Kajian efek sinergi antimikroba metabolit bakteri asam laktat dan monoasilgliserol minyak kelapa terhadap mikroba patogen pangan

(1)

TERHADAP MIKROBA

PATOGEN PANGAN

ASRIANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(2)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul

KAJIAN EFEK SINERGI ANTIMIKROBA METABOLIT BAKTERI ASAM LAKTAT DAN MONOASILGLISEROL MINYAK KELAPA TERHADAP

MIKROBA PATOGEN PANGAN

adalah karya saya sendiri dengan pembimbingan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka.

Bogor, November 2006

Asriani


(3)

and Monoacylglycerol of Coconut Oil Mixture on Food Pathogen Microbes. Under the Supervision of: BETTY SRI LAKSMI JENIE, SEDARNAWATI YASNI, and IDWAN SUDIRMAN.

Synergistic effect of two or more kinds of antimicrobial substances usually expressed higher activity than the cumulative given by both or more antimicrobial substances. The organic acid and monolaurin have been reported to show synergism as antimicrobials in food. The lactic acid bacteria (BAL) are known as organic acid producer, mainly lactic acid, while the monoacylglycerol (MAG) of coconut oil known having antimicrobial properties due to its short and medium chains of fatty acids, especially lauric acid.

Study on the synergic effect of antimicrobial activity of BAL metabolites and MAG of coconut oil mixture had been conducted using six strains of BAL i.e.

Lactobacillus brevis, Lb. acidophilus, Lb. plantarum pi28a, Lb. plantarum sa28k, Lb. plantarum kik and Lb. coryneformis. The aims of the studies were: (1) to obtain BAL which have the highest synergic antimicrobial effect with MAG; (2) to obtain the optimum ratio of BAL and MAG and its MIC (minimum inhibitory concentration) for the test bacteria; (3) to analyze the mechanism of action of BAL-MAG mixture on bacterial cells; (4) to evaluate the stability of the combined BAL-MAG in different pH and heating temperatures and times.

The isolates of BAL which have effect synergic with MAG and the optimum ratio of BAL and MAG were conducted by using well diffusion method, while the MIC (minimum inhibitory concentration) for the test bacteria conducted by using contact method. The action mechanism of BAL-MAG on protein and nucleic acid leakages were observed by using Spectrophotometer, K+ and Ca2+ leakages with Atomic Absorbtion Spectrophotometer, and the morphology of cells were observed by using SEM (Scanning Electron Microscope). The evaluation of stability of the combined BAL-MAG of coconut oil were conducted on pH 4, 5, 6, and 7, on room temperature of 80, 100, and 121 oC as long as 10, 20, and 30 minutes by using well diffusion. The application on food system (tofu) were conducted by soaking in 2 and 4 MIC concentrations.

Among the BAL studies, Lb. plantarum kik showed the highest synergic effect with MAG against Listeria monocytogenes. The optimum ratio of BAL metabolites - MAG mixture were found at 5:3. Combination of Lb. plantarum kik – MAG could inhibit the growth of all bacteria tasted with the highest activity showed against Listeria monocytogenes was 30,66 mm in diameter of inhibition zone; and the lowest activity against Escherichia coli was 20.20 mm.

The MIC values found out were 1,2%, 1,4%, 2,5% and 3% for Listeria monocytogenes, Bacillus cereus, Salmonella Typhimurium and Escherichia coli,

respectively. The reduction of Aspergillus flavus growth expressed as mycelium weight resulted by the mixture of Lb. plantarum kik metabolite-MAG was higher (0,86-2,75 mg/ml) than the individual substance (0,35-1,54 mg/ml) at the concentration 5-20 %.


(4)

Ca2+ was higher than K+. The effect of the mixture on the cell morphology of L. monocytogenes and Salmonella Typhimurium observed Under SEM (Scanning Electron Microscopo) caused some degree of cell damage according to the concentration applied. In general, the higher the concentration applied, the more were the cell damage occurred.

Stability of the mixture Lb. plantarum kik metabolite-MAG was affected by different pH and heating temperature and time. At pH 4-7, the antibacterial activity of the mixture and individual MAG were quite stabil, except for the individual Lb. plantarum

kik did not show antibacterial activity at pH 7.

The mixture still showed bacterial activity after heating at 75 and 100 oC for 10, 20, and 30 minutes, whereas at 121 oC, bacterial activity only showed on heating for 10 minutes, either for individual substances or the mixture. Application of the metabolite of

Lb. plantarum kik metabolite-MAG on soybean curd as food system model at the concentration of 4 MIC could extend the shelf life long as 6 days at room temperature.

Key words: Antimicrobial synergistic effect, lactic acid bacteria (LAB), monoacylglycerol (MAG), food pathogen microbes.


(5)

ASRIANI. Kajian Efek Sinergi Antimikroba Campuran Metabolit Bakteri Asam Laktat dan Monoasilgliserol Minyak Kelapa Terhadap Mikroba Patogen Pangan. Dibawah bimbingan BETTYSRI LAKSMI JENIE, SEDARNAWATI YASNI dan IDWAN SUDIRMAN.

Efek sinergi suatu senyawa antimikroba didefinisikan sebagai efek yang dihasilkan oleh campuran dari dua jenis atau lebih antimikroba yang akan memberikan pengaruh yang lebih besar dari jumlah efek kumulatif campuran kedua antimikroba tersebut. Asam organik dan monolaurin telah dilaporkan memiliki sifat sinergi dalam penggunaannya sebagai bahan antimikroba dalam bahan pangan. Bakteri asam laktat merupakan salah satu jenis bakteri yang dikenal sebagai penghasil asam organik terutama asam laktat, sedangkan monoasilgliserol dari minyak kelapa diketahui memiliki sifat antibakteri dan antikapang karena mengandung asam-asam lemak rantai pendek dan menengah terutama asam laurat.

Kajian efek sinergi antimikroba campuran metabolit BAL dan MAG minyak kelapa telah dilakukan dengan menggunakan enam isolat BAL, yaitu: Lb. brevis, Lb. acidophilus, Lb. plantarum pi28a, Lb. plantarum sa28k, Lb. plantarum kik dan Lb. coryneformis. Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk memperoleh BAL yang memiliki efek sinergi tertinggi dengan MAG minyak kelapa; (2) untuk memperoleh rasio optimal dari campuran metabolit BAL-MAG minyak kelapa dan MIC untuk uji bakteri; (3) untuk menguji stabilitas campuran metabolit BAL-MAG minyak kelapa terhadap perbedaan pH, pemanasan dan waktu, serta aplikasinya pada sistem pangan tahu.

Isolat bakteri asam laktat yang diseleksi adalah Lb. brevis, Lb. acidophilus, Lb. plantarum pi28a, Lb. plantarum sa28k, Lb. coryneformis dan Lb. plantarum kik. Pengujian aktivitas antibakteri dari campuran metabolit BAL-MAG minyak kelapa dilakukan terhadap 4 jenis bakteri yaitu Listeria monocytogenes, Bacillus cereus,

Salmonella Typhimurium, dan Escherichia coli serta Aspergillus flavus.

Seleksi BAL yang bersinergi dengan MAG minyak kelapa dan penentuan rasio metabolit BAL-MAG dilakukan dengan menggunakan metode difusi sumur, sedangkan penentuan nilai MIC dilakukan dengan metode kontak. Pengamatan terhadap mekanisme kerja dari campuran metabolit BAL-MAG minyak kelapa terhadap kebocoran protein dan asam nukleat dengan spektrofotometer, kebocoran ion Ca2+ dan ion K+ dengan AAS (Atomic Absorption Spektrofotometer), serta morfologi sel dengan SEM (Scanning Electron Microscope). Pengujian stabilitas campuran metabolit BAL-MAG minyak kelapa dilakukan pada pH 4, 5, 6, dan 7 serta suhu 80, 100 dan 121 oC selama 10, 20 dan 30 menit dengan metode difusi sumur. Aplikasi terhadap sistem pangan tahu dilakukan dengan perendaman pada konsentrasi 2 dan 4 MIC.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari ke enam isolat BAL yang diteliti ditemukan satu isolat BAL yang bersinergi kuat dengan MAG minyak kelapa, yaitu Lb. plantarum kik dengan rasio campuran metabolit BAL-MAG minyak kelapa 5:3. Campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa mampu menghambat pertumbuhan semua bakteri yang diuji dengan aktivitas tertinggi diperoleh pada Listeria


(6)

2,5% dan 3% berturut-turut untuk L. monocytogenes, B. cereus, S. Typhimurium dan E. coli. Campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa juga menunjukkan sinergi aktivitas antikapang yang cukup baik dengan mereduksi berat miselia Aspergillus flavus sebesar (0,86-2,75 mg/ml) dari pada penggunaan secara tunggal (0,35-1,54 mg/ml) pada konsentrasi 5-20%.

Semakin tinggi konsentrasi campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa maka kebocoran sel makin parah, dimana kebocoran protein lebih tinggi dari pada asam nukleat. Demikian halnya dengan kebocoran ion Ca2+ lebih besar dari pada ion K+. Pengamatan dengan SEM menunjukkan metabolit Lb. plantarum kik -MAG minyak kelapa menyebabkan perubahan morfologi sel Listeria monocytogenes dan Salmonella

Typhimurium pada tingkat kerusakan yang bervariasi, seperti terjadinya pembengkakan sel diikuti dengan pengkerutan pada sel L. monocytogenes dan terhambatnya gangguan pada pembentukan septa dan terbentuknya lubang pada permukaan sel S.Typhimurium

Stabilitas dari campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa dipengaruhi oleh pH, dan pemanasan. Aktivitas antibakteri pada pH 4-7 cukup stabil kecuali pada penggunaan tunggal dari metabolit Lb. plantarum kik, yaitu pada pH 7 tidak menunjukkan aktivitas antibakteri.

Campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa masih menunjukkan aktivitas antibakteri pada pemanasan 75 dan 100 oC selama 10, 20 dan 30 menit, sedangkan pada suhu 121 oC aktivitas antibakteri hanya diperlihatkan selama pemanasan 10 menit baik terhadap penggunaan tunggal dari metabolit Lb. plantarum kik dan MAG minyak kelapa maupun campurannya. Aplikasi metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa pada tahu sebagai model sistem pangan dengan konsentrasi 2 MIC mampu bertahan selama 4 hari dibandingkan kontrol (1 hari), sedangkan pada konsentrasi 4 MIC dapat bertahan selama 6 hari pada suhu ruang dengan sifat organoleptik (warna, bau dan tekstur) yang masih diterima oleh panelis.

Kata kunci : Efek sinergi antimikroba, bakteri asam laktat (BAL), monoasilgliserol (MAG), mikroba patogen pangan.


(7)

PRAKATA ...

DAFTAR TABEL……….

DAFTAR GAMBAR ………

DAFTAR LAMPIRAN……….

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang ...……… Tujuan Penelitian ………... Manfaat Penelitian..……… Hipotesis ………

2 TINJAUAN PUSTAKA

Bakteri Asam Laktat………... Metabolit Hasil Produksi Bakteri Asam Laktat ....………. Monoasilgliserol……….. Sifat Antimikroba Monoasilgliserol Minyak Kelapa……….. Mikroba Patogen pada Bahan Pangan ………... Mekanisme Kerja Senyawa Antimikroba………... Daftar Pustaka ……… ………...

3 METODOLOGI UMUM

Tempat dan Waktu ……….……….... Bahan dan Alat ……....………... Metodologi Penelitian ...………...…….. Daftar Pustaka.………

4 EFEK SINERGI ANTIBAKTERI BEBERAPA CAMPURAN METABOLIT BAL DENGAN M AG MINYAK KELAPA

DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Listeria

monocytogenes

Abstrak ..………. Pendahuluan ………… ..………. Metodologi ... Hasil dan Pe mbahasan….………... Kesimpulan……….……….... ix xv xvi xix 1 4 4 5 6 7 10 11 16 19 24 29 29 30 40 42 42 44 46 59


(8)

5 AKTIVITAS ANTIMIKROBA CAMPURAN METABOLIT Lb.plantarum kik-MAG MINYAK KELAPA TERHADAP MIKROBA PATOGEN PANGAN

Abstrak……….... Pendahuluan……….... Metodologi ... Hasil dan Pembahasan……… Kesimpulan………..…... Daftar Pustaka………...

