Analisis Pencapaian Kinerja Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) di Kabupaten Asahan

(1)

ANALISIS PENCAPAIAN KINERJA TENAGA HARIAN

LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN

(THL-TBPP) di KABUPATEN ASAHAN

TESIS

Oleh

Fatmawati Sitorus

117039003/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS PENCAPAIAN KINERJA TENAGA HARIAN

LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN

(THL-TBPP) di KABUPATEN ASAHAN

TESIS

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Oleh

Fatmawati Sitorus

117039003/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul : Analisis Pencapaian Kinerja Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) di Kabupaten Asahan

Nama : Fatmawati Sitorus

NIM : 117039003

Program Studi : Magister Agribisnis

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Ir. Iskandarini, MM, Ph.D) (

Ketua Anggota

Dr. Ir. Tavi Supriana, MS)

Ketua Program Studi, Dekan,


(4)

Telah Diuji pada

Tanggal : 21 Februari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Ir. Iskandarini, MM, Ph.D

Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS 2. Dr. Ir. Buchari Sibuea, MSi 3. Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul:

ANALISIS PENCAPAIAN KINERJA TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN

(THL-TBPP) di KABUPATEN ASAHAN

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, 21 Februari 2014 yang membuat pernyataan,

Fatmawati Sitorus NIM. 117039003/MAG


(6)

Dipersembahkan kepada:

Ibu, Ayah, dan Seluruh Keluarga


(7)

ABSTRAK

THL-TBPP (Tenaga Harian Lepas- Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian) adalah tenaga-tenaga kontrak yang direkrut Departemen Pertanian pada tahun 2007- 2009 sebanyak 24.000 THL-TBPP seluruh Indonesia. Di Sumatera Utara ada sebanyak7500 THL-TBPP. Di Kabupaten Asahan terdapat sebanyak 111 orang THL-TBPP. Penelitianinibertujuanuntuk menganalisis hubungan gaji, tingkat pendidikan formal, umur, kesesuaian bidang ilmu, dan pelatihan dengan kinerja THL-TBPP di Kabupaten Asahan. Jumlah sampel sebanyak 53 orang THL-TBPP yang diambil secara Stratified Random Sampling berdasarkan tingkat pendidikan. Metode Analisis yang digunakan adalah analisis korelasi Rank Spearman. Kinerja THL-TBPP diukur dengan menggunakan sembilan indikator keberhasilan penyuluh pertanian.

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak31 orang (58%) THL-TBPP di Kabupaten Asahan dikategorikan berhasil, dan sebanyak 22 orang (42%) THL-TBPP di Kabupaten Asahan dikategorikan tidak berhasil. Gaji, tingkat pendidikan formal, dan pelatihan THL-TBPP berhubungan positif nyata dengan kinerja THL-TBPP. Umurtidak berhubungan nyata terhadap kinerja THL-TBPP dan kesesuaian bidang ilmu THL-TBPP tidak berhubungan nyata terhadap kinerja THL-TBPP.

Kata Kunci : Kinerja, THL-TBPP (Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyulu Pertanian), gaji, tingkat pendidikan formal, umur, kesesuaian bidang ilmu, pelatihan.


(8)

ABSTRACT

Casual Labor-Assistant Agricultural Extension Workers (THL-TBPP) are 24,000 contract workers all over Indonesia who were recruited by the Department of Agriculture in 2007-2009. There were 7.500 of them in Sumatera Utara Province and 111in Asahan District. The purpose of this study was to analyze the relationship between salary, formal education level, age, discipline appropriateness, training and the performance of the THL-TBPP in Asahan District. The samples for this study were 53 THL-TBPP who were selected through Stratified Random Sampling technique based on their education level. The data obtained were analyzed through Spearman Rank Correlation analysis. The performance of the THL-TBPP was measured based on the nine indicators of success of agricultural extension worker.

The result of this study showed that 31 THL-TBPP (58%) in Asahan District were categorized as being successful, and 22 of them (42%) were categorized as being un successful. Salary, formal education level, and training of the THL-TBPP had a positive and significant relationship with their performance. Age and discipline appropriateness of the THL-TBPP had no significant relationship with their performance.

Keywords: Performance, THL-TBPP, Salary, Formal Education Level, Age, Discipline Appropriateness, Training


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH Subhanahu Wata’ala karena atas berkah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Tesis ini disusun berdasarkan hasil penelitian penulis yang berjudul “AnalisisPencapaian Kinerja Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) di Kabupaten Asahan” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pertanian pada Program Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Proses penulisan ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Ibu Ir. Iskandarini, MM, Ph.D sebagai Ketua Pembimbing Penulisan Tesis yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam perbaikan dan penyempurnaan penulisan ini.

2. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing Penulis Tesis dan sekaligus sebagai Ketus Program Studi Magister Agribisnis yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam perbaikan dan penyempurnaan penulisan ini.

3. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM).Sp.A(K) sebagai Rektor Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS sebagai Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.


(10)

5. Bapak Dr. Ir. Buchari Sibuea, MSi sebagai Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan perbaikan dalam penyempurnaan penulisan ini. 6. Ibu Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA sebagai Dosen Penguji yang telah

memberikan masukan dan perbaikan dalam penyempurnaan penulisan ini. 7. Seluruh pimpinan dan staf dari Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan

Pangan Kabupaten Asahan.

8. Seluruh THL-TBPP yang ada di Kabupaten Asahan.

9. Kedua Orang Tua, Kakak ( Awik, Budi, Lambok), Adik (Ana) dan semua keluarga dan sahabat (Ria, Tasya, Citut, Nuyul, Irvan, Eka, Winta) yang telah memberikan bantuan, dukungan dan motivasi kepada penulis.

10. Rekan-rekan Mahasiswa Magister Agribisnis angkatan V dan angkatan lain serta Staf Program Magister Agribisnis yang telah berpartisipasi aktif dan sumbang saran terhadap penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi bahasa maupun isinya. Oleh karena itu, dengan senang hati akan menerima kritik sehat, saran dan masukan dari semua pihak. Akhir kata penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Februari 2014


(11)

RIWAYAT HIDUP

FATMAWATI SITORUS, Lahir di Desa Petatal, Kecamatan Talawi, Kabupaten Batu Bara pada tanggal 21 Februari 1981 dari Bapak Abdullah Sitorus dan Ibu Nurhayati Lubis, penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut: 1. Tahun 1987 masuk Sekolah Dasar (SD) Negeri no. 01588 Kampung Baru

Petatal, tamat 1993

2. Tahun 1993 masuk Madrasah Tsanawiyah Swasta (MTsS) Al-Jam’iyatul Washliyah Petatal, tamat tahun 1996

3. Tahun 1996 masuk Sekola Menengah Umum Negeri I Indrapura, tamat tahun 1999

4. Tahun 1999 masuk pendidikan Sarjana (S1) di Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian (SEP), Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, tamat tahun 2005

5. Tahun 2011 melanjutkan pendidikan Pasca Sarjana (S2) di Program Studi Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.


(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I.

PENDAHULUAN ...

1

1.1. LatarBelakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 5

1.3 .Tujuan Penelitian ... 6

1.4 .KegunaanPenelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ...

7

2.1. Pengertian Kinerja ... 7

2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 9

2.3. Pengukuran Kinerja ... 15

2.4.Manajemen Kinerja ... 19

2.5. THL-TBPP ... 21

2.6. Penelitian Terdahulu ... 23

2.7. KerangkaBerpikir ... 25

2.8. Hipotesis ... 27

III. METODE PENELITIAN ... 28

3.1. Metode Penentuan Daerah ... 28

3.2. Metode Penentuan Sampel ... 28

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 29

3.4. Metode Analisis Data ... 29

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional ... 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1. GambaranUmum Daerah Penelitian ... 36

4.1.1. LetakdanGeografis ... 36

4.1.2. Kependudukan ... 37

4.1.3. Ketenagakerjaan ... 38

4.1.4. GambaranUmum BP2KP Asahan ... 38

4.2. KarakteristikResponden... 42


(13)

4.2.2 KarakteristikRespondenberdasarkan Tingkat

Pendidikan ... 42

4.2.3 KarakteristikRespondenberdasarkanUmur ... 43

4.2.4 KarakteristikRespondenberdasarkanKesesuaian BidangIlmu ... 43

4.2.5 KarakteristikRespondenberdasarkan Jam Pelatihan ... 44

4.3. Analisis dan Pembahasan ... 45

4.3.1. Pecapaian Kinerja THL-TBPP ... 45

4.3.2.HubunganGajidenganKinerja THL-TBPP ... 47

4.3.3. Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Dengan Kinerja THL-TBPP... 48

4.3.4.HubunganUmur THL-TBPP DenganKinerja THL-TBPP... 50

4.3.5. HubunganKesesuaian Bidang IlmuDenganKinerja THL-TBPP... 51

4.3.6.HubunganPelatihanDenganKinerja THL-TBPP ... 52

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

5.1. Kesimpulan ... 54

5.2. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1 SampelPenelitianberdasarkan Tingkat Pendidikan ... 29

2 IndikatorKinerja ... 31

3 KoefisienKorelasi Guilford ... 34

4 JumlahPenyuluhPertanianyangBertugasDilapangan ... 40

5 KarakteristikRespondenBerdasarkanGaji ... 42

6 KarakteristikRespondenBerdasarkan Tingkat Pendidikan ... 42

7 KarakteristikRespondenBerdasarkanUmur ... 43

8 KarakteristikRespondenBerdasarkanKesesuaianIlmu ... 44

9 KarakteristikRespondenBerdasarkan Jam Pelatihan ... 44

10 HasilTabulasiKinerja THL-TBPP di KabupatenAsahan ... 45


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1 KerangkaBerpikir Penelitian ... 26 2 StrukturOrganisasi BP2KP Asahan ... 41 3 KriteriaKinerjaTHL-TBPP ... 46


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 HasilujiKorelasiGaji THL-TBPP dengan kinerja THL-TBPP ... 58 2 HasilUjiKorelasi Tingkat pendidikan formal THL-TBPP dengan

Kinerja THL-TBPP ... 58 3 HasilUjiKorelasiUmur THL-TBPP denganKinerja THL-TBPP ... 58 4 HasilUjiKorelasiKesesuaian BidangIlmu THL-TBPP denganKinerja

THL-TBPP ... 59 5 HasilUjiKorelasiPelatihan THL-TBPP dengan

Kinerja THL-TBPP ... 59 6 HasilTabulasiKinerja THL-TBPP ... 60


(17)

ABSTRAK

THL-TBPP (Tenaga Harian Lepas- Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian) adalah tenaga-tenaga kontrak yang direkrut Departemen Pertanian pada tahun 2007- 2009 sebanyak 24.000 THL-TBPP seluruh Indonesia. Di Sumatera Utara ada sebanyak7500 THL-TBPP. Di Kabupaten Asahan terdapat sebanyak 111 orang THL-TBPP. Penelitianinibertujuanuntuk menganalisis hubungan gaji, tingkat pendidikan formal, umur, kesesuaian bidang ilmu, dan pelatihan dengan kinerja THL-TBPP di Kabupaten Asahan. Jumlah sampel sebanyak 53 orang THL-TBPP yang diambil secara Stratified Random Sampling berdasarkan tingkat pendidikan. Metode Analisis yang digunakan adalah analisis korelasi Rank Spearman. Kinerja THL-TBPP diukur dengan menggunakan sembilan indikator keberhasilan penyuluh pertanian.

