Analisis Dinamika Spasial Dan Temporal Penggunaan Lahan Dan Implikasinya Terhadap Sedimentasi Di Wilayah Pesisir

ANALISIS DINAMIKA SPASIAL DAN TEMPORAL
PENGGUNAAN LAHAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
SEDIMENTASI DI WILAYAH PESISIR
(STUDI KASUS: DAS CITARUM BAGIAN HILIR)

PARYONO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Analisis Dinamika
Spasial dan Temporal Penggunaan Lahan dan Implikasinya terhadap Sedimentasi
di Wilayah Pesisir (Studi Kasus: DAS Citarum Bagian Hilir) adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Paryono
NIM C262100051

RINGKASAN
PARYONO. Analisis Dinamika Spasial dan Temporal Penggunaan Lahan dan
Implikasinya terhadap Sedimentasi di Wilayah Pesisir (Studi Kasus: DAS
Citarum Bagian Hilir). Dibimbing oleh ARIO DAMAR, SETYO BUDI
SUSILO, ROKHMIN DAHURI dan HENY SUSENO.
Upaya mengelola wilayah pesisir akan efektif jika diikuti pengelolaan di
wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) di atasnya. Hal ini disebabkan dinamika
penggunaan lahan di DAS akan berpengaruh pada wilayah pesisir melalui aliran
sungai yang masuk ke wilayah pesisir. Salah satu pencemar yang masuk ke pesisir
adalah kadar sedimen. Sedimen yang berasal dari DAS terkait dengan dinamika
penggunaan lahan. Sehingga kajian keterkaitan penggunaan lahan di wilayah DAS
terhadap sedimentasi di wilayah pesisir menjadi penting untuk dilakukan.
Penelitian ini bertujuan menganalisis dinamika spasial dan temporal penggunaan

lahan DAS Citarum hilir dan implikasinya terhadap sedimentasi di wilayah pesisir.
Tujuan ini dikaji melalui : (a) mengetahui dinamika penggunaan lahan di DAS
Citarum bagian hilir; (b) mengetahui kadar sedimen dan total sedimen dari aliran
Sungai Citarum hilir; (c) mengetahui laju dan umur endapan sedimen di sekitar
Muara Sungai Citarum; (d) menghitung luasan sedimentasi di sekitar muara Sungai
Citarum; (e) menganalisis hubungan antara dinamika luas penggunaan lahan di
DAS Citarum bagian hilir dengan luas sedimentasi di pesisir sekitar muara Sungai
Citarum. Tujuan penelitian berikutnya yaitu menganalisis pemanfaatan area
sedimentasi untuk hutan mangrove. Lokasi penelitian terletak di DAS Citarum
bagian hilir. Wilayah DAS Citarum bagian hilir meliputi Sub DAS Cikao, Sub DAS
daerah tangkapan air Waduk Jatiluhur, Sub DAS Cibeet, dan Sub DAS Citarum
hilir. Secara administratif, DAS Citarum bagian hilir terletak di sebagian wilayah
Kabupaten Bogor, Karawang, Bekasi, Purwakarta, Bandung Barat, dan Cianjur.
Berdasarkan perhitungan luas penggunaan lahan dengan data citra satelit,
terjadi perubahan luas penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir dari tahun
2000 sampai tahun 2014 secara signifikan, yaitu : (1) terjadi peningkatan luas
penggunaan lahan non vegetasi yang meliputi pemukiman/bangunan dan tanah
terbuka; (2) terjadi penurunan luas lahan sawah secara signifikan; dan (3) terjadi
penurunan luas lahan bervegetasi (hutan, perkebunan, dan semak belukar). Dari
data tersebut diprediksi bahwa peningkatan luas lahan non vegetasi berasal dari

alih fungsi lahan sawah, karena data penurunan lahan bervegetasi relatif kecil bila
dibandingkan dengan penurunan luas lahan sawah.
Hasil pengukuran kadar sedimen di Sungai Citarum menunjukkan
perbedaan antar lokasi pengambilan sampel. Kadar sedimen inlet Waduk Jatiluhur
lebih besar dibandingkan kadar sedimen outlet Waduk Jatiluhur, dan kadar
sedimen yang masuk muara Sungai Citarum lebih besar dari kadar sedimen di lokasi
inlet dan outlet Waduk Jatiluhur. Hasil pengukuran rata-rata kadar sedimen tahun
2014 di lokasi inlet Waduk Jatiluhur sebesar 0,1947 kg/m3, outlet Waduk Jatiluhur
0,0205 kg/m3, dan di Sungai Citarum hilir sebesar 0,43935 kg/m3. Total sedimen
aliran Sungai Citarum hilir tahun 2014 pada masing-masing lokasi pengambilan
sampel yaitu total sedimen inlet Waduk Jatiluhur sebesar 1.340,08 x 106 kg, total
sedimen outlet Waduk Jatiluhur sebesar 143,35 x 106 kg, dan total sedimen Sungai
Citarum hilir yang mengalir masuk ke muara Sungai Citarum sebesar 1.794,42 x

106 kg. Keberadaan Waduk Jatiluhur telah mengurangi potensi total sedimen yang
mengalir masuk ke laut sebesar 1.196,73 x 106 kg.
Hasil perhitungan laju sedimentasi dan umur sedimen menggunakan
radionuklida alam Unsupported 210Pb menunjukkan laju sedimentasi antara lokasi
sampling berbeda-beda dengan kisaran nilai 0,13 - 0,59 cm/tahun. Analisa umur
endapan sedimen menunjukkan umur endapan sedimen lokasi titik terluar (III) lebih

tua dibandingkan lokasi di muara sungai (I) dan di depan muara sungai (II). Umur
endapan sedimen lokasi I berkisar tahun 1989-2014, lokasi II berkisar tahun 20052014, dan lokasi III berkisar tahun 1965-2014.
Berdasarkan hasil perhitungan luas area sedimentasi dengan gambar citra
satelit, sedimentasi menambah luas daratan (tanah timbul) tahun 2000 seluas
1060,63 hektar sampai tahun 2014 seluas 3.828,26 hektar. Terjadi fluktuasi luas
tanah timbul dari tahun 2000-2014. Penyebaran sedimentasi yang cenderung
mengarah ke timur disebabkan saat terjadi pasokan sedimen dalam jumlah besar
dari aliran Sungai Citarum, arah arus laut mengarah ke timur. Kondisi itu terjadi
ketika musim hujan, debit sedimen jauh lebih besar dibandingkan musim kemarau.
Pada saat musim hujan arus laut menuju ke arah timur
Lahan mangrove di Muara Gembong saat ini harus ditingkatkan guna
keberlanjutan ekosistem pesisir. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian area
sedimentasi (tanah timbul) untuk pertumbuhan mangrove, maka lokasi “tanah
timbul” di pesisir Muara Gembong sesuai untuk pertumbuhan mangrove.
Parameter pertumbuhan mangrove tersebut yaitu suhu perairan berkisar 27-29 0C,
salinitas air berkisar 26-29 ‰, pH sedimen berkisar 6,2-6,6, dan pasang surut laut
terjadi 1 kali dalam sehari.
Berdasarkan analisa keterkaitan antara luas sedimentasi sebagai faktor
dependent (y) dengan berbagai luas penggunaan lahan di DAS Citarum hilir dan
curah hujan sebagai faktor independent (x) dengan perhitungan regresi didapatkan

