Studi Kultur Kalus Tanaman Pegagan (Centella miatica L ) Untuk Menghasilkan Senyawa Asiatikosida

STUD1 KULTUR KALUS TANAMAN PEGAGAN
(CentellaAsiatico L)UNTUK MENGHASILKAN
SENYAWA ASIATIKOSIDA

RASMITA ADELINA HARAHAP

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMAS1
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Kultur Kalus Tanaman
Pegagan (Centella asiatica L.) Untuk Menghasillcan Senyawa Asiatikosida adalah
karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Rasmita Adelina Harahap


NIM PO3500020

ABSTRAK

RASMITA ADELINA HARAHAP. Studi Kultur Kalus Tanaman Pegagan (Centella
asiatica L.) Untuk menghasilkan Senyawa Asiatikosida Dibimbing oleh AGUS
PURWITO dan IKA MARISKA.
Herba Pegagan (Centella asiatica L.) merupakan salah satu komponen
rarnuan jamu yang sering digunakan dalam pengobatan tradisional, dengan beberapa
khasiat utamanya adalah sebagai obat anti radang, peluruh air kemih,mempercepat
penyembuhan luka, anti hipertensi, tonika, perdarahan tepi, lepra, tuberkulosis dan
obat jerawat. Disarnping itu saat ini, ekstrak herba pegagan telah digunakan sebagai
~
bentuk tablet, krim dan serbuk
obat modem dengan nama paten ~ a d e c a s s o ldalam
tabur. Adapun indikasi yang disertakan adalah untuk mencegah terjadinya keloid
dan mempercepat penyembuhan luka
Senyawa metabolisme sekunder yang terdapat pada tanarnan pegagan
(Centella asiatica L.) antara lain asiatikosida,asarn asiatikat dan madekosida.

Senyawa - senyawa tersebut tennasuk ke dalam golongan senyawa triterpen
pentasiklik dalam bentuk bebas maupun glikosida.
Salah satu metode kultur jaringan untuk menghasilkan senyawa metabolisme
sekunder adalah dengan kultur kalus. Telah dilakukan penelitian studi kdtur kalus
tanman pegagan (Centella asiatica L.) untul; menghasilkan senyawa asiatikosida.
Bahan tanaman yang digunakan untuk kultur kalus adalah daun dan tangkai daun
steril yang berasal dari kultur in vitro tanarnan pegagan berumur sekitar 6 bulan.
Komposisi media yang digunakan adalah media dasar MS (Murashige dan Skoog,
1962) yang sudah dirnodifikasi. Untuk inisiasi dan perturnbuhan serta perkembangan
kalus, kombinasi perlakuan yang digunakan adalah sitokinin BA dan kinetin ( 0.5
mgA, dan 1.0 m a ) dengan auksin 2,4 D (0.0, 1.0, 3.0, clan 5.0 mgA). Untuk
mengetahui jurnlah kadar senyawa asiatikosida yang terdapat pada kalus, diperoleh
melalui analisis KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) terhadap kalus yang telah
melalui proses pengeringan. Pengamatan terhadap kalus, dilakukan pada umur 8 dan
16 rninggu setelah tanam terhadap peubah yaitu berat basah dan kering kalus, warna
dan tekstur kalus yang terbentuk.
Rata - rata tertinggi berat basah kalus yang berasal dari daun pada umur 8 dan
16 mst adalah 0.908 g dan 3.248 g yang diperoleh pada kombinasi perlakuan BA 1.0
mgA + 2,4 D 0.0 mgA dan 1.024 g dan 4.599 g pada kalus yang berasal dari tangkai
daun, pada kombinasi perlakuan kinetin 1.0 mgA + 2,4 D 0.0 mgA.

Rata - rata tertinggi berat kering kalus yang berasal dari daun dan tang kai
ria* 0.221 g dan 0.193 g yang diperoleh pada kombinasi perlakuan yang sama
seperti rata - rata berat basah sebelurnnya Berdasarkan hasil analisis KCKT
diperoleh bahwa kadar senyawa asiatikosida tertinggi adalah 0.062 % berat kering
pada kalus yang berasal dari daun yang diperoleh pada perlakuan BA 1.0 mg/l+2,4 D
0.0 mgA. S-gkan
pada kalus yang b e d dari tangkai daun kadar senyawa
asiatikosida tertinggi adalah 0.079 % berat kering yang diperoleh pada perlakuan
kinetin 1.0 mgA + 2,4 D 0.0 mgll.
Kata Kunci :Pegagan, Centella asiatica L., kultur kalus, metabolisme sekunder, asiatikosida

ABSTRACT
RASMITA ADELINA HARAHAP.Study of callus cultures of pegagan (Centella
Asiatica L.) to production asiaticoside. Under the direction of AGUS PURWITO
and IKA MARISKA.
Pegagan ( Centella asiatica L.) herbs is one of medicinal herbs component
which is often used in traditional treatments, especially as anti inflammation,
diuretics, tonic, and hypertension, pheri very bleeding, leprosy, tuberculoses,
quickening wound healing and acne healing. Namely h4adecassolR which is
consist of Centella asiatica extract used in modem treatmen for preventing

khelloid forming and quickening wound healing in dosage form as bblet, spread
powder and cream. The drugs contain of Centella asiatica are asiaticoside,
Asiatic acid and madecassac acid.
The of Object of of this experiment was to study the possibility of
production of asiaticosida by callus cultures of Centella asiatica L. Explant used
was leaf and petiole of sterile obtained fiom in vitro cultivation which old about
6 month. The basal medium used was MS (Murashige and Skoog). Treatment
growth regulation combinations was sitokinin BA and kinetin (0.5 mg/l, 1.0 mg/l)
with auxin 2,4 D ( 0.0, 1.0, 3.0, 5.0 mg/l)Asiaticoside produced by callus were
analyzed quantitatively using HPLC method.
The result showed that highest mean of wet weight of callus by leaf
explant (8 and 16 weeks after cutivating was 0.908 g and 3.248 g(BA 1.0 mg/l +
2.4 D 0.0 mg/l) and 1.024 g and 4.599 g (Kinetin 1.0 mg/l + 2,4D 0.0 mg/l)of
callus by petiole explant.. The dry weight of highest mean of callus obtained at
same treatment and like at wet weight highest mean of callus that is 0.221 g ( BA
1.0 g/lrn+2.4D0.0 d m ) and 0.193 g ( Kinetin 1.0 mg/l + 2,4D 0.0 mg/l). The
result of analysis of HPLC indicate that callus existence of compound
asiaticoside, the callus from leaf explant ( BA 1.0 mg/l + 2,4D 0.0 mg/l)
asiaticoside compoud contents was 0.062 % per weight of sample callus. While at
callus from petiole (Kinetin 1.0 mg/l + 2,4D 0.0 mg/l) asiaticoside compound

contents was 0.079 % per weight of sample callus.
Key words :Centella asiatica L., callus cultures, metabolites secondary,asiaticoside.

W2olo/W*

t,ht~&,gasuap 4ysC~a(uy
*d~ * t w a ,
uvjvy vhynryas n m u e g a s 3 o k u m u w 3n3.wz
t , d u s r ) ~ ~ g c a d uty
u ~ u~ r n 6 hu u ~
uty q n a m

ea)

SOQZ '

.

rn


!&npml!p ad!a
m 'cfeqare~
~
eugapy m!wsq >~![!w
a d p~ B H
@

~

,

Kupersembahka? karya ini untuk orang- orang
yang senantiasa memberiku kebahagiaan
dengan penuh lieikhlasan dan kasih sayang,
teruntuk suarniku & kedua anakku tercinta,
kedua orang tuaku dan k e 4 kakakku tersayang.

