Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri di Kota Bogor

(1)

DI KOTA BOGOR

Oleh :

EVA DWI PRIHARTANTI H14103031

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(2)

RINGKASAN

EVA DWI PRIHARTANTI. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Kota Bogor (dibimbing oleh WIDYASTUTIK ).

Persoalan ketenagakerjaan yang dihadapi saat ini adalah meningkatnya jumlah angkatan kerja yang cukup besar, sementara kesempatan kerja yang tersedia sangat terbatas jumlahnya sehingga menyebabkan timbulnya pengangguran. Pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi mengharuskan pemerintah untuk menyediakan dan memperluas lapangan pekerjaan yang diperuntukkan bagi angkatan kerja tersebut. Salah satu sektor yang mampu menyerap tenaga kerja serta mampu mengurangi tingkat pengangguran ialah sektor industri. Oleh karena itu, usaha untuk menciptakan lapangan kerja baru yang dianggap sebagai salah satu pilihan terbaik saat ini adalah mengembangkan sektor industri.

Pembangunan sektor industri merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang secara potensial mampu memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian khususnya bagi Kota Bogor. Selain itu, sektor industri merupakan sektor yang berpotensial dalam proses penyerapan tenaga kerja, karena sektor tersebut mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Kota Bogor, dan (2) untuk menganalisis bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri di Kota Bogor.

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder tahunan dari tahun 1994 sampai 2005. Data diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Tenaga Kerja, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor. Variabel yang digunakan dalam model ini adalah variabel upah, investasi, PDRB, jumlah perusahaan industri serta dummy krisis. Penelitian ini menggunakan analisis model regresi linier berganda dengan menggunakan OLS (Ordinary Least Squares).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pada taraf nyata 5 persen adalah upah, investasi, PDRB, jumlah unit usaha dan dummy krisis. Untuk variabel upah secara signifikan berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri di Kota Bogor. Peningkatan upah di sektor industri yang tidak disertai dengan meningkatnya penerimaan yang diperoleh perusahaan akan menyebabkan penyerapan tenaga kerja di sektor industri menurun.

Variabel investasi secara signifikan memberikan pengaruh yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya nilai investasi, maka jumlah perusahaan yang bergerak pada sektor industri akan mengalami peningkatan sehingga menimbulkan peningkatan penyerapan akan tenaga kerja pada sektor industri.

Variabel PDRB memberikan pengaruh yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkat nilai PDRB di Kota Bogor pada sektor industri, maka dapat meningkatkan investor yang ingin menanamkan modalnya


(3)

di Kota Bogor. Dengan semakin banyaknya investor di Kota Bogor akan menyebabkan terjadinya peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri.

Variabel jumlah unit usaha yang ada di Kota Bogor secara signifikan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja khususnya pada sektor industri. Kondisi ini menunjukkan bahwa dengan berkembangnya perusahaan-perusahaan baru khususnya pada sektor industri akan mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut.

Variabel dummy krisis telah memberikan pengaruh yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri, yaitu dengan adanya krisis ekonomi akan menyebabkan penyerapan tenaga kerja meningkat. Hal ini ditunjukkan ketika krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 lalu berakhir, banyak karyawan Korban PHK yang mulai menciptakan lapangan pekerjaan baru seperti Industri Kecil, sehingga hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan akan penyerapan tenaga kerja.

Berdasarkan hasil penelitian, jumlah unit usaha ataupun jumlah perusahaan di Kota Bogor merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja khususnya dalam sektor industri. Untuk itu Pemerintah Kota Bogor diharapkan lebih berperan dalam meningkatkan pembangunan sektor industri khususnya pada pengembangan dan perluasan Industri Kecil dan Industri Rumah Tangga, yaitu dengan cara mempermudah dalam proses pemberian kredit dari Lembaga Keuangan seperti Bank, menurunkan suku bunga kredit, dan memberikan dukungan serta pendampingan dari Pemerintah.

Selain itu, untuk lebih meningkatkan nilai investasi yang juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja, maka diharapkan Pemerintah dapat lebih menciptakan iklim investasi yang kondusif, seperti dengan melakukan promosi investasi ke luar daerah, dan mempermudah perijinan investasi, sehingga nilai PDRB Kota Bogor lebih meningkat. Hal ini bertujuan untuk lebih membuka dan mengembangkan kesempatan kerja baru, karena dengan adanya peningkatan kesempatan kerja baru diharapkan dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja serta mampu mengurangi angka pengangguran di Kota Bogor.


(4)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI

DI KOTA BOGOR

Oleh :

EVA DWI PRIHARTANTI H14103031

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(5)

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa proposal penelitian yang ditulis oleh : Nama Mahasiswa : Eva Dwi Prihartanti

Nomor Registrasi Pokok : H14103031 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Kota Bogor

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Widyastutik, S.E., M.Si. NIP. 132 311 725

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR - BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2007

Eva Dwi Prihartanti H14103031


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Eva Dwi Prihartanti lahir pada tanggal 27 April 1985 di Bogor, Jawa Barat. Penulis anak ke dua dari empat bersaudara, dari pasangan Walidi dan Sariyati. Dalam jenjang Pendidikan, penulis menamatkan Sekolah Dasar pada SD Rimba Putra, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTPN 2 dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMU Rimba Madya dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun 2003, penulis diterima sebagai Mahasiswa IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai Mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi Mahasiswa penulis aktif dalam Organisasi Kemahasiswaan, salah satunya adalah mengikuti organisasi HIMPRO Ilmu Ekonomi (HIPOTESA) dan aktif di berbagai kepanitiaan.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul ”Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Kota Bogor”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih serta rasa hormat kepada :

1. Widyastutik, S.E., M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan sehingga pembuatan skripsi ini dapat terlaksana dengan baik.

2. Dr. Sri Mulatsih selaku dosen penguji utama yang telah memberikan masukan dan sarannya dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Tanti Novianti, M.Si. selaku komisi pendidikan atas perbaikan dalam tata cara penulisan skripsi ini.

4. Orang tua penulis, Bapak Walidi dan Ibu Sariyati serta saudara-saudara penulis terutama Wahyu Purnamasari, Rachmat Tri Yulianto dan Voni Yulianti atas doa, perhatian dan dukungan yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh staf di Disperindag dan Disnaker Kota Bogor, yang telah membantu dalam memberikan data dan informasi.

6. Teman-teman satu bimbingan Uti, Arum dan Ana atas dukungan, semangat dan kritik yang diberikan selama berlangsungnya pembuatan skripsi ini.

7. Teman-teman IE 40, khususnya kepada Asieh, Tanti, Prima, Desy, Nadia, Eka, Opie, Arie ”Ucup”, Onye, Echa, dan Ana ”Bunda” atas kebersamaannya selama empat tahun ini dan dukungannya dalam pembuatan skripsi ini.

8. Seluruh staf pengajar dan staf akademik Departemen Ilmu Ekonomi yang telah membantu penulis selama menyelesaikan pendidikan di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

9. Serta seluruh pihak yang telah berperan dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.


(9)

Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2007

Eva Dwi Prihartanti


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... I. PENDAHULUAN ...

1.1 Latar Belakang ... 1.2 Perumusan Masalah ... 1.3 Tujuan Penelitian ... 1.4 Kegunaan Penelitian ... 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... II. TINJAUAN PUSTAKA ...

Pengertian Industri ... Ketenagakerjaan ... Teori Permintaan Tenaga Kerja ... Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja ... Penelitian Terdahulu ... Pemikiran Penelitian ... III. METODE PENELITIAN ...

Jenis dan Sumber Data ...…... Metode Analisis Data ... Model Ekonometrika untuk Analisis Data ...

3.3.1. Uji Statistik ... 3.3.1.1. Uji koefisien Determinan R2 ... 3.3.1.2. Uji t-Statistik ... 3.3.1.3. Uji F-Statistik ... 3.3.2. Uji Ekonometrika ... 3.3.2.1. Multikolinearitas ... 3.3.2.2. Autokorelasi ...

xi xii xiii 1 1 6 9 9 9 10 10 11 13 16 19 22 25 25 25 26 27 27 28 29 30 30 31


(11)

DI KOTA BOGOR

Oleh :

EVA DWI PRIHARTANTI H14103031

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(12)

RINGKASAN

EVA DWI PRIHARTANTI. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Kota Bogor (dibimbing oleh WIDYASTUTIK ).

Persoalan ketenagakerjaan yang dihadapi saat ini adalah meningkatnya jumlah angkatan kerja yang cukup besar, sementara kesempatan kerja yang tersedia sangat terbatas jumlahnya sehingga menyebabkan timbulnya pengangguran. Pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi mengharuskan pemerintah untuk menyediakan dan memperluas lapangan pekerjaan yang diperuntukkan bagi angkatan kerja tersebut. Salah satu sektor yang mampu menyerap tenaga kerja serta mampu mengurangi tingkat pengangguran ialah sektor industri. Oleh karena itu, usaha untuk menciptakan lapangan kerja baru yang dianggap sebagai salah satu pilihan terbaik saat ini adalah mengembangkan sektor industri.

Pembangunan sektor industri merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang secara potensial mampu memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian khususnya bagi Kota Bogor. Selain itu, sektor industri merupakan sektor yang berpotensial dalam proses penyerapan tenaga kerja, karena sektor tersebut mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Kota Bogor, dan (2) untuk menganalisis bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri di Kota Bogor.

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder tahunan dari tahun 1994 sampai 2005. Data diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Tenaga Kerja, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor. Variabel yang digunakan dalam model ini adalah variabel upah, investasi, PDRB, jumlah perusahaan industri serta dummy krisis. Penelitian ini menggunakan analisis model regresi linier berganda dengan menggunakan OLS (Ordinary Least Squares).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pada taraf nyata 5 persen adalah upah, investasi, PDRB, jumlah unit usaha dan dummy krisis. Untuk variabel upah secara signifikan berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri di Kota Bogor. Peningkatan upah di sektor industri yang tidak disertai dengan meningkatnya penerimaan yang diperoleh perusahaan akan menyebabkan penyerapan tenaga kerja di sektor industri menurun.

