Dinamika Populasi Dan Biologi Reproduksi Ikan Swanggi (Priacanthus Tayenus Richardson, 1846) Studi Kasus Perairan Selat Sunda

DINAMIKA POPULASI DAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN
SWANGGI (Priacanthus tayenus RICHARDSON, 1846)
(Studi Kasus Perairan Selat Sunda)
PROVINSI BANTEN

M. CHARIS KAMARULLAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA
KELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul dinamika populasi
dan biologi reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus richardson, 1846)
dengan studi kasus Perairan Selat Sunda adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor , september 2016
M.Charis Kamarullah
NIM C251140091

RINGKASAN
M. CHARIS KAMARULLAH. Dinamika Populasi Dan Biologi Reproduksi Ikan
Swanggi (Priacanthus tayenus richardson, 1846) Studi Kasus Perairan Selat
Sunda.
Dibimbing
oleh
RAHMAT
KURNIA
dan
ISDRADJAD
SETYOBUDIANDI
Ikan swanggi (Priacanthus tayenus) memiliki nilai ekonomis penting dan
permintaannya yang tinggi sehingga dilakukan penangkapan secara intensif,

diantaranya yang terjadi di Perairan Selat Sunda. Untuk itu perlu dilakukan
pengelolaan sehingga berkelanjutan populasi ikan swanggi di perairan ini terjaga,
namun data terkait dinamika populasi dan biologi reproduksi ikan swanggi masih
minim. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis (1) dinamika populasi dan
tingkat eksploitasi ikan swanggi, (2) parameter biologi reproduksi ikan swanggi
(3) merumuskan konsep pengelolaan ikan swanggi di Perairan Selat Sunda.
Penelitian dilakukan pada bulan April – September tahun 2015 dengan interval
waktu satu minggu dalam satu bulan, ikan yang diambil merupakan ikan yang
sudah didaratkan di tempat pelelangan ikan (TPI).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ikan swanggi yang didapatkan
memiliki jumlah kelompok umur terdiri atas satu sampai dua kelompok, dan
sebagian besar tergolong ikan-ikan yang sudah dewasa atau matang kelamin.
Pertumbuhan populasi ikan swanggi betina lebih cepat dibandingkan jantan.
Rekrutmen populasi ikan swanggi di Perairan Selat Sunda terjadi setiap bulan dan
tertinggi pada bulan Mei dan Juli, dan tingkat eksploitasi ikan swanggi jantan dan
betina di perairan ini telah tergolong tangkap lebih (over exploitasi). Rasio
kelamin, TKG, IKG, dan faktor kondisi ikan swanggi jantan dan betina yang
ditemukan di Perairan Selat Sunda bervariasi baik spasial atau temporal.
Ikan swanggi di Perairan Selat Sunda yang tertangkap di setiap waktu
pengambilan contoh didominasi ikan-ikan yang sudah matang gonad tingkat

matang gonad paling tinggi di bulan Juli dengan proporsi 84% dan terendah di
bulan Juni dengan proporsi 28%. Indeks kematangan gonad ikan swanggi yang di
dapatkan tertinggi pada bulan April 0.57 dan Juli 0.70 sehingga diduga puncak
pemijahan pada bulan Juli. Nilai faktor kondisi menggambarkan tingkat
kemontokan ikan swanggi antara jantan dan betina cenderung sama didapatkan
1.00-1.06 dan 0.94-1.05, dengan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan ikan
dalam bentuk kurang pipih. Potensi keberlanjutan populasi ikan swanggi di
Perairan Selat Sunda tergolong tinggi dilihat dari aspek habitat, biologi reproduksi
dan parameter dinamika populasi, namun karena tingkat eksploitasi tinggi
sehingga status ikan swanggi di perairan ini tergolong kritis. Ikan swanggi di
Perairan Selat Sunda memiliki ukuran yang relatif kecil-kecil baik jantan maupun
betina. Konsep pengelolaan yang segera dilakukan untuk menjamin keberlanjutan
populasi ikan swanggi dan penangkapan yang berkelanjutan adalah pengaturan
waktu penangkapan, pengendalian alat tangkap dan daerah penangkapan,
perlindungan dan rehabilitasi habitat pemantauan dan evaluasi.
Kata kunci : Biologi reproduksi, dinamika populasi, Pengelolaan, Priacanthus
tayenus

SUMMARY
M. CHARIS KAMARULLAH. Population Dynamic and Reproductive Biology of

Purple-spotted bigeye (Priacanthus tayenus richardson, 1846) Study Case: Waters
of the Sunda Strait. Supervised by RAHMAT KURNIA and ISDRADJAD
SETYOBUDIANDI.
Purple-spotted bigeye (Priacanthus tayenus) has high economic value and
mostly captured by fisherman. Objective of this study is to examine (1) population
dynamics and level exploitation of purple-spotted bigeye, (2) reproductive biology
of purple-spotted bigeye (3) formulate the concept of management purple-spotted
bigeye in the water of the Sunda Strait. Fishes were collected using by stratified
random sampling method conducted in TPI Labuan Banten from April to August
2015.
These results showed that the purple-spotted bigeye have a number age
group consists of one to two groups, and most are classified as fish that are grown
or matured genitals. Purple-spotted bigeye female fish population growth faster
than the male fish. Recruitment of fish populations occur every month and the
highest in May and July, and the rate of exploitation purple-spotted bigeye male
and female fish in these waters has over exploitation. Sex ratio, gonado maturity
stage, gonado somatic index, and condition factor of purple-spotted bigeye male
and female are found in the waters of the Sunda Strait vary both spatially or
temporally.
Purple-spotted bigeye in the waters of the Sunda Strait caught in each

sampling time in the dominance of the fish that are ripe gonads mature gonads
highest level in July with a proportion of 84% and the lowest in July with a
proportion of 28%. According to the value of gonado somatic index, the purplespotted bigeye thought to be large spawn in July. Condition factor describes the
plumpness levels of purple-spotted bigeye between males and females tend to be
equally available 1:00 to 1:06 and 0.94-1.05, the results obtained can be
summarized in the form of less flat fish. Potential of sustainability of purplespotted bigeye in the waters of the Sunda Strait is high seen from the aspect of
habitat, reproductive biology and population dynamics, but due to the high level
of exploitation that status purple-spotted bigeye in these waters classified as
critical. Purple-spotted bigeye in the waters of the Sunda Strait has a size
relatively small both male and female. The concept of management is to be done
to ensure the sustainability of fish populations and the arrest of sustainable purplespotted bigeye is the timing of the arrest, control gear and fishing areas, protection
and rehabilitation of habitat monitoring and evaluation.
Keywords : Reproductive biology, population dinamic, management, Priacanthus
tayenus

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DINAMIKA POPULASI DAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN
SWANGGI (Priacanthus tayenus RICHARDSON, 1846)
(Studi Kasus Perairan Selat Sunda)
PROVINSI BANTEN

M. CHARIS KAMARULLAH

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir Mennofatria Boer, DEA

Judul Tesis

Nama
NPM

:

DINAMIKA POPULASI DAN BIOLOGI REPRODUKSI
IKAN SWANGGI (Priacanthus tayenus RICHARDSON,
1846) (Studi Kasus Perairan Selat Sunda) PROVINSI
BANTEN

