Pembatasan Kepemilikan Bank Gagasan Untuk Memperkuat Sistem Perbankan

Pembatasan Kepemilikan Bank
Gagasan Untuk Memperkuat Sistem

Perbankan
by Zulkarnain Sitompul

A. Pendahuluan

Liberalisasi perbankan t elah memf asilit asi pert umbuhan perbankan yang cepat
sehingga memberi peluang unt uk masuknya individu yang t idak bermut u ke dalam bisnis
perbankan. Sist em dan st rukt ur perbankan yang dihasilkan oleh perubahan regulasi
t ersebut mengakibat kan dimungkinkannya t erj adinya kepemilikan silang ( i nt er l ocki ng
owner shi p ) dan l endi ng pat t er n sert a kemungkinan dimilikinya sat u bank secara
mayorit as mut lak.
Menurut Widigdo Sukarman, salah sat u penyebab buruknya kondisi perbankan di
Indonesia adalah campur t angan pemilik yang berlebihan dalam manaj emen bank,
bahkan t idak sedikit pemilik yang merangkap j abat an sebagai pengurus bank. 1 Bank-bank
swast a hampir seluruhnya dimiliki oleh at au merupakan bagian dari konglomerat besar
yang bergerak di bidang usaha non bank sepert i propert i dan manuf akt ur.
Dengan st rukt ur kepemilikan sepert i it u, peran komisaris yang berdasarkan
undang-undang bert ugas mengawasi kebij aksanaan direksi dalam menj alankan

perusahaan menj adi t idak ef ekt if . Kedudukan komisaris diisi oleh pemilik bank at au
diangkat sebagai j abat an kehormat an. Hal ini menyebabkan f ungsi pengawasan int ernal
bank t idak berj alan dan pengawasan t erhadap j alannya perusahaan t ersisa pada
pengawasan ekst ernal oleh BI.
Ef ekt if it as pengawasan t erkait erat dengan pola dan st rukt ur kepemilikan bank.
Hal ini merupakan sesuat u yang sangat krit is dalam mencapai prakt ek perbankan yang
sehat . Kepemilikan secara mayorit as memungkinkan t imbulnya campur t angan pemilik
secara berlebihan dalam kepengurusan bank. 2 Fungsi komisaris sebagai pengawas ut ama
dari suat u perseroan menj adi t idak ef ekt if sehingga pengawasan bank t ergant ung



Dimuat pada Jur nal Hukum Bi sni s, Volume 22 – No. 6- Tahun 2003

1

Widigdo Sukarman, “ Upaya Penyehat an Perbankan dan Sekt or Riil” , Bi sni s & Ekonomi Pol i t i k Quar t er l y Revi ew
of t he Indonesi a Economy, (Vol. 3, No. 1, Januari 1999), hal. 21
2
Rizal Ramli, "St rat egi Bersaing Perbankan Indonesia Pasca GATS, " makalah disampaikan pada Diskusi Pakar

Hukum dan Ekonomi "Implikasi Liberalisasi Sekt or Jasa Keuangan t erhadap Perekonomian Indonesia, " diselenggarakan oleh
Bank Indonesia, 1-2 Sept ember 1999 di Jakart a, hal. 16.

1

sepenuhnya kepada pengawas bank. Bahkan unt uk pengawasan bisnis sehari-hari ( day t o
day busi ness). 3
Padahal komisaris memiliki peran st rat egis dalam mengawasi j alannya suat u
perusahaan. Pent ingnya f ungsi komisaris pada suat u perusahaan secara khusus
dit egaskan oleh OCC sebagai berikut :
“ a bank’ s boar d of di r ect or s i s ul t i mat el y r esponsi bl e f or t he conduct of t he bank’ s af f ai r s. The boar d
cont r ol s t he bank’ s di r ect i on and det er mi nes how t he bank wi l l go abaout i t s busi ness… A boar d must
be st r ong, i ndependent , and act i vel y i nvol ved i n t he bank’ s af f ai r s. The l ong-t er m heal t h of t he
i nst i t ut i on depends on i t . ”

4

Penelit ian yang dilakukan oleh Compt roller of t he Currency (Lembaga Pengawas
Bank di Amerika Serikat ) menuj ukkan salah sat u penyebab kebangkurut an perbankan di
Amerika Serikat pada t ahun 1980-an ( Savi ng & Loan Scandal ) di ant aranya disebabkan

oleh komisaris yang t idak memiliki penget ahuan perbankan at au pasif dalam melakukan
pengawasan kegiat an bank. 5
Jalan keluar yang dapat dilakukan unt uk mengef ekt if kan pengawasan int ernal
sebagai upaya meningkat kan kesehat an perbankan adalah dengan menghilangkan
bent uran kepent ingan ant ara pemegang saham dan at au pengurus bank. Bent uran
kepent ingan ini dapat t erj adi sebagai akibat adanya cr oss-owner shi p at au cr oss
management ant ara bank dengan usaha lain baik di sekt or f inansial maupun sekt or riil.
Bent uran kepent ingan j uga dapat t erj adi karena konsent rasi kepemilikan. Dengan
demikian t erbuka kemungkinan t erj adinya penyalahgunaan bank unt uk mendukung
kepent ingan usaha pribadi pemegang saham maupun pengurus. 6 Unt uk mencegah hal
t ersebut Bank Indonesia t elah mengeluarkan ket ent uan unt uk membat asi kemungkinan
t erj adinya kepemilikan 7 dan kepengurusan silang . 8
3

Pasal 97 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 t ent ang Perseroan Terbat as menyat akan bahwa "Komisaris bert ugas
mengawasi kebij aksanaan Direksi dalam menj alankan perseroan sert a memberikan nasihat kepada Direksi. " Selanj ut nya
Pasal 98 ayat (2) menyat akan bahwa "Pemegang saham yang mewakili paling sedikit sepersepuluh bagian dari seluruh
j umlah saham dengan hak suara, dapat mengaj ukan gugat an ke Pengadilan Negeri t erhadap Komisaris karena kesalahan
dan kelalaiannya yang menimbulkan kerugian perseroan. " (Sudargo Gaut ama, Koment ar At as Undang-undang Per ser oan
Ter bat as (Bar u) Tahun 1995 No. 1 Per bandi ngan Dengan Per at ur an Lama, (Bandung: PT. Cit ra Adit ya Bakt i, 1995), hal.

