Kasus Posisi

A. Kasus Posisi

Pada Bulan Januari 2004 di Kantor KPU Pusat Jakarta, terdakwa H.M. Faqih Chaeroni Bin Chaeroni mendaftarkan diri sebagai calon legislatif untuk dPr republik Indonesia daerah Pilihan Jawa tengah dengan melampirkan Surat Keterangan Pondok Pesantren Tahfidhul Qur’an dan Majelis Ta’lim Walmujahadah “al Makmun” yang menerangkan bahwa terdakwa telah menempuh pendidikan sederajat dengan lulusan Madrasah aliyah (sederajat SLta) sejak tahun 1960 sampai dengan 1965 di Pondok Pesantren al Makmun tersebut (sebagai kelengkapan persyaratan pendaftaran calon legislatif). Padahal, hal tersebut tidak benar karena terdakwa tidak pernah mondok di Pesantren al Makmun. disamping itu terdakwa juga menyerahkan foto copy ijazah persamaan SLta nomor OC.OH.P.0003469 (sebagai persyaratan pendaftaran Calon Kandidat Pemilu anggota dPr, dPrd, dan dPrd) yang dikeluarkan oleh Panitia Ujian Persamaan SMU tingkat atas Kanwil departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi dKI Jakarta tertanggal 23 Mei 1992 padahal terdakwa tidak pernah mengikuti ujian persamaan dan ternyata dari hasil verifikasi Dinas Pendidikan Menengah dan tinggi Pemerintah Propinsi dKI Jakarta dalam suratnya nomor 2166/1.851.3. tanggal 13 agustus 2004 yang ditujukan kepada Ketua dPC PPP Kabupaten Kudus menyatakan bahwa ijazah atas

TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN ASAS LEX SPECIALIS DEROGAT LEGI GENERALI DALAM PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM YANG SUDAH DALUWARSA

nama terdakwa tersebut tidak tercatat. atas perbuatannya, H.M. Faqih Chaeroni Bin Chaeroni

dituntut oleh Penuntut Umum bersalah melakukan tindak Pidana Pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 137 ayat (4) Undang–Undang nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu anggota dPr, dPd dan dPrd dan terhadapnya harus dijatuhi pidana penjara selama lima bulan dan denda sebesar satu juta rupiah subsidair satu bulan kurungan. akan tetapi, Majelis Hakim pada pengadilan tingkat pertama menjatuhkan putusan yang berbeda dengan tuntutan Penuntut Umum, yaitu menyatakan terdakwa H.M. Faqih Chaeroni Bin Chaeroni “tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.”

Selanjutnya, atas permohonan banding dari Penuntut Umum, Pengadilan tinggi menjatuhkan putusan sebagai berikut:

1. Menyatakan terdakwa H.M. Faqih Chaeroni Bin Chaeroni tersebut di atas terbukti secara dan sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana pelanggaran “sengaja dan mengetahui surat yang tidak sah, menggunakannya sebagai surat yang sah”

2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama empat bulan

3. Menetapkan lamanya pidana tersebut tidak perlu dijalani terdakwa kecuali jika dikemudian hari dengan putusan Hakim sebelum habis masa percobaan selama satu tahun terdakwa melakukan suatu tindak pidana yang dapat dihukum;

4. Menghukum pula terdakwa membayar denda sebesar dua juta rupiah, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama dua bulan

5. Memerintahkan barang bukti tetap terlampir dalam berkas perkara

6. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa

Pemilu Jurnal & Demokrasi

Selanjutnya H.M. Faqih Chaeroni Bin Chaeroni mengajukan permohonan peninjauan kembali pada tanggal 4 Mei 2005 yang diterima di kepaniteraan Pengadilan negeri Jepara pada tanggal 4 Mei 2005. Isi permohonan tersebut adalah permintaan agar Putusan Pengadilan tinggi yang telah berkekuatan hukum tetap dapat ditinjau kembali dan meminta perlindungan hukum dan keadilan kepada Mahkamah agung terutama terhadap pertimbangan Majelis Hakim yang telah menyampingkan ketentuan-ketentuan batas waktu (daluwarsa) pemeriksaan perkara tindak Pidana Pemilu sebagaimana diatur Pasal 127 sampai dengan 133 Undang–Undang nomor 12 tahun 2003. Selain itu, alasan peninjauan kembali Pemohon/terpidana adalah pengadilan telah melakukan kekhilafan karena Majelis Hakim Pengadilan tinggi Semarang baik dalam putusan sela maupun putusan akhir secara jelas tidak memperhatikan ketentuan daluwarsa/batas waktu pemeriksaan sebagaimana diatur Pasal 127 sampai dengan 133 Undang–Undang nomor 12 tahun 2003.

terhadap penyimpangan tersebut sebenarnya Pemohon/ terpidana telah mengajukan keberatan serta termuat dalam eksepsi tanggal 9 november 2004 tetapi eksepsi Pemohon/ terpidana tersebut ditolak oleh pengadilan tinggi semarang dengan pertimbangan hukum yang intinya menyatakan “dalam Undang–Undang nomor 12 tahun 2003 tidak ada ketentuan mengenai batas waktu laporan, penyidikan dan pelimpahan perkara, serta penuntutan oleh Kejaksanaan negeri Jepara masih memenuhi ketentuan Pasal 131 ayat (4) Undang–Undang nomor

12 tahun 2003”. Pertimbangan hukum tersebut tidak tepat karena:

Bertentangan dengan Pasal 127 sampai dengan Pasal 133 Undang–Undang nomor 12 tahun 2003 yang telah dengan jelas dan tegas mengatur mengenai batas waktu pemeriksaan perkara

Bertentangan dengan asas “Lex Spesialis Derogat Legi Generali”. Batas waktu pemeriksaan terhadap pelanggaran tindak pidana Pemilu telah diatur secara limitatif dalam Pasal 127 sampai dengan Pasal 133 Undang–Undang nomor 12 tahun

TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN ASAS LEX SPECIALIS DEROGAT LEGI GENERALI DALAM PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM YANG SUDAH DALUWARSA

2003. Proses pemeriksaannya dilaksanakan dengan singkat dan dibatasi waktunya. dengan demikian ketentuan waktu sebagaimana diatur dalam KUHaP untuk pemeriksaan perkara tindak pidana biasa menjadi tidak berlaku dalam pemeriksaan tindak pidana pelanggaran Pemilu

adanya putusan lain yang melaksanakan ketentuan Pasal 127 sampai dengan Pasal 133 Undang–Undang nomor 12 tahun 2003 yakni perkara nomor: 164/PId/2004/Pt.SMG atas nama

terdakwa nurul Huda Bin Muhammad 20 dimana dalam putusan tersebut diketahui bahwa terdakwa dituntut dengan Pasal 137 ayat (4) dan (7) Undang–Undang nomor 12 tahun 2003 mengenai penggunaan surat keterangan pendidikan sederajat SLta palsu. dalam putusan tersebut terdakwa nurul Huda dinyatakan bebas karena dakwaan Penuntut Umum tidak dapat diterima dengan pertimbangan telah melewati batas waktu penuntutan yang ditentukan oleh peraturan Pemilu 21

dalam putusan ini, Ma berpedapat bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan karena batas waktu yang diatur didalam undang–undang, baik dalam proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di persidangan pengadilan mensyaratkan agar penyelesaian kasus pelanggaran Pemilu dilakukan secara cepat tanpa mengatur akibat hukumnya apabila ketentuan tersebut dilanggar, dengan demikian harus diartikan bahwa aturan batas waktu tersebut tidak mengakibatkan batalnya putusan.

Berdasarkan pertimbangannya, Ma memutuskan menolak permohonan peninjauan kembali H.M. Faqih Chaeroni Bin Chaeroni tersebut dan menetapkan bahwa putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut tetap berlaku.

20 Majelis Hakim a quo yang juga memeriksa perkara Pemohon yaitu Hakim Soeratno, SH., MH., Vitalien Mariyanti, SH. Dan Soekarno Mulyo, SH.

21 surat dakwaan tidak dapat diterima karena penyidikan yang dilakukan oeh polres semarang terhadap pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh Terdakwa dinyatakan tidak sah karena melebihi batas waktu yang ditentukan Pasal 131 ayat (2) dan (3) undang–undang Nomor 12 tahun 2003

Pemilu Jurnal & Demokrasi