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak31 orang (58%) THL-TBPP di Kabupaten Asahan dikategorikan berhasil, dan sebanyak 22 orang (42%) THL-TBPP di Kabupaten Asahan dikategorikan tidak berhasil. Gaji, tingkat pendidikan formal, dan pelatihan THL-TBPP berhubungan positif nyata dengan kinerja THL-TBPP. Umurtidak berhubungan nyata terhadap kinerja THL-TBPP dan kesesuaian bidang ilmu THL-TBPP tidak berhubungan nyata terhadap kinerja THL-TBPP.

Kata Kunci : Kinerja, THL-TBPP (Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyulu Pertanian), gaji, tingkat pendidikan formal, umur, kesesuaian bidang ilmu, pelatihan.


(18)

ABSTRACT

Casual Labor-Assistant Agricultural Extension Workers (THL-TBPP) are 24,000 contract workers all over Indonesia who were recruited by the Department of Agriculture in 2007-2009. There were 7.500 of them in Sumatera Utara Province and 111in Asahan District. The purpose of this study was to analyze the relationship between salary, formal education level, age, discipline appropriateness, training and the performance of the THL-TBPP in Asahan District. The samples for this study were 53 THL-TBPP who were selected through Stratified Random Sampling technique based on their education level. The data obtained were analyzed through Spearman Rank Correlation analysis. The performance of the THL-TBPP was measured based on the nine indicators of success of agricultural extension worker.

The result of this study showed that 31 THL-TBPP (58%) in Asahan District were categorized as being successful, and 22 of them (42%) were categorized as being un successful. Salary, formal education level, and training of the THL-TBPP had a positive and significant relationship with their performance. Age and discipline appropriateness of the THL-TBPP had no significant relationship with their performance.

Keywords: Performance, THL-TBPP, Salary, Formal Education Level, Age, Discipline Appropriateness, Training


(19)

1.

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pembangunanpertanianyang

berkelanjutanmerupakansuatukeharusanuntukmemenuhikebutuhanpangan, papan, danbahanbakuindustri, memperluaslapangankerjadanlapanganberusaha, meningkatkankesejahteraanrakyatkhususnyapetani,

mengentaskanmasyarakatdarikemiskinankhususnya di perdesaan, meningkatkanpendapatannasional, sertamenjagakelestarianlingkungan.

Untuklebihmeningkatkanperansektorpertaniandiperlukansumberdayamanusia yang berkualitas, handal, sertaberkemampuanmanajerial, kewirausahaan,danorganisasibisnis. Sumberdaya manusia yang berkualitas

merupakan pelakupembangunanpertanian yang

mampumembangunusahadarihulusampai ke hilir yang

berdayasaingtinggidanmampuberperansertadalammelestarikanlingkunganhidupsej alandenganprinsippembangunanberkelanjutan. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintahberkewajibanuntuk menyelenggarakan penyuluhan di bidang pertanian (Pusat Penyuluhan Pertanian, 2011).

Di Indonesia kegiatan penyuluhan telah memberikan kontribusi yang sangat signifikan. Pembangunan pertanian dan perdesaan yang berhasil membawa Indonesia bebas dari kelaparan, sehingga menjadi salah satu negara berkecukupan pangan. Penghargaan FAO tahun 1985 merupakan salah satu bukti yang menonjol dari kegiatan penyuluhan, (Pambudy, 2003).


(20)

Penyuluh merupakan bagian penting dalam proses penyampaian teknologi terbaru kepada petani. Karena itu, Pemerintah Indonesia sudah mencanangkan satu desa satu penyuluh. Pemerintah Indonesiamerekrut 24.000 tenaga penyuluh. Jumlah tersebut memang belum mencukupi kebutuhan penyuluh dalam upaya satu desa satu penyuluh. DepartemenPertanian lah yang melakukan perekrutan tenaga-tenagayang mampumelaksanakantugas-tugaspenyuluhanpertaniandidesa-desadiseluruh Indonesia. Status penyuluh pertanian tersebut adalah TenagaHarianLepas(THL), yang dikenal dengan nama THL-TBPP (Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian). THL-TBPP tersebut

ditempatkan di Kecamatan/DesadiseluruhWilayah

Indonesiadenganmempertimbangkan tempat tinggal/domisilicalonTHL-TBPP yang bersangkutan.

Sejarah perekrutan THL-TBPP tidak bisa dilepaskan dari rangkaian pencanangan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK). Pencanangan RPPK ditandai dengan kelahiran Undang–Undang no. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (UUSP3K) dan pencanangan revitalisasi penyuluh pertanian. THL-TBPP adalah output nyata dari rangkaian kebijakan tersebut.

Pada tahun 2007- 2009 Departemen pertanian merekrut sebanyak 24.000 TBPP diseluruh Indonesia. Di Sumatera Utara ada sebanyak7500 THL-TBPP. Di Kabupaten Asahan terdapat sebanyak 111 orang THL-TBPP dengan jenis kelamin laki – laki sebanyak 82 orang dan perempuan sebanyak 28 orang.

Kabupaten Asahan merupakan kabupaten yang hampir seluruh pekerjaan dan pendampingan di lapangan di lakukan oleh THL-TBPP. Seorang THL-TBPP


(21)

mendampingi satu WKPP (Wilayah Kerja Penyuluhan Pertanian).Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian meliputi satu ataupun dua desa. Di setiap WKPP ada program – program pemerintah yang harus di dampingi oleh THL-TBPP mulai dari P2BN (Peningkatan Produksi Beras Nasional), P2KP (percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan), PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan),FEATI (Farmer Empowerment Through Agricultural Technology & Information), Demapan (Desa Mandiri Pangan), dan program – program lainya yang terkadang satu THL-TBPP harus mendampingi lebih dari satu program.

THL-TBPP hanya dikontrak dan digajiselama sepuluh bulan dalam setahun. Kemudian mulai tahun 2010 Pemerintah Daerah menanggung gaji untuk THL-TBPP selama dua bulan.Gaji THL-TBPP lebih kecil dibandingkan dengan gaji penyuluh PNS, namun memegang tanggung jawab kerja yang sama seperti penyuluh PNS sesuai yang tercantum dalam UU No. 16 tahun 2006. Salah satu organisasi dari penyuluh pertanian adalah Perhiptani.

Ketua Perhiptani (Perhimpunan Penyuluh Pertanian Indonesia) terpilih di kabupaten Asahan adalah THL-TBPP. Ketua Perhiptani Asahan adalah satu satunya di Indonesia ketua Perhiptani yang berstatus THL-TBPP, ini menunjukan kemampuan dan kinerja yang sama baiknya dengan penyuluh PNS.

Penilaian kinerja THL-TBPP selama ini dilakukan oleh SKPD yang ada di Kabupaten Asahan. Penilaian kinerja THL-TBPP melibatkan para kepala BPK sebagai pimpinan THL-TBPP dikecamatan, hasil supervisi dari supervisor kecamatan dan petani binaan.

Kinerja THL-TBPP yang baik sangat penting bagi suksesnya pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Belum ada undang-undang maupun


(22)

peraturan Departemen Pertanian yang mengatur tentang indikator dan cara pengukuran kinerja peyuluh pertanian. Namun, Buku Pintar Penyuluh Pertanian (2013) menyebutkan ada sembilan indikator kinerja (patokan kerja) penyuluhan pertanian, dalam memotivasi dan membangun profesionalisme penyuluh pertanian, yang telah diberlakukan sejak tahun 1980. Kesembilan indikator kinerja penyuluhan pertanian tersebut, yaitu: (1) tersusunnya programa penyuluhan pertanian di tingkat BPP/Kecamatan sesuai dengan kebutuhan petani, (2) tersusunnya rencana kerja penyuluh pertanian di wilayah kerja masing-masing, (3) tersusunnya peta wilayah komoditas unggulan spesifik lokasi, (4) terdiseminasinya informasi dan teknologi pertanian secara merata dan sesuai dengan kebutuhan petani, (5) tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian petani, kelompok tani, usaha/asosiasi petani dan usaha formal (koperasi dan kelembagaan lainnya), (6) terwujudnya kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha yang saling menguntungkan, (7) terwujudnya akses petani ke lembaga keuangan, informasi, sarana produksi pertanian dan pemasaran, (8) meningkatnya produktivitas agribisnis komoditi unggulan di masing-masing wilayah kerja dan (9) meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani di masing-masing wilayah kerja.

Indikator tersebut berlaku sebagai pengukur keberhasilan kinerja penyuluh pertanian di seluruh Indonesia. Apabila kesembilan indikator tersebut telah dipenuhi maka penyuluh tersebut dianggap sebagai penyuluh yang berhasil memiliki kinerja yang baik, sedangkan apabila terdapat satu saja dari kesembilan


(23)

indikator tersebut yang tidak dipenuhi, maka penyuluh tersebut dianggap tidak berhasil.

Menurut Penelitian terdahulu ada lima faktor yang berhubungan dengan kinerja penyuluh pertanian yaitu gaji, umur, tingkat pendidikan, pelatihan, kesesuaian ilmu, (Perdana ,2009). Namun belum ada penelitian yang membuktikan hubungan antara kelima faktor tersebut dengan kinerja THL-TBPP yang dinilai dengan kesembilan indikator keberhasilan penyuluh pertanian tersebut di Kabupaten Asahan. Padahal 65,68% penyuluh pertanian di Kabupaten Asahan berstatus THL-TBPP, sedangkan yang berstatus PNS hanya 34,32 % saja. Sehingga penelitian ini akan lebih difokuskan untuk menganalisis hubungan antara kelima faktor tersebut dengan kesembilan indikator keberhasilan penyuluhan di Kabupaten Asahan.

