Faktor-Faktor Pengikat Tenaga Kerja pada Sektor Pertanian di Kabupaten Karawang dan Desa Kabupaten Bogor

FAKTOR-FAKTOR PENGIKAT TENAGA KERJA PADA
SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KARAWANG DAN
KABUPATEN BOGOR

ANJAS RAFSAN PALLAWA

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul FAKTORFAKTOR PENGIKAT TENAGA KERJA PADA SEKTOR PERTANIAN DI
KABUPATEN KARAWANG DAN KABUPATEN BOGOR adalah benar karya
saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

Anjas Rafsan Pallawa
NIM I34100143

ABSTRAK
ANJAS RAFSAN PALLAWA. Faktor-faktor Pengikat Tenaga Kerja pada
Sektor Pertanian di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh
EKAWATI SRI WAHYUNI
Tingginya jumlah tenaga kerja pertanian di tengah pesatnya pertumbuhan sektor
industri menunjukkan terdapat suatu faktor yang mengikat tenaga kerja pada
pertanian. Faktor pengikat ini dibatasi menjadi karakteristik petani dan
ketersediaan syarat pokok pembangunan pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh karakteristik tenaga kerja pertanian dan ketersediaan
syarat pokok pembangunan pertanian terhadap kekuatan faktor transformasi
tenaga kerja pada 60 petani dengan metode survei di Desa Purwadana,

Kabupaten Karawang dan Desa Tegal Wangi, Kabupaten Bogor. Variabel luas
lahan, besar sumbangan pendapatan pertanian, dan ketersediaan syarat pokok
pembangunan pertanian responden Desa Purwadana berpengaruh signifikan
negatif terhadap kekuatan faktor transformasi tenaga kerja. Variabel luas lahan
dan jumlah anggota rumah tangga petani Desa Tegal Wangi berpengaruh
signifikan negatif terhadap faktor transformasi tenaga kerja. Perbedaan hasil uji
tersebut disebabkan adanya sistem perhitungan untung rugi usaha tani yang
berbeda di kedua desa.
Kata kunci: Karakterstik petani, pembangunan pertanian, transformasi petani

ABSTRACT
ANJAS RAFSAN PALLAWA. Labor Binding Factors in Agricultural Sector in
sub-district Karawang and sub-district Bogor. Supervised by EKAWATI SRI
WAHYUNI.
The high number of agricultural labors in the middle of rapid growth of
industrial sector revealed that there are factors that maintain the labors in
agriculture. This binding factors are limited to the farmers characteristics and the
availability of the essentials for agricultural development. This study is aimed to
analyze the influence of the farmers characteristics and the availability of the
essentials for agricultural development to the labor transformation factors on 60

farmers by using survey method in Purwadana Village, Karawang District and
Tegal Wangi Village, Bogor District. The variabel of land area, the amount of
agricultural income contribution, and the availability of the essentials for
agricultural development on Purwadana Village respondents have significant
negative influence to the labor transformation factors. The variabel of land area
and the number of household members of Tegal Wangi Village farmers have
significant negative influence to the labor transformation factors. The differences
of the test results due to the different profit and loss calculation system of
farming in those two villages.
Keywords: The characteristics of the farmers, agricultural development, the
farmer transformation

FAKTOR-FAKTOR PENGIKAT TENAGA KERJA PADA
SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KARAWANG DAN
KABUPATEN BOGOR

ANJAS RAFSAN PALLAWA

Skripsi
sebagai salah satu untuk memperoleh gelar

Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

Judul Skripsi : Faktor-Faktor Pengikat Tenaga Kerja pada Sektor Pertanian di
Kabupaten Karawang dan Desa Kabupaten Bogor
Nama
: Anjas Rafsan Pallawa
NIM
: I34100143

Disetujui oleh

Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni, MS

Pembimbing

Dr Ir Siti Amanah M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: _______________

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Faktor-Faktor Pengikat Tenaga Kerja pada Sektor Pertanian di
Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bogor” dengan baik.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Ekawati Sri
Wahyuni, MS sebagai pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan
selama proses penulisan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan hormat dan
terima kasih kepada orang tua tersayang dan seluruh keluarga besar yang telah
memberikan dukungan, bantuan, dan doa bagi kelancaran penulisan skripsi ini.
Penulis juga sampaikan terima kasih kepada seluruh responden di kedua desa
yakni Desa Purwdana, Karawang dan Desa Tegal Wangi, Bogor yang sudah
banyak membantu ketika proses pengambilan data dilakukan. Terima kasih juga

untuk SKPM angkatan 47 yang sudah membantu, memberi semangat, dan
memotivasi penulis dalam penulisan dan penyelesaian skripsi ini.
Penulis mengetahui bahwa skripsi ini belum sempurna, sehingga kritik dan
saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga hasil penelitian ini nantinya
dapat bermanfaat bagi banyak pihak.
Bogor, Maret 2015

Anjas Rafsan Pallawa

vii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

ix
xi
xi


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian

1
1
4
5
5

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Kondisi Ketenagakerjaan Pertanian
Transpformasi Tenaga Kerja Pertanian
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Transformasi
Tenaga Kerja Muda Pertanian ke Sektor Non Pertanian
Faktor Pengikat Tenaga Kerja Pada Sektor Pertanian

Syarat-Syarat Pokok Pembangunan Pertanian
Syarat-Syarat Pelancar Pembangunan Pertanian
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Definisi Operasional
Karakteristik Individu
Syarat Pokok Pembangunan Pertanian
Faktor Penyebab Transformasi
Faktor yang Berhubungan dengan Sektor Pertanian
Faktor yang Berhubungan dengan Sektor Non Pertanian

7
7
7
8
10
14
15
16
19

20
21
21
23
24
25
26

PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Teknik Pemilihan Responden dan Informan
Teknik Pengolahan dan Analisis Data

29
29
30
30
31


PROFIL DESA PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK
RESPONDEN
Desa Purwadana dan Desa Tegal Wangi
Karakteristik Sosial Ekonomi Demografi Responden
Sebaran Umur
Tingkat Pendidikan
Keahlian Non Pertanian
Luas Lahan
Jumlah Anggota Rumah Tangga
Besar Sumbangan Pendapatan Sektor Pertanian

