Dinamika Populasi dan Biologi Reproduksi Ikan Selar Kuning (Selaroides leptolepis) di Perairan Selat Sunda

DINAMIKA POPULASI DAN BIOLOGI REPRODUKSI
IKAN SELAR KUNING (Selaroides leptolepis)
DI PERAIRAN SELAT SUNDA

MAIZAN SHARFINA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dinamika Populasi dan
Biologi Reproduksi Ikan Selar Kuning (Selaroides leptolepis) di Perairan Selat
Sunda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor,

Agustus 2014

Maizan Sharfina
NIM. C251120051

RINGKASAN
MAIZAN SHARFINA. Dinamika Populasi dan Biologi Reproduksi Ikan Selar
Kuning (Selaroides leptolepis) di Perairan Selat Sunda. Dibimbing oleh
MENNOFATRIA BOER dan YUNIZAR ERNAWATI.
Ikan selar kuning merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting. Ikan
ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku produk olahan perikanan seperti ikan
asin, ikan bakar, pindang, tepung ikan dan surimi. Selain itu ikan ini juga
diperdagangkan dalam keadaan segar. Berdasarkan statistik perikanan tangkap
Pelabuhan Perikanan Pantai Labuan tahun 2003-2013 terjadi penurunan produksi
dan peningkatan upaya penangkapan ikan yang mengakibatkan catch per unit
effort (CPUE) ikan selar kuning menurun. Kondisi tersebut dikhawatirkan akan

mengganggu kelestarian sumberdaya ikan selar kuning, sehingga diperlukan
adanya dasar pengelolaan ikan selar kuning agar tetap optimal, lestari dan
berkelanjutan antara lain melalui pendekatan dinamika populasi dan biologi
reproduksi. Penelitian mengenai dinamika populasi dan aspek biologi reproduksi
ikan selar kuning masih jarang dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui beberapa aspek dinamika populasi dan biologi reproduksi ikan
selar kuning. Aspek biologi reproduksi meliputi sebaran frekuensi panjang,
hubungan panjang berat, faktor kondisi, ukuran pertama kali matang gonad,
nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad
(IKG), diameter telur dan fekunditas. Sedangkan dinamika populasi meliputi
pengkajian stok ikan dengan menggunakan data CPUE, Maximum Sustainable
Yield (MSY), Maximum Economic Yield (MEY), mortalitas serta laju eksploitasi.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey lapang. Data
primer yang digunakan yaitu panjang dan berat tubuh, berat gonad dan fekunditas
yang didapatkan dari hasil sampling di lapangan. Pengambilan data dilakukan dari
bulan Juni-Oktober 2013 dengan interval waktu 20 hari. Pengambilan ikan
menggunakan metode pengambilan contoh acak berlapis (PCAB) yaitu tiap
gundukan ikan dipilih acak pada tiap lapis yang mewakili seluruh kelas ukuran
panjang. Ikan yang diperoleh sebanyak 760 ekor. Data sekunder dikumpulkan dari
Laporan Statistik Perikanan Tangkap PPP Labuan berupa jumlah produksi, dan

upaya penangkapan dari tahun 2003-2013.
Hasil penelitian menunjukkan frekuensi panjang ikan 75mm – 174mm. Sifat
pertumbuhan allometrik negatif dengan koefisien b 2,5345 serta faktor kondisi
total berkisar 0,3702-2,1991. Persamaan pertumbuhan ikan betina �� =
180,6(1 − � −0.41(�+0.24473 ) dan
jantan
�� = 185,85(1 − � −0,68(�+0.000026 ) .
Ukuran pertama kali matang gonad ikan betina 131,3933-134,6406mm dan ikan
jantan156,1046 –159,7549mm. Nisbah kelamin ikan betina dan jantan yaitu
1:1,242. Ikan betina pada TKG I=23%,TKG II=29%,TKG III=27%,TKG
IV=18%,TKG V=3%. Ikan jantan pada TKG I=56%,TKG II=25%,TKG
III=12%,TKG IV=5%,TKG V=3%. IKG betina berkisar 0,6655–1,8817% dan
jantan 0,2158-1,4526%. Fekunditas berkisar 17.026–49.123butir dengan pola
pemijahan total. Mortalitas total ikan selar kuning 1,5888 per tahun dengan
M=0,4580 per tahun, F=1,1308 per tahun dan E=71,17% per tahun. Pendugaan
surplus produksi menggunakan 5 model yaitu model Schaeffer, Fox, Walter

Hilborn, Clarke Yoshimoto Pooley dan Schnute dan berdasarkan R2 tertinggi
model yang digunakan adalah model Schaeffer. Analisis bioekonomi
menghasilkan MEY sebesar 252,6113 ton per tahun, 7.221 trip dengan

keuntungan Rp 1.889.845.960,-. Sedangkan MSY sebesar 304,5003 ton per tahun,
12.478 trip dengan keuntungan Rp 955.843.279,-. Sebagian besar hasil tangkapan
telah melebihi batas MSY maupun MEY sehingga dapat disimpulkan ikan selar
kuning telah mengalami tangkap lebih di perairan Selat Sunda.
Kata kunci: Selar Kuning, Dinamika Populasi, Model Produksi Surplus, Biologi
Reproduksi, Selat Sunda

SUMMARY
MAIZAN SHARFINA. Population Dynamics and Biological Reproduction
Yellowstripe Scad (Selaroides leptolepis) in Snda Strait. Counselled by
MENNOFATRIA BOER dan YUNIZAR ERNAWATI
Yellowstripe scad is one of economically important fish species. This raw
fish is used as fisheries products such as salted fish, grilled fish, fishmeal and
surimi. Besides also traded in a fresh. Based on the statistical at fishing port beach
(PPP) Labuan in 2003 until 2013, the descent of production and rising of fishing
effort were resulted the declined of catch per unit effort (CPUE). This condition is
feared causing the disruption of resource conservation. Management of
yellowstripe scad is necessary in order to make the resources remain optimal and
sustainable through population dynamics and biological reproduction approach.
Research on the population dynamics and biological reproduction aspects of

yellowstripe scad is still rare. Therefore, this study aims to determine some
aspects of biological reproduction and population dynamics of yellowstripe scad.
Biological reproduction aspects include length frequency distribution, length
weight relationship, condition factor index, size of the first ripe gonads, sex ratio,
maturity level of gonad (TKG), maturity index of gonad (IKG), egg diametres and
fecundities. Whereas population dynamic of fish stock assessment include catch,
fishing effort, CPUE, Maximum Sustainable Yield (MSY), Maximum Economics
Yield (MEY), mortality and exploitation level.
Survey method was used fot this research. Primary data include body length
and weight, gonad weight and fecundity were obtained from field sampling result.
Data was conducted from June to October 2013 with 20 days interval. Fish was
collected by random stratified method (PCAB). Every mount of fish was chose
randomly from each layer which represented all length classes and got 760 fishes.
Secondary data was collected from statistics of fisheries at PPP Labuan such as
production, effort, prices of fish and the cost of the trip in 2003 - 2013.
The result showed the length frequency of fish was 75mm - 174mm. Growth
index was allometric negative (b=2.5345) and condition factor range 0,37022,1991.
Growth
equation
of

