Analisis Bioekonomi Sumber Daya Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Linnaeus, 1758) di PPN Palabuhanratu, Provinsi Jawa Barat.

ANALISIS BIOEKONOMI SUMBER DAYA
IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis Linnaeus, 1758)
DI PPN PALABUHANRATU, PROVINSI JAWA BARAT

POPPY HERMAWATI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis
Bioekonomi Sumber Daya Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Linnaeus, 1758)
di PPN Palabuhanratu, Provinsi Jawa Barat” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Bogor, Agustus 2015

Poppy Hermawati
NIM C24110069

4

ABSTRAK
POPPY HERMAWATI. Analisis Bioekonomi Sumber Daya Ikan Cakalang
(Katsuwonus pelamis Linnaeus, 1758) di PPN Palabuhanratu, Provinsi Jawa
Barat. Dibimbing oleh RAHMAT KURNIA dan YONVITNER.
Analisis bioekonomi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dilakukan bagi
penentuan pengelolaan sumber daya perikanan yang tepat dan berkelanjutan.
Penelitian bertempat di PPN Palabuhanratu, Provinsi Jawa Barat. Pengambilan
contoh dilakukan sebanyak empatkali pada bulan Desember 2014 sampai dengan
Maret 2015. Data yang diperoleh meliputi panjang, bobot ikan cakalang, hasil
wawancara, dan data statistika. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengkaji

bioekonomi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dan hasil tangkapan yang lestari
agar dapat menentukan pengelolaan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang
berkelanjutan. Hasil laju eksploitasi dengan menggunakan metode Ford Walford
yaitu sebesar 0,6 per tahun. Hasil model produksi surplus dan bioekonomi
tingkat upaya optimal terhadap pemanfaatan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
di PPN Palabuhanratu sebesar 317 trip per tahun dengan produksi optimal sebesar
821 ton per tahun. Sumber daya ikan cakalang pada saat ini dapat diindikasikan
mengalami underfishing dikarenakan karena pada tahun–tahun sebelumnya telah
mengalami overfishing. Kebijakan pengelolaan yang dapat diaplikasikan yaitu
hasil tangkapan tidak melebihi tangkapan yang diperbolehkan (TAC) yaitu
sebesar 656 ton per tahun.
Kata kunci: Bioekonomi, Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), Palabuhanratu

ABSTRACT
POPPY HERMAWATI. Bioeconomic analysis of Skipjack tuna (Katsuwonus
pelamis Linnaeus, 1758) resources in PPN Palabuhanratu, West Java Province.
Supervised by RAHMAT KURNIA dan YONVITNER.
Bioeconomic analysis of skipjack tuna (Katsuwonus pelamis) was
conducted to determine appropriate and sustainable fisheries resources
management. This research was located in PPN Palabuhanratu, ProvinsiJawa

Barat. In this research sampling was conducted four times during from December
2014 to March 2015. Data that was collected such as skipjack tuna’s length and
weight, interview data, and statistical catch data of skipjack tuna. The aim of this
research is to study skipjack tuna bioeconomic and sustainable yield. Exploitation
rate with Ford Walford method is 0,6 per year. Surplus production model and
bioconomic optimal effort of skipjack tuna is 317 trip per year with maximum
sustainable yield 821 ton per year. Skipjack tuna fisheries resources utilization in
this year can be estimated experience underfishing caused by some year before the
utilization was overfishing. The appropriate policy that can be implied is limiting
fish catch corresponding to Total Allowable Catch as big as 656 ton per year.
Keyword: Bioeconomic, skipjack tuna (Katsuwonus pelamis), Palabuhanratu

ANALISIS BIOEKONOMI SUMBER DAYA
IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis Linnaeus, 1758)
DI PPN PALABUHANRATU, PROVINSI JAWA BARAT

POPPY HERMAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi

Analisis Bioekonomi Sumber Daya lkan Cakalang
(Katsuwonus pelamis Linnaeus, 1758) di PPN Palabuhanratu,
Provinsi J awa Bar at
Poppy Hermawati
C24110069

Nama
NIM


Disetujui oleh

セᄋ@

..

n w....

セN@

·;;e.... セN@

MSi

Dr YonVitner, SPi MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh




セ ス@ • ャイNZ
-

Tanggal Lulus:

セイ

G i Gヲ セ@

ᄋ セ ᄋ セエ@

'"'" Mukhlis Kamal, MSc
"'Ketua Departemen

2 5 0 82 0 1 5

PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Bioekonomi Sumber Daya Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis
Linnaeus, 1758) di PPN Palabuhanratu, Provinsi Jawa Barat”. Skripsi ini disusun
berdasarkan hasil penelitian dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana perikananpada Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tidak
lupa penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi. Oleh karena itu
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk
menempuh studi di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.
2. Bidikmisi Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan
menerima beasiswa S1.
3. Seluruh Staff Dinas Perikanan dan Kelautan Palabuhanratu atas izin yang
diberikan untuk melakukan penelitian.
4. Seluruh Staff Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu yang telah
banyak membantu dalam melakukan penelitian.
5. Seluruh Staff Yayasan Yatim Piatu AR-RIDHO atas dukungannya baik
secara materi maupun non-materi.
6. Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah

banyak membantu selama masa perkuliahan.
7. Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi dan Dr Yonvitner, SPi MSi selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan saran dan arahan
dalam penyelesaian skripsi.
8. Dr Ir Niken Tunjung Murti Pratiwi, MSi selaku Komisi Pendidikan
Program S1, Inna Puspa Ayu, SPi MSi selaku dosen penguji dari Komisi
Pendidikan, dan Taryono, SPi MSi yang telah memberikan arahan dan
masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Keluarga di rumah, khususnya kedua orang tua; Ibu Nunung dan Bapak
Suherman (Alm), kakak kandung Jimmy Alfian Nugraha, sepupu Robbie,
Alya, serta kakek dan nenek yang selalu memberikan doa, kasih sayang,
dukungan dan materil.
10. Seluruh Staff Tata Usaha dan civitas MSP.
11. Sahabat penulis (Amoy, Meti, Tini, Arul, Aisya, Rina, dan Wahyudin),
Risma, Gama, Sigit dan seluruh teman–teman MSP 48 atas dukungan,
semangat dan perhatiannya.
Semoga tulisan ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak, saran dan
kritik sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Bogor, Agustus 2015


Poppy Hermawati

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar belakang
Perumusan masalah
Tujuan penelitian
METODE
Lokasi dan waktu
Pengumpulan data
Analisis data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
SIMPULAN
Simpulan

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

v
vi
vi
vi
1
1
2
2
3
3
3
4
11
11
22
25

25
25
27
40

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Analisis bioekonomi berbagai rezim pengelolaan perikanan
Hasil dan upaya tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
Parameter pertumbuhan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
Mortalitas dan laju ekploitasi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
Pemilihan model produksi surplus ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
Parameter ekonomi sumber daya ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
Hasil analisis bioekonomi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
Perbandingan parameter pertumbuhan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)

11
15
20
20
21
22
22
24

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir rumusan masalah
2 Peta lokasi penelitian
3 Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
4 Daerah Penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
5 Persentase hasil tangkapan dominan
6 Grafik hasil tangkapan ikan dominan tahun 2006-2013
7 Grafik catch per unit effort dengan alat tangkap produktif
8 Kurva hubungan CPUE dengan effort
9 Indeks musim penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
10 Kurva hubungan panjang dan bobot ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
11 Kelompok umur ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
12 Hubungan produksi dan upaya penangkapan
13 Kurva bioekonomi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)

2
3
4
12
14
14
16
16
17
18
19
21
22

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner koresponden penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
2 Sebaran frekuensi panjang ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
3 Pendugaan pertumbuhan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
4 Indeks separasi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
5 Laju mortalitas dan eksploitasi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
6 Proporsi hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
7 Fishing Power Index (FPI)
8 Hasil dan upaya tangkapan tahun 2006-2013
9 Tabel nilai MSY dan Fmsy menggunakan model Fox
10 Surplus produksi dan bioekonomi model Fox
11 Alat tangkap pancing tonda

27
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di daerah Palabuhanratu merupakan
salah satu ikan yang memiliki nilai ekonomis penting. Manik (2007) menyatakan
bahwa ikan cakalang merupakan salah satu sumber daya perikanan terpenting baik
sebagai komoditi ekspor maupun konsumsi dalam negeri, sehingga sangat
berperan dalam penambahan devisa negara.Hasil tangkapan ikan yang didaratkan
di PPNP sepanjang tahun 2013 terdiri atas 20 jenis ikan. Ikan dominan yang
tertangkap adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) sebesar 524,6 ton (7%),
ikan tuna madidihang sebesar 2192,1 ton (28%), dan ikan tuna mata besar
2504,036 ton (32 %) (PPNP 2015). Hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis) pada tahun 2006 sebesar 643,6 ton, tahun 2007 sebesar 35,9 ton, tahun
2008 sebesar 272,5 ton, tahun 2009 sebesar 320,7 ton, tahun 2010 sebesar 334,2
ton, tahun 2011 sebesar 864,5 ton, dan tahun 2012 sebesar 1 193 ton.
Besarnya potensi dan upaya penangkapan di perairan selatan Jawa setiap
tahunnya akan selalu berubah. Upaya tangkapan yang dilakukan pada tahun 2006
sebesar 1 900 trip, tahun 2007 sebesar 3 546 trip, tahun 2008 sebesar 1 571 trip,
tahun 2009 sebesar 2 289 trip, tahun 2010 sebesar 1 210 trip, tahun 2011 sebesar
948 trip, dan tahun 2012 sebesar 645 trip. Hasil dari beberapa penelitian
menunjukan bahwa usaha perikanan di perairan selatan Jawa masih
menguntungkan. Penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan
selatan Jawa khususnya di Palabuhanratu menggunakan alat tangkap gill net,
purse seine, pancing tonda, dan payang (Fadhillah 2010).
Kegiatan ekonomi nelayan sekitar berjalan dengan baik, namun kegiatan
pelelangan ikan sudah tidak dilakukan sejak tahun 2004. Penyediaan modal usaha
merupakan salah satu penyebab nelayan tidak melakukan pelelangan, dan lebih
memilih menjual langsung hasil tangkapan kepada tengkulak yang telah
memberikan modal untuk kegiatan penangkapan. Salah satu penyebab terjadinya
penurunan hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) karena kegiatan
perikanan di Indonesia bersifat open acces (OA) sehingga dikhawatirkan akan
terjadi persaingan antar pelaku perikanan dan hal tersebut juga akan
mempengaruhi permintaan harga pasar.
Aspek ekonomi mengenai sumber daya ikan sangat bergantung terhadap
karakteristik biologinya. Analisis bioekonomi dalam bidang perikanan sangat
diperlukan karena dengan menganalisis ekonomi dapat menentukan tingkat
eksploitasi yang efisien dan menguntungkan, namun hal tersebut sulit dilakukan
tanpa melakukan analisis biologi perikanan (Fauzi 2010). Seiring dengan
berkembangnya alat tangkap maka akan dapat meningkatkan pemanfaatan sumber
daya ikan yang dilakukan oleh nelayan, hal tersebut akan menyebabkan sumber
daya ikan semakin menipis dan pendapatan nelayan akan menurun bahkan
merugi. Hal tersebut diperkuat oleh data hasil tangkapan persatuan upaya tangkap
yang cenderung mengalami penurunan dari tahun 2007 sampai dengan 2010
(PPNP 2015), sehingga perlu dilakukan analisis bioekonomi terhadap ikan
cakalang (Katsuwonus pelamis) agar dapat menentukan hasil tangkapan lestari
sebagai dasar pengelolaan yang berkelanjutan.

2
Perumusan masalah
Produksi merupakan hasil tangkapan ikan yang didapatkan setiap kegiatan
penangkapan yang dilakukan oleh nelayan. Upaya tangkapan merupakan usaha
yang dilakukan oleh nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan dalam satu
kali keberangkatan kapal sesuai dengan lamanya waktu melaut (trip) nelayan
tersebut. Produksi dan upaya tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
yang tinggi akan mempengaruhi keseimbangan populasi di alam. Salah satu
penyebab terjadinya upaya penangkapan yang tinggi yakni permintaan pasar yang
tinggi sehingga akan mempengaruhi harga jual ikan cakalang. Pendapatan
nelayan sekitar sangat bergantung dengan kegiatan penangkapan tersebut,
sedangkan kegiatan penangkapan akan berjalan dengan baik apabila modal yang
tersedia mencukupi. Dinamika stok ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang
terjadi di suatu perairan laut bergantung kepada besarnya hasil tangkapan (yield)
setiap tahunnya. Oleh karenanya diperlukan upaya untuk memelihara kelestarian
sumber daya ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) agar potensi yang dimanfaatkan
tidak berlebihan melalui suatu pengelolaan yang didukung oleh informasi data
hasil penangkapan dan pengukuran panjang serta bobot ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis).

Produksi
Upaya tangkapan
Permintaan tinggi
Harga ikan

1. Dinamika stok
- MEY
- MSY
- OA
2. Pendapatan masyarakat

Bioekonomi

Modal tangkapan

Gambar 1 Diagram alir perumusan masalah

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bioekonomi ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis) dan hasil tangkapan yang lestari sebagai dasar pengelolaan
ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang berkelanjutan.