STUD1 KULTUR KALUS TANAMAN PEGAGAN
(CentellaAsiatica L)UNTUK MENGHASILKAN SENYAWA
ASIATIKOSIDA


RASMITA ADELINA HARAHAP

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magisier Sains pada
Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

Judul Tesis

: Studi Kultur Kalus Tanaman Pegagan (Centella miatica L.)

Nama
NIM


:Rasmita Adelina Harahap
:PO3500020

Untuk Menghasilkan Senyawa Asiatikosida

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ika Mariska. APU
Anggota

Ketua

Diketahui
Ketua Program Studi Agronomi

Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S.

Tanggal Ujian : 4 Pebruari 2005


Dekan Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. 1r1syafrida Manuwoto, M.Sc.

Tanggal LU~US
: )

1 FE?

PRAKATA
Syukur Alharndulillah yang tiada terhingga penulis panjatkan ke hadirat
Allah SWT atas berkat Rahmat dan Hidayah-Nya

sehingga penulis dapat

menyelesaikan dan menuliskan hasil penelitian hi. Pembuatan tesis sebagai hasil

dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis hi, merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar magister sains pada sekolah


pascasarjana Institut

Pertanian Bogor. Tesis ini berjudul " Studi Kultur Kalus Tanaman Pegagan
(CenteUa asiatica L)tJntuk Menghasilkan Senyawa Asiatikosida

".

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan penghargaan yang talc temilai
dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dr . Ika Mariska yang telah memberikan kesempatan dan tempat
kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini, atas bimbingan dan

sarannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini
2. Bapak Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. atas birnbingan dan sarannya sehiilgga
penulis dapat menyelesaikan tesis ini

3. Ibu Prof Dr. Ir. Syafiida Manuwoto, MSc. sebagai Direktur Sekolah
Pasca sarjana Institut Pertanian Bogor

4. Ibu Dr. Ir. Satrias Ilyas, MSc. sebagai ketua Program Studi Agronomi

5. Suami dan ke - 2 anakku tercinta yang senantiasa memberikan domngan
baik moril maupun materi dan selalu mengiringiku dengan doanya

6. Ibu dan Bapak serta ke-4 kakakku tercinta ,yang telah membimbingku dan
senantiasa memberikan domngan moril dan materil

7. Mbak Ireng Darwati atas persaudaraan, bantuan dan kerjasamanya selama

8. Abang Ahmad Riduan dan keluarga serta semua pihak yang telah banyak
mernbantu penulis dalam pelaksanaan dan penulisan hasil penelitian ini
Penulis berharap mudah-mudahan amal kebaikan bapak maupun ibu di
terima di sisi Allah SWT dan mendapat imbalan yang setimpal di hari akhir
nanti . Amin.
Bogor, Pebruari 2005
Rasmita Adelina Harahap

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padangsidirnpuan pada tanggal 30 Desember 1971
dari ayah Drs. H. Syarnsul Bachri Harahap dan ibu Hj. Deliana Hararahap, BA.
Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudam

Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Padangsidirnpuan dan pada
tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB.

Penulis memilih program studi Agronomi, jurusan Budidaya

Pertanian, Fakultas Pertanian. Penulis menyelesaikan pendidikan S1 pada tahun
1995 dan

sejak

tahun 1996 penulis aktif sebagai staf pengajar Jurusan

Hortikultura, Pesantren Pertanian Politeknik Darul Fallah Ciarnpea, Bogor.
Penulis melanjutkan pendidikan S2 pada tahun 2000 dan diterima pada
program studi Agronomi, Sekolah Pascasajana Institut Pertanian Bogor.

DAFTAR TABEL...............................................................................

vi

DAFTAR GAMBAR...........................................................................vii

...

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................v111
PENDAHULUAN
Latar Belakang............................................................................ 1
Tujuan Penelitian......................................................................... 3
Hipotesis ..................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Pegagan (Centella miaticu L.). ............................................. 4
Senyawa Metabolisme Sekunder .....................................................5
Produksi Semyawa Metabolit Sekunder Melalui
Teknik Kultur Jaringan................................................................... 7
Analisis Kandungan Semyawa Metabolit Sekunder ..............................-10
BAHAN DAN METODE
Tempat dm Wa!.! Penelitian........................................................13
Bahan dan Alat Penelitian............................................................. 13
Metode Penelitian ...................................................................... 13
Pelaksanaan Penelitian ................................................................ 14
Pengamatan ............................................................................ -16
HASL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 17
Berat Basah clan Kering Kalus......................................................-17
Waktu Muncul Kalus................................................................... 23
Warna Kzlus...........................................................................-25
Tekstur Kalus........................................................................... 26
Analisis Kadar Senyawa Asiatikosida..............................................28
SIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................33

Halaman
1

Kandungan Saponin Tanaman Pegagan (Centella asiatica L.. ...............5

2 Rekapituiasi Hasil Anaiisis Statistika Terhadap Bent Basah dan
Kering Kalus Tanarnan ~k
(centella asiatica L.). ....................-18
3 Pengaruh Perlakuan 2,4D dan Sitokinin (BA dan Kinetin)

Terhadap Berat Basah Kalus Pegagan (Centellaasiatica L.) yang
Berasal dari Daun pada Umur 8 mst. ............................................19
4 Pengaruh Perlakuan 2,4D dan Sitokinin (BA dan Kinetin) Terhadap
Berat Basah Kalus Pegagan (Centella asiatica L.) dari Daun
pada Umur 16 mst.. ..............................................................19
5

Pengaruh Perlakuan 2,4D dan Sitokinin (BA dan Kinetin) Terhadap
Berat Basah Kalus Pegagan (Centella asiatica L.) yang Berasal

dari Tangkai D m yada Umur 8 mst. ...........................................2 1
6 Pengaruh Perlakuan 2,4D dan Sitokinin (BA dan Kinetin)

Tsrhadap Berat Basah Kalus Pegagan (Centellaasiatica L.) yang
Berasai dari Tangkai Daun pada Umur 16 mst.. ..............................2 1
7 Pengaruh Periakuan 2,4D dan Sitokinin (BA dan Kinetin) Terhadap
Berat Kering Kalus Pegagan (Centella asiatica L.) dari Daun
~
24
padaUmur 16 m s .................................................................
8 Pengaruh Perlakuan 2,4D dan Sitokinin (BA dan Kinetin) Terhadap

Berat Kering Kalus Pegagan (Centellaasiatica L.) yang
Berasal dari Tangkai Daun pada Umur 16 mst.. .............................24
9 Warna dan Tekstur Kalus Pegagan (Centella asiatica L.) yang

Berasal Daun pada Umur 8 dan 16 mst ..........................................27
10 Warna dan Tekstur Kalus Pegagan (Centella asiatica L.) yang

Berasal Tangkai Daun pada Umur 8 dan 16 mst.. .............................28
1 1 Persentas: Kadar Senyawa Asiatikosida pada Kalus Kering

Pegagan ( Centella asiatica L.) dengan Analisis Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT). .....................................................3 1

-

,

DAFTAR GAMBAR
Halaman

1 Rurnus Bangun Senyawa Asiatikosida.. ..........................................6
2 Bagan Peralatan Kromatografi Cair Kinej a Tinggi (KCKT). ................12
3 Diagram Batang Rata- rata Berat Basah Kalus Pegagan

(Centella usiatica L.) yang Berasal dari Daun pada Umur 8 dan 16 mst...20
4 Diagram Batang Wrata Berat Basah Kalus Pegagan (Centella
usiatica L.) yang Berasal dari Tangkai Daun pada Umur 8 dan 16 rnst.. .-22

5 Diagram Batang Rata- rata Berat Kering Kalus Pegagan (Centella
miatica L.) yang Berasal dari Daun pada Umur 16 rnst.. ...................23
6 Wama dan Tckstur Kalus pada Umur 8 rnst ............................. ......25
7 Diagram Batang Rata- rata Berat Kering Kalus Pegagan (Centella

usiatica L.) yang Berasal dari Tangkai Daun pada Umur 16 mst.. .........26

.

