Model Peningkatan Kinerja Sistem Resi Gudang (SRG) Berbasis Value Stream Mapping (VSM)

MODEL PENINGKATAN KINERJA SISTEM RESI GUDANG
(SRG) BERBASIS VALUE STREAM MAPPING (VSM)

NINA HAIRIYAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Peningkatan
Kinerja Sistem Resi Gudang (SRG) Berbasis Value Stream Mapping (VSM)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014
Nina Hairiyah
NIM F351120041

RINGKASAN
NINA HAIRIYAH. Model Peningkatan Kinerja Sistem Resi Gudang (SRG)
Berbasis Value Stream Mapping (VSM). Dibimbing oleh TAUFIK DJATNA dan
DWI SETYANINGSIH.
Sistem Resi Gudang (SRG) adalah salah satu alternatif yang ditawarkan
oleh pemerintah untuk mengatasi fluktuasi harga komoditas pertanian yang
merugikan petani. Sebagai sistem yang terdiri dari banyak pihak, SRG diharapkan
dapat memberikan manfaat yang optimal bagi setiap pihak yang terlibat.
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil studi kasus di SRG Batola Kalimantan
Selatan. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan Value Stream Mapping
(VSM) untuk memecahkan masalah pada SRG yang didukung oleh beberapa
metode seperti Performance Prism, OMAX, Traffic Light System dan
SERVQUAL.
Pengembangan model pengukuran kinerja mampu menghasilkan Key
Performance Indicator (KPI) yang dapat menampung kepuasan dan kontribusi
masing-masing stakeholder yang terlibat dan menunjukkan posisi tingkat kinerja

SRG saat ini. Pengembangan model pengukuran kualitas pelayanan menunjukkan
bahwa model ini dapat menilai kualitas pelayanan di SRG keseluruhan
berdasarkan bukti langsung, kehandalan, daya tangkap, jaminan, dan kemudahan
dalam melakukan hubungan. Formulasi VSM pada kondisi current state untuk
meningkatkan kinerja SRG akan mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh Pemilik
barang/ Petani sebesar 12% dan menghemat total waktu yang dibutuhkan pada
proses bisnis SRG sebesar 46,66%.
Kata kunci: Sistem Resi Gudang (SRG), Performance Prism, OMAX,
SERVQUAL, Value Stream Mapping (VSM)

SUMMARY
NINA HAIRIYAH. A Performance Improvement Model of Warehouse Receipt
System (WRS) Based on Value Stream Mapping (VSM). Supervised by TAUFIK
DJATNA and DWI SETYANINGSIH.
Warehouse Receipt System (WRS) is one of alternative from government
policy to cope with price fluctuations in agricultural commodity that is detrimental
to farmers. As this system might affect to several stakeholders, WRS is expected
to provide optimal benefits for each stakeholder involved. This research was
conducted at the WRS Batola South Kalimantan. This paper introduced VSM
approach to solve problems on WRS included some supporting methods such as

performance prism, OMAX, traffic light system and SERVQUAL.
The development of performance measurement model was able to produce
key performance indicators (KPIs) that accommodated satisfaction and
contribution of each stakeholder involved and show the performance level of the
position in the current WRS. The development of service quality measurement
model indicated that this model apable to assess the quality of services in the
overall WRS based on tangible, reliability, responsiveness, assurance, and
empathy. VSM formulation in future state map for improved performance WRS is
capable to decrease the cost incurred in owner of goods by 12% and save the total
time required business process of WRS up to 46,66%.
Keywords: Warehouse Receipt System (WRS), Performance Prism, OMAX,
SERVQUAL, Value Stream Mapping (VSM)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

MODEL PENINGKATAN KINERJA SISTEM RESI GUDANG
(SRG) BERBASIS VALUE STREAM MAPPING (VSM)

NINA HAIRIYAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA

Judul Tesis : Model Peningkatan Kinerja Sistem Resi Gudang (SRG) Berbasis
Value Stream Mapping (VSM)
Nama
: Nina Hairiyah
NIM
: F351120041

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Eng Taufik Djatna, STP MSi
Ketua

Dr Dwi Setyaningsih, STP MSi
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Machfud, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 21 Juli 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah
Sistem Resi Gudang (SRG), dengan judul Model Peningkatan Kinerja Sistem
Resi Gudang (SRG) Berbasis Value Stream Mapping (VSM). Penelitian ini
dilaksanakan dengan mengambil studi kasus pada SRG gabah di Batola

Kalimantan Selatan.
Terima kasih Penulis ucapkan kepada kedua orang tua (Yusran dan Hapsah,
S.Pd), adik tercinta (Nadia S) dan seluruh keluarga atas segala do’a dan dan kasih
sayangnya. Terimakasih kepada Bapak Dr. Eng. Taufik Djatna, S.TP M.Si dan
Ibu Dr. Dwi Setyaningsih S.TP, M.Si selaku pembimbing, yang telah banyak
memberi arahan dan saran. Terimaksih kepada Ibu Dr. Ir. Hartrisari
Hardjomidjojo, DEA dan Bapak Prof. Dr. Suprihatin selaku penguji luar komisi
atas segala saran yang diberikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Bapak Surono S.Si dari Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan
(Diskoperindag) Kal-Sel, Bapak Drs. H. Surkati dan Bapak Sugianto dari PT.
Bhanda Ghara Reksa (PT. BGR), Bapak Drs. M. Amin dari UB. Jasatama Bulog
dan Bapak Karlian dari Kelompok Tani Tuntung Pandang yang telah membantu
selama pengumpulan data dan pelaksanaan penelitian di lapangan.
Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh rekan
mahasiswa pascasarjana S2 TIP IPB angkatan 2012, khususnya kepada para
sahabat yaitu Eddwina Aidila Fitria, Elfa Susanti, Elfira Febriani, Nova Alemina
Sitepu, M. Rafi, Benny Saputra dan Citra Oktaria Sianturi atas segala dukungan
dan kebersamaan selama menempuh kuliah dan menyelesaikan studi. Terima
kasih kepada rekan dari jurusan lain yang senantiasa membantu yaitu Aziz
Rahmad dan Hani Zulfia Zahro’ (Pascasarjana Ilkom IPB 2012), Teguh Pratama

Pamungkas (Pascasarjana Proteksi Tanaman IPB 2012), Tengku Mia Rahmiati
(Pascasarjana TPP 2012). Terimakasih kepada teman satu bimbingan atas
kebersamaan untuk berbagi ilmu dan menghabiskan waktu bersama di Lab.
Komputer TIN yaitu Fajar Munichputranto, M. Zaki Hadi, dan Khusnul
Khotimah. Terimakasih kepada Ibu Nur dan Pak Candra sebagai staff di
Departemen S2 TIP yang tidak pernah bosan membantu. Terimakasih kepada
sahabat sepanjang masa yang selalu meluangkan waktu untuk mendengarkan
segala keluh kesah dan senantiasa memberikan motivasi untuk penyelesaian studi
ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Nina Hairiyah

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

v

DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2

2
2
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Resi Gudang
Pengukuran Kinerja
Pengukuran Kualitas Layanan
Value Stream Mapping (VSM)
Penelitian Sebelumnya

