Instrumen Penelitian Pemilihan Responden
52 Di mana :
PROD = Produksi usaha cendana Kgtahun.
AKD = Alokasi TK keluarga pada usaha cendana HOKtahun
PDS = Pendidikan suami Tahun
AKL = Alokasi TK sewa pada usaha cendana HOK SPR =
Biaya sarana produksi yang digunakan Rptahun U
3
= Error term
Biaya produksi usaha cendana Merupakan penjumlahan biaya total tenaga kerja yang digunakan dalam
usaha cendana dengan jumlah biaya sarana produksi yang digunakan, dihitung dengan persamaan identitas:
CPR = CTK + SPR , di mana: CPR = Biaya produksi yang digunakan dalam usaha cendana
Rptahun CTK = Biaya tenaga kerja Rptahun.
SPR = Biaya sarana produksi yang digunakan Rptahun.
3. Blok pendapatan rumahtangga. a. Pendapatan dari usaha cendana.
Pendapatan usaha cendana merupakan perkalian antara produksi usaha cendana yang diusahakan dengan harga jual cendana yang
diusahakan dikurangi dengan biaya produksi. Pendapatan usaha cendana merupakan persamaan identitas.
RUD = HPR
– CPR HPR =
PROD Hrg jual Di mana:
RUD = Penerimaan usaha cendana Rptahun
HPR = Penerimaan dari produksi usaha cendana Rptahun
CPR = Biaya produksi usaha cendana Rptahun
b. Total pendapatan rumahtangga. Total pendapatan rumahtangga merupakan persamaan struktural
yang dipengaruhi oleh produksi usaha cendana, jumlah anggota keluarga
53 produktif, konsumsi total, investasi sumberdaya manusia, dan total alokasi
tenaga kerja keluarga, sebagai berikut: TR = d
+ d
1
PROD + d
2
JAP + d
3
KT + d
4
INV + d
5
TAK + U
4
Parameter dugaan adalah hipotesis : d
1,
d
2,
d
3,
d
5
0;
,
d
4
0. Di mana :
TR =
Total pendapatan rumahtangga Rptahun PROD =
Produksi usaha cendana Kgtahun. JAP = Jumlah anggota keluarga produktif Orang
KT =
Konsumsi total Rptahun INV = Investasi sumberdaya manusia Rptahun
TAK = Total alokasi tenaga kerja keluarga HOKtahun. U
4
= Error term
4. Blok pengeluaran rumahtangga Pengeluaran rumahtangga petani merupakan total pengeluaran dalam
bentuk konsumsi yang dikeluarkan rumahtangga. Konsumsi total dipengaruhi oleh total pendapatan rumahtangga, jumlah anggota keluarga,
tingkat pendidikan istri, dan investasi sumberdaya manusia, dengan bentuk persamaan struktural sebagai berikut:
KT =
e + e
1
TR + e
2
JAK + e
3
PDDI + e
4
INV + U
5
Parameter dugaan adalah hipotesis : e
1,
e
2
, 0 dan e
3,
e
4
0. Di mana:
KT =
Konsumsi Total Rptahun TR
= Total pendapatan rumahtangga Rptahun JAK = Jumlah anggota keluarga orang
PDDI = Pendidikan istri Tahun.
INV =
Investasi sumberdaya manusia Rptahun U
5
= Error term
a. Total pengeluaran rumahtangga
Total pengeluaran rumahtangga TPRT dirumuskan sebagai persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari
konsumsi total dengan pengeluaran investasi. TPRT = KT + INV
54 Di mana:
TPRT = Total pengeluaran rumahtangga Rptahun KT = Total pengeluaran konsumsi rumahtangga Rptahun
INV = Pengeluaran investasi sumberdaya manusia Rptahun
Identifikasi Model
Model persamaan rumahtangga terdiri dari 10 persamaan yang terdiri dari 5 persamaan struktural dan 5 persamaan identitas. Identifikasi model
dilakukan berdasarkan order condition menurut Koutsoyiannis 1997 sebagai berikut:
K – M G - 1
Di mana : K =
Jumlah seluruh predetermined di dalam model total jumlah variabel
M = Jumlah peubah predetermined endogen dan eksogen dalam suatu persamaan tertentu dalam model
G = Jumlah persamaan dalam model jumlah persamaan endogen
Apabila K- M = G - 1 maka persamaan dalam model dikatakan exactly identifited. Jika K - M G - 1 maka persamaan model dikatakan under
identified dan jika K - M G - 1 maka persamaan dalam model dikatakan over identified.
Berdasarkan hasil identifikasi model struktural yang dibentuk maka jumlah peubah endogen G diketahui sebanyak 10 buah, jumlah peubah
predeterminan K sebanyak 21 buah, dan jumlah peubah predeterminan dalam suatu persamaan sebanyak 6 buah. Sesuai dengan prosedur order
condition, maka dapat diketahui bahwa setiap persamaan dalam model yang telah disusun teridentifikasi berlebih over identified, sehingga
metode pendugaan yang digunakan adalah 2SLS two stage least square dengan bantuan aplikasi komputer Statistical Analysis System SAS 9.1.
Data dianalisis berdasarkan: 1 nilai koefesien determinasi R
2
untuk mengukur proporsi keragaman peubah endogen yang dapat dijelaskan oleh
peubah penjelas; 2 nilai statistik uji-F, untuk mengetahui pengaruh peubah penjelas secara bersama-sama terhadap peubah endogen; dan 3
55 nilai statistik uji t untuk mengetahui pengaruh masing-masing peubah
penjelas terhadap peubah endogen. Untuk mengetahui derajat kepekaan respon peubah endogen
terhadap peubah-peubah penjelas, dapat dilihat melalui nilai elastisitas dengan menggunakan rumus:
= a X Y
Di mana : = elastisitas
a = nilai parameter dugaan peubah penjelas X = nilai rata-rata peubah penjelas
Y = nilai rata-rata peubah endogen Analisis proses pembuatan dan implementasi kebijakan pengelolaan cendana
f. Analisis Isi Kebijakan Content Analysis
Analisis isi adalah satu teknik analisis terhadap berbagai sumber informasi termasuk bahan cetak buku, artikel, novel, koran, majalah dan
sebagainya termasuk bahan non cetak seperti musik, gambar, benda-benda Irawan 2007; Affifuddin Saebani 2009.
Dalam penelitian ini, analisis isi akan dilakukan untuk mengkaji isi kebijakan-kebijakan terkait pengelolaan cendana di Propinsi NTT dan
Kabupaten TTS. Beberapa kebijakan yang dianalisis yaitu Perda Propinsi NTT No. 16 tahun 1986 tentang Cendana, Perda Gubernur NTT No. 2 Tahun 1997
tentang Pencabutan Perda No. 16 tahun 1986, Perda Kabupaten TTS No. 25 Tahun 2001 tentang Cendana, dan peraturan terkait lainnya.
g. Analisis Para Pihak Stakeholder Analysis
Analisis para pihak dilakukan untuk mengetahui sejauhmana setiap pihak dalam hal ini masyarakat, swasta, pemerintah, politisi serta kelompok interest
lainnya memainkan perannya dalam pembuatan dan implementasi kebijakan dan upaya pengembangan cendana di Kabupaten TTS serta menyikapi
kebijakan yang ada dan kendala-kendala yang dihadapi.
56 h.
Analisis proses pembuatan kebijakan Analisis proses pembuatan kebijakan tentang cendana mengacu pada
proses pembuatan kebijakan yang dilakukan Institute of Develovment Studies IDS. IDS 2006 memandang bahwa proses pembuatan suatu kebijakan
seringkali melibatkan
berbagai politikkepentingan,
kerangka pikir
diskursusnarasi serta aktor dan jaringan yang saling terkait. 1.
