53
BAB X PELEPASAN BERSYARAT
VOORWAARDELIJKE IN VRIJHEIDSTELLING
A. Pengantar
Pelepasan Bersyarat merupakan proses pembinaan narapidana pada tahap keempat tahap terakhir. Pada tingkat terakhir bagi narapidana yang berkelakuan baik,
sehat jasmani dan rohani, telah menjalani 23dua pertiga masa pidananya atau sekurang- kurangnya mencapai 9 sembilan bulan masa pidananya, dapat ditentukan melalui
pembinaan pelepasan bersyarat walaupun tanpa adanya permintaan yang bersangkutan.
134
Permohonan Pelepasan Bersyarat diusulkan oleh Kepala LAPAS melalui Kepala Wilayah Pemasyarakatan Provinsi untuk diteruskan kepada Direktorat Jendral
Bina Tuna Warga yang menerbitkan surat keputusan atas nama Menteri Hukum dan HAM.
135
Pembinaan Pelepasan Bersyarat dimaksudkan untuk mengintegrasikan narapidana untuk bergaul dengan masyarakat dan latihan hidup bermasyarakat. Menurut
Muladi : tujuan utama pelepasan bersyarat adalah menggantikan pembinaan narapidana yang bersifat institusional menjadi pembinaan di dalam masyarakat pada saat yang tepat
dan dalam keadaan yang benar-benar menguntungkan. Pelepasan bersyarat merupakan suatu mata rantai dalam sistem pembinaan narapidana.
136
Nachatar Singh Sandhu : berdasarkan pengamatan di Singapura menyatakan pemberian pidana lepas bersyarat tidak menguntungkan dalam keadaan masyarakat yang tingkat
penganggurannya tinggi.
137
United Nations Congress on The Prevention of Crime and Treatment of Offenders 1970, 1975 dan 1980, bahwa pelepasan bersyarat parole merupakan alternatif
lain dari pidana perampasan kemerdekaan. Voorwaardelijke Invrijheidstelling lebih
134
Ibid., halanan 133.
135
Loc. Cit.
136
Loc.Cit.
137
Loc. Cit.
53
54 dahulu ada karena diatur sejak 1915 sedangkan Voorwaardelijke Veroordeling diatur
sejak 1926.
138
Pelepasan Bersyarat diatur di dalam: 1. Pasal 15, Pasal 15 a, Pasal 15 b, Pasal 16 dan Pasal 17 KUHP.
2. Ordonansi Pelepasan Bersyarat Stb.1917 No.749. 3. Ordonansi Pelaksanaan Pelepasan Bersyarat Stb.1926 No.487 jo Stb.1934 No.172 jo
Stb.1934 No.337. 4. Surat Edaran Kepala Jawatan Kepenjaraan No.J.H.7412 Tanggal 22 Januari 1951 jo
Surat Edaran Dirjen Bina Tuna Warga No.DPP.2.3165 Tanggal 10 Juli 1971. 5. Surat Edaran Kepala Bagian Urusan Pendidikan dan Reklasering N.J.H.7.4319
Tanggal 25 Pebruari 1964 sebagaimana ditambah dan diubah dengan Surat Edaran Dirjend Pemasyarakatan No.D.P.2.1.138 Tanggal 14 Mei 1971 jo No.D.P.2.1.918
Tanggal 14 Maret 1973.
139
Pejabat yang berwenang mengeluarkan keputusan VI adalah Menteri Hukum dan HAM Pasal 16 ayat 1 KUHP, namun dalam pelaksanaannya dilakukan oleh
Dirjend Bina Tuna Warga atas nama Menteri Hukum dan HAM setelah memperhatikan pertimbangan Dewan Pembina Pemasyarakatan Pusat Dirjend Bina Tuna Warga.
Sedangkan pejabat yang berwenang mengawasi masa percobaan dalam VI agar syarat- syarat dipenuhi adalah Jaksa perlu dipertimbangkan adalah Polisi.
Pejabat yang berwenang mencabut keputusan VI adalah Menteri Hukum dan HAM atas usul Jaksa setelah mendengar pendapat dari Dewan Pembina Pemasyarakatan Pusat.
Adapun pejabat yang berwenang menghentikan VI untuk sementara skors adalah Menteri Hukum dan HAM.
140
Faktor-faktor yang diperlukan Dewan Pembina Pemasyarakatan Pusat adalah sebagai berikut :
1. sifat delik yang dilakukan, misal : delik tersebut dibenci masyarakat atau tidak; 2. pribadi dan riwayat terpidana;
3. kondite terpidana di Lembaga Pemasyarakatan;
138
Ibid., halaman 133-134.
139
Ibid. halaman 134-135.
140
Ibid., halaman 135.
55 4. kemungkinan mendapat pekerjaan atau bantuan keluargateman.
141
Syarat-syarat untuk dapat diberikan pelepasan bersyarat, sebagai berikut : 1. Syarat-syarat Umum Imperatif, yaitu :
a. tidak melakukan tindak pidana; b. tidak melakukan tindakan yang tidak baik Pasal 15 a ayat 1 KUHP, misal :
bermalas-malasan, minum minuman keras dan lain-lain lihat juga Pasal 9 Ordonansi Pelepasan Bersyarat Stb.1917 No.749
2. Syarat-syarat Khusus Fakultatif, yaitu : a. larangan atau keharusan yang berhubungan dengan kelakuan terpidana asal tidak
membatasi kemerdekaan beragamaberpolitik Pasal 15 a ayat 2 KUHP. b. boleh diubah, ditiadakan atau diadakan syarat khusus lainnya Pasal 15 a ayat 5
KUHP. c. boleh diawasi oleh orang lain Pasal 15 a ayat 5 KUHP.
142
B. Sistem Remisi dalam Proses Pembinaan Narapidana