3
3
5
6
7
7

3 METODE
Kerangka Pemikiran

Pengembangan Model Pengukuran Kinerja SRG
Aplikasi Model Pengukuran Kulitas Layanan SRG Berbasis SERVQUAL
Penyusunan Strategi Value Stream Mapping (VSM) untuk
Peningkatan Kinerja SRG

8
8
9
13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengembangan Model Pengukuran Kinerja SRG
Aplikasi Model Pengukuran Kualitas Layanan SRG Berbasis SERVQUAL
Penyusunan Strategi Value Stream Mapping (VSM) untuk
Peningkatan Kinerja SRG

15
15
21

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

31
31
32

DAFTAR PUSTAKA

32

DAFTAR ISTILAH

41

RIWAYAT HIDUP

43

14

23

DAFTAR TABEL
Potensi manfaat SRG bagi berbagai stakeholder
Tahapan pencapaian tujuan penelitian
Skala kepentingan yang digunakan
Hasil rumusan KPI SRG gabah Batoal Kal-Sel
Nilai bobot KPI
Hasil pengumpulan data pengukuran kinerja SRG gabah Batola Kal-Sel
Hasil perhitungan skor SERVQUAL SRG gabah Batola Kal-Sel
Perhitungan biaya current state pada SRG gabah Batola Kal-Sel
Identifikasi dan alternatif solusi permasalahan dari sisi waktu pada SRG
gabah Batola Kal-Sel
10 Perhitungan biaya future state pada SRG gabah Batola Kal-Sel

1
2
3
4
5
6
7
8
9

5
9
12
16
17
18
22
28
30
31

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Kerangka pemikiran peningkatan kinerja sistem resi gudang (SRG)
Pengembangan model pengukuran kinerja SRG
Proses bisnis pada SRG gabah Batola
Peta current state SRG gabah Batola Kal-Sel
Peta future state SRG gabah Batola Kal-Sel

8
10
25
27
29

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Hasil identifikasi stakeholder beserta kepuasaan dan kontribusi SRG
gabah Batola Kal-Sel
Hasil Identifikasi tujuan,strategi, proses dan kapabilitas SRG gabah
Batola Kal-Sel
Tabulasi rekap kuesioner dan perhitungan skor SERVQUAL

35
37
40

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pola produksi tahunan komoditas gabah di daerah sentra produksi
menunjukkan produksi gabah pada saat panen raya selalu melimpah sedangkan
permintaan akan gabah bulanan relatif stabil. Hal ini menyebabkan harga gabah
menjadi turun. Sebaliknya pada saat tidak terjadi panen (paceklik), produksi
gabah lebih sedikit sehingga lebih rendah dari kebutuhan gabah. Akibatnya harga
akan melonjak naik dan tidak terjangkau, yang terjadi saat petani justru tidak
memiliki persediaan. Hal ini menunjukkan bahwa harga gabah berfluktuasi
menurut musim.
Salah satu alternatif untuk mengatasi kerugian petani akibat anjloknya harga
gabah adalah dengan menerapkan pola resi gudang (warehouse receipt). Resi
gudang merupakan dokumen yang membuktikan bahwa suatu komoditas,
misalnya gabah, dengan jumlah dan kualitas tertentu telah disimpan pada suatu
gudang (warehouse), dan dokumen tersebut dapat ditransaksikan karena mirip
dengan surat berharga. Petani dapat mengajukan pembiayaan dengan
menggunakan resi gudang sebagai agunan ke lembaga keuangan
(perbankan/nonperbankan) yang sudah terikat kerja sama (kontrak) untuk
memenuhi kebutuhan uang tunai.
Menurut UU No. 9 Tahun 2011 tentang Sistem Resi Gudang (SRG), resi
gudang (Warehouse Receipt) merupakan salah satu instrumen penting, efektif dan
negotiable (dapat diperdagangkan) serta swapped (dipertukarkan) dalam sistem
pembiayaan perdagangan suatu negara. Di samping itu resi gudang juga dapat
dipergunakan sebagai jaminan (collateral) atau diterima sebagai bukti penyerahan
barang dalam rangka pemenuhan kontrak derivatif yang jatuh tempo, sebagaimana
terjadi dalam suatu Kontrak Berjangka. Resi gudang sebagai alas hak (document
of title) atas barang, dapat digunakan sebagai agunan, karena resi gudang dijamin
dengan komoditas tertentu, yang berada dalam pengawasan pihak ketiga
(Pengelola Gudang) yang terakreditasi.
Suatu gudang dalam sistem resi gudang tidak digunakan untuk semua jenis
komoditi yang dapat disimpan di gudang, namun gudang tersebut dikhususkan
untuk menyimpan komoditi tertentu sesuai dengan komoditas unggulan daerah
tersebut. Secara keseluruhan, pada tahun 2009 Kementerian Perdagangan bersama
dengan Pemerintah Daerah telah membangun 41 gudang SRG. Adapun
pembangunan gudang tersebut dilaksanakan di 34 kabupaten dan 10 provinsi yang
disesuaikan dengan potensi daerah. Beberapa provinsi tersebut di antaranya
adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo,
Nanggroe Aceh Darussalam, dan Sumatra Barat. Gudang untuk wilayah Indonesia
tengah dan timur telah dibangun di sembilan kabupaten yaitu Bantaeng, Gowa,
Takalar, Sidrap, Bone, Minahasa Selatan, Sumenep, Barito Kuala dan Gorontalo.
Sebanyak 82 gudang SRG yang ada di Indonesia sampai dengan tahun 2012,
hanya 4 gudang SRG yang dapat berjalan baik dan berhasil, salah satunya adalah
SRG Kabupaten Barito Kuala (Batola) Kalimantan Selatan dengan komoditasnya
adalah gabah. SRG sebagai sebuah sistem diharapkan dapat memberikan manfaat
yang optimal bagi setiap stakeholder yang terlibat. Oleh karena itu, diperlukan

2
suatu pengukuran kinerja, pengukuran kualitas layanan serta upaya peningkatan
kinerja SRG. Upaya peningkatan kinerja SRG ini dapat dilakukan dengan
mengidentifikasi setiap tahapan yang terjadi dengan menggunakan metode Value
Stream Mapping (VSM).
Value stream adalah semua tindakan (baik yang memiliki nilai tambah
ataupun tidak bernilai tambah) saat ini yang diperlukan untuk membawa produk,
data atau informasi melalui arus utama untuk setiap produk baik itu aliran
produksi dari bahan baku sampai kepada pelanggan dan aliran yang dimulai dari
konsep sampai menjadi desain (Rother dan Shook 2009). Value Stream Mapping
(VSM) adalah seperangkat metode untuk menampilkan visual aliran bahan dan
informasi yang melalui suatu proses produksi untuk menghasilkan barang maupun
jasa. Konsep utama VSM adalah mengidentifikasi waste secara keseluruhan
dalam suatu sistem produksi. Tujuan penggunaan metode VSM adalah untuk
mengetahui akar masalah dari waste yang ditemukan, meminimisasi waste
sehingga dapat melakukan perbaikan dan peningkatan produktivitas yang
berkesinambungan.