Kerangka pikir dan narasi apa narasi kebijakan? Bagaimana kerangka itu dibuat melalui ilmu pengetahuan, penelitian dan sebagainya?
2. Aktor dan jaringan siapa yang terlibat dan bagaimana mereka saling
terkait 3.
Politik dan kepentingan apa yang mendasari dinamika kekuatan
Gambar 5 Analisis proses pembuatan kebijakan IDS 2006 Analisis diskursus adalah menguraikan mendekontruksikan dan memahami
kerangka pikir yang digunakan dalam pembuatan kebijakan; diketahui berbagai perspektif yang diajukan serta ditemukan alternatif pendekatan terbaik untuk
memecahkan kembali masalah kebijakan. Analisis diskursus berguna untuk mencari kesalahan-kesalahan cara berpikir dalam pembuatan suatu kebijakan,
menggunakan kembali alternatif kebijakan yang dulu dibuang sehingga analisis tersebut dapat mengkontruksi kerangka pikir baru yang lebih sesuai Apthorpe
1986 dalam Sutton 1999. Selain itu, analisis diskursus dapat digunakan untuk mempelajari perkembangan diskursus itu sendiri, kemungkinan tidak sejalan
dengan struktur sosial, maupun menguraikan ide-ide siapa dihilangkan pada saat suatu kebijakan dirumuskan Escobar 1995 dalam Sutton 1999.
57
Definisi Operasional
Definisi dan konsep pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Rumahtangga adalah keluarga inti ditambah dengan orang lain, baik kerabat
ataupun bukan yang tinggal di bawah satu atap. Anggota rumahtangga adalah semua orang yang biasanya tinggal di suatu rumhtangga, baik di rumah
ataupun yang sedang berpergian kurang dari enam bulan. 2.
Usia kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun atau lebih dengan tidak membedakan antara yang sedang bersekolah, mengurus rumahtangga, pensiun,
dan melaksanakan kegiatan lain. 3.
Anggota keluarga produktif adalah penduduk usia kerja 15 tahun atau lebih dengan tidak membedakan antara yang sedang bersekolah, mengurus
rumahtangga, pensiun, dan melaksanakan kegiatan lainnya. 4.
Bekerja adalah semua penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih yang dalam periode pengamatan ikut terlibat dalam memperoleh atau membantu
memperoleh pendapatan atau keuntungan. 5.
Curahan kerja adalah jumlah jam kerja yang dicurahkan anggota keluarga yang digunakan untuk kegiatan mencari pendapatan mencari nafkah atau
keuntungan, baik dari kegiatan usaha cendana maupun di luar usaha cendana. 6.
Kegiatan usaha cendana adalah alokasi waktu yang digunakan seseorang untuk kegiatan usaha cendana on-farm
7. Kegiatan di luar usaha cendana adalah alokasi waktu yang digunakan
seseorang untuk kegiatan usahatani lainnya kehutanan, pertanian, perkebunan, dan peternakan dan kegiatan di luar usahatani off-farm seperti berdagang,
mengajar, melakukan jasa ojek, menjadi buruh bangunan dan lain-lain.
8.
Faktor produksi adalah semua unsur masukan produksi berupa lahan, tenaga kerja, teknologi, dan atau modal, yang dapat mendukung terjadinya proses
produksi dalam pengelolaan usaha cendana
9.
Petani cendana adalah masyarakat petani yang sekarangsaat penelitian masih memiliki, mengembangkan atau budidaya cendana di lahan yang diusahakan.
58
KEADAAN UMUM LOKASI Geografi
Kabupaten TTS merupakan salah satu dari 19 kabupaten di Provinsi NTT. Secara geografis Kabupaten TTS terletak pada kordinat 124° 49
‟0‟‟ BT – 124 ° 4‟ 0” BT dan 9° 28‟ 13” LS - 10° 10‟ 26” LS. Secara administratif Kabupaten TTS
berbatasan dengan daerah lain sebagai berikut: Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Utara
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Laut Timor Sebelah Barat
: berbatasan dengan Kabupaten Kupang Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Belu .
Luas wilayah Kabupaten TTS adalah 3947 km
2
atau 8.34 dari luas wilayah Proivinsi NTT secara keseluruhan wilayahnya adalah daratan dengan topografi
berbukit dan bergunung-gunung. Kabupaten TTS tahun 2007 terbagi menjadi 21 kecamatan. Kecamatan Molo Selatan merupakan kecamatan terluas sedangkan
Kecamatan Kota SoE merupakan kecamatan dengan luasan terkecil. Secara umum Kabupaten TTS berada pada ketinggian di atas permukaan laut
dpl dari 0 –500 meter dpl seluas 49.0, ketinggian di atas 500–1000 meter dpl
seluas 48.2 dan ketinggian di atas 1000 meter dpl seluas 2.8. Kabupaten TTS memiliki wilayah kelerengan sedang sampai tinggi mencapai 75.99. Jenis tanah
yang mendominasi adalah kambisol berturut-turut adalah renzina, alluvial, mediteran, dan latosol.
Kecamatan Amanuban Barat terletak di sebelah Barat Kabupaten TTS dengan luas 229.3 km
2
5.80 dari luas Kabupaten TTS dan terdiri dari 14 desa . Jarak antara kecamatan dengan ibukota kabupaten kurang lebih 8 km. Kecamatan
Amanuban Barat berbatasan di sebelah utara dengan Kecamatan Mollo Selatan dan Kota SoE, di sebelah selatan dengan Kecamatan Amanuban Selatan dan
Kuanfatu, di sebelah timur dengan Kecamatan Amanuban Tengah, dan di sebelah barat dengan Kecamatan Batu Putih.
60
Gambar 6 Lokasi Penelitian
Iklim dan Hidrologi
Kabupaten TTS beriklim tropis dan umumnya berubah-ubah setiap 6 bulan secara bergantian antara musim kemarau dan penghujan. Letak geografis yang
dekat dengan Australia daripada Asia membuat Kabupaten TTS memiliki curah hujan rendah. Curah hujan di Kabupaten TTS bervariasi antara 1000
– 2500 mm per tahun. Sebaran volume dan intensitas hujan tidak merata yaitu di wilayah
bagian barat dan bagian utara curah hujannya relatif tinggi, kemudian wilayah bagian tengah relatif sedang dan makin ke wilayah timur dan selatan semakin
berkurang. Musim hujan berkisar selama 4 bulan yaitu pada bulan November sampai Februari, sedangkan bulan Maret sampai Oktober merupakan musim
panas.
61
Penduduk dan Tenaga kerja
Penduduk Kabupaten TTS sebanyak 416 876 orang yang terdiri dari 206 963 orang laki-laki 49.64 dan 209 913 orang perempuan 50.35. Jumlah kepala
keluarga adalah 106 595 KK dengan kepadatan penduduk 106 orang setiap km
2
atau rata-rata 4 orang setiap rumahtangga BPS Kabupaten TTS 2008. Data hasil SAKERNAS 2007 menunjukkan penduduk yang berusia 15 tahun ke atas
berdasarkan jenis kegiatan berjumlah 256 206 orang yang terdiri atas angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja berjumlah 187 654 67.6 yang
terdiri atas bekerja 181 571 orang dan pengangguran 8 083 orang. Sedangkan bukan angkatan kerja berjumlah 83 015 orang yang terdiri dari anak sekolah 18
118 orang, mengurus rumahtangga 59 250 orang dan lainnya 5647 orang.
Pendidikan
Tingkat pendidikan penduduk Kabupaten TTS hasil SUSENAS 2007 menurut pendidikan terakhir yang ditamatkan adalah: 1 tidak pernah sekolah
sebanyak 107 650 orang atau 35.58, 2 sekolah dasar sebanyak 121 578 orang atau 40.19, 3 SMP umum sebanyak 36 440 orang atau 12.05, 4 SMA dan
Kejuruan sebanyak 23.816 orang atau 7.87, 5 Diploma I, II, III sebanyak 3 898 orang atau 1.29, dan Diploma IVUniversitas sebanyak 3.886 orang atau 1.28.