37
37
43
43
45
47
48
50
52


viii

Nilai Kerja Terhadap Sektor Pertanian
Ikhtisar
SYARAT POKOK PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN
KEKUATAN FAKTOR TRANSFORMASI
Tingkat Pemenuhan Syarat Pokok Pembangunan Pertanian
Kekuatan Faktor Penyebab Transformasi
Ikhtisar
PENGARUH KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DAN
DEMOGRAFI TERHADAP KEKUATAN FAKTOR
TRANSFORMASI
Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi Dan Demografi
Terhadap Kekuatan Faktor Transformasi Responden Desa
Purwadana
Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi Dan Demografi
Terhadap Kekuatan Faktor Transformasi Responden Desa
Tegal Wangi
Ikhtisar
PENGARUH TINGKAT PEMENUHAN SYARAT POKOK
PEMBANGUNAN PERTANIAN TERHADAP KEKUATAN
FAKTOR TRANSFORMASI
Pengaruh Tingkat Pemenuhan Syarat Pokok Pembangunan
Pertanian Terhadap Kekuatan Faktor Transformasi
Responden Desa Purwadana
Pengaruh Tingkat Pemenuhan Syarat Pokok Pembangunan
Pertanian Terhadap Kekuatan Faktor Transformasi
Responden Desa Tegal Wangi
Ikhtisar
ALASAN RESPONDEN BERTAHAN PADA SEKTOR
PERTANIAN
Ikhtisar

53
55
57
57
59
62

63

63

73
80

83

83

88
91

93
98

PENUTUP
Simpulan
Saran

101
101
102

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

105
109
129

ix

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

23
24

25
26

Perkembangan jumlah tenaga kerja pada sektor pertanian tahun 20072011 berdasarkan umur tenaga kerja
Faktor-faktor transformasi tenaga kerja pertanian ke sektor non
pertanian
Definisi operasional karakteristik sosial ekonomi
Definisi operasional karakteristik demografi
Definisi operasional syarat pokok pembangunan pertanian
Definisi operasional faktor penyebab transformasi yang berhubungan
dengan sektor pertanian
Definisi operasional faktor transformasi yang berhubungan dengan
sektor non pertanian
Luas dan persentase lahan di Desa Purwadana tahun 2011
Jumlah dan persentase penduduk Desa Purwadana berdasarkan
kelompok umur tahun 2011
Jumlah dan persentase penduduk Desa Purwadana berdasarkan jenis
pekerjaan tahun 2011
Kronologi perubahan penguasaan lahan
Kronologi perubahan penguasaan lahan perkebunan
Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan
Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah keahlian non
pertanian
Jumlah dan persentase responden berdasarkan luas lahan
Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah anggota rumah
tangga
Jumlah dan persentase responden berdasarkan besar pendapatan
sektor pertanian
Jumlah dan persentase responden berdasarkan nilai kerja terhadap
sektor pertanian
Jumlah dan persentase responden berdasarkan syarat pokok
pembangunan pertanian
Jumlah dan persentase responden berdasarkan kekuatan faktor
transformasi
Nilai koefisien beta dan signifikansi berdasarkan hasil uji pengaruh
karakteristik sosial ekonomi dan demografi terhadap kekuatan faktor
transformasi
Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik demografi
sosial ekonomi terhadap kekuatan faktor transformasi
Nilai koefisien beta dan signifikansi berdasarkan hasil uji pengaruh
karakteristik sosial ekonomi dan demografi terhadap kekuatan faktor
transformasi
Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik demografi
sosial ekonomi terhadap kekuatan faktor transformasi
Nilai koefisien beta dan signifikansi berdasarkan hasil uji pengaruh

2
12
21
22
23
25
26
38
39
40
41
42
43
45
48
49
50
52
53
57
59
63

64
74

75
83

x

27

28

29

30
31
23
24
25
26
27
28

29
30

31

tingkat pemenuhan syarat pokok pembangunan pertanian terhadap
kekuatan faktor transformasi
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pemenuhan
syarat pokok pembangunan pertanian terhadap kekuatan faktor
transformasi
Nilai koefisien beta dan signifikansi berdasarkan hasil uji pengaruh
tingkat pemenuhan syarat pokok pembangunan pertanian terhadap
kekuatan faktor transformasi
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pemenuhan
syarat pokok pembangunan pertanian terhadap kekuatan faktor
transformasi
Jumlah dan persentase responden Desa Purwadana menurut jenis
faktor transformasi tenaga kerja yang dirasakan responden
Jumlah dan persentase responden Desa Tegal Wangi menurut jenis
faktor transformasi tenaga kerja yang dirasakan responden
Hasil pengaruh karakteristik sosial ekonomi dan demografi terhadap
kekuatan faktor transformasi
Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik demografi
sosial ekonomi terhadap kekuatan faktor transformasi
Hasil pengaruh karakteristik sosial ekonomi dan demografi terhadap
kekuatan faktor transformasi
Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik demografi
sosial ekonomi terhadap kekuatan faktor transformasi
Hasil uji pengaruh tingkat pemenuhan syarat pokok pembangunan
pertanian terhadap kekuatan faktor transformasi
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pemenuhan
syarat pokok pembangunan pertanian terhadap kekuatan faktor
transformasi
Hasil uji pengaruh tingkat pemenuhan syarat pokok pembangunan
pertanian terhadap kekuatan faktor transformasi
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pemenuhan
syarat pokok pembangunan pertanian terhadap kekuatan faktor
transformasi
Jumlah dan persentase responden Desa Purwadana menurut jenis
faktor transformasi tenaga kerja yang dirasakan responden

84

88

89

93
96

65
66
75
76
83

84
88

89
93

xi

DAFTAR GAMBAR
1

Kerangka pemikiran

19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Peta Lokasi Penelitian
Kerangka Sampling
Jadwal Kegiatan Penelitian
Hasil Uji Statistik
Kuesioner Penelitian
Panduan Pertanyaan Wawancara
Dokumentasi

111
111
114
115
116
125
128

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam kemajuan suatu negara
khususnya negara agraris seperti Indonesia. Jutaan penduduk Indonesia, dari
Sabang sampai Merauke menggantungkan pemenuhan kebutuhannya pada hasil
produksi dari sektor pertanian. Pertanian itu sendiri secara umum diartikan
sebagai proses produksi yang didasarkan atas proses pertumbuhan tanaman dan
hewan (Mosher 1966). Nasoetion (2010) mendefinisikan pertanian sebagai suatu
usaha untuk mengadakan suatu ekosistem buatan yang bertugas menyediakan
bahan makanan bagi manusia.
Pentingnya sektor pertanian menjadikan keberlanjutan kegiatan pertanian itu
sendiri sebagai hal penting dalam kemajuan suatu negara. Keberlanjutan suatu
usaha pertanian, tentu tidak terlepas dari keberadaan generasi penerus untuk
melanjutkan pertanian itu sendiri. Maka dari itu jumlah petani sebagai pelaku
utama dalam pertanian perlu menjadi perhatian khusus dalam usaha melestarikan
sektor pertanian. Berdasarkan data hasil Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas) tahun 2009 hingga 2013 pada laporan Perencanaan Tenaga Kerja
Pertanian 2012 hingga 2014, jumlah pekerja di sektor pertanian (pertanian,
perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan) atau petani, cenderung
mengalami penurunan. Pada tahun 2009 jumlah petani mencapai 43 juta orang,
jumlah tersebut merupakan jumlah terbesar dalam 10 tahun terakhir dan terus
mengalami penurunan menjadi ±39 juta orang pada tahun 2013. Hal ini
mengindikasikan adanya pertimbangan tertentu dari para petani untuk memilih
keluar dari sektor pertanian, yang selanjutnya dapat mengurangi jumlah generasi
muda yang berminat terjun di sektor pertanian. BPPSDMP1 membagi tenaga kerja
sektor pertanian berdasarkan umur menjadi generasi muda pertanian yang
berumur 15 hingga 29 tahun dan bukan generasi muda pertanian yang berumur 30
hingga 60 tahun. Persentase perbandingan antara kelompok umur tersebut dapat
dilihat pada Tabel 1.
Data pada Tabel 1 memperlihatkan minat generasi muda pada sektor
pertanian sejak tahun 2007 sampai tahun 2011 terus menurun. Penurunan per
tahun rata-rata 3,18 persen, sedangkan penurunan pada tenaga kerja bukan
generasi muda hanya sebesar 0,38 persen. BPS2 mengkategorikan usia tenaga
kerja menjadi usia sangat produktif yaitu usia 15 sampai 49 tahun dan usia
produktif yaitu usia 50 sampai 64 tahun. Berdasarkan data sensus tersebut,
penurunan jumlah petani yang berada pada generasi muda dan usia tenaga kerja
sangat produktif, menyiratkan fakta semakin berkurangnya minat generasi muda
yang berkeinginan untuk terjun ke sektor pertanian dari tahun ke tahun.

