Identifikasi Green Community Untuk Mewujudkan Green City Di Kota Bogor

IDENTIFIKASI GREEN COMMUNITY UNTUK
MEWUJUDKAN GREEN CITY DI KOTA BOGOR

LUCKY GILANG MAULIDAN

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Green
Community untuk Mewujudkan Green City di Kota Bogor adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Lucky Gilang Mulidan
NIM A44110037

ABSTRAK
LUCKY GILANG MAULIDAN. Identifikasi Green Community untuk
Mewujudkan Green City di Kota Bogor. Dibimbing oleh ALINDA FM ZAIN.
Berdasarkan pada Program Pengembangan Kota Hijau, komunitas hijau
adalah satu dari delapan atribut dalam penerapan metode kota hijau. Komunitas
hijau adalah individu-individu, komunitas, atau kelompok yang peduli terhadap
masalah lingkungan dan sosial-budaya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
kepekaan, kepedulian, dan peran serta masyarakat. Namun hingga saat ini, belum
terdapat sumber mengenai berapa banyak jumlah komunitas hijau dan aktivitas apa
yang mereka lakukan dalam merubah perilaku. Penelitian ini dilakukan di Kota
Bogor, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi komunitas hijau, struktur organisasi mereka, penggunaan taman,
dan apa yang mereka lakukan dalam merubah perilaku. Penelitian ini juga
melakukan analisi terhadap apa yang komunitas hijau dapat lakukan, menggunakan
analisis kesenjangan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat lima komunitas

hijau di Kota Bogor. Penelitian ini menunjukan bahwa satu dari lima komunitas
hijau memiliki penilaian sesuai dan yang lainnya hanya baik dan cukup. Untuk
mengisi kesenjangan antara penerapan aktivitas ideal dan aktual, komunitas hijau
dapat melakukan aktivitas lain untuk meningkatkan kepekaan, kesadaran, dan peran
serta masyarakat Kota Bogor dalam rangka membangun sebuah kota berkelanjutan
menggunakan metode kota hijau. Diketahui juga bahwa tiga dari lima komunitas
hijau telah menggunakan taman untuk aktivitas mereka.
Kata kunci: analisis kesenjangan, komuntias hijau, Kota Bogor, kota hijau
ABSTRACT
LUCKY GILANG MAULIDAN. Identification of Green Community to Realise
Green City in Bogor City. Supervised by ALINDA FM ZAIN.
In green city program (P2KH), green community is one of eight atribut in
implementing the green city method. Green coummunity are peoples, community,
or group who care about environmental awarness and socio-culture. The study in
conducted to detect community sensitivity, awareness, and participation. But until
now, there is no source about how many green community and what activites they
do to chang behavior. This study takes place in Bogor City, East Java Province,
Indonesia. The purpose of this study is to identify green community, they
organizational structure, use of park, and what they do to chang behavior. This study
also analyzed what green community can do to chang behavior, using gap analysis.

The study found five green communites in Bogor City. The study showed that one
of five green community has suitable value and the other just good and less. Further,
to fill the gap between the ideal and actual activity, green community can do more
activites to improve sensitivity, awarness, and participation of people in Bogor City
in order to develop a sustainable city using green city program. The study also found
that three of five green community has using park for they activity.
Key words : Bogor City, gap analysis, green city, green community

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

IDENTIFIKASI GREEN COMMUNITY UNTUK
MEWUJUDKAN GREEN CITY DI KOTA BOGOR


LUCKY GILANG MAULIDAN

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Arsitektur Lanskap
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

Judul Skripsi : Identifikasi Green Community untuk Mewujudkan Green City di
Kota Bogor
Nama
: Lucky Gilang Maulidan
NIM

: A44110037

Disetujui oleh

Dr. Ir. Alinda FM Zain, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr.
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 sampai Desember 2015
ini ialah green city, dengan judul Identifikasi Green Community untuk Mewujudkan
Green City di Kota Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Alinda FM Zain, MSi
selaku pembimbing. Di samping itu, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada pihak pegawai kantor DKP, BAPPEDA, BPLH, tim swaklola P2KH Kota
Bogor, FKH, komunitas-komunitas, dan komunitas-komunitas hijau yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, dan teman-taman atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2015

Lucky Gilang Maulidan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
PENDAHULUAN

1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Kerangka Pikir Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
4
Kota
4
Kota Hijau
5
Komunitas Hijau
5
Aktivitas Komunitas Hijau

7
Analisis Kesenjangan
9
Taman
9
METODE
10
Lokasi dan Waktu
10
Alat dan Bahan
11
Metode Penelitian
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
15
Kondisi Umum Kota Bogor
15
Komunitas Hijau
17
Analisis Kesenjangan

26
Strategi Dalam Peningkatan Perubahan Lingkungan Dan Perilaku Manusia
Menjadi Lebih Baik Yang Dapat Dilakukan Komunitas Hijau
32
Penggunaan Taman
39
SIMPULAN DAN SARAN
40
Simpulan
40
Saran
41
DAFTAR PUSTAKA
41
LAMPIRAN
43

DAFTAR TABEL
1
2

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Alat yang digunakan dalam penelitian
Hal, data, bentuk data, sumber data dan cara pengambilan
Batasan nilai penerapan aktivitas komunitas hijau
Luas wilayah menurut kecamatan di Kota Bogor
Daftar taman Kota Bogor
Identifikasi komunitas hijau
Penilaian Bike To Work Bogor
Penilaian Bogor Berkebun

Penilaian Earth Hour Bogor
Penilaian Koalisi Pejakan Kaki Bogor
Penilaian Komunitas Peduli Ciliwung
Penilaian penerapan dari seluruh komunitas hijau di Kota Bogor
Penggunaan taman oleh komunitas hijau

11
12
14
16
16
18
27
28
29
30
31
33
40

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Kerangka pikir penelitian
Lokasi penelitian
Struktur organisasi Bike To Work Bogor
Dokumentasi aktivitas Bike To Work Bogor
Struktur organisasi Bogor Berkebun
Dokumentasi aktivitas Bogor Berkebun
Struktur organisasi Earth Hour Bogor
Dokumentasi aktivitas Earth Hour Bogor
Struktur organisasi Koalisi Pejalan Kaki Bogor
Dokumentasi aktivitas Koalisi Pejalan Kaki Bogor
Struktur organisasi Komunitas Peduli Ciliwung
Dokumentasi aktivitas Komunitas Peduli Ciliwung
Contoh media lini atas, media lini bawah, dan ambient media
Contoh penerapan bike-share

3
11
19
20
21
21
22
23
24
24
25
25
34
38

DAFTAR LAMPIRAN
1 Panduan pertanyaan
2 Daftar narasumber
3 Daftar komunitas di Kota Bogor

