Instrumen Penelitian Pemilihan Responden

52 Di mana : PROD = Produksi usaha cendana Kgtahun. AKD = Alokasi TK keluarga pada usaha cendana HOKtahun PDS = Pendidikan suami Tahun AKL = Alokasi TK sewa pada usaha cendana HOK SPR = Biaya sarana produksi yang digunakan Rptahun U 3 = Error term Biaya produksi usaha cendana Merupakan penjumlahan biaya total tenaga kerja yang digunakan dalam usaha cendana dengan jumlah biaya sarana produksi yang digunakan, dihitung dengan persamaan identitas: CPR = CTK + SPR , di mana: CPR = Biaya produksi yang digunakan dalam usaha cendana Rptahun CTK = Biaya tenaga kerja Rptahun. SPR = Biaya sarana produksi yang digunakan Rptahun. 3. Blok pendapatan rumahtangga. a. Pendapatan dari usaha cendana. Pendapatan usaha cendana merupakan perkalian antara produksi usaha cendana yang diusahakan dengan harga jual cendana yang diusahakan dikurangi dengan biaya produksi. Pendapatan usaha cendana merupakan persamaan identitas. RUD = HPR – CPR HPR = PROD Hrg jual Di mana: RUD = Penerimaan usaha cendana Rptahun HPR = Penerimaan dari produksi usaha cendana Rptahun CPR = Biaya produksi usaha cendana Rptahun b. Total pendapatan rumahtangga. Total pendapatan rumahtangga merupakan persamaan struktural yang dipengaruhi oleh produksi usaha cendana, jumlah anggota keluarga 53 produktif, konsumsi total, investasi sumberdaya manusia, dan total alokasi tenaga kerja keluarga, sebagai berikut: TR = d + d 1 PROD + d 2 JAP + d 3 KT + d 4 INV + d 5 TAK + U 4 Parameter dugaan adalah hipotesis : d 1, d 2, d 3, d 5 0; , d 4 0. Di mana : TR = Total pendapatan rumahtangga Rptahun PROD = Produksi usaha cendana Kgtahun. JAP = Jumlah anggota keluarga produktif Orang KT = Konsumsi total Rptahun INV = Investasi sumberdaya manusia Rptahun TAK = Total alokasi tenaga kerja keluarga HOKtahun. U 4 = Error term 4. Blok pengeluaran rumahtangga Pengeluaran rumahtangga petani merupakan total pengeluaran dalam bentuk konsumsi yang dikeluarkan rumahtangga. Konsumsi total dipengaruhi oleh total pendapatan rumahtangga, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan istri, dan investasi sumberdaya manusia, dengan bentuk persamaan struktural sebagai berikut: KT = e + e 1 TR + e 2 JAK + e 3 PDDI + e 4 INV + U 5 Parameter dugaan adalah hipotesis : e 1, e 2 , 0 dan e 3, e 4 0. Di mana: KT = Konsumsi Total Rptahun TR = Total pendapatan rumahtangga Rptahun JAK = Jumlah anggota keluarga orang PDDI = Pendidikan istri Tahun. INV = Investasi sumberdaya manusia Rptahun U 5 = Error term a. Total pengeluaran rumahtangga Total pengeluaran rumahtangga TPRT dirumuskan sebagai persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari konsumsi total dengan pengeluaran investasi. TPRT = KT + INV 54 Di mana: TPRT = Total pengeluaran rumahtangga Rptahun KT = Total pengeluaran konsumsi rumahtangga Rptahun INV = Pengeluaran investasi sumberdaya manusia Rptahun Identifikasi Model Model persamaan rumahtangga terdiri dari 10 persamaan yang terdiri dari 5 persamaan struktural dan 5 persamaan identitas. Identifikasi model dilakukan berdasarkan order condition menurut Koutsoyiannis 1997 sebagai berikut: K – M G - 1 Di mana : K = Jumlah seluruh predetermined di dalam model total jumlah variabel M = Jumlah peubah predetermined endogen dan eksogen dalam suatu persamaan tertentu dalam model G = Jumlah persamaan dalam model jumlah persamaan endogen Apabila K- M = G - 1 maka persamaan dalam model dikatakan exactly identifited. Jika K - M G - 1 maka persamaan model dikatakan under identified dan jika K - M G - 1 maka persamaan dalam model dikatakan over identified. Berdasarkan hasil identifikasi model struktural yang dibentuk maka jumlah peubah endogen G diketahui sebanyak 10 buah, jumlah peubah predeterminan K sebanyak 21 buah, dan jumlah peubah predeterminan dalam suatu persamaan sebanyak 6 buah. Sesuai dengan prosedur order condition, maka dapat diketahui bahwa setiap persamaan dalam model yang telah disusun teridentifikasi berlebih over identified, sehingga metode pendugaan yang digunakan adalah 2SLS two stage least square dengan bantuan aplikasi komputer Statistical Analysis System SAS 9.1. Data dianalisis berdasarkan: 1 nilai koefesien determinasi R 2 untuk mengukur proporsi keragaman peubah endogen yang dapat dijelaskan oleh peubah penjelas; 2 nilai statistik uji-F, untuk mengetahui pengaruh peubah penjelas secara bersama-sama terhadap peubah endogen; dan 3 55 nilai statistik uji t untuk mengetahui pengaruh masing-masing peubah penjelas terhadap peubah endogen. Untuk mengetahui derajat kepekaan respon peubah endogen terhadap peubah-peubah penjelas, dapat dilihat melalui nilai elastisitas dengan menggunakan rumus:  = a X Y Di mana :  = elastisitas a = nilai parameter dugaan peubah penjelas X = nilai rata-rata peubah penjelas Y = nilai rata-rata peubah endogen Analisis proses pembuatan dan implementasi kebijakan pengelolaan cendana f. Analisis Isi Kebijakan Content Analysis Analisis isi adalah satu teknik analisis terhadap berbagai sumber informasi termasuk bahan cetak buku, artikel, novel, koran, majalah dan sebagainya termasuk bahan non cetak seperti musik, gambar, benda-benda Irawan 2007; Affifuddin Saebani 2009. Dalam penelitian ini, analisis isi akan dilakukan untuk mengkaji isi kebijakan-kebijakan terkait pengelolaan cendana di Propinsi NTT dan Kabupaten TTS. Beberapa kebijakan yang dianalisis yaitu Perda Propinsi NTT No. 16 tahun 1986 tentang Cendana, Perda Gubernur NTT No. 2 Tahun 1997 tentang Pencabutan Perda No. 16 tahun 1986, Perda Kabupaten TTS No. 25 Tahun 2001 tentang Cendana, dan peraturan terkait lainnya. g. Analisis Para Pihak Stakeholder Analysis Analisis para pihak dilakukan untuk mengetahui sejauhmana setiap pihak dalam hal ini masyarakat, swasta, pemerintah, politisi serta kelompok interest lainnya memainkan perannya dalam pembuatan dan implementasi kebijakan dan upaya pengembangan cendana di Kabupaten TTS serta menyikapi kebijakan yang ada dan kendala-kendala yang dihadapi. 56 h. Analisis proses pembuatan kebijakan Analisis proses pembuatan kebijakan tentang cendana mengacu pada proses pembuatan kebijakan yang dilakukan Institute of Develovment Studies IDS. IDS 2006 memandang bahwa proses pembuatan suatu kebijakan seringkali melibatkan berbagai politikkepentingan, kerangka pikir diskursusnarasi serta aktor dan jaringan yang saling terkait. 1. Kerangka pikir dan narasi apa narasi kebijakan? Bagaimana kerangka itu dibuat melalui ilmu pengetahuan, penelitian dan sebagainya? 2. Aktor dan jaringan siapa yang terlibat dan bagaimana mereka saling terkait 3. Politik dan kepentingan apa yang mendasari dinamika kekuatan Gambar 5 Analisis proses pembuatan kebijakan IDS 2006 Analisis diskursus adalah menguraikan mendekontruksikan dan memahami kerangka pikir yang digunakan dalam pembuatan kebijakan; diketahui berbagai perspektif yang diajukan serta ditemukan alternatif pendekatan terbaik untuk memecahkan kembali masalah kebijakan. Analisis diskursus berguna untuk mencari kesalahan-kesalahan cara berpikir dalam pembuatan suatu kebijakan, menggunakan kembali alternatif kebijakan yang dulu dibuang sehingga analisis tersebut dapat mengkontruksi kerangka pikir baru yang lebih sesuai Apthorpe 1986 dalam Sutton 1999. Selain itu, analisis diskursus dapat digunakan untuk mempelajari perkembangan diskursus itu sendiri, kemungkinan tidak sejalan dengan struktur sosial, maupun menguraikan ide-ide siapa dihilangkan pada saat suatu kebijakan dirumuskan Escobar 1995 dalam Sutton 1999. 57 Definisi Operasional Definisi dan konsep pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Rumahtangga adalah keluarga inti ditambah dengan orang lain, baik kerabat ataupun bukan yang tinggal di bawah satu atap. Anggota rumahtangga adalah semua orang yang biasanya tinggal di suatu rumhtangga, baik di rumah ataupun yang sedang berpergian kurang dari enam bulan. 2. Usia kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun atau lebih dengan tidak membedakan antara yang sedang bersekolah, mengurus rumahtangga, pensiun, dan melaksanakan kegiatan lain. 3. Anggota keluarga produktif adalah penduduk usia kerja 15 tahun atau lebih dengan tidak membedakan antara yang sedang bersekolah, mengurus rumahtangga, pensiun, dan melaksanakan kegiatan lainnya. 4. Bekerja adalah semua penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih yang dalam periode pengamatan ikut terlibat dalam memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan. 5. Curahan kerja adalah jumlah jam kerja yang dicurahkan anggota keluarga yang digunakan untuk kegiatan mencari pendapatan mencari nafkah atau keuntungan, baik dari kegiatan usaha cendana maupun di luar usaha cendana. 