1
2

Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian.
Badan Pusat Statistik

2

Tabel 1 Perkembangan jumlah tenaga kerja pada sektor pertanian tahun 20072011 berdasarkan umur tenaga kerja
Umur
Generasi
muda
(15-49)
Bukan
generasi
muda
(50-64)
Jumlah

Agustus
2007

Agustus
2008

Agustus
2009

Agustus
2010

Agustus
2011

Perk.
07-11

9.577.633

9.312.652

9.273.128

8.421.813

8.416.895

-3.18%

28.556.255

29.052.329

29.336.869

30.277.230

28.125.077

-0.38%

38.133.888

38.364.981

38.609.997

38.699.043

36.541.972

-1.06%

Sumber: Perencanaan Tenaga Kerja Pertanian 2012 – 2014

Selain itu, data tersebut sekaligus juga menunjukkan tingginya kontribusi
sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja. Berdasakan data Sakernas 2007
hingga 2011 (Tabel 1) sektor pertanian mampu menyerap 33,331 persen tenaga
kerja nasional. Data terbaru BPS menunjukkan lebih dari 38 juta angkatan kerja
nasional bergerak di sektor pertanian pada tahun 2012. Fakta besarnya angkatan
kerja yang bergerak di sektor pertanian juga didukung oleh data pada Tabel 1
yang memperlihatkan lebih dari 8 juta angkatan kerja muda yang memilih
berkerja di sektor pertanian. Kondisi ini terlihat bertolak belakang dengan fakta
besarnya jumlah angkatan kerja pertanian yang memutuskan untuk
bertransformasi ke sektor non pertanian dan pesatnya perkembangan sektor non
pertanian seperti industri laiknya yang terjadi di daerah Karawang.
Karawang merupakan daerah lumbung padi nasional dengan sektor industri
yang cukup berkembang. Tingginya pertumbuhan ekonomi Karawang beberapa
tahun terakhir, utamanya ditopang oleh pesatnya pertumbuhan industri otomotif
nasional baik mobil maupun sepeda motor, yang sebagian pabriknya berada di
Karawang (BPS 2013). Pembangunan terutama sektor industri, di dalam kawasan
Kabupaten Karawang telah mendapat dukungan tersendiri dari pemerintah melalui
surat Keppres No. 53 Tahun 1989 yang menjadikan Kabupaten Karawang sebagai
salah satu kawasan pengembangan industri. Keberadaan sektor non pertanian
seperti industri di wilayah dengan jumlah tenaga kerja yang umumnya bergerak di
sektor pertanian memicu transformasi tenaga kerja pertanian tersebut baik ke
sektor industri maupun jasa. Fenomena transformasi tenaga kerja pertanian ke
sektor non pertanian terlihat dari penurunan jumlah petani di Karawang. Data
hasil Suseda3 2004 dan 2012 dalam laporan Perencanaan Tenaga Kerja Pertanian
2012 hingga 2014, menunjukkan penurunan jumlah tenaga kerja pertanian yaitu
dari sebelumnya 175.560 pekerja pada tahun 2004 menjadi 168.224 pekerja pada
tahun 2013. Pada sisi lain terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja sektor non
pertanian seperti jasa dan industri dari 181.458 pekerja menjadi 365.118 pekerja
pada tahun yang sama. Salah satu wilayah di Karawang dengan kondisi yang
mirip berada pada Desa Purwadana yang merupakan desa dengan jumlah tenaga
3

Survei Sosial Ekonomi Daerah.

3

kerja pertanian yang semakin berkurang akibat transformasi tenaga kerja pertanian
ke sektor non pertanian seperti industri dan jasa.
Penurunan jumlah petani di daerah yang memiliki pertumbuhan industri
yang pesat merupakan kondisi logis dari tingginya kekuatan faktor transformasi
akibat pembangunan tersebut. Berbeda halnya dengan daerah yang lokasinya
cukup jauh dengan pusat pembangunan industri, seperti di wilayah Jasinga,
Kabupaten Bogor. Salah satu desa yang terletak cukup jauh dari pusat industri
adalah Desa Tegal Wangi, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Desa ini
berbatasan langsung dengan wilayah Banten. Dapat dikatakan bahwa Desa Tegal
Wangi merupakan desa terluar Kabupaten Bogor di batas barat. Sistem pertanian
pada desa ini masih sangat tradisional, hal tersebut terlihat dari penggunaan leuit4
dan perkembangan teknologi pertanian yang berbeda jauh dengan pertanian pada
Desa Purwadana, Kabupaten Karawang.
Meskipun tidak tersentuh pembangunan seperti Desa Purwadana, petani
Desa Tegal Wangi umumnya tetap mengalami kesulitan dalam bertani terkait luas
lahan pertanian yang tergolong sempit dengan luas lahan garapan kurang dari 0,51
hektar. Jarak yang jauh dari pusat industri juga menjadi kendala penerimaan
informasi tentang inovasi sistem pertanian seperti penggunaan bibit unggul, jenis
obat yang efektif, dan lainnya. Seluruh petani Desa Tegal Wangi tidak menjual
hasil panennya. Hasil panen digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga
akan beras. Kebutuhan lain umumnya dipenuhi dari penghasilan usaha dan/atau
pekerjaan pada sektor non pertanian. Tenaga kerja usia sangat produktif umumnya
memilih untuk bekerja di Jakarta sebagai buruh pabrik atau buruh konveksi.
Rusli (1982) menyatakan pemuda daerah pertanian memilih untuk keluar
dari sektor pertanian dan melakukan migrasi keluar dari daerahnya untuk mencari
alternatif lain dalam bekerja. Jika dilihat lebih jauh, jumlah tenaga kerja baik di
Desa Purwadana maupun Tegal Wangi yang tetap bergerak di sektor pertanian
cukup banyak. Keberadaan sektor industri dalam wilayah yang dapat dijangkau
dan hambatan-hambatan dalam mengembangkan usaha pertanian ternyata tidak
secara langsung membuat mereka meninggalkan sektor pertanian. Kondisi ini
dimungkinkan terjadi akibat masih besarnya luas lahan pertanian di daerah
Karawang yang dijaga melalui UU No 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 15/
Permentan/ Rc.110/ 1/ 2010 tentang kebijakan pembangunan ketahanan pangan
yang mengacu pada arah kebijakan pembangunan pertanian. Masih tingginya
jumlah luas lahan di wilayah Karawang akan berimplikasi pada luasnya peluang
kerja di sektor pertanian.
Berbeda halnya dengan Desa Tegal Wangi yang tidak termasuk daerah
lumbung padi, selain itu hasil pertanian juga tidak digunakan sebagai komoditas
ekonomi yang dapat menghasilkan uang untuk petani maupun suplai beras untuk
negara. Hal tersebut menunjukkan adanya faktor lain yang membuat tenaga kerja
pertanian tetap terikat pada sektor pertanian, baik karena ketidakmampuan
memasuki sektor non pertanian maupun karena sektor pertanian yang dianggap
masih menguntungkan. Dapat dikatakan kondisi tenaga kerja pertanian yang tetap
bertahan di sektor pertanian tidak selalu mencerminkan sektor pertanian yang
masih menguntungkan, melainkan juga menunjukkan adanya kemungkinan tenaga
4