:
:

M. Charis Kamarullah

C251150091

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Rahmat Kurnia, M.Si
Ketua

Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc

Tanggal Ujian : 01 September 2016


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April hingga September
2015 ini ialah konservasi ikan, dengan judul Dinamika Populasi dan Biologi
Reproduksi Ikan Swanggi Pricanthus tayenus dengan studi kasus Perairan Selat
Sunda.
Terima kasih penulis ucapkan kepada
1. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan
Tinggi Negeri (BOPTN), Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN),
DIPA IPB Tahun Ajaran 2015 No. 544/IT3.11/PL/2015 Penelitian Dasar
untuk Bagian, Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitan dan
Pengabdian kepada Masyarakat, IPB dengan judul “Dinamika Populasi dan

Biologi Reproduksi Sumberdaya Ikan Ekologis dan Ekonomis Penting di
Perairan Selat Sunda, Provinsi Banten” yang dilaksanakan oleh Prof. Dr. Ir.
Mennofatria Boer, DEA (sebagai ketua peneliti) dan Dr. Ir. Rahmat Kurnia,
MSi (sebagai anggota peneliti).
2. Dr. Ir. Rahmat Kurnia, M.Si sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir.
Isrdadjad Setyobudiandi, MSc sebagai anggota komisi pembimbing yang
telah memberikan arahan dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.
3. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA sebagai penguji luar komisi
4. Dr. Ir. Sigid Hariyadi M.Sc selaku Ketua Program Studi Pengelolaan
sumberdaya perairan (SDP)
5. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang atas bantuan
memperoleh data penelitian
6. Tim BOPTN 2015 : Nana, Tira, Mas Genta, Herman, Lukman, Putri serta tim
lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu atas kerja samanya
selama penelitian berlangsung.
7. Bapak dan ibu dosen pengasuh mata kuliah pascasarjana di Program Studi
SDP yang memberikan ilmunya dengan tulus.
8. Bapak ibu dosen di Universitas Khairun Ternate pada Fakultas FPIK
9. Teman – teman seangkatan SDP 2014 Dudi, Herman, Lukman, Deo, Reza,
Pak Nurdin, Nisa, Rini, Wulan, Arin, Mba Ve, Mba Oja, Mba Kiki, Putri

serta teman-teman PERMAMA Bogor, PKPL, PTD, dan HIMPAS MALUT
Jabodetabek.
10. Kedua orang tua saya Papa Iskandar Kamarullah dan Mama Juraeda A Latif,
kakak Dede Kamarullah bersama Dewi serta Adik Sribaskara Kamarullah
bersama Sabirin, Ponakan Apik dan Adil atas bantuan doa dan dorongan
semangat selama studi.
11. Wander, Kaka Rini, Rofidah Ummulharbi dan Alda yang telah banyak
membantu selama penelitian.
Akhirnya semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Bogor, september 2016
M. Charis Kamarullah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2
3

2 METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan Penelitian
Pengumupulan Data
Analisis Data

3
3
3
4
5

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

10
10
22

4 KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

28
28
29

DAFTAR PUSTAKA

30

LAMPIRAN

34

RIWAYAT HIDUP

62

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Perhitungan nilai komposit per domain
Nisbah kelamin berdasarkan waktu pengambilan contoh
Pertumbuhan ikan swanggi
Mortalitas dan laju eksploitasi ikan swanggi
Hubungan panjang ikan tertangkap dengan pertama kali matang gonad
Perbandingan pertumbuhan ikan.

10
11
13
21
21
24

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Kerangka pikiran penelitian
Peta Lokasi Penangkapan
Ikan swanggi (Priacanthus tayenus)
Distribusi panjang ikan swanggi (Priacanthus tayenus)
Pertumbuhan Von Bertalanffy ikan swanggi jantan dan betina
Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan
Histologi
Indeks kematangan gonad (IKG) ikan
Hubungan panjang dengan fekunditas ikan swanggi
Pola pertumbuhan ikan swanggi
Pola pertumbuhan ikan swanggi antara jantan dan betina
Faktor kondisi
Pola rekruitmen ikan swanggi
Strategi pengelolaan menggunakan Plot Kobe

2
3
11
12
13
15
15
16
17
17
18
19
20
22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Pendugaan kelompok umur ikan swanggi jantan dan betina
ikan swanggi
Faktor kondisi ikan swanggi
Pendugaan nilai panjang ikan matang gonad (Lm)
Mortalitas total ikan swanggi
Mortalitas dan laju eksploitasi
Pola pertumbuhan ikan swanggi
Proporsi tingkat kematangan gonad (TKG)
Proporsi rekrutmen selama waktu penagmbilan contoh
Proporsi indeks kematangan gonad (IKG)
Rasio kelamin
Uji histologi gonad betina ikan swanggi
Kuisioner
Analisis strategi Plot Kobe sumberdaya ikan swanggi

35
37
38
38
38
41
43
43
43
44
44
45
46
51

DAFTAR ISTILAH

E
Eopt
F
Fekunditas
Habitat
IKG
JTB
K
L∞
Lc 50%
Lm 50%
M
Musim pemijahan
MSY
Pertumbuhan
allometrik
Pertumbuhan
isometrik
Produksi (Kg)
Over fishing
Over eksploitasi
t0
T
Effort (Trip)
TKG

: Tingkat eksploitasi ikan swanggi
: Tingkat eksploitasi optimum ikan swanggi
: Kematian ikan swanggi akibat penangkapan
: Jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan swanggi sesaat
sebelum memijah
: Tempat hidup ikan swanggi
: Indeks kematangan gonad ikan swanggi
: Jumlah tangkapan diperbolehkan
: Koefisien pertumbuhan von bertalanffy ikan swanggi
: Panjang infiniti ikan swanggi
: Ukuran pertama kali ikan tertangkap 50% pertama
: Ukuran pertma kali ikan matang gonad ukuran yang mana
50% dari semua individu ikan swanggi telah matang
: Kematian alami. Kematian yang disebabkan oleh faktor
alam (penyakit, pemangsaan, faktor lingkungan dan usia)
: Periode waktu melepaskan telur
: Maximum sustainable yield, yaitu hasil tangkapan
maksimum tanpa mengganggu keberlanjutan ikan swanggi
: Pola Pertumbuhan antar karakter morfometrik ikan
swanggi tidak seimbang
: Pola pertumbuhan antar karakter morfometrik ikan
swanggi seimbang
: Hasil tangkapan
: Jumlah ikan swanggi yang ditangkap melebihi potensi
biologi tumbuh.
: Tingkat eksploitasi melebihi E optimum (E > 0.5)
: Umur teoritis, umur ketika panjang ikan swanggi nol
: Suhu perairan
: Upaya tangkapan (waktu dan jumlah alat tangkap)
: Tingkat kematangan gonad ikan swanggi

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan swanggi (Priacanthus tayenus) memiliki potensi besar dalam
mendukung pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Menurut Sivakami et al. (2001)
ikan swanggi pada awalnya bukan merupakan ikan hasil tangkapan utama, namun
belakangan banyak didaratkan di pelabuhan perikanan sebagai salah satu hasil
tangkapan yang bersifat komersial dan menjadikan ikan ini sebagai ikan
komoditas ekspor.
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Banten merupakan salah satu
pelabuhan perikanan pantai di Indonesia yang cukup berkembang dan memiliki
potensi perikanan yang besar. Salah satu jenis ikan demersal yang didaratkan di
PPP Labuan, Banten adalah ikan swanggi (Priacanthus tayenus). Ikan swanggi
merupakan ikan karang demersal dengan karakteristik khusus berwarna merah
muda, memiliki mata besar, dan pada sirip perut terdapat bintik berwarna ungu
kehitam-hitaman FAO (1999). Menurut data statistik perikanan PPP Labuan,
produksi tangkapan ikan swanggi dari awal tahun 2011 sampai saat ini menduduki
posisi kelima dari total produksi tangkapan ikan demersal di PPP Labuan Banten,
yaitu sebesar 4376.70 kg atau sekitar 4.90% Wulandari (2012). Hal tersebut
dikarenakan musim penangkapan yang terjadi setiap hari sepanjang tahun
Sukamto (2010) sehingga keberadaan ikan swanggi hampir selalu ada setiap
harinya di PPP Labuan, Banten.
Berdasarkan IUCN (2001) in fishbase (2011) status ikan swanggi di
perairan adalah belum terevaluasi. Ikan swanggi merupakan ikan ekonomis dan
ekologis penting. Bernilai ekonomis karena banyak diperjual belikan dipelelangan
dengan harga jual rata-rata Rp 13.000.00 /kg ikan swanggi juga dikatakan bernilai
ekologis karena merupakan salah satu ikan karang yang berperan dalam struktur
trofik Powell (2000). Berdasarkan CMFRI (2001) ikan Priacanthidae merupakan
ikan predator pemakan zooplankton dan dominasi makanannya berupa udangudangan yang berasal dari kelas krustasea sehingga keberadaannya sangat
berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem di perairan.
Pemanfaatan akan potensi sumberdaya perairan tersebut harus didasari
pada prinsip pengelolaan sumberdaya alam yaitu bagaimana memanfaatkan
sumberdaya tersebut dengan memperhatikan kelestariannya agar tetap terjaga
sehingga dapat dimanfaatkan secara terus menerus dan dapat dinikmati oleh
generasi yang akan datang. Pengelolaan perikanan membutuhkan suatu analisis
dan informasi mendasar, terencana dengan benar dan terstruktur agar pengambilan
keputusan dalam pengelolaan tersebut lebih efektif dan efisien.
Dalam perumusan program pengelolaan perikanan dibutuhkan suatu
informasi salah satunya yaitu informasi mengenai aspek biologi dari setiap
perikanan. Aspek biologi perikanan dalam hal ini berkisar tentang ilmu
pengkajian stok dari spesies tertentu yang sedang dikaji (Widodo & Suadi 2006).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis biologi reproduksi dan
pendugaan dinamika populasi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) analisis
tersebut meliputi faktor kondisi, rasio kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG),
indeks kematangan gonad (IKG), fekunditas, dan diameter telur, pertumbuhan,

umur dan mortalitas ikan swanggi serta rekruitmen dan laju eksploitasi (P
tayenus) dan menganalisis strategi pengelolaan sumberdaya ikan swanggi di
perairan Selat Sunda dan sekitarnya yang merupakan bagian dari WPP 572 Laut
Jawa.
Rumusan Masalah
Ketersediaan informasi mengenai ikan swanggi Priacanthus tayenus
masih terbatas, khususnya mengenai dinamika populasi dan biologi reproduksi.
Tanpa informasi tentang dinamika populasi dan aspek reproduksi kegiatan
penangkapan dapat dilakukan secara terus menerus. Misalnya penggunaan alat
tangkap yang dapat menangkap berbagai jenis ukuran ikan, maupun musim
penangkapan yang dapat dilakukan kapan saja. Sehingga dikhawatirkan dapat
berdampak terhadap kelestariannya dimasa yang akan datang.

Gambar 1 Kerangka pikiran penelitian
Tujuan
1.
2.

Menganalisis aspek dinamika populasi dan aspek reproduksi ikan swanggi
Priacanthus tayenus.
Menganalisis potensi sumberdaya ikan swanggi Priacanthus tayenus.
Manfaat

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai
dinamika populasi dan biologi reproduksi serta stok ikan swanggi Priacanthus
tayenus. Sehingga dapat melengkapi data yang dibutuhkan dalam sistem
pengelolaan seperti tahap perencanaan, organisasi, aksi dan kontrol terhadap
sumberdaya ikan swanggi (P tayenus).

2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama bulan April hingga September 2015
dengan interval waktu pengambilan contoh 1 minggu dalam 1 bulan. Penelitian
dilakukan di beberapa Tempat pelelangan ikan (TPI) di Pelabuhan Perikanan
Pantai (PPP) Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Kemudian ikan
contoh dibedah dan diamati organ reproduksinya. Pengukuran dilakukan di
Laboratorium biologi perikanan Departemen MSP IPB.

Gambar 2 Peta Lokasi Penangkapan
Alat dan bahan penelitian
Alat yang digunakan pada pengambilan data di lapangan adalah : kuisioner
sebagai pedoman pengumpulan data, alat tulis menulis, kamera digital untuk
dokumentasi,meter dan suhu dengan menggunakan termometer, sedangkan alat
dan bahan yang digunakan dalam laboratorium untuk analasis biologi di
antaranya : panjang berat, TKG dan fekunditas dengan menggunkanan penggaris
dengan papan ukur, timbangan digital, kertas label, jarum pentul, seperangkat alat
bedah lengkap, botol sampel (botol film), cawan petri, tisue, tabel klasifikasi
tingkat matang gonad, gelas ukur 10 ml, pipet tetes, mikroskop elektron, gelas
objek. Bahan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah contoh ikan swanggi
(Priacanthus tayenus) hasil tangkapan yang didaratkan di tempat pelelangan ikan
(TPI) Labuan.

Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah tangkapan ikan swanggi yang berasal dari
Perairan Selat Sunda. Pengambilan contoh dilakukan satu minggu dalam satu
bulan dengan menggunakan teknik stratified random sampling yaitu ikan contoh
yang di ambil dari ukuran paling pendek, sedang dan paling panjang di tempat
pelelangan ikan (TPI). Jumlah contoh ikan swanggi diambil 200 ekor, bila tidak
mencukupi 200 ekor diambil total tertangkap guna melakukan pengamatan di
laboratorium.
Metode Pengukuran dan Pengamatan
Pengukuran panjang dan berat ikan contoh
Pengukuran panjang total dilakukan dengan menggunakan penggaris
dengan ketilitian 0,5 mm dengan cara mengukur dari ujung kepala sampai
keujung sirip ekor yang paling terluar. Penimbangan bobot ikan contoh dilakukan
dengan cara menimbang seluruh tubuh ikan dengan menggunakan timbangan
digital dengan ketilitian 0,01 gram, setelah dilakukan pengukuran panjang dan
penimbangan bobot total.
Pembedahan ikan contoh
Ikan contoh dibedah dengan menggunakan gunting bedah, dimulai dari
anus menuju ke bagian atas perut sampai ke bagian belakang operculum kemudian
menurun ke arah ventral hingga kedasar perut, dagingnya dibuka sehingga organorgan dalamnya dapat dilihat dengan jelas.
Penentuan jenis kelamin
Jenis kelamin di tentukan dengan melihat secara morfologis gonad
masing-masing ikan contoh yang sudah dibedah. Setelah diketahui jenis kelamin
masing-masing ikan perbandingan ikan jantan dan betina dapat diketahui.
Pengamatan nisbah kelamin
Nisbah kelamin diketahui berdasarkan jumlah ikan jantan dan betina yang
tertangkap pada setiap sampling yang dilakukan. Jenis kelamin ditentukan setelah
dilakukan pembedahan ikan tersebut.
Pengamatan tingkat kematangan gonad (TKG)
Tingkat kematangan gonad dideterminasikan secara mikroskopik (visual)
di laboratorium dengan melihat karateristik gonad yang mengacu pada tingkat
kematangan gonad ikan belanak (Mugil dussumieri) yang dikemukakan oleh
(Effendie dan Subardja 1977) in Effendi (1997). Pengamatan tingkat kematangan
gonad dilakukan secara terpisah terhadap ikan contoh jantan dan betina.
Pengamatan dan perhitungan fekunditas
Perhitungan fekunditas dilakukan dengan menggunakan metode gabungan
grafimetrik dan volometrik (Effendi 1979). Gonad yang dipakai adalah gonad ikan
yang TKG IV. Adapun langkah-langkah sebagai berikut: telur contoh dari tiap
gonad diambil dengan cara mengangkat seluruh gonadnya dari dalam perut ikan

yang telah diawetkan. Telur contoh tersebut ditimbang kemudian diencerkan
dengan air 10 cc dan diaduk secara merata kemudian diambil 1 cc untuk jumlah
telurnya.
Analisis Data
Penentuan nisbah kelamin ikan
Nisbah kelamin dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah jantan
dan betina dari ikan contoh, sehingga dapat diketahui rasio keduanya. Analisis
untuk mengetahui keseimbangan nisbah kelamin ikan jantan dan betina
dirumuskan sebagai berikut (Effendie 2002) :
(1)
NK adalah Nisbah kelamin, nJ adalah Jumlah ikan jantan (individu), nB adalah
Jumlah ikan betina (individu)
Rasio antara ikan jantan dan betina dari suatu populasi ikan tersebut
kemudian diuji kembali dengan menggunakan uji Chi-square (χ2) (Steel dan
Torrie 1993), analisis ini dapat diketahui keseimbangan populasi. Berikut adalah
rumus dari uji Chi-square :


(2)

χ adalah nilai bagi peubah acak yang sebaran penarikan contohnya menghampiri
sebaran Khi-Kuadrat, oi adalah jumlah frekuensi ikan jantan dan betina yang
teramati, ei adalah jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan betina
Pendugaan kelompok umur
Untuk mengetahui frekuensi panjang di gunakan metode NORMSEP
(Normal separation), (FISAT II, FAO-ICLARM stock assesment tools) untuk
menentukan sebaran normalnya. Menurut (Boer 1996 ), jika fi adalah frekuensi
ikan dalam kelas panjang ke-i (i = 1, 2, …, N), μj adalah rata-rata panjang
kelompok umur ke-j, σj adalah simpangan baku panjang kelompok umur ke-j, dan
pj adalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j (j = 1, 2, …, G), maka fungsi
objektif yang digunakan untuk menduga μj, σj, pj adalah fungsi kemungkinan
maksimum (maximum likelihood function):
2

L= ∑



(3)

qij dihitung dengan persamaan:


2

(4)

qij adalah fungsi kepekatan sebaran normal dengan nilai tengah μj dan
simpangan baku σj, dan i adalah titik tengah kelas panjang ke-i Fungsi objektif
L ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap μj,
σj, pj sehingga diperoleh dugaan μj, σj, dan pj yang akan digunakan untuk
menduga parameter pertumbuhan.

Parameter pertumbuhan ikan
Koefisien pertumbuhan yang digunakan mengikuti model Von Bertalanffy
(Sparre dan Venema 1999) yang dirumuskan sebagai berikut:
(5)
dimana Lt adalah ukuran ikan pada kelompok umur t (mm), L∞ adalah panjang
maksimum atau panjang asimtotik (mm), K adalah koefisien pertumbuhan (bulan-1), dan t0 adalah umur hipotesis ikan pada panjang nol (bulan). Koefisien K,
L∞, dan t0 diduga dengn menggunakan metode Ford Walford yang diturunkan
berdasarkan pertumbuhan Von Bertalanffy untuk Lt pada saat t +∆t dan t
sedemikian rupa sehingga:
(
)
(6)
Persaamaan tersebut diduga melalui persamaan regresi linear
,
dengan Lt sebagai sumbu absis (x),
sebagai ordinat (y),
dan
.
Nilai K dan
diduga menggunakan rumus:
(7)
(8)
3

(9)

Nilai t0 (umur teoritis) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly(1980):
(10)
Pola rekruitmen
Penentuan pola rekrutmen berdasarkan waktu dikerjakan dengan alat bantu
aplikasi FISAT II dengan menggunakan data sebaran frekuensi panjang yang telah
ditetapkan. Penghitungan ini meliputi pendugaan seluruh data sebaran frekuensi
panjang ke dalam skala waktu satu tahun berdasarkan model pertumbuhan Von
Bertalanffy (Pauly 1982) menggunakan prosedur NORMSEP (Normal
Separation). Adapun data yang diperlukan untuk memperoleh plot pola rekrutmen
berdasarkan waktu tersebut adalah parameter-parameter pertumbuhan (L∞, K, dan
t0) yang sebelumnya telah diperoleh melalui model von Bertalanffy.
Penghitungan gonado somatic index (GSI)
Bobot gonad yang diperoleh digunakan untuk menghitung Gonado
Somatic Index (Kagawa et al., 2005). dengan rumus :
x 100 %
(11)
Keterangan :
GSI
Wg
Wt

: indeks kematangan gonad
: berat gonad ikan (gram)
: berat total ikan (gram)