6 MEKANISME KERJA ANTIBAKTERI CAMPURAN

METABOLIT Lb. plantarum kik-MAG MINYAK KELAPA TERHADAP BAKTERI PATOGEN PANGAN

Abstrak……… Pendahuluan ………... Metodologi……….. Hasil dan Pembahasan… ……… Kesimpulan………... Daftar Pustaka………...

7 STABILITAS AKTIVITAS ANTIMIKROBA METABOLIT Lb. plantarum kik-MAG MINYAK KELAPA SERTA APLIKASINYA PADA PRODUK TAHU

Abstrak ………... Pendahuluan……… Metodologi……….. Hasil dan Pembahasan……… Kesimpulan ……… Daftar Pustaka……….

8 PEMBAHASAN UMUM ………...

9 KESIMPULAN DAN SARAN UMUM ...

DAFTAR PUSTAKA...

LAMPIRAN………..… ...

62 62 64 67 77 78 81 81 82 85 98 98 101 101 102 105 118 118 121 130 132 134


(9)

2.1

2.2

2.3 2.4

4.1

4.2

5.1

Aktivitas antibakteri dari monolaurin dan bahan pengawet pangan lainnya………..……… Aktivitas antikapang dari monolaurin dan bahan pengawet pangan lain...………... Komposisi asam lemak beberapa jenis minyak nabati ... Penurunan massa sel (%) kapang dan khamir pada beberapa jenis antimikroba pada konsentrasi 1%... Kandungan asam-asam organik (%) berbagai metabolit isolat BAL hasil pengujian dengan HPLC ... Diameter penghambatan dari beberapa metabolit BAL pada pH Supernatan dan pH supernatan yang dinetralkan ... Kandungan asam-asam lemak pada MAG minyak kelapa serta campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa ...

12

12 13

15

55

56

69


(10)

Hal am an2 .1 2.2 3.1 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 5.1 5.2 5.3 5.4 6.1a 6.1b (Garbutt 1997)... Struktur dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif (Kightley R, 2006)…………... Bagan alir pelaksanaan penelitian ... Diameter penghambatan MAG minyak kelapa dalam berbagai konsentrasi alkohol ... Diameter penghambatan penggunaan tunggal metabolit (1) coryneformis; (2) sa28k; (3) MAG; (4) pi28a; (5) kik; (6) acidophilus; (7) brevis terhadap L. monocytogenes ... Diameter penghambatan penggunaan campuran metabolit (1) kik+MAG; (2) pi28a+MAG; (3) coryneformis + MAG; (4) acidophilus + MAG; (5) sa28k + MAG; (6) brevis + MAG terhadap L. monocytogenes ... Aktivitas antibakteri MAG minyak kelapa dan metabolit BAL serta Campuran metabolit BAL-MAG minyak kelapa terhadap L. monocytogenes ... Aktivitas antibakteri campuran metabolit Lb.plantarum kik- MAG minyak kelapa pada berbagai rasio terhadap L.monocytogenes…… Aktivitas antibakteri campuran metabolit Lb.plantarum kik-MAG terhadap beberapa bakteri patogen ... Diameter penghambatan campuran metabolit Lb.plantarum kik-MAG terhadap (A) L.monocytogenes; (B) B.cereus; (C) E.coli dan (D) S.Typhimurium ... Nilai MIC metabolit Lb.plantarum kik-MAG minyak kelapa terhadap beberapa bakteri patogen ... Berat kering miselia kapang Aspergillus flavus (mg/ml) yang diberi metabolit Lb. plantarum kik,MAG dan campuran metabolit

Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa ... Pengaruh dosis campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa terhadap kebocoran protein (280 nm) dan asam nukleat (260 nm) dari sel L. monocytogenes ... Pengaruh dosis campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa terhadap kebocoran protein (280 nm) dan asam nukleat (260 nm) dari sel B. cereus ... Pengaruh dosis campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa terhadap kebocoran protein (280 nm) dan asam nukleat (260 nm) dari sel S. Typhimurium ...

9 21 31 47 49 49 50 51 68 71 72 76 86 87 87


(11)

6.2a 6.2b 6.2c 6.3a 6.3b 6.3c 6.4a 6.4b 6.4c 7.1a 7.1b 7.1c 7.2a 7.2b 7.2c 7.3

Pengaruh dosis campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa terhadap kebocoran ion-ion logam dari sel B. cereus ... Pengaruh dosis campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa terhadap kebocoran ion-ion logam dari sel S. Typhimurium... Bentuk sel normal L. monocytogenes (20.000 X)... Pengaruh campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG pada dosis 1 MIC terhadap morfologi sel L. monocytogenes (20000X) .. Pengaruh campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG Minyak kelapa pada konsentrasi 2 MIC terhadap morfologi sel L. monocytogenes (20.000X) ... Bentuk sel normal S. Typhimurium (15.000 X) ... Pengaruh campuran metabolit BAL-MAG pada dosis 1 MIC terhadap morfologi sel S. Typhimurium (15.000X) ... Pengaruh campuran metabolit BAL-MAG pada dosis 2 MIC terhadap morfologi sel Salmonela Typhimurium(15.000X) ... Pengaruh pH terhadap aktivitas antibakteri campuran metabolit

Lb. Plantarum kik-MAG minyak kelapa ... Pengaruh pH terhadap aktivitas antibakteri metabolit Lb. plantarum kik... Pengaruh pH terhadap aktivitas antibakteri MAG minyak kelapa ... Pengaruh suhu dan lama pemanasan terhadap aktivitas antibakteri campuran metabolit Lb.plantarum kik -MAG minyak kelapa ... Pengaruh suhu (oC) dan lama pemanasan terhadap aktivitas antibakteri metabolit Lb. plantarum kik ... Pengaruh suhu dan lama pemanasan terhadap aktivitas antibakteri MAG minyak kelapa ... Pengaruh konsentrasi campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa pada berbagai MIC terhadap penurunan total mikroba (log CFU/g) pada tahu yang disimpan sampai hari ke-6 ... Pengaruh konsentrasi campuran metabolit Lb. plantarum kik- MAG minyak kelapa pada berbagai MIC terhadap skor panelis terhadap warna tahu yang disimpan sampai hari ke-6 ... Pengaruh konsentrasi campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa pada berbagai MIC terhadap skor

91 92 93 94 94 96 97 97 106 108 109 111 112 112 114 116


(12)

7.4b

7.4c

Pengaruh konsentrasi campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa pada berbagai MIC terhadap skor penerimaan panelis tekstur tahu yang di simpan sampai hari ke 6 ..


(13)

Kesadaran masyarakat terhadap kesehatan semakin meningkat sementara masyarakat dihadapkan pada tuntutan kebutuhan pangan yang praktis, mudah diolah, siap saji dan tahan lama tanpa bahan pengawet sintetik, serta tetap bermutu dan aman dikonsumsi. Oleh karena itu diperlukan penerapan teknologi rintangan (hurdle) dengan menggunakan bahan pengawet alami.

Bakteri asam laktat (BAL) telah diketahui menghasilkan senyawa antimikroba berupa asam organik (asam laktat, asam asetat, asam format) diasetil, hidrogen peroksida, karbon dioksida dan bakteriosin. Berbagai jenis BAL yang bersifat antimikroba telah berhasil diisolasi dari berbagai jenis makanan Indonesia diantaranya Lie (1996); Idawati (1996); Solihati (1996) dan Jenie et al. (2000) .

Potensi BAL sebagai bahan pengawet pangan nabati maupun hewani telah diteliti oleh beberapa peneliti. Jenie et al. ( 2000) melaporkan bahwa penggunaan BAL pada ikan peda kering mampu mereduksi pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus sebesar tiga unit log (log cycle). Smith et al. (2005) melaporkan kemampuan dari bakteri asam laktat dalam mereduksi E. coli O157:H7 sebesar 2,5 unit log dan Salmonella 3 unit log pada daging sapi selama penyimpanan 12 hari pada suhu penyimpanan 5 oC. Selanjutnya dijelaskan bahwa efek penghambatan dari BAL disebabkan adanya produksi asam organik, hidrogen peroksida maupun bakteriosin yang semuanya diketahui memiliki efek antimikroba.

BAL selain diketahui memiliki sifat antibakteri yang cukup luas juga memiliki sifat antikapang. Sifat antikapang BAL tersebut oleh beberapa peneliti dilaporkan terdapat dalam suspensi BAL, sedangkan dalam supernatan pada konsentrasi tertentu sifat antikapang tersebut tidak terlihat. Hal ini dilaporkan oleh Gourama dan Bullerman (1995) bahwa suspensi sel BAL (L. acidophilus, L. bulgaricus dan L. plantarum) mampu menghambat pertumbuhan kapang dan produksi aflatoksin Aspergillus flavus, sedangkan supernatan bebas selnya tidak mampu menghambat pertumbuhan kapang, tetapi mampu menghambat produksi aflatoksin. Akan tetapi hasil penelitian Cabo et al. (2002) tidak menemukan adanya


(14)

efek penghambatan dari L. acidopihilus; Lactobacillus delbrueki subsp. Lactis dan

Lactococcus lactis subsp. lactis terhadap kapang P. commune dan P. roqueforti. Dengan demikian potensi BAL sebagai antikapang umumnya lebih rendah dari sifat antibakterinya. Hal lain yang juga masih menjadi kendala di dalam penggunaan asam organik dari BAL ini adalah rasanya yang asam sehingga akan membatasi aplikasinya pada bahan-bahan pangan. Salah satu upaya untuk mengatasi hal ini, adalah dengan mengkombinasikan metabolit BAL sebagai sumber asam organik dengan antimikroba lain yang juga bersifat sebagai antimikroba alami (antibakteri dan antikapang) seperti monoasilglisero l (MAG) dari minyak kelapa. Dengan cara ini diharapkan tidak hanya rasa asam dari metabolit BAL tersebut dapat direduksi tetapi juga aktivitas antimikrobanya menjadi efektif, dan peluang penggunaan antimikroba alami menjadi luas.

Selain itu, penggunaan MAG minyak kelapa dan metabolit BAL sebagai senyawa antimikroba akan menguntungkan karena akan diperoleh senyawa antimikroba yang relatif aman serta mudah diperoleh, dan secara organoleptik dapat diterima.

Monoasilgliserol (MAG) minyak kelapa yang pada awalnya hanya dikenal sebagai bahan pengemulsi pangan ternyata dapat berperan sebagai bahan pengawet pangan dan sifat ini tidak dimiliki oleh MAG dari minyak nabati lain (Wang et al. 1993). Perbedaan ini terutama oleh adanya asam lemak jenuh rantai pendek dan menengah, sedangkan minyak nabati lain didominasi oleh asam lemak tidak jenuh dan asam lemak jenuh rantai panjang. Jenis MAG minyak kelapa yang telah ditemukan bersifat antimikroba khususnya untuk bakteri dan kapang adalah monolaurin, monokaprilin, monokaprat, monomeristin dan monoasilgliserol.

Outara et al. (1998) melaporkan bahwa penggunaan monolaurin menunjukkan penghambatan yang besar terhadap L. curvatus, B. thermosphacta

dan L. sake (Gram positif), sedangkan terhadap bakteri P. flourescens, E. coli dan

S. Typhimurium (Gram negatif), tidak menunjukkan penghambatan sampai dengan konsentrasi 2500 µg/ml. Hal yang sama juga ditemukan oleh Lee et al. (2002) menggunakan gliserol laurat diperoleh penghambatan yang tinggi terhadap B. cereus dan S. aureus, sedangkan terhadap E. coli O:157:O7 dan S. enteritidis tidak menunjukkan aktivitas penghambatan sampai pada pemberian konsentrasi 1000 ppm. Kabara (1993) melaporkan bahwa monokaprilin dan monolaurin memiliki

Fo r m a t t e d : English ( U. S. )

Fo r m a t t e d : Sw edish ( Sw eden)

Fo r m a t t e d : Fon t color: Au t o, Sw edish ( Sw eden)


(15)

kemampuan yang lebih besar dalam menghambat pertumbuhan bakteri, kapang dan khamir dibanding dengan asam sorbat yang merupakan asam organik dan banyak digunakan sebagai pengawet pangan.