Bangunan anyaman bambu seluas 2×3 meter yang diperuntukkan untuk menyimpan hasil panen
dalam bentuk gacong.

4

kerja pertanian tersebut tidak mampu memasuki pasar tenaga kerja sektor industri
maupun jasa.
Kondisi pertanian dan sektor non pertanian yang mampu mendorong
munculnya fenomena transformasi tenaga kerja pertanian ke sektor non pertanian
yang diiringi dengan jumlah petani generasi muda yang cukup besar di Desa
Purwadana Kabupaten Karawang dan Desa Tegal Wangi, Kabupaten Bogor
menjadi landasan kuat untuk mengaji lebih jauh faktor-faktor apa yang mengikat
tenaga kerja untuk tetap bertahan di sektor pertanian di tengah maraknya kasus
transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian dan hambatan-hambatan untuk
mengembangkan usaha pada sektor pertanian khususnya usaha padi sawah.

Masalah Penelitian

Jumlah tenaga kerja pertanian yang cenderung tinggi di tengah pesatnya
pertumbuhan sektor non pertanian dimungkinkan terjadi ketika faktor-faktor
pengikat tersebut memengaruhi faktor-faktor penyebab transformasi tenaga kerja.
Faktor-faktor penyebab transformasi tersebut dapat dipengaruhi oleh kondisi
sektor pertanian yang memang masih menguntungkan. Selain itu, kekuatan faktorfaktor tersebut juga dapat dipengaruhi oleh ketidakmampuan tenaga kerja
pertanian untuk bertransformasi ke sektor non pertanian meskipun kondisi sektor
pertanian yang kerjakan tidak lagi menguntungkan. Oleh karena itu, bagaimana
pengaruh faktor pengikat tenaga kerja pertanian pada sektor pertanian
terhadap kekuatan faktor penyebab transformasi tenaga kerja pertanian ke
sektor non pertanian bagi para tenaga kerja pertanian tersebut?
Sektor pertanian yang masih dianggap menguntungkan dan ketidakmampuan memasuki sektor non pertanian mampu memengaruhi kekuatan faktor
pendorong dan penarik transformasi. Faktor pengikat tersebut mampu tetap
mempertahankan tenaga kerja tetap berada pada sektor pertanian dan mencegah
tenaga kerja pertanian untuk bertransformasi ke non sektor pertanian jika melihat
jumlah tenaga kerja pertanian yang masih bertahan. Tenaga kerja pertanian yang
masih bertahan akibat pengaruh faktor tersebut dimungkinkan hanya dipengaruhi
atau didominasi oleh salah faktor pengikat. Dimungkinkan terdapat tenaga kerja
pertanian yang bertahan karena menganggap pertanian masih lebih
menguntungkan dibandingkan sektor lain atau karena ketidakmampuan tenaga
kerja tersebut untuk memasuki pasar tenaga kerja sektor non pertanian. Selain itu,
hal tersebut juga dimungkinkan dipengaruhi oleh kedua faktor tersebut dengan
salah satu faktor yang lebih mendominasi. Oleh karena itu, faktor pengikat
mana yang paling dominan dalam memengaruhi keputusan tenaga kerja
pertanian untuk bertahan di sektor pertanian?

5

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka secara umum penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor pengikat tenaga kerja pada sektor
pertanian di Desa Purwadana, Kabupaten Karawang dan Desa Tegal Wangi,
Kabupaten Bogor. Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini
adalah:
1. Menganalisis pengaruh faktor pengikat tenaga kerja pada sektor pertanian
terhadap kekuatan faktor penyebab transformasi tenaga kerja pertanian ke
sektor non pertanian bagi para tenaga kerja pertanian di Desa Purwadana,
Kabupaten Karawang dan Desa Tegal Wangi, Kabupaten Bogor.
2. Mengidentifikasi faktor pengikat yang paling dominan dalam memengaruhi
keputusan tenaga kerja pertanian untuk bertahan di sektor pertanian di Desa
Purwadana, Kabupaten Karawang dan Desa Tegal Wangi, Kabupaten Bogor.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan untuk berbagai pihak,
antara lain:
1. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah
khazanah pengetahuan mengenai ketenagakerjaan pertanian di Indonesia.
2. Bagi pembuat kebijakan dalam hal ini pemerintah daerah maupun pusat,
penelitian ini dapat memberikan gambaran lengkap mengenai kondisi nyata
tentang tenaga kerja pertanian saat ini.
3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
mengenai faktor pengikat tenaga kerja pertanian.