100.
4
Of f ice of t he Compt roler of t he Currency, Bank Fai l ur e an Eval uat i on of t he Fact or s Cont r i but i ng t o t he
Fai l ur e of Nat i onal Banks, ( Washingt on DC : 1988), hal. 5.
5
Ibi d , hal. 7.
6
PT. Pacif ic Int ernat ional Finance (PIF) menerbit kan Commer ci al Paper (CP) yang dij amin oleh PT. Bank Pacif ic
(BP) sebesar USD 5 j ut a. CP ini kemudian dibeli oleh PT. Wicaksana Overseas Int ernat ional (WOI). Pada saat j at uh t empo
CP t idak dapat dibayar baik oleh PIF maupun BP. BP menolak pembayaran dengan alasan CP dimaksud t idak t ercat at
dalam pembukan BP. Ant ara BP dan PIF t erdapat hubungan kepemilikan ( cr oss owner shi p ) dan hubungan kepengurusan
( cr oss management ). Presiden Direkt ur BP dan sekaligus Presiden Komisaris dan pemegang saham PIF. Maj elis Hakim
Pengadilan negeri Jakart a Pusat melalui put usan No. 350/ SAL. KEP/ 1996 t anggal 28 Nopember 1996 menghukum BP dan PIF
membayar CP dimaksud. Hakim berpendapat t idak dicat at nya CP dalam administ rasi BP t idak dapat dij adikan alasan
unt uk menolak pembayaran karena hal t ersebut merupakan persoalan int ern BP dan pembeli yang berikt ikad baik ( hol der
i n due cour se) harus dilindungi.
7
Pasal 24 ayat (3) Perat uran Bank Indonesia No. 2/ 27/ PBI/ 2000 t ent ang Bank Umum menet apkan: Anggot a
Direksi baik secara sendiri-sendiri at au bersama-sama dilarang memiliki saham melebihi 25% (dua puluh lima perserat us)
dari modal diset or pada suat u perusahaan lain.

8
Pasal 22 ayat (5) Perat uran Bank Indonesia Nomor : 2/ 27/ PBI/ 2000 t ent ang Bank Umum menet apkan Anggot a
dewan Komisaris hanya dapat merangkap j abat an sebagai:

a. anggot a dewan Komisaris sebanyak-banyaknya pada 1 (sat u) bank lain at au Bank Perkredit an Rakyat ; at au
b. anggot a dewan Komisaris, Direksi, at au Pej abat Eksekut if yang memerlukan t anggung j awab penuh sebanyakbanyaknya pada 2 (dua) lembaga/ perusahaan lain bukan bank at au bukan Bank Perkredit an Rakyat .
Pasal 22 ayat (6) : Mayorit as anggot a dewan Komisaris dilarang saling memiliki hubungan keluarga sampai
deraj at kedua dengan sesama anggot a dewan Komisaris.

2

Sement ara it u, unt uk mencegah agar t idak t erj adi bent uran kepent ingan yang
disebabkan dominasi kepemilikan saham bank belum diat ur sehingga perlu dit et apkan
agar bersama-sama dengan ket ent uan cr oss management dan cr oss owener shi p, dapat
mengef ekt if kan pengawasan int ernal bank. Kuat nya pengawasan int ernal pada gilirannya
akan mencipt akan bank yang aman dan sehat .

B. Pemisahan antara Pemilik dan Pengurus

Telah sej ak lama diskusi mengenai perusahaan dimulai dari pendapat bahwa

pengurus perusahaan memiliki kekuasaan dan menggunakannya unt uk mengeksploit asi
invest or, konsumen at au keduanya. Para pengurus perusahaan menget ahui dengan t epat
kondisi perusahaan dan dapat menyembunyikan kondisi perusahaan t ersebut dari
invest or. Inf ormasi t ent ang bagaimana mereka mengelolanya dengan mudah j uga dapat
dirahasiakan. Dipersenj at ai dengan penget ahuan pribadi dan mampu mencipt akan
invest or dalam kegelapan, para pengurus perusahaan dapat membent uk opini unt uk
kepent ingan mereka dan sekaligus mencuri dan melakukan salah pengelolaan. 9
Sement ara it u, kepemilikan perusahaan saat ini t erbagi ke dalam dua sist em
yait u per t ama, sist em kepemilikan t erkonsent rasi dan kedua, sist em kepemilikan
t ersebar ( di sper sed ) dengan karakt erist ik st rukt ur pengelolaannya ( gover nance) masingmasing. Para ahli pengelolaan perusahaan ( cor por at e gover nance) berpendapat bahwa
konsent rasi kepemilikan perusahaan merupakan konsekwensi lemahnya perlindungan
hukum bagi pemegang saham minorit as.
Di Amerika Serikat sist em pengelol aan perusahaan dilakukan secara
out si der / ar m’ s-l engt h yait u pengelolaan yang dilakukan oleh orang luar ( out si der )
perusahaan. Sist em ini t erj adi karena t ersebarnya kepemilikan suat u perusahaan.
Perusahaan-perusahaan besar di AS hampir seluruhnya adalah perusahaan t erbuka dan
hanya segelint ir perusahaan yang sahamnya masih berada di t angan pengendali
perusahaan. Kepemilikan saham yang besar apalagi kepemilikan saham mayorit as adalah
suat u hal yang t idak lazim di AS.
Terminologi ar m’ s l engt h t epat unt uk kont eks AS karena pemegang saham

menj aga j arak dan membiarkan pengurus bebas melakukan pengelolaan perusahaan.
Pendekat an ini berhasil karena dalam sit uasi normal invest or lebih t ert arik pada kinerj a
umum port f olio saham yang mereka miliki dibandingkan perkembangan yang melibat kan
sat u perusahaan t ert ent u. Gej ala pemisahaan ant ara kepemilikan dan kepengurusan ini
t elah diindent if ikasi oleh Adolf Berle dan Gardiner Means di awal t ahun 1930an yang
kemudian dikenal dengan “ Berle-Means Corporat ion. .
Analisis Adolf Berle dan Gardiner Means ini t elah menimbulkan perdebat an
panj ang. Akan t et api para ahli sependapat bahwa “ Berle-Means Corporat ion” merupakan
paradigma dominan dalam sist em ekonomi pasar. Pemisahaan ant ara kepemilikan dan
pengelolaan merupakan sist em yang mengunt ungkan karena pengurus dapat
dipekerj akan semat a-mat a berdasar at as kompet ensi yang mereka miliki. Hal ini dapat
t erj adi karena pengurus t idak diharapkan dapat memberikan kont ribusi keuangan kepada
Selanj ut nya Pasal 24 ayat (2) menet apkan: Anggot a Direksi dilarang merangkap j abat an sebagai anggot a dewan
Komisaris, Direksi at au Pej abat Eksekut if pada lembaga perbankan, perusahaan at au lembaga lain.
9
Frank H. East erbrook dan Daniel R. Fischel, The Economi c St r uct ur e of Cor por at e Law , (Cambridge: Harvard
Universit y Press, 1996), hal. 1

