proyeksi laba rugi berguna untuk mengetahui kemampuan perusahaan
dalam memperoleh laba. Proyeksi laba rugi dihitung dengan cara mengurangi penerimaan dengan pengeluaran biaya tetap dan biaya variabel kemudian
dikurangi dengan pembayaran bunga sehingga dihasilkan laba sebelum pajak. Laba sebelum pajak dikurangi dengan pajak yang dihitung dengan mengalikan
ketentuan pajak sesuai Undang Undang Nomor 17 tahun 2000 dengan laba sebelum pajak tersebut. Perhitungan proyeksi laba rugi dapat dilihat pada
Lampiran 8 k. Menurut Husnan dan Suwarsono 2000, aliran kas dapat dikelompokkan
menjadi tiga bagian yaitu aliran kas permulaan initial cash flow, aliran kas operasional operational cash flow dan alirar. kas terminal terminal cash flow.
Aliran kas permulaan adalah aliran kas yang berhubungan dengan pengeluaran investasi. Aliran kas operasional dapat dihitung dengan mengurangi laba setelah
pajak dan penyusutan dengan angsuran pinjaman. Aliran kas terminal terdiri dari nilai sisa investasi ditambah dengan pengembalian modal kerja.
153
Aliran kas dihitung dengan mengurangi aliran kas masuk dengan aliran kas keluar setiap tahunnya. Aliran kas masuk terdiri dari modal sendiri dan
pinjaman initial cash flow, laba bersih, depresiasi, nilai barang tidak terjual operational cash flow, nilai sisa dan pengembalian modal kerja terminal cash
flow. Aliran kas keluar terdiri dari investasi tetap, modal kerja initial cash flow dan angsuran pinjaman operational cash flow. Kas bersih didapatkan dengan
mengurangi kas masuk dengan kas keluar setiap tahunnya. Proyeksi arus kas
dapat dilihat pada Lampiran 8 j.
Analisis Kelayakan Pengembangan Agroindustri Gelatin
Dalam analisis kelayakan pengembangan agroindustri gelatin, beberapa hal yang dilakukan adalah analisis aspek pasar dan pemasaran, analisis aspek teknis
dan teknologis, analisis aspek finansial dan ekonomi.
Analisis aspek pasar dan pemasaran
Kajian aspek pasar dan pemasaran meliputi pengukuran potensi pasar, pendefinisian struktur pasar, pengukuran pangsa pasar dan perumusan strategi
bauran pemasaran. Dalam mengkaji aspek pasar dan pemasaran gelatin, perusahaan perlu membedakan antara produk bisnisindustri dengan produk
konsumsi. Gelatin termasuk produk bisnisindustri yang diperjualbelikan pada pasar bisnis.
Produksi gelatin di Indonesia masih relatif kecil karena hanya diproduksi oleh industri kecil yang jumlahnya sangat terbatas. Selama ini pemenuhan
kebutuhan gelatin di Indonesia diimpor dari berbagai negara diantaranya Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Brazil, Korea, Cina dan Jepang dengan total impor
gelatin sebanyak
3.764.856 kg dengan nilai
US 15.292.243.-pada tahun 2008. Disisi lain produksi gelatin di Indonesia masih sangat terbatas. sehingga
pemenuhan kebutuhan gelatin dalam negeri merupakan pasar potensial dari agroindustri gelatin.
Derajat persaingan struktur pasar gelatin perlu dikaji untuk menentukan pangsa pasar gelatin yang dapat diraih oleh perusahaan baru dan untuk melihat
sejauh mana perusahaan baru berpeluang untuk bertahan dan berkembang diantara
154
perusahaan pesaing yang telah lebih dahulu stabil. Namun struktur pasar gelatin dalam negeri mempunyai keunggulan dari sisi georafis, harga dan status kehalalan
produk dibandingkan perusahaan-perusahaan penghasil gelatin dari luar negeri. Menurut Kotler 2002, persaingan murni terjadi dimana banyak pesaing
menawarkan produk dan jasa yang sama. Berdasarkan data GME Gelatin Manufacturers Association of Europe Organization,
produksi gelatin dunia pada tahun 2001 sebesar 269.400 ton, tahun 2005 sebesar 306.800 ton dan tahun 2006
sebesar 315.000 ton. Produksi gelatin dunia pada tahun 2001 menyebar diantara sekitar 12 perusahaan besar dan ratusan perusahaan kecil. Daftar nama-nama
perusahaan beserta kapasitas produksinya dapat dilihat pada Tabel 5. Perusahaan gelatin yang dikaji ini memposisikan diri sebagai perusahaan
pengikut pasar. Perusahaan akan bersaing dengan perusahaan yang berada pada urutan bawah atau dapat menjadi pemimpin pasar diantara perusahaan-perusahaan
kecil selain 12 perusahaan besar tersebut. Menurut Kotler 2002, perusahaan kecil umumnya menghindari persaingan melawan pasar besar dengan mengincar
pasar kecil yang kurang atau tidak menarik bagi perusahaan besar. Berdasarkan data diatas, perusahaan yang menempati urutan paling bawah
berdasar kapasitas produksinya adalah Norland dengan kapasitas produksi sebesar 500 ton per tahun atau sebesar 0,18 dari seluruh konsumsi gelatin dunia
tahun 2001. Produksi gelatin di Eropa disajikan pada Tabel 29. Tabel 29 Produksi gelatin di Eropa tahun 2006
Nama Negara Produksi Tontahun Persentase
Belgium 20,500
16.89 France
26,700 21.99
Germany 30,000
24.71 Italy
7,900 6.51
Spain 9,600
7.91 Sweden
11,500 9.47
The Netherlands 5,400
4.45 United Kingdom
5,500 4.53
Poland 300
0.25 Slovakia
2,400 1.98
Total 121,400
100.00
Sumber : GME Organization 2006
155
Data di atas memperlihatkan negara dengan kapasitas produksi terkecil adalah polandia dengan produksi 300 ton pertahun atau sekitar 0,10 dari
produksi gelatin dunia tahun 2006 sebesar 315.000 ton per tahun. Oleh karena itu kapasitas produksi agroindustri gelatin yang akan dikaji adalah 300 ton per tahun
atau 11 kebutuhan inport gelatin Indonesia tahun 2006. Pangsa pasar atau sales potensial adalah proporsi sebagian dari keseluruhan
pasar potensial yang diharapkan dapat diraih oleh proyek yang bersangkutan Husnan dan Suwarsono, 2000. Menurut Fellows et.al. 1996, untuk kondisi
persaingan dengan jumlah pesaing banyak dan ukuran pesaing yang cukup besar dan jenis produk yang dibuat sama maka kisaran persentase pangsa pasar yang
dapat diraih antara 0-2,5 dan untuk kondisi jumlah pesaing tidak ada sampai sebesar 100 . Oleh karena itu, pangsa pasar dunia yang dapat diraih perusahaan
sebesar 2,5 dari konsumsi gelatin dunia atau sebesar 7.875 ton per tahun. Pasar potensial gelatin Indonesia berdasarkan hasil prakiraan adalah sebesar
2.375.276 kilogram setiap tahunnya. Pasar potensial gelatin Indonesia tersebut jika dibandingkan dengan konsumsi gelatin dunia 315.000 ton hanya sebesar
0,75, sedangkan berdasar kajian struktur pasar di atas, perusahaan dapat berproduksi sekitar kapasitas 0,10 dari konsumsi gelatin dunia atau sebesar
0,095 dari pangsa pasar gelatin dunia atau 11,05 dari pasar potensial gelatin di Indonesia.
Posisi perusahaan gelatin yang dikaji ini dalam struktur persaingan agroindustri gelatin cukup aman sebagai pendatang baru dan mempunyai
kemampuan untuk bertahan dan berkembang. Hal ini karena perusahaan hanya bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang menempati urutan bawah dan
berproduksi dengan kapasitas sekitar 11,05 dari pasar potensial di Indonesia. Selain itu, perusahaan gelatin yang dikaji ini mempunyai keunggulan dari sisi
geografis, harga dan status kehalalan produk dibanding dengan perusahaan- perusahaan penghasil gelatin dari luar negeri.
Produk adalah sesuatu yang ditawarkan dan dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen. Bauran produk adalah daftar lengkap dari seluruh
produk yang ditawarkan untuk dijual oleh perusahaan Stanton 1991. Produk gelatin merupakan produk industri. Menurut Kotler 2002, industri adalah
156
sekelompok perusahaan yang menawarkan suatu produk atau kelas produk yang merupakan subtitusi dekat satu sama lain. Menurut Ichsan et al. 2003, salah satu
karakteristik produksi modern dari suatu industri adalah adanya standardisasi. Oleh karena pasar gelatin termasuk pasar industri maka konsep pemasaran
yang diterapkan adalah strategi produk. Menurut Ichsan et al. 2003, strategi produk mengasumsikan bahwa calon konsumen dalam menetapkan produk yang
dibeli menitikberatkan pada mutu dan karakteristik produk tersebut. Menurut Kotler 2002, perusahaan-perusahaan yang menjual barang-barang dan jasa-jasa
bisnis industri menghadapi para pembeli professional yang terlatih dan terinformasi dengan baik dan yang terampil dalam menilai penawaran bersaing.
