Kajian serologis Bovine Viral Diarrhea (BVD) pada sapi potong impor di daerah Jawa Barat

KAJIAN SEROLOGIS BOVINE VIRAL DIARRHEA (BVD)
PADA SAPI POTONG IMPOR DI DAERAH JAWA BARAT

MAYANG SUCI SEPTIAWATY

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Serologis
Bovine Viral Diarrhea (BVD) pada Sapi Potong Impor di Daerah Jawa Barat
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013
Mayang Suci Septiawaty
NIM B04090137

ABSTRAK
MAYANG SUCI SEPTIAWATY. Kajian Serologis Bovine Viral Diarrhea
(BVD) pada Sapi Potong Impor di Daerah Jawa Barat. Dibimbing oleh RAHMAT
HIDAYAT dan ARUM KUSNILA DEWI.
Bovine viral diarrhea (BVD) merupakan penyakit menular strategis yang
perlu mendapatkan perhatian dan menjadi prioritas dalam pengendaliannya di
Indonesia. BVD merupakan penyakit hewan yang dapat menghambat
pengembangan populasi dan produktivitas ternak sapi potong. Studi ini bertujuan
untuk melakukan suatu kajian serologis penyakit BVD pada sapi potong impor di
daerah Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 474 serum darah
sapi potong asal Australia dari peternakan di daerah Cianjur, Subang, Bogor dan
Bandung. Pengujian virus BVD menggunakan metode Enzyme Linked
Immunosorbent Assay (ELISA). Hasil pengujian menunjukkan ditemukannya
seropositif BVD pada sampel sapi potong impor di daerah Jawa Barat sebanyak
67.51%. Dengan tingginya nilai seropositif pada sampel maka diperlukan uji
konfirmasi menggunakan PCR dan pengawasan yang ketat terhadap hewan impor

sebagai upaya pencegahan penyebaran BVD di Indonesia.
Kata kunci: bovine viral diarrhea (BVD), ELISA, sapi potong.

ABSTRACT
MAYANG SUCI SEPTIAWATY. Serological Study of Bovine Viral Diarrhea
(BVD) in Imported Cattle in West Java. Supervised by RAHMAT HIDAYAT and
ARUM KUSNILA DEWI.
Bovine viral diarrhea is a strategic infectious disease that should be
concerned and priority controlled in Indonesia. BVD is a disease that can affect
productivity and population growth of cattle. The aim of this study was to know
the serological analysis of BVD on imported cattle in West Java. This research
used 474 samples of blood serum from Australia’s cattle in Cianjur, Subang,
Bogor, and Bandung. BVD virus test used ELISA method. The result of this study
showed 67.51 % seropositive BVD in West Java. Confirmation test with PCR and
controlling method should be done in order to control the imported cattle.
Keywords: bovine viral diarrhea (BVD), cattle, ELISA.

KAJIAN SEROLOGIS BOVINE VIRAL DIARRHEA (BVD)
PADA SAPI POTONG IMPOR DI DAERAH JAWA BARAT


MAYANG SUCI SEPTIAWATY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Kajian Serologis Bovine Viral Diarrhea (BVD) pada Sapi Potong
Impor di Daerah Jawa Barat
Nama
: Mayang Suci Septiawaty
NIM
: B04090137


Disetujui oleh

Drh Arum Kusnila Dewi, MSi
Pembimbing II

Drh Rahmat Hidayat, MSi
Pembimbing I

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS Ph D APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Kajian Serologis Bovine Viral Diarrhea (BVD) pada Sapi Potong
Impor di Daerah Jawa Barat
Nama
: Mayang Suci Septiawaty
NIM

: B04090137

Disetujui oleh

Drh Rahmat Hidayat, MSi
Pembimbing I

Drh Arum Kus . a Dewi MSi
Pembimbing II

tahui oleh

e one MS Ph D APVet
Wakil Dekan akultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:

,j

SEP LO U


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini ialah kasus Bovine Viral
Diarrhea (BVD) pada sapi potong impor, dengan judul Kajian Serologis Bovine
Viral Diarrhea (BVD) pada Sapi Potong Impor di Daerah Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak drh Rahmat Hidayat, MSi
selaku pembimbing I dan Ibu drh Arum Kusnila Dewi, MSi selaku pembimbing II
serta Bapak Prof drh Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, Ph.D.Apvet yang telah
banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
staf Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP) Rawamangun Jakarta
Timur, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik-adik (Ihsan, Mawar, Imam dan Murni),
seluruh keluarga, sahabat serta teman Geochelone 46 atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
Mayang Suci Septiawaty


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN



Latar Belakang



Tujuan Penelitian




Manfaat Penelitian



TINJAUAN PUSTAKA



Bovine Viral Diarrhea



Inang



Patogenesis




Gejala Klinis



MATERI DAN METODE



Waktu dan Tempat



Alat dan Bahan



Metode Penelitian

5


Interpretasi Hasil



Analisis Data



HASIL DAN PEMBAHASAN



SIMPULAN DAN SARAN



Simpulan




Saran



DAFTAR PUSTAKA



LAMPIRAN

11

RIWAYAT HIDUP

20

DAFTAR TABEL
1 Interpretasi hasil
2 Hasil pengujian serologis BVD




DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil pengujian ELISA
 

11 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki sumber daya alam yang cukup melimpah dan berpotensi
dalam sektor peternakan. Sektor peternakan memiliki peranan penting dalam
meningkatkan gizi masyarakat melalui penyediaan protein hewani. Kebutuhan
protein hewani salah satunya dapat terpenuhi dengan mengonsumsi daging.
Menurut laporan Badan Pusat Statistika (BPS) (2013), rata-rata konsumsi protein
daging per kapita per hari masyarakat Indonesia pada tahun 2011 sebesar 2.76
gram dan nilai ini meningkat pada tahun 2012 menjadi sebesar 2.92 gram.
Peningkatan permintaan protein hewani dalam beberapa tahun terakhir ini
disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan dan kesadaran
masyarakat untuk mengonsumsi pangan bergizi tinggi. Hal ini disebabkan oleh
naiknya tingkat pendidikan rata-rata penduduk, serta perubahan gaya hidup
sebagai arus globalisasi dan urbanisasi (Saepulloh 2010).
Tingginya permintaan konsumsi daging masyarakat Indonesia tidak sesuai
dengan ketersediaan daging. Di Indonesia kebutuhan daging sapi tahun 2012
untuk konsumsi sebanyak 484 ribu ton, sedangkan ketersediaannya sebanyak 399
ribu ton (82.52%), sehingga terdapat kekurangan penyediaan sebesar 85 ribu ton
(17.5%). Kekurangan penyediaan ini dipenuhi melalui impor sapi bakalan dari
Australia sebanyak 283 ribu ekor (Ditjennakkeswan 2012).
Dalam melaksanakan impor sapi potong, adanya penyakit pada ternak dapat
menjadi ancaman. Salah satu ancaman penyakit hewan yang dapat menghambat
pertumbuhan populasi dan produktivitas ternak sapi yaitu bovine viral diarrhea
(BVD). Menurut Office International des Epizooties (OIE) (2013). BVD
merupakan penyakit yang berpotensi membahayakan perdagangan internasional.
Di Indonesia, BVD merupakan penyakit menular strategis yang perlu
mendapatkan perhatian khusus. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal
Peternakan No. 59/Kpts/PD.610/05/2007/Tanggal 9 Mei 2007, bahwa terdapat 13
penyakit menular strategis yang harus mendapat prioritas pengendaliannya salah
satunya yaitu BVD.
Penyakit BVD merupakan penyakit menular pada sapi yang disebabkan oleh
virus. Virus ini mudah ditransmisikan diantara sapi dan telah menyebar luas ke
seluruh dunia (Paton 1995). Penyakit BVD dikenal sebagai penyebab diare sejak
tahun 1940 dan pertama kali ditemukan sebagai penyebab aborsi pada ternak di
Amerika Serikat pada tahun 1980 (Sudarisman 2011). Infeksi oleh virus BVD ini
dapat berupa subklinis (ringan), tetapi pada kasus virulen (ganas) dapat
menyebabkan kematian yang disertai dengan pendarahan pada organ tubuh,
terutama organ pencernaan (Corapi et al. 1990). Pada hewan dengan infeksi laten
kadang-kadang dapat bersifat fatal yang disebut mucosal disease. Virus BVD
dapat menular secara horizontal maupun secara vertikal. Secara horizontal dapat
melalui sapi yang mengalami infeksi persisten sehingga menginfeksi sapi lain
yang sehat (Larson 2005). Secara vertikal, virus BVD dapat menular dari induk ke
anaknya. Fetus yang tertular akan mengalami abortus dan pedet yang dilahirkan
akan membawa virus secara persisten.

2
Saat ini BVD telah bersifat endemik di Indonesia dengan tingkat prevalensi
reaktor yang bervariasi dan di beberapa daerah cukup tinggi (Muhammad et al.
2004). Penyakit BVD di Indonesia pertama kali terjadi pada tahun 1988 dan
menyerang sapi Bali, Brahman, Brahman Cross, PO jantan maupun betina dari
semua umur. Virus BVD memiliki morbiditas yang tinggi tetapi mortalitasnya
sangat rendah (Hardjopranjoto 1995). Kerugian ekonomi akibat penyakit BVD
antara lain berupa gangguan reproduksi, hambatan pertumbuhan, menurunnya
berat badan serta kematian (Kurniadhi 2001). Oleh karena itu diperlukan perhatian
khusus untuk mengatasi penyakit BVD ini demi ketahanan pangan dan
kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan suatu kajian serologis tentang
penyakit BVD pada sapi potong impor asal Australia di daerah Jawa Barat.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi perkembangan
penyakit BVD pada sapi potong impor asal Australia di daerah Jawa Barat.