pola hubungan yaitu : (1) semakin luas lahan di DAS Citarum hilir yang
bervegetasi maka akan mengakibatkan luas sedimentasi makin kecil; (2) semakin
luas lahan non vegetasi maka luas sedimentasi makin besar ; (3) semakin luas lahan
sawah akan mengakibatkan luas sedimentasi makin kecil; (4) Semakin besar curah
hujan maka akan mengkaibatkan luas sedimentasi makin besar. Dari ke empat
faktor independent tersebut maka yang berpengaruh nyata (significant) terhadap
peningkatan sedimentasi di wilayah pesisir adalah faktor curah hujan dan faktor
lahan bervegetasi. Hasil pemodelan perhitungan luas penggunaan lahan di DAS
Citarum hilir yang berdampak pada luas sedimentasi paling kecil terjadi jika curah
hujan maksimum dan luas sawah minimum dengan komposisi luasan yaitu luas
sawah sebesar 124.796 hektar dari kisaran 124.796 - 179.416 hektar, luas lahan
bervegetasi maksimum 92.134 hektar dari kisaran 71.015 - 92.134 hektar, dan luas
lahan non vegetasi 76.000 hektar dari kisaran 40.000 - 90.000 hektar.
Kata kunci: DAS Citarum bagian hilir, laju dan umur sedimen, mangrove,
penggunaan lahan, total sedimen

SUMMARY
PARYONO. Analysis of Spatial and Temporal Dynamics of Land Use and Its
Implications on Sedimentation in the Coastal Areas. (Case Study: Downstream
of Citarum Watershed). Supervised by ARIO DAMAR, SETYO BUDI

SUSILO, ROKHMIN DAHURI and HENY SUSENO.
Efforts to manage a coastal area will be effective if they are followed by
managing the watershed above it. This is because land use dynamics in the
watershed will give impacts on the coastal area in the form of pollutant originating
from the mainland that comes to the coast through the watershed. One of the
pollutants that come to the coast is sediment content. Therefore, the study on
relation between land use in the watershed area and the coastal sediment becomes
crucial to do. This research aims to study the spatial and temporal dynamics of land
use in the downstream of Citarum watershed and its implications on the sediment
in the coastal areas. The goals of the study are carried out by: (a) finding out land
use dynamics in the downstream of Citarum watershed; (b) finding out the content
and total of sediment from the downstream of Citarum watershed; (c) finding out
the rate and age of sediment around Citarum estuary; (d) calculating the sediment
area around Citarum estuary; and (e) analyzing relation between areal dynamics of
land use in the downstream of Citarum watershed and sediment area on the coastal
area around Citarum estuary. The next purpose of the research is to analyze the use
of sediment area for mangrove forests. The research location takes place in the
downstream of Citarum watershed. This covers Cikao sub-watershed, Jatiluhur
reservoir catchment area sub-watershed, Cibeet sub-watershed, and downstream
Citarum sub-watershed. Administratively, downstream of Citarum watershed is

located in Bogor Regency, Karawang, Bekasi, Purwakarta, Bandung Barat, and
Cianjur.
Based on the land use area measurement using remote sensing, there was a
significant change in the land use area in downstream of Citarum watershed from
2000 to 2014, namely: (1) there was an increasing use of non-vegetative land which
includes settlement area and open land; (2) there was a significant decrease in the
rice field area; and (3) there was a decrease in the vegetative lands (forest, plantation,
and shrubs). From the data it can be predicted that the increasing use of nonvegetative lands is due to the rice field functional shift, since data about vegetative
land is relatively small compared to the decrease of rice field area.
The results showed that the difference in the sediment content is due to the
difference in the sample locations. The sediment content in Jatiluhur reservoir inlet
is bigger than that in Jatiluhur reservoir outlet, and the sediment content that comes
to Citarum estuary is bigger than that in the inlet and outlet of Jatiluhur reservoir.
The average measurement result of sediment content in 2014 in Jatiluhur reservoir
inlet is 0.1947 kg/m3, Jatiluhur reservoir outlet 0.0205 kg/m3, and Citarum estuary
0.43935 kg/m3. The total sediment of the downstream of Citarum watershed in
2014 in each sample location is the total sediment of Jatiluhur reservoir inlet , that
is 1,340.08 x 106 kg, total sediment of Jatiluhur reservoir outlet is 143.35 x 106 kg,
and total sediment of downstream Citarum River that comes into Citarum estuary


is 1,794.42 x 106 kg. The existence of Jatiluhur reservoir has decreased the total
sediment potential that goes into the sea for 1,196.73 x 106 kg.
To find out the rate and age of sediment entering the Citarum estuary, an
unsupported 210Pb natural radionuclide analysis has been carried out on sediment
around the Citarum estuary. The results showed that the sediment rate on sample
locations varied, ranging between 0,13 and 0,59 cm/year. Analysis on age of
sediment showed that the age of sediment in the outer part location (III) was older
than the estuary (I) and in front of the estuary (II). The age of sediment in Location
I ranged between 1989 and 2014, Location II between 2005 and 2014, and Location
III between 1965 and 2014.
Based on the calculation of sediment areas using remote sensing,
sedimentation has increased the land area (tanah timbul) in 2000 as much as
1,060.63 hectares and in 2014 as much as 3,828.26 hectares. There was a fluctuation
of ground signage between 2000 and 2014. Distribution of sediment tends to move
to the east because when there is a great amount of sediment flown by Citarum river,
the sea current goes to the east. This condition happens during the rainy season,
where sediment debit is bigger than that during the dry season. During the rainy
season, the sea current moves to the east.
Mangrove forest located in Muara Gembong needs to be increased for the
sustainability of the coastal ecosystem. Based on the analysis results on the

suitability of sedimentation (tanah timbul) for mangrove growth, the location of
“tanah timbul” on the coast of Muara Gembong is suitable for mangrove. The
variables for mangrove growth are the water temperature ranges between 27 and
29°C, water salinity between 26 and 29 ‰, sediment pH between 6,2 and 6,6, and
the tide happens once a day.
Based on the analysis on relation between sediment area as a dependent factor
(y) with various land-use areas in the downstream of Citarum watershed and
precipitation as the independent factors (x) using regression calculation, the relation
pattern is as follows: (1) the bigger the land area of the downstream of Citarum
watershed with vegetation, the smaller the sedimentation area; (2) the bigger the
non-vegetative land, the bigger the sedimentation area; (3) the bigger the rice field
area, the smaller the sedimentation area; (4) the bigger the precipitation, the bigger
the sedimentation area. Of the four independent factors, precipitation and vegetative
land have significant influences on sedimentation in the coastal areas. The results
of modeling calculation on land-use in the downstream of Citarum watershed that
have the smallest impact on sedimentation area happens when the maximum
precipitation and minimum rice field with the composition as follows rice field as
much as 124,796 hectares from the range between 124,796 and 179,416 hectares,
maximum vegetative land 92,134 hectares from the range between 71,015 and
92,134 hectares, and non-vegetative land of 76,000 hectares from the range between