female
and
male
were
−0.41(�+0.24473 )
−0,68(�+0.000026 )
�� = 180.6(1 − �
and �� = 185,85(1 − �
. The
female fish size of first gonad maturity was 131,3933 to 134,6406 mm for male
156,1046 -159,7549 mm. Sex ratio of this fish was 1:1,242. The abundance of
female fish at each TKG were TKG I =23%,TKG II =29%,TKG III =27%,TKG
IV=18%,TKG V=3%. While TKG I =56%,TKG II =25%,TKG III=12%,TKG
IV=5%,TKG V=3% were for male. IKG for females ranged from 0.6655-1.8817%
and for males 0,2158-1.4526%. Fecundity ranged from 17.026- 49.123grains with
partial spawning pattern. Total mortality was 1.5888 each year with M = 0.4580
each year, F = 1.1308 each year and E = 71.17% each year. Surplus production
estimation was conduct by 5 models: Schaeffer, Fox, Walter Hilborn, Clarke
Yoshimoto and Pooley, and Schnute. The highest determination coefficient (R2)
was for Schaeffer model. Bioeconomical analysis resulted MEY 252,6113 tonnes

each year, 7.221 trip with Rp 1.889.845.960,- for profit. While MSY was
304,5003 tonnes each year, 12.478 trip with of Rp 955.843.279,- for profit. Most

of fishes catch has been exceeded MSY or MEY so it can be concluded that the
yellowstripe scad fish has been overfished at Sunda Strait.
Key Words: Yellowstripe scad, Population Dynamics, Surplus Production
Models, Biological Reproduction, Sunda Strait

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DINAMIKA POPULASI DAN BIOLOGI REPRODUKSI

IKAN SELAR KUNING (Selaroides leptolepis)
DI PERAIRAN SELAT SUNDA

MAIZAN SHARFINA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
Pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc.

Judul Tesis : Dinamika Populasi dan Biologi Reproduksi Ikan Selar Kuning
(Selaroides leptolepis) di Perairan Selat Sunda

Nama

: Maizan Sharfina

NIM

: C251120051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer. DEA
Ketua

Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc

Tanggal Ujian: 22 Juli 2014

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Lulus: 18 Agustus 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah
pengkajian stok ikan, dengan judul Dinamika Populasi dan Biologi Reproduksi
Ikan Selar Kuning (Selaroides leptolepis) di Perairan Selat Sunda. Tulisan ini
merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan kepada Ayahanda
Mahmud dan Ibunda Beny Windarsih yang telah banyak memberi bantuan dan
dorongan, baik moril maupun materil dan terutama atas segala doa yang tulus
untuk segala keberhasilan hidup penulis, semoga ini memberikan kebanggaan
bagi bapak dan mamah.
Dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, penulis banyak memperoleh bantuan
dan dorongan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku ketua komisi pembimbing
dan Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku anggota komisi pembimbing
yang telah meluangkan waktu dan memberikan arahan serta bimbingan dalam
pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis ini.
2. Bagus Dwi Kurniawan Nugroho, S.Pi; Bapak Mulyono serta Ibu Susi Dwi
Haryanti yang senantiasa tak mengenal lelah mendampingi, menyayangi
sepenuh hati, memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.
3. Dr. Ir. Suradi Wijaya Saputra MS; Dr. Ir. Abdul Ghofar, MSc; Sri Rejeki
M.Si; Prof. Norma Afiati, MSc, PhD; Eris Mulyadi, A.Pi, M.Si; Dr.Ir.
Suryanti, M.Pi; Prof. Sutrisno Anggoro MS; Anhar Solichin M.Si yang telah
membantu dan memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan
kuliah S2 serta tesis ini.
4. Salma A, S.Pi; Mardiyana S.Pi; Yunita MA,S.Pi; Dwi YW, S.Pi; Siti A, S.Pi;
Nuralim P, S.Pi; Novita MZ,S.Pi; Zeni Nur Fajriyah (teman sebelah kamar
kos di wisma ungu gang masjid); Kemot (boneka setiaku) serta seluruh
teman-teman Pengelolaan Sumberdaya Perairan (SDP) angkatan 2012 (ganjil
dan genap) dan SDP 2011 (genap) yang telah berpartisipasi mengisi warna
selama kuliah dan kebersamaannya baik senang, sedih, susah maupun
gembira karna dua tahun ini yang akan kita rindukan dan banggakan di
kemudian hari, sebuah kisah klasik untuk masa depan.
5. Segenap Dosen Pengasuh Mata Kuliah dan Staf Tata Usaha pada program
studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, IPB.
6. Staf Pelabuhan Perikanan Pantai Labuan dan Kementrian Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Pandeglang dan Provinsi Banten, yang telah membantu
selama pengumpulan data.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
Maizan Sharfina

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2
2

2 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat Penelitian
Pengumpulan Data
Analisis Laboratorium
Analisis Data
Hubungan Panjang Berat
Faktor Kondisi
Sebaran Frekuensi Panjang
Parameter Pertumbuhan (L∞, K) dan t0
Ukuran Pertama Kali Matang Gonad (Lm)
Nisbah Kelamin
Tingkat Kematangan Gonad
Indeks Kematangan Gonad
Fekunditas
Sebaran Diameter Telur
Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Model Surplus Produksi
Model Schaeffer (1954)
Model Fox (1970)
Model Walter Hilborn (1967)
Model Clarke Yoshimoto Pooley (1992)
Model Schnute (1977)
Analisis Bioekonomi

4
4
4
5
6
7
7
8
8
9
10
10
11
12
12
12
12
13
14
16
17
17
18
19

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hubungan Panjang Berat
Faktor Kondisi
Sebaran Frekuensi Panjang
Pertumbuhan
Ukuran Pertama Kali Matang Gonad
Nisbah Kelamin
Tingkat Kematangan Gonad
Indeks Kematangan Gonad
Fekunditas
Sebaran diameter telur

20
20
21
22
25
29
30
32
33
34
36

Mortalitas dan Laju Ekploitasi
Model Produksi Surplus Ikan Selar Kuning
Model Schaeffer (1954)
Analisis Bioekonomi
Implikasi bagi Pengelolaan Sumberdaya Ikan Selar Kuning
Di Perairan Selat Sunda

37
39
43
46
48

4 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

50
50
50

DAFTAR PUSTAKA

51

LAMPIRAN

58

RIWAYAT HIDUP

75

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

16.
17.
18.
19.