6. Kegiatan usaha cendana adalah alokasi waktu yang digunakan seseorang untuk kegiatan usaha cendana on-farm 7. Kegiatan di luar usaha cendana adalah alokasi waktu yang digunakan seseorang untuk kegiatan usahatani lainnya kehutanan, pertanian, perkebunan, dan peternakan dan kegiatan di luar usahatani off-farm seperti berdagang, mengajar, melakukan jasa ojek, menjadi buruh bangunan dan lain-lain. 8. Faktor produksi adalah semua unsur masukan produksi berupa lahan, tenaga kerja, teknologi, dan atau modal, yang dapat mendukung terjadinya proses produksi dalam pengelolaan usaha cendana 9. Petani cendana adalah masyarakat petani yang sekarangsaat penelitian masih memiliki, mengembangkan atau budidaya cendana di lahan yang diusahakan. 58 KEADAAN UMUM LOKASI Geografi Kabupaten TTS merupakan salah satu dari 19 kabupaten di Provinsi NTT. Secara geografis Kabupaten TTS terletak pada kordinat 124° 49 ‟0‟‟ BT – 124 ° 4‟ 0” BT dan 9° 28‟ 13” LS - 10° 10‟ 26” LS. Secara administratif Kabupaten TTS berbatasan dengan daerah lain sebagai berikut:  Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Utara  Sebelah Selatan : berbatasan dengan Laut Timor  Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Kupang  Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Belu . Luas wilayah Kabupaten TTS adalah 3947 km 2 atau 8.34 dari luas wilayah Proivinsi NTT secara keseluruhan wilayahnya adalah daratan dengan topografi berbukit dan bergunung-gunung. Kabupaten TTS tahun 2007 terbagi menjadi 21 kecamatan. Kecamatan Molo Selatan merupakan kecamatan terluas sedangkan Kecamatan Kota SoE merupakan kecamatan dengan luasan terkecil. Secara umum Kabupaten TTS berada pada ketinggian di atas permukaan laut dpl dari 0 –500 meter dpl seluas 49.0, ketinggian di atas 500–1000 meter dpl seluas 48.2 dan ketinggian di atas 1000 meter dpl seluas 2.8. Kabupaten TTS memiliki wilayah kelerengan sedang sampai tinggi mencapai 75.99. Jenis tanah yang mendominasi adalah kambisol berturut-turut adalah renzina, alluvial, mediteran, dan latosol. Kecamatan Amanuban Barat terletak di sebelah Barat Kabupaten TTS dengan luas 229.3 km 2 5.80 dari luas Kabupaten TTS dan terdiri dari 14 desa . Jarak antara kecamatan dengan ibukota kabupaten kurang lebih 8 km. Kecamatan Amanuban Barat berbatasan di sebelah utara dengan Kecamatan Mollo Selatan dan Kota SoE, di sebelah selatan dengan Kecamatan Amanuban Selatan dan Kuanfatu, di sebelah timur dengan Kecamatan Amanuban Tengah, dan di sebelah barat dengan Kecamatan Batu Putih. 60 Gambar 6 Lokasi Penelitian Iklim dan Hidrologi Kabupaten TTS beriklim tropis dan umumnya berubah-ubah setiap 6 bulan secara bergantian antara musim kemarau dan penghujan. Letak geografis yang dekat dengan Australia daripada Asia membuat Kabupaten TTS memiliki curah hujan rendah. Curah hujan di Kabupaten TTS bervariasi antara 1000 – 2500 mm per tahun. Sebaran volume dan intensitas hujan tidak merata yaitu di wilayah bagian barat dan bagian utara curah hujannya relatif tinggi, kemudian wilayah bagian tengah relatif sedang dan makin ke wilayah timur dan selatan semakin berkurang. Musim hujan berkisar selama 4 bulan yaitu pada bulan November sampai Februari, sedangkan bulan Maret sampai Oktober merupakan musim panas. 61 Penduduk dan Tenaga kerja Penduduk Kabupaten TTS sebanyak 416 876 orang yang terdiri dari 206 963 orang laki-laki 49.64 dan 209 913 orang perempuan 50.35. Jumlah kepala keluarga adalah 106 595 KK dengan kepadatan penduduk 106 orang setiap km 2 atau rata-rata 4 orang setiap rumahtangga BPS Kabupaten TTS 2008. Data hasil SAKERNAS 2007 menunjukkan penduduk yang berusia 15 tahun ke atas berdasarkan jenis kegiatan berjumlah 256 206 orang yang terdiri atas angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja berjumlah 187 654 67.6 yang terdiri atas bekerja 181 571 orang dan pengangguran 8 083 orang. Sedangkan bukan angkatan kerja berjumlah 83 015 orang yang terdiri dari anak sekolah 18 118 orang, mengurus rumahtangga 59 250 orang dan lainnya 5647 orang. Pendidikan Tingkat pendidikan penduduk Kabupaten TTS hasil SUSENAS 2007 menurut pendidikan terakhir yang ditamatkan adalah: 1 tidak pernah sekolah sebanyak 107 650 orang atau 35.58, 2 sekolah dasar sebanyak 121 578 orang atau 40.19, 3 SMP umum sebanyak 36 440 orang atau 12.05, 4 SMA dan Kejuruan sebanyak 23.816 orang atau 7.87, 5 Diploma I, II, III sebanyak 3 898 orang atau 1.29, dan Diploma IVUniversitas sebanyak 3.886 orang atau 1.28. Kemampuan membaca dan menulis penduduk Kabupaten TTS yang berumur 10 tahun ke atas, yaitu: 1 dapat membaca dan menulis sebanyak 139 383 orang laki-laki 90.63 dan 121 292 orang perempuan 81.54, 2 buta huruf sebanyak 14 406 orang laki-laki 9.37 dan 27 452 orang perempuan 18.46. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di Kabupaten TTS terdiri atas 40 kawasan hutan negara dibandingkan penggunaan untuk sawah, padang pengembalaan, tegalankebun dan lainnya seperti pada Tabel 9. Padang pengembalaan dengan persentase luasan 28 merupakan areal pengembalaan bagi masyarakat yang mengelola ternak secara tradisional dengan sistem lepas. 62 Tabel 9 Penggunaan lahan di Kabupaten TTS Jenis penggunaan lahan Luas lahan ha Persentase Hutan Sawah Tegalan kebun Kolamtambak Pemukiman Padang pengembalaan Lain-lain 158 932 4 493 49 263 17 323 14 920 114 396 35 372 40.3 1.1 12.5 4.4 3.8 28.9 9.0 Jumlah 394 700 100 Sumber : DISHUT Kabupaten TTS 2009 Pertanian dan Kehutanan Tanaman pangan pada sektor pertanian meliputi tanaman bahan makan, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Data luas panen dan produksi tanaman bahan pangan berupa padi-padian, ubi-ubian, dan kacang-kacangan selama tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Luas panen dan produksi tanaman pangan di Kabupaten TTS Jenis tanaman Luas Panen ha Rata-rata produksi kwha Produksi ton Padi 4 339 32.32 14 026 Jagung 68 484 23.36 159 976 Ubi Kayu 7 409 40.00 29 636 Ubi Jalar 1 029 29.87 3 074 Kacang Tanah 3 480 9.38 3 265 Kacang hijau 1 258 7.98 1 004 Kacang kedelai 997 9.80 979 Sumber: BPS Kabupaten TTS 2008 Luas hutan di Kabupaten TTS berdasarkan pola tata guna lahan seluas 158 932.87 ha atau 40.26 dari luas wilayah dapat dilihat pada Tabel 11. Produksi hasil hutan menurut jenisnya terdiri atas: a. Kayu-kayuan, arang dan pohon yaitu kayu rimba campuran, kayu jati, kayu cendana, kayu merah, kayu mahoni dan kayu papi. b. Non kayu, kulit dan daun yaitu asam, kemiri, minyak cendana, gubal cendana, ampas cendana dan madu. 63 Tabel 11 Luas kawasan hutan menurut pola tata guna lahan di Kabupaten TTS Fungsi hutan Luas hutan ha Hutan lindung 54 973.74 Cagar alam 15 155.19 Hutan margasatwa 5 918.00 Hutan produksi tetap 78 924.52 Hutan produksi terbatas 3 961.42 Jumlah 158 932.87 Sumber: BPS Kabupaten TTS 2008 Perkembangan dan Produksi Cendana di Kabupaten TTS Kabupaten TTS memiliki populasi tanaman cendana terbesar berdasarkan hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Propinsi NTT sejak tahun 1965-1998 yaitu 44.15 dari jumlah populasi cendana di Propinsi NTT seperti yang terlihat pada Tabel 12. Kegiatan inventarisasi cendana tidak pernah dilaksanakan lagi pasca pengelolaan cendana diserahkan kepada daerah kabupaten. Namun, data BPS Propinsi NTT 2003;2008 menunjukkan populasi cendana di Provinsi NTT pada tahun 2008 sama dengan populasi cendana pada tahun 1987 dan 1998. Kegiatan inventarisasi cendana belum pernah dilakukan dengan alasan populasi cendana sudah tidak ada lagi dan masalah biaya Purba R 1 Mei 2010, komunikasi pribadi. Tabel 12 Perbandingan hasil inventarisasi cendana di Provinsi NTT dan Kabupaten TTS sejak tahun 1965 – 1998 Tahun Inventarisasi Propinsi NTT Kabupaten TTS Anakan Induk Jumlah Anakan Induk Jumlah 1965 -1968 1973-1976 1987-1990 1997-1998 2003 2008 2010 375 065 325 106 502 584 199 523 586 108 399 526 - 131 687 200 575 182 933 51 417 182 898 102 852 - 506 752 525 681 685 527 250 940 769 006 501 904 - 268 766 102 194 193 365 95 742 193 365 95 742 569 23 797 76 701 80 655 16 968 80 655 16 968 857 292 563 57.7 178 895 34.0 274 020 40 112 710 44.9 274 020 40 112 710 44.9 1 426 Sumber: DISHUT Provinsi NTT 1986; 1988; 1998, BPS Provinsi NTT 2003;2008, DISHUT Kabupaten TTS 2010 64 Data terakhir populasi cendana di Kabupaten TTS diperoleh dari hasil inventarisasi yang dilakukan Dinas Kehutanan Kabupaten TTS bekerjasama ITTO International Tropical Timber Organization dalam rangka pengembangan