43
44
45

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi dalam pembangunan suatu
kota pada umumnya cenderung memberikan dampak negatif kepada lingkungan
alam. Pembangunan yang tidak teratur, kurangnya ruang terbuka hijau, pemakaian
energi yang tidak efisien, kurangnya penerapan energi ramah lingkungan,
kurangnya pengelolaan pada limbah, sistem transportasi yang tidak berkelanjutan,
dan kurangnya kesadaran masyarakat akan lingkungan alam menjadi masalah yang
kerap terjadi pada suatu kota, terutama kota-kota pada negara berkembang, seperti
pada kota-kota di Indonesia. Perencanaan suatu kota dengan menerapkan prinsip
kota hijau merupakan salah satu solusi yang tepat dalam menghadapai masalahmasalah yang terjadi pada suatu kota. Perencanaan dan pembangunan kota menjadi
kota hijau dapat menurunkan dampak negatif yang terjadi pada lingkungan alam.
Suatu kota akan tercipta keberlanjutannya apa bila lanskapnya lebih tertata dari
aspek sosial, ekonomi, budaya, fisik, dan legalnya. Hal ini juga akan memberikan
dampak positif pada kondisi fisik dan psikologis masyarakat yang tinggal dalam
kota tersebut. Sesuai dengan tujuan dari Program Pengembangan Kota Hijau
(P2KH), terdapat 8 karakteristik atau atribut kota hijau, yaitu 1) perencanaan dan
perancangan hijau (green planning and design), 2) ruang terbuka hijau (green open
space), 3) bangunan hijau (green building), 4) sampah hijau (green waste), 5)
transportasi hijau (green transportation), 6) air hijau (green water), 7) energi hijau
(green energy), dan 8) komunitas hijau (green community).
Komunitas hijau dapat diartikan sebagai sebuah komunitas atau kelompok
warga yang peduli terhadap masalah lingkungan dan sosial budaya. Komunitas
hijau diperlukan untuk meningkatkan kepekaan, kepedulian dan peran serta aktif
masyarakat dalam pengembangan atribut-atribut kota hijau. Hal ini dapat dilakukan
dengan melakukan sosialisasi dan pelibatan masyarakat dalam program
peningkatan kualitas lingkungan, menjalin kerja sama dengan pemerintah, swasta,
dan lainnya, sehingga masyarakat menjadi lini terdepan dalam mewujudkan
pembangunan sebuah kota yang menerapkan perinsip kota hijau.
Kurangnya kesadaran sebagian besar masyarakat Kota Bogor terhadap
kondisi lingkungannya merupakan suatu tanda bahwa diperlukan peran komunitas
hijau dalam mengatasi masalah yang terjadi pada lingkungan. Namun hingga saat
ini masih belum ada data otentik mengenai jumlah komunitas hijau di Kota Bogor
dan aktivitas hijau apa yang komunitas tersebut lakukan dalam upaya menciptakan
lingkungan yang bersih, sehat dan aman sesuai dengan 8 atribut kota hijau.

2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah
a. belum ada data otentik mengenai jumlah dan aktivitas komunitas hijau di Kota
Bogor;
b. sejauh apa penerapan aktivitas komunitas hijau telah dilakukan; dan
c. belum diketahui penggunaan taman oleh komunitas hijau.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
a. mengidentifikasi jumlah dan aktivitas komunitas hijau di Kota Bogor;
b. menganalisis penerapan aktivitas komunitas hijau di Kota Bogor menggunakan
analisis kesenjangan; dan
c. mengidentifikasi penggunaan taman oleh komunitas hijau di Kota Bogor.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dan
pengetahuan baru bagi peneliti, serta dapat dijadikan alternatif dan rekomendasi
bagi pihak komunitas hijau di Kota Bogor dalam mencapai peningkatan kepekaan,
kepedulian, dan peran serta aktif masyarakat Kota Bogor terhadap lingkungan
untuk menjadikan Kota Bogor sebagai kota hijau.
Kerangka Pikir Penelitian
Studi dilakukan dengan dasar pemikiran bahwa belum diketahui jumlah
komunitas hijau yang aktif, aktivitas-aktivitas yang dilakukan, dan penggunaan
taman di Kota Bogor pada saat ini. Untuk mencari hal tersebut, dilakukan
inventarisasi awal untuk mencari komunitas hjiau yang aktif beraktivitas di Kota
Bogor. Setelah jumlah komunitas hijau didapat, dilakukan inventarisasi lebih lanjut
untuk mengetahui latar belakang terbentuknya komunitas hijau, jumlah anggota
aktif, struktur organisasi, lokasi sekretariat, aktivitas, lokasi aktivitas, frekuensi
aktivitas, lokasi taman yang digunakan, aktivitas komunitas di taman, frekuensi
penggunaan taman, dan alasan menggunakan taman. Aktivitas komunitas hijau
dapat berupa aktivitas rutin atau pun non-rutin. Data aktivitas komunitas hijau pada
saat ini kemudian dianalisis sesuai dengan penerapan aktivitas komunitas hijau
yang mengacu pada tiga penerapan yang dibuat oleh GCC (2008), yaitu changing
behavior, community-based social marketing, dan community transformation.
Selanjutnya data dianalisis menggunakan analisis kesenjangan untuk mengetahui
kesenjangan antara penerapa aktivitas komunitas hijau yang aktual dan ideal. Hasil
dari analisis tersebut akan menggambarkan sejauh mana penerapan aktivitas
komunitas hijau telah dilakukan oleh komunitas hijau di Kota Bogor, dan strategi
apa yang dapat dilakukan komunitas hijau dalam mewujudkan Kota Bogor sebagai

3
kota hijau. Dari keseluruhan data, akan didapatkan inventarisasi komunitas hijau di
Kota Bogor (Gambar 1).

Kota Bogor

Identifikasi
komunitas hijau

Aktivitas

Pemanfaatan
RTH

1. Bentuk aktivitas
2. Lokasi aktivitas
3. Frekuensi aktivitas

Taman

Komunitas

1.
2.
3.
4.