8 Wama dan Tekshw Kalus pada Umur 16 mst.. ...... ........................-29

Halaman
1 Komposisi Larutan Stck Untuk Media Murashige clan Skoog

(1 962) Yang Telah Dimodifikasi.. ............................................. .37

2 Jalur Biosintesis Senyawa Asiatikosida.. ......................................38

3 HasilAnalisisSidikRagam

......................................................39

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Dewasa ini potensi bahan alami yang banyak tersirnpan dalam sumber
daya alam hayati Indonesia yang beraneka ragam semakia digalakkan oleh
t

pemerintah dan instansi - instansi yang terkait dengan bidang ini. Banyak negara
maju yang tertarik dengan bahan alami, karena lebih behasid, aman dan murah
dibandingkan dengan bahan sintesis. Hal ini semakin mend-

para pengusaha

dalam negeri untuk memproduksi dan memanfaatkan bahan - bahan alami pada
tanaman y n g terdiri dari senyawa metabolit sekunder serta mempunyai peranan
penting, terutarna bagi industri h a s i , wangi
(Emawati, 1992).

- wangian dan food additive

Salah satu tanaman potensial yang meagandung senyawa

metabolisme sekunder dan banyak dimanfaatkan sebagai obat, utamanya daiam

ramuan jamu dalam rangka pengobatan secara tradisional yaitu tanaman herba
pegagan (Centella miatica L) .
Menurut Soegihardjo dan Koensoemardiyah (1995), herba pegagan
dikenal dengan nama rurnput kaki kuda atau "antanan" banyak terdapat di
Indonesia dan sangat banyak digunakan untuk rarnuan obat maupun jamu.
Tanaman ini berguna untuk menyembuhkan luka bakar, kusta, sebagai analgesik,

anti

- inflammatory, antiseptik, menstirnulasi peredaran darah, mempengaruhi

keseirnbangan jaringan, diuretik, meningkatkan daya ingat dan memulihkan
kembali bekas luka (Soeharso

4 , 1992).

Selain itu tanaman ini juga

bermanfaat untuk meningkatkan ketahanan dan energi, anti stress ringan,
menstirnulasi perhunbuhan kuku dan akar rarnbut, menyembuhkan penyakit
kolera, tonik untuk bronchitis, menyembuhkan asma dan gangguan ginjal (Arnsar,
2001 ; Pharmacist, 2001). Akhir

- akhir ini ekstrak herba pegagan (Centella

miatica L.) telah digunakan sebagai obat modem dengan nama paten
~ a d e c a s s o l yang
~ , terdapat dalam bentuk tablet, krim dan serbuk tabur. Sebagai
ipdikasi tarnbahan, yang disertakan dalam kemiwn ekstrak herba pegagan ini
adalah untuk mencegah terjadinya keloid dan mempercepat proses penyembuhan
luka ( Soegihardjo dan Koensoemardiyah, 1995).
t 4 ( 1992 ), kandungan zat aktif tanaman pegagan
Menurut Widowati g

berupa asiatikosida, medekasosida, asam asiatat, asam medekasat dan suatu

alkaloid. Asiatikosida merupakan glikosida triterpen turunan alfh amarin dengan

molekul gula, yang terdiri dari hamnosa dan dua glukosa Aglikon triterpennya
disebut asam asiatikat yang mempunyai gugus alkohol primer, glikol dan sebuah
karboksilat teresterifikasi dengan gula (Vickery dan Vickery,l981 ; Pramono,
1992)

.

Hasil penelitian

Santa dan Prajogo (1992) menyatakan bahwa

kandungan kimia yang khas dari tanaman pegagan adalah asiatikosida, setelosida
dan vallerin.

Berdasarkan hasil penelitian penggunaan herba pegagan sudah

cukup dikenal luas yaitu kurang lebih dalam 40 macam penggunaan, baik dalam
ramuan maupun penggunaan secara tunggal (Soehatso g
t 4,1992).
Tanaman pegagan untuk industri sebagian besar berasal dari alam yang
tumbuh secara liar sebagai gulma

. Sehingga mutu bahan aktif yang diperoleh

sangat bervariasi. Kondisi yang sangat bervariasi h i sangat berpengaruh tehadap
besarnya biaya yang dikeluarkan untuk proses pemisahan bahan aktifhya,
sementara itu jumlah kandungan bahan aktifhya belum dapat dipastikan
(Rahardjo @ & 1999) .
Pemanfaatan teknik kultur jaringan tanarnan dengan kultur kalus adalah
salah satu cara untuk menghasilkan senyawa metabolisme sekunder (George dan
Sherrington, 1984) . Beberapa keuntungan pemanfaatan teknik kultur jariangan
dalam produksi senyawa metabolit sekunder dibandingkan dengan cara
konvensional adalah (1) menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang lebih
konsisten dan dalam waktu lebih singkat (2) faktor lingkungan dapat diatur dan
dikendalikan sehingga tidak akan dipengaruhi oleh iklim,hama dan penyakit,
musim dan faktor lainnya (3) biasanya mutu dari senyawa metabolit sekunder
yang diproduksi lebih bai dan sistem produksinya dapat diatur (Emawati, 1992).
Pengaruh zat pengatur tumbuh dalam pembentukan kalus sudah banyak
d i b u k t i oleh hasil-hasil penelitian dan pengaruh h i juga terbukti pada produksi
metabolit sekunder. Menurut Ladd

(1992) kadar alkaloid tertinggi diperoleh

pada kultur kalus Datura innoxia ysmg ditumbuhkan pada media MS dengan
kombinasi perlakuan 2,4 D lo6 M dan BAP lo-' M. Pada penelitian kultur kalus
Centella miatica L. pertumbuhan kalus tercepat diperoleh pada perlakuan

kombinasi zat pengatur tumbuh 2,4 D dengan BAP dan kinetin (Patra g
t-la 1998)
Berdasarkan hasil penelitian Rani dan Grover (1999) pertumbuhan kalus terbaik

pada tanaman Withania somnifea di~erolehpada medium dengan kombinasi zat
pengatur tumbuh 2,4-D 2 ppm dan kinetin 0-2 ppm.
Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh zat
pengatur tumbuh auksin dan sitokinin terhadap pertumbuhan dan perkembangan
kalus untuk menghasillcan senyawa metabolisme sekunder asiatikosida dari
tanaman pegagan (Centella asiatica L.)
Hipotesis

Pada penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut :
(1)

Zat pengatur turnbuh sitokinin yaitu BA dan kinetin dengan auksin (2,4D)

akan berpengaruh baik terhadap perturnbuhan dan perkembangan ka!us serta
kadar senyawa as:,atikosida dari tanaman pegagan .
(2) Zat pengatur tumbuh BA dengan 2,4D dan kinetin dengan 2,4D pada taraf
konsentrasi tertentu akan berpengaruh baik terhadap peningkatan

pertumbuhan dan perkembangan kalus serta kadar senyawa asiatikosida
dari tanaman pegagan .

(3)

Terdapat interaksi antara zat pengatur tumbuh BA dengan 2,4D dan kinetin
dengan 2,4D yang akan berpengaruh baik terhadap pertumbuhan dan
perkembangan kalus serta kadar senyawa asiatikosida dari tanaman pegagan

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Pegagan ( CenteUa asiiztica L .)

Pegagan (Centella usiatica L .) merupakan tanaman yang dikenal juga
dengan narna rumput kaki kuda atau antanan, tersebar di daerah beriklim tropis
mulai dari dataran rendah sampi dengan &rah dengan ketinggian 2500 m dpl
dan tumbuh subur di tempat - t e m p t terbuka (Backer dan Van Den Brink, 1963).
Pegagan addah tanaman terna tanpa batang, menjalar, pendek tanpa kayu akar.
Di Indonesia tanaman pegagan ban yak ditemukan tumbuh secara liar di pematang,
seloh-selokan yang kering, di sela-sela bebatuan d m di pinggir-pinggir jalan
(Rahadjo g
t 4,1999).
Tanarnan pegagan merupakan tanaman obat yang memiliki kegunaan yang
sangat banyak antara lain untuk revitalisasi tubuh dan otak yang kelelahan karena
kerja keras, obat luka, rematik dan lepra, serta gangguan perut (Agil,

4 , 1992).

Telah dilaporkan juga bahwa asiatikosida untuk pengobatan dapat digunakan
untuk mencegah kerusakan membran sel hepatosit dan mencegah degradasi lemak
karena terbakar, serta meningkatkan aktivitas enzim leusin aminopeptidase yang
behngsi pada regenerasi kulit. Sehingga mengurangi kerusakan kulit akibat luka
bakar (Tsurumi, 1973). Krim yang mengandung ekstrak daun dapat berfkngsi
untuk memperbaharui kulit dan memenuhi kebutuhan pertumbuhan kulit bagi
lansia ( Soegihatdjo dan Koensoemardiyah, 1995).

Varietas tertentu tanaman

pegagan dapat dikonsurnsi sebagai asinan, khususnya di daerah Jawa Barat
(Rahardjo g
t

, 1999). Tanaman pegagan juga pernah dimanfaatkan sebagai

tanaman penutup tanah (cover crop ) pada perkebunan tanaman teh dan karet di
Srilanka walaupun hasilnya tidak terlalu menguntungkan (Zafar dan Naaz, 2001).
Menurut Lawrence (198 l), secara taksonomi klasifikasi tanaman pegagan
(Cenfella usiatica L.) adalah sebagai berikut :
Divisi

: Embryophyta Symphonogarna

Anak divisi : Angiospermae
Kelas

: Dycotyledonae

Anak kelas : Archichlamidae
Ordo

: Umbelliflorae (Apiales)

Famili

: Umbelliferae (Apiaceae)

Genus

: Centella

Spesies

: Centella asiatica L. Urban

Menurut Santa dan Prayogo (1992), untuk dapat membedakan tanarnan
pegagan (Centella asiatica L.) dengan jenis lain yang sering dikonsumsi sebagai
asinan, maka ciriciri khasnya adalah :

-

Tema (heha) ammatik, daun berbentuk ginjal, tangkai dam amat
panjang dan berlubang di bagian tengah. Stolon behuku-buku dan
buah s c h i i i u m .

-

Stolon mempunyai enam berkas pembuluh kolateral bagian floem
lebih luas dari bagian xilem

-

Kandungan kimia yang khas ada!ah asiatikosida, sentelosida dan
vallerin.

Menurut Zafa dan N a z (200 I), beberapa senyawa saponin yang terdapat
pada tanaman pegagan (Centella asiatica L.) adalah senyawa asiatikosida,
madecassoside, centelloside dan lain - lain (Tabel 1).
Tabel 1. Kandungan saponin dari tanarnan pegagan (Centella asitica L.)
(Zafar dan Naaz,200 1)

Senyawa Metabolisme Sekunder
Senyawa metabolisme sekund& disintesis dari banyak

senyawa

metabolisme primer seperti asam amino, asetil koenzim A, asarn mevalonat dan
senyawa antara dari jalur shikimat (Herbert, 1981 ; S t . 1980).

Beberapa

golongan senyawa metabolisme sekunder adalah alkaloid, terpenoid, flavanoid,

fenol, glikosida dan steroid (Herbert, 1981 ; Staba, 1980). Beberapa ha1 penting
yang membedakan senyawa metabolisme sekunder dengan senyawa metabolisme
primer adalah penyebarannya lebih terbatas, terutama terdapat pada tumbuhan
dan mikroorganisme serta memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda untuk tiap
genera, spesies atau strain tertentu (Herbert, 1981).
Menurut Vickery dan Vickery (1981) senyawa metabolit sekunder antara
lain behngsi sebagai pertahanan tubuh bagi tumbuhan dari mikroorganisme dan
hewan, menarik perhatian hewan pollinator dan sebagai hormon pengatur
pertumbuhan. Sedangkan peranan dan h g s i n y a bagi manusia antam lain sebagai
bahan obzit-obatan, wangi-wangian, pemberi rasa dan aroma pada makanan dan
minuman serta bahan untuk pembuatan kosmetika.
Asiatikosida termasuk ke dalam golongan glikosida triterpenoid.
Menurut Vickery dan Vickery (1981) asiatikosida merupakan golongan
triterpenoid turunan dari a -amyrin yang efektif untuk penyembuhan lepm
Adapun rumus kimia asiatikosida adalah C48 H78019 (Maeda g
ta
-l 1994).

OH

CH20H

.

.

Gambar 1. Rumus Bangun Senyawa Asiatikosida.
Telah dilaporkan bahwa kandungan asiatikosida tanaman pegagan
(Centella asiatica L.) di lapang pada kondisi pengairan normal (100 %) adalah
2.93 %.

Sedangkan apabila tanaman tersebut dalam kondisi stres air (50 YO)

maka kandungan asiatikosida meningkat menjadi 3.56 % (Rahardjo a A, 1992).

.

.

Produksi Senyawa Metabolisme Sekunder Melalui Teknik KuItur Jaringan
Tumbuhan tingkat tinggi menghasilkan senyawa metabolisrne sekunder
yang sangat beragam. Senyawa metabolisme sekunder ini walaupun mempunyai
peranan yang kecil dalam proses - proses dasar kehidupan tumbuhan, akan tetapi
selalu berperanan secara ekologis seperti atraktan terhadap polinator dan sebagai
pertahanan secara kimia terhadap mikroorganisme, insektisida dan predator
lainnya ( Bhojwani dan Razdan, 1996).
Menurut Indrayanto (1987 ), banyak dari senyawa kimia alami seperti
antibiotika, alkaloida, steroida, minyak atsiri, resin, fenol dan lain
merupakan metabolit sekunder dari tanaman.

-

lain

Dari suatu penelitian yang

dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa hampir 25 % dari resep - resep
yang beredar ternyata mengandung bahan obat yang merupakan produk metabolit
sekunder dari tanaman misalnya kodein, digoksin, kinin dan sebagainya.
Sebagian besar senyawa - senyawa tersebut diekstrak dari spesies

- spesies

tumbuhan tropis dengan kualitas ketersediaan dan biayanya yang mahal sehingga
menyebabkan pengusahaannya tidak ekonomis.

Struktur senyawanya yang

kompleks juga menyebabkan sintesis secara kimiawi tidak ekonomis.

Oleh

karena itu, telah banyak dilaporkan bahwa biosintesis senyawa metabolit sekunder
dengan menggunakan teknik kultur jaringan menjadi solusi yang terbaik untuk
mengatasi nlasalah

- masalah tersebut dan sudah lama menjadi tujuan yang

berharga ( Emawati, 1992 ).
Menurut Emawati (1992), Faktor - faktor yang mempengaruhi
keberhasilan teknik kultur jaringan dalam rangka produksi senyawa metabolit
sekunder adalah sebagai berikut :
1. Ekspresi sintesis senyawa metabolisme sekunder
2. Asal eksplan, meliputi karakteristik genetik dan fisiologi tanaman.

3. Kondisi - kondisi yang mempengaruhi kultur in virro,seperti pernberian zat

pengatur tumbuh, sumber karbon, ham makro dan mikro, pH media serta fWor
lingkungan meliputi cahaya dan suhu ruang kultur.
Selain faktor

- Mar tersebut, pemberian prekursor dan penggunaan

elisitor dapat meningkatkan kemampuan kultur sel tanaman untuk memproduksi
metabolit sekunder (Bhojwani dan Razdan, 1996).

Menurut George dan Sherrington (1984), kultur kalus selain dpat
digunakan untuk teknik perbanyakan tznarnan, juga merupakan salah satu cara
untuk mempeduksi senyawa metabolit sekunder. Kalus me~pzIkanmassa sel
yang belum berdiferensiasi atau belum teroganisir, biasanya terbentuk di &tar
luka atau akibat kerja hormon auksin dan sitokinin. Adapun sel - sel yang
membentuk kalus adalah berupa kumpulan sel - sel parenkim (Pierik, 1987).
Terdapat dua teknik yang sering digunakan untuk produksi senyawa
metabolit sekunder secara in v i m yaitu kultur kalus dan kultur suspensi sel,
disamping teknik yang lain seperti kultur organ berupa kultur akar. Inisiasi kalus
oleh bahan tanaman dalam media nutrisi dan kultur sesudahnya (setelah melalui
sub kultur ) akan menunjukkan adanya hubungan antara cytodiferensiasi dan
produksi senyawa metabolit sekunder. Sebagaimana kalus yang berkembang
terus menerus, maka sel - sel parenkim akan tebentuk kembali dan bersama sarna dengan kalus akan memproduksi senyawa metabolit sekunder melalui
sintesis dan akumulasi. Kegiatan sub kultur kalus pada media yang baru atau
media cair yang dapat juga disertai dengan pembentukan kultur suspensi sel akan
&pat mempercepat proses tersebut (Young Soh dan Bhojwani, 1996).
Menurut Narayanaswamy (1994), pertumbuhan dan perkembangan yang
terjadi pada kalus, juga mengikuti k u ~ apertumbuhan dan perkembangan sel
secara umum yang berbentuk kuma sigrnoid, yang terdiri dari yaitu : fase lag,fase
eksponensial, fase stasioner dan fase senescens. Ada empat pola hubungan antara
kurva sigmoid pertumbuhan dan perkembangan kalus dengan p d u k s i metabolit
sekunder, yaitu :
1. Produksi metabolit sekunder terjadi pada akhir fase lag.

2. Produksi metabolit sekunder terjadi pada fase pertumbuhan cepat (fase
eksponensial).

3. Produksi metabolit sekunder terjadi pada fase stasioner
4. Prduksi metabolit sekunder terjadi sejalan dengan pola perturnbuhan

dan perkembangan kalus,
Berdasarkan hasil penelitian Prihastanti

g
l (2001), diperoleh bahwa

senyawa asiatikosida tidak ditemukan pada kultur suspensi sel daun pegagan

auanq qa[O 'Japuqas )!loqalam a ~ a L u a s! q n p o ~ dutqunmuaur tmp !dmai '[as
!saraj!lcxld uap !se!sua.~aj!pap !selnur!isuaur uaytz ap'z !wadas u!qna !sar)uasuoy

j8.w w ~ ) ~ % u ! u aurnum
d
tmmg

- u a % u y [ ~ w lyqf q a i uralap Japuqas i!Ioqmaur

amaLuas ~ s y n p dw a s [as !se!sua~a$p uap uaqnqurwad dapqiai qm%ua&aq
t
r
p
m mp ! ~ ~ [ o q a
ynqurrq m l a u a d mz aMvq uaywaLuaur '(9661) u

.upau!y ua%uap ~@u!puaq!p j!qaja q!qaI d v g maLruai snsey daraqaq aped

ma uap u ! i a q u n d n a l a ~

u n m u 'snpq !qnpu!%uaur !s%uy~aqa m - e m

-1apunyas i![oqmaur a ~ a L u a suay[!seq%uau~w u n snlay mqny mltlp usytzu&!p
urnurn Vpns v l a p
qa10

qua[ u!u!yoi!s

uap W N

qua[ u!qn8

n)!

auanq

-1apunyas )goqmaur a ~ a L u a sedaraqaq s!saiu!s iaqm@uaur p d q urqna

ue%uolo%qnqww ~ m a u a d@z a-aq

!&a,

ueye s n ~ queqnqmwad

utrp

!=!s!u! =lap m u m d a q urqna '(8861) m ~ a u n f ) uap ( ~ 8 6 1 )yua!d ) m u a m
-1apunyas aurs!loqmaur a ~ d u a s!synpo~d m j a p s n I q ~ w uaI!seLCIaqay
~ q
wuauad !a%aqas%u!~uadJOWJ WE VIE uaytzdruaur q n q m m)a%uad~ I Q
(2661 ' iii 8 t a w n a g ) nreq %uaLuuojq:, auopum prom@ ue%uolo%
a ~ 8 L u a ss y a f d u e p a qalo~adrp~!saq~aq
'ds oiny s n ~ a ym i p y apad '(~861'
i5 o ~ r f i ~ nynpu!
s ) u e m w q a d u p ~ u r qua%uolo%a ~ a L u a sua%uapsnpq eped
u!Jeurny a ~ 8 L u a squa[ m p a q ~ a daLuepe qa~o~adrp
s a p u e m w s n ~ ~q w ~ n y
aped -nreq %uaL a ~ a L u a swpdruaur n w ynpu! u a m w aped pxkpa, %uaL
e ~ a L u a sspa[ ua%uap apaqlaq %uaA a ~ a d u a ss!ua[ qa[cxladuraur )&p % q q
- % u e p q 'ua%up[ q n y y r q a i !n~a[aur Japunqas i![oqwau !synpoq

' ( ~ 8 I6 ' F P '!mn) [cxla~admyw p [OJWOI!S '1~1ais
alu%!is adruaq !%%u!)dnyn:, %uaA IOJWa ~ a L u a sua%uo[o%npq qapad!p uap
!aynl!p %uaL!fiq adruaq u a m w u a q q aped qalo~adipy!eqJa) s n I q u a q n q w a d
'%u& cxlOlUIa[ U8WU8J w%u!.II~[ l w l q v d -%U8pas

'(9861 '

dI0y)UEa)

ynpu! u a m w ssalpaau uap 3 w a q l r p d )nqaaa) iaz a p e y ua%uapa m 8ueS
ua)q%u~)
aped sauau!d

- d u8p x, rse(numq8 aLu8pa q n f u n u a u r m!psnu!d

apad snpy mqny yruyal uadarauad !nla[aK ' ( ~ 8 6 1' iS i5 s a u a l a ~ )[as rsuadsns
~ w ~ nuap
y s n ~ qm l ~ q!n181aw qal&!p
mchp D~DFWJ -9s
m%uy[
1w[q a p d [o~aiseuG!isuap IoJa1soual 'aualanbs !wadas p!oJap ! q n p o ~ d
'~a~suauodqa
asej J!W n w muo!se)s a q aped
ywuaqlai m q q!soy!ia!sa

a ~ a L u a s u a q uau+unuray

cy D q m m oIIa~ua3)

itu auksin secara umum ditarnbahkan pada media ~ m b u h a ndengan
menggunakan taraf konsentrasi yang rendah pada media produksi senyawa
metabolit sekunder. Pada produksi alkaloid menunjukkan terjadinya peningkatan
dengan penggunaan kombinasi zat pengatur tumbuh jenis auksin dan sitokinin.
Pada kultur kalus Cinchona ledgerina, kombinasi perlakuan zat pengatur
tumbuh NAA dan Xi,2,4D dan kinetin, NAA dan zeatin riboside dan IBA dan
zeatin menghasilkan pertumbuhan kalus yang terbaik.

Sedangkan produksi

quinidine tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan 1 mgll IAA dan 0.5 mgll
zeatin (Scragg gt gj , 1986). Berdasarkan hasil penelitian Fujioka gt. 4. ( 1989 ),
Produksi tertinggi saponin pada kultur kalus Panm japonicus diperoleh pada
kombinasi perlakukan IBA 1o4 M dan kinetin 1o6 M. Menumt Ladd gt a (1992),
kadar alkaloid tertinggi (0.085 %) dipmleh pada kultur kalus tanaman Dafura
innoxia yang ditumbuhkan pada media dasar MS dengan kombinasi perlakuan
2,4D 1o6 M dan BA lo-' M .
Pada kultur kalus tanaman pegagan (Centella asiatica L.), diperoleh
bahwa perturnbuhan dan perkembangan kalus tercepat tejadi pada kombinasi
perlakuan 2,4D dengan BA atau kinetin, kondisi ini terjadi baik pada bahan
tanaman yang berasal dari daun maupun batang tanaman pegagan (Patra gt d ,
1998).
Analisis Kandungan Senyawa Metaboliime Sekunder

Menurut Harbone (1987 ) beberapa cara yang dianjurkan untuk
menganalisis terpenoid pada tumbuhan adalah kromatografi gas cair (KGC ) ,
kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau
gabungan teknik

- teknik tersebut . Penggunaan teknik kmmatografi gas cair

akan memungkinkan untuk memperoleh analisis kualitatif dan kuantitatif
kandungan metabolit sekunder pada tumbuhan

. Namun hasil yang lebih teliti

adalah penggabungan antara analisis dengan teknik KGC yang di lengkapi dengan
teknik KLT. Namun teknik KCKT merupakan teknik analisis yang paling cepat
berkembang yang didasarkan pada teori kromatografi cair dan peralatan

-

peralatan yang digunakan adalah berupa peralatan kmmatografi gas. Menurut
Gritter

al (1991) teknik KCKT merupakan kemajuan utarna dan terbaik dalam

bidang kromatografi untuk mempemleh hasil kualitatif dan kuantitatif.

Menurut Gritter g
t

(1991), peralatan telcnik KCKT seperti terlihat pada

gambar 2, terdiri dari beberapa bagian utama yaitu : pompa, injektor, kolom,
detektor dan integrator. Pompa behngsi untuk mengalirkan pelarut (fase gerak )
menuju ke kolom. Jenis pompa yang digucakan untuk KCKT harus tahan
terhadap semua jenis pelarut sehingga tidak terjadi reaksi antara pelarut dengan
pompa

Injektor behngsi untuk menyuntikkan cuplikan ke dalam kolom.

Kolom merupakan bagian yang paling menentukan hail analisis yang diperoleh
dengan KCKT,yaitu untuk memisahkan masing - masing komponen yang
dianalisis. Komponen - komponen ini, selanjutnya akan diidentifikasi clan diukur
jumlahnya secara kuantitas oleh detektor. Sedangkan pengukuran luas puncak
dari masing - masing komponen yang dianalisis merupakan hngsi dari integrator.
Metode analisis KCKT @at
analisis kualitatif dan kuantitatif.

dipergunakan untuk memperoleh hasil
Untuk memperoleh hasil analisis secara

kualitatif diperoleh b e r d h waktu retensi (tR)yaitu waktu tambat komponen,
diukur pada titik puncak maksimum kromatogram atau volume retensi (vR) yaitu
waktu retensi dikalikan dengan laju alir (Johnson dan Stevenson, 1991).
Sedangkan hasil analisis kuantitatif diperoleh berdasarkan ukuran luas area.
Besaran luas area komponen yang dianalisis dibandingkan dengan besarnya luas

area dari standar yang telah diketahui konsentrasinya.

Untuk mengetahui

persentase kadar senyawa yang dianalisis dapat dilakukan perhitungan dengan
menggunakan rumus berikut yaitu :
Luas area sampel x [standar] x volume ~elarut x 100%
Luas area stantar

Berat sampel

(Lindsay, 1992).
Metode analisis KCKTyang telah dilakukan oleh Purwijianti (2001),
pada kultur kalus tanaman pule panda. (Rauwolfia serpenfinu L.) menunjukkan
bahwa kadar reserpin tertinggi adalah sebesar 0.379 %, yang diperoleh pada kalus
dengan kombinasi perlakuan 2,4D Sppm + BAP 0.05 ppm.

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini
September

dilakukan mulai bulan Agustus 2002 sampai dengan

2003 di Laboratorium Reproduksi dan Pertumbuhan, Balai Besar

Penelitian Bioteknologi clan Sumber Daya Genetik Pertanian & Balai Besar
Penelitian dm Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.
Bahan dan AIat Penelitian

Bahan tanaman (ebplan) yang digunakan dalam penelitian ini adalah mata
tunas lateral tanaman pegagan (Centella usiatica L. ) yang berasal dari tanaman
di lapang. Media yang digunakan adalah media dasar Murashige & Skoog yang
telah dimodifikasi dengan penambahan gula 30 gA dan bahan pemadat agar-agar
sebanyak 8 gA. Adapun zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam medium
sesuai dengan perlakuan adalah BA, kinetin clan 2,4 D.
Bahan-bahan kimia yat~gdigunakm sesuai dengm kornposisi media dasar
Murashige & Skoog dan ditambahkan dengan beberapa bahan penunjang, seperti
alkohol 70 % dan 90 %, Hgclz 0.2 %, NaOH, HCI, spirtus dan lain-lain serta
bahan - bahan kimia yang dibutuhkan untuk analisis senyawa metabolit sekunder.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat yang terkait
dengan teknik kultur jaringan seperti botol kultur, alat 4 a t gelas standar, alat
disebi, laminar air+

cabinet, autoKIaf, pembakar Bunsen, pH meter, lampu

spirtus, timbangan analitik dan kasar, sexta alat 4 a t lain yang menunjang
pelaksanaan penelitian ini. Disamping itu dipergunakan alat -alat ekstraksi dan
analisis KCKT pengukur kadar asiatikosida pada kalus.
Metode Penelitian

Penelitian kultur kalus untuk menghasilkan senyawa asiatikosida ini
menggunakan 2 jenis e b p l w yaitu jaringan daun dan tangkai daun yang berasal
dari biakan in vitro.

Rancangan perlakuan yang digunakan adalah faktorial

dengan perlakuan yang terdiri dari dua faktor yaitu 1) Auksin : 2,4 D (0, 1.O, 3.0,
5.0)mg/l, 2) Sitokinin :BA (0.5, 1.0) mgA dan Kinetin (0.5, 1.0) mg/l dan kontrol
(tanpa sitokinin) dengan rancangan lingkungan acak lengkap. Masing - masing

kombinasi perlakuan diulang 6 kali. Sehingga pada penelitian hi akan diperoleh
240 satuan percobaan yang terdiri dari 120 satuan percobaan masing - masing

untuk eksplanjaringan daun dan tangkai daun.

Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu :
1. Perbanyakan tanaman untuk sumber eksplan
2. Kultur kalus untuk menghasilkan senyawa asiatikosida yaitu induksi

pertumbuhan kalus, penimbangan berat basah kalus (pada umur 8 dan 16
minggu setelah tanam) dan berat kering kalus (pada umur 16 minggu
setelah tanam) serta analisis kadar asiatikosida yang terdapat pada kalus.

Pembuatan Media
Kegiatan pembuatan media dimulai dengan pembuatan larutan stok yaitu
berupa hara makro dan mikro media MS, vitamin dan zat pengatur tumbuh.
Pembuatan media diawali dengan pengambilan larutan stok dengan w a dipipet
sesuai dengan kebutuhan, kemudian dicarnpur dengan larutan gula sebanyak 30
g/l ke dalam labu t a b dan ditambahkan aquadest hingga mencapai tanda tera
pada labu takar. Selanjutnya zat pengatur tumbuh ditambahkan sesuai dengan
kombinasi dan taraf konsentrasi perlakuan. Komposisi media yang digunakan
dalam penelitian ini tercantum pada tabel larnpiran 1.
Alat ukur pH meter digunakan untuk mengukur tingkat keasaman media.
Pengaturan tingkat keasarnan media dilakukan dengan penambahan HCl atau
NaOH sehingga pH media mencapai 5.8-6.0. Kemudian ditambahkan agar-agar
sebanyak 8 g/l dan media tersebut dimasak sarnpai mendidih. Selanjutnya media
yang teleh mendidih dituangkan ke dalam botol kultur yang steril sebanyak sekitar
20 m h t o l . Selanjutnya botol berisi media ditutup rapat dengan aluminium foil

dan diautoklaf pada tekanan 17.5 psi dengan suhu 121 OC selama 15-30 menit.
Tahap akhir media disimpan dalam ruang penyimpanan media.

Perbanyakan Tanaman Untuk Sumber Eksplan
Untuk penelitian produksi senyawa metabolit sekunder asiatikosida dari
tanaman pegagan digunakan eksplan berupa jaringan daun dan tangkai daun yang

-lau!qmfiogl~tl!tury uralep mqnyrzpp %d'uraw qelalas niBu!m 8 inmnraq

J w l q m aped urnlVl!P Jwlqqns uala!3aq ' m l l q -q!lad
auralas
- x n l o o o ~m!sua1u! d a p m%uapura[ g I auralas uam
OP a x ndura~utrrmrjuad FI!P
m p 3, SZ-zz nqns ~ S Uiw1q8~ P
UI~P
m w ~ a ~ !lnqaslal
p
q d q a !s!iaq yepns %mL e!pm m%uap lo108 -(u!u!qo1!s
a d w ) la4uoq X?

flu (0.1

'5'0 ) UPuY m P f l m (0'1 '5'0 ) V 8 : U!u!SOl!S

'(2

'0's '0.1 '0) a P'Z U!WV '(I : w!aL u r m ~ l i dM u a p ~ s a psq m w
mla%uadtez mllequrauad m%uapqpam u q v p q n q m ! p
u! -!q
p p
p 8 l a q %mLm3 5.1 - 5.0 w l q n r a q %mLunap !83@mJ uap m p m % u p y

'W (0's

SnlW UBqnqmWJad !fWPuI
trp!soq~~qsvemtrAuas u q l ! s u q % u a ~qngun s n m JnqnX

in11nq utr)e!%a~m d e w aped unap !aqSm uap unvp & u p [

'S"l83
~dnraqm@qa

iaqmns !e%aqas q u ~ ! ladap
p
qwun !dqn3uam a2Byqas 'qduaq 8 d r@lu~n[
malap q e ~ s m q!u! m u r a w myrzLmqlad ma!%aq p p qalaad!p BmtA ortfn u!
mye!a '([fim (0' I 's-0) u!pu!q qnqmw lwa%uadi=mrleqmuad a m p SM
e!pm m l e p w w ! p ltrralal seuw w m '!sas!l!ials m d v w !nlqam q~larag
-!I=I s @mqas I!ials
.r!e sel!q!p seunl l a m i ! g ~ q
m d v q ~ l-l!uam 51 auralas % 02 xaol:, uap 1!uam

-

L auralas % 0 s XmoP 'l!uam t/, a w l s % Z.0 I

~ ualml
H
? ! ~ m6 8 m l S %OL

loqoq[e n~!eL w ~ n ~ a q

~ rn[ep
l w q - v q ! p ~!qu=

!u! 1nquaq m

mapua!p q d v m!pnmaq '1ua)s i!a ml!q!p uvldqa w!slC raqqva ~ o $ l ~ t l p v l
!p mn(nyrzl!p !=!lUals eLwn[ire~as .W[I @-I=
fl z ateiuaq I~ I = P
urapuanp w! r@lajas 'nle%uam n a aped sel!q!p uap uaGapp m%uap!map leJalel
seuw maw w!eL lnyuaq !a%aqas mchqir~m%uap mn(nw!p u q d q a !sas!Iuals
m ! % a y .%uade[ !p m m w p p p m q m l d q a p&qas uq~un%!p%mtA UC) 0.1
- s-0 wlnqnraq (-7V~!FSL) qlatua3) m%%ad m u r a w ~~l

seuw

-ap!soqp!se 8meXuas ql!se@uam
qwun snlaq Jwlnq w!aL mpaq d v w m!~!lauad wa!%aq qwun uvldqa iaqmns
!c%aqas q u n S ! p q %mL ~ L u a q%dm r ! ~ut mq!q m q m i q m m ywun
a ~ u e 8 u q ~ .(xI~!Au! mp!q ~p pswaq
ue)ln~l!p ewepad d e w ~ ! 8 wg!urap

Kegiatan subkultur ini bersarnaan dengan kegiatan penimbangan kalus pada urnur
8 rninggu setelah tanam.
Penimbangan Berat Basah dan Kering Kalus
Kegiatan penirnbangan berat basah kalus dilakukan pada urnur 8 dan 16
rninggu setelah tanam dengan menggunakan tirnbangan analitik. Penirnbangan

pada urnur 8 rninggu setelah tanam dilakukan di laminor air$av cabinet,sebab
kalus tersebut rnasih akan disubkultur kembali. Berat kering kalus akan diperoleh
setelah kalus dikeringkan dalam oven pada suhu 60 OC selama 48 jam. Setelah itu
dilanjutkan dengan penirnbangan berat kering kalus pada urnur i6 rninggu sete!ah
tanam.
Analisis Kandungan Asiatikosida
Kegiatan ana!isis kadar senyawa asiatikosida yang terdapat pada kalus
dilakukan dengan teknik krornatografi cair kinej a tinggi (KCKT) dengan rnetode
sebagai berikut yaitu : Sebanyak 0.2 g kalus kering dihaluskan dengan
mernasukkan terlebih dahulu ke d a l m 5 rnl rnetanol 60 %.

Setelah itu

disentrifugasi selama 20 rnenit pada 3000 rprn, sehingga akan dperoleh
supernatan. Selanjutnya supernatan dipisahkan dan disaring. Tahapan terakhir
supernatan yang telah disaring diinjeksi sebanyak 2j.d ke dalam sistern KCKT
sebanyak 2x (duplo) dengan fase gerak rnetanol 60 %, kolorn C 18 p Bondapak
(15 crn x 3.9 rnm), laju alir 1 rnVrnenit dan panjang gelombang detektor 254 run.
Pengamatan
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah

saat rnuncul kalus

(rninggu setelah tanam), warna dan tekstur kalus, betat basah dan kering kalus
serta banyaknya kadar asiatikosida yang terdapat pada kalus yang dianalisis.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat Basab dan Kering Kalus

Berdasarkan hasil percobaan ini diperoleh bahwa penambahan

zat

pengatur tumbuh 2,4 D dan sitokinin ( BA, kinetin) sewa umum menunjukkan
pengaruh terhadap berat basah dan kering kalus yang berasal dari daun maupun
dari tangkai daun pada umur 8 dan 16 minggu setelah tanam. Perlakuan 2,4D saja
menghasilkan pengaruh secara nyata terhadap berat basah dan kering kalus yang
berasal dari daun dan tangkai daun pada umur 8 dan 16 minggu setelah tanam.
Tetapi hasil ini tidak terjadi pada perlakuan dengan penambahan sitokinin saja
dimana pengaruhnya secara nyata, hanya terjadi pada kalus yang krasal dari daun
saja Hal ini diduga karena keberadaan sitokinin endogen pada daun sudah
mencukupi kebutuhannya dalam proses pembentukan kalus sampai dengan umur
8 minggu setelah tanam, sehingga penambahan sitokinin dalam media tumbuh

tidak beipengaruh secara nyata dalam pertumbuhan dan perkembangan kalus.
Berdasarkan hasil analisis statistik, diperoleh bahwa pengaruh interaksi
antara kedua perlakuan yaitu sitokinin (BA dan kinetin) dengan auksin 2,4D
pada semua taraf konsentrasi perlakuan terhadap berat basah dan kering kalus
yang berasal dari daun dan tangkai daun, berbeda nyata pada umur 16 minggu
setelah t a n m (Tabel 2).
Penentuan tingkat pertumbuhan dan perkembangan kalus yang t e h t u k

dari bahan tanman (ehplan), apakah dapat dikatakan baik atau tidak, salah satu
peubahnya dapat terlihat melalui peningkatan berat basah kalus yang terjadi pada
jangka waktu tertentu.

Berdasarkan hasil penelitian ini, telah didapatkan

terjadinya peningkatan berat basah kalus yang berasal dari daun maupun tangkai
daun pada umur 8 dan 16 minggu setelah tanam (Gambar 3 dan 4).
Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh bahwa rata-rata berat basah
tertinggi kalus yang berasal dari jaringan d a m pada umur 8 clan 16 minggu setelah

- tanam (mst) adalah 0.908 g dan 3.248 g yang diperoleH pada perlakuan BA 1.0
mgA+ 2,4D 0.0 mgll (Tabel 3 dan 4).

Tabel 2. Reka~itulasihasil analisis statistik terhadap baat basah clan
kering kalus tanaman pegagan (Centellaasiatica L.) prda urnur 8
dan 16 minggu setelah tanam
A. Berat basah kalus yang berasal dari daun
Perlakuan

Umur (minggu setelah tmam = mst)
8

16

2,4 D

*

Sitokinin (BA, kinetin)

tn

2,4 D dan sitokinin

tn

*
*
*

B. Berat kering kalus pada umur 16 mst
Perlakuan

kalus

kalus

dari daun

dari tangkai daun

2,4 D
Sitokinin (BA, kinetin)

*

2,4 D dan sitokinin

*

C. Berat basah kalus yang berasal dari tangkai daun
Perlakuan

Umur (minggu setelah tanam = mst)

*

*

Sitokinin (BA, kinetin)

tn

tn

2,4 D dan sitokinin

tn

*

2,4 D

-

Keterangan : * = berbeda nyata ;in = tidak berbeda nyata

Tabel 3. Pengaruh perlakuan 2,4 D dan sitokinin (BAYkinetin) t d & p
berat basah kalus yang berasal dari daun tanaman pegagan

(Centella asiatica L.) pada umur 8 mst

Keterangan :tn = tidak berbeda nyata

Tabel 4. Pengaruh perlakuan 2,4 D dan sitokinin (BAYkinetin) terhadap
berat basah kalus yang berasal dari daun tanaman pegagan
(Centella asiatica L.) pada umur 16 mst

Keterangan : pada perlakuan yang sama, angka pada kolom yang sama dan notasi
yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji BNT pa&
taraf nyata 5 %
= tidak diamati karena tidak muncul kalus sarnpai akhir
pengamatan

-

Pada kalus yang berasal dari tangkai daun, rata-rata berat basah tertinggi
pada umur 8 dan 16 mst adalah 1.024 g dan 4.599g pada perlakuan Kinetin 1.0
mgll

+ 2,4D 0.0

mgll (Tabel 5dan 6) Secara umum rata-rata berat basah kalus

mengalami penwnan pada konsentrasi 2,4D yang tinggi (3 mg/l dan 5 mgll).
Menurut Smgihardjo dan Koensoernardiyah (1995), pembentukan kalus pegagan
yang baik diperoleh dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4D dalam
konsentrasi tendah (0.1 mgA - 1.O mgil).
Rata- rata berat basah kalus yang berasal dari tqgkai daun sampai dengan
akhir pengamatan (16 minggu setelah tanam) adalah sebesar 4.599 g. Hasil ini
lebih besar daripada rata-rata tertinggi berat basah kalus yang berasal dari
jaringan daun pada umur 16 mst. Kecenderungan sewa umum diperoleh bahwa,
hasil penimbangan terhadap rata rata berat basah kalus yang berasal dari jaringan
tangkai daun, secara umum pada sebagian besar perlakuan adalah mempunyai
1

3.3
3
2.7
A
g2.4
2.1
1.8
m 1.5
1.2
0.8
0.6
0.3
0

Ul bb kalus dari daun 8 mst
Ebb kalus dari daun 16 mst

a

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12

Perlakuan

13

14 15

16

17

18

Gambar 3. Rata -rats berat basah kalus dari daun pada umur 8 dan 16
minggu setelah tanam.
Keterangan perlakuan : 1 = 0.0 mg/l; 2 = BA1.O mg/l 3 = Ki l.Omg/l ;
4 = 5 4 D l.hg/l ;5 = 2,4D 1.0 mg/l + BAO.Sg/l
6=2,4D l.Omg/l+BA 1.0mg/l;7=2,4D l.Omg/l
+KiO.Smg/l;8=2,4D l.Omg/l+Ki l.Omg/I;
9 = 2,4D 3.0 mg/l ;10 = 2,4D 3.0 mg/l +BA 0.5mg/l
11 =2,4D3.0mg/l+BAl.Omg; 12=2,4D3.0mg/l+
Ki 0.5 mg/l ;13 = 2,4D 3.0 mg/l + Ki 1.0 mg/l;14 =
2,4D 5.0 mg/l ;15 = 2,4D 5.0 mg/l + BA 0.5 mg/l ;
16 = 54D5.0 mg/l + BA 1.0 mg/l;17 = 2,4D 5.0 mg/l
mg/l + Ki 0.5 mg/l ;18 = 2,4D 5.0 mg/l + Ki l . h g / l .

rata-rata berat basah yang lebih besar, daripada rata - rata berat basah kalus yang
berasal dari daun (Tabel 3,4dan Tabel 5,6). Hasil yang sarnajuga dilaporkan oleh
Soegihardjo dan Koensoernardiyah (1995), bahwa pada kultur kalus tanaman
pegagan (Centella asiatica L.) ditemukan pertumbuhan dan perkembangan kalus
yang baik pada kalus yang berasal dari jaringan tangkai

dam, sedangkan

pertumbuhan dan perkembangan kalus yang berasal dari jaringan daun cenderung

lambat dan lebih mudah mengalami perubahan wama menjadi kecoklatan dan
coklat serta kalus yang dihasilkan cenderung lebih s d i t .

Tabel 5. Pengaruh perlakuan 2,4 D dan sitokiiin @A, kinetin)
terhadap berat basah kalus yang berasal dari tangkai
daun tanaman pegagan (Centella asiatica L.) pada
umur 8 mst

Ketcrangsn :tn = tidak berbeb njlata

Tabel 6. Pengaruh perlakuan 2,4 D dan sitokinin @A, kinetin)
terhadap berat basah kalus yang berasal dari tangkai daun
tanaman pegagan (Centella asiatica L.) pada umur 16 mst

Keterangan : pada perlakuan yang sama, angka pada kolom yang sama dan notasi
yang bedmiti menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji BNT pada
taraf nyata 5 %
= tidak diarnati karena tidak muncul kalus sampai denakhir
pengamatan

-

P