3

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian bertempat di Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN)
Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pengambilan contoh dilakukan
sebanyak empat kali pada bulan Desember 2014 sampai dengan Maret 2015.
Pengukuran ikan dilakukan di PPN Palabuhanratu Sukabumi, Provinsi Jawa
Barat. Berikut peta lokasi penelitian yang disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu

Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder
yang diperlukan adalah data hasil tangkapan dan upaya penangkapan selama 8
tahun terakhir yang diperoleh dari Kantor Statistik PPN Palabuhanratu. Data
primer diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran di lapang secara acak
menggunakan metode PCAB (penarikan contoh acak berlapis) sebanyak 3 kali
ulangan. Pengambilan ikan contoh dilakukan dengan berbagai ukuran ikan yakni
ukuran kecil, sedang dan besar. Ikan contoh yang diambil berjumlah 341 ekor
bergantung pada kelimpahan setiap waktu pengambilan. Pengukuran panjang
menggunakan meteran dengan ketelitian 1 cm. Bobot ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis) yang ditimbang adalah bobot basah menggunakan timbangan dengan
ketelitian sebesar 5 gram.

4

Gambar 3 Pengukuran panjang total ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
Wawancara yang dilakukan dengan metode purposive sampling sebagai data
pendukung untuk mengetahui kegiatan penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis) yang di daratkan di PPN Palabuhanratu sebanyak limabelas responden
dengan pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan baik.
Informasi yang diperoleh dalam proses wawancara antara lain:
1. Jumlah produksi hasil tangkapan per trip
2. Biaya operasi penangkapan per trip
3. Pendapatan nelayan per trip
4. Jumlah trip selama satu tahun
5. Musim penangkapan

Analisis Data
Parameter pertumbuhan
Parameter pertumbuhan (K dan L∞) merupakan dasar dari penentuan umur
yang berdasarkan ukuran panjang dan bobot pada ikan. Pendugaan parameter
pertumbuhan ini menggunakan model pertumbuhan Von Bertalanffy (Sparre dan
Venema 1999):
Lt=L∞[1-e-k(t-t0)]

(1)

Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (k) dan L∞ dilakukan dengan
menggunakan metode Ford Walford yang diturunkan dari model Von Bertalanfy
untuk t sama dengan t+1, persamaannya menjadi:
Lt+1=L∞(1-e-k(t+1-t0))

(2)

Lt+1 adalah panjang ikan pada saat umur t+1 (satuan waktu), L∞ adalah
panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik), k adalah koefisien
pertumbuhan (persatuan waktu), dan t0 adalah umur teoritis pada saat panjang ikan
sama dengan nol. Nilai K dan L∞ diperoleh dengan cara sebagai berikut:
K= -ln(b)

(3)

L∞=

(4)

5
Nilai t0 (umur ikan pada saat panjang sama dengan nol) yang didapatkan
dengan melalui persamaan Pauly (1983) in (Sparre dan Venema1999)
log (-t0) = 0,3922–0,2752 log L–1,038 log K

(5)

L∞ adalah panjang asimtotik ikan (mm), K adalah koefisien pertumbuhan
(mm/satuan waktu), t0 adalah umur ikan pada saat sama dengan nol, t adalah umur
ikan, dan Lt adalah panjang ikan pada saat umur t (mm).
Mortalitas dan laju eksploitasi
Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinierkan
berdasarkan data komposisi panjang sedemikian sehingga diperoleh hubungan:
= h-Zt
(6)
ln
persamaan di atas diduga melalui persamaan regresi linear sederhana y=b0+b1x
dengan y= ln
sebagai ordinat, x = t
sebagai absis, dan Z = –b
Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris
Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut:
Ln M= –0,0152-0,279 ln L∞+0,6543 ln K +0,463 ln T

(7)

M adalah mortalitas alami, L∞ adalah panjang asimtotik ikan (mm), K
adalah koefisien pertumbuhan (mm/satuan waktu), t0 adalah umur ikan pada saat
sama dengan nol, dan T adalah rata-rata suhu permukaan air (oC). Pauly (1980) in
Sparre dan Venema (1999) menyarankan untuk memperhitungkan jenis ikan yang
memiliki kebiasaan menggerombol (schooling) ikan dikalikan dengan nilai 0,8
sehingga untuk spesies yang menggerombol seperti ikan cakalang nilai dugaan
menjadi 20% lebih rendah:
M=0,8e(-0,0152-0,279 ln L∞ +0,6543 ln K + 0,463 ln T)

(8)

Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan:
F = Z–M

(9)

Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas
penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z) (Pauly 1984):
E=

=

(10)

M adalah laju mortalitas alami, F adalah laju mortalitas penangkapan, dan Z
adalah mortalitas total.

6
Standarisasi upaya penangkapan
Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang tertangkap oleh nelayan
Palabuhanratu ditangkap dengan berbagai alat tangkap, antara lain giilnet, payang,
pancing ulur, pancing tonda, purse seine, dan tuna longline. Oleh karena itu perlu
dilakukan standarisasi upaya penangkapan terlebih dahulu sebelum dilakukannya
pendugaan MSY. Langkah-langkah standarisasi upaya penangkapan Sparre dan
Venema (1999) in Prasetya (2010) adalah sebagai berikut:
1. Hasil tangkapan (C) dan upaya tangkapan (E) pada tahun ke-i terlebih
dahulu, dimana i = 1, 2, 3.......,n.
2. CPUE dihitung untuk masing – masing upaya.
3. Total upaya yang terbesar dari beberapa jenis upaya dipilih sebagai standar
dalam menghitung FPI (Fishing Power Indeks).
4. Jika upaya terbesar adalah pancing tonda maka nilai FPI pancing tonda = 1
dan alat tangkap longline dihitung melalui:
(11)
5. Upaya standar dihitung melalui persamaan berikut:
(12)
Analisis pola musim penangkapan ikan
Analisis pola musim penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
yang berada disekitar perairan selatan Jawa digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan. Perhitungan ini
menggunakan data CPUE per bulan. Data CPUE per bulan ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis) selanjutnya akan diurutkan per bulan dari tahun 2006
sampai dengan tahun 2013, kemudian perhitungan dilanjutkan dengan
menghitung rata–rata (average). Berikut merupakan rumus indeks musim
penangkapan (Dajan 1986).
1) Susun deret CPUE bulan Januari 2003 sampai dengan Desember 2013
ni = CPUEi
(13)
dimana:
i = 1,2,3,....
ni = CPUE urutan ke-i
2) Menyusun rata–rata bergerak CPUE selama 12 bulan (RG)
RGi = ∑
(14)
dimana:
Rgi = rata–rata bergerak 12 bulan urutan ke-i,
CPUE = CPUE urutan ke-i,
i
= 1,2,3.....96, dan
j
= 7,8,9,...91.