Tingkat kematangan gonad ikan selar kuning
Rumus perhitungan MSY dan MEY
Faktor kondisi ikan selar kuning betina selama penelitian
Faktor kondisi ikan selar kuning jantan selama penelitian
Sebaran kelompok ukuran ikan selar kuning betina
Sebaran kelompok ukuran ikan selar kuning jantan
Parameter pertumbuhan ikan selar kuning di Perairan Selat
Sunda
Jumlah ikan selar kuning yang telah mencapai ukuran pertama
kali matang gonad selama penelitian
Proporsi kelamin ikan selar kuning betina dan jantan
Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan selar kuning selama
penelitian
Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan selar kuning dari
perairan yang berbeda
Hasil tangkapan ikan selar kuning (ton) per jenis alat tangkap
Upaya tangkapan ikan selar kuning (trip) per jenis alat tangkap
tahun 2003 – 2013
Standarisasi alat penangkapan ikan selar kuning
Hasil standarisasi jumlah tangkapan (C) dan jumlah upaya
penangkapan (F) ikan selar kuning di perairan Selat Sunda tahun
2003 – 2013
Perbandingan koefisien pada model Schaeffer, Walter Hilborn,
Clarke Yoshimoto Pooley dan Schnute
Hasil tangkapan (ton), upaya penangkapan (trip), dan CPUE
model Schaeffer
Nilai parameter biologi dan ekonomi dalam penentuan MEY dan
MSY
Hasil perhitungan bioekonomi ikan selar kuning

11
20
21
22
26
26
27
29
30
38
39
39
40
41

41
43
44
47
47

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.

26

Skema pendekatan masalah
Peta lokasi penangkapan ikan selar kuning di perairan Selat
Sunda dan pendaratan ikan selar kuning di PPP Labuan Banten
Bahan penelitian ikan selar kuning (Selaroides leptolepis)
Bagan alir pengumpulan data dari ikan contoh
Grafik hubungan panjang dan bobot ikan selar kuning
Grafik frekuensi panjang ikan selar kuning total sampling 1 – 7
Grafik sebaran panjang ikan selar kuning betina (A) dan jantan
(B)
Pergeseran modus frekuensi panjang ikan selar kuning betina
Pergeseran modus frekuensi panjang ikan selar kuning jantan
Kurva pertumbuhan ikan selar kuning betina (A) dan jantan (B)
di Perairan Selat Sunda
Rasio kelamin ikan selar kuning tiap sampling selama penelitian
Rasio total ikan selar kuning selama penelitian
Tingkat kematangan gonad ikan selar kuning betina (A) dan
jantan (B) pada tiap waktu pengambilan ikan contoh
Tingkat kematangan gonad ikan selar kuning betina (A) dan
jantan (B) tiap selang kelas
Indeks kematangan gonad ikan selar kuning betina (A) dan
jantan (B) pada setiap TKG
Indeks kematangan gonad ikan selar kuning betina dan jantan
berdasarkan waktu pengambilan data
Hubungan panjang total dan fekunditas ikan selar kuning
Hubungan bobot tubuh dan fekunditas ikan selar kuning
Sebaran diameter telur ikan selar kuning
Grafik mortalitas ikan selar kuning total
Grafik mortalitas ikan selar kuning betina (A) dan jantan (B)
Grafik produksi ikan selar kuning di perairan Selat Sunda tahun
2003 – 2013
Grafik upaya penangkapan di perairan Selat Sunda tahun 2003 –
2013
Grafik hubungan effort dan CPUE dengan pendekatan model
Schaeffer
Kurva hubungan hasil tangkapan (C) dan upaya penangkapan (F)
ikan selar kuning di perairan Selat Sunda berdasarkan model
Schaeffer
Grafik bioekonomi ikan selar kuning di Perairan Selat Sunda

3
4
5
7
20
23
24
25
25
27
30
31
32
32
33
34
35
35
36
37
37
42
42
44

45
46

DAFTAR LAMPIRAN
1.

Sebaran frekuensi panjang ikan selar kuning (Selaroides
leptolepis) total tiap waktu pengambilan sampel
2. Sebaran frekuensi panjang ikan selar kuning (Selaroides
leptolepis) betina dan jantan bulan Juni-Oktober 2013
3. Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ikan selar kuning
betina
4. Perhitungan fekunditas ikan selar kuning
5. Proses penentuan laju mortalitas total (Z) melalui kurva yang
dilinearkan berdasarkan data panjang
6. Perhitungan model Schaeffer (1954)
7. Perhitungan model Fox (1970)
8. Perhitungan model Walter Hilborn (1967)
9. Perhitungan model Clarke Yoshimoto Pooley (1992)
10. Perhitungan model Schnute (1977)

59
60
61
62
65
67
68
69
71
73

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Total luas wilayah laut Indonesia seluas 5,9 juta km2, terdiri atas 3,2 juta
km perairan teritorial dan 2,7 km2 perairan Zona Ekonomi Eksklusif (Lasabuda
2013). Perairan yang luas tersebut memiliki kekayaan sumberdaya ikan yang
salah satunya ikan selar kuning (Selaroides leptolepis). Penyebaran ikan selar
kuning di daerah pantai seluruh Indonesia meliputi: Teluk Benggala, Teluk Siam,
sepanjang pantai Laut Cina Selatan dan perairan tropis Australia (Genisa 1999).
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan Banten memiliki prospek cukup baik
sebagai tempat pendaratan ikan, hal ini karena jumlah produksi ikan yang
didaratkan lebih besar daripada PPP lain di Kabupaten Pandeglang yaitu sebesar
1.285,62 ton/tahun ikan pada tahun 2008. Tahun berikutnya jumlah tangkapan
ikan yang didaratkan mencapai 774,17 ton/tahun (TPI Labuan I) dan 511,46
ton/tahun (TPI Labuan II) yang berupa ikan pelagis dan demersal (DKP 2008).
Ikan selar kuning (Selaroides leptolepis) merupakan ikan pelagis kecil yang
bernilai ekonomis penting. Ikan ini yang banyak dimanfaatkan sebagai ikan
pindang, ikan bakar maupun ikan asin karena rasanya yang enak. Selain itu, ikan
selar kuning banyak diperdagangkan dalam keadaan segar (basah), dibekukan
(Abdullah dan Yean 1985), atau setelah diolah dengan berbagai perlakuan seperti
diasinkan, dikeringkan. Daging ikan ini juga diolah menjadi tepung ikan dan
surimi juga sebagai bahan baku nugget ikan (Huda et al. 1998). Di Thailand
Selatan, ikan selar kuning banyak digunakan dalam produksi surimi (Arfat dan
Benjakul 2012). Ikan selar kuning juga telah digunakan dalam produksi protein
hidrolisat dengan aktivitas antioksidan (Klompong et al. 2007). Karakteristik
khusus pada ikan selar kuning yaitu punggung biru metalik, dengan suatu pita
kuning terang yang lebar berjalan dari sisi atas mata ke belakang tubuh hingga ke
batang ekor. Sebuah noktah hitam besar menonjol di bagian atas tutup insang,
dekat bahu. Sisi tubuh dan perut berwarna perak. Sirip-sirip punggung, sirip
dubur, dan sirip ekor kuning pucat atau kuning kelabu; sirip perut putih
(Carpenter dan Niem 1999).
Reproduksi merupakan suatu siklus penting yang dijalani oleh seluruh
makhluk hidup, begitu pula dengan ikan. Ikan melakukan reproduksi secara
internal dan eksternal. Ikan akan melakukan reproduksi bila gonadnya telah
matang, dimana kematangan gonadnya dapat ditentukan melalui pengamatan
TKG. Penentuan TKG dan fekunditas sangat penting dilakukan, karena dapat
digunakan untuk mengetahui kematangan gonad pada ikan yang tertangkap,
ukuran pertama kali matang gonad, ukuran pemijahan, musim pemijahan, dan
pola pemijahan ikan (Effendie 2002). Potensi pemanfaatan ikan selar kuning
cukup besar. Akan tetapi laju penangkapan juga cukup tinggi terutama yang
didaratkan di PPP Labuan Banten. Berdasarkan data statistik perikanan tangkap
PPP Labuan Pandeglang Banten sejak tahun 2005 sampai 2013 terjadi penurunan
jumlah produksi ikan selar kuning dan peningkatan upaya penangkapan sehingga
mengakibatkan kecenderungan penurunan hasil tangkapan per satuan upaya
(CPUE) (DKP 2013). Kondisi tangkap lebih pada sumberdaya ikan selar kuning
telah terjadi pada perairan India (Reuben et al. 1992), perairan Rembang (Sharfina
2011), perairan Banten terutama yang didaratkan di PPN Karangantu (Putri 2013),
2

