Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Sekitar Pulau Batam, Riau

?.

0.3

Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Sekitar

Oleh :
Adi Kurniawan Harahap
C06499020

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004

Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Sekitar
Pulau Batam, Riau

OIeh :

Adi Kurniawan Harahap
C06499020

SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Men~pemlehGelar Sarjana
Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004

AD1 KURNIAWAN HARAHAP (C06499020). Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di
Perairan Sekitar Pulau Batam, Riau. Di bawah bimbingan NEVIATY PUTRI
ZAMANI (Ketua) dan JOKO PURWANTO (Anggota).

.,

RINGKASAN
Terurnbu karang merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia

dimana kuantitas dan kualitasnya sangat mengesankan. Disamping itu terumbu karang
mempunyai fungsi ekologis sebagai daerah asuhan, tempat mencari makan, tempat
berpijah dan tempat persembunyian biota laut lainnya. Dengan ditetapkannya Pulau
Batam sebagai kawasan industri, maka besar kemungkinan perairan disekitar Pulau
Batam akan mengalami tekanan ekologis.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetal~uikeadaan/ kondisi ekosistem
terumbu karang di perairan sekitar Pulau Batam berdasarkan life forin saat itu sehingga
dapat memberikan masukan dalam pengelolaan terumbu karang secara tepat dan benar.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 3,4,6,7,8,12,13 dan 14 April 2003
diperairan sekitar Pulau Batarn yang meliputi daerah I (Pulau Lengkang), daerah I1
(Pulau Abang Kecil) dan daerah 111(Pulau Ngenang).
Pengamatan habitat dasar penyusun ekosistem terumbu karang menggunakan
metode transek garis menyinggung (Line Intercept Transect) dan tipe substrat dasar
dicatat menggunakan bentuk perturnbuhan (Life Form) sesuai klasifikasi English. Et al,
(1994).
Parameter fisika-kimia perairan yang terukur pada lokasi penelitian meliputi: suhu,
salinitas, kecerahan, kecepatan arus,derajat keasarnan (pH), masih dalam kisaran
optimum pertumbuhan biota karang.
Secara umum dapat dilihat bahwa penutupan karang batu di kedalarnan 3 meter
dikategorikan dalam keadaan baik berdasarkan kriteria Gomez dan Yap (1988). Adanya

habitat penyusun ekosistem terumbu karang di daerah I (UtaraFulau Batam) lebih
rendah nilai penutupan karang batunya jika dibandingkan dengan daerah I1 (Selatan
Pulau Batam) dan daerah 111 Qimur Pulau Batam). Posisi daerah I yang berdekatan
dengan pesisir Pulau Batam, dimana terdapat pelabul~anInternasional Sekupang dengan
intensitas kapal yang berlabuh cukup banyak sehingga mempengaruhi kualitas perairan
disekitar stasiun pengamatan. Daerah ini juga banyak ditemukan pabrik dan doking
kapal yang membuang limbahnya langsung keperairan. Aktifitas didarat ini akan
membatasi perkembangan karang. Hal ini dapat dilihat dari stasiun 2 (SelatanPulau
Lengkang) lebih rendah penutupan karang kerasnya dibandingkan dengan stasiun 1
(Utara Pulau Lengkang) walaupun kedua stasiun berada pada pulau yang sama di
daerah I (Utara PuIau Batam). Berbeda dengan daerah I1 (Selatan PuIau Batam) yang
jauh dari daratan Pulau Batam, karang yang ditemukan cenderung lebih baik karena
sedikitnya tekanan ekologis yang berasal dari darat. Sedangkan daerah 111 (Timur Pulau
Batim) penutupan karangnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah I (Utara
Pulau Batam) dan daerah I1 ( Selatan Pulau Batam), walupun posisinya lebih tertutup
(diantara Pulau Batam dan Pulau Bintan). Daerah ini juga mendapat tekanan dari Pulau
Batam dimana terdapat pelabuhan regional Telaga Pungkur, doking kapal serta pabrik

yang membuang h b a h n y a langsung ke perairan, tetapi pencemaran ini sedikit dapat
dihindari dengan adanya arus yang kecepatannya cukup tinggi melewati daerah ini.

Kestabilan komunitas pada kedalaman ini dapat dilihat dari nilai indeks
keanekaragaman dan keseragaman yang tinggi dimana jumlah individu tiap life form
yang ada tidak terlalu berbeda dan indeks dominansinya rendah, yang berarti pada
kedalaman ini tidak ada lifeform yang mendominasi.
Adanya korelasi positif antara persen penutupan karang batu, keanekaragarnan
dengan kecepatan arus. Serta salinitas, pH, kecerahan dengan keseragaman distasiun
pengamatan, hal ini didukung dengan hasil Analisis Komponen Utama (PCA)
dikedalaman 3 meter.
Berbeda dengan kedalaman 10 meter, secara umum pada kedalarnn ini dapat
dikategorikan dalam keadaan sedang berdasarkan kriteria Gomez dan Yap (1988).
Dimana ditemukan penutupan karang keras tertinggi berada pada daerah I1 (Selatan
Pulau Batam) jika dibandingkan dengan daerah I (Utara Pulau Batam) dan daerah I11
(Timur Pulau Batam). Tingginya penutupan karang di daerah ini karena posisi stasiun
pengamatan yang jauh dari & e t a s di Pulau Fatam, sehingga daerah ini merupakan
yang terbaik di kedalaman 10 meter. Keadaan ini didukung dengan tingkat kecerahan
perairan yang cukup tinggi, sehingga memungkinhn karang untuk tumbuh dan
berkembang. Sedangkan di daerah I (Utara Pulau Batam) dan daeral~I11 (Tin~urPulau
Batam) nilai penutupan karang batunya hampir sama. Ini dikarenakan posisi kadua
daerah yang dekat dengan Pulau Batam sehingga secara tidak langsung aktifitas yang
teqadi di Pulau Batam akan mempengaruhi kondisi karang antara lain :reklamasi psisir

pantai Batam, doking kapal, pembuangan limbah pabrik dan penambangan pasir laut di
perairan Pulau Batam.
Komunitas yang relatif stabil pada kedalaman 10 meter hanya dijumpai pada
daerah I1 (Selatan Pulau Batam) pada stasiun 6 (Utara Pulau Abang Kecil). Sedangkan
stasiun yang lainnya masuk dalam keadaan yang labil, dimana keseragaman lifeform
karangnya sedang dan dominminya rendah.
Adanya korelasi positif antara keanekaragaman, keseragaman dengan kecerahan
dan pH, penutupan karang batu, salinitas dengan kecepatan arus,serta suhu dengan
mortalitas dan dominansi. Hal ini didukung oleh hasil Analisis Komponen Utama (PCA)
di kedalaman 10 meter.