xxxi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Konsumsi Ransum
Rerata konsumsi ransum itik yang mendapat perlakuan tercantum pada Tabel 4. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perbedaan tingkat protein
dalam ransum dengan penambahan probiotik berpengaruh tidak nyata P0.05 terhadap konsumsi ransum.
Tabel 4. Rerata konsumsi ransum selama penelitian gekorhari Table 4. The average of feed intake during experiment gramheadday
Ulangan Replications Perlakuan
Treatment 1
2 3
4 Rerata
Average P0
164.67 161.23
157.77 166.70
162.59
ns
P1 162.51
150.12 138.02
129.47 145.03
ns
P2 202.03
120.74 149.20
166.79 159.69
ns
P3 159.31
150.63 153.28
157.46 155.17
ns
P4 150.77
151.57 148.54
167.65 154.63
ns
Keterangan :
ns
Berbeda tidak nyata Explanasion
:
ns
Non significant
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat rerata konsumsi ransum hasil penelitian untuk perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 berturut-turut adalah 162,59; 145,03;
159,69; 155,17 dan 154,63 gekorhari. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa rerata konsumsi ransum antar perlakuan berbeda tidak nyata. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya perbedaan tingkat protein ransum tidak mempengaruhi jumlah ransum yang dikonsumsi. Tidak adanya perbedaan yang
nyata pada konsumsi ransum ini disebabkan karena sistem pemeliharaan , keadaan lingkungan, jenis dan umur itik adalah sama. Hal ini sesuai dengan pendapat
Srigandono 1997, yang menyatakan bahwa banyaknya konsumsi ransum pada
xxxii itik ditentukan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah sistem pemeliharaan,
keadaan lingkungan, maupun jenis itiknya sendiri.
162.59
145.03 159.69
155.17 154.63
135 140
145 150
155 160
165
K o
n s
u m
s i
ra n
s u
m
g e
k o
r h
a ri
P0 P1
P2 P3
P4
Perlakuan
Gambar 1. Konsumsi ransum itik selama penelitian Figure1. Feed intake of the duck during experiment
Selain itu tidak adanya perbedaan tersebut disebabkan karena ransum yang
diberikan mempunyai kandungan energi yang sama. Konsumsi ransum pada ternak sangat dipengaruhi kandungan energinya. Konsumsi ransum akan
meningkat apabila diberi ransum dengan kandungan energi yang rendah dan sebaliknya akan menurun apabila diberi ransum dengan kandungan energi yang
tinggi. Hal ini disebabkan karena unggas mengkonsumsi ransum terutama untuk memenuhi kebutuhan energinya Anggorodi, 1985. Hasil rerata konsumsi ransum
seperti terlihat pada Tabel 4 yang berkisar antara 145.03 sampai dengan 162.59 gekorhari sesuai dengan pendapat Srigandono1997 bahwa konsumsi ransum
itik pada bulan produksi pertama sampai keempat adalah 130 – 165 gekorhari. Tingkat protein pakan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda
tidak nyata terhadap konsumsi ransum. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta
xxxiii 1988 yang menyatakan bahwa peningkatan tingkat protein secara konsisten tidak
diikuti dengan peningkatan jumlah konsumsi pakan. Tidak adanya perbedaan konsumsi pakan antar tingkat protein disebabkan besarnya energi metabolis dan
rerata temperatur ruangan penelitian relatif sama. Tillman 1991 menyatakan bahwa konsumsi ransum berkorelasi dengan pemenuhan kebutuhan hidup pokok
maupun untuk produksi. Hal yang sama juga dikatakan oleh Nort 1984 serta Sudaryani dan Santoso 1994 bahwa ransum pada unggas petelur dibutuhkan
untuk berbagai kegunaan antara lain untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, perbaikan jaringansel yang rusak, pertumbuhan tubuh, pertumbuhan bulu dan
produksi telur. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah berat badan, suhu lingkungan NRC, 1994, kandungan nutrien ransum, strain, ruang
tempat makan per ekor, dan kepadatan kandang Anggorodi, 1985.
B. Produksi Telur HDA