Variabel investasi secara signifikan memberikan pengaruh yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya nilai investasi, maka jumlah perusahaan yang bergerak pada sektor industri akan mengalami peningkatan sehingga menimbulkan peningkatan penyerapan akan tenaga kerja pada sektor industri.

Variabel PDRB memberikan pengaruh yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkat nilai PDRB di Kota Bogor pada sektor industri, maka dapat meningkatkan investor yang ingin menanamkan modalnya


(13)

di Kota Bogor. Dengan semakin banyaknya investor di Kota Bogor akan menyebabkan terjadinya peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri.

Variabel jumlah unit usaha yang ada di Kota Bogor secara signifikan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja khususnya pada sektor industri. Kondisi ini menunjukkan bahwa dengan berkembangnya perusahaan-perusahaan baru khususnya pada sektor industri akan mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut.

Variabel dummy krisis telah memberikan pengaruh yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri, yaitu dengan adanya krisis ekonomi akan menyebabkan penyerapan tenaga kerja meningkat. Hal ini ditunjukkan ketika krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 lalu berakhir, banyak karyawan Korban PHK yang mulai menciptakan lapangan pekerjaan baru seperti Industri Kecil, sehingga hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan akan penyerapan tenaga kerja.

Berdasarkan hasil penelitian, jumlah unit usaha ataupun jumlah perusahaan di Kota Bogor merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja khususnya dalam sektor industri. Untuk itu Pemerintah Kota Bogor diharapkan lebih berperan dalam meningkatkan pembangunan sektor industri khususnya pada pengembangan dan perluasan Industri Kecil dan Industri Rumah Tangga, yaitu dengan cara mempermudah dalam proses pemberian kredit dari Lembaga Keuangan seperti Bank, menurunkan suku bunga kredit, dan memberikan dukungan serta pendampingan dari Pemerintah.

Selain itu, untuk lebih meningkatkan nilai investasi yang juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja, maka diharapkan Pemerintah dapat lebih menciptakan iklim investasi yang kondusif, seperti dengan melakukan promosi investasi ke luar daerah, dan mempermudah perijinan investasi, sehingga nilai PDRB Kota Bogor lebih meningkat. Hal ini bertujuan untuk lebih membuka dan mengembangkan kesempatan kerja baru, karena dengan adanya peningkatan kesempatan kerja baru diharapkan dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja serta mampu mengurangi angka pengangguran di Kota Bogor.


(14)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI

DI KOTA BOGOR

Oleh :

EVA DWI PRIHARTANTI H14103031

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(15)

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa proposal penelitian yang ditulis oleh : Nama Mahasiswa : Eva Dwi Prihartanti

Nomor Registrasi Pokok : H14103031 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Kota Bogor

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Widyastutik, S.E., M.Si. NIP. 132 311 725

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR - BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2007

Eva Dwi Prihartanti H14103031


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Eva Dwi Prihartanti lahir pada tanggal 27 April 1985 di Bogor, Jawa Barat. Penulis anak ke dua dari empat bersaudara, dari pasangan Walidi dan Sariyati. Dalam jenjang Pendidikan, penulis menamatkan Sekolah Dasar pada SD Rimba Putra, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTPN 2 dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMU Rimba Madya dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun 2003, penulis diterima sebagai Mahasiswa IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai Mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi Mahasiswa penulis aktif dalam Organisasi Kemahasiswaan, salah satunya adalah mengikuti organisasi HIMPRO Ilmu Ekonomi (HIPOTESA) dan aktif di berbagai kepanitiaan.


(18)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul ”Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Kota Bogor”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih serta rasa hormat kepada :

1. Widyastutik, S.E., M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan sehingga pembuatan skripsi ini dapat terlaksana dengan baik.

2. Dr. Sri Mulatsih selaku dosen penguji utama yang telah memberikan masukan dan sarannya dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Tanti Novianti, M.Si. selaku komisi pendidikan atas perbaikan dalam tata cara penulisan skripsi ini.

4. Orang tua penulis, Bapak Walidi dan Ibu Sariyati serta saudara-saudara penulis terutama Wahyu Purnamasari, Rachmat Tri Yulianto dan Voni Yulianti atas doa, perhatian dan dukungan yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh staf di Disperindag dan Disnaker Kota Bogor, yang telah membantu dalam memberikan data dan informasi.

6. Teman-teman satu bimbingan Uti, Arum dan Ana atas dukungan, semangat dan kritik yang diberikan selama berlangsungnya pembuatan skripsi ini.

7. Teman-teman IE 40, khususnya kepada Asieh, Tanti, Prima, Desy, Nadia, Eka, Opie, Arie ”Ucup”, Onye, Echa, dan Ana ”Bunda” atas kebersamaannya selama empat tahun ini dan dukungannya dalam pembuatan skripsi ini.

8. Seluruh staf pengajar dan staf akademik Departemen Ilmu Ekonomi yang telah membantu penulis selama menyelesaikan pendidikan di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

9. Serta seluruh pihak yang telah berperan dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.


(19)

Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2007

Eva Dwi Prihartanti


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... I. PENDAHULUAN ...

1.1 Latar Belakang ... 1.2 Perumusan Masalah ... 1.3 Tujuan Penelitian ... 1.4 Kegunaan Penelitian ... 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... II. TINJAUAN PUSTAKA ...

Pengertian Industri ... Ketenagakerjaan ... Teori Permintaan Tenaga Kerja ... Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja ... Penelitian Terdahulu ... Pemikiran Penelitian ... III. METODE PENELITIAN ...

Jenis dan Sumber Data ...…... Metode Analisis Data ... Model Ekonometrika untuk Analisis Data ...

3.3.1. Uji Statistik ... 3.3.1.1. Uji koefisien Determinan R2 ... 3.3.1.2. Uji t-Statistik ... 3.3.1.3. Uji F-Statistik ... 3.3.2. Uji Ekonometrika ... 3.3.2.1. Multikolinearitas ... 3.3.2.2. Autokorelasi ...

xi xii xiii 1 1 6 9 9 9 10 10 11 13 16 19 22 25 25 25 26 27 27 28 29 30 30 31


(21)

3.3.2.3. Heteroskedastisitas ... 3.3.3. Uji Normalitas ... VI. GAMBARAN UMUM ... 4.1. Penduduk dan Ketenagakerjaan ... 4.2. Perekonomian Kota Bogor ... 4.3. Profil Sektor Industri ... V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5.1. Hasil Analisis Model Regresi ... 5.1.1. Uji Statistik ... 5.1.2. Uji Ekonometrika ... 5.1.3. Uji Normalitas ... 5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja

Sektor Industri di Kota Bogor ... VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...

6.1. Kesimpulan ... 6.2. Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ... 32 32 34 34 36 38 40 40 40 41 44 44 48 48 49 50 53


(22)

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1.1. Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan

di Jawa Barat Tahun 2003-2005 ... 2 1.2. Laju Pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Barat Menurut Lapangan

Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2003-2005 ... 3 1.3. Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan

di Kota Bogor Tahun 2003-2005 ... 4 1.4. Nilai PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar

Harga Konstan Tahun 2001-2005 ... 5 4.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Bogor Menurut Jenis

Kelamin Tahun 2001-2005 . ... 34 4.2. Jumlah Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja di Kota Bogor

Tahun 2003-2005 ... 35 4.3. Laju Pertumbuhan PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha

Atas Harga Konstan 2000 Tahun 2003-2005 ... 37 4.4. Perkembangan Industri, Tenaga Kerja dan Investasi di Kota Bogor

Tahun 2001-2005 ... 39 4.5. Komoditas Unggulan di Kota Bogor, Tahun 2003 dan 2005 ... 39 5.1. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan

Tenaga Kerja Sektor Industri Kota Bogor Tahun 1991-2005 ... 40 5.2. Hasil Uji Heteroskedastisitas Penyerapan Tenaga Kerja Sektor

Industri ... 42

5.3. Hasil Uji Autokorelasi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri ... 42 5.4. Hasil Uji Multikolinearitas Penyerapan Tenaga Kerja Sektor


(23)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

2.1. Diagram Ketenagakerjaan ... 2.2. Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Tetap ... 2.3. Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Menurun ... 2.4. Kerangka Konseptual Penelitian ...

Halaman 12 15 16 24


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

1. Data Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan

Tenaga Kerja Sektor Industri di Kota Bogor ... 2. Hasil Analisis Penyerapan Tenaga Kerja ... 3. Uji Ekonometrika ... 4. Uji Normalitas ...

Halaman

53 54 55 56


(25)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pelaksanaan pembangunan khususnya di bidang ekonomi tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan kesempatan kerja. Kesempatan kerja, kuantitas serta kualitas tenaga kerja menjadi indikator penting dalam pembangunan ekonomi, karena mempunyai fungsi yang menentukan dalam pembangunan, yaitu : (1) tenaga kerja sebagai sumber daya untuk menjalankan proses produksi dan distribusi barang dan jasa, dan (2) tenaga kerja sebagai sarana untuk menimbulkan dan mengembangkan pasar. Kedua fungsi tersebut memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus dalam jangka panjang, atau dapat dikatakan bahwa tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan (Suroto, 1992).

Persoalan ketenagakerjaan yang dihadapi saat ini adalah meningkatnya jumlah angkatan kerja yang cukup besar, sementara kesempatan kerja yang tersedia sangat terbatas sehingga menyebabkan timbulnya pengangguran. Pergeseran yang lebih cepat dari lapangan kerja sektor pertanian ke sektor non-pertanian khususnya ke sektor industri pengolahan merupakan salah satu usaha untuk mengatasi jumlah angkatan kerja yang terus meningkat.

Upaya diatas telah memberikan hasil yang cukup baik untuk wilayah Jawa Barat, karena jumlah tenaga kerja di wilayah tersebut kini didominasi oleh sektor pertanian, industri, dan perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini ditunjukkan pada pertumbuhan jumlah tenaga kerja pada sektor pertanian, sektor industri, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran dari tahun 2003 hingga tahun 2005 yang terus


(26)

mengalami peningkatan. Peningkatan ini disebabkan oleh iklim usaha regional di Jawa Barat yang menuju ke arah perbaikan setelah sempat mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997.