6

7

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Kondisi Ketenagakerjaan Pertanian
Penurunan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian merupakan konsekuensi
logis dari karakteristik dan kesempatan kerja di sektor pertanian itu sendiri. Data
hasil Survei Angkatan Kerja Nasional5 (Sakernas) tahun 2009 sampai tahun 2013
menunjukkan jumlah pekerja di sektor pertanian (Pertanian, Perkebunan,
Kehutanan, Perburuan dan Perikanan) atau petani, cenderung mengalami
penurunan. Pada tahun 2009 jumlah petani mencapai 43 juta orang, jumlah
tersebut merupakan jumlah terbesar dalam 10 tahun terakhir dan terus mengalami
penurunan menjadi ±39 juta orang pada tahun 2013. Kondisi ini dapat dijelaskan
dengan melihat peluang kerja di sektor pertanian yang pada kenyataannnya
semakin sulit dan mengurangi daya tarik usaha tani baik bagi petani maupun
tenaga kerja muda dalam rumah tangga petani. Penurunan jumlah tenaga kerja
pertanian menjadi salah satu penyebab utama terhambatnya perkembangan sektor
pertanian.
Hasil penelitian Simatupang (2006) menunjukkan bahwa terlalu besarnya
tenaga kerja yang ikut mengusahakan wilayah yang sama dan lebih jauh akan
menurunkan keuntungan menjadi salah satu penyebab hilangnya daya tarik usaha
tani, terutama padi sawah yang berujung pada terhambatnya perkembangan sektor
pertanian. Sejalan dengan hal tersebut, Simanjuntak (1983) dalam tulisannya
menyatakan bahwa terhambatnya perkembangan sektor pertanian dibandingkan
sektor industri disebabkan sedikitnya luas lahan yang dapat digarap yang
berimplikasi pada pangangguran dan penghasilan rendah para petani. Lebih jauh
dalam tulisannya dijelaskan bahwa kondisi tersebut diperparah dengan
terhambatnya tenaga kerja pertanian untuk beralih ke sektor non pertanian yang
membutuhkan keahlian berbeda. Simanjuntak (1983) juga menjelaskan bahwa
sedikitnya luas lahan yang dapat digarap disebabkan adanya kecenderungan
konsentrasi pemilikan tanah. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah
petani yang mengusahakan lahan kurang dari 0,5 hektar disertai dengan
meningkatnya keluarga yang mengusahakan tanah milik orang lain yang lebih
besar dari 0,5 hektar. Jika melihat perbandingan perubahan jumlah luas lahan
pertanian denngan jumlah tenaga kerja pertanian ternyata fenomena konsentrasi
kepemilikan lahan juga terlihat pada masa sekarang.
Dalam sensus pertanian 2013, BPS mencatat penurunan jumlah petani
gurem6 pada 2013 sebesar 14,25 juta rumah tangga menurun 4,22 juta
dibandingkan Sensus 2003 atau dapat dikatakan terjadi penurunan jumlah petani
gurem sebesar 22,9 persen. Persentase tersebut sejalan dengan perubahan luas
tanah persawahan. Data dari BPS menunjukkan luas tanah sawah berdasarkan
5
6

Sumber: BPS 2013.
Petani yang menguasai lahan kurang dari 0,5 Ha.

8

luasan areal panen padi pada tahun 2003 hingga 2013 mengalami peningkatan
sebesar ± 19 persen dengan luasan awal pada tahun 2003 sekitar 11,4 juta hektar.
Fenomena penurunan jumlah petani gurem yang diiringi dengan peningkatan luas
areal persawahan menunjukkan adanya konsentrasi pemilikan lahan persawahan.
Ada kemungkinan terjadi perubahan kepemilikan lahan sawah dari petani
berlahan sempit ke pihak lain termasuk juga petani lain dalam proses jual beli.
Terhambatnya perkembangan sektor pertanian selain karena daya tarik
sektor pertanian yang semakin lemah dibandingkan sektor non pertanian, juga
disebabkan oleh peluang kerja di sektor non pertanian yang lebih baik. Hal
tersebut dibuktikan dari hasil penelitian Setyowati (2012) yang menyatakan
bahwa dengan penambahan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian 1 orang,
mampu menciptakan lapangan kerja baru yang menambah penyerapan tenaga
kerja non pertanian sebanyak 5 orang. Dari sudut pandang lain, peluang kerja
sektor non pertanian tersebut dapat dikatakan sebagai peluang kerja yang
diciptakan oleh sektor pertanian. Dapat dikatakan bahwa sektor pertanian terbukti
mampu melahirkan peluang kerja, namun menjadikan sektor non pertanian lebih
menarik bagi tenaga kerja pertanian, terutama tenaga kerja muda.
Berbagai hasil penelitian sebelumnya telah banyak memaparkan kondisi
ketenagakerjaan sektor pertanian yang memperlihatkan bahwa sektor pertanian
telah kehilangan daya tarik bagi tenaga kerja pertanian dan memperparah kondisi
tenaga kerja pertanian dengan terhambatnya perkembangan sektor pertanian. Pada
sisi lain terdapat hasil penelitian lain yang menyatakan usaha tani masih layak
diusahakan dan terbukti mampu menjadi jaminan kesejahteraan keluarga petani
(Simatupang 2006). Pernyataan tersebut didukung oleh Setyowati (2012) yang
menyatakan bahwa sektor pertanian memiliki posisi sebagai sektor basis7, hal
tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian mampu berkinerja dengan baik
dalam mendukung perekonomian wilayah penelitiannya. Perbedaan hasil
penelitian ini dimungkinkan terjadi karena adanya perbedaan karakteristik lokasi
penelitian terkait luas lahan pertanian dan tenaga kerja pertanian di daerah
penelitian.
Dari hasil penelitian-penelitian tersebut, kondisi ketenagakerjaan pertanian
dapat dilihat antara lain dari luas lahan yang diusahakan, jumlah petani yang
mengusahakan luas wilayah yang sama, dan peluang kerja sektor non pertanian.
Dapat disimpulkan semakin buruknya kondisi ketenagakerjaan pertanian
disebabkan antara lain oleh sempitnya luas lahan yang dapat diusahakan,
penambahan tenaga kerja pertanian yang tidak lagi menguntungkan, dan tingginya
peluang kerja di sektor non pertanian dibandingkan sektor pertanian.

Transformasi Tenaga Kerja Pertanian
Transformasi tenaga kerja atau pergeseran tenaga kerja dapat diartikan
sebagai perpindahan tenaga kerja dari sektor perekonomian tertentu ke sektor
perekonomian lain (Suryana dalam Helmi 1996). Sejalan dengan pernyataan
tersebut, Rusli (1982) mengartikan pergeseran tenaga kerja sebagai perpindahan
seorang pekerja di dalam lingkungan kerja atau lapangan kerja tertentu. Dalam
7

Sektor pertanian merupakan sektor yang mandiri dimana sektor ini mampu mencukupi kebutuhan
wilayah lokal dan surplus produksinya mampu diekspor keluar wilayah Kabupaten Sukoharjo.

9

penelitian-penelitian sebelumnya, setidaknya terdapat 3 pandangan yang
digunakan untuk mengartikan transformasi tenaga kerja atau pergeseran tenaga
kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Transformasi tenaga kerja ini
diartikan antara lain, pertama sebagai perpindahan mata pencaharian yang
dilakukan oleh individu tenaga kerja yang sama. Kedua, perpindahan mata
pencaharian yang dilakukan oleh generasi penerus dari tenaga kerja pertanian.
Ketiga, dipandang sebagai perpindahan mata pencaharian yang dilakukan oleh
keduanya. Damayanti (2009), Sumanto (2009), Sukartini (2003), dan Tambunan
(1999) secara implisit dalam penelitiannya, mengartikan transformasi tenaga kerja
dari sektor pertanian ke sektor non pertanian sebagai perpindahan tenaga kerja
dari sektor pertanian ke sektor non pertanian yang dilakukan oleh individu tenaga
kerja yang sama atau pada generasi yang sama.
Dalam penelitiannya, Damayanti (2009) melihat transformasi tenaga kerja
terjadi pada petani yang menjual lahannya pada PT. PW sebagai pelaku industri.
Transformasi yang terjadi adalah perubahan mata pencaharian tenaga kerja yang
awalnya bergerak di sektor pertanian menjadi sektor non pertanian terutama
sektor informal. Sejalan dengan hal tersebut, Sumanto (2009) melihat adanya
transformasi tenaga kerja wanita yang awalnya bergerak di sektor pertanian
bergeser ke sektor non pertanian. Sukartini (2003) juga melihat perubahan atau
transformasi tenaga kerja terjadi pada tenaga kerja wanita yang awalnya bekerja
sebagai buruh tani atau bekerja membantu suaminya di sawah. Sukartini (2003)
melihat transformasi tenaga kerja terjadi ketika tenaga kerja wanita yang awalnya
bekerja sebagai petani beralih profesi sebagai buruh bordir.
Cara pandang yang berbeda dalam mengartikan transformasi tenaga kerja
pertanian ke sektor non pertanian digunakan oleh Mulyanto (2006) dalam melihat
faktor usia terhadap keputusan untuk bekerja. Mulyanto (2006) memandang
transformasi tenaga kerja terjadi hanya pada generasi muda yang telah
mendapatkan pendidikan. Tenaga kerja muda yang menjadi responden merupakan
anak dari petani kaya yang mempunyai ijazah formal. Hal ini memperlihatkan
bahwa dalam penelitiannya konsep transformasi tenaga kerja dipandang sebagai
mobilitas tenaga kerja. Mobilitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
mobilitas antar generasi. Secara singkat transformasi tenaga kerja diartikan
sebagai perpindahan tenaga kerja antar generasi yaitu perubahan mata pencaharian
anak dibandingkan dengan mata pencaharian orang tuanya.
Cara pandang yang terakhir digunakan dalam beberapa penelitan lain.
Peneliti yang memandang transformasi tenaga kerja sebagai perpindahan tenaga
kerja yang dilakukan individu tenaga kerja yang sama maupun tenaga kerja yang
berbeda generasi di dalam penelitiannya, antara lain Tambunan (1999), Tarigan
(2004), dan Ridjal (2011). Tambunan (1999) mengartikan transformasi tenaga
kerja dari sektor pertanian ke non pertanian sebagai beralihnya tenaga kerja muda
dari sektor pertanian ke sektor non pertanian walaupun orang tuanya bekerja di
sektor pertanian. Selain itu, karakteristik responden dalam penelitian ini juga
memperlihatkan bahwa transformasi tenaga kerja terjadi pada tenaga kerja muda
dengan profesi awal sebagai petani dan generasi muda yang berasal dari rumah
tangga petani. Dalam penelitiannya Tarigan (2004) dan Ridjal (2011), berturutturut melihat transformasi terjadi pada tenaga kerja muda (laki-laki) yang awalnya
berprofesi sebagai buruh dan anak petani serta pada tenaga kerja wanita yang

10

awalnya berprofesi sebagai ibu rumah tangga yang berasal dari sektor pertanian
dan wanita yang berasal dari rumah tangga petani.
Terdapat beberapa definisi transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke
non pertanian yang digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Dari
ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa transformasi tenaga kerja
pertanian adalah perpindahan tenaga kerja sektor pertanian dan tenaga kerja yang
berasal dari rumah tangga petani (anak petani) ke sektor non pertanian.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Transformasi Tenaga Kerja Pertanian ke
Sektor Non Pertanian
Kondisi tenaga kerja pertanian yang semakin berkurang mengindikasikan
adanya pergeseran tenaga kerja pertanian ke sektor lain. Pada negara agraris
seperti Indonesia, sebagian besar kesempatan kerja masih dalam atau sektor
pertanian dan dengan berkembangnya sektor-sektor non pertanian terjadi
pergeseran tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian (Rusli 2012).
Berdasarkan beberapa hasil penelitian sebelumnya, terdapat beberapa faktor yang
memengaruhi tenaga kerja pertanian terutama tenaga kerja muda untuk beralih ke
sektor non pertanian.
Melalui penelitiannya pada tahun 1999, Tambunan menyatakan beberapa
faktor yang dapat memengaruhi hal tersebut. Faktor tersebut antara lain tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan sektor non pertanian, sarana dan prasarana desa,
kemudahan memasuki sektor non pertanian dan luas lahan. Tingkat pendidikan,
tingkat upah sektor non pertanian, kondisi sarana dan prasarana seperti akses
jalan, dan tingkat kemudahan memasuki sektor non pertanian berpengaruh postif
dengan tingkat keputusan tenaga kerja pertanian beralih ke sektor non pertanian.
Hal tersebut berbeda dengan luas lahan yang berpengaruh negatif, yaitu semakin
kecil luas lahan garapan yang dimiliki semakin besar kemungkinan tenaga kerja
pertanian beralih ke sektor pertanian.
Penelitian lain di Desa Paskemitan, Tasikmalaya, mengklasifikasikan
faktor-faktor tersebut menjadi faktor ekonomi, sosial, dan budaya. Faktor
ekonomi terdiri dari waktu kerja dan tingkat upah, faktor sosial adalah tingkat
pendidikan, dan faktor budaya adalah nilai kerja industri yang ada pada tenaga
kerja baik pertanian maupuan industri (Sukartini 2003). Waktu kerja yang lebih
teratur pada sektor industri dibandingkan sektor pertanian menyebabkan
masyarakat berpandangan upah yang diterima juga akan lebih teratur. Terkait
tingkat pendidikan, sama dengan penelitian sebelumnya, Sukartini menemukan
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula keinginan untuk
memiliki pekerjaan yang lebih baik yang dalam kasus ini adalah sebagai buruh
bordir. Nilai kerja yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pandangan
masyarakat terhadap salah satu sektor pekerjaan. Jenis dan situasi pekerjaan yang
rendah dikalangan pencari kerja dan masyarakat pada umumnya menjadi salah
satu penyebab besarnya pergeseran tenaga kerja sektor pertanian ke sektor non
pertanian (Rusli, et al 1989). Tarigan (2004) juga menemukan bahwa terdapat
faktor ekonomi dan sosial yang memengaruhi keputusan transformasi tenaga kerja
pertanian. Dalam penelitiannya, faktor ekonomi muncul akibat tingkat upah
sebagai buruh tani yang tidak pernah mengalami kenaikan sedangkan faktor sosial