1.2.Perumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana hubungan antara gaji dengan kinerja THL-TBPP di Kabupaten Asahan?

2. Bagaimana hubungan antara tingkat pendidikan formal dengan kinerja THL-TBPP di Kabupaten Asahan?

3. Bagaimana hubungan antara umur dengan kinerja THL-TBPP di Kabupaten Asahan?

4. Bagaimana hubungan antara kesesuaian bidang ilmu dengan kinerja THL-TBPP di Kabupaten Asahan?

5. Bagaimana hubungan antara pelatihan dengan kinerja THL-TBPP di Kabupaten Asahan?


(24)

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

1. Hubungan gaji terhadap kinerja THL- TBPP di Kabupaten Asahan

2. Hubungan tingkat pendidikan formal dengan kinerja THL- TBPP di Kabupaten Asahan

3. Hubungan umur dengan kinerja THL- TBPP di Kabupaten Asahan

4. Hubungan kesesuaian bidang ilmu dengan kinerja THL- TBPP di Kabupaten Asahan

5. Hubungan pelatihan dengan kinerja THL- TBPP di Kabupaten Asahan.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian diharapkan dapat berguna sebagai berikut:

1. Sebagai informasi bagi instansi – instansi Pemerintah yang membutuhkan informasi tentang THL - TBPP sehingga dapat membuat kebijakan dan keputusan yang dapat membantu THL - TBPP

2. Bahan referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Kinerja

Armstrong dan Barondi dalam Sapar (2011) menyatakan, kinerja adalah hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja,tetapi temasuk berlangsungnya proses pekerjaan. Kinerja adalah hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dam memberi kontribusi pada ekonomi.

Menurut Mangkunegara (2000), kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksankan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan padanya. Menurut Sulistiyani (2003), kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dinilai dari hasil kerjanya.

Menurut John Whitmore dalam Wibowo (2007), kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan. Menurut Barry Cushway didalam Wibowo (2007), Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan. Suprasta (2005), mengemukakan bahwa kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.


(26)

Robert L. Mathis dan John H. Jackson didalam Wibowo (2007), menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah hal-hal yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Menurut John Witmore didalam Wibowo (2007), kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan. Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi. Kinerja dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional.

Mink didalam Wibowo (2007), mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang kinerjanya tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu: (a) berorientasi pada prestasi, (b) percaya diri, (c) berpengendalian diri dan (d) kompeten. Prawirosentono (2007), mendefenisikan kinerja sebagai hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

Hasibuan (2001), menyatakan bahwa kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.

Kinerja dapat dipandang sebagai proses maupun hasil pekerjaan. Kinerja merupakan suatu proses tentang bagaimana pekerjaan berlangsung untuk


(27)

mencapai hasil kerja. Namun hasil pekerjaan itu sendiri menunjukkan kinerja Wibowo, (2007).

Konsep kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja (performance). Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Pekerjaan adalah aktivitas menyelesaikan sesuatu atau membuat sesuatu yang hanya memerlukan tenaga dan ketrampilan tertentu. Sedangkan profesi adalah pekerjaanyang untuk menyelesaikannya memerlukan pengusaan dan penerapan teori ilmu pengetahuan yang dipelajari dari lembaga pendidikan tinggi seperti yang dilakukan oleh profesional. Istilah kinerja juga dapat digunakan untuk menunjukkan keluaran perusahaan/organisasi, alat, fungsi-fungsi manajemen, atau keluaran seorang pegawai,Wirawan didalam Sapar, (2011).

2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Hariandja (2005), menyatakan gaji diartikan sebagai bentuk imbalan dalam bentuk moneter yang diterima oleh pegawai sebagai bentuk kompensasi tradisional yang tidak dihubungkan dengan kinerja melainkan dihubungkan dengan jabatan dan kepangkatan seseorang. Insentif yaitu pembayaran langsung di luar gaji yang dikaitkan langsung dengan kinerja yang disebut sistem kompensasi berdasarkan kinerja (pay for perfomance plan).

Menurut Werther dan Davis, (1989), insentif sebagai bentuk kompensasi non tradisional memberi pengaruh positif terhadap kinerja, produktivitas dan kualitas, memperbaiki komitmen dan rasa memiliki,


(28)

meningkatkan kerjasama tim serta a sense of common life atau common destiny.

Stephen dkk didalam Siagian, (2004), menyatakan bahwa uang/gaji tidak dapat memotivasi terkecuali pegawai menyadari keterkaitannya dengan performa. Meier didalam Siagian, (2004), bahwa pendistribusian gaji didasarkan pada produksi, lamanya kerja, lamanya dinas dan besarnya kebutuhan hidup. Agar karyawan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik, dalam pemberian kompensasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (a) dapat memenuhi kebutuhan fisik minimum, (b) dapat mengikat karyawan agar tidak keluar dari perusahaan, (c) dapat menimbulkan semangat dan kegairahan kerja, (d) selalu ditinjau kembali, e) mencapai sasaran yangdiinginkan, (f) mengangkat harkat kemanusiaan dan (g) berpijak pada peraturan yang berlaku.

Padmowihardjo (2004), menyatakan tingkat pendidikan formal penyuluh akan menunjukkan perbedaan tingkat pengetahuan, sikap dan keterampilan penyuluh dalam melaksanakan tugas, sehingga yang berpendidikan lebih tinggi mampu berpikir lebih abstrak dan memiliki wawasan yang lebih luas. Pendidikan yang lebih tinggi akan berpengaruh pada tingkat adaptasi, mempunyai pilihan-pilihan yang lebih luas dalam kehidupannya, termasuk dalam melaksanakan penyuluhan.

Pendapat Slamet, (1992), bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, ada kecenderungan semakin tinggi pula pengetahuan, sikap dan keterampilan, efisien bekerja dan semakin banyak tahu cara-cara dan teknik bekerja yang lebih baik dan lebih menguntungkan. Dengan demikian diduga


(29)

tingkat pendidikan formal penyuluh pertanian memiliki pengaruh pada tingkat kompetensi mereka.

Pendidikan menyebabkan seseorang memiliki harapan yang tinggi terhadap tanggungjawab dalam pekerjaannya, karena itu mereka yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi cenderung terancam oleh perasaan tidak puas kerja dibanding mereka yang memiliki pendidikan lebih rendah Schultz & Schultz, (1994).

Kuncel dkk dalam siagian, (2004), melaporkan bahwa pendapat yang menyatakan kecerdasan (intelligence) selama pendidikan secara keseluruhan berbeda dengan sukses dalam pekerjaan tidak terbukti dalam penelitiannya, bahkan hasil penelitian menunjukkan konsistensi dengan hasil sebagian besar penelitian bahwa kinerja merupakan fungsi dari penerapan motivasi dan pengetahuan kerja dan pengetahuan prosedur kerja (keterampilan).

Salkind (1985), menyatakan umur seseorang berkaitan erat dengan tingkat perkembangannya. Secara kronologi, umur memberi petunjuk tentang tingkat perkembangan individu. Menurut Padmowihardjo, (2004), umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi apa yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis. Seseorang yang berumur 15-25 tahun akan belajar lebih cepat dan berhasil mempertahankan retensi belajar jika diberi bimbingan belajar dengan baik. Kemampuan belajar berkembang hingga usia 45 tahun dan terus menurun setelah mencapai usia 55 tahun. Terdapat dua faktor yang menentukan kemampuan seseorang berhubungan dengan umur. Faktor pertama ialah mekanisme belajar dan kematangan otak, organ-organ seksual


(30)

dan otot organ-organ tertentu. Faktor kedua adalah akumulasi pengalaman dan bentuk-bentuk proses belajar yang lain.

Von Senden dkk dalam Wibowo (2007), mengamati gejala yang menyatakan bahwa terdapat periode kritis dalam tahap perkembangan manusia. Tahap seperti itu hadir dalam perkembangan sensor utama, seperti konsepsi tentang ukuran, bentuk, dan jarak dan juga dalam pengembangan perilaku sosial.

Menurut Robbins (1996), Usia seseorang sangat erat hubungannya dengan kinerja, alasan yang memperkuat ungkapan ini adalah produktivitas seseorang akan merosot dengan bertambahnya usia seseorang. Kecepatan, kecekatan, kekuatan dan koordinasi merosot dengan perjalanan waktu. Pekerjaan yang membosankan dan kurangnya rangsangan intelektual juga akan mengurangi produktivitas. (Robbins,1996).

Menurut Baron dan Greenberg (1990), usia dan masa kerja seseorang berpengaruh terhadap kompetensi. Pegawai yang lebih tua dan memiliki masa kerja yang lebih lama menunjukkan kepuasan kerja yang tinggi dibanding pegawai yang lebih muda serta kurang berpengalaman. Menurut Luthans (2006), tingkat kepuasan kerja pegawai yang lebih muda cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pegawai yang lebih tua karena pegawai yang lebih muda seringkali mempunyai harapan yang tinggi ketika memasuki dunia kerja, sementara tidak dapat terpenuhi karena pekerjaan kurang menantang atau kurang bermakna. Hal ini sesuai dengan pendapat Schultz dalam Sapar (2011), yang membuktikan bahwa kepuasan kerja akan meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.


(31)

Menurut Padmowihardjo (2004), umur seseorang diduga kuat memengaruhi kemampuannya, baik kemampuan fisik ataupun kemampuan berpikir (inteligensia). Umur seseorang erat kaitannya dengan kemampuan belajarnya. Kemampuan belajar seseorang mencapai puncaknya pada umur 25 tahun, dan selanjutnya cenderung menurun.

Menurut Purba (2002), umur seseorang dibagi dalam kelompok anak-anak (0-14 tahun), usia kerja (16-64) dan kelompok lanjut usia bila berumur 65 tahun atau lebih. Usia kerja dibagi juga dalam tiga kategori, yaitu golongan usia muda atau pradewasa (20-39 tahun), usia dewasa (40-54 tahun) dan yang berumur 55-65 termasuk golongan tua atau purna, Semakin tua umur seseorang akan semakin berkurang atau menurun kemampuannya, karena itu umur erat kaitannya dengan kompetensi seseorang. Penyuluh pertanian yang termasuk pada kelompok usia kerja dengan umur antara 20-65 tahun diduga mempunyai kompetensi yang berbeda dengan kompetensi yang termasuk usia muda dan atau usia dewasa.

Mulyasa (2002), menyatakan pendidikan nonformal merupakan kegiatan yang tertata, sistematis, di luar sistem formal dan ditujukan untuk orang dewasa., mengemukakan bahwa pendidikan berperan dalam mewujudkan masyarakat yang berkualitas, menampilkan individu yang memili keunggulan yang tangguh, kreatif, mandiri dan profesional dalam bidangnya masing-masing. Salah satu bentuk pendidikan nonformal yang dilakukan oleh penyuluh adalah pelatihan.

Menurut Siagian (2002), salah satu cara untuk mengubah potensi seseorang menjadi kemampuan nyata ialah melalui pendidikan dan pelatihan.


(32)

Sasaran yang ingin dicapai dalam suatu pelatihan adalah mengajarkan pengetahuan dan keterampilan tertentu yang pada umumnya berupa keterampilan baru yang belum dimiliki peserta, sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku. Pelatihan bagi penyuluh pertanian dipersiapkan melalui program pelatihan bersyarat dan program pelatihan tidak bersyarat.

Pelatihan bersyarat sifatnya berjenjang selaras dengan jabatan/golongan kepangkatan, misalnya pelatihan dasar I, pelatihan dasar II, sedangkan pelatihan tidak bersyarat tidak mensyaratkan golongan kepangkatan dan tidak mensyaratkan program pelatihan yang telah diikuti, tujuan dari program tidak bersyarat ini adalah untuk meningkatkan kemampuan penyuluh pertanian di bidang inovasi atau teknologi pertanian, misalnya pelatihan teknologi, komoditi atau budidaya. (YST,2001)

Menurut Sapar (2011), Pelatihan yang pernah diikuti dapat dilihat dari jumlah dan jenis pelatihan yang diikutinya selama kurun waktu tertentu. Pelatihan akan meningkatkan kompetensinya melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikapnya dalam bidang tertentu guna menunjang pelaksanaan tugasnya. Pelatihan yang pernah diikuti oleh penyuluh pertanian memiliki pengaruh pada kompetensi mereka

Jayaratne dan Gamon didalam Sapar (2011), mengemukanan, fokus utama pelatihan adalah peningkatan dan pengembangan kompetensi, menekankan pentingnya program pelatihan atau konseling untuk mengatasi “stress” akibat restrukturisasi dan realokasi penyuluh. Jayaratne dan Gamon menemukan adanya kecenderungan “stress” dalam menghadapi pekerjaan yang baru. Restrukturisasi dalam organisasi penyuluhan mengakibatkan empat


(33)

perubahan utama yaitu perubahan materi penyuluhan, wilayah kerja, kelompok inti dan sasaran (klien). Perubahan kelompok inti dan klien, berpengaruh negatif terhadap kinerja. Kedua perubahan ini erat kaitannya dengan perubahan lingkungan sosial dan interaksi sosial. Disimpulkan bahwa kinerja penyuluh mengalami kelelahan segera setelah penunjukan kembali dalam pekerjaan yang baru dan berpengaruh negatif terhadap kinerja.

2.3. Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui deviasi dari rencana yang telah ditentukan selama pelaksanaan pekerjaan, atau apakah pekerjaan dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, atau apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan. Pengukuran kinerja membutuhkan kemampuan untuk mengukur kinerja sehingga diperlukan adanya ukuran kinerja. Pengukuran kinerja dapat dilakukan terhadap kinerja yang nyata dan terukur. Untuk memperbaiki kinerja, perlu diketahui seperti apa kinerja saat ini. Apabila deviasi kinerja dapat diukur, dapat diperbaiki. Menurut Casio (1992), pengukuran kinerja merupakan proses mengevaluasi capaian karyawan dalam rangka mengembangkan potensi karyawan tersebut.

Menurut Kreitner dan Kinicki (2001), orang yang melakukan pengukuran kinerja perlu memenuhi persyaratan diantaranya: (a) dalam posisi mengamati perilaku dan kinerja yang menjadi kepentingan individu, (b) mampu memahami dimensi atau gambaran kinerja, (c) mempunyai pemahaman tentang format skala dan instrumennya, dan (d) harus termotivasi untuk melakukan pekerjaan rating secara sadar.


(34)

Armstrong & Baron didalam Sapar, (2011), mengemukakan ada tiga dasar pengembangan ukuran kinerja sebagai alat peningkatan efektivitas organisasi, yaitu: (a) apa yang diukur semata-mata ditentukan oleh apa yang dipertimbangkan penting oleh pelanggan, (b) kebutuhan pelanggan diterjemahkan menjadi prioritas strategis dan rencana strategis mengindikasikan apa yang harus diukur dan (c) memberikan perbaikan kepada tim dengan mengukur hasil dari prioritas strategis, memberi kontribusi untuk perbaikan lebih lanjut dengan mengusahakan motivasi tim, dan informasi tentang apa yang berjalan dan tidak berjalan. Tujuan ukuran kinerja adalah memberikan bukti apakah hasil yang diinginkan telah dicapai atau belum dan apakah muatan yang terdapat di tempat pekerja memproduksi hasil tersebut. Fokus dan isi ukuran kinerja bervariasi di antara berbagai pekerjaan.

Menurut Armstrong dan Baron (1998), ukuran kinerja adalah alat ukur yang obyektif sehingga diperlukan adanya kriteria yang sama. Kriteria yang sama akan memberikan hasil yang dapat diperbandingkan secara obyektif dan adil. Kriteria ukuran kinerja adalah: (a) dikaitkan dengan tujuan strategis dan mengukur sesuatu yang secara organisasional penting dan mendorong kinerja;(b) relevan dengan sasaran dan akuntabilitas tim dan individu; (c) fokus pada output yang terukur; (d) fokus pada data yang tersedia sebagai dasar pengukuran; (e) dapat diverifikasi; (f) hasil pengukuran dijadikan dasar untuk umpan balik dan tindakan; serta (h) bersifat komprehensif, mencakup semua aspek kinerja.

Karakteristik ukuran kinerja adalah (a) secara akurat mengukur peubah kunci kinerja; (b) termasuk basis komparasi untuk membantu pemahaman yang lebih baik yang ditunjukkan tingkat kinerja; (c)


(35)

dikumpulkan dan didistribusikan berdasarkan waktu; (d) dapat dianalisis secara makro dan mikro; dan (e) tidak mudah dimanipulasi untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Pedoman mendefinisikan ukuran kinerja adalah sebagai berikut: (a) ukuran harus berhubungan dengan hasil dan perilaku yang diamati; (b) hasilnya harus dalam jangkauan pengawasan tim atau individu, dan berdasarkan target yang disepakati; (c) kompetensi yang merupakan persyaratan perilaku harus didefinisikan dan disepakati; (d) data harus tersedia untuk pengukuran dan (e) ukuran harus obyektif, (Armstrong & Baron, 1998).

Utomo dalam Sapar (2011), menyatakan untuk memahami kinerja yang lebih tepat, maka harus dikaitkan dengan output yang akan dihasilkan, yaitu prestasi kerja, tingkat kemangkiran, keinginan pindah, tingkat jabatan, dan besar kecilnya organisasi serta lingkungan fisik dan mental yang aman, nyaman, bersih, memiliki tingkat gangguan yang minimal dandukungan keselarasan untuk melakukan interaksi sosial dengan pegawai lain.

Wibowo (2007), menegaskan indikator kinerja kadang-kadang dipergunakan secara bergantian dengan ukuran kinerja, tetapi banyak pula yang membedakannya. Pengukuran kinerja banyak dikaitkan dengan hasil yang dapat dikuantitatifkan dan mengusahakan data setelah kejadian. Sementara itu indikator kenerja untuk aktivitas yang hanya dapat ditetapkan secara lebih kualitatif atau dasar prilaku yang dapat diamati. Terdapat 7 indikator kinerja, yaitu : (1) Standar; (2) Alat sarana; (3) Umpan balik; (4) Kompetensi; (5) Peluang; (6) Motif (7) Tujuan.


(36)

Departemen Pertanian menyatakan ada sembilan indikator kinerja (patokan kerja) penyuluhan pertanian dalam memotivasi dan membangun profesionalisme penyuluh pertanian. Kesembilan indikator kinerja (patokan kerja) penyuluhan pertanian tersebut, yaitu: (1) tersusunnya programa penyuluhan pertanian di tingkat BPP/Kecamatan sesuai dengan kebutuhan petani, (2) tersusunnya rencana kerja penyuluh pertanian di wilayah kerja masing-masing, (3) tersusunnya peta wilayah komoditas unggulan spesifik lokasi, (4) terdiseminasinya informasi dan teknologi pertanian secara merata dan sesuai dengan kebutuhan petani, (5) tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian petani, kelompok tani, usaha/asosiasi petani dan usaha formal (koperasi dan kelembagaan lainnya), (6) terwujudnya kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha yang saling menguntungkan, (7) terwujudnya akses petani ke lembaga keuangan, informasi, sarana produksi pertanian dan pemasaran, (8) meningkatnya produktivitas agribisnis komoditi unggulan di masing-masing wilayah kerja dan (9) meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani di masing-masing wilayah kerja. (Departemen Pertanian, 2012).

Menurut Gilmer dalam Sapar ( 2011), Faktor-faktor yang dapat menimbulkan kinerja adalah kesempatan untuk maju, keamanan kerja, aspek sosial dalam pekerjaan, komunikasi (baik antara pimpinan dengan bawahan atau antara rekan sekerja) dan fasilitas. Kinerja juga ditimbulkan karena faktor yang memiliki hubungan dengan pekerjaan, kondisi kerja, teman sekerja, pengawasan, promosi, dan gaji.

Hasibuan(2007), menjelaskan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja adalah (1) balas jasa yang adil dan layak, (2) penempatan


(37)

yang tepat sesuai dengan keahlian, (3) berat ringannya pekerjaan, (4) suasana dan lingkungan pekerjaan, (5) peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan, (6) sikap pimpinan dalam kepemimpinannya, (7) Sifat pekerjaan monoton atau tidak.

Robbins(2008), mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja dapat berupa : (1) kerja yang secara mental menantang, (2) ganjaran yang pantas, (3) kondisi kerja yang mendukung, (4) rekan sekerja yang mendukung, (5) kesesuaian kepribadian pekerjaan.

2.4. Manajemen Kinerja

Kinerja juga dapat dilihat dari sisi manajemen. Hal ini sesuai dengan pendapat Simanjuntak (2003), yang menjelaskan bahwa manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja organisasi, termasuk kinerja setiap individu dan kelompok kerja. Kinerja individu dan kinerja kelompok dipengaruhi oleh banyak faktor intern dan ekstern organisasi.

Menurut Mondy (2008), Manajemen kinerja ( performance management) adlah proses berorientasi tujuan yang diarahkan untuk memastikan produktivitas karyawan, tim, dan akhirnya, organisasi. Bacal (2004) memandang manajemen kinerja sebagai proses komunikasi yang dilakukan secara terus-menerus dalam kemitraan antara karyawan dengan atasan langsungnya. Proses komunikasi ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan. Proses komunikasi merupakan suatu sistem, memiliki sejumlah bagian yang semuanya harus diikutsertakan, apabila manajemen kinerja ini hendak memberikan nilai tambah bagi organisasi, manajer dan karyawan.


(38)

Menurut Wibowo (2007), Manajemen kinerja adalah manajemen tentang menciptakan hubungan dan memastikan komunikasi yang efektif. Manajeme kinerja memfokuskan pada apa yang diperlukan oleh organisasi, manajer dan pekerja untuk berhasil. Manajemen kinerja adalah bagaimana kinerja dikelola untuk memperoleh sukses.

Armstrong dan Baron didalam Sapar, (2011) berpandangan bahwa manajemen kinerja adalah pendekatan strategis dan terpadu untuk menyampaikan sukses berkelanjutan pada organisasi dengan memperbaiki kinerja karyawan yang bekerja di dalamnya dan dengan mengembangkan kapabilitas tim dan kontributor individu. Mereka mengutip pendapat Fletcher yang menyatakan manajemen kinerja adalah pendekatan menciptakan visi bersama tentang maksud dan tujuan organisasi, membantu karyawan memahami dan mengenal bagiannya dalam memberikan kontribusi, dalam melakukannya, mengelola, dan meningkatkan kinerja baik individu maupun organisasi.

Mondy (2008), menyatakan meskipun setiap fungsi SDM berkontribusi terhadap manajemen kinerja, pelatihan dan penilaian kinerja memainkan peranan signifikan dalam proses tersebut. jika penilaian kinerja adalah kejadian sekali waktu setiap tahun, manajemen kinerja adalah proses yang dinamis, konstan, dan berkelanjutan. Penilaian kinerja ( performance approisal) adalah sistem formal untuk menilai dan mengevaluasi kinerja tugas individu atau tim.

Menurut Armstrong dan Baron didalam Sapar, (2011), ukuran kinerja adalah alat ukur yang obyektif sehingga diperlukan adanya kriteria yang sama. Kriteria yang sama akan memberikan hasil yang dapat diperbandingkan secara


(39)

obyektif dan adil. Kriteria ukuran kinerja adalah: (a) dikaitkan dengan tujuan strategis dan mengukur sesuatu yang secara organisasional penting dan mendorong kinerja; (b) relevan dengan sasaran dan akuntabilitas tim dan individu; (c) fokus pada output yang terukur; (d) fokus pada data yang tersedia sebagai dasar pengukuran; (e) dapat diverifikasi; (f) hasil pengukuran dijadikan dasar untuk umpan balik dan tindakan; serta (h) bersifat komprehensif, mencakup semua aspek kinerja.

2.5. THL-TBPP

THL-TBPP adalah singkatan dari Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian. THL-TBPP adalah tenaga kontrak penyuluh pertanian yang direkrut oleh pemerintah pusat yakni Kementrian Pertanian RI sejak tahun 2007 – 2009 dan mayoritas tetap bekerja sampai sekarang.Sebagai petugas yang direkrut oleh pemerintah dan diperbantukan pada instansi penyuluh pertanian di daerah Kabupaten / Kota para THL-TBPP menjalankan tupoksi serta mendapat kewenangan yang sama dengan penyuluh PNS. Seragam yang digunakan pun sama dengan seragam penyuluh pertanian PNS, Isyaturriyadhah (2010).

Pembaruan atau perpanjangan kontrak setiap tahun berdasarkan rekomendasi dari SKPD penyuluh pertanian kabupaten/ kota sekaligus menunjukan THL-TBPP sangat dibutuhkan oleh pemerintah untuk menjalankan tupoksi mengawal program pembangunan pertanian melalui pembinaan dan pendampingan kegiatan Kelompok Tani dan Gapoktan di wilayah desa binaan masing – masing, Nur Samsu (2013).

THL-TBPP dikontrak selama sepuluh bulan dalam setahun. Gaji untuk tingkat S2,S1dan D4 sebesar Rp.1.400.000 dengan BOP Rp.600.000/bulan,untuk


(40)

D3 Rp.1.200.000 dengan BOP 300.000/bulan, untuk tingkat SLTA Rp.1.000.000 dengan BOP Rp.100.000.Pada tahun 2010 Pemerintah Daerah menanggung gaji untuk TBPP selama dua bulan sebesar Rp.350.000/THL/bulan. THL-TBPPharus bekerja tanpa gaji setiap penandatanganan kontrak kerja. Pemerintah biasanya merapel gaji THL-TBPP selama tiga bulan mulai dari Januari sampai dengan Maretpada bulan April. THL-TBPP umumnya harus bekerja terlebih dahulu baru akan mendapatkan gaji. Hal ini tidak seperti penyuluh PNS yang digaji terlebih dahulu baru bekerja, BP2KP Asahan (2013).

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparat Negara No.9/KEP/MK.Waspan/5/1999, tugas pokok penyuluh pertanian adalah: (1) menyiapkan penyuluhan yang meliputi identifikasi potensi wilayah agroekosistem, penyusunan programa penyuluhan pertanian dan penyusunan rencana kerja penyuluhan pertanian; (2) melaksanakan penyuluhan meliputi penyusunan materi penyuluhan pertanian, penerapan metode penyuluhan pertanian dan pengembangan keswadayaan masyarakat; (3) evaluasi dan pelaporan penyuluhan; (4) pengembangan penyuluhan meliputi penyusunan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis penyuluhan pertanian, perumusan kajian arah kebijakan pengembangan penyuluhan pertanian dan pengembangan metode dan sistem kerja penyuluhan pertanian; (5) pengembangan profesi penyuluhan meliputi penyusunan karya tulis ilmiah penyuluhan pertanian, penerjemahan atau penyaduran buku penyuluhan pertanian dan bimbingan penyuluh pertanian dan (6) penunjang penyuluhan meliputi seminar dan


(41)

lokakarya penyuluhan pertanian serta mengajar pada diklat bidang penyuluhan.

Sebagai penyuluh, THL memiliki tugas pokok yang sama denga penyuluh yang digambarkan pada keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparat Negara No.9/KEP/MK.Waspan/5/1999, tentang tugas pokok penyuluh pertanian. Dalam mewujudkan kinerjanya, THL dihadapkan pada berbagai masalah internal maupun eksternal. Masalah internal dalam hal ini terkait dengan karakteristik THL itu sendiri, sedangkan masalah eksternal diantaranya adalah masalah perbedaan lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi perilaku kerja dan motivasi kerja yang tercermin pada kinerja atau job performance mereka. Perbedaan tipe kelembagaan yang mengelola tenaga THL misalnya dapat berimplikasi pada perbedaan pembinaan, penyelenggaraan program dan pembiayaan, sebagai contohnya, di Kabupaten Asahan memiliki satu kelembagaan kantor/badan penyuluhan, dan ada BPK (balai penyuluhan kecamatan) namun tidak semua kecamatan memiliki BPK ada satu BPK yang menangi dua kecamatan, (Nur Samsu, 2013).

2.6.Penelitian Terdahulu

MenurutPerdana (2009), (analisis kinerja program penyuluhan dan komunikasi pertanian di BPP Sewon Kabupaten Bantul) hasil penelitian menunjukan bahwa gaji, pendidikan formal, umur, pelatihan berhungan dengan kinerja. Perdana (2009), juga menyatakan kinerja adalah prestasi yang dicapai karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan dalam suatu organisasi. Agar dapat memberikan umpan balik bagi karyawan maupun organisasi, maka perlu


(42)

dilakukan penilaian atas prestasi tersebut. Prestasi berarti merupakan pencapaian hasil kerja. Pegawai yang kinerjanya tinggi akan produktif dalam bekerja. Hal itu menunjukkan bahwa kinerja sangat erat hubungannya dengan produktivitas.

Sapar, (2011), melakukan penelitian mengenai Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada Kompetensi Petani Kakao di Empat Wilayah Sulawesi Selatan. Menyatakan kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai individu secara aktual dalam suatu organisasi sesuai tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya yang dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan periode waktu tertentu dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kinerja penyuluh pertanian dipengaruhi oleh kompetensi penyuluh, sikap dan kemandirian penyuluh. Kompetensi penyuluh pertanian adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh penyuluh pertanian agar dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya dapat berhasil. Kinerja penyuluh pertanian juga dipengaruhi oleh tingkat p kemandirian penyuluh dalam melakukan tugas dan perannya dalam membantu petani. Kemandirian penyuluh dapat diartikan sebagai sikap mental seorang penyuluh yang dapat mengembangkan kemampuan mengatasi masalah-masalah dalam pelaksanaan kerjanya tanpa tergantung terhadap orang lain namun dapat pula bekerjasama dengan orang lain. Kemandirian tercermin pada kemampuan berinisiatif, kemampuan mengatasi masalah atau hambatan, memiliki rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu tanpa harus tergantung pada orang lain.


(43)

Nani Sufiana Suhanda dkk, (2008), dalam Kinerja Penyuluhan Pertanian di Jawa Barat menyatakan bahwa karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin, masa kerja, pendidikan dan pelatihan,kesempatan pengembangan karir, tingkat kewenangan dan tanggung jawab, insentif, pembinaan dan supervisi, memberikan kontribusi terhadap kinerja Penyuluh Pertanian.

2.7.Kerangka Berpikir

Kinerja THL-TBPP di Kabupaten Asahan sangat penting dikarenakan THL-TBPP merupakan bagian dalam proses penyampaian teknologi terbaru untuk petani. THL-TBPP adalah tenaga-tenaga yang direkrut oleh pemerintah Indonesia untuk melasanakan tugas-tugas penyuluhan pertanian di desa-desa.

Kinerja adalah hasil kerja atau prestasi kerja, namun kinerja dapat dipandang sebagai proses maupun hasil pekerjaan. Terdapat beberapa indikator yang dapat mendukung kinerja. Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Indikator kinerja dalam penyuluhan ada 9 yang kesemuanya harus dicapai agar bisa dikatakan penyuluh yang berhasil.

Kinerja THL-TBPP dipengaruhi beberapa variabel yaitu: gaji, tingkat pendidikan formal, umur, kesesuaian bidang ilmu, dan pelatihan yang diperoleh THL-TBPP. Gaji sangat berhubungan dengan kinerja karena gaji dapat memenuhi kebutuhan seseorang, dapat menimbulkan semangat kerja, semakin tinggi gaji seseorang maka semakin tinggi pula prestasi kerjanya.

Tingkat pendidikan formal dari THL-TBPP akan menentukan kinerja mereka, karena tingkat pendidikan formal akan menunjukan perbedaan tingkat


(44)

pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan tugas, yang berpendidikan tinggi juga umumnya memiliki pengetahuan yang luas,

Umur THL-TBPP sangat berhubungan dengan kinerja, umur mempengaruhi kemampuan kerja. Semakin tua umur seseorang akan semakin turun kemampuannya. Kesesuaian bidang ilmu yang dimiliki THL-TBPP umumnya sangat menentuka kinerja seseorang karena semakin sesuai bidang ilmu THL-TBPP dengan komoditi di wilayah kerja nya, maka akan menentukan keahlian THL-TBPP tersebut. Pelatihan yang diperoleh THL-TBPP selama menjadi tenaga penyuluh pertanian paling rendah 200 jam, frekwensi pelatihan sangat mempengaruhi kwalitas penyuluh dalam melaksanakan tugasnya, karena biasanya pelatihan yang diperoleh adalah pelatihan-pelatihan tentang teknologi dan ilmu-ilmu yang terbaru.

Kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar.1 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian Keterangan: : berhubungan

Gaji (X1)

Pendidikan Formal (X2)

Umur (X3)

Kesesuaian Bidang Ilmu (X4) Pelatihan (X5)

Kinerja THL-TBPP (Y)


(45)

2.8.Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, landasan teori, dan kerangka pemikiran sebagaimana dijelaskan di atas, maka disusun hipotesis sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan positif yang nyata antara gaji dengan kinerja THL-TBPP. 2. Terdapat hubungan positif yang nyata antara tingkat pendidikan formal

dengan kinerja THL-TBPP.

3. Terdapat hubungan psitif yang nyata antara umur dengan kinerja THL-TBPP. 4. Terdapat hubungan positif yang nyata antara kesesuaian bidang ilmu dengan

kinerja THL-TBPP.

5. Terdapat hubungan positif yang nyata antara pelatihan dengan kinerja THL-TBPP.


(46)

III.METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Asahan, daerah ini dipilih secara purposive karena merupakan daerah terdapat THL-TBPP dari tahun 2007.

3.2. Metode Penentuan Sampel

Besar populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 111 orang responden, sedangkan besar sampel dalam penelitian ini ditentukan secara stratified random sampling berdasarkan tingkat pendidikan. Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin.

Rumus perhitungan Slovin dalam Sevilla, (1993)

Keterangan :

n : ukuransampel N : ukuranpopulasi

e : persenkelonggaranketidaktelitiankarenakesalahanpengambilansampel yang masihditolerir/diinginkan.

( )

2

1

N

e

N

n

+

=


(47)

Dari rumustersebutmakajumlahsampeldengankesalahanpengambilan 10% adalah :

Besar sampel menurut strata pendidikan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Sampel penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Strata Pendidikan Populasi (Orang) Sampel

SLTA 54 25

D3 7 3

S1 47 23

S2 2 2

Jumlah 111 53

Sumber : Hasil Penelitian 2013 (Data Diolah)

3.3.Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari wawancara kepada THL-TBPP yang ada di Kabupaten Asahan dengan menggunakan daftar kuisioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder di peroleh dari lembaga – lembaga serta semua pihak yang terkait dalam penelitian ini.

3.4.Metode Analisis Data

Datayang telah dikumpulkandalampenelitianini akan ditabulasidandianalisisdenganmenggunakanstatistikdeskriptifdanstatistikinferensia

(

)

2

10 , 0 111 1 111 + = n 11 , 2 111 = n 53 = n


(48)

l.

Statistikdeskriptifdigunakanuntukmenggambarkansebaranjawabanrespondenterha dapvariabel gaji, tingkat pendidikan formal, umur, kesesuaian bidang ilmu dan pelatihan para THL-TBPP di kabupaten Asahan. Penelitian ini mengggunakandaftarangket (kuesioner).

Pertanyaandalamdaftarangketdisajikandalambentukpernyataan yang dirancangsesuaidengan sembilan indikator keberhasilan penyuluhan pertanian.

Skalapengukuran yang digunakanpadakuesionerpenelitianadalahskala ordinal. Kriteria keberhasilah adalah sebagai berikut:

- Apabila sampel memiliki nilai > rata-rata sampel maka, sampel dikategorikan berhasil

- Apabila sampel memiliki nilai < rata-rata sampel maka sampel dikategorikan tidak berhasil.

Sembilan indikator keberhasilan penyuluhan pertanian adalah sebagai berikut:

1. Tersusunnya Programa penyuluhan pertanian di tingkat BPP/Kecamatan sesuai dengan kebutuhan petani.

2. Tersusunnya Rencana Kerja Penyuluh pertanian di wilayah kerja masing-masing

3. Tersusunnya Peta Wilayah komoditas unggulan spesifik lokasi

4. Terdiseminasinya Informasi dan Teknologi pertanian secara merata dan sesuai dengan kebutuhan petani.


(49)

5. Tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian petani, kelompok tani, usaha/asosiasi petani dan usaha formal (koperasi dan kelembagaan lainnya)

6. Terwujudnya kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha yang saling menguntungkan

7. Terwujudnya akses petani ke lembaga keuangan, informasi, sarana produksi pertanian dan pemasaran

8. Meningkatnya produktivitas agribisnis komoditi unggulan di masing-masing wilayah kerja.

9. Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani di masing-masing wilayah kerja.

Wibowo (2007), menyatakan Terdapat 7 indikator kinerja, yaitu : (1) Standar; (2)Alat sarana; (3) Umpan balik; (4) Kompetensi; (5) Peluang; (6) Motif dan (7) Tujuan. Sementara Departemen Pertanian sendiri memiliki sembilan indikator untuk menilai keberhasilah penyuluh pertanian. Penyesuaian dari 7 indikator kinerja menjadi sembilan indikator keberhasilan, dan menjadi 15 kuesioner untuk memperoleh data kinerja disajikan pada Tabel 2. berikut:

Tabel 2. Indikator Keberhasilan Kinerja Penyuluh

Indikator kinerja Wibowo Indikator Keberhasilan Penyuluh

Kuesioner Bukti

1.Standar 1.Programma 1. Apakah menyusunan programa penyuluhan pertanian Desa / Kelurahan

Ada 2.Rencana Kerja

Penyuluh Pertanian

2. Apakah membuat rencana kerja? 3. Apakah fokus pada rencana kerja

tersebut?

4. Apakah mengevaluasi rencana kerja tersebut?

Ada

2. Alat sarana

3.Peta Wilayah 5. Apakah terdapat Peta wilayah kerja, peta potensi wilayah Kerja, monografi wilayah kerja?

Ada


(50)

Balik informasi dan teknologi

materi penyuluhan sesuai kebutuhan petani?

7. Melaksanakan penerapan metoda penyuluhan pertanian di wilayah binaan dalam bentuk Kunjungan/tatap muka (peror angan/kelompok/ massal)?

8. Melaksanakan penerapan metoda penyuluhan pertanian di wilayah binaan dalam bentuk Demontrasi /SL?

Indikator kinerja Wibowo Indikator Keberhasilan Penyuluh

Kuesioner Bukti

4.Kompe tensi 5.Tumbuh kembang nyakeberdayaan petani,kelompok tani, dan usaha petani

9. Apakah ada membentuk kelompok tani baru?

10. Apakah kelompok tani mendapat sertifikat?

11. Setelah adanya pembinaan,apakah Meningkatkan kelas kelompoktani dari aspek kuantitas dan aspek kualitas

Ada

5.Peluang 6.Kemitraan usaha tani

12. Terwujudnya kemitraan usaha dengan pengusaha, bank, atau kopersi?

Ada 6. Motif 7.Akses Petani ke

lemb- aga keuangan informa –si sarana

produksi dan pemasaran

13. Memberi informasi dan menunjukkan sumber Informasi dan Memandu membuat proposal kegiatan

Ada

7.Tujuan 8.Produksi Komoditiunggul an.

14. Apakah ada peningkatan produksi dari komoditi unggulan.

Ada

9.Pendapatan dankesejahteraa n petani

15. Apakah ada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani?

Ada

Untuk menguji hipotesis penelitian dalam penelitian ini diuji dengan uji statistik nonparametric, yakni korelasi Rank Spearman. Uji korelasi Rank Spearman dipilih dalam penelitian dengan pertimbangan bahwa variabel penelitan tingkat pengukurannya adalah ordinal. Rumus korelasi Rank Spearman yang digunakan dalam hal ini adalah sebagai berikut:


(51)

��= 1− 6∑ � 2 �(�2−1)

Dimana :

��= �������������������������

� �2 = ������������������ℎ�������������

� =�����ℎ����������������

Dengan hipotesis:

Ho : Tidak terdapat hubungan yang nyata atara gaji dengan kinerja THL-TBPP. H1 : Terdapat hubungan yang nyata antara gaji dengan kinerja THL-TBPP.

Ho : Tidak terdapat hubungan yang nyata atara tingkat pendidikan formal dengan kinerja THL-TBPP.

H1 : Terdapat hubungan yang nyata antara tingkat pendidikan formal dengan kinerja THL-TBPP.

Ho : Tidak terdapat hubungan yang nyata atara umur dengan kinerja THL-TBPP. H1 : Terdapat hubungan yang nyata antara umur dengan kinerja THL-TBPP. Ho : Tidak terdapat hubungan yang nyata atara kesesuaian bidang ilmu dengan kinerja THL-TBPP.

H1 : Terdapat hubungan yang nyata antara kesesuaian bidang ilmu dengan kinerja THL-TBPP.

Ho : Tidak terdapat hubungan yang nyata atara pelatihan dengan kinerja THL-TBPP.

H1 : Terdapat hubungan yang nyata antara pelatihan dengan kinerja THL-TBPP. Dengan kriteria uji:


(52)

Bila r <t α, n-2, atau tingkat signifikansi t >α (0.05) : Ho diterima H1 ditolak. InterpretasiKoefisienKorelasi dengan menggunakan aturan Guilford (Guilford’s Emprirical Rule) disajikan pada Tabel 3.

Tabel.3. Koefisien Korelasi Guilford

Koefisien KekuatanHubungan

0 → < 0.2 Tidaka adahubungan

≥ 0.2 → < 0.4 Hubungan lemah

≥ 0.4 → < 0.7 Hubungan sedang

≥ 0.7 → < 0.9 Hubungan kuat

≥ 0.9 → < 1.0 Hubungan sangat kuat

(Guilford, dalam Al Rasyid, 1996)

3.5.Defenisi Dan Batasan Operasional

1. Kinerja ialah hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja,tetapi temasuk berlangsungnya proses pekerjaan

2. Pengukuran kinerja dilakukan berdasarkan sembilan indikator keberhasilan penyuluh pertanian.

3. Gaji untuk tingkat S2,S1dan D4 sebesar Rp.1.400.000 dengan BOP Rp.600.000/bulan, untuk tingkat D3 Rp.1.200.000 dengan BOP 300.000/bulan, untuk tingkat SLTA Rp.1.000.000 dengan BOP Rp.100.000. 4. Gaji yang diteliti adalah gaji yang ditambah BOP selama sepuluh bulan

dalam setahun, bukan termasuk pendapatan yang diperoleh responden diluar gaji sebagai THL-TBPP

5. Gaji yang diteliti adalah gaji yang diperoleh dari dana pusat atau APBN, bukan yang diperoleh dari pemerintah daerah


(53)

6. Tingkat pendidikan yang diteliti adalah tingkat pendidikan yang digunakan responden sewaktu mengikuti ujian perekrutan sebagai THL-TBPP

7. Tingkat umur yang diteliti adalah umur responden dimulai dari lahir sampai tahun 2013 atau sampai dilakukannya penelitian.

8. Kesesuaian bidang ilmu yang diteliti adalah bidang ilmu responden yang diperoleh ditingkat pendidikan formal

9. Pelatihan yang diteliti adalah jam pelatihan yang diperoleh responden selama menjadi THL-TBPP yang dihitung dari jumlah jam pelatihan.


(54)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian

4.1.1. Letak dan Geografis

Asahan merupakan salah satu kabupaten yang berada dikawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Kabupaten Asahan terletak pada posisi 2003’00”-3026’00” Lintang Utara, 99001-100000 Bujur Timur dengan ketinggian 0-1.000 m diatas permukaan laut.

Kabupaten Asahan menempati areal seluas 379.939 ha, dengan batas-batas : - Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Batu Bara

- Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu Utara dan Kabupaten Toba Samosir

- Sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka

- Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Simalungun

Kabupaten Asahan merupaka daerah yang beriklim tropis dan memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan dan musim kemarau biasanya ditandai dengan jumalah hujan dan volume curah hujan pada bulan terjadinya musim.

Menurut catatan Stasiun Klimatologi PTPN III kebun Sei Dadap rata-rata curah hujan di Kabupaten Asahan sebesar 194.17 mm/bulan. Terdapat 111 hari


(55)

hujan dengan volume curah hujan sebanyak 2.330mm. Biasanya curah hujan terbesar terjadi pada bulan Agustus yaitu 409mm dengan hari hujan sebanyak 12 hari. Sedangkan curah hujan paling kecil terjadi pada bulan Februari sebesar 36mm dengan hujan sebanyak 3 hari.

Kabupaten Asaha memiliki 25 Kecamatan, 177 desa dan 27 kelurahan yang terdiri dari 29 desa swadaya, 30 desa swakarsa, dan 145 desa swasembada yang seluruh nya definitif. Dari 204 kepala desa atau lurah, 9 diantaranya dikepalai oleh perempuan atau sekitar 4,41 persen (Asahan Dalam Angka, 2013)

4.1.2. Kependudukan

Jumlah penduduk Asahan berdasarkan Sensus Penduduk (SP) tahun 2010 adalah sebesar 595.828 jiwa ( sudah terpisah dengan Kabupaten Batu Bara) termasuk penduduk yang bertempat tinggal tidak tetap. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2000-2010 adalah sebesar 1,15 persen.

Jumlah penduduk Asahan sampai dengan Juni 2010 sebesar 668.272 jiwa. Perempuan sebasar 49,73 persen dan sisisanya laki-laki sebesar 50.27persen dengan kepadatan penduduk sebesar 179,67 jiwa per km2. Sebesar 61,29 persen penduduk bertempat tinggal di daerah pedesaan dan sisanya 38,71 persen tinggal didaerah perkotaan.

Dilihat dari kelompok umur, persentasi pendududk usia 0-14 tahun sebasar 33,29 persen, 15-64 tahun sebesar 62,48 persen dan usia 64 tahun keatas sebesar 4,23 persen yang berarti jumlah produktif lebih tinggi dan rasio beban ketergantungan sebesar 60,04 artinya setiap 100 orang penduduk usia produktif menanggung sekitar 60 orang penduduk usia nonproduktif.


(56)

Penduduk Asahan pada tahun 2011 yang menganut agama Islam sebesar 615.655 jiwa (87,87 persen), Katolik sebesar 7.267 jiwa (1,04 persen), Protestan sebesar 67.595 jiwa (9,65 persen), Budha sebesar 9.684 jiwa ( 1,38 persen), dan Hindu sebesar 406 jiwa (0,06 persen). Untuk suku bangsa terbanyak adalah Jawa sebesar 59,41 persen kedua suku Batak sebesar 29,40 persen ketiga suku Melayu sebesar 5,19 persen sedangkan sisanya 6,00 persen adalah suku Minang, Banjar, Aceh, dan lainnya. (Asahan Dalam Angka, 2013)

4.1.3. Ketenagakerjaan

Tingkat partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Asahan tampaknya meningkat pada tahun 2011. Pada tahun 2010, TPAK asahan 63,39 persen dan meningkat menjadi 73,22 persen ditahun 2011.

Jumlah penduduk yang merupakan angkatan kerja pada agustus 2011 sebanyak 333.509 jiwa yang terdiri dari 313.021 jiwa dikategorikan bekerja, dan sebesar 20.488 jiwa dikategorikan tidak bekerja dan mencari kerja. Penduduk Asahan dalam ketegori bekerja ini sebahagian besar bekerja pada sektor pertanian yaitu sebesar 51,99 persen, sektor kedua terbesar adalah sektor perdagangan, hotel restoran, yaitu sebesar 20,83 persen.

Sektor lain yang cukup besar menyerap tenaga kerja adalah sektor jasa dan pelayanan, kemasyarakatan, sosial dan perorangan sebesar 15,32 persen saja. Selebihnya bekerja di sektor penggalian dan pertambangan, sektor listrik, gas, air minum, sektor bangunan, sektor angkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan. (Asahan Dalam Angka, 2013)


(57)

Penelitian dilakukan pada instansi BP2KP(Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan) di Kabupaten Asahan. Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan di Kabupaten Asahan terbentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Asahan Nomor 07 2008 tanggal 09 April 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah. Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan di Kabupaten Asahan memiliki susunan organisasi yaitu Kepala Badan, Sekretaris Badan, 4 Kepala Bidang, 11 Kasubbag/Kasubbid, 12 orang Kelompok Jabatan Fungsional dan 17 Kepala BPK di Kecamatan yang dibantu oleh supervisor, dan THL-TBPP yang tersebar di seluruh desa di KabupatenAsahan.THL-TBPP di bawahi langsung oleh BPK (Balai Penyuluhan Kecamatan)

Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Asahan Nomor 07.2008 tanggal 09 April 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Asahan, maka struktur organisasi yang terbentuk pada Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Asahan adalah : 1. Kepala Badan, didalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh sekretaris Badan

dan 4 orang Kepala Bidang

2. Sekretaris Badan, membawahi Sub Bagian Keuangan, Sub Bagian Program dan Sub Bagian Umum dan Kepagawaian.

3. Kepala Bidang Penyuluhan, membawahi Sub Bidang Teknik Informasi dan Komunikasi, Sub Bidang Penyelenggaran Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Perkebunan

4. Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan, membawahi Sub Bidang Data dan Informasi, Sub Bidang Analisis dan Pengembangan.


(58)

5. Kepala Bidang Pelayanan dan Informasi, membawahi Sub.Bidang Kemitrausahaan dan Pelayanan Informasi serta Sub Bidang Dokumentasi, Publikasi dan Perpustakaan.

6. Kepala Bidang Ketahanan Pangan, membawahi Sub Bidang Kewaspadaan Ketersediaan Pangan dan Gizi, Sub Bidang Distribusi Penganekaragaman Konsumsi Pangan

7. Kepala Bidang Sarana dan Prasarana, membawahi Sub.Bidang Pengembangan Kelembagaan serta Sub Bidang Sumber Daya.

8. Kepala Balai Penyuluhan Kecamatan, terdiri dari 19 orang dengan membawahi sebanyak 111 orang THL-TBPP yang ditempatkan di desa-desa di Kabupaten Asahan.

Jumlah penyuluh pertanian yang bertugas dilapangan dapat disajikan pada Tabel 4.

Tabel.4. Jumlah Penyuluh Pertanian Yang Bertugas Dilapangan di Kabupaten Asahan

Status Penyuluh Jumlah (orang) Persentase PNS

Kepala BPK Supervisor PPL

19 18 21

34,32 %

THL-TBPP 111 65,68 %

Jumlah 169 100 %

Sumber: Hasil Penelitian 2013

Struktur organisasi Badan Pelaksana Penyululan dan Ketahanan Pangan dapat dilihat pada gambar 2.


(59)

(60)

Gambar 2. Struktur organisasi BP2KP Asahan

KEPALA BADAN KELOMPOK JABATAN

FUNGSIONAL SEKRETARIS

BADAN

SUB BAG SUB BAG SUB BAG

BIDANG KETAHANAN PANGAN BIDANG SARANA

SUB. BID. KEWASPADAAN KETERSEDIAAN PANGAN & GIZI

SUB.BID.DISTRIBUSI PENGANEKA RAGAMAN

KONSUMSI PANGAN

SUB. BID. PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN

SUB. BID. SUMBER DAYA

BIDANG PENYULUHAN BIDANG PENELITIAN

DAN PENGEMBANGAN

SUB. BID. TEK. INF. DAN KOMUNIKASI SUB. BID. DATA

& INFORMASI

SUB. BID. ANALISA & PENGEMBANGAN

SUB. BID. PENYELENGGARAAN PENYULUH PERTANIAN,

THL-TBPP BPK


(61)

4.2.Karakteristik Responden

4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Gaji

Karakteristik Responden berdasarkan gaji dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Gaji

No. Tingkat Pendidikan Gaji (Rp) Jumlah

(Orang) %

1. SLTA 1100000 25 47

2. Diploma 3 1500000 3 5.6

3. Strata 1 2000000 23 43.7

4. Strata 2 2000000 2 3.7

Jumlah 53 100

Sumber : Hasil Penelitian 2013 (Data Diolah)

Pada Tabel 5. dapat terlihat bahwa gaji responden yang paling rendah sebesar Rp.1100000, dan gaji responden yang paling tinggi sebesar Rp.2000000. Dari tingkat Gaji responden tersebut dapat terlihat bahwa responden yang paling dominan berada pada Tingkat Gaji Rp.1100000, hal ini dikarenakan tingkat pendidikan responden yang dominan adalah tingkat SLTA, dan Gaji yang di peroleh THL-TBPP berdasarkan tingkat pendidikan.

4.2.2.Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Karakteris berdasarkan tingkat Pendidikan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Karakterisrik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) %

1. SLTA 25 47

2. Diploma 3 3 5.6

3. Strata 1 23 43.7

4. Strata 2 2 3.7

Jumlah 53 100


(62)

Pada Tabel 6 dapat terlihat bahwa tingkat pendidikan yang paling rendah yaitu SLTA sebanyak 25 orang (47%), dan tingkat pendidikan yang paling tinggi adalah Strata 2 sebanyak 2 orang (3.7%). Berdasarkan tingkat pendidikan dapat terlihat bahwa tingkat pendidikan SLTA (47%) merupakan tingkat pendidikan yang paling dominan dimiliki oleh responden,dikarenakan sewaktu mengikuti seleksi sebagai THL-TBPP tingkat pendidikan yang mereka ajukan adalah tingkat pendidikan SLTA.

4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

No. Umur (Tahun) Jumlah (Orang) %

1. ˂ 30 14 26.4

2. 30 – 39 25 47.2

3. 40 – 50 14 26.4

Jumlah 53 100

Sumber : Hasil Penelitian 2013 (Data Diolah)

Pada Tabel 7 dapat terlihat bahwa umur responden yang paling muda adalah dibawah 30 tahun sebanyak 25 orang (26.4%) dan responden yang paling tua pada tingkat usia antara 40 hingga 50 tahun sebanyak 14 orang ( 26.4%). Dari tingkat usia responden tersebut dapat terlihat bahwa usia responden merupakan usia yang produktif dalam bekerja.

4.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Kesesuaian Bidang Ilmu

Karakteristik Responden berdasarkan kesesuaian bidang ilmu disajikan pada Tabel 8.


(63)

Tabel 8. Karakterisrik Responden berdasarkan Kesesuaian Bidang Ilmu

No. Kesesuaian Ilmu Jumlah (Orang) %

1. Sesuai 33 62.2

2. Tidak sesuai 20 37.8

Jumlah 53 100

Sumber : Hasil Penelitian 2013 (Data Diolah)

Pada Tabel 8 dapat terlihat responden yang memiliki kesesuaian bidang ilmu dengan komoditi di WKPP masing – masing lebih banyak dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki kesesuaian ilmu.

4.2.5.Karakteristik Responden Berdasarkan Jam Pelatihan

Karakteristik Responden berdasarkan Jam Pelatihan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Karakterisrik Responden Berdasarkan Jam Pelatihan

No. Jam Pelatihan Jumlah (Orang) %

1. < 200 23 43.6

2. 200-249 11 20.7

3. 250-300 17 32

4. >300 2 3.7

Jumlah 53 100

Sumber : Hasil Penelitian 2013 (Data Diolah)

Pada Tabel 9 dapat terlihat jam pelatihan responden yang paling sedikit adalah dibawah 200 jam, dan jam pelatihan yang paling banyak adalah diatas 300 jam. Berdasarkan Jam pelatihan dapat terlihat bahwa Jam pelatihan yang paling dominan yang diperoleh oleh responden adalah selama 200 jam, hal ini menunjukan bahwa THL-TBPP harus memperoleh pelatihan yang lebih banyak lagi agar lebih profesional.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Al RasyidHanum. (Penyuting: Teguh Kismantoroadji,dkk).1996. Dasar-dasar Statistika Terapan, Program Pascasarjana, Unpad. Bandung.

Armstrong M, Baron. 1998. A Hand Book of Personal Management Practice, Fouth Edition. London: Kogan Page.

AsahandalamAngka.BadanPusatStatistik. KabupatenAsahan 2013

Bacal. 2004. How to Manage Performance. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Asahan.2013. data – data THL-TBPP Kabupaten Asahan. Kisaran

Barron RA, Greenberg J. 1990. Behavior in Organization: Understanding and Managing the Human Side of Work. Massachusset: Alyn and Bacon.

Casio WF. 1992. Managing Human Resources: Productivity, Quality of Work Life, Profit. Singapore: McGraw-Hill International.

Cokroaminoto. 2007. Memaknai Kerja karyawan. Membangun Kinerja. http://cokroaminoto.wordpress.com.html. Diakses 10 Juni 2012.

Departemen Pertanian. 1988. Pedoman Pengelolaan Balai Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian.

________. 2003. Pedoman Umum Penyuluhan Pertanian dalam Bentuk Peraturan Perundangan Tentang Jabatan Fungsional Penyuluhan Pertanian dan Angka Kreditnya. Jakarta: Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian.

Hariandja M.T.E. 2005. Manajemen Sumberdaya Manusia. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Hasibuan Malayu. S.P. 2001. Organisasi dan Motivasi, Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta: Bumi Aksara.

Kreitner R, Kinicki A. 2001. Organizational Behavior. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Luthans Fred. 2006. Perilaku Organisasi.Singapore: MvGraw-Hill Book Company.

Mangkunegara Anwar Prabu. 2000. Manajemen Sumberdaya Manusia Perusahaan. Bandung: Rosda

Mathis, Robert L dan John H. Jackson, 2006, Human Resource Management, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Mulyasa. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Rosdakarya

Mondy, 2008. Manajemen Sumber daya Manusia. Mcneese State University. Nani Sufiana Suhanda dkk (2008), dalam Kinerja Penyuluhan Pertanian di Jawa

Barat.

NurSamsu, 2013. Sejarah Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian. Forum Komunikasi THL-TBPP. Jakarta.

Padmowihardjo .S.2004. Menata Kembali Penyuluhan Pertanian di Era Pembangunan Agribisnis. Jakarta: Departemen Pertanian.


(2)

Perdana A.S (2009), Analisis Kinerja Program Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian di BPP Sewon Kabupaten Bantul, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Prawirosentono Suyadi. 2007. Manajemen Operasi Analisis dan Studi Kasus. Jakarta. Bumi Aksara.

Purba Jonnhy. 2002. Pengelolaan Lingkungan Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Pusat Penyuluhan Pertanian Badan penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian, 2011, Vademecum Peraturan Turunan Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K), Jakarta.

Robbins SP. 1996. Perilaku Organisasi edisi bahasa Indonesia, Jilid 1. Jakarta: Prenhallindo.

Sapar, 2011. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada Kompetensi Petani Kakao di Empat Wilayah Sulawesi Selatan. Institu Pertanian Bobor.

Salkind NJ. 1985. Theories of Human Development. Second Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Schultz DP, Schultz SE. 1994. Psychology and Work Today: An Introduction to Industrial and Organizational Psychology. 5th Edition New York: MacMillan Publishing Company.

Sevilla CG. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Simanjuntak Payaman.J. 2003. Manajemen Hubungan Industrial. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Slamet M. 1992. Perspektif Ilmu Penyuluhan Pembangunan Menyongsong Era Tinggal Landas. Dalam Aida V, Prabowo T, Wahyudi R, editor. Jakarta: Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara.

Sulistiyani R. 2003. Manajemen Sumberdaya Manusia. Konsep, Teori dan Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Suprasta Y. 2005. Manajemen Sumberdaya Manusia. Jakarta: UPT

Werther, WB, Davis K. 1989. Human Resources and Personnel Management. 3th Ed. USA.: McGraw-Hill, Inc.

Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

(YST) YayasanSinarTani. 2001. PenyuluhanPertanian. Jakarta: YayasanSinarTani.


(3)

Lampiran.1 Hasil uji korelasi gaji THL-TBPP tehadap kinerja THL-TBPP

Lampiran 2. Hasil Uji Korelasi Tingkat pendidikan formal THL-TBPP dengan Kinerja THL-TBPP

Lampiran 3. Hasil Uji Korelasi Umur TBPP dengan Kinerja THL-TBPP Correlations 1,000 ,284* . ,039 53 53 ,284* 1,000 ,039 . 53 53 Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Gaji kinerja 1 Spearm an's rho

Gaji kinerja 1

Correlation is s ignificant at the 0.05 level (2-tailed). *. Correlations 1,000 ,276* . ,046 53 53 ,276* 1,000 ,046 . 53 53 Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N kinerja 1 Tingkat pendidikan Spearman's rho kinerja 1 Tingkat pendidikan

Correlation is s ignificant at the 0.05 level (2-tailed). *.

Co rrel atio ns

1,000 ,172 . ,219 53 53 ,172 1,000 ,219 . 53 53 Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N kinerja 1 Um ur Spearm an's rho


(4)

Lampiran 4. Hasil Uji Korelasi Kesesuaian ilmu THL-TBPP dengan Kinerja THL-TBPP

Lampiran.5. Hasil Uji Korelasi Pelatihan TBPP dengan Kinerja THL-TBPP

Correlations

1,000 ,071

. ,616

53 53

,071 1,000

,616 .

53 53

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)

N

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)

N kinerja 1

kesesuaian ilmu Spearman's rho

kinerja 1

kesesuaian ilmu

Correlations

1,000 ,281*

. ,042

53 53

,281* 1,000

,042 .

53 53

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)

N

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)

N kinerja 1

pelatihan Spearm an's rho

kinerja 1 pelatihan

Correlation is s ignificant at the 0.05 level (2-tailed). *.


(5)

Lampiran.6. Hasil Tabulasi Kinerja THL-TBPP di Kabupaten Asahan.

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Total Krite

ria

1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 14 1

2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1

3 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 0

4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1

5 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 12 0

6 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 1

7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1

8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 14 1

9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1

10 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 1

11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1

12 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 1

13 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 1

14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1

15 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 10 0

16 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 0

17 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 10 0

18 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 13 0

19 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 13 0

20 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 14 1

21 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 14 1

22 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 12 0

23 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 12 0

24 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 1

25 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 0

26 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 10 0

27 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 13 0

28 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1

29 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1

30 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 13 0

31 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 14 1

32 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 12 0

33 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1

34 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 13 0

35 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1

36 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 0


(6)

42 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1

43 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 1

44 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1

45 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1

46 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1

47 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1

48 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1

49 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 0

50 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 0

51 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 0

52 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1