7
3) Menyusun rata–rata bergerak CPUE terpusat (RGP)
RGPi = ∑
4) Rasio rata – rata bulan (Rb)
Rbi =
dimana:
Rbi
= rasio rata–rata bulan ke-i
CPUE = CPUE urutan ke-i
i
= 1, 2, 3,....96.
5) Rasio rata–rata untuk bulan ke-i (RRBi)
RRBi = ∑
dimana:
RRBi = rata–rata Rbij untuk bulan ke-i
Rbij = rasio rata–rata bulanan dalam matriks ukuran i x j
i
= 1, 2, 3, .......,12
j
= 1, 2, 3, ........,n
6) Jumlah rasio rata–rata bulanan (JRRB)
JRRB = ∑
dimana:
JRRBi = jumlah rasio rata–rata bulan
RRBi = rata–rata Rbij untuk bulan ke-i
i
= 1, 2, 3, ......,12
7) Menghitung faktor koreksi
FK =
dimana:
FK = Nilai faktor koreksi
JRRB = Jumlah rasio rata–rata bulanan
8) Indeks Musim Penangkapan (IMP)
IMPi = RRBi FK
dimana:
IMPi = Indeks musim penangkapan bulan ke-i
RBBi = Rasio rata–rata untuk bulanan ke-i
i
= 1, 2, 3, ....,12
9) Kriteria Indeks musim Penangkapan (IMP)
IMP 50%
= Musim paceklik
IMP 50% IMP 100%
= Bukan musim penangkapan
IMP 100%
= Musim penangkapan

(15)
(16)

(17)

(18)

(19)

(20)

Model produksi surplus
Model surplus produksi berguna untuk menentukan tingkat upaya optimum,
yakni upaya tangkapan yang dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan
maksimum lestari tanpa mempengaruhi stok ikan di perairan dalam jangka
panjang. Dalam penelitian ini akan digunakan dan dicobakan model surplus
produksi, antara lain Model Schaefer, Fox, Walter & Hilbron, Schnute, serta
model Clarke Yoshimoto Pooley.

8
A. Model Schaefer (1954)
Model linear Schaefer adalah CPUEt=qK+
optimum diperoleh dengan rumus:
MSY = –

. MSY dan upaya

foptimum =-

(21)

Regresi pertama pada model Schaefer yang dilakukan adalah :
Y = Ct
X1 = ft
X2 = ft2

(22)
(23)
(24)

Regresi kedua yaitu :
Y = CPUE
X = ft

(25)
(26)

Parameter K, q, dan r diperoleh dari hasil yang dilakukan pada regresi kedua
yaitu:
K =

(27)

q = slope 2 (regresi kedua)
r = slope 1 (regresi kedua)
ct adalah hasil tangkapan tahun ke-t, ft adalah upaya penangkapan tahun ke-t,
CPUEt adalah hasil tangkapan per satuan upaya tahun ke-t, r adalah parameter
pertumbuhan alami, K adalah daya dukung lingkungan, q adalah koefisien
penangkapan, MSY adalah tangkapan maksimum lestari (Maximum Sustainable
Yield), dan Fopt adalah upaya tangkapan optimal
B. Model Fox (1970)
Persamaan model Fox adalah lnCPUEt=
optimum dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

. MSY dan upaya

MSY =

(28)

f opt = –

(29)

Pada model ini, regresi pertama sama dengan yang dilakukan oleh model
Schaefer, begitu juga untuk memperoleh parameter K, q, dan r. Pada model ini
yang membedakan adalah regresi kedua, berikut ini adalah regresi kedua pada
model Fox :
Y = ln CPUEt
X = ft

(30)
(31)

9
C. Model Walter Hilbron (1976)
Persamaan model Water Hilbron adalah CPUEt=

.

Untuk memperoleh persamaan a, b, dan c diperoleh dengan meregresikan
koefisien berikut ini :
Y=

(32)

X1 = CPUEt

(33)

X2 = ft

(34)

Nilai MSY dan upaya optimum diperoleh dengan rumus :
MSY =

(35)

fopt

(36)

=

Parameter K, q, dan r untuk memperolehnya adalah dengan rumus berikut :
K
q
r

(37)
(38)
(39)

=
=-c
=a

D. Model Schnute (1977)
Persamaan model Schnute yaitu
lnCPUEt+1 =

.

(40)

Untuk memperoleh persamaan a, b, dan c diperoleh dengan meregresikan
koefisien berikut :
Yi = ln

(41)

X1 =

(42)

X2 =

(43)

Nilai MSY dan upaya optimum diperoleh dengan rumus :
MSY =

(44)

f opt = –

(45)

Parameter K, q, dan r di peroleh dengan rumus berikut ini:

10

K
q
r

=
=-c
=a

(46)
(47)
(48)

E. Model CYP (Clarke Yoshimoto Pooley) (1992)
Persamaan model CYP adalah:
.
(49)
lnCPUEt+1 =
Untuk memperoleh persamaan a, b, dan c dilakukan dengan meregresikan
koefisien berikut:
Y = lnCPUE t+1

(50)

X1 = lnCPUEt

(51)

X1 = f + f t+1

(52)

Nilai MSY dan upaya optimum diperoleh dengan rumus :
MSY =
f opt = r/q

(53)
(54)

Parameter K, q, dan r untuk memperoleh digunakan rumus berikut ini:
K

=

(55)

q

=-

(56)

r

=

(57)

Model yang akan digunakan adalah model yang memiliki nilai determinasi
(R ) yang paling tinggi. Jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan atau Total
Allowable Catch (TAC) agar hasil tangkapan tidak melebihi jumlah tangkapan
yang diperbolehkan sehingga tingkat pemanfaatan sumber daya ikan dapat
ditentukan dengan menggunakan analisis produksi surplus berdasarkan prinsip
kehati-hatian sesuai dengan KepMen Pertanian No. 473 a/Kpts/IK.250/6/85.
2

TAC = 80% x MSY

(58)

Tingkat pemanfaatan akan lebih baik jika tidak melebihi jumlah tangkapan
yang diperbolehkan tidak melebihi MSY karena akan terjadi overfishing dan akan
mengurangi jumlah populasi ikan di alam.

11
Analisis bioekonomi
Setelah parameter biologi diketahui maka selanjutnya dimasukkan ke dalam
estimasi parameter ekonomi Gordon Schaefer (Nurhayati 2012) dalam asusmsinya
produksi dan harga ikan diasumsikan tetap (tidak berubah). Biaya penangkapan
yang digunakan merupakan rata-rata dari biaya operasional penangkapan yang
meliputi biaya bahan bakar, oli, pangan, dan retribusi. Menurut Fauzi (2010),
rata-rata biaya penangkapan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
c=



(50)

c adalah biaya penangkapan rata-rata (rupiah/trip), ci adalah biaya
penangkapan nominal responden ke-i, dan n adalah jumlah responden. Harga ikan
cakalang juga ditentukan berdasarkan harga ikan cakalang rata-rata dengan rumus
(Fauzi 2010):

p=
(59)
p adalah harga ikan rata-rata (rupiah per kg), pi adalah harga nominal ikan
cakalang per nelayan, dan n adalah jumlah responden. Jika kedua parameter
ekonomi tersebut telah diketahui, maka TR (Total Revenue), TC (Total Cost),
maka keuntungan ekonomi ( diperoleh dengan persamaan (Fauzi 2010):
TR = ph
TC = cE
= TR – TC

(60)
(61)
(62)

Berikut merupakan tabel perhitungan hasil tangkapan (h), upaya
penangkapan (E), dan keuntungan (π) dari berbagai rezim pengelolaan.
Tabel 1 Analisis bioekonomi berbagai rezim pengelolaan perikanan
Variabel

MEY

Rezim Pengelolaan
MSY

Open Access

Biomassa (x)
(

Hasil Tangkapan (h)
Tingkat Upaya (E)
Rente Sumber daya
(π)

pqKE (1-

Sumber : Nurhayati (2012)

phmsy - cEmsy

)(

(

)

PhOA – cEOA

)

12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi umum PPN Palabuhanratu
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terbagi menjadi dua
bagian yakni dermaga tambat atau dermaga bongkar dengan luas 310 m2 sebagai
areal tambat labuh dan pendaratan perahu seluas 3,953 m2 (Wudianto et al. 2010).
Terdapat dua kolam pembongkaran untuk kapal, untuk kolam I berdekatan dengan
tempat pelelangan ikan yang merupakan hasil tangkapan. Kolam II memiliki
panjang 240 meter yang digunakan untuk pendaratan ikan hasil tangkapan dari
kapal longline dan pancing tonda (Wudianto et al 2010).
Ikan hasil tangkapan nelayan tersebut akan langsung dilelang, namun sejak
tahun 2004 kegiatan pelelangan ini terhenti dan beralih pada kegiatan KUD Mina
Mandiri Sinar Laut. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan nelayan
mengenai keuntungan penjualan ikan melalui mekanisme pelelangan, dan asumsi
para nelayan bahwa pengelola TPI hanya wadah bagi pemerintah untuk menarik
retribusi (Lubis 2012). Hasil tangkapan yang diperoleh oleh para nelayan akan
dijual langsung ke bakul (tengkulak), ini terjadi dikarenakan para nelayan tidak
ingin membayar retribusi.

Teluk Palabuhanratu

Samudera Hindia

Pulau Christmas

Gambar 4 Daerah penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
Kegiatan penangkapan ikan di daerah Palabuhanratu hanya memikirkan
jangka pendek tanpa memikirkan jangka panjang, dimana para nelayan bersaing
untuk mendapatkan hasil tangkapan yang melimpah sehingga di khawatirkan akan
terjadi tangkap lebih (overfishing). Daerah tangkapan ikan salah satunya adalah
Teluk Palabuhanratu yang merupakan titik pengembangan usaha para
penduduknya sehingga sangat diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk
kemajuan ekonomi di kabupaten ini. Menurut Tyedmers P dan Hospido A (2005),
ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) tersebar di perairan Atlantik, Pasifik dan
Samudera Hindia. Berdasarkan (Gambar 4) kegiatan penangkapan ikan cakalang

13
(Katsuwonus pelamis) berlangsung di perairan Samudera Hindia hingga mencapai
Pulau Christmas.
Kapal dan alat tangkap
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap lima belas responden
alat tangkap pancing tonda merupakan alat tangkap yang sering digunakan untuk
menangkap ikan cakalang (Katsuwonus pelamis). Alat tangkap pancing tonda ini
termasuk ke dalam jenis alat tangkap single species karena kecenderungan alat
tangkap ini hanya dapat digunakan untuk menangkap ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis). Waktu nelayan sekali melaut adalah 9–11 hari dengan waktu
memancing pada pagi hari dan sore hari, adapun hasil tangkapannya antara lain,
ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) sebagai tangkapan utama, ikan marlin, ikan
tuna, copi-copi, dan layang–layang. Harga jual ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis) berkisar antara Rp 17.000–Rp 18.000 per kg tergantung pada jumlah
hasil tangkapan setiap musimnya. Biaya penangkapan untuk satu kali trip
berkisar antara Rp 7.000.000–Rp 7.500.000 per trip (Lampiran 1). Pada kapal
penangkapan ikan dengan alat tangkap tonda memiliki empat jenis pancing yang
biasa digunakan dalam proses penangkapan, antara lain pancing tonda, pancing
tomba, pancing copi–copi, dan pancing layang–layang (Lampiran 11).
Keempat jenis pancing tersebut memiliki fungsi dn ukuran mata pancing
yang berbeda, untuk pancing tonda dan copi–copi digunakan nomor tujuh,
sedangkan untuk pancing tomba dan layang-layang digunakan ukuran mata
pancing nomor dua. Pada pancing tomba memiliki panjang 150 meter dan dapat
digunakan hingga kedalaman 29 meter dengan jumlah 3 mata pancing, sedangkan
untuk taber (pancing tonda) memiliki jumlah mata pancing sebanyak 35 mata
pancing dengan jarak mata pancing dengan mata pancing lainnya yaitu sebesar
150 cm, penggunaan taber (pancing tonda) hanya digunakan pada pagi hari pukul
05,00–05,30 hasil tangkapannya berupa ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dan
tongkol.
Berbeda dengan kedua pancing tersebut, untuk copi–copi dan layang–layang
hanya memiliki 1 mata pancing dan dapat digunakan satu hari penuh dengan
kedalaman 30–50 meter, hasil tangkapan berupa ikan layang, layur, marlin dan
tuna. Namun jika nelayan mendapatkan tangkapan ikan besar maka dapat dibantu
dengan alat tangkap lain berupa ganco. Alat tangkap ini sejenis tombak dengan
mata pancing berukuran besar memiliki panjang 25 meter. Proses penangkapan
ikan, biasanya nelayan membawa 5 gulungan untuk taber (pancing tonda), 6
gulungan pancing tomba, 4 gulungan copi–copi, dan 1 gulungan untuk layang–
layang. Daerah tangkapan yang sering di kunjungi berada di sekitar L 8-9 dan B
105–106 yakni daerah perairan Sibolga, Pulau Sumatra bahkan hingga mencapai
Pulau Christmas.
Komposisi hasil tangkapan
Hasil tangkapan ikan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara
Palabuhanratu terdiri dari ikan pelagis dan demersal. Menurut data Statistik hasil
tangkapan tahun 2014, ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) termasuk ke dalam

14
tiga besar hasil tangkapan utama yang di daratkan di PPN Palabuhanratu sebesar
276,107 ton, selain ikan tuna dan tongkol. Ikan pelagis lebih dominan tertangkap
jika dibandingkan dengan ikan demersal dengan persentase ikan tuna sebesar 67%
dan ikan cakalang sebesar 15% (Gambar 5).

tongkol
11%

peperek
3%

cakalang
15%

layur
4%

tuna
67%

Gambar 5 Persentase hasil tangkapan ikan dominan, Sumber:Statistik
PPN Palabuhanratu 2014

catch (ton/tahun)

Berdasarkan diagram di atas dapat dilihat persentase ikan tuna jauh lebih
tinggi setiap tahunnya dan selalu mendominasi hasil tangkapan. Hasil tangkapan
ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan hasil tangkapan dominan kedua
setelah ikan tuna. Pada tahun 2007 hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis) mencapai 34% dan untuk tahun–tahun berikutnya mengalami fluktuasi,
serta pada tahun 2013 persentase hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis) hanya sebesar 9%. Berikut informasi hasil tangkapan dominan yang
tahun 2006 sampai dengan 2013 disajikan pada Gambar 6.
3000
2700
2400
2100
1800
1500
1200
900
600
300
0
2006
cakalang

2007

2008
tuna

2009

2010

Tahun
layur

2011
tongkol

2012

2013
eteman

Gambar 6 Hasil tangkapan dominan tahun 2006-2013, Sumber:Statistika
PPN Palabuhanratu 2014

15
Berdasarkan grafik hasil tangkapan ikan dominan tahun 2006 sampai
dengan 2013 ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dapat ditangkap sepanjang
tahun selain ikan tuna, tongkol, layur dan eteman dengan jumlah hasil tangkapan
ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang berfluktuasi.
Penurunan hasil
tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) terjadi pada tahun 2008 sampai
dengan 2010, dan mengalami peningkatan hasil tangkapan pada tahun 2011
sampai dengan 2012, namun menurun lagi pada tahun 2013.
Hasil dan Upaya tangkapan ikan cakalang
Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan salah satu ikan yang
ditangkap dengan alat tangkap payang, gill net, pancing tonda dan tuna longline.
Berikut informasi hasil dan upaya tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil dan upaya tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
Alat Tangkap
Gill net
Hasil
Upaya
(ton)
(trip)

Tahun

Payang
Hasil
Upaya
(ton)
(trip)

Pancing Tonda
Hasil
Upaya
(ton)
(trip)

Longline
Hasil
Upaya
(ton)
(trip)

2006

274,621

1310

368,837

419

200,41

171

-

-

2007

339,121

2535

264,202

838

132,534

173

-

-

2008

29,603

950

110,104

447

128,786

172

4,018

2

2009

68,297

1622

69,301

341

179,371

325

3,764

1

2010

73,632

444

5,255

110

246,152

656

9,232

0,4

2011

40,974

124

116,204

123

392,443

651

314,924

50

2012

6,684

19

10,721

38

220,788

511

955,009

98

2013

13,079

133

9,495

46

187,123

427

314,913

39

Hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan alat tangkap
tuna longline mengalami peningkatan pada tahun 2011 sampai dengan 2012, dan
menurun pada tahun 2013 dengan jumlah upaya tangkapan (trip) yang jauh lebih
sedikit dan meningkat setiap tahunnya (Lampiran 8). Alat tangkap gill net dan
payang mengalami penurunan hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis) setiap tahunnya. Hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
mengalami peningkatan dengan menggunakan alat tangkap pancing tonda
(Lampiran 6), pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2011 dan mengalami
penurunan pada tahun 2013.
Alat tangkap payang memiliki upaya penangkapan yang paling
mendominasi setiap tahunnya jika dibandingkan dengan alat tangkap lainnya
karena waktu melaut nelayan payang adalah one day fishing (satu hari melaut).
Namun upaya penangkapan nelayan payang semakin menurun jika dilihat pada
(Tabel 2). Kapal dengan alat tangkap pancing tonda mengalami peningkatan
upaya penangkapan (Lampiran 6). Penggunaan alat tangkap tuna longline baru
digunakan pada tahun 2008 hingga sekarang, namun ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis) bukan merupakan hasil tangkapan utama alat tangkap ini.

16
Catch per unit effort (CPUE)
Nilai catch per unit effort (CPUE) menggambarkan tingkat produktivitas
dari upaya penangkapan, dengan kata lain jika nilai catch per unit effort (CPUE)
tinggi maka tingkat efisiensi pengerahan upaya penangkapan berjalan dengan
baik. Berikut informasi mengenai CPUE (catch per unit effort) dari alat tangkap
pancing tonda disajikan pada Gambar 7.

CPUE (ton/tahun)

1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
2006

2007

2008

2009 2010
Tahun

2011

2012

2013

Gambar 7 Grafik CPUE (catch per unit effort) dengan alat tangkap pancing tonda,
Sumber: Statistik PPN Palabuhanratu 2014
Berdasarkan hasil perhitungan FPI sebesar satu maka dapat dikatakan alat
tangkap pancing tonda memenuhi standar penangkapan dengan upaya tangkap
yang sedikit menghasilkan hasil tangkapan melimpah jika dibandingkan dengan
payang (Lampiran 7). Penggunaan alat tangkap pancing tonda mendapatkan hasil
tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang cenderung menurun pada
tahun 2006 sampai dengan 2010.
Hubungan catch per unit effort dan effort
Catch per unit effort (CPUE) digunakan dalam perhitungan analisis
bioekonomi yang berguna untuk mengetahui kelimpahan dan tingkat pemanfaatan
berdasarkan pembagian antara data total tangkapan (catch) dengan upaya
tangkapan (effort). Informasi CPUE dengan effort dapat dilihat pada Gambar 8 di
bawah ini.
CPUE (ton/trip)

4
y = -0,003x + 3,797
R² = 78,40%

3
2
1
0
0

200

400
600
Effort (trip)

800

1000

Gambar 8 Kurva hubungan CPUE (catch per unit effort) dengan effort, Sumber:
Statistik PPN Palabuhanratu 2014

17
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai koefisien determinasi
sebesar 78,40%, intercept sebesar 3,797 dan slope sebesar -0,003 dari persamaan
y = -0,003+3,797 yang berarti setiap peningkatan upaya tangkapan (effort) dapat
menurunkan produkstivitas hasil tangkapan (CPUE). Jika suatu alat tangkap
memiliki upaya tangkapan lebih besar maka CPUE yang dihasilkan akan lebih
kecil, karena dipengaruhi oleh hasil tangkapan yang didapatkan. Utami et al.
(2012) menyatakan bahwa rumus–rumus produksi surplus hanya akan berlaku
apabila nilai parameter b (slope) bernilai negatif yang berarti setiap penambahan
upaya penangkapan akan menyebabkan penurunan nilai CPUE (Lampiran 8).
Indeks musim penangkapan (IMP)
Musim penangkapan ikan ditandai dengan kondisi alam yang stabil dan
hasil tangkapan yang melimpah. Kondisi alam yang demikian akan sangat
mempengaruhi kegiatan penangkapan yang juga akan mempengaruhi hasil
tangkapan nelayan. Nilai indeks musim penangkapan (IMP) dapat digunakan
dalam penentuan waktu yang tepat dan efektif dalam melakukan operasi
penangkapan ikan, analisis indeks musim penangkapan dengan menggunakan data
CPUE (catch per unit effort) bulanan. Musim penangkapan akan berbeda–beda
setiap perairan bergantung pada kondisi lingkungannya. Pada (Gambar 9) dapat
dilihat ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dapat ditangkap setiap bulan dan
tahunnya dengan jumlah hasil tangkapan yang berfluktuasi. Berikut informasi
mengenai indeks musim penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di
PPN Palabuhanratu yang disajikan pada Gambar 9.
140
120
IMP (%)

100
80
60
40
20
0
Juli Ags Sep

Okt Nov Des
Bulan

IMP
Musim Paceklik

Jan Feb Maret April Mei Juni
Musim Penangkapan
Musim Peralihan

Gambar 9 Indeks musim penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
Sumber: Statistik PPN Palabuhanratu 2014
Berdasarkan data hasil perhitungan, puncak musim penangkapan ikan
cakalang (Katsuwonus pelamis) di Palabuhanratu yakni terjadi pada bulan April
dengan nilai persentase lebih dari 100%. Musim peralihan penangkapan ikan
cakalang (Katsuwonus pelamis) yakni terjadi pada bulan September sampai
dengan bulan Maret. Puncak musim penangkapan ditandai dengan kondisi alam

18
yang cerah, laut yang tenang, dan perolehan hasil tangkapan yang melimpah, dan
yang terpenting ketersediaan makanan ikan yang melimpah. Hasil tangkapan ikan
cakalang (Katsuwonus pelamis) pada bulan Agustus, Februari, dan maret dibawah
rata-rata, sedangkan puncak penangkapan pada bulan April. Pada bulan itu ikan
yang tertangkap diatas rata-rata tangkapan.
Hubungan panjang dan bobot

Bobot (gram)

Pola pertumbuhan suatu organisme dapat diketahui melalui analisis
hubungan panjang dan bobot. Berikut ini informasi mengenai hubungan panjang
dan bobot yang disajikan pada Gambar 10.
5000
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0

W = 0,00006L2,769
R² = 93,70%
n = 341

0

200

400
Panjang (mm)

600

800

Gambar 10 Kurva hubungan panjang dan bobot ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis)
Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang dan bobot ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis) diperoleh persamaan W= 0,00006L2,769 dengan koefisien
determinasi sebesar 93,70% (Gambar 10). Selanjutnya dilakukan uji t, dan
didapatkan pola pertumbuhan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) bersifat
allometrik negatif.yang mengindikasikan bahwa pertumbuhan panjang lebih cepat
jika dibandingkan dengan pertumbuhan bobot.
Identifikasi kelompok umur
Pendugaan parameter pertumbuhan sebaiknya dilakukan dengan
menggunakan analisis data sejumlah frekuensi panjang dan bobot.
Tingkat
pertumbuhan ikan sangat bervariasi karena hal tersebut dipengaruhi berbagai
faktor, baik faktor luar maupun dalam. Analisis kelompok umur dilakukan untuk
mengetahui frekuensi panjang total ikan. Berdasarkan hasil analisis kelompok
umur diketahui telah terjadi pergeseran modus ke arah kanan. Pertumbuhan ikan
cakalang (Katsuwonus pelamis) terjadi sangat pesat pada bulan Januari sampai
dengan Maret. Berikut informasi mengenai identifikasi kelompok umur ikan
cakalang (Katsuwonus pelamis) yang disajikan pada Gambar 11.

Frekuensi (ekor)

19
50
40
30
20
10
0
247

302

357

412

467

522

577

632

687

Frekuensi (ekor)

60

Frekuensi (ekor)

30

Frekuensi (ekor)

Nilai tengah (mm)

30

40
20
0
247

302

357

412 467 522
Nilai tengah (mm)

577

632

687

247

302

357

412 467 522
Nilai tengah (mm)

577

632

687

247

302

357

20
10
0

20
10
0
412 467 522
Nilai tengah (mm)

577

632

687

Gambar 11 Kelompok umur ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
Parameter pertumbuhan
Nilai k (koefisien pertumbuhan) dan L∞ (panjang asimtotik) didapatkan
dengan menggunakan Metode Ford Walford diperoleh nilai k sebesar 0,23 per
tahun, nilai L∞ sebesar 841,53 mm, dan nilai t0 sebesar -0,28. Semakin besar nilai
k maka semakin cepat ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) mencapai L∞, jika
nilai k semakin kecil maka pertumbuhan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
dapat dikatakan lambat.
Sebaran frekuensi panjang pada setiap waktu
pengambilan contoh yang dilakukan selama empat bulan di PPN Palabuhanratu
diperoleh dari metode Ford Walford dengan jumlah contoh ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis) sebanyak 341 individu. Panjang maksimum ikan cakalang
yang tertangkap sebesar 710 mm, sedangkan untuk panjang minimum sebesar 220
mm. Berikut ini informasi mengenai parameter pertumbuhan yang disajikan pada
Tabel 3.

20
Tabel 3 Parameter pertumbuhan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
Parameter

Nilai

L∞ (mm)
k

841,53

(tahun)

0,23

t0 (bulan)

-0,28

Mortalitas dan laju eksploitasi
Pendugaan mortalitas meliputi laju mortalitas total (Z), laju mortalias alami
(M), dan laju mortalitas penangkapan (F) yang diperoleh berdasarkan kurva hasil
tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang (Lampiran 5). Mortalitas alami
dapat terjadi karena predasi, penyakit, dan umur. Informasi mengenai laju
mortalitas dan laju eksploitasi ikan cakalang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Mortalitas dan laju ekploitasi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
Mortalitas
Penangkapan (F)
Alami (M)
Total (Z)
Eksploitasi (E)

Nilai (per tahun)
0,39
0,22
0,61
0,63

Laju mortalitas penangkapan (F) ikan cakalang yaitu sebesar 0,39 per tahun,
laju mortalitas alami (M) yaitu sebesar 0,22 per tahun dan laju mortalitas total (Z)
sebesar 0,61 per tahun. Mortalitas penangkapan lebih besar jika dibandingkan
dengan mortalitas alami, hal tersebut dapat terjadi karena kegiatan penangkapan
yang jauh lebih tinggi sehingga mempengaruhi keberadaan ikan di laut, khususnya
ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan nilai persentase laju ekploitasi
sebesar 63,57% (Lampiran 5).
Pemilihan model produksi surplus
Pada penelitian ini analisis parameter biologi dengan menggunakan lima
model, antara lain model Fox, Schaefer, Schnute, Walter Hilborn, dan Clark
Yoshimoto Pooley. Parameter–parameter dari kelima model produksi surplus
tersebut meliputi nilai r (laju pertumbuhan alami), q (kemampuan penangkapan),
dan K (daya dukung lingkungan). Berikut ini informasi mengenai parameter
biologi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Pemilihan model produksi surplus ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
Model
Schaefer
Fox
CYP
Walter Hilbron
Schnute

r
(ton per tahun)
0,0005
0,3005
4,1536
3,9862
0,1686

Parameter biologi
Q
K
(ton per trip)
(ton per tahun)
0,0000004
7885404
0,0003
12608
0,0068
189
0,0019
2997
0,0001
338287

R2
(%)
78,42
84,55
54,72
49,73
3

21
Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) paling besar adalah model Fox
jika dibandingkan dengan keempat model lainnya yaitu sebesar 84,55%.
Sehingga dapat dilakukan analisis bioekonomi dengan menggunakan model Fox.
Analisis bioekonomi
Analisis bioekonomi dilakukan guna membantu dalam melakukan
penentuan pengelolaan sumber daya perikanan yang tepat. Berikut ini kurva
hubungan produksi dan upaya penangkapan dengan menggunakan model Fox
disajikan pada Gambar 12.
1200

2012

Hasil tangkapan (ton)

1000
2011

2006

800

2007
600

2013

400

2010

2008
2009

200
0
0

500

1000

1500

2000

Upaya (trip)

Gambar 12 Hubungan produksi dengan upaya penangkapan
Berdasarkan kurva hubungan produksi dengan upaya penangkapan (Gambar
11) dapat dilihat pada tahun 2011 sampai dengan 2012 telah terjadi overfishing,
berbeda dengan tahun 2013 sumber daya ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
seakan mengalami underfishing. Padahal, kondisi ini diduga masih overfishing
akibat pengaruh tahun-tahun sebelumnta. Berikut informasi parameter ikan
cakalang (Katsuwonus pelamis) disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Parameter ekonomi sumber daya ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
Parameter ekonomi
Biaya operasional per trip
Harga jual ikan cakalang per kg

Nilai (rupiah)
7560000
18000

Tabel 6 menyatakan hasil penentuan jumlah tangkapan lestari, upaya
optimum dan keuntungan melalui analisis MSY, MEY, open acces, dan aktual
pada rezim pengelolaan. Berikut informasi hasil dari analisis bioekonomi dengan
model Fox pada Tabel 7.

22
Tabel 7 Hasil analisis bioekonomi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan
model Fox

Pendapatan (milyar rupiah)

Variabel
C (ton/tahun)
E (trip/tahun)
Keuntungan (milyar/tahun)

MEY
810,95
270
12556019298

MSY
821,00
317
12379965060

AB C

15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

TC
D

OA
375,49
894
0

Aktual
524,61
250
7559014532

Keterangan :
TC
: Total Cost
TR
: Total Revenue
A
: Aktual (tahun terakhir)
B
: MEY (maximum economic yield)
C
: MSY (maximum sustainable yield)
D
: OA (open acces)

TR

0

200

400

600

800 1000 1200 1400 1600 1800
Effort (trip)

Gambar 13 Kurva bioekonomi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
di PPN Palabuhanratu
Perhitungan yang dilakukan dengan beberapa parameter MSY, MEY, OA,
dan aktual maka didapatkan hasil pada (Tabel 7). Upaya tangkapan EMEY lebih
rendah jika dibandingkan dengan upaya tangkapan EMEY dan OA. Berdasarkan
hasil analisis bioekonomi upaya tangkapan terendah terjadi pada saat kondisi
MEY (titik B) sebesar 270 trip per tahun dengan hasil keuntungan (TR) yang jauh
lebih tinggi sebesar Rp 12,556 milyar per tahun jika dibandingkan pada kondisi
MSY (titik C) dengan upaya sebesar 317 trip per tahun dan keuntungan sebesar
Rp 12,379. Pada kondisi OA (titik D) diharapkan nelayan tidak melakukan
kegiatan penangkapan karena pada kondisi ini akan terjadinya persaingan
sehingga keuntungan yang didapatkan bernilai nol (TC=TR), dimana penerimaan
total sama dengan biaya total yang dikeluarkan (Gambar 13).

Pembahasan
Perikanan merupakan kegiatan usaha yang menjadi salah satu penyumbang
devisa negara terbesar. PPN Palabuhanratu salah satu tempat dimana kegiatan
perikanan ini berjalan, sebagian masyarakatnya bekerja sebagai nelayan dengan
penghasilan berbeda–beda. Ikan tuna, tongkol dan cakalang (Katsuwonus
pelamis) merupakan tiga besar tangkapan utama di PPN Palabuhanratu.
Penggunaan alat tangkap dan upaya tangkapan akan sangat menentukan hasil
tangkapan yang didapatkan. Alat tangkap yang sering digunakan untuk
menangkap ketiga jenis ikan tersebut adalah gill net, payang, pancing tonda, dan

23
tuna longline. Hasil tangkapan terbesar dengan sedikit upaya tangkapan
dihasilkan oleh alat tangkap tuna longline, namun ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis) pada alat tangkap ini bukan tangkapan utama melainkan by catch.
Pancing tonda pertama kali digunakan oleh nelayan PPN Palabuhanratu
pada tahun 2004 hingga sekarang dengan tangkapan utamanya adalah ikan
cakalang (Katsuwonus pelamis), sedangkan penggunaan alat tangkap tuna
longline baru lima tahun terakhir yaitu sejak tahun 2008 (PPNP 2014).
Penggunaan pancing tonda lebih sering digunakan dengan berbagai pertimbangan,
salah satunya biaya operasional lebih murah jika dibandingkan dengan tuna
longline, penggunaan pancing tonda lebih mudah dan menghemat waktu
(Fadhillah 2010). Hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) tidak
menentu (fluktuasi) setiap tripnya berdasarkan alat tangkap, kondisi demikian bisa
terjadi kapan saja karena perikanan bersifat open access (Octoriani 2014).
Kegiatan perikanan yang open access sangat menentukan perekonomian
masyarakat Palabuhanratu, khususnya mereka yang bekerja sebagai nelayan.
Menurunnya jumlah hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) setiap
tahunnya menunjukan bahwa pada tahun–tahun sebelumnya telah terjadi
overfishing (tangkap lebih) (Lampiran 8).
Penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di Palabuhanratu dapat
dilakukan sepanjang tahun dengan jumlah trip yang bervariasi berdasarkan alat
tangkapnya. Nelayan Luwu Teluk Bone membedakan musim penangkapan ikan
cakalang ke dalam tiga kategori yaitu (1) musim puncak, biasanya terjadi pada
bulan Juli–Oktober, (2) musim paceklik, biasanya terjadi pada bulan Desember,
dan (3) musim biasa biasanya berlangsung pada bulan Januari–Juni (Mallawa
2012). Puncak musim penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di
daerah Palabuhanratu, terjadi pada bulan April (Gambar 9). Puncak musim
penangkapan di Palabuhanratu tersebut sama dengan yang terjadi di daerah
Tanzania tepatnya di perairan Pasifik yang terjadi pada bulan April (Fonteneau A
dan Hallier JP 2015). Kesamaan dan perbedaan terjadinya musim penangkapan
disebabkan karena beberapa faktor di antara nya faktor biologis dan ekologis dari
masing–masing perairan dimana ikan tersebut hidup (Manik 2007).
Tabel 8 Perbandingan parameter pertumbuhan ikan cakalang
Parameter Pertumbuhan
L∞
k

Peneliti

Lokasi

Mayangsoka
(2010)

Samudera Hindia Barat

519,15

0,41

Fadhillah