Latar belakang
Lokasi sekretariat
Struktur organisasi
Jumlah anggota

Analisis
kesenjangan

1. Lokasi taman
yang digunakan
komunitas hijau
2. Aktivitas
komunitas hijau di
taman
3. Frekuensi
4. Alasan
penggunaan

Inventarisasi komunitas hijau
di Kota Bogor
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA
Kota
Secara umum kota adalah tempat bermukimnya warga kota, tempat bekerja,
tempat kegiatan dalam bidang ekonomi, pemerintahan dan lain-lain. Kota berasal
dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan
menyakut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam arti fisikal, sosial, ekonomi,
budaya. Perkotaan mengacu pada area yang memiliki suasana penghidupan dan
kehidupan modern dan mejadi wewenang pemerintah kota (Mirsa 2012).
Menurut Jayadinata (1999), pengertian kota dapat bermacam-macam.
Dalam pengertian geografis, kota itu adalah suatu tempat yang pendudukanya rapat,
rumah-rumahnya berkelompok kompak, dan mata pencaharian penduduknya bukan
pertanian. Dalam pengertian hukum di Indonesia terdapat 4 macam kota; 1) Kota
sebagai ibukota nasional, Jakarta; 2) Ibukota propinsi, ada 27 kota; 3) Ibukota
kabupaten dan kotamadya; dan 4) Kota administratif. Dalam pengertian teknis, kota
itu mempunyai jumlah penduduk tertentu, misalnya, di Indonesia (untuk keperluan
statistik) yang disebut kota adalah tempat dengan 20 000 penduduk atau lebih, di
Jepang dengan 30 000 penduduk, di Malaysia 5 000 penduduk, dan di Amerika
Serikat dengan 2 500 penduduk. Dalam pengertian umum, kota itu adalah tempat
yang mempunyai prasarana kota, yaitu: bangunan besar-besar, banyak bangunan
perkantoran, jalan yang lebar-lebar, dan pasar yang luas-luas.
Kota adalah suatu entitas yang utuh. Ada relasi fungsi sosial ekonomi,
politik, budaya, dan lainnya, yang prosesnya bukan serta merta, ada begitu saja, ada
suatu proses kultural panjang (Mirsa 2012). Sedangkan Branch (1995) berpendapat
bahwa kota merupakan tempat yang dipandang dan dirasakan dari barbagai sudut
pandang, yang menggambarkan keaktifan, keberagaman, dan kompleksitasnya.
Kota secara fisik terdiri atas tiga tingkatan, yaitu: bangunan-bangunan dan kegiatan
yang berada di atas atau dekat dengan muka tanah, instalasi-instalasi di bawah
tanah, dan kegiatan-kegiatan di dalam ruangan “kosong” di angkasa.
Pembangunan perkotaan secara nyata memberikan dampak lingkungan
terhadap lingkungan alam dan wilayah-wilayah disekitarnya. Berdasarkan UU
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup menyatakan bahwa dampak lingkungan hidup adalah pengaruh
perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau
kegiatan. Salah satu dampak lingkungan yang terjadi akibat pembangunan yang
terjadi di Kota Bogor seperti penurunan kapasitas sumber mata air dari 8 liter per
detik pada tahun 2011 menjadi 1-1.5 liter per detik pada tahun 2012 dan penurunan
kapasitas air tanah dalam dari 16 liter per detik pada tahun 2011 menjadi 1-2 liter
per detik di tahun 2012 (BAPPEDA 2013). Hal ini menunjukan semakin
berkurangnya resapan air karena semakin bertambahnya daerah pemukiman di
wilayah Kota Bogor. Masalah lainnya terlihat pada pola tata ruang yang tidak
terarah. Lyon dan Driskell (2012) mengatakan seperti halnya semakin dominan
sebuah spesies terhadap spesies lain dalam lingkungan alam, komunitas manusia

5
akan memberikan dampak pada pola tata guna lahan sebagai suatu area yang
“terinvasi” oleh kompetitor dominan yang dapat mengguakan lahan lebih efisien.
Kota Hijau
Kota hijau dapat dipahami sebagai kota yang ramah lingkungan dengan
memanfaatkan secara efektif dan efisien sumber daya air dan energi, mengurangi
limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan,
mensinergikan lingkungan alami dan buatan, berdasarkan perencanaan dan
perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Richard (1987) dalam DPU (2011) mengatakan, kota hijau juga dapat diartikan
sebagai kota yang didesain dengan mempertimbangkan dampak terhadap
lingkungan, dihuni oleh orang-orang yang memiliki kesadaran untuk
meminimalisir (penghematan) penggunaan energi, air dan makanan, serta
meminimalisir buangan limbah, percemaran udara dan pencemaran air. Kota hijau
adalah kota yang dibangun dengan menjaga dan memupuk aset-aset kota-wilayah,
seperti aset manusia dan warga yang terorganisasi, lingkungan terbangun,
keunikan, dan kehidupan budaya, kreativitas dan intelektual, karunia sumber daya
alam, serta lingkungan dan kualitas prasarana kota.
Menurut DPU (2011), kota hijau merupakan kota yang dibangun dengan
tidak mengikis atau mengorbankan aset kota-wilayah (city-region), melainkan terus
memupuk semua kelompok aset meliputi manusia, lingkungan terbangun sumber
daya alam, lingkungan dan kualitas perkotaan dimana konsep kota hijau dapat
merespon untuk menjawab isu perubahan iklim melalui tindakan adaptasi dan
mitigasi. Kota hijau adalah kota yang ramah lingkungan yang dibangun berdasarkan
keseimbangan antara dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan, serta dimensi tata
kelolanya, termasuk kepemimpinan dan kelembagaan kota yang mantap (DPU
2013).
Menurut DPU (2013), kota hijau dapat diwujudkan dengan menerapkan
delapan atribut. Delapan atribut itu meliputi 1) perencanaan dan perancangan yang
sensitif terhadap agenda hijau (green planning and design), 2) pewujudan kualitas,
kuantitas dan jejaring RTH perkotaan (green open space), 3) penerapan bangunan
ramah lingkungan (green building), 4) penerapan prinsip untuk mengurangi sampah
limbah, mengembangkan proses daur ulang dan meningkatkan nilai tambah (green
waste), 5) pengembangan sistem transportasi yang berkelanjutan (green
transportation), 6) peningkatan efisiensi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya
air (green water), 7) pemanfaatan sumber energi yang efisien dan ramah lingkungan
(green energy), serta 8) peningkatan kepekaan, kepedulian dan peran serta aktif
masyarakat dalam pengembangan atribut-atribut kota hijau (green community).
Komunitas Hijau
Perencanaan suatu kota menimbulkan kerusakan tidak hanya pada
lingkungan alam tetapi juga pada manusia. Dengan adanya dampak seperti itu,
perlahan-lahan muncul individu-individu yang sadar akan pentinya menjaga