Hubungan fekunditas dengan panjang total
Hubungan fekunditas dengan panjang total menggunakan persamaan
dengan rumus (Effendi 2002) berikut :
(12)
Keteragan :
F
: fekunditas (Butir)
L
: panjang total ikan (mm)
a & b : constanta
Hubungan panjang berat
Hubungan panjang berat dilakukan secara terpisah antar ikan contoh jantan
dan betina. Perhitungan hubungan panjang berat mengacu pada rumus umum
(Hile 1936 in Effendie 1997) dengan rumus :
(13)
Keterangan :
W
: berat tubuh
L
: panjang total (cm)
a & b : konstanta
Nilai b yang diperoleh digunakan untuk menduga kedua parameter yang
dianalisis, dengan hipotesis :
H0 : β = 3 ( menunjukkan bahwa pola pertumbuhan panjang sama dengan pola
pertumbuhan berat atau isometrik )
H0 : β ≠ 3 ( pola pertumbuhan panjang tidak sama dengan pola pertumbuhan berat
alometrik)
Bila H0 di tolak maka :
β > 3 pertambahan berat lebih cepat (allometrik posistif)
β < 3 : pertambahan panjang lebih cepat(allometrik negatif)
Kesimpulan dari nilai b yang diperoleh diuji dengan uji–t pada selang
kepercayaan 95% (α = 0 05) dengan hipotesis :
 Apabila t-hitung < t-tabel maka terima H0
 Apabila t-hitung > t-tabel maka tolak H0
Keeratan hubungan antara panjang dan berat ikan ditunjukan oleh koefesien
korelasi (r) yang diperoleh. Nilai r mendekati 1 menunjukan hubungan antara dua
peubah tersebut kuat dan terdapat korelasi yang tinggi, akan tetapi apabila r
mendekati 0 maka hubungan keduanya sangat lemah atau hampir tidak ada
Walpole (1995).
Faktor kondisi (FK)
Untuk mengethui tingkat kemontokan ikan diperlukan analisis faktor
kondisi, sehingga kita dapat menduga ikan contoh masih memperoleh suplai
makanan yang cukup dari lingkungannya. Faktor kondisi ikan dapat dihitung
untuk mengetahui kemontokan ikan, produktivitas, dan kondisi fisiologi dari
populasi ikan. Faktor kondisi dapat dihitung melalui persamaan (Effendie 1997):
(14)
K merupakan faktor kondisi, W adalah berat ikan (g), dan L adalah panjang
rata-rata ikan (cm) Jika ikan memiliki tipe pertumbuhan allometrik (b≠3)

Pendugaan mortalitas dan laju eksploitasi
Menurut (Sparre dan Venema 1999) parameter mortalitas meliputi
mortalitas alami (M), mortalitas penangkapan (F), dan mortalitas total (Z). Laju
mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan
data panjang sedemikian sehingga diperoleh hubungan:
Persamaan tersebut adalah sebagai berikut :
(15)
Persamaan diatas melalui persamaan regresi linear sederhana y = b0 + b1x,
dengan y =
dan x =
sebagai absi, dan Z = -b. (Lampiran 8)
Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris
Pauly (1980) in (Sparre dan Venema 1999) sebagai berikut:
dimana laju kematian alami (M) dengan parameter pertumbuhan VBGF
dan suhu lingkungan rata-rata (T) dimana stok ikan tersebut berbeda, disajikan
sebagai berikut :
M= exp (-0,0152 -0,279 Ln L + 0, 6543 Ln K + 0, 4634 Ln T)
M adalah mortalitas alami (per tahun), dan T adalah suhu rata-rata perairan (0C).
Setelah laju mortalitas total (Z) dan laju mortalitas alami (M) diketahui
maka laju mortalitas penangkapan dapat ditentukan melalui hubungan:
F=Z–M
(16)
Berdasarkan nilai Z dan F maka laju eksploitasi ikan swanggi (E) dapat diduga dengan menggunakan persamaan Pauly (1984) menyatakan laju eksploitasi
dapat ditentukan dengan membandingkan F dengan Z sebagai berikut:
(17)
E=
Panjang pertama kali tertangkap
Panjang ikan pertama kali tertangkap (Lc) dihitung menggunakan metode
kantung berlapis (covered conden method) yang hasil perhitungannya akan
membentuk kurva ogif berbentuk sigmoid. Panjang ikan pertama kali tertangkap
diduga melalui metode Beverton dan Holt (1957) in (Sparre dan Venema 1999) :
(18)
SL adalah nilai estimasi, L nilai tengah panjang kelas (mm), a dan b merupakan
konstanta, sehingga nilai a dan b dapat dihitung melalui dugaan regresi linear :
(19)
SLc adalah frekuensi komulatif relatif, L nilai tengah panjang kelas (mm).
Adapun Lc dapat dihitung melalui :
(20)
Lc=
Lc adalah panjang ikan pertama kali tertangkap (mm), a dan b konstanta.
Panjang pertama kali matang gonad
Analisis ukuran pertama kali matang gonad (Lm) secara berkala dapat
digunakan sebagai indikator adanya tekanan terhadap populasi (Siby et al. 2009).

Ukuran panjang ikan saat pertama kali mencapai matang gonad (Lm) dihitung
mengikuti metode Spearman-Karber menurut (Udupa 1986) dengan persamaan:

(21)
dengan asumsi, ikan swanggi dengan tingkat kematangan gonad (TKG III) juga
dianggap sebagai ikan yang mature. Kisaran panjang ikan pertama kali matang
gonad (Lm) diperoleh dari nilai anti log m dengan selang kepercayaan 95% :
[



]

(22)

Lm adalah panjang ikan pertama kali matang gonad (mm), m log panjang ikan
pada kematangan gonad pertama, xk log nilai tengah kelas panjang yang terakhir
ikan matang gonad 100%, x log pertambahan panjang pada nilai tengah, pi
proporsi ikan matang gonad pada kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan pada
selang panjang ke-i, dimana pi=ri/ni, ri adalah jumlah ikan matang gonad pada
kelas panjang ke-i dan ni jumlah ikan pada kelas panjang ke-i.
Model Plot Kobe dengan Pendekatan EAFM
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan
pendekatan ekosistem yang disebut Ecosystem Approach to Fisheries
Management (EAFM). FAO (2003) sendiri mendefinisikan EAFM sebagai
pendekatan ekosistem untuk pengelolaan perikanan yang berusaha
menyeimbangkan tujuan sosial yang beragam dengan mempertimbangkan
pengetahuan dan ketidakpastian faktor biotik, abiotik dan manusia sebagai
komponen ekosistem dan interaksi semua bagiannya serta menerapkan
pendekatan terpadu.
Analisis komposit
Analisis komposit ini bertujuan membuat sistem multikriteria yang terkait
dengan pencapaian sebuah pengelolaan perikanan sesuai dengan prinsip EAFM.
Dimana pengelolaan perikanan dengan prinsip EAFM sendiri adalah dengan
menyatukan dua konsepsi yaitu pedekatan ekosistem dan pengelolaan perikanan
yang mencakup berbagai aspek yang menunjang keberlanjutan pengelolaan
perikanan tersebut. Meskipun terlihat berlawanan, analisis dengan pendekatan
multi atribut/kriteria (EAFM) melalui pengembangan indeks komposit ini
(Adrianto et al. 2005), akan merefleksikan keterkaitan antara pengelolaan
ekosistem dan pengelolaan perikanan dengan beberapa tahapan sebagai berikut:
1) Melakukan skoring (nij) untuk setiap indikator ke-i domain ke-j dengan
menggunakan skor Likert (berbasis ordinal 1.2.3) sesuai dengan keragaan pada
unit perikanan dan kriteria yang telah ditetapkan untuk masing-masing domain
(Dj). Semakin baik status indikator, maka semakin besar nilainya, sehingga
berkontribusi besar terhadap capaian EAFM.
2) Menentukan bobot untuk setiap indikator berdasarkan rangking (brij) untuk
setiap indikator ke-i, domain ke-j.
3) Melakukan penilaian komposit pada masing-masing domain ke-j (Dj) dengan
formula:
C-Dj = nsij x brij x sdij