perairan Natuna (Febrianti et al. 2013). Tingginya pemanfaatan dan kondisi stok
yang cenderung menurun serta minimnya informasi mengenai dinamika populasi
dan biologi reproduksi dikhawatirkan akan mengganggu kelestarian sumberdaya
ikan selar kuning. Selain itu, penelitian mengenai dinamika populasi dan aspek
biologi reproduksi pada ikan selar kuning masih jarang dilakukan sehingga
diperlukan adanya kajian lebih lanjut dalam upaya pengelolaan sumberdaya ikan
agar dapat dimanfaatkan optimal, lestari dan berkelanjutan.
Perumusan Masalah
Sumberdaya ikan selar kuning bersifat milik bersama (common property)
dengan pemanfaatan yang bersifat bebas dilakukan oleh semua orang. Akan
tetapi, sumberdaya ikan selar kuning juga bersifat terbatas dan dapat rusak akibat
tingkat pemanfaatan yang tidak terkendali, yaitu penangkapan secara terus
menerus tanpa adanya suatu kontrol. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan
dalam upaya memberikan masukan bagi pengelolaan sumberdaya ikan selar
kuning melalui dua pendekatan aspek dinamika populasi dan biologi reproduksi
agar sumberdaya ikan selar kuning dapat dimanfaatkan secara optimum, lestari
dan berkelanjutan yakni dengan mengetahui terlebih dahulu karakteristik biologi
reproduksi ikan selar kuning juga aspek pengkajian stok. Data-data yang
dibutuhkan meliputi data primer dan sekunder yang kemudian dilakukan analisis
pada masing-masing parameter. Analisis biologi reproduksi yang dilakukan dalam
penelitian ini meliputi: hubungan panjang berat, faktor kondisi, sebaran frekuensi
panjang, pertumbuhan, ukuran pertama kali matang gonad, nisbah kelamin,
tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), diameter
telur dan fekunditas. Sedangkan aspek dinamika populasi meliputi pengkajian
stok ikan dengan menggunakan data hasil tangkapan, upaya penangkapan serta
hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE), MSY, MEY, mortalitas serta laju
eksploitasi ikan selar kuning (Gambar 1).
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk memberikan masukan bagi pengelolaan
sumberdaya ikan selar kuning melalui dua pendekatan yaitu pendekatan aspek
biologi reproduksi dan dinamika populasi agar perikanan selar kuning dapat
dimanfaatkan secara maksimal, lestari dan berkelanjutan.
Manfaat Penelitian
Sebagai langkah awal pengelolaan ikan selar kuning, secara keseluruhan
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai batas potensi
lestari maksimum yang dapat dimanfaatkan serta waktu pemijahan ikan selar
kuning sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan perikanan selar
kuning dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat nelayan khususnya di sekitar
PPP Labuan Banten.

Alur pendekatan masalah yang dilakukan selama penelitian (Gambar 1):

Gambar 1. Skema pendekatan masalah

2 Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Ikan selar kuning yang dikumpulkan selama penelitian berasal dari hasil
tangkapan nelayan di perairan Selat Sunda yang didaratkan di Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) Labuan Pandeglang, Banten dari bulan Juni-Oktober 2013
dengan interval 20 hari sekali. Daerah penangkapan ikan selar kuning di sekitar
Perairan Selat Sunda meliputi Pulau Sebesi, Pulau Sebaku, Pulau Sertung, Pulau
Anak Rakata, dan Pulau Rakata (Gambar 2). Alat tangkap yang digunakan antara
lain payang, pukat pantai, pukat cincin, jaring insang hanyut, jaring insang tetap,
bagan tancap, bagan perahu, serta sero. Alat tangkap standart yang digunakan
ialah pukat cincin.

Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan selar kuning di perairan Selat Sunda dan
pendaratan ikan selar kuning di PPP Labuan Banten

Bahan dan Alat Penelitian

Gambar 3. Bahan penelitian ikan selar kuning (Selaroides leptolepis)
Bahan penelitian meliputi ikan selar kuning, es batu untuk mengawetkan
ikan dan formalin 5% untuk mengawetkan gonad ikan. Alat-alat yang digunakan
dalam penelitian meliputi coolbox, alat bedah, mikroskop, timbangan digital
ketelitian 0,1 gram untuk pengukuran bobot tubuh dan 0,0001 gram untuk
pengukuran gonad ikan, penggaris ketelitian 1mm, kamera,dan alat tulis.
Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode survey lapang untuk mendapatkan
gambaran yang dapat mewakili kondisi biologi dan stok ikan selar kuning di
perairan Selat Sunda (Darmadi et al. 2012) (Gambar 4). Data yang dikumpulkan
berupa data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh dengan proses
pengambilan data dengan menentukan terlebih dahulu data yang akan diambil
kemudian dipilih sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, meliputi data produksi
dan upaya penangkapan ikan selar kuning yang diperoleh dari laporan tahunan
statistik perikanan tangkap PPP Labuan dan Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten
Pandeglang Banten tahun 2003 sampai 2013. Data primer diperoleh dengan teknik
Penarikan Contoh Acak Berlapis (PCAB) selama lima bulan dengan interval
waktu pengambilan dua puluh hari sekali yaitu dimulai dari tanggal 18 Juni 2013,
7 Juli 2013, 28 Juli 2013, 16 Agustus 2013, 5 September 2013, 28 September
2013 dan terakhir tanggal 13 Oktober 2013. Pada setiap waktu pengambilan ikan
contoh, masing-masing gundukan ikan selar kuning yang didaratkan di PPP
Labuan dipilih secara acak dengan mengambil pada tiap lapis dalam gundukan
ikan yang mewakili tiap selang kelas ukuran ikan selar kuning. Data yang
dikumpulkan adalah panjang total, berat ikan, berat gonad ikan dan fekunditas.