40,000 and 90,000 hectares.
.
Key words: downstream of Citarum watershed, land-use, mangrove, rate and age
of sediment, sedimentation area, total sediment

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS DINAMIKA SPASIAL DAN TEMPORAL
PENGGUNAAN LAHAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
SEDIMENTASI DI WILAYAH PESISIR
(Studi Kasus: DAS Citarum Bagian Hilir)

PARYONO


Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc
Dr Ir Latif M Rahman, MSc. MBA

Penguji pada Ujian Terbuka: Dr Ir Nur Semedi
Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan
Pengelolaan DAS, Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan
Dr Ir Latif M Rahman, MSc. MBA
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Faperta IPB

Judul Disertasi : Analisis Dinamika Spasial dan Temporal Penggunaan Lahan
dan Implikasinya terhadap Sedimentasi di Wilayah Pesisir
(Studi Kasus: DAS Citarum Bagian Hilir)
Nama
: Paryono
NIM
: C262100051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Ario Damar, MSi
Ketua

Prof Dr Ir Setyo Budi Susilo, MSc
Anggota

Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri, MS
Anggota

Dr Heny Suseno
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian Tertutup : 22 Juli 2016
Tanggal Sidang Promosi : 18 Agustus 2016

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Kajian mengenai dinamika wilayah pesisir berserta ekosistem di dalamnya
sangat terkait dengan dinamika penggunaan lahan di wilayah daratan. Dalam
berbagai kajian wilayah pesisir, terdapat pemahaman bahwa terdapat hubungan erat
antara wilayah pesisir dengan wilayah daratan. Salah satu hubungan wilayah
pesisir dengan daratan tersebut adalah keterkaitan erosi di daratan dengan
sedimentasi di wilayah pesisir. Hampir semua wilayah pesisir yang terdapat muara
sungai di Indonesia mengalami sedimentasi.
Dampak sedimentasi di wilayah pesisir sangat beragam, sesuai dengan
kandungan yang terbawa dalam material sedimen dari daratan yang masuk ke
wilayah pesisir. Dinamika penggunaan lahan yang pesat di daratan dengan
berbagai kegiatan di atasnya telah berpengaruh besar terhadap kondisi perairan di
wilayah pesisir, sehingga menjadi problem besar dalam perencanaan dan
pemanfaatan wilayah pesisir, terutama dalam usaha perikanan. Sejauh ini kajian di
wilayah peisisir dan wilayah daratan sudah sangat banyak, tetapi kajian masih
bersifat parsial. Oleh karena itu penulis mencoba mengkaji salah satu keterkaitan
dari daratan terhadap wilayah pesisir yaitu dinamika curah hujan dan penggunaan
lahan di Daerah Aliran Sungai terhadap sedimentasi di wilayah pesisir. Fokus
kajian ini adalah dinamika penggunaan lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS)
Citarum bagian hilir yang menyebabkan dinamika sedimentasi di wilayah pesisir.
Untuk mengkaji aspek dinamika penggunaan lahan di daratan terhadap
sedimentasi di wilayah pesisir, maka dilakukan penelitian dengan judul Analisis
Dinamika Spasial dan Temporal Penggunaan Lahan dan Implikasinya terhadap
Sedimentasi di Wilayah Pesisir (Studi Kasus : DAS Citarum Bagian Hilir).
Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang langsung maupun
tidak langsung memberikan bantuan dalam penyelesaian penelitian ini, baik intansi
maupun pribadi.

Bogor, Agustus 2016
Paryono

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

1 PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Kerangka Pemikiran
2
Hipotesis
3
Kebaharuan (Novelty)
5
2 PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI
CITARUM BAGIAN HILIR
21
Pendahuluan
21
Metode Penelitian
23
Hasil dan Pembahasan
28
Simpulan
31
3 BEBAN SEDIMEN DI SUNGAI CITARUM BAGIAN HILIR
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

32
32
34
37
43

4 LAJU DAN UMUR ENDAPAN SEDIMEN SEKITAR MUARA SUNGAI
CITARUM
44
Pendahuluan
44
Metode Penelitian
45
Hasil dan Pembahasan
47
Simpulan
54
5 DINAMIKA LUASAN SEDIMENTASI DI SEKITAR MUARA SUNGAI
CITARUM
55
Pendahuluan
55
Metode Penelitian
55
Hasil dan Pembahasan
59
Simpulan
63
6 PEMANFAATAN TANAH TIMBUL DI SEKITAR MUARA SUNGAI
CITARUM
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

64
64
65
67
73

7 PEMBAHASAN UMUM

74

8 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

87
87
88

DAFTAR PUSTAKA

89

LAMPIRAN

96

RIWAYAT HIDUP

163

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Beberapa penelitian terkait sedimentasi di wilayah pesisir
7
Panjang gelombang, resolusi, dan sensor pada Band citra landsat 8
22
Luas penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir tahun 2000-2014
30
Klasifikasi sedimen berdasarkan ukuran butirnya
32
Klasifikasi padatan di perairan berdasarkan ukuran diameter
34
Potensi erosi masing-masing Sub DAS di DAS Citarum bagian hilir
38
Kadar sedimen aliran inlet Waduk Jatiluhur
39
Kadar sedimen aliran outlet Waduk Jatiluhur
39
Kadar sedimen Sungai Citarum bagian hilir
40
Debit air dan volume air Sungai Citarum bagian hilir tahun 2014
41
Total sedimen Sungai Citarum di wilayah DAS Citarum bagian hilir tahun
2014
42
Hasil analisa Unsuported 210Pb
49
Luas sedimentasi di sekitar muara Sungai Citarum tahun 2000-2014
61
Kriteria umum kesesuaian lahan untuk mangrove
66
Kriteria spesifik kesesuain lahan beberapa species mangrove
66
Struktur Komunitas Vegetasi Mangrove di Muara Gembong, Bekasi
68
Luas wilayah kecamatan Muara Gembong berdasarkan tipe penggunaan lahan
tahun 2000
70
Kondisi Lingkungan Fisik dan Kimia Stasiun Pengambilan Sampel
72
Parameter keseuaian lahan di pesisir Muara Gembong berdasarkan kriteria
umum lahan untuk mangrove
72
Hasil pengolahan data pengaruh berbagai penggunaan lahan dan curah hujan
terhadap luas sedimentasi
85
Perhitungan luas penggunaan lahan pada berbagai keadaan
86

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir kerangka pemikiran
4
2 Pengaruh lahan atas terhadap wilayah pesisir (modifikasi dari Carpenter &
Marangos 1989 dalam bengen 2004)
6
3 Batas administrasi DAS Citarum (BP DAS Citarum Ciliwung 2009)
24
4 Diagram tahap penelitian
25
5 Diagram pengolahan data citra satelit
26
6 Peta luasan penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir tahun 2014
29
7 Luas penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir tahun 2000-2014
30
8 Lokasi pengambilan sampel kadar sedimen di Sungai Citarum hilir
35
9 Peta jaringan sungai di DAS Citarum bagian hilir (BP DAS Citarum Ciliwung,
2009)
35
10 Sketsa pengambilan sampel kadar sedimen di badan air sungai
37
11 Volume air Sungai Citarum bagian hilir (106 m3)
41
12 Grafik total sedimen aliran Sungai Citarum hilir tahun 2014
42
13 Lokasi pengambilan sampel endapan sedimen
46

14 Hasil uji Unsupported 210Pb pada tiap lapisan sedimen di sekitar muara Sungai
Citarum
50
15 Umur tiap lapisan endapan sedimen di sekitar muara Sungai Citarum
52
16 Laju sedimentasi tiap lapisan endapan sedimen di sekitar muara Sungai
Citarum
53
17 Diagram tahap penelitian
56
18 Diagram pengolahan data citra satelit
57
19 Peta luas area sedimentasi di sekitar muara Sungai Citarum tahun 2014
61
20 Fluktuasi luas area sedimentasi di sekitar muara Sungai Citarum tahun 2000 2014
62
21 Papan peringatan pendangkalan (kiri) dan alat pengeruk sedimen (kanan) di muara
Sungai Citarum
65
22 Tanah timbul di sekitar muara Sungai Citarum
65
23 Kondsi mangrove di sekitar muara Sungai Citarum
69
24 Perbedaan kadar sedimen di lokasi inlet Waduk Jatiluhur, outlet Waduk
Jatiluhur, dan Sungai Citarum hilir
75
25 Volume air Sungai Citarum hilir tahun 2014
75
26 Total sedimen aliran Sungai Citarum hilir tahun 2014
76
27 Umur endapan sedimen di sekitar muara Sungai Citarum
77
28 Laju sedimentasi di sekitar muara Sungai Citarum
77
29 Trend laju sedimentasi tahunan pada masing-masing lokasi pengambilan
sampel
78
30 Regresi linier antara luas lahan bervegetasi di DAS Citarum bagian hilir dengan
luas sedimentasi di sekitar muara Sungai Citarum
80
31 Regresi linier antara luas lahan non vegetasi di DAS Citarum bagian hilir dengan
luas sedimentasi di sekitar muara Sungai Citarum
80
32 Regresi linier antara luas lahan sawah di DAS Citarum bagian hilir dengan luas
sedimentasi di sekitar muara Sungai Citarum
81
33 Curah hujan tahunan di DAS Citarum bagian hilir tahun 2000-2014
81
34 Volume air Sungai Citarum hilir tahun 2009-2014
82
35 Regresi linier antara curah hujan tahunan di DAS Citarum bagian hilir dengan luas
sedimentasi di sekitar muara Sungai Citarum
82
36 Trend penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir
85
37 Trend luas sedimentasi di pesisir Muara Gembong
86

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Total curah hujan tiap bulan lokasi Subdas Citarum tahun 2000-2014
96
Volume air bulanan Sungai Citarum hilir tahun 2009-2014
96
Peta penggunaan lahan DAS Citarum bagian hilir tahun 2000-2014
97
Peta luas sedimentasi di pesisir Muara Gembong Bekasi tahun 2000 -2014105
Perhitungan regresi antara Luas sedimentasi (Y) dengan perubahan
penggunaan lahan (lahan bervegetasi, lahan non vegetasi, dan lahan sawah, dan
Curah hujan
113
6 Hasil pemodelan penggunaan lahan pada keadaan curah hujan rata-rata dan
luas sawah maksimum
139

7 Hasil pemodelan penggunaan lahan pada keadaan curah hujan rata-rata dan
luas sawah minimum
141
8 Hasil pemodelan penggunaan lahan pada keadaan curah hujan rata-rata dan
luas sawah rata-rata
143
9 Hasil pemodelan penggunaan lahan pada keadaan curah hujan minimum dan
luas sawah maksimum
145
10 Hasil pemodelan penggunaan lahan pada keadaan curah hujan minimum dan
luas sawah minimum
147
11 Hasil pemodelan penggunaan lahan pada keadaan curah hujan minimum dan
luas sawah rata-rata
149
12 Hasil pemodelan penggunaan lahan pada keadaan curah hujan maksimum dan
luas sawah maksimum
151
13 Hasil pemodelan penggunaan lahan pada keadaan curah hujan maksimum dan
luas sawah minimum
153
14 Hasil pemodelan penggunaan lahan pada keadaan curah hujan maksimum dan
luas sawah rata-rata
155
15 Lokasi pengambilan sampel kadar sedimen di inlet Waduk Jatiluhur 157
16 Lokasi pengambilan sampel kadar sedimen Sungai Citarum hilir di
Cabangbungin Bekasi
158
17 Lokasi pengambilan sampel endapan sedimen di muara Sungai Citarum ke
arah laut
159
18 Alat perangkap ikan di sekitar Muara sungai Citarum
160
19 Perkampungan nelayan di sekitar muara Sungai Citarum
161
20 Kondisi tambak di sekitar muara sungai Citarum
162

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau, baik pulau besar
maupun pulau-pulau kecil, Indonesia memiliki banyak masalah dalam hal
pengelolaan pesisir. Permasalahan tersebut antara lain oleh faktor pertumbuhan
penduduk di daerah pesisir yang besar diikuti oleh penurunan sumberdaya alam
pesisir yang disebabkan oleh overfishing dan eksploitasi sumberdaya pesisir yang
berlebihan, erosi, abrasi, polusi, penurunan dan hilangnya keanekaragaman hayati
di pesisir. Permasalahan di wilayah pesisir disebabkan pula oleh factor
pembangunan infrastruktur baru lebih mementingkan pertumbuhan daripada
dampak negatif terhadap lingkungan. Penerapan program Pengelolaan Zona Pesisir
Secara Terpadu (ICZM) yang merupakan salah satu usaha untuk mengatasi
permasalahan tersebut belum memuaskan. Perubahan kebijakan di Indonesia
menjadi masalah yang signifikan dalam pelaksanaan ICZM. Perubahan kebijakan
yang paling berpengaruh adalah deklarasi tentang desentralisasi pemerintahan di
Indonesia tahun 1999, yang memberi kewenangan pemerintah daerah dalam
mengelola kompleksitas pesisir dan laut. Kurangnya koordinasi, transfer
pengetahuan dan teknologi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah setelah
proses desentralisasi tersebut membuat program ICZM di Indonesia tidak berjalan
dengan baik. Salah satu dampak dari desentralisasi pemerintahan yaitu kebijakan
penataan ruang antar daerah sering tidak sejalan dengan pengelolaan wilayah pesisir
secara berkelanjutan. Tata ruang daerah otonom yang berlokasi di bagian hulu dari
suatu DAS sering tidak mempertimbangkan dampaknya terhadap pengelolaan
wilayah pesisir (Farhan & Lim 2010). Pembangunan di wilayah daratan sering tidak
mempertimbangkan dampak lingkungan secara maksimum terhadap kegiatan
perikanan di pesisir. Padahal dampak pencemaran dari daerah hulu DAS akan
terbawa aliran air permukaan ke wilayah pesisir. Oleh karena itu pengelolaan
wilayah pesisir dengan berbasiskan wilayah daratan pada Daerah Aliran Sungai
(DAS) di atasnya perlu dilakukan, mengingat dalam satu DAS akan memberikan
suatu ciri dampak terhadap wilayah pesisir di bawahnya. Dampak yang terbawa
dalam suatu DAS akan terbawa menjadi satu ke suatu muara sungai di wilayah
pesisir. Sehingga dampak dari suatu DAS terhadap perairan pesisir bisa menjadi
berbeda dengan dampak dari DAS yang lainnya. Pengelolaan wilayah pesisir yang
terpadu dengan wilayah DAS akan memberikan keefektikan pengelolaan wilayah
pesisir yang lebih tinggi.
Salah satu keterkaitan antara wilayah pesisir dan daratan adalah terjadi erosi
di daratan yang pada akhirnya menimbulkan sedimentasi di wilayah pesisir. Erosi
di daratan terkait dengan tutupan lahan, tingkat kelerengan lahan, jenis tanah, curah
hujan, penggunaan lahan (Arsyad 2010). Dari berbagai faktor yang mempengaruhi
erosi tersebut, faktor perubahan penggunaan lahan merupakan faktor yang
dipengaruhi oleh penduduk. Perubahan penggunaan lahan terkait dengan
peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan
kebutuhan lahan semakin besar. Peningkatan kebutuhan lahan meliputi lahan untuk
pertanian, lahan untuk jalan dan pemukiman, dan lahan untuk kebutuhan industri.
Pemenuhan kebutuhan lahan tersebut mengakibatkan lahan dengan tutupan vegetasi

2
(hutan) menjadi berkurang, sehingga akan meningkatkan erosi di daratan ketika
musim hujan tiba. Sebagai contoh perubahan penggunaan lahan di daerah
tangkapan air Waduk Jatiluhur tahun 2002-2008 yaitu terjadi penurunan luas
kawasan hutan sebesar 8,65%, dan terjadi peningkatan kawasan pertanian dari
59,76 % menjadi 70,52 % (Tukayo 2011). Selanjutnya Ridwan (2014)
menyebutkan perubahan penggunaan lahan di DAS Citarum tahun 2000 sampai
2010 yaitu penurunan luas hutan primer (12.364 hektar), hutan sekunder (15.641
hektar), sawah (31.873 hektar), dan penambahan luas lahan pertanian (6.670 hektar),
pemukiman pedesaan (41.574 hektar), pemukiman perkotaan (1.559 hektar). Selain
faktor konversi hutan menjadi lahan peruntukan lain, faktor dinamika curah hujan
yang tinggi menyebabkan peningkatan erosi pada lahan-lahan terbuka. Hidayat et
al. (2013) menyebutkan fluktuasi debit aliran Sungai Citarum hulu yang sangat
tinggi telah menimbulkan banjir di musim hujan dan kekeringan serta kegagalan
panen di musim kemarau.
Sedimentasi di muara sungai yang berasal dari daratan cenderung makin besar
seiring dengan perubahan penggunaan lahan bervegetasi untuk berbagai kegiatan di
daratan. Berdasarkan uraian di atas, maka upaya mengelola wilayah pesisir akan
menjadi efektif jika diikuti upaya pengelolaan di wilayah DAS di atasnya. Hal ini
disebabkan perubahan di DAS akan berpengaruh langsung pada kondisi di wilayah
pesisir lewat sedimentasi yang berasal dari erosi di daratan. Oleh karena itu, kajian
keterkaitan dinamika spasial dan temporal penggunaan lahan di wilayah DAS dan
implikasinya terhadap kondisi ekologis khususnya sedimentasi di wilayah pesisir
menjadi penting untuk dilakukan.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu :
(1) Mengetahui dinamika spasial dan temporal penggunaan lahan di daratan
dalam satuan daerah aliran sungai terhadap sedimentasi di wilayah pesisir.
Tujuan ini dikaji melalui :
a. Mengetahui dinamika penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir.
b. Mengetahui kadar sedimen dan total sedimen dari aliran Sungai
Citarum yang masuk ke muara Sungai Citarum.
c. Mengetahui laju dan umur endapan sedimen di sekitar Muara Sungai
Citarum menggunakan radionuklida alam unsupported 210Pb.
d. Menghitung luasan sedimentasi di sekitar muara Sungai Citarum.
e. Menganalisis hubungan antara luas perubahan penggunaan lahan di
DAS Citarum bagian hilir dengan luas sedimentasi di pesisir sekitar
muara Sungai Citarum
(2) Menganalisis pemanfaatan area sedimentasi untuk hutan mangrove

Kerangka Pemikiran
Pada observasi lapang di sekitar wilayah muara Sungai Citarum, terdapat area
sedimentasi berupa penambahan daratan yang sangat luas. Penambahan luas
daratan oleh masyarakat setempat biasa disebut “tanah timbul”. Kondisi tekstur

3
tanah timbul yang berupa lumpur halus mengindikasikan bahwa terjadinya tanah
timbul lebih disebabkan oleh sedimentasi yang berasal dari aliran Sungai Citarum.
Oleh karena itu perlu dikaji fenomena sedimentasi di sekitar Muara Sungai Citarum
tersebut dalam kaitannya asal material sedimen dari Sungai Citarum.
Salah satu dampak dari kegiatan di wilayah daratan terhadap wilayah pesisir
adalah terjadinya erosi di daratan yang menyebabkan sedimentasi di perairan
pesisir. Erosi yang terjadi di daratan sangat terkait dengan kondisi penggunaan
lahan, jenis tanah, penutupan lahan, kemiringan lahan, curah hujan, dan aliran air
permukaan (Arsyad 2010). Namun dari sekian faktor tersebut, faktor perubahan
penggunaan lahan dan curah hujan merupakan faktor penting yang menyebabkan
erosi. Perubahan penggunaan lahan yang dimaksud adalah peningkatan konversi
lahan bervegetasi menjadi lahan non vegetasi. Lahan bervegetasi bisa berupa hutan
atau perkebunan. Selain faktor konversi lahan, peningkatan erosi di daratan juga
dipengaruhi perubahan curah hujan. Curah hujan yang tinggi akan memicu
terjadinya erosi lahan di daratan.
Lingkup penelitian dinamika kegiatan di daratan dan kondisi di pesisir
dibatasi pada perubahan penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir, perubahan
curah hujan, perubahan tingkat sedimentasi, dan kajian pemanfaatan area
sedimentasi. Wilayah daratan yang dikaji berdasarkan satuan Daerah Aliran Sungai
(DAS). Skema kerangka pemikiran pada penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Hipotesis
Dinamika spasial dan temporal penggunaan lahan terhadap wilayah pesisir
dari suatu DAS akan berbeda dengan DAS yang lain. Penelitian ini mengkaji
perubahan penggunaan lahan di daratan terhadap tingkat sedimentasi di perairan
pesisir. Wilayah kajian yaitu DAS Citarum bagian hilir. Hipotesis dalam penelitian
ini yaitu : dinamika spasial dan temporal penggunaan lahan di suatu daerah aliran
sungai (DAS) mengakibatkan perubahan tingkat sedimentasi di perairan pesisir
sekitar muara sungai melalui aliran sungai. Sedimentasi tersebut di kaji melalui:
a. Pengukuran kadar sedimen dan beban sedimen pada aliran Sungai Citarum
bagian hilir.
b. Laju dan umur endapan sedimen di sekitar Muara Sungai Citarum.
c. Luasan sedimentasi di perairan pesisir sekitar muara Sungai Citarum.

4
Perkembangan jumlah penduduk

Perubahan iklim
DAS
Citarum
bagian hilir

Perubahan curah
hujan

Peningkatan kebutuhan
lahan

Dinamika air limpasan

Dinamika erosi lahan

Sungai Citarum hilir
Dinamika Debit Air

Kadar Sedimen

Dinamika beban sedimen Sungai Citarum hilir

Beban sedimen di Muara Sungai Citarum
Laju dan umur sedimentasi
Luasan sedimentasi di wilayah pesisir
sekitar Muara Sungai Citarum

Pemanfaatan area sedimentasi

Pemukiman / lainnya

Hutan Mangrove
mangrove

Tambak
k

Kebijakan Pemanfaatan
Tanah Timbul

Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran

5
Kebaharuan (Novelty)
Wilayah pesisir didefinisikan pertemuan antara darat dan laut dalam arti : ke
arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam
air yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan
perembesan air asin, sedangkan ke arah laut mencakup bagian laut yang masih
dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan
aliran air tawar maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti
pembangunan, penggundulam hutan dan pencemaran lingkungan pantai (Dahuri et
al. 1996). Menurut UU Nomor 7 tahun 2007 dalam Yulianda et al. ( 2010), wilayah
pesisir adalah daerah peralihan antara daratan dan lautan yang dipengaruhi
perubahan di daratan dan lautan.
Bengen (2005) menjelaskan, sebagai daerah peralihan antara laut dan daratan,
wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik jika ditinjau dari karakteristik
ekososio-sistemnya, yakni : (a) wilayah pesisir merupakan daerah multifungsi yang
memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, bersifat “common property resources”
dan merupakan wilayah “open access” untuk semua yang berkepentingan; (b)
beberapa habitat di wilayah pesisir mempunyai “atribut ekologis “ (spesies endemik,
spesies langka, dan lain-lain) dan “proses-proses ekologis” (daerah pemijahan,
daerah pengasuhan, alur migrasi biota, dan lain-lain); dan (c) seluruh limbah dan
sedimen yang berasal dari daratan (wilayah hulu) akan mengalir dan terakumulasi
di wilayah pesisir. Keunikan wilayah pesisir dan laut serta beragam sumber daya
yang ada, membutuhkan pentingnya pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu
bukan secara sektoral . Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dengan alasan
terdapat keterkaitan ekologis antar ekosistem di wilayah pesisir maupun antara
wilayah pesisir dengan lahan atas (DAS) dan laut lepas. Dengan demikian
perubahan yang terjadi di eksositem pesisir (misal mangrove) akan berdampak pada
ekosistem lainnya. Pengelolaan kegiatan pembangunan (industri, pemukiman,
pertanian) di lahan atas suatu DAS akan merusak fungsi ekologis wilayah pesisir.
Oleh karena itu prinsip keterpaduan ekosistem dengan memperhatikan keterkaitan
antara lahan atas (DAS) dan wilayah pesisir merupakan basis ekologis yang harus
diterapkan dalam pengelolaan wilayah pesisir untuk mencapai pembangunan
wilayah pesisir yang optimal dan berkelanjutan. Kegiatan pembangunan di DAS
yang menjadi faktor eksternal dari wilayah pesisir harus menjadi bagian integral
dalam pengelolaan wilayah pesisir terpadu.
DAS adalah suatu cekungan geohidrologi yang dibatasi oleh daerah
tangkapan air dan dialiri oleh suatu badan sungai. Sungai merupakan penghubung
antara wilayah DAS di hulu dengan wilayah pesisir sehingga aktivitas yang terjadi
di wilayah hulu (pembukaan lahan, pencemaran) akan berdampak pada wilayah
pesisir. Dalam suatu DAS terjadi interaksi antara berbagai komponen tanah, air,
vegetasi, dan manusia. Kegiatan manusia yang dilakukan di atas lambat laun akan
berdampak pada wilayah pesisir. Beberapa dampak terhadap wilayah pesisir yaitu
sedimen, zat hara, bahan beracun, dan pathogen. Peningkatan sedimen yang
mengalir ke perairan pesisir menyebabkan terjadinya sedimentasi sebagai akibat
dari alih fungsi lahan di DAS. Sedimen mengalir ke pesisir melalui aliran sungai.
Dampak negatif dari sedimentasi terhadap biota perairan pesisir adalah (1)
menutupi tubuh biota laut, terutama yang hidup di dasar perairan (benthics
organism) seperti hewan karang, lamun, dan rumput laut; (2) Peningkatan

6
kekeruhan air, yang mengganggu organisme yang memerlukan cahaya seperti
lamun. Dampak lainya adalah suplai nutrient (terutama nitrogen dan fosfor) di
dalam suatu sistem perairan meningkat melebihi batas kemampuan fotosintesis
normal suatu komunitas dalam sistem tersebut. Dampak dari aktivitas manusia di
lahan atas adalah masalah kesehatan akibat limbah rumah tangga banyak
mengandung mikroorganisme bakteri, virus, fungi, dan protozoa). Secara ringkas
proses dampak kegiatan manusia di lahan atas terhadap system yang terdapat di
wilayah pesisir disajikan pada Gambar 2 berikut :
Pembukaan lahan

Peningkatan erosi dan limpasan air permukaan
Bendungan dan banjir
Konfigurasi topografi

Aliran sungai

Erosi : perbandingan lapisan sedimen
Pendangkalan, kekeruhan

Pesisir/teluk

Air tawar, perbandingan air asin
Erosi : perbandingan lapisan sedimen
Suplai nutrien, temperatur

Daerah
migrasi

Pasut &
Aliran
arus

Mangrove

Daerah
migrasi

Gelombang
& arus

Padang lamun

Air tawar, perbandingan air asin
Erosi : perbandingan lapisan sedimen
Suplai nutrient, temperatur

Kecerahan air; masukan sedimen ke kolom air
Suplai nutrien; temperatur; salinitas; sirkulasi air; energi
rendah

Daerah
migrasi

Arus
laut

Terumbu karang
Kecerahan air; masukan sedimen ke kolom air
Suplai nutrien; temperatur; salinitas; sirkulasi air; energi
tinggi

Laut terbuka
Gambar 2 pengaruh lahan atas terhadap wilayah pesisir (modifikasi dari Carpenter
& Marangos 1989 dalam Bengen 2004)
Salah satu permasalahan di wilayah pesisir disebabkan oleh faktor eksternal
yang terjadi di wilayah daratan, sehingga berbagai aktivitas yang dilakukan di
wilayah daratan, baik langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak
terhadap wilayah pesisir. Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan tersebut,
misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir
melalui aliran air sungai , sangat diperlukan pengelolaan secara tepat di lahan
Daerah Aliran Sungai (DAS). Karena itu pengelolaan wilayah pesisir perlu

7
dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan keterkaitan antara lahan atas
(DAS) dan wilayah pesisir. Karena pengelolaan wilayah pesisir secara sektoral
pada dasarnya berkaitan hanya dengan satu jenis sumber daya atau ekosistem untuk
memenuhi tujuan tertentu (sektoral) seperti pemukiman, pariwisata, perikanan,
industri. Akibat pengelolan sektoral ini menimbulkan berbagai dampak yang dapat
merusak lingkungan dan juga akan mematikan sektor lain. Fenomena Pantai Utara
Jawa merupakan salah satu contoh dari perencanaan pembangunan sektoral, dimana
sektor industri mematikan sektor pariwisata apabila penanganan dan pengelolaan
sektor industri tidak dilakukan secara tepat dan benar (Bengen 2004).
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dengan pengelolaan DAS
membutuhkan kajian yang terintegrasi antara kegiatan di DAS yang berdampak
pada wilayah pesisir. Salah satu dampak kegiatan di DAS terhadap wilayah pesisir
yaitu terjadinya erosi di DAS yang berakibat pada sedimentasi di wilayah pesisir.
Kajian yang dilakukan pada penelitian sebelumnya biasanya bersifat parsial, yaitu
melakukan kajian di wilayah pesisir saja atau di wilayah DAS saja (Tabel 1).
Penelitian terkait kondisi DAS terhadap dampaknya ke wilayah pesisir tidak secara
spesifik membahas dinamika penggunaan lahan di DAS terhadap sedimentasi di
wilayah pesisir. Berdasarkan pada berbagai kajian terutama sedimentasi di wilayah
pesisir sebagaimana diuraikan pada Table 1 maka perlu dilakukan kajian dinamika
pasial dan temporal penggunaan lahan dan implikasinya terhadap sedimentasi di
pesisir.
Tabel 1 Beberapa penelitian terkait sedimentasi di wilayah pesisir
Judul

Tahun

1

No.

Coastline change of the
Yellow River estuary and
its response to the
sediment and runoff
(1976–2005)

2011

Bu-Li Cui
Xiao-Yan Li

Penulis

2

Rapid changes of
sediment dynamic
processes
in Yalu River Estuary
under anthropogenic
impacts

2012

Jian-hua GAO
Jun LI,
Harry WANG
Fen-long BAI,
Yan CHENG,
Ya-ping
WANG

Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada pasang
tinggi rata-rata di muara Yellow River
tahun 1976-2005 dengan menganalisis
hubungan antara pertambahan erosi tanah
dan beban limpasan sedimen Yellow River. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pola umum akresi-erosi seluruh muara dibagi menjadi empat tahap : tahap akresi
yang cepat (1976-1986), tahap penyesuaian akresi-erosi (1986-1996), tahap erosi
lambat (1996-2003), dan tahap pertambahan erosi lambat (2003-sekarang). Keseimbangan di seluruh muara sungai dalam
beberapa dekade mendatang, muara sungai cenderung mempertahankan bentuk
dan daerah keseimbangan atau memiliki
pertambahan sedikit, tapi seluruh muara
bisa dalam keadaan terkikis erosi.
Penelitian ini untuk mengetahui dampak
dari aktivitas manusia terhadap Yalu River
Estuary. Perubahan dinamika sedi-men
selama 10 tahun terakhir dieksplorasi
melalui perhitungan hidrodinamika, serta
logam berat dan analisis ukuran berat partikel. Selain itu, karakteristik evolusi
geomorfologi muara dibandingkan dengan
data historis. Proses dinamika sedimen
dalam jangka panjang dan evolusi geo-

8

3

The transport,
transformation and
dispersal of sediment
by buoyant coastal flows

2004

W.R. Geyera,
P.S. Hillb,
G.C. Kineke,

4

Environmental evolution
records reflected by
radionuclides in the
sediment of coastal
wetlands: A case study in
the Yellow River Estuary
wetland

2016

Qidong Wang
Jinming Song
Xuegang Li
Huamao Yuan
Ning Li
Lei

morfologi yang dipengaruhi terutama oleh
penurunan debit air dan pasokan sedimen
yang dihasilkan dari aktivitas manusia.
Seluruh sistem masukan ke muara Yalu
River juga telah mengalami perubahan
signifikan sejak tahun 1941 yang berkaitan dengan pengurangan air dan debit sedimen yang dipengaruhi oleh konstruksi
waduk, yang akhirnya membentuk pola
muara saat ini di tahun 1980-an. Dibandingkan dengan variasi debit air dan
sedimen, dinamika sedimen di muara
sungai langsung dipengaruhi pengerukan
pasir dalam 10 tahun terakhir.
Arah
angkutan bed load juga berubah dari arah
laut pada tahun 1996, arah darat pada
tahun 2009. Dapat disimpulkan perubahan
gerakan beban sedimen dasar (bed load)
adalah : (a) sedimen dari daerah dengan
kedalaman air yang kurang dari 5 m diangkut dari laut menuju darat; (b) transportasi sedimen dari daerah dengan
kedalaman air antara 5 sampai 20 m
mengarah ke laut; dan (c) sedimen dari
daerah dengan kedalaman air lebih dari 20
m berasal dari laut menuju darat
Penelitian ini lebih fokus mengkaji transport sediment di wilayah muara sungai dan
wilayah pesisir. Sungai menyediakan jalur
dominan sedimen terrigenous ke laut.
Perbedaan densitas antara sungai dan air
asin serta anomali densitas disumbang-kan
oleh sedimen yang memiliki konse-kuensi
penting pada pengiriman, trans-porttasi
dan kondisi akhir dari sedimen yang
dikeluarkan dari tanah.
Sedimen yang
terperangkap di frontal zone, baik di muara
dan di continental shelf, sering
mengakibatkan peningkatan konsentrasi
sedimen dalam jumlah besar . Karena
proses-proses jebakan dan pembentukan
lapisan dengan konsentrasi tinggi, dan
terjadinya
pengangkutan sedimen di
sungai dipengaruhi lingkungan sering
didominasi oleh fluks dekat-bawah
daripada fluks di bagian permukaan
Profil vertikal radionuklida alam pada
lingkungan (210Pb, 137Cs, 238U, 232Th, 226Ra
dan 40K) dalam sedimen (Y1) dari lahan
basah Yellow River Estuary diselidiki
untuk menilai apakah evolusi lingkungan
di lahan basah pesisir bisa dicatat oleh
distribusi radionuklida alam. Berdasarkan
kadar 210Pb dan 137Cs, rata-rata tingkat
sedimentasi pada lokasi Y1 diperkirakan
1,0 cm y-1. distribusi vertikal radionuklida
alam (238U, 232Th, 226Ra dan 40K) berubah
secara dramatis, yang mencerminkan

9

5

Evaluation of the
combined threat from
sea-level rise and
sedimentation reduction
to the coastal wetlands in
the Yangtze Estuary,
China

2014

6

Sediment evolution in the
mouth of the Seine
estuary (France): A longterm monitoring during
the last 150 y

2015

7

Activity concentration
and spatial distribution of
radionuclides in marine
sediments close to the
estuary of Shatt alArab/Arvand Rud
River, the Gulf

2016

perubahan besar dalam masukan sedimen.
Singkatnya, evolusi lingkungan di lahan
basah pesisir muara bisa dicatat oleh profil
vertikal radionuklida alam
Heng Wang,
Penelitian ini mengkaji perubahan iklim
Zhenming Gea dan kenaikan muka air laut (Sea Level
Rise, SLR) terhadap dampaknya pada
Lin Yuana
Liquan Zhang lahan basah sekitar Yangtze Estuary. Mengambil lahan basah Chongming Dongtan
sebagai wilayah studi, dua skenario dari
SLR dievaluasi. Efek gabungan dari SLR
dan pengurangan sedimentasi dievaluasi
oleh kombinasi proyeksi dari fenomena ini
pada tahun 2025, 2050 dan 2100,
menggunakan Sea Level Affecting
Marshes Model (SLAMM). Hasilnya
menunjukkan bahwa efek gabungan dari
kenaikan permukaan laut, pengurangan
sedimentasi dan penurunan tanah bisa
mengakibatkan penurunan yang cukup
besar atau bahkan hilangnya habitat lahan
basah pesisir
Chongming Dongtan,
terutama di bawah jangka menengah
(2050) dan jangka panjang (2100).
Sandric
Tujuan dari penelitian ini adalah memaLesourd
hami evolusi dari sedimentasi superficial,
Patrick Lesueur selama 150 tahun terakhir di mulut Seine
Ce´ dric Fisson Estuary. Pergeseran antara tahun 1970
Jean-Claude
(16% dari luas permukaan lumpur dan
Dauvin
pasir berlumpur), tahun 1990 (sekitar 50%)
dan 2009 (5%) muncul dengan jelas.
Penurunan di daerah berlumpur diimbangi
dengan peningkatan lumpur berpasir dan
permukaan pasir berlumpur. Evolusi ini
dapat dijelaskan oleh aktivitas laju aliran
sungai. Seine Estuary adalah muara alami
yang didominasi pasang laut; Namun,
kegiatan rekayasa telah meningkatkan
energi aliran sungai. Mengingat fraksi
halus dalam sedimen dangkal dan variasinya, Seine estuary telah bergeser ke sungai.
D.L. Patiris
Sungai Tigris dan Euphrates bersatu di
Sungai Shatt al Arab / Arvand Rud dan
C. Tsabaris
bermuara di Teluk Persia., Turki Timur.
C.L.
Konsentrasi radionuklida alam dan aktiviAnagnostou
tas manusia diukur selama Agustus 2011 di
E.G.
sejumlah titik pengambilan sampel
Androulakaki
sedimen dari dasar laut mulai dekat mulut
F.K. Pappa
G. Eleftheriou muara ke arah laut. Hasilnya menunjukkan tingkat konsentrasi rendah dan distriG. Sgouros
busi ruang yang hampir homogen kecuali
lokasi di mana sedimen asal biogenik,
miskin radionuklida. laju sedimentasi
diserap oleh biota laut dihitung oleh
Assessment Tool ERICA mempertimbangkan kontribusi 40K. Hasil penelitian
menunjukkan dampak yang relatif rendah
dari 40 K terutama untuk spesies yang

10

8

Of exploited reefs and
fishers e A holistic view
on participatory coastal
and marine management
in an Indonesian
archipelago

2015

9

Kajian daya dukung
lingkungan kawasan
pertambakan di pantura
Kabupaten Gresik Jawa
Timur

2008

tinggal di dasar laut. Radionuklida dengan
unsur-unsur yang stabil (Ca, Ba dan Sr)
tidak menunjukkan adanya produk yang
berkaitan dengan kegiatan eksploitasi
minyak, gas dan transportasi.
Marion Glaser Tujuan proyek kerjasama riset IndonesiaAnnette
Jerman adalah untuk menyelidiki dinamiBreckwoldt
ka dan masukan sosial-ekologi pesisir dan
Rio Deswandi laut dan menganalisis struktur politik dan
Irendra
kelembagaan sosial dan proses dalam
Radjawali
rangka mendukung tata kelola pesisir
Wasistini
adaptif. Penelitian dilakukan di KepulauBaitoningsih
an Spermonde, Sulawesi Selatan, IndoneSebastian
sia antara tahun 2007 dan 2010. Metode
C.A. Ferse
penelitian ship-based research excursions,
beberapa survei klasik, obser-vasi
partisipan antropologi, dan metode
penelitian partisipatif yang diterapkan oleh
tim ilmu sosial-alami interdisipliner.
Makalah ini merangkum temuan kami dan
menarik kesimpulan kebijakan. Pertama,
kita membahas Kawasan Konservasi Laut
dan partisipasi fokus pada lokal "aturan-digunakan". Selain itu, eksploitasi terum-bu
karang dan kehidupan lokal, perikanan
khususnya dan budidaya laut, dan jaringan
sosial yang ada dan hirarki di perikanan
dieksplorasi untuk memahami kerentanan
sosial, keta-hanan dan tata kelola sumber
daya kelau-tan dalam konteks kepulauan
Spermonde.
V. D. Prasita
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji
daya dukung lingkungan kawasan pertamBambang
bakan di Gresik Jawa Timur. Metode yang
Widigdo
digunakan adalah metode survei dan peS.
Hardjowigeno ngumpulan data sekunder dari berbagai
S. Budiharsono hasil penelitian lain maupun hasil laporan
instansi terkait. Penelitian ini menggunakan tiga pendekatan analisis daya
dukung lingkungan, yaitu: analisis regresi,
metode kuantitatif ketersediaan air di
perairan, dan metode pembobotan yang
diambil dari kelas kesesuaian lahan. Hasil
kajian memperlihatkan bahwa pemanfaatan lahan pesisir untuk pertambakan di
daerah studi sudah melampaui daya dukung lingkungannya. Dengan pendekatan
pertama, analisis regresi, luas lahan yang
dapat didukung untuk budidaya tambak
tradisional sebesar 9 378.89 hektar.
Pendekatan kedua dengan metode kuantitatif menghasilkan luas lahan yang dapat
didu