Perumusan Masalah
SRG sebagai sebuah sistem untuk mengatasi fluktuasi harga hasil panen
diharapkan dapat bekerja secara optimal dan memberikan manfaat bagi seluruh
stakeholder yang terlibat. Banyaknya SRG yang tidak berjalan optimal merupakan
sebuah tantangan untuk mengetahui sejauh mana level kinerja yang telah di capai
dan pada bagian mana diperlukan perbaikan. Oleh karena itu diperlukan suatu
pengembangan model untuk pengukuran kinerja SRG dan pengukuran kualitas
layanan sehingga dapat diketahui bagian yang harus memerlukan perbaikan.
Selain itu diperlukan juga gambaran menyeluruh mengenai proses bisnis SRG
dengan menggunakan VSM untuk mengetahui kondisi current state sehingga
dapat diidentifikasi permasalahan dari segi waktu maupun biaya yang dapat
dilakukan analisis untuk merumuskan rekomendasi perbaikan untuk kinerja SRG.

Tujuan Penelitian
Sesuai dengan poin-poin motivasi alasan dan tantangan riset di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah (1) mengembangkan model pengukuran kinerja SRG,
(2) mengaplikasikan model pengukuran kualitas layanan SRG berbasis
SERVQUAL dan (3) menyusun strategi Value Stream Mapping (VSM) untuk
meningkatkan kinerja (SRG).

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan model pengukuran
kinerja untuk peningkatan kinerja SRG dan kualitas layanan pada SRG serta
menghasilkan strategi untuk meningkatkan kinerja SRG yang dapat menjadi
kerangka acuan untuk SRG lainnya yang ada di Indonesia.

3
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada SRG untuk komoditas gabah dengan studi
kasus SRG gabah di Kabupaten Barito Kuala (Batola) Provinsi Kalimantan
Selatan dengan melibatkan Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan
Kabupaten Batola, Petani dan Kelompok Tani di Kecamatan Mandastana Batola,
Pengelola Gudang (PT. BGR), UB. Jasatama Bulog dan Bank Kal-Sel Cabang
Marabahan. Kajian masalah khusus pada penelitian ini adalah pengukuran kinerja,
pengukuran kualitas layanan dan penyusunan strategi peningkatan kinerja dengan
memperhatikan seluruh stakeholder yang terlibat dan seluruh proses bisnis yang
terjadi pada SRG.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Resi Gudang
Menurut UU No. 9 tahun 2011, Resi Gudang (warehouse receipt) adalah
dokumen bukti kepemilikan barang yang disimpan di suatu gudang yang
diterbitkan oleh pengelola gudang. Sistem Resi Gudang (SRG) adalah kegiatan
yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan dan penyelesaian
transaksi resi gudang. Dengan demikian, SRG dapat memfasilitasi pemberian
kredit bagi dunia usaha dengan agunan inventori atau barang yang disimpan di
gudang. Resi gudang dapat digunakan sebagai agunan karena resi gudang dijamin
dengan komoditas tertentu yang berada dalam pengawasan pihak ketiga
(Pengelola Gudang) yang terakreditasi. Sistem ini telah dipergunakan secara luas
di negara-negara maju atau di negara-negara dimana pemerintah telah mulai
mengurangi perannya dalam menstabilisasi harga komoditi, terutama komoditi
agribisnis.
Dalam penerapan SRG, terdapat beberapa pihak yang terkait dalam
penerbitan resi gudang. Lembaga pertama adalah pengelola gudang. Pengelola
gudang adalah pihak yang melakukan usaha perdagangan, baik gudang milik
sendiri maupun milik orang lain yang melakukan penyimpanan, pemeliharaan dan
pengawasan yang disimpan oleh pemilik barang. Lembaga ini dipersyaratkan
harus berbentuk badan usaha hukum dan telah mendapat persetujuan dari Badan
Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI). Dalam pelaksanaanya,
pengelola gudang wajib membuat perjanjian pengelolaan secara tertulis baik
dengan pemilik barang, yang sekurang-kurangnya memuat identitas serta hak dan
kewajiban para pihak, jangka waktu penyimpanan, deskripsi barang dan asuransi.
Lembaga kedua adalah Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK). LPK adalah
suatu lembaga terakreditasi yang melakukan kegiatan penilaian untuk
membuktikan bahwa persyaratan tertentu mengenai produk, sistem, proses, dan
atau sumber daya manusia yang dimiliknya telah terpenuhi dan sesuai dengan
standar. Kegiatan penilaian kesesuaian ini mencakup lembaga inspeksi,
laboratorium penguji dan lembaga sertifikasi sistem mutu. Proses untuk
mendapatkan resi gudang dimulai dengan Petani terlebih dahulu mendatangi
Pengelola Gudang dengan membawa komoditi yang akan diresigudangkan.

4
Sebelum masuk gudang, komoditi tersebut terlebih dahulu diuji mutu dan
kuantitasnya oleh LPK yang ada di gudang atau kantor pengelola gudang.
Sementara itu Pengelola Gudang akan membuat perjanjian pengelolaan barang
yang berisi deskripsi barang dan asuransi.
Deskripsi barang dibuat berdasarkan sertifikat hasil uji mutu yang
dikeluarkan oleh LPK. Setalah surat perjanjian pengelolaan barang telah
ditandatangani, Pengelola Gudang akan menghubungi Pusat Registrasi untuk
meminta kode registrasi. Pengelola Gudang dapat langsung menerbitkan dokumen
resi gudang tepat setelah menerima kode registrasi dari Pusat Registrasi.
Dokumen resi gudang yang sah akan mencantumkan informasi antara lain judul
dan jenis komoditi, nama pemilik komoditi, lokasi gudang, tanggal penerbitan,
nomor penerbitan, nomor registrasi, deskripsi barang (kuantitas dan kualitas),
waktu jatuh tempo, biaya simpan, nilai barang dan harga pasar.
Secara lebih komprehensif Bappebti (2012) mengemukakan bahwa manfaat
SRG akan diterima oleh semua stakeholder, yaitu: petani, usaha pergudangan,
perusahaan pengguna komoditas/prosesor, dan perbankan. Bahkan, dalam tataran
yang lebih makro manfaat SRG juga akan berdampak positif pada perekonomian
daerah dan nasional. Lebih detail, manfaat SRG bagi berbagai stakeholder
disajikan pada Tabel 1.
Menurut BRI (2008) terdapat beberapa kendala dalam penerapan SRG,
pertama adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh pemilik komoditas relatif lebih
besar dikarenakan banyaknya lembaga yang terlibat dalam SRG tersebut membuat
pembengkakan biaya. Kedua, kuantitas komoditas petani relatif lebih kecil,
sehingga apabila diresigudangkan tidak sebanding dengan biaya yang harus
dikeluarkan. Ketiga, belum adanya pihak yang berfungsi sebagai off taker.
Keempat, kuantitas independensi dan profesionalisme lembaga penilai kesesuaian
juga perlu ditingkatkan. Selain kendala dari sisi perbankan, pola pembiayaan
melalui sistem resi gudang juga belum optimal diberlakukan karena masih
kurangnya pemahaman masyarakat dan pelaku usaha. Pemerintah daerah juga
kurang berperan dalam mendorong pelaksanaan sistem itu. Sinergi antar instansi
terkait, pemerintah daerah dan sektor swasta serta pelaku sistem resi gudang juga
belum maksimal, serta belum adanya lembaga penjamin.
Ariyani (2008) mengungkapkan bahwa implementasi resi gudang masih
menemukan banyak hambatan di lapangan. Hambatan tersebut antara lain
terbatasnya jumlah gudang penyimpan hasil pertanian dan sikap petani yang tidak
sabar dengan sistem tunda jual produk yang diagunkan tersebut. Faktor yang
dianggap kunci menjadi penyebab lambatnya implementasi SRG adalah masih
terbatasnya sosialisasi mengenai SRG terutama di daerah-daerah sentra penghasil
komoditas pertanian.

5
Tabel 1 Potensi manfaat SRG bagi berbagai stakeholder
No.
1.

Stakeholder
Petani/Produsen

2.

Pergudangan

3.

Perusahaan
pengguna
komoditas/prosesor

4.

Pedagang/eksportir

5.

Perbankan

6.

Perekonomian
daerah/nasional

Manfaat
Mendapatkan harga yang lebih baik (menunda waktu
penjualan).
Kepastian kualitas dan kuantitas atas barang yang
disimpan.
Mendapatkan pembiayaan dengan cara yang tepat dan
mudah.
Mendorong berusaha secara berkelompok sehingga
meningkatkan posisi tawar
Mendorong tumbuhnya industri pergudangan dan bidang
usaha terkait.
Mendapatkan income dari jasa pergudangan.
Meningkatkan akses untuk mendapatkan sumber bahan
baku yang berkualitas.
Mengurangi biaya penyimpanan.
Perencanaan supply yang lebih baik.
Ketersediaan atas volume dan kualitas.
Supply tersedia sepanjang musim.
Terdapatnya pembiayaan bagi perdagangan (ekspor).
Resi gudang sebagai dokumen transaksi Letter of Credit
akan menambah keyakinan para pihak termasuk bank.
Mencegah/mengurangi terjadinya fraud dalam transaksi
ekspor.
Tumbuhnya peluang baru : jasa perbankan di daerah
(provinsi dan kabupaten).
Perlindungan yang tinggi atas jaminan.
Jaminan bersifat liquid.
Aktivitas
penyaluran kredit
yang
aman dan
menguntungkan.
Pengenalan dan pemanfaatan produk perbankan bagi
petani, UKM berupa kredit resi gudang serta produk
perbankan lainnnya (tabungan, deposito, dll).
Pembiayaan transaksi dalam negeri dan ekspor.
Pembiayaan
tumbuhnya
pelaku
usaha
(petani
produsen/eksportir).
Industri pergudangan, jasa perbankan, jasa asuransi, jasa
pengujian mutu, dll di daerah.
Sarana pengendalian sediaan (stok) nasional yang lebih
efisien.

Sumber : Bappebti (2012)

Pengukuran Kinerja
Neely (2001) menggambarkan pengukuran kinerja sebagai proses
kuantifikasi tindakan, di mana pengukuran adalah proses kuantifikasi dan
tindakan berkorelasi dengan kinerja. Neely mengusulkan bahwa kinerja harus
didefinisikan sebagai efisiensi dan efektivitas tindakan, yang mengarah pada
definisi pengukuran kinerja sebagai proses mengukur efisiensi dan efektivitas
tindakan dan sebagai serangkaian metrik yang digunakan untuk mengukur
efisiensi dan efektivitas dari suatu tindakan.

6
Saat ini, ada tiga model sistem pengukuran kinerja terintegrasi yang populer
dan digunakan secara luas di dunia industri maupun organisasi yaitu Balanced
Scorecard dari Harvard Business School, Integrated Performance Measurement
System (IPMS) dari Centre for Strategic Manufacturing University of Strathclyde,
dan Performance Prism dari kolaborasi antara Accenture dengan Cranfield School
of Management (Neely 2001).
Jika dibandingkan dengan Balanced Scorecard, Performance Prism
memiliki beberapa kelebihan diantaranya mengidentifikasi stakeholder dari
banyak pihak yang berkepentingan, seperti pemilik dan investor, pemasok,
pelanggan, tenaga kerja, pemerintah dan masyarakat sekitar. Sedangkan Balanced
Scorecard mengidentifikasikan stakeholder hanya dari sisi stakeholder dan
customer saja. Bila dibandingkan dengan IPMS, Performance Prism memiliki
kelebihan, yaitu Key Performance Indicator (KPI) yang diidentifikasi terdiri dari
KPI strategi, KPI proses, dan KPI kapabilitas. Sebaliknya, IPMS langsung
mengidentifikasikan KPI-KPInya tanpa memandang mana yang merupakan
strategi, proses, dan kapabilitas perusahaan atau organisasi.
Performance Prism bekerja dalam dua cara yaitu dengan menganggap
bahwa keinginan dan kebutuhan adalah milik para stakeholder, dan secara khusus
apa yang organisasi inginkan dan butuhkan dari para stakeholder nya. Dengan
cara ini, hubungan timbal balik dengan tiap-tiap stakeholder dapat diperiksa.

Pengukuran Kualitas Layanan
Saat ini sektor jasa sangat berperan dalam perekonomian. Secara sederhana
jasa adalah kegiatan, proses dan kinerja. Menurut Zeithaml et al (2001) jasa
merupakan sesuatu yang tidak berwujud yang tidak dapat diraba, tidak dapat
dilihat dan dirasakan, tetapi lebih pada suatu kegiatan yang tidak berwujud dan
memiliki kinerja. Secara luas jasa tidak hanya digunakan pada sektor bisnis jasa
namun juga terjadi di sektor bisnis manufaktur. Dalam sektor manufaktur jasa
dapat berupa garansi, kontrak perawatan alat, pelatihan operasional alat,
pengiriman, pengelolaan persediaan dan juga jasa perawatan.
Kesadaran terhadap pentingnya kualitas layanan telah menjadikan
pengukuran kualitas sebagai kegiatan wajib dan rutin bagi banyak perusahaan
maupun organisasi. Sudah banyak pula perusahaan dan instansi layanan publik
membentuk departemen atau bagian yang menangani masalah kualitas ini.
Manfaat pengukuran kualitas jasa dinyatakan Zeithaml et al (2001) adalah: 1)
Mengetahui dengan baik bagaimana jalannya atau bekerjanya proses pelayanan
jasa; 2) Mengetahui dimana harus melakukan perubahan dalam upaya melakukan
perbaikan kualitas berkelanjutan untuk memuaskan pelanggan, terutama hal-hal
yang dianggap penting oleh pelanggan; 3) Membantu keefektifan intervensi
program perbaikan kualitas; 4) Memastikan apakah perubahan yang dilakukan
mengarah ke perbaikan operasi kualitas. Dimensi pengukuran kualitas layanan
yang sangat terkenal disampaikan oleh Parasuraman, Berry dan Zeithaml yaitu
SERVQUAL.

7
Value Stream Mapping (VSM)
Value Stream Mapping (VSM) adalah salah satu alat atau metode berupa
gambar dari seluruh aktivitas yang dibutuhkan untuk membawa produk atau jasa
sampai kepada pelanggan. Tujuan dari VSM adalah untuk menggambarkan proses,
mengidentifikasi, serta mengeliminasi waste yang ada pada suatu proses.
Keuntungan dari VSM adalah dapat memvisualisasikan proses, mulai dari aliran
material hingga aliran informasi yang dibutuhkan dalam sebuah proses sehingga
dapat terlihat atau ditemukan waste yang muncul (Gaspersz 2007).
VSM atau peta aliran nilai merupakan salah satu metode dari implementasi
“Lean Entreprise” yakni sebuah teknik yang digunakan untuk
mendokumentasikan, menganalisa dan meningkatkan arus informasi atau bahan
yang dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah produk atau layanan untuk
pelanggan. Hasil dokumentasi serta analisis yang dilakukan dituangkan ke dalam
sebuah peta aliran. Fungsi peta aliran ini adalah untuk menjelaskan proses-proses
apa saja yang terlibat, lama proses yang dilakukan, serta alur proses yang
dikerjakan.

Penelitian Sebelumnya
Hasil kajian empiris dan ilmiah tentang manfaat SRG, terutama untuk petani,
masih sangat terbatas. Namun dari studi Kurniawan (2009) di Kabupaten
Majalengka tentang SRG menyimpulkan bahwa dari hasil struktur pendapatan
usaha tani padi, petani yang berpartisipasi di SRG memiliki pendapatan lebih
tinggi dibandingkan dengan petani non SRG. Dengan demikian, SRG memiliki
kemampuan menghasilkan penerimaan tunai yang lebih baik. Hasil studi Yudho
(2008) juga menunjukkan SRG cukup efektif dan memberikan manfaat lindung
nilai bagi petani. Biaya untuk resi gudang masih lebih rendah dibandingkan
penerimaan yang diterima dengan mengikuti SRG.
Hasil studi Riana (2010) mengungkapkan bahwa sektor perbankan sebagai
komponen pendukung SRG belum banyak yang menggunakan resi gudang
sebagai hak jaminan. Hal tersebut dikarenakan timbul beberapa masalah dalam
pelaksanaannya. Masalah-maslaah tersebut antara lain biaya yang cukup besar,
belum meratanya pembangunan fasilitas pendukung, pembiayaan dikucurkan
untuk jangka waktu yang pendek, keraguan sektor perbankan untuk menggunakan
SRG dan kurangnya pemahaman mengenai arti penting dan manfaat resi gudang.
Hasan (2008) melakukan diagnosis yang cukup kritis terhadap kelembagaan
SRG ini yang harus direspon oleh pihak yang concern untuk menjadikan SRG
sebagai alternatif pembiayaan untuk sektor pertanian. Menurut pandangannya,
kelembagaan dalam penerbitan, pengalihan, penggantian dan penerbitan derivatif
resi gudang menandakan lebih fokus pada ke pembentukan pasar sekunder SRG
dan derivatifnya, daripada pasar komoditas itu sendiri. Jika ada kecenderungan
kearah derivatif, maka muatan SRG sebagai instrument bisnis akan lebih dominan
sehingga bisa trade-off dengan tujuan pemberdayaan petani.
Berdasarkan hasil penelitian Sadaristuwati (2008), sebagai program yang
relatif baru, keberadaan SRG masih menghadapi sejumlah permasalahan,
diantaranya: (1) minimnya sarana dan prasarana, (2) kualitas barang masih rendah

8
(mutu/keseragaman), (3) beban biaya, (4) kurangnya tingkat kepercayaan dari
lembaga keuangan atau bank, (5) tingkat suku bunga yang masih terlalu tinggi
serta (6) hubungan antar lembaga yang kurang sinergis. Hal yang paling
berpengaruh juga terletak pada masih kurangnya minat petani untuk menyimpan
hasil panennya pada SRG karena kualitas layanan masih jauh dari yang mereka
harapkan.

3 METODE
Kerangka Pemikiran
Gabah merupakan komoditas andalan Indonesia, dimana harganya
berfluktuasi tergantung dari musim. Salah satu hal yang dapat dilakukan agar para
petani gabah tidak dirugikan dengan adanya fluktuasi harga gabah adalah dengan
melakukan penerapan SRG.
SRG sebagai suatu alternatif yang diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi setiap pihak yang terlibat harus memberikan kinerja yang optimal. Oleh
karena itu diperlukan adanya suatu pengukuran kinerja.Selain itu, salah satu hal
yang menjadi tolak ukur keberhasilan juga dapat dilakukan dengan melakukan
pengukuran kualitas layanan. Setelah diketahui ukuran kinerja dan kualitas
layanan yang ada pada penerapan SRG, maka dapat dilakukan upaya untuk
meningkatkan kinerja. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah dengan
menggunakan metode VSM. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam
penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
Mulai
Mengidentifikasi kondisi
current state SRG
Mengembangkan model
pengukuran kinerja SRG

Menggambar peta
current state waktu dan biaya

Model Pengukuran
Kinerja SRG

Mengembangkan model
pengukuran kualitas layanan SRG
Model Pengukuran
Kualitas layanan SRG

Analisis penentuan solusi
permasalahan
Strategi peningkatan
kinerja SRG
Selesai

Gambar 1 Kerangka pemikiran peningkatan kinerja sistem resi gudang (SRG)
berbasis value stream mapping (VSM)

9
Penelitian ini terdiri dari 3 tahapan pelaksanaan, yaitu mengembangkan
model pengukuran kinerja SRG, mengembangkan model pengukuran kualitas
layanan SRG dan menyusun strategi pengingkatan kinerja SRG berbasis VSM.
Secara lebih detail tahapan pencapaian tujuan penelitian ini disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Tahapan pencapaian tujuan penelitian
Tujuan
Mengembangkan
model pengukuran
kinerja SRG

Stakeholder yang
terlibat
Petani / Kelompok
Tani
Pengelola gudang
Lembaga Penilai Mutu
Lembaga Pengawas
Lembaga keuangan

Output

Metode Analisis
Performance
Prism
OMAX
Traffic light system

Model
pengukuran
kinerja SRG

Model
pengukuran
kualitas layanan
SRG
Strategi
peningkatan
kinerja

Mengembangkan
model pengukuran
kualitas layanan SRG

Petani / Kelompok
Tani
Pengelola gudang

SERVQUAL

Menyusun strategi
VSM untuk
meningkatkan kinerja
SRG

Petani / Kelompok
Tani
Pengelola gudang
Lembaga Asuransi
Lembaga Penilai Mutu
Pusat Registrasi
Lembaga Pengawas
Lembaga keuangan

Value Stream
Mapping (VSM)

Pengembangan Model Pengukuran Kinerja SRG
Pengukuran kinerja pada suatu perusahaan, lembaga atau organisasi dalam
periode atau jangka waktu tertentu sangat diperlukan agar prestasi pada periode
tersebut dapat diketahui, apakah sudah mencapai performance expectation atau
kinerja yang diharapkan, sehingga dapat menjelaskan hubungan sebab akibat
antara kegiatan pengukuran kinerja yang telah dilakukan dengan hasil akhir yang
dicapai. Pengukuran kinerja merupakan komponen dalam performance based
management, yaitu suatu aplikasi informasi sistematik yang dibangun berdasarkan
perencanaan, pengukuran dan evaluasi kinerja menuju perencanaan yang strategis.
Tahapan pengembangan model pengukuran kinerja SRG seperti yang disajikan
pada Gambar 2 dengan menggunakan integrasi metode Performance Prism (Neely
2001), metode objective matrix (OMAX) (Riggs 1987) dan traffic ligh system
(Brundan 2010).

10
Mulai

Performance Prism
Identifikasi stakeholder,kepuasaan
dan tujuan
Identifikasi strategi, proses dan
kapabilitas
Penyusunan Key Performance
Indicator (KPI)
Validasi
Tidak
Ya
OMAX
Pembobotan KPI
(menggunakan pairwise comparison)
Pengambilan data pengukuran kinerja

Perhitungan skor pada tabel OMAX

Traffic Light System
Scoring KPI
Penentuan level kinerja

Analisis

Rekomendasi Perbaikan

Selesai

Gambar 2 Pengembangan model pengukuran kinerja SRG

11
Performance Prism
Tahapan yang dilakukan pada Performance Prism diawali dengan
identifikasi stakeholder yang terlibat dan mencari stakeholder yang memegang
peranan kunci pada SRG untuk memberikan evaluasi pada tahap penyusunan Key
Performance Indicator (KPI) SRG, kepuasan, kontribusi, strategi dan kapabilitas
terhadap SRG. Identifikasi ini dilakukan dengan melihat data yang ada di SRG
dan wawancara kepada stakeholder yang terlibat.

Identifikasi Parameter Kinerja (Key Performance Indicator)
Langkah selanjutnya adalah menyusun indikator atau parameter kinerja, dan
wawancara dengan beberapa pihak yang terlibat langsung yang mengisi kuesioner
variabel kinerja berdasarkan Performance Prism. Key Performance Indicator
(KPI) ditetapkan sebagai ukuran untuk mengetahui tingkat pencapaian masingmasing tujuan (Syairuddin et al. 2007). Berdasarkan hasil diskusi yang telah
dilakukan, hasil checklist pemilihan variabel kinerja Performance Prism yang
disarankan dan hasil identifikasi kelima faset Performance Prism, disusun
beberapa item parameter kinerja. Sebagai verifikasi parameter kinerja yang telah
disusun, dilakukan diskusi kembali dengan stakeholder yang memegang peranan
kunci pada SRG ini untuk memastikan bahwa parameter kinerja yang disusun
benar-benar bisa diterapkan dan sesuai dengan kebutuhan SRG.

Pembobotan dan Pengkategorian KPI
Parameter-parameter yang telah dirumuskan sebagai KPI kemudian
dituangkan ke dalam kuesioner untuk diberikan kembali kepada stakeholder yang
memegang peranan kunci pada SRG untuk diberi bobot sesuai dengan kebutuhan
SRG. Bobot untuk masing-masing KPI diolah dengan menggunakan pairwise
comparison.
Penentuan Prioritas berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif
dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat yang
diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh
terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini akan ditempatkan dalam
bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison. Kaidah
pembobotan yang digunakan adalah (1) nilai bobot KPI berkisar antara 0 – 1 atau
antara 0% – 100% jika menggunakan prosentase, (2) jumlah total bobot semua
KPI harus bernilai 1 (100%) dan (3) tidak ada bobot yang bernilai negatif (-).
Hasil data dari kuesioner kemudian diolah. Bobot yang didapatkan harus
konsisten dengan syarat inconcistency ratio harus kurang dari atau sama dengan
0,1. Bila tidak konsisten, maka dilakukan konfirmasi kembali kepada pihak
stakeholder yang memegang peranan kunci pada SRG hingga tercapai tingkat
konsistensi yang disyaratkan. Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika
membandingkan dua elemen, perlu dipahami tujuan yang diambil secara umum.
Dalam penyusunan skala kepentingan, maka digunakanlah patokan pada Tabel 3.

12
Tabel 3 Skala kepentingan yang digunakan
Intensitas
Kepentingannya
1

Definisi
Kedua elemen sama pentingnya.

3

Elemen yang satu sedikit lebih
penting ketimbang lainnya.

5

Elemen yang satu esensial atau
sangat penting ketimbang elemen
lainnya.
Satu elemen jelas lebih penting dari
elemen lainnya.

7

9

2,4,6,8
Kebalikan

Satu elemen mutlak lebih penting
ketimbang elemen lainnya.

Nilai-nilai diantara dua pertimbangan
yang berdekatan.
Jika untuk aktivitas i mendapat satu
angka bila dibandingkan dengan
suatu aktivitas j, maka j mempunyai
nilai kebalikannya bila dibandingkan
dengan aktivitas i.

Penjelasan
Dua elemen menyumbangnya
sama besar pada elemen itu
Pengalaman dan pertimbangan
sedikit
menyokong
satu
elemen atas yang lainnya.
Pengalaman dan pertimbangan
dengan kuat menyokong satu
elemen atas yang lainnya.
Satu elemen dengan kuat
disokong dan dominannya
telah terlihat dalam praktek.
Bukti yang menyokong elemen
yang satu atas yang lain
memiliki tingkat penegasan
tertinggi
yang
mungkin
menguatkan.
Kompromi diperlukan antara
dua pertimbangan.

Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma reciprocal,
artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka elemen j harus
sama dengan 1/3 kali pentingnya dibanding elemen i. Disamping itu,
perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama
penting. Dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama penting. Jika terdapat
m elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran m x n.
Konsistensi jawaban responden dalam menentukan prioritas elemen
merupakan prinsip pokok yang akan menentukan validitas data dan hasil
pengambilan keputusan. Secara umum, responden harus memiliki konsistensi
dalam melakukan perbandingan elemen. Jika A > B dan B > C maka secara logis
responden harus menyatakan bahwa A > C, berdasarkan nilai numerik yang telah
disediakan.

Pengukuran Kinerja
Proses pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui apakah selama
pelaksanaan kinerja terdapat deviasi dari rencana yang telah ditentukan, atau
apakah kinerja dapat dilakukan sesuai target yang ditetapkan atau diharapkan pada
tahun pengukuran (2010 – 2013). Data yang diperoleh dikonversikan dalam
bentuk angka atau skor. Adapaun sistem penyekoran yang digunakan dalam
penelitian ini adalah OMAX (Objective Matrix) untuk setiap KPI. Skor OMAX

13
terletak pada rentang 0 sampai dengan 10 dimana nilai 0 menunjukkan bahwa
kinerja KPI sangat jauh dibawah target atau data dikatakan kinerja terjelek, nilai 8
menunjukkan kinerja KPI sama dengan yang telah ditargetkan, dan nilai nilai 10
menunjukkan KPI telah mencapai target dan jauh melampaui target. Nilai
1,2,3,4,5,6 dan 7 merupakan nilai interpolasi dalam rentang 0 sampai dengan 8
dan nilai 9 adalah interpolasi antara nilai 8 dan 10.
Pada saat pengukuran digunakan konsep traffic light system dengan
menggunakan tiga warna, yaitu warna hijau dengan ambang batas 8,0 sampai
dengan 10,0 artinya kinerja KPI telah mencapai target bahkan melampaui target,
warna kuning dengan ambang batas 4,0 sampai dengan 7,9 artinya kinerja KPI
belum mencapai target tetapi telah mendekati target yang akan dicapai, dan warna
merah dengan ambang batas lebih kecil atau sama dengan 3,9 artinya kinerja KPI
benar-benar dibawah target dan KPI ini perlu dapat perhatian khusus pada saat
periode berikutnya.

Aplikasi Model Pengukuran Kulitas Layanan SRG Berbasis SERVQUAL
Penerapan SRG diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi semua
stakeholder yang terlibat. SRG merupakan suatu bentuk layanan
yang
menawarkan jasa kepada petani untuk menyimpan komoditi mereka dengan bukti
berupa dokumen resi gudang. Kualitas layanan yang baik pada SRG diharapkan
dapat membuat pelanggan (petani) merasa nyaman dan aman untuk menyimpan
komoditi nya. Oleh karena itu, perlu dikembangkan model untuk pengukuran
kualitas layanan SRG. Metode yang digunakan adalah SERVQUAL (Parasuraman
et al. 1985) yang menggunakan pendekatan user based-approach atau
berdasarkan penilaian pelanggan pengguna jasa (customer assesment), yang
mengukur kualitas jasa secara kuantitatif dalam bentuk kuesioner dan
mengandung dimensi-dimensi kualitas jasa, yaitu bukti langsung (tangible),
kehandalan (reliability), daya tangkap (responsiveness), jaminan (assurance) dan
kemudahan dalam melakukan hubungan (empathy).
Dalam menerapkan model SERVQUAL untuk suatu bentuk pelayanan,
terlebih dahulu harus diidentifikasi variabel-variabel yang sesuai dengan bentuk
pelayanan tersebut, yakni faktor-faktor apa saja yang diduga mengidentifikasikan
tingkat kepuasan pelanggan, dengan mengacu dan menguraikan lima dimensi
kualitas jasa. Kuesioner yang dibuat meliputi dua hal yaitu ekspektasi dan
persepsi dan menggunakan skala likert dengan rentan nilai jenjang yang dipilih
sesuai keinginan peneliti. Tiap-tiap nilai dari skala likert diberi arti dengan
harapan agar dapat mengurangi terjadinya bias atau kemenduaan (ambiguity) yang
dirasakan pelanggan ketika memberi penilaian. Nilai SERVQUAL dihitung
sebagai berikut :
a. Menentukan nilai SERVQUAL (Si) bagi setiap pernyataan untuk setiap
responden/ pelanggan, dengan menggunakan persamaan :

(1)
Keterangan :
i

= 1 , 2 , 3 , …, n
= nilai persepsi responden/pelanggan untuk pernyataan ke-i

14
= nilai ekspektasi responden/pelanggan untuk pernyataan ke-i

b. Menjumlahkan nilai SERVQUAL yang didapat untuk setiap kriteria untuk
setiap responden/pelanggan, dan bagi jumlahnya dengan banyaknya pernyataan
yang mewakili kriteria tersebut dengan persamaan :

=

, dimana i = 1 , 2 , 3 , …, n

(2)

Keterangan :
= skor SERVQUAL
= jumlah nilai SERVQUAL
= banyaknya pernyataan yang mewakili kriteria

Σ

tersebut untuk mendapatkan nilai total SERVQUAL
c. Menjumlahkan nilai
(TSQ) bagi setiap responden, dengan persamaan :
(3)
Keterangan :
= nilai total SERVQUAL

d. Jika terdapat N responden/ pelanggan, maka bagi
dengan N untuk
mendapatkan rata-rata nilai total SERVQUAL (
), dengan persamaan :
(4)
Keterangan :
= jumlah total responden

= rata-rata nilai total SERVQUAL

Penyusunan Strategi Value Stream Mapping (VSM) untuk
Peningkatan Kinerja SRG

Kondisi Aktual (Current State) VSM
Langkah pertama yang dilakukan pada untuk membuat VSM kondisi aktual
adalah melakukan brainstorming dengan pakar atau key person yang bertanggung
jawab terhadap proses pada SRG mulai dari tahap pengajuan untuk penyimpanan
barang pada gudang sampai dengan proses pengeluaran barang. Setelah
didapatkan informasi sebanyak mungkin, maka dilanjutkan dengan membuat
daftar yang perlu ditanyakan, yang biasanya identik dengan pemborosan dari segi
waktu dan biaya.
Kemudian dilanjutkan dengan turun ke lapangan melihat proses secara
langsung, mengamati proses secara langsung dengan bekal daftar pertanyaan yang
telah di buat dan didapatkan dari key person tersebut. Selanjutnya membuat
koreksi dan fakta di lapangan seperti apa, baik berkaitan waktu maupun biaya.
Pada tahapan ini dibuat tabel untuk memudahkan pengamatan langsung yang di

15
lakukan. Setelah itu membuat kesepakatan berkaitan dengan simbol yang akan di
pakai dalam pembuatan VSM. Setelah didapatkan gambar VSM dan perhitungan
untuk biaya, dilakukan diskusi kembali dengan key person untuk memvalidasi
apakah hasil temuan pada gambar kondisi aktual VSM telah sesuai. Apabila ada
hasil yang tidak sesuai, maka dilakukan pengamatan dan diskusi kembali.
Penggambaran alur proses bisnis yang terjadi secara keseluruhan dilakukan
menggunakan PowerDesigner 16.0 pada diagram BPMN 2.0 (Sybase 2011).
Penggambaran aliran proses untuk menunjukkan aliran waktu menggunakan
Microsoft Visio 2007 (Microsoft 2007).

Analisis Solusi Permasalahan
Setelah didapatkan kondisi aktual pada SRG, maka dilakukan analisis untuk
penentuan masalah dan analisis solusi dari permasalahan yang ditemukan.
Analisis solusi permasalahan dilakukan dengan diskusi kepada key person SRG
untuk mendapatkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja
SRG dari perspektif waktu dan biaya. Hasil strategi yang di dapatkan menjadi
acuan untuk penyusunan kondisi yang akan datang (future state) VSM.

Kondisi Ideal yang Diharapkan (Future) VSM
Apabila pada hasil identifikasi analisis solusi permasalahan ditemukan suatu
bagian proses yang perlu dihilangkan atau perubahan aliran, maka dapat
digambarkan kembali dalam sebuah peta. Apabila aliran proses yang terjadi tidak
mengalami pengurangan atau perubahan, maka untuk kondisi ideal yang
diharapkan akan dituangkan dalam analisis solusi permasalahan yang dapat
menjadi strategi untuk kondisi yang akan datang.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengembangan Model Pengukuran Kinerja SRG
Tahapan awal dalam pengukuran kinerja menggunakan metode performance
prism adalah dengan melakukan identifikasi stakeholder yang terlibat pada SRG
ini beserta kepuasaan dan kontribusinya. Hasil identifikasi stakeholder beserta
kepuasan dan kontribusi SRG gabah Batola disajikan pada Lampiran 1 ini
didapatkan dengan cara wawancara dan diskusi langsung dengan pihak yang
terkait. Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan pada kondisi dilapangan
pada SRG gabah Batola ini yaitu kelompok tani Tuntung Pandang, pengelola
gudang PT. BGR, lembaga penilai mutu UB. Jasatama Bulog dan Bank Kal-Sel
Cabang Marabahan.
Tahapan kedua yang dilakukan adalah melakukan identifikasi tujuan,
strategi, proses dan kapabilitas dari SRG di Batola ini. Identifikasi dilakukan
dengan mengumpulkan peraturan terkait SRG dari Dinas Koperasi Perindustrian

16
dan Perdagangan Kabupaten Barito Kuala dan dari pihak pengelola gudang PT.
BGR. Hasil penyusunan identifikasi ini kemudian diverifikasi dengan melakukan
diskusi dan wawancara langsung kepada stakeholder yang terlibat. Hasil
identifikasi tujuan, strategi, proses dan kapabilitas SRG di Batola disajikan pada
Lampiran 2.
Setelah dilakukan verifikasi maka dilanjutkan dengan penyusuan Key
Performance Indicator (KPI) prism dengan melihat dari perspektif seluruh
stakeholder yang terlibat. KPI ditetapkan sebagai ukuran untuk mengetahui
tingkat pencapaian masing-masing tujuan (Syairuddin et al. 2007). Jumlah KPI
yang didapatkan untuk SRG Gabah di Batola Kal-Sel ini setelah dilakukan proses
validasi untuk memastikan KPI yang dihasilkan benar-benar bisa diterapkan dan
sesuai dengan kebutuhan SRG adalah sebanyak 24 buah seperti yang dapat dilihat
pada pada Tabel 3. Penentuan KPI ini dilakukan dengan cara diskusi secara
langsung kepada stakeholder yang memegang peranan kunci atau sangat
mengetahui kondisi pada SRG ini, yaitu Kepala Dinas Koperasi Perindustrian dan
Perdagangan, Kepala pengelola gudang dari PT. BGR, Ketua kelompok tani
Tuntung Pandang dan Kepala UB. Jasatama Bulog.
Tabel 4 Hasil rumusan KPI SRG gabah Batoal Kal-Sel
KPI

Kode

KPI

Jumlah sosialisasi SRG
ke petani per periode

K1

Jumlah fasilitas layanan
sarana informasi untuk
perkembangan harga

K9

Jumlah kelompok tani
yang meresigudangkan
hasil panen nya

K2

Jangka waktu kerjasama

K10

Banyaknya jumlah
pengontrolan gudang

K3

Presentasi ketepatan
jadwal komunikasi yang
dilakukan per periode

K11

K4

Banyaknya jumlah
keluhan yang masuk

K12

Banyaknya jumlah
maintenance peralatan
gudang yang dilakukan
Presentasi kerusakan
fasilitas gudang per
tahun
Jumlah kerusakan atau
kehilangan barang yang
disimpan akibat
kebocoran, pencurian
atau dimakan tikus

K5

Persentasi banyaknyan
jumlah keluhan
terlayani

Kode

KPI
Jumlah kerusakan
barang akibat
kebakaran atau
kebanjiran
Jumlah klaim
asuransi yang
dikeluarkan akibat
risiko kebakaran
atau kebanjiran.
Jumlah nominal
kredit yang
dikeluarkan untuk
resi gudang
Jumlah Bank atau
lembaga keuangan
yang menawarkan
pemberian kredit

Kode
K17

K18

K19

K20

K13

Lama waktu
pelayanan sampai
mendapatkan kredit

K21

K14

Jumlah Petani yang
menggunakan jasa
Perbankan lainnya

K22

K6

Jumlah kecelakaan
kerja yang terjadi

Jumlah komoditas yang
disimpan pertahun

K7

Persentasi kesesuaian
gabah yang disimpan
dengan standar kualitas
untuk penyimpanan

K15

Lama waktu
penyimpanan

K8

Jumlah dokumen resi
gudang yang
diterbitkan.

K16

Jumlah
produktivitas hasil
panen Petani yang
diresigudangkan
Persentasi
keuntungan Petani
saat meresi
gudangkan hasil
panen nya

K23

K24

17
Parameter yang telah dirumuskan diatas kemudian dituangkan kedalam
kuesioner untuk diberikan kembali kepada stakeholder yang terlibat dalam hal ini
adalah kepada pihak Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan
(Diskoperindag) Kabupaten Batola, Kepala pengelola gudang dari PT. BGR,
Ketua kelompok tani Tuntung Pandang dan Kepala UB. Jasatama Bulog
Banjarmasin untuk diberi bobot sesuai dengan kebutuhan SRG. Bobot untuk
masing-masing kategori kemudian diolah lebih lanjut dengan menggunakan
Pairwise Comparison untuk menentukan tingkat kepentingan SRG terhadap KPI
tersebut. Total nilai bobot dari seluruh KPI adalah 1. Adapun keseluruhan nilai
bobot KPI terhadap SRG dapat dilihat pada Tabel 5 Analisis tersebut dapat
digunakan untuk menentukan perbedaan antara prasyarat yang diinginkan dengan
kondisi lingkungan SRG.
Bobot berfungsi dalam menentukan tingkat kepentingan KPI terhadap
kesuksesan bisnis, bobot tersebut dapat digunakan untuk menentukan perbedaan
antara prasyarat yang diinginkan dengan kondisi lingkungan perusahaan (Arianto
dan Pratiwi 2010).
Tabel 5 Nilai bobot KPI
Kode
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
K9
K10
K11
K12
K13
K14
K15
K16
K17
K18
K19
K20
K21
K22
K23
K24

Satuan
kali/tahun
kelompok
kali/tahun
kali/tahun
%
kg
ton
bulan
buah
bulan
%
kali/tahun
%
kali/tahun
%
lembar
kg
Rp
Rp
Buah
Hari
Orang
%
%

Bobot
0,132
0,119
0,082
0,087
0,072
0,062
0,048
0,055
0,045
0,045
0,034
0,032
0,029
0,024
0,023
0,021
0,019
0,015
0,012
0,014
0,010
0,08
0,06
0,06

Setelah penyusunan performance measure record sheet, langkah selanjutnya
adalah pengumpulan data-data yang diperlukan. Pengambilan data dilakukan di
setiap bagian stakeholder yang terlibat. Data yang di dapatkan untuk KPI SRG
gabah Batola ini dapat dilihat pada Tabel 6.

18
Tabel 6 Hasil pengumpulan data pengukuran kinerja SRG gabah Batola Kal-Sel
Target
Max
3

Target
Min
1

Terburuk
(2010-2013)
1

25

10

K3