11

meliputi pandangan tenaga kerja muda pertanian yang memandang pekerjaan
pertanian (terutama buruh tani) sebagai pekerjaan yang melelahkan dan tidak
membutuhkan pendidikan dan keterampilan. Dalam penilitian ini, Tarigan (2004)
menambahkan faktor lain, yaitu kontak dengan media dan kehadiran migran di
desa.
Faktor-faktor lain ditemukan oleh Sumanto (2009) dan Ridjal (2011) dalam
penelitiannya. Secara singkat Sumanto menemukan bahwa terdapat 5 variabel
yang memengaruhi keputusan ibu rumah tangga untuk bekerja di sektor non
pertanian. Tiga variabel bebas diantaranya mempunyai korelasi yang positif
dengan probabilitas ibu rumah tangga untuk bekerja di sektor non pertanian.
Ketiga variabel tersebut adalah upah di sektor non pertanian, jumlah tanggungan
keluarga, dan tingkat pendidikan. Dua variabel bebas lainnya mempunyai korelasi
yang negatif, yaitu pendapatan keluarga dan luas lahan. Ridjal (2011) menemukan
bahwa tingkat umur dan jumlah anggota rumah tangga berpengaruh negatif
terhadap tingkat keputusan tenaga kerja wanita pertanian untuk beralih ke
agroindustri tembakau dan juga berpengaruh negatif terhadap peningkatan
pendapatan. Tingkat pendidikan positif terhadap tingkat keputusan tenaga kerja
wanita pertanian untuk beralih ke agroindustri tembakau dan juga berpengaruh
positif terhadap peningkatan tingkat pendapatan. Selain itu, Simanjuntak (1983)
menyatakan salah satu faktor yang memengaruhi kemampuan tenaga kerja
pertanian bertransformasi ke sektor non pertanian adalah jenis keahlian atau
kemampuan yang dimiliki tenaga kerja yang berkaitan dengan kemampuan yang
dibutuhkan dalam sektor non pertanian.
Penelitian lain di salah satu desa wilayah Indramayu menunjukkan bahwa
pendidikan merupakan salah satu faktor utama tenaga kerja muda beralih ke
sektor non pertanian. Dalam penelitiannya Mulyanto (2006) menyatakan bahwa
fenomena pergeseran tenaga kerja ini hanya terjadi pada keluarga petani kelas
menengah8 dan sebagian penduduk kampung yang mampu menyelesaikan
pendidikannya hingga tamat SLTA, terutama mereka yang mendapatkan
pendidikan di kota. Sedikit berbeda dari 3 penelitan sebelumnya, dari hasil
penelitian tersebut dapat diketahui secara implisit bahwa luas lahan pertanian
menjadi faktor yang berpengaruh secara tidak langsung dalam fenomena
transformasi tenaga kerja ini. Lebih jauh diketahui hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa transformasi tenaga kerja terjadi hanya pada tenaga kerja
dengan keluarga pemilik lahan luas yang mampu untuk membiayai pendidikannya
(Mulyanto 2006). Singkat kata luas lahan dan tingkat pendidikan berpengaruh
positif terhadap keputusan tenaga kerja pertanian untuk berpindah ke sektor non
pertanian.
Pada Tabel 2 dapat dilihat, dari penelitian-penelitian sebelumnya terdapat
setidaknya 10 faktor yang memiliki pengaruh terhadap fenomena transformasi
tenaga kerja sektor pertanian ke sektor non pertanian. Dari karakteristik faktorfaktor tersebut dapat diklasifikasikan sebagai faktor yang berhubungan dengan
sektor pertanian, faktor yang berhubungan dengan sektor non pertanian, dan
faktor pribadi yang dapat dibedakan menjadi faktor karakteristik demografi dan
karakteristik sosial ekonomi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sektor
pertanian, antara lain luas lahan garapan, tingkat upah sektor pertanian, dan nilai
8

Dikategorikan berdasarkan luas lahan.

12

kerja terhadap sektor pertanian. Faktor yang berhubungan dengan sektor non
pertanian, antara lain tingkat upah di sektor non pertanian, kemudahan akses ke
sektor non pertanian, kepastian waktu kerja sektor non pertanian, dan nilai kerja
terhadap sektor non pertanian. Faktor karakteristik pribadi terdiri dari tingkat
pendidikan, usia, dan jumlah anggota rumah tangga yang juga terkait dengan
status tenaga kerja yang masih lajang atau sudah menikah, dan jenis keterampilan
sektor non pertanian yang dimiliki.

Tabel 2 Faktor-faktor transformasi tenaga kerja pertanian ke sektor non pertanian
Faktor-faktor
Pendidikan

Umur

Tingkat upah

Sarana-prasarana desa

Kepastian waktu kerja

Keputusan beralih ke sektor non pertanian
Berpengaruh positif
Berpengaruh negatif
Semakin tinggi tingkat
pendidikan, semakin
besar kemungkinan
tenaga kerja pertanian
beralih ke sektor non
pertanian
Semakin tua tingkat usia
tenaga kerja, semakin
kecil kemungkinan
tenaga kerja pertanian
beralih ke sektor non
pertanian
Semakin tinggi tingkat
upah sektor non pertanian
dibandingkan upah sektor
pertanian, semakin besar
kemungkinan tenaga kerja
pertanian beralih ke
sektor non pertanian
Semakin baik sarana dan
prasarana desa seperti
akses ke wilayah sektor
non pertanian, semakin
besar kemungkinan
tenaga kerja pertanian
beralih ke sektor non
pertanian
Semakin tinggi tingkat
kepastian waktu kerja
sektor non pertanian
dibandingkan sektor
pertanian, semakin besar
kemungkinan tenaga kerja
pertanian beralih ke
sektor non pertanian

13

Nilai kerja terhadap
sektor non pertanian

Semakin tinggi nilai kerja
terhadap sektor non
pertanian, semakin besar
kemungkinan tenaga kerja
pertanian beralih ke
sektor non pertanian

Nilai kerja terhadap
sektor pertanian

Semakin tinggi nilai
kerja terhadap sektor
pertanian dibandingkan
sektor non pertanian,
semakin kecil
kemungkinan tenaga
kerja pertanian beralih
ke sektor non pertanian
Semakin tinggi jumlah
anggota rumah tangga,
semakin kecil
kemungkinan tenaga
kerja pertanian beralih
ke sektor non pertanian
Semakin tinggi luas lahan Semakin tinggi luas
garapan, semakin besar
lahan garapan, semakin
kemungkinan tenaga kerja kecil kemungkinan
pertanian beralih ke
tenaga kerja pertanian
sektor non pertanian. Hal beralih ke sektor non
ini dihubungkan dengan
pertanian. Hal ini
kemampuan keluarga
dihubungkan dengan
dalam menyekolahkan
pendapatan yang cukup
tenaga kerja muda dalam
dari sektor pertanian
keluarganya
akan memperkecil
kemungkinan tenaga
kerja beralih.
Semakin tinggi tingkat
kemudahan akses ke
sektor non pertanian maka
semakin besar
kemungkinan tenaga kerja
pertanian beralih ke
sektor non pertanian
Semakin tinggi jumlah
keterampilan non
pertanian yang dimiliki
semakin besar
kemungkinan tenaga kerja
tersebut bertransformasi
ke sektor non pertanian