6
lingkungan alam. Berlandaskan kesamaan tujuan untuk membuat lingkungan
menjadi lebih baik, individu-individu tersebut kemudian membuat sebuah
kelompok. Menurut Reitz (1977) dalam Thoha (2001), karakteristik yang menonjol
dari suatu kelompok, yaitu adanya dua orang atau lebih, adanya interaksi satu sama
lainnya, saling berbagi beberapa tujuan yang sama, dan melihat dirinya sebagai
suatu kelompok.
Komunitas hijau adalah sebutan untuk kelompok yang muncul akibat
terjadinya perubahan sosial lingkungan. Komunitas hijau merupakan atribut
penting dalam mewujudkan kota hijau, karena masyarakat dapat menjadi lini
terdepan dalam pergerakan suatu pembangunan lanskap kota ke arah pembangunan
kota hijau. Menurut DPU (2013), komunitas hijau adalah sebutan bagi kumpulan
individu, komunitas, atau kelompok-kelompok warga yang peduli terhadap
masalah lingkungan dan sosial budaya. Komunitas hijau tumbuh disebabkan oleh
semakin meningkatnya tingkat kepedulian dan kesadaran bahwa tanggung jawab
untuk menjaga lingkungan dan alam bukan semata berada di tangan pemerintah dan
institusi besar, namun juga terletak pada individu dan komunitas masyarakat.
Menurut GCC (2008), komunitas hijau adalah organisasi lingkungan swadaya
berbasis komunitas untuk memperoleh pencapaian dibidang lingkungan dengan
mengarahkan pada kerjasama masyarakat dan menciptakan aktivitas baik berupa
saran dan jasa. Komunitas sendiri memiliki definisi yang beragam. Komunitas atau
community berasal dari kata Latin cum yang memiliki arti kebersamaan dan munus
yang memiliki arti memberi antara satu sama lain. Komunitas dapat memiliki arti
sebagai sekumpulan individu yang mendiami lokasi tertentu. Hillery (1955) dalam
Lyon dan Driskell (2012) bahkan menemukan 94 definisi komunitas, yaitu bahwa
komunitas adalah sebuah kelompok, sebuah proses, sebuah sistem sosial, sebuah
tempat geografis, sebuah gaya hidup umum, sebuah kecukupan pribadi, dan
lainnya. Komunitas juga dapat memiliki arti yakni kelompok sosial yang terdiri atas
beberapa orang yang menyatukan diri kerena mempunyai kesamaan seperti dalam
hal kebutuhan, kepercayaan, maksud, minat, bakat, hobi, dan lainnya.
Menurut GCC (2008), komunitas hijau memiliki tiga karakteristik, yaitu 1)
berbasis komunitas, 2) dibangun atas kemitraan, dan 3) bisnis swadaya. Yang
dimaskud dengan berbasis komunitas adalah bahwa komunitas hijau harus bergerak
untuk masyarakat lokal pada wilayah mereka. Setiap komunitas hijau terencana dan
terkelola secara lokal, dengan kepengurusan, sekretaria, dana dan jajaran direktur
yang dikelola sendiri. Komunitas hijau tergabung secara bebas dan menamai
dirinya sendiri serta menetapkan identitasnya sendiri. Komunitas hijau juga harus
dibangun atas kemitraan, maksudnya adalah bahwa kemitraan meliputi semua
kegiatan mulai dari dukungan moral hingga hubungan kontraktual. Kemitraan dapat
membantu dalam hal dana dan/atau kontribusi barang dan jasa, pemasaran,
koordinasi dan jasa yang terintegrasi, saran, dukungan, dan koneksi kepada mitra
lain. Kemitraan dilakukan diantara bermacam-macam sektor mulai dari pemerintah,
kalangan bisnis, organisasi masyarakat, dan lainnya, untuk mencapai tujuan. Selain
itu, komunitas hijau juga bersifat swadaya dan pencapaian tujuan. Untuk mencapai
tujuan tersebut maka komunitas hijau harus fleksibel, responsif, inovatif, dan
konstan dalam menciptakan jasa dan program baru untuk misi lingkungannya.

7
Tujuan dari dibentuknya komunitas hijau adalah untuk meningkatkan
kepekaan, kepedulian, dan peran serta aktif masyarakat dalam pengembangan
atribut-atribut kota hijau. Dengan kata lain, komunitas hijau bukan hanya
melakukan kegiatan dibidang lingkungan melainkan juga harus dapat
mempengaruhi perubahan perilaku masyarakat akan pentingnya menjaga
lingkungan. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, perilaku adalah
tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa komunitas hijau
memiliki karakteristik, yaitu
a. memiliki aktivitas dalam menjaga lingkungan;
b. aktivitas bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat terhadap lingkungan;
c. aktivitasnya dilakukan untuk masyarakat lokal;
d. dibagun atas kemitraan; dan
e. dilakukan secara swadaya.
Adapula keunggulan dari komunitas hijau adalah sangat fleksibel secara
administrasi dan politik, dapat bergerak lebih cepat dalam proyek yang
berpotensial, dan netral terhadap masyarakat. Komunitas hijau juga memiliki
keuntungan untuk menghindari konflik yang dapat terjadi antara berbagai
pemerintahan dan perantara (Beatley 2000).
Aktivitas Komunitas Hijau
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, aktivitas adalah kegiatan atau
keaktifan. Aktifitas memiliki arti yaitu segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatankegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik. Menurut frekuensinya, aktivitas
dibagi menjadi dua, yaitu aktivitas rutin dan aktivitas non-rutin. Aktivitas rutin
adalah aktivitas yang dilakukan secara rutin atau teratur dan tidak berubah-ubah.
Sedangkan aktivitas non-rutin adalah aktivitas yang dilakukan secara tidak tentu,
tidak teratur, atau berubah-ubah. Komunitas hijau dapat melakukan aktivitasaktivitas dalam menjaga keberlangsungan lingkungan serta mengubah perilaku
masyarakat agar turut dalam menjaga keberlangsungan lingkungan. Dalam menjaga
keberlangsungan lingkungan, komunitas hijau dapat bergerak langsung seperti
mengurangi emisi kendaraan bermotor, konservasi air, pengurangan limbah, dan
lainnya. Selain itu, komunitas hijau juga dapat berpartisipasi dalam pembuatan
kebijakan, melakukan advokasi, ikut serta dalam pembangunan infrastruktur,
pengadaan fasilitas, dan lainnya. Komunitas hijau juga berperan dalam mengubah
perilaku masyarakat agar masyarakat lebih peka, peduli, dan aktif menjaga
lingkungan.
Menurut GCC (2008), komunitas hijau melakukan tiga penerapan penting
untuk mencapai tujuannya, yaitu changing behavior, community-based social
marketing, dan community transformation. Penerapan changing behavior
dilakukan dengan memberikan program-program dan jasa untuk lingkungan dalam
menghadapi hambatan yang terjadi dan memberikan insentif kepada perubahan
perilaku dan aksi. Hal ini berarti dalam melakukan aktivitasnya, komunitas hijau
harus dapat mengubah kulitas lingkungan alam dan perilaku manusia, atau dengan

8
kata lain lingkungan hidup, menjadi lebih baik. Beratha (1991) dalam Suhendar
(2004) mengatakan bahwa, lingkungan atau lingkungan hidup meliputi segala apa
saja, baik berupa benda mati maupun benda hidup yang berada di sekitar kita, baik
secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi hidup dan kehidupan.
Untuk mengubah lingkungan (perkotaan) tersebut, komunitas hijau dapat membuat
program dan jasa seperti memberikan sosialisasi atau jasa lingkungan terkait
dengan kampanye yang dilakukan oleh komunitas tersebut. Kampanye kesadaran
adalah salah satu strategi penting yang telah digunakan di banyak kota untuk
menyemangati aksi dan perilaku yang berkelanjutan dalam bidang bisnis dan
masyarakat (Beatley 2000). Menurut Mitchell (2000) dalam Santoso (2013),
perubahan sikap manusia yang kita harapkan tergantung pada kampanye yang luas
melalui pendidikan, diskusi dan partisipasi publik. Perubahan sikap tersebut
didorong oleh adanya pencapaian tujuan bersama untuk kepentingan lingkungan
dan masyarakat. NCFSE (2005) dalam Santoso (2013) menyebutkan bahwa
kampanye dapat didefinisikan sebagai upaya terkoordinasi komunikasi yang
dilakukan melalui media massa, komunikasi interpersonal atau beberapa
kombinasi, dimana komunikasi tersebut dapat membuat perubahan perilaku secara
langsung berkaitan dengan efektivitas sebuah komunikasi. Komunikasi dipahami
sebagai proses pengiriman, penerimaan dan pemahaman gagasan atau perasaan
dalam bentuk pesan verbal atau nonverbal secara sengaja atau tidak sengaja dengan
tujuan mencapai kesamaan makna. Proses tersebut melibatkan beberapa unsur,
yaitu 1) komunikator yang menyatakan gagasan atau perasaan, 2) gagasan atau
perasaan yang diubah menjadi pesan, 3) pesan yang disampaikan, 4) komunikan
yang menerima pesan, dan 5) reaksi dan umpan balik yang disampaikan oleh
komunikan kepada komunikator. Sedangkan untuk menanamkan budaya atau gaya
hidup hijau, komunitas hijau dapat melakukannya melalui proses sosialisasi.
Sosialisasi merupakan proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Selain
itu sosialisasi merupakan suatu proses penyampaian pengetahuan dan pewarisan
kebudayaan serta tingkah laku dari generasi yang satu ke generasi berikutnya.
Proses sosialisasi ini dialami individu sejak lahir hingga meninggal dunia dan dalam
proses tersebut si individu belajar mengenali nilai, sikap, keahlian dan berbagai
peranan yang secara keseluruhan membentuk kepribadiannya, baik secara langsung
maupun tidak langsung dari keluarga maupun lingkungannya (Adiwijaya dkk
dikutip dalam Margaretha 2008).
Penerapan community-based social marketing memiliki arti bahwa dalam
mencapai perubahan perilaku, komunitas hijau tidak dapat bergantung hanya pada
pemberian edukasi atau informasi saja melainkan harus memahami apa yang
menjadi kendala dan insentif yang dapat mempengaruhi apa yang masyarakat
lakukan. Untuk dapat mengetahui hal tersebut, diperlukan pendekatan dengan
melakukan kemitraan dengan masyarakat yang mampu melakukan pendekatan
langsung kepada masyarakat. Kemitraan didefinisikan sebagai sebuah hubungan
dimana dua atau lebih kelompok, yang memiliki tujuan bersama, setuju untuk
bekerjasama untuk alasan khusus dan/atau untuk periode waktu tertentu.
Pendekatan ini dilakukan melalui interaksi personal dalam sebuah kelompok kecil
atau satu persatu agar komunitas hijau mengerti apa yang menjadi kendala

9
masyarakat, menghindari kesalah pahan dalam penyampaian pesan, mengetahui hal
apa yang mampu menggerakan masyarakat untuk bergaya hidup hijau, dan dapat
merekomendasi serta membantu masyarakat menghadapi hambatan yang terjadi.
Penerapan community transformation memiliki arti bahwa komunitas hijau
dapat melakukan aktivitas-aktivitas yang tujuannya adalah untuk memudahkan
masyarakat dalam melakukan pola hidup hijau seperti pengadaan fasilitas
pendukunga, advokasi, pembuatan kebijakan, dan pelatihan. Green (1980) dalam
Linggasari (2008) mengatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mengubah
perilaku manusia adalah adanya faktor pemungkin dan faktor penguat. Faktor
pemungkin mencakup lingkungan fisik seperti tersedianya fasilitas-fasilitas atau
sarana-sarana yang mampu mempermudah masyarakat dalam melakukan perilaku.
Faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya
perilaku. Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat atau
para petugas. Termasuk juga disini undang-undang dan peraturan-peraturan.
Analisis Kesenjangan
Kesenjangan diartikan sebagai suatu “hal” yang berada diantara dan
memisahkan sesuatu. Analisis kesenjangan digunakan untuk menganalisis
kesenjangan antara kondisi ideal atau harapan dengan kondisi aktual sehingga dapat
dicari strategi yang tepat untuk mengisi kesenjangan tersebut. Dalam penelitian ini,
analisis kesenjangan dilakukan untuk mencari cara mengisi kesenjangan antara
kondisi aktual dan kondisi ideal aktivitas komunitas hijau dengan membandingkan
kondisi aktual dengan kondisi ideal aktivitas yang dapat dilakukan komunitas hijau.
Cara untuk mengisi kesenjangan tersebut dapat dilakukan dengan membuat strategi
sehingga kondisi aktivitas komunitas hijau dapat ditingkatkan. Menurut
Parasuraman, Zeithamet, dan Barry (1985), analisis kesenjangan dapat digunakan
untuk mengevaluasi kinerja dalam suatu jasa.
Taman
Laurie (1994) dalam Hariyono (2011) mengatakan bahwa secara etimologi,
taman (garden, Inggris) berasal dari bahasa Ibrani gan yang berarti melindungi atau
mempertahankan: menyatakan secara tak langsung hal pemagaran atau lahan
berpagar atau lahan dengan batas-batas tertentu; dan oden atau eden yang berarti
kesenangan atau kegembiraan. Jadi, dalam bahasa Inggris perkataan garden
memiliki hubungan dari kedua kata-kata tersebut yang berarti sebidang lahan yang
memiliki batas tertentu yang digunakan untuk kesenangan dan kegembiraan.
Menurut Mulyani (2000) dalam Hariyono (2011), ruang publik antara lain meliputi
taman yang dapat dimanfaatkan oleh publik. Menurut Tibbalds (2001) dalam
Hariyono (2011), bidang publik dalam ruang perkotaan adalah semua bagian
jaringan perkotaan yang dapat diakses secara fisik dan visual oleh masyarakat
umum, termasuk jalan, taman, dan lapangan/alun-alun. Dari pengertian diatas dapat
dikatakan bahwa taman merupakan ruang publik yang memiliki batasan tertentu
yang digunakan untuk kesenangan dan dapat diakses oleh publik.

10
Taman kota merupakan ruang terbuka hijau yang berada di kawasan
perkotaan, terletak dilokasi strategis yang dapat dikunjungi dan digunakan secara
bebas, aman, dan nyaman oleh warga untuk berekreasi, berolahraga, berinteraksi
sosial maupun kegiatan warga di ruang luar lainnya. Taman kota mutlak dibutuhkan
bagi warga kota untuk rekreasi aktif dan pasif, agar terjadinya keseimbangan mental
(psikologis) dan fisik manusia, sebagai habitat burung dan untuk menjaga
keseimbangan ekosistem (DPU 2012). Menurut Peraturan MPU (2008), taman kota
adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan
rekreatif, edukasi, atau kegiatan lain pada tingkat kota sedangkat taman lingkungan
adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan
rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat lingkungan.
Rustam Hakim (2003) dalam Hariyono (2011) mengatakan bahwa fungsi
sosial taman kota sebagai ruang terbuka, meliputi tempat bermain dan olahraga,
tempat bermain dan sarana olahraga, tempat komunikasi sosial, tempat peralihan
dan menunggu, tempat untuk mendapat udara segar, sarana penghubung atara satu
tempat dengan tempat yang lain, pembatas diantara massa bangunan, sarana
penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk
kesadaran lingkungan, dan sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan,
keserasian, dan keindahan lingkungan.
Sebagai ruang beraktifitas dan berinteraksi antar manusia, taman kota
merupakan alternatif ruang yang dapat dimanfaatkan oleh komunitas hijau dalam
menjalankan kegiatannya. Komunitas hijau dapat menjadikan taman kota sebagai
tempat untuk melakukan kegiatan-kegiatan hijau dan juga dapat menjadi tempat
untuk mensosialisasikan kegiatannya kepada masyarakat. Taman kota juga dapat
dijadikan sebagai lokasi berkumpul dan berdiskusi sesama anggota komunitas atau
dengan komunitas lain. Komunitas hijau sebagai masyarakat yang peduli terhadap
lingkungan seharusnya dapat memanfaatkan taman-taman kota sebagai lokasi
kegiatan mereka. Namun dalam hal tersebut, aktivitas komunitas hijau di taman
harus sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan di taman tersebut dan sesuai
dengan fungsi taman kota semestinya.

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, Indonesia
(Gambar 2). Kota Bogor berada pada koordinat 106˚48’ BT dan 6˚36’ LS dengan
luas 11 850 ha dan terdiri atas 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Waktu pelaksanaan
penelitian berlangsung selama dua belas bulan, yaitu dari bulan Desember 2014
hingga Desember 2015. Jadwal penelitian meliputi kegiatan persiapan dan
pengenalan tapak, inventarisasi, identifikasi dan analisis, penyusunan laporan, dan
perbaikan laporan akhir.

11

Gambar 2 Lokasi penelitian
Alat dan Bahan
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perangkat keras (hardware)
maupun perangkat lunak (software). Bahan yang digunakan berupa data primer,
yaitu data yang didapatkan secara langsung di lapang, dan data sekunder, yaitu data
pendukung lain yang sesuai dan valid. (Tabel 1).
Tabel 1 Alat yang digunakan dalam penelitian
Alat dan bahan
Fungsi
Alat
Kamera digital
Melakukan survei pengambilan gambar
Laptop
Mengolah data
Bahan
Bahan pustaka

Studi literatur

Software pendukung
Microsoft Office Word

Membuat laporan

Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan melakukan inventarisasi mengenai jumlah
komunitas hijau di Kota Bogor, latar belakang terbentuknya komunitas hijau,
struktur organisasi, jumlah anggota aktif, dan aktivitas yang mereka lakukan untuk
mengkampanyekan perilaku hijau. Setelah data inventarisasi didapat, dilakukan
analisis kuantitatif menggunakan analisis kesenjangan. Teknik pengambilan data
menggunakan teknik survei lapang, wawancara, dan studi literatur. Survei lapang
dilakukan untuk melihat langsung kondisi aktual dan mengambil foto kegiatankegiatan komunitas hijau. Tahapan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini
diawali dengan melakukan tahapan persiapan, tahap inventarisasi, dan tahap
analisis.

12
Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan dilakukan pembuatan perizinan yang nantinya akan
ditujukan kepada narasumber sebelum melakukan wawancara serta merancang
daftar pertanyaan kepada narasumber sebelum melakukan wawancara. Pada tahap
ini pula dilakukan persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam melakukan
penelitian ini.
Tahap Inventarisasi
Pada tahap inventarisasi dilakukan pengumpulan data yang dibutuhan baik
data primer maupun data sekunder. Data primer adalah data yang didapat langsung
dengan teknik survei lapang dan wawancara. Data sekunder adalah data yang
didapat dari sumber-sumber literatur yang membantu peneliti, dimana data tersebut
diperoleh dengan melakukan studi pustaka dari skripsi, tesis, disertasi, laporan
penelitian, artikel, maupun jurnal (Tabel 2).
Tabel 2 Hal, data, bentuk data, sumber data dan cara pengambilan
Hal
Kondisi
umum Kota
Bogor
Komunitas
hijau

Penggunaan
Taman

Data

Bentuk data

Sumber data

Cara
pengambilan
1) Studi pustaka

1) Letak, luas, 1) Sekunder
dan populasi

1) Bappeda
Kota Bogor

1) Komunitas
hijau di Kota
Bogor
2) Latar
belakang
terbentuknya
komunitas
lokasi
sekretariat,
struktur
organisasi,
jumlah
anggota
aktif, dan
aktivitas
1) Jumlah,
lokasi
2) Lokasi taman
dan
penggunaan
taman

1) Primer
dan
sekunder
2) Primer

1) Tim
Swakelola
P2KH,
DKP, PU,
BPLH,
Komunitas
Hijau,
Forum
Komunita
Hijau, dan
komunitas
2) Komunitas
Hijau

1) Wawancara
dan studi
pustaka
2) Wawancara

1) Sekunder
2) Primer

1) DKP Kota
Bogor
2) Komunitas
Hijau

1) Studi
Pustaka
2) Wawancara

Wawancara
Wawancara adalah suatu metode pengumpulan data atau informasi dengan
cara bertanya langsung kepada responden. Pada penelitian ini, metode wawancara
digunakan untuk mencari data mengenai komunitas hijau dan penggunaan taman

13
oleh komunitas hijau. Pihak-pihak yang menjadi responden adalah pihak yang
memiliki keterkaitan dengan komunitas hijau seperti, tim swakelola P2KH Kota
Bogor, FKH, BPLH, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, dan komunitas yang
berada di Kota Bogor. Setelah mendapatkan data mengenai komunitas tersebut,
dilakukan identifikasi komunitas mana yang termasuk kedalam komunitas hijau
melalui kriteria komunitas hijau. Pemilihan narasumber dilakukan menggunakan
teknik bola salju. Teknik bola salju adalah teknik memilih narasumber berdasarkan
rekomendasi dari narasumber sebelumnya.
Data yang telah diambil melalui hasil wawancara kemudian divalidasi
menggunakan teknik trianggulasi. Prinsip teknik trianggulasi adalah narasumber
dicari dan dikumpulkan atau dicari dari sumber-sumber yang berbeda agar tidak
bias sebuah kelompok. Dengan kata lain, trianggulasi berarti adanya narasumbernarasumber yang berbeda atau adanya sumber data yang berbeda mengenai sesuatu.
Trianggulasi dilakukan untuk memperkuat data, untuk membuat penelitian yakin
terhadap kebenaran dan kelengkapan data.
Studi Pustaka
Studi Pustaka dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder. Pengumpulan
data sekunder ini didapat dari skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian, artikel,
maupun jurnal yang terkait dengan komunitas hijau. Dilakukan pula
pemilihan/penyaringan data sesuai dengan batasan kajian, yakni mengenai
Komunitas Hijau di Kota Bogor.
Komunitas Hijau
Komunitas hijau memiliki lima karakteristik, yaitu memiliki aktivitas dalam
menjaga lingkungan, aktivitasnya bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat
terhadap lingkungan, aktivitasnya dilakukan untuk masyarakat lokal, dibagun atas
kemitraan, dan dilakukan secara swadaya. Untuk mencari komuntias hijau yang
aktif melakukan kegiatan di Kota Bogor, data komunias yang didapat dari hasil
wawancara dan studi literatur diidentifikasi dengan mengacu pada karakteristik
komunitas hijau tersebut. Komunitas yang memenuhi kelima karakteristik
komunitas hijau tersebut diidentifikasi sebagai komunitas hijau.
Tahap Analisis
Setelah data didapat maka data dianalisis menggunakan metode analisis
kesenjangan. Analisis kesenjangan digunakan untuk menganalisis kesenjangan
antara kondisi ideal atau harapan dengan kondisi aktual sehingga dapat dicari
strategi yang tepat untuk mengisi kesenjangan tersebut. Analisis kesenjangan
digunakan untuk mencari kesenjangan antara penerapan aktivitas komunitas hijau
yang ideal dengan aktual. Aktivitas komunitas hijau yang ideal didapat dengan
melakukan studi pustaka sedangkan aktivitas komunitas hijau yang aktual didapat
dari hasil wawancara kepada beberapa narasumber dari komunitas hijau yang
terdapat di Kota Bogor. Aktivitas komunitas hijau yang ideal kemudian dibuat
batasan-batasan kemudian diberikan nilai 1,2,3,4, atau 5 pada setiap batasan
tersebut (Tabel 3).

14
Tabel 3 Batasan nilai penerapan aktivitas komunitas hijau
Penerapan
Changing
behavior

1.

2.

3.

Communitybased social
marketing

4.
5.
1.

2.

3.

Community
transformation

4.
5.
1.

2.

3.

4.

5.

Batasan Kondisu Ideal
Nilai
Aktivitas hijau dilakukan oleh anggota, melakukan
5
kampanye lingkungan, melakukan kegiatan dalam
menjaga lingkungan bersama masyarakat, dan
melakukan sosialisasi kepada masyarakat
Aktivitas hijau dilakukan oleh anggota dan
4
melakukan kampanye lingkungan serta melakukan
kegiatan dalam menjaga lingkungan bersama
masyarakat atau melakukan sosialisasi kepada
masyarakat
Aktivitas hijau dilakukan oleh anggota dan
3
melakukan kampanye lingkungan
Aktivitas hijau dilakukan hanya pada anggota saja
2
Tidak melakukan
1
Melakukan ajakan secara langsung/tatap muka dan
5
melalui media massa serta sudah bermitra dengan
pihak yang dekat dengan masyarakat sehingga
mampu malakukan pendekatan kepada masyarakat
Melakukan ajakan langsung/tatap muka dan
4
melalui media massa serta mencari mitra dengan
pihak yang dekat dengan masyarakat
Melakukan ajakan secara langsung/tatap muka dan
3
melalui media massa
Melakukan ajakan malalui media massa
2
1
Tidak melakukan
Menyediakan sarana prasarana, membantu
5
menyusun
kebijakan,
serta
ikut
dalam
pembangunan fasilitas-fasilitas yang dapat
membantu masyarakat melakukan gaya hidup
hijau, dan melakukan evaluasi atau pengawasan
terhadap semuanya
Menyediakan sarana prasarana, membantu
4
menyusun
kebijakan,
serta
ikut
dalam
pembangunan fasilitas-fasilitas yang dapat
membantu masyarakat melakukan gaya hidup hijau
Menyediakan sarana prasarana dan membantu
3
menyusun kebijakan yang membantu masyarakat
bergaya hidup hijau
Menyediakan sarana prasarana atau membantu
2
menyusun kebijakan yang membantu masyarakat
bergaya hidup hijau
Tidak melakukan
1

Sumber: GCC (2008) dimodifikasi sesuai tujuan

15
Identifikasi aktivitas dari setiap komunitas hijau yang didapat dari hasil
wawancara kemudian diberi nilai sesuai dengan batasan setiap penerapan. Setelah
dilakukan penilaian terhadap setiap penerapan aktivitas komunitas hijau yang
aktual, selanjutnya nilai dijumlah kemudian diklasifikasi sesuai dengan interval
yang telah dibuat.

Dimana:

�� �� �

� � � � �

=� +� +�

X1 = nilai penerapan perubahan perilaku
X2 = nilai penerapan pemasaran berbasis masyarakat
X3 = nilai penerapan perubahan masyarakat
Xt = nilai penerapan total
� =

�� ��

� ��� − �� ��
�ℎ


�ℎ

Jumlah kelas yang digunakan berjumlah lima sehingga didapat interval
sangat kurang (3-5), kurang (6-8), cukup (9-11), sesuai (12-14), sangat sesuai (1517). Nilai penerapan kegiatan komunitas hijau yang aktual dikelasifikasikan, maka
akan dikatahui bagaimana kondisi aktual penerapan aktivitas setiap komunitas hijau
di Kota Bogor. Setelah diketahui kesenjangan antara kondisi aktual dan kondisi
ideal, akan disusun strategi untuk meningkatkan peran komunitas hijau untuk
mencapai tujuan dari setiap komunitas hijau yaitu untuk mengkampanyekan
gerakan hijau kepada masyarakat agar tercipta masyarakat yang peka terhadap
lingkungan serta berperan aktif sehingga penerapan prinsip Kota Hijau di Kota
Bogor dapat berjalan dengan baik.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Kota Bogor
Kota Bogor secara geografis terletak di antara 106o 48’ BT dan 6o 26’ LS.
Wilayah administratif Kota Bogor terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan dengan
luas wilayah sebesar 11 850 ha dan memiliki total penduduk pada tahun 2013
sebanyak 1 013 019 orang yang terdiri atas 514 797 orang laki-laki dan 498 222
orang perempuan (BAPPEDA 2013). Secara administratif Kota Bogor dikelilingi
oleh Wilayah Kabupaten Bogor dengan batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Kemang, Bojong Gede, dan Kec.
Sukaraja Kabupaten Bogor.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Sukaraja dan Kec. Ciawi, Kabupaten
Bogor.
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kec. Darmaga dan Kec. Ciomas, Kabupaten
Bogor.
d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kec. Cijeruk dan Kec. Caringin, Kabupaten
Bogor.
Berikut ini adalah tabel luas wilayah Kota Bogor menurut kecamatan pada
tahun 2013 (Tabel 4).

16
Tabel 4 Luas wilayah menurut kecamatan di Kota Bogor
No
1
2
3
4
5
6
Jumlah

Kecamatan
Bogor Selatan
Bogor Timur
Bogor Utara
Bogor Tengah
Bogor Barat
Tanah Sareal

Luas (ha)
3 081
1 015
1 772
813
3 285
1 884
11850

Sumber: BAPPEDA (2013)

Taman Kota Bogor
RTH sebagai fasilitas sosial dan umum adalah taman baik taman kota
maupun taman lingkungan. Taman kota umumnya dikelola oleh pemerintah Kota
Bogor, melalui Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang sub bidang Pertamanan. Taman
tersebut berupa taman sudut, taman kota, dan taman lingkungan. Walaupun
demikian sebagian taman lingkungan terutama yang berada di komplek perumahan
pemeliharaannya tidak semua di bawah dinas namun masih di bawah pengelolaan
pengembang/masyarakat sekitar taman tersebut. Keberadaan taman ini menjadi
salah satu komponen RTH yang potensial dikembangkan di Kota Bogor
sebagaimana diamanatkan oleh UU Penataan Ruang (Tabel 5).
Tabel 5 Daftar taman Kota Bogor
No
1

Nama RTH
Taman Sudut Di Jl. Bina
Marga
2
Taman Lereng Jl. Riau
3
Taman Jl. Riau
4
Taman Segitiga Sukasari Iii
5
Taman Malabar
6
Taman Sudut Ciawi
7
Taman Sudut Kota Cibalek
Pertigaan Jl. Lawang Gintung
8
Taman Lereng Mbah Dalem
Cipaku
9
Taman Sudut Jl. Mawar
10 Taman Sudut Kota Pertigaan
Yasmin
11 Taman Sudut Pangrango
(Kanan)
12 Taman Sudut Pangrango (Kiri)
13 Taman Lereng CPM Jl. Jalak
Harupat S/D Jembatan
Ciliwung
14 Taman Lereng Istana Jl. Jalak
Harupat Sebelah Kanan
15 Taman Sudut Kota Belakang
RRI
Sumber : BAPPEDA (2013)

Kecamatan
Kec. Bogor Timur

Kelurahan
Kel. Baranangsiang

Luas (m2)
420.420

Kec. Bogor Timur
Kec. Bogor Timur
Kec. Bogor Timur
Kec. Bogor Tengah
Kec. Bogor Selatan
Kec. Bogor Selatan

Kel. Baranangsiang
Kel. Baranangsiang
Kel. Sukasari
Kel. Tegalega
Kel. Harjasari
Kel. Batu Tulis

1 306.800
1 472.400
164.650
5 517.850
53.630
88.200

Kec. Bogor Selatan

823.980

Kec. Bogor Barat
Kec. Bogor Barat

Kel. Lawang
Gintung
Kel. Menteng
Kel. Curug

Kec. Bogor Tengah

Kel. Babakan

1 879.540

Kec. Bogor Tengah
Kec. Bogor Tengah

Kel. Babakan
Kel. Sempur

1 820.260
2 833.960

Kec. Bogor Tengah

Kel. Paledang

1 489.940

Kec. Bogor Tengah

Kel. Babakan

900.360

124.000
52.960

17
Tabel 5 Daftar taman Kota Bogor (lanjutan)
No
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

27
28
29
30
31
32
33
34
35

Nama RTH
Taman Sudut Kota Kanan
Pangrango
Taman Sudut Kota Kiri
Pangrango
Taman Sudut Kota Jl. Salak
Taman Kencana
Taman Sudut Kota Lapangan
Sempur
Taman Lereng Lapangan
Sempur
Taman Depan Balitbang
Perikanan
Taman Sudut Depan Bakorwil
Jl. Ir. H. Juanda
Taman Depan Istana Jl. Ir. H.
Juanda
Taman Blumbak Depan Taman
Topi Jl. Kapt. Muslihat
Taman Sudut Kota Katedral
Belakang Pos Polisi Kapt.
Muslihat
Taman Bantaran Kali Ciliwung
Jembatan Gantung Sempur
Taman Angin-Angin Jl.
Sudirman
Taman Depan Hotel Mirah Jl.
Pangrango
Taman Lereng Ciremai Dari
SMP 3 S/D Tanjakan Sempur
Taman Sudut Kota Warung
Jambu
Taman Kota Sudut Cibuluh
Taman Sudut Kota Jembatan
Situ Duit Jl. Jend. A. Yani
Taman Sudut Kota Belakang
Air Mancur
Taman Air Mancur Jl. Jend.
Sudirman

Luas (m2)
41.080

Kecamatan
Kec. Bogor Tengah

Kelurahan
Kel. Babakan

Kec. Bogor Tengah

Kel. Babakan

159.120

Kec. Bogor Tengah
Kec. Bogor Tengah
Kec. Bogor Tengah

Kel. Babakan
Kel. Babakan
Kel. Sempur

97.960
4 795.560
1 307.000

Kec. Bogor Tengah

Kel. Sempur

1 098.130

Kec. Bogor Tengah

Kel. Sempur

127.000

Kec. Bogor Tengah

Kel. Pabaton

14.960

Kec. Bogor Tengah

Kel. Paledang

70.560

Kec. Bogor Tengah

Kel. Pabaton

77.280

Kec. Bogor Tengah

Kel. Paledang

465.140

Kec. Bogor Tengah

Kel. Sempur

4 512.000

Kec. Bogor Tengah

Kel. Sempur

1 699.440

Kec. Bogor Tengah

Kel. Babakan

1 655.260

Kec. Bogor Tengah

Kel. Sempur

9 681.000

Kec. Bogor Utara

Kel. Bantarjati

142.780

Kec. Bogor Utara
Kec. Tanah Sareal

Kel. Cibuluh
Kel. Tanah Sareal

719.960
88.910

Kec. Tanah Sareal

Kel. Tanah Sareal

186.180

Kec. Tanah Sareal

Kel. Tanah Sareal

3 036.750

Sumber : BAPPEDA (2013)

Komunitas Hijau
Komunitas hijau adalah sebutan bagi kumpulan individu, komunitas atau
kelompok-kelompok warga yang peduli terhadap masalah lingkungan dan sosial
budaya. Keberadaan komunitas hijau sangatlah penting karena dapat menjadi lini
terdepan dalam mewujudkan Kota Bogor sebagai kota hijau. Kesadaran publik
mengenai kota hijau dapat ditingkatkan dengan adanya aksi-aksi nyata serta
sosialisasi yang dilakukan oleh komunitas hijau, sehingga nantinya diharapkan
akan terbentuk masyarakat yang pamah dan peka terhadap lingkungan.
Komunitas hijau yang ada di Kota Bogor diidentifikasi dari data komunitas
yang pernah melakukan kegiatan dibidang lingkungan di Kota Bogor yang

18
didapatkan selama tahap inventarisasi. Komunitas hijau memiliki karakteristik,
yaitu memiliki aktivitas dalam menjaga lingkungan, aktivitasnya bertujuan untuk
mengubah perilaku masyarakat terhadap lingkungan, aktivitasnya dilakukan untuk
masyarakat lokal, dibagun atas kemitraan, dan dilakukan secara swadaya.
Komunitas yang memiliki kelima karakteristik komunitas hijau diidentifikasi
sebagai komunitas hijau. Dari hasil inventarisasi, didapat