(23)

4) Kembangkan indeks komposit agregat untuk seluruh domain ke-j (Dj) pada
unit perikanan dengan model fungsi sebagai berikut:

C-UPR = f (Dj, nsij, brij, sdij)

(24)

Basis formula untuk analisis komposit agregat adalah:
C-UPR = AVE dij: nsij x brij x sdij;

(25)

Dimana:
AVE = rata-rata aritmetik dari domain ke-j,
Dj = total perkalian antara nsij (nilai skor indikator ke-i dari domain ke-j)
brij = bobot ranking indikator ke-i domain ke-j
sdi = skor densitas dari indikator ke-i.
Nilai sdi dapat diidentifikasi dari berapa jumlah garis linkages yang masuk ke
dalam indikator tersebut. Perkalian bobot dan nilai akan menghasilkan nilai indeks
untuk indikator yang bersangkutan atau dengan rumusan:
Nilai Indeks = Nilai Skor * 100 * Nilai Bobot.
Nilai indeks dari indikator ini, nantinya akan dijumlahkan dengan nilai indeks dari
indikator lainnya dalam setiap domain menjadi suatu nilai indeks komposit.
Kemudian nilai indeks komposit ini akan dikategorikan menjadi 3 penggolongan
kriteria dan ditampilkan dengan menggunakan bentuk model bendera (flag model)
seperti terlihat pada Tabel berikut ini:
Tabel 1 Penggolongan Nilai Indeks Komposit dan Visualisasi Model Bendera
Nilai Skor
1.00 – 1.50
1.51 – 2.50
2.51 – 3,00

Nilai Komposit
33.33-55.55
55.56-77.77
77.78-100

Model Bendera

Deskripsi
Buruk/Kurang
Sedang
Baik

Sumber: Modifikasi Adrianto et al. (2014)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Identifikasi ikan swanggi Priacanthus tayenus
Ikan swanggi merupakan salah satu jenis ikan demersal yang umumnya
mendiami suatu perairan dasar atau daerah berbatu. Ikan swanggi merupakan ikan
ekonomis dan ekologis penting dapat dilihat pada (Gambar 3).

Gambar 3 ikan swanggi Priacanthus tayenus
Tulang belakang pada sudut preoperkulum berkembang dengan baik.
Jumlah tulang saring insang pada lengkung insang pertama 21 sampai 24. Duri
sirip punggung dengan X dan 11 sampai 13 jari lemah. Duri sirip dengan III dan
12-14 jari lemah. Sirip ekor truncate biasanya terdapat pada spesimen yang lebih
kecil, tetapi menjadi lunate pada ikan jantan tapi tidak semua terdapat pada
spesimen lebih besar. Jari sirip dada 17-19. Sisik-sisik menutupi terutama bagian
badan, kepala, dan dasar sirip kaudal (FAO 1999).
Sisik-sisik termodifikasi, sisik-sisik pada bagian tengah lateral dengan
bagian posterior atas hilang dan sedikit duri kecil pada spesimen yang lebih besar.
Sisik-sisik pada seri lateral 56 sampai 73, sisik-sisik linear lateralis berpori 51
sampai 67. Sisik pada baris vertikal (dari awal sirip dorsal sampai anus) 40 sampai
50. Gelembung renang dengan penampang anterior dan posterior, bentuk
menyerupai lubang yang termodifikasi dalam tengkorak. Warna tubuh, kepala,
dan iris mata adalah merah muda kemerah-merahan atau putih keperak-perakan
dengan merah muda kebiruan, sirip berwarna kemerah mudaan, sirip perut
mempunyai karakteristik bintik kecil ungu kehitam-hitaman dalam membran
dengan 1 atau 2 titik lebih besar di dekat perut (FAO 1999).
Nisbah kelamin
Nisbah kelamin suatu organisme perairan sangat penting untuk dikaji
terkait dengan kemampuan dan potensi reproduksi organisme tersebut kedepan.
Apabila keseimbangan alamia nisbah kelamin terganggu, maka kesenimbungan
stok juga dapat terganggu (Kusdi 2012). Gambaran nisbah kelamin dan sex rasio
ikan swanggi (Priacanthus tayenus) dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Nisbah kelamin berdasarkan waktu pengambilan contoh
Waktu Pengambilan
Nisbah
Proporsi (%)
Total
Contoh

Kelamin

jantan

betina

April

93 : 122

43

57

Mei

62 : 129

32

68

Juni

83 : 87

49

51

Juli

46 : 109

30

70

Agustus

75 : 125

38

62

215
191
170
155
200

Berdasarkan tabel 2 nisbah kelamin ikan swanggi didaptakan proporsi hasil
tangkapan antara jantan dan betina yang didasarkan selama waktu pengaambilan

contoh yaitu berbeda, dapat dilihat bahwa ikan betina lebih dominan 64.44% atau
sekitar 572 ekor, sedangkan ikan contoh jantan yang tertangkap 38.56% atau 359
ekor dengan total N contoh sebanyak 931 ekor. Nisbah kelamin ikan swanggi
berdasarkan uji chi squere secara total antara jantan dengan betina adalah 0.63 : 1
dari hasil ini maka diasumsikan tidak terjadi keseimbangan populasi antara jantan
dan betina terhadap ikan swanggi (Lampiran 11 ). Untuk mempertahankan
kelestarian populasi diharapkan perbandingan jantan dan betina dalam kondisi
yang seimbang atau ikan betina jumlahnya lebih banyak (Sulistiono et al. 2001).

140
120
100
80
60
40
20
0

Betina
Jantan
Total
105,5
115,5
125,5
135,5
145,5
155,5
165,5
175,5
185,5
195,5
205,5
215,5
225,5
235,5
245,5
255,5
265,5
275,5
285,5
295,5
305,5
315,5
325,5

Frekuensi

Distribusi panjang ikan swanggi Priacanthus tayenus di Selat Sunda
Kisaran ukuran panjang ikan swanggi antara jantan dan betina yang
tertangkap selama penelitian adalah antara 105-329 mm dari total pengambilan
contoh. Kisaran panjang ikan jantan yaitu 109-329 mm dan ikan betina berkisar
antara 105-305 mm berdasarkan waktu pengambilan contoh distribusi panjang
tersebut dapat dilihat pada grafik 4 berikut.