Analisis Laboratorium
Analisis dilakukan di laboratorium Biologi Perikanan FPIK IPB meliputi:
1.

Pengukuran panjang total dan berat ikan contoh
Pengukuran panjang total dilakukan dengan menggunakan penggaris
dengan ketelitian 1mm dengan cara mengukur dari ujung kepala sampai
ujung sirip ekor yang paling belakang. Penimbangan berat ikan contoh
dilakukan dengan cara menimbang seluruh tubuh ikan dengan menggunakan
timbangan digital dengan ketelitian 0,1 gram. Setelah dilakukan pengukuran
panjang dan penimbangan berat, kemudian ikan dibedah untuk diamati
organ reproduksinya (Gambar 3).

2.

Pembedahan ikan contoh
Ikan contoh dibedah dengan menggunakan gunting bedah, dimulai
dari anus menuju bagian atas perut sampai ke bagian belakang operculum
kemudian menurun ke arah vertikal hingga ke dasar perut. Dagingnya
dibuka sehingga gonad di dalamnya dapat terlihat dengan jelas.

3.

Penentuan jenis kelamin
Jenis kelamin ditentukan dengan melihat secara morfologis gonad
masing-masing ikan contoh yang sudah dibedah. Setelah diketahui jenis
kelamin masing-masing ikan, maka nisbah kelamin ikan betina dan jantan
dapat diketahui.

4.

Penentuan tingkat kematangan gonad
Penentuan TKG dapat dilakukan melalui pengamatan morfologi
gonad secara langsung dengan menggunakan modifikasi Cassie in Effendie
dan Sjafei (1976) yang tertera dalam Tabel 1.

5.

Fekunditas
Gonad diambil dari ikan yang telah dibedah kemudian ditimbang
beratnya (timbangan ketelitian 0,0001gr) kemudian diawetkan dengan
formalin 5%. Gonad yang telah diawetkan kemudian dibagi menjadi 3
bagian anterior, tengah dan posterior masing-masing bagian ditimbang;
kemudian diambil gonad contoh dari sebagian kecil bagian gonad anterior,
tengah dan posterior tersebut lalu ditimbang (timbangan ketelitian 0,0001gr)
dan diencerkan dengan aquadest 10 ml; kemudian diambil 1ml gonad yang
sudah diencerkan untuk dihitung fekunditasnya.

6.

Diameter telur ikan
Diameter telur contoh diukur pada tiga bagian gonad yaitu bagian
anterior, tengah dan posterior; masing-masing bagian sebanyak 50 butir.
Telur contoh dideretkan di atas gelas objek lalu dilakukan pengamatan
dengan menggunakan mikroskop yang telah dilengkapi dengan mikrometer
okuler yang sebelumnya sudah ditera dengan mikrometer objektif. Diameter
telur contoh yang diukur adalah diameter telur contoh yang memiliki ukuran
terpanjang.

Gambar 4. Bagan alir pengumpulan data dari ikan contoh
Analisis Data
Hubungan Panjang Berat
Model pertumbuhan mengikuti pola hukum kubik dari 2 parameter yang
dijadikan analisis. Asumsi hukum kubik artinya setiap pertambahan panjang akan
menyebabkan pertambahan berat 3 kali lipatnya. Namun pada kenyataannya tidak
demikian, karena panjang dan bobot ikan berbeda pada setiap spesies ikan.
Analisis panjang berat dilakukan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan selar
kuning yang didaratkan di PPP Labuan Banten mengikuti persamaan (Effendie
2002):
W = a.Lb .................................................................................................... (1)
W adalah berat ikan (gram), L adalah panjang total ikan (mm), a adalah konstanta
atau intersep dan b adalah eksponen atau sudut tangensial.
Menurut Nurdin et al. (2012), pengujian nilai b = 3 atau b ≠ 3 dilakukan ujit (uji parsial) dengan hipotesis:
�0 ∶ � = 3, hubungan panjang dengan bobot adalah isometrik
�1 : � ≠ 3, hubungan panjang dengan bobot adalah allometrik

Hipotesis digunakan untuk menduga pola pertumbuhan dari nilai b. Jika
didapatkan b = 3 maka pertambahan berat seimbang dengan pertambahan panjang
(isometrik). Bila didapatkan b < 3 maka pertambahan panjang lebih cepat
dibanding pertambahan beratnya (alometrik negatif). Jika b > 3 maka
pertambahan berat lebih cepat dibanding pertambahan panjangnya (alometrik
positif).
�1 −�0

�ℎ����� = �

�� 1

�� 2

�; ��1 = �� −2 (��� � − �0 2 ) .......................................... (2)
1

�1 adalah nilai b (dari hubungan panjang bobot), �0 adalah 3, ��1 adalah
simpangan koefisien b.
Perbandingan nilai thitung dengan ttabel dilakukan pada selang kepercayaan
95%. Selanjutnya untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan selar kuning, maka
kaidah keputusan yang diambil adalah:
Jika nilai thitung > ttabel maka keputusannya menolak hipotesis nol (�0 )
jika nilai thitung < ttabel maka keputusannya menerima hipotesis nol (�0 )
Faktor Kondisi
Faktor kondisi menunjukan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas
fisik untuk survival dan reproduksi. Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan
sistem metrik berdasarkan hubungan panjang berat ikan sampel. Jika pertumbuhan
ikan isometrik (Effendie 2002):
�=

10 5 �
�3

................................................................................................... (3)

K adalah faktor kondisi, W adalah bobot ikan (gram), L adalah panjang total ikan
(cm). Jika pertumbuhan bersifat allometrik:


�� = �� � ..................................................................................................... (4)