Gelatin dijual dalam pasar dengan berbagai nama dan nama dagang. Nama- nama tersebut berdasar jenis bahan baku dan proses gelatin yang dibuat bovine
gelatin, dried fish gelatin, type A gelatin, jenis penggunaan gelatin food-grade gelatin, edible gelatin, pharmacheutical gelatin
atau perusahaan pembuat gelatin Gelita-tech, Nitta 750, Norland Fish Gelatin 2007
Karena perusahaan akan menghadapi pembeli professional maka produk yang dibuat harus memiliki keunggulan dibanding produk yang dibuat oleh
perusahaan lain atau keunggulan dibanding dengan produk lain yang mempunyai fungsi sama. Keunggulan produk yang dapat dimunculkan adalah status kehalalan
dan keamanan gelatin selain pemenuhan kriteria lain seperti sesuai standar SNI dan standar penggunaan gelatin dalam berbagai industri. Keunggulan lainnya
adalah variasi kegunaan gelatin yang cukup luas dalam aplikasi industri. Salah satu keunggulan gelatin yang dibuat oleh perusahaan yang dikaji ini
adalah kejelasan status kehalalan gelatin. Gelatin tersebut halal karena menggunakan bahan baku kulit split sapi. Kehalalan ini dengan asumsi
penyembelihan sapi tersebut sesuai dengan syariat Islam. Mayoritas penduduk Indonesia yang muslim membuat status kehalalan produk gelatin yang dihasilkan
menjadi mutlak. Menurut GME Organization 2006, gelatin yang menggunakan bahan baku dari kulit babi menempati persentase terbesar dari konsumsi gelatin
dunia yaitu sebesar 45,80. Hal tersebut menjadikan produk gelatin ini mampu bersaing dibandingkan dengan produk gelatin yang dibuat oleh perusahaan-
perusahaan gelatin di luar negeri. Keunggulan lain dari gelatin yang diproduksi
157
oleh perusahaan yang dikaji ini adalah keamanan gelatin dari infeksi Bovine Spongiform Encephalophaty
BSE atau Transmissible Spongiform Encephalophaty
TSE dan bahan lain yang berbahaya. Keamanan gelatin tersebut karena bahan baku yang digunakan berasal dari kulit split dalam negeri. Menurut
Dirjen Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian 2003, Indonesia masih tergolong negara yang terbebas dari penyakit mulut dan kuku. Menurut Goossens
2002, keamanan gelatin tergantung dari tiga faktor yaitu asal bahan baku, regulasi terhadap bahan baku dan proses produksi dan pengurangan serta
inaktivasi TSE pada proses produksi. Keunggulan gelatin dibanding dengan produk yang mempunyai fungsi sama
adalah variasi kegunaan gelatin yang cukup luas dalam aplikasi indutri. Hal ini membuat pasar gelatin menjadi luas. Menurut Rubin 2002, gelatin dapat
bersaing dengan beberapa zat aditif bahan pangan dan gelatin mempunyai beberapa keunggulan spesifik. Dua keunggulan yang utama adalah elastisitas
formulasi karena bersifat thermoreversible dan mampu meleleh pada suhu tubuh. Keunggulan lain dari gelatin adalah mudah digunakan dalam berbagai variasi
standar terutama kombinasi kekuatan gel bloom dan viskositasnya, transparan, tidak berbau, tidak ada efek terhadap rasa dari produk akhir, memungkinkan untuk
tersedia dalam jumlah yang memadai untuk industri, relatif tidak mahal dan cocok dengan karakteristik dari banyak jenis obat-obatan dan suplemen nutrisi.
Selain itu, gelatin mempunyai beberapa karakteristik seperti penyatuan antara udara dan busa, stabilisasi busa, stabilisasi emulsipencegahan pemisahan
zatstabilisasi pemisahan lemak, meningkatkan flow properties, pengontrolan pembentukan kristal, pembuatan film atau pelapisan, pelembut tekstur, pengganti
lemak, pengikat air, meningkatkan cita rasa pada mulut, thickening dan meningkatkan adesi Jones 1977.
Bentuk akhir dari gelatin yang diproduksi adalah flake berbentuk lembar tipis dengan ukuran kecil dan transparan. Kemasan terbuat dari plastik
polypropilen tebal dengan beberapa variasi kapasitas untuk pembeli yang berbeda.
Harga adalah jumlah uang yang diminta untuk barang atau jasa tertentu. Harga dapat pula dikatakan sebagai jumlah nilai yang dipertukarkan pada
konsumen untuk mencapai manfaat pengguna barang-barang atau jasa-jasa. Harga
158
sangat berhubungan dengan produk dan mutu Winardi 1991. Harga merupakan satu-satunya elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan. Suatu
perusahaan harus menetapkan harga untuk pertama kali ketika perusahaan tersebut mengembangkan produk baru. Perusahaan harus memutuskan dimana akan
memposisikan produknya berdasarkan mutu dan harga Kotler 2002. Alasan yang mempengaruhi penetapan harga gelatin adalah karakteristik
gelatin sebagai produk industri, struktur pasar persaingan murni yang berlaku, keunggulan kompetitif kehalalan dan keselamatan produk gelatin dibanding
dengan produk dari luar negeri, serta karakteristik biaya dan harga dari agroindustri gelatin. Sebagai produk industri, gelatin telah terstandardisasi Ichsan
et al . 2003, pembeli gelatin adalah pembeli professional yang terlatih dan
terinformasi dengan baik dan yang terampil dalam menilai penawaran bersaing, permintaan total tidak terlalu dipengaruhi oleh perubahan harga Kotler 2002,
harga merupakan harga tetap, jarang terjadi tawar menawar, penjual tidak akan meminta harga lebih rendah atau lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang
berlaku dan harga tidak mudah berubah Winardi 1991. Karakteristik biaya dan harga gelatin dikaji dari analisis Sensivitas adalah
NPV masih positif, IRR masih diatas suku bunga yang berlaku dan Net BC masih diatas satu walaupun harga bahan baku dan bahan pembantu naik sampai 493.
Selain itu ukuran-ukuran tersebut masih layak jika harga diturunkan sampai 10,76. Hal tersebut menunjukkan bahwa agroindustri gelatin ini lebih peka
terhadap perubahan harga jual dan kapasitas penjualan dibandingkan dengan perubahan harga bahan baku. Menurut Winardi 1991, makin besar persamaan
produk suatu perusahaan dan produk pihak saingannya, makin tergantung perusahaan itu pada harga.
Oleh karena itu strategi penetapan harga yang digunakan adalah penetapan harga sesuai dengan harga yang berlaku. Menurut Kotler 2002, harga yang
berlaku dianggap mencerminkan kebijakan bersama industri sebagai harga yang akan menghasilkan tingkat pengembalian investasi yang layak dan tidak
membahayakan keselarasan industri. Harga gelatin pada pasar dunia pada tahun 2002 berkisar Rp. 43.000,00
sampai 153.000,00 per kilogram Rubin 2002 atau sekitar Rp. 49.800,00 sampai
159
162.000,00 pada tahun 2004. Di Indonesia harga gelatin berkisar Rp. 45.000,00 sampai Rp. 85.000,00 per kilogram PT. Megasetia Agung Kimia, 2008. Harga
gelatin bervariasi sesuai standar karakteristik dan jenis gelatin berdasarkan aplikasinya. Karakteristik gelatin yang sering dipakai sebagai standar harga
adalah bloom kekuatan gel. Makin tinggi kekuatan gel gelatin maka makin mahal harga gelatin tersebut. Kisaran harga gelatin terendah berdasar aplikasinya
adalah gelatin pangan, kemudian kosmetik, farmasi dan paling tinggi adalah gelatin fotografi. Selain itu harga gelatin menjadi sangat tinggi untuk
penggunaan-penggunaan tertentu yang membutuhkan kemurnian gelatin yang tinggi atau spesifikasi khusus seperti untuk keperluan penelitian. Harga gelatin
untuk keperluan tersebut berkisar Rp. 230.000,00 sampai Rp. 1.087.000,00 per kilogram.
Harga gelatin ditetapkan berdasarkan harga jual yang berlaku di pasar dan ditetapkan berdasarkan kekuatan gel. Harga gelatin yang ditetapkan berkisar
Rp 45.000,- sampai Rp. 85.000,-. Harga dan proyeksi penjualan gelatin bubuk powder gelatin dapat dilihat pada Tabel 25.
Analisis aspek teknis dan teknologis
Kajian aspek teknis teknologis meliputi penentuan bahan baku, lokasi perusahaan, penentuan kapasitas produksi, penentuan teknologi proses dan tata
letak pabrik. Kulit split sering disebut sebagai kulit sapi bahan kerupuk. Selain itu kulit split juga sering disebut sebagai kulit limbah hasil proses pemotongan pada
penyamakan kulit. Kapasitas produksi pabrik kulit sebesar 140 juta kaki persegi atau setara dengan lima juta lembar kulit sapi yang berarti lima juta ekor per tahun
Berdasarkan hal tersebut maka ketersediaan kulit sapi split sebasar 11.500 ton per tahun. Sebagian besar lebih 80 pabrik penyamakan kulit penghasil kulit split
ini berada di Pulau Jawa. Jumlah kulit split yang tersedia tersebut mencukupi kebutuhan agroindustri gelatin di Indonesia. Kebutuhan agroindustri gelatin setiap
tahunnya di PT. Muhara Dwi Tunggal Laju Tannery hanya 450 ton atau sebesar 3.91 dari ketersediaan bahan baku kulit sapi split.
Selain itu, populasi ternak sapi potong di Indonesia pada tahun 2009 sebanyak 12.603.160 ekor, kemudian yang dipotong sebanyak 2.043.947
160
ekortahun Statistik Peternakan, 2009. Kulit sapi beratnya sekitar 20 kilogram BPS, 2001. Persentase kulit split sebesar 11,5 dari kulit sapi utuh Winter
1984, sehingga, kulit split sapi di Indonesia tersedia dari hasil pemotongan sebanyak 4.701 ton per tahun. Jumlah sebesar itu mampu mencukupi pemenuhan
bahan baku kulit sapi split sebesar 41. Pertimbangan ketersediaan bahan baku berdasarkan kapasitas produksi
penyamakan kulit PT. Muhara Dwi Tunggal Laju Tannery yang menjadi tempat agroindustri gelatin berada agar pasokannya terjamin. Industri penyamakan kulit
PT. Muhara Dwi Tunggal Laju Tannery mempunyai kapasitas produksi 10 ton per hari dengan limbah kulit yang dihasilkan adalah 22 atau sebesar 2,2 ton perhari.
Karena kapasitas produksi agroindustri gelatin yang dikaji hanya 1,5 ton perhari, maka jaminan kepastian bahan baku akan diperoleh dari dalam sendiri. Harga
bahan baku kulit split sisa industri penyamakan berkisar antar Rp.4.000 – Rp. 5.000,- per kilograms PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery, 2008.
Menurut Cristianto 2001, rendemen gelatin tipe B dari kulit sapi split berkisar 24-59, sedangkan rendemen gelatin dari kulit kering dried hides
sebesar 50-55 Keenan 1994. Rendemen gelatin dari kulit sapi split lebih rendah dibandingkan dengan gelatin dari kulit kering karena kadar air dari kulit
split sekitar 61, sedangkan kadar air kulit kering sebesar 10-15 Keenan
1994. Dalam indutri gelatin yang dikaji ini asumsi rendemen yang digunakan adalah 20 dengan proses basa.
Kapasitas produksi adalah jumlah atau volume produk yang seharusnya dibuat oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu Sumarni Soeprihanto
1993. Kapasitas produksi gelatin ditetapkan berdasar informasi pasar potensial dan pangsa pasar yang masih dapat diraih perusahaan.