TINJAUAN PUSTAKA

Bovine Viral Diarrhea
Bovine viral diarrhea (BVD) merupakan penyakit menular pada ternak
dengan distribusi yang menyebar di seluruh dunia. Tingkat prevalensi bervariasi
antara daerah-daerah di negara Indonesia. Penyakit BVD disebabkan oleh virus
BVD (BVDV), sebuah virus RNA yang termasuk dalam genus Pestivirus dari
family Flaviviridae (Casaubon et al. 2012). Virus ini mempunyai hubungan yang
erat dengan virus penyebab Hog cholera pada babi dan penyakit border pada
domba (Santhia et al.1992). Terdapat dua spesies dari virus BVD yang telah
ditemukan yaitu BVD–1 dan BVD–2.BVD–1 terdistribusi di seluruh dunia dan
memiliki subspesies yang beragam sedangkan BVD–2 telah dilaporkan ditemukan
di Eropa. Penyakit yang disebabkan oleh BVD–1 cenderung tidak parah,
sedangkan infeksi BVD–2 biasanya menyebabkan wabah penyakit yang lebih
parah yaitu diare haemoragi akut serta kematian. Virus BVD dapat
diklasifikasikan dalam biotipe sebagai sitopatik (cp) dan non sitopatik (ncp) dalam
hal dapat diamati atau tidak dapat diamati perubahan sitopatik pada biakan sel
yang terinfeksi (Baker 1995). Hanya biotipe ncp dari virus BVD dapat
membentuk infeksi persisten pada janin diawal kehamilan. Janin tersebut dapat
dilahirkan tetapi tetap terinfeksi. Sapi yang terinfeksi ncp dari virus BVD dapat
mengembangkan penyakit mukosa yang fatal, ditandai dengan adanya lesi yang
luas dalam saluran pencernaan. Strain ncp mampu menghasilkan infeksi secara

3
terus menerus pada ternak dan biotipe ini paling umum berada di alam (Fulton et
al. 2005). Lain halnya dengan ncp dari virus BVD, virus BVD sitopatik gagal
untuk membangun rantai infeksi dan tidak dapat menyebabkan infeksi persisten
(Peterhans dan Schweizer 2010).

Inang
Penyakit BVD bersifat endemik pada populasi sebagian besar sapi perah
dan sapi potong (Sandvik 2005). Semua umur sapi peka terhadap virus BVD ini
dan jenis kelamin atau pun bangsa sapi tidak mempengaruhi dalam penularannya.
Sapi muda sampai umur 3 tahun lebih sering terinfeksi dari pada sapi tua
(Muhammad et al. 2004). Selain menginfeksi sapi, virus BVD juga menginfeksi
babi dan domba (Rondon 2006). Antibodi BVD dapat ditemui juga pada rusa,
keledai serta ruminansia liar lainnya (Chase et al. 2008), tetapi induk semang ini
tidak tinggi peranannya dalam penularan dan mempertahankan virus di alam
(Sudarisman 2011).

Patogenesis
Penyakit BVD dapat menyebar diantara individu sebagai suatu infeksi akut.
Inang yang menderita infeksi persisten bertindak sebagai reservoir utama. Inang
yang menderita infeksi persisten ini menyebarkan konsentrasi virus yang lebih
tinggi dibanding hewan yang terinfeksi secara akut dan akan tetap menyebarkan
virus seumur hidupnya. Inang yang terinfeksi mengekskresikan virus dalam
berbagai sekresi cairan.
Virus masuk ke dalam tubuh melalui leleran kemudian masuk ke dalam
saluran limfatik dan aliran darah lalu menyebabkan viremia yang berlangsung 15–
60 hari setelah infeksi. Virus bersifat imunosupresif menyebabkan penurunan
limfosit T. Virus mengakibatkan timbulnya kerusakan-kerusakan sel epitel pada
mukosa saluran pencernaan. Pada hewan yang bunting virus ini menyebabkan
plasentitis yang diikuti oleh infeksi pada fetus, kemudian diikuti abortus atau
kelahiran anak yang abnormal (Hardjopranjoto 1995).
Menurut Brownlie (1990) pada sapi bunting yang terinfeksi, virus BVD ini
tidak merusak sel pada awal kebuntingan. Induk sapi menjadi kebal, janin menjadi
toleran dan tidak mampu membuat antibodi kemudian janin akan tetap terinfeksi
oleh virus seumur hidup dan virus tersebut akan merusak sel. Terjadinya
superinfeksi pada hewan ini dapat menyebabkan penyakit mukosa yang
mematikan.

Gejala Klinis
Gejala klinis penyakit BVD bervariasi tergantung pada derajat keparahan
infeksi. Gejala klinis penyakit BVD dapat diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu:
subklinis (tidak ada gejala), kronis (terdapat gejala namun tidak khas seperti
berkurangnya nafsu makan, kelesuan, diare ringan, pertumbuhan yang lambat),

4
akut (gejala diare profuse, demam, erosi pada saluran gastrointestinal), dan
mukosa (ditandai dengan gejala akut disertai adanya perlukaan pada selaput lendir
mulut dan saluran usus). Pada sapi bunting umur kebuntingan 3–4 bulan, infeksi
virus mengakibatkan kematian fetus. Infeksi virus BVD pada umur kebuntingan
pertengahan trimester biasanya mengakibatkan cacat pada otak dan mata (Adji
dan Sani 2005).
Infeksi virus BVD menyebabkan berbagai manifestasi termasuk infeksi
subklinik (tanpa gejala) seperti demam ringan dan leukopenia. Sindrom lainnya
termasuk trombositopenia, hemoragik akut, infeksi prenatal menyebabkan aborsi
dan berbagai gangguan janin. Infeksi virus BVD paling utama dan rentan pada
ternak adalah infeksi subklinis (tanpa gejala atau ringan dan tidak terdiagnosa).
Infeksi ini dapat diikuti oleh aborsi dan kelahiran anak sapi dengan anomali
kongenital. Infeksi akut ditandai dengan adanya diare, demam, leukopenia, batuk
keras, respirasi cepat, leleran hidung dan mata, erosi oral, dan sering diikuti
dengan kematian. Infeksi ini juga ditandai dengan dehidrasi berat, terdapat erosi
dan ulserasi mukosa mulut dengan gingivitis. Infeksi persisten (PI) pada sapi
terjadi ketika janin terkena virus BVD selama trimester awal kebuntingan. Pada
masa tersebut sistem kekebalan janin belum cukup berkembang untuk merespon
infeksi virus. Janin kemungkinan aborsi tetapi jika janin bertahan kemungkinan
akan berkembang menjadi sapi dengan infeksi persisten. Beberapa sapi dengan
infeksi persisten tumbuh buruk. Secara visual sapi yang mengalami infeksi
persisten tidak terdeteksi (Kahrs 2005). Sapi yang mengalami infeksi persisten
akan terus mengeluarkan sebagian besar virus seumur hidupnya dan dapat
menular ke sapi lainnya dan ini merupakan sumber utama infeksi terhadap sapi
lain yang rentan (Sandvik 2005).

MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2012. Uji serologis dilakukan di
Laboratorium Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP), Jakarta
Timur.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah micropipet, microplate,
microplate covers (alumunium foil), ELISA reader, sarung tangan, masker, kain
dan timer.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serum darah sapi potong
impor asal Australia ras Brahman Cross sebanyak 474 sampel dari peternakan di
Bogor, Subang, Cianjur, dan Bandung. Kit ELISA (IDEXX-BGVV B233) yang
terdiri dari sample diluent, reagent conjugat, tetramethyl benzydine (TMB)
substrate, stop solution, washing solution, larutan kontrol positif, dan larutan
kontrol negatif.

5
Metode Penelitian
Pengumpulan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan prevalensi daerah selanjutnya
dilakukan pengambilan secara acak sederhana terhadap sapi potong impor asal
Australia ras Brahman Cross yang berada di peternakan Bogor, Subang, Cianjur
dan Bandung.
Prosedur Elisa
Alat dan bahan disiapkan untuk pengujian. Kemudian Kit BVD diinkubasi
pada suhu 18–26 °C selama 1 jam. Setelah itu plate uji disiapkan, kemudian
dilakukan pengisian 100 μl sample diluents ke dalam tiap sumur. Empat sumur
pada kolom pertama microplate dikosongkan dari serum untuk dijadikan sumur
kontrol positif dan negatif. Kemudian sebanyak 25 μl kontrol negatif ditambahkan
ke dalam sumur A1 dan B1. Selanjutnya sebanyak 25 μl kontrol positif
ditambahkan ke dalam sumur C1 dan D1, sedangkan serum sampel dimasukkan
ke dalam sumur E1 sampai seterusnya sebanyak 25 µl sesuai pola yang telah
dibuat. Setelah itu dilakukan pengocokkan dan diinkubasi selama 90 menit pada
suhu 18–26 °C.
Microplate dicuci dengan menggunakan larutan pencuci (washing solution)
sebanyak 300 μl dan dilakukan aspirasi sebanyak 5 kali sampai menyentuh
dinding sumur. Kemudian cairan pencuci tersebut dibuang dan microplate
ditelungkupkan pada kain yang berdaya serap tinggi sampai sumur benar-benar
kosong. Pencucian dilakukan sampai 5 kali dengan prosedur dan ketentuan yang
sama. Kemudian, sebanyak 100 μl reagent konjugat ditambahkan ke dalam tiap
sumur dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 18–26 °C. Kemudian dilakukan
kembali langkah dan prosedur pencucian.
Sebanyak 100 μl TMB substrat ditambahkan ke dalam tiap sumur,
kemudian microplate ditutup dengan alumunium foil. Setelah itu, selama 10 menit
microplate diinkubasi pada suhu ruangan 18–26 °C di ruang gelap. Setelah itu,
dilakukan penambahan 100 μl stop solution untuk menghentikan reaksi dan
dilakukan pembacaan dengan menggunakan ELISA reader pada panjang
gelombang 450 nm.

Interpretasi Hasil
Sampel dengan nilai sample value related to positive value (S/P) sebesar 0.3
atau lebih menunjukan adanya antibodi terhadap BVD dan hasil uji berarti positif
(Tabel 1).
Perhitungan (S/P) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Nilai sampel yang diuji – nilai rataan kontrol negatif
= S/P
Nilai rataan kontrol positif – nilai rataan kontrol negatif

6
Tabel 1 Interpretasi hasil
Nilai S/P

Status antibodi

0.299 atau kurang
0.300 atau lebih

Negatif
Positif

Analisis Data
Data yang digunakan untuk kajian ini adalah hasil pemeriksaan antibodi
terhadap virus BVD dengan menggunakan uji serologis dengan metode Enzyme
Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Data dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, serum sapi potong impor asal Australia ras Brahman
Cross yang diperiksa berjumlah 474 sampel dan berasal dari peternakan di Subang,
Bogor, Cianjur, dan Bandung. Penelitian ini tidak mempertimbangkan bobot
badan dan umur dari sapi potong impor yang digunakan. Hasil pengujian terhadap
474 sampel serum sapi potong impor memperlihatkan adanya sampel yang positif
mengandung antibodi terhadap virus BVD menurut metode ELISA. Berdasarkan
uji serologis dengan metode ELISA, semua peternakan menunjukkan adanya
sampel positif, yaitu peternakan di Subang (84 sampel), Bogor (77 sampel),
Cianjur (96 sampel) dan Bandung (63 sampel). Hasil persentase nilai positif BVD
pada sapi potong impor yang diuji menggunakan metode ELISA disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2 Hasil pengujian serologis BVD
Daerah
peternakan