cendana. Survey yang dilakukan pada 23 desa contoh memperoleh cendana berjumlah 1 426 pohon pada berbagai tingkat. Apabila dianggap hasil survey tersebut mencakup 50 dari potensi yang sebenarnya di masing-masing desa, maka ekstrapolasi kasar memperkirakan populasi cendana di Kabupaten TTS mencapai 29 700 tanaman pada berbagai tingkatan Rohadi et al. 2010. Hasil inventarisasi tersebut membuktikan bahwa masih terdapat tanaman cendana di lahan masyarakat serta sumber benih cendana saat ini masih tersedia dan tersebar merata di Kabupaten TTS. Upaya pelestarian cendana di Kabupaten TTS sudah dilakukan sejak tahun 1924, namun belum menunjukkan hasil yang signifikan. Kegagalan budidaya cendana selama ini disebabkan belum adanya perencanaan dan pelaksanaan penanaman yang baik Darmokusumo et al. 2000 dan masyarakat merasa tidak mendapat manfaat dari keberadaan cendana yang berada di lahannya sehingga mengurangi motivasi dalam pengembangan cendana BanoEt 2000. Jumlah areal penanaman cendana selama 5 tahun dari tahun 2004 sampai 2008 di berbagai kabupaten di Propinsi NTT dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 13 Luas areal penanaman cendana di Provinsi NTT Kabupaten Tahun Ha Jumlah 2004 2005 2006 2007 2008 Kupang TTS TTU Belu Alor Flotim Sumba Barat - 75 - 3 20 - 50 - - - 2 70 - - - - - 2 88 - - 15 10 - 2 32 - - - - - 40 20 - - 15 85 - 9 250 20 50 Jumlah 148 72 90 59 60 429 Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi NTT 2010 65 Tahun 1995 pemerintah pusat menunjuk PT Fendi Hutani Lestari untuk melakukan kegiatan pembangunan Hutan Tanaman Industri di dua kabupaten yaitu Kabupaten TTS dan TTU Timor Tengah Utara. Tujuan pembangunan HTI adalah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan hasil hutan. Jenis tanaman yang dikembangkan adalah jenis komersial antara lain mahoni, jati, ampupu, cendana, kemiri, jambu mete, dan akasia. Lokasi pembangunan HTI di Kabupaten TTS berada di Kecamatan Pollen. Sampai tahun 2001 areal yang berhasil ditanami seluas 5.212 ha dalam kawasan hutan produksi Laob-Tunbesi RTK 186. Namun pada tahun 2001 PT Fendi Hutani Lestari menghentikan segala kegiatan baik perkantoran maupun kegiatan fisik lapangan tanpa diikuti dengan proses dengan proses administrasi alih kelola sehingga asset terbengkalai penangganannya hinga sekarang DEPHUT 2010 Produksi cendana di Kabupaten TTS pasca penerbitan Perda cendana tahun 2001 mengalami penurunan seperti terlihat pada Tabel 14. Kayu cendana yang masuk kayu kategori gubal cendana berdasarkan penelusuran, sebagian merupakan kayu sisa tebangan tahun sebelumnya dan kayu tebangan baru yang berada di lahan masyarakat Koenunu C Mei 2010, komunikasi pribadi. Produksi minyak cendana di Kabupaten TTS diperoleh dari PT Scent Indonesia yang berlokasi di Desa Supul Kecamatan Amanuban Barat. Perusahaan ini berdiri mulai tahun 2003 sampai 2007 dan sekarang tidak berproduksi lagi karena kekurangan bahan baku. Tabel 14 Produksi cendana Kabupaten TTS Komoditi Tahun Rata- rata 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Kayu cendana kg Minyak cendana ltr 200 250 800 955 975 50 910 Gubal cendana kg 93.363 148.39 81 81 88.26 78.78 20.09 33.5 73.91 Ampas cendana kg 51.6 51.6 Sumber : BPS Kabupaten TTS 2008 dan Dishut Kabupaten TTS 2008 66 Besarnya sumbangan iuran hasil cendana IHC yang diperoleh dari perdagangan dan peredaran cendana menjadi kontribusi terhadap PAD Kabupaten TTS. Kontribusi cendana sejak tahun 2003-2009 terhadap PAD Kabupaten TTS dapat dilihat pada Tabel 15. Rata-rata kontribusi cendana selama tujuh tahun sebesar 0.26 atau rata-rata Rp61 354 569.00. Sumber kontribusi terbesar cendana tahun 2003-2007 diperoleh dari minyak cendana yang diproduksi oleh PT Scent Indonesia. Tabel 15 Kontribusi cendana terhadap pendapatan daerah Kabupaten TTS Tahun PAD Kab. TTS Rp PAD Dishutbun Kab. TTS Rp Kontribusi IHC terhadap Rp Persentase cendana terhadap PAD Kab. TTS Persentase cendana terhadap PAD Dishutbun Kab. TTS 2003 16 355 454 378 85 000 000 68 410 000 0.42 80.48 2004 35 807 511 097 6 225 000 000 46 243 775 0.13 0.74 2005 37 584 660 312 250 000 000 120 295 875 0.32 48.12 2006 14 591 796 176 275 000 000 172 389 150 1.18 62.69 2007 20 294 870 712 275 000 000 12 565 000 0.06 4.57 2008 20 725 170 712 275 000 000 2 663 500 0.01 0.97 2009 Jumlah 17 161 219 000 162 520 682 382 475 000 000 7 860 000 000 6 914 686 429 481 986 0.04 0.26 1.46 5.46 Sumber: DPPKAD 2003-2009; Dishut Kabupaten TTS 2009 Pengamatan lapangan pasca penerbitan Perda cendana di Kabupaten TTS memberikan gambaran bahwa masyarakat mengembangkan cendana secara swadaya bukan karena adanya Perda cendana. Pengelolaan cendana yang dilakukan masyarakat selama ini masih menggandalkan terubusan akar, menanam langsung dengan biji dan kurangnya pemeliharaan cendana. Beberapa alasan mengapa masyarakat masih memiliki cendana hingga saat ini, yaitu: 1 cendana mempunyai nilai sejarah dan budaya di Pulau Timor, 2 cendana bernilai ekonomis dan sebagai investasi jangka panjang, 3 cendana menggambarkan status sosial di masyarakat. Pengamatan dan pencatatan cendana yang dilakukan terhadap responden pada tiga desa diperoleh 3 198 tanaman cendana pada berbagai tingkat dengan rincian, yaitu: Desa Tublopo berjumlah 2 489 cendana, Desa Mnelalete 339 cendana dan Desa Pusu berjumlah 370 cendana. 67 Rencana pengelolaan cendana di tingkat Provinsi NTT mulai digalakkan kembali oleh Gubernur NTT Drs. Frans Lebu Raya pada tahun 2008. Pengembangan cendana menjadi salah satu program unggulan daerah yaitu menjadikan NTT sebagai provinsi cendana. Untuk mewujudkan program tersebut beberapa langkah yang ditempuh, antara lain: 1 penyempurnaan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan cendana, 2 perlindungan dan pelestarian pohontegakan sisa cendana, dan 3 pembuatan dan dan pengembangan tanaman cendana JUKLAK 2010. Sasaran kegiatan pengelolaan cendana pemerintah provinsi dalam Juklak 2010 yaitu melakukan penanaman sebanyak 4 750 000 anakan selama 5 tahun di 7 kabupaten pada lahan seluas 3 500 ha atau masing-masing kabupaten 500 ha. Kabupaten TTS menjadi salah daerah pengembangan cendana. Untuk mendukung program tersebut, pemerintah Provinsi NTT telah memiliki Rencana Aksi Strategis Pengembangan Cendana untuk periode 2009-2013 yang didukung dengan petunjuk pelaksanaannya pada bulan Maret 2010. Selain itu, Balai Penelitian Kehutanan Kupang telah menyusun Master Plan Pelestarian dan Pengembangan Cendana NTT Tahun 2010-2020 sebagai acuan para pihak yang berkepentingan untuk menentukan prioritas kegiatan pengembangan cendana sehingga potensi dan produktifitas cendana lebih baik sepuluh tahun kedepan. Saat ini, Kementrian Kehutanan bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Provinsi NTT dan dengan dukungan ITTO melakukan kajian terhadap cendana dengan program “Peningkatan Kondisi-kondisi Pemungkin Pengelolaan Cendana Yang Lestari di Provinsi NTT ”. Upaya yang dilakukan yaitu melalui penguatan kerangka kerja kebijakan, ekonomi insentif dan kelembagaan lokal untuk pengelolaan cendana yang lestari. Adapun kabupaten yang menjadi sasaran dalam program ini yaitu daerah-daerah yang pernah menjadi sentra produksi cendana antara lain Kabupaten TTS, Sumba Timur, Flores Timur dan Alor. Kegiatan yang sudah dilakukan yaitu studi analisa kebijakan dan ekonomi insentif untuk meningkatkan partisipasi masyarakat lokal dalam upaya pelestarian kayu cendana di Provinsi NTT. 68 Deskripsi Desa Contoh Luas dan jumlah penduduk di tiga desa tersebut dapat dilihat dalam Tabel 16. Desa yang ada di Kecamatan Amanuban Barat seluruhnya berjumlah 14 desa, namun hanya 3 desa yang dipilih dalam penelitian yaitu: 1 Tublopo, 2 Mnelelete dan 3 Pusu. Hal ini mengingat di desa tersebut masih terdapat tegakan cendana yang berada di lahan masyarakat. Jarak antara ibukota kabupaten dengan lokasi penelitian yaitu 11 km dari Desa Tublopo, 7 km dari Desa Mnelalete dan 8 km dari Desa Pusu. Sarana prasarana fisik ketiga desa dalam bentuk jalan dan jembatan relatif baik, sehingga aksesbilitas desa dengan wilayah lainnya relatif lancar. Dari ketiga desa, Desa Mnelalete memiliki luas dan jumlah penduduk tertinggi. Tabel 16 Luas dan jumlah penduduk pada tiga desa penelitian di Kecamatan Amanuban Barat Desa Luas Ha Jumlah penduduk Jumlah keluarga Rata-rata perkeluarga orang Kepadatan per km2 Tublopo 1.450 2.034 498 4 140 Mnelalete 2.140 6.288 1.261 5 294 Pusu 1.570 3.972 843 5 253 Sumber: BPS Kab. TTS 2008 Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan sebagian besar penduduk adalah tamat Sekolah Dasar seperti ditunjukkan Tabel 17 Berdasarkan tabel tersebut penduduk ketiga desa memiliki kualitas sumberdaya manusia yang beragam. Namun, secara umum cukup baik karena jumlah penduduk yang berpendidikan lebih banyak dari yang tidak berpendidikan atau tidak pernah sekolah. 