Selang Kelas

Grafik 4 Distribusi panjang ikan swanggi Priacanthus tayenus
Pergeseran modus panjang ikan swanggi
Struktur ukuran merupakan salah satu informasi penting dalam pengkajian
suatu populasi ikan. Pengukuran panjang organisme dalam seri waktu yang cukup,
dapat dijadikan dasar untuk mengkaji pola pertumbuhan, mortalitas dan pola
penambahan individu baru dari organisme tersebut. Pada kajian ini yang di
jadikan ukuran dalam kajian stok adalah panjang total dari ikan swanggi.
Data pengukuran panjang ikan swanggi antara jantan dan betina selama
penelitian disajikan pada (Lampiran 1) ikan jantan pergesaran modus panjang
dimulai pada bulan April dengan modus panjang 125.5 mm, kemudian pada bulan
berikutnya Mei tepatnya pergeseran modus panjang sekitar 155.5 mm dan pada
bulan juni pergesaran modus panjang meningkat ke panjang 195.5-205.5 mm
kemudian pada bulan juli pergeseran modus panjang terlihat pada panjang 215.5
mm kemudian pada bulan agustus pergeseran modus panjang terdapat pada
ukuran 275.5 mm. Setiap kelompok ukuran umumnya terjadi pergeseran setiap
bulan sedangkan pada ikan betina bulan April pergesaran modus ukuran panjang
mencapai 205.5 mm, bulan Mei bergeser kemodus ukuran 205.5-215.5 mm
panjang ini konstan sampai pada bulan Juni selanjutnya pada bulan Juli
pergesaran panjang ikan menurun ke panjang 195.5 mm dan semakin menurun
pada bulan Agustus yaitu 175.5 mm pergeseran modus panjang ikan ini terjadi

pada ikan betina sedangkan dari penjelasan modus panjang ikan swanggi jantan
dan betina dapat diindikasikan bahwa ikan betina terjadi penurunan ukuran pada
hasil tangkapan tiap bulannya sedangkan pada jantan diindikasikan pertumbuhan
Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus) diperairan selat sunda tiap bulannya diduga
pertumbuhan rata-rata 10-20 mm tiap bulan.
Parameter Pertumbuhan
Pertumbuhan populasi ikan swanggi Priacanthus tayenus di Perairan
Selat Sunda diasumsikan mengikuti pertumbuhan Von Bertalanffy. Pengkajian
parameter pertumbuhan populasi dianalisis berdasarkan data frekuensi panjang
total, yang dikumpulkan selama waktu pengambilan contoh yaitu 5 bulan dimulai
dari bulan April hingga Agustus tahun 2015. Analisis parameter pertumbuhan
menggunakan bantuan metode Ford Walford yang diduga dari kelompok umur
dengan metode (NORMSEP) Normal separation (lampiran2). Dari hasil analisis
pertumbuhan ikan jantan dan betina untuk mencari nilai L∞ dan K, kemudian
setelah diperoleh nilai L∞ dan K, selanjutnya dicari umur teoritis pada panjang
ikan nol (t0) yang diduga dengan memasukan nilai L∞ dan K masing-masing jenis
dengan menggunakan rumus empiris (Pauly 1984) dapat disajikan pada tabel
dibawah.
Tabel 3 Parameter pertumbuhan ikan swanggi Priacanthus tayenus
Parameter
Jantan
Betina
361
376
K
0.46
0.36
t0
-0.77
-0.66
Berdasarkan nilai pada tabel diatas, maka persamaan pertumbuhan Von
Bertalanffy ikan swanggi sebagai berikut :
Jantan
: Lt = 361(1-e[-0.46(t+0.77))
Betina
: Lt = 376(1-e[-0.36(t+0.66))
Berdasarkan persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy tersebut, dimana
nilai dugaan parameter pertumbuhan yang diperoleh dapat mengekspresikan pola
pertumbuhan dan umur maksimum dari populasi ikan swanggi. Grafik
pertumbuhan jantan dan betina di Perairan Selat Sunda disajikan pada Gambar 5.
400

Panjang (mm)

350

299,49
256,83
214,43

300
250

Lt observasi
L inf
Lt estimasi

200

Lt = 361(1-e[-0.46(t+0.77))

150
100
50
0

-2

0

2

4
6
Waktu (bulan)

8

10

12

400,0
350,0

295,21

Panjang (mm)

300,0

Lt observasi
L inf
Lt estimasi

254,31

250,0

204,98

200,0

Lt = 376(1-e[-0.36(t+0.66))

150,0
100,0
50,0
0,0
-2

0

2

4

6
8
10
Waktu (bulan)

12

14

16

18

Gambar 5 Pendugaan parameter pertumbuhan Von Bertalanffy ikan swanggi
jantan (atas) betina (bawah)
Tingkat kematangan gonad (TKG)
Jumlah total ikan swanggi jantan dan betina berdasarkan tingkat
kematangan gonad dengan proporsi masing-masing kategori baik yang belum
matang atau yang sudah matang dapat dilihat pada (Gambar 9 ). Ikan swanggi
yang tertangkap di Perairan Selat Sunda didominasi ikan-ikan yang sudah matang
gonad untuk jantan di bulan Juli 35% dan Agustus 27% dan betina proporsi
tertinggi yaitu di bulan Mei 62% dan Juli 84% sedangkan proporsi matang gonad
terendah ikan jantan April dan Mei 10%, sedangkan pada ikan betina terendah
pada bulan Juni 27% dan tertinggi pada bulan Juli 84% (Lampiran 8).
Distribusi tingkat kematangan gonad (TKG 1 sampai 4) ikan swanggi
jantan dan betina berdasarkan periode waktu (bulan) di sajikan pada (Gambar 6).
Di setiap pengambilan contoh terdapat semua tingkatan kematangan gonad. Hal
ini mengambarkan bahwa setiap bulan terjadi penambahan ikan baru, baik dari
hasil pemijahan yang terjadi pada setiap waktu maupun masuknya ikan-ikan ke
daerah penangkapan. Kondisi ini juga mengindikasikan potensi regenerasi dari
ikan swanggi cukup tinggi untuk mempertahankan populasi di alam.
Tingkat kematangan gonad ikan menunjukkan perkembangan gonad ikan
swanggi Priacanthus tayenus selama penelitian di Perairan Selat Sunda dapat
disajikan pada gambar 6 berikut.

Frekuensi relatif

100%
80%
60%

TKG 1

40%

TKG 2

20%

TKG 3

0%

TKG 4
April

Mei
Juni
Juli
Waktu pengambilan contoh
Jantan

Agustus

Frekuensi relatif

100%
80%
60%
TKG 1
40%

TKG 2

20%

TKG 3
TKG 4

0%
April

Mei
Juni
Juli
Waktu pengambilan contoh
Betina

Agustus

Gambar 6 Tingkat kematangan gonad jantan dan betina
Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan swanggi terjadi di setiap
pengambilan contoh dengan proporsi yang berbeda-beda setiap waktunya yang
didapatkan tertnggi pada bulan Juli dengan proporsi 35% untuk ikan jantan
sedangkan pada betina proporsi tertinggi 84%. Pada tingkat kematangan gonad
ikan swanggi di Perairan Selat Sunda terdapat proporsi TKG III dan IV ikan
betina yang relative tinggi di setiap waktu pengambilan contoh.
Uji histologi untuk mengetahui pola pemijahan ikan swanggi dan pada
umumnya dilakukan pada gonad betina (Lampiran 12) kemudian perkembangan
gonad ikan swanggi betina pada TKG III dan IV dapat dilihat pada gambar 7
berikut.