Jumlah
sampel

Positif

Negatif

Persentase
positif (%)

Persentase
negatif (%)

Subang
Bogor
Cianjur
Bandung

149
94
142
89

84
77
96
63

65
17
46
26

56.37
81.91
67.60
70.78

43.62
18.08
32.39
29.21

Total

474

320

154

67.51

32.48

Jumlah sampel yang diambil dari tiap peternakan berbeda-beda tergantung
dari populasi sapi potong impor yang ada di masing-masing peternakan.
Pengujian serologis menunjukkan hasil bahwa dari 474 sampel, 320 sampel
(67.51%) menunjukkan hasil positif terhadap BVD dan 154 sampel (32.48%)
menunjukkan hasil negatif.
Tingginya titer antibodi pada sampel sapi potong impor asal Australia yang
diperiksa ini berbanding lurus dengan tingginya tingkat prevalensi di negara
Australia. Tingkat prevalensi antibodi pada ternak di Australia adalah sekitar 60%,
sementara lebih dari 80% ternak telah terinfeksi penyakit BVD (Queensland
Government 2011). Di Indonesia, penyakit BVD endemik di beberapa provinsi
yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Bengkulu, Riau, Lampung,

7
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Pada tahun 2006
dilaporkan terjadi kasus BVD sebesar 1.190 di Indonesia (OIE 2006). Subroto
(2003) menjelaskan bahwa dalam uji serologis ELISA terhadap serum sapi di
berbagai daerah di Indonesia diketahui 37% sapi memiliki antibodi terhadap BVD.
Kejadiaan penyakit BVD di Indonesia belum diketahui secara pasti tetapi dengan
adanya impor sapi dari luar negeri tidak menutup kemungkinan penyakit ini telah
masuk ke Indonesia (Deptan 1993).
Sampel sapi potong yang diuji dinyatakan positif menurut metode ELISA
karena sampel tersebut memiliki nilai S/P sebesar 0.3 atau lebih yang artinya
mengandung antibodi terhadap virus BVD. Penggunaan ELISA pada penelitian
ini telah valid karena optical density (OD) kontrol negatif terbaca di bawah 0.25
dan perbedaan nilai rata-rata negatif kontrol dengan positif kontrol lebih besar
daripada 0.15.
ELISA merupakan uji yang digunakan untuk mendeteksi dan menghitung
jumlah antibodi atau antigen (Noviyanti 2008). Dalam penelitian ini, metode
ELISA yang digunakan adalah ELISA tidak langsung. ELISA tidak langsung
merupakan konfigurasi yang sederhana untuk mengukur titer antibodi. Kelemahan
dari konfigurasi ini yaitu tidak adanya spesifisitas sebagai akibat reaksi dengan
antigen yang tidak murni. Hewan yang divaksinasi dengan antigen yang tidak
terkait dapat menimbulkan respon imun yang dapat menimbulkan reaksi tidak
spesifik (Burgess 1995). Menurut OIE (2008), metode ini sederhana, harganya
yang terjangkau, memiliki kinerja yang cepat, memberikan sensitivitas mirip
dengan isolasi virus dan juga dapat digunakan untuk mendiagnosa penyakit serta
sebagai screening awal terhadap infeksi. Tingginya titer antibodi yang terdeteksi
menggunakan metode ELISA tidak hanya karena adanya infeksi BVD, sehingga
dalam mendiagnosis BVD menggunakan ELISA hal yang perlu diperhatikan yaitu
riwayat vaksinasi harus diketahui agar benar dalam menginterpretasikan hasil dan
ELISA tidak dapat mendiagnosa secara benar pada sapi umur kurang dari lima
bulan karena masih terdapat sisa antibodi kolostrum (Mcgowan et al. 2008). Pada
penelitian ini, tidak terdapat dokumen yang menyatakan bahwa sapi potong impor
ini bebas vaksinasi BVD. Oleh karena itu diperlukan uji konfirmasi menggunakan
RT-PCR agar tidak terjadi positif palsu (Presi et al. 2011).
Antibodi yang terdeteksi terhadap virus BVD pada ternak sapi potong di
daerah Jawa Barat ini dapat terjadi karena adanya infeksi alami. Menurut
Muhammad et al. (2004), penyebaran penyakit dapat terjadi secara langsung
melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi terutama yang mengalami infeksi
persisten dan secara tidak langsung melalui makanan yang tercemar urin, feses,
sekresi oronasal atau fetus yang mengalami abortus. Penularan dapat dibawa antar
peternakan oleh petugas yang secara langsung kontak dengan sapi yang terinfeksi.
Infeksi terjadi sangat cepat antar sapi yang peka melalui kontak langsung, tetapi
tanda klinis yang terlihat bertolak belakang dengan masa inkubasi yang tidak
teratur (Kahrs 2005). Cara infeksi dapat melalui inhalasi,ditelan lewat mulut dari
air liur yang terinfeksi, cairan mata atau pun hidung, dan melalui feses atau urin
yang terinfeksi (Baker 1995). Beberapa laporan menyatakan adanya infeksi oleh
virus BVD ada hubungannya dengan kejadian repeat breeding, fetal
mummification, dan congenital defect (Baker 1995). Semen yang dihasilkan dari
pejantan yang mengalami infeksi persisten berisi virus dapat menularkan ke sapi
betina melalui kawin alam atau pun inseminasi buatan.

8
Penyakit BVD merupakan penyakit menular pada ruminansia dan
ruminansia liar dengan dampak ekonomi yang tinggi terutama pada sapi
(Bedekovic et al. 2012). Infeksi virus BVD menimbulkan kerugian bagi peternak
karena dapat mengganggu sistem reproduksi, penurunan produksi susu dan daging
serta predisposisi infeksi sekunder. Infeksi virus BVD merupakan penyakit paling
penting nilai ekonominya pada sapi potong dan perah karena sifat virus tersebut
yang dapat menyebabkan infeksi persisten dan menurunkan sistem imun (Wasito
1997).
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyakit BVD pada sapi potong. Salah satunya yaitu dengan vaksinasi. Menurut
Campen (2010) penggunaan vaksin aktif dapat digunakan untuk kontrol virus
BVD. Selain itu memberikan penyuluhan dan pendidikan bagi peternak mengenai
penyakit dan cara transmisi BVD serta melakukan kegiatan biosekuriti penting
untuk dilakukan sebagai upaya pencegahan. Hal lain yang dapat dilakukan yaitu
hewan yang mengalami infeksi persisten dimusnahkan untuk mengurangi
transmisi virus BVD ke ternak yang sehat, serta meminimalkan kontak hewan
yang positif terinfeksi dengan hewan yang sehat (Presi et al. 2011). Sanitasi dan
desinfeksi kandang serta lingkungan juga penting untuk diperhatikan (Ratnawati
2007).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan ditemukan seropositif BVD sebanyak 67.51%
pada sampel sapi potong impor asal Australia di daerah Jawa Barat.

Saran
Pengawasan yang ketat terhadap hewan impor perlu dilakukan sebagai
upaya pencegahan penyebaran BVD di Indonesia. Penelitian yang lebih
mendalam dengan uji konfirmasi dapat dilakukan menggunakan RT-PCR.

DAFTAR PUSTAKA
Adji RMA, Sani Y. 2005. Ketersediaan Teknologi Veteriner dalam Pengendalian
Penyakit Strategis Ruminansia Besar. Bogor (ID): Balai Penelitian
Veteriner.
Baker JC. 1995. The clinical manifestations of bovine viral diarrhea infection. Vet
Clin North Am Food Anim Pract. 11:425–445.
Bedekovic T, Jemersici L, Lojkici I, Lemoi N, Kerosi T, Balatinaci J, Brnici D,
Ivkovici TC, and Madic J. 2012. Bovine viral diarrhoea: Ag ELISA and
reverse transcription polymerase chain reaction as diagnostic tools in pooled

9
serum samples from persistently infected cattle short communication.
Veterinarski arhiv. 82(3):295–301.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Konsumsi Protein Penduduk Indonesia.
Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.
Brownlie J. 1990. Pathogenesis of mucosal disease and molecular aspect of
bovine viral diarrhoea virus.Vet microbiol. 23(1):371.
Burgess GW. 1995. Teknologi ELISA dalam Diagnosis dan Penelitian. Artama
WT, penerjemah. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Terjemahan dari: ELISA
Technology in Diagnosis and Research.
Campen HV. 2010. Epidemiology and control of BVD in the U.S. Vet Microbiol.
142:94–98.
Casaubon J, Rudolf VH, Stalder H, Hug C, Degiorgis MPR. 2012. Bovine viral
diarrhea virus in free-ranging wild ruminants in Switzerland: low prevalence
of infection despite regular interactions with domestic livestock. BMC Vet
Res. 8:204. doi: 10.1186/1746-6148-8-204.
Chase CLC, Braun LJ, Leslie-Steen P, Graham T, Miskimins D, Ridpath JF.
2008. Bovine viral diarrhea virus multiorgan infection in two white-tailed
deer in southeastern South Dakota. J Wildl Dis. 44:753–759.
Corapi WY, Elliott RD, French TW, Arthur DG, Bezek DM, and Dubovi EJ. 1990.
Thrombocytopenia, hemorrhages in veal calves infected with bovine viral
dirrhea virus. J Am Vet Med Assoc. 196(4):590–596.
[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Surat Keputusan Direktur
Jenderal Peternakan. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Peternakan.
[Ditjennakkeswan] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012.
Press Release Konfrensi Pers Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan Tentang Supply Demand Daging Sapi/Kerbau sampai dengan
Desember 2012. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan.
[Deptan] Departemen Pertanian. 1993. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan
Menular Jilid 1–5. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.
Fulton RW, Hessman B, Johnson BJ, Ridpath JF, Saliki JT, Burge LJ, Sjeklocha
D, Confer AW, Funk RA, Payton ME. 2006. Evaluation of diagnostic tests
used for detection of bovine viral diarrhea virus and prevalence of subtypes
1a, 1b, and 2a in persistently infected cattle entering a feedlot. J Am VetMed
Assoc. 228(4):578–84.
Hardjopranjoto S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Surabaya (ID): Airlangga
University Pr.
Kahrs RF. 2005. Viral Disease of Cattle Second Edition. Iowa (US): Iowa State
University Pr.
Kurniadhi P. 2001. Penerapan uji netralisasi serum untuk diagnosis serologik
penyakit bovine viral diarrhoea (bvd) pada sapi. Ternu Teknis Fungsional
Non Peneliti. Bogor (ID).
Larson RL, Brodersen BW, Grotelueschen DM, Hunsaker BD, Burdett W, Brock
KV, Fulton RW, Goehl DR, Sprowls RW, Kennedy JA, Loneragen GH,
Dargatz DA. 2005. Considerations for bovine viral diarrhea (BVD) testing.
Bov Pract. 39(2):96–100.