Kemampuan membaca dan menulis penduduk Kabupaten TTS yang berumur 10 tahun ke atas, yaitu: 1 dapat membaca dan menulis sebanyak 139 383
orang laki-laki 90.63 dan 121 292 orang perempuan 81.54, 2 buta huruf sebanyak 14 406 orang laki-laki 9.37 dan 27 452 orang perempuan 18.46.
Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Kabupaten TTS terdiri atas 40 kawasan hutan negara dibandingkan penggunaan untuk sawah, padang pengembalaan,
tegalankebun dan lainnya seperti pada Tabel 9. Padang pengembalaan dengan persentase luasan 28 merupakan areal pengembalaan bagi masyarakat yang
mengelola ternak secara tradisional dengan sistem lepas.
62
Tabel 9 Penggunaan lahan di Kabupaten TTS Jenis penggunaan lahan
Luas lahan ha Persentase
Hutan Sawah
Tegalan kebun Kolamtambak
Pemukiman Padang pengembalaan
Lain-lain 158 932
4 493 49 263
17 323 14 920
114 396 35 372
40.3 1.1
12.5 4.4
3.8 28.9
9.0 Jumlah
394 700 100
Sumber :
DISHUT Kabupaten TTS 2009
Pertanian dan Kehutanan
Tanaman pangan pada sektor pertanian meliputi tanaman bahan makan, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Data luas panen dan produksi tanaman bahan
pangan berupa padi-padian, ubi-ubian, dan kacang-kacangan selama tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Luas panen dan produksi tanaman pangan di Kabupaten TTS Jenis tanaman
Luas Panen ha
Rata-rata produksi kwha
Produksi ton
Padi 4 339
32.32 14 026
Jagung 68 484
23.36 159 976
Ubi Kayu 7 409
40.00 29 636
Ubi Jalar 1 029
29.87 3 074
Kacang Tanah 3 480
9.38 3 265
Kacang hijau 1 258
7.98 1 004
Kacang kedelai 997
9.80 979
Sumber: BPS Kabupaten TTS 2008 Luas hutan di Kabupaten TTS berdasarkan pola tata guna lahan seluas 158 932.87
ha atau 40.26 dari luas wilayah dapat dilihat pada Tabel 11. Produksi hasil hutan menurut jenisnya terdiri atas:
a. Kayu-kayuan, arang dan pohon yaitu kayu rimba campuran, kayu jati, kayu
cendana, kayu merah, kayu mahoni dan kayu papi. b.
Non kayu, kulit dan daun yaitu asam, kemiri, minyak cendana, gubal cendana, ampas cendana dan madu.
63 Tabel 11 Luas kawasan hutan menurut pola tata guna lahan di
Kabupaten TTS Fungsi hutan
Luas hutan ha Hutan lindung
54 973.74 Cagar alam
15 155.19 Hutan margasatwa
5 918.00 Hutan produksi tetap
78 924.52 Hutan produksi terbatas
3 961.42 Jumlah
158 932.87 Sumber: BPS Kabupaten TTS 2008
Perkembangan dan Produksi Cendana di Kabupaten TTS
Kabupaten TTS memiliki populasi tanaman cendana terbesar berdasarkan hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Propinsi NTT sejak
tahun 1965-1998 yaitu 44.15 dari jumlah populasi cendana di Propinsi NTT seperti yang terlihat pada Tabel 12. Kegiatan inventarisasi cendana tidak pernah
dilaksanakan lagi pasca pengelolaan cendana diserahkan kepada daerah kabupaten. Namun, data BPS Propinsi NTT 2003;2008 menunjukkan populasi
cendana di Provinsi NTT pada tahun 2008 sama dengan populasi cendana pada tahun 1987 dan 1998. Kegiatan inventarisasi cendana belum pernah dilakukan
dengan alasan populasi cendana sudah tidak ada lagi dan masalah biaya Purba R 1 Mei 2010, komunikasi pribadi.
Tabel 12 Perbandingan hasil inventarisasi cendana di Provinsi NTT dan Kabupaten TTS sejak tahun 1965
– 1998
Tahun Inventarisasi
Propinsi NTT Kabupaten TTS
Anakan Induk
Jumlah Anakan
Induk Jumlah
1965 -1968 1973-1976
1987-1990 1997-1998
2003 2008
2010 375 065
325 106 502 584
199 523 586 108
399 526
- 131 687
200 575 182 933
51 417 182 898
102 852 -
506 752 525 681
685 527 250 940
769 006 501 904
- 268 766
102 194 193 365
95 742 193 365
95 742 569
23 797 76 701
80 655 16 968
80 655 16 968
857 292 563 57.7
178 895 34.0 274 020 40
112 710 44.9 274 020 40
112 710 44.9 1 426
Sumber: DISHUT Provinsi NTT 1986; 1988; 1998, BPS Provinsi NTT 2003;2008, DISHUT Kabupaten TTS 2010
64 Data terakhir populasi cendana di Kabupaten TTS diperoleh dari hasil
inventarisasi yang dilakukan Dinas Kehutanan Kabupaten TTS bekerjasama ITTO International Tropical Timber Organization dalam rangka pengembangan
cendana. Survey yang dilakukan pada 23 desa contoh memperoleh cendana berjumlah 1 426 pohon pada berbagai tingkat. Apabila dianggap hasil survey
tersebut mencakup 50 dari potensi yang sebenarnya di masing-masing desa, maka ekstrapolasi kasar memperkirakan populasi cendana di Kabupaten TTS
mencapai 29 700 tanaman pada berbagai tingkatan Rohadi et al. 2010. Hasil inventarisasi tersebut membuktikan bahwa masih terdapat tanaman cendana di
lahan masyarakat serta sumber benih cendana saat ini masih tersedia dan tersebar merata di Kabupaten TTS.
Upaya pelestarian cendana di Kabupaten TTS sudah dilakukan sejak tahun 1924, namun belum menunjukkan hasil yang signifikan. Kegagalan budidaya
cendana selama ini disebabkan belum adanya perencanaan dan pelaksanaan penanaman yang baik Darmokusumo et al. 2000 dan masyarakat merasa tidak
mendapat manfaat dari keberadaan cendana yang berada di lahannya sehingga mengurangi motivasi dalam pengembangan cendana BanoEt 2000. Jumlah areal
penanaman cendana selama 5 tahun dari tahun 2004 sampai 2008 di berbagai kabupaten di Propinsi NTT dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 13 Luas areal penanaman cendana di Provinsi NTT
Kabupaten Tahun Ha
Jumlah
2004 2005
2006 2007
2008
Kupang TTS
TTU Belu
Alor Flotim
Sumba Barat -
75 -
3 20
- 50
- -
-
2 70
- -
- -
-
2 88
- -
15 10
- 2
32 -
- -
- -
40 20
- -
15 85
- 9
250 20
50
Jumlah 148
72 90
59 60
429 Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi NTT 2010
65 Tahun 1995 pemerintah pusat menunjuk PT Fendi Hutani Lestari untuk
melakukan kegiatan pembangunan Hutan Tanaman Industri di dua kabupaten yaitu Kabupaten TTS dan TTU Timor Tengah Utara. Tujuan pembangunan HTI
adalah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan hasil hutan. Jenis tanaman yang dikembangkan adalah jenis komersial antara lain mahoni, jati,
ampupu, cendana, kemiri, jambu mete, dan akasia. Lokasi pembangunan HTI di Kabupaten TTS berada di Kecamatan Pollen. Sampai tahun 2001 areal yang
berhasil ditanami seluas 5.212 ha dalam kawasan hutan produksi Laob-Tunbesi RTK 186. Namun pada tahun 2001 PT Fendi Hutani Lestari menghentikan
segala kegiatan baik perkantoran maupun kegiatan fisik lapangan tanpa diikuti dengan proses dengan proses administrasi alih kelola sehingga asset terbengkalai
penangganannya hinga sekarang DEPHUT 2010 Produksi cendana di Kabupaten TTS pasca penerbitan Perda cendana tahun
2001 mengalami penurunan seperti terlihat pada Tabel 14. Kayu cendana yang masuk kayu kategori gubal cendana berdasarkan penelusuran, sebagian
merupakan kayu sisa tebangan tahun sebelumnya dan kayu tebangan baru yang berada di lahan masyarakat Koenunu C Mei 2010, komunikasi pribadi.
Produksi minyak cendana di Kabupaten TTS diperoleh dari PT Scent Indonesia yang berlokasi di Desa Supul Kecamatan Amanuban Barat. Perusahaan ini berdiri
mulai tahun 2003 sampai 2007 dan sekarang tidak berproduksi lagi karena kekurangan bahan baku.
Tabel 14 Produksi cendana Kabupaten TTS
Komoditi Tahun
Rata- rata
2001 2002
2003 2004 2005 2006 2007
2008
Kayu cendana kg
Minyak cendana ltr
200 250 800 955
975 50
910
Gubal cendana kg
93.363 148.39 81 81
88.26 78.78 20.09 33.5 73.91
Ampas cendana kg
51.6 51.6
Sumber : BPS Kabupaten TTS 2008 dan Dishut Kabupaten TTS 2008
66 Besarnya sumbangan iuran hasil cendana IHC yang diperoleh dari
perdagangan dan peredaran cendana menjadi kontribusi terhadap PAD Kabupaten TTS. Kontribusi cendana sejak tahun 2003-2009 terhadap PAD Kabupaten TTS
dapat dilihat pada Tabel 15. Rata-rata kontribusi cendana selama tujuh tahun sebesar 0.26 atau rata-rata Rp61 354 569.00. Sumber kontribusi terbesar
cendana tahun 2003-2007 diperoleh dari minyak cendana yang diproduksi oleh PT Scent Indonesia.
Tabel 15 Kontribusi cendana terhadap pendapatan daerah Kabupaten TTS
Tahun PAD Kab. TTS
Rp PAD
Dishutbun Kab. TTS
Rp Kontribusi
IHC terhadap Rp
Persentase cendana
terhadap PAD Kab.
TTS Persentase
cendana terhadap
PAD Dishutbun
Kab. TTS 2003
16 355 454 378 85 000 000
68 410 000 0.42
80.48
2004 35 807 511 097
6 225 000 000 46 243 775
0.13 0.74
2005 37 584 660 312
250 000 000 120 295 875
0.32 48.12
2006 14 591 796 176
275 000 000 172 389 150
1.18 62.69
2007 20 294 870 712
275 000 000 12 565 000
0.06 4.57
2008 20 725 170 712
275 000 000 2 663 500
0.01 0.97
2009 Jumlah
17 161 219 000 162 520 682 382
475 000 000 7 860 000 000
6 914 686 429 481 986
0.04 0.26
1.46 5.46
Sumber: DPPKAD 2003-2009; Dishut Kabupaten TTS 2009
Pengamatan lapangan pasca penerbitan Perda cendana di Kabupaten TTS memberikan gambaran bahwa masyarakat mengembangkan cendana secara
swadaya bukan karena adanya Perda cendana. Pengelolaan cendana yang dilakukan masyarakat selama ini masih menggandalkan terubusan akar, menanam
langsung dengan biji dan kurangnya pemeliharaan cendana. Beberapa alasan mengapa masyarakat masih memiliki cendana hingga saat ini, yaitu: 1 cendana
mempunyai nilai sejarah dan budaya di Pulau Timor, 2 cendana bernilai ekonomis dan sebagai investasi jangka panjang, 3 cendana menggambarkan
status sosial di masyarakat. Pengamatan dan pencatatan cendana yang dilakukan terhadap responden pada tiga desa diperoleh 3 198 tanaman cendana pada
berbagai tingkat dengan rincian, yaitu: Desa Tublopo berjumlah 2 489 cendana, Desa Mnelalete 339 cendana dan Desa Pusu berjumlah 370 cendana.
67 Rencana pengelolaan cendana di tingkat Provinsi NTT mulai digalakkan
kembali oleh Gubernur NTT Drs. Frans Lebu Raya pada tahun 2008. Pengembangan cendana menjadi salah satu program unggulan daerah yaitu
menjadikan NTT sebagai provinsi cendana. Untuk mewujudkan program tersebut beberapa langkah yang ditempuh, antara lain: 1 penyempurnaan kebijakan
pengelolaan dan pemanfaatan cendana, 2 perlindungan dan pelestarian pohontegakan sisa cendana, dan 3 pembuatan dan dan pengembangan tanaman
cendana JUKLAK 2010. Sasaran kegiatan pengelolaan cendana pemerintah provinsi dalam Juklak
2010 yaitu melakukan penanaman sebanyak 4 750 000 anakan selama 5 tahun di 7 kabupaten pada lahan seluas 3 500 ha atau masing-masing kabupaten 500 ha.
Kabupaten TTS menjadi salah daerah pengembangan cendana. Untuk mendukung program tersebut, pemerintah Provinsi NTT telah memiliki Rencana Aksi
Strategis Pengembangan Cendana untuk periode 2009-2013 yang didukung dengan petunjuk pelaksanaannya pada bulan Maret 2010. Selain itu, Balai
Penelitian Kehutanan Kupang telah menyusun Master Plan Pelestarian dan Pengembangan Cendana NTT Tahun 2010-2020 sebagai acuan para pihak yang
berkepentingan untuk menentukan prioritas kegiatan pengembangan cendana sehingga potensi dan produktifitas cendana lebih baik sepuluh tahun kedepan.
Saat ini, Kementrian Kehutanan bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Provinsi NTT dan dengan dukungan ITTO melakukan kajian terhadap cendana
dengan program “Peningkatan Kondisi-kondisi Pemungkin Pengelolaan Cendana Yang Lestari di Provinsi NTT
”. Upaya yang dilakukan yaitu melalui penguatan kerangka kerja kebijakan, ekonomi insentif dan kelembagaan lokal untuk
pengelolaan cendana yang lestari. Adapun kabupaten yang menjadi sasaran dalam program ini yaitu daerah-daerah yang pernah menjadi sentra produksi cendana
antara lain Kabupaten TTS, Sumba Timur, Flores Timur dan Alor. Kegiatan yang sudah dilakukan yaitu studi analisa kebijakan dan ekonomi insentif untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat lokal dalam upaya pelestarian kayu cendana di Provinsi NTT.
68
Deskripsi Desa Contoh
Luas dan jumlah penduduk di tiga desa tersebut dapat dilihat dalam Tabel 16. Desa yang ada di Kecamatan Amanuban Barat seluruhnya berjumlah 14 desa,
namun hanya 3 desa yang dipilih dalam penelitian yaitu: 1 Tublopo, 2 Mnelelete dan 3 Pusu. Hal ini mengingat di desa tersebut masih terdapat tegakan
cendana yang berada di lahan masyarakat. Jarak antara ibukota kabupaten dengan lokasi penelitian yaitu 11 km dari Desa Tublopo, 7 km dari Desa Mnelalete dan 8
km dari Desa Pusu. Sarana prasarana fisik ketiga desa dalam bentuk jalan dan jembatan relatif baik, sehingga aksesbilitas desa dengan wilayah lainnya relatif
lancar.
Dari ketiga desa, Desa Mnelalete memiliki luas dan jumlah penduduk tertinggi.
Tabel 16 Luas dan jumlah penduduk pada tiga desa penelitian di Kecamatan Amanuban Barat
Desa Luas Ha
Jumlah penduduk
Jumlah keluarga
Rata-rata perkeluarga
orang Kepadatan
per km2 Tublopo
1.450 2.034
498 4
140
Mnelalete 2.140
6.288 1.261
5 294
Pusu 1.570
3.972 843
5 253
Sumber: BPS Kab. TTS 2008
Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan sebagian besar penduduk adalah tamat Sekolah Dasar seperti ditunjukkan Tabel 17 Berdasarkan tabel tersebut penduduk ketiga desa
memiliki kualitas sumberdaya manusia yang beragam. Namun, secara umum cukup baik karena jumlah penduduk yang berpendidikan lebih banyak dari yang
tidak berpendidikan atau tidak pernah sekolah.
69 Tabel 17 Tingkat pendidikan pada tiga desa penelitian di Kecamatan Amanuban
Barat Tingkat pendidikan
Desa Tublopo
Mnelalete Pusu
Tidak pernah sekolah 100
280 602
Tidak Tamat SD 289
240 374
Tamat SD 700
589 1200
Tamat SLTP 500
280 143
Tamat SLTA 150
100 125
Diploma 1,2,3 11
75 16
Sarjana 8
50 8
Sumber: Profil Desa 2008
Mata Pencaharian
Mata pencaharian masyarakat sebagian besar adalah petani. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang paling dominan
menggerakkan perekonomian di tiga desa tersebut. Ketersediaan lahan merupakan hal yang sangat penting untuk memperoleh pendapatan, karena untuk bekerja di
sektor lain akan terkendala, terutama rendahnya tingkat pendidikan dan modal usaha.
Tabel 18 Mata pencaharian pada tiga desa penelitian di Kecamatan Amanuban Barat
Jenis Pekerjaan Desa
Tublopo Orang Mnelalete Orang
Pusu Orang Petani
1122 661
978 PedagangWiraswasta
9 12
7 PNS
42 130
9 Pertukangan
19 400
16 Pengrajin
6 5
50 Sumber: Profil Desa 2008
70
Deskripsi Responden Yang Memiliki dan Tidak Memiliki Cendana
Karakteristik umum Karakteristik umum responden meliputi umur, pendidikan, jumlah
tanggungan keluarga, dan jumlah angkatan kerja keluarga. Secara umum rata-rata umur responden suami berada dalam usia produktif yang berkisar antara 42.8
sampai 51.9 tahun seperti ditunjukkan pada Tabel 19. Rata-rata pendidikan suami lebih tinggi dibandingkan pendidikan istri pada kedua kelompok petani.
Pendidikan suami yang memiliki cendana relatif lebih tinggi yaitu berada dalam jenjang pendidikan SLTP sedangkan pendidikan suami yang tidak memiliki
cendana rata-rata dalam jenjang pendidikan SD. Tabel 19 Karakteristik rumahtangga petani rata-rata berdasarkan kepemilkan
cendana
Karakteristik responden Rata-rata
Mem iliki cendana
Tidak memiliki
cendana Jumlah
responden orang
30 30
Umur suami tahun 51.9
42.8 Pendidikan suami tahun
8.3 6.7
Pendidikan istri tahun 5.3
4.4 Jumlah anggota keluarga
orang 4.9
4.5 Jumlah anggota produktif
orang 2.9
2.7 Sumber: Data Primer Diolah
Tabel 19 di atas memberikan gambaran rata-rata jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan kedua kelompok petani hampir sama yaitu 4.5
dan 4.9 orang. Sementara itu, rata-rata jumlah angkatan kerja dalam keluarga juga menunjukkan jumlah yang relatif sama yaitu 2.7 dan 2,9 orang. Anggota keluarga
produktif diukur berdasarkan jumlah anggota keluarga yang berumur sama dengan atau lebih dari 15 - 64 tahun.
71 Tabel 20 Karakteristik rumahtangga petani berdasarkan luas, kepemilikan dan
jarak lahan
Karakteristik responden Rata-rata
Memil iki cendana
Tidak memiliki
cendana Luas lahan ha
2.26 1.62
Milik pribadi bersertifikat orang
27 28
Jarak lahan km 0.25
0.9 Sumber: Data Primer Diolah
Rata-rata petani memiliki lahan yang cukup luas yaitu lebih dari 1 ha. Hal ini memberikan gambaran bahwa dengan luasan lahan yang dimiliki, masyarakat
mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Selain itu, sebagian besar masyarakat telah memiliki sertifikat tanah yaitu 90 dari seluruh responden. Artinya
masyarakat sudah memiliki jaminan untuk menanam tanaman tahunan seperti cendana.
Mata pencaharian Mata pencaharian responden yang memiliki cendana dan tidak memiliki
cendana, dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Karakteristik rumahtangga petani berdasarkan mata pencaharian
Mata pencaharian utama
Memiliki cendana
orang Persentase
Tidak memiliki cendana orang
Persentase Petani
20 66.6
29 96.7
PNS 1
3.3 -
- Pedagang
2 6,7
- -
Buruh 2
6.7 1
3.3 Tukang kayubatu
2 6.7
- -
Ojek 3
10.0 -
- Jumlah
30 100
30 100
Sumber: Data Primer Diolah Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat beragamnya mata pencaharian
responden yang memiliki cendana dibandingkan responden yang tidak memiliki cendana. Perbedaan mata pencaharian kedua kelompok responden cendana
berdampak kepada pendapatan rumahtangga. Rata-rata pendapatan responden
72 yang memiliki cendana sekitar Rp17 394 501.00tahun, sedangkan pendapatan
responden yang tidak memiliki cendana rata-rata Rp3 962 852.00 tahun.
Karakteristik Ekonomi Rumahtangga Petani Cendana
a. Umur Petani
Umur merupakan salah satu identitas yang dapat mempengaruhi kemampuan kerja dan pola pikir. Umur kepala rumahtangga menunjukkan
pengalaman yang dimiliki dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan sehari- hari. Semakin tua kepala rumahtangga, semakin baik dan banyak pengalaman
yang dimiliki sehingga alokasi waktu kerjanya semakin efesien dan efektif untuk jenis pekerjaan yang sama. Karakteristik umur petani cendana di lokasi
penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah.0 Tabel 22 Umur petani cendana pada tiga lokasi penelitian
Umur tahun
Jumlah responden pada tiap desa orang Mnelalete Pusu Tublopo Jumlah Persentase
20 - 30 -
1 -
1 3.3
31 – 40
1 3
2 6
20.0 41
– 50 5
1 3
9 30.0
50 4
6 4
14 46.7
Jumlah 10
11 9
30 100
Sumber: Data Primer Diolah Tabel di atas mengambarkan bahwa umur kepala rumahtangga yang
memiliki tanaman cendana pada ketiga desa didominasi oleh kepala rumahtangga yang berumur 30 tahun 20, 40 tahun 30, dan lebih dari 50
tahun 46.7. Hal ini menunjukkan bahwa kepala rumahtangga yang masih memiliki cendana adalah kepala rumahtangga yang masih berada pada tingkat
umur produktif. Persentase umur tertinggi yaitu 46.7 didominasi oleh kepala rumahtangga yang berusia lebih dari 50 tahun disebabkan kepala rumahtangga
ini mengetahui sejarah tentang cendana dan berusaha menjaga budaya masyarakat Timor yang menyakini cendana sebagai pemberian Tuhan
khususnya Pulau Timor.
73 b.
Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan sering dijadikan indikator kualitas sumberdaya manusia.