3


perusahaan yang mempekerj akan mereka at au memiliki ikat an keluarga at au hubungan
pribadi dengan pemegang saham pengendali.
Berbeda dengan AS, di Jepang dan Eropa kont inent al, pengelolaan perusahaan
dilakukan oleh i nsi der / cont r ol -or i ent ed . Berdasarkan sist em ini pasar modal misalnya
hanya memainkan peran kedua dalam perekonomian. Perusahaan-perusahaan yang
sahamnya dij ual di bursa umumnya dimiliki oleh pemegang saham pengendali dan at au
kredit ur dominan yang mempengaruhi manaj emen. 10 Jerman dan Jepang menikmat i
kinerj a ekonomi yang lebih baik dari AS selama t ahun 1970an dan 1980an sehingga
menimbulkan kesan bahwa syst em insider/ cont rol-orient ed bekerj a lebih baik.
Kecenderungan perekonomian akhir-akhir ini memperlihat kan bahwa versi
kapit alisme model AS lebih dominan dan “ Berle-Means Corporat ion” menghasilkan
ef isiensi sebagaimana yang diaj arkan oleh t eori dan j uga kenyat aannya perusahaanperusahaan dengan orient asi i nsi der / cont r ol mulai melakukan divest asi dan
menghilangkan st rukt ur kepemilikan silang yang rumit dan secara perlahan bergerak
kearah kepemilikan yang t ersebar. Meskipun perubahan kearah kepemilikan t ersebar
t ersebut t erj adi secara perlahan yang oleh Pimpinan Credit Lyonnais SA pada t ahun 1999
digambarkan sebagai “ Darwinian evolut ion of t he species” .
St udi emperis menunj ukan bahwa per t ama, t ingkat prot eksi
sist em hukum suat u negara kepada out si de i nvest or berdampak
regim pengelolaan perusahaan di negara t ersebut . Hal ini t erj adi
Kedua, st rukt ur inst it usi yang kuat j uga dapat mencipt akan

kepemilikan perusahaan sebagaiman yang t erj adi di Inggris.

yang diberikan oleh
signif ikan t erhadap
di Amerika Serikat .
sist em penyebaran

Prot eksi hukum yang kuat bagi pemegang saham minorit as berkait an erat dengan
per t ama, banyaknya j umlah perusahaan yang t ercat at di bursa ef ek. Kedua, lebih
bernilainya pasar moda. Ket i ga, lebih rendah manf aat kont rol pribadi dan keempat ,
lebih t erpecahnya kepemilikan saham. Dengan perkat aan lain konsent rasi kepemilikan
adalah konsekuensi lemahnya perlindungan hukum bagi pemegang saham minorit as. 11
Di lingkungan yang t idak diat ur ( unr egul at ed envi r onment ), muncul bahaya
dimana orang dalam (pemegang saham pengendali dan eksekut if senior) suat u
perusahaan publik akan mengelabui out si de i nvest or yang memiliki saham perusahaan.
Berdasarkan argument asi
“ l aw mat t er s” , di suat u negara yang hukumnya lemah
memberikan perlindungan t erhadap invest or dari kecurangan orang dalam menyebabkan
invest or pot ensial t akut dieksploit asi. Oleh karena it u, invest or enggan membeli saham
perusahaan. Keengganan invest or t ersebut pada akhirnya membuat pemilik memut uskan

unt uk t idak menj ual sahamnya kepada publik.
Hasil yang berbeda akan t erj adi apabila suat u negara mengat ur sikap oport unist ik
para i nsi der sehingga pemegang saham minorit as merasa aman. Dengan kondisi t ersebut
maka invest or akan bersedia membeli dengan harga penuh saham yang dij ual sehingga
menurunkan biaya modal bagi perusahaan yang memilih menj ual saham di pasar modal.
Hal ini pada gilirannya akan meningkat kan penawaran umum saham dan sekaligus
membangun pasar modal yang kuat dan mencipt akan sist em kepemilikan perusahaan
t ersebar.
10
Brian R. Chef f ins, “ Does Law Mat t er? The Separat ion of Ownership and Cont rol in The Unit ed Kingdom” ,
Jour nal of Legal St udi es, Vol. XXX (June 2001), hal. 462
11
Ibi d, hal. 462

4

Mengenai pent ingnya perlindungan t erhadap pemegang saham minorit as t erhadap
t ercipt anya sist em kepemilikan saham perusahaan yang t ersebar, ada baiknya melihat
perkembangan yang t erj adi di Inggris. Perkembangan di Inggris memperlihat kan bahwa
perangkat hukum yang mengat ur perusahaan dan pasar keuangan t idak harus ada unt uk

mencipt akan penyebaran kepemilikan perusahaan. Pengalaman Inggris menunj ukan
bahwa st rukt ur kelembagaan dapat menggant ikan peranan hukum dalam mencipt akan
suat u sist em yang dikehendaki. 12
Berbeda dengan Amerika Serikat , penyebaran kepemilikan saham perusahaan di
Ingris bukan disebabkan kuat nya perlindungan yang diberikan hukum kepada pemegang
saham minorit as. Hal ini t erlihat pada t ahun 1907 hampir 600 perusahaan t ercat at pada
London St ock Exchange. Jumlah ini meningkat menj adi 3500 perusahaan pada t ahun
1951. Pada t ahun-t ahun sebelum t ahun 1914, perusahaan-perusahaan t erbuka ( publ i c
compani es) Inggris masih dimiliki dan dikelola secara dominan oleh keluarga. Pemisahan
ant ara kepemilikan dan kepengurusan baru benar-benar t erj adi pada t ahun 1950an.
Meskipun hakim-hakim Inggris t erkenal reput asinya sebagai i ncor r upt i bi l i t y,
i mpar t i al i t y and di ci si veness, namun demikian Inggris t idak t ermasuk negara yang
memberikan perlindungan bagi invest or. Hukum perusahaan yang berlaku at au prinsip
common l aw yang secara t egas melindungi pemegang saham minorit as t idak dikenal. Hak
gugat derivat if misalnya bukan suat u yang lazim dan pengadilan enggan memberi
pemegang saham minorit s l egal st andi ng unt uk menggugat at as nama perusahaan.
Sampai pert engan pert ama abad 20, hukum perusahaan Inggris t idak mengat ur i nsi der
deal i ng. 13
Berkembangnya pasar modal Inggris banyak dipengaruhi oleh per t ama, f i nanci al
i nt er medi ar i es. Perusahaan-perusahaan yang ingin go publik harus melalui pemeriksaan
yang ket at oleh f i nanci al i nt er medi ar i es. Ket at nya pengawasan yang dilakukan oleh
f i nanci al i nt er medi ar i es adalah unt uk menj aga reput asi lembaga keuangan t ersebut .
Kedua, London St ock Exchange j uga memerankan peranan pent ing dalam
mengembangkan pasar modal. Sebagai lembaga swast a, London St ock Exchange
menet apkan at uran yang ket at bagi perusahaan yang ingin mencat at kan sahamnya.
Dengan demikian, meskipun Inggris t idak mengenal rej im hukum yang memberikan
perlindungan bagi pemegang saham minorit as akan t et api kuat nya peranan yang
diberikan oleh kedua lembaga ini membuat banyaknya invest or yang menanamkan
dananya dengan membeli saham perusahaan. 14