Jumlah anggota rumah
tangga

Luas lahan

Kemudahan akses ke
sektor non pertanian

Jumlah keterampilan
non pertanian

Sumber: Simanjuntak (1983), Tambunan (1999), Sukartini (2003), Tarigan (2004), Mulyanto
(2006), Sumanto (2009), dan Ridjal (2011) (diolah)

14

Dalam penelitian ini, faktor karakteristik pribadi yang memengaruhi
transformasi diklasifikasikan kembali menjadi karakteristik demografi dan
karakteristik sosial ekonomi. Karakteristik demografi terdiri dari tingkat
pendidikan, jumlah anggota rumah tangga, dan keterampilan non pertanian.
Faktor lain adalah karakteristik sosial ekonomi, antara lain penghasilan pada
sektor pertanian yang berkaitan dengan besar sumbangan penghasilan sektor
pertanian terhadap pendapatan rumah tangga, nilai kerja, dan luas lahan.

Faktor Pengikat Tenaga Kerja pada Sektor Pertanian
Fakta yang menunjukkan masih banyaknya tenaga kerja yang bergerak pada
sektor pertanian memperlihatkan adanya suatu faktor yang mengikat tenaga kerja
untuk tetap bertahan di sektor pertanian. Melihat pendapat Rusli (1982) yang
menyatakan pemuda daerah pertanian memilih untuk keluar dari sektor pertanian
dan melakukan migrasi keluar dari daerahnya untuk mencari alternatif lain dalam
bekerja, maka sektor pertanian yang menguntungkan secara ekonomi atau dapat
dikatakan mampu menunjang kesejahteraan petani dapat menjadi faktor yang
mengikat tenaga kerja pertanian untuk bertahan pada sektor pertanian.
Keberadaan faktor pendorong dan penarik transformasi tenaga kerja pertanian
merupakan gambaran kondisi sektor non pertanian yang memang dianggap lebih
menguntungkan dan/atau kondisi sektor pertanian yang tidak lagi
menguntungkan. Pada sisi lain keberadaan faktor penarik dan pendorong
transformasi tenaga kerja pertanian pada kondisi masih besarnya kemampuan
sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja, menunjukan ada suatu kondisi
yang dapat melemahkan kekuatan faktor penarik dan pendorong transformasi
tenaga kerja pertanian ke sektor non pertanian. Dapat dikatakan terdapat faktor
pengikat tenaga kerja pada sektor pertanian yang mampu melemahkan kekuatan
faktor pendorong dan penarik transformasi tenaga kerja pertanian. Faktor pengikat
tersebut tidak terbatas pada jaminan kesejahteraan dan status tenaga kerja yang
bergerak pada sektor pertanian, melainkan juga ketidakmampuan tenaga kerja
pertanian untuk bergerak di sektor non pertanian. Pembangunan pertanian
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan status dan kesejahteraan petani,
sekaligus juga dimaksudkan untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia
baik secara ekonomi, sosial, politik, budaya, lingkungan, maupun melalui
perbaikan (improvement), pertumbuhan (growth) dan perubahan (change) (Iqbal
dan Sudaryanto 2008).
Mengacu pada buku teks Ilmu Penyuluhan, pembangunan pertanian sendiri
oleh Mosher diartikan sebagai suatu upaya yang mengubah proses peningkatan
produksi pertanian, perilaku petani, corak masing-masing usaha tani, atau
mengubah perbandingan antara biaya dan nilai hasil bagi tiap perusahaan
pertanian (Mosher dalam Mugniesyah 2006). Pembangunan pertanian juga
diartikan sebagai suatu proses peningkatan produktivitas sistem pertanian yang
dilakukan oleh berbagai pihak. Mosher dalam karyanya Getting Agriculture
Moving yang dikutip dalam buku teks Ilmu Penyuluhan juga mengemukakan
bahwa pembangunan pertanian perlu didukung oleh ketersediaan syarat-syarat
pokok dan syarat-syarat pelancar pembangunan pertanian. Keduanya merupakan
penentu keberhasilan pembangunan pertanian. Dengan kata lain ketersediaan

15

syarat-syarat tersebut mampu membuat sektor pertanian menjadi sektor yang
menguntungkan dan akan mempertahankan tenaga kerja untuk tetap mengusahakan sektor pertanian sebagai sumber ekonomi utama.

Syarat-syarat Pokok Pembangunan Pertanian
Syarat pokok merupakan 5 aspek dan jasa yang mutlak diperlukan bagi
terlaksananya pembangunan pertanian. Kelima syarat pokok tersebut antara lain,
teknologi yang senantiasa berubah, pasar bagi hasil-hasil usaha tani, tersedianya
sarana produksi atau saprotan secara lokal, transportasi, dan perangsang produksi.
Menurut Mosher dalam Mugniesyah (2006) teknologi yang senantiasa
berubah diperlukan karena pembangunan pertanian menuntut perubahan
berkelanjutan dari teknologi pertanian. Inovasi dalam teknologi mutlak diperlukan
melalui penelitian dan pengembangan pertanian. Inovasi teknologi diperlukan
untuk menyesuaikan sistem produksi pertanian dengan tuntutan peningkatan
mutu, produktivitas, dan efisiensi pertanian secara berkelanjutan. Inovasi
teknologi ini meliputi seluruh proses produksi, mulai dari proses budidaya sampai
pada setelah panen. Bentuk inovasi teknologi itu sendiri sangat relatif, bisa
merupakan hasil modifikasi dari teknologi yang dikembangkan petani, ditemukan
petani dan peneliti lainnya, dari kelembagaan pemerintah maupun swasta di dalam
dan luar negeri.
Syarat pokok kedua adalah pasar bagi hasil-hasil usaha tani. Lebih jauh,
merujuk pada Mosher (1966), Mugniesyah (2006) menjelaskan ketersediaan pasar
bagi usaha tani merupakan konsekuensi dari peningkatan produksi pertanian.
Peningkatan produksi pertanian akan meningkatkan kebutuhan para petani akan
pihak-pihak yang berperan dalam meningkatkan permintaan pasar, baik luar
maupun dalam negeri, dan sistem tata niaga yang melibatkan berbagai pihak yang
bertanggung jawab dalam pemasaran hasil usaha tani, dari pedagang pengumpul
tingkat kampung sampai dengan tingkat nasional bahkan internasional yang
berperan sebagai eksportir. Syarat pokok ketiga adalah tersedianya sarana
produksi atau saprotan secara lokal. Ketersediaan saprotan ini me