Monolaurin dalam bahan pangan diduga kuat memiliki efek sinergi dengan asam-asam organik seperti asam atau garam laktat, asam atau garam sitrat maupun asam atau garam sorbat. Hal ini didasarkan pada penelitian Oh dan Marshall (1994) yang menemukan penurunan jumlah sel L. monocytogenes sebesar 0,5 unit log yang diberi monolaurin sebesar 0,72 mM dan 1 unit log pada pemberian 1,44 mM asam laktat. Bila monolaurin dan asam laktat dicampur mampu menurunkan sebesar 2 unit log pada produk udang yang disimpan pada suhu refrigerator 4 oC selama penyimpanan 20 hari. Efek sinergi dari asam organik dengan monolaurin dijelaskan oleh Blaszyk et al. (1998) disebabkan oleh kemampuan dari asam organik (asam lemah) dalam merusak atau mengganggu kestabilan dinding sel dan diperkuat oleh monolaurin yang mampu mempengaruhi struktur membran sel, kondisi ini yang menyebabkan sel lisis dan akhirnya mempercepat kematian sel mikroba. Selanjutnya dijelaskan Davidson dan Branen (1994) bahwa asam organik dan monolaurin secara bersama-sama merusak membran dengan memperbesar pori membran, hal ini akan meningkatkan efektivitas dari monolaurin dalam mengganggu aktivitas enzim-enzim terutama yang berperan dalam respirasi akibatnya ATP tidak terbentuk dan pada gilirannya sel mengalami lisis yang diikuti dengan kematian sel.

Efek sinergi antimikroba monolaurin dengan asam organik telah dilaporkan oleh peneliti sebelumnya, namun belum ditemukan publikasi yang melaporkan efek sinergi dari asam-asam organik maupun minyak atsiri dengan MAG minyak kelapa. Campuran metabolit BAL dan MAG minyak kelapa diharapkan dapat melengkapi sifat antimikroba, baik monolaurin sebagai komponen utama dari MAG minyak kelapa yang diketahui memiliki aktivitas tinggi terhadap bakteri Gram positif dan kapang sedangkan asam organik dari supernatan metabolit BAL terhadap Gram negatif serta rasa asam yang menjadi faktor pembatas dalam penggunaannya sebagai bahan pengawet pangan .


(16)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menyeleksi beberapa isolat bakteri asam laktat yang mempunyai kemampuan bersinergi dengan monoasilgliserol minyak kelapa dan penentuan rasio metabolit BAL-MAG minyak kelapa yang maksimum dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen (L. monocytogenes).

2. Mempelajari aktivitas campuran metabolit BAL-MAG minyak kelapa terhadap berbagai mikroba patogen dan penentuan nilai MIC (Minimum Inhibition Concentration) terhadap bakteri L. monocytogenes, B. cereus, E. coli dan S. Typhimurium.

3. Mengkaji mekanisme kerja antibakteri campuran metabolit BAL-MAG melalui pengamatan kebocoran sel bakteri dan perubahan morfologi sel menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope).

4. Menentukan stabilitas antibakteri campuran metabolit BAL-MAG terhadap pH, pemanasan dan sistem pangan.

Manfaat Penelitian

Secara umum manfaat penelitian ini adalah dalam rangka pengembangan ilmu pangan terutama dalam bidang mikrobiologi pangan, dan secara khusus penelitian ini dilaksanakan untuk memperoleh informasi ilmiah tentang efek sinergi dari metabolit beberapa bakteri asam laktat dengan monoasilgliserol minyak kelapa dan aktivitasnya terhadap mikroba patogen guna meningkatan keamanan pangan serta me mperoleh bahan pengawet alami sebagai pengganti bahan antimikroba sintetik yang diketahui dapat menimbulkan berbagai masalah terutama di bidang kesehatan.


(17)

Hipotesis

1. Campuran metabolit BAL – MAG minyak kelapa akan memberikan efek sinergi dalam mengh ambat pertumbuhan bakteri uji.

2. Efek sinergi campuran metabolit BAL dengan MAG minyak kelapa akan meningkat dengan meningkatnya rasio campuran metabolit BAL-MAG dan mencapai maksimum atau mendekati maksimum pada rasio campuran metabolit BAL-MAG minyak ke lapa yang sesuai.

3. Aktivitas antimikroba campuran metabolit BAL-MAG minyak kelapa berbeda untuk setiap jenis mikroba.

4. Campuran metabolit BAL-MAG minyak kelapa menyebabkan kebocoran protein dan asam nukleat serta menimbulkan perubahan morfologi pada sel bakteri patogen.

5. Stabilitas antibakteri campuran metabolit BAL-MAG dipengaruhi oleh pH, pemanasan dan sistem pangan.


(18)

Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat (BAL) erat kaitannya dengan proses fermentasi pangan, dan saat ini telah berkembang dalam industri fermentasi pangan. Stiles dan Holzapel (1997) menyatakan bahwa bakteri asam laktat (BAL) memiliki sifat Gram positif, tidak membentuk spora dan dapat berbentuk koki, kokobasili atau batang. Pada umumnya bakteri asam laktat bersifat katalase negatif, non motil atau sedikit motil, mikroaerofilik sampai anaerob, toleran terhadap asam, kemoorganotrofik dan membutuhkan suhu mesofilik (Salminen dan Von Wright 2004 ). Lebih lanjut dinyatakan oleh Jay (1996) bakteri asam laktat bersifat mesofilik dan termofilik, beberapa dapat tumbuh pada suhu 5 oC dan tertinggi 45 oC, dapat bertahan pada pH 3,2 dan pada pH yang lebih tinggi 9,6, beberapa hanya dapat tumbuh pada kisaran pH yang sempit (pH 4,0–4,5). Bakteri ini termasuk mikroorganisme GRAS (Generally Recognized as Safe) atau golongan mikroorganisme yang aman ditambahkan dalam makanan karena sifatnya tidak toksik dan tidak menghasilkan toksin, yang dikenal dengan sebutan “food grade microorganism“, yaitu mikroorganisme yang tidak beresiko terhadap kesehatan (Alakomi et al. 2000).

Peran utama bakteri asam laktat adalah sebagai kultur starter produk-produk yang melibatkan proses fermentasi untuk memperoleh produk akhir dengan tingkat konsistensi yang tinggi. Selain menghasilkan produk akhir yang konsisten, bakteri asam laktat ternyata juga memiliki efek mengawetkan pada produk fermentasi yang diinginkan. Untuk tujuan pengawetan, dibutuhkan produksi massa sel yang tinggi, tahan selama pembekuan dan pengeringan, serta stabil selama penyimpanan. Disamping itu kultur harus mampu tumbuh pesat, tidak rentan terhadap phage, toleran terhadap garam dan stabil secara genetika (Jenie et al. 1996b).

Pada dasarnya penggunaan bakteri asam laktat dalam makanan ditujukan untuk memperpanjang masa simpan, meningkatkan kualitas dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen dan pembusuk. Efek mengawetkan dan daya hambat dari bakteri asam laktat berkaitan dengan substansi antimikrobanya. Menurut Leverentz et al. (2006) bakteri asam laktat merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat digunakan dalam mengontrol pertumbuhan bakteri


(19)

patogen dalam bahan pangan karena mampu menurunkan pH dan menghasilkan bakteriosin.

Jenie et al. (2001) melaporkan bahwa bakteri asam laktat memiliki aktivitas antimikroba dengan memproduksi metabolit berupa produksi asam organik (asam laktat, asam format, dan asam asetat), diasetil, hidrogen peroksida, karbondioksida, bakteriosin dan juga komponen-komponen antimikroba yang bersifat antagonistik dengan spektrum yang luas terhadap mikroorganisme. Disamping itu Pitt et al. (2000) menyatakan bahwa selama proses fermentasi, bakteri asam laktat akan menghasilkan metabolit- metabolit yang menimbulkan perubahan rasa dan bentuk makanan serta menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan pembusuk.

Pembentukan asam pada produk metabolisme BAL akan menurunkan nilai pH, dan mengakibatkan mikroba patogen dan perusak yang umumnya tidak tahan suasana asam akan terhambat. Akumulasi produk akhir asam mengakibatkan turunnya pH dan akan menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif. Kultur bakteri asam laktat dapat diisolasi dari berbagai produk-produk bahan pangan seperti pada produk sayuran (pikel, sauerkraut, sawi asin), produk fermentasi ikan (peda, bekasam, kecap ikan, silase, terasi dan sebagainya ), produk-produk daging, dan produk susu (yoghurt, susu asam keju ). Berdasarkan cara kerjanya terhadap glukosa, BAL dibagi menjadi dua golongan, yaitu homofermentatif yang mampu memfermentasi glukosa menjadi asam laktat sebagai produk utamanya, dan pada kelompok heterofermentatif yang mampu memfermentasi glukosa menjadi asam laktat dan senyawa lain, seperti asam asetat, CO2, diasetil, bakteriosin dan etanol (Jay 1998).

Metabolit Hasil Produksi Bakteri Asam Laktat

Senyawa antimikroba merupakan senyawa kimia atau biologi yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba, dan senyawa tersebut sering digolongkan sebagai bahan pengawet. Bakteri asam laktat menghasilkan beberapa senyawa antimikroba. Senyawa antimikroba ini ada yang bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang dan khamir) dan fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang dan khamir).


(20)

Komponen senyawa antimikroba yang terdapat dalam BAL disamping berfungsi sebagai antibakteri juga berfungsi sebagai antimikotik. Menurut Gourama dan Bullerman (1995) sifat antimikotik ini disebabkan oleh adanya senyawa polipeptida dan metabolit dari bakteri asam laktat dengan berat molekul rendah yang dapat menghambat pertumbuhan kapang serta dapat pula menghambat sintesis aflatoksin. Jenis kapang yang dapat dihambat adalah Aspergillus parasiticus, A.

fumigatus, Rhizopus sp dan lain–lain. Stilles et al. (2002) dalam Magnusson (2003)

menemukan adanya efek penghambatan dari Lactobacillus sanfrancisco CBI yang menghasilkan metabolit yang mengandung asam propionat, asam butirat dan valerat terhadap beberapa jenis kapang diantaranya Penicillium spp, Aspergillus

spp, Fusarium spp, dan Monilla spp. Cabo et al. (2002) melaporkan temuannya

bahwa bakteri asam laktat dari L. plantarum dan L. casei subsp. casei sangat efektif dalam menghambat P. commune dan P. roqueforti dan kurang efektif terhadap

Aspergillus parasiticus, Aspergillus flavus dan Fusarium avenaceum tetapi dapat

mengendalikan produksi aflatoksin dari Aspergillus flavus.

Efektivitas antimikroba dalam mengawetkan bahan makanan adalah dengan cara mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme atau secara langsung memusnahkan seluruh atau sebagian mikroorganisme (Brannen dan Davidson 1993). Frazier et al. (1987) mengemukakan bahwa kemampuan suatu senyawa antimikroba di dalam menghambat atau membunuh mikroba sangat ditentukan oleh (1) konsentrasi senyawa antimikroba, (2) jenis, jumlah, umur dan latar belakang kehidupan mikroorganisme, (3) Suhu dan waktu kontak, serta (4) sifat fisik dan kimia media (pH, kadar air, jenis dan jumlah zat terlarut).

Asam Organik Produk Metabolit BAL

Asam-asam organik yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat mengakibatkan akumulasi produk akhir asam dan penurunan pH yang akan menghambat pertumbuhan bakteri baik Gram positif maupun bakteri Gram negatif. Aktivitas asam-asam lipofilik seperti asam laktat dan asetat dalam bentuk tidak terdisosiasi dapat menembus sel mikroba, dan pada pH intraseluler yang lebih tinggi, berdisosiasi menghasilkan ion- ion hidrogen dan mengganggu fungsi metabolit esensial seperti translokasi substrat dan fosforilasi oksidatif, dengan demikian mereduksi pH intraseluler (Cabo et al. 2002). Hal yang sama juga


(21)

dinyatakan oleh Jenie et al. (1996a) bahwa efek penghambatan dari asam organik terutama berasal dari jumlah asam yang tidak terdisosiasi. Asam lipofilik seperti asam laktat dan asam asetat dalam bentuk tidak terdisosiasi dapat menembus sel mikroba. Stratford (2000) menyatakan asam lemah dapat menurunkan pH sitoplasma, mempengaruhi struktur membran dan fluiditasnya serta mengkelat ion-ion dinding sel bakteri. Penurunan pH sitoplasma akan mempengaruhi protein struktural sel, enzim-enzim, asam nukleat dan fosfolipid membran (Davidson dan Branen 1994).

Mekanisme asam lemah (asam organik) dalam menginaktivasi sel bakteri dapat dilihat pada Gambar 2.1. Hanya molekul asam lemah yang tidak bermuatan (HA) dapat masuk melalui membran plasma. Anion (A- ) dan proton (H+) akan terbentuk di dalam sel, selanjutnya proton yang berlebih di dalam sitoplasma akan dikeluarkan oleh enzim ATP-ase yang terdapat pada membran (Garbutt 1997).

pH internal berubah, protein sel dan DNA terganggu R-COOH kondisi internal R-COOH- + H+

RCOO- + H+ RCOO- + H+ sel membran tidak dapat

(Bentuk tidak terurai masuk) (ditembus dalam bentuk terurai)

Gambar 2.1. Mekanisme asam lemah (organik) dalam menginaktivasi bakteri (Garbutt 1997)

Beberapa penelitian telah melaporkan efek penghambatan dari berbagai asam organik terhadap mikroba patogen atau perusak, diantaranya adalah Bloom et al. (1997) yang menyatakan bahwa penggunaan asam organik berupa 2,5% asam laktat dan 0,25% asam asetat pada penyimpanan suhu rendah mampu memperpanjang masa simpan dari daging babi panggang hingga 5 minggu. Penelitian lain juga telah dilaporkan oleh Castilo et al. (2001) yang menggunakan


(22)

larutan asam laktat pada konsentrasi 4% (volume 500 ml) dengan cara menyemprotkan pada karkas sapi ternyata efektif dalam mereduksi mikroba patogen, yakni koliform dan E. coli. Pitt et al. (2000) melaporkan hasil temuannya yang menggunakan berbagai jenis asam organik produksi bakteri asam laktat pada susu pasteurisasi yang mampu menghambat pertumbuhan Listeria monocytogenes.

Monoasilgliserol

Monoasilgliserol merupakan suatu emulsifier yang bersifat non ionik dan tidak terlalu berpengaruh (tidak sensitif) terhadap suasana asam. Sifat emulsifier pada monoasilgliserol disebabkan oleh monoasilgliserol memiliki dua gugus bersifat polar dan satu gugus bersifat non polar atau mengandung gugus hidrofilik dan hidrofobik (Igoe dan Hui 1996). Dalam industri pangan monoasilgliserol digunakan sebagai surfaktan, emulsifier pada pengolahan margarin, mentega kacang, puding, roti, biskuit dan kue-kue kering yang mengandung lemak. Twillman dan White (1988) melaporkan bahwa monoasilgliserol dapat memperbaiki tekstur adonan roti dan juga memperpanjang masa simpan tortila jagung. Monoasilgliserol dalam adonan akan bereaksi dengan amilopektin membentuk senyawa kompleks yang berperan memperbaiki tekstur roti serta memperpanjang masa simpan dari roti (Hasenhuetti dan Hartel 1997). Monoasilgliserol terbentuk dari reaksi antara asam lemak dengan gliserol atau gliserol dengan triasilgliserol (minyak/lemak), sedangkan mono dan diasilgliserol terbentuk dari reaksi antara gliserol dengan triasilgliserol (minyak). Reaksi tersebut dikenal dengan nama reaksi gliserolisis. Reaksi ini dapat berlangsung dengan adanya katalis alkali (gliserolisis cara kimia) maupun dengan biokatalis lipase (gliserolisis cara enzimatik). Gliserolisis cara enzimatik mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan gliserolisis cara kimia. Kelebihan tersebut antara lain reaksi berlangsung pada suhu relatif rendah, hasil samping yang rendah dan produk reaksi dikelompokkan sebagai produk alami dalam arti aman untuk dikonsumsi (Siswohutomo et al. 2002).

Rendemen monoasilgliserol yang terbentuk tergantung pada jenis minyak, sumber lipase, perbandingan antara minyak dan gliserol, atau pH substrat. Penggunaan lipase dengan jumlah yang sama pada pembuatan monoasilgliserol dari minyak kelapa dan lemak susu menghasilkan rendemen yang berbeda, rendemen monoasilgliserol dari minyak kelapa diatas 70 persen sedangkan dari


(23)

lemak susu tidak lebih dari 60 persen (August 2000). Hasil penelitian Mappiratu (1999) menemukan produksi monoasilgliserol minyak kelapa untuk produksi antimikroba mencapai maksimum pada kisaran rasio gliserol : minyak : dedak : heksana sebesar 0,3 : 0,75 : 2,5 :10 (b/b/b/v), dengan suhu reaksi 37 oC, pH 7, waktu reaksi 72 jam.

Sifat Antimikroba Monoasilgliserol Minyak Kelapa

Monoasilgliserol (MAG) minyak kelapa mempunyai peluang yang cukup tinggi untuk digunakan sebagai bahan pengawet pangan, sebab monoasilgliserol minyak kelapa mempunyai sifat antimikroba yang tidak dimiliki oleh MAG dari minyak nabati lain. Beberapa peneliti melaporkan bahwa MAG tertentu mempunyai kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri gram positif, yeast, virus, fungi dan sel tumor. Menur ut Blaszyk et al. (1998) monolaurin sangat efektif terhadap bakteri Gram positif dan jamur, tetapi tidak efektif terhadap bakteri Gram negatif. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Ouattara (1997) tentang pengaruh monolaurin terhadap bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa efek penghambatan hanya terjadi pada bakteri Gram positif. Hasil penelitian Mappiratu (1999) menunjukkan diameter zona penghambatan monoasilgliserol terhadap bakteri Gram positif lebih tinggi dari pada bakteri Gram negatif, dan terhadap khamir dan kapang zona penghambatannya lebih rendah.

Beuchat (1980) melakukan suatu pengujian dengan membandingkan aktivitas antibakteri dari monolaurin dengan natrium benzoat dan asam sorbat menggunakan Vibrio parahaemoliticus sebagai bakteri penguji. Hasil pengujian menunjukkan bahwa monolaurin lebih aktif dibandingkan dengan natrium benzoat dan asam sorbat. Fenomena ini sejalan dengan pernyataan Branen dan Davidson (1993) bahwa ester monoasilgliserol dalam bentuk monolaurin dan monokaprin memiliki daya antibakteri yang kuat terhadap B. cereus, S. aureus dan B. subtilis

dengan nilai MIC sekitar 17-123 µg/ml. Jika dibandingkan dengan asam sorbat, daya antibakteri tersebut lebih tinggi dengan nilai MIC pada asam sorbat sebesar 4000 µg/ml. Secara rinci nilai MIC untuk bakteri uji tertera pada Tabel 2.1, sedangkan untuk nilai MIC kapang dan khamir tertera pada Tabel 2.2.


(24)

Tabel 2.1. Aktivitas antibakteri monolaurin dan bahan pengawet pangan lainya

Antib akteri

Konsentrasi minimum yang menghambat bakteri (µg/ml)

Bacillus cereus Bacillus subtilis Staphylococcus

aureus

Sukrosa dikaprilin 74 74 148

Monokaprin (MC 10) 123 123 123

Monolaurin (MC 12) 17 17 17

Butil-p- hidroksi benzoat 400 200 200

Asam sorbat 4000 4000 4000

Sumber : Branen dan Davidson (1993).

Tabel 2.2. Aktivitas antikapang monolaurin dan bahan pengawet pangan lain

Antibakteri

Konsentrasi minimum yang menghambat kapang dan khamir (µg/ml)

Aspergillus

niger Candida utilis

Saccharomyces Cerevisiae

Monokaprin (MC 10) 123 123 123

Monolaurin (MC 12) 137 69 137

Butil-p- hidroksi benzoat 200 200 200

Asam sorbat 1000 1000 1000

Asam dehidroasetat 100 200 200

Sumber : Branen dan Davidson ( 1993).

Monolaurin dapat menghambat produksi aflatoksin dari A. flavus dan A.

parasiticus pada perbandingan konsentrasi asam sorbat 1000 ppm, dan monolaurin

750 ppm (Chipley et al. 1981). Hal ini menunjukkan bahwa monolaurin lebih efektif dibandingkan dengan asam sorbat. Asam sorbat merupakan jenis bahan pengawet yang umumnya digunakan sebagai antibakteri dan antikapang.

Menurut Oh dan Marshall (1994) monolaurin termasuk komponen utama monoasilgliserol minyak kelapa dan mempunyai aktivitas antimikroba dengan spektrum luas mencakup bakteri Gram positif, khamir dan kapang serta sebagian Gram negatif. Monolaurin merupakan antimikroba yang aman dan dianggap paling


(25)

efektif diantara turunan asam lemak. Asam lemak monoasilgliserol minyak kelapa termasuk jenis asam lemak jenuh rantai pendek dan menengah (C8-C14). Asam lemak rantai pendek dan menengah dari monoasilgliserol tersebut berperan sebagai antimikroba (Wang et al. 1993).

Tabel 2.3. Komposisi asam lemak beberapa jenis minyak nabati

Jenis minyak Persen mol asam lemak bebas beratom karbon

8:1 10:0 12:0 14:0 16:0 18:0 18;1 18;2 18:3 Kelapa 7,6 7,3 48,2 16,6 8,0 3,8 5,0 2,5 - Sawit - - 0,1 12 46,8 3,8 37,6 10,0 - Kacang kedele - - - 0,1 46,8 3,8 37,6 10,0 8,3 Biji kapas - - - 0,1 10,5 3,2 22,3 54,5 -

Jagung - - - - 11,5 2,2 26,6 58,7 0,8

Kacang tanah - - - - 11,0 2,3 51,0 30,9 -

Zaitun - - - - 16,9 1,7 59,1 22,8 8,2

Biji lobak - - - - 4,3 1,7 59,1 22,8 8,2 Dedak padi - - - 0,49 13,8 - 43,6 23,6 1,2

Sumber : Salunke et al. (1992)

Selain itu, monolaurin dan monokaprin juga dilaporkan mempunyai aktivitas antimikroba yang banyak digunakan dalam produksi makanan dan kosmetika (August 2000). Nair et al. (2005) melaporkan temuannya terhadap penggunaan monokaprilin pada jus apel yang disimpan pada suhu 4 dan 23 oC selama 14 dan 21 hari efektif memb unuh bakteri E. coli O157:H7. Lebih lanjut dinyatakan bahwa penyimpanan pada suhu 23 oC lebih efektif dibanding dengan suhu 4 oC, baik pada penyimpanan 14 hari maupun pada penyimpanan 21 hari.

Mekanisme aktivitas antibakterial monoasilgliserol minyak kelapa belum diketahui dengan pasti, namun monoasilgliserol yang bersifat lipofilik ini memungkinkan untuk menembus membran plasma dan menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam produksi energi dan transport nutrien. Monolaurin menyebabkan kerusakan yang ekstensif pada membran dengan cara merusak protein ekstraseluler, asam nukleat dan menurunkan aktivitas enzim tertentu. Mekanisme kerja dari monogliserida dan asam lemak telah diteliti oleh Davidson


(26)

dan Branen (1994). Pengaruh dari asam lemak dan mono gliserida terhadap sistim oksidasi NADH2 memiliki kesamaan. Aktivitas sistem ini menurun 50% dengan

menggunakan 0,64 nmol asam lemak atau 0,14 nmol monogliserol per gram protein. Pengaruh dari kedua kelompok lipid ini terhadap respirasi seluler dan penelitian mengenai efek penghambatan monogliserida terhadap beberapa sistem enzim menunjukkan bahwa monogliserida hanya bekerja pada sisi oksigen pada gugus flavin dari NADH2 dehidrogenase, sedangkan asam lemak merupakan

penghambatan kurang spesifik yang bekerja pada beberapa sisi.

Antimikroba monolaurin mempunyai efek sinergi dengan bahan pengawet pangan lain, seperti asam sitrat, asam atau garam laktat dan asam atau garam sorbat. Davidson dan Branen (1994) melaporkan bahwa penggunaan campuran monolaurin denga n kalsium laktat meningkatkan waktu simpan kamaboko (pasta ikan) dari 6 hari menjadi 20 hari. Catsara et al. (1987) melaporkan bahwa penggunaan laurilak (campuran monolaurin dengan asam laktat ) sebanyak 500 ppm dalam daging sapi giling dapat mereduksi total koloni Salmonella

typhymurium dari 2,47 x 105 CFU/gram menjadi kurang dari 102 CFU/gram.

Selanjutnya Unda et al. (1991) melaporkan bahwa monolaurin dan natrium laktat sangat efektif menghambat pertumbuhan bakteri anerobik pada suhu tinggi, dan menurutnya kombinasi laktat dan monolaurin sangat potensial mengontrol

Clostridia dan Listeria pada produk daging sapi dalam mikrowave. Hal yang sama

dilaporkan oleh Blaszyk et al. (1998) yang menggunakan monolaurin dan asam sitrat maupun garam sitrat, campuran monolaurin dan asam/garam sitrat tersebut ternyata mampu menghambat pertumbuhan dari L. monocytogenes dan E. coli pada daging. Selain itu menurut Liskar dan Poster (1982) monolaurin lebih efektif menghambat pertumbuhan kapang dan khamir bila dicampur denga n asam sorbat. Penurunan massa sel (%) kapang dan khamir pada beberapa jenis antimikroba disajikan pada Tabel 2.4.


(27)

Tabel 2.4. Penurunan massa sel (%) kapang dan khamir pada beberapa jenis antimikroba pada konsentrasi 1 %.

Kapang dan khamir

Laurisidin

plus F Laurisidin

Asam

sorbat Lauribik

Asam propionat Pythium

elongatum 100,0 10,0 100,0 100,0 100,0

Phytophthora

citrophthora 100,0 41,2 100,0 100,0 100,0

Muco

circinelloides 100,0 30,5 94,3 100,0 78,7

Rhizopus

stolonifer 100,0 10,1 100,0 100,0 100,0

Aspergillus

flavus 100,0 28,6 83,5 100,0 79,9

Aspergillus

ochraccus 100,0 21,1 73,5 100,0 84,1

Aspergillus

niger 100,0 40,3 100,0 100,0 97,6

Penicillium

digitetum 100,0 39,3 100,0 100,0 100,0

P. patulum 100,0 18,9 75,2 100,0 65,7

Fusarium

graminearum 100,0 20,1 100,0 100,0 100,0

S. cerevisiae 100,0 26,5 100,0 100,0 23,2

Candida

albicans 100,0 17,5 100,0 100,0 11,7

Rhodotorola

mucilanginosa 100,0 98,0 100,0 100,0 100,0

Sporobolomuces

sp 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Sclerotium

rolfsii 100,0 63,3 100,0 100,0 100,0

Rhizoctonia

solani 100,0 54,9 98,2 100,0 100,0

Sumber : Liskar dan Poster (1982).

Temuan-temuan tersebut di atas menunjukkan bahwa monolaurin bersifat sinergi dengan asam-asam organik. Efek sinergi dari campuran mo nolaurin dan asam sitrat (asam organik) dijelaskan oleh Blaszyk et al. (1998) karena berbagai mekanisme yang bervariasi, seperti monolaurin dapat mempengaruhi struktur


(28)

membran sel sedangkan asam sitrat (asam organik) bersifat merusak atau mengganggu kestabilan zat pelindung dari dinding sel, yaitu lipopolisakarida (LPS).

Mikroba Patogen pada Bahan Pangan

Aspek mikrobiologis pada bahan pangan memiliki peranan yang cukup penting karena bahan pangan dapat merupakan salah satu sumber timbulnya suatu penyakit. Gangguan terhadap kesehatan yang diakibatkan oleh makanan khususnya gangguan pada saluran pencernaan yang berkaitan dengan konsumsi pangan diklasifikasikan sebagai penyakit yang disebabkan melalui rantai makanan (Food

borne desease).

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan diklasifikasikan ke dalam dua kelompok: (a) infeksi yang disebabkan oleh pertumbuhan patogen dari patogen yang terbawa oleh makanan; dan (b) infeksi yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri patogen dengan makanan sebagai media kultur untuk pertumbuhannya hingga mencapai jumlah yang memadai untuk menimbulkan infeksi bagi yang mengkonsumsi makanan tersebut, misalnya infeksi

Salmonella spp, Listeria monocytogenes dan E. coli (Frazier et al. 1987 ).

Penerapan suatu senyawa antimikroba pada bahan pangan memerlukan pengujian terlebih dahulu, karena aktivitas suatu bahan antimikroba berbeda-beda dan sangat dipengaruhi oleh komponen yang ada pada senyawa tersebut, serta jenis mikroba ujinya. Mikroba- mikroba tersebut dapat digolongkan ke dalam bakteri dan kapang yang bersifat patogen, yang akan dihambat pertumbuhannya dengan senyawa antimikroba dari metabolit BAL-MAG.

Mikroba pembentuk spora

Bacillus cereus merupakan salah satu kelompok pembentuk spora yang

penyebarannya sangat luas dan dapat menyebabkan infeksi baik pada manusia maupun pada hewan. Bakteri ini berbentuk batang, bersifat aerob sampai aerob fakultatif, katalase positip dan kebanyakan bersifat gram positif. Suhu pertumbuhan minimum 4-5 oC, pertumbuhan maksimum pada suhu 48-50 oC dengan suhu optimal 30-45 oC, dan tumbuh pada pH antara 4,9-9,3 (Granum dan Baird-Parker 2000). Bahan pangan yang terkontaminasi B. cereus selain menimbulkan kerusakan pada bahan pangan juga dapat bersifat patogen pada manusia, yaitu dapat


(29)

menyebabkan septikemia dan meningitis dengan waktu inkubasi 0,5-5 jam (Ryu et al. 2005).

Berdasarkan sifat patogenik, bakteri dibagi ke dalam tiga kelompok (Ryu et al. 2005), yaitu: (1) galur penyebab diare (memproduksi toksin piogenik) dengan gejala mual- mual, keram perut, diare dan kadang-kadang muntah setelah inkubasi selama 8-6 jam; (2) galur penyebab muntah (memproduksi toksin emetik) dengan gejala mual- mual dan muntah setelah inkubasi 1-6 jam (rata-rata 2-5 jam) dan (3) tidak memproduksi enterotoksin.

Keberadaan bakteri di dalam tubuh manusia perlu diwaspadai, karena masyarakat Indonesia seringkali menyimpan makanan matang tanpa perlakuan khusus atau memasak tanpa pemanasan suhu yang tinggi. Hal ini dapat menimbulkan kerusakan terhadap makanan tersebut terutama karena tercemar oleh

B. cereus.

Bakteri Gram Negatif

Escherechia coli merupakan bakteri patogen Gram negatif, oksidase negatif

berbentuk batang dengan ukuran 1,1-1,5 µm x 2-6 µm, dan bersifat motil karena adanya flagella. Bakteri ini banyak menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia dan merupakan flora normal yang terdapat pada saluran pencernaan manusia dan hewan, dan umumnya ditemukan pada daging giling dan produk olahan sejenisnya. Suhu pertumbuhan berada dalam kisaran yang luas, mulai dari 1-45 oC, sehingga kemungkinan pangan tercemar oleh bakteri ini sangat besar jika penanganannya kurang memadai. Berdasarkan gejala dan karakteristik penyakit yang ditimbulkan, E. coli dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu

Enteroaggregative E. coli (EaggEC), Enterohemorrhagic E. coli (EHEC),

Enteroinvasive E. coli (EIEC), Enteropathogenic E. coli (EPEC), dan

Enterotoxigenic E. coli (ETEC).

E. coli sangat sensitif terhadap panas dan dapat diaktifkan pada suhu

pasteurisasi atau selama pemasakan makanan (Supardi dan Sukamto 1999). Kontaminasi bakteri ini pada makanan biasanya berasal dari kontaminasi air yang digunakan. Dosis yang dapat menimbulkan gejala infeksi E. coli pada makanan berkisar antara 106-109 sel. Bahan makanan yang sering terkontaminasi oleh E. coli antara lain daging babi, daging ayam, ikan, telur dan olahannya serta makanan hasil laut lainnya.


(30)

Salmonella sp juga merupakan kelompok bakteri Gram negatif dan merupakan bakteri patogen yang tidak diperkenankan ada dalam produk – produk pangan. Bakteri ini dapat tumbuh pada kisaran suhu 5-45 oC, dengan suhu optimum 37 oC, meskipun dapat tumbuh pada suhu di bawah 10 oC, dengan pH optimum 6,5-7,5. Salmonella memiliki ketahanan panas yang tinggi pada pH 5,5 dan aw rendah

(Portilo 2000). Salmonella dibagi menjadi 3 spesies yaitu S. Typhi, S. enterica dan

S. enteritidis. Salmonella Typhimurium merupakan spesies Salmonella enterica

serovar Typhimurium (D, Aost 2000). Bakteri ini dapat menimbulkan infeksi, dan

jika tertelan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut salmonellosis. Infeksi ini berakibat fatal, terutama jika menyerang bayi. Oleh sebab itu infeksi Salmonella pada makanan mendapat perhatian yang serius, karena bakteri ini seringkali menimbulkan penyakit terutama di negara-negara industri.

Bakteri Gram Positif

Listeria monocytogenes merupakan bakteri patogen pada manusia dan

seringkali ditemukan pada bahan pangan segar meskipun disimpan pada suhu rendah, seperti buah melon dan beberapa jenis buah lainnya maupun sayuran ditemukan telah terkontaminasi dengan L. monocytogenes selama penyimpanan pada suhu rendah (Leverentz et al. 2006). Bakteri ini berbentuk batang, berukuran panjang 0,5-2,0 µm, diameter 0,4-0,5 µm, mempunyai flagella (motil positif) yang bersifat anerobik fakultatif, dan memproduksi asam dan dekstrosa atau maltosa (tanpa gas). Kisaran suhu pertumbuhan L. monocytogenes antara 1-45 oC dengan suhu optimum 30 – 37 oC, namun dapat pula tumbuh pada suhu 2,5-44 oC dan bersifat fermentatif (Fardiaz 1989).

Keberadaan bakteri ini dalam bahan pangan perlu menjadi perhatian penting terutama dalam industri pengolahan pangan termasuk produk-produk olahan daging dan unggas (Ming et al. 1997). Berdasarkan laporan hasil penelitian diketahui bahwa bakteri ini dapat tumbuh pada suhu 0 oC, dan dapat hidup pada suhu 37 oC selama 15 hari pada substrat yang mengandung NaCL 10,5% atau 10 hari pada substrat NaCl 13% atau 5 hari pada substrat NaCl 20% pada suhu 4 oC. Oleh karena itu jumlah bakteri ini dalam bahan pangan harus dikendalikan dan tidak diperkenankan berada pada bahan pangan lebih dari satu sel per gram bahan. L.

monocytogenes dapat direduksi pertumbuhannya sebesar 1,5 unit log dengan


(31)

Kapang Aspergillus flavus

A. flavus merupakan salah satu jenis kapang yang mudah ditemukan di

mana-mana, baik di udara, air maupun di tanah, dan tumbuh pada bahan pangan maupun pakan, seperti pada jagung, beras dan kacang tanah (Moreau dan Moss 1997).

A. flavus tumbuh pada kelembaban relatif 82-85% dengan suhu minimum

10-12 oC, suhu maksimum 43-48 oC dan suhu optimum pertumbuhan sekitar 33 oC. Pertumbuhan A. flavus mencakup kisaran pH yang sangat luas, yaitu dari 2,1-11,2, dengan pH optimum pertumbuhan 3,4-10 dan aktivitas air (aw) sekitar 0,78-0,84

(Pitt dan Hocking 1996). Pertumbuhan optimum A. flavus pada kadar air 15-30%.

A. flavus merupakan penghasil utama aflatoksin, yang merupakan

mikotoksin terpenting dalam penyimpanan makanan. Aflatoksin merupakan kelompok metabolit sekunder yang terbentuk setelah fase logaritmik pertumbuhan kapang A. flavus pada suhu antara 7,5-40 oC dengan suhu optimum 24-28 oC. Menurut Jay (1996), pembentukan aflatoksin pada kacang tanah terjadi pada aw

optimum 0,93-0,98, RH 83% atau lebih tinggi pada suhu 30 oC dan pH 5,5-7,0. Toksin ini bersifat akut dan kronis terhadap hewan dan manusia. Sebagai contoh, dari tahun 1991-1996 tidak kurang dari 17000 sampel jagung, kacang tanah, kedelai, gandum dan rempah-rempah di Asia Tenggara dilaporkan telah banyak terkontaminasi Aspergillus flavus (Pitt dan Hocking 1996).

Mekanisme Kerja Senyawa Antimikroba

Kemampuan suatu senyawa antimikroba dalam menghambat pertumbuhan mikroba merupakan suatu kriteria yang penting dalam pemilihan suatu senyawa antimikroba yang berfungsi sebagai bahan pengawet. Semakin kuat efek penghambatannya semakin efektif digunakan. Suatu senyawa dikatakan bersifat antimikroba karena dapat menimbulkan kerusakan pada sel mikroba yang akhirnya akan menimbulkan kematian. Kerusakan yang ditimbulkan ini ada yang bersifat mikrosidal (kerusakan tetap) atau mikrostatik (kerusakan yang dapat kembali). Sifat kerusakan tergantung pada konsentrasi komponen dan kultur yang digunakan (Bloomfield 1991).

Mekanisme kerusakan sel akibat senyawa antimikroba secara umum telah diketahui, tetapi mekanisme dari gabungan asam-asam organik dan


(32)

monoasilgliserol belum diketahui secara pasti. Namun dapat diasumsikan bahwa baik asam organik maupun monoasilgliserol dapat menimbulkan kerusakan terhadap mikroba dengan mekanisme yang hampir sama dengan mekanisme antimikroba secara umum.

Secara umum mekanisme kerja dari suatu senyawa antimikroba dapat dilakukan melalui mekanisme yang berbeda, yaitu: (1) mengganggu atau merusak komponen penyusun dinding sel, (2) bereaksi dengan membran sel yang menyebabkan peningkatan permeabilitas seluler, (3) inaktivasi enzim-enzim esensial dan (4) destruksi atau inaktivasi fungsi dari materi genetik (Brannen dan Davidson 1993). Terjadinya penghambatan senyawa antimikroba terhadap sel-sel mikroba disebabkan oleh adanya pelekatan senyawa antimikroba pada permukaan sel mikroba atau adanya difusi dari senyawa antimikroba tersebut ke dalam sel (Fardiaz et al. 1989).

Gangguan pada Komponen Penyusun Dinding Sel

Unit dasar dari dinding sel bakteri disusun oleh peptidoglikan yang secara mekanis memberikan ketegaran pada sel bakteri, disamping sebagai dasar membran sitoplasma. Peptidoglikan tersebut terdiri dari turunan gula, yaitu asam N-asetilglukosamin dan N-asetilmuramat serta asam amino L-alanin, alanin, D-glutamat, dan lisin. Struktur dinding sel bakteri Gram positif mengandung 90% peptidoglikan serta lapisan tipis asam teikoat dan asam teikuronat yang bermuatan negatif, struktur sel pada bakteri Gram negatif memiliki komponen dinding sel 5-10% peptidoglikan, selebihnya terdiri dari protein, lipoprotein dan lipopolisakarida. Dinding sel bakteri Gram negatif lebih kompleks dibandingkan Gram positif (Gambar 2.4). Perbedaan utama terletak pada lapisan membran luar, yang meliputi lipopolisakarida (Madigan et al. 2003). Kehadiran membran ini menyebabkan dinding sel bakteri Gram negatif kaya kandungan lipida (11-22%). Membran tersebut tidak hanya terdiri dari fosfolipida saja seperti pada membran plasma tetapi juga mengandung lipida lainnya, seperti polisakarida dan protein. Lipida dan polisakarida ini berhubungan erat dan membentuk struktur khas yang disebut lipopolisakarida (LPS).


(33)

Lipopolisakarida ini terikat satu sama lain dengan kation divalent Ca2+ dan Mg2+ (Murray et al. 1998).

a) Bakteri Gram positif b) Bakteri Gram negatif Gambar 2.2. Struktur dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif

(Russel Kightley, 2006)

Membran luar bakteri Gram negatif mempunyai peranan sebagai barrier masuknya senyawa-senyawa yang tidak dibutuhkan sel, diantaranya bakteriosin, enzim dan senyawa yang bersifat hidrofobik (Alakomi et al. 2000). Dalam upaya untuk mencapai sasaran, senyawa antimikroba dapat menembus LPS dari dinding sel tersebut. Molekul- molekul yang bersifat hidrofilik lebih mudah melewati LPS dibandingkan dengan yang bersifat hidrofobik. Bakteri Gram positif, tidak mempunyai LPS, sehingga fungsi penghalangnya tidak ada dan molekul senyawa antimikroba yang bersifat hidrofilik dan hidrofobik dapat melewatinya (Best 1999). Bakteri Gram negatif mempunyai sisi hidrofilik, yaitu karboksil, asam amino dan hidroksil. Asam-asam organik seperti asam sitrat, asam malat, asam tartrat dan asam laktat dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif dengan mengkelat kation divalen Ca2+ dan Mg2+. Ketika kedua kation tersebut terlepas dari membran luar maka senyawa antimikroba akan lebih mudah masuk ke dalam sel (Stratford 2000).


(34)

Penghambatan senyawa antimikroba merupakan kemampuan suatu senyawa antimikroba untuk mempengaruhi dinding sel mikroba (Ultee et al. 2000). Menurut Kabara (1993) asam-asam lemak terutama asam laurat dapat menghambat enzim yang terlibat pada produksi energi dan pembentukan komponen struktural sehingga pembentukan dinding sel bakteri terganggu.

Mekanisme kerusakan dinding sel dapat disebabkan oleh adanya akumulasi komponen lipofilik yang terdapat pada dinding sel atau membran sel, sehingga menyebabkan perubahan komposisi penyusun dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa antibakteri dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi. Pada pH rendah asam organik maupun asam lemak yang terdapat dalam metabolit BAL-MAG minyak kelapa kebanyakan berbentuk tidak terdisosiasi, dan adanya gugus hidrofobik sehingga dapat mengikat daerah hidrofobik membran protein serta melarut baik pada fase lipid dari membran bakteri.

Umumnya senyawa antimikroba yang menghambat sintesis peptidoglikan karena kemampuan dari senyawa tersebut dalam menghambat enzim- enzim yang berperan dalam pembentukan peptidoglikan, seperti karboksipeptidase, endopeptidase dan transpeptidase. Jika aktivitas enzim-enzim tersebut dihambat oleh senyawa antibakteri maka sifat enzim autolitik sebagai regulator hilang dan enzim tidak mampu mengendalikan aktivitasnya sehingga dinding sel tersebut akan mengalami degradasi (Murray et al. 1998).

Bereaksi dengan membran sel

Senyawa antimikroba dapat mengganggu dan mempengaruhi integritas membran sitoplasma, yang dapat mengakibatkan kebocoran materi intraseluler, seperti asam lemak pada monoasilgliserol yang dapat mengakibatkan gangguan pada permeabilitas membran, yang ditandai dengan terjadinya peningkatan permeabilitas membran sebagai akibat adanya perubahan komposisi fosfolipid. Kondisi ini menyebabkan monoasilgliserol lebih mudah menembus membran sel dan akhirnya terjadi kebocoran sel, yang diikuti dengan keluarnya materi intraseluler.

Sel bakteri dikelilingi oleh struktur kaku yang disebut dinding sel, yang melindungi membran sitoplasma, baik osmotik maupun mekanik. Setiap zat yang mampu merusak dinding sel atau mencegah sintesisnya, akan menyebabkan


(35)

terbentuknya sel-sel yang peka terhadap osmotik. Adanya tekanan osmotik dalam sel bakteri akan menyebabkan terjadinya lisis, yang merupakan dasar efek bakterisidal pada bakteri yang peka (Setiabudy 2000).

Kebocoran membran sitoplasma dapat pula terjadi karena asam-asam organik. Asam organik yang tidak terdisosiasi mampu menembus dinding sel dan mengganggu permeabilitas membran. Selain itu setelah berada dalam sitoplasma akan terdisosiasi menghasilkan proton, dan proton yang berlebihan akan menyebababkan keseimbangan terganggu. Gangguan tersebut berakibat pada berkurangnya energi sel untuk pertumbuhan karena dialihkan untuk menyeimbangkan proton, dan juga akan mengganggu transport asam amino dan gula.

Menginaktifkan Enzim Esensial

Komponen antibakteri dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme dengan cara mengganggu aktivitas enzim-enzim metaboliknya. Beberapa senyawa antibakteri yang diketahui dapat menginaktivasi enzim seperti asam benzoat, asam lemak, sulfit dan nitrit. Nitrit dapat menghambat sistem enzim fosfat dehidrogenase, sehingga mengakibatkan reduksi ATP dan ekskresi piruvat dalam bakteri S. aureus. Asam benzoat dapat menghambat aktivitas a-ketoglutarat dehidrogenase dan suksinat dehidrogenase. Hal ini akan menghambat konversi a-ketoglutarat menjadi suksinil Co-A dan suksinat menjadi fumarat.

Kim et al. (1995) mengemukakan bahwa senyawa antimikroba dapat

merusak sistim metabolisme di dalam sel dengan cara menghambat sintesis protein bakteri dan menghambat kerja enzim intraseluler. Sistem enzim yang terpengaruh akan mengakibatkan gangguan pada produksi energi penyusun sel dan sintesis komponen secara struktural. Selain itu asam-asam lemak mampu bereaksi dengan enzim dehidrogenase dan akan mengakibatkan hilangnya aktivitas enzim tersebut. Gangguan aktivitas enzim dapat terjadi pada saat mikroba mensintesis asam dihidrofolat dari p-aminobenzoat (Davidson dan Branen 1994).

Menginaktifkan fungsi material genetik

Umumnya suatu senyawa antimikroba yang akan menghambat sintesis protein yang mampu mengikat ribosom. Sebagaimana diketahui bahwa sintesis protein merupakan hasil akhir dari proses transkripsi dan proses translasi. Jika


(36)

senyawa antimikroba menghambat salah satu dari kedua proses tersebut maka sintesis protein akan terhambat (Best 1999). Menurut Leive (1979) dalam Rahayu (1999) penghambatan sintesis DNA dapat disebabkan oleh adanya penghambatan proses transkripsi ikatan RNA polimerase, seperti yang diakibatkan aktinomisin atau rifamisin. Kondisi ini dapat mengakibatkan terhambatnya pembentukan komponen penyusun asam nukleat, yaitu purin-pirimidin nukleotida, dan polimerisasi pembentukan asam nukleat akan terganggu pula. Gangguan ini dapat menyebabkan penghambatan pada pertumbuhan sel yang dapat berlanjut pada kematian sel. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Kim et al. (1995) bahwa suatu senyawa yang bersifat antimikroba dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (DNA dan RNA), sehingga transfer informasi genetik akan terganggu. Hal ini disebabkan karena senyawa antimikroba akan menghambat aktivitas enzim RNA polimerase dan DNA polimerase, yang selanjutnya dapat menginaktivasi atau merusak materi genetik sehingga mengganggu proses pembelahan sel untuk pembiakan.

DAFTAR PUSTAKA

Alakomi HL, Skytta E, Saarela M, Mattila-Sandholm T. 2000. Lactic acid permeabilizes Gram- negatif bacteria by disrupting the outer membrane. J.

Appl. Environ. Microbiol. 66:2001-2005.

August EG. 2000. Kajia n Penggunaan Lipase Amobil dari Aspergillus niger pada Pembuatan Monoasilgliserol yang Bersifat Antibakteri dari Minyak Kelapa. Thesis Program Pascasarjana I P B. Bogor.

Bautista DA, Hill AR, Griffiths MW. 1993. An all natural approach to preserve cottage cheese. Modern Dairy 72 (1):12-13.

Best GK. 1999. Antibacterial Chemotheraphy. http://pharminto.com/publ/msb/ Newdrgs.html. (18 Agustus 1999).