Pasar potensial gelatin Indonesia berdasarkan hasil prakiraan adalah sebesar 2.375.276 kilogram setiap tahunnya. Pasar potensial gelatin Indonesia tersebut
jika dibandingkan dengan konsumsi gelatin dunia 315.000 ton hanya sebesar 0,75, sedangkan berdasar kajian struktur pasar, perusahaan dapat berproduksi
sekitar kapasitas 0,10 dari konsumsi gelatin dunia atau sebesar 0,095 dari pangsa pasar gelatin dunia atau 11,05 dari pasar potensial gelatin di Indonesia.
161
Penentuan kapasitas produksi selain mengacu pada hasil prakiraan potensi pasar, pangsa pasar dan derajat persaingan pasar ditentukan oleh teknologi proses
dan mesin yang dipilih. Agroindustri gelatin yang dikaji ini menggunakan teknologi proses pembuatan gelatin dengan perendaman basa. Mesin-mesin yang
digunakan, khususnya sistem evaporasi dan sistem pengeringan, menggunakan mesin-mesin hasil rekayasa sendiri yang bekerjasama dengan BPPT, dengan
menggunakan sistem falling film evaporator dan sistem pengering chamber dehudified.
Setelah melalui perhitungan neraca massa dengan mempertimbangkan kapasitas mesin-mesin tersebut maka kapasitas produksi pabrik gelatin ditetapkan
sebesar 450 ton bahan baku per tahun atau sebesar 1.500 kilogram kulit split per hari, yang akan menghasilkan gelatin sebesar 135 ton gelatin per tahun.
Karena perusahaan gelatin ini termasuk pemain baru dalam agroindustri gelatin, maka untuk tahun pertama dan kedua belum dapat berproduksi secara
penuh. Pada tahun pertama, perusahaan hanya berproduksi sebesar 80 dari kapasitas produksi penuh, sedangkan pada tahun kedua, perusahaan meningkatkan
produksinya menjadi 90 dari kapasitas penuh. Untuk tahun ketiga sampai tahun kesepuluh, perusahaan sudah dapat berproduksi secara penuh.
Proses produksi gelatin dilakukan secara batch dengan menggunakan mesin dan peralatan yang dipasang secara berurutan dari pengolahan bahan baku sampai
menjadi produk. Menurut Sumarni dan Soeprihanto 1993, ada dua jenis proses produksi yaitu proses produksi terus-menerus continuous dan proses produksi
yang terputus-putus intermitten. Proses produksi kontinu ditandai dengan aliran bahan baku yang selalu tetap atau mempunyai pola yang selalu sama sampai
produk selesai dikerjakan. Kulit split dapat dibuat menjadi gelatin tipe A dengan proses asam dan tipe
B dengan proses basa Yulianto 2002. Gelatin berbahan baku kulit split dari pabrik yang dikaji ini diproduksi dengan proses basa. Alasan dipilihnya proses
basa karena menurut Cristianto 2001, rendemen gelatin tipe B dari kulit sapi split
berkisar 24-59, yang lebih besar dari pada dengan porses asam. Disamping itu, proses perlakukan penyamakan kulit sebelumnya dari kulit split adalah liming
yaitu proses perendaman basa, maka dengan proses basa penggunaan bahan kimia
162
dalam proses perendaman untuk membuat gelatin menjadi lebih sedikit dan prosesnya menjadi lebih pendek.
Proses produksi gelatin dengan proses basa terdiri dari pencucian kulit split, pemotongan kulit split, perendaman basa, netralisasi, ekstraksi bertahap, filtrasi,
pemekatan dengan evaporator, sterilisasi, pengeringan dan penghancuran. Pertama kali diterima, dilakukan analisis proksimat terhadap bahan Baku terutama kadar
air, kadar lemak, kadar abu dan kadar Nitrogen. Bahan Baku kulit split dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran menggunakan air. Selanjutnya, kulit split
basah hasil pencucian dipotong dengan ukuran 1-2 cm dan dimasukkan ke dalam tangki perendaman. Perendaman kulit dalam larutan Kapur tohor liming
dilakukan selarna 15-24 jam. Kulit setelah perendaman kemudian dinetralisasi dengan ammonium sulfat
dan dicuci menggunakan air sampai pH kulit split mendekati netral. Setelah itu kulit split diekstraksi empat tahap yaitu tahap I dengan suhu 55-65 °C, tahap II
dengan suhu 65-75 °C, tahap III dengan suhu 75-85 °C dan tahap IV dengan suhu 85-95 °C dengan waktu masing-masing antara. 4-9 jam.
Gelatin hasil ekstraksi tersebut kemudian difiltrasi untuk menghilangkan partikel yang lebih besar, koloid, bakteri dan kotorankotoran lain. Selanjutnya
dilakukan pemekatan dengan evaporator. Gelatin yang dihasilkan mempunyai kadar air berkisar 30-40. Gelatin tersehut kemudian disterilisasi dengan suhu
140-142 °C selama 4 detik. Sterilisasi ini dilakukan untuk mengurangi kandungan mikrobial dari gelatin. Hasil setrilisasi tersebut didinginkan dan diekstrusi
sehingga dihasilkan gelatin yang berbentuk noodle. Gelatin dengan kadar air berkisar 30-40 ini kemudian dikeringkan sampai kadar airnya sekitar 12 dan
kemudian dihancurkan sampai didapatkan bentuk yang diinginkan. Gelatin kemudian dikemas dalam wadah plastik yang berukuran 10 Kg atau 25 Kg.
Untuk menghitung kebutuhan energi berupa bahan bakar, steam atau listrik kita perlu menghitung kebutuhan energi atau neraca energi dari proses produksi
yang berlangsung. Menurut Himmelblau 1996, neraca energi berkisar dari menjawab pertanyaan seperti Bahan bakar apa yang paling ekonomis?, Apa
yang dapat diperbuat terhadap kelebihan panas yang dihasilkan?, Berapa banyak steam dan pada temperatur dan tekanan berapa yang dibutuhkan untuk
163
menghasilkan panas pada proses? dan pertanyaan-pertanyaan lain yang berhubungan. Pada pembuatan neraca energi diperlukan data mengenai mesin
yang digunakan, proses yang terjadi, kondisi proses seperti suhu dan tekanan dan energi yang dikonsumsi berdasarkan larnanya mesin tersebut beroperasi. Hasil
perhitungan neraca massa dan neraca energi digunakan untuk menghitung analisis finansial, sedangkan spesifikasi peralatan dan mesin khususnya ukuran dimensi
digunakan untuk menentukan luasan ruang proses produksi. Kebutuhan bahan baku dan energi dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30 Kebutuhan bahan baku dan energi agroindustri gelatin
No Komponen bahan
Jumlah Satuan
Jumlah Satuan
1 Kulit split 1,500 Kghari
37,500 KgBulan 2 CaO kapur tohor
225 Kghari 5,625 KgBulan
3 Amonium sulfat 30 Kghari
750 KgBulan 4 NaOH
38 Kghari 938 KgBulan
5 Uap air panas Steam 375 Kghari
9,375 KgBulan 6 Listrik
3,000 KWhhari 75,000 KWhBulan
7 Air 12,000 Kghari
300,000 KgBulan Dengan mengacu pada alur proses pembuatan gelatin, tata letak dapat dibuat
pertama kali dengan menentukan bahan keterkaitan aktivitas atau peta keterkaitan kegiatan untuk menempatkan lokasi ruang-ruang yang berkaitan dengan operasi
produksi. Selanjutnya informasi yang ada pada bagan keterkaitan aktivitas dituangkan pada diagram keterkaitan kegiatan. Menurut Apple 1990, tujuan
dari diagram keterkaitan kegiatan adalah menjadi dasar perencanaan keterkaitan antar pola aliran barang dan lokasi kegiatan pelayanan dihubungkan dengan
kegiatan produksi. Langkah selanjutnya adalah menentukan analisis kebutuhan luasan ruang
yang diperlukan. Penentuan kebutuhan luasan ruang mernerlukan data mengenai mesin dan alat produksi serta jumlah ruangan yang dibutuhkan. Salah satu cara
menentukan luasan ruangan adalah dengan menghitung perkiraan ruangan yang dibutuhkan bagi tiap-tiap mesin dan peralatan pabrik.
Setelah diagram keterkaitan aktivitas, diagram keterkaitan kegiatan dan analisis kebutuhan luasan ruang dibuat, wilayah pabrik dialokasikan dengan cara
164
menyusun templet luasan ruangan. Beberapa hal yang dipertimbangkan adalah jalur produksi, koordinasi tempat kerja, kemungkinan perluasan, keluwesan letak
ruangan, kebutuhan gang, jarak antar alat dan mesin dan jarak aman antar bangunan. Menurut Apple 1990, prosedur ini mungkin membutuhkan kompromi
dan perubahan dalam bangun wilayah atau ukurannya dan mungkin tidak memenuhi sepenuhnya prioritas diagram keterkaitan kegiatan. Bagan Keterkaitan
kegiatan dapat dilihat pada Lampiran 8 n. Alokasi wilayah ruang produksi jauh melebihi kebutuhan luasan mesin dan
alat sebenarnya. Hal ini karena bangunan proses produksi yang akan dibuat diharapkan mempunyai luasan optimum untuk perkembangan. Luas tanah yang
tersedia untuk bangunan proses produksi memiliki panjang 50 m dan lebar 20 m Alokasi area tidak dianalisis karena pabrik yang telah ada telah mempunyai
fasilitas seperti lapangan parkir, kantor, sarana ibadah, kantin dan lainnya. Adapun tata letak agroindustri gelatin yang diusulkan dapat diperlihatkan pada
Lampiran 8 o:
Analisis Aspek Finansial dan Ekonomi
Beberapa kriteria kelayakan investasi yang dipakai adalah Net Present Value NPV, Internal Rate of return 1RR, Net Benefit Cost Net BC dan Pay Back
Period PBP. Perhitungan detail dari analisis kelayakan investasi dapat dilihat pada Lampiran 8 h. Nilai kriteria kelayakan investasi agroindustri gelatin yang
diintegrasikan dengan industri penyamakan kulit dapat dilihat pada Tabel 31.