69 Tabel 17 Tingkat pendidikan pada tiga desa penelitian di Kecamatan Amanuban Barat Tingkat pendidikan Desa Tublopo Mnelalete Pusu Tidak pernah sekolah 100 280 602 Tidak Tamat SD 289 240 374 Tamat SD 700 589 1200 Tamat SLTP 500 280 143 Tamat SLTA 150 100 125 Diploma 1,2,3 11 75 16 Sarjana 8 50 8 Sumber: Profil Desa 2008 Mata Pencaharian Mata pencaharian masyarakat sebagian besar adalah petani. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang paling dominan menggerakkan perekonomian di tiga desa tersebut. Ketersediaan lahan merupakan hal yang sangat penting untuk memperoleh pendapatan, karena untuk bekerja di sektor lain akan terkendala, terutama rendahnya tingkat pendidikan dan modal usaha. Tabel 18 Mata pencaharian pada tiga desa penelitian di Kecamatan Amanuban Barat Jenis Pekerjaan Desa Tublopo Orang Mnelalete Orang Pusu Orang Petani 1122 661 978 PedagangWiraswasta 9 12 7 PNS 42 130 9 Pertukangan 19 400 16 Pengrajin 6 5 50 Sumber: Profil Desa 2008 70 Deskripsi Responden Yang Memiliki dan Tidak Memiliki Cendana Karakteristik umum Karakteristik umum responden meliputi umur, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dan jumlah angkatan kerja keluarga. Secara umum rata-rata umur responden suami berada dalam usia produktif yang berkisar antara 42.8 sampai 51.9 tahun seperti ditunjukkan pada Tabel 19. Rata-rata pendidikan suami lebih tinggi dibandingkan pendidikan istri pada kedua kelompok petani. Pendidikan suami yang memiliki cendana relatif lebih tinggi yaitu berada dalam jenjang pendidikan SLTP sedangkan pendidikan suami yang tidak memiliki cendana rata-rata dalam jenjang pendidikan SD. Tabel 19 Karakteristik rumahtangga petani rata-rata berdasarkan kepemilkan cendana Karakteristik responden Rata-rata Mem iliki cendana Tidak memiliki cendana Jumlah responden orang 30 30 Umur suami tahun 51.9 42.8 Pendidikan suami tahun 8.3 6.7 Pendidikan istri tahun 5.3 4.4 Jumlah anggota keluarga orang 4.9 4.5 Jumlah anggota produktif orang 2.9 2.7 Sumber: Data Primer Diolah Tabel 19 di atas memberikan gambaran rata-rata jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan kedua kelompok petani hampir sama yaitu 4.5 dan 4.9 orang. Sementara itu, rata-rata jumlah angkatan kerja dalam keluarga juga menunjukkan jumlah yang relatif sama yaitu 2.7 dan 2,9 orang. Anggota keluarga produktif diukur berdasarkan jumlah anggota keluarga yang berumur sama dengan atau lebih dari 15 - 64 tahun. 71 Tabel 20 Karakteristik rumahtangga petani berdasarkan luas, kepemilikan dan jarak lahan Karakteristik responden Rata-rata Memil iki cendana Tidak memiliki cendana Luas lahan ha 2.26 1.62 Milik pribadi bersertifikat orang 27 28 Jarak lahan km 0.25 0.9 Sumber: Data Primer Diolah Rata-rata petani memiliki lahan yang cukup luas yaitu lebih dari 1 ha. Hal ini memberikan gambaran bahwa dengan luasan lahan yang dimiliki, masyarakat mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Selain itu, sebagian besar masyarakat telah memiliki sertifikat tanah yaitu 90 dari seluruh responden. Artinya masyarakat sudah memiliki jaminan untuk menanam tanaman tahunan seperti cendana. Mata pencaharian Mata pencaharian responden yang memiliki cendana dan tidak memiliki cendana, dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Karakteristik rumahtangga petani berdasarkan mata pencaharian Mata pencaharian utama Memiliki cendana orang Persentase Tidak memiliki cendana orang Persentase Petani 20 66.6 29 96.7 PNS 1 3.3 - - Pedagang 2 6,7 - - Buruh 2 6.7 1 3.3 Tukang kayubatu 2 6.7 - - Ojek 3 10.0 - - Jumlah 30 100 30 100 Sumber: Data Primer Diolah Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat beragamnya mata pencaharian responden yang memiliki cendana dibandingkan responden yang tidak memiliki cendana. Perbedaan mata pencaharian kedua kelompok responden cendana berdampak kepada pendapatan rumahtangga. Rata-rata pendapatan responden 72 yang memiliki cendana sekitar Rp17 394 501.00tahun, sedangkan pendapatan responden yang tidak memiliki cendana rata-rata Rp3 962 852.00 tahun. Karakteristik Ekonomi Rumahtangga Petani Cendana a. Umur Petani Umur merupakan salah satu identitas yang dapat mempengaruhi kemampuan kerja dan pola pikir. Umur kepala rumahtangga menunjukkan pengalaman yang dimiliki dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan sehari- hari. Semakin tua kepala rumahtangga, semakin baik dan banyak pengalaman yang dimiliki sehingga alokasi waktu kerjanya semakin efesien dan efektif untuk jenis pekerjaan yang sama. Karakteristik umur petani cendana di lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah.0 Tabel 22 Umur petani cendana pada tiga lokasi penelitian Umur tahun Jumlah responden pada tiap desa orang Mnelalete Pusu Tublopo Jumlah Persentase 20 - 30 - 1 - 1 3.3 31 – 40 1 3 2 6 20.0 41 – 50 5 1 3 9 30.0 50 4 6 4 14 46.7 Jumlah 10 11 9 30 100 Sumber: Data Primer Diolah Tabel di atas mengambarkan bahwa umur kepala rumahtangga yang memiliki tanaman cendana pada ketiga desa didominasi oleh kepala rumahtangga yang berumur 30 tahun 20, 40 tahun 30, dan lebih dari 50 tahun 46.7. Hal ini menunjukkan bahwa kepala rumahtangga yang masih memiliki cendana adalah kepala rumahtangga yang masih berada pada tingkat umur produktif. Persentase umur tertinggi yaitu 46.7 didominasi oleh kepala rumahtangga yang berusia lebih dari 50 tahun disebabkan kepala rumahtangga ini mengetahui sejarah tentang cendana dan berusaha menjaga budaya masyarakat Timor yang menyakini cendana sebagai pemberian Tuhan khususnya Pulau Timor. 73 b. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan sering dijadikan indikator kualitas sumberdaya manusia. Namun dalam masyarakat pertanian, tingkat pendidikan tertentu tidak terlalu dipikirkan. Rumahtangga petani memperoleh pengetahuan berusaha cendana dari pengalaman yang diturunkan dari orangtua sehingga umumnya rumahtangga petani berpendidikan lebih rendah dari rumahtangga yang lainnya. Kategori pendidikan rumahtangga petani dibagi atas empat, yaitu: SD, SMP, SMA dan Diplomaperguruan tinggi. Selengkapnya data tentang tingkat pendidikan rumahtangga petani disajikan pada Tabel 23 berikuit ini: Tabel 23 Jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan formal Lama Pendidikan tahun Jumlah responden pada tiap desa orang Mnelalete Pusu Tublopo Jumlah Persentase 1 - - 1 3.3 1 - 6 2 6 4 12 40.0 7 - 9 3 1 3 7 23.3 10 -12 4 4 2 10 33.3 12 - - - - - Jumlah 10 11 9 30 100 Sumber: Data Primer Diolah Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa tingkat pendidikan rumahtangga petani berdasarkan lama pendidikan menunjukkan lama pendidikan 1-6 tahun atau setingkat SD memiliki persentase tertinggi yaitu 40. Hal ini menggambarkan perlunya perhatian lebih kepada rumahtangga petani untuk meningkatkan pengetahuan pengelolaan cendana dengan baik kedepannya. c. Alokasi Waktu Alokasi waktu kerja rumahtangga digolongkan dalam kegiatan besar yaitu mencari nafkah dan kegiatan tidak mencari nafkah. Kegiatan mencari nafkah adalah kegiatan menghasilkan pendapatan yang berupa uang dan barang. Kegiatan mencari nafkah oleh anggota rumahtangga dapat dilakukan pada usaha cendana dan di luar usaha cendana. Kegiatan di luar usaha cendana 74 berupa usaha tanaman pertanian, ternak, buruh, PNS, dagang dan penyedia jasa seperti ojek. Kegiatan tidak mencari nafkah adalah kegiatan anggota rumahtangga yang tidak menghasilkan pendapatan. Kegiatan ini berupa kegiatan mengurus rumahtangga, sekolah, pribadi, sosial dan pemanfaatan waktu luang. 1. Alokasi curahan waktu kerja pada usaha cendana Alokasi waktu kerja anggota rumahtangga pada usaha cendana adalah jumlah hari orang kerja HOK yang dicurahkan untuk kegiatan usaha cendana. Dalam penelitian ini satu HOK setara dengan 8 jam kerja. Alokasi waktu kerja rata-rata anggota rumahtangga dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 24 Alokasi kerja rata-rata anggota rumatangga pada usaha cendana dalam setahun Anggota rumahtangga Curahan kerja HOK Rata-rata Suami Istri Anak laki-laki Anak perempuan Anggota keluarga laki-laki Anggota keluarga perempuan 3.03 1.58 1.90 0.0 1.00 0.00 Jumlah 7.51 Sumber : Data primer Diolah Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah rata-rata waktu kerja anggota rumahtangga pada usaha cendana adalah 7.51 HOK dari total hari kerja yang tersedia dalam satu tahun. Rata-rata alokasi waktu yang tertinggi adalah suami yaitu sebesar 3.03 HOK. Hal ini disebabkan karena masyarakat di lokasi penelitian lebih banyak bertani dan kegiatan ini lebih banyak dilakukan suami sebagai kepala keluarga. Pada saat yang bersamaan, suami juga melakukan kegiatan pemeliharaan tanaman cendana yang dimiliki. Sedangkan alokasi waktu kerja istri, anak laki-laki, anak perempuan dan anggota keluarga lainnya pada usaha cendana lebih 75 kecil karena sudah dilakukan oleh suami serta jumlah tanaman cendana yang dimilki masih relatif sedikit. 