C. Pembat asan Kepemilikan Bank

Pembat asan kepemilikan bank dapat dilakukan dengan cara per t ama,
membat asi j umlah pemilikan saham oleh individu at au lembaga dengan maksud
mencegah dominasi pemilik at as pengurus. Kedua, dapat pula dengan cara membat asi
pemilikan berdasarkan krit eria pemilik. Di Amerika Serikat Bank Hol di ng Company Act
secara umum melarang perusahaan yang melakukan kegiat an non-f i nanci al memiliki
bank. Larangan ini dimaksudkan unt uk per t ama, membat asi risiko kebangkrut an bank.
Kedua, menghindari bent uran kepent ingan dan ket i ga, mencegah pemusat an kekuasaan
12

Ibi d, hal. 459.
Ibi d, hal. 470
14
Ibi d, hal. 474
13

5

keuangan. 15 Bank Hol di ng Company (BHC) adalah suat u perusahaan yang memiliki kont rol
t erhadap bank at au perusahaan yang mengont rol bank.
Ket ent uan yang mengat ur BHC bermaksud unt uk mengont rol kekuat an ekonomi
dari bank konglomerasi dengan j alan melarang perusahaan yang melakukan kegiat an
perbankan melakukan kegiat an non bank. 16 Larangan t ersebut memberikan beberapa
pengecualian akan t et api apabila t he Fed (Federal Reserve Bank/ Bank Sent ral AS)
menilai kekegiat an usaha non bank oleh BHC mengancam kesehat an keuangan,
keamanan at au st abilit as perusahaan anak bank dari BHC t ersebut at au bert ent angan
dengan prinsip perbankan yang sehat , t he Fed dapat memerint ahkan BHC menghent ikan
kegiat an non bank t ersebut . 17
Dengan diberlakukannya Gramm-Leach-Bliley Act pada Nopember 1999 BHC
yang memiliki kondisi keuangan sehat dapat menj adi Fi nanci al Hol di ng Company (FHC).
BHC yang dikualif ikasikan sebagai FHC dibolehkan melakukan kegiat an usaha dan
memiliki perusahaan yang melakukan kegiat an usaha f i nanci al i n nat ur e at au i nci dent al
t o such act i vi t i es (f i nanci al ) . FHC j uga diperbolehkan melakukan kegiat an yang
compl ement ar y t o f i nanci al act i vi t i es sepanj ang t he Fed menilai bahwa kegiat an usaha
t ersebut t idak menimbulkan risiko t erhadap kesehat an dan keamanan lembaga keuangan
t ersebut dan t erhadap keseluruhan sist em keuangan. 18
The Fed dapat menent ukan kegiat an-kegiat an yang diklasif ikasikan sebagai
f i nanci al i n nat ur e at au i nci ndent al dengan perset uj uan Ment eri Keuangan. Adapaun
kegiat an yang sudah diklasif ikasikan sebagai f i nanci al i n nat ur e at au i nci dent al
adalah: 19
a.

Lendi ng, exchangi ng, t r ansf er r i ng, i nvest i ng f or ot her s, or saf eguar d money or secur i t i es.

b.

Insur i ng, guar ant eei ng, or i ndemni f yi ng agai nst l oss, har m, damages, i l l ness, di sabi l i t y, or deat ah, or pr ovi di ng
and i ssui ng annui t i es, and act i ng as pr i nci pal , agent , or br oker f or pur poses of t he f or egoi ng, i n any st at e.

c.

Pr ovi di ng f i nanci al , i nvest ment , or economi c advi sor y ser vi ces, i ncl udi ng advi si ng an i nvest ment company.

d.

Issui ng or sel l i ng i nst r ument s r epr esent i ng i nt er est s i n pool s of asset s per mi ssi bl e f or a bank t o hol d di r ect l y.

e.

Under wr i t i ng, deal i ng i n, or maki ng a mar ket secur i t i es.

f.

Engagi ng i n “ cl osel y r el at ed” act i vi t y (as i n ef f ect on 12 November 1999).

g.

Engagi ng, i n t he Uni t ed St at es, i n any act i vi t y t hat a BHC coul d engage i n out si de t he Uni t ed St at es, as usual i n
connect i on wi t h t he t r ansact i on of banki ng or ot her f i nanci al oper at i ons abr oad, as i n ef f ect on November
1999.

h.

Di r ect l y or i ndi r ect l y acqui r i ng or cont r ol l i ng, whet her as pr i nci pal , on behal f of one or mor e ent i t i es
(i ncl udi ng ent i t i es, ot her t han a deposi t or y i nst i t ut i on or subsi di ar y of a deposi t or y i nst i t ut i on, t hat t he BHC
cont r ol s), or ot her wi se, shar es, asset s, or owner shi p i nt er est s (i ncl udi ng debt or equi t y secur i t i es, par t ner shi p
i nt er est s, t r ust cer t i f i cat es, or ot her i nst r ument r epr esent i ng owner shi p) of a secur i t i es or i nvest ment f i r m
engaged n any act i vi t y not aut hor i zed pur suant t o U. S. C. § 1843, subj ect t o speci f i ed condi t i ons.

i.