Tabel 31 Kriteria kelayakan investasi agroindustri gelatin
No Kriteria
Nilai
1 NPV15 Rp x 1000
4.809.633 2
IRR 31,98
3 Net BC
1,11 4
PBP tahun 3,69
5 BEP Tahun ke -10 Rp x 1000
6.017.308 6
BEP Tahun ke – 10 Kgtahun 102.441
Metode NPV membandingkan nilai tunai dari arus kas masuk yang akan terjadi yang diharapkan dari suatu proyek investasi terhadap arus kas keluar yang
berkaitan dengan investasi di awal proyek tersebut Soekardono 2009. Apabila
165
nilai penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang lebih besar daripada nilai sekarang, investasi maka proyek tersebut menguntungkan sebingga dikatakan
layak, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai NPV dengan tingkat suku bunga 15 adalah sebesar Rp. 4.809.633.000 Karena nilai NPV
lebih besar dari nol maka agroindustri gelatin berbahan baku kulit split dinyatakan layak berdasarkan perhitungan NPV.
IRR adalah tingkat suku bunga dimana nilai tunai dan arus kas yang diharapkan dari suatu proyek investasi adalah sama dengan biaya dari investasi
proyek tersebut. IRR ditentukan dengan menetapkan NPV sama dengan nol Soekardono 2009. Berdasarkan basil perhitungan, nilai IRR adalah sebesar
31,98 sedangkan tingkat suku bunga yang digunakan adalah 15. Karena IRR lebih besar dan tingkat suku bunga yang digunakan maka agroindustri gelatin
berbahan baku kulit split dinyatakan layak berdasarkan perhitungan IRR. Net BC dihitung dengan membandingkan jumlah semua NPV Bt-Ct yang
bernilai positif dengan semua NPV Bt-Ct yang bernilai negatif. Jika BC lebih besar sama dengan satu maka proyek layak untuk dilaksanakan Pramudya dan
Nesia, 1992. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai Net BC adalah sebesar 1,11. Karena nilai Net BC lebih besar dari satu maka agroindustri gelatin berbahan
baku kulit split dinyatakan layak berdasarkan perhitungan Net BC. PBP didefinisikan sebagai jumlah waktu yang diharapkan suatu perusahaan
untuk dapat mengembalikan investasi awalnya Soekardono 2009. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai PBP adalah sebesar 3,69 tahun. Karena nilai PBP lebih
cepat daripada umur proyek maka agroindustri gelatin berbahan baku kulit split dinyatakan layak berdasarkan perhitungan PBB
Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengulang kembali perhitungan yang telah dilakukan dengan perubahan yang terjadi atau mungkin akan terjadi
Pramudya dan Nesia, 1992. Penghitungan dilakukan untuk melihat pengaruh kenaikan harga bahan baku, penurunan harga jual dan peningkatan biaya investasi
terhadap kriteria investasi. Ringkasan analisis sensitivitas dapat diperlihatkan pada Tabel 32.
166
Tabel 32 Analisis sensitivitas pengembangan agroindustri gelatin Skenario Perubahan
Parameter NPV 15
Rp x 1000 IRR
Net BC
PBP tahun
Layak tidak
Harga bahan baku naik 20 2.236.710
23,24 1,05
5,09 Layak
Harga bahan baku naik 30 950.246
18,60 1,02
6,29 Layak
Harga bahan baku naik 40 -336.214
13,68 0,99
8,26 Tidak
Harga penjualan produk turun 10
125.642 15,49
1,00 7,42
Layak Harga penjualan produk turun
15 -2.216.353
5,68 0,95
15,4 Tidak
Nilai investasi naik 30 491.863
16,58 1,01
6,84 Layak
Nilai investasi naik 40 -947,394
12,02 0.98
8,87 Tidak
Harga bahan baku naik 10, harga produk turun 5
1.181.176 19,45
1,03 6,03
Layak Harga bahan baku naik 20,
harga produk turun 5 -105.286
14,59 0,997
7,82 Tidak
Harga bahan baku naik 10, harga produk turun 10
-1.160.820 10,32
0,97 10,36
Tidak
Kenaikan harga bahan baku mempunyai titik kritis antara 30-40. Pada saat kenaikan harga bahan baku 30, proyek berada pada posisi layak untuk
dilaksanakan. Akan tetapi pada saat terjadi kenaikan bahan baku sebesar 40, proyek tidak lagi layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan adanya parameter
kriteria kelayakan yang menunjukkan nilai yang tidak layak, adalah nilai NPV negatif.
Penurunan harga jual produk memiliki kisaran nilai kritis yang lebih kecil. Titik kritis akibat penurunan harga jual sekitar 10. Pada saat penurunan harga
jual sebesar 10, proyek berada pada posisi layak untuk dilaksanakan. Akan tetapi pada saat terjadi penurunan harga jual produk mencapai 15, maka proyek
tidak lagi layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan adanya parameter kriteria kelayakan yang menunjukkan nilai yang tidak layak adalah nilai NPV negatif
seperti pada Tabel 32. Kenaikan biaya investasi mempunyai titik kritis berkisar 32. Pada saat
biaya investasi naik 30, proyek berada pada posisi layak untuk dilaksanakan. Akan tetapi pada saat terjadi kenaikan investasi sebesar 40, proyek tidak lagi
layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan adanya parameter kriteria kelayakan yang menunjukkan nilai yang tidak layak, adalah nilai NPV negatif.
167
Analisis sensitifitas terhadap kriteria gabungan antara kenaikan harga bahan baku dan penurunan harga penjualan produk menunjukkan bahwa dengan
kenaikan harga bahan baku 10 dan penurunan nilai penjualan produk 5, proyek masih layak untuk dijalankan. Akan tetapi pada kenaikan harga bahan
baku sebesar 20 dan penurunan nilai penjualan produk sebesar 5 akan menjadikan proyek tidak lagi layak untuk dijalankan sebagaimana dapat dilihat
pada Tabel 32. Untuk mempertahankan agar supaya harga gelatin tidak terlalu terpengaruh oleh perubahan harga pasar gelatin, maka perlu segmentasi pasar
khususnya produk gelatin yang mempunyai mutu yang baik dan halal. Segmentasi pasar dapat dilakukan dengan membuat kerjasama antara
produsen dengan konsumen dalam melakukan pembelian produk gelatin halal dalam bentuk kontrak kerjasama pengadaan gelatin dengan menggunakan harga
tertentu dalam jangka waktu tertentu. Dengan konsep kerjasama ini pihak produsen gelatin akan mempunyai kepastian pasar dalam penentuan harga
sedangkan pihak konsumen akan mempunyai kepastian pasokan gelatin dan kepastian mutu gelatin halal yang dibelinya. Disamping itu untuk memperoleh
kepastian harga produk gelatin dapat juga dilakukan dengan membuat produk gelatin dengan berbagai bentuk dan ukuran gelatin sesuai dengan keinginan
konsumen tertentu sesuai dengan aplikasinya. Contoh bentuk gelatin dengan aplikasi khusus adalah gelatin lembaran, gelatin curah dan gelatin bubuk dengan
ukuran granular tertentu. Dengan produk gelatin ini sangat tergantung pada kemauan konsumen dalam membuat bentuk gelatin, tetapi dengan konsep ini akan
memastikan konsumen gelatin dalam harga dan kuantitas tertentu. Kemudian dari sisi konsumen juga akan memudahkan penggunaan gelatin sebagai bahan baku
produknya. Berdasarkan analisis sensitifitas tersebut dapat disimpulkan bahwa
pengembangan agroindustri gelatin dengan bahan baku kulit sapi split sangat sensitif terhadap perubahanpenurunan harga produk gelatin, sedangkan ditinjau
dari perubahan harga bahan baku dan kenaikan nilai investasi masih kurang sensitif. Oleh karena itu untuk dapat mengembangkan agroindustri gelatin halal
dengan bahan baku kulit sapi split harus mempunyai segmen pasar yang khusus
168
agar dapat memperoleh kepastian harga yang dapat bersaing di pasar yaitu dengan penetapan mutu halal yang membedakan dengan gelatin yang tidak halal.
Kenaikan harga bahan baku meliputi kenaikan bahan mentah, bahan kemasan dan bahan bakar. Kenaikan biaya investasi tetap meliputi lahan,
bangunan, persiapan perizinan, AMDAL, paten, pekerjaan sipil dan struktur lain dan mesin serta peralatan. Kenaikan biaya investasi tetap juga akan mengubah
nilai sisa dan nilai depresiasi setiap tahunnya. Beberapa manfaat sosial ekonomi dari pendirian agroindustri gelatin berbahan
baku kulit split adalah pemasukan dari pajak. retribusi dan biaya ijin kepada pemerintah dan penghematan devisa negara karena berkurangnya impor gelatin
dari luar negeri. Selain itu pendirian agroindustri gelatin bermanfaat dari sisi menyerap tenaga kerja, pemasukan kepada bank dengan pembayaran bunga dan
pemberian nilai tambah bahan baku kulit split. Salah satu pertimbangan utama dari produksi semua jenis gelatin adalah
jumlah limbah cair yang besar dihasilkan selama proses produksi yang dapat mengandung komponen mineral dan lemak Hinterwaldner, 1977. Limbah
tersebut dapat menghasilkan Biological Oxygen Demand BOD yang tinggi. Limbah cair dapat berupa asam atau basa tergantung dari proses perendamannya.
Oleh karena itu perlu dikaji dalam aspek lingkungan yaitu Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan potensi limbah dari industri gelatin. Menurut Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 17 tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan, industri gelatin termasuk industri yang wajib dilengkapi AMDAL.
169
KESIMPULAN
Kesimpulan
Hasil Pemetaan jaringan rantai pasok bahan baku kulit sapi pada industri penyamakan kulit untuk mendukung model kelembagaan jaminan mutu pasokan
bahan baku agroindustri gelatin sebagian besar bahan baku diperoleh dari Jawa Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur dan sebagian kecil
diperoleh dari luar pulau Jawa yaitu Kalimantan. Pasokan kulit sapi dari Jawa mempunyai mutu yang baik, sedangkan pasokan dari luar Jawa mempunyai mutu
yang kurang baik yang diakibatkan oleh proses penggaraman dan penyimpanan. Hasil analisis strukturisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan
bahan baku agroindustri gelatin menunjukkan bahwa sistem ini dikembangkan dengan tujuan untuk memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan
baku serta mempermudah penelusuran asal usul bahan baku, dengan tolok ukur keberhasilan memudahkan proses pembuatan label mutu halal dan terjaminnya
mutu bahan baku dan produk gelatin. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu aktifitas penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk gelatin.