2. Alokasi waktu kerja di luar usaha cendana Alokasi waktu kerja di luar usaha cendana adalah jumlah yang digunakan untuk mencari nafkah dari aktivitas di luar usaha cendana, misalnya: usahatani lain pertanian, perkebunan, peternakan, berdagang, melakukan penyediaan jasa ojek, menjadi gurupembantu guru, menjadi buruh, dan lain-lain HOKtahun atau jam kerjatahun. Dalam penelitian ini satu HOK setara dengan 8 jam kerja. Alokasi waktu kerja rata-rata anggota rumahtangga dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 25 Alokasi kerja rata-rata anggota rumatangga di luar usaha cendana dalam setahun Anggota keluarga Curahan kerja HOK Jumlah HOK Usaha Tani lain Buruh Dagang PNS Tukang kayu Batu Ojek Suami Istri Anak laki-laki Anak perempuan Angg laki-laki Angg perempuan 254.0 153.1 75.8 10.8 6.9 0.4 10.4 0.0 5.0 0.0 0.0 0.0 13.3 10.0 0.0 0.0 0.0 0.0 25.4 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 8.3 0.0 00 0.0 0.0 0.0 12.5 0.0 7.5 0.0 0.0 0.0 323.9 163.1 88.3 10.8 6.9 0.4 Jumlah 501.0 15.4 23.3 25.4 8.3 20.0 593.4 Sumber : Data Primer Diolah Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa total curahan kerja anggota rumahtangga di luar usaha cendana adalah sebesar 593.4 HOK. Sebagian suami selain menjadi petani juga melakukan aktivitas lain yaitu menjadi buruh, dagang, tukang kayubatu, ojek bahkan ada yang masih berstatus PNS. Aktivitas sebagian istri membuat kain tenun dan membuat minyak kelapa untuk dipasarkan di rumah atau pasar terdekat. Anak laki-laki ada yang menjadi buruh dan melakukan kegiatan jasa seperti ojek. Dari beberapa kegiatan di luar usaha cendana tampak bahwa anggota rumahtangga lainnya terutama istri dan anak laki-laki juga mengalokasikan waktu kerja di luar usaha cendana dengan tujuan untuk 76 memenuhi kebutuhan rumahtangga membantu pekerjaan suami sebagai kepala rumahtangga. 3. Kegiatan tidak mencari nafkah Alokasi waktu untuk kegiatan tidak mencari nafkah non produktif HOKtahun atau jamtahun, merupakan sisa waktu yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, yaitu antara lain: a mengurus rumahtangga, b mengurus pendidikan, c mengurus hubungan sosial, d mengurus kegiatan keperluan pribadi, dan e waktu istirahatsantai. d. Pendapatan rumahtangga petani Tingkat pendapatan petani dalam penelitian diukur dengan menghitung seluruh penerimaan dari hasil produksi kegiatan usaha cendana yang dilakukan rumahtangga petani dikurangi dengan seluruh biaya produksi yang dikeluarkan seperti: biaya bibit, sarana produksi dan biaya tenaga kerja, ditambah dengan pendapatan di luar usaha cendana. Pendapatan dari masing- masing usaha dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 26 Rata-rata pendapatan rumahtangga cendana Usaha rumahtangga Pendapatan Rp Persentase Usaha cendana Kehutanan Pertanian Perkebunan Peternakan Buruh Dagang PNS + Pensiun Tukang kayubatu Ojek 7 645 469 394 643 3 107 246 780 357 1 493 214 164 286 189 286 2 485 714 392.857 741.429 43.95 2.27 17.86 4.49 8.58 0.94 1.09 14.29 2.26 4.26 Jumlah 17.394.501 100 Sumber : Data Primer Diolah 77 Pendapatan rumahtangga yang diperoleh dari usaha cendana pada tabel di atas, memberikan kontribusi terbesar yaitu 43.95 kepada pendapatan rumahtangga petani cendana. Besarnya kontribusi usaha cendana terhadap pendapatan rumahtangga menunjukkan bahwa usaha cendana dapat membantu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rumahtangga. e. Pengeluaran Struktur pengeluaran rumahtangga petani terdiri atas pengeluaran untuk konsumsi pangan, konsumsi lain dan investasi sumberdaya manusia pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan. Pengeluaran konsumsi lain meliputi pengeluaran kebutuhan sehari-hari di luar makan, transportasi, rekreasi, adat istiadat dan lainya. Rata-rata pengeluaran rumahtangga untuk konsumsi pangan pangan, konsumsi lain dan investasi sumberdaya manusia disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 27 Rata-rata pengeluaran rumahtangga petani cendana Sumber : Data Primer Diolah Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa pengeluaran rutin rumahtangga petani cendana terbesar adalah konsumsi pangan sebesar Rp4 195 200.00 atau 88.7 per tahun dari total pengeluaran. Hal ini memberikan gambaran bahwa rumahtangga dalam berusaha masih untuk pemenuhan kebutuhan dasar. Sedangkan pengeluaran untuk investasi sumberdaya manusia, yang meliputi pengeluaran pendidkan dan kesehatan mendapat proporsi yang terkecil yaitu 3.9. Jenis pengeluaran Besarnya pengeluaran Rp Persentase Konsumsi pangan Konsumsi lain Investasi sumberdaya manusia Jumlah 4 195 200 363 393 184 357 4 732 236 88.7 7.4 3.9 100 78 79 HASIL DAN PEMBAHASAN Sosialisasi dan Implementasi Perda Kabupaten TTS No. 25 Tahun 2001 Perda Kabupaten TTS No. 25 Tahun 2001 tentang cendana sebagai suatu peraturan yang sifatnya mengatur dan mempunyai daya ikat terhadap masyarakat dalam pengelolaan cendana perlu disosialisasikan. Tujuan sosialisasi Perda cendana adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dengan memberikan pengertian dan pemahaman tentang isi yang terkandung dalam Perda. Dengan peningkatan kesadaran, masyarakat diharapkan dapat melaksanakan pengembangan cendana untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Pelaksanaan sosialisasi Perda Kabupaten TTS No. 25 Tahun 2001 tentang cendana dilakukan melalui: 1 kegiatan penyuluhan hukum selama 2 tahun, 2 radio penyiaran daerah RPD, dan 3 surat kabar harian “Radar Timor”. Hasil wawancara dengan tokoh adat, aparat pemerintah, dan responden di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat belum mengetahui adanya Perda Kabupaten TTS No. 25 Tahun 2001 tentang cendana yang berlaku dan masyarakat beranggapan Perda Provinsi NTT No. 16 Tahun 1986 masih berlaku. Jumlah responden yang belum mengetahui keberadaan Perda cendana sebesar 73,3 atau 44 orang dari seluruh responden dalam penelitian ini. Ketidaktahuan masyarakat terhadap keberadaan Perda yang mengatur tentang cendana berdampak pada berkurangnya keinginan untuk membudidayakan cendana di lahan milik. Sosialisasi Perda cendana sudah dijalankan tetapi masyarakat terlanjur bersikap apatis terhadap cendana dan masyarakat lebih memilih menanam jenis tanaman pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup Faah J 26 April 2010, komunikasi pribadi. Kondisi di atas disebabkan tiga hal yaitu: 1 efektifitas sosialisasi belum menjangkau seluruh masyarakat terutama di pedesaan, 2 resistensi masyarakat sebagai dampak kebijakan tahun 1986 tentang cendana dan kekhawatiran kebijakan yang berlaku akan berubah, 3 isi kebijakan masih bersifat disintensif bagi masyarakat. Secara umum, isi kebijakan lebih banyak mengatur kewajiban yang harus dibebankan kepada masyarakat tanpa melihat kemampuan masyarakat, 4 masyarakat tidak terlibat dalam proses penyusunan sehingga menggurangi rasa tanggungjawab terhadap kelestarian cendana dan 80 beranggapan pengembangan cendana menjadi tanggungjawab pemerintah daerah. Beberapa hal tersebut menunjukkan tidak efektifnya suatu kebijakan yang dapat merubah perilakurespon masyarakat Dunn 2004; Diamond 2005 dalam Kartodihardjo 2006b Kegiatan implementasi sebagai tahapan penting dalam keseluruhan struktur kebijakan sangat menentukan keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan kebijakan Agustino 2008. Tujuan yang terkandung dalam Perda Kabupaten TTS tentang cendana yaitu menghindari kepunahan cendana, memberikan kepercayaan pada masyarakat untuk bertanggungjawab terhadap kelangsungan dan pengakuan kepemilikan cendana. Kegiatan yang harus dilakukan pemerintah daerah untuk mencapai tujuan Perda yang tercantum dalam pasal-pasal yaitu pembudidayaan dan pelestarian cendana di tanah negara atau milik pemerintah daerah Pasal 3, pelibatan tokoh masyarakat dan lembaga adat dalam pelestarian cendana Pasal 4, inventarisasi cendana Pasal 5 dan kegiatan pembinaan dan pengawasan cendana oleh Dinas Kehutanan Kabupaten TTS Pasal 13, kenyataannya