TKG IV
TKG III
Gambar 7 Histologi ikan swanggi betina

Pola pemijahan ikan swanggi di Perairan Selat Sunda terindikasi partial
spawner hal ini dilihat berdasarkan uji histologi (Gambar 7) bahwa perkembangan
oosit terus terjadi pada setiap perkembangan folikel baik di TKG III atau pun di
TKG IV yang artinya bahwa perkembangan setiap gonad TKG III atau IV masih
terdapat perkembangan oosit primer dan sekunder atau TKG I dan II di TKG III
dan IV.
Indeks kematangan gonad (IKG)
Hasil perhitungan IKG disajikan pada (Lampiran 10) nilai indeks
kematangan gonad (IKG) tertinggi terjadi pada bulan Mei dan Juli yaitu sebesar
2.99% disusul bulan Juli 2.27% pada jantan dan pada bulan Juli 1.6%. Apabila
dilihat berdasarkan nilai IKG, maupun induk matang gonad TKG III dan IV maka
diasumsikan waktu puncak pemijahan tertinggi terjadi pada bulan Juli hal tersebut
dapat dilihat pada gambar berikut.

IKG

1,5
1,0
0,5
0,0
April

Mei

Juni

Juli

Agustus

IKG

Pengambilan contoh
Jantan
6,0
5,0
4,0
3,0
2,0
1,0
0,0
April

Mei

Juni

Juli

Agustus

Pengambilan contoh
Betina

Gambar 8 Indeks kematangan gonad (IKG) ikan antara jantan dan betina
Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada saat
memijah. Fekunditas lebih sering dihubungkan dengan panjang dari pada berat,
karena panjang penyusutannya relatif kecil dan panjang akan cepat mengalami
perubahan pada waktu musim pemijahan (Effendie 1997). Ikan swanggi
Priancanthus tayenus di Perairan Selat Sunda pada TKG IV memiliki kisaran
8499 -218.491 butir telur setiap induk betina. Nilai fekunditas tertinggi pada ikan
swanggi berarti ikan tersebut memiliki potensi reproduksi yang paling besar,
sehingga bisa saja berpengaruh pada tingginya kesediaan stok dan rekruitmen..

250000

Fekunditas

200000

F = 2,1521L1,9255
R² = 13,81%

150000
100000
50000
0
0

50

100

150
Panjang (mm)

200

250

300

Gambar 9 Hubungan panjang dengan fekunditas ikan swanggi
Hubungan fekunditas dengan panjang total menghasilkan nilai koefisien
detreminasi (R2) sebesar 13,81% Kondisi ini menunjukkan bahwa fekunditas ikan
swanggi Priacanthus tayenus lebih cepat perkemabangan telur dari pada
pertambahan ukuran panjang. Hal ini menunjukan tidak adanya korelasi antara
panjang dan fekunditas.
Hubungan panjang bobot ikan swanggi Priacanthus tayenus
Pola pertumbuhan ikan dapat diketahui dengan melihat hubungan panjang
total 329 (mm) dan berat total 275 (g), selanjutnya hubungan panjang-berat ikan
tersebut diperoleh nilai b 2.3501 ini adalah indikator pertumbuhan yang
menggambarkan kecenderungan pertambahan panjang dan bobot ikan. Nilai yang
diperoleh dari perhitungan panjang dan bobot adalah informasi mengenai dugaan
berat dari panjang ikan atau sebaliknya, keterangan tentang ikan mengenai
pertumbuhan, kemontokan serta perubahan dari lingkungan (Effendie 1997).
(Kleanthidis et al. 1999) dalam ilmu perikanan hubungan panjang bobot penting
untuk menduga berat dengan data panjang yang tersedia dan sebagai indeks
kondisi ikan hal tersebut digambarkan sebagai berikut.
350

W = 0,0004L2,3501
R² = 89,1%
n = 919

300
Bobot (g)

250
200
150
100
50
0
0

50

100

150
200
Panjang (mm)

250

300

350

Gambar 10 Total pola pertumbuhan ikan swanggi Priacanthus tayenus

Hubungan panjang berat ikan swanggi berdasarkan jenis kelamin
Pola pertumbuhan panjang dan berat ikan swanggi yang dianalisis
perdasarkan perbedaan jenis kelamin, dengan tujuan untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan pola pertumbuhan antara jantan dan betina. Hasil analisis
menghasilkan ikan jantan memiliki nilai b= 2.3076 dan betina memiliki nilai b=
2.4837. Pola pertumbuhan baik jantan maupun betina adalah allometrik negatif,
kondisi ini menunjukan tipe pola pertumbuhan jantan dan betina adalah sama,
namun dilihat dari nilai b, terlihat bahwa ada kecenderungan ikan betina relatif
lebih gemuk dari ikan jantan dilihat pada gambar 11 berikut.

300
W = 0,0004L2,3077
R² = 91,65%
n = 359

Bobot (g)

250
200
150
100
50
0
0

50

100

150

200

250

300

350

Panjang (mm)
Jantan

300
W = 0,0002L2,4837
R² = 88,72%
n = 560

Bobot (g)

250
200
150
100
50
0
0

50

100

150

200

250

300

350

Panjang (mm)
Betina

Gambar 11 Pola pertumbuhan ikan swanggi jantan dan betina
Dari hasil analisis panjang berat ikan swanggi di setiap sampling
berdasarkan jenis kelamin antara jantan dan betina yang dilihat berdasarkan nilai b
berbeda akan tetapi tidak signifikan sehingga membentuk pola yang sama
(Lampiran 7). Adanya perbedaan nilai b ikan swanggi antara jantan dan betina
disebabkan oleh adanya pengaruh antogenik terutama pada jenis kelamin yang
mempengaruhi nilai sehingga dapat mempengaruhi pola tumbuh dari ikan
tersebut, dan juga pengaruh perbedaan tingkat kematangan gonad dan perbedaan
umur. Kondisi ini dipengaruhi oleh ketersediaan makanan, umur atau ukuran ikan
dan kondisi reproduksi ikan tersebut (Jenning et al.in Mulfizal et al. (2012)
menyatakan secara umum nilai b bergantung pada kondisi fisiologis dan
lingkungan seperti suhu, salinitas, letak geografis dan teknik sampling dan juga

kondisi biologis seperti perkermbangan gonad dan ketersediaan makanan (Froese
in Mulfizar et al., 2012). (Kharat et al. 2008) juga menyatakan bahwa perbedaan
nilai b dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi ukuran ikan yang
diamati.
Faktor kondisi
Hasil perhitungan faktor kondisi ikan swanggi (Priacanthus tayenus)
jantan betina berdasarkan waktu pengambilan contoh di sajikan pada gambar 12
dibawah. Faktor kondisi (FK) selama bulan penelitian relatif berbeda, walaupun
perbedaanya relatif kecil, dimana selisih nilai FK < dari 3, yaitu ikan jantan
kisaran berada pada 0.91-1.00 sedangkan pada ikan betina 0.95-1.04. Kondisi
perbedaan faktor kondisi selama waktu pengambilan contoh dapat dilihat pada
(Lampiran 3).
1,40
Faktor kondisi

1,20
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
April

Mei
Juni
Juli
Waktu pengambilan contoh
Jantan

Agustus

1,40
Faktor kondisi

1,20
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
april

mei
juni
juli
Waktu pengambilan contoh
Betina

agustus

Gambar 12 Faktor kondisi ikan swanggi jantan dan betina
Pada gambar diatas terlihat bahwa faktor kondisi menggam