Kn adalah faktor kondisi relatif, W adalah bobot ikan (gram), L adalah panjang
total ikan (mm), a dan b adalah konstanta yang didapat dari hubungan panjang
berat.
Sebaran Frekuensi Panjang
Sebaran frekuensi panjang adalah distribusi ukuran panjang pada kelompok
panjang tertentu. Sebaran frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam masingmasing kelas, diplotkan dalam grafik untuk melihat distribusi normal. Jumlah
puncak yang terbentuk menggambarkan kelompok umur (kohort) yang ada.
Pergeseran sebaran frekuensi panjang menggambarkan jumlah kelompok umur
(kohort) yang ada. Bila terjadi pergeseran modus sebaran frekuensi panjang
berarti terdapat lebih dari satu kohort. Bila terdapat lebih dari satu kohort, maka
dilakukan pemisahan distribusi normal. Menurut Sparre dan Venema (1999),
metode yang dapat digunakan untuk memisahkan distribusi komposit ke dalam
distribusi normal adalah metode NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas

dalam program FiSAT II (FAO-ICLARM Stock Assessment Tool). Sebaran
frekuensi panjang dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok umur yang
diasumsikan menyebar normal, masing-masing dicirikan oleh rata-rata panjang
dan simpangan baku. Menurut Boer (1996), jika fi adalah frekuensi ikan dalam
kelas panjang ke-i (i = 1,2, ... ,N), µ j adalah rata-rata panjang kelompok umur ke-j,
σj adalah simpangan baku panjang kelompok umur ke-j dan pj adalah proporsi
ikan dalam kelompok umur ke-j (j=1,2, ... ,G), maka fungsi objektif yang
digunakan untuk menduga ��̂ � , ��� , �̂� � adalah fungsi kemungkinan maksimum
(maximum likelihood function):

� = ∑�
�=1 �� log ∑� =1 �� ���

sedangkan ��� = �

1
� √2�



1 � � −� �

��
2

− �

...................................................................... (5)
2

yang merupakan fungsi kepekatan sebaran

normal dengan nilai tengah µ j dan simpangan baku σj. xi adalah titik tengah kelas
panjang ke-i. Fungsi objektif L ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L
masing-masing terhadap µ j, σj dan pj sehingga diperoleh dugaan �̂ � , ��� , �̂� yang
akan digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan.
Parameter Pertumbuhan (L∞, K) dan t0
Pertumbuhan ikan merupakan perubahan dimensi (panjang, berat, volume,
dan ukuran) per satuan waktu baik individu maupun komunitas, sehingga
pertumbuhan ini banyak dipengaruhi faktor lingkungan seperti jumlah ikan, jenis
makanan, dan kondisi ikan. Tujuannya untuk mengetahui kecepatan pertumbuhan
ikan dimana pertumbuhan yang cepat dapat mengindikasikan kelimpahan
makanan dan kondisi lingkungan yang sesuai (Malafeyev dan Grib 1994). Plot
Ford-Walford merupakan salah satu metode paling sederhana dalam menduga
persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy dengan interval waktu pengambilan
contoh yang sama (King 1995):
�� = �∞ (1 − � −�(�−� 0 ) )............................................................................. (6)

Lt adalah panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu), L∞ adalah panjang
maksimal secara teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan, t0
adalah umur teoritis.
Penurunan persamaan Ford-Walford didasarkan pada persamaan Von
Bertalanffy (6) dengan t0 = 0, maka persamaan:
�� = �∞ (1 − � −�.� ) .................................................................................. (7)

�∞ − �� = �∞ � −�.� ................................................................................. (8)

setelah Lt + 1 disubtitusikan ke persamaan (7) maka diperoleh delta persamaan baru
tersebut adalah:
��+1 − �� = �∞ �1 − � −�(�+1) � − �∞ (1 − � −�� )

��+1 − �� = �∞ . � −�� (1 − � −� ) ............................................................... (9)

persamaan (8) disubtitusikan ke persamaan (9) maka diperoleh:
��+1 − �� = (�∞ − �� )(1 − � −� )

��+1 = �∞ (1 − � −� ) + (�� . � −� )........................................................... (10)

Lt dan Lt+1 merupakan panjang ikan pada saat t dan panjang ikan yang dipisahkan
interval waktu yang konstan (1 = tahun, bulan atau minggu) (Pauly 1984).
Persamaan (10) merupakan persamaan linier dan jika Lt (sumbu X) diplotkan
dengan Lt+1 (sumbu Y) maka garis lurus yang dibentuk akan memiliki kemiringan
(slope)b = e-K dan titik potong dengan sumbu X(a) = L∞ (1 – e-K).
Umur teoritis ikan pada saat panjang = 0 dapat diduga secara terpisah
menggunakan persamaan empiris Pauly (Pauly 1984) yaitu:
��� (−�0 ) = 0,3922 − 0,2572(log �∞ ) − 1,038(log �) ..................... (11)
Ukuran Pertama Kali Matang Gonad (Lm)
Penentuan panjang ikan pertama kali matang gonad (Lm) dapat
menggunakan sebaran frekuensi proporsi gonad yang telah matang gonad (King
1995). Ukuran pertama kali matang gonad dihitung menggunkaan persamaan
Spearman-Karber telah dikembangkan oleh Finney (1971) in Saputra et al.
(2009):


� = �� + 2 − (� . ∑ �� ) ........................................................................... (12)

m adalah logaritma dari kelas panjang pada kematangan pertama, d adalah selisih
logaritma dari pertambahan nilai tengah panjang, k adalah jumlah kelas panjang,
xk adalah logaritma nilai tengah panjang dimana ikan matang gonad (atau dimana
pi = 1). Mengantilogkan persamaan di atas, maka Lm dapat diduga. Jika α = 0,05
��−��

maka batas-batas kepercayaan 95% dari (m) = ������� (� ± 1,96�� 2 ( ��−1 ))
Nisbah Kelamin

Persamaan untuk menghitung nisbah kelamin (Steel dan Torrie 1993):
��� =

�� �
�� �

................................................................................................. (13)

NKi adalah nisbah kelamin, nBi adalah jumlah ikan betina pada kelompok ukuran
ke-i, nJi adalah jumlah ikan jantan pada kelompok ukuran ke-i.
Hubungan antara jantan dan betina dalam suatu populasi dapat diketahui
dengan melakukan analisis nisbah kelamin ikan menggunakan uji Chi square (X2)
(Steel dan Torrie 1993):
�2 =

∑(�� −� � )2
��

........................................................................................... (14)

� 2 adalah nilai bagi peubah acak yang sebaran penarikan contohnya mendekati
sebaran khi kuadrat (chi square), Oi adalah jumlah frekuensi ikan jantan dan
betina yang diamati (individu) dan ei adalah jumlah frekuensi harapan dari ikan
jantan dan betina (individu). Nilai-nilai � 2 yang diperoleh diperbandingkan
dengan � 2 tabel dengan taraf nyata 5% dan derajat bebas (n-1).
Tingkat Kematangan Gonad
Tingkat kematangan gonad adalah tahap perkembangan gonad sebelum dan
sesudah ikan memijah (Effendie 2002). Perkembangan gonad yang semakin
matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan.
Selama itu sebagian besar hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonad
(Effendie 1997). Penentuan TKG bertujuan untuk mengetahui kondisi ikan yang
diperoleh selama penelitian dalam keadaan tingkat kematangan gonad sehingga
dapat diduga musim pemijahan ikan tersebut. TKG ditentukan secara morfologi
menggunakan modifikasi Cassie in Effendie dan Sjafei (1976) (Tabel 1) yang
didasarkan pada bentuk, warna, ukuran, dan bobot gonad.
Tabel 1. Tingkat kematangan gonad ikan selar kuning
TKG
I