hingga sekarang belum pernah dilaksanakan. Kendala implementasi Perda cendana disebabkan: 1 kurangnya komitmen pemerintah untuk membuat program terkait pengembangan cendana, 2 belum adanya prioritas anggaran, dan 3 petunjuk teknis yang dikeluarkan belum tepat. Kurangnya peran dan tanggungjawab pemerintah daerah dalam pengembangan cendana menunjukkan lemahnya kemauan politik pemerintah yang berdampak kepada menurunnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Kemampuan menjalankan solusi yang sudah ditetapkan dalam suatu kebijakan merupakan efektifitas implementasi kebijakan agar dapat merubah perilaku respon dalam mencapai tujuan yang ditetapkan Dunn 2004. Petunjuk teknis yang dikeluarkan sebagai dasar pelaksanaan Perda cendana masih bersifat kewajiban yang harus dilakukan masyarakat atau bersifat disinsentif yaitu Keputusan Bupati No. 8 Tahun 2002 tentang penetapan harga dasar jual kayu cendana yang dikeluarkan tanggal 5 Maret 2002 dan Peraturan Bupati No. 12 Tahun 2005 tentang mekanisme sistem pemungutan hasil hutan cendana pada lahan milik yang dikeluarkan tanggal 2 Agustus 2005. Peraturan 81 pelaksana terakhir yang dikeluarkan pemerintah daerah yaitu Instruksi Bupati No. 2 Tahun 2009 tentang budidaya cendana dan tanaman pagar hidup. Proses perijinan pemungutan cendana yang ada bagi masyarakat dirasakan terlalu panjang, yaitu: a Setiap orang atau badan usaha yang akan memunggut cendana di lahan milik wajib melapor kepada Kepala Desa untuk mendapatkan surat keterangan kepemilikan yang sah, b Mengajukan permohonan rekomendasi dan ijin pemungutan cendana kepada Bupati tembusan kepada kepala dinas kehutanan disertai surat keterangan kepemilikan, c Berdasarkan permohonan, Bupati menunjuk instansi terkait melakukan pemeriksanaan lokasi dan kelayakan pemungutanpenebangan, d Hasil pemeriksaan dilaporkan kepada Bupati untuk diterbitkan rekomendasi layak tebang atau keterangan tidak layak tebang, dan e Apabila dinyatakan layak tebang, maka dinas kehutanan mengeluarkan ijin penebangan dan mengawasi proses penebangan. Hasil penebangan dilaporkan kepada Bupati tembusan kepala desa. Proses perijinan tersebut membutuhkan waktu dan biaya bagi masyarakat. Hal ini dapat menimbulkan biaya transaksi yang harus ditanggung masyarakat. Peraturan yang diberlakukan masih menerapkan sistem kontrol yang ketat dari pemerintah sehingga berpotensi menimbulkan biaya transaksi yang besar dan menutup peluang masyarakat menarik manfaat dari potensi pasar Rohadi et al. 2010. Faktor-faktor Yang Berpengaruh Dalam Pengelolaan Cendana 1. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepemilikan cendana Diduga ada 5 faktor yang mempengaruhi peluang petani memiliki cendana dan tidak memiliki cendana di Kecamatan Amanuban Barat yaitu umur, luas lahan, jumlah anggota keluarga, jarak lahan, dan pendapatan rumahtangga. Dengan menggunakan analisis regresi logistik model logit diperoleh hubungan antara kelima faktor terhadap peluang kepemilikan cendana yaitu: Ln Pi = – 2.4947 + 0.0044X 1 – 0.2249X 2 –0.2451X 3 – 0.6198X 4 + 1 - Pi 0.5501X 5 +  Uji seluruh model yang ditunjukkan dengan nilai G hitung = 50.3 , signifikan pada taraf nyata 1 persen seperti terlihat pada Tabel 28. Hasil analisis menunjukkan faktor yang berpengaruh nyata terhadap peluang petani untuk 82 memiliki dan tidak memiliki cendana yaitu jarak lahan X 4 dan pendapatan rumahtangga X 5 , sedangkan variabel umur, luas lahan, dan jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh nyata terhadap peluang petani memiliki cendana. Tabel 28 Faktor-faktor yang mempengaruhi responden memiliki dan tidak memiliki cendana Variabel Koefisien estimasi Simpangan baku Signifikan Odds ratio Konstanta X 1 Umur X 2 Luas lahan X 3 Jumlah anggota keluarga X 4 Jarak lahan X 5 Pendapatan rumahtangga -2.4947 0.0044 -0.2249 -0.2451 -0.6198 0.5501 1.6306 0.0351 0.4133 0.2453 0.4353 0.1578 0.1260 0.8998 0.5864 0.3177 0.1545 d 0.005 a 1.004 0.799 0.783 0.538 1.733 N = 60, G-Hitung = 50.3 pada derajat bebeas DF = 5 Keterangan: a nyata pada  = 5 persen; b nyata pada  = 10 persen; c nyata pada  = 15 persen; d nyata pada  = 20 persen Tafsiran dari pengaruh variabel yang nyata secara statistik terhadap peluang keputusan petani memiliki dan tidak memiliki cendana diuraikan di bawah ini: Koefisien estimasi variabel jarak lahan bertanda negatif -0.6198 dan berpengaruh nyata pada taraf 20 persen. Artinya semakin jauhpanjang jarak rumah ke lahan maka peluang untuk memiliki cendana semakin kecil. Nilai odds ratio variabel jarak lahan menunjukkan nilai 0.538 yang berarti kemungkinan responden memiliki cendana 0.538 kali lebih besar pada jarak lahan yang lebih dekat dibandingkan dengan jarak lahan yang lebih jauh. Hasil wawancara menunjukkan masih tingginya tingkat pencurian tanaman cendana di lahan masyarakat sebagai akibat dari tingginya permintaan cendana sebagai bahan baku produksi berbagai kerajinan dan minyak cendana. Di lain pihak ketersediaan cendana di alam semakin sulit diperoleh baik di lahan negara maupun di lahan milik. Petani lebih memilih menanam cendana di lokasi yang lebih dekat dengan rumah atau pekarangan dengan pertimbangan pemeliharaan lebih intensif dan aman dari berbagai gangguan. Pertimbangan memilih pekarangan sebagai area konservasi flora kering karena kedekatan pemilik lahan dengan tanaman sehingga memudahkan penyiraman, pemberantasan hama penyakit dan gulma. Selain itu pekarangan dikenal sebagai lokasi yang aman dari berbagai gangguan 83 seperti kebakaran, pengembalaan liar, dan penebangan illegal. Penanaman beberapa pohon yang bernilai ekonomi seperti cendana dalam pekarangan akan melindungi pohon-pohon tersebut dari kepunahan Wawo Abdulhadi 2006. Hal ini sejalan yang dikatakan Foresta dan Mitchon 2000 bahwa lahan di sekeliling rumah merupakan tempat yang cocok untuk melindungi dan membudidayakan tumbuhan kehutanan. Variabel pendapatan rumahtangga bertanda positif 0.5501 dan berpengaruh nyata pada taraf 5 persen. Artinya bahwa semakin tinggi pendapatan rumahtangga maka peluang untuk memiliki cendana semakin besar. Variabel ini didukung dengan nilai odds ratio yang lebih besar dari 1 satu yaitu 1.733 yang berarti kemungkinan responden yang mempunyai pendapatan lebih tinggi berpeluang 1.733 kali lebih besar memiliki cendana daripada petani yang berpenghasilan kecil. Rata-rata pendapatan petani yang memiliki cendana pertahun Rp17 394 501.00 sedangkan pendapatan petani yang tidak memiliki cendana Rp3 962 852.00. Jika dihitung pendapatan perkapita dengan rata-rata jumlah anggota keluarga sebanyak 4 orang, rata-rata pendapatan rumahtangga petani yang memiliki cendana Rp300 385.00kapitabulan, dan petani yang tidak memiliki cendana Rp82 559.00kapitabulan. Apabila dibandingkan dengan garis kemiskinan menurut standar BPS Rp182 636.00kapitabulan atau 2100 kkalhari, maka petani yang memiliki cendana berada di atas ambang garis kemiskinan dan petani yang tidak memiliki cendana berada di bawah garis kemiskinan. Artinya bahwa petani yang memiliki cendana adalah petani yang mampu secara ekonomi dan petani yang tidak memiliki cendana adalah petani miskin. Berdasarkan karakteristik petani cendana, secara umum memiliki pekerjaan sampingan seperti pegawai negeri, pensiunan pegawai negeri, buruh, tukang kayubatu dan ojek. Dengan demikian, secara sosial petani cendana memiliki status sosial dan pendapatan yang tinggi sehingga petani mengambil keputusan untuk menanam cendana yang sifatnya jangka panjang dan yakin akan memperoleh hasil cendana. Hal ini mendukung hasil kajian yang dilakukan Rahardjo 2006 di Pulau Sumba menunjukkan bahwa masyarakat yang berhasil mengembangkan cendana umumnya memiliki kemampuan ekonomi yang lebih 84 baik dibanding masyarakat umumnya. Sebaliknya, penelitian yang dilakukan Sirait 2005 menunjukkan bahwa tingkat pendapatan masyarakat di Kabupaten TTS tergolong sangat rendah sebanyak 63 berdasarkan standar upah regional Kabupaten TTS Rp350 000,00 perbulan, masih berusaha melindungi dan memelihara cendana untuk meningkatkan pendapatan rumahtangga. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa permasalahan di tingkat petani yang diperoleh dari analisis menggunakan model logit terhadap peluang petani memiliki dan tidak memiliki cendana yaitu aspek teknis pemeliharaan dan keamanan kepemilikan cendana serta aspek ekonomi yaitu kemampuan ekonomi rumahtangga, di mana petani yang memiliki cendana cenderung termasuk kategori rumahtangga petani mampu dan petani yang tidak memiliki cendana termasuk rumahtangga petani miskin.