Di r ect l y or i ndi r ect l y acqui r i ng or cont r ol l i ng, whet her as pr i nci pal on behal f of one or mor e ent i t i es (i ncl udi ng
ent i t i es, ot her t han a deposi t or y i nst i t ut i on or subsi di ar y of a deposi t or y i nst i t ut i on, t hat t he BHC cont r ol s), or
ot her wi se, shar es, asset s, or owner shi p i nt er est s (i ncl udi ng debt or equi t y secur i t i es, par t ner shi p i nt er est s,
t r ust cer t i f i cat es, or ot her i nst r ument r epr esent i ng owner shi p) of an i nsur ance f i r m engaged i n any act i vi t y not
aut hor i zed pur suant t o 12 U. S. C. §1843, subj ect t o speci f i ed condi t i ons.

15

Edward L. Symons, Jr. , Banki ng Law Teachi ng Mat er i al s, Third Edit ion, (St . PaulL West Publishing Co, 1991),

hal. 351.
16
Jonat han R. Macey and Geof f rey P. Miller, “ Bank Failures, Risk Monit oring, and t he Market f or Bank Cont rol, ”
Col umbi a Law Revi ew , (Okt ober 1988), hal. 293.
17
Michael P. Malloy, Bank Regul at i on, (St . Paul: West Group, 1999), hal. . 182
18
Michael P. Malloy, Pr i nci pl es of Bank Regul at i on, (St . Paul: West Group, 2003), hal. 232.
19
12 U. S. C. A § 1843 (k) (4)

6

Sement ara it u, Di Indonesia, besarnya peranan bank milik pemerint ah ( st at eowned bank ) dalam sist em perbankan merupakan masalah t ersendiri dalam kait annya
dengan ef ekt if it as pengawasan. Langkah-langkah privat isasi bank milik pemerint ah harus
t erus dilakukan. Di beberapa negara privat isasi at au penut upan bank milik pemerint ah
dapat berj alan baik. Disain privat isasi merupakan hal yang sangat pent ing dalam
menent ukan keberhasilan bank t ersebut di kemudian hari. Pengalaman Chili dan Mexico
menunj ukkan bahwa proses privat isasi yang t erlalu cepat dan dengan disain yang buruk
dapat membawa benih krisis perbankan berikut nya. 20
Besarnya kepemilikan saham bank oleh pemerint ah cenderung berkait an dengan
rendahnya perkembangan perbankan, lembaga keuangan bukan bank dan pasar modal.
Dengan demikian meskipun secara t eorit is bank milik pemerint ah dapat membant u
mengat asi masalah kelangkaan modal bagi pr oyek-proyek yang sangat produkt if , akan
t et api kepemilikan bank oleh pemerint ah yang besar cenderung berkait an dengan
lemahnya operasi sist em keuangan. 21
Membat asi kepemilikan saham bank, baik perorangan maupun lembaga
(pemerint ah) dilakukan di beberapa negara. Thailand, Taiwan dan Korea Selat an
misalnya membat asi kepemilikan maksimal 4-5% dari modal bank. Di Thailand
kepemilikan saham melampaui 5% menyebabkan pemiliknya kehilangan hak unt uk
mendapat kan dividen at as kelebhihan saham yang dimilikinya. Pembat asan lain yang
berkait an dengan kepemilikan bank adalah larangan bank dimiliki oleh shel l company.
Aust ralia misalnya melarang bank dimiliki oleh holding company yang t idak melakukan
kegiat an usaha (non operat ing holding company) at au paper company. Alasannya adalah
perusahaan induk sepert i ini t idak memili ki kapabilit as unt uk mengawasi kegiat an
operasional bank berdasarkan prinsip kehat i-hat ian.

Basel Commi t t e on Banki ng dalam rekomendasi No. 3 t ent ang Ef f ect i ve Banki ng
Super vi son
j uga menyarankan agar masalah kepemilikan saham bank mendapat
perhat ian serius. Rekomendasi t ersebut memint a agar pengawas bank memiliki
kewenangan unt uk menilai st rukt ur kepemilikan suat u bank. Apabila bank merupakan
bagian dari suat u organisasi besar maka harus ada j aminan bahwa st rukt ur organisasi
dan kepemilikan t ersebut bukan merupakan sumber kelemahan bagi bank. Risiko bagi
nasabah penyimpan akibat kegiat an usaha yang dilakukan oleh perusahaan sat u grup
harus diminimalkan dan bank dilarang dij adikan sebagai sumber dana bagi pemiliknya.
Alasan unt uk t et ap membolehkan adanya pemegang saham mayorit as adalah
unt uk memudahkan penyelesaian bermasalah. Tidak adanya pemegang saham mayorit as
dianggap akan menyulit kan penyelesaian bank bermasalah karena t idak j elas siapa yang
harus bert anggung j awab. Kenyat aannya met ode penyelesaian bank bermasalah dengan
melibat kan pemegang saham pengendali t idak ef ekt if . Ket ent uan yang mewaj ibkan
pemegang saham pengendali bank membuat pernyat aan akan bert anggung j awab
apabila bank mengalami kesulit an keuangan secara hukum
perlu dipert anyakan
ef ekt if it asnya. 22
20
Claudia Dziobek and Ceyla Pazarbasioqlu, “ Lessons f rom Sist emic Bank Rest ruct uring, ” Economi c Issues No. 9,
(Washingt on, DC: Int ernat ional Monet ary Fund, 1998), hal. 9.
21
James R. Bart h, et . al. , “ Banking Sist ems Around t he Globe: Do Regulat ion and Ownership Af f ect Perf ormance
and St abilit y, ” paper present ed t o t he NBER Conf er ence on Pr udent i al Super vi si on: What Wor ks and What Doesn’ t ,
(Islamorada, Florida, January 13-15, 2000), hal. 3.
22

Pasal 6 (2) b. 7 Perat uran Bank Indonesia Nomor: 2/ 27/ PBI/ 2000 t ent ang Bank Umum menet apkan bahwa
unt uk mendapat kan perset uj uan prinsip pendirian bank pemegang Saham Pengendali waj ib menyampaikan surat

7

Konsep t anggung j awab t erbat as suat u PT hanya dapat dikecualikan apabila
t erbukt i perusahaan dikelola secara melawan hukum. Undang-undang Perseroan
Terbat as menet apkan bahwa segala kerugian yang diderit a oleh perseroan at aupun pihak
ket iga akibat kesalahan Direksi dit anggung dengan hart a pribadinya bersama-sama hart a
perseroan. Tanggung j awab bersama ini disebut sebagai t anggung rent eng. 23 Dengan
demikian perubahan t anggung j awab dari t erbat as menj adi t idak t erbat as t erj adi ex
post , bukan ex ant e.

