Identifikasi Perbedaan Genetik dan Kandungan Senyawa Minyak Atsiri dari Kapulaga (Amomum cardamomum) Merah dan Putih

IDENTIFIKASI PERBEDAAN GENETIK DAN KANDUNGAN
SENYAWA MINYAK ATSIRI DARI KAPULAGA (Amomum
cardamomum) MERAH DAN PUTIH

VADIA KARTIKA RIENDYANI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Perbedaan
Genetik dan Kandungan Senyawa Minyak Atsiri dari Kapulaga (Amomum
cardamomum) Merah dan Putih adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Vadia Kartika Riendyani
NIM G84090002

ABSTRAK
VADIA KARTIKA RIENDYANI. Identifikasi Perbedaan Genetik dan
Kandungan Senyawa Minyak Atsiri dari Kapulaga (Amomum cardamomum)
Merah dan Putih. Dibimbing oleh DJAROT SASONGKO HAMI SENO dan EDY
DJAUHARI PURWAKUSUMAH.
Informasi genetik dari tanaman kapulaga merah dan putih dapat
dikembangkan untuk mendapatkan bibit unggul sebagai obat. Tujuan penelitian
ini adalah mengidentifikasi perbedaan kapulaga lokal berbuah merah dan putih.
Identifikasi dilakukan secara genetik melalui teknik RAPD-PCR. Perbedaan
kandungan senyawa pada kedua jenis kapulaga dilakukan dengan analisis FTIR
dan GCMS terhadap kandungan minyak atsirinya. Hasil RAPD menunjukkan
kedua kapulaga memiliki perbedaan bobot molekul dan bersifat polimorfik karena
menunjukkan keragaman fragmen pita DNA. Isolasi minyak atsiri kapulaga merah
memiliki rendemen yang lebih besar (0.28%) daripada kapulaga putih (0.20%).

Hasil FTIR menunjukkan bahwa kedua tanaman kapulaga terdapat pada spektrum
IR dalam rentang bilangan gelombang yang sama, sehingga dapat dikatakan
bahwa FTIR tidak dapat mengidentifikasi perbedaan kapulaga merah dan putih.
GCMS mengidentifikasi adanya perbedaan antara kapulaga merah dan putih.
Hasil GCMS menunjukkan adanya 17 senyawa yang hanya dimiliki oleh kapulaga
merah dan 12 senyawa yang hanya dimiliki oleh kapulaga putih.
Kata kunci: FTIR, GCMS, Minyak atsiri kapulaga, RAPD-PCR

ABSTRACT
VADIA KARTIKA RIENDYANI. Identification the Differences of Genetic dan
the Compounds of Essential Oil Content between Cardamom (Amomum
cardamomum) Red and White. Supervised by DJAROT SASONGKO HAMI
SENO and EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH.
The genetic information of red and white cardamom can be developed to get
the seeds as a medicine. The purpose of this study is to identify the differences in
red and white cardamom. The differences matter in both types of cardamom are
done by analysis of FTIR and GCMS of the essential oil content. RAPD results
showed both cardamom have different molecular weights and they are
polymorphic because it shows the diversity the fragments of DNA bands.
Isolation of red cardamom essential oil has a greater yield (0.28%) than white

cardamom (0.20%). FTIR results showed that both the cardamom plants found in
the IR spectrum in the same range of wave numbers, so FTIR can not identify
differences in red and white cardamom. GCMS to identify the difference between
red and white cardamom. GCMS results indicate the presence of 17 compounds
which only the red cardamom and 12 compounds were only owned by white
cardamom.
Keywords: cardamom’s essential oils, FTIR, GCMS, RAPD-PCR

IDENTIFIKASI PERBEDAAN GENETIK DAN KANDUNGAN
SENYAWA MINYAK ATSIRI DARI KAPULAGA (Amomum
cardamomum) MERAH DAN PUTIH

VADIA KARTIKA RIENDYANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia


DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi

:

Nama
NIM

:
:

Identifikasi Perbedaan Genetik dan Kandungan Senyawa
Minyak Atsiri dari Kapulaga (Amomum cardamomum)
Merah dan Putih
Vadia Kartika Riendyani

G84090002

Disetujui oleh

Dr Djarot Sasongko HS, MS
Pembimbing I

Drs Edy Djauhari PK, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, MAppSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya

ilmiah yang berjudul “Identifikasi Perbedaan Genetik dan Kandungan Minyak
Atisiri dari Kapulaga (Amomum cardamomum) Merah dan Putih” ini telah
dilakukan sejak bulan April hingga Desember 2013.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Djarot Sasongko Hami
Seno, MS dan Drs Edy Djauhari Purwakusumah, MSi selaku pembimbing.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Laksmi Ambarsari, MS dan Popi Asri
Kurniatin SApt, MSi dalam memberikan ilmu, saran, serta arahannya dalam
penyelesaian penelitian ini. Terima kasih kepada pihak laboratorium penelitian
Biokimia IPB, pihak laboratorium Biologi Molekuler BB-Biogen, pihak
Laboratorium Terpadu Departemen Biologi IPB, pihak Laboratorium Genetika
Molekuler Fakultas Peternakan IPB, pihak Pusat Studi Biofarmaka, pihak kebun
Biofarmaka IPB, pihak MABES POLRI, dan pihak laboratorium Genetika
Molekuler Fakultas Pertanian IPB atas peran, bantuan, kerja sama, kritik, dan
sarannya dalam penelitian ini
Terima kasih penulis ucapkan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas
segala doa, bantuan, semangat, dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada Azra
Zahrah Nadhirah Ikhwani selaku rekan dalam pelaksanaan penelitian ini serta
teman-teman dari Biokimia yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
penelitian. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada komunitas Milanisti
Indonesia Bogor dan Pusat atas saran dan bantuannya dalam penyelesaian

penelitian dan skripsi ini.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan karya ilmiah
ini. Oleh karena itu, saran serta kritik yang membangun sangat penulis harapkan
demi perbaikan di kemudian hari. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

Vadia Kartika Riendyani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN

vi
vi
1

METODE


1

Bahan

2

Alat

3

Prosedur Analisis Data

3

HASIL

5

PEMBAHASAN


10

SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan
Saran

15
16

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN

19


RIWAYAT HIDUP

24

DAFTAR TABEL
1.

2.

Uji kuantitas DNA kapulaga merah dan kapulaga putih
Senyawa khas pada kapulaga merah dan kapulaga putih

6
9

DAFTAR GAMBAR
1. Tanaman kapulaga
2. Elektroforegram hasil kualitatif DNA kapulaga merah dan putih
2. Elektroforegram hasil RAPD-PCR kapulaga merah dan putih
3. Spektrum FTIR kapulaga merah dan kapulaga putih

4. Spektrogram GC senyawa utama pada minyak atsiri kapulaga merah
dan putih

1
6
7
8
10

DAFTAR LAMPIRAN
1. Diagram Alir Penelitian

19

2.
3.
4.
5.
6.
7.

19
20
21
21
22
23

Sekuens Primer yang Digunakan pada RAPD-PCR
Hasil Perhitungan Rendemen Kapulaga Merah dan Putih
Spektrum Massa Kapulaga Merah
Spektrum Massa Kapulaga Putih
Hasil GCMS Senyawa pada Kapulaga Merah
Hasil GCMS Senyawa pada Kapulaga Putih

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat dibudidayakan
sebagai bahan baku obat yang tersebar di berbagai daerah, namun belum dapat
dimanfaatkan secara optimal. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan tahun 2007, di hutan Indonesia terdapat lebih dari 1200 jenis tanaman
obat-obatan, namun hanya sekitar 180 jenis tanaman obat yang dikembangkan
untuk bahan baku dalam industri obat-obatan atau farmasi. Salah satu tanaman
yang dapat dibudidayakan karena berpotensi sebagai tanaman obat adalah
kapulaga (Prasetyo 2009).
Tanaman kapulaga yang dibudidayakan di Indonesia adalah jenis tanaman
kapulaga lokal (Amomum cardamomum) dan kapulaga sabrang (Elettaria
cardamomum) yang berasal dari India. Keduanya termasuk ke dalam suku jahejahean atau Zingiberaceae (Suryadinata 2008). Kapulaga merupakan tanaman
herbal yang membentuk rumpun, seperti jahe dan dapat mencapai ketinggian 1-5
meter. Kapulaga tumbuh bergerombol, membentuk banyak anakan. Batangnya
semu yang tersusun oleh pelepah daun, berbentuk silindris, dan berwarna hijau.
Daunnya tunggal, tersebar, pertulangan daunnya menyirip, dan letak daunnya
berseling (Prasetyo 2009). Buah kapulaga lokal tersusun rapat burupa tandan yang
terdiri atas 5-18 buah setiap tandan, berbentuk bulat, beruang tiga, setiap buah
terdapat 14-16 biji. Ukuran dan warna kulit buah berbeda menurut jenisnya.
Kapulaga merah kulit buah berwarna putih kemerahaan, sedangkan kapulaga
putih buahnya berbulu halus (Suryadinata 2008).
Kapulaga selama ini dikenal sebagai rempah untuk masakan dan juga lebih
banyak digunakan untuk campuran jamu (Nasution 2013). Kapulaga memiliki
banyak manfaat khususnya sebagai bahan obat-obatan (Agusta 2000;
Sastrohamidjojo 2002). Tanaman kapulaga mengandung minyak atsiri yang dapat
digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, seperti batuk, radang tenggorokan,
sakit perut, rematik, penurun panas, dan penambah stamina (Babu 2012).
Kapulaga dapat digunakan sebagai afrodisiaka, yaitu untuk meningkatkan libido
dan mengobati impotensi (Prasetyo 2004). Selain itu kapulaga dapat digunakan
untuk mencegah tulang keropos, khususnya wanita (Fachriyah 2007).

c

a

b

d

Gambar 1 Tanaman kapulaga a) kapulaga putih; b) kapulaga merah; c) buah
kapulaga putih; d) buah kapulaga merah

2
Perbedaan antara tanaman kapulaga merah dan putih secara genetik dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik marka molekuler RAPD (Random
Amplified Polymorphic DNA), yaitu marka berbasis DNA menggunakan prinsip
kerja mesin Polymerase Chain Reaction (PCR) yang mampu mengamplifikasi
sekuen DNA tertentu secara in vitro (Pharmawati 2009). Teknik RAPD memiliki
beberapa keunggulan, yaitu relatif sederhana, tidak membutuhkan latar belakang
pengetahuan mengenai genom yang akan dianalisis (Pinarka 2009), dan cocok
digunakan untuk sampel yang banyak (Indah 2008). Teknik RAPD cukup
menggunakan primer acak dan pengerjaannya relatif cepat (Septimayani 2002).
Minyak atsiri merupakan salah satu hasil metabolisme tanaman. Isolasi
minyak atsiri dari bahan alam seperti buah kapulaga dilakukan melalui destilasi
uap (Sudjadi 2008). Komponen minyak atsiri dapat dianalisis melalui analisis
GCMS untuk mengetahui komposisi minyak atsirinya. Kelebihan analisis ini
adalah sensitivitas dan efisiensi pemisahannya tinggi, dapat digunakan untuk
menganalisis komponen volatil, serta tidak memerlukan standar eksternal
(Prasetya 2006). Analisis spektroskopi FTIR dilakukan untuk melihat perbedaan
gugus yang ada di antara dua sampel (Ammawath 2010). Metode ini banyak
digunakan karena cepat, relatif murah, dan dapat digunakan untuk
mengidentifikasi gugus fungsional dalam suatu senyawa (Kopka 2006; Marwati
2007).
Penelitian mengenai kapulaga lokal Selama ini hanya berkisar pada
kandungan minyak atsiri kapulaga lokal secara umum saja. Penelitian mengenai
informasi genetika tanaman kapulaga lokal dengan buah berwarna merah dan
putih belum pernah dilakukan. Berdasarkan penelitian Fachriyah 2007, minyak
atsiri kapulaga lokal secara umum memiliki kandungan utama yaitu 1.8-sineol, pinena, α-pinena, α-terpineol, dan humulen, namun kandungan minyak atsiri
kapulaga merah dan putih belum diidentifikasi sebelumnya. Perbedaan fenotipe
yang terlihat antara kapulaga merah dan putih dapat dijadikan acuan dalam
melakukan penelitian ini untuk mengidentifikasi perbedaan antara kedua kapulaga
terhadap DNA dan minyak atsirinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan tanaman
kapulaga lokal merah dan putih dari Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten
Bogor dan ditanam kembali di Kebun Cikabayan Biofarmaka IPB secara genetik
dan perbedaan kandungan minyak atsirinya. Penelitian ini bermafaat untuk
membandingkan kapulaga merah dan putih baik dari genetik maupun kandungan
minyak atsirinya sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat.

METODE
Bahan
Bahan yang digunakan adalah daun kapulaga lokal merah dan putih, buah
kapulaga lokal merah dan putih. Bahan yang digunakan untuk tahap isolasi DNA
yaitu nitrogen cair, CTAB, NaCl, EDTA, Tris-HCl, -merkaptoetanol, SDS,
kloroform, isoamilalkohol, isopropanol, etanol 70%, etanol absolut, mollecular
water (MW), dan akuades steril. Bahan yang digunakan untuk elektroforesis

3
adalah agarosa, bufer TBE 0.5×, EtBr, loading dye 6×, dan marker 1 kb plus DNA
ladder. Bahan untuk PCR adalah buffer complete 10×, dNTPs, Taq DNA
polimerase, dan primer OPA. Bahan yang digunakan untuk isolasi minyak atsiri
kapulaga adalah air, buah kapulaga, dan petroleum eter. Bahan yang digunakan
untuk uji kandungan minyak atsiri adalah pelat KBr dan minyak atsiri kapulaga.
Alat
Alat yang digunakan untuk isolasi DNA hingga visualisasi DNA adalah
mortar, tube Eppendorf, tabung sentrifus, sentrifus Beckman Coulter AllegraTM
64R Centrifuge, pH meter, penangas air, pipet mikro, pipet Mohr, bulp, sudip,
inkubator, tabung mikro, kertas saring, neraca analitik Scaltec, spektrofotometer
nanodrop, perangkat elektroforesis, parafilm, alat untuk dokumentasi hasil
pengamatan elektroforesis UV (AlphaImager EP). gelas piala, coler box, sumpit,
labu Erlenmeyer, freezer, gelas ukur. Alat yang digunakan untuk identifikasi
kandungan senyawa minyak atsiri kapulaga adalah botol kecil, perangkat destilasi
uap, perangkat FTIR, dan perangkat GCMS.
Prosedur Penelitian
Isolasi DNA (Doyle & Doyle 1990)
Sebanyak 200 mg sampel (daun) digerus bersama nitrogen cair hingga
terbentuk serbuk kering. Serbuk dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf 2 mL
dan ditambahkan 0.75 mL bufer CTAB (4% b/v CTAB, 1.4 M NaCl, 50 mM
EDTA, 100 mM Tris-HCl pH 8.0, 1% v/v -merkaptoetanol, akuades steril). Tube
yang telah berisi sampel dan bufer tersebut diinkubasi pada suhu 60 oC selama 1
jam. Selanjutnya ke dalam tube ditambahkan 0.75 mL kloroform isoamilalkohol
(CI) dengan volume 24:1. Campuran tersebut disentrifus dengan kecepatan 10000
rpm, suhu 4 oC selama 20 menit. Supernatan yang didapatkan ditambah C:I
sebanyak 0.75 mL dan disentrifus dengan kondisi sama. Supernatan dipindahkan
ke dalam tube Eppendorf 1.5 mL, kemudian ditambah dengan 0.75 mL
isopropanol dan disentrifus pada kecepatan 10000 rpm, suhu 4 oC selama 10
menit. Pelet yang didapatkan dicuci dengan etanol 70%. Etanol 70% dibuang dan
pelet dikeringanginkan selanjutnya disuspensikan dengan bufer TE (10 mM TrisHCl pH 8.0 dan 0.1 mM EDTA). Sampel disimpan pada -20 oC sebagai stok DNA.
Uji Kualitas DNA (Sambrook and Russel 2001)
Gel agarosa 1% untuk elektroforesis dibuat dengan dilarutkannya agarosa
0.25 g dalam 25 mL larutan TBE 0.5×. Kemudian dipanaskan hingga larut dan
didinginkan pada suhu kamar hingga hangat. Selanjutnya ditambahkan 5 μL EtBr
dan dituang ke dalam cetakan gel elektroforesis yang telah dipasangi sisir
(cetakan sumur) hingga gel memadat. Gel yang sudah padat dipindahkan ke
dalam bak elektroforesis yang berisi TBE 0.5×. Sampel yang akan dielektroforesis
dicampur dengan loading dye dengan perbandingan 5:1 pada parafilm. Setelah
tercampur, sampel diinjeksi ke dalam sumur gel agarosa. Marker yang digunakan
adalah 1 kb plus DNA ladder sebanyak 5 μL. Setelah semua sampel selesai
diinjeksi, alat elektroforesis dihubungkan pada power supply yang dialiri tegangan
listrik 80 volt selama 90 menit. Hasil elektroforesis diamati dengan bantuan
lampu UV dalam transluminator.

4
Uji Kuantitas DNA (Desjardins & Conklin 2010)
Hasil isolasi DNA tanaman kapulaga selanjutnya dilakukan kuantifikasi
untuk melihat konsentrasi dan kemurniannya menggunakan spektrofotometer
nanodrop pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Kemurnian DNA
ditetapkan berdasarkan nilai perbandingan A260/A280 dengan satuan ng/μL.
Pengukuran pada panjang gelombang 280 nm dilakukan untuk mengetahui adanya
kontaminasi protein, sedangkan pada panjang gelombang 230 nm untuk
mengetahui kontaminasi polisakarida dan fenol. Lubang optik dibersihkan terlebih
dahulu dengan tisu. Blanko yang digunakan adalah larutan TE. Selanjutnya
sebanyak 2 µL larutan TE dimasukkan ke dalam lubang optik. Setelah itu lubang
optik dibersihkan kembali sebelum sampel dimasukkan. Sebanyak 2 µL sampel
DNA dimasukkan ke dalam lubang optik. hasil ditampilkan di layar komputer.
Amplifikasi DNA dengan RAPD-PCR (Williams 1990)
Pembuatan mix PCR dilakukan pada tube PCR 0.2 mL dengan komposisi
antara lain β μL buffer complete 10×, β μL dNTPs 10 mM, 1γ.075 μL MW, β μL
sampel DNA (50 ng), 0.1β5 μL Taq DNA polimerase, dan 0.8 μL primer acak
RAPD 10 μM sehingga volume total menjadi β0 μL. Primer yang digunakan adaa
primer OPA 11-15. Campuran tersebut kemudian dihomogenisasi dengan diketukketuk selama beberapa saat kemudian dimasukkan ke dalam mesin PCR. Program
suhu yang digunakan pada PCR terdiri atas dua tahap siklus. Tahap pertama
berlangsung selama satu kali siklus dengan suhu 92°C selama 2 menit untuk
denaturasi awal, 92°C selama 3 menit 30 detik untuk penyempurnaan proses
denaturasi DNA, 35°C selama 1 menit untuk penempelan primer, dan 7 menit
untuk tahapan perpanjangan rantai. Program suhu yang digunakan pada siklus
berikutnya adalah 92°C selama 1 menit untuk denaturasi DNA, 35°C selama 1
menit untuk penempelan primer, 72°C selama 2 menit untuk tahapan
perpanjangan rantai hingga sebanyak 44 kali siklus, serta 72°C selama 7 menit
terakhir untuk memastikan DNA yang diamplifikasi terdenaturasi seluruhnya.
Elektroforesis Hasil Amplifikasi (Sambrook 2001)
Elektroforesis hasil amplifikasi dilakukan menggunakan gel agarosa 1.5%.
Sebelum dilakukan elektroforesis, hasil amplifikasi dicampurkan dengan loading
buffer terlebih dahulu dengan perbandingan 1:5. Marker yang digunakan adalah
100 bp plus DNA ladder sebanyak 1 µL. Elektroforesis dialiri tegangan listrik 80
volt selama 90 menit. Hasil elektroforesis diamati dengan bantuan lampu UV
dalam transluminator. Hasil amplifikasi dilihat dengan membandingkan ukuran
pita yang muncul pada lajur pertama (kapulaga merah) dan kedua (kapulaga putih)
dengan marker. Perbedaan pita yang muncul menandakan bahwa kedua kapulaga
tersebut memunculkan perbedaan genetik.
Isolasi Minyak Atsiri Kapulaga (Fachriah 2007)
Buah kapulaga merah dan putih masing-masing diambil minyak atsirinya
menggunakan metode destilasi uap. Buah kapulaga yang sudah bersih dikupas
kulitnya lalu didestilasi uap selama 6 jam. Minyak yang terpisah dari air langsung
dipindahkan sedangkan yang masih tercampur air dipisahkan dengan ekstraksi
menggunakan petroleum eter. Fase organik dipisahkan dan pelarutnya
dievaporasi. Minyak lalu disimpan di dalam botol kecil yang tertutup rapat agar
tidak menguap. Persentase minyak atsiri didapat dengan membandingkan volume

5
minyak atsiri tanaman kapulaga yang didapat dari destilasi dengan 250 gram buah
kapulaga.
Uji Kandungan Senyawa berdasarkan Gugus Fungsi dengan FTIR (Mark
1996)
Minyak atsiri yang diperoleh dari proses destilasi uap dianalisis
menggunakan FTIR untuk mengetahui senyawa-senyawa yang terkandung di
dalamnya berdasarkan perbedaan gugus fungsinya. Sebanyak 0.02 mL sampel
dimasukkan ke dalam wadah sampel FTIR lalu dicampurkan dengan 200 mg KBr
untuk dijadikan pelet. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam wadah FTIR lalu
dibuat menjadi pelet dengan menggunakan handpress. Hasilnya lalu diamati
melalui pola yang muncul pada program komputer. Hasil FTIR dibaca dengan
membandingkan spektrum yang muncul dengan rentang spektrum gugus fungsi
yang ada pada literatur.
Uji Kandungan Senyawa Minyak Atsiri Kapulaga dengan GCMS (Mark
1996)
Minyak atsiri yang diperoleh dari proses destilasi uap dianalisis
menggunakan GCMS kromatografi gas GC-17A (Shimadzu) yang ditandem
dengan spektrometer massa MS QP 5050A. Sebanyak 0.4 µL minyak atsiri
kapulaga merah dan putih dinjeksikan ke injection system dan melewati kolom
Agilent 19091S-436 HP-5MS silika 60 m x 0.25mm x 0.25µm), Suhu kolom 150
o
C-330 oC, suhu awal sebesar 250 oC, pembawa gas helium, tekanan 24.14 psi,
split ratio 100:1, total flow 101.4 mL/menit, dan waktu running selama 30 menit.
Komponen dibaca pada detektor dan direkam dalam recorder sehingga
didapatkan pembacaan berupa peak area yang menunjukkan persentase area dari
komponen yang dianalisis. Masing-masing puncak dari hasil kromatografi dilihat
spektrum massanya lalu dianalisis kandungan senyawanya dengan cara
membandingkan spektrum tersebut dengan pustaka senyawa beserta gugusnya
yang ada pada program GCMS Data Analysis Agilent Technology. Senyawa
teridentifikasi dengan melihat persen kemiripan senyawa tersebut dengan pustaka
senyawa pada program GCMS jika persentase kemiripannya di atas 90%.

HASIL
Kualitas DNA Kapulaga Lokal Merah dan Putih
Metode Doyle & Doyle 1990 merupakan metode yang dapat mengisolasi
DNA kapulaga dengan kualitas yang baik. DNA kapulaga yang dielektroforesis
masing-masing terdiri atas tiga ulangan, yaitu DNA kapulaga merah (KM)
ulangan 1-3 dan DNA kapulaga putih (KP) ulangan 1-3. Hasil elektroforesis DNA
menunjukkan adanya pita memanjang yang terdapat pada semua sampel walaupun
beberapa sampel pitanya tipis sehingga tidak tampak jelas (Gambar 1). Pita pada
nomor 2 dan 5 memiliki kualitas DNA yang baik terlihat dari pita yang terbentuk
lebih tebal daripada yang lainnya. Pita tersebut merupakan pita kapulaga merah
ulangan 2 dan kapulaga putih ulangan 2.

6

Gambar 2 Elektroforegram DNA kapulaga merah dan putih
Lajur 1= KP3; Lajur 2= KP2; Lajur 3= KP1; Lajur 4= KM3; Lajur 5=
KM2; Lajur 6 = KM1; M = Marker 1 kb plus DNA ladder
Kuantitas DNA Kapulaga Lokal Merah dan Putih
Uji kuantitatif DNA dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer
Nanodrop. Sampel kapulaga lokal dari isolasi DNA metode Doyle & Doyle
(1990) menunjukkan nilai konsentrasi antara 59.4 ng/µL hingga 131.6 ng/µL.
Konsentrasi DNA kapulaga putih tertinggi terdapat pada sampel KP2, yaitu 131.6
ng/µL. Konsentrasi DNA kapulaga merah tertinggi terdapat pada sampel KM2,
yaitu 107.3 ng/µL. Kemurnian DNA terhadap protein dari sampel kapulaga
berkisar antara 2.08-2.30, sedangkan kemurnian DNA terhadap polisakarida dan
fenol berkisar antara 1.43-2.75. Nilai kemurnian terhadap protein ini semuanya
masih pada batas atas yang baik. Nilai kemurnian terhadap polisakarida dan fenol
hampir semuanya masuk dalam rentang yang baik (Tabel 1). Berdasarkan rentang
tersebut, DNA kapulaga merah dan putih ulangan ke-2 yang telah diisolasi dapat
digunakan untuk identifikasi genetik menggunakan RAPD-PCR. Pembuatan mix
PCR dapat digunakan dengan mengencerkan DNA tanaman kapulaga karena
konsentrasinya besar.
Tabel 1 Uji kuantitas DNA kapulaga merah dan putih
Konsentrasi DNA
Sampel
A260
A280
(ng/µl)
KP 1
KP 2
KP 3
KM 1
KM 2
KM 3
a

65.8
131.6
69.3
59.4
107.3
60.9

1.316
2.631
1.386
1.188
2.147
1.218

P: Putih; M: Merah
1:ulangan ke-1; 2: ulangan ke-2; 3: ulangan ke-3

b

0.595
1.264
0.650
0.546
1.011
0.530

A(260/280)

A(260/230)

2.21
2.08
2.13
2.18
2.12
2.30

2.75
2.11
1.93
1.80
1.80
1.43

7
Amplifikasi DNA dengan RAPD-PCR (Polymerase Chain Reaction)
Proses amplifikasi DNA dilakukan dengan proses RAPD-PCR. Teknik ini
menggunakan primer acak yang nukleotidanya hanya berkisar 10 basa. Primer
yang digunakan adalah OPA 11-15. Lajur 1 menunjukkan 5 pita DNA yang
teridentifikasi dengan bobot molekul 1.400 bp, 1.100 bp, 1.000 bp, 700 bp, dan
600 bp. Lajur 2 menunjukkan 6 pita yang teridentifikasi dengan bobot molekul
1.700 bp, 1.300 bp, 1.100 bp, 1.000 bp, 900 bp, dan 400 bp. Lajur 3 menunjukkan
7 pita yang teridentifikasi dengan bobot molekul 1.700 bp, 1.300 bp, 1.200 bp,
1.000 bp, 700 bp, 600 bp, dan 390 bp. Lajur 4 menunjukkan 5 pita yang
teridentifikasi dengan bobot molekul 1.250 bp, 1.100 bp, 1.150 bp, 900 bp, dan
650 bp. Lajur 5 menunjukkan 4 pita yang teridentifikasi dengan bobot molekul
1.650 bp, 1.200 bp, 1.000 bp, dan 700 bp. Lajur 6 menunjukkan 4 pita yang
teridentifikasi dengan bobot 1.150 bp, 1.000 bp, 800 bp, dan 650 bp. Lajur 7
menunjukkan 6 pita yang teridentifikasi dengan bobot molekul 1.650 bp, 1.250 bp,
1.150 bp, 1.000 bp, 850 bp, dan 550 bp. Lajur 8 menunjukkan 3 pita yang
teridentifikasi dengan bobot molekul 1.600 bp, 1.000 bp, dan 650 bp. Lajur 9
menunjukkan 4 pita yang teridentifikasi dengan bobot molekul 1.650 bp, 1.100 bp,
800 bp, dan 700 bp . Lajur 10 menunjukkan 3 pita yang teridentifikasi dengan
bobot molekul 1.550 bp, 1.350 bp, dan 875 bp.
Pita DNA yang teridentifikasi pada kapulaga merah adalah 26 pita
sedangkan yang teridentifikasi pada kapulaga putih adalah 21 pita (Gambar 2).
Hasil amplifikasi DNA dengan primer OPA 11-15 menunjukkan bahwa antara
kapulaga merah dan putih memiliki perbedaan jumlah pita dan perbedaan bobot
molekul. Perbedaan jumlah pita pada masing-masing jalur dengan bobot molekul
berbeda menyebabkan kapulaga merah dan putih bersifat polimorfik.

1000 bp
500 bp

100 bp

Gambar 3 Elektroforegram RAPD-PCR kapulaga merah dan putih
a)
Lajur 1, 3, 5, 7, 9 = sampel KM2; Lajur 2, 4, 6, 8, 10 = sampel KP2
b)
L1-2 = OPA-11; L3-4 = OPA-12; L5-6 = OPA-13; L7-8 = OPA-14;
L9-10 = OPA-15; M = Marker 100 bp plus DNA ladder

8
Isolasi Minyak Atsiri dengan Metode Destilasi Uap
Isolasi kapulaga dilakukan dengan metode destilasi uap. Isolasi kapulaga
dilakukan dua kali ulangan dengan menggunakan 250 gram buah kapulaga merah
dan 250 gram buah kapulaga putih. Kapulaga merah menghasilkan minyak atsiri
sebanyak 0.28%, sedangkan kapulaga putih menghasilkan minyak atsiri sebanyak
0.20%.
Uji Kandungan Senyawa dengan FTIR
FTIR (Fourier Transform Infrared) merupakan metode awal untuk proses
identifikasi struktur molekul suatu senyawa berdasarkan gugus fungsinya dengan
cara membandingkan spektrum FTIR yang ingin diidentifikasi dengan rentang
bilangan gelombang pada kisaran munculnya spektrum dari metode Mark 1996.
Berdasarkan hasil spektrum FTIR pada gambar 3, kapulaga putih dan kapulaga
merah memiliki spektrum yang tidak berbeda nyata. Kedua kapulaga terdeteksi
pada bilangan gelombang yang relatif sama, yaitu berkisar antara 3000-3500 cm-1
yang menunjukkan ikatan O-H asam karboksilat dan N-H amina; bilangan
gelombang antara 2700-3000 cm-1 yang menunjukkan ikatan regang C-H alkana, C≡C-H alkuna, atau C=C-H alkena; bilangan gelombang 1300-1500 cm-1 yang
menunjukkan ikatan lentur C-H alkana; serta pada bilangan gelombang 800-1000
cm-1 yang menunjukkan ikatan C=C-H alkena. Hasil FTIR antara kapulaga merah
dan putih menunjukkan bahwa kedua kapulaga ini tidak memiliki perbedaan
gugus fungsi sehingga kandungan minyak atsirinya perlu diuji lebih lanjut
menggunakan metode GCMS.

Gambar 4 Spektrum FTIR kapulaga merah (spektrum biru) dan kapulaga putih
(spektrum merah)
Uji Kandungan Senyawa Minyak Atsiri Kapulaga dengan GCMS
Kandungan minyak atsiri kapulaga merah dan putih selanjutnya diuji
dengan GCMS (Gas Chromatography Mass Spectrometer). Data kromatogram
kapulaga merah menunjukkan bahwa jenis senyawa kimia yang terkandung di

9
dalam minyak atsiri kapulaga merah teridentifikasi 41 puncak, namun sekitar 33
puncak yang persen kemiripan senyawanya di atas 90% bila dibandingkan dengan
pustaka senyawa pada program GCMS. Senyawa kimia yang terkandung dalam
minyak atsiri kapulaga putih teridentifikasi sebanyak 49 puncak, namun hanya
sekitar 28 puncak yang persen kemiripan senyawanya dengan pustaka senyawa
pada program GCMS di atas 90% Senyawa dengan persen kemiripan di bawah
90% yang banyak teridentifikasi pada kapulaga putih dapat diidentifikasi sebagai
noise, sehingga tidak dapat dinyatakan sebagai komponen senyawa yang
terkandung pada minyak atsiri kapulaga putih.
Kapulaga merah memiliki 17 kandungan senyawa yang tidak teridentifikasi
pada kapulaga putih, sedangkan kapulaga putih memiliki 12 kandungan senyawa
yang tidak teridentifikasi pada kapulaga merah (Tabel 2). Perbedaan kandungan
ini sebagian besar dapat dilihat dari adanya perbedaan bentuk (isomer) dari suatu
senyawa, seperti kandungan khas kapulaga merah adalah trans-sabinena,
sedangkan kapulaga putih mengandung n-sabinena.
Kapulaga merah dan putih memiliki tujuh senyawa utama yang
diperlihatkan dari hasil spektrogram kromatografi gas lalu dianalisis dengan
spektrometri massa. Kedua spektrum menunjukkan kandungan senyawa utama
pada kedua kapulaga yang merupakan kandungan metabolit sekunder khas
golongan Zingibereceae. Tujuh senyawa tersebut secara berurutan dari nomor 1
hingga 7 adalah yaitu α-pinena, -pinena, 1-felandrena, 1.8-sineol, -linalol, dan
1-terpineol (Gambar 6). Senyawa-senyawa ini merupakan senyawa khas yang
terdapat pada minyak atsiri kapulaga lokal secara umum. Hasil ini menunjukkan
bahwa GCMS dapat mengidentifikasi perbedaan kandungan minyak atsiri
kapulaga merah dan putih serta dapat mengidentifikasi kandungan utama yang
dimiliki kedua kapulaga tersebut.
Tabel 2 Senyawa Khas pada Kapulaga Merah dan Putih
Senyawa Khas pada Kapulaga
Merah
1.
-mirsena
2. trans-sabinena
3. 2-sikloheksena
4. α-bisabolol
5. p-mentha-E-2,8(9)-dien-1-ol
6. Bicyclo[2.2.1]heptan-2-one
7. 3-sikloheksena
8. carvacrol
9. p-isopropilfenol
10. bicyclo[3.1.1]hept-2-ene-2
carboxaldehide
11. champacol
12. trans β–caryophyllene
13. 1,4,7,-cycloundecatriene
14. Bicyclogermacrene
15. Oktadekana
16. Trikosana
17. Pentakosana

Senyawa Khas pada Kapulaga
Putih
1. Sabinena
2. Cis- -terpinena
3. p-menth-2-en-1-ol
4. 2-sikloheksen-1-ol
5. 1,7,7-trimetil-kamfor
6. 3-(1-metiletil)-cumenol
7. 2-metil-5-(1-metiletil)-carvacrol
8. Kamfor
9. 2,2-dietil-2,3-dihidrobenzofuran4,7-dion
10. Deacetyl-coralloidin
11. Heksakosana
12. Heptakosana

10

5

3
1

4

2

6

7

Gambar 5 Spektrogram GC senyawa utama pada minyak atsiri kapulaga merah
(spektrogram hitam) dan kapulaga putih (spektrogram biru)
1) α-pinena; β) -pinena; 3) -terpinena; 4) 1-felandrena; 5) 1.8sineol; 6) -linalol; 7) 1-terpineol

PEMBAHASAN
Isolasi DNA Kapulaga dan Kualitas DNA
Isolasi DNA adalah proses pemisahan molekul DNA dari molekulmolekul lain di inti sel. Tahapan dasar dalam prosedur isolasi DNA terdiri atas
preparasi ekstrak DNA (perusakan dinding sel dan lisis membran sel), purifikasi
DNA, presipitasi DNA, serta pemisahan terhadap protein dan RNA (Santoso
2005). Isolasi DNA diawali dengan penggerusan daun kapulaga setelahnya
ditambahkan bufer ekstraksi. Penggerusan dengan nitrogen cair berguna untuk
memudahkan lisis sel dan menghasilkan gerusan yang halus dan mengurangi
kerusakan DNA dengan menginaktifkan enzim seluler dan bahan kimia
berbahaya. Isolasi DNA kapulaga menggunakan -merkaptoetanol yang berfungsi
untuk mencegah oksidasi yang dapat merusak DNA (Muslim 2009). Bufer
ekstraksi Doyle & Doyle merupakan campuran akuades steril, Tris-HCl, EDTA,
NaCl, dan CTAB 10%. CTAB berfungsi sebagai deterjen kationik untuk
menurunkan tegangan permukaan cairan, melarutkan lipid sehingga membran sel
terdegradasi, dan memisahkan polisakarida dari DNA dengan mengikat DNA
yang bermuatan negatif. EDTA berfungsi untuk menghancurkan sel dengan cara
mengikat ion magnesium sebagai prekursor enzim sehingga enzim menjadi tidak
aktif. Larutan NaCl berfungsi sebagai larutan isotonik yang menjaga tekanan
osmotik sel agar DNA tidak rusak dan larutan tris-HCl berfungsi untuk
memberikan kondisi pH yang optimum (Sambrook 2001).
DNA
dibersihkan
dengan
ekstraksi
menggunakan
larutan
kloroform:isoamilalkohol (CI) dan sentrifugasi untuk menghilangkan pengotor
seperti polisakarida, protein, dan pengotor lainnya (Prahaditya 2013). Pemurnian
DNA dilakukan dengan isopropanol yang dapat mengendapkan DNA sedangkan
kontaminan yang lain tetap larut. Penggunaan Na-asetat pada pemurnian DNA

11
berfungsi untuk membantu memekatkan dan mengendapkan DNA. Pencucian
DNA dengan etanol 70% bertujuan untuk memisahkan senyawa lain yang masih
menempel pada DNA (Surzycki 2000). DNA dilarutkan di dalam MW
(Mollecular Water) karena DNA stabil dalam bentuk larutan (Sambrook 2001).
Sampel DNA teresuspensi tersebut kemudian disimpan pada -20 oC sebagai stok
DNA (Brown 2003; Kumar 2011)..
Metode Doyle & Doyle yang telah dimodifikasi menghasilkan DNA yang
dapat dilihat dari munculnya pita DNA genom pada gel agarosa 1.5%. DNA
genom keseluruhan kapulaga ini memiliki ukuran bobot molekul sekitar 200012000 bp (Gambar 2). Konsentrasi DNA genom yang tinggi diharapkan dapat
menghasilkan intensitas pita yang tinggi. Gambar 2 menunjukkan pita DNA dapat
terlihat dengan jelas namun masih terdapat smear. Hal ini dapat terjadi karena
masih terdapat kontaminan yang belum hilang pada hasil isolasi DNA tanaman
kapulaga. Selain kontaminan, tanaman kapulaga juga mengandung komponen
bioaktif atau metabolit sekunder yang dapat memengaruhi kualitas hasil isolasi
DNA suatu tumbuhan dan sulit dipisahkan dari suatu tanaman (Kheyrodin 2011;
Babu 2012; Prahaditya 2013).
Kuantitas DNA Genom
Kuantitas DNA dapat diukur menggunakan spektrofotometer nanodrop.
Prinsip spektrofotometer ini berdasarkan hukum Lambert-Beer yang menyatakan
bahwa konsentrasi larutan standar berbanding langsung dengan absorbansi cahaya.
Spektrofotometer dapat digunakan untuk uji kuantitatif karena jumlah sinar yang
diserap oleh partikel di dalam larutan juga bergantung pada jenis dan jumlah
partikel (Bintang 2010). Kemurnian DNA dilihat dari perbandingan absorbansi
DNA dengan absorbansi komponen polifenol dan proteinnya (Desjardins 2010).
Perbandingan A260/230 yang baik berkisar antara 1.5-2.1. Perbandingan A280/260
yang baik berkisar antara 1.8-2.0 (Sambrook 2001).
Hasil uji kuantitas DNA menunjukkan bahwa konsentrasi yang didapat
cukup tinggi dan murni dari pengaruh komponen fenolik dan protein. Konsentrasi
DNA merupakan parameter penting dalam uji kuantitatif. Sampel yang dipilih
adalah sampel KP2 dan KM2 karena memiliki konsentrasi DNA dan kemurnian
yang paling baik dibandingkan dengan hasil ulangan lainnya. Konsentrasi DNA
yang dimiliki oleh kapulaga merah dan putih ulangan kedua termasuk dalam
rentang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa komponen selain DNA (pengotor
seperti RNA, protein, komponen fenolik, dan metabolit sekunder) tidak
mengganggu kuantitas DNA kapulaga merah dan DNA kapulaga putih serta tidak
mengganggu proses PCR.
Identifikasi Genetik Kapulaga Merah dan Putih
Analisis perbedaan genetik tanaman kapulaga lokal merah dan putih dapat
dilakukan dengan identifikasi secara molekuler. Salah satu teknik molekuler yang
dapat digunakan adalah metode RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)
(Septimayani 2002). Metode RAPD dikembangkan berdasarkan teknik PCR
(Polymerase Chain Reaction). Metode ini merupakan metode pengujian
polimorfisme DNA berdasarkan pada amplifikasi dari segmen DNA acak
menggunakan primer tunggal yang sekuen nukleotidanya ditentukan secara acak
(Indah 2008). Marka RAPD mampu menghasilkan karakter yang relatif tidak

12
terbatas sehingga sangat membantu dalam analisis keragaman organisme yang
belum diketahui latar belakang genomnya (Suryanto 2003).
DNA genom (sampel) dalam mix reaction akan menjadi cetakan DNA
untuk penempelan primer. Primer secara acak akan menempel pada sekuen DNA
genom yang komplementer sehingga akan diperpanjang oleh taq polimerase dan
teramplifikasi membentuk suatu pola. Proses RAPD-PCR dilakukan pada kondisi
optimum PCR, yaitu memiliki satu siklus awal untuk adaptasi dan 44 siklus
selanjutnya. Adaptasi perlu dilakukan karena DNA berasal dari DNA genom
berbobot molekul yang tinggi untuk memudahkan proses PCR. Faktor lain yang
berpengaruh pada proses amplifikasi adalah panjang primer, komposisi basa
primer, konsentrasi ion Mg2+, suhu hibridisasi, dan jumlah siklus termal (Prana
2003; Suryanto 2003; Prihatin 2013).
Hasil RAPD-PCR mengidentifikasi pita DNA yang muncul dengan variasi
jumlah yang ditunjukkan. Total pita yang muncul pada kapulaga merah lebih
banyak daripada pita yang muncul pada kapulaga putih dengan bobot molekul
yang bervariasi. Kapulaga merah dan putih bersifat polimorfik. Polimorfik dapat
terjadi apabila antara kedua sampel menunjukkan perbedaan fragmen DNA
berupa pita-pita terputus pada hasil elektroforesis antara kapulaga merah dan
putih. Pita-pita yang terputus ini menunjukkan adanya perbedaan lokus pada
kedua kapulaga sehingga dapat menunjukkan perbedaan genetik (Sharma 2008).
Keragaman makhluk hidup dapat terjadi pada tingkat gen.
Keanekaragaman gen dapat terjadi pada satu jenis makhluk hidup sehingga
mengakibatkan variasi antara individu sejenis yang disebabkan oleh pengaruh
gen. Perbedaan gen menyebabkan perbedaan sifat genotip dan fenotip suatu
tanaman, contohnya kapulaga lokal. Kapulaga di Jawa Tengah hanya memiliki
buah berwarna putih, sedangkan buah kapulaga di Jawa Barat berwarna merah
dan putih. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan gen yang menyebabkan
perbedaan fenotip buah kapulaga tersebut (Sanjaya 2002). Perbedaan genetik yang
terjadi pada kedua kapulaga tersebut juga dapat disebabkan oleh faktor
lingkungan. Perbedaan media, cahaya, suhu, kelembapan, dan unsur hara pada
masing-masing daerah tanam dapat menyebabkan perubahan materi genetik yang
mempengaruhi kondisi tanaman tersebut (Weeden 1992 dalam Pharmawati 2009).
Perbedaan genetik yang terjadi antara kapulaga merah dan putih ini
menunjang hasil fenotip kedua kapulaga yang menunjukkan adanya perbedaan
morfologi berupa bentuk dan warna pada buah dan pangkal tanaman kapulaga.
Penelitian ini merupakan penelitian awal dalam melihat perbedaan genetik antara
kapulaga merah dan putih, sehingga belum diteliti lebih lanjut. Penelitian ini
mengacu pada penelitian sebelumnya yang menggunakan tanaman kunyit dan
temulawak dengan primer OPA 11-15 dan menghasilkan pita terbanyak serta
dapat mengidentifikasi tingkat polimorfisme kedua tanaman tersebut (Prihatin
2013).
Isolasi Minyak Atsiri Kapulaga dengan Metode Destilasi Uap
Metabolit sekunder merupakan senyawa yang dihasilkan atau disintesis
hanya dalam jumlah sedikit (tidak terus-menerus) untuk mempertahankan
diri dari habitatnya dan tidak berperan penting dalam proses pertumbuhan serta
perkembangan (Suryadinata 2008). Senyawa metabolit sekunder dapat digunakan
untuk melindungi tanaman dari stres lingkungan, sebagai zat pengatur tumbuh

13
untuk bersaing dengan tanaman lain. Senyawa metabolit sekunder tanaman
kapulaga terdapat pada minyak atsirinya (Arniputri 2007).
Metabolit sekunder dapat disintesis melalui jalur asam mevalonat.
Komponen minyak atsiri pada tanaman kapulaga merupakan golongan terpenoid
(turunan isoprena), seperti sineol, terpineol, dan bisabolol. Mekanismenya dimulai
dari pembentukan isoprena yang berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat.
Asam asetat diaktifkan oleh koenzim A lalu berkondensasi menghasilkan asam
asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan berkondensasi dengan asetil koenzim A
menghasilkan rantai karbon bercabang. Isoprena yang terbentuk kemudian dapat
bergabung membentuk mono-, di-, dan politerpenoid (Lenny 2006).
Minyak atsiri suatu tanaman mempunyai komponen kimia tertentu yang
prinsipnya akan memberi aktivitas spesifik bagi tanaman tersebut (Mulyani 2009).
Minyak atsiri mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, serta
berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya (Mutaqin 2013). Minyak
atsiri larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Komponen kimia
minyak atsiri yang terdapat pada tanaman dapat dipengaruhi oleh jenis tanaman
dan lingkungan tempat tumbuh, dan metode isolasi yang dilakukan (Arniputri
2007; Suryadinata 2008).
Isolasi minyak atsiri buah kapulaga dilakukan dengan metode destilasi uap.
Metode ini mengacu pada penelitian sebelumnya mengenai minyak atsiri buah
kapulaga lokal yang dilakukan oleh Prasetyo 2009. Destilasi atau penyulingan
dengan uap merupakan metode paling sederhana dan tepat yang digunakan untuk
mengambil minyak atsiri dari bahan baku kayu, kulit batang, buah, maupun biji
yang relatif keras. Kelebihan metode ini adalah uap dapat masuk merata ke bahan,
suhu dapat dipertahankan hingga 100oC, lama waktu destilasi relatif lebih singkat,
rendemen minyak lebih besar, dan mutunya lebih baik dibanding dengan minyak
hasil sistem destilasi air (Prasetyo 2009).
Minyak atsiri dari kapulaga lokal putih yang dihasilkan berwarna jernih
kekuningan dengan rendemen sebesar 0.2%, sedangkan minyak atsiri dari
kapulaga lokal merah yang dihasilkan juga berwarna jernih kekuningan dengan
rendemen sebesar 0.28%. Hasil rendemen ini lebih kecil daripada yang dilaporkan
Stahl dan Haris yaitu sebesar 2-8%, lebih kecil dari yang dilaporkan oleh
Fachriyah 2007, yaitu rendemen kapulaga lokal sebesar 1.2%. Hal ini dapat
disebabkan oleh varietas dan tingkat kemasakan pada saat panen. Buah yang
terlalu masak cenderung membelah ketika dikeringkan sehingga minyaknya
mudah menguap, sedangkan buah yang belum masak kandungan minyaknya
rendah (Fachriyah 2007). Selain itu, kulit buah dan biji dari tanaman kapulaga
berpengaruh terhadap pembentukan minyak atsiri kapulaga. Jika kulit dan biji
dipisahkan dari buahnya akan memengaruhi hasil rendemen minyak atsiri
kapulaga sehingga hasilnya akan berkurang (Fachriyah 2007; Prasetyo 2009).
Kandungan Minyak Atsiri Kapulaga dengan FTIR
Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy) merupakan
suatu metode analisis yang digunakan untuk karakterisasi bahan polimer dan
analisis gugus fungsi dengan cara menentukan dan merekam hasil spektrum residu
dengan serapan energi oleh molekul organik dalam sinar inframerah (Wibowo
2008). FTIR menggunakan monokromator interferometer yang berfungsi untuk
menguraikan radiasi inframerah menjadi komponen-komponen frekuensi. Metode

14
FTIR memiliki keunggulan, yaitu resolusinya tinggi dan dapat digunakan untuk
mengidentifikasi berbagai fase sampel (Ammawath 2010; Kusumastuti 2011).
Metode ini banyak digunakan karena cepat, murah, sederhana dalam
mengidentifikasi gugus fungsional, dan spektrum inframerah yang dihasilkan oleh
suatu senyawa adalah khas (Marwati 2007; Wibowo 2008).
Spektrum FTIR terdeteksi pada daerah antara 400-4000 cm-1 yang
merupakan daerah yang khusus untuk identifikasi gugus fungsional (Mark 1996).
Kapulaga merah dan kapulaga putih memiliki spektrum yang tidak berbeda nyata
dilihat dari spektrumnya. Hal ini menunjukkan bahwa kedua kapulaga memiliki
senyawa utama dengan gugus fungsi yang sama. FTIR merupakan analisis awal
untuk mengetahui perbedaan gugus fungsi kandungan senyawa secara umum,
sehingga walaupun ada senyawa berbeda dengan gugus fungsi yang sama
(isomer), senyawa tersebut tidak dapat dideteksi melalui analisis ini, sehingga
dapat dikatakan bahwa analisis FTIR tidak dapat digunakan untuk membedakan
kandungan senyawa antara kapulaga merah dan putih.
Kandungan Minyak Atsiri Kapulaga dengan Metode GCMS
GCMS (gas chromatography mass spectrometry) merupakan metode
pemisahan senyawa organik yang menggunakan dua metode analisis yaitu
kromatografi gas (GC) untuk menganalisis jumlah senyawa secara kuantitatif dan
spektrometri massa (MS) untuk menganalisis struktur molekul senyawa analat
(Sosialsih 2002; Kopka 2006). Kelebihan penggunaan metode GCMS adalah tidak
memerlukan standar eksternal, dapat digunakan untuk identifikasi senyawa baru,
serta karena sensitivitas dan efisiensi pemisahannya tinggi, GCMS banyak
digunakan untuk menganalisis komponen volatil seperti flavor, minyak esensial,
dan komponen non-volatil (Prasetya 2006).
Hasil GCMS dapat menunjukkan bahwa lebih banyak senyawa yang
teridentifikasi pada kapulaga merah daripada kapulaga putih, sedangkan pada
kapulaga putih terdapat banyak senyawa yang tidak dapat teridentifikasi (persen
kemiripan dengan pustaka senyawa pada program GCMS di bawah 90%). Hal ini
didukung pula oleh bobot minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan buah
kapulaga merah yang lebih besar daripada putih. Penelitian mengenai kapulaga
merah dan putih belum dilakukan sebelumnya sehingga literatur yang diperoleh
hanya kandungan utama kapulaga lokal saja (Fachriyah 2007).
Hasil spektrogram menunjukkan tujuh puncak utama yang muncul pada
kapulaga merah maupun kapulaga putih, yaitu α-pinena, -pinena, -terpinena, 1felandrena, 1.8-sineol, -linalol, dan 1-terpineol. Selain itu, Senyawa yang ada
pada kedua kapulaga adalah α-thujena, -terpinena, trans- -bisabolena, dan bisabolena yang merupakan golongan terpenoid (monoterpena). Monoterpena
merupakan gabungan dari dua isoprena (C5H8). Minyak atsiri yang terkandung
pada kedua kapulaga merupakan senyawa khas yang disintesis melalui jalur asam
mevalonat karena sebagian besar menghasilkan metabolit sekunder golongan
terpenoid (Lenny 2006). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Fachriyah 2007
mengenai komponen minyak atsiri kapulaga lokal yang terdeteksi adalah
sebanyak lima puncak pada proses GCMS yaitu α-pinena, -pinena, p-simena,
1,8-sineol, dan 1-terpineol yang termasuk ke dalam golongan monoterpena.
Perbedaan kandungan antara kapulaga merah dan putih dilihat dari hasil
GCMS. Kapulaga merah memiliki 17 senyawa yang tidak teridentifikasi pada

15
kapulaga putih, sedangkan kapulaga putih memiliki 12 senyawa yang tidak
teridentifikasi pada kapulaga merah. Senyawa khas pada kapulaga merah tersebut
sebagian besar merupakan golongan monoterpena, seperti -mirsena, transsabinena, carvacrol, dan p-isopropilfenol, serta golongan seskuiterpena, seperti αbisabolol, bicyclogermacrene, dan trans- β-caryopyllene yang terbentuk dari tiga
isoprena. Kapulaga putih mengandung senyawa khas dari golongan monoterpena,
seperti sabinena, cis- -terpinena, kamfor, dan 2-metil-5-(1-metiletil)-carvacrol.
Kandungan senyawa monoterpena seperti carvacrol dapat digunakan untuk
antibakteri, melancarkan pencernaan, mencegah adanya gangguan pernafasan, dan
mencegah kanker prostat (Kristiani 2008; Warsinah 2011). Fungsi sesquiterpena
seperti bicyclogermacrene dapat digunakan sebagai antifungi dan obat untuk
menurunkan ketegangan syaraf (Lenny 2006; Kristiani 2008; Warsinah 2011).
Perbedaan kandungan senyawa yang diidentifikasi antara kapulaga merah
dan putih sebagian besar terlihat dari perbedaan bentuknya (isomer). Perbedaan
kandungan senyawa dapat terjadi karena adanya perbedaan genetik yang
terkandung pada kedua kapulaga. Setiap tanaman memiliki gen-gen khas yang
dapat menyandi protein tertentu sehingga menghasilkan senyawa metabolit
sekunder yang khas. Metabolit sekunder dihasilkan pada saat terbatasnya zat gizi
dalam media pertumbuhan (Sosialsih 2002). Zat gizi yang terbatas menyebabkan
terakumulasinya induser enzim metabolit sekunder sehingga terlepasnya gen-gen
tertentu untuk menyintesis metabolit sekunder. Metabolit sekunder bersifat
spesifik pada tiap organisme karena dapat merangsang aktivitas enzim tertentu
yang terlibat dalam jalur biosintesis sehingga dapat meningkatkan produksi
metabolit tersebut. Metabolit sekunder mempunyai gen yang memiliki kode
berbeda-beda (Lenny 2006).
Perbedaan fenotip yang terlihat dari kapulaga merah dan putih menunjukkan
adanya perbedaan gen sehingga yang terlihat adanya perbedaan warna. Perbedaan
genetik yang dilihat dari hasil amplifikasi DNA kedua kapulaga tersebut
memengaruhi kandungan metabolit sekundernya. Perbedaan susunan gen atau
adanya mutasi gen menyebabkan perbedaan protein yang disintesis sehingga
menghasilkan kandungan metabolit yang berbeda-beda. Perbedaan kandungan
senyawa metabolit sekunder pada kedua kapulaga juga dapat dipengaruhi oleh
faktor fisik (suhu, cahaya, dan kelembaban) serta faktor stres lingkungan (logam
berat dan sinar UV) (Warsinah 2011).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Perbedaan genetik pada kapulaga merah dan putih dapat diidentifikasi
melalui proses RAPD-PCR menggunakan primer OPA 11-15 yang menunjukkan
polimorfisme antara kedua kapulaga sehingga terlihat perbedaan keduanya secara
genetik. Analisis gugus fungsi dengan metode FTIR tidak dapat mengidentifikasi
perbedaan kandungan senyawa yang ada pada kapulaga merah dan putih.
Kandungan minyak atsiri pada tanaman kapulaga merah dan putih dapat
diidentifikasi dengan analisis GCMS. Kandungan minyak atsiri kapulaga merah

16
lebih banyak daripada kapulaga putih. Hal ini didukung oleh bobot minyak atsiri
kapulaga merah yang lebih besar daripada kapulaga putih. Kandungan senyawa
minyak atsiri utama yang terdapat pada kedua kapulaga, yaitu α-pinena, -pinena,
-terpinena, 1-phelandrena, 1.8-sineol, -linalol, dan 1-terpineol. Perbedaan kedua
kapulaga ini dapat dilihat dari senyawa khas yang dimiliki masing-masing
kapulaga. Kapulaga merah memiliki 17 senyawa khas yang tidak dimiliki oleh
kapulaga putih, sedangkan kapulaga putih memiliki 12 senyawa khas yang tidak
dimiliki oleh kapulaga merah. Penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan
genetik tanaman kapulaga merah dan putih sejalan dengan perbedaan kandungan
senyawa minyak atsirinya.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi perbedaan
genetik antara kedua kapulaga dengan cara mengidentifikasi gen yang muncul
menggunakan metode PCR lainnya, seperti SSR. Penelitian mengenai aktivitas
tanaman kapulaga merah dan putih juga perlu dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
Agusta A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropik Indonesia. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
Ammawath, Wanna, Yaakob. 2010. A rapid method for determination of
commercial -carotene in RBD palm olein by Fourier Transform Infrared
Spectroscopy. J Food Ag-Ind. 3 (04): 443-452.
Arniputri RB, Amalia TS, Muji R. 2007. Identifikasi komponen utama minyak
atsiri temu kunci (Kaemferia pandurata Roxb.) pada ketinggian tempat yang
berbeda. J Biodiversitas. 8 (2): 135-137.
Babu KN, Jayakumar VN, Divakaran M, Venugopal MN, Sudarsh MR,
Radhakrishnan VV, Backiyarani S, Narayanaswami M, Peter KV,
Parthasarathy VA. 2012. Genetic diversity and phylogenetic relationship
among small cardamom (Elettaria cardamomum Maton.) cultivars and
related genera using DNA markers. J Mol Bio. 1 (1): 47-56.
Bintang M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga.
Brown TA. 2003. Pengantar Kloning Gen. Muhammad SA, penerjemah.
Yogyakarta: Yayasan Essentia Medika. Terjemahan dari: Gene Cloning an
Introduction.
Desjardins P, Conklin D. 2010. NanoDrop microvolume quantitation of nucleic
acids. JOVE. 45: e2585.
Doyle JJ, Doyle JL. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus. 12 (1):
871-877.
Fachriyah E, Sumardi. 2007. Identifikasi minyak atsiri biji kapulaga (Amomum
cardamom

Dokumen yang terkait

Pengaruh Tingkat Kesegaran dan Ukuran Bahan Serta Lama Penyulingan Terhadap Mutu dan Rendemen Minyak Kapulaga Lokal (Amomum cardamomum Willd.)

3 31 316

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL BIJI KAPULAGA (Amomum cardamomum Auct non L) Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Biji Kapulaga (Amomum Cardamomum Auct Non L) Terhadap Waktu Renang Mencit Putih Jantan Galur Swiss Dan Profil Kromatografi Lapis Tipis.

5 10 11

Minyak Atsiri dari Bawang Putih

0 0 2

Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Minyak Atsiri Buah Kapulaga (Amomum Cardamomum L.) dari Boyolali dan Jember - Ubaya Repository

0 0 1

Efektifitas Bahan Kumur Berbasis Minyak Atsiri Buah Kapulaga (Amomum cardamomum L) Terhadap Penurunan Gas Volatile Sulfur Compound (VSC) Pada Subjek Halitosis

2 11 23

Efektifitas Bahan Kumur Berbasis Minyak Atsiri Buah Kapulaga (Amomum cardamomum L) Terhadap Penurunan Gas Volatile Sulfur Compound (VSC) Pada Subjek Halitosis

0 0 4

Efektifitas Bahan Kumur Berbasis Minyak Atsiri Buah Kapulaga (Amomum cardamomum L) Terhadap Penurunan Gas Volatile Sulfur Compound (VSC) Pada Subjek Halitosis

1 3 10

Efektifitas Bahan Kumur Berbasis Minyak Atsiri Buah Kapulaga (Amomum cardamomum L) Terhadap Penurunan Gas Volatile Sulfur Compound (VSC) Pada Subjek Halitosis

1 3 33

Efektifitas Bahan Kumur Berbasis Minyak Atsiri Buah Kapulaga (Amomum cardamomum L) Terhadap Penurunan Gas Volatile Sulfur Compound (VSC) Pada Subjek Halitosis

0 1 7

Efektifitas Bahan Kumur Berbasis Minyak Atsiri Buah Kapulaga (Amomum cardamomum L) Terhadap Penurunan Gas Volatile Sulfur Compound (VSC) Pada Subjek Halitosis

0 0 50