2. Analisis pendapatan rumahtangga petani cendana

Pendapatan rumahtangga petani cendana secara keseluruhan dipengaruhi oleh delapan faktor dengan nilai koefisien determinasi R 2 = 86.1 dan signifikan pada taraf nyata 5 persen, seperti dapat dilihat pada Tabel 29. Hasil analisis didapatkan model persamaan hubungan faktor-faktor terhadap pendapatan total petani cendana sebagai berikut: Y = -12.812 + 0.3772 X 1 + 1.249 X 2 + 0.147 X 3 – 2.470 X 4 + 0.9620 X 5 + 0.387 X 6 + 7.389 X 7 – 6.155X 8 +  Tabel 29 Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan rumahtangga petani cendana Variabel Koefisien regresi Standar error T hitung Signifikan Konstanta X 1 Umur X 2 Pendidikan X 3 Luas lahan X 4 Jumlah angg produktif X 5 Pendapatan cendana X 6 Jarak lahan X 7 Benih cendana X 8 Hama penyakit cendana -12.812 0.3772 1.2490 0.147 -2.470 0.9620 0.387 7.389 -6.155 5.752 0.0896 0.3733 1.076 1.132 0.1384 1.531 4.002 3.289 -2.23 4.21 3.35 0.14 -2.18 6.95 0.25 1.85 -1.87 0.039 0.001 a 0.004 a 0.893 0.043 a 0.000 a 0.803 0.081 b 0.078 b R 2 = 86.1 Keterangan: a nyata pada  = 5 persen; b nyata pada  = 10 persen; c nyata pada  = 15 persen ; d nyata pada  = 20 persen 85 Berdasarkan tabel di atas diperoleh faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan rumahtangga petani cendana yaitu umur X 1 , pendidikan X 2 , jumlah anggota keluarga produktif X 4 , pendapatan cendana X 5 , benih cendana X 7 , dan hama penyakit cendana X 8 , sedangkan faktor yang tidak berpengaruh nyata yaitu luas lahan dan jarak lahan. Tafsiran dari faktor yang berpengaruh nyata secara statistik terhadap pendapatan rumahtangga petani cendana akan diuraikan di bawah ini. Variabel umur menunjukkan tanda positif dan berpengaruh nyata pada taraf 5 persen yang berarti bahwa semakin bertambah umur responden maka responden akan memanfaatkan kemampuan fisik dalam bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Terkait dengan pengembangan cendana, umur responden berpengaruh dalam mengembangkan usaha cendana. Rata-rata umur responden yang mengembangkan cendana dalam penelitian ini 50 tahun sebanyak 46. Hal ini mengindikasi usaha pengembangan cendana didominasi oleh reponden yang berumur lebih tua. Hasil wawancara dan pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa responden yang berusia tua berusaha menjaga dan memelihara budaya Timor yang percaya bahwa cendana adalah tanaman warisan leluhur di Pulau Timor yang harus dijaga kelestariannya untuk anak cucu di masa akan datang. Tanaman cendana memiliki keeratan hubungan sejarah yang sangat kental dengan masyarakat di wilayah Propinsi NTT Sirait 2005; Rohadi et al. 2010. Sedangkan responden yang berusia lebih muda 20-40 tahun jumlahnya relatif sedikit atau sekitar 23 disebabkan kurangnya pengetahuan tentang sejarah cendana, dan pengetahuan tentang budidaya cendana. Variabel pendidikan bertanda positif dan berpengaruh pada tarap nyata 5 persen. Artinya semakin tinggi pendidikan formal responden maka akan memberikan kesempatan kepada responden mendapatkan pekerjaan selain usaha cendana sehingga memberikan tambahan pendapatan rumahtangga. Tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi responden untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengembangkan cendana. Hal ini akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan rumahtangga. 86 Pangamatan di lapangan menunjukkan bahwa rata-rata reponden yang mengembangkan cendana berpendidikan 8 tahun atau setingkat SMP. Dengan tingkat pendidikan tersebut, menggambarkan potensi responden untuk lebih mudah menerima pengetahuan dan keterampilan dalam mengembangkan cendana baik melalui pelatihan dan penyuluhan tentang cendana meskipun cendana memiliki masa panen yang panjang yaitu 50 tahun. Tingkat pendidikan formal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk berpikir lebih rasional, memilih alternatif dan cepat untuk menerima atau melaksanakan suatu inovasi Soekartawi 2005. Jumlah anggota keluarga produktif memberikan nilai negatif terhadap pendapatan rumahtangga petani cendana dan berpengaruh secara nyata pada taraf 5 persen. Artinya ketersediaan anggota produktif dalam rumahtangga memberikan kontribusi yang rendah terhadap peningkatan pendapatan rumahtangga. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada lokasi penelitian anggota produktif dalam rumahtangga masih terhitung jumlah anak yang masih sekolah jenjang SMA atau baru menyelesaikan jenjang SMA atau setara. Sirait 2005 menyatakan tenaga kerja keluarga dalam pengelolaan cendana di Kabupaten TTS tergolong sangat sedikit 1 orang sebesar 50.40 sehingga memberikan kontribusi yang rendah pada pendapatan rumahtangga. Pendapatan rumahtangga yang diperoleh dari produksi usaha cendana memberikan nilai positif dan berpengaruh nyata pada taraf 5 persen. Artinya semakin tinggi pendapatan cendana akan meningkatkan pendapatan rumahtangga. Analisis pendapatan rumahtangga petani cendana menunjukkan kontribusi cendana terhadap pendapatan rumahtangga sebesar 43.95 atau sebesar Rp7 645 469.000 pertahun. Cendana merupakan jenis tanaman bernilai ekonomi dengan harga yang relatif tinggi dan kebutuhan akan kayu cendana di pasaran masih tinggi. Ini merupakan peluang untuk memberikan tambahan penghasilan dari cendana bagi rumahtangga dalam pemenuhan kebutuhan keluarga di masa akan datang dan secara tidak langsung berperan melestarikan tanaman cendana dari kepunahan di alam. Kebutuhan benih cendana memberikan nilai positif dan berpengaruh nyata pada taraf 10 persen. Variabel benih cendana menunjukkan tingkat kemudahan 87 responden mendapatka benih atau bibit cendana. Artinya semakin mudah mendapatkan benih cendana maka biaya yang dikeluarkan semakin kecil sehingga pengaruh terhadap pendapatan rumahtangga petani sangat rendah. Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa responden lebih banyak memperoleh anakan cendana secara alami melalui terubusan akar di lahan yang dimiliki atau mengumpulkan benih cendana dari tegakan yang ada di lahan sendiri atau lahan orang lain yang berada dalam satu desa. Namun sebagian responden ada yang mendapatkan benih cendana dari kecamatan lain dalam Kabupaten TTS. Permasalahan yang dihadapi responden terkait benih atau bibit cendana yaitu pengetahuan bagaimana memilih benih yang baik, melakukan penyemaian dan penanaman cendana di lahan. Responden melakukan penanaman cendana dengan biji secara langsung tanpa melakukan seleksi benih dan perlakuan awal sehingga persentasi pertumbuhan cendana sangat kecil. Hal ini berakibat kepada kegagalan responden dalam penanaman cendana yang dilakukan dengan pengorbanan waktu dan tenaga yang dikeluarkan. Penangganan hama penyakit cendana memberikan nilai negatif dan berpengaruh pada taraf nyata 10 persen. Variabel hama penyakit cendana menunjukkan upaya penanganan yang dilakukan responden terhadap tanaman cendana yang dimiliki. Artinya semakin besar upaya yang dilakukan responden terhadap penanganan hama penyakit cendana dalam pemeliharaan akan membutuhkan tenaga dan biaya yang harus dikeluarkan sehingga akan mengurangi pendapatan rumahtangga. Upaya tersebut dilakukan tergantung jumlah cendana dan jenis serangan hama penyakit tanaman cendana. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan tingginya tingkat serangan hama penyakit tanaman cendana sehingga menjadi kendala bagi responden dalam pemeliharaan cendana bahkan kadang mengakibatkan kematian cendana. Banyaknya serangan hama kutu daun dan penyakit embun jelaga menjadi permasalahan utama dalam budidaya cendana yang dilakukan masyarakat Rahardjo Oematan 2008. Upaya yang dilakukan petani masih secara manual yaitu membuang daun atau memangkas ranting yang terserang, menggunakan abu gosok dan ada yang menggunakan oli untuk menghindari serangga atau ulat pada batang pohon cendana. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan dan 88 keterampilan responden dalam melakukan budidaya tanaman cendana baik melalui pelatihan maupun bimbingan penyuluhan. Berdasarkan hasil analisis faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan rumahtangga petani cendana dapat disimpulkan bahwa pendapatan cendana memberikan kontribusi secara signifikan terhadap pendapatan rumahtangga. Permasalahan yang dihadapi petani cendana terhadap pendapatan rumahtangga petani cendana yaitu aspek teknis pengetahuan dan keterampilan dalam pengembangan cendana, ketersediaan dan penanganan benihbibit, penanaman cendana, dan penanganan hama penyakit cendana.

3. Analisis pendapatan rumahtangga petani secara umum

Pendapatan rumahtangga petani secara umum dipengaruhi oleh lima faktor. Petani secara umum dalam penelitian ini menggambarkan pendapatan petani yang ada di lokasi penelitian. Hasil analisis didapatkan model persamaan hubungan faktor-faktor terhadap pendapatan rumahatangga petani secara umum yaitu: Y = –13.823 + 0.2347 X 1 + 1.3722X 2 + 0.4193X 3 – 2.291X 4 + 1.6877 X 5 +  Nilai koefisien determinasi dari model di peroleh R 2 = 36.8 dan signifikan pada taraf nyata 5 persen seperti terlihat pada Tabel 30. Tabel 30 Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan rumahtangga petani secara umum Variabel Koefisien regresi Standar error T hitung Signifikan Konstanta X 1 Umur X 2 Pendidikan X 3 Jumlah angg produktif X 4 Jarak lahan X 5 Luas lahan -13.823 0.2347 1.3722 0.4193 -2.291 1.6877 6.228 0.0926 0.4209 0.9497 0.111 0.8857 -2.22 2.53 3.26 0.44 -2.06 1.91 0.031 0.014 a 0.002 a 0.661 0.044 a 0.062 b R 2 = 36.8 Keterangan: a nyata pada  = 5 persen; b nyata pada  = 10 persen; c nyata pada  = 15 persen; d nyata pada  = 20 persen Hasil analisis pada tabel di atas menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan rumahtangga petani secara umum yaitu umur X 1 , pendidikan X 2 , jarak lahan X 4 , dan luas lahan X 5 masing-masing pada taraf nyata 5 persen. Sedangkan faktor yang tidak berpengaruh terhadap 89 pendapatan rumahtangga petani secara umum yaitu jumlah anggota produktif X 3 . Tafsiran dari faktor yang berpengaruh nyata secara statistik terhadap pendapatan rumahtangga petani cendana diuraikan di bawah ini. Variabel umur menunjukkan tanda positif dan berpengaruh nyata pada taraf 5 persen yang berarti semakin bertambah umur responden maka responden akan bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Umur responden berpengaruh terhadap kemampuan fisik responden dalam berusaha mendapatkan pekerjaan selain usahatani. Rata-rata umur responden di lokasi penelitian 47 tahun yang menggambarkan bahwa dari faktor umur, responden masih memiliki potensi untuk bekerja di sektor lain. Variabel pendidikan bertanda positif dan berpengaruh pada tarap nyata 5 persen. Artinya semakin tinggi pendidikan formal responden akan meningkatkan sikap reponden untuk berusaha memperbaiki kehidupan keluarga. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi responden untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengembangkan cendana. Hal ini akan berpengaruh terhadap peningkatan produksi dan pendapatan rumahtangga. Lamanya responden menempuh pendidikan formal rata-rata 7 tahun atau setingkat SMP. Dengan tingkat pendidikan tersebut, menggambarkan masih adanya potensi responden untuk menerima pengetahuan dan keterampilan dalam mengembangkan usahatani atau bekerja di sektor lain. Peningkatan ini dapat dilakukan melalui pelatihan dan penyuluhan dari instansi terkait. Tingkat pendidikan formal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk berpikir lebih rasional, memilih alternatif dan cepat untuk menerima atau melaksanakan suatu inovasi Soekartawi 2005. Variabel jarak lahan bertanda negatif dan berpengaruh nyata pada taraf 5 persen. Artinya semakin jauhpanjang jarak rumah ke lahan untuk usahatani maka akan memperkecil pendapatan rumahtangga. Semakin jauh jarak tempuh ke lahan yang diusahakan akan membutuhkan waktu dan tenaga untuk pemeliharaan sehingga produksi yang dihasilkan kurang optimal dan pendapatan juga berkurang. Jarak tempuh dari rumah ke lahan di lokasi penelitian rata-rata 0.6 km atau masih termasuk kategori yang mudah dijangkau responden pada umumnya. Dengan jarak lahan demikian responden termotivasi untuk 90 meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan meningkatkan pendapatan rumahtangga. Variabel luas lahan mempunyai nilai positif dan berpengaruh nyata pada taraf 10 persen. Artinya semakin luas lahan responden akan memberikan ruang untuk menanam berbagai jenis tanaman atau meningkatkan jumlah tanaman yang di usahakan. Dengan demikian akan meningkatkan produksi tanaman yang dihasilkan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari terutama hasil pangan untuk konsumsi. Apabila hasil produksi usahatani sudah mencukupi maka sebagian produksi akan dijual untuk menambah pendapatan rumahtangga. Luas lahan responden di lokasi penelitian yaitu rata-rata 2.26 ha. Luas lahan ini merupakan potensi dasar yang dimiliki responden untuk mengembangkan berbagai jenis tanaman untuk meningkatkan pendapatan rumahtangga dari usahatani yang dilakukan. Namun hasil pengamatan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan dengan luasan yang dimiliki respoden belum dimanfaatkan secara optimal terbukti dengan hasil yang diproduksi masih rendah dan sebagian besar dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Jenis tanaman yang diproduksi yaitu jagung, umbi- umbian, kacang tanah, serta jenis tanaman perkebunan dan kehutanan. Pemanfaatan lahan untuk cendana secara umum tidak sebanding dengan luas lahan disebabkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Hal ini didukung oleh Sirait 2005 bahwa luas lahan yang dimiliki masyarakat tidak dimanfaatkan untuk menanam cendana tetapi untuk menanam tanaman pangan, tanaman perkebunan dan tanaman kehutanan lainnya. Hasil wawancara menyatakan petani masih menggangap cendana sebagai tanaman sampingan yang memiliki masa panen yang lama. Kebiasaan responden dalam persiapan lahan masih menggunakan budaya tebas bakar ketika melakukan persiapan lahan untuk menghemat waktu, tenaga dan biaya. Hal ini disebabkan karena rendahnya tenaga kerja dan biaya untuk usahatani dalam rumahtangga. Budaya tebas bakar yang dilakukan responden sangat mengancam pertumbuhan cendana yang berada di lahan. Upaya melindungi cendana dari pelepah daun pisang pada saat pembakaran lahan pada masa lalu sudah tidak dilakukan lagi sekarang. Hal ini berdampak kepada 91 penurunan populasi cendana di alam mengingat penyebaran cendana lebih banyak terdapat di lahan masyarakat dibandingkan dalam kawasan hutan. Berdasarkan hasil analisis faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan rumahtangga petani secara umum di lokasi penelitian dapat disimpulkan bahwa permasalahan di tingkat petani secara umum yaitu tingkat pengetahuan dan keterampilan petani, pertimbangan lokasi penanaman, ketersediaan lahan yang dimiliki masih diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup, pemanfaatan lahan belum optimal serta tanaman cendana masih sebagai jenis tanaman sampingan.

4. Analisis ekonomi rumahtangga petani cendana

Analisis ekonomi rumahtangga petani dilakukan untuk melihat faktor yang berpengaruh pada rumahtangga petani cendana terkait dengan alokasi tenaga kerja, pendapatan dan konsumsi untuk memproduksi cendana. Model yang dirumuskan adalah model linear persamaan simultan yang diduga dengan metode two stage least squares method 2SLS pada program SAS 9.1 melalui prosedur SYLYN. Model yang dibangun terdiri dari lima persamaan struktural dan lima persamaan identitas. Hasil pendugaan model ekonomi rumahtangga dengan menggunakan persamaan simultan menghasilkan nilai koefisien determinasi R 2 bagi masing-masing model berkisar antara 0.19 hingga 0.99 dan nilai F dari masing-masing persamaan berkisar 1.85 sampai dengan 2750.87 dengan taraf  = 1 persen dan  = 20 persen. Konsekuensi dari penggunaan data kerat-lintang cross-section dalam pendugaan model pada umumnya adalah relatif rendahnya keragaman antar pengamatan yang berpengaruh pada rendahnya Koefisien determinasi R 2 sebagai indikator kebaikan suatu model. Hal tersebut dapat dilihat pada persamaan perilaku alokasi tenaga kerja keluarga di luar usaha cendana yang memiliki nilai Koefisien determinasi yang rendah. Beberapa peubah penjelas berpengaruh nyata terhadap peubah endogen, namun terdapat juga beberapa peubah penjelas yang berpengaruh tidak nyata pada taraf uji yang ditetapkan. Beberapa nilai parameter yang terlalu rendah muncul karena kurang eratnya hubungan keterkaitan antara peubah penjelas dengan peubah endogen dalam persamaan model.