Kontrol Optimum Virus HIV Melalui Penggunaan Dua Jenis Obat

KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI
PENGGUNAAN DUA JENIS OBAT

FAJAR SATRIATAMA

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kontrol Optimum Virus
HIV Melalui Penggunaan Dua Jenis Obat adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014
Fajar Satriatama
NIM G54100099

ABSTRAK
FAJAR SATRIATAMA. Kontrol Optimum Virus HIV Melalui Penggunaan Dua
Jenis Obat. Dibimbing oleh TONI BAKHTIAR dan FARIDA HANUM.
Dalam karya ilmiah ini dipelajari model interaksi sel CD + T sehat dengan
sel HIV serta menambahkan dua jenis kontrol, yaitu obat penambah kekebalan
tubuh dan obat anti virus. Masalah interaksi ini diformulasikan dalam bentuk model
kontrol optimum dengan fungsional objektif memaksimumkan populasi sel CD + T
sehat serta meminimumkan biaya pemakaian obat-obatan tersebut. Penerapan
prinsip maksimum Pontryagin memberikan empat persamaan diferensial sebagai
syarat penyelesaian, yaitu dua persamaan diferensial untuk sistem dan dua
persamaan diferensial untuk fungsi adjoin. Selanjutnya, penerapan kondisi
Berkovitz memberikan dua buah fungsi kontrol optimum. Solusi numerik diperoleh
dengan menyelesaikan sistem persamaan diferensial menggunakan metode RungeKutta orde-4. Pemberian kontrol pada sistem membuat populasi sel CD + T sehat
bertambah dan membuat populasi sel HIV berkurang. Semakin besar bobot kontrol
obat penambah kekebalan menyebabkan peningkatan sel CD + T sehat semakin
lambat. Hal tersebut menandakan bahwa semakin besar bobot diberikan maka

berefek negatif pada tubuh, sehingga pemberian obat sebaiknya segera dikurangi.
Kata Kunci: dua fungsi kontrol, masalah kontrol optimum, model interaksi sel
CD + T sehat dengan sel HIV, solusi numerik.

ABSTRACT
FAJAR SATRIATAMA. Optimum Control of HIV Virus through the Use of Two
Drugs. Supervised by TONI BAKHTIAR and FARIDA HANUM.
This paper studied a mathematical interactions model of healthy CD + T
cells with HIV cells by involving two types of control strategies, i.e. increasing
body’s immune drugs and using antiviral drugs. The interaction problem is
formulated in term of optimal control model, where the objective functional is
maximizing the population of healthy CD + T cells and to minimize the systematic
cost of using drugs. Application of Pontryagin maximum principle provides four
differential equations as solution conditions: two differential equations for the
system and two differential equations for the adjoint function. Next, applications of
Berkovitz conditions provide two optimal control functions. Numerical solution
was conducted using the 4th order Runge-Kutta method. Application of control to
the system makes the population of healthy CD + T cells increase and the HIV cells
population decrease. As the larger weight in the control of immune drugs increase
cause decrease in healthy CD + T cells growth rate. It indicates that a larger weight

provides negative effects on the body, so that drugs administration would be
reduced.
Keywords: two control functions, optimum control problem, interaction
model of CD + T cells healthy with HIV cells, numerical solutions.

KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI
PENGGUNAAN DUA JENIS OBAT

FAJAR SATRIATAMA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Matematika

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi : Kontrol Optimum Virus HIV Melalui Penggunaan Dua Jenis Obat
Nama
: Fajar Satriatama
NIM
: G54100099

Disetujui oleh

Dr Toni Bakhtiar, MSc
Pembimbing I

Dra Farida Hanum, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Toni Bakhtiar, MSc
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah kontrol optimum, dengan judul Kontrol Optimum
Virus HIV Melalui Penggunaan Dua Jenis Obat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Toni Bakhtiar, MSc dan Ibu
Dra Farida Hanum, MSi selaku pembimbing, serta Bapak Ruhiyat, MSi selaku
penguji yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya serta kepada teman-teman Matematika Angkatan 47 atas segala
dukungan dan bantuannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Fajar Satriatama

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

LANDASAN TEORI

2

Kontrol Optimum

2

Prinsip Maksimum Pontryagin

3

Metode Runge-Kutta Orde Empat

4


MODEL MATEMATIKA

4

Model Tanpa Kontrol

4

Model dengan Kontrol

6

Masalah Kontrol Optimum

6

SOLUSI NUMERIK
Metode Runge-Kutta Orde-4
Hasil Numerik


9
9
11

SIMPULAN

14

Simpulan

14

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

14


LAMPIRAN

15

RIWAYAT HIDUP

20

DAFTAR TABEL
1 Variabel dan parameter
2 Nilai parameter

5
11

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5
6

+
Populasi Sel
� dengan
= 250000
Populasi Sel HIV dengan
= 250000
Fungsi kontrol dengan A = 250000
+
Populasi Sel
� dengan
= 500000
Populasi Sel HIV dengan A = 250000
Fungsi kontrol dengan A = 500000

12
12
13
13
13
13

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Penentuan solusi numerik model tanpa kontrol
Penentuan solusi numerik model dengan kontrol
Pembuatan gambar solusi numerik dengan nilai
Pembuatan gambar solusi numerik dengan nilai

=
=

15
16
18
19

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel
organisme biologis. Virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup
dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak
memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Dalam sel inang, virus
merupakan parasit obligat dan di luar inangnya menjadi tak berdaya. Biasanya virus
mengandung sejumlah kecil asam nukleat yang diselubungi semacam bahan
pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya.
Genom virus akan diekspresikan menjadi baik protein yang digunakan untuk
memuat bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya.
Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel
eukariota, sementara istilah bakteriofage atau fage digunakan untuk jenis yang
menyerang jenis-jenis sel prokariota (Hogg 2005).
Salah satu virus yang mematikan yaitu HIV (Human Immunodeficiency
Virus). HIV masih menjadi virus penyakit paling berbahaya di dunia yang telah
merenggut nyawa lebih dari 25 juta orang sejak tahun 1981. HIV dapat menular
dengan berbagai cara, seperti jarum suntik, transfusi darah, dan hubugan seksual.
Dalam jangka waktu lama virus telah mengakar, secara sistematis telah membunuh
sel-sel, dan merusak kekebalan orang yang terinfeksi. Hal tersebut membuat
penderita lebih berisiko terinfeksi penyakit lain. HIV sampai ke sistem kekebalan
tubuh dengan menginfeksi sel-sel penting, termasuk sel-sel pembantu yang disebut
+
+
sel
�. Pada saat sel
� yang terinfeksi bereplikasi untuk melawan infeksi
apa pun, sel HIV melakukan pengkodean sehingga ikut melakukan replikasi.
+
Setelah manusia terinfeksi HIV, jumlah sel
� semakin menