Kajian serologis Bovine Viral Diarrhea (BVD) pada sapi potong impor di Daerah Banten

KAJIAN SEROLOGIS BOVINE VIRAL DIARRHEA (BVD)
PADA SAPI POTONG IMPOR DI DAERAH BANTEN

DEVI AGUSTIANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Serologis
Bovine Viral Diarrhea (BVD) pada Sapi Potong Impor di Daerah Banten adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013
Devi Agustiani
NIM B04090140

ABSTRAK
DEVI AGUSTIANI. Kajian Serologis Bovine Viral Diarrhea (BVD) Pada Sapi
Potong Impor Di Daerah Banten. Dibimbing oleh RAHMTA HIDAYAT dan
ARUM KUSNILA DEWI
Bovine viral diarrhea (BVD) merupakan penyakit epizootik akut dan
seringkali menyebabkan kematian yang ditandai dengan gejala klinis berupa diare
dan lesi erosif pada saluran pencernaan. Agen penyebab penyakit BVD adalah
Pestivirus, famili Flaviviridae. Penyakit ini merupakan penyakit menular strategis
yang perlu diperhatikan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
penyakit BVD pada sapi potong impor di daerah Banten. Enzyme linked
immunosorbant assay (ELISA) merupakan salah satu uji yang dapat digunakan
untuk mendeteksi adanya infeksi virus BVD. Sampel yang digunakan dalam
pengujian ELISA terhadap BVD di daerah Banten yaitu sebanyak 230 sampel.
Sebanyak 173 (75.22%) menunjukkan hasil positif terhadap BVD sedangkan 57
(24.78%) menunjukkan negatif terhadap BVD.
Kata Kunci: bovine viral diarrhea, ELISA, sapi potong


ABSTRACT
DEVI AGUSTIANI. Serologic study of Bovine Viral Diarrhea (BVD) In Imported
Cattle at Banten. Supervised by RAHMAT HIDAYAT and ARUM KUSNILA
DEWI
Bovine Viral Diarrhea (BVD) is an acute epizootic disease and often causes
death which characterize by clinical symptoms such as diarrhea and erosive
lesions in the gastrointestinal tract. The agent caused this BVD is a pestivirus,
family Flaviviridae. This disease is a strategic infectious disease that should be
concerned in Indonesia. The aim of this research was to asses this BVD’s
diseases in imported cattle at Banten. Enzyme linked immunosorbant assay
(ELISA) is one of the methods that can be used to detect of BVD virus infection.
Samples which were used in BVD’s serological test in Banten were 230 samples.
There were 173 (75.22%) samples showed positive results of BVD while about
57 (24.78%) samples showed negative of BVD.
Keywords: bovine viral diarrhea , cattle, ELISA

KAJIAN SEROLOGIS BOVINE VIRAL DIARRHEA (BVD)
PADA SAPI POTONG IMPOR DI DAERAH BANTEN


DEVI AGUSTIANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Kajian Serologis Bovine Viral Diarrhea (BVD) pada Sapi Potong
Impor di Daerah Banten
Nama
: Devi Agustiani
NIM
: B04090140

Disetujui oleh


drh Rahmat Hidayat MSi
Pembimbing I

drh Arum Kusnila Dewi MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setyono MS PhD APVet
Wakil Dekan

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini ialah kasus
Bovine Viral Diarrhea (BVD) pada sapi potong impor, dengan judul Kajian
Serologis Bovine Viral Diarrhea (BVD) Pada Sapi Potong Impor Di Daerah

Banten.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak drh Rahmat Hidayat, MSi dan
Ibu drh Arum Kusnila Dewi, MSi selaku pembimbing, serta Ibu drh Surachmi
Setyaningsih, Ph.D yang telah banyak memberi saran. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu drh Mujiyanti dari Balai Besar Uji
Standar Karantina Pertanian (BPUSKP) beserta staf BPUSKP yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada Kementrian Agama yang telah memberi beasiswa dan tak lupa pula
kepada pondok pesantren Nurul Huda serta ayah, ibu, seluruh keluarga, sahabat
CSS MoRa serta teman Geochelone atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
Devi Agustiani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Bovine Viral Diarrhea

2

Enzime Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

4

MATERI DAN METODE

5


Lokasi dan Waktu Penelitian

5

Bahan dan Alat

5

Prosedur Analisis Data

5

Metode Penelitian

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6


Hasil

7

Pembahasan

7

SIMPULAN DAN SARAN

9

Simpulan

9

Saran

9


DAFTAR PUSTAKA

9

LAMPIRAN

12

RIWAYAT HIDUP

17

DAFTAR TABEL
1 Interpretasi Hasil

6

2 Hasil Uji Serologis terhadap Bovine Viral Diarrhea

7


DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil Pengujian ELISA terhadap Serum BVD

12

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang saat ini
dihadapkan pada masalah peningkatan jumlah penduduk dan upaya pemenuhan
gizi masyarakat. Peternakan dapat memberikan sumbangan yang sangat besar
dalam pemenuhan gizi masyarakat terutama protein hewani. Salah satu cara untuk
memenuhi kebutuhan protein hewani adalah dengan mengkonsumsi daging.
Menurut Badan Pusat Statistika (2013), rataan konsumsi protein hewani
masyarakat Indonesia pada tahun 2011 adalah 2.76 gr/kapita/hari dan meningkat
pada tahun 2012 menjadi sebesar 2.92 gr/kapita/hari. Menurut Mustofa (2008),
rataan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia saat ini baru 4.19
gr/kapita/hari, sedangkan standar kecukupan konsumsi protein hewani masyarakat
Indonesia menurut Food and Agriculture Organization (FAO) adalah 6 gr/kapita/
hari.
Kebutuhan protein hewani yang semakin meningkat memerlukan
peternakan yang mampu menghasilkan produk bermutu tinggi (Toelihere 1997).
Salah satu jenis ternak yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gizi
masyarakat adalah sapi. Produksi sapi dalam negeri saat ini belum mampu
mencukupi kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia, sehingga harus
dipenuhi melalui impor baik berupa sapi bakalan maupun daging yang semakin
meningkat dari tahun ke tahun (Permentan 2007). Kegiatan impor beresiko
membawa penyakit masuk ke Indonesia. Salah satu penyakit yang dapat dibawa
pada saat mengimpor sapi adalah bovine viral diarrhea (BVD). Di Indonesia,
BVD merupakan penyakit penting yang perlu diwaspadai. Dampak ekonomis
yang ditimbulkan oleh BVD sangat berpengaruh terhadap nilai ternak itu sendiri
dan produknya. Sifat BVD yang tersembunyi (infeksi persisten nonsitopatik) dan
adanya toleransi sistem imun yang muncul pada infeksi BVD ini yang akan
menjadi maslah utama yang harus segera diselesaikan (Warsito 1997). BVD
merupakan penyakit epizootik akut dan seringkali menyebabkan kematian yang
ditandai dengan gejala klinis berupa diare dan lesi erosif pada saluran pencernaan.
Menurut office international des epizoties (OIE) (2013), BVD merupakan salah
satu penyakit yang berpotensi membahayakan perdagangan internasional. BVD
merupakan penyakit menular setrategis yang perlu diperhatikan di Indonesia.
Sesuai dengan Surat Keputusan Direktur Jendral Peternakan No.
59/Kpts/PD.610/05/2007/Tanggal 9 Mei 2007, menyatakan bahwa terdapat 13
penyakit menular strategis yang perlu diprioritaskan dalam pengendaliannya yaitu
Rabies, Hog Cholera, Brucellosis, Bovine Viral Diarrhea, Jembrana, Infectious
Bovine Rhinotracheitis, Septicaemia Epizootica, Anthrax, Avian Influenza,
Trypanosomiasis, Infectious Bursal Desease, Newcastel Desease dan
Salmonellosis.
Agen penyebab BVD adalah Pestivirus termasuk famili Flaviviridae.
Virus BVD diklasifikasikan menjadi dua bentuk, yaitu cytopatic dan non
cytopatic (Sudarisman 2011). BVD pada sapi ditandai dengan gejala yang sangat
beragam, mulai dari tanpa gejala hingga penyakit berat dengan angka kematian
yang tinggi dan berpotensi melibatkan satu sistem organ atau lebih. Virus BVD
telah menyebar ke seluruh dunia. Sifat virus yang mudah menyebar dan frekuensi

2
kejadian penyakit subklinis atau infeksi yang sulit didiagnosis menghasilkan
tingginya prevalensi antibodi terhadap BVD. Masa inkubasi yang tidak menentu
dan adanya infeksi persisten yang kronis, menambah kompleksnya kejadian
penyakit. Pengendalian penyakit ini diperlukan perhatian khusus demi tercapainya
kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Perumusan Masalah
BVD merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh virus RNA dari
genus pestivirus famili Flaviviridae. Infeksi virus ini dapat menimbulkan gejala
gangguan pencernaan, diare, menekan sistem kekebalan, abortus pada sapi yang
bunting bahkan dapat menyebabkan kematian. Gangguan penyakit ini perlu
mendapatkan perhatian karena dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi
sapi sehingga dapat mengganggu ketahanan pangan di Indonesia.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan suatu kajian serologis tentang
penyakit BVD yang menginfeksi ternak sapi potong impor asal Australia yang
berada di daerah Banten.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah informasi mengenai
penyakit BVD pada sapi potong impor asal Australia di daerah Banten.

TINJAUAN PUSTAKA
Bovine Viral Diarrhea
BVD merupakan penyakit yang sering menyerang sapi. BVD merupakan
penyakit epizootik akut dan seringkali menyebabkan kematian yang ditandai
dengan gejala klinis berupa diare dan lesi erosif pada saluran pencernaan.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dari famili Flaviviridae, genus pestivirus.
Penyebaran penyakit diare ganas pada sapi sudah diketahui pada pertengahan
tahun 1988 di Bali yang menyerang sapi segala umur, jantan dan betina.
Morbiditas 60% dan mortalitasnya 1–2% (Turmudji 2005).
Ternak yang terinfeksi BVD merupakan penyebab utama gangguan
reproduksi dan kerugian ekonomi. Ternak penderita yang secara persisten
terinfeksi BVD dapat menghasilkan anak yang menderita penyakit BVD persisten
juga (Bak et al. 1992). Embrio yang berasal dari ternak yang terinfeksi BVD
persisten dapat lahir sehat dengan melakukan embrio transfer ke induk yang tidak
terinfeksi BVD (Vanroose 1999). Virus BVD juga bersifat imunosupresif yakni
dapat melumpuhkan sistem pertahanan tubuh yang predileksi utamanya pada

3
organ-organ limfoid seperti peyers patches, pusat germinal kelenjar limfa dan
limpa yang menyebabkan abnormalitas sistem kekebalan seperti penurunan fungsi
limfosit, netrofil dan monosit (Santhia et al. 1992). Sapi yang terinfeksi BVD
biasanya akan mudah terkena penyakit lain terutama pada sapi yang masih muda
(Baker 1987).
Selama 20 tahun telah dilakukan program pemberantasan BVD di berbagai
negara di Eropa. Metode yang pemberantasan yang dilakukan berdasarkan
identifikasi dan eliminasi hewan pembawa serta meningkatkan program
biosekuriti pada paternakan (Sandvik 2004). Secara klinis, hewan yang terinfeksi
BVD menunjukkan gejala klinis yang sangat beragam, dimulai dari tanpa adanya
gejala klinis yang jelas sampai gejala klinis yang berat seperti terjadinya infeksi
saluran pernapasan, saluran pencernaan, serta organ reproduksi. Infeksi BVD
pada hewan yang bunting dapat menyebabkan terjadinya abortus. Virus ini
memiliki kemampuan menembus plasenta hewan yang memiliki kekebalan rendah
kemudian menginfeksi janin (Sandvik 2005).
Patogenesis
Patogenesis infeksi virus BVD meliputi viremia, menekan sistem
kekebalan, inveksi transplasental, induksi toleransi kekebalan, dan munculnya
kekebalan fetus pada sekitar usia kebuntingan 180 hari. Viremia berlangsung
selama 15 sampai 60 hari setelah terjadinya infeksi. Perubahan yang terjadi akibat
adanya infeksi virus ini dapat ditemukan pada saluran pencernaan, pernafasan,
mata dan permukaan epitel organ lain (Subronoto 2003). Sapi dalam keadaan
bunting yang terinfeksi virus BVD akan merusak sel embrio pada awal
kebuntingan. Induk sapi akan kebal, kemudian janin yang dikandung akan
menjadi toleran dan tidak dapat membentuk antibodi sehinggga janin akan tetap
terinfeksi virus BVD seumur hidup (Brownli 1990).
Gejala Klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh infeksi BVD dapat digolongkan
menjadi 3 situasi, yaitu infeksi pasca lahir pada sapi yang tidak bunting, infeksi
pada sapi bunting, dan infeksi secara persisten. Gejala klinis yang ditunjukkan
oleh sapi yang terinfeksi BVD beragam sesuai umur dan status kebuntingan. Sapi
yang baru lahir setelah masa inkubasi 5 sampai 7 hari dapat terlihat gejala klinis
berupa demam dan leukopenia, tetapi dapat juga terjadi infeksi secara subklinis
sehingga tidak menunjukkan gejala klinis. Infeksi pada sapi bunting dapat
menyebabkan terjadinya kematian fetus dan mumifikasi fetus, kelainan bawaan
pada fetus, lahirnya pedet yang lemah dan kecil. Infeksi yang terjadi sebelum hari
ke-100 dari masa kebuntingan dapat menyebabkan terjadinya gangguan
pertumbuhan organ dan jaringan pada janin yang dapat menyebabkan terjadinya
kematian atau bobot janin yang rendah. Infeksi yang terjadi pada usia kebuntingan
antara hari ke 100 sampai 150 dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada
pembentukan organ mata dan sistem saraf. Sapi yang terinfeksi secara persisten
dapat menyebabkan terjadinya demam kronis, kehilangan nafsu makan, diare
berair, keluar ingus, stomatitis erosif, dehidrasi, kekurusan dan dapat
menimbulkan kematian (Fanner 1995).
Menurut Hardjopranjoto (1995) gejala klinis penyakit BVD dapat
dibedakan dalam dua bentuk yaitu bentuk akut dan kronis. Gejala klinis tersebut

4
tergantung dari usia dan status kekebalan tubuh hewan yang terinfeksi serta strain
BVD yang menginfeksi. Pada bentuk akut, penyakit terjadi secara tiba-tiba dan
berlangsung selama 1-2 minggu. Infeksi secara akut dapat menyebabkan
terjadinya demam, diare, gangguan pernapasan dan gangguan reproduksi.
Sebagian hewan yang terinfeksi BVD secara akut tidak menunjukkan gejala klinis
tetapi infeksi tersebut memberi efek immunosupresif terhadap hewan. Hewan
yang mengalami immunosupresif akan terjadi penurunan sistem kekebalan tubuh
dan lebih rentan terhadap penyakit (Santi 2011). Infeksi secara kronis tidak
menimbulkan gejala yang khas seperti lesu, nafsu makan menurun, pertumbuhan
yang lambat dan diare ringan. Adjid dan Sani (2005) menyatakan bahwa virus
BVD juga dapat menginfeksi mukosa. Infeksi secara mukosa biasanya menyerang
hewan yang berumur 8 sampai 18 bulan dan akan mati pada hari ke 14 setelah
terjadi infeksi.
Diagnosa
Diagnosis dugaan dari penyakit BVD pada sapi dapat dilihat dari gejala
klinis yang ditimbulkan, pemeriksaan catatan reproduksi, sejarah klinis, dan lesi
makroskopis dan mikroskopis. Lesi yang biasa ditunjukkan oleh adanya infeksi
dari BVD yaitu lesi yang terdapat pada mulut. Diagnosis laboratorium dapat
dilakukan dengan cara isolasi virus pada biakan sel, pangamatan RNA virus, dan
uji serologis. Spesimen yang dapat digunakan untuk mengisolasi virus antra lain,
tinja, eksudat hidung, darah dan janin yang telah keguguran (Fanner 1995).
Diagnosa penyakit juga dapat dilakukan dengan mengisolasi agen penyakit atau
pemeriksaan antibodi setelah terjadi abortus (Adjid 2004)

Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
ELISA merupakan salah satu jenis uji pengikatan primer. Uji ini dapat
digunakan untuk mengidentifikasi dan mengukur antibodi atau antigen. ELISA
telah dikenal dan merupakan perangkat imunologi untuk mendeteksi berbagai
kelas imunoglobulin dan antibodi spesifik terhadap antigen yang kita miliki. Uji
ini dapat dilakukan dalam waktu relatif cepat apabila reaksi-reaksi yang nonspesifik dapat ditiadakan. Teknik ELISA merupakan teknik kuantitatif yang
sangat sensitif, penggunaannya sangat luas, memerlukan peralatan yang sedikit,
reagen yang dibutuhkan juga mudah terjangkau dan dijual secara komersial
(Setiawan 2007).
Prinsip dasar ELISA adalah mengukur langsung interaksi antara antigen
dengan antibodi. Adanya antibodi menunjukkan adanya paparan antigen ke dalam
tubuh inang yang diperiksa (Tizard 2004). Menurut Burgess (1995), teknik ELISA
dapat bekerja dengan konsentrasi bahan yang cukup kecil dengan tingkat
sensitifitas yang tinggi. Hasil uji ELISA diukur dari nilai optical density (OD)
pada panjang gelombang tertentu. Penentuan hasil uji ELISA dilakukan
berdasarkan nilai OD kontrol positif, kontrol negatif, serta sampel-sampel yang
diuji (Dewi 2006). Teknik ELISA telah digunakan untuk berbagai keperluan
mendiagnosis infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit atau untuk
serodiagnosis lainnya, misalnya penetapan petanda keganasan, alergi atau
penyakit autoimun. Teknik ELISA juga telah dikembangkan dalam bentuk

5
diagnostik yang prosedur penggunaannya dapat dilakukan secara otomatis dengan
mengunakan spektrofotometer atau ELISA reader (Radji 2010).
ELISA secara tidak langsung dilakukan untuk menentukan jenis antibodi
yang terdapat dalam serum. Antigen teradsorbsi pada substrat padat. Antibodi
primer tidak berlabel dan dapat diperoleh dari serum atau bermacam cairan tubuh
lain. Antibodi sekunder terkait pada enzim yang sesuai yang biasa disebut sebagai
konjugat. Hasil uji ELISA akan tampak bila terjadi perubahan warna saat
ditambah dengan substrat (Burgess 1995).

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Uji Standar
Karantina Pertanian (BBUSKP), Jakarta Timur dan berlangsung pada bulan Juni
2012.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, serum sapi potong
impor asal Australia ras Brahman Cross sebanyak 230 sampel dari peternakan
Legok dan Tangerang, Kit ELISA (IDEXX-BGVVB233) yang terdiri dari sample
diluent, larutan kontrol negatif dan positif BVD, washing solution, conjugate
solution, larutan tetrametyl benzine (TMB) substrat dan stoping solution.
Sedangkan alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah microplate,
microplate covers (alumunium foil), ELISA reader, mikropipet, sarung tangan,
dan masker.
Metode Penelitian
Pengumpulan contoh (sampling)
Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan prevalensi daerah, selanjutnya
dilakukan secara acak sederhana terhadap sapi potong impor asal Australia ras
Brahman Cross yang berada di peternakan Legok dan Tangerang, Banten.
Preparasi Sampel
Sampel darah diambil dari vena jugularis sapi sebanyak 5 ml dengan
menggunakan syringe. Setelah itu sampel dipindahkan kedalam tabung tanpa
antikoagulan. Sampel darah kemudian disimpan dalam cooling book selama
transportasi. Setelah itu, sampel disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama
5 menit. Kemudian substansi warna bening (serum) diambil dan dimasukkan
kedalam tabung mikro dan diberi label sesuai dengan kode hewan dan tanggal
pengambilan. Setelah itu serum disimpan dalam freezer (-200c) sampai analisis
dilakukan

6
Prosedur ELISA
Tahapan awal dalam penelitian ini, yaitu alat, bahan, media dan sampel
disiapkan terlebih dahulu. Kemudian kit BVD diinkubasi pada suhu 18–26 oC
selama 1 jam, setelah itu microplate dipersiapkan sebanyak jumlah sampel.
Sample diluent sebanyak 100 µl dimasukkan dalam setiap sumur microplate.
Kemudian larutan kontrol negatif BVD dimasukkan ke dalam sumur A1 dan B1
sebanyak 25 µl, larutan kontrol positif dimasukkan kedalam sumur C1 dan D1
sebanyak 25 µl, sedangkan sampel serum dimasukkan ke dalam sumur E1 sampai
seterusnya sebanyak 25 µl sesuai pola yang telah dibuat. Microplate kemudian
dihomogenkan, setelah itu diinkubasi selama 90 menit pada suhu 18–26 oC,
setelah itu cairannya dibuang. Microplate dicuci menggunakan washing solution
300 µl dan dilakukan aspirasi minimal 4 kali sampai menyentuh dinding sumur.
Kemudian washing solution dibuang dan microplate dikeringkan dengan cara
ditelungkupkan di atas kain yang berdaya serap tinggi dan dihentakkan sampai
sumur benar-benar kosong. Pencucian tersebut dilakukan sebanyak 5 kali.
Conjugate solution ditambahkan ke masing-masing sumur sebanyak 100
µl, kemudian microplate diinkubasi selama 30 menit pada suhu 18–26 oC, setelah
itu cairan yang tersisa dibuang. Microplate dicuci kembali dengan washing
solution 300 µl sebanyak 5 kali. Salanjutnya ke dalam tiap sumur dimasukkan
larutan substrat sebanyak 100 µl, kemudian microplate ditutup dengan alumunium
foil. Setelah itu, microplate diinkubasi selama 10 menit pada suhu 18–26 oC di
ruang gelap. Kemudian ditambahkan larutan stoping solution pada setiap sumur
sebanyak 100 µl dan microplate digoyang-goyangkan agar larutan homogen.
Kemudian dibaca pada ELISA reader dengan panjang gelombang 450 nm.
Interpretasi Hasil
Sampel dinyatakan positif jika nilai sample value related to positive value
(S/P) sebesar 0.3 atau lebih yang berarti bahwa sampel mengandung antibodi
BVD. Nilai S/P dapat dilihat pada Tabel 1. Perhitungan rasio S/P dapat diperoleh
dengan formula:

Tabel 1 Interpretasi hasil
Nilai S/P
0.2999 atau kurang
0.3 atau lebih

Status Antibodi
Negatif
Positif

Prosedur Analisis Data
Data penelitian ini diperoleh dari hasil uji ELISA dan dianalisis secara
deskriptif.

7
HASIL DAN PEMBAHASAN

Bovine viral diarrhea (BVD) merupakan virus patogen penting bagi ternak
dan dapat menyebabkan kerugian ekonomis yang telah tersebar di seluruh dunia
serta sangat menular (Houe 1999). Penyakit ini mempunyai morbiditas yang
sangat tinggi tetapi mortalitasnya rendah (Harjopranjoto 1995). Penyakit BVD di
Indonesia belum diketahui secara pasti, tetapi dengan adanya impor sapi dari luar
negeri, penyakit BVD berpeluang untuk masuk ke Indonesia. Menurut OIE (2006)
di Indonesia penyakit BVD endemik di beberapa provinsi yaitu, Bali, NTT, Riau,
Lampung, Bengkulu, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.
Kejadian BVD pertama kali terjadi di Amerika Serikat pada kelompok sapi perah
dengan tingkat prevalensi 60%, kemudian dilaporkan timbul di banyak negara
antara lain, Inggris, Jerman, Kanada, Swedia, Jepang, Australia, Selandia Baru
dan Prancis (Deptan 1993). Salah satu faktor Indonesia tertular BVD karena
Indonesia mengimpor sapi dari Australia dan Selandia Baru.
Penelitian mengenai BVD ini dilakukan di dua peternakan yang ada di
daerah Banten. Pengambilan sampel dilakukan terhadap sapi potong impor asal
Australia ras Brahman Cross, tanpa mempertimbangkan bobot badan dan umur.
Sampel yang telah terkumpul diuji menggunakan metode ELISA. Hasil pengujian
menunjukkan tingkat kejadian penyakit BVD di kedua peternakan sangat tinggi.
Kejadian penyakit BVD yang terjadi di Banten setelah diuji dengan ELISA yaitu
menunjukkan hasil positif sebanyak 51 ekor sapi dari peternakan Legok, dan 122
ekor sapi pada peternakan Tangerang. Persentase terdeteksi antibodi BVD di
Banten yaitu sebesar 56.67 % pada peternakan Legok, dan 87.14% pada
peternakan Tangerang. Jumlah sampel yang diambil dari setiap peternakan yang
ada di Banten sebanyak 90 sampel yang berasal dari peternakan Legok, dan 140
sampel yang berada di peternakan Tangerang. Hasil pengujian serologis BVD
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil uji serologis terhadap BVD dengan metode ELISA
Kode
peternakan

Jumlah
sampel

Jumlah
positif

Jumlah
negatif

Persentase
positif (%)

Persentase
negatif (%)

Legok
Tangerang

90
140

51
122

39
18

56.67
87.14

43.33
12,85

Total

230

173

57

75.22

24.78

Hasil uji ELISA menunjukkan bahwa dari total 230 sampel terdapat 173
sampel (75.22%) terdeteksi positif dan sebanyak 57 sampel (24.78%) terdeteksi
negatif terhadap BVD. Tinginya titer antibodi pada sampel sapi potong impor asal
Australia yang diperiksa ini tidak jauh berbeda dengan tingkat prevalensi di
Australia. Queensland Government (2011) menyatakan bahwa tingkat prevalensi
antibodi BVD pada ternak di Australia adalah 60% sementara lebih dari 80%
ternak telah terinfeksi BVD.
Penelitian ini menggunakan metode ELISA karena teknik ELISA memiliki
sensitifitas yang tinggi dan spesifisitas yang rendah (Kusumawati 2012). Tingkat
sensitifitas yang tinggi tersebut, menyebabkan ELISA sangat mudah mendeteksi

8
keberadaan antigen atau antibodi. Berdasarkan metode ELISA, sampel sapi
potong yang diuji dinyatakan positif mengandung antibodi BVD karena memiliki
nilai S/P 0.3 atau lebih. Penggunaan ELISA dinyatakan valid jika nilai optical
density (OD) kontrol negatif harus terbaca dibawah 0.25 dan perbedaan antara
negatif kontrol dan positif kontrol lebih besar dari pada 0.15. ELISA baik
digunakan sebagai skrining tes dengan jumlah sampel yang banyak, namun teknik
ini memiliki kekurangan sering terjadi reaksi positif palsu karena adanya reaksi
silang, dimungkinkan antibodi yang terdapat dalam serum berikatan dengan
antigen yang serupa (Kusumawati 2012). Hewan yang divaksinasi dengan antigen
yang tidak terkait BVD dapat menimbulkan terjadinya respon imun yang dapat
menimbulkan reaksi yang tidak spesifik (Burgess 1995). Riwayat vaksinasi hewan
perlu diketahui agar tidak terjadi kesalahan dalam interpretasi. Selain itu umur
sapi juga perlu di perhatikan, sapi yang masih muda (4-8) minggu masih memiliki
antibodi kolostrum dari induknya sehingga antibodi yang dimiliki cukup tinggi
(Meyling et al. 1990).

Kerugian Ekonomi Akibat BVD
Tingginya kejadian penyakit BVD di Indonesia dapat menyebabkan
kerugian ekonomi bagi pendapatan masyarakat Indonesia. Kerugian ekonomi
akibat penyakit BVD dapat berupa penurunan berat badan, hambatan
pertumbuhan, gangguan reproduksi dan terjadinya kematian (Kurniadhi 2001).
Kerugian yang ditimbulkan selain akibat infeksi virus BVD, juga akibat penyakit
infeksius yang lain. Infeksi BVD dapat bersifat imunosupresif, sehingga ternak
yang terinfeksi oleh virus BVD akan mudah terkena penyakit lain terutama pada
ternak yang masih muda (Baker 1987). Kejadian imunosupresi ini ditandai dengan
terjadinya depresi produksi antibodi humoral dan fungsi fagositik mononuklear
atau leukositosis monosit akibatnya ternak yang terinfeksi BVD akan lebih peka
terhadap patogen potensial lainnya.
Penularan virus ini dapat terjadi secara langsung yaitu kontak dengan
hewan yang sakit. Penularan juga dapat terjadi secara tidak langsung antara lain
melalui perinhalasi, dan melalui makanan atau minuman yang terkontaminassi
virus. Kepadatan sapi dalam kendaraan transportasi merupakan media yang baik
untuk penularan virus, terutama virus yang berasal dari nasal dan oral yang mudah
ditularkan melalui hidung, mata dan kulit. Penularan dapat terjadi pula melalui
semen pejantan, baik melalui kontak seksual atau melalui inseminasi buatan (IB).
Infeksi virus ini dapat menyebabkan penurunan kualitas sperma, seperti
penurunan motilitas sperma dan abnormalitas morfologi sperma (Santhia et al.
1992). Jika banyak pejantan yang terinfeksi oleh virus ini maka tidak bisa
membuahi betina, sehingga menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak karena
terjadinya penurunan produksi. Infeksi virus BVD juga dapat ditularkan secara
vertikal yaitu ditularkan dari induk ke anak, sehingga dapat meningkatkan
persentase kejadian penyakit BVD. Sapi betina yang terinfeksi laten dapat
bertahan hidup sampai dewasa dan melahirkan anak yang telah terinfeksi BVD
secara laten juga.
Pencegahan penyakit BVD dapat dilakukan dengan cara vaksinasi. Vaksin
inaktif dan modified live virus (MLV) kedua vaksin ini dapat digunakan untuk

9
mengontrol keberadaan virus BVD (Campen 2010). Selain itu, juga dapat
dilakukan identifikasi dan eliminasi hewan pembawa serta meningkatkan program
biosekuriti pada peternakan (Sandvik 2004). Hewan yang terinfeksi secara laten
dimusnahkan, hal tersebut dilakukan untuk mengurangi transmisi virus dan
meminimalkan adanya kontak langsung antara ternak terinfeksi dan ternak yang
sehat (Presi et al 2011). Penggunaan sapi pejantan bebas BVD saat kawin alam
dan penggunaan semen bebas BVD pada saat IB, hal tersebut dilakukan agar tidak
terjadi penularan virus dari pejantan yang terinfeksi ke betina yang sehat (Adjid
2004). Kondisi dan lingkungan kandang juga perlu diperhatikan dengan
melakukan desinfeksi dan sanitasi (Ratnawati et al. 2007). Pemasukkan sapi yang
rentan dari negara yang positif BVD harus diperhatikan (Deptan 1993)

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian dengan metode ELISA menunjukkan adanya antibodi
BVD sebesar 75.22% terhadap 230 sampel sapi potong impor ras Brahman Cross
pada peternakan Legok dan Peternakan Tangerang.

Saran
Perhatian pemerintah terhadap BVD perlu ditingkatkan sebagai upaya
mencegah peningkatan kasus BVD di Indonesia. Penelitian yang lebih mendalam
sebagai uji terhadap sampel serum positif BVD dapat dilakukan dengan
menggunakan RT-PCR .

DAFTAR PUSTAKA
Adjid RMA. 2004. Strategi alternatif pengendalian penyakit reproduksi menular
untuk meningkatkan efisiensi reproduksi sapi potong. Wartazoa 14(3).
Adjid RMA, Sani Y. 2005. Ketersediaan Teknologi Veteriner Dalam
Pengendalian Penyakit Strategis Ruminansia Besar. Bogor: Balai
Penelitian Veteriner.
Baker JC. 1995. The clinical manifestations of bovine viral dirrhea infection. Vet
Clin North Am Food Anim Pract. 11: 425-445.
Bak A, Callesen H, Meyling A, Greve T. 1992. Calves born after embryo transfer
from donor persistenly infectedwith BVD virus 61: 15-23.
Baker JC. 1987. Bovine viral diarrheae Virus: A Review. J Am Vet Med Assoc.
190: 1449-1458.
Burgess GW. 1995. Teknologi ELISA dalam Diagnosis dan Penelitian. Artama
WT, penerjemah. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Terjemahan dari: ELISA
Tecnology in Diagnosis and Research.

10
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Konsumsi Protein Penduduk Indonesia.
Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik
Brownli J. 1990. Phatogenesis of mucosal desease and molecular aspect of bovine
viral diarrhoea virus. Vet Microbiol. 23(1): 371
Campen HV. 2010. Epidemiology and control of BVD in the U.S. Veterinary
Microbiology 142:94-98.
[Deptan] Departemen Pertanian. 1993. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan
Menular jilid 1-5. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.
[Dirjennak] Direktorat Jendral Peternakan. 2007. Surat Keputusan Direktur
Jendral Peternakan. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.
Dewi FNA. 2006. Deteksi Antibodi Human Immunodeficiency Virus Type-1 (HIV1) Pada Macaca Nemestrina [skripsi].Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Fanner FJ. 1995. Virologi Veteriner Edisi Kedua. Putra DKH, Penerjemah.
Semarang (ID): IKIP Semarang Press. Terjemahan dari: Veterinary
Virology.
Hardjopranjoto S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Surabaya (ID): Airlangga
University Press.
Houe H.1999. Epidemiological features and economical importance of bovine
virus diarrhoea virus (BVDV) infections. Vet. Microbiol. 64, 89–107.
Kurniadhi P. 2001. Penerapan uji netralisasi serum untuk serologik penyakit
bovine viral dirrhoea (bvd) pada sapi. Ternu Teknis Fungsional Non
Peneliti. Bogor (ID)
Kusumawati E. 2012. Kajian Q fever Pada Sapi Perah Impor Dari Australia Yang
Masuk Melalui Bandara Soekarno-Hatta [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Meyling A, Houe H, Jensen AM. 1990. Epidemilogy of bovine viral dirrhoea
virus. Rev. ic. tech. off. ith . epizt. 9(1):75-93
Mustofa I. 2008. Ilmu Kebidanan Veteriner Menunjang Kesejahteraan
Masyarakat. Surabaya (ID): Universitas Airlangga.
[OIE] Office International Des Epizooties. 2013. OIE-Listed Diseases, Infections
and Infestation in Force in 2013. Paris (FR): OIE
[Permentan] Peraturan Menteri Pertanian. 2007. Pedoman Percepatan
Pencapaian Swasembada Daging Sapi. Jakarta (ID): Departemen
Pertanian.
Presi P, Struchen R, Knigth-Jones T, Scholl S, Heim D. 2011. Bovine viral diarrea
(BVD) eradication in in Switzerland-Experiences of the first two years.
Preventive Veterinary Medicine 99:112-121.
Queensland Government. 2011. Bovine virus diarrhea [Internet]. [diunduh 2013
Agustus
24].
Tersedia
pada:
http//daff.qld.gov.au/animalindustries/animal-health-and-diseases/a-z-list/pestivirus.
Radji M. 2010. Imunologi Virologi. Jakarta (ID) : PT ISFI Penerbitan.
Ratnawati D, Pratiwi WC, Affandhy L. 2007. Petunjuk Teknis Penanganan
Gangguan Reproduksi Pada Sapi Potong. Pasuruan (ID): Pusat Penelitian
dan Pengembangan Peternakan.
Santhia K, Dibia N, Purnatha N, Sutami N, Ardana I. 1992. Survei serologis
antibodi bovine viral diarrhea pada ternakan sapi di provinsi Bali, NTB,
NTT, Dan Timor Timur. Hemera Zoa. 76.

11
Sandvik T. 2004. Progress of control and prevention programs for bovine viral
diarrhea virus in Europe.Vet. Clin. North Am. Food Anim. Pract. 20:151–
169.
Sandvik T. 2005. Selection and use of laboratory diagnostic assays in BVD
control progrogrammes. Preventive Veterinary Medicine. 72:3-16.
Santi P. 2011. Bovine Viral Diarrhea. Malang : Universitas Brawijaya.
Setiawan IM. 2007. Pemeriksaan Enzime-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
untuk diagnosis leptospirosis. Jakarta Utara: Ebers Papyrus–vol. 13 No 3.
Subronoto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia) I. Yogyakarta (ID): Gajah
Mada University Press.
Sudarisman. 2006. Enzyme-linked immunosorbent assay untuk mendeteksi
antibodi virus destemper anjing. Bogor: JITV 11 (1): 69-75.
Sudarisman. 2011. Bovine viral diarrhea Pada Sapi Di Indonesia Dan
Permasalahannya. Bogor: Wartazoa. 21:1
Tizard IR. 2004. Veterinary Immunology an Introduction. 7th Ed. USA: Saunders.
Toelihere RM. 1997. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor.
Turmudji. 2005. Penyakit Strategis Ruminansia Besar Dan Pelayanan
Diagnosisnya Di Balai Besar Penelitian Veteriner. Bogor (ID): Balai
Besar Penelitian Veteriner.
Vanroose G. 1999. Interaction of bovine herpesvirus-1 and bovine viral diarrhoea
virus with bovine gamets and in vitro produced embryo.Univ of Gent.
Warsito HR. 1997. Bioteknologi Kesehatan Hewan Di Indonesia : Wawasan Dan
Masa Depan. Yogyakarta (ID) : Universitas Gajah Mada

12
Lampiran 1 Hasil uji ELISA terhadap serum BVD
Legok
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44

Sampel
19
34
12
88
43
50
59
54
92
37
77
91
72
13
90
83
57
80
86
76
79
62
68
17
45
60
85
33
70
84
81
49
69
22
18
35
74
16
3
47
75
61
87
71

OD
0,1041
0,1062
0,1145
0,1149
0,1150
0,1160
0,1196
0,1261
0,1286
0,1325
0,1398
0,1401
0,1485
0,1510
0,1532
0,1547
0,1756
0,1822
0,1886
0,1956
0,1997
0,2031
0,2188
0,2224
0,2250
0,2282
0,2286
0,2317
0,2460
0,2521
0,2567
0,2631
0,2775
0,2776
0,2793
0,2953
0,3093
0,3521
0,3620
0,4105
0,4910
0,5427
0,6180
0,6408

Hasil
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Positif
Positif
Positif
Positif

13
No
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90

Sampel
51
26
82
7
73
36
23
42
53
46
65
66
40
1
9
31
21
78
24
28
29
15
52
39
11
32
8
25
56
89
58
63
14
80
27
38
20
6
10
4
2
55
41
5
67
64

OD
0,7936
0,8799
0,9462
0,9780
1,0357
1,0376
1,0393
1,0393
1,0505
1,0952
1,1054
1,1064
1,1179
1,1546
1,1721
1,1798
1,2652
1,2793
1,3133
1,3233
1,3423
1,3489
1,3561
1,3810
1,3824
1,3826
1,3870
1,3976
1,4003
1,4261
1,4295
1,4455
1,4517
1,4555
1,4622
1,4790
1,4829
1,4851
1,4865
1,5148
1,5602
1,5953
1,6088
1,6692
1,6706
1,8121

Hasil
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif

14
Tangerang
No

No Sampel

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46

23
62
5
47
71
72
35
15
18
31
33
86
75
73
51
66
64
53
46
58
38
76
6
42
19
80
22
39
55
78
26
48
82
27
21
44
17
74
92
90
29
50
79
28
77
57

OD

0,1613
0,1947
0,1967
0,2298
0,2466
0,2520
0,2648
0,3241
0,3249
0,3507
0,3646
0,4531
0,6048
1,1905
1,3182
1,4874
1,6487
1,6584
1,6774
1,7299
1,7409
1,7498
1,7518
1,7540
1,8025
1,8273
1,8620
1,8669
1,8727
1,8903
1,8907
1,8943
1,9103
1,9477
1,9530
1,9621
1,9735
2,0047
2,0062
2,0387
2,0507
2,0701
2,1184
2,1230
2,1741
2,1771

Hasil

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif

15
No

No Sampel

47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93

34
25
59
68
41
69
3
7
63
49
14
85
81
43
65
45
84
54
56
32
16
83
8
70
10
36
91
89
24
60
67
30
1
88
52
9
40
13
37
87
4
11
20
61
2
139
136

OD

2,1907
2,2493
2,2580
2,2671
2,2883
2,3145
2,3146
2,3331
2,3465
2,3759
2,4081
2,4127
2,4171
2,4315
2,4521
2,4549
2,4586
2,4622
2,4839
2,5157
2,5379
2,5533
2,5649
2,5769
2,5783
2,6008
2,6110
2,6566
2,6600
2,6792
2,6985
2,7048
2,7305
2,7337
2,7395
2,7418
2,7599
0,7976
2,8060
2,8800
2,8919
2,9673
2,9790
3,0283
3,1135
0,1193
0,1926

Hasil

Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Negatif
Negatif

16
No

No Sampel

94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140

119
124
93
100
129
112
121
131
117
140
132
137
130
133
122
123
118
141
114
125
126
111
94
115
113
102
116
110
109
97
120
135
107
138
134
101
103
104
108
106
105
99
98
95
128
127
96

OD

0,1963
0,2681
0,2783
0,5620
0,609
0,7334
0,7781
0,8146
0,8429
0,9771
0,9845
1,0128
1,0325
1,1300
1,1594
1,1822
1,2091
1,2362
1,2506
1,2712
1,3039
1,3164
1,3407
1,3511
1,3764
1,3922
1,4295
1,4401
1,4766
1,4814
1,5122
1,5422
1,5462
1,5528
1,6165
1,6261
1,6315
1,6547
1,6601
1,7142
1,7211
1,7293
1,7402
1,7481
1,7725
2,0243
2,0628

Hasil

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif

17

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukaraja pada tanggal 12 Agustus 1990 dari pasangan
Bapak Suharto dan Ibu Nuryani. Penulis merupakan putri kedua dari tiga
bersaudara. Penulis lulus dari MA Nurul Huda Sukaraja OKU Timur Sumatera
Selatan pada tahun 2009 dan diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun yang
sama melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) pada Fakultas Kedokteran
Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan
Minat Profesi Ruminansia (2011-2012). Selain itu, penulis juga mengikuti
magang liburan di Taman Nasional Way Kambas Lampung pada tahun 2012 dan
Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP) Rawamangun Jakarta
Timur pada tahun 2012.
Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis juga aktif pada organisasi eksternal
kampus yaitu CSS MoRA IPB Anggota Departemen Pengembangan Sumberdaya
Manusia (2011-2012) dan anggota Departemen Sosial dan Lingkungan (20102011). Selain itu, penulis juga aktif dalam kepanitiaan internal dan eksternal
kampus. Selama menyelesaikan kuliah di IPB, penulis memperoleh beasiswa dari
Kementrian Agama RI yaitu Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB).