STABILITAS AKTIVITAS ANTIMIKROBA CAMPURAN METABOLIT

7. STABILITAS AKTIVITAS ANTIMIKROBA CAMPURAN METABOLIT

Lb. plantarum kik DAN MAG MINYAK KELAPA SERTA APLIKASINYA PADA PRODUK TAHU ABSTRAK Pengaruh pH dan pemanasan terhadap stabilitas antibakteri metabolit Lb. plantarum kik, MAG minyak kelapa dan campuran metabolit Lb. plantarum kik- MAG minyak kelapa dipelajari dengan menggunakan 3 jenis bakteri uji. Pengujian terhadap berbagai pH menunjukkan bahwa semakin tinggi pH, aktivitas penghambatan dari campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa semakin menurun, demikian halnya dengan suhu dan waktu pemanasan. Pada penggunaan MAG minyak kelapa secara tunggal dan campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa sampai dengan pH 7 masih me nunjukkan aktivitas antibakteri, namun pada penggunaan metabolit Lb. plantarum kik secara tunggal tidak menunjukkan aktivitas antibakteri pada pH 7. Pengaruh pemanasan pada penggunaan tunggal metabolit Lb. plantarum kik, MAG minyak kelapa dan campuran metabolit Lb. plantarum-MAG minyak kelapa pada suhu 75 o C dan 100 o C selama 10, 20 dan 30 menit masih menunjukkan aktivitas antibakteri, tetapi pada suhu 121 o C aktivitas antibakteri diperlihatkan hanya pada pemanasan 10 menit. Aplikasi campuran metabolit Lb. plantarum kik- MAG minyak kelapa pada tahu dengan dosis 2 MIC hanya bertahan selama 4 hari, sedangkan dosis 4 MIC dapat bertahan selama 6 hari dan secara organoleptik masih dapat diterima panelis. PENDAHULUAN Menurut Frazier dan Westhoff 1998, efektivitas antimikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya tingkat keasaman pH, suhu, protein, lemak, karbohidrat dan a w medium pertumbuhan bakteri serta konsentrasi NaCl. Beberapa penelitian melaporkan bahwa asam organik maupun MAG minyak kelapa akan mengalami penurunan aktivitas pada pH medium tinggi. Menurut Fardiaz dan Jenie 1989, aktivitas antibakteri dari asam organik disebabkan karena bentuk tidak terdisosiasi. Asam organik seperti asam laktat dan asam asetat dalam bentuk tidak terdisosiasi atau tidak bermuatan HA dapat berpenetrasi ke dalam membran sel mikroba Naidu dan Clemens 2000. Berbagai penelitian telah melaporkan adanya efek pH terhadap aktivitas antibakteri dari asam lemak monolaurat dan laurat. Semakin tinggi pH medium, aktivitas antibakteri akan menurun. Wang dan Johnson 1992 menemukan nilai MBC Minimum bactericidal concentration asam lemak monolaurat sebesar 10 µgml pada medium dengan pH 5 dan 20 µgml pada pH 6. Beuchat 1980 melaporkan bahwa pada pH 6,7 efek penghambatan dari asam laurat terhadap bakteri V. parahaemolyticus lebih rendah bila dibandingkan pada pH 5 dan 6. Elida 2002 menemukan tidak adanya efek penghambatan dari metabolit BAL terhadap Salmonella Typhimurium pada medium dengan pH 7, sedangkan pada pH 5 dan 6 masih menunjukkan adanya aktivitas antibakteri. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Ultee et al. 1998 pada antimikroba senyawa alami seperti karvakrol yang lebih efektif menghambat B. cereus pada pH 5 sampai 6, bila dibandingkan pada pH 7. Sementara Gino 2005 menemukan penurunan daya hambat dari ekstrak etanol sereh seiring dengan meningkatnya pH yaitu dari pH 4 sampai 7 terhadap E. coli. Suhu dan lama pemanasan juga dapat mempengaruhi aktivitas antibakteri. Menurut Tsuchido et al. 1981 efek bakterisidal dari monolaurin akan lebih efektif pada suhu rendah dan perlakuan yang relatif lama daripada perlakuan pada suhu tinggi dengan waktu singkat. Penelitian tentang aplikasi campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa terhadap bahan-bahan pangan perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi kemampuan metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan. Akhir-akhir ini semakin marak penggunaan bahan kimia seperti formalin dan borax sebagai pengawet pangan yang sangat membahayakan kesehatan tubuh manusia. Davidson dan Branen 1994 telah membuktikan penggunaan monolaurin dan kalsium laktat 500 ppm dapat mempertahankan masa simpan pasta ikan dari 6 menjadi 20 hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aktivitas antibakteri campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa terhadap pH dan pemanasan serta aplikasinya pada sistem pangan, yaitu tahu. METODOLOGI Bahan dan Alat Isolat bakteri asam laktat yang digunakan adalah Lb. plantarum kik yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan, sedangkan MAG minyak kelapa diperoleh dari Laboratorium Agroindustri Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu Sulawesi Tengah. Bakteri uji yang digunakan adalah L. monocytogenes FNCC 0156, Bacillus aureus FNCC 057 dan S. Typhimurium FNCC 0734 yang diperoleh dari Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Semua media mikrobiologi diperoleh dari Oxoid Ltd. Persiapan isolat bakteri uji Sebanyak satu ose bakteri dari stok agar miring diinokulasikan ke dalam medium nutrien broth NB dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 o C. Sebanyak 1 ml kultur bakteri ditambahkan ke dalam 9 ml media NB dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 o C. Kultur bakteri uji sebanyak 10 6 CFUml digunakan dalam pengujian kebocoran protein dan asam nukleat, serta perubahan morfologi sel bakteri yang diberi campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa. Produksi metabolit bakteri asam laktat Produksi metabolit Lb. plantarum kik dipersiapkan secara bertahap dengan mengikuti metode Jenie et al. 2000 sebagai berikut: kultur Lb. plantarum kik sebanyak 1 ml diambil dari stok masing- masing dan diinokulasi ke dalam 9 ml MRS Broth, diinkubasi pada suhu 37 o C selama 2 hari. Sebanyak 4 vv kultur tersebut diinokulasikan ke dalam media steril MRSB modifikasi MRSB di tambah 2 glukosa, 2 ekstrak khamir, 1 tripton selanjutnya diinkubasi selama 2 hari pada suhu 37 o C. Produk fermentasi dipisahkan dari masa sel dengan cara sentrifus yang berlangsung pada 10.000 rpm selama 15 menit. Supernatan ya ng terbentuk dipisahkan dari endapan dengan menyaring menggunakan kertas saring whatman ukuran 0.22 µm, kemudian dicampur dengan MAG minyak kelapa dengan perbandingan 5:3 atas dasar vv. Produksi metabolit bakteri asam laktat Produksi metabolit Lb. plantarum kik dipersiapkan secara bertahap dengan mengikuti metode Jenie et al. 2000 sebagai berikut: Kultur Lb. plantarum kik sebanyak 1 ml diambil dari stok masing- masing dan diinokulasikan ke dalam 9 ml MRS Broth, diinkubasi pada suhu 37 o C selama 2 hari. Sebanyak 4 vv kultur tersebut diinokulasikan ke dalam media steril MRSB yang dimodifikasi dengan 2 glukosa, 2 ekstrak khamir, 1 tripton selanjutnya diinkubasi selama 2 hari pada suhu 37 o C. Produk fermentasi dipisahkan dari massa sel dengan cara sentrifus yang berlangsung pada 10.000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang terbentuk dipisahkan dari endapan dengan menyaring menggunakan kertas saring whatman ukuran 0.22 µm, kemudian dicampur dengan MAG minyak kelapa dengan perbandingan 5:3 atas dasar vv. Peng ujian stabilitas aktivitas antibakteri campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa pada berbagai pH dan pemanasan Carson dan Riley 1995 Senyawa antibakteri dilarutkan dalam larutan buffer fosfat dengan pH awal 7,3, selanjutnya pH diatur menjadi pH 4, 5, 6, dan 7 dengan menggunakan HCl 0,1 N dan NaOH 0,1 N. Larutan buffer fosfat disterilkan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai media antibakteri campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa. Pengaruh pemanasan dilakukan terhadap medium yang telah mengandung antibakteri dan dipanaskan pada suhu 75, 100 dan 121 o C selama 10, 20 dan 30 menit. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode difusi sumur Carson dan Riley 1995. Aplikasi metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa pada bahan pangan tahu Pengujian metabolit BAL-MAG pada sistem pangan tahu dilakukan dengan cara merendam tahu Merk Yungyi dengan ukuran 5 cm x 6 cm x 2,1 cm dalam wadah yang telah berisi campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa pada dosis 0 kontrol, 2 dan 4 MIC. Nilai MIC yang digunakan adalah nilai MIC yang terendah dari perhitungan MIC pada bakteri Gram positif, yakni 1,2 . Selanjutnya tahu disimpan pada suhu rua ng dan dilakukan analisis Total Plate Count, organoleptik warna, bau dan tekstur pada 0, 2, 4 dan 6 hari. Pada TPC, penghambatan pertumbuhan dihitung dari log CFUg tahu kontrol dikurangi log CFUg tahu yang diberi perlakuan, sedangkan analisis organoleptik dilakukan dengan uji hedonik menggunakan panelis semi terlatih sebanyak 20 orang. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pH Aktivitas antibakteri dari MAG minyak kelapa, metabolit Lb. plantarum kik dan campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa terhadap bakteri uji dipengaruhi oleh pH. Data hasil penelitian pengaruh pH terhadap aktivitas antibakteri campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa terdapat pada Gambar 7.1a-7.1c dan Lampiran 11a-14a. Berdasarkan hasil uji statistik, perlakuan pH berpengaruh sangat nyata P0,01 terhadap aktivitas antibakteri, baik dari metabolit Lb. plantarum kik, MAG minyak kelapa maupun campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa Lampiran 32-43. Dari Gambar 7.1a Lampiran 11a dapat diketahui bahwa pada pH 4-5 aktivitas campuran metabolit Lb. plantarum kik -MAG terhadap L. monocytogenes B. cereus vegetatif, dan S. Typhimurium relatif sama, sedangkan pada spora B. cereus aktivitas dari campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa pada pH 4-6 masih memiliki aktivitas penghambatan yang relatif sama, dan pada pH 7 aktivitasnya menurun. Keadaan ini juga terjadi pada penggunaan tunggal dari MAG minyak kelapa, sedangkan pada metabolit Lb. plantarum kik aktivitas antibakterinya menghilang ketika pH medium menjadi 7. Aktivitas senyawa antibakteri dipengaruhi oleh tingkat keasaman atau pH. Pengaruh campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa pada pH rendah terhadap semua bakteri uji menunjukkan efek penghambatan yang lebih besar dibandingkan dengan pH tinggi. Keadaan ini memberikan informasi bahwa metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa akan bekerja lebih efektif pada kondisi pH yang rendah bila dibandingkan pH yang tinggi. Pada pH 7, MAG minyak kelapa secara tunggal masih memperlihatkan aktivitas, sedangkan pengaruh metabolit BAL secara tunggal hanya menghambat pada pH 4-6, dan setelah pH 7 tidak terlihat adanya aktivitas antibakteri. Hal ini disebabkan secara umum pH dapat mempengaruhi aktivitas antibakteri dengan cara mempengaruhi komponen yang ada baik pada MAG minyak kelapa, metabolit Lb. plantarum kik maupun campuran dari metabolit Lb. plantarum kik-MAG. Gambar 7.1a. Pengaruh pH terhadap aktivitas antibakteri campuran metabolit Lb. Plantarum kik-MAG minyak kelapa Mekanisme penghambatan dari MAG, metabolit Lb. plantarum kik maupun campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa yang lebih efektif pada pH rendah berkaitan erat dengan bentuk tak terdisosiasi. Dengan adanya mekanisme ini dapat dinyatakan bahwa semakin banyak bentuk tidak terdisosiasi, maka aktivitas senyawa antibakteri semakin efektif. Davidson dan Branen 1994 menyatakan bahwa bentuk tak terdisosiasi dari senyawa antimikroba akan efektif bekerja pada pH rendah. Komponen aktif yang terdapat dalam MAG minyak kelapa, seperti kaproat, kaprilat, kaprat, maupun asam laurat memiliki aktivitas antibakteri yang cukup tinggi dan aktivitas ini akan dipertahankan jika berada dalam medium yang memiliki pH rendah Mappiratu 2002; Surono 2004. Selain asam-asam lemak dalam metabolit Lb. plantarum kik -MAG minyak kelapa juga ditemukan asam-asam organik lain, seperti asam laktat, propionat, asetat, dan sitrat yang akan bekerja secara sinergi, sehingga akan mempercepat proses kerusakan atau kematian dari sel mikroba. Hal ini disebabkan oleh komponen yang ada pada metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa akan mempertahankan bentuk tidak terdisosiasinya pada pH rendah, dan pada kondisi ini akan memudahkan senyawa antibakteri untuk berdifusi secara pasif ke dalam sel bakteri. Selanjutnya komponen yang ada pada metabolit Lb. plantarum kik maupun pada MAG minyak kelapa akan bereaksi secara bersama-sama untuk mempercepat 5 10 15 20 25 30 4 5 6 7 Nilai pH Diameter penghambatan mm L.monocytogenes B.cereus vegetatif B. cereus spora S. Typhimurium kerusakan sel bakteri. Kondisi inilah yang menyebabkan efektivitas penghambatan dari campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa lebih tinggi dibandingkan penggunaan secara tunggal baik dari MAG minyak kelapa maupun metabolit Lb. plantarum kik . Lambert dan Stratford 1999 menyatakan bahwa bahan pengawet kelompok asam lemah lebih efektif pada pH rendah, dan akan meningkatkan bentuk tak terdisosiasi. Dalam bentuk tidak terdisosiasi asam organik akan mudah masuk menembus lapisan lemak dari membran sel, sehingga keasaman sitoplasma meningkat dan pertumbuhan sel mikroba me njadi terhambat. Mekanisme penghambatannya disebabkan oleh sel pada kondisi asam akan berupaya untuk mempertahankan pH konstan di dalam sel. Jika pH diturunkan maka proton yang terdapat dalam jumlah tinggi pada medium akan masuk ke dalam sitoplasma sel. Proton harus dikeluarkan untuk mencegah terjadinya pengasaman dan denaturasi komponen-komponen sel. Aktivitas ini akan menguras energi dalam sel, sehingga sel akan kekurangan energi dan akibatnya pertumbuhan sel terhambat dan dapat menyebabkan kematian sel Ray 2001. Efektivitas senyawa antimikroba alami pada pH rendah dalam menghambat beberapa bakteri telah dilaporkan Ultee et al. 1998; Beuchat et al. 1980 maupun Wang et al. 1993. Elida 2002 menemukan asam organik yang berasal dari metabolit BAL efektif menghambat bakteri patogen pada kisaran pH 4-5,5. Houghton dan Rahman 1998 melaporkan bahwa senyawa fenolik yang juga merupakan asam lemah pada minyak atsiri lebih efektif pada pH 5,5-6 dalam menghambat S. enteridis dibandingkan pada pH 7 dan 8. Aktivitas antibakteri dari metabolit Lb. plantarum kik Gambar 7.1b dan Lampiran 11b, 12b,13b dan 14 b pada pH 4-6 masih terlihat, namun setelah pH dinaikkan menjadi pH 7 aktivitas dari metabolit Lb. plantarum kik tidak terlihat. Fenomena ini didukung oleh temuan Wirawati 2002 yang melaporkan bahwa aktivitas antibakteri metabolit Lb. plantarum yang diisolasi dari tempoyak terhadap E. coli, S. aureus dan S. Typhimurium menurun seiring dengan meningkatnya pH dan pada pH 7 metabolit Lb. plantarum tidak menunjukkan adanya zona bening. Hal ini disebabkan karena pada pH rendah pH 4-6 asam organik yang terdapat dalam metabolit Lb. plantarum kik berada dalam bentuk tak terdisosiasi yang dapat berdifusi secara aktiv ke dalam sel mikroba, sedangkan jika dalam suasana pH tinggi pH 7 bentuk tak terdisosiasi akan berkurang. Menurut Yuk et al. 2005, asam organik pada pH 5,4 bentuk tidak terdisosiasinya ditemukan masing- masing sebesar 5,53 untuk asam asetat; 0,701 untuk asam laktat dan 0,043 untuk asam sitrat sedangkan pada pH 6,4 bentuk tidak terdisosiasinya masing- masing ditemukan sebesar 0,314 untuk asam asetat ; 0,043 untuk asam laktat dan 0,002 untuk asam sitrat. Gambar 7.1b Pengaruh pH terhadap aktivitas antibakteri metabolit Lb. plantarum kik Fardiaz dan Jenie 1992 melaporkan bentuk tidak terdisosiasi dari beberapa asam organik seperti asam asetat, laktat dan sitrat pada pH 4, 5 dan 6 adalah masing- masing sebesar 84,35; 34,9 dan 5,1 untuk asam asetat, 39,2; 6,05 dan 0,64 untuk asam laktat, dan 18,9; 0,41 dan 0,006 untuk asam sitrat. Hal inilah yang menyebabkan pada penggunaan tunggal dari metabolit Lb. plantarum kik aktivitasnya menjadi berkurang atau hilang pada pH tinggi pH 7 karena pada pH 7 asam-asam organik yang ada pada metabolit Lb. plantarum kik akan berada dalam bentuk terdisosiasi. Menurut Garbutt 1997 tingkat disosiasi tergantung pada pH lingkungan, dalam larutan asam yang banyak mengandung ion H + terdisosiasi, kesetimbangan akan bergerak ke arah yang tidak terdisosiasi. Bentuk yang tidak terdisosiasi mempunyai sifat larut lemak lipofilik, sehingga bergerak masuk ke dalam sel, dan ion- ion yang terdisosiasi tidak dapat masuk. Aktivitas antibakteri dari MAG minyak kelapa Gambar 7.1c; Lampiran 11c - 14c menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri hingga pH 7 masih terlihat. Hal ini berarti bahwa kemampuan MAG minyak kelapa relatif stabil dibandingkan dengan metabolit Lb. plantarum kik secara tunggal. Pada pH 4-6 MAG minyak kelapa memperlihatkan aktivitas antibakteri yang relatif lebih tinggi dibandingkan pada pH 7. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Beuchat 1980, yaitu monokaprilin dan monolaurin pada pH 6,7 masih dapat menghambat pertumbuhan V. parahaemolyticus. Menurut Surono 2004 daya antibakteri dari asam lemak disebabkan oleh molekul yang tidak terdisosiasi, bukan anionnya, karena pH mempengaruhi aktivitasnya, semakin rendah pH semakin kuat dan cepat efek antibakterinya. Gambar 7.1c. Pengaruh pH terhadap aktivitas antibakteri MAG minyak kelapa Secara umum pengaruh pH terhadap aktivitas antibakteri dari metabolit Lb. plantarum kik dan MAG minyak kelapa secara tunggal maupun campuran berbeda pada setiap jenis bakteri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada pH 6-7 aktivitas antimikroba metabolit plantarum kik-MAG sel vegetatif dari B. cereus mengalami penurunan, sedangkan pada spora penurunan aktivitas relatif sama pada pH medium 4-6. Hal ini menunjukkan bahwa daya hambat dari metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa terhadap sel spora lebih tahan dibanding sel vegetatif. 2 4 6 8 10 12 Diameter penghambatan mm 4 5 6 7 Nilai pH L.monocytogenes B.cereus vegetatif B. cereus spora S. Typhimurium Pengaruh suhu dan waktu pemanasan Pengaruh pemanasan terhadap aktivitas antibakteri dari metabolit Lb. plantarum kik, MAG minyak kelapa dan campuran metabolit Lb. plantarum kik- MAG minyak kelapa dapat dilihat pada lampiran 15a – 16c. Hasil yang diperoleh menunjukkan metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa memiliki aktivitas antibakteri terhadap sel vegetatif dan spora B. cereus, L. monocytogenes dan S. Typhimurium pada berbagai pemanasan Gambar 7.2a-7.2c. Hal ini menunjukkan bahwa campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa masih stabil pada suhu 75 o C selama waktu pemanasan 10, 20 dan 30 menit. Demikian pula halnya pada suhu 100 o C sedangkan pada suhu 121 o C aktivitas antibakteri dari Lb. plantarum kik, dan MAG minyak kelapa secara tunggal maupun campuran dari keduanya hanya terlihat pada waktu pemanasan 10 menit. Metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa mengalami penurunan aktivitas antibakteri dengan semakin meningkatnya suhu dan waktu pemanasan terutama pada suhu tinggi. Terjadinya penurunan aktivitas antibakteri dengan meningkatnya suhu pemanasan diduga disebabkan oleh terbentuk nya senyawa atau komponen lain yang dapat menurunkan aktivitas metabolit Lb. plantarum kik- MAG minyak kelapa. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa komponen antimikroba dari berbagai ekstrak tanaman menunjukkan aktivitas antimikroba yang menurun karena adanya perlakuan panas. Ewald et al. 1999 menemukan efek pemanasan dari kuersetin dan kaemferol yang termasuk dalam golongan flavonoid, yaitu pada suhu 60 o C selama 2 jam akan menurunkan aktivitasnya sebesar 48 dan 68. Shashikant et al. 1981 melaporkan bahwa aktivitas antimikroba tetap stabil selama 48 jam bila disimpan pada suhu 37 o C, dan hanya stabil selama 36 jam bila suhu penyimpanan dinaikkan menjadi 58 o C. Pada Gambar 7.2b dan 7.2c terlihat masih adanya aktivitas antibakteri pada metabolit Lb. plantarum kik dan MAG minyak kelapa pada suhu 75 dan 100 o C dengan lama pemanasan 10, 20 dan 30 menit. Pada suhu 121 o C aktivitas antibakteri dari metabolit Lb. plantarum kik, MAG minyak kelapa secara tunggal maupun campuran dari keduanya hanya terlihat pada pemanasan 10 menit. informasi ini bermafaat dalam rangka aplikasi metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa sebagai pengawet alami pada bahan pangan, terutama pada bahan- bahan pangan yang diolah dengan pemanasan. Suhu o C dan lama pemanasan menit Gambar 7.2a. Pengaruh suhu dan lama pemanasan terhadap aktivitas antibakteri campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa Aktivitas penghambatan dari penggunaan tunggal metabolit Lb. plantarum kik dan MAG minyak kelapa maupun penggunaan campuran setelah pemanasan pada kisaran suhu 75 -100 o C lebih tinggi dibandingkan dengan suhu 121 o C. Hal ini diduga karena pada suhu rendah belum mencapai titik didih air, sehingga pemanasan belum memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap komponen yang terdapat pada senyawa antibakteri dari metabolit Lb. plantarum kik maupun MAG minyak kelapa. Namun setelah suhu ditingkatkan mencapai 100 o C dan 121 o C, yaitu titik didih air telah tercapai, akan menyebabkan beberapa komponen dari senyawa antibakteri menguap atau teroksidasi dan terbentuknya senyawa baru yang dapat menurunkan aktivitas antibakteri senyawa metabolit Lb. plantarum kik maupun MAG minyak kelapa. 5 10 15 20 25 30 Diameter penghambatan mm K 7510 7520 7530 10010 10020 10030 12110 L. monocytogenes B. cereus vegetatif B. cereus spora S. Typhimurium Suhu o C dan lama pemanasan menit Gambar 7.2b. Pengaruh suhu o C dan lama pemanasan terhadap aktivitas antibakteri metabolit Lb. plantarum kik Suhu o C dan lama pemanasan menit Gambar 7.2c. Pengaruh suhu dan lama pemanasan terhadap aktivitas antibakteri MAG minyak kelapa Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Mappiratu et al. 2000 yang melaporkan bahwa pada penggunaan MAG minyak kelapa pada konsentrasi 1,25 selama penyimpanan 24 jam pada santan yang dikombinasi dengan perlakuan pasteurisasi diperoleh total koloni mikroba sebesar 2,34, sedangkan pada perlakuan kontrol jumlah koloni mikroba sebesar 9,21 dan jika hanya monoasilgliserol tanpa 2 4 6 8 10 12 14 Diameter penghambatan mm K 7510 7520 7530 10010 10020 10030 12110 L. monocytogenes B. cereus vegetatif B. cereus spora S. Typhimurium 2 4 6 8 10 12 14 Diameter penghambatan mm K 7510 7520 7530 10010 10020 10030 12110 L. monocytogenes B. cereus vegetatif B. cereus spora S. Typhimurium pasteurisasi jumlah koloni mikroba yang diperoleh sebesar 5,34. Ketika dikombinasikan dengan suhu sterilisasi jumlah koloni mikroba yang diperoleh sebesar 3,69. Menurut Tsuchido et al. 1981 aktivitas antibakteri dari monolaurin lebih efektif pada perlakuan suhu rendah dengan waktu yang lebih lama dibandingkan perlakuan suhu tinggi dengan waktu kontak yang relatif singkat. Hal ini disebabkan karena pada suhu rendah terjadi perubahan komposisi fosfolipida membran sitoplasma, yang akan mengubah sifat fluiditas membran. Perubahan fluiditas tersebut meningkatkan daya penetrasi MAG masuk ke dalam sel yang akan menghambat aktivitas enzim-enzim yang berperan dalam produksi energi dan transport nutrient Wang dan Johnson 1992. Penghambatan antibakteri dari metabolit Lb. plantarum kik dan MAG minyak kelapa secara tunggal maupun campuran keduanya terhadap sel spora berbeda dengan sel vegetatif dari B. cereus, yaitu diperoleh penghambatan ya ng lebih kecil pada sel spora. Hal ini disebabkan pada spora terdapat lapisan terluar yang tipis dan lembut yang disebut eksosporium, di bawah eksosporium terdapat suatu lapisan lagi yang disebut bungkus spora kor spora yang terdiri dari satu lapisan atau berlapis-lapis yang membentuk struktur yang mirip dengan dinding sel yang mengandung asam dipikolinat, yang terbentuk dari kompleks kalsium dipikolinat yang memiliki sifat seperti gel serta kaya akan ion kalsium Jay 1997. Hal inilah akan menghambat penetrasi senyawa campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa. Aplikasi metabolit BAL-MAG pada produk tahu Aplikasi antimikroba metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa pada tahu dilakukan dengan tujuan untuk melihat daya simpan tahu selama penyimpanan pada suhu ruang dengan dosis 0 kontrol, 2 dan 4 MIC. Nilai MIC yang dipilih adalah nilai MIC yang terendah dari aktivitas campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa terhadap bakteri Gram positif, yakni sebesar 1,2. Tahu merupakan salah satu jenis bahan pangan yang memiliki nilai nutrisi yang tinggi dan dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembangbiak. Untuk mengetahui pengaruh metabolit BAL-MAG minyak kelapa terhadap daya tahan tahu, maka digunakan beberapa dosis MIC. Gambar 7.3. Pengaruh konsentrasi campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa pada berbagai MIC terhadap penurunan total mikroba log CFUg pada tahu yang disimpan sampai hari ke-6 0.5 1 1.5 2 2.5 Log CFUg 2 4 6 Lama penyimpanan hari Kontrol 2 MIC 4 MIC Hasil pengukuran jumlah total mikroba campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa yang direndam pada berbagai MIC selama penyimpanan 6 hari dapat dilihat pada Gambar 7.3 dan Lampiran 18. Pada gambar tersebut terlihat pada saat awal 0 hari nilai log jumlah total mikroba tahu tanpa perlakuan mikroba awal 5,7 x 10 5 . Campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa dengan dosis 2 MIC setelah penyimpanan 2 hari mampu menekan koloni sebesar 1,29 unit log, sedangkan pada penyimpanan 4 hari penurunan jumlah koloni sebesar 1,64 unit log, dan setelah penyimpanan 6 hari penurunan jumlah koloni menjadi 0,86 unit log. Campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa pada konsentrasi 4 MIC setelah 2 hari penyimpanan menunjukkan penurunan jumlah koloni sebesar 1,40 unit log, sedangkan pada penyimpanan 4 hari penurunan jumlah koloni sebesar 2,25 unit log dan setelah penyimpanan hari ke 6 penurunan jumlah koloni sebesar 1,71 unit log. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa dapat mempertaha nkan masa simpan tahu hingga hari ke 6 pada suhu kamar. Pengujian Organoleptik Tahu Hasil uji hedonik terhadap parameter warna, bau dan tekstur tahu lampiran 20 – 20c. Gambar 7.4a menunjukkan perbedaan pada masing- masing dosis perlakuan. Penilaian perbedaan tingkat kesukaan panelis menggunakan nilai rata- rata sampel. Nilai rata-rata warna yang diperoleh untuk kontrol 5,8 - 3,5 dari suka hingga agak tidak suka pada penyimpanan 0-6 hari. Pada perlakuan 2 dan 4 MIC diperoleh nilai masing- masing sebesar 5,7 - 4,0 dari suka hingga biasa dan 5,9 - 4,9 dari suka hingga agak suka pada waktu penyimpanan yang sama. Dari data tersebut diketahui bahwa tahu yang diberi campuran metabolit Lb. plantarum kik- MAG minyak kelapa dengan dosis 4 MIC lebih disukai dari pada dosis 2 MIC maupun kontrol. Pada uji hedonik terhadap parameter bau tahu Gambar 7.4b menunjukkan bahwa campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa berpengaruh terhadap bau. Pada penyimpanan hari ke 4 dengan dosis 2 MIC dan 4 MIC umumnya panelis masih memberikan penilaian agak suka 4,3 untuk dosis 2 MIC dan suka 5,6 untuk dosis 4 MIC, tetapi pada penyimpanan hari ke 6 panelis memberikan penilaian agak tidak suka 3,8 untuk dosis 2 MIC dan penilian suka 4,5 untuk dosis 4 MIC. Dengan demikian jika dibandingkan dengan kontrol, penggunaan antibakteri dari campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak memberikan bau yang dapat diterima panelis hingga penyimpanan hari ke-6 untuk perlakuan 4 MIC. Perlakuan kontrol pada penyimpanan hari ke- 4 menunjukkan adanya bau busuk, sedangkan pada perlakuan dengan dosis 2 MIC dan 4 MIC belum terbentuk lendir dan bau, sehingga masih diterima panelis. Penyimpanan hari ke 6 pada perlakuan kontrol menunjukkan tahu sudah berlendir dan tercium bau bus uk, sementara pada perlakuan 2 MIC agak berlendir dan sedikit agak berbau asam. Untuk perlakuan 4 MIC lendir dan bau belum terbentuk hingga penyimpanan hari ke 6. Gambar 7.4a. Pengaruh konsentrasi campuran metabolit Lb. plantarum kik- MAG minyak kelapa pada berbagai MIC terhadap skor panelis terhadap warna tahu yang di simpan sampai hari ke-6 1 2 3 4 5 6 7 Skor penerimaan panelis 2 4 6 Lama penyimpanan hari 0 MIC 2 MIC 4 MIC 1 2 3 4 5 6 Skor penerimaan panelis 2 4 6 Lama penyimpanan hari 0 MIC 2 MIC 4 MIC Gambar 7.4b. Pengaruh konsentrasi campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa pada berbagai MIC terhadap skor penerimaan panelis bau tahu yang di simpan sampai hari ke 6 Penggunaan campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa sangat mempengaruhi penerimaan panelis terhadap tekstur Gambar 7.4c. Panelis memberikan nilai tekstur pada tahu yang direndam campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa dengan dosis 4 MIC sampai penyimpanan hari ke 6 dengan nilai 5,3 - 4,3 atau dari agak lebih keras hingga biasa. Gambar 7.4c. Pengaruh konsentrasi campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa pada berbagai MIC terhadap skor penerimaan panelis tekstur tahu yang di simpan sampai hari ke 6 Pada perlakuan 2 MIC diperoleh nilai 5,3 - 3,8 atau dari agak lebih keras hingga agak lunak. Nilai rata-rata tekstur pada perlakuan kontrol adalah 5,2 - 2,0 atau dari agak lebih keras hingga lebih lunak. Secara keseluruhan tahu yang direndam campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa lebih disukai panelis. Hal ini diperlihatkan dengan lebih tingginya rata-rata penilaian panelis terhadap warna, bau dan tekstur dibandingkan 1 2 3 4 5 6 Skor penerimaan panelis 2 4 6 Lama penyimpanan hari 0 MIC 2 MIC 4 MIC kontrol. Terbentuknya lendir dan bau busuk pada perlakuan kontrol disebabkan tercemarnya produk pangan tahu oleh berbagai bakteri perusak atau pembusuk pangan seperti Achromobacter, Leuconostoc, pseudomonas, dan Micrococcus. Menurut Frazier dan Westhoff 1988 timbulnya bau yang tidak enak pada bahan- bahan pangan merupakan hasil pertumbuhan bakteri pada permukaan yang merupakan tanda awal sebelum terjadi kebusukan. Jay 1996 menyatakan bahwa lendir akibat pertumbuhan bakteri dapat menyebabkan terjadinya pelunakan atau melonggarnya struktur protein bahan pangan. Hasil pengamatan di atas membuktikan bahwa campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa mampu menghambat pertumbuhan bakteri- bakteri perusak pangan yang pada gilirannya masa simpan dari tahu dapat di perpanjang. Diduga pertumbuhan bakteri pembusuk ini mampu dihambat dengan mekanisme yang sama seperti pada kemampuannya dalam menghambat bakteri patogen pangan. Meskipun demikian penggunaan bahan pengawet untuk mempertahankan masa simpan bahan pangan sebaiknya dikombinasi dengan bahan pengawet lainnya, misalnya penyimpanan suhu rendah, pengemasan vakum serta pengontrolan RH atau a w produk. KESIMPULAN Stabilitas campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa dipengaruhi oleh pH dan pemanasan. Pada pH rendah 4-5 aktivitas campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa lebih besar bila dibandingkan dengan pH tinggi 6-7. Campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa masih menunjukkan aktivitas antibakteri pada pemanasan 75 o C dan 100 o C selama 10, 20 dan 30 menit, sedangkan pada suhu 121 o C aktivitas antibakteri hanya diperlihatkan selama pemanasan 10 menit baik terhadap penggunaan tunggal antibakteri metabolit Lb.plantarum kik, MAG maupun campuran dari keduanya. Penggunaan campuran metabolit Lb. plantarum kik-MAG minyak kelapa pada konsentrasi 2 MIC hingga hari ke 4 penyimpanan masih dapat diterima secara baik oleh panelis, namun pada hari ke 6 sebagian panelis menyatakan agak tidak suka dan sebagian menyatakan biasa, sedangkan pada perlakuan 4 MIC dapat dipertahankan hingga 6 hari pada suhu ruang dan secara organoleptik warna,bau dan aroma masih dapat diterima oleh panelis. DAFTAR PUSTAKA Alakomi HL, Skytta E, Saarela M, Mattila-Sandholm T. 2000. Lactic acid permeabilizes Gram-negatif bacteria by distrupting the outer membrane. Appl. Environ. Microbiol. 66:2001-2005. Beuchat LR. 1980. Comparison of anti- vibrio activities of potassium sorbate, sodium benzoate, and glycerol and sucrose esters of fatty acid. Appl. Environ. Microbiol.:1179-1182. Davidson PM, Branen AL. 1994. Antimicrobial in Food. Marcel Dekker. New York Elida M. 2002. Profil Bakteri Asam Laktat dari Dadih yang Difermentasi dalam Berbagai Jenis Bambu dan Potensinya sebagai Probiotik Thesis. Institut Pertanian Bogor: Program Studi Ilmu Pangan. Ewald C, Fjelkner-Modig S, Johansson K, Sjoholm I, Ekens B. 1999. Effects of processing on major flavonoids in processed onion, green beans, and peas. J. Food Chem. 64:231-235. Fardiaz S, Jenie BSL. 1989. Mikrobiologi Pangan II. Laboratorium Mikrobiologi Pangan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia. Jakarta. Frazier WC, Westhoff DC. 1998. Food Microbiology. 4 th ed. Mc Graw-Hill Book Co., New York. Garburtt J. 1997. Essentials of Food Microbiology. Arnold, London Sydney, Auckland. Gino CN. 2005. Aktivitas Ekstrak Etanol Sereh Cymbopogon citratus DC. Stapf terhadap Pertumbuhan dan Produksi Verotoksin oleh Escherichia coli Verotoksigenik. Thesis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Haughton PJ, Ra hman. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of Natural Extract. Chapman dan Hall. London. Jin LZ, Ho YW, Abdullah N, Ali MA, Jalaludin S. 1996. Antagonistic effect of intestinal Lactobacillus isolated on pathogenes of chicken. Lett. in Appl. Microbiol. 23: 67-71. Kabara JJ. 1994. Antimicrobial agents derived from fatty acids. J. Am.Oil Chem. Soc. 61:397-403. Lambert RJ, Stratford M. 1999. Weak-acid preservatives: modelling microbial inhibition and response. J. Appl. Microbiol. 86:157-164. Mappiratu. 1999. Penggunaan Biokatalis Dedak Kasar dalam Biosintesis Antimikroba Monoasilgliserol dari Minyak Kelapa. Disertasi program pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Mappiratu, Fardiaz D, Hasanuddin A. 2000. Produksi dan aplikasi produk monoasilgliserol dari minyak kelapa dalam pengolahan santan awet. Laporan Penelitian Hibah Bersaing VII2, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu. Naidu AS, Clemens RA. 2000. Probiotics. Di dalam: Naidu AS Ed. Natural Food Antimicrobial Systems. CRC Press, New York. Oh DH, Marshall DL.1994. Enhanced inhibition of Listeria monocytogenes by glycerol monolaurat with organic acid. J. Food Sci. 59 6 : 1258-1261. Ray B. 2001. Fundamental Food Microbiology 2 nd edition. CRC Press New York. Shashikant KN, Basappa SC, Srinivasa VM. 1981. Studies on the antimicrobial and stimulatory factor of garlic Allium sativum L.. J.Food Sci Tech India 18 2: 44-47. Surono I. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. Yayasan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia, Jakarta. Tsuchido T, Saeki T, Shibasaki I. 1981. Death kinetics of Escherichia coli in a combined treatmen of health and monolaurin. J. Food Safety 3:57-63. Ultee A. Gorris LGM, Smid Ej. 1998. Bacterial activity of carvacrol towards the food borne pathogen Bacillus cereus. J. Appl. Microbiol. 85:211–216. Wang LL, Yang BK, Parkin KL, Johnson EA. 1993. Inhibition of Listeria monocytogenes by monoacylglycerols synthesized from coconut oil and milk fat by lipase – catalyzed glycerolysis. J. Agric. Food Chem. 41:1000– 1005. Wirawati CU. 2002. Potensi Bakteri Asam Laktat yang Diisolasi dari Tempoyak sebagai Probiotik. Thesis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

8. PEMBAHASAN UMUM