10
Noviyanti. 2008. Deteksi keberadaan antibodi anti H5N1 menggunakan metode
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) pada serum sapi yang
divaksinasi H5N1 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
McGowan M, Kirkland P, Howard R, Morton J, Younis P, Bergman E, Cusack P.
2008. Guidelines for the investigation and control of BVDV (Bovine Viral
Diarrhoea Virus or Bovine Pestivirus) in beef and dairy herds and feedlots.
[Internet].
[diunduh
2013
Agustus
16].
Tersedia
pada:
https://www.bvdvaustralia.com.au/documents/e/BVDV-Guidelines-Edition.
Muhammad D, Rauf F, Yudiastyas DW. 2004. Situasi kasus bovine viral diare
pada sapi di Sulawesi Selatan tahun 2004. Bulletin Informasi Kesehatan
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner. 2(1):12–16.
[OIE] Office International des Epizooties. 2006. Indonesia Report For 2005. Paris
(FR): OIE.
[OIE] Office International des Epizooties. 2008. Bovine Viral Diarrhoea Manual
of Standard for Diagnostic Tests and Vaccines. Paris (FR): OIE.
[OIE] Office International des Epizooties. 2013. OIE-Listed Diseases, Infections
and Infestations in Force in 2013. Paris (FR): OIE.
Paton DJ. 1995. Pestivirus diversity. J Comp Pathol. 112:215–236.
Peterhans E, Schweizer M. 2010. Pestiviruses: how to outmaneuver your hosts.
Vet Microbiol. 142:18–25.
Presi P, Struchen R, Knight-Jones T, Scholl S, Heim D. 2011. Bovine viral
diarrhea (BVD) eradication in Switzerland-Experiences of the first two
years. Preventive Veterinary Medicine. 99:112–121.
Queensland Government. 2011. Bovine virus diarrhea. [Internet]. [diunduh 2013
Agustus 16]. Tersedia pada: htpp//daff.qld.gov.au/animal-industries/animalhealth-and-diseases/a-z-list/pestivirus.
Ratnawati D, Pratiwi WC, Affandhy L. 2007. Petunjuk Teknis Penanganan
Gangguan Reproduksi Pada Sapi Potong. Pasuruan (ID): Pusat Penelitian
dan Pengembangan Peternakan.
Rondon I. 2006. Diarrea viral bovina: Patogénesis e inmunopatología. Rev MVZ
Córdoba. 11(1):694–704.
Saepulloh M. 2010. Isolasi dan karakterisasi molekuler bovine herpesvirus-1
(BHV-1) isolat Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sandvik T. 2005. Selection and use of laboratory diagnostic assays in BVD
control programmes. Preventive Veterinary Medicine. 72:3–16.
Santhia K, Dibia N, Purnatha N, Sutami N, Ardana I. 1992. Survei serologis
antibodi bovine viral diarrhea pada ternak sapi di provinsi Bali, NTB, NTT
dan Timor Timur. Hemera Zoa. 76:2.
Subroto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mammalia) I. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada University Pr.
Sudarisman. 2011. Bovine viral diarrhea pada sapi di Indonesia dan
permasalahannya. Wartazoa. 21:1.
Wasito. 1997. Bioteknologi Kesehatan Hewan di Indonesia:Wawasan dan Masa
Depan. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada

11
Lampiran 1 Hasil Pengujian ELISA
Subang
No

OD

Hasil

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52

0.0065
0.1008
0.1066
0.1107
0.1135
0.1135
0.1158
0.1166
0.1205
0.1210
0.1213
0.1230
0.1318
0.1337
0.1358
0.1409
0.1508
0.1534
0.1546
0.1557
0.1614
0.1673
0.1758
0.1840
0.1861
0.1998
0.2046
0.2075
0.2083
0.2132
0.2303
0.2376
0.2440
0.2491
0.2536
0.2575
0.2699
0.3026
0.3715
0.4064
0.4168
0.5361
0.6415
0.7033
0.7600
0.7811
0.8303
0.8626
0.8719
0.9056
0.9205
1.0239

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif

12
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110

1.0742
1.0748
1.0600
1.1534
1.1679
1.1938
1.2376
1.2385
1.2475
1.2563
1.2671
1.2800
1.3051
1.3825
1.3944
1.4037
1.4747
1.4881
1.4892
1.4910
1.5073
1.5413
1.5556
1.6038
1.6285
1.6295
1.6663
1.6714
1.6778
1.6932
1.7121
1.7634
1.8036
1.8265
1.8435
1.8869
1.9086
2.0620
2.3546
0.1042
0.1321
0.1332
0.1378
0.1428
0.1459
0.1585
0.1621
0.1680
0.1681
0.1778
0.1845
0.2008
0.2077
0.2130
0.2325
0.2597
0.2720
0.2723

Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

13
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149

0.2752
0.3095
0.3326
0.3416
0.3617
0.5103
0.5906
0.6145
0.6334
0.6939
0.7782
0.8206
0.9696
0.9873
1.0123
1.0448
1.0761
1.1487
1.1743
1.1752
1.2298
1.2731
1.2975
1.3655
1.3779
1.3865
1.5178
1.5271
1.6007
1.6079
1.6626
1.6824
1.7167
1.7289
1.7752
1.9320
1.9661
2.0061
2.1069

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif

Bogor
No

OD

Hasil

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

0.117
0.121
0.13
0.131
0.15
0.153
0.153
0.168
0.178
0.181
0.201
0.218
0.225

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

14
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71

0.234
0.283
0.306
0.734
0.755
0.765
0.812
0.832
0.879
0.906
0.92
0.95
0.951
0.978
1.006
1.051
1.056
1.065
1.075
1.088
1.118
1.122
1.125
1.132
1.145
1.153
1.163
1.201
1.239
1.25
1.273
1.277
1.29
1.299
1.313
1.323
1.33
1.341
1.343
1.349
1.365
1387
1.387
1.4
1.47
1.544
1.557
1.573
1.574
1.599
1.614
1.622
1.626
1.628
1.628
1.629
1.637
1.644

Negatif
Negatif
Negatif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif

15
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94

1.655
1.659
1.674
1.682
1.695
1.739
1.771
1.79
1.794
1.831
1.837
1.862
1.895
1.904
1.916
1.93
1.954
1.955
2.008
2.129
0.178
1.609
1.802

Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Negatif
Positif
Positif

Cianjur
No

OD

Hasil

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

0.1122
0.1137
0.1278
0.1320
0.1332
0.1398
0.1431
0.1598
0.1647
0.1672
0.1760
0.1899
0.2087
0.2140
0.2148
0.2165
0.2184
0.2292
0.2310
0.2373
0.2405
0.2427
0,2540
0.2556
0.2569
0.2730
0.2789
0.2873
0.3196
0.3277

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

16
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88

0.3328
0.3670
0.5767
0.6563
0.6667
0.7115
0.7394
0.8513
0.9095
1.0037
1.0665
1.1064
1.1221
1.1362
1.1683
1.1917
1.2214
1.2614
1.3701
1.4010
1.4619
1.4623
1.4746
1.4889
1.5154
1.5218
1.5227
1.5714
1.5952
1.5978
1.6441
1.6498
1.6878
1.6897
1.7014
1.7211
1.7274
1.7375
1.7387
1.7436
1.7495
1.7555
1.7588
1.7791
1.7876
1.7961
1.7964
1.8062
1.8108
1.8140
1.8147
1.8883
1.9151
1.9284
1.9499
1.9535
1.9727
1.9785

Negatif
Negatif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif

17
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142

2.0155
2.0238
2.1216
0.0890
0.1411
0.1452
0.1990
0.2003
0.2237
0.2448
0.2540
0.2582
0.2627
0.2703
0.3356
0.3563
0.3837
0.6588
0.9011
0.9432
0.9776
1.0683
1.2069
1.2693
1.3367
1.3796
1.4156
1.4243
1.4327
1.4590
1.4625
1.5031
1.5300
1.5455
1.5598
1.5778
1.6128
1.6501
1.6623
1.6653
1.7471
1.8107
1.8384
1.8490
1.8793
1.9239
1.9242
1.9383
1.9510
1.9545
1.9564
1.9618
2.0880
2.1452

Positif
Positif
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif

18
Bandung
No

OD

Hasil

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54

0.0976
0.1007
0.1078
0.1113
0.1169
0.1171
0.1181
0.1238
0.1607
0.1622
0.1728
0.1736
0.1800
0.1828
0.2124
0.2317
0.2354
0.2357
0.2379
0.2469
0.2590
0.2876
0.2995
0.4255
0.4348
0.4639
0.5455
0.5849
0.6200
0.6795
0.7208
0.8375
0.8582
0.8663
0.8894
0.9162
0.9195
0.9688
0.9918
0.9962
0.9990
1.0124
1.0258
1.0352
1.0369
1.0508
1.0625
1.0626
1.0669
1.0702
1.0870
1.0914
1.0944
1.1205

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif

19
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89

1.1244
1.1246
1.1276
1.1398
1.1408
1.1433
1.1608
1.1682
1.1693
1.1737
1.1772
1.1880
1.1984
1.2352
1.2462
1.2624
1.2748
1.2752
1.2921
1.2974
1.3227
1.3359
1.3710
1.3919
1.3968
1.4683
1.4867
1.4927
1.5064
1.5528
0.1104
0.1232
0.3031
1.3644
1.7323

Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Positif
Positif

20

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 September 1991 dari pasangan
Bapak Usodo SE dan Ibu Maemunah. Penulis merupakan putri pertama dari lima
bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ciawi pada tahun 2009 dan diterima
di Institut Pertanian Bogor pada tahun yang sama melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) pada Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten praktikum mata
kuliah Anatomi Veteriner I. Penulis juga aktif sebagai Ketua Divisi Gita Klinika
STERIL (2011-2012) dan Anggota Himpunan Minat dan Profesi Hewan
Kesayangan dan Satwa Akuatik Eksotik (HKSA) (2011–2012). Selain itu, penulis
juga mengikuti magang liburan di Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan
(BBPKH) Cinagara Bogor pada tahun 2011 dan Balai Besar Uji Standar
Karantina Pertanian (BBUSKP) Rawamangun Jakarta Timur pada tahun 2012.