Perubahan yang dimungkinkan terhadap sistem adalah penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku dan setiap pengusaha diharuskan
memberlakukan sistem standarisasi mutu. . Dari sudut pandang aturan kerjasama, sistem kelembagaan dengan model
kontrak kerjasama pengadaan bahan baku berdasarkan patokan harga sesuai mutunya merupakan model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan
baku gelatin yang optimal dan efisien, sedangkan dari sisi organisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku yang optimal adalah penggunaan
lembaga independen didukung dengan kelembagaan internal dalam perusahaan. Hasil perkiraan tingkat efisiensi kinerja model dengan menggunakan DEA
diperoleh bahwa Model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dengan penggunaan lembaga independen yang didukung oleh
lembaga internal jaminan mutu pasokan bahan baku dalam perusahaan memberikan output yang lebih tinggi dan input yang lebih rendah dibandingkan
dengan model kelembagaan yang berlaku saat ini.
170
Strategi yang tepat untuk mengembangkan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah adanya sistem informasi
penelusuran asal usul bahan baku dengan pelaku utama agroindustri gelatin. Pengembangan agroindustri gelatin pada industri penyamakan kulit layak
untuk dikembangkan dengan kriteria kelayakan investasi sebagai berikut nilai NPV15 sebesar Rp. 4,81 milyar, nilai net BC ratio sebesar 1.11, nilai IRR
sebesar 31,98 dan nilai PBP sebesar 3,69 tahun. Berdasarkan analisis sensitifitas, kelayakan investasi pengembangan agroindustri gelatin yang
menggunakan bahan baku kulit split pada industri penyamakan kulit sangat sensitif terhadap penurunan harga produk gelatin, oleh karena itu perlu segmentasi
pasar yang spesifik terhadap produk gelatin halal. Kebaruan dari penelitian ini adalah ditemukannya suatu sistem
kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku untuk mendukung proses penelusuran asal usul bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi split.
Dengan model kelembagaan tersebut diharapkan dapat mendukung tumbuh- kembangnya agroindustri gelatin halal di Indonesia dan memudahkan proses
pengurusan sertifikasi halal untuk menjamin penyediaan produk gelatin yang bermutu dan halal.
Saran-saran
Sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi split perlu didukung dengan sistem informasi penelusuran
mutu pasokan bahan baku untuk memberikan kepastian asal-usul dan jaminan mutu pada pengguna gelatin.
Implementasi model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin, perlu melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan dalam
pengembangan agroindustri gelatin. Hal yang perlu dilakukan oleh masing masing pihak adalah mengedepankan pentingnya peningkatan mutu dalam setiap
tahapan pengadaan bahan baku dan proses produksi gelatin, Model yang dihasilkan dalam menguji kinerja kelembagaan masih bersifat
konseptual. Oleh karena itu perlu adanya penelitian lanjutan untuk menguji kinerja kelembagaan secara operasional dengan menggunakan data- data input
secara realitas pada perusahaan industri gelatin.
171
DAFTAR PUSTAKA
Adiarni N. 2007. Rekayasa sistem rantai pasokan bahan baku berbasis jaringan pada Agroindustri farmasi. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor. Anang H. 2007. Strategi Six Sigma, Peta Pengembangan Kualitas Kinerja
Bisnis. Elex Media Komputindo. Anir NAMD, Nasir MHN, Masliyana A. 2008. The Users Perceptions and
Opportunities in Malaysia in Introducing RFID System for Halal Food Tracking.
Faculty of Computer Science and Information Technology. University of Malaya. Kualalumpur.
Anwar A. 1998. Ekonomi Organisasi: Beberapa Aspek dari Analisis Ekonomi Biaya biaya Transaksi
. Bogor: Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. [APKI] Asosiasi Penyamakan Kulit Indonesia. 2009. Indinesia Leather
Specification Profile. http:leatherindonesia.wordpress.compage12. Apple JM. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Terjemahan Edisi
Ketiga. Penerbit ITB, Bandung. Austin JE. 1992. Agroindustrial Project Analysis; Critical Design Factors.
London: EDI series in Economic Development. The John Hopkins University Press.
Agustedi. 2001. Rancang bangun model perencanaan dan pembinaan agroindustri hasil laut kualitas ekspor dengan pendekatan wilayah [disertasi]. Bogor:
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [BPPI] Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Semarang. 1982.
Pemanfaatan Kulit Sisa Penyamakan untuk Makanan Ternak. BPPI. Semarang.
[BPPK] Balai Penelitian dan Pengembangan Kulit Yogyakarta. 1987. Pemanfaatan Tulang Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Capsule. BPPK.
Yogyakarta. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2004. Jumlah Impor dan Ekspor Gelatin di Indonesia.
Biro Pusat Statistik, Jakarta. Brown JG., Deloitte, Toache. 1994. Agroindustrial Investment and Operations.
Washington DC : EDI Development Studies. Carson JS. 2002. Model Verification and Validation, Proceedings of the 2002
Winter Simulation Conference Che-Man Y. 2008. Current Research on Halal Products Autentication. Paper
presented at 2
nd
Cheng MJ., Simmons JEL. 1994. Traceability in manufacturing systems. Int. Journal of Operations and Production Management
14 10, 4–16. IMT-GT Innernational Halal Science Symposium, Halal
Science Center, IPB Bogor, 2 Desember 2008.
Chopra K., Kadekodi GK., Murty MN. 1990. Participatory development: People and common property resource. New Delhi: Sage.
172
Cooper WW., Lawrence MS., Tone K. 2002. Data Envelopment Analysis: a Comprehensive Text with Models, Aplications, References DEA-Solver
Software , 3rd ed., Boston: Kluwer Academic.
Cox III, JF., Blackstone, JH. Eds., 2002. APICS Dictionary, APICS. The Educational Society for Resource Management.
Cristianto A. 2001. Kajian Proses Produksi Gelatin Tipe B Berbahan Baku Kulit Sapi Hasil Samping Industri Penyamakan Kulit. Skripsi. Jurusan Teknologi
Industri Pertanian, Fateta IPB, Bogor. Didu MS. 2000. Rancang bangun strategi pengembangan agroindustri kelapa
sawit Agrosawit. J. Tek Ind. Pert. 111, 20-26. [DSN] Dewan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 06-3735-1995. Mutu dan Cara
Uji Gelatin. Badan Standardisasi Nasional. Departemen Perindustrian dan Perdagangan Indonesia. Jakarta.
Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Bogor: IPB Press.
Fardiaz D. 1989. Hidrokolid. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.
Fellows P., Franco E., Walter R. 1996. Starting a small Food Processing Enterprise
. Intermediate Technology Publication, London. Filev DP., Yager RR., 1998. On the issue of obtaining OWA operator weights.
Fuzzy Sets and Systems 94: 157–169.
Florence D, Queree C. 1993. Traceability—Problem or Opportunity. Logistics Information Management
6 4. Gharajedaghi J. 1999. Systems Thinking: Managing Change Complexity
Glicksman M. 1969. Gum technology in Food Industry. New York: Academic Press.
, Butterworth Heinmann.
[GMAP] Gelatin Manufacturer Association of Asia Pacific. 2004, Gelatin, http:www.gmap-gelatin.comgelatin_adv.html.
[GME] Gelatin Manufacture. Of Europe. 2006. Market Data Gelatin 2001, 2002, 2003. http:www.gelatine.org.
[GMIA] Gelatin Manufactur Institute of America. 2006. gelatin properties, http:www.gelatin-gmia.comhtmlrawmaterials_app.html.
Glover, D. 1987 Increasing the Benefits to Smallholders from Contract Farming: Problems for Farmers Organisations and Policy Makers, World
Development 15 4. 441–448.
Goossens P. 2002. Gelatine – Absolutely Safe and Healthy. Scientific reeport. Gelatin Manufacturing Europe GME.
Gorvett R., Liu N. 2007. Using Interpretive Structural Modeling to Identify and
Quantify Interactive Risks. Call Paper Program 2007 ASTIN Colloquium Orlando, FL.
Gumbira-Sa’id, E. 2009. Bahan Kuliah Rekayasa Mutu. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
173
Hart, A. 1986. Knowledge Acquisition for Expert System. McGrawl-Hill Book Company, New York.
Himmelblau DM. 1996. Basic Principles and Calculation Chemical Engineering. 4
th
Husnan S., Suwarsono. 2000. Studi kelayakan proyek. Unit penerbit dan percetakan AMP YKPN. Yogyakarta.
edition. Prentice-Hall, New Jersey.
Ichsan M. Kusnadi dan Syaifi M. 2003. Studi Kelayakan Proyek Bisnis. Universitas Brawijaya, Malang.
Ismanto K. 2009. Manajemen Syariah. Yogjakarta : Pustaka Pelajar. Jauch LR., Glueck WF. 1988. Business Policy and Strategic Management.
McGraw-Hill International Inc., New York. Johns P. 1977. Me Structure and Composition of Collagen Containing Tissue. Di
dalam Ward, A. G. dan A. Courts ed.. The Sicence and Technology of Gelatin
. New York:Academic Press. Jones NR. 1977. Uses of Gelatin in Edible Products. Di dalam Ward, A. G. dan A.
Courts ed.. The Sicence and Technology of Gelatin. New York:Academic Press.
Judoamidjojo RM. 1981. Teknik Penyamakan Kulit untuk Pedesaan. Bandung: Penerbit Angkasa.
Kartasapoetra. 1993. Koperasi Indonesia Yang Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
. Reneka Cipta, Jakarta Keenan TR. 1994. Gelatin. Di dalam J. Kroschwitz ed. Kirk-Othmer
Encyclopedia of ChemicalTechnology. New York: Wiley. King W. 1969. Gelatin. In: Glicksman, M. ed.. 1969. Gum Technology in Food
Industry. London: Academic Press. Kirk C. 1987. Contracting Out: Plantations, Smallholders and Transnational
Enterprise’ , IDS Bulletin, 182, 45-51.
Kusnandar. 2006. Rancang Bangun Model Pengembangan Industri Kecil Jamu. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Kehagia O, Linardakis M, Chryssochoidis G. 2007. Beef traceability: are Greek consumers willing to pay?
. EuroMed Journal of Business. 22, 173-190. Kotler P. 2002, Marketing Management, 10th edition, Prentice Hall, Inc
Lau HCW., Pang WK., Wong CWY. 2002. Methodology for Monitoring Supply Chain Performace: a Fuzzy Logic Approach. Logistic Informatoin
Management. 15 4, 271 - 280. Levy M, Loebbecke C., Powell P. 2003. SMEs, co-opetition and knowledge
sharing: The role of information systems, European Journal of Information Systems
. 121, 3-17. LPPOM-MUI. 2008. Panduan umum sistem jaminan halal LPPOM-MUI,
Lembaga pengkajian pangan, obat-obatan dan kosmetika, Majelis Ulama Indonesia.
Lokman AR. 2001. Halal Products Consumerism, Technology and Procedures. Melaka: Percetakan Surya Sdn Bhd.
174
Ma’arif MS., Tanjung H. 2003. Teknik-teknik kuantitatif untuk manajemen, PT. Grasindo, Jakarta.
Machfud. 2001. Rekayasa Model Penunjang Keputusan Kelompok dengan Fuzzy- Logic untuk Sistem Pengembangan Agroindustri Minyak Atsiri. Disertasi.
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Marimin, 2008. Teknik dan Aplikasi Pengambilan keputusan dengan Kriteria
majemuk , cetakan ketiga, Jakarta: Grasindo.
Muhandri T, Kadarisman D. 2008. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor:IPB Press.
Mousavi A, Sarhadi M. 2002. Tracking and Tracebability in the meat processing industry : a solution. British Food Journal. 1041, 7-19.
Noordin N., Noor NLM., Hashim M., Samicho Z. 2009. Value chain of halal certification system: a case of the malaysia halal industry. European and
Mediterranean Conference on Information Systems EMCIS2009.
Nur S., Suharjito. 2009. Prospectus Analysis Of Halal Gelatin Agro-Industrial From Split Hides At Leather Tanning Factory In Indonesia. Proceeding
Internastional seminar and the 7Th Biennial meeting of indonesian nutrition and feed science association
2009. Nur S., Suharjito. 2010.
Opara LU. 2003. Treacebility in Agriculture and Food supply chain: a review of basic concepts techonological implications, and future prospects. Food and
Agricultura Enviroment. 11, 101-106.
Model Kelembagaan Penelusuran Pasokan Bahan Baku Gelatin Untuk Menjamin Kualitas Produk. Proceding seminar Nasional
perspektif pengembangan agribisnis peternakan di Indonesia 2010.
Pakpahan. 1990. Mengubah Pertanian Tradisional Dalam Pembangunan Jangka Panjang. Tahap kedua : Pendekatan Kelembagaan. Makalah. Institut
Pertanian Bogor. Parker AL. 1982. Principles of Biochemistry. Sparkas Maryland: Worth Publisher,
Inc. Poppe J. 1992. Gelatin. Di dalam A. Imeson ed. Thickening and Gelling Agent
for Food. Academic Press. New York. Pramudya B., Nesia D. 1992. Ekonomi Teknik. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB,
Bogor. Prawirosentono S. 2002. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu Abad
21 . Bumi Aksara, Jakarta
Purnomo E. 1985. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Akademi Penyamakan Kulit. Departemen Perindustrian Republik Indonesia.
Yogyakarta. Qardhawi Y. 2007. Halal Haram dalam Islam. Era Intermedia. Solo.
Qinghai gelatin. 2009. Application og gelatin. http:www.my0606.com.cn. [15 mei 2009].
Rabade LA, Alfaro JA. 2006. Buyer-supplier relationship’s influence on traceability implementation in the vegetable industry. J of Purchasing
Supply Management 12:39-50.
175
Regattieri A, Gamberi M, Manzini R. 2007. Traceability of food products: General framework and experimental evidence, Journal of food engineering
81:347-356. Rijswijk WV., Frewer LJ. 2008. Consumer Perceptions of food quality and safety
and their relation to traceability. British Food Journal. 11010, 1034-1046. Romans JR., Ziegler PT. 1974
Ruben R., Slingerland K., Nijhoff H. eds. 2006. Agro-Food Chains and Networks for Development. Wageningen UR Frontis Series , Vol. 14,
Wageningen University, The Netherlands . The Meat We Eat. The Interstate Printers
Publishers. Inc.
Rubin. 2002. Marked Report – Gelatin Scientific Report Norway. http::www.rubin.nofilesdocumentsmarkedsrapport_gelatin.pdf
Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi Yang Kompleks.
Setiono L, penerjemah; Jakarta: Pustaka Binaman Presindo.Terjemahan dari: Decision Making for Leaders: The Analitical Hierarchy Process for
Decisions in Complex World.
Sagheer S, Yadav SS., Deshmukh SG. 2009. An application of Interpretive Stuctural Modeling of The Complience to Food Standars. Int Journal of
Productivity and Performance Management 582, 136 – 159.
Santoso U. 2009. Peranan Ahli Pangan Dalam Mendukung Keamanan dan Kehalalan Pangan. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Kimia
Pangan dan Hasil Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada pada tanggal 17 Februari 2009, Yogyakarta.
Sarig Y. 2003. Traceability of food products. CIGR Journal of Scientific Research and Developments
. 512, 54–65. Saxena JP., Sushil, Vrat P. 1992. Hierarchy and classification of program plan
elements using Interpretive structural modelling: a case study of energy conservation in the Indian cement industry. System Practice 74, 651-670.
Schmid AA. 1987. Property, Power and Public Choice: An Inquire Into Law and Economics
. New York: Praer Publisher. Shaikh MSMS. 2006. Aspects of Food Safety from the Islamic Perspective. In
Shaikh Mohd, SMS Azrina, S. Ed.. Food and Technological Progress an Islamic Perspective. pp. 143-157. Kuala Lumpur: MPH.
Simatupang TM. 1994. Pemodelan Sistem. Bandung: Stodio Manajemen Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung.
Slingerland M, Ruben R, Nijhoff H, And Zuurbier PJP. 2006. Food Chains And Networks For Development. In R. Ruben, M. Slingerland and H. Nijhoff
eds., Agro-food chains and networks for development, pp. 219-231 Soekardono. 2009. Ekonomi Agribisnis Peternakan Teori dan Aplikasinya.
Akademika Pressindo, Jakarta. Starbird SA., Amanor-Boadu V. 2007. Contact Selectivity, Food Safety, and
Traceability. Journal of Agricultural Food Industrial Organozation.
176
Starbird S.A., Amanor-Boadu V, Roberts T. 2008. Traceability, Moral Hazard, and Food Safety
. Congress of the European Association of Agricultural Economists – EAAE.
Stanton WJ. 1991. Prinsip Pemasaran. Terjemahan. Erlangga, Jakarta. Suharjito, Djafar MJ. 2003. Pemanfaatan Kulit Split dan Triming untuk
Pembuatan Gelatin dan Prospek Industri Gelatin di Indonesia. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia
52. Sumarni M., Soeprihanto J. 1993. Pengantar Bisnis Dasar-dasar Ekonomi
Perusahaan. Liberty, Yogyakarta.
Suryadi K., Ramdhani MA. 2000. Implementasi Konsep Pengambilan Keputusan. Bandung: Rosda.
Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian
. Penjelasan tentang konsep, istilah, teori dan indikator serta variabel. Bina Rena Pariwara, Jakarta. pp. 153
−162. Turban E. 1993. Decision Support and Expert Systems : Management Support
Systems . New York: Macmillan Publishing Company.
Van der Vorst JGAJ. 2004. Performance levels in food traceability and the impact on chain design: results of an international benchmark study. In: Bremmers,
H.J., Omta, S.W.F., Trienekens, J.H., et al. eds. Dynamics in chains and networks: proceedings of the sixth international conference on chain
and network management in agribusiness and the food industry Ede, 27-28 May
2004 . Wageningen Academic Press, Wageningen, pp. 175-183.
Ward AG., Courts A. 1977. The Science and Technology of Gelatin. London: Academic Press.
Winardi. 1991. Marketing dan Perilaku Konsumen. Bandung : Mandar Maju. Winter D. 1984. Techno-Economic Study on measure to Mitigate the
Environmental Impact in Leather Industry . Unido Inssbruck, Austria.
Yager RR. 1993. Families of OWA operators. Fuzzy Sets and Systems 59:125– 148.
Yulianto R. 2002. Gelatin
Zhou P., Ang BW., Poh KL. 2008. A survey of data envelopment analysis in energy and environmental studiesEuropean. Journal of Operational
Research 189:1–18.
dari kulit sapi menggunakan. alat pengering semprot spray dryer. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB,
Bogor.
Lampiran 1. Pakar yang dilibatkan dalam penelitian
No Nama Pakar
Jabatan Keterangan
1 Prof. Dr. Ir. Rafiq Karsidi, MSi
Pemb.Rektor I UNS Akademisi
2 Dr. Ir Makhmudun Ainuri, MSi
Ketua Jurusan Teknologi Industri Pertanian UGM
Akademisi 3
Dr. Ir. Kusnandar, MSi Ketua Jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian UNS Akademisi
4 Ir. Harianto, MSi
Peneliti Gelatin BPPT Peneliti
5 Ir. Zainal H, MSi
LPPOM MUI Auditor
Sertifikasi 6
Ir. Akhmad M Manajer Produksi Gelatin
PT Muhara Dwitunggal Laju Tannery
Praktisi
7 Ir. Iwan Benny
Manajer Produksi Gelatin CV. Alfa Omega
Praktisi
Lampiran 2. Data pendukung pemodelan sistem kelembagaan dengan ISM
Kuisioner pemodelan dengan ISM
1. Berikan hubungan kontekstual : memberikan kontribusi tercapainya tujuan yang lain dalam meningkatkan jaminan mutu
Adapun tingkat keterhubungan yang digunakan adalah sebagai berikut: V
jika sub-elemen ke i mempengaruhi sub-elemen ke j dan tidak sebaliknya A
jika sub-elemen ke j mempengaruhi sub-elemen ke i dan tidak sebaliknya X
jika sub elemen ke i dan sub-elemen ke j saling mempengaruhi O
jika tidak ada hubungan antara kedua sub elemen tersebut Sub elemen Tujuan rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku
T1 Memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku T2 Meningkatkan kepercayaan konsumen
T3 Meningkatkan mutu bahan baku dan produk T4 Mempermudah pengurusan label standarisasi halal
T5 Mempermudah penelusuran asal usul bahan baku T6 Mewujudkan agroindustri gelatin yang berkelanjutan
T7 Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu produk T8 Meningkatkan harga produk dengan jaminan mutu
T9 Meningkatkan kegiatan perekonomian daerah T10 Meningkatkan minat investor agroindustri gelatin
T11 Informasi mutu mudah diakses masyarakat T12 Pelaku usaha lebih mengedepankan mutu dalam setiap usahanya
T13 Standarisasi mutu menjadi budaya bagi setiap pemasok bahan baku
j
Tujuan rekayasa sistem kelembagaan T13
T12 T11
T10 T9
T8 T7
T6 T5
T4 T3
T2 T1
T1 T2
I T3
T4 T5
T6 T7
T8 T9
T10 T11
T12 T13
2. Berikan penilaian hubungan konstekstual: kendala satu akan menyebabkan terjadinya kendala yang lain dalam meningkatkan jaminan mutu
Adapun tingkat keterhubungan yang digunakan adalah sebagai berikut: V jika sub-elemen ke i mempengaruhi sub-elemen ke j dan tidak sebaliknya
A jika sub-elemen ke j mempengaruhi sub-elemen ke i dan tidak sebaliknya X jika sub elemen ke i dan sub-elemen ke j saling mempengaruhi
O jika tidak ada hubungan antara kedua sub elemen tersebut Sub elemen kendala dalam rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri
gelatin H1 Lemahnya sistem kelembagaan jaminan mutu yang ada
H2 Kurangnya pembinaan terhadap pelaku pasokan bahan baku H3 Lemahnya kontrol mutu pada setiap tingkatan pelaku
H4 Lemahnya koordinasi antar pihak terkait H5 Lokasi asal usul bahan baku yang mempunyai karakterisitik berbeda
H6 Budaya masyarakat yang belum mengedepankan nilai mutu produk H7 Pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah
H8 Pengendalian mutu belum dilaksanakan secara berkesinambungan H9 Peraturan investasi daerah yang kurang mendukung
H10 Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten H11 sumber bahan baku yang tidak terdeteksi asal-usulnya
H12 Adanya pemasok bahan baku yang mensuply secara musiman H13 Informasi mutu yang belum transparan dan tersebar luas di masyarakat
H14 Kesadaran masyarakat tentang mutu yang masih kurang H15 Pengusaha lebih mengutamakan keuntungan dari pada peningkatan mutu
j
Kendala rekayasa sistem kelembagaan H15 H14
H13 H12
H11 H10
H9 H8
H7 H6
H5 H4
H3 H2
H1 H1
H2
i
H3 H4
H5 H6
H7 H8
H9 H10
H11 H12
H13 H14
H15
3. Berikan penilaian hubungan konstekstual: elemen perubahan yang satu akan memberikan kontribusi terhadap perubahan lain dalam meningkatkan jaminan mutu
Adapun tingkat keterhubungan yang digunakan adalah sebagai berikut: V jika sub-elemen ke i mempengaruhi sub-elemen ke j dan tidak sebaliknya
A jika sub-elemen ke j mempengaruhi sub-elemen ke i dan tidak sebaliknya X jika sub elemen ke i dan sub-elemen ke j saling mempengaruhi
O jika tidak ada hubungan antara kedua sub elemen tersebut Sub elemen perubahan yang dimungkinkan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu
pasokan bahan baku agroindustri gelatin P1 Penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku produk
P2 Memudahkan akses informasi asal-usul bahan baku produk P3 Audit mutu dapat dilakukan lebih cepat
P4 Sertifikasi mutu dapat diurus secara lebih mudah P5 Jaminan mutu dapat dilakukan pada setiap pelaku jaringan pasokan bahan baku
P6 Setiap pengusaha diharuskan memberlakukan sistem standarisasi mutu P7 Pengawasan mutu dapat dilakukan lebih mudah
P8 Harga produk dijamin stabil P9 Kepercayaan konsumen meningkat
P10 Standarisasi mutu halal menjadi kebiasaan yang tidak perlu dipaksakan P11 Kesadaran masyarakat tentang pentingnya mutu meningkat
P12 Pelabelan standarisasi mutu dapat dilakukan lebih cepat P13 Memperkuat kelembagaan jaminan mutu
P14 Kemampuan bersaing dalam perdagangan dunia pasar global
j
Perubahan yang dimungkinkan P14
P13 P12
P11 P10
P9 P8
P7 P6
P5 P4
P3 P2
P1 P1
P2 I
P3 P4
P5 P6
P7 P8
P9 P10
P11 P12
P13 P14
4. Berikan penilaian hubungan konstekstual: mendorong munculnya aktifitas lain dalam meningkatkan jaminan mutu
Adapun tingkat keterhubungan yang digunakan adalah sebagai berikut: V
jika sub-elemen ke i mempengaruhi sub-elemen ke j dan tidak sebaliknya A
jika sub-elemen ke j mempengaruhi sub-elemen ke i dan tidak sebaliknya X
jika sub elemen ke i dan sub-elemen ke j saling mempengaruhi O
jika tidak ada hubungan antara kedua sub elemen tersebut Sub elemen Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan
bahan baku agroindustri gelatin A1 Membuat sistem infomasi penelusuran bahan baku
A2 Membuat peraturan pemerintah pusatdaerah yang mewajibkan standarisasi mutu halal A3 Penyediaan lembaga independent yang mengawasi standarisasi mutu halal
A4 Penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk A5 Penyediaan lembaga pendidikan dan pelatihan peningkatan mutu produk
A6 Penyediaan lembaga pelayanan teknis standarisasi mutu A7 Pemberdayaan masyarakat pelaku pasokan bahan baku dalam peningkatan mutu
A8 Melibatkan lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam pelaksanaan standarisasi mutu A9 Survai pengawasan mutu dan pemberlakuan standarisasi mutu
A10 Melibatkan lembaga konsumen dalam penerapan standarisasi mutu A11 Pemberian insentif terhadap penerapan mutu produk bagi pengusaha
A12 Mewajibkan pelabelan satandar mutu dan asal usul produk A13 kontrol mutu diperketat
A14 penyebaran informasi mutu pada masyarakat A15 membudayakan standarisasi mutu untuk setiap pengusaha
j
Aktivitas yang dibutuhkan A15
A14 A13
A12 A11
A10 A9
A8 A7
A6 A5
A4 A3
A2 A1
A1 A2
i
A3 A4
A5 A6
A7 A8
A9 A10
A11 A12
A13 A14
A15
5. Berikan penilaian hubungan konstekstual: memberikan kontribusi terhadap tolok ukur yang lain dalam meningkatkan jaminan mutu
Adapun tingkat keterhubungan yang digunakan adalah sebagai berikut: V
jika sub-elemen ke i mempengaruhi sub-elemen ke j dan tidak sebaliknya A
jika sub-elemen ke j mempengaruhi sub-elemen ke i dan tidak sebaliknya X
jika sub elemen ke i dan sub-elemen ke j saling mempengaruhi O jika tidak ada hubungan antara kedua sub elemen tersebut
Sub elemen Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin
Sub elemen pelaku sistem kelembagaan U1 Meningkatnya minat investor pada industri gelatin pada industri penyamakan kulit
U2 Meningkatnya jumlah lapangan kerja baru pada industri gelatin U3 Meningkatnya pendapatan asli daerah
U4 Memudahkan akses informasi mutu bahan baku produk U5 Memudahkan akses informasi asal usul bahan baku produk
U6 Memudahkan proses pembuatan label mutu halal U7 Meningkatnya pendapatan agroindustri kulit sapi
U8 Meningkatnya diversifikasi produk kulit sapi U9 Meningkatnya jumlah kredit yang tersalurkan dalam agroindustri
U10 Terjaminnya mutu bahan baku dan produk gelatin U11 Kesadaran akan pentingnya mutu produk meningkat
U12 harga produk stabil U13 Masuknya produk dalam perdaganyan global
J
Tolok Ukur keberhasilan tujuan U13
U12 U11
U10 U9
U8 U7
U6 U5
U4 U3
U2
U1
U1 U2
I
U3 U4
U5 U6
U7 U8
U9 U10
U11 U12
U13
6. Berikan penilaian hubungan konstekstual: mendorong keterlibatan lembaga yang lain dalam meningkatkan jaminan mutu
Adapun tingkat keterhubungan yang digunakan adalah sebagai berikut: V jika sub-elemen ke i mempengaruhi sub-elemen ke j dan tidak sebaliknya
A jika sub-elemen ke j mempengaruhi sub-elemen ke i dan tidak sebaliknya X jika sub elemen ke i dan sub-elemen ke j saling mempengaruhi
O jika tidak ada hubungan antara kedua sub elemen tersebut Sub elemen Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan rekayasa sistem
kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin L1 Kelompok peternak sapi
L2 Pedagang sapi L3 Rumah potong hewan
L4 Pengumpul kulit sapi L5 Pedagang kulit sapi
L6 Pemerintah Pusatdaerah L7 Lembaga Keuangan dan Bank
L8 Industri penyamakan kulit L9 Agroindustri gelatin
L10 Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang L11 Industri pengguna gelatin
L12 Konsumen
j
Pelaku atau lembaga yang terlibat L12 L11 L10 L9 L8 L7 L6 L5 L4 L3 L2 L1
L1 L2
i
L3 L4
L5 L6
L7 L8
L9 L10
L11 L12
Hasil agregasi data Kuisioner pemodelan dengan ISM
Isian Keterhubungan pengaruh sub-elemen Hubungan kontekstual : memberikan kontribusi tercapainya tujuan yang lain
SSIM awal
Tujuan rekayasa sistem kelembagaan 13
12 11
10 9
8 7
6 5
4 3
2 1
1 V
V O
V O
V V
V X
V V
V 2
A A
A V
V O
X V
A O
A 3
A A
A V
O V
V V
A A
4 V
V V
V V
V V
V A
5 O
V V
O O
O O
V 6
A A
A V
V O
A 7
A V
A V
V O
8 A
V A
O V
9 O
A A
A 10
A A
A 11
X A
12 A
13
Isian Keterhubungan pengaruh sub-elemen Hubungan kontekstual : menyebabkan terjadinya kendala yang lain
SSIM awal
Kendala rekayasa sistem kelembagaan 15
14 13
12 11
10 9
8 7
6 5
4 3
2 1
1 V
X V
O A
A A
V A
A A
A A
V 2
V V
V X
V A
A V
A V
A A
V 3
V A
V V
V A
A V
A A
A A
4 V
A V
O V
A A
V A
V A
5 O
O O
O V
O O
V X
O 6
V X
V O
V A
A V
O 7
O O
V V
V X
A V
8 V
A A
A V
A X
9 V
V V
V V
X 10
V V
V V
V 11
O A
A A
12 V
O O
13 A
V 14
V 15
Isian Keterhubungan pengaruh sub-elemen Hubungan kontekstual : memberikan kontribusi terhadap perubahan lain dalam meningkatkan jaminan mutu
SSIM awal
Perubahan yang dimungkinkan 14
13 12
11 10
9 8
7 6
5 4
3 2
1 1
V V
V V
V V
V V
X V
V V
V 2
V V
V V
V V
V V
A V
V V
3 V
V V
A V
V O
X A
A V
4 V
V V
V V
V V
V A
V 5
V V
V V
V V
V V
A 6
V V
X O
V V
V V
7 V
X A
V V
V V
8 V
O O
V O
V 9
V V
A X
A 10
V V
V X
11 V
V A
12 V
V 13
V 14
Isian Keterhubungan pengaruh sub-elemen Hubungan kontekstual : mendorong munculnya aktifitas lain dalam meningkatkan jaminan mutu
SSIM awal
Aktivitas yang dibutuhkan 15
14 13
12 11
10 9
8 7
6 5
4 3
2 1
1 V
V A
A O
V V
V V
V V
A A
O 2
V V
V V
V O
A V
O V
V O
A 3
V V
V V
O X
V X
V X
X X
4 V
V V
V O
V V
V V
A V
5 V
V O
O O
V O
X V
V 6
V V
V V
O V
O X
V 7
V V
V X
O V
V V
8 V
V V
O O
X X
9 V
V V
O V
V 10
V V
X V
X 11
V O
A A
12 X
V X
13 V
A 14
V 15
186
Isian Keterhubungan pengaruh sub-elemen Hubungan kontekstual : memberikan kontribusi terhadap
SSIM awal Tolok Ukur keberhasilan tujuan
13 12
11 10
9 8
7 6
5 4
3 2
1 1 A
V V
A V V V A A
A V
V 2 V
O O
A A A A O O
O V
3 A O
O O
A A A O O O
4 A O
V V
O V V V V 5 X
V V
V V V V V
6 O O
O A
V V O 7 O
V O
V A A
8 V X
O A
X 9 V
V O
A 10 V
V V
11 V O
12 V 13
Isian Keterhubungan pengaruh sub-elemen Hubungan kontekstual : mendorong keterlibatan lembaga yang lain dalam
meningkatkan jaminan mutu SSIM awal
Pelaku atau lembaga yang terlibat 12
11 10
9 8
7 6
5 4
3 2
1 1 O
V A
V V A
A V
V V
X 2 V
V A
V V O
A V
X X
3 V V
A V
V X A
V V
4 O O
A X
X X O
X 5 O
V A
A X A
A 6 V
V X
V V X
7 O V
V V
V 8 O
O A
X 9 V
X A
10 V V
11 X 12
Lampiran 3. Data pendukung pemilihan strategi sistem kelembagaan dengan AHP
Kuisioner pemilihan strategi sistem kelembagaan dengan AHP
Petunjuk Pengisian Skala Penilaian Antar elemen:
1. Pertanyaan – pertanyaan yang diajukan akan berbentuk perbandingan antara suatu elemen baris dengan suatu elemen kolom yang bersesuaian.
2. Jawaban dari pertanyaan tersebut diberi nilai oleh responden pakar berdasarkan tingkat kepentingan dari elemen-elemen yang dibandingkan secara berpasangan.
3. Nilai komparasi yang diberikan mempunyai skala 1 – 9 atau sebaliknya -3 – -9 dan dituliskan dalam kotak-kotak yang tersedia. 4. Adapun tingkat perbandingan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Perbandingan Skala Penilaian
Perbandingan Skala Penilaian
A sama penting dengan B 1
A sangat jelas lebih penting dari pada B 7
A sedikit lebih penting dari B 3
B sangat jelas lebih penting dari pada A - 7
B sedikit lebih penting dari A - 3
A mutlak lebih penting dari pada B 9
A jelas lebih penting dari B 5
B mutlak lebih penting dari pada A - 9
B jelas lebih penting dari A - 5
Nilai skala 2, 4, 6, 8 atau -2, -4, -6, -8 diberikan bila terdapat sedikit saja perbedaan tingkat kepentingan dengan patokan
Keterangan : Skala ini digunakan untuk memudahkan pengisian. Waktu akan diproses dengan AHP, skala ini akan dikonversikan ke dalam nilai yang sebenarnya sebagai misal : –3 dikonversikan menjadi 13
Dimana: A = elemen suatu baris dan B = elemen suatu kolom
Contoh pengisian: Dalam Pemilihan produk elektronika untuk rumah tangga
Kriteria
, bagaimana pendapat BapakIbu tentang Perbandingan Tingkat Kepentingan dari kriteria-kriteria berikut :
Hemat listrik Harga terjangkau
Perawatan mudah Merk
KualitasMutu Hemat listrik
-5 -3
5 3
Harga terjangkau
3 5
3
Perawatan mudah 3
2
Merk 1
KualitasMutu
189
Tabel 1. Dalam Pemilihan Strategi Pengembangan Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Gelati
Aktor
n, bagaimana pendapat BapakIbu tentang Perbandingan Tingkat Kepentingan dari aktorstakeholder berikut :
RPH Pedagang
Agen bahan baku Agroindustri
gelatin Perbankan
Pemerintah RPH
Pedagang Agen bahan baku
Agroindustri gelatin Perbankan
Pemerintah
Tabel 2. Berdasarkan Aktor RPH
Tujuan
, terdapat 6 tujuan pengembangan kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat BapakIbu mengenai tingkat kepentingan dari tujuan-tujuan berikut:
Kepastian asal usul bahan
Meningkatkan mutu produk
Mempermudah sertifikasi mutu halal
Agroindustri berkelanjutan
Diversifikasi produk Kepercayaan konsumen Kepastian asal usul bahan
Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu
halal Agroindustri berkelanjutan
Meningkatkan diversifikasi produk
Meningkatkan kepercayaan
190
konsumen
Tabel 3. Berdasarkan Aktor Pedagang
Tujuan
, terdapat 6 tujuan pengembangan kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat BapakIbu mengenai tingkat kepentingan dari tujuan-tujuan berikut:
Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu
halal Agroindustri
berkelanjutan Diversifikasi produk
Kepercayaan konsumen Kepastian asal usul bahan
Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu
halal Agroindustri berkelanjutan
Meningkatkan diversifikasi produk Meningkatkan kepercayaan
konsumen
Tabel 4. Berdasarkan Aktor Agen bahan bak
Tujuan
u, terdapat 6 tujuan pengembangan kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat
BapakIbu mengenai tingkat kepentingan dari tujuan-tujuan berikut:
Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu
halal Agroindustri
berkelanjutan Diversifikasi produk
Kepercayaan konsumen Kepastian asal usul bahan
Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu
halal Agroindustri berkelanjutan
Meningkatkan diversifikasi produk Meningkatkan kepercayaan
191
konsumen
Tabel 5. Berdasarkan Aktor agroindustri gelatin
Tujuan
, terdapat 6 tujuan pengembangan kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat BapakIbu mengenai tingkat kepentingan dari tujuan-tujuan berikut:
Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu
halal Agroindustri
berkelanjutan Diversifikasi produk
Kepercayaan konsumen Kepastian asal usul bahan
Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu
halal Agroindustri berkelanjutan
Meningkatkan diversifikasi produk Meningkatkan kepercayaan
konsumen
Tabel 6. Berdasarkan Aktor lembaga perbankan
Tujuan
, terdapat 6 tujuan pengembangan kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin,
bagaimana pendapat BapakIbu mengenai tingkat kepentingan dari tujuan-tujuan berikut:
Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu
halal Agroindustri
berkelanjutan Diversifikasi produk
Kepercayaan konsumen Kepastian asal usul bahan
Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu
halal Agroindustri berkelanjutan
Meningkatkan diversifikasi produk Meningkatkan kepercayaan
konsumen
192
Tabel 7. Berdasarkan Aktor pemerintah pusatdaerah
Tujuan
, terdapat 6 tujuan pengembangan kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat BapakIbu mengenai tingkat kepentingan dari tujuan-tujuan berikut:
Kepastian asal usul bahan Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu
halal Agroindustri
berkelanjutan Diversifikasi produk
Kepercayaan konsumen Kepastian asal usul bahan
Meningkatkan mutu produk Mempermudah sertifikasi mutu
halal Agroindustri berkelanjutan
Meningkatkan diversifikasi produk Meningkatkan kepercayaan
konsumen
Tabel 7. Berdasarkan tujuan kepastian asal-usul bahan baku
Kriteria
, terdapat 7 kriteria kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat BapakIbu mengenai tingkat kepentingan dari kriteria kelembagaan berikut:
Informasi mutu mudah diakases
Jaminan informasi asal usul bahan baku
Proses pengurusan sertifikasi mutu halal
Jaminan mutu produk bahan baku
Minat investor meningkat
Meningkatnya lapangan kerja
Meningkatnya kepercayaan
konsumen Informasi mutu mudah diakases
Jaminan informasi asal usul bahan baku
Proses pengurusan sertifikasi mutu halal
Jaminan mutu produk bahan baku
193
Minat investor meningkat Meningkatnya lapangan kerja
Meningkatnya kepercayaan konsumen
Tabel 8. Berdasarkan tujuan Meningkatkan mutu produ
Kriteria
k, terdapat 7 kriteria kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat BapakIbu
mengenai tingkat kepentingan dari kriteria kelembagaan berikut: Informasi mutu
mudah diakases Jaminan informasi asal
usul bahan baku Proses pengurusan
sertifikasi mutu halal Jaminan mutu produk
bahan baku Minat investor
meningkat Meningkatnya
lapangan kerja Meningkatnya
kepercayaan konsumen
Informasi mutu mudah diakases
Jaminan informasi asal usul bahan baku
Proses pengurusan sertifikasi mutu halal
Jaminan mutu produk bahan baku
Minat investor meningkat Meningkatnya lapangan kerja
Meningkatnya kepercayaan konsumen
194
Tabel 9. Berdasarkan tujuan Mempermudah sertifikasi mutu hala
Kriteria
l, terdapat 7 kriteria kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin, bagaimana pendapat