Namun dalam masyarakat pertanian, tingkat pendidikan tertentu tidak terlalu dipikirkan. Rumahtangga petani memperoleh pengetahuan berusaha cendana
dari pengalaman yang diturunkan dari orangtua sehingga umumnya rumahtangga petani berpendidikan lebih rendah dari rumahtangga yang
lainnya. Kategori pendidikan rumahtangga petani dibagi atas empat, yaitu: SD, SMP, SMA dan Diplomaperguruan tinggi. Selengkapnya data tentang
tingkat pendidikan rumahtangga petani disajikan pada Tabel 23 berikuit ini: Tabel 23 Jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan formal
Lama Pendidikan
tahun Jumlah responden pada tiap desa orang
Mnelalete Pusu Tublopo Jumlah Persentase 1
- -
1 3.3
1 - 6 2
6 4
12 40.0
7 - 9 3
1 3
7 23.3
10 -12 4
4 2
10 33.3
12 -
- -
- -
Jumlah 10
11 9
30 100
Sumber: Data Primer Diolah Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa tingkat pendidikan
rumahtangga petani berdasarkan lama pendidikan menunjukkan lama pendidikan 1-6 tahun atau setingkat SD memiliki persentase tertinggi yaitu
40. Hal ini menggambarkan perlunya perhatian lebih kepada rumahtangga petani untuk meningkatkan pengetahuan pengelolaan cendana dengan baik
kedepannya. c.
Alokasi Waktu Alokasi waktu kerja rumahtangga digolongkan dalam kegiatan besar yaitu
mencari nafkah dan kegiatan tidak mencari nafkah. Kegiatan mencari nafkah adalah kegiatan menghasilkan pendapatan yang berupa uang dan barang.
Kegiatan mencari nafkah oleh anggota rumahtangga dapat dilakukan pada usaha cendana dan di luar usaha cendana. Kegiatan di luar usaha cendana
74 berupa usaha tanaman pertanian, ternak, buruh, PNS, dagang dan penyedia
jasa seperti ojek. Kegiatan tidak mencari nafkah adalah kegiatan anggota rumahtangga
yang tidak menghasilkan pendapatan. Kegiatan ini berupa kegiatan mengurus rumahtangga, sekolah, pribadi, sosial dan pemanfaatan waktu luang.
1. Alokasi curahan waktu kerja pada usaha cendana
Alokasi waktu kerja anggota rumahtangga pada usaha cendana adalah jumlah hari orang kerja HOK yang dicurahkan untuk kegiatan usaha
cendana. Dalam penelitian ini satu HOK setara dengan 8 jam kerja. Alokasi waktu kerja rata-rata anggota rumahtangga dapat dilihat pada
tabel berikut: Tabel 24 Alokasi kerja rata-rata anggota rumatangga pada usaha cendana
dalam setahun Anggota rumahtangga
Curahan kerja HOK Rata-rata
Suami Istri
Anak laki-laki Anak perempuan
Anggota keluarga laki-laki Anggota keluarga perempuan
3.03 1.58
1.90 0.0
1.00 0.00
Jumlah 7.51
Sumber : Data primer Diolah Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah rata-rata waktu kerja
anggota rumahtangga pada usaha cendana adalah 7.51 HOK dari total hari kerja yang tersedia dalam satu tahun. Rata-rata alokasi waktu yang
tertinggi adalah suami yaitu sebesar 3.03 HOK. Hal ini disebabkan karena masyarakat di lokasi penelitian lebih banyak bertani dan kegiatan ini lebih
banyak dilakukan suami sebagai kepala keluarga. Pada saat yang bersamaan, suami juga melakukan kegiatan pemeliharaan tanaman
cendana yang dimiliki. Sedangkan alokasi waktu kerja istri, anak laki-laki, anak perempuan dan anggota keluarga lainnya pada usaha cendana lebih
75 kecil karena sudah dilakukan oleh suami serta jumlah tanaman cendana
yang dimilki masih relatif sedikit. 2.
Alokasi waktu kerja di luar usaha cendana Alokasi waktu kerja di luar usaha cendana adalah jumlah yang digunakan
untuk mencari nafkah dari aktivitas di luar usaha cendana, misalnya: usahatani lain pertanian, perkebunan, peternakan, berdagang, melakukan
penyediaan jasa ojek, menjadi gurupembantu guru, menjadi buruh, dan lain-lain HOKtahun atau jam kerjatahun. Dalam penelitian ini satu
HOK setara dengan 8 jam kerja. Alokasi waktu kerja rata-rata anggota rumahtangga dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 25 Alokasi kerja rata-rata anggota rumatangga di luar usaha cendana dalam setahun
Anggota keluarga
Curahan kerja HOK Jumlah
HOK Usaha
Tani lain Buruh
Dagang PNS Tukang
kayu Batu
Ojek
Suami Istri
Anak laki-laki Anak perempuan
Angg laki-laki Angg perempuan
254.0 153.1
75.8 10.8
6.9 0.4
10.4 0.0
5.0 0.0
0.0 0.0
13.3 10.0
0.0 0.0
0.0 0.0
25.4 0.0
0.0 0.0
0.0 0.0
8.3 0.0
00 0.0
0.0 0.0
12.5 0.0
7.5 0.0
0.0 0.0
323.9 163.1
88.3 10.8
6.9 0.4
Jumlah 501.0
15.4 23.3
25.4 8.3
20.0 593.4
Sumber : Data Primer Diolah Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa total curahan kerja anggota
rumahtangga di luar usaha cendana adalah sebesar 593.4 HOK. Sebagian suami selain menjadi petani juga melakukan aktivitas lain yaitu menjadi
buruh, dagang, tukang kayubatu, ojek bahkan ada yang masih berstatus PNS. Aktivitas sebagian istri membuat kain tenun dan membuat minyak
kelapa untuk dipasarkan di rumah atau pasar terdekat. Anak laki-laki ada yang menjadi buruh dan melakukan kegiatan jasa seperti ojek. Dari
beberapa kegiatan di luar usaha cendana tampak bahwa anggota rumahtangga
lainnya terutama
istri dan
anak laki-laki
juga mengalokasikan waktu kerja di luar usaha cendana dengan tujuan untuk
76 memenuhi kebutuhan rumahtangga membantu pekerjaan suami sebagai
kepala rumahtangga. 3.
Kegiatan tidak mencari nafkah Alokasi waktu untuk kegiatan tidak mencari nafkah non produktif
HOKtahun atau jamtahun, merupakan sisa waktu yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, yaitu antara lain: a mengurus rumahtangga, b
mengurus pendidikan, c mengurus hubungan sosial, d mengurus kegiatan keperluan pribadi, dan e waktu istirahatsantai.
d. Pendapatan rumahtangga petani
Tingkat pendapatan petani dalam penelitian diukur dengan menghitung seluruh penerimaan dari hasil produksi kegiatan usaha cendana yang
dilakukan rumahtangga petani dikurangi dengan seluruh biaya produksi yang dikeluarkan seperti: biaya bibit, sarana produksi dan biaya tenaga kerja,
ditambah dengan pendapatan di luar usaha cendana. Pendapatan dari masing- masing usaha dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 26 Rata-rata pendapatan rumahtangga cendana Usaha
rumahtangga Pendapatan Rp
Persentase Usaha cendana
Kehutanan Pertanian
Perkebunan Peternakan
Buruh Dagang
PNS + Pensiun Tukang kayubatu
Ojek 7 645 469
394 643 3 107 246
780 357 1 493 214
164 286 189 286
2 485 714 392.857
741.429 43.95
2.27 17.86
4.49 8.58
0.94 1.09
14.29 2.26
4.26 Jumlah
17.394.501 100
Sumber : Data Primer Diolah
77 Pendapatan rumahtangga yang diperoleh dari usaha cendana pada tabel
di atas, memberikan kontribusi terbesar yaitu 43.95 kepada pendapatan rumahtangga petani cendana. Besarnya kontribusi usaha cendana terhadap
pendapatan rumahtangga menunjukkan bahwa usaha cendana dapat membantu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rumahtangga.
e. Pengeluaran
Struktur pengeluaran rumahtangga petani terdiri atas pengeluaran untuk konsumsi pangan, konsumsi lain dan investasi sumberdaya manusia pengeluaran
untuk pendidikan dan kesehatan. Pengeluaran konsumsi lain meliputi pengeluaran kebutuhan sehari-hari di luar makan, transportasi, rekreasi, adat
istiadat dan lainya. Rata-rata pengeluaran rumahtangga untuk konsumsi pangan pangan, konsumsi lain dan investasi sumberdaya manusia disajikan pada tabel di
bawah ini. Tabel 27 Rata-rata pengeluaran rumahtangga petani cendana
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa pengeluaran rutin rumahtangga petani cendana terbesar adalah konsumsi pangan sebesar Rp4 195 200.00 atau
88.7 per tahun dari total pengeluaran. Hal ini memberikan gambaran bahwa rumahtangga dalam berusaha masih untuk pemenuhan kebutuhan dasar.