Blaszyk M, Holley RA. 1998. Interaction of monolaurin, eugenol and sodium citrace on growth of common meat spoilage and pathogenic organisms. Int.

J. of Food Microbiol. 39:175-183.

Blom H. 1997. Addition of 2,5% Lactate and 0,25% acetate control growth of

Listeria monocytogenes in vacuum-packed, sensory-acceptable servelat

sausage and cooked ham stored at 4 oC. Int. J. of Food Microbiol. 38:71-76. Bloomfield SF. 1991. Methods for Assessing Antimicrobial Activity. Di dalam:

Denyer S P, Hugo WB (ed). Mechanism of action of chemical biocides their


(37)

Brannen AL. 1993. Introduction to Use of Antimicrobials. Di dalam: Davidson PM, Branen AL (ed) Antimicrobial in Food. Marcel Dekker.New York.

Cabo ML, Braber AF, Koenreaad PM. 2002. Apparent antifungal activity of several lactic acid bacteria againts Penicillium discolor is due to acetic acid in the medium. J. of Food Protec. 65: 1309-1316.

Castilo A, Lucia LM, Mercado I, Acuff GR. 2001. In-plant evaluation of a lactic acid treatment for reductio n of bacteria on chilled beef carcasses. J. of Food

Protec, vol 64 no 5:738-740.

Chipley JR, Story LD, Todd PT. 1981. Inhibition of Aspergillus growth and extracellular aflatoxin accumulation by sorbic acid and derivative of fatty acid. J. Food Safety 3:109-120.

Cuesta M. 2000. Requirement of autolytic activity for bacteriocin- induced lysis.

Appl. and Env. Microbiology. 2000. p. 3174-3179.

Daeschei MA. 1989. Antimicrobial substances from lactic acid bacteria for use as food preservatives. Food Technology.

Davidson PM, Branen AL. 1994. Antimicrobials in Food. Marcel Dekker, New York.

D, Aost JY. 2000. Salmonella. Di dalam: Lund BM, Baird-Parker TC, Gould GW (ed). The Microbiological Safety and Quality of Food. Volume 3. Aspen Publisher Inc. Maryland.

Duxbury DD. 1986. Combination emulsifier/acidulant extend cheese seauce shelf life. Food Proc. 46(9): 38-39.

Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Depdikbud, Dirjen Dikti, PAU Pangan dan Gizi, IPB. Bogor.

Frazier WC, Westhof DC. 1987. Food Microbiology. McGraw Hill Publishing Iowa USA.

Garburtt J. 1997. Essentials of Food Microbiology. Arnold, London, Sydney, Auckland.

Gourama H, Bullerman B. 1995. Antimycotic and antiaflatoxigenik effect of lactic acid bacteria. J. of Food Protec. Vol. 57, No. 11: 1275-1280.

Granum PE, Baird – Parker TC. 2000. Bacillus species. Di dalam: Lund BM, Baird-Parker TC, Gould GW (ed). The Microbial Safety and Quality of

Food Vol II. Maryland: Aspen. Hlm 1029-1039.

Hasenhuetti G L, Hartel RW. 1997. Food Emulsifies and Their Applications. International Thomson Publishing. New York.

Hofvendahl K, Barebel H. 2000. Factor affecting the fermentative lactic acid production from renewable resources. Enzyme and Microbial Technology

26: 87-107.

Hugo WB, Russel AD. 1987. Pharmaceutical Microbiology. Blackwell Scientific Publication, Oxford.


(38)

Igoe RS, Hui YH 1996. Dictionary of Food Ingredient 3 rd ed Chapman and Hall, New York.

Indriyati W. 2004. Kajian Aktivitas Antimikroba Campuran Mono dan Diasilgliserol Hasil Pemanfaatan Destilat Asam Lemak Minyak Kelapa. Thesis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Jay JM.1996. Modern Food Microbiology 5th edition. Chapman and Hall, New York.

Jenie BSL.1996a. Peranan bakteri asam laktat sebagai pengawet hayati makanan.

J. Ilmu dan Teknol. Pangan. 1 (2):60 – 73.

Jenie BSL, Fardiaz S, Tandriarto N. 1996b. Produksi kultur kering Lactobacillus

plantarum dan aplikasinya pada pengawetan ikan lamuru. Seminar Permi,

11 – 13 November 1996.

Jenie BSL. 1999. Peranan Bakteri Asam Laktat Sebagai Pangawet Pangan Non Fermentasi. Materi Pengajaran Mata Kuliah Bioteknologi Bakteri Asam Laktat. Program Studi Ilmu Pangan Program Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Jenie BSL, Atifah N, Suliantari. 2001. Peningkatan keamanan dan mutu pindang ikan kembung (Rastellinger sp) dengan aplikasi kombinasi natrium asetat, bakteri asam laktat dan pengemasan Vakum. J. Ilmu dan Teknol. Pangan.

XII (1): 21 – 27.

Kabara JJ. 1993. Medium-Chain Fatty Acids and Esters. Di dalam: Davidson, P. M danA. L Branen (ed), Antimicrobial in Food 2nd ed. Marcel Dekker, New York.

Kanazawa A, Ikeda T dan Endo T. 1995. A novel approach to mode of action of cationic biocides morphological effect on antibacterial activity. J Appl

Bacteriol 78:55-60.

Kim JM, Marshall MR, Wei CI, 1995. Antibacterial activity in extracts of Camelia

japonica L. petals and its application to a model food system. J. Food

Protec. 1255-1260.

Leverentz B, et al. 2006. Biocontrol of the food-borne pathogens Listeria

monocytogenes and Salmonella enterica serovar poona on fresh-cut apples

with naturally occurring bacterial and yest antagonists. Appl. Environ.

Microbiol. 72 : 1135-1140.

Lisker N, Poster N. 1982. Antifungal activity of lauricidin and related compounds.

J. Food Safety 4:27-32.

Loessner M, Susane G, Sandra S, Siegfried S. 2003. A pediocin – producing

Lactobacillus plantarum strain inhibits Listeria monocytogenes in a

multispesies cheese surface microbial ripening consortium. App and Env.

Microbiol p. 1854-1857.

Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 2003. Brock Biology of Microorganisms. 10th Edition. Southern Illinois University Carbondale.


(39)

Magnusson J. 2003. Antifungal activity of lactic acid bacteria, Doctor’s dissertation, Departemen of Microbiology, Swedish University of Agricultural Science. Sweden.

Mappiratu. 1999. Penggunaan Biokatalis Dedak Kasar Dalam Biosintesis Antimikroba Monoasilgliserol Dari Minyak kelapa. Disertasi Program Pascasarjana IPB, Bogor.

Mappiratu. 2000. Pengaruh waktu reaksi alkoholisis terhadap rendemen dan aktivitas antimikroba etil ester minyak kelapa. Laporan Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu.

Mariani. N. 2001. Aplikasi bakteri asam laktat untuk meningkatkan keamanan dan umur simpan buah melon (Cucumis melo L.) olah minimal. Skripsi Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, IPB. Bogor.

Moreau C, Moss M. 1997. Mould, Toxin and Food. John Wiley and Sons. Chichester. New York. Brisbane.

Ming X, Weeber GH, Ayres JW, Sandine WE. 1997. Bacterio cin applied to food packaging materials to inhibit Listeria monocytogenes on meats. J. Food

Sci. 62:413-415.

Murray PR, Rosenthal KS, Kobayashi GS, Pfallerial MA. 1998. Medical

Microbiology. Third edition. Mosby. London.

Nair MKM, Aboelezz H, Hoagland T, Venkitanarayanan K. 2005. Antibacterial effect of monocaprylin on Escherichia coli O157:H7 in apple juice. J. of

Food Protec. Vol. 69. No. 9: 1895-1899.

Oh DH, Marshall DL. 1994. Enhanced inhibition of Listeria Monocytogenes by glycerol monolaurat with organic acid. J. Food Science 59 (6): 1258-1261. Ouattara B, Ronald ES, Richard AH, Gabriel JP, Andre B. 1997. Antibacterial

activity of fatty acids and essential oil against six meat spoilage organisms. Int. J. of Food Microbiol 37: 155-162.

Pitt WM, Terence JH, Ron RH. 2000. Behavior of Listeria monocytogenes in pasteurized milk during fermentation with lactic acid bacteria. J. of Food

Protec. Vol. 63. No. 7: 916-920.

Pitt JT, Hocking AD. 1996. Current knowledge if fungi and mycotoxins associated with food commodities in Southeast Asia. Canberra: The Australian Centre for International Agricultural Research.

Portillo FGD. 2000. Molecular and Celuler Biology of Salmonella Pathogenesis. Di dalam Cary JW, John El., deppak B. Microbial Foodborne Disease. Technomic Publishing Co., Pennsylvania.

Rahayu WP. 1999. Kajian aktivitas antimikroba ekstrak dan fraksi rimpang lengkuas (Alpina galanga L. Swarts) terhadap mikroba patogen dan perusak makanan. Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ryu JH, Kim H, Beuchat LR. 2005. Spore formation by Bacillus cereus in broth

as affected by temperatur, nutrien availability, and manganese. J. of Food


(40)

Salminen S, von Wright A. 2004. Lactic Acid Bacteria. Mercel Dekker Inc. New York.

Siswohutomo G. 2002. Upaya peningkatan kualitas dan daya guna limbah dedak padi melalui penerapan bioteknolgi. Laporan Hasil Penelitian Hibah Bersaing IX/2 Tahun Anggaran 2001/2002. Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu.

Stratford M. 2000. Traditional preservatives-organic acids. Di dalam: Robinson RK, Batt CA, Patel PD, editor. Encyclopedia of Food Microbiology.

Volume 1. Academic Press , London.

Stiles ME, Wilhelm H. 1997. Lactic acid bacteria of food and their current taxonomy. Int. J. of Food Microbiol. 36 : 1-19.

Sudirman I. 2002. Biologi Molekular Bakteriosin. Materi kuliah bioteknologi senyawa antimikroba, Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Supardi I, Sukamto. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Alumni, Bandung.

Twillman TJ, White PJ. 1988. Influence of monoglycerides on the textural shelf life and dough rheologi of corn tortillas. Cereal Chem. 65 (3) : 253 – 257. Unda JR, Molins RA, Walker HW. 1991. Clostridium sporogenes and Listeria

monocytogenes: Survival and inhibition in microwave-ready beef roasts

containing selected antimicrobials. J. Food Sci. 56:198-205.

Wang LL, Yang BK, Parkin KL, Johnson EA. 1993. Inhibition of Listeria

monocytogenes by monoacyglycerols synthesized from coconut oil and

milk fat by lipase-catalyzed glycerolysis. J. Agric. Food Chem. 41:1000-1005.

Zamfir. 1999. Purification and characterization of a bacteriocin produced by

Lactobacillus acidophilus IBB 801. J. Appl. Environ. Microbiol. 87:


(41)

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2004 sampai Pebruari 2006, yang dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan South East Asian Food and Agricultural Science and Technology Center (SEAFAST CENTER) IPB, Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta IPB Bogor, Laboratorium Naval Medicine Research Unit (NAMRU ) Jakarta, Laboratorium Elektron Mikroskop Biomaterial Fakultas MIPA, Universitas Indonesia, Jakarta

Bahan dan Alat Bahan

Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian mencakup monoasilgliserol (MAG) minyak kelapa yang diperoleh dari Laboratorium Agroindustri Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, dengan karakteristik sebagai berikut: MAG 65%, DAG 27%, FFA 1,5% dan TAG 6,5%. Kultur bakteri asam yang terdiri dari Lb.

plantarum, sa28k (sauerkraut), Lb. plantarum pi28a ( pikel), Lb. plantarum (kecap

ikan), Lb. coryneformis, dan Lb. brevis diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan - Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Gizi, Fateta - IPB, sedangkan Lb. acidophilus diperoleh dari PAU (Pusat Antar Universitas) Pangan dan Gizi - UGM. Mikroba uji yang digunakan untuk pengujian aktivitas antimikroba adalah Escherichia coli (ATCC 25922) yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan SEAFAST Center IPB, sedangkan Bacillus

cereus (FNCC 057), Listeria monocytogenes (FNCC 0156) dan kapang Aspergillus

flavus (FNCC 6109)diperoleh dari PAU (Pusat Antar Universitas) Pangan dan Gizi

UGM.

Media pertumbuhan mikroba yang digunakan adalah medium PDA (Potato Dextrose Agar), NA (Nutrien Agar) dan medium PDB (Potato Dextrose Broth) (semuanya diperoleh dari Difco). Media yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri asam laktat adalah MRS (de Mann Ragosa Agar,Oxoid), MRS modifikasi


(42)

(MRS + glukosa 2%, ekstrak khamir 2%, 1% tripton dan 1% tween). Bahan – bahan kimia yang digunakan adalah garam fisiologis (NaCl 0,85%), aquades, spiritus, alkohol 70% dan 98%, kristal violet dan minyak emersi serta buffer pH 4, 5, 6, dan 7.

Alat

Peralatan yang digunakan mencakup pompa vakum, oven analitik, vortex, autoklav, pH meter, neraca analitik, spektrofotometer, HPLC, GC, Scanning Elektron Mikroskop, sentrifus, cawan petri, coloni counter (alat hitung ), jarum ose, bunsen, pipet mikro, refrigerator, jangka sorong, inkubator, mikroskop, dan alat – alat gelas.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap (Gambar 3.1), meliputi (1) seleksi bakteri asam laktat (BAL) yang memiliki efek sinergis terhadap MAG minyak kelapa, penentuan komposisi metabolit BAL-MAG pada berbagai rasio metabolit BAL-MAG minyak kelapa yang memberikan penghambatan tertinggi terhadap bakteri uji, (2) penentuan aktivitas antimikroba dari metabolit BAL-MAG minyak kelapa, (3) penentuan mekanisme kerja senyawa antimikroba metabolit BAL-MAG minyak kelapa, serta (4) penentuan stabilitas senyawa antimikroba pada pH dan suhu dan lama pemanasan yang berbeda serta (5) aplikasi metabolit BAL-MAG terhadap sistem pangan (tahu).

Seleksi BAL yang Bersifat Sinergi dengan MAG Minyak Kelapa Persiapan kultur stok BAL (Jenie et al. 2000)

Isolat BAL yang terdiri dari: Lb. plantarum sa28k (isolat saur kraut), Lb.

plantarum pi28a (isolat pikel), Lb. Plantarum (isolat kecap ikan), Lb.

Coryneformis, Lb. acidophilus, Lb. brevis masing- masing dipindahkan ke dalam

MRS Broth lalu diinkubasi selama 2 hari. Selanjutnya satu ose kultur diinokulasikan ke media agar tegak semisolid MRSA yang ditambah 1% CaCO3

lalu diinkubasi selama 2 hari pada suhu 37 oC (kultur stok). Kultur stok disimpan dalam refrigerator bersuhu 4 oC.


(43)

dicampur

Jenis BAL terbaik

Rasio BAL-MAG terbaik

Gambar 3.1. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian

Isolat BAL:

1. Lb.plantarum sa28k 2. Lb.plantarum pi28a 3. Lb.plantarum kik 4. Lb.plantarum brevis 5. Lb.acidophilus

6. Lb.coryneformis

MAG minyak kelapa

Seleksi BAL yang bersinergi dengan MAG

Bakteri uji Listeria monocytogenes

Penentuan rasio BAL-MAG:

A) 40:1;B) 20:1;C)10:1;D) 5:1;E) 5:2; F) 5:2 G)5:3;H)5:4 dan I)5:5

Bakteri uji : Listeria monocytogenes

Aktivitas antimikroba:

Mikroba Uji :

L.monocytogenes; E.coli; S.Typhimurium; B.cereus;

Aspergillus flavus.

Mekanisme kerja antibakteri:

-kebocoran protein, asam nukleat,

kebocoran ion (Ca2+ dan K+) serta perubahan morfologi sel (SEM)

Stabilitas BAL - MAG : terhadap pH, suhu dan lama pemanasan

pH: 4,5,6 dan 7

Suhu : 75,100 dan 121oC selama 10,20 dan 30 menit.

Aplikasi BAL-MAG pada sistem pangan (tahu):

- TPC

- Masa simpan pada suhu ruang

Penentuan nilai MIC :

Bakteri uji : S.Typhimurium; E.coli; L.monocytogenes, B.cereus


(44)

Persiapan kultur mikroorganisme uji

Pengujian aktivitas antimikroba dari metabolit BAL-MAG minyak kelapa dilakukan terhadap 4 jenis bakteri dan 1 jenis kapang. Bakteri yang digunakan adalah bakteri Gram positif Listeria monocytogenes, bakteri pembentuk spora

Bacillus cereus, dan bakteri Gram negatif Salmonella Typhimurium, Eschericia

coli, dan kapang perusak pangan (A. flavus). Isolat bakteri dan kapang uji dibuka dari ampul secara aseptis kemudian ditambahkan NB untuk bakteri dan PDB untuk kapang sebanyak 1 ml sampai larut. Suspensi bakteri dan kapang dipipet dan dipindahkan dalam tabung lain yang berisi 5 ml NB dan 5 ml PDB selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 oC (bakteri) dan 25 oC (kapang) sampai terlihat adanya pertumbuhan. Setelah diamati adanya pertumbuhan, kultur digores dengan menggunakan ose pada NA untuk bakteri dan PDA untuk kapang (Fardiaz 1989). Kultur disimpan dalam NA dan PDA miring pada suhu 6 oC. Satu ose dari biakan agar miring diambil dan diinokulasikan ke dalam 10 ml NB dan 10 ml PDB kemudian diinkubasi kembali selama 24 jam pada suhu 37 oC (bakteri) dan 25 oC (kapang). Kultur ini yang selanjutnya digunakan pengujian antibakteri (Fardiaz 1989).

Persiapan kultur spora dilakukan sebagai berikut, kultur yang berumur 24 jam diinokulasikan sebanyak 1 ml ke dalam 10 ml NB, setelah itu diinkubasi selama 48 jam. Sebelum pengujian, dilakukan pemanasan spora pada suhu 80 oC selama 5 menit untuk menginaktivasi sel vegetatif. Konsentrasi spora yang digunakan sebanyak 106 CFU/ml (Fardiaz 1989).

Produksi metabolit BAL

Fermentasi untuk menghasilkan metabolit BAL berlangsung pada kondisi optimum, dan mengikuti cara Jenie et al. (2000) sebanyak 1-2 ose kultur BAL dari kultur stok masing- masing diinokulasikan ke dalam 10 ml MRS Broth, dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 2 hari (kultur induk). Sebanyak 4% (v/v) kultur induk tersebut dipindahkan ke dalam media MRS modifikasi (MRS ditambah 2% glukosa, 2% tripton dan 1% Tween 800) dan diinkubasi selama 2 hari pada suhu 37

o

C (kultur kerja). Sebelum digunakan, media MRS modifikasi disterilisasi pada suhu 121 oC selama 20 menit.


(45)

Produk fermentasi dipisahkan dari massa sel dengan pemusingan yang berlangsung pada 10.000 ppm selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk dipisahkan dari endapan, melalui penyaringan yang menggunakan membran milipore 0,22 µm secara aseptik sehingga diperoleh supernatan bebas sel.

Supernatan yang dihasilkan juga ditentukan pHnya, serta komposisi asam-asam organik dalam metabolit BAL dengan HPLC.

Penentuan aktivitas antibakteri campuran BAL-MAG dengan metode sumur (Carson dan Riley 1995)

Dari seleksi BAL akan diperoleh satu jenis isolat BAL yang bersinergi terbaik dengan MAG minyak kelapa. Supernatan BAL dicampur dengan MAG minyak kelapa dengan volume yang sama (1:1). Campuran yang dihasilkan selanjutnya diuji aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi sumur (Carson dan Riley 1995).

Penentuan Rasio Metabolit BAL-MAG Minyak Kelapa.

Untuk mengetahui metabolit BAL-MAG minyak kelapa yang optimum dalam menghambat pertumbuhan bakteri, dilakukan uji pada berbagai rasio metabolit BAL-MAG terhadap L. monocytogenes. Rasio metabolit BAL-MAG yang diujikan terdiri atas: 40:1 (A); 20:1 (B); 10:1 (C); 5:1 (D); 5:2 (E); 5: (F); 5:4 (G), dan 5:5 (H). Aktivitas penghambatan masing- masing terhadap bakteri uji diamati menggunakan metode difusi sumur (Carson dan Riley 1995). Rasio campuran metabolit BAL-MAG minyak kelapa yang memberikan daya penghambatan maksimum, akan digunakan untuk penelitian tahap selanjutnya.

Aktivitas Antimikroba Rasio Metabolit BAL-MAG Terpilih

Pengujian aktivitas antimikroba dari rasio BAL-MAG terbaik dari hasil penelitian sebelumnya dilakukan terhadap 4 jenis bakteri, yaitu E. coli (bakteri Gram negatif), S. Typhimurium (bakteri Gram negatif), L.monocytogenes (bakteri Gram positif), B. cereus (bakteri pembentuk spora) dan kapang A. flavus (kapang perusak pangan). Pengujian aktivitas antibakteri dengan metode sumur (Carson dan Riley, 1995), sedangkan terhadap kapang dilakukan denganmetode uji kontak melalui pengukuran berat miselia (Parish dan Davidson, 1993).


(46)

Penentuan aktivitas antibakteri dari rasio BAL-MAG terpilih (Carson dan Riley, 1995)

Sebanyak 25 ml Nutrien agar (NA) yang mengandung bakteri uji dari akhir fase pertumbuhan yang berjumlah 106 CFU/ml dituang ke cawan petri, kemudian dibiarkan memadat. Setelah agak keras dibuat sumur dengan diameter 6 mm. Selanjutnya ke dalam sumur dimasukkan 60 µ l campuran metabolit BAL-MAG minyak kelapa dan diinkubasi selama 24 jam. Aktivitas antibakteri diukur berdasarkan diameter zona bening di sekitar sumur.

Pengujian aktivitas antikapang metabolit BAL-MAG (Parish dan Davidson, 1993)

Uji aktivitas antikapang metabolit BAL-MAG terhadap kapang penguji A.

flavus menggunakan metode kontak. Suspensi spora kapang dengan konsentrasi

106 CFU/ml diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam 25 ml media PDB steril secara aseptik. Metabolit BAL-MAG pada berbagai konsentrasi (0, 5, 10, 15 dan 20%) dimasukkan ke dalam media, dan diinkubasi pada inkubator bergoyang agitasi 100 rpm pada suhu ruang selama 48 jam. Massa sel kapang yang tumbuh setelah 48 jam dipisahkan dengan penyaringan vakum menggunakan corong Buchner, kemudian dikeringkan dalam oven suhu 100 oC sampai beratnya tetap. Sebagai kontrol adalah perlakuan tanpa penambahan metabolit BAL-MAG minyak kelapa. Jumlah reduksi masa sel kapang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Masa sel kontrol – Masa sel metabolit BAL-MAG Reduksi masa sel =

Masa sel kontrol

Penentuan nilai MIC

Penentuan nilai MIC dimaksudkan untuk mengetahui konsentrasi terendah antimikroba metabolit BAL-MAG yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji. Penentuan nilai MIC dilakukan menggunakan metode Bloomfield (1991) dengan memplotkan antara ln konsentrasi antimikroba pada sumbu X dengan nilai kuadrat zona penghambatan (Z2) pada sumbu Y.


(1)

164

Lampiran 22. Kromatogram Asam Organik dalam metabolit Beberapa Isolat Bakteri Asam Laktat

A

A

B C

Keterangan :

A.Standar asam organik dalam metabolit bakteri asam laktat

B.Kandungan asam organik dalam metabolit Lb. plantarum acidophilus C.Kandungan asam organik dalam metabolit Lb. brevis

1. Asetat 2. Propionat 3. Laktat 4. Oksalat 5..Malat 6. Sitrat 1 2

3 4

5


(2)

165

D E

F G

Keterangan :

D. Kandungan asam organik dalam metabolit Lb. plantarum kik E. Kandungan asam organik dalam metabolit Lb. plantarum pi 28 F. Kandungan asam organik dalam metabolit Lb. plantarum sa28 G. Kandungan asam organik dalam


(3)

(4)

167


(5)

(6)