II

III

IV

V

BETINA
JANTAN
Ovari seperti benang, panjang Testis seperti benang, lebih pendek,
sampai ke depan rongga tubuh. terihat ujungnya di rongga tubuh. Warna
jernih. Permukaan licin.
Warna jernih. Permukaan licin.
Ukuran
ovari
lebih
besar.
Pewarnaan lebih gelap kekuningkuningan, telur belum jelas dilihat
dengan mata.
Ovari berwarna kuning. Secara
morfologis telur mulai kelihatan
butirannya dengan mata.
Ovari makin besar. Telur berwarna
kuning, mudah dipisahkan. Butir
minyak tidak tampak. Mengisi ½ 2/3 rongga perut, usus terdesak.
Ovari berkerut, dinding tebal, butir
telur sisa terdapat di dekat
pelepasan, banyak telur seperti pada
tingkat II

Ukuran testis lebih besar. Pewarnaan
lebih putih seperti susu. Bentuk lebih
jelas daripada tingkat I.
Permukaan testis tampak lebih bergerigi.
Warna makin putih, testis makin besar.
Dalam keadaan diawetkan mudah putus.
Seperti pada tingkat III, tampak lebih
jelas dan testis makin pejal.

Testes bagian belakang kempis dan di
bagian dekat pelepasan masih berisi

Indeks Kematangan Gonad
Indeks kematangan gonad yaitu suatu nilai dalam persen sebagai hasil dari
perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk gonad dikalikan
dengan 100. Sejalan dengan perkembangan gonad, maka bobot gonad semakin
bertambah dan semakin besar sampai mencapai maksimum ketika ikan mencapai
memijah. Tujuannya untuk mengetahui perbandingan ukuran gonad dan tubuh
ikan, perhitungan yang dilakukan (Effendie 1997):
BG

IKG = BT x 100% .................................................................................... (15)
IKG adalah indeks kematangan gonad, BG adalah berat gonad ikan (gram), BT
adalah berat tubuh ikan (gram).
Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada saat ikan
memijah. Tujuannya untuk mengetahui banyaknya butir telur yang terdapat pada
gonad ikan yang berada dalam keadaan matang gonad. Fekunditas dihitung pada
kondisi tingkat kematangan gonad III dan IV dengan menggunakan metode
gabungan sebagai berikut (Effendie 2002):
F=

GxVxX
Q

............................................................................................... (16)

F adalah fekunditas, G adalah berat gonad total (gram), V adalah volume
pengenceran (ml), X adalah jumlah telur dalam 1 cc, Q adalah berat telur sampel
(gram).
Sebaran Diameter Telur
Diameter telur adalah garis tengah atau ukuran panjang sebuah telur.
Pengukuran bertujuan untuk menentukan kualitas yang berhubungan dengan
kandungan kuning telur dimana telur yang berukuran besar menghasilkan larva
berukuran besar dan sebaliknya (Effendie 2002). Diameter telur diukur di bawah
mikroskop dengan bantuan mikrometer okuler yang sudah ditera. Pengukuran
dilakukan pada telur-telur yang berada pada tingkat kematangan gonad III dan IV
dengan jumlah 50 telur ikan pada setiap gonad ikan. Data yang telah diperoleh
dikonversi terlebih dahulu, dengan cara mengalikan data dengan nilai konversi
0,025. Kemudian dicari jumlah kelas dan dibuat selang kelas dari data dan
dihitung frekuensi ikan pada tiap selang kelas.
Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Laju mortalitas total (Z) adalah penjumlahan laju mortalitas penangkapan
(F) dan laju mortalitas alami (M). Nilai laju mortalitas alami berkaitan dengan
nilai parameter pertumbuhan Von Bartanffy K dan ∞.L Ikan yang
pertumbuhannya cepat (nilai K tinggi) mempunyai nilai M tinggi dan sebaliknya.

Nilai M berkaitan dengan nilai L∞ karena pemangsa ikan besar lebih sedikit dari
ikan kecil. Mortalitas penangkapan adalah mortalitas yang terjadi akibat adanya
aktivitas penangkapan (Sparre dan Venema 1999). Mortalitas alami dipengaruhi
oleh predator, penyakit dan usia. Selain itu menurut Pauly (1980) in Sparre &
Venema (1999) bahwa faktor lingkungan yang mempengaruhi laju mortalitas
alami yaitu suhu rata-rata perairan, panjang maksimum (L∞)dan laju pertumbuhan
(K). Laju eksploitasi (E) merupakan bagian suatu kelompok umur yang akan
ditangkap selama ikan tersebut hidup. Selain itu, laju eksploitasi juga dapat
diartikan sebagai jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total
ikan yang mati karena semua faktor baik faktor alam maupun faktor penangkapan
(Pauly 1984). Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang
dilinierkan berdasarkan data komposisi panjang (Lampiran 5). Laju mortalitas
alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre dan
Venema (1999):
�� � = −0,0152 − (0,279 . �� �∞ ) + (0,6543 . �� �) + (0,463 . �� ��) ...... (17)

Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) menyarankan untuk ikan yang
bergerombol, persamaan hubungan linier untuk mortalitas alami dikalikan 0,8
sehingga untuk ikan selar kuning yang bergerombol nilai dugaan menjadi 20%
lebih rendah:
� = 0.8 � −0.0152 −0.279

�� �∞+ 0.6543 �� �+0.463 �� ��

................................ (18)

M adalah mortalitas alami, L∞ adalah panjang asimtotik, K adalah koefisien
pertumbuhan, T adalah rata-rata suhu permukaan air (oC).
Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan persamaan:
� = � − � .............................................................................................. (19)

Laju eksploitasi ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan
(F) terhadap mortalitas total (Z) Pauly (1983):




� = �+� = � ............................................................................................ (20)