Sedangkan pengeluaran untuk investasi sumberdaya manusia, yang meliputi pengeluaran pendidkan dan kesehatan mendapat proporsi yang terkecil yaitu
3.9. Jenis pengeluaran
Besarnya pengeluaran Rp
Persentase Konsumsi pangan
Konsumsi lain Investasi sumberdaya
manusia Jumlah
4 195 200 363 393
184 357 4 732 236
88.7 7.4
3.9 100
78
79
HASIL DAN PEMBAHASAN Sosialisasi dan Implementasi Perda Kabupaten TTS No. 25 Tahun 2001
Perda Kabupaten TTS No. 25 Tahun 2001 tentang cendana sebagai suatu peraturan yang sifatnya mengatur dan mempunyai daya ikat terhadap masyarakat
dalam pengelolaan cendana perlu disosialisasikan. Tujuan sosialisasi Perda cendana adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dengan memberikan
pengertian dan pemahaman tentang isi yang terkandung dalam Perda. Dengan peningkatan
kesadaran, masyarakat
diharapkan dapat
melaksanakan pengembangan cendana untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pelaksanaan sosialisasi Perda Kabupaten TTS No. 25 Tahun 2001 tentang cendana dilakukan melalui: 1 kegiatan penyuluhan hukum selama 2 tahun, 2
radio penyiaran daerah RPD, dan 3 surat kabar harian “Radar Timor”. Hasil wawancara dengan tokoh adat, aparat pemerintah, dan responden di lapangan
menunjukkan bahwa masyarakat belum mengetahui adanya Perda Kabupaten TTS No. 25 Tahun 2001 tentang cendana yang berlaku dan masyarakat beranggapan
Perda Provinsi NTT No. 16 Tahun 1986 masih berlaku. Jumlah responden yang belum mengetahui keberadaan Perda cendana sebesar 73,3 atau 44 orang dari
seluruh responden dalam penelitian ini. Ketidaktahuan masyarakat terhadap keberadaan Perda yang mengatur tentang cendana berdampak pada berkurangnya
keinginan untuk membudidayakan cendana di lahan milik. Sosialisasi Perda cendana sudah dijalankan tetapi masyarakat terlanjur
bersikap apatis terhadap cendana dan masyarakat lebih memilih menanam jenis tanaman pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup Faah J 26 April 2010,
komunikasi pribadi. Kondisi di atas disebabkan tiga hal yaitu: 1 efektifitas sosialisasi belum menjangkau seluruh masyarakat terutama di pedesaan, 2
resistensi masyarakat sebagai dampak kebijakan tahun 1986 tentang cendana dan kekhawatiran kebijakan yang berlaku akan berubah, 3 isi kebijakan masih
bersifat disintensif bagi masyarakat. Secara umum, isi kebijakan lebih banyak mengatur kewajiban yang harus dibebankan kepada masyarakat tanpa melihat
kemampuan masyarakat, 4 masyarakat tidak terlibat dalam proses penyusunan sehingga menggurangi rasa tanggungjawab terhadap kelestarian cendana dan
80 beranggapan pengembangan cendana menjadi tanggungjawab pemerintah daerah.
Beberapa hal tersebut menunjukkan tidak efektifnya suatu kebijakan yang dapat merubah perilakurespon masyarakat Dunn 2004; Diamond 2005 dalam
Kartodihardjo 2006b Kegiatan implementasi sebagai tahapan penting dalam keseluruhan struktur
kebijakan sangat menentukan keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan kebijakan Agustino 2008. Tujuan yang terkandung dalam Perda Kabupaten
TTS tentang cendana yaitu menghindari kepunahan cendana, memberikan kepercayaan pada masyarakat untuk bertanggungjawab terhadap kelangsungan
dan pengakuan kepemilikan cendana. Kegiatan yang harus dilakukan pemerintah daerah untuk mencapai tujuan Perda yang tercantum dalam pasal-pasal yaitu
pembudidayaan dan pelestarian cendana di tanah negara atau milik pemerintah daerah Pasal 3, pelibatan tokoh masyarakat dan lembaga adat dalam pelestarian
cendana Pasal 4, inventarisasi cendana Pasal 5 dan kegiatan pembinaan dan pengawasan cendana oleh Dinas Kehutanan Kabupaten TTS Pasal 13,
kenyataannya hingga sekarang belum pernah dilaksanakan. Kendala implementasi Perda cendana disebabkan: 1 kurangnya komitmen
pemerintah untuk membuat program terkait pengembangan cendana, 2 belum adanya prioritas anggaran, dan 3 petunjuk teknis yang dikeluarkan belum tepat.
Kurangnya peran dan tanggungjawab pemerintah daerah dalam pengembangan cendana menunjukkan lemahnya kemauan politik pemerintah yang berdampak
kepada menurunnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Kemampuan menjalankan solusi yang sudah ditetapkan dalam suatu kebijakan merupakan
efektifitas implementasi kebijakan agar dapat merubah perilaku respon dalam mencapai tujuan yang ditetapkan Dunn 2004.
Petunjuk teknis yang dikeluarkan sebagai dasar pelaksanaan Perda cendana masih bersifat kewajiban yang harus dilakukan masyarakat atau bersifat
disinsentif yaitu Keputusan Bupati No. 8 Tahun 2002 tentang penetapan harga dasar jual kayu cendana yang dikeluarkan tanggal 5 Maret 2002 dan Peraturan
Bupati No. 12 Tahun 2005 tentang mekanisme sistem pemungutan hasil hutan cendana pada lahan milik yang dikeluarkan tanggal 2 Agustus 2005. Peraturan
81 pelaksana terakhir yang dikeluarkan pemerintah daerah yaitu Instruksi Bupati
No. 2 Tahun 2009 tentang budidaya cendana dan tanaman pagar hidup. Proses perijinan pemungutan cendana yang ada bagi masyarakat dirasakan
terlalu panjang, yaitu: a Setiap orang atau badan usaha yang akan memunggut cendana di lahan milik wajib melapor kepada Kepala Desa untuk mendapatkan
surat keterangan kepemilikan yang sah, b Mengajukan permohonan rekomendasi dan ijin pemungutan cendana kepada Bupati tembusan kepada
kepala dinas kehutanan disertai surat keterangan kepemilikan, c Berdasarkan permohonan, Bupati menunjuk instansi terkait melakukan pemeriksanaan lokasi
dan kelayakan pemungutanpenebangan, d Hasil pemeriksaan dilaporkan kepada Bupati untuk diterbitkan rekomendasi layak tebang atau keterangan tidak
layak tebang, dan e Apabila dinyatakan layak tebang, maka dinas kehutanan mengeluarkan ijin penebangan dan mengawasi proses penebangan. Hasil
penebangan dilaporkan kepada Bupati tembusan kepala desa. Proses perijinan tersebut membutuhkan waktu dan biaya bagi masyarakat.
Hal ini dapat menimbulkan biaya transaksi yang harus ditanggung masyarakat. Peraturan yang diberlakukan masih menerapkan sistem kontrol yang ketat dari
pemerintah sehingga berpotensi menimbulkan biaya transaksi yang besar dan menutup peluang masyarakat menarik manfaat dari potensi pasar Rohadi et al.
2010.
Faktor-faktor Yang Berpengaruh Dalam Pengelolaan Cendana 1.
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepemilikan cendana
Diduga ada 5 faktor yang mempengaruhi peluang petani memiliki cendana dan tidak memiliki cendana di Kecamatan Amanuban Barat yaitu umur, luas
lahan, jumlah anggota keluarga, jarak lahan, dan pendapatan rumahtangga. Dengan menggunakan analisis regresi logistik model logit diperoleh hubungan
antara kelima faktor terhadap peluang kepemilikan cendana yaitu: Ln Pi =
– 2.4947 + 0.0044X
1
– 0.2249X
2
–0.2451X
3
– 0.6198X
4
+ 1 - Pi 0.5501X
5
+
Uji seluruh model yang ditunjukkan dengan nilai G hitung = 50.3 , signifikan pada taraf nyata 1 persen seperti terlihat pada Tabel 28. Hasil analisis
menunjukkan faktor yang berpengaruh nyata terhadap peluang petani untuk
82 memiliki dan tidak memiliki cendana yaitu jarak lahan X
4
dan pendapatan rumahtangga X
5
, sedangkan variabel umur, luas lahan, dan jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh nyata terhadap peluang petani memiliki cendana.
Tabel 28 Faktor-faktor yang mempengaruhi responden memiliki dan tidak memiliki cendana
Variabel Koefisien
estimasi Simpangan
baku Signifikan
Odds ratio
Konstanta X
1
Umur X
2
Luas lahan X
3
Jumlah anggota keluarga
X
4
Jarak lahan X
5
Pendapatan rumahtangga
-2.4947 0.0044
-0.2249 -0.2451
-0.6198 0.5501
1.6306 0.0351
0.4133 0.2453
0.4353 0.1578
0.1260 0.8998
0.5864 0.3177
0.1545
d
0.005
a
1.004 0.799
0.783 0.538
1.733
N = 60, G-Hitung = 50.3 pada derajat bebeas DF = 5 Keterangan: a nyata pada
= 5 persen; b nyata pada = 10 persen; c nyata pada = 15 persen; d nyata pada = 20 persen
Tafsiran dari pengaruh variabel yang nyata secara statistik terhadap peluang keputusan petani memiliki dan tidak memiliki cendana diuraikan di bawah ini:
Koefisien estimasi variabel jarak lahan bertanda negatif -0.6198 dan berpengaruh nyata pada taraf 20 persen. Artinya semakin jauhpanjang jarak
rumah ke lahan maka peluang untuk memiliki cendana semakin kecil. Nilai odds ratio variabel jarak lahan menunjukkan nilai 0.538 yang berarti kemungkinan
responden memiliki cendana 0.538 kali lebih besar pada jarak lahan yang lebih dekat dibandingkan dengan jarak lahan yang lebih jauh. Hasil wawancara
menunjukkan masih tingginya tingkat pencurian tanaman cendana di lahan masyarakat sebagai akibat dari tingginya permintaan cendana sebagai bahan
baku produksi berbagai kerajinan dan minyak cendana. Di lain pihak ketersediaan cendana di alam semakin sulit diperoleh baik di lahan negara
maupun di lahan milik. Petani lebih memilih menanam cendana di lokasi yang lebih dekat dengan
rumah atau pekarangan dengan pertimbangan pemeliharaan lebih intensif dan aman dari berbagai gangguan. Pertimbangan memilih pekarangan sebagai area
konservasi flora kering karena kedekatan pemilik lahan dengan tanaman sehingga memudahkan penyiraman, pemberantasan hama penyakit dan gulma.
Selain itu pekarangan dikenal sebagai lokasi yang aman dari berbagai gangguan
83 seperti kebakaran, pengembalaan liar, dan penebangan illegal. Penanaman
beberapa pohon yang bernilai ekonomi seperti cendana dalam pekarangan akan melindungi pohon-pohon tersebut dari kepunahan Wawo Abdulhadi 2006.
Hal ini sejalan yang dikatakan Foresta dan Mitchon 2000 bahwa lahan di sekeliling rumah merupakan tempat yang cocok untuk melindungi dan
membudidayakan tumbuhan kehutanan. Variabel pendapatan rumahtangga bertanda positif 0.5501 dan
berpengaruh nyata pada taraf 5 persen. Artinya bahwa semakin tinggi pendapatan rumahtangga maka peluang untuk memiliki cendana semakin besar. Variabel ini
didukung dengan nilai odds ratio yang lebih besar dari 1 satu yaitu 1.733 yang berarti kemungkinan responden yang mempunyai pendapatan lebih tinggi
berpeluang 1.733 kali lebih besar memiliki cendana daripada petani yang berpenghasilan kecil.
Rata-rata pendapatan petani yang memiliki cendana pertahun Rp17 394 501.00 sedangkan pendapatan petani yang tidak memiliki cendana Rp3 962
852.00. Jika dihitung pendapatan perkapita dengan rata-rata jumlah anggota keluarga sebanyak 4 orang, rata-rata pendapatan rumahtangga petani yang
memiliki cendana Rp300 385.00kapitabulan, dan petani yang tidak memiliki cendana Rp82 559.00kapitabulan. Apabila dibandingkan dengan garis
kemiskinan menurut standar BPS Rp182 636.00kapitabulan atau 2100 kkalhari, maka petani yang memiliki cendana berada di atas ambang garis kemiskinan dan
petani yang tidak memiliki cendana berada di bawah garis kemiskinan. Artinya bahwa petani yang memiliki cendana adalah petani yang mampu secara ekonomi
dan petani yang tidak memiliki cendana adalah petani miskin. Berdasarkan karakteristik petani cendana, secara umum memiliki
pekerjaan sampingan seperti pegawai negeri, pensiunan pegawai negeri, buruh, tukang kayubatu dan ojek. Dengan demikian, secara sosial petani cendana
memiliki status sosial dan pendapatan yang tinggi sehingga petani mengambil keputusan untuk menanam cendana yang sifatnya jangka panjang dan yakin akan
memperoleh hasil cendana. Hal ini mendukung hasil kajian yang dilakukan Rahardjo 2006 di Pulau Sumba menunjukkan bahwa masyarakat yang berhasil
mengembangkan cendana umumnya memiliki kemampuan ekonomi yang lebih
84 baik dibanding masyarakat umumnya. Sebaliknya, penelitian yang dilakukan
Sirait 2005 menunjukkan bahwa tingkat pendapatan masyarakat di Kabupaten TTS tergolong sangat rendah sebanyak 63 berdasarkan standar upah regional
Kabupaten TTS Rp350 000,00 perbulan, masih berusaha melindungi dan memelihara cendana untuk meningkatkan pendapatan rumahtangga.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa permasalahan di tingkat petani yang diperoleh dari analisis menggunakan model logit terhadap peluang
petani memiliki dan tidak memiliki cendana yaitu aspek teknis pemeliharaan dan keamanan kepemilikan cendana serta aspek ekonomi yaitu kemampuan ekonomi
rumahtangga, di mana petani yang memiliki cendana cenderung termasuk kategori rumahtangga petani mampu dan petani yang tidak memiliki cendana termasuk
rumahtangga petani miskin.