D. Masalah-masalah dalam Pembat asan Kepemilikan Bank

Pert anyaan yang sering kali diaj ukan dasam kait an dengan perlindungan t erhadap
invest or adalah rej im hukum yang bagaimanakah yang dibut uhkan agar pemegang saham
minorit as merasa aman? Tit ik awalnya adalah per t ama, sist em peradilan ( j udi ci al
syst em ) yang adil dan t erpercaya. Apabila hakim korup at au pengadilan t idak memiliki
kemampuan unt uk menyelesaikan sengket a dengan cepat , maka invest or akan kurang
percaya t erhadap perlindungan yang diberikan oleh hukum. Apabila hukum demikian
lemahnya sehingga kont rak-kont rak dasar saj a t idak dapat dit egakkan maka membangun
suat u cor por ae i nst i t ut i on yang kompleks akan sangat sulit . Kedua, apabila sist em
peradilan sudah berj alan baik maka beberapa j enis at uran hukum akan dapat secara
pot ensial melindungi pemegang saham minorit as dari perlakuan sewenang-wenang orang
dalam. 24
Beberapa at uran t ersebut diuraikan sebagai berikut :
a. Derivat ive lit igat ion/ suit

Keput usan yang akan diambil dalam mengat asi masalah-masalah yang dihadapi
suat u perusahaan, seharusnya t idak diserahkan begit u saj a kepada Direksi, Komisaris
at au RUPS karena pemegang saham mayorit as akan menyet uj ui keput usan Direksi,
Komisaris at au RUPS t ersebut apabila hal it u mengunt ungkan mereka, padahal
keput usan t ersebut dapat merugikan pemegang saham minorit as. Oleh sebab it u,
pemegang saham minorit as perlu diberikan hak-hak t ert ent u unt uk melindungi dirinya
dari dominasi pemegang saham mayorit as.
Di Indonesia, Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 memberikan hak-hak t ert ent u
kepada pemegang saham minorit as yang t erdiri at as dua bent uk, yait u hak-hak yang
dicant umkan secara j elas dan t indakan-t indakan perusahaan yang harus mendapat
perset uj uan dari pemegang saham minorit as. Hak-hak yang dicant umkan secara j elas,
ant ara lain: hak mengaj ukan gugat an t erhadap perusahaan [ Pasal 54 ayat (2)] ; hak unt uk
memint a RUPS [ Pasal 60 ayat (1)] ; hak at as nama perusahaan menggugat direksi dan
komisaris [ Pasal 85 ayat (3) dan Pasal 98 ayat (2)] ; hak pemegang saham minorit as dalam
merj er, akuisisi dan konsolidasi [ Pasal 104 ayat (1a), ayat (2), dan Pasal 105 ayat (1)]

pernyat aan yang menyat akan kesediaan unt uk mengat asi kesulit an permodalan maupun likuidit as yang dihadapi bank
dalam menj alankan kegiat an usahanya.
23
I Nyoman Tj ager, et . al. , Cor por at e Gover nance Tant angan dan Kesempat an bagi Komuni t as Bi sni s Indonesi a,
(Jakart a: PT Prenhallindo, 2003), hal. 125.
24
Pent ingnya peran pengadilan ini secara mendalam dibahas ant ara lain oleh Charles Himawan. Lihat Abun
Sanda (Ed. ), Char l es Hi mawan Hukum Sebagai Pangl i ma, (Jakart a: Penerbit Buku Kompas, 2003).

8

dan hak pemegang saham minorit as unt uk memint a Pengadilan agar memeriksa
perusahaan [ Pasal 110 ayat (3a)] .
Pasal 54 ayat (2) menyebut kan bahwa t indakan at au kebij akan perusahaan yang
dianggap t idak adil dan t anpa alasan yang waj ar sebagai akibat keput usan RUPS, Direksi
at au Komisaris sehingga menimbulkan kerugian bagi pemegang saham, maka pemegang
saham at as nama perusahaan berhak mengaj ukan gugat an t erhadap perusahaan ke
Pengadilan Negeri. Sedangkan pemegang saham minorit as dapat menggugat perusahaan
at as namanya sendiri ke Pengadilan Negeri. Dengan demikian Pasal 54 ayat (2) ini bisa
merepot kan perusahaan karena sat u orang pemegang saham saj a t anpa bat as
kepemilikannya dapat menggugat perusahaan apabila ia merasa dirugikan oleh
keput usan RUPS, Direksi at au Komisaris. Selain it u, pemegang saham minorit as at as
nama perusahaan dapat pula mengaj ukan gugat an t erhadap Direksi [ Pasal 85 ayat (3)]
dan Komisaris [ Pasal 98 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 t ent ang Perseroan
Terbat as] . Ket ent uan ini sej alan dengan pasal ket ent uan umum dalam Pasal 1365
KUHPerdat a yang berbunyi: “ Tiap perbuat an melanggar hukum yang membawa kerugian
kepada seorang lain, mewaj ibkan orang yang karena salahnya menerbit kan kerugian it u
menggant i kerugian t ersebut ” .
b. Preempt ive right

Hak yang diberikan kepada pemegang saham unt uk membeli t erlebih dahulu
saham baru yang dikeluarkan oleh perusahaan. Hak ini dimaksudkan agar t idak t erj adi
dilusi saham, yait u penurunan nilai at au porsent ase saham. Pasal 36 Undang-Undang No.
1 Tahun 1995 t ent ang Pereroan Terbat as j uga mewaj ibkan unt uk menawarkankan
t erlebih dahulu kepada set iap pemegang saham apabila perseroan melakukan
penambahan modal. Hanya saj a kewaj iban ini dapat dit ent ukan lain dalam Anggaran
Dasar perseroan.
c. Direct or’s dut y of loyalt y

Salah sat u f ungsi ut ama komisaris adalah melindungi perusahaan dari t indakan
direksi unt uk kepent ingan diri sendiri yang merugikan perusahaan. Agar
dapat
melaksanakan f ungsi t ersebut komisaris t ent unya t erlebih dahulu harus bersih dari
pengaruh korupsi. 25 Unt uk it u, direksi perusahaan harus mendahulukan kepent ingan
perusahaan dibandingkan dengan kepent ingan pribadi unt uk menghindarkan t erj adinya
sel f -deal i ng.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 t ent ang Perseroan Terbat as mengat ur masalah
dut y of l oyal t y ini dalam Pasal 82 dan 85. Pasal 82 menet apkan bahwa Direksi
bert anggung j awab penuh at as pengurusan perseroan unt uk kepent ingan dan t uj uan
perseroan. Sedangkan Pasal 85 (1) menet apkan set iap anggot a Direksi waj ib dengan
ikt ikad baik dan penuh t anggung j awab menj alankan t ugas unt uk kepent ingan dan usaha
perseroan.

25
Det lev F. Vagt s, Basi c Cor por at i on Law Mat er i al s-Cases-Text , Third Edit ion, (New York: The Foundat ion Press,
Inc. , 1989), hal. 224

9

d. Insider dealing

Meskipun sist em hukum sudah sej ak lama menyadari dampak negat if dari suat u
prakt ik kecurangan yang dilakukan oleh “ orang dalam” ( i nsi der ), akan t et api sedikit
sekali perhat ian dalam lit erat ure yang secara t eorit is menj elaskan persoalan t ersebut .
Dalam berbagai variasi, pengadilan t elah menerapkan kewaj iban yang lebih t inggi
t erhadap pengurus perusahaan dan mendasarkan kewaj iban ini pada kemungkinan
t erj adinya kecurangan ( f r aud ) oleh pengurus perusahaan dalam bent uk yang lebih
canggih. Kemungkinan besar t erj adinya penyalahgunaan kekuasaan oleh i nsi der t elah
membant u menj elaskan alasan diberlakukannya perat uran khusus yang t elah
dikembangkan unt uk pengurus perusahaan. 26
Di Amerika Serikat , kecurangan oleh orang dalam ( i nsi der f r aud ) merupakan 50%
dari kej ahat an yang t erj adi pada perbankan. 27 Kej ahat an orang dalam ini dapat
dilakukan oleh pengurus dan at au pemegang saham mayorit as yang mempengaruhi
pengurus perusahaan. Kej ahat an yang dilakukan t ersebut dapat digolongkan ke dalam
dua cara: (1) dilakukan dengan memanf aat kan kedudukannya unt uk kepent ingan diri
sendiri secara melawan hukum; dan (2) mi smanagement berat berupa t indakan ceroboh
yang melanggar prinsip-prinsip busi ness j udgement . 28 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995
t ent ang Perseroan Terbat as menet apkan bahwa set iap anggot a Direksi bert anggung
j awab penuh secara pribadi apabila yang bersangkut an bersalah at au lalai menj alankan
t ugasnya unt uk kepent ingan dan usaha perseroan. .

e. Keterbukaan

Para pemegang saham sangat membut uhkan ket erbukaan perusahaan. Dengan
adanya ket erbukaan perusahaan, para pemegang saham dapat menget ahui secara past i
apa dan bagaimana hasil pekerj aan dari pengurus perusahaan, sert a ke arah mana
perusahaan t ersebut bergerak. Dalam kait an ini, persoalan yang t imbul adalah sej auh
mana ket erbukaan perusahaan t ersebut dapat dimungkinkan mengingat hal-hal apa saj a
yang dapat diinf ormasikan kepada masyarakat invest or, dan sebaliknya hal-hal apa pula
yang dibut uhkan oleh masyarakat invest or sebelum mengambil keput usan unt uk membeli
at au menj ual saham yang dimilikinya.
Menurut Colin H. C. Bacon t erdapat beberapa aspek dari perusahaan yang perlu
diket ahui oleh para pemegang saham dan invest or pot ensial dalam mengambil keput usan
unt uk invest asi mereka dan aspek-aspek t ersebut sekaligus merupakan ukuran-ukuran
yang amat berart i bagi per f or mance suat u perusahaan, yait u: (1) net oper at i ng pr of i t ;
(2) gr oss pr of i t mar gi n; (3) prediksi penj ualan dengan met ode yang paling sederhana
hingga kepada yang canggih dimiliki oleh perusahaan; (4) evaluasi j enis dan t ingkat risiko
yang mungkin t imbul dan dihadapi oleh perusahaan; (5) penambahan modal yang
diperlukan unt uk dapat mencapai t arget perusahaan; (6) ket ergant ungan perusahaan
t erhadap orang-orang perusahaan yang menduduki j abat an-j abat an kunci; (7) inf ormasi
t ent ang aset -aset t et ap perusahaan dan pengelolaannya. 29
26

Pet er P. Swire, “ Bank Insolvency Law Now That It Mat t ers Again” , Duke Law Jour nal , (December 1992), hal.

27

FDIC DOS Manual of Exam Policies Bank Fraud and Insider Abuse, Sect ion 9. 3.

28

Pet er P. Swire, Op. ci t , hal. 841.

845.

29

Colin H. C. Bacon, “ Inf ormat ion f or Shareholders” dalam Invest ment Anal ysi s i n Si ngapor e, (Singapore:
Singapore Universit y Press, 1985).

10

E. Penutup

Ket ent uan t ent ang pembat asan kepemilikan bank, bersama-sama dengan
ket ent uan cr oss-management yang berlaku saat ini diharapkan dapat mengef ekt if kan
pengawasan int ernal bank. Komisaris misalnya t idak lagi berf ungsi sebagai hiasan t et api
menj adi pemain ut ama dalam menj amin bank dikelola dengan sehat . Pengawasan
int ernal haruslah merupakan f i r st l i ne of def ence dari kemungkinan dij adikannya bank
sebagai “ sarang penyamun. ”
Dengan ef ekt if nya pengawasan int ernal maka regulat or
akan dapat lebih
berkonsent rasi pada pengawasan makroprudensial. Pengalaman menunj ukan bahwa
selama 20 t ahun t erakhir krisis perbankan dipicu oleh kebij akan makroekonomi yang
t idak berhat i-hat i bukan karena insolvennya sat u bank kemudian menular ke bank lain.
Oleh karena it u, regulat or disarankan unt uk lebih memusat kan perhat ian pada
kebij akan makroprudensial yait u mencegah syst em perbankan secara keseluruhan
mengalami masalah sehingga mengurangi kerugian t erhadap perekonomian. 30
Dampak ikut an dari adanya ket ent uan pembat asan kepemilikan saham ini adalah
t ercipanya pasar modal. Munculnya pasar modal yang kuat akan menj adi alt ernat if
sumber pembiayaan bagi masyarakat . Sist em keuangan Indonesia yang selama ini
dit opang oleh perbankan secara perlahan j uga akan dit opang oleh pasar modal dan
perusahan keuangan lainnya. Sehingga mencipt akan syst em keuangan yang kuat .
Kendala sosial polit ik dalam menerapkan pembat asan kepemilikan saham bank
sej ak era ref ormasi t ent unya sudah berkurang. Pert imbangan mengenai kapan
dit erapkannya pembat asan akan lebih ringan karena hanya mempert imbangkan kondisi
makroekonomi. Namun demikian, kat a kunci dari keseluruhan masalah ini t ent unya
adalah adanya sist em hukum yang mampu mencipt akan st abi l i t y, pr edi ct abi l i t y and
f ai r ness. 31

ooooo

Daftar Pustaka
Bacon, Colin H. C. , “ Inf ormat ion f or Shareholders” dalam Invest ment Anal ysi s i n
Universit y Press, 1985).

Singapor e (Singapore: Singapore

Bart h, James R. , et . al. , “ Banking Syst ems Around t he Globe: Do Regulat ion and Ownership Af f ect Perf ormance and
St abilit y, ” paper present ed t o t he NBER Conf er ence on Pr udent i al Super vi si on: What Wor ks and What Doesn’ t ,
(Islamorada, Florida, January 13-15, 2000)

30
The Economist , “ Regulat or Should Worry Less About Individual Banks and More About Syst em” , 26 Juli – 1
Agust us 2003, hal. 68. Uraian lebih dalam mengenai macr opr udent i al lihat Claudio Borio, “ Towards a Macroprudent ial
Framework f or Financial Supervision and Regulat ion” , BIS Wor ki ng Paper , No. 128, February 2003.
31
Pada dasarnya, konsent rasi kepemilikan bank sebenarnya j uga t erdapat di Jerman. Sist em perbankan Jerman
didominasi oleh publ i c bank (dimiliki oleh count y at au ci t y dan at au st at e) dan cooper at i ve bank . Publ i c bank merupakan
36, 45% dari sekt or perbankan. Perbankan Jerman j uga t erkenal dengan kedekat annya dengan perusahaan-perusahaan
indust ri besar, dan bank-bank t ersebut memiliki wakil pada dewan pengawas di hampir seluruh perusahaan t ersebut .
Namun demikian, perbankan Jerman bebas dari kont rol pemerint ah dan nasabah besar. Di samping it u, meskipun bank
memiliki hubungan yang erat dengan nasabahnya, mereka t erkenal t idak segan-segan mengambil t indakan t egas apabila
menyangkut pemberian kredit . Thorst en Beck, “ Deposit Insurance as Privat e Club: The Case of Germany, ” The Wor l d
Bank , 2000, hal. 6.

11

Beck, Thorst en, “ Deposit Insurance as Privat e Club: The Case of Germany, ” The Wor l d Bank , 2000.
Chef f ins, Brian R, “ Does Law Mat t er? The Separat ion of Ownership and Cont rol inUnit ed Kingdom” , Jour nal of Legal
St udi es, Vol. XXX (June 2001)
Dziobek, Claudia and Ceyla Pazarbasioqlu, “ Lessons f rom Sist emic Bank Rest ruct uring, ”
(Washingt on, DC: Int ernat ional Monet ary Fund, 1998)

Economi c Issues No. 9,

East erbrook, Frank H. dan Daniel R. Fischel, The Economi c St r uct ur e of Cor por at e Law , (Cambridge: Harvard Universit y
Press, 1996)
FDIC DOS Manual of Exam Policies Bank Fraud and Insider Abuse, Sect ion 9. 3.
Gaut ama, Sudargo, Koment ar At as Undang-undang Per ser oan Ter bat as (Bar u) Tahun 1995 No. 1 Per bandi ngan Dengan
Per at ur an Lama, (Bandung: PT. Cit ra Adit ya Bakt i, 1995)
Macey, Jonat han R. and Geof f rey P. Miller, “ Bank Failures, Risk Monit oring, and t he Market f or Bank Cont rol, ” Col umbi a
Law Revi ew , (Okt ober 1988)
Malloy, Michael P. , Bank Regul at i on, (St . Paul: West Group, 1999)
Malloy, Michael P. , Pr i nci pl es of Bank Regul at i on, (St . Paul: West Group, 2003)
Of f ice of t he Compt roler of t he Currency, Bank Fai l ur e an Eval uat i on of t he Fact or s Cont r i but i ng t o t he Fai l ur e of
Nat i onal Banks, ( Washingt on DC : 1988)
Ramli, Rizal, "St rat egi Bersaing Perbankan Indonesia Pasca GATS, " makalah disampaikan pada Diskusi Pakar Hukum dan
Ekonomi Impl i kasi Li ber al i sasi Sekt or Jasa Keuangan t er hadap Per ekonomi an Indonesi a, diselenggarakan oleh Bank
Indonesia, 1-2 Sept ember 1999 di Jakart a
Sanda, Abun (Ed. ), Char l es Hi mawan Hukum Sebagai Pangl i ma, (Jakart a: Penerbit Buku Kompas, 2003).
Sukarman, Widigdo, “ Upaya Penyehat an Perbankan dan Sekt or Riil” , Bi sni s & Ekonomi Pol i t i k Quar t er l y Revi ew of t he
Indonesi a Economy, (Vol. 3, No. 1, Januari 1999)
Swire, Pet er P. , “ Bank Insolvency Law Now That It Mat t ers Again” , Duke Law Jour nal , (December 1992)
Symon, Edward L Jr. , Banki ng Law Teachi ng Mat er i al s, Third Edit ion, (St . PaulL West Publishing Co, 1991)
Tj ager, I Nyoman, et . al. , Cor por at e Gover nance Tant angan dan Kesempat an bagi Komuni t as Bi sni s Indonesi a, (Jakart a: PT
Prenhallindo, 2003)
Vagt s, Det lev F. , Basi c Cor por at i on Law Mat er i al s-Cases-Text , Third Edit ion, (New York: The Foundat ion Press, Inc. , 1989)

12

Dokumen yang terkait

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Identifikasi Jenis Kayu Yang Dimanfaatkan Untuk Pembuatan Perahu Tradisional Nelayan Muncar Kabupaten Banyuwangi dan Pemanfaatanya Sebagai Buku Nonteks.

26 327 121

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Strategi Penanganan Risiko Kerugian Cicil Emas Pada Bank Syariah (Studi Bank Syariah Mandiri, Kantor Cabang Ciputat)

13 113 104

Pengaruh kualitas aktiva produktif dan non performing financing terhadap return on asset perbankan syariah (Studi Pada 3 Bank Umum Syariah Tahun 2011 – 2014)

6 101 0

Sistem Informasi Penjualan, Pembelian Dan Persediaan Barang Pada Toko Sejati Bandung

19 106 156

Sistem Informasi Absensi Karyawan Di Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung

38 158 129

Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Laporan Keuangan Arus Kas Pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir Cabang Bandung Dengan Menggunakan Software Microsoft Visual Basic 6.0 Dan SQL Server 2000 Berbasis Client Server

32 174 203