Gulland (1971) in Pauly (1984) menduga bahwa stok yang dieksploitasi
optimal maka laju mortalitas penangkapan (F) akan sama dengan laju mortalitas
alami (M) atau laju eksploitasi (E) sama dengan 0,5 (Fopt = M atau Eopt = 0,5).
Model Produksi Surplus
Potensi sumberdaya ikan laut adalah jumlah maksimum yang dapat
ditangkap dari suatu perairan setiap tahun secara berkesinambungan. Model
produksi surplus sangat penting untuk menduga konsekuensi dari bentuk
pengelolaan dan dapat digunakan untuk membentuk dan memantau kebijakan
(Beattie et al. 2002). Froose dan Binohlan (2003) menyatakan bahwa ada
beberapa model produksi surplus yang dapat digunakan untuk menduga potensi

sumberdaya perikanan. Tujuan utama penggunaan model produksi surplus adalah
untuk menentukan tingkat upaya optimum yaitu suatu upaya yang dapat
menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum yang lestari tanpa mempengaruhi
produktivitas stok secara jangka panjang (Tinungki 2005). Model produksi
surplus yang dibandingkan pada penelitian ini yaitu model Schaeffer, Fox, Walter
Hilborn, CYP, dan Schnute. Kemudian model yang paling sesuai dan cocok untuk
diterapkan adalah model yang memiliki koefisien determinasi (R2) paling besar,
hal ini didukung oleh pendapat Pindyck dan Rubnfield (1998) bahwa nilai
determinasi lazim digunakan untuk mengukur goodness of fit dari variabel tidak
bebas dalam model, dimana semakin besar nilai R2 menunjukkan bahwa model
tersebut semakin baik (Tabel 16).
Konsep produksi surplus berawal dari beberapa karya, antara lain dalam
karya-karya Russell dan Schaefer. Schaefer (1954) in Tserpes (2008)
menyebutkan bahwa salah satu cara untuk menduga stok didasarkan pada model
produksi surplus logistik. Dasar pemikirannya adalah bahwa peningkatan
(increment) populasi ikan akan diperoleh dari sejumlah ikan-ikan muda yang
dihasilkan setiap tahun, sedang penurunan dari populasi tersebut (decrement)
merupakan akibat dari mortalitas baik karena faktor alam maupun eksploitasi oleh
manusia. Oleh karena itu, populasi akan berada dalam keadaan ekuilibrium bila
increment sama dengan decrement. Kelimpahan ikan selar kuning dapat diduga
dengan CPUE (Catch per Unit Effort). Nilai ini merupakan produksi per satuan
usaha penangkapan ikan selar kuning di perairan Selat Sunda yang dirumuskan
sebagai berikut :
���� ℎ (�)

CPUE = ������

(�)

..................................................................................... (21)

Jumlah tangkapan yang diperbolehkan atau Total Allowable Catch (TAC)
ditentukan dengan analisis produksi surplus dan berdasarkan prinsip kehati-hatian:
TAC = 80% x MSY ................................................................................... (22)
jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) adalah 80 % dari potensi maksimum
lestari (MSY) (FAO 1998). Oleh karena itu, agar kegiatan perikanan dapat
dilakukan secara berkelanjutan maka jumlah hasil tangkapan sebaiknya tidak
melebihi nilai TAC.
A.

Model Schaeffer (1954)

Algoritma untuk menduga parameter r,q, dan K model Schaeffer (Tinungki
2005):
���
��



= �(�) = ��� (1 − �� ) ....................................................................... (23)

Bt adalah biomassa dari stok. Persamaan di atas belum memperhitungkan
pengaruh penangkapan sehingga Schaeffer menulis kembali persamaan menjadi:

���
��



= ��� �1 − �� � − �� ........................................................................... (24)
��

Berdasarkan persamaan (24) tangkapan optimum dapat dihitung pada saat ��� = 0
atau pada titik keseimbangan dimana Ct adalah hasil tangkapan dan Et adalah
upaya penangkapan:


�� = ��� �1 − �� � = ��� �� ...................................................................... (25)
�� = � �1 −

���


� ..................................................................................... (26)

dengan mensubtitusikan persamaan (26) ke persamaan (25) diperoleh:
�� = ��� � �1 −

���


� ................................................................................ (27)

persamaan (27) disederhanakan menjadi:
��

��

= ����� = �� −

�2�


�� ..................................................................... (28)

�� = � + ��� + �� ................................................................................... (29)

keterangan:

�� = ����� , �� = �� ,

� = �� = ��,

� �
� = �̂ = � ,
2

q adalah koefisien penangkapan, K adalah daya dukung lingkungan, r adalah laju
pertumbuhan alami.
Boer dan Aziz (1995) menyatakan bahwa persamaan matematika untuk

model Schaeffer adalah: �� = � − � �� atau �� = ��� − ��� 2


Hubungan linier ini yang digunakan secara luas untuk menghitung dugaan
EMSY melalui penentuan turunan pertama dari:
���

���

= � − 2��� = 0 ................................................................................ (30)




�� = 2� = 2� ............................................................................................ (31)

sehingga diperoleh persamaan produksi maksimum lestari (MSY) yang diperoleh
dengan mensubtitusikan nilai effort optimum:
�� = ��� − ��� 2 ..................................................................................... (32)




�� = �(− 2� ) − �(− 2� )2

�2

�� = ��� = 4� =
B.

��
4

....

Dokumen yang terkait

Kajian Stok Sumber Daya Ikan Selar Kuning Selaroides leptolepis (Cuvier 1833) di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan, Banten

3 6 47

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SELAR KUNING (Selaroides leptolepis Cuvier, 1833) DI PERAIRAN SELAT SUNDA, PROVINSI BANTEN

3 16 39

Dinamika Populasi Dan Biologi Reproduksi Ikan Swanggi (Priacanthus Tayenus Richardson, 1846) Studi Kasus Perairan Selat Sunda

4 59 77

Dinamika Populasi Dan Biologi Reproduksi Multispesies Ikan Kembung (Rastrelliger Faughni, R. Kanagurta, R. Brachysoma) Di Perairan Selat Sunda

6 53 130

Dinamika Perubahan Suhu dan Klorofil-a Serta Hubungannya terhadap Distribusi Ikan Selar Kuning (Selaroides leptolepis) di Perairan Pantai Timur Sumatera Utara

0 0 17

Dinamika Perubahan Suhu dan Klorofil-a Serta Hubungannya terhadap Distribusi Ikan Selar Kuning (Selaroides leptolepis) di Perairan Pantai Timur Sumatera Utara

0 4 4

Dinamika Perubahan Suhu dan Klorofil-a Serta Hubungannya terhadap Distribusi Ikan Selar Kuning (Selaroides leptolepis) di Perairan Pantai Timur Sumatera Utara

0 0 9

Dinamika Perubahan Suhu dan Klorofil-a Serta Hubungannya terhadap Distribusi Ikan Selar Kuning (Selaroides leptolepis) di Perairan Pantai Timur Sumatera Utara

1 3 5

Dinamika Perubahan Suhu dan Klorofil-a Serta Hubungannya terhadap Distribusi Ikan Selar Kuning (Selaroides leptolepis) di Perairan Pantai Timur Sumatera Utara

0 0 2

Dinamika Perubahan Suhu dan Klorofil-a Serta Hubungannya terhadap Distribusi Ikan Selar Kuning (Selaroides leptolepis) di Perairan Pantai Timur Sumatera Utara

0 0 16