Tabel 1.1. Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan di Jawa Barat, Tahun 2003-2005 (Orang)

No Lapangan Pekerjaan Jumlah Penduduk yang Bekerja

2003 2004 2005 1 Pertanian 5.158.605 4.353.604 4.450.695 2 Pertambangan dan

Penggalian

113.718 64.068 59.917 3 Industri Pengolahan 2.361.807 2.569.523 2.743.602 4 Listrik, Gas dan Air 51.056 39.839 40.256 5 Kontruksi 723.327 849.855 902.209 6 Perdagangan, Hotel dan

Restoran

3.339.491 3.331.241 3.360.849 7 Angkutan dan

Telekomunikasi

1.067.487 1.284.381 1.310.420 8 Keuangan dan Jasa

Persewaan

197.584 271.575 270.333 9 Jasa-jasa 1.769.571 1.831.527 1.868.997 10 Lainnya 12.601 2.698 3.724 Total 14.795.247 14.598.311 15.011.002 Sumber : BPS Kota Bogor, Tahun 2006.

Selama periode tahun 2003-2005, sektor pertanian memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja terbesar dibanding sektor industri, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja dengan jumlah 4.450.695 orang pada tahun 2005, sementara jumlah tenaga kerja pada sektor industri serta sektor perdagangan, hotel dan restoran hanya sebesar 2.743.602 orang dan 3.360.849 orang pada tahun yang sama. Namun di sisi lain, kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) lebih kecil dibanding dengan sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan PDRB untuk setiap sektor di Propinsi Jawa Barat dari tahun 2003 hingga tahun 2005 pada Tabel 1.2.


(27)

Tabel 1.2. Laju Pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Barat Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2003-2005 (Persen)

No Lapangan Usaha Laju Pertumbuhan PDRB

2003 2004 2005

1 Pertanian 13,43 14,61 14,11

2 Pertambangan dan Penggalian 5,91 3,31 2,93

3 Industri Pengolahan 42,58 42,01 42,67

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 2,32 2,29 2,30

5 Kontruksi 2,64 2,83 3,17

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 17,32 19,14 19,23 7 Angkutan dan Telekomunikasi 4,97 4,41 4,19 8 Keuangan dan Jasa Persewaan 2,97 3,11 3,08

9 Jasa-jasa 7,85 8,30 8,33

Sumber : BPS Kota Bogor, Tahun 2006.

Berdasarkan Tabel 1.2, maka laju pertumbuhan PDRB untuk sektor industri hingga tahun 2005 mencapai 42,67 persen dan untuk sektor pertanian hanya 14,11 persen. Hal ini menunjukkan sektor industri mampu memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pertumbuhan ekonomi khususnya dari segi pendapatan, walaupun dalam segi penyerapan tenaga kerja tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan sektor pertanian maupun sektor perdagangan, hotel dan restoran. Keadaan ini dijadikan peluang bagi sektor industri untuk memberikan kontribusinya tidak hanya pada PDRB tetapi juga dalam penyerapan tenaga kerja.

Berbeda dengan Jawa Barat, Kota Bogor merupakan wilayah yang salah satunya didominasi oleh sektor industri, selain dari sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta jasa-jasa. Sektor pertanian yang ada di Kota Bogor hanya berperan sebagai sektor penunjang dalam perekonomian. Hal ini disebabkan karena penduduk Kota Bogor cenderung lebih banyak bekerja pada sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran dibandingkan dengan sektor pertanian.


(28)

Tabel 1.3. Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Di Kota Bogor, Tahun 2003-2005 (Orang)

No Lapangan Pekerjaan Jumlah Penduduk yang Bekerja

2003 2004 2005

1 Pertanian 12.592 6.460 6.604

2 Pertambangan dan Penggalian 2.004 1.360 1.516 3 Industri Pengolahan 48.076 73.440 70.115 4 Listrik, Gas dan Air 1.971 1.360 1.895

5 Kontruksi 18.680 19.720 22.740

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 73.191 72.420 87.549 7 Angkutan dan Telekomunikasi 26.711 27.540 28.804 8 Keuangan dan Jasa Persewaan 15.436 17.680 14.402

9 Jasa-jasa 72.533 54.740 97.782

Total 271.194 274.720 331.625 Sumber : BPS Kota Bogor, Tahun 2006.

Berdasarkan Tabel 1.3, menunjukkan bahwa sektor industri, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Salah satunya dapat dilihat pada sektor industri, dimana aktivitas sektor industri di Kota Bogor pada tahun 2004 mengalami peningkatan yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan sektor lainnya. Berbeda dengan sektor pertanian, dimana jumlah tenaga kerjanya terus mengalami penurunan yang cukup besar dari tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan terjadi pergeseran jumlah tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri, sehingga jumlah penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian menjadi menurun. Selain itu, sektor industri juga merupakan salah satu sektor yang memberikan kotribusi cukup besar dalam perekonomian Kota Bogor setelah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini dapat dilihat dari Nilai PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003-2005, pada Tabel 1.4.


(29)

Tabel 1.4. Nilai PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2003-2005 (Juta Rupiah)

No Lapangan Usaha Nilai PDRB

2003 2004 2005

1 Pertanian 11.642,98 12.193,68 12.716,02

2 Pertambangan dan Penggalian

- - -

3 Industri Pengolahan 881.718,49 940.062,95 1.002.371,58 4 Listrik, Gas dan Air

Bersih

98.132,83 105.087,61 112.491,06

5 Kontruksi 244.414,67 255.205,11 266.037,24

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran

988.571,26 1.029.072,26 1.071.266,44 7 Angkutan dan

Telekomunikasi

301.110,33 322.575,82 344.684,12 8 Keuangan dan Jasa

Persewaan

398.668,99 441.570,29 489.525,24

9 Jasa-jasa 243.925,99 255.671,20 268.139,21

Sumber : BPS Kota Bogor, Tahun 2006.

Pembangunan sektor industri merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang secara potensial mampu memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian Kota Bogor. Selain itu, sektor industri merupakan salah satu sektor yang sangat berpotensial dalam proses penyerapan tenaga kerja, karena sektor tersebut mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar.

Aktivitas sektor industri di Kota Bogor terus mengalami perkembangan yang cukup baik setiap tahunnya. Berdasarkan Tahun 2003, sektor industri melibatkan 2.723 unit usaha dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 43.608 orang, dan pada tahun 2005 melibatkan 2.845 unit usaha dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 49.588 orang. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan jumlah unit usaha, yang secara tidak langsung membawa dampak positif terhadap permintaan jumlah tenaga kerja (Dinas Perindustrian,Perdagangan dan Koperasi, 2006). Oleh karena itu, sektor industri memiliki peranan penting dalam hal penyerapan tenaga kerja. Semakin tinggi angka penyerapan tenaga kerja maka diharapkan dapat mengurangi masalah ketenagakerjaan


(30)

yang terjadi di Kota Bogor, seperti masalah pengangguran yang seringkali menjadi ancaman bagi pembangunan ekonomi.

1.2. Perumusan Masalah

Pembangunan industri di Kota Bogor diarahkan untuk mendorong terciptanya struktur ekonomi yang seimbang dalam rangka menciptakan landasan perekonomian yang kuat atas kekuatan sendiri. Pembangunan yang diharapkan ialah pembangunan yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Hal ini dilakukan dalam rangka mengurangi jumlah pengangguran yang semakin tinggi di Kota Bogor.

Dalam rangka mengurangi jumlah pengangguran maka pembangunan sektor industri di Kota Bogor harus ditopang dengan pertumbuhan tenaga kerja yang berkualitas. Masalah ketenagakerjaan yang dihadapi oleh Kota Bogor saat ini cukup serius, mengingat jumlah angkatan kerja dari tahun ke tahun semakin bertambah sebagai akibat dari pertambahan jumlah penduduk, sementara kesempatan kerja yang tersedia terbatas jumlahnya. Penyediaan kesempatan kerja yang besar sangat diperlukan untuk mengimbangi banyaknya jumlah penduduk yang memasuki pasar kerja, tidak tertampungnya pencari kerja pada tingkat kesempatan kerja yang tersedia akan menyebabkan terjadinya pengangguran yang akan membawa masalah yang lebih besar lagi. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pengangguran di Kota Bogor pada tahun 2002 yang mencapai 11.410 orang, dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 18.785 orang (BPS, 2006). Peningkatan jumlah angka pengangguran ini menunjukkan bahwa lapangan pekerjaan yang tersedia lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah orang yang mencari kerja, dengan kata lain jumlah angkatan kerja menjadi lebih besar dibandingkan dengan kesempatan kerja yang ada.


(31)

Pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi mengharuskan pemerintah untuk menyediakan dan memperluas lapangan kerja yang diperuntukkan bagi angkatan kerja tersebut. Salah satu sektor yang mampu menyerap tenaga kerja serta mampu mengurangi tingkat pengangguran ialah sektor industri. Oleh karena itu, usaha untuk menciptakan lapangan kerja baru yang dianggap sebagai salah satu pilihan terbaik saat ini adalah mengembangkan sektor industri baik dari sektor produksi (peningkatan kualitas dan kuantitas barang hasil produksi) maupun sektor distribusi (pemasaran dan penjualan).

Struktur perekonomian Kota Bogor saat ini selain didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restaurant, juga didominasi oleh sektor industri, yang diharapkan mampu menyerap tenaga kerja lebih tinggi. Tingginya angka penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, dan salah satunya ialah jumlah perusahaan industri. Apabila terjadi peningkatan dalam jumlah perusahaan yang bergerak di sektor industri, maka akan menyebabkan peningkatan penyerapan tenaga kerja baru dalam jumlah yang cukup besar. Selama beberapa tahun belakangan ini, perkembangan sektor industri di Kota Bogor terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah unit usaha, dan jumlah tenaga kerja di Kota Bogor yang terus berkembang. Pembangunan sektor industri berhasil meningkatkan jumlah industri dari 2.576 unit pada tahun 2001 meningkat menjadi 2.845 unit pada tahun 2005. Bertambahnya unit usaha tersebut berdampak pada penyerapan tenaga kerja dari 42.014 orang pada tahun 2001 meningkat menjadi 49.588 orang pada tahun 2005 (Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, 2006).

Data diatas merupakan penggabungan dari industri berskala menengah/besar dan industri kecil yang terdiri dari industri kecil formal maupun industri kecil non formal.


(32)

Hal ini membuktikan bahwa sektor industri mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Tingginya penyerapan tenaga kerja dalam sektor industri diharapkan dapat mengurangi tingkat pengangguran dan meningkatkan pendapatan daerah di Kota Bogor.

Selain jumlah perusahaan industri, masih banyak faktor lain yang mempengaruhi tingginya tingkat penyerapan tenaga kerja di sektor industri. Oleh karena itu, untuk mengetahui faktor-faktor tersebut maka dalam Penelitian ini dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Kota Bogor ?

2. Bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Kota Bogor ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Kota Bogor,

2. Menganalisis bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri di Kota Bogor.


(33)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada Pemerintah Kota mengenai keadaan angkatan kerja dan tingkat kesempatan kerja yang ada di Kota Bogor, sehingga menjadi acuan dalam pengambilan keputusan untuk menyusun kebijakan yang dapat menunjang pembangunan daerah Kota Bogor terutama kebijakan di bidang ketenagakerjaan, khususnya mengenai perluasan dan pemerataan penyerapan tenaga kerja. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan tambahan masyarakat dan dijadikan sebagai bahan kepustakaan bagi penelitian lebih lanjut.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Industri yang digunakan dalam penelitian ini mencakup industri non migas yang terdiri dari industri makanan, industri tekstil, serta industri-industri lainnya. Selain itu, industri tersebut meliputi industri besar, menengah serta industri kecil dan rumah tangga, yang didasarkan dari pemakaian jumlah tenaga kerja pada sektor industri di Kota Bogor.


(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Industri

Industri ialah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk rancang bangun dan perekayasaan industri. Industri terdiri dari kelompok industri hulu atau dasar, kelompok industri hilir atau aneka industri dan industri kecil (UU No.5 Tahun 1984 dalam Yusman, 2004).

Industri merupakan kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen, atau barang-barang yang mempunyai sifat saling mengganti yang bersifat erat (Hasibuan, 1993). Menurut Dumairy (2000) istilah industri memiliki dua arti, yaitu : (1) industri dapat berarti himpunan perusahaan-perusahaan sejenis, dan (2) industri dapat pula merujuk ke suatu sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi.

Sektor industri digolongkan menjadi industri besar, sedang dan kecil serta industri rumah tangga dilihat dari jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Apabila tenaga kerja yang digunakan diatas 99 orang maka termasuk dalam industri besar, antara 20-99 orang termasuk dalam industri sedang, dan untuk industri kecil tenaga kerja yang digunakan antara 5-19 orang, sedangkan untuk industri rumah tangga maka jumlah tenaga kerja yang digunakan ialah kurang dari 5 orang (BPS, 2000).

2.2. Ketenagakerjaan

Tenaga kerja adalah setiap orang yang melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat (UU RI


(35)

No.13 dalam Disnaker, 2003). Sektor tenaga kerja merupakan salah satu sektor penting bagi pembangunan ekonomi khususnya dalam upaya pemerintah menanggulangi kemiskinan. Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan, sehingga kemakmuran suatu Negara atau daerah banyak tergantung kepada pemanfaatan tenaga kerja seefektif mungkin.

Upaya yang dilakukan dengan menciptakan lapangan kerja baru dalam jumlah dan kualitas yang memadai, diharapkan dapat menyerap tambahan angkatan kerja yang memasuki pasar kerja setiap tahunnya. Perkembangan jumlah tenaga kerja yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan lapangan pekerjaan akan menyebabkan tingkat kesempatan atau penyerapan tenaga kerja cenderung menurun.

Penduduk terbagi menjadi dua bagian yaitu penduduk usia kerja dan bukan usia kerja. Sesuai dengan UU No. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan, maka telah ditetapkan batas usia kerja penduduk Indonesia menjadi 15 tahun. Oleh karena itu, pada tanggal 1 Oktober 1998 tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun atau lebih (Simanjuntak, 1998).

Penduduk usia kerja terdiri atas angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri dari (a) golongan yang bekerja, dan (b) golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan. Golongan yang tidak termasuk dalam angkatan kerja adalah mereka yang khusus melakukan kegiatan bersekolah, mengurus rumah tangga, atau melakukan kegiatan lainnya dan sama sekali tidak bekerja atau mencari pekerjaan. Penggolongan penduduk tersebut dapat dilihat pada diagram ketenagakerjaan


(36)

Gambar 2.1.

Sumber : Disnaker (2003).

Gambar 2.1. Diagram Ketenagakerjaan

Sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 2.1, golongan angkatan kerja terdiri atas penduduk yang bekerja dan yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan. Menurut BPS (2000), bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan tujuan memperoleh nafkah atau membantu memperoleh nafkah paling sedikit satu jam secara terus menerus selama seminggu yang lalu. Kegiatan bekerja ini mencakup baik yang sedang bekerja maupun yang memiliki pekerjaan tetapi dalam seminggu yang lalu sementara tidak aktif bekerja, misalnya karena cuti, sakit dan sejenisnya. Sementara yang dimaksud dengan mencari pekerjaan adalah upaya yang dilakukan untuk memperoleh pekerjaan.

Selain golongan angkatan kerja, penduduk usia kerja juga terdiri atas golongan bukan angkatan kerja. Golongan bukan angkatan kerja terdiri dari tiga golongan, yaitu: a) golongan yang masih bersekolah, yaitu mereka yang kegiatannya hanya atau terutama sekolah, b) golongan yang mengurus rumah tangga, yaitu mereka yang mengurus rumah tangga tanpa memperoleh upah, dan c) golongan lain-lain. Golongan yang masih

Bekerja Mencari pekerjaan Sekolah Mengurus

Rumah Tangga

Lain-lain Bukan usia kerja Usia kerja

Penduduk

Bukan Angkatan kerja Angkatan


(37)

sekolah dan yang mengurus rumah tangga dalam kelompok bukan angkatan kerja ini, sewaktu-waktu dapat masuk ke pasar kerja. Oleh sebab itu, kelompok ini dapat juga disebut sebagai angkatan kerja potensial (Simanjuntak, 1998).

2.3. Teori Permintaan Tenaga Kerja

Teori permintaan tenaga kerja adalah teori yang menjelaskan seberapa banyak suatu perusahaan akan mempekerjakan tenaga kerja dengan berbagai tingkat upah pada suatu periode tertentu. Permintaan atas tenaga kerja berlainan dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Orang membeli barang karena barang tersebut memberikan kegunaan kepada pembeli. Akan tetapi bagi pengusaha, mempekerjakan seseorang bertujuan untuk membantu memproduksi barang atau jasa untuk dijual kepada konsumen. Dengan kata lain, pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya. Oleh karena itu, permintaan akan tenaga kerja merupakan permintaan turunan (derived demand) (Simanjuntak, 1998).

Fungsi permintaan tenaga kerja biasanya didasarkan kepada teori neoklasik, dimana dalam ekonomi pasar diasumsikan bahwa seorang pengusaha tidak dapat mempengaruhi harga (price taker). Dalam hal memaksimalkan laba, pengusaha hanya dapat mengatur berapa jumlah karyawan yang dapat dipekerjakan. Fungsi permintaan suatu perusahaan akan tenaga kerja didasarkan pada : (1) tambahan hasil marjinal yaitu tambahan hasil (output) yang diperoleh pengusaha dengan penambahan seorang pekerja. Tambahan hasil tersebut dinamakan tambahan hasil marjinal atau marjinal physical product dari tenaga kerja (MPPL), (2) penerimaan marjinal yaitu jumlah uang yang akan diperoleh pengusaha dengan tambahan hasil marjinal tersebut. Jumlah uang ini dinamakan penerimaan marjinal atau marjinal revenue (MR). Penerimaan marjinal


(38)

disini merupakan besarnya tambahan hasil marjinal dikalikan dengan harga per unit, sehingga MR = VMPPL = MPPL . P, dan (3) biaya marjinal yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan pengusaha dengan mempekerjakan tambahan seorang karyawan, dengan kata lain upah karyawan tersebut. Apabila tambahan penerimaan marjinal lebih besar dari biaya marjinal, maka mempekerjakan orang tersebut akan menambah keuntungan pengusaha, sehingga pengusaha akan terus menambah jumlah karyawan selama MR lebih besar dari tingkat upah (w) (Simanjuntak, 1998).

Peningkatan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang dikonsumsinya. Semakin tinggi permintaan masyarakat akan barang-barang yang dihasilkan oleh sektor industri, maka jumlah tenaga kerja yang diminta oleh suatu perusahaan akan semakin meningkat dengan asumsi tingkat upah tetap. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Upah

VMPP D1

W

DL = MPPL . P

L* L1 Tenaga Kerja

Sumber : Bellante dan Jackson, 1990.

Gambar 2.2. Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Tetap Keterangan :

VMPP = Value Marginal Physical Product of Labor (Nilai Pertambahan Hasil Marjinal Tenaga Kerja)

P = Harga jual barang per unit DL = Permintaan Tenaga Kerja


(39)

W = Upah

L = Tenaga Kerja

Peningkatan jumlah tenaga kerja oleh perusahaan tidak dilakukan untuk jangka pendek, walaupun permintaan masyarakat terhadap produk yang dihasilkan tinggi. Dalam jangka pendek, perusahaan akan lebih mengoptimalkan jumlah tenaga kerja yang ada dengan penambahan jam kerja atau penggunaan mekanisasi, sedangkan dalam jangka panjang, kenaikan jumlah permintaan masyarakat akan direspon oleh perusahaan dengan menambah jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Hal ini berarti terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja baru.

Suatu perusahaan akan melakukan penyesuaian penggunaan tenaga kerja tergantung dari tingkat upahnya. Jika w mengalami penurunan, maka perusahaan akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Penurunan tingkat upah ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Upah W1

W* E

DL=VMMPL (MPPL . P) L1 L* Tenaga Kerja

Sumber : Bellante dan Jackson, 1990.

Gambar 2.3. Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Menurun Pada Gambar 2.3, kurva DL melukiskan besarnya nilai hasil marjinal tenaga kerja (VMMPL) untuk setiap penggunaan tenaga kerja. Dengan kata lain, menggambarkan hubungan antara tingkat upah (W) dan penggunaan tenaga kerja yang ditunjukkan oleh titik L1, dan L*. Pada Gambar 2.3, terlihat bahwa pada kondisi awal


(40)

tingkat upah berada pada W1 dan jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah L1. Jika

tingkat upah di suatu perusahaan diturunkan menjadi W*, maka jumlah tenaga kerja yang diminta meningkat menjadi L*.

2.4. Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja

Penyerapan tenaga kerja didefinisikan sebagai jumlah tenaga kerja yang terserap pada suatu sektor dalam waktu tertentu (Rahardjo, 1984). Penyerapan tenaga kerja diturunkan dari fungsi produksi suatu aktivitas ekonomi. Produksi merupakan transformasi dari input atau masukan (faktor produksi) ke dalam output atau keluaran. Jika diasumsikan bahwa suatu proses produksi hanya menggunakan dua jenis faktor produksi yaitu tenaga kerja (L) dan modal (K), maka fungsi produksinya adalah:

Qt = f ( Lt, Kt ) (2.1) sedangkan persamaan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan menurut Model Neoklasik adalah sebagai berikut :

πt = TR – TC (2.2) dimana :

TR = pt . Qt (2.3) Dalam menganalisa penentuan penyerapan tenaga kerja, diasumsikan bahwa hanya ada dua input yang digunakan, yaitu Kapital (K) dan Tenaga Kerja (L). Tenaga Kerja (L) diukur dengan tingkat upah yang diberikan kepada pekerja (w) sedangkan untuk Kapital (K) diukur dengan tingkat suku bunga (r).

TC = rt Kt + wt Lt (2.4) dengan mensubstitusikan persamaan (2.1), (2.3), (2.4) ke persamaan (2.2) maka diperoleh :


(41)

Jika ingin mendapatkan keuntungan maksimum, maka turunan pertama fungsi keuntungan diatas harus sama dengan nol(π’=0), sehingga didapatkan :

wt Lt = pt . f(Lt,Kt) – rt Kt (2.6) Lt = pt . f(Lt,Kt) – rt Kt/wt (2.7)

dimana :

Lt = Permintaan Tenaga Kerja wt = Upah Tenaga Kerja pt = Harga jual barang per unit Kt = Kapital ( Investasi) rt = Tingkat Suku Bunga Qt = Output (PDRB)

Berdasarkan pada persamaan diatas, dapat diketahui bahwa permintaan tenaga kerja (Lt) merupakan fungsi dari kapital (investasi), output (pendapatan), tingkat suku bunga (r) dan tingkat upah (w).

Hukum Permintaan tenaga kerja pada hakekatnya adalah semakin rendah upah dari tenaga kerja maka semakin banyak permintaan dari tenaga kerja tersebut. Apabila upah yang diminta besar, maka perusahaan akan mencari tenaga kerja lain yang upahnya lebih rendah dari yang pertama. Hal ini karena dipengaruhi oleh banyak faktor, yang diantaranya adalah besarnya jumlah penduduk, harga dari tenaga kerja (upah) dan

skill yang dimiliki oleh tenaga kerja tersebut. Selain itu, faktor-faktor eksternal seperti terjadinya krisis moneter juga sangat mempengaruhi struktur penyerapan tenaga kerja dalam suatu perekonomian (Galbraith dan Darity dalam Fudjaja, 2002).

Menurut Fudjaja (2002), jumlah perusahaan industri menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat ketika setiap terjadi


(42)

peningkatan jumlah perusahaan yang bergerak di bidang industri akan menyebabkan terjadinya peningkatan penyerapan tenaga kerja untuk sektor industri itu sendiri. Berdasarkan teori yang telah disebutkan sebelumnya maka variabel-variabel yang dianggap mempengaruhi penyerapan tenaga kerja dalam penelitian ini adalah besarnya Upah Riil yang diterima pekerja, nilai Investasi Riil yang dimiliki oleh sektor industri, besarnya PDRB riil, dan Jumlah perusahaan industri yang ada di Kota Bogor untuk setiap tahunnya, serta Dummy Krisis.

Berdasarkan dari uraian diatas, maka fungsi ekonomi dari tingkat penyerapan tenaga kerja sektor industri adalah sebagai berikut:

PTt = f (U Riilt, I Riilt, PDRB Riilt,UUt , DKt ) (2.8) dimana:

PTt = Jumlah tenaga kerja yang diserap pada sektor industri (orang) U Riilt = Nilai upah riil untuk sektor industri (rupiah)

I Riilt = Investasi riil pada sektor industri (rupiah) PDRB Riilt = PDRB riil pada sektor industri (rupiah) UUt = Jumlah unit usaha (unit)

DKt = Dummy krisis

2.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang penyerapan tenaga kerja pernah dilakukan oleh Suzana (1990) dalam tulisannya yang berjudul Peranan Sektor Tersier dalam Penyerapan Tenaga Kerja di Sulawesi Utara, menyimpulkan bahwa sektor primer (A) merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling besar di Sulawesi Utara. Namun, proporsinya terhadap total kesempatan kerja ternyata menurun dari 68,28 persen pada tahun 1971 menjadi 58,28 persen pada tahun 1985. Sebaliknya sektor sekunder (M) mengalami


(43)

kenaikan dari 6,84 persen pada tahun 1971 menjadi 11,13 persen pada tahun 1985. Kenaikan kesempatan kerja di sektor ini sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah yang mengharapkan pengembangan sektor ini sebagai penunjang sektor pertanian.

Seperti halnya sektor sekunder (M) maka sektor tersier (S) pula mengalami kenaikan dari 24,90 persen pada tahun 1971 menjadi 30,59 persen pada tahun 1985. Hal ini menunjukkan bahwa di Sulawesi Utara pada dua dekade terakhir telah terjadi pergeseran kesempatan kerja dari sektor primer (A) ke sektor sekunder (M) dan tersier (S). Sektor sekunder (M) pada periode 1971-1985 mempunyai pertumbuhan kesempatan kerja yang paling tinggi kemudian disusul sektor tersier (S) dan primer (A). Selain itu, sektor sekunder merupakan sektor yang baik dalam penyerapan tenaga kerja.

Penelitian yang dilakukan oleh Fazrian (2005) yang berjudul ”Peran Agroindustri dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Peningkatan Pendapatan

Masyarakat Kota Bogor” menjelaskan bahwa jenis agroindustri yang terdapat di Kota Bogor merupakan industri yang mengolah hasil sumberdaya utama dari sektor pertanian. Hal ini dilihat dari komoditas hasil pertanian yang umum banyak ditanam para petani seperti kopi, kacang kedelai, padi, dan sebagainya. Peranan tenaga kerja dan modal dalam upaya peningkatan produksi agroindustri sangat menentukan. Hal ini dapat dilihat dari koefisien regresi untuk komoditas ubi kayu dan tahu. Pengujian hipotesis secara keseluruhan baik penyerapan tenaga kerja maupun modal terhadap komoditi ubi kayu dan tahu cukup signifikan. Ini bisa dilihat dari uji F-hit dimana nilai F-hit untuk ubi kayu dan tahu lebih besar dari F tabel-nya (hit ubi kayu = 358,23, tabel 2,06, F-hit tahu =36,68, F-tabel =2,09) untuk taraf nyata 5 persen. Berdasarkan koefisien peubah bebas dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja di sektor agroindustri mampu terserap dalam jumlah yang cukup banyak.


(44)

Menurut Octivaningsih (2006) dalam ”Analisis Pengaruh Nilai Upah Minimum Kabupaten terhadap Investasi, Penyerapan Tenaga Kerja, dan PDRB di Kabupaten

Bogor”, menyatakan bahwa besarnya penyerapan tenaga kerja sektor manufaktur sangat dipengaruhi oleh nilai UMK. Nilai UMK berpengaruh negatif secara signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor manufaktur di Kabupaten Bogor. Peningkatan nilai UMK di sektor manufaktur sebesar 1 persen akan menurunkan penyerapan tenaga kerja sektor manufaktur sebesar 0,61047 persen. Nilai UMK tidak berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor non manufaktur di Kabupaten Bogor. Kondisi ini terjadi karena pada sektor non manufaktur di Kabupaten Bogor, para pekerja bersedia bekerja pada berapapun tingkat upah agar kebutuhan hidup mereka dapat tercukupi. Pengaruh nilai UMK terhadap PDRB di Kabupaten Bogor jika dilihat dari pengaruh nilai UMK terhadap penyerapan tenaga kerja sektor manufaktur dan non manufaktur adalah negatif. Hal tersebut dikarenakan nilai dugaan parameter UMK sektor non manufaktur tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor non manufaktur.

Penelitian terdahulu membahas tentang peranan sektor agroindustri, sektor tersier maupun sektor manufaktur terhadap penyerapan tenaga kerja, serta membahas tentang dampak yang terjadi akibat adanya upah minimum regional terhadap penyerapan tenaga kerja. Oleh karena itu, penelitian ini lebih membahas pada :

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja untuk sektor industri dan dengan menambahkan variabel jumlah perusahaan industri di Kota Bogor, 3. Melihat faktor yang lebih berpengaruh terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja


(45)

4. Lingkupnya hanya pada sektor industri yang ada di Kota Bogor, dimana Kota Bogor memiliki karakteristik yang berbeda dengan Kabupaten Bogor.

2.6. Pemikiran Penelitian

Pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pembangunan ekonomi sangat penting dilakukan oleh setiap wilayah, tidak hanya sekedar untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, akan tetapi harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada didalamnya. Namun, tidak semua proses pembangunan dapat berjalan dengan baik atau sesuai dengan rencana. Hal ini dikarenakan terdapat permasalahan yang membuat pembangunan ekonomi menjadi terhambat.

Permasalahan mendasar yang seringkali dihadapi oleh suatu wilayah tak terkecuali Kota Bogor ialah masalah di bidang ketenagakerjaan. Masalah ketenagakerjaan yang dihadapi Kota Bogor, yaitu meningkatnya jumlah penduduk yang secara langsung dapat mempengaruhi jumlah angkatan kerja, sementara pertumbuhan jumlah kesempatan kerja yang ada tidak sebanding dengan peningkatan jumlah angkatan kerja itu sendiri. Hal ini dapat menyebabkan tingkat pengangguran semakin meningkat. Pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi mengharuskan Pemerintah untuk menyediakan dan memperluas lapangan kerja yang diperuntukkan bagi angkatan kerja tersebut. Oleh karena itu, upaya yang harus dilakukan Pemerintah untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan yaitu dengan meningkatkan lapangan kerja atau sektor usaha yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, dan salah satunya ialah sektor industri.


(46)

Pada dasarnya pembangunan industri ditunjukkan untuk menciptakan struktur ekonomi dengan titik berat pada industri yang maju. Oleh karena itu, pembangunan sektor industri secara nyata harus menjadi penggerak utama peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dan sekaligus dapat menjadi penyedia lapangan kerja yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

Sektor industri yang berada di Kota Bogor merupakan salah satu sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Selain itu, sektor tersebut juga telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam hal pendapatan sehingga dapat meningkatkan perekonomian Kota Bogor itu sendiri. Oleh karena itu, untuk mengetahui permasalahan yang terjadi maka diperlukan suatu upaya untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Kota Bogor seperti Upah, Investasi, PDRB, Jumlah Unit Usaha serta Dummy Krisis. Selain itu untuk melihat seberapa besar pengaruh yang diberikan oleh faktor-faktor tersebut terhadap proses penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Kota Bogor. Adapun pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 2.4.


(47)

Gambar 2.4. Kerangka Konseptual Penelitian Pasar Tenaga Kerja di

Kota Bogor

Permintaan Tenaga Kerja

Industri Pengolahan (Non Migas)

Upah Riil Investasi Riil Unit Usaha

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan

Tenaga Kerja

PDRB Riil

Rekomendasi Kebijakan dalam rangka meningkatkan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Kota Bogor.


(48)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder, mulai dari tahun 1994 sampai 2005. Data diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Tenaga Kerja Kota Bogor, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi dan BAPEDA Kota Bogor, seperti data PDRB, Jumlah Penduduk, data tentang perkembangan industri di Kota Bogor, dll. Selain itu, data juga diperoleh dari studi kepustakaan dan literatur lain yang berhubungan dengan penelitian.

3.2. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan dua jenis metode analisis, yaitu metode diskriptif dan kuantitatif. Penggunaan metode diskriptif bertujuan untuk menggambarkan kondisi jumlah tenaga kerja khususnya pada sektor industri dan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap proses penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di Kota Bogor yang merupakan tujuan awal dari penelitian.

Model ekonometrika yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi linier berganda dengan menggunakan OLS (Ordinary Least Squares). Regresi berganda adalah persamaan regresi yang melibatkan tiga atau lebih variabel dalam suatu analisa. Menurut Gujarati (1978), OLS dapat menjadi suatu metode analisis regresi yang kuat dengan menggunakan beberapa asumsi, yaitu:

1. Nilai rata-rata hitung dari deviasi yang berhubungan dengan setiap variabel bebas harus sama dengan nol,

2. Variasi unsur sisa menyebar normal,


(49)

4. Tidak ada korelasi berurutan (autokorelasi) dalam setiap variabel dalam model, 5. Tidak ada multikolinearitas, yang berarti tidak terdapat hubungan linear yang pasti

antara variabel bebas.

3.3. Model Ekonometrika Untuk Analisis Data

Penelitian ini menggunakan fungsi regresi berganda, dan diasumsikan dipengaruhi oleh variabel-variabel yang telah ditetapkan. Secara sistematis, model fungsi penyerapan tenaga kerja yang akan digunakan dapat ditulis sebagai berikut:

LogPTt = a0 + a1LogU Riilt + a2LogI Riilt + a3LogPDRB Riilt + a4LogUUt+ a5 DKt + εt (3.1)

dimana:

PTt = Jumlah tenaga kerja yang diserap pada sektor industri (orang) U Riilt = Nilai upah riil pada sektor industri (rupiah)

I Riilt = Investasi riil pada sektor industri (rupiah) PDRB Riilt = PDRB riil pada sektor industri (rupiah) UUt = Jumlah unit usaha (unit)

DKt = Dummy krisis, dimana D=0 saat sebelum krisis (tahun 1994-1996), dan D=1 sesudah krisis (tahun 1997-2005)

εt = Faktor gangguan

Kriteria pengujian yang dilakukan terhadap model persamaan tersebut yaitu dengan menggunakan pengujian statistik, ekonometrik, dan ekonomi. Pengujian statistik yang dimaksud meliputi uji R2,uji t dan uji F, sedangkan pengujian ekonometrik adalah untuk mengestimasi parameter regresi dengan menggunakan OLS. Maka dari itu harus menggunakan enam asumsi klasik untuk melihat ada atau tidaknya pelanggaran terhadap enam asumsi tsb. Hal ini dapat dilakukan melalui uji multikolinearitas, uji


(50)

autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas. Apabila terjadi pelanggaran maka akan diperoleh hasil estimasi yang tidak valid.

3.3.1. Uji Statistik

3.3.1.1. Uji koefisien Determinan R2

Nilai koefisien determinan (R2) digunakan untuk melihat seberapa besar keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas yang terpilih terhadap variabel tidak bebas. Sifat dari R² adalah besarannya yang selalu bernilai positif namun lebih kecil dari satu (0 ≤ R² ≤ 1). Jika R² bernilai satu maka terjadi kecocokan sempurna dimana variabel tak bebas dapat dijelaskan oleh garis regresi, sedangkan jika nilainya nol itu berarti tidak ada varians variabel tak bebas dapat diterangkan oleh variabel bebas. Oleh karena itu, semakin dekat nilai R² dengan satu maka model tersebut semakin dekat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebas, demikian juga sebaliknya. Untuk menghitung R², maka dapat menggunakan rumus di bawah ini:

R² = JKR (3.2) JKT

dimana:

R² : Koefisien determinasi JKR : Jumlah kuadrat regresi JKT : Jumlah kuadrat total

3.3.1.2. Uji t-Statistik

Uji-t digunakan untuk melihat pengaruh secara sendiri-sendiri dari setiap variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Selain itu, pengujian ini juga dilakukan


(51)

untuk melihat secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing variabel dalam suatu model bersifat signifikan atau tidak.

Hipotesis:

H0 : ai = 0 i = 1,2,3,…..k H1 : ai≠ 0

t-hitung = ai (3.3)

S(a)

t-tabel = tα / 2(n-k) dimana :

S(a) = Simpangan baku koefisien dugaan Kriteria uji :

t-hitung > tα / 2(n-k) , maka tolak H0 t-hitung < tα / 2(n-k) , maka terima H0

Jika H0 ditolak dalam kriteria uji-t berarti variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas, dan sebaliknya jika H0 diterima berarti variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Semakin besar nilai t-hit maka akan semakin kuat bukti bahwa variabel tersebut signifikan secara statistik.

3.3.1.3. Uji F-Statistik

Selain uji signifikan t-stat, ada juga uji signifikan serentak yaitu uji F-stat. Uji ini digunakan untuk mengetahui tingkat signifikan dari pergerakan seluruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap pergerakan dari variabel tak bebasnya dalam suatu persamaan. Hipotesis yang diuji dari pendugaan persamaan adalah variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Hal ini disebut sebagai hipotesis nol. Hipotesis :


(52)

H0 : ai = 0

H1 : minimal ada salah satu ai≠ 0 Uji statistik yang digunakan adalah uji F :

F Hitung = R² / k – 1 (3.4) (1-R²) / n-k

F tabel = Fα(k-1,n-k) Kriteria uji :

F-hitung > Fα(k-1,n-k) , maka tolak H0 F-hitung < Fα(k-1,n-k) , maka terima H0 dimana :

R = Koefisien Determinasi n = Banyaknya data

k = Jumlah koefisien regresi dugaan

Jika H0 ditolak berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas, dan sebaliknya jika H0 diterima berarti tidak ada satupun variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Semakin besar nilai F-hit maka akan semakin kuat bukti bahwa terdapat minimal salah satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap keragaman dari variabel tak bebas.

3.3.2. Uji Ekonometrika 3.3.2.1. Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah pengujian yang dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan linear yang sempurna diantara beberapa atau semua variabel penjelas dalam model regresi. Multikolinearitas sering terjadi ketika nilai R² tinggi yaitu ketika nilainya antara 0,7 sampai dengan 1.


(53)

Multikolinearitas dapat dideteksi apabila terjadi korelasi yang sangat kuat antara variabel-variabel bebas. Untuk melihat masalah multikolinearitas dalam penelitian ini dipergunakan uji correlation matrix hasil perhitungan dengan Eviews. Semakin besar

correlation matrix, maka hubungan antara variabel-variabel bebas tersebut semakin erat atau multikolinearitas yang terjadi akan semakin tinggi. Demikian juga sebaliknya jika nilai correlation matrix semakin kecil atau kurang dari |0,8| maka tidak ada multikolinearitas (Gujarati, 1978).

Berdasarkan ketentuan dari Uji Klein, disebutkan bahwa masalah korelasi sederhana antara variabel penjelas bisa diabaikan apabila nilai koefisien korelasinya lebih kecil dari nilai koefisien determinasi. Apabila terjadi nilai korelasi yang lebih besar dari |0,8|, maka menurut Uji Klien model tidak terjadi multikolinearitas selama nilai korelasi tidak lebih besar dari nilai Adj R-Squared (Koutsoyiannis, 1977).

3.3.2.2. Autokorelasi

Autokorelasi merupakan gejala adanya korelasi antara serangkaian observasi yang diurutkan melalui deret waktu (time series). Adanya gejala autokorelasi pada suatu persamaan akan menyebabkan suatu persamaan akan memiliki selang kepercayaan yang semakin lebar dan pengujian menjadi kurang akurat, dan mengakibatkan hasil dari uji-t, uji-F, menjadi tidak sah dan penaksiran regresi akan menjadi lebih tinggi (Gujarati,1978).

Uji yang sering digunakan untuk mendeteksi ada atau tidak autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Durbin Watson Statistic(D-W). Nilai statistik-d yang berada pada kisaran angka dua menandakan tidak terdapat autokorelasi, dan sebaliknya jika semakin jauh dari angka dua maka peluang terjadinya autokorelasi akan semakin besar.


(54)

Oleh karena itu, digunakan pengujian lain yaitu dengan menggunakan uji

Breunch and Godfrey Serial Correlation LM-Test. Kriteria uji yang digunakan dalam model ini adalah:

ƒ Jika nilai probabilitas pada Obs*R-Squared > taraf nyata (α) yang digunakan, maka model persamaan yang digunakan tidak mengalami autokorelasi.

ƒ Jika nilai probabilitas pada Obs*R-Squared < taraf nyata (α) yang digunakan, maka model persamaan yang digunakan terdapat autokorelasi.

3.3.2.3. Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas merupakan suatu kondisi dimana nilai ragam error term

tidak memiliki nilai yang sama untuk setiap observasi. Pada heteroskedastisitas menyebabkan penaksiran koefisien-koefisien regresi menjadi tidak efisien.

Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya gejala heteroskedastisitas yaitu dengan menggunakan White heteroskedasticity. Kriteria uji yang digunakan :

ƒ Jika nilai probabilitas pada Obs*R-squared > taraf nyata (α) yang digunakan, maka model persamaan yang digunakan tidak mengalami heteroskedastisitas.

ƒ Jika nilai probabilitas pada Obs*R-squared < taraf nyata (α) yang digunakan, maka model persamaan yang digunakan mengalami heteroskedastisitas.

3.3.3. Uji Normalitas

Uji ini dilakukan jika sampel yang digunakan kurang dari 30. Karena sampel dalam penelitian ini kurang dari 30, maka pada error term perlu dilakukan uji kenormalan, uji ini disebut Jarque-Bera Test. Dan kriteria uji yang digunakan:

ƒ Jika nilai probabilitas pada Jarque-Bera (J-B) > taraf nyata (α) yang digunakan, maka error term dalam model persamaan yang digunakan terdistribusi normal.


(55)

ƒ Jika nilai probabilitas pada Jarque-Bera (J-B) < taraf nyata (α) yang digunakan, maka error term dalam model persamaan yang digunakan tidak terdistribusi normal.


(56)

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Penduduk dan Ketenagakerjaan

Salah satu aset pembangunan yang paling dominan dibanyak negara berkembang pada umumnya memiliki jumlah penduduk dan angkatan kerja yang demikian besar jumlahnya. Berdasarkan hasil registrasi penduduk Kota Bogor hingga akhir tahun 2005 berjumlah 855.085 jiwa yang terdiri dari 431.862 jiwa laki-laki dan 423.223 jiwa perempuan.

Tabel 4.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Bogor Menurut Jenis Kelamin Tahun 2001-2005 (Orang)

No Tahun Jumlah Penduduk Total

Laki-laki Perempuan

1 2001 382.896 377.433 760.329

2 2002 397.820 391.603 789.423

3 2003 419.252 401.455 820.707

4 2004 424.819 406.752 831.571

5 2005 431.862 423.223 855.085

Sumber : BPS Kota Bogor, 2006.

Pada tahun 2001 jumlah penduduk Kota Bogor sebesar 760.329 jiwa dan tahun 2005 meningkat menjadi 855.085 jiwa. Berdasarkan dari tabel diatas, terlihat bahwa jumlah penduduk Kota Bogor terus bertambah dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi bukan hanya dipengaruhi oleh banyaknya jumlah kelahiran tetapi juga dipengaruhi oleh adanya migrasi masuk, dimana keberadaan Kota Bogor sendiri sebagai daerah penyangga ibu kota dan juga sebagai daerah konsentrasi perguruan tinggi yang menarik perhatian para pendatang dari luar untuk menetap di kota hujan ini.

Kota Bogor mempunyai struktur penduduk umur muda, dimana hal ini akan membawa dampak semakin besarnya jumlah angkatan kerja. Penduduk yang tergolong


(57)

pada Usia Kerja dengan umur 15 tahun keatas dibedakan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Golongan angkatan kerja terdiri dari jumlah orang yang bekerja dan yang mencari kerja, sedangkan yang termasuk golongan bukan angkatan kerja yaitu penduduk usia kerja yang tidak memasuki pasar kerja karena bersekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya. Jumlah angkatan kerja di Kota Bogor selama tahun 2003 hingga tahun 2005 meningkat setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa porsi penduduk yang memasuki pasar kerja baik yang bekerja maupun yang mencari pekerjaan setiap tahunnya semakin banyak. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Jumlah Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja di Kota Bogor Tahun 2003-2005 (Orang)

Kegiatan Utama Penduduk Jumlah Angkatan Kerja

2003 2004 2005

Angkatan Kerja 338.682 295.250 343.991

Bukan Angkatan Kerja 482.025 536.321 511.094 Sumber : Disnaker Kota Bogor, 2006.

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja di Kota Bogor mencapai 338.682 jiwa pada tahun 2003 dan meningkat menjadi 343.991 pada tahun 2005. Tingginya pertumbuhan angkatan kerja bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan kesempatan kerja diduga menjadi salah satu pemicu timbulnya permasalahan sentral dalam hal ketenagakerjaan yaitu munculnya pengangguran. Banyaknya jumlah angkatan kerja yang tidak terserap dalam lapangan pekerjaan yang ada, akan berdampak pada tingginya angka pengangguran.

4.2. Perekonomian Kota Bogor

Secara umum keadaan ekonomi Kota Bogor sudah relatif stabil dengan pertumbuhannya yang cukup baik, namun tentunya diperlukan perhatian yang lebih dikarenakan struktur ekonomi Kota Bogor didominasi oleh sektor perdagangan, hotel


(58)

dan restoran dan sektor industri pengolahan. Sektor-sektor tersebut sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan daya beli masyarakat. Oleh karena itu, dengan semakin tingginya jumlah penduduk serta daya beli masyarakat maka diharapkan sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor industri pengolahan dapat terus berkembang sehingga mampu meningkatkan perekonomian Kota Bogor.

Salah satu indikator perkembangan ekonomi suatu daerah khususnya Kota Bogor adalah dengan melihat laju pertumbuhan PDRB. Indikator ini menunjukkan persentase pertumbuhan jumlah produk yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan ekonomi di Kota Bogor. Selain itu, PDRB merupakan komponen terpenting dalam mengukur pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Semakin tinggi nilai PDRB suatu wilayah maka mencerminkan pertumbuhan yang baik dari wilayah tersebut. Setiap tahunnya nilai PDRB Kota Bogor terus mengalami peningkatan, ini dapat dilihat pada laju pertumbuhan PDRB pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Laju Pertumbuhan PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Harga Konstan 2000 Tahun 2003-2005 (Persen)

No Lapangan Usaha

Laju Pertumbuhan PDRB 2003 2004* 2005**

1 Pertanian 4,94 4,73 4,28

2 Pertambangan dan Penggalian - - -

3 Industri Pengolahan 6,58 6,62 6,63

4 Listrik, Gas dan Air 6,96 7,09 7,05

5 Bangunan 4,24 4,41 4,24

6 Perdagangan, Hotel dan

Restoran 4,09 4,10 4,10

7 Pengangkutan dan Komunikasi 7,09 7,13 6,85 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan 11,17 10,76 10,86

9 Jasa-Jasa 4,81 4,82 4,88

Total 6,07 6,10 6,12

Keterangan : *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara Sumber :BPS Kota Bogor, 2006.


(59)

Laju pertumbuhan yang terdapat pada Tabel diatas adalah suatu indikasi terjadinya peningkatan pertumbuhan perekonomian di wilayah Kota Bogor. Laju kenaikan tersebut adalah hasil dari kerja sama berbagai sektor yang ada di Kota Bogor termasuk didalamnya sektor industri. Dilihat dari Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kota Bogor diatas, maka Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan merupakan sektor paling tinggi pertumbuhannya yaitu sebesar 10,86 persen dan sektor yang pertumbuhannya paling rendah adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran yaitu sebesar 4,10 persen yang kemudian diikuti oleh sektor Bangunan sebesar 4,24 persen. Walaupun dari segi angka-angka terdapat suatu perbedaan yang mutlak tetapi dari masing-masing sektor tersebut memiliki ketergantungan satu sama lain atau terjadi hubungan yang saling melengkapi dalam menciptakan suatu barang atau komoditi.

4.3. Profil Sektor Industri

Pembangunan sektor industri dilaksanakan dengan tujuan untuk memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha dengan mengoptimalkan penggunaan potensi sumberdaya manusia, pemanfaatan teknologi tepat guna, pemberian akses permodalan, informasi dan pemasaran. Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan (2006), sektor industri dibagi menjadi dua kelompok industri yang terdiri dari industri Kimia Agro dan Hasil Hutan (IKAH) serta industri Logam, Mesin,. Elektronika dan Aneka (ILMEA). Industri Kimia Agro dan Hasil Hutan terdiri dari subsektor Industri Makanan, Industri Minuman, Industri Kayu Olahan dan Rotan, Industri Pulp dan Kertas, Industri Bahan Kimia dan Karet, Industri Bahan Galian dan Non Logam, serta Industri Kimia. Sedangkan, subsektor dari Industri Logam, Mesin,


(60)

Elektronika dan Aneka ialah Industri Mesin dan Rekayasa, Industri Logam, Industri Alat Angkut, Industri Tekstil, Industri Kulit, Industri Alpora, dan Industri Elektronika.

Sektor industri telah mengalami perkembangan yang cukup baik selama beberapa tahun belakangan ini. Hal ini dapat dilihat bahwa aktivitas bidang industri di Kota Bogor pada tahun 2005 melibatkan 2.845 unit usaha, ini berarti terjadi peningkatan dari tahun 2001 yang awalnya berjumlah 2.576 unit usaha, dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 42.014 orang pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 49.588 orang pada tahun 2005. Peningkatan jumlah unit usaha dan investasi yang semakin besar di setiap tahunnya, akan menyebabkan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri semakin meningkat. Jika keadaan ini terus meningkat, maka angka pengangguran di Kota Bogor akan menurun, dan secara tidak langsung laju pertumbuhan ekonomi Kota Bogor akan mengalami peningkatan.

Tabel 4.4. Perkembangan Industri, Tenaga Kerja dan Investasi di Kota Bogor, Tahun 2001-2005

Tahun Unit Usaha Investasi

(Rp Milyar)

Tenaga Kerja (Orang)

2001 2.576 338,1 42.014

2002 2.654 346,1 43.131

2003 2.723 357,2 43.608

2004 2.767 372,0 45.736

2005 2.845 474,1 49.588

Sumber : Dinas perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, 2006.

Industri yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan merupakan industri unggulan di Kota Bogor kini didominasi oleh Industri Tekstil dan Industri Makanan. Pada tahun 2003, Industri Tekstil dan Industri Makanan mampu menyerap tenaga kerja sebesar 20.862 orang dan 6.364 orang, yang kemudian meningkat pada tahun 2005 menjadi 23.165 orang dan 7.292 orang.

Tabel 4.5. Komoditas Unggulan di Kota Bogor, Tahun 2003 dan 2005


(61)

Komoditas Unit Usaha (Unit)

Tenaga Kerja (Orang)

Unit Usaha (Unit)

Tenaga Kerja (Orang)

Tekstil 222 20.862 238 23.165

Makanan 1.089 6.364 1.133 7.292

Sepatu dan

Sandal 360 2.756 376 2.801


(62)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Analisis Model Regresi 5.1.1. Uji Statistik

Pengujian statistik dilakukan untuk menguji koefisien determinasi (R2), pengujian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penyerapan tenaga kerja secara bersama-sama dapat dilakukan dengan uji F-statistik, dan yang terakhir uji t-statistik yaitu uji yang dilakukan untuk menguji masing-masing variabel dalam mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Hasil estimasi dari fungsi regresi dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Kota Bogor Tahun 1991-2005

Variabel Parameter

Dugaan St-Error Probabilitas

Konstanta -11,10058 1,245921 0,0001

LogU Riil -0,225479 0,039395 0,0012

LogI Riil 0,160618 0,043383 0,0101

LogPDRB Riil 0,356783 0,072055 0,0026

LogUU 1,342086 0,131457 0,0001

DK 0,093433 0,033110 0,0303

R-Squared = 0,996351 F-Statistik = 327,6527 R-Squared (Adj) = 0,993310 Prob (F-Statistik) = 0,000000 Sumber:Hasil olahan, Lampiran 2.

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa persamaan ini memiliki daya penjelas yang tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada nilai koefisien determinasi (R2) pada persamaan penyerapan tenaga kerja bernilai 0,996351 (99,63 %). Artinya bahwa faktor-faktor penyerapan tenaga kerja seperti Upah Riil, Investasi Riil, PDRB Riil, Jumlah Unit Usaha serta Dummy Krisis yang terdapat dalam model dapat menjelaskan


(63)

keragaman sebesar 99,63 persen, dan sisanya 0,37 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar persamaan penyerapan tenaga kerja yang telah disebutkan diatas.

Uji t-Statistik bertujuan untuk menguji tingkat signifikasi hubungan tiap masing variabel bebas. Uji ini dilakukan dengan melihat nilai probabilitas dari masing-masing variabel bebas tersebut. Pada Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa variabel Upah, Investasi, PDRB, Jumlah Unit Usaha dan Dummy Krisis berpengaruh nyata terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja sektor industri di Kota Bogor pada taraf 5 persen (α = 5 %).

Kemudian dilakukan pengujian F-statistik untuk melihat pengaruh peubah bebas terhadap peubah tidak bebas secara keseluruhan dan untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam persamaan. Uji ini dilakukan dengan melihat nilai F-statistik sebesar 327,6527 dengan probabilitas F-statistik sebesar 0,000000 yang nyata pada taraf 5 persen. Berdasarkan pengujian diatas dapat disimpulkan bahwa minimal ada salah satu variabel (Upah, Investasi, PDRB, Jumlah Unit Usaha dan Dummy Krisis) berpengaruh nyata terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja sektor industri.

5.1.2. Uji Ekonometrika

Uji ekonometrik dilakukan untuk mengidentifikasi masalah-masalah pada OLS yaitu heteroskedastisitas, autokorelasi, dan multikolinearitas. Pengujian yang dilakukan untuk menangani masalah heteroskedastisitas yaitu dengan menggunakan uji White Heteroskedasticity Test. Persamaan penyerapan tenaga kerja yang ada pada model tidak terdapat gejala heteroskedastisitas, karena probabilitas Obs*R-Squared memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada tingkat signifikasinya. Nilai Obs*R-Squared yaitu 0,332255 sedangkan tingkat signifikasinya bernilai 0,05 (α = 5 %). Jadi dapat disimpulkan bahwa


(1)

Mankiw, G. 2003. Teori Makroekonomi. Edisi ke-5. Erlangga, Jakarta.

Octivaningsih, A. R. 2006. Analisis Pengaruh Nilai Upah Minimum Kabupaten Terhadap Investasi, Penyerapan Tenaga Kerja, dan PDRB di Kabupaten Bogor [Skripsi]. Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rahardjo, D. 1984. Transformasi Pertanian, Industrialisasi dan Kesempatan Kerja. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Sandra, N. 2004. Dampak Upah Minimum Terhadap Tingkat Upah dan Pengangguran di Pulau Jawa [Skripsi]. Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Simanjuntak, Payaman J. 1988. Masalah Ketenagakerjaan Di Indonesia. Departemen Tenaga Kerja R.I, Jakarta.

Simanjuntak, Payaman J. 1992. Masalah Hubungan Industrial Di Indonesia. Departemen Tenaga Kerja R.I, Jakarta.

Simanjuntak, Payaman J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Sinar Harapan. 2005. Simpanan UKM di Kota Bogor Mencapai Rp 5,8 Triliun. http\\www.google.com.

Suroto. 1992. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Suzana, B. A. L. 1990. Peranan Sektor Tersier Dalam Penyerapan Tenaga Kerja di Sulawesi Utara [Tesis]. Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Syamsulbahri, D. 2001. Ketenagakerjaan Dalam Industri Berorientasi Ekspor Menghadapi Persaingan Bebas. Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E-LIPI), Jakarta.

Walpole, R. E. 1982. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wulandari, O. 2002. Peranan Tenaga Kerja Sektor Tersier Dalam Perekonomian Jawa Barat [Tesis]. Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Yusman, A. 2004. Analisis Kontribusi Ekspor Industri Pengolahan Terhadap Pertumbuhan Output dan Tenaga Kerja Indonesia Periode 1995-2000 : Analisis Model Input-Output [Skripsi]. Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(2)

(3)

Lampiran 1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industridi Kota Bogor

Sumber : BPS (1994-2006)

Tahun Tenaga Kerja (Orang) Upah Riil (Rupiah) Investasi Riil (Rupiah) PDRB Riil (Rupiah) Unit Usaha (Unit) Dummy Krisis

1994 15.825 166.385,33 81.122.365.565,50 246.289.169.100 1.853 0 1995 28.602 168.593,96 240.820.415.000,54 423.309.367.400 2.161 0 1996 24.377 210.288,91 253.047.297.878,82 557.387.295.900 1.851 0 1997 28.697 224.674,58 243.823.695.925,30 591.985.524.500 2.002 1 1998 30.312 261.037,33 252.737.503.404,83 546.512.935.600 2.064 1 1999 32.500 289.180,99 231.231.201.957,53 693.921.326.400 2.137 1

2000 37.719

344.257,00 255.416.456.000,00 732.433.950.000 2.432 1 2001 42.014 379.401,32 307.565.571.674,10 779.846.180.000 2.576 1 2002 43.131 548.523,41 329.543.664.368,81 827.318.660.000 2.654 1 2003 43.608 669.886,05 415.294.669.287,29 881.718.490.000 2.723 1 2004 45.736 930.344,27 595.682.383.226,58 940.062.950.000 2.767 1 2005 49.588 892.289,92 755.937.924.319,88 1.002.371.580.000 2.845 1


(4)

Lampiran 2. Hasil Analisis Penyerapan Tenaga Kerja

Hasil Estimasi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Kota Bogor

Dependent Variable: LNTK Method: Least Squares Date: 02/13/04 Time: 01:02 Sample: 1994 2005

Included observations: 12

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -11.10058 1.245921 -8.909532 0.0001

LogUpah RIIL -0.225479 0.039395 -5.723569 0.0012 LogInvestasi RIIL 0.160618 0.043383 3.702311 0.0101 LogPDRB Riil 0.356783 0.072055 4.951546 0.0026

LogUU 1.342086 0.131457 10.20935 0.0001

DK 0.093433 0.033110 2.821869 0.0303

R-squared 0.996351 Mean dependent var 10.42380 Adjusted R-squared 0.993310 S.D. dependent var 0.326497 S.E. of regression 0.026705 Akaike info criterion -4.101090 Sum squared resid 0.004279 Schwarz criterion -3.858636 Log likelihood 30.60654 F-statistic 327.6527 Durbin-Watson stat 2.742850 Prob(F-statistic) 0.000000


(5)

Lampiran 3. Uji Ekonometrika

a. Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 2.150999 Probability 0.202388 Obs*R-squared 3.609564 Probability 0.057448

b. Uji Heteroskedastisitas

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 1.283648 Probability 0.512513 Obs*R-squared 10.22915 Probability 0.332255

c. Uji Multikolinearitas

LogU RIIL LogI RIIL LogPDRB Riil LogUU DK LogU Riil 1.000000 0.860429 0.857417 0.919796 0.664678 LogI RIIL 0.860429 1.000000 0.905453 0.812610 0.575669 LogPDRB Riil 0.857417 0.905453 1.000000 0.826929 0.777527 LogUU 0.919796 0.812610 0.826929 1.000000 0.646236 DK 0.664678 0.575669 0.777527 0.646236 1.000000


(6)

Lampiran 4. Uji Normalitas

0.0 0.4 0.8 1.2 1.6 2.0 2.4 2.8 3.2

-0.04 -0.02 0.00 0.02 0.04

Series: RESID Sample 1994 2005 Observations 12

Mean 3.81E-15

Median -0.004088

Maximum 0.035547

Minimum -0.034844 Std. Dev. 0.019723 Skewness 0.203025 Kurtosis 2.516915

Jarque-Bera 0.199124 Probability 0.905234