Dukungan rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku kulit sapi untuk pengembangan agroindustri gelatin

(1)

DUKUNGAN REKAYASA SISTEM KELEMBAGAAN

JAMINAN MUTU PASOKAN BAHAN BAKU

KULIT SAPI UNTUK PENGEMBANGAN

AGROINDUSTRI GELATIN

SYARIFUDDIN NUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini, saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul: Dukungan Rekayasa Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Kulit Sapi Untuk Pengembangan Agroindustri Gelatin adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Bogor, Maret 2011 Yang membuat pernyataan


(3)

ABSTRACT

SYARIFUDDIN NUR: Institutional System Engineering Support for Quality

Assurance of Raw Material Supply of Cattle Hides for Gelatin Agro Industry Development. Under the supervision of: E. GUMBIRA SA’ID, JONO M. MUNANDAR and MACHFUD

In the supply of quality and halal products, there are several criteria that must be fulfilled in terms of types of material, the preparation method and the effort to obtain it. Although the reviewed product derived from cattle hides, this product cannot be automatically considered as a halal product, without getting through traceability process and the applicable halal standardization in advance. A traceability of gelatine raw material would require an effective system for the users in collecting information about the origin of raw materials and the materials management process at every stage of the process, starting from raw materials to finished product. The traceability system involves various parties who have different needs and goals in the process of supplying raw materials. Therefore, there should be institutional system engineering that can manage and handle the traceability process and the procurement of gelatine raw materials in order to provide assurance for the origin of raw materials and facilitate the industry, as well as the users of gelatine in making the standardization of quality, such as halal standards.

The objective of this study was to formulate the institutional system model for traceability of gelatine agro industry raw materials from cattle hides with a number of criteria and experts’ assessments in order to get quality assurance for the supply of raw materials. This study focuses on the institutional system engineering of quality assurance for raw materials supply that was implemented in decision-making supporting system (DSS) institutional system of quality assurance for raw materials supply of gelatine..

The results of institutional system analysis using interpretive Structural Modeling (ISM) showed that the objectives of the system were to obtain certainty the origin and quality assurance of raw materials and to simplify tracing origin of raw materials, with the measure for success was facilitating the process of halal quality certification and quality assurance of raw materials and gelatine products. To achieve these objectives it was required the provision of facilities and infrastructure to improve the quality of the product with a possible change of activity was the provision of raw material tracking information systems and every business was required to enforce quality standards system. Some of the obstacles that need to be considered for the successful implementation of this system were the location of the origin of raw materials which have different characteristics, raw material suppliers that are spread in some areas and inconsistent government policies. Appropriate strategy to develop the institutional system of quality assurance of raw material supply in gelatine agro industry was the presence of information system for traceability of the origin of raw materials with the main player was gelatine industry.

The results of alternative selection analysis for the implementation of institutional quality assurance system of the raw material supply of gelatine using Exponential Comparative Method (ECM) and Data Envelopment Analysis (DEA) showed that, the most optimal institutional system from the perspective of the


(4)

rules of cooperation, was the institutional system with the contract procurement model of raw materials based on benchmark prices that was based on their quality, while in terms of the organization, the optimal institutional system for raw material supply was the use of an independent institution of quality assurance supported by internal institution in gelatine agro-industry companies as organizations that could provide assurance of product quality and facilitate the process of quality certification.

The managerial implications of the institutional system of quality assurance for raw material supply of gelatine agroindustry was a need for awareness of all stakeholders to act in a scientifically oriented on quality improvement and was committed to always use the appropriate procedures for quality improvement standards to improve consumer confidence. Besides, the need for learning in the community of the importance of quality and quality certification on every product that used the raw material of gelatine, so that people would give a higher valuation of the certified product that provided consequences on increasing value-added products with increased quality of products. Then the need for government support to implement this system in the presence of institutional quality assurance policy on every product with a standard rules, so that every actor in the institution had a strong commitment in improving the quality of gelatine in accordance with certain standards

The novelty of this study was the modeling of an institutional system of quality assurance for raw materials supply to support the traceability process of the origin of gelatine agro industry raw materials from split cattle hides that was integrated with leather tanning industry. This institutional model was expected to support the growth-development of halal gelatine industry in Indonesia, as well as facilitated the process to obtain halal certification that would ensure the provision of gelatine products that was halal qualified.

.

The development of gelatine as a diversified industrial product in the leather tanning industry was feasible to be developed with the eligibility criteria investment as follow NPV (15%) of IDR 4.81 billion, the net value of B / C ratio of 1.11, the value of IRR of 31.98% and PBP value of 3.69 years. Based on the sensitivity analysis, the feasibility of this investment was very sensitive to the decline in the price of gelatine product, therefore it was needed a specific market segment of halal gelatine product with a variety of packaging and product forms of gelatine according to the desire of consumers to distinguish with gelatine product that was not halal.

Keyword: gelatine, institutional model, raw material supply, traceability, quality assurance, cattle hides.


(5)

RINGKASAN

SYARIFUDDIN NUR: Dukungan Rekayasa Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu

Pasokan Bahan Baku Kulit Sapi Untuk Pengembangan Agroindustri Gelatin. Dibawah bimbingan: E. GUMBIRA SA’ID sebagai ketua komisi, MACHFUD, dan JONO M. MUNANDAR masing-masing sebagai anggota.

Dalam penyediaan produk bermutu dan halal, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi ditinjau dari segi jenis bahan atau zat (materinya), cara penyiapannya dan usaha untuk mendapatkannya. Walaupun produk yang dikaji berasal dari kulit sapi, tetapi produk tersebut tidak dapat langsung dianggap sebagai produk halal, tanpa terlebih dahulu melalui proses penelusuran dan standarisasi halal yang berlaku. Untuk melakukan penelusuran bahan baku produk gelatin dibutuhkan suatu sistem yang efektif agar memudahkan pihak pengguna dalam mendapatkan informasi asal-muasal bahan baku dan proses pengelolaan bahan tersebut pada setiap tahapan proses mulai dari bahan baku mentah sampai ke produk jadi. Sistem penelusuran (traceability system) melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kebutuhan dan tujuan yang berbeda dalam proses penyediaan bahan baku. Oleh karena itu perlu ada rekayasa sistem kelembagaan yang dapat mengatur dan menangani proses penelusuran dan pengadaan bahan baku gelatin sehingga dapat memberikan jaminan asal usul bahan baku dan memudahkan pihak industri maupun pengguna gelatin untuk membuat standarisasi mutu seperti standarisasi halal.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan model sistem kelembagaan penelusuran bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi dengan berbagai kriteria dan penilaian pakar untuk mendapatkan jaminan mutu pasokan bahan baku. Penelitian ini difokuskan pada rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku yang diimplementasikan dalam sistem pendukung pengambilan keputusan (SPK) sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin. Rekayasa model dilaksanakan dengan pendekatan sistem untuk menghasilkan solusi yang dapat mengintegrasikan kebutuhan setiap pemangku kepentingan untuk pengembangan agroindustri gelatin yang berkelanjutan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Interpretive Stuructural Modeling (ISM) untuk merumuskan model kelembagaan penelusuran bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi yang efisien, metode Analytical Hirarchy Process (AHP) untuk memilih strategi kelembagaan penelusuran bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi, metode Multi Expert Multicriteria Decision Making (MEMCDM) dan MPE, untuk memilih bentuk kelembagaan sistem jaminan mutu pasokan bahan baku yang efektif, dan metode Data Envelopment Analysis (DEA) untuk menguji tingkat efisiensi model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku dengan analisis input dan output model serta analisis finansial pengembangan agroindustri gelatin yang diintegrasikan dalam industri penyamakan kulit guna mendapatkan gambaran investasi dari industri gelatin. Kemudian dimodelkan juga sistem perangkat lunak SPK untuk membantu pemangku kepentingan dalam manajemen penelusuran mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin.


(6)

Validasi sistem dilakukan dengan studi kasus agroindustri gelatin dari kulit sapi split yang telah diintegrasikan dengan industri penyamakan kulit yang berada di Citeureup Bogor. Dari studi kasus tersebut diperoleh bahwa pelaku kunci dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah lembaga litbang dan pemerintah pusat/daerah, sedangkan strategi pengembangan sistem informasi penelusuran asal usul bahan baku dengan pelaku utama industri gelatin dengan tujuan kunci meningkatkan mutu bahan baku dan produk untuk memenuhi kriteria jaminan mutu produk dan bahan baku industri gelatin, merupakan strategi paling efektif digunakan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku.

Hasil analisis sistem kelembagaan dengan Interpretive Stuructural Modeling

Hasil analisis alternatif untuk implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE), dan

(ISM) menunjukkan bahwa sub-elemen kunci tujuan dari sistem adalah memperoleh kepastian asal usul dan jaminan mutu bahan baku serta mempermudah penelusuran asal usul bahan baku, dengan tolok ukur keberhasilan program memudahkan proses pembuatan label mutu halal dan terjaminnya mutu bahan baku dan produk gelatin. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan aktifitas penyediaan sarana dan prasarana untuk peningkatan mutu produk dengan perubahan yang dimungkinkan adalah penyediaan sistem informasi penelusuran bahan baku dan setiap pengusaha diharuskan memberlakukan sistem standarisasi mutu. Beberapa kendala yang perlu diperhatikan demi keberhasilan implementasi sistem ini adalah lokasi asal-usul bahan baku yang mempunyai karakteristik berbeda, pemasok bahan baku yang tersebar di beberapa daerah dan kebijakan pemerintah yang tidak konsisten.

Data Envelopment Analysis (DEA)

Model sistem kelembagaan jaminan mutu dengan penggunaan lembaga independen yang didukung oleh lembaga internal jaminan mutu pasokan bahan baku dalam perusahaan memberikan output yang lebih tinggi dan input yang lebih rendah dibandingkan dengan model kelembagaan yang berlaku saat ini. Beberapa variabel input tersebut adalah harga produk, daya saing produk, nilai tambah produk, efisiensi proses pengurusan mutu, lamanya proses pengurusan sertifikasi mutu, biaya pengurusan sertifikasi mutu dan tingkat keterlibatan setiap elemen dalam manajemen mutu.

diperoleh bahwa sistem kelembagaan yang paling optimal dari sudut pandang aturan kerjasama, adalah sistem kelembagaan dengan model kontrak kerjasama pengadaan bahan baku berdasarkan patokan harga sesuai mutunya, sedangkan dari segi organisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku yang optimal adalah penggunaan lembaga independen didukung dengan kelembagaan internal dalam perusahaan agroindustri gelatin sebagai organisasi yang dapat memberikan jaminan mutu produk dan memudahkan proses sertifikasi mutu.

Strategi yang tepat untuk mengembangkan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin adalah adanya sistem informasi penelusuran asal usul bahan baku dengan pelaku utama industri gelatin dengan tujuan utama meningkatkan mutu bahan baku dan produk untuk memenuhi kriteria jaminan mutu produk. Implikasi manajerial dari sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin ini adalah perlu adanya kesadaran setiap pemangku kepentingan untuk bertindak yang beroritentasi pada


(7)

peningkatan mutu dan berkomitmen untuk selalu menggunakan prosedur peningkatan mutu yang sesuai standar yang telah disepakati untuk meningkatkan kepercayaan konsumen. Disamping itu perlu adanya pembelajaran pada masyarakat akan pentingnya mutu dan sertifikasi mutu pada setiap produk yang menggunakan bahan baku gelatin, sehingga masyarakat akan memberikan penilaian yang lebih baik dan lebih tinggi terhadap produk yang bersirtifikasi yang memberikan konsekuensi pada peningkatan nilai tambah produk dengan peningkatan mutu produk. Selain itu perlu adanya dukungan pemerintah untuk mengimplementasikan sistem kelembagaan ini dengan adanya pola penjaminan mutu pada setiap produk yang dihasilkan dengan suatu aturan yang sesuai sehingga setiap pelaku dalam kelembagaan mempunyai komitmen yang tinggi dalam peningkatan mutu gelatin sesuai dengan strandarisasi tertentu.

Kebaruan dari penelitian ini adalah dimodelkannya suatu sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku untuk mendukung proses penelusuran asal usul bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi split yang diintegrasikan dengan industri penyamakan kulit. Dengan model kelembagaan ini diharapkan dapat mendukung tumbuh-kembangnya industri gelatin halal di Indonesia serta memudahkan proses pengurusan sertifikasi halal sehingga akan menjamin penyediaan produk gelatin yang bermutu halal.

Pengembangan industri gelatin pada industri penyamakan kulit layak untuk dikembangkan dengan kriteria kelayakan investasi sebagai berikut, nilai NPV(15%) sebesar Rp. 4,81 milyar, nilai net B/C ratio sebesar 1,11, nilai IRR sebesar 31,98% dan nilai PBP sebesar 3,69 tahun. Berdasarkan analisis sensitifitas, kelayakan investasi ini sangat sensitif terhadap penurunan harga produk gelatin, sehingga perlu segmentasi pasar yang spesifik terhadap produk gelatin halal. Berdasarkan kriteria kelayakan tersebut dapat disimpulkan bahwa secara finansial industri gelatin layak untuk dikembangkan sebagai suatu industri yang terintegrasi dengan industri penyamakan kulit.

Kata kunci: gelatin, model kelembagaan, bahan baku, penelusuran, jaminan


(8)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a.

Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik

atau tinjauan suatu masalah

b.

Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau


(9)

DUKUNGAN REKAYASA SISTEM KELEMBAGAAN

JAMINAN MUTU PASOKAN BAHAN BAKU

KULIT SAPI UNTUK PENGEMBANGAN

AGROINDUSTRI GELATIN

SYARIFUDDIN NUR

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(10)

Judul Disertasi : Dukungan Rekayasa Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu

Pasokan Bahan Baku Kulit Sapi Untuk Pengembangan Agroindustri Gelatin

Nama Mahasiswa : Syarifuddin Nur

NRP : 985111/TIP

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MA.Dev

Anggota

Dr. Ir. Jono M. Munandar

Anggota Dr. Ir.Machfud, MS

Diketahui

Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir.Machfud, MS Dr. Ir. Dahrul Syah


(11)

Penguji pada ujian tertutup :1. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA. 2. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng.

Penguji pada ujian terbuka :1. Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. 2. Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.Si, APU


(12)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, hidayah dan karuniaNya, sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik. Sholawat dan salam selalu dipanjatkan bagi Rasullullah Muhammad SAW yang telah membawa rahmat bagi seluruh alam semesta.

Penulisan disertasi ini tidak lepas dari bantuan yang tulus dan ikhlas dari komisi Pembimbing dan berbagai pihak. Oleh karena itu ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat Prof. Dr. Ir. H.E. Gumbira-Sa’id, MA Dev, sebagai ketua komisi pembimbing atas segala curahan ilmu dan waktu, bimbingan, arahan, nasehat dan dorongan moril dengan penuh kesabaran kepada penulis sejak penulisan proposal, pelaksanaan penelitian sampai selesainya penulisan disertasi. Ucapan terima kasih yang tidak terhingga juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir.Machfud, MS dan Dr. Ir. Jono M. Munandar masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing yang telah mencurahkan waktu dan perhatian selama proses bimbingan dan penulisan disertasi.

Pada kesempatan ini juga penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak di bawah ini:

1) Rektor Universitas Jenderal Soedirman yang memberikan izin tugas belajar pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

2) Dekan Fakultas Peternakan yang memberikan dorongan moril dan penuh perhatian selama penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

3) Direktur Pusat Teknologi Agroindustri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta yang telah memberikan kesempatan untuk penelitian pada Pilot Plant Gelatin Citeureup Bogor

4) Direktur PT. Muhara Dwitunggal Laju Tannery yang memberikan bantuan dan keleluasaan selama pelaksanaan penelitian


(13)

5) Teman-teman mahasiswa dan sahabat seperjuangan di Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas kerjasama dan dorongan semangat untuk menyelesaikan studi dan disertasi ini.

Penghargaan yang tidak terhingga kepada istri tercinta Ir. Siti Zubaidah, M.Si dan anak-anaku (Hasya Syahida Syarifuddin dan Fahmy Ibrahim Syarifuddin), atas pengorbanan dan pengertian yang diberikan selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini kemungkinan masih memiliki kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Terimakasih.

Bogor, Maret 2011 Penulis


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ujungpandang pada tanggal 31 Maret 1958 sebagai anak ke dua dari enam bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di tempuh di Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan serta Sekolah Menengah Atas (SMA) di Ujungpandang Sulawesi Selatan. Pendidikan sarjana (S1) di Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto (1985) dan Pascasarjana (S2) Program Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Institut Pertanian Bogor (1998). Selanjutnya penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Pascasarjana (S3) pada Program Teknolonogi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Insitut Pertanian Bogor dengan biaya dari BPPS Dikti Depdiknas.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Jawa Tengah sejak tahun 1986 sampai sekarang. Selain itu penulis aktif di berbagai kegiatan yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan.

Pada tahun 1986 penulis menikah dengan Ir. Hj. Siti Zubaidah, M.Si dan dikaruniai dua orang anak yaitu Hasya Syahida Syarifuddin dan Fahmy Ibrahim Syarifuddin


(15)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ... ... i

DAFTAR TABEL ... ... ... iv

DAFTAR GAMBAR ... ... vi

DAFTARLAMPIRAN ... ... .. ix

PENDAHULUAN ... ... 1

LatarBelakang... ... 1

Tujuan Penelitian... ... ... 5

Manfaat Penelitian... 5

Ruang Lingkup Penelitian... 6

TINJAUAN PUSTAKA... 7

Gelatin ... 7

Bahan Baku Pembuatan Gelatin... 16

Mutu Produk ... ... 18

Rantai Pasok Agroindustri ... 21

Kelembagaan Agroindustri ... 25

Sistem Penelusuran Bahan Baku (Traceabilityof Raw material)... 29

Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian ... 31

LANDASAN TEORITIS... 35

Pendekatan Sistem... 35

Model dan Pemodelan Sistem ... 36

Pengambilan Keputusan Kelompok ... 38

Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) ... 42

Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 43

Interpretive Structural Modeling(ISM)... 45

Data Envelopment Analysis (DEA)... 48

Analisis Finansial... 49

METODE PENELITIAN ... 53

Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian ... 53

Tahapan Penelitian ... 55

Waktu dan Lokasi Penelitian ... 58

Teknik Pengumpulan Data ... 58

Metode Analisis Data ... 59

Verifikasi dan Validasi Model ... 60

ANALISIS SITUASI PASOKAN BAHAN BAKU AGROINDUSTRI GELATIN... 63

Industri Penyamakan Kulit ... 63

Ketersediaan Bahan Baku Kulit Sapi Split ... 65

Rantai Pasokan Kulit Sapi ... 66

Peta Jaringan Pasokan Bahan Baku Industri Penyamakan Kulit... 70


(16)

ii

Halaman.

Analisis Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku di Beberapa Industri Gelatin 78 .

Permasalahan Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Agroindustri Gelatin 82 .

PEMODELAN SISTEM... 85

Konfigurasi Model ... 85

Sistem Manajemen Basis Model... 86

Model Kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku... 87

Model Strategi Kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku... 88

Model Pemilihan Bentuk Kelembagaan jaminan Mutu ... 90

Model Analisis Finansial Pengembangan Agroindustri Gelatin ... 91

Sistem Manajemen Basis Data... 93

DataKelembagaan Sertifikasi Mutu ... 93

Data Proses Sertifikasi Halal ... 93

Data Proses Produksi dan Analisis Finansial Agroindustri Gelatin ... 93

Data Elemen Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku ... 94

Data Strategi Kelembaggan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku ... 94

Sistem Manajemen Dialog ... 94

KELEMBAGAAN JAMINAN MUTU PASOKAN BAHAN BAKU AGROINDUSTRI GELATIN ... 95

Strukturisasi Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku .... 95

Strategi Pengembangan Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu ... 120

Pemilihan Alternatif Model Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku ... 125

Model Kelembagaan Terpilih Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku Industri Gelatin... 133

Rancangan Operasional Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku ... 137

Tahapan Operasionalisasi Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu ... 139

ANALISIS PERKIRAAN KINERJA MODEL KELEMBAGAAN JAMINAN MUTU PASOKAN BAHAN BAKU DAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI GELATIN... 141

Analisis Perkiraan Kinerja Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku.Agroindustri Gelatin... ... 141

Gambaran Analisis Finansial dalam Pemgembangan Agroindustri Gelatin... 148

Analisis Kelayakan Pengembangan Agroindustri Gelatin ... 153

Analisis Aspek Pasar dan Pemasaran ... 153

Analisis Aspek Teknis dan Teknologis ... 159

Analisis Aspek Finansial dan Ekonomi ... 165

KESIMPULAN ... 169

Kesimpulan ... 169

Saran-saran ... 170

DAFTAR PUSTAKA ... 171


(17)

(18)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 5

Ruang Lingkup Penelitian... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Gelatin... 7

Bahan Baku Pembuatan Gelatin dari Kulit Sapi ... 17

Mutu Produk... 21

Supply Chain Management (SCM)... 26

Rantai Pasok Agroindustri ... 31

Kelembagaan Agroindustri ... 34

Sistem Penelusuran bahan baku (Traceability of Raw material) ... 36

Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian ... 38

LANDASAN TEORITIS ... 42

Pendekatan Sistem ... 42

Model dan Pemodelan Sistem... 43

Pengambilan Keputusan Kelompok ... 45

Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 49

Interpretative Structural Modeling (ISM) ... 51

Data Envelopment Analysis (DEA) ... 54

Analisis Finansial ... 55

METODA PENELITIAN ... 58

Kerangka Pemikiran Konseptual... 58

Tahapan penelitian ... 60

Waktu dan Lokasi Penelitian ... 63

Teknik Pengumpulan Data... 63

Metode Analisis Data... 64

Verifikasi dan Validasi Model ... 65

PENDEKATAN SISTEM... 68

Analisis Kebutuhan Stakeholder ... 68

Formulasi Permasalahan ... 71

Identifikasi Sistem... 73

Langkah Pemodelan Sistem ... 76


(19)

v

Konfigurasi Model ... 77

Sistem Manajemen Basis Model... 78

Model Kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku ... 78

Model Strategi Kelembagaan sistem jaminan mutu pasokan bahan baku ... 80

Model pemilihan Bentuk Kelembagaan Optimal... 81

Model Analisa Finansial Pengembangan Agroindustri Gelatin ... 83

Sistem Manajemen Basis Data... 84

Data kelembagaan sertifikasi mutu ... 84

Data proses sertifikasi halal... 84

Data proses produksi dan analisis finansial agroindustri gelatin ... 85

Data elemen kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku ... 85

Data strategi kelembaggan jaminan mutu pasokan bahan baku... 85

Sistem Manajemen Dialog ... 86

VALIDASI MODEL... 87

Strukturisasi sistem kelembagaan jaminan mutu ... 87

Strategi Pemgembangan Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu... 109

Analisis Finansial Pemgembangan Agroindustri Gelatin ... 112

Pemilihan Bentuk Kelembagaan Sistem Jaminan Mutu ... 116

PEMBAHASAN ... 117

Analisa Sistem Kelembagaan Sertifikasi Mutu Halal... 117

Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku... 121

Strategi Sistem Kelembagaan Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku ... 123

Analisis Kelayakan Pengembangan Agroindustri Gelatin... 125

Analisis aspek pasar dan pemasaran ... 125

Analisis aspek teknis dan teknologis... 133

Analisis Aspek Finansial dan Ekonomi ... 140

Bentuk Kelembagaan Sistem Jaminan Mutu Pasokan Bahan Baku ... 143

KESIMPULAN ... 144

Kesimpulan ... 144

Saran-saran... 145

DAFTAR PUSTAKA ... 146


(20)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram alir pembuatan gelatin dari kulit split (Suharjito & Djafar 2003) ... 10

2. Diagram Proses Produksi Gelatin dari Kulit ... 11

3. Topografi kulit (Judoamidjojo, 1981) ... 17

4. Struktur Histologi Kulit Hewan (Judoamidjojo, 1981) ... 18

5. Skema Sistem Rantai Pasok ... 26

6. Sistem rantai pasok agroindustri (Vost 2004) ... 32

7. Perspektif analitik dari rantai pertanian (Ruben et el. 2006) ... 33

8. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian ... 59

9. Tahapan penelitian ... 62

10. Diagram input-out put sistem kelembagaan pasokan bahan baku ... 73

11. Diagram lingkar sebab-akibat ... 75

12. Langkah-langkah teknik pemodelan sistem ... 76

13. Konfigurasi sistem penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin ... 77

14. Diagram alir model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin ... 78

15. Diagram alir strategi kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin ... 79

16. Diagram Alir struktur kelembagaan optimal ... 82

17. Diagram alir analisa finansial pengembangan agroindustri gelatin ... 83

18. Klasifikasi sub-elemen tujuan program ... 90

19. Struktur hirarki elemen tujuan program sistem jaminan mutu... 91

20. Klasifikasi sub-elemen kendala program ... 94

21. Struktur hirarki elemen kendala program sistem jaminan mutu ... 95

22. Klasifikasi sub-elemen tolok ukur keberhasilan program ... 97

23. Struktur hirarki elemen tolok ukur keberhasilan program ... 98

24. Klasifikasi sub-elemen perubahan yang kemungkinan dalam progam ... 101

25. Struktur hirarki elemen perubahan yang kemungkinan dalam program ... 101

26. Klasifikasi sub-elemen aktifitas yang perlu dilakukan dalam program ... 104

27. Struktur hirarki elemen aktifitas yang perlu dilakukan dalam program ... 105

28. Klasifikasi sub-elemen pemengku kepentingan kelembagaan ... 108

29. Struktur hirarki elemen pemengku kepentingan kelembagaan ... 109

30. Struktur hirarki pengembangan sistem kelembagaan ... 110

31. Diagram alir proses sertifikasi halal (LPPOM-MUI.2008) ... 119

32. Struktur organisasi manajemen halal di perusahaan (LPPOM-MUI.2008) ... 120

33. Rantai sistem administrasi SJH (LPPOM-MUI.2008) ... 121

34. Struktur elemen sistem kelembagaan jaminan mutu ... 122

35. Neraca masa pembuatan gelatin dari kulit split ... 137

36. Gambar keterkaitan aktifitas produksi gelatin ... 139


(21)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Data Impor Gelatin Tahun 2003 – 2007 ... 2

2. Komposisi asam amino gelatin ... 8

3. Sifat Gelatin Tipe A dan Tipe B ... 8

4. Aplikasi dan Fungsi Gelatin ... 14

5. Pengguna Gelatin dalam Industri Pangan dan Non pangan ... 15

6. Produksi Gelatin Dunia Berdasarkan Bahan Baku ... 15

7. Perusahaan Gelatin di Dunia ... 16

8. Perusahaan Pengguna Gelatin di Indonesia ... 16

9. Jumlah Kulit Hasil Ikutan per 1000 kg Kulit Mentah Awet Garaman ... 19

10. Pemanfaatan Hasil Ikutan Industri Penyamakan Kulit yang Bersifat Padat ... 21

11. Standar Mutu Gelatin ... 23

12. Strategi Supply Chain ... 29

13. Penelitian terdahulu dan Posisi Penelitian ... 40

14. Skala dasar perbandingan pada AHP ... 50

15. Matriks reachability pada elemen tujuan program ... 88

16. Matriks reachability pada elemen kendala program ... 93

17. Matriks reachability pada elemen tolok ukur keberhasilan program ... 96

18. Matriks reachability pada elemen perubahan yang kemungkinan ... 100

19. Matriks reachability pada elemen aktifitas yang perlu dilakukan dalam program ... 103

20. Matriks reachability pada elemen pelaku kelembagaan ... 107

21. Harga penjualan gelatin berdasarkan kualitas ... 112

22. Komponen investasi industri bioplastik ... 114

23. Struktur modal investasi industri gelatin ... 114

24. Biaya operasional, jumlah produksi dan keuntungan ... 115

25. Import gelatin tahun 2002-2007 ... 125

26. Perusahaan gelatin di Dunia ... 126

27. Produksi gelatin di Eropa tahun 2006 ... 127

28. Produksi gelatin Dunia berdasar bahan baku ... 130

29. Harga Gelatin yang di proyeksi penjualan ... 133

30. Kebutuhan bahan baku dan energi ... 138

31. Kriteria kelayakan investasi ... 140


(22)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Komposisi asam amino gelatin ... 2. Sifat gelatin tipe A dan tipe B ... 3. Aplikasi dan fungsi gelatin dalam industri ... 4. Penggunaan gelatin dalam industri pangan dan non pangan ... 5. Nama-nama perusahaan gelatin di dunia ... 6. Data impor gelatin tahun 2003 – 2008... 7. Perusahaan pengguna gelatin di Indonesia ... 8. Komposisi kulit hasil ikutan per 1000 kg kulit mentah awet garaman ... 9. Pemanfaatan hasil ikutan industri penyamakan kulit yang bersifat padat .. 10. Standar mutu gelatin di Indonesia... 11. Lingkup penelitian terdahulu dan posisi penelitian... 12. Skala dasar perbandingan pada AHP ... 13. Jumlah industri penyamakan kulit yang beroperasi di Indonesia... 14. Pemasok bahan baku kulit sapi PT Muhara Dwitunggal Laju Tannery... 15. Titik-titik kritis proses penyediaan bahan baku gelatin dari kulit sapi ... 16. Reachability Matrix (RM) pada elemen tujuan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin ... 17. Reachability Matrix (RM) pada elemen kendala sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin ... 18. Reachability Matrix (RM) pada elemen tolok ukur keberhasilan sistem

kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin ... 19. Reachability Matrix (RM) pada elemen perubahan yang dimungkinkan

terhadap sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin... 20. Matriks Reachability pada elemen aktifitas yang perlu dilakukan dalam

sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin ... 21. Reachability Matriks (RM) pada elemen pelaku sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin ...

8 8 13 14 15 15 16 17 18 21 33 44 64 68 70 96

101

105

108

113


(23)

iv

Halaman 22. Matriks gabungan hasil analisis ISM dan AHP dalam permodelan sistem

kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku... 23. Nilai perkiraan efisiensi alternatif sistem kelembagaan ditinjau dari sisi

aturan ... 24. Perkiraan nilai efisiensi alternatif sistem kelembagaan ditinjau dari sisi

organisasi... 25. Harga penjualan gelatin berdasarkan mutu tahun 2009... 26. Gambaran komponen investasi industri gelatin ... 27. Struktur modal investasi industri gelatin ... 28. Biaya operasional, jumlah produksi dan keuntungan (Rp)... 29. Produksi gelatin di Eropa tahun 2006 ... 30. Kebutuhan bahan baku dan energi industri gelatin ... 31. Kriteria kelayakan investasi industri gelatin ... 32. Analisis sensitivitas pengembangan agroindustri gelatin...

126

142

145 149 150 151 152 154 163 164 166


(24)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Diagram proses produksi gelatin dari kulit (GMAP 2004)... 2. Sistem rantai pasok agroindustri (Vorst 2004) ... 3. Perspektif analitik dari rantai pertanian (Ruben et al. 2006) ... 4. Kerangka pemikiran konseptual penelitian... 5. Tahapan penelitian rekayasa sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin dari kulit sapi split... 6. Diagram alir proses pembuatan kulit sapi split ... 7. Pelaku dan aktifitas rantai pasok kulit sapi (Hasil survey) ... 8. Peta pasokan bahan baku industri penyamakan kulit PT Muhara

Dwitunggal Laju Tannery (Hasil survey) ... 9. Diagram alir proses sertifikasi halal di PT Muhara Dwitunggal Laju (PT

Muhara Dwitunggal Laju Tannery) ... 10. Struktur organisasi manajemen halal di PT Muhara Dwitunggal Laju

Tannery (PT Muhara Dwitunggal Laju Tannery) ... 11. Rantai sistem administrasi SJH di PT Muhara Dwitunggal Laju Tannery ... 12. Konfigurasi sistem penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin .. 13. Diagram alir model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku kulit sapi untuk agroindustri gelatin... 14. Diagram alir strategi kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin... 15. Diagram alir pemilihan struktur kelembagaan optimal jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin ... 16. Diagram alir analisis finansial pengembangan agroindustri gelatin ... 17. Pemetaan driver power-dependent sub-elemen tujuan sistem

kelembagaan jaminan mutu ... 18. Struktur hirarki elemen tujuan sistem kelembagaan jaminan mutu

pasokan bahan baku gelatin ... 19. Pemetaan driver power-dependent sub-elemen kendala sistem

kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin ... 10 23 24 54

57 65 66

71

73

74 78 86

88

90

91 92

98

99


(25)

vi

Halaman 20. Struktur hirarki elemen kendala sistem kelembagaan jaminan mutu

pasokan bahan baku gelatin... 21. Pemetaan driver power-dependent sub-elemen tolok ukur keberhasilan

implementasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin ... 22. Struktur hirarki elemen tolok ukur keberhasilan implementasi sistem

kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin... 23. Pemetaan driver power-dependent sub-elemen perubahan yang

dimungkinkan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin ... 24. Struktur hirarki elemen perubahan yang dimungkinkan dalam sistem

kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin... 25. Pemetaan driver power-dependent sub-elemen aktifitas yang perlu

dilakukan dalam sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin ... 26. Struktur hirarki elemen aktifitas yang perlu dilakukan dalam sistem

kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin... 27. Pemetaan driver power-dependent sub-elemen pemangku kepentingan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin ... 28. Struktur hirarki elemen pemangku kepentingan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin... 29. Strukturisasi sub-elemen kunci sistem kelembagaan jaminan mutu

pasokan bahan baku gelatin... 30. Struktur hirarki pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu

pasokan bahan baku gelatin... 31. Struktur model kelembagaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam manajemen mutu total... 32. Struktur model lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu

pasokan bahan baku dan sertifikasi mutu produk... 33. Struktur model kelembagaan independen dalam proses jaminan mutu ...

103

106

107

110

111

114

115

117

118

119

122

129

130 131


(26)

vii

Halaman 34. Usulan model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku

gelatin... 35. Histogram nilai alternatif model kelembagaan dari sisi aturan ... 36. Histogram nilai alternatif model kelembagaan dari sisi organisasi ... 37. Perbandingan input dan output kinerja model aturan sistem

kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin ... 38. Nilai penurunan variabel input pada model kontrak pengadaan bahan

baku dibandingkan dengan model jual beli bahan baku gelatin ... 39. Perbandingan input dan output kinerja model organisasi sistem

kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin ... 40. Perbandingan input dan output kinerja model penggunaan lembaga independen dengan model jual beli dalam sistem jaminan mutu ... 41. Nilai penurunan variabel input pada model adanya lembaga internal jaminan mutu dibandingkan dengan model jual beli bahan baku gelatin ...

134 137 138

143

144

146

147


(27)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Pakar yang dilibatkan dalam penelitian... 177 2. Data pendukung pemodelan sistem kelembagaan dengan ISM... 178 3. Data pendukung pemilihan strategi sistem kelembagaan dengan AHP.. 187 4. Kusioner pemilihan Implementasi model dengan MEMCDM... 202 5. Nilai alternatif sistem kelembagaan (norma/aturan) jaminan mutu dengan

MPE... 205 6. Nilai alternatif sistem kelembagaan (organisasi) jaminan mutu dengan

MPE... 206 7. Data agregasi data kusioner analisis efisiensi alternatif mosel sistem

kelembagaan dengan DEA... 207 8. Data pendukung analisis finansial... 208 9. Tampilan sistem pendukung keputusan jaminan mutu pasokan bahan baku


(28)

1

PENDAHULUAN

LatarBelakang

Berkembangnya industri pangan dan non-pangan di Indonesia, telah menyebabkan kebutuhan bahan baku dan bahan penolong bagi industri tersebut menjadi hal yang sangat penting. Salah satu bahan baku dan bahan penolong yang banyak digunakan dalam industri pangan dan non-pangan adalah gelatin.

Gelatin merupakan protein hasil hidrolisis kolagen yang merupakan komponen utama protein penyusun jaringan hewan (kulit, tulang dan tendon), yang banyak digunakan untuk berbagai keperluan industri, baik industri pangan maupun non-pangan. Hal ini disebabkan gelatin memiliki sifat yang khas, yaitu dapat berubah secara reversibel dari bentuk sol ke gel, mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid. Pada suhu 71°C gelatin mudah larut dalam air dan membentuk gel pada suhu 49°C. Gelatin memiliki sifat larut air sehingga dapat diaplikasikan untuk keperluan berbagai industri (Fardiaz 1989).

Industri yang paling banyak memanfaatkan gelatin adalah industri pangan. Dalam industri pangan, gelatin digunakan sebagai pembentuk busa (whipping agent), pengikat (binder agent), penstabil (stabilizer), pembentuk gel (gelling agent), perekat (adhesive), peningkat viskositas (viscosity agent), pengemulsi (emulsifier), finning agent, crystal modifier, thickener. Dalam bidang farmasi, gelatin dapat digunakan dalam bahan pembuat kapsul, pengikat tablet dan pastilles, gelatin dressing, gelatin sponge, surgical powder, suppositories, medical research, plasma expander, dan mikroenkapsulasi. Dalam industri fotografi, gelatin digunakan sebagai pengikat bahan peka cahaya. Dalam industri kertas, gelatin digunakan sebagai sizing paper. Beberapa contoh produk yang menggunakan gelatin adalah soft candy, whipping cream, karamel, selai, permen, yoghurt, susu olahan, sosis, hard capsule, soft capsule, pelapis vitamin, tablet, korek api, fotografi, pelapis kertas, pelapis kayu interior dan masih banyak yang lainnya (GMAP 2004).

Kebutuhan gelatin yang semakin meningkat menuntut peningkatan kuantitas maupun mutu produk gelatin tersebut. Sebagian besar kebutuhan gelatin di


(29)

2

Indonesia bergantung dari gelatin impor yang berasal dari Jepang, Amerika Serikat, Argentina dan Perancis. Bahan baku yang digunakan dalam agroindustri gelatin berasal dari kulit babi, kulit sapi (limbah industri penyamakan kulit) dan tulang. Di Amerika Serikat sumber bahan baku utama agroindustri gelatin adalah kulit babi yang diproses secara asam (GMIA,2006). Oleh karena itu gelatin impor tidak dapat dipastikan mutu dan kehalalannya.

Indonesia saat ini belum mempunyai perusahaan gelatin berskala besar, sehingga kebutuhan gelatin dipenuhi dari impor. Impor gelatin di Indonesia mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Sebagai gambaran pada tahun 2003 impor gelatin adalah 2.145.916 kg selanjutnya tahun 2008 impor gelatin mencapai 3.764.856 kg dengan nilai US$ 15.292.243 (Tabel 6). Secara ekonomis, ketergantungan terhadap impor dapat memberikan berbagai konsekuensi, di antaranya adalah harga gelatin yang relatif mahal serta kontrol mutu produk yang tidak memadai. Untuk itu, pengembangan agroindustri gelatin dalam negeri bukan hanya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan pengendalian mutu kehalalan produk tetapi juga dapat membantu penyerapan tenaga kerja serta memberikan nilai tambah terhadap produk samping dari pemotongan hewan ternak. Selain itu pengembangan agroindustri gelatin juga dapat mengurangi substitusi dan alternatif produk gelatin halal.

Bahan baku pembuatan gelatin adalah kulit babi, kulit sapi, dan tulang. Sebagian besar gelatin diproduksi dengan bahan baku kulit babi yang menempati persentase terbesar di dunia yaitu sebesar 45,80%. Gelatin yang menggunakan kulit sapi sebesar 28,40% dan gelatin dari tulang sebesar 24,20% (GME 2006). Untuk mendapatkan gelatin dengan mutu yang baik dan halal maka bahan baku yang dipilih adalah dari kulit sapi atau tulang. Namun karena ketersedian tulang yang kurang memadai dan rendemen gelatin yang dihasilkannya juga relatif rendah, maka pengembangan gelatin menggunakan bahan baku kulit sapi. Hal ini didasarkan pada potensi bahan baku kulit sapi yang cukup dengan tersedianya industri penyamakan kulit yang besar di Indonesia. Disamping itu dengan menggunakan bahan baku kulit sapi split dapat dilakukan pengembangan agroindustri gelatin yang terintegrasi dengan industri penyamakan kulit untuk mengefisienkan investasi dan kepastian pasokan bahan baku.


(30)

3

Indonesia mempunyai potensi bahan baku yang cukup melimpah untuk mengembangkan agroindustri gelatin. Populasi sapi potong di Indonesia pada tahun 2009 sebanyak 12.603.160 ekor dengan jumlah pemotongan sapi sebesar 2.043.947 ekor (Statistik Peternakan, 2009). Bobot kulit sapi adalah sekitar 20 kilogram (BPS, 2001), dengan tingkat persentase kulit split sebesar 11,5% dari kulit sapi utuh (Winter 1984), maka kulit sapi split di Indonesia tersedia sebanyak 4.701 ton per tahun. Jumlah sebesar itu mampu mencukupi pemenuhan bahan baku kulit sapi split untuk produksi gelatin. Namun dalam penyediaan bahan baku agroindustri gelatin dari kulit sapi terdapat beberapa kendala untuk mendapat produk bermutu, yaitu adanya variasi mutu pasokan bahan baku kulit sapi, belum adanya proses penanganan pasca panen yang terstandar untuk setiap pemasok bahan baku, belum adanya informasi penelusuran asal usul bahan baku dan adanya beberapa Rumah Pemotongan Hewan (RPH) liar yang belum bersertifikasi mutu, sehingga menyulitkan proses pembuatan sertifikasi mutu produk gelatin terutama aspek kehalalannya.

Konsep halal dapat dipandang dari dua perspektif (Che-Man 2008) yaitu perspektif agama sebagai hukum makanan sehingga konsumen muslim mendapat hak untuk mengkonsumsi makanan sesuai keyakinannya, dan perspektif industri dapat ditelaah sebagai suatu peluang bisnis. Hal ini membawa konsekwensi adanya perlindungan konsumen dan adanya jaminan kehalalan akan meningkatkan nilai produk. Untuk mengantisipasi kendala-kendala tersebut di atas dan dikaitkan dengan mulai berlakunya Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 maka sangat penting dibentuk sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku menetapkan standar, kriteria dan prosedur kegiatan sertifikasi mutu pasokan bahan baku gelatin.

Dalam konteks penyediaan produk yang bermutu halal, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi yaitu ditinjau dari segi jenis bahan atau zat (materinya), cara penyiapannya dan usaha untuk mendapatkannya (Santoso 2009). Produk gelatin yang dikaji merupakan produk gelatin dari kulit sapi, tetapi produk tersebut tidak dapat langsung dianggap sebagai produk halal tanpa melalui proses penelusuran dan standarisasi halal yang berlaku di Indonesia, walaupun dari asal-usul bahan baku produk tersebut tidak menyalahi persyaratan halal. Untuk


(31)

4

melakukan penelusuran bahan baku produk gelatin dibutuhkan suatu sistem yang efektif agar memudahkan pihak pengguna dalam mendapatkan informasi asal-muasal bahan baku dan proses penanganan bahan tersebut dalam setiap tahapan proses dari bahan baku mentah sampai ke produk jadi. Sistem penelusuran (traceability system) melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kebutuhan dan tujuan yang berbeda dalam proses penyediaan bahan baku gelatin. Oleh karena itu perlu adanya rekayasa sistem kelembagaan yang dapat mengatur dan menjembatani proses penelusuran dan pengadaan bahan baku gelatin sehingga terjamin asal usul bahan baku dan memudahkan pihak industri maupun pihak pengguna gelatin untuk membuat standarisasi mutu seperti standarisasi halal.

Beberapa kajian yang berkaitan dengan sistem penelusuran bahan baku suatu produk makanan untuk menjamin mutu dan keamanan produk telah dilakukan oleh Mousavi dan Sarhadi (2002), Kehagia et al. (2007), Rijswijk dan Frewer (2008) dan Starbird et al. (2008). Penelitian model kelembagaan agroindustri telah dilakukan oleh Didu (2000) yang mengkaji kelembagaan perkebunan inti-plasma dalam agroindustri kelapa sawit, Adiarni (2007) yang mengkaji kelembagaan jaringan pemasok agroindustri jamu, sedangkan penelitian yang berkaitan dengan sistem kontrak dan hubungan pemasok dengan pembeli yang berkaitan dengan jaminan mutu produk telah dilakukan oleh Rabade dan Alfaro (2006) dan Starbird dan Amanor-Boadu (2007). Tetapi kajian mengenai sistem kelembagaan proses penelusuran penyediaan bahan baku produk gelatin untuk menjamin mutu dengan standarisasi halal belum dilakukan.

Kebaruan dari penelitian ini adalah tersedianya model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin dari kulit sapi split yang dapat digunakan untuk mempermudah proses pengurusan sertifikasi halal dan penelusuran mutu bahan baku. Selain itu kebaruan dari penelitian ini dapat dilihat dari aplikasi sistem kelembagaan dalam pengembangan agroindustri gelatin yang dapat diintegrasikan dengan industri penyamakan kulit, sehingga proses investasinya menjadi lebih efisien.

Penelitian ini juga berusaha menjawab beberapa permasalahan yang berkaitan dengan pengembangan agroindustri gelatin, terutama dalam kaitan dengan proses jaminan mutu produk yang memenuhi standarisasi halal yaitu:


(32)

5

(1) model kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin yang menjamin mutu produk dengan kepastian asal-usul bahan baku dan proses produksinya (2) model kerangka implementasi kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri gelatin yang efisien, (3) strategi pengembangan agroindustri gelatin yang menjamin mutu produk dan (4) kelayakan ekonomi dan finansial pendirian agroindustri gelatin yang dapat tumbuh dan berkembang sebagai substitusi impor. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memudahkan proses pembuatan standarisasi jaminan mutu dan kehalalan produk gelatin yang dapat digunakan oleh konsumen

Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan model kelembagaan jaminan mutu dan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin yang tepat berdasarkan berbagai kriteria dan penilaian dari pakar, sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Menghasilkan peta jaringan pasokan kulit sapi pada industri penyamakan kulit untuk pengembangan agroindustri gelatin.

2. Menghasilkan sistem kelembagaan penyediaan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk dengan konsep kepastian asal-usul bahan baku dan proses produksinya serta model kelembagaan untuk mengimplementasikannya.

3. Menghasilkan strategi pengembangan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dengan kinerja yang efisien.

4. Menghasilkan hasil analisis tekno-ekonomi agroindustri gelatin untuk memberikan gambaran tentang kelayakan pendirian pabrik gelatin sebagai diversifikasi produk pada industri penyamakan kulit dengan memanfaatkan limbah kulit split sebagai bahan baku.

Manfaat Penelitian

Model kelembagaan yang dihasilkan dalam penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para pengambil keputusan untuk menyusun kebijakan pengembangan agroindustri gelatin sehingga memudahkan dalam pengurusan sertifikasi mutu. Disamping itu model kelembagaan dan sistem penelusuran


(33)

6

pasokan tersebut akan menjamin kepastian asal-usul bahan baku sehingga mutu produk halal yang dihasilkan dapat meningkatkan nilai jual produk gelatin karena kepastian asal-muasal bahan. Adanya sistem yang terbangun akan memudahkan pihak manajemen untuk membuat perencanaan dan pengembangan industri lebih lanjut karena jaminan asal usul bahan baku dan keterkaitan usaha yang pasti dengan pemasoknya. Dengan terciptanya strategi pengembangan agroindustri gelatin yang terintegrasi dengan industri penyamakan kulit, maka akan diperoleh strategi alternatif yang dapat digunakan oleh investor dalam melakukan pilihan investasi dan diversifikasi usaha penyamakan kulit.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini difokuskan untuk merancang model kelembagaan dan sistem penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin asal-usul bahan baku ditinjau dari proses pengadaannya dan proses produksinya di beberapa tempat pemotongan hewan sebagai penyedia kulit yang terdapat di Jabodetabek, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Model kelembagaan yang dikaji terbatas pada bagaimana memastikan asal usul bahan baku diproses dengan baik oleh pemasok dan keterkaitan antara pemasok dengan agroindustri gelatin sehingga mutu dan jaminan ketersediaan bahan baku terjaga. Agroindustri gelatin yang digunakan sebagai obyek studi dalam penelitian ini adalah PT. Muhara Dwi Tunggal Laju Tannery yang merupakan industri penyamakan kulit yang saat ini sedang mengembangkan produk diversifikasi untuk mengolah kulit split menjadi gelatin. Disamping itu juga dilibatkan beberapa orang pakar dalam bidang jaminan mutu produk dari akademisi dan praktisi standarisasi mutu. Studi ini menekankan pada model kelembagaan bagi pemasok bahan baku sehingga terjamin kontinuitas pasokan bahan baku kulit sapi ke agroindustri gelatin. Dengan dukungan model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku, kemudian disusun suatu studi kelayakan pengembangan agroindustri gelatin dari kulit sapi split yang diintegrasikan dengan industri penyamakan kulit, sehingga diperoleh suatu alternatif strategi pengembangan agroindustri gelatin.


(34)

7

TINJAUAN PUSTAKA

Gelatin

Nama gelatin berasal dari bahasa latin “gelare”, yang berarti membuat kental (mengentalkan) dan merupakan senyawa yang tidak pernah terjadi secara alami (Glicksman 1969). Gelatin adalah hidrokoloid yang berasal dari hewan yang berfungsi untuk meningkatkan kekentalan dan membentuk gel dalam berbagai produk pangan. Gelatin sangat efektif dalam membentuk gel. Satu bagian gelatin dapat mengikat 99 bagian air untuk membentuk gel. Efektifitas gelatin sebagai pembentuk gel berasal dari susunan asam aminonya yang unik (Fardiaz 1989)

Gelatin merupakan zat yang bersifat amfoter yang mempunyai gugus asam (karboksil) dan gugus basa (amino, guanidin). Muatan total molekul tergantung pada pH larutan dan keberadaan ion-ion (King 1969). Gelatin mempunyai beberapa sifat yaitu dapat berubah secara reversible dari bentuk sol maupun gel, mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan dan dapat melindungi sistem koloid. Keadaan ini membedakan gel hidrokoloid lain seperti pektin yang bentuk gelnya irreversible. Sifat fisik maupun kimia gelatin tergantung dari mutu bahan baku, pH, keberadaan zat-zat organik, metode ekstraksi, suhu dan konsentrasi (Parker 1982).

Menurut Fardiaz (1989), molekul-molekul gelatin mengandung tiga kelompok asam amino yang tinggi, yaitu sekitar sepertiganya terdiri dari residu asam amino glisin atau alanin, hampir seperempatnya adalah asam amino basa atau asam, dan seperempatnya lagi merupakan asam amino prolin atau hidroksiprolin. Proporsi yang tinggi dari residu polar ini membuat molekul gelatin mempunyai afinitas yang sangat tinggi terhadap air. Oleh karena proporsi yang tinggi dari residu prolin dan hidroksiprolin, molekul-molekul gelatin tidak mampu untuk berlilit membentuk koil heliks seperti halnya pada kebanyakan molekul protein, sebaliknya molekul-molekul gelatin ini membentuk molekul yang panjang dan tipis, suatu sifat yang menguntungkan dalam proses pembentukan gel.


(35)

8

Senyawa gelatin merupakan suatu polimer linier dari asam-asam amino yang umumnya terjadi perulangan dari asam amino glisin-prolin-hidroksiprolin (Parker 1982). Komposisi asam amino gelatin dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1 Komposisi asam amino gelatin.

Asam Amino Non

Esensial Persentase (%)

Asam Amino

Esensial Persentase (%) Glisin Prolin Hidroksiprolin Asam glutamat Alanin Asam aspartat Serin Hidroksilisin Tirosin Sistein 26,00-27,00 14,80-17,60 12,60-14,40 10,20-11,70 8,70-9,60 5,50-6,80 3,20-3,60 0,76-1,50 0,49-1,10 0,10-0,20 Arginin Lisin Leusin Valin Fenilalanin Treonin Isoleusin Metionin Histidin Triptofan 8,60-9,30 4,10-5,90 3,20-3,60 2,50-2,70 2,20-2,26 1,90-2.20 1,40-1,70 0,60-1,00 0,60-1,00 0,00-0,30 Sumber: Parker (1982)

Berdasarkan metode pembuatannya, gelatin dibedakan menjadi gelatin tipe A dan gelatin tipe B. Proses pembuatan gelatin tipe A adalah melalui proses asam. Bahan baku kulit diberi perlakuan perendaman dalam larutan asam anorganik seperti asam klorida, asam sulfat, asam sulfit atau asam fosfat. Proses produksi gelatin Tipe B adalah melalui proses basa. Perlakuan yang diberikan adalah perendaman dalam air kapur. Proses ini sering dikenal sebagai proses alkali (Poppe 1992). Meskipun secara umum semua gelatin mempunyai kegunaan yang hampir sama, namun terdapat perbedaan sifat antara gelatin tipe A dan tipe B seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Sifat gelatin tipe A dan tipe B.

Sifat Tipe A Tipe B

Kekuatan gel (bloom) 50 – 300 50 – 300 Viskositas (cP) 1,50 – 7,50 2,00 – 7,50 Kadar abu (%) 0,30 – 2,00 0,50 – 2,00

pH 3,80 – 6,00 5,00 – 7,10

Titik isoelektrik 7,00 – 9,00 4,70 – 5,40


(36)

9

Kulit split dapat dibuat menjadi gelatin tipe A dengan proses asam atau tipe B dengan proses basa (Yulianto 2002). Gelatin berbahan baku kulit split biasa diproduksi dengan proses basa. Alasan dipilihnya proses basa karena menurut Cristianto (2001), rendemen gelatin tipe B dari kulit sapi split berkisar 24-59%, yang lebih besar dari pada dengan proses asam. Disamping itu, proses perlakukan penyamakan kulit sebelumnya dari kulit split adalah liming yaitu proses perendaman basa, sehingga dengan proses basa penggunaan bahan kimia dalam proses perendaman untuk membuat gelatin menjadi lebih sedikit dan prosesnya menjadi lebih pendek.

Proses produksi gelatin dengan proses basa terdiri dari pencucian kulit split, pemotongan kulit split, perendaman basa, netralisasi, ekstraksi bertahap, filtrasi, pemekatan dengan evaporator, sterilisasi, pengeringan dan penghancuran, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1. Dalam proses produksinya, bahan baku kulit split dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran menggunakan air. Selanjutnya, kulit split basah hasil pencucian dipotong dengan ukuran 1-2 cm dan dimasukkan ke dalam tangki perendaman. Perendaman dalam larutan Kapur tohor (liming) dilakukan selama 15-24 jam. Kulit setelah perendaman kemudian dinetralisasi dengan amonium sulfat dan dicuci menggunakan air sampai pH kulit split mendekati netral. Setelah itu kulit split diekstraksi empat tahap yaitu tahap I dengan suhu 55-65 °C, tahap II dengan suhu 65-75 °C, tahap III dengan suhu 75-85 °C dan tahap IV dengan suhu 75-85-95 °C dengan waktu masing-masing adalah empat sampai sembilan jam. Gelatin hasil ekstraksi tersebut kemudian difiltrasi untuk menghilangkan partikel yang lebih besar, koloid, bakteri dan kotoran-kotoran lain. Selanjutnya dilakukan pemekatan dengan evaporator. Gelatin yang dihasilkan mempunyai kadar air berkisar antara 30-40%. Gelatin tersebut kemudian disterilisasi dengan suhu 140-142 °C selama empat detik. Sterilisasi dilakukan untuk mengurangi kandungan mikrobial dari gelatin. Hasil sterilisasi tersebut didinginkan dan diekstrusi sehingga dihasilkan gelatin yang berbentuk mie. Gelatin dengan kadar air berkisar antara 30-40% kemudian dikeringkan sampai kadar airnya sekitar 12% dan kemudian dihancurkan sampai didapatkan bentuk yang diinginkan. Gelatin kemudian dikemas dalam wadah plastik yang berukuran 10 atau 25 Kg (Suharjito & Djafar 2003).


(37)

10

Secara umum tahapan proses produksi gelatin dari kulit dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram proses produksi gelatin dari kulit (GMAP 2004). Kulit Pengecilan ukuran

Perendaman Asam/Basa Pencucian

Net ralisasi Ekst raksi

Filt rasi Ult ra Filt rasi Ion Exchange

St rerilisasi Pemekat an Chiling Ext rusi


(38)

11

Gelatin yang dihasilkan berbentuk bubuk berwarna putih kekuningan dapat mengembang dan menjadi lunak bila direndam dalam air serta berangsur-angsur menyerap air 5 – 10 kali bobotnya. Produk gelatin di pasaran ada yang berbentuk cair, bubuk dan granula. Keuntuntungan dari produk granula dibandingkan dengan yang berbentuk cair adalah kemudahannya dalam penggunaan dan penanganan produk oleh konsumen (GMIA 2006).

Kegunaan gelatin yang utama adalah untuk mengubah cairan menjadi padatan yang elastis, atau mengubah bentuk sol menjadi gel. Reaksi pembentukan gel oleh gelatin bersifat reversible karena bila gel dipanaskan akan terbentuk sol dan sewaktu didinginkan akan terbentuk gel lagi. Keadaan tersebut yang membedakan gelatin kulit sapi dengan gel dari pektin, alginat, pati, albumin telur dan protein susu yang bentuk gelnya bersifat irreversible (Johns 1977). Salah satu sifat menonjol yang dimiliki gelatin adalah kemampuannya sebagai bahan pengemulsi dan penstabil pada sistem emulsi. Pengemulsi (emulsifier) mampu berikatan dengan air sekaligus juga berikatan dengan lemak, sedangkan penstabil (stabilizer) berfungsi untuk mempertahankan agar emulsi stabil dan tidak pecah selama peyimpanan. Oleh karena itu gelatin banyak digunakan oleh industri farmasi, kosmetik, fotografi dan pangan. Beberapa contoh produk yang menggunakan gelatin adalah soft candy, whipping cream, karamel, selai, permen, yoghurt, susu olahan, sosis, hard capsule, soft capsule, pelapis vitamin, tablet, korek api, fotografi, pelapis kertas, pelapis kayu interior dan masih banyak yang lainnya (GME 2006)

Jones (1977) memaparkan manfaat gelatin dalam industri pangan dan non-pangan. Gelatin umumnya digunakan dalam industri pangan dalam produk olahan daging, misalnya sosis. Gelatin sering digunakan untuk memperhalus dan menimbulkan struktur gel yang kenyal. Pada selai, gelatin juga memperbaiki tampilan menjadi lebih menarik dengan lapisan kristal berwarna bening, sekaligus melindunginya dari sinar dan oksigen, sehingga dapat menjadi lebih awet. Untuk berbagai produk permen dan coklat, gelatin membuat makanan jenis tersebut menjadi kenyal dan lembut. Gelatin membantu mencegah pembentukkan kristal-kristal es yang besar, sehingga tekstur es krim menjadi lembut. Gelatin dapat juga berfungsi untuk menjernihkan minuman, agar lebih menarik sekaligus menyerap


(39)

12

zat-zat yang menyebabkan minuman tersebut menjadi berembun sehingga menimbulkan kesan kotor pada wadahnya.

Pada industri non-pangan, gelatin digunakan dalam pembuatan kapsul. Dalam hal ini, gelatin membuat kapsul menjadi lebih mudah ditelan. Selain itu, gelatin digunakan juga dalam pembuatan tablet untuk obat, karena dapat berfungsi mempertahankan kandungan zat menjadi lebih awet. Dalam bidang fotografi, kristal halida perak yang sensitif terhadap sinar distabilkan di dalam larutan gelatin kemudian dilapiskan kepada lembaran film (Jones 1977). Gelatin digunakan dalam pengolahan pangan lebih disebabkan karena sifat fisik dan kimia gelatin yang khas daripada nilai gizinya sebagai protein. Dalam industri pangan, gelatin dapat berfungsi sebagai pengental dan menebalkan (thickening and gelling), pemantap emulsi (stabilizer), pengemulsi (emulsifier), pembentuk tekstur (texture), penjernih, pengikat air dan pelapis (Ward & Courts 1977).

Pada industri farmasi gelatin digunakan sebagai bahan untuk membuat kapsul, baik kapsul dengan kulit keras maupun lunak. Gelatin dipilih sebagai bahan kapsul karena kemampuannya untuk menyebarkan obat dan melindunginya secara merata dan aman bagi pasien. Pada industri makanan gelatin digunakan sebagai bahan untuk pengental (gelling agent), menambah ketebalan (thicker), pelindung (film former), protective colloid, adhesive agent, stabilizer, emulsifier, dan foaming/whipping. Disamping itu dalam industri minuman gelatin digunakan sebagai penjernih (flocculating) seperti bir, anggur, ataupun juice buah-buahan (GME 2006)

Disamping itu gelatin juga digunakan sebagai sumber protein/asam amino yang bergizi yang tinggi non kolesterol yang mengurangi lemak, karbohidrat dan garam. Dalam industri fotografi gelatin merupakan komponen kunci dalam pembuatan film berwarna dengan kecepatan tinggi dan kertas film. Dalam industri yang lainnya gelatin juga merupakan komponen pembuatan plastik PVC, shampoo, pelindung kulit dan pelindung rambut. Aplikasi dan fungsi gelatin dapat dilihat pada Tabel 3.


(40)

13

Tabel 3 Aplikasi dan fungsi gelatin dalam industri.

Jenis Aplikasi Fungsi

Pangan Industri roti pengental, pemantap emulsi, dan pengemulsi Industri permen Chewiness, pelembut tekstur, stabilisator busa Makanan rendah

lemak

Reduksi lemak, penambah citarasa, creaminess, spreadability, makanan pelangsing tubuh.

Produk daging Pengikat kohesi air

Industri susu Pencegahan penggumpalan susu, stabilisator, meningkatkan tekstur

Farmasi Kapsul keras Bahan baku film/gel kapsul Kapsul lunak Bahan baku film/gel kapsul Penyebaran plasma Pengikat air, pembentuk koloid Micro capsulation pelindung tablet dan kapsul

Perawatan luka Pelembab, bahan perawatan bekas luka Fotograpi Gambar hologram,

film berwarna, film hitam putih dan cinema film.

Bahan pembantu sistem halida perak yang sensitif terhadap sinar

Kosmetik cream kulit, masker, samphoo, pelembab

Pelindung dari cahaya dan oksigen

Teknik Paintball Kapsul gel lunak yang dapat membelah ketika terjadi tumbukan

Plat elektrik Keseragaman penutup lapisan, kontrol viskositas

Micro

encapsulation

Micro encapsulasi Koaservatif untuk pengemulsi zat pembawa aroma

Sumber: Rubin (2002), Qinghai Gelatine (2009)

Menurut Qinghai gelatin (2009), aplikasi gelatin dalam industri fotografi meliputi pembuatan produk gambar hologram, pembuatan cinema film, pembuatan film hitam-putih, film berwarna dan chip lampu. Dalam produk permen gelatin digunakan untuk membuat gula-gula kapas (cotton candy), selain juss buah-buahan, jelly work, permen karet, toffee, gum sugar, cream candy dan permen kunyah yang lain. Pada produk daging dan ikan, gelatin digunakan untuk pasta daging, daging kaleng, pai (pie) dan produk daging babi masak. Pada produk kosmetik dan pelindung rambut, gelatin digunakan untuk produk masker,


(41)

14

produk krim kulit, produk pelembab, produk gel untuk mandi shower dan produk samphoo. Pada industri farmasi, gelatin digunakan untuk membuat kapsul lunak, kapsul keras, kapsul mikro, pati carboxymethyl, tablet, troche dan tablet suppository. Pada produk susu dan pemanis, gelatin digunakan untuk membuat yogurt, es krim, keju, pudding, krim, mousse dan selai. Gelatin juga dapat digunakan untuk membuat makanan fungsional seperti xylitol, sportsfood, energy food dan makanan pelangsing, sedangkan aplikasi gelatin dalam teknik seperti elektro plat (electroplating) dan pelindung (coating) seperti dalam produk korek api, produk dinamit dan produk kertas.

Lebih dari 60% total produksi gelatin digunakan oleh industri pangan, seperti dessert, permen, jeli, es krim, produk-produk susu, roti, kue, dan sebagainya. Sekitar 20% produksi gelatin digunakan oleh industri fotografi dan 10% oleh industri farmasi dan kosmetik (GME 2006). Proporsi dari penggunaan gelatin di dunia disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Penggunaan gelatin dalam industri pangan dan non pangan.

Jenis Industri Pangan

Jumlah Penggunaan (ton)

Jenis Industri non pangan

Jumlah Penggunaan (ton) Konfeksionari 68 000 Pembuatan film 27 000

Jelly 36 000 Kapsul lunak 22 600

Olahan daging 16 000 Cangkang kapsul 20 200

Olahan susu 16 000 Farmasi 12 600

Margarin/mentega 4 000 Teknik 6 000

Food supplement 4 000

SUB JUMLAH 144 000 SUB JUMLAH 88 400

Sumber: GMIA (2006)

Berdasarkan data GME Organization, produksi gelatin dunia pada tahun 2001 adalah 269.400 ton, tahun 2005 sebesar 306.800 ton dan tahun 2006 sebesar 315.000 ton. Produksi gelatin dunia menyebar diantara sekitar 12 perusahaan besar dan ratusan perusahaan kecil. Daftar nama-nama perusahaan beserta kapasitas produksinya dapat dilihat pada Tabel 5.


(42)

15

Tabel 5 Nama-nama Perusahaan gelatin di dunia.

No. Nama Perusahaan Produksi (ton) Persentase (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Gelita Group Rousselote PB Gelatin Weishardt Reinert Gruppe Miquel Junca Sterling Gelatin Geltech

Figli di Guido Lapi KCPL-Nitta Sammi Gelatin Norland Lain-lain 75,000 50,000 37,000 12,500 6,000 4,000 2,500 2,400 2,400 2,080 2,080 500 72,940 27.84 18.56 13.73 4.64 2.23 1.48 0.93 0.89 0.89 0.77 0.77 0.18 27.07

Total 269,400 100.00

Sumber : GME Organization (2006)

Di Indonesia pemenuhan kebutuhan gelatin sebagian besar diperoleh dengan mengimpor dari berbagai Negara, diantaranya Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Brazil, Korea Selatan, Cina dan Jepang. Impor gelatin di Indonesia mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Sebagai gambaran pada tahun 2003 impor gelatin 2.145.916 kg dengan nilai US$ 8.001.714.-selanjutnya tahun 2008 mencapai 3.764.856 kg dengan nilai US$ 15.292.243.- (Tabel 6).

Tabel 6 Data impor gelatin tahun 2003 – 2008. Tahun Bobot (kg) Nilai (US $)

2003 2.145.916 8.001.714 2004 2.630.692 8.063.802 2005 2.707.540 9.454.754

2006 2.847.317 10.155.230

2007 2.747.734 10.618.561

2008 3.764.856 15.292.243

Sumber : BPS (2003-2008)

Beberapa industri pengguna gelatin di Indonesia tersebar di beberapa wilayah, yaitu Jabodetabek, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Perusahaan pengguna gelatin di Indonesia disajikan pada Tabel 7.


(43)

16

Tabel 7 Perusahaan pengguna gelatin di Indonesia

Nama Perusahaan Bidang Usaha Lokasi

PT Kimia Farma PT Merck PT Henson PT Capsugel

Nova Chemie Utama

Super World Wide Foodstuff Industry PT Gita Madu

Jamafac

Kyung Dong Indonesia Sindhu Amritha Obat Obat Obat Kapsul kosong Kantong plastik Kembang gula Kembang gula Korek api Sendok, garpu Ting ting jahe

Jakarta Jawa Timur Jakarta Surabaya Bogor Jakarta Semarang Jakarta Jawa Timur Jawa Timur Sumber: BPS (2004)

Bahan Baku Pembuatan Gelatin

Kulit merupakan hasil samping dari pemotongan hewan yang berupa organ tubuh bagian terluar yang dipisahkan dari tubuh pada saat proses pengulitan. Kulit merupakan bahan mentah kulit samak, berupa tenunan dari tubuh hewan yang terbentuk dari sel-sel hidup (Judoamidjojo 1981). Kulit mentah dibedakan atas dua kelompok, yaitu kelompok kulit yang berasal dari hewan besar seperti sapi, kerbau dan lain-lain yang dalam istilah asing disebut hides, dan kelompok kulit yang berasal dari hewan kecil seperti kambing, domba, kelinci dan lain-lain yang dalam istilah asing disebut skins (Purnomo 1985).

Hasil Ikutan Penyamakan Kulit

Industri penyamakan kulit sangat potensial menghasilkan hasil ikutan yang bersifat cair, gas dan padat. Hasil ikutan yang bersifat cair mengandung senyawa-senyawa alkali, khlor, sulfat dan lain-lain, sedangkan yang berupa gas meliputi H2S, amoniak dan metan. Hasil ikutan lainnya yang bersifat padat berupa kulit sisa fleshing (penghilangan lemak dan daging), spliting (pembelahan kulit ), trimming (perapian sisi pinggir kulit), shaving (penyerutan), buffing (mengkilapkan) dan lain-lain (Winter 1984). Jumlah kulit hasil ikutan yang bersifat padat per 1000 kg kulit mentah awet garaman disajikan pada Tabel 9. Kulit sisa trimming yang dihasilkan mencapai 12% dan kulit split mencapai 11,5% dari kulit mentah awet garaman.


(44)

17

Menurut Romans dan Ziegler (1974), terdapat empat tahapan dalam pengolahan kulit (hide processing), yaitu pengawetan (pencucian kulit dengan menggunakan larutan pengawet secara berkala), fleshing (penghilangan rambut, lemak dan jaringan lain), penyiapan kulit untuk proses samak dengan perlakuan secara kimiawi dan proses penyelesaian (finishing). Sebelum tahap pengawetan, kulit mengalami proses trimming, yaitu pemotongan kulit sesuai dengan ketentuan dan ukuran yang telah terdaftar. Menurut Glicksman (1969), kulit trimming yang tidak dapat digunakan untuk pembuatan kulit samak dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan gelatin.

Tabel 8 Komposisi kulit hasil ikutan per 1000 kg kulit mentah awet garaman.

Jenis kulit hasil ikutan Jumlah (1000 kg) Trimming

Split Shaving Fleshing Buffing Lain-lain

120 115 99 70 2 32 Sumber : Winter (1984)

Menurut Balai Penelitian dan Pengembangan Kulit Yogyakarta (BPPK 1987), pemanfaatan hasil ikutan yang bersifat padat dari industri penyamakan kulit dapat dibagi dalam dua kelompok sebagai berikut:

1. Hasil ikutan berupa kulit mentah yang belum disamak. Rambut, dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan karpet atau permadani. Rambut, sisa daging (fleshing), diproses untuk diambil protein dan lemaknya, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak dan minyak. Sisa kulit mentah dapat dimanfaatkan untuk makanan (krupuk rambak), pada industri farmasi (untuk bahan kapsul, plester), gelatin dan perekat. Sisa kulit split, setelah ekstraksi selanjutnya dapat diolah menjadi gelatin, film, tepung untuk kebutuhan industri farmasi, kosmetik dan perekat.

2. Hasil ikutan berupa kulit setelah disamak, adalah berupa sisa shaving (penyerutan), buffing (mengkilapkan) dan trimming (perapian sisi-sisi) kulit jadi. Setelah melalui proses pemurnian, penggilingan, defibrilisasi proses basah atau proses kering, selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh


(45)

18

industri-industri tertentu untuk berbagai keperluannya seperti industri pertanian, farmasi, kerajinan, olah raga, kertas, sepatu dan lain-lain. Pemanfaatan hasil ikutan industri penyamakan kulit yang bersifat padat dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Pemanfaatan hasil ikutan industri penyamakan kulit yang bersifat padat.

Jenis hasil ikutan Manfaat Potongan kulit mentah

Rambut

Potongan daging, irisan kulit

Potongan kulit tersamak

Gelatin, lem, film Sandang, felt

Pupuk, makanan ternak, gelatin, lem, benang bedah

Fibrous leather, kerajinan

Sumber : Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Semarang (BPPI 1982)

Mutu Produk

Pengertian mutu akan berlainan bagi setiap orang dan tergantung pada konteksnya. Ismanto (2009) menyatakan bahwa mutu suatu barang pada umumnya diukur dengan tingkat kepuasan konsumen atau pelanggan, sedangkan menurut Muhandri dan Kadarisman 2008) mutu adalah kesesuaian serangkaian karakteristik suatu produk atau jasa dengan standar yang ditetepkan perusahaan berdasarkan syarat, kebutuhan dan keinginan konsumen. Bila ditinjau dari produsen mutu suatu produk adalah keadaan fisik, fungsi, dan sifat suatu produk bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen dengan memuaskan sesuai nilai uang yang telah dikeluarkan (Prawirosentono 2002).

The American Society For Quality (ASQ) dalam Anang (2007) menggambarkan mutu sebagai “suatu kondisi hubungan antara dua belah pihak (produsen & konsumen) yang memiliki karakteristik masing-masing”. Secara garis besar dalam pandangan teknis, konsep mutu menurut ASQ terbagi menjadi dua prinsip sebagai berikut : a) Karakteristik produk maupun jasa pelayanan dilihat dari seberapa besar kemampuan produk maupun jasa pelayanan memberikan nilai pada kebutuhan, harapan dan kepuasan konsumen, b). Suatu produk atau jasa pelayanan yang bebas dari nilai-nilai defisiensi


(46)

19

Dengan pandangan tersebut, ASQ mendefinisikan mutu berdasarkan pada besarnya sebuah produk atau jasa pelayanan memiliki kemampuan dalam hal memuaskan konsumen seiring dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan serta harapan-harapan konsumen, sedangkan yang dimaksud bebas defisiensi adalah pemberian layanan total kepada konsumen secara konsisten yang dimulai dari pra-penjualan sampai dengan pasca-pra-penjualan.

Dalam industri pangan, mutu ditentukan oleh berbagai karakteristik yang terus berkembang mengikuti kebutuhan konsumen yang semakin luas spektrumnya. Gumbira-Sa’id (2009) menyatakan bahwa karakteritik produk adalah 1) physical (mekanik, elektrik, kimia, fisika dll), 2) Sensory (berkaitan dengan panca indra), 3) Behavioral (sopan santun, kejujuran dll), 4) temporal (tepat waktu, ketersediaan dll.) 5) ergonomic (terkait dengan keselamatan, kenyamanan, dan kesehatan), 6) fungsional (terkait dengan kegunaan). Salah satu karakteristik yang berkembang adalah keamanan pangan / food safety (Muhandri dan Kadarisman 2008). Ditambahkan pula oleh Santoso (2009) bahwa keamanan pangan tidak hanya ditinjau dari segi fisik artinya tidak hanya menimbulkan risiko bahaya terhadap kesehatan jasmani, tetapi kehalalan dapat dipandang sebagai keamanan secara rohani. Halal adalah sesuatu yang dengannya terurailah buhul yang membahayakan, dan Allah memperbolehkan untuk dikerjakan (Qardhawi 2007). Sertifikasi halal berprinsip pada Halal (diperbolehkan) dan Thoyyibban (sehat) yang diambil dari Al-Quran, ayat 168 Surah Al-Baqarah. Halal adalah kata bahasa Arab yang berarti diperbolehkan atau diizinkan menurut syariah (hukum Islam) (Lokman 2001; Shaikh 2006). Di sisi lain, Thoyyibban berarti kualitas yang baik, keamanan, kebersihan, bergizi dan otentik (Shaikh Mohd 2006). Halal dan Thoyyibban sendiri, menggambarkan simbol intoleransi dalam keselamatan, kebersihan dan mutu. Sertifikasi Halal diterbitkan berdasarkan prinsip-prinsip dasar dan prosedur bahwa produk harus baik, aman dan cocok untuk dikonsumsi

Di Indonesia, dalam Undang RI No. 7 tentang Pangan, Undang-Undang RI No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Peraturan (Noordin et al. 2009). Hal ini membawa konsekwensi adanya perlindungan konsumen dan adanya jaminan kehalalan akan meningkatkan nilai produk berupa intangible value.


(47)

20

Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan mewajibkan produsen memberikan jaminan mutu produk termasuk kehalalannya. Dalam konteks penyediaan produk dengan mutu halal, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi yaitu ditinjau dari segi jenis bahan atau zat (materinya), cara penyiapannya dan usaha untuk mendapatkannya (Santoso 2009). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa konsep makanan halal dalam Islam sebetulnya sederhana, tetapi karena pengolahan dalam industri yang kompleks, maka untuk menentukan status kehalalan produk menjadi tidak mudah. Adanya berbagai bahan tambahan pangan menjadi titik kritis penentuan status kehalalannya. Untuk memverifikasi status kehalalan suatu bahan dapat dilakukan dua pendekatan, yaitu dengan penelusuran asal-usul bahan (tracing of origin) atau dengan autentifikasi bahan melalui analisis kimia sejauh tehnologi memungkinkan (Santoso 2009).

Gumbira-Sa’id (2009) menyatakan bahwa peran mutu adalah : 1) meningkatkan reputasi perusahaan, 2) menurunkan biaya, 3) meningkatkan

pangsa pasar, 4) dampak internasional, 5) adanya pertanggungjawaban produk, 6) untuk penampilan produk, 7) mewujudkan mutu yang dirasakan penting. Secara umum dapat dikatakan bahwa mutu produk akan dapat diwujutkan apabila orientasi seluruh kegiatan perusahaan atau organisasi tersebut berorientasi pada kepuasan pelanggan (costumer satisfaction). Jaminan mutu adalah keseluruhan aktivitas dalam berbagai bagian dari sistem untuk memastikan bahwa mutu produk atau layanan yang dihasilkan selalu konsisten sesuai dengan yang direncanakan/dijanjikan. Dalam jaminan mutu terkandung proses penetapan dan pemenuhan standar mutu penyediaan bahan baku secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga seluruh stakeholders memperoleh kepuasan.

Pengendalian mutu dapat dilakukan bila perusahaan telah mempunyai standar mutu yang menjadi pedoman dasar penilaian yang berorientasi pada kepuasan konsumen. Standar mutu gelatin berdasarkan SNI gelatin: (SNI 01-3735-1995) disajikan pada Tabel 10.


(48)

21

Tabel 10 Standar mutu gelatin di Indonesia.

Karakteristik SNI (1995) British Standard

(757:1975) (Tipe B)

GMAP (2004) Tipe A Tipe B Warna Tidak berwarna Kuning pucat

Kadar abu (%) Maksimum 3,25 0,3 – 2,0 0,5 – 2,0

Kadar air Maksimum 16

Logam berat (mg/kg) Maksimum 50 Arsen (mg/kg) Maksimum 2 Tembaga (mg/kg) Maksimum 30 Seng (mg/kg) Maksimum 100 Sulfit (mg/kg) Maksimum 1000

Viskositas (cP) 1,5 – 7,0 1,5 - 7,5 2,0 - 7,5

Kekuatan gel (bloom) 50 – 300 50 - 300 50 – 300

PH 5 3,8 – 5,5 5,0 – 7,5

Titik Isoelektrik (s/cm)

1 – 5 7,0 – 9,0 4,7 – 6,0

(sumber DSN 1995: gelatin: SNI 01-3735-1995)

Salah satu sifat fisik gelatin yang menentukan mutu gelatin adalah kemampuannya untuk membentuk gel. Kekuatan gel dipengaruhi oleh pH, adanya komponen elektrolit dan non-elektrolit serta bahan tambahan lainnya. Sifat fisik lainnya adalah warna, kapasitas emulsi dan stabilitas emulsi. Warna gelatin tergantung pada bahan baku yang digunakan, metode pembuatan, dan jumlah ekstraksi. Larutan encer gelatin bermutu tinggi tidak berwarna, sedangkan gelatin bermutu rendah memiliki warna coklat kejinggaan. Meskipun demikian, secara umum warna gelatin tidak mempengaruhi kegunaannya (Glicksman 1969).

Rantai Pasok Agroindustri

Perkembangan manajemen rantai pasok juga sudah menjadi perhatian para pelaku agroindustri. Praktiknya dikenal dengan istilah manajemen rantai pasok agroindustri. Industri pertanian atau agroindusti telah menjadi salah satu obyek penelitian yang masih baru dibidang manajemen rantai pasok. Hal ini dapat diketahui dari minimnya publikasi yang memuat hasil-hasil penelitian pada bidang ini. Menurut Austin (1992) agroindustri adalah pusat dari rantai pertanian yang penting mempelajari rantai tersebut mulai dari areal pertanian hingga pasar. Agroindustri membutuhkan pasokan bahan baku yang bermutu dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Menurut Brown et al. (1994) untuk mendapatkan


(49)

22

pasokan bahan baku yang bermutu maka diperlukan standar dasar komoditas, sedangkan kuantitas pasokan perlu memperhatikan produktivitas tanaman. Cakupan agroindustri yang cukup luas dan kompleks menjadi sangat menarik untuk dipelajari oleh para peneliti di bidang manajemen rantai pasok.

Rantai pasok agroindustri secara sederhana adalah rangkaian kegiatan pasokan dan pemrosesan yang menggunakan bahan baku dari hasil pertanian. Negara-negara yang mempunyai potensi pertanian tentunya berupaya untuk berhasil meningkatkan daya saing produk-produk hasil pertaniannya. Manajemen rantai pasok yang berpandangan holistik sangat tepat untuk dipraktikan. Upaya penyeimbangan atau prinsip proposionalitas yang sangat diharapkan pada sistem pertanian modern dapat di capai melalui praktik manajemen rantai pasok. Hal ini dapat dilakukan karena definisi manajemen rantai pasok yang mengedepankan pemenuhan kepuasan para pemangku kepentingan. Dalam sistem rantai pasok pertanian, para pemangku kepentingan yang terdiri dari petani, pedagang pengumpul, prosesor, distributor, pengecer, konsumen akhir dan pemerintah. Setiap pemangku kepentingan akan memiliki kepentingan yang berbeda-beda dan dipengaruhi pula oleh perubahan lingkungan bisnis. Cara pandang yang holistik dan tidak menghilangkan kompleksitas sangat penting diperhatikan (Vorst 2004).

Pada prinsipnya, rantai pasok agroindustri memiliki dua tipe karakteristik yaitu produk segar dan produk yang diproses. Produk segar misalnya saja sayuran, buah-buahan dan sejenisnya yang tidak membutuhkan proses pengolahan atau proses transformasi kimia. Sebaliknya, produk pertanian yang diproses membutuhkan proses transformasi kimia atau perubahan bentuk. Khusus untuk produk pertanian tipe ini akan melibatkan beberapa pemain diantaranya petani atau perkebunan, prosesor atau pabrik, distributor dan retail. Setiap perusahaan diposisikan dalam sebuah lapisan jejaring dan keterlibatan minimal satu rantai pasok. Perlu dipahami bahwa dalam jejaring rantai pasok pertanian lebih dari satu rantai pasok dan lebih dari satu proses bisnis yang dapat diidentifikasi, dalam satu waktu dapat terjadi proses pararel dan sekuensial. Rantai pasok generik pada tingkat organisasi perusahaan dalam konteks jejaring rantai pasok pertanian menyeluruh dapat diperlihatkan pada Gambar 2.


(50)

23

Stakeholder lainnya (NGO,

Pemerinta

h, dll)

Ritel

Distributor

Prosesor/Pabrik

Petani/Perkebunan

Gambar 2 Sistem rantai pasok agroindustri (Vorst 2004)

Sistem rantai pasok agroindustri tidak terlepas dari sistem yang lebih lengkap lagi. Dalam perspektif analitik, bauran antara produsen dan distributor akan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, teknologi, sosial, legal dan lingkungan. Faktor-faktor ini akan saling berkomplementer dalam penciptaan sebuah sistem rantai pasok. Gambar 3 adalah skema perspektif analitik dari dimensi-dimensi yang berpengaruh. Dimensi ekonomi berhubungan dengan efisiensi rantai dalam perspektif manfaat–biaya dan orientasi pelanggan. Peningkatan efisiensi dan profitabilitas dapat dilakukan sebuah unit bisnis melalui kerjasama pada kolom yang berkesesuaian. Dimensi lingkungan berhubungan dengan cara produksi yang ramah lingkungan. Hasil samping dari proses produksi komoditas pertanian dapat dimanfaatkan sebagai produk samping atau siklus ulang dari produk yang bermutu jelek. Dimensi teknologi berhubungan dengan penerapan teknologi, sistem logistik, teknologi informasi dan komunikasi untuk memperbaiki kinerja. Dimensi sosial dan legal berhubungan dengan norma-norma yang harus diikuti agar tidak merugikan banyak pihak (Ruben et al. 2006).


(1)

Lampiran 8 (o). Tata letak agroindustri gelatin yang diusulkan

RuangKantor Ruang Laboratorium

Gudang Bahan baku Water treatment Ruang pencucian Mesin pemotong kulit split

Ruang perendaman dengan molen dan tangki

Ruang pengemasan dan penyimpanan Ruang Ekstraksi Ruang Filtrasi Ruang Evaporasi Ruang Pengering Ruang Cemetator Ruang Grinder Ruang Generator Tempat Parkir Tempat Parkir


(2)

218

Lampiran 9. Tampilan sistem pendukung keputusan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin

Tampilan DSS pemodelan sistem dengan ISM pada sub-elemen tujuan


(3)

Tampilan DSS hasil hasil perhitungan matrik reachability dengan ISM


(4)

220

Tampilan DSS hasil hasil perhitungan matrik RM transitivity dengan ISM


(5)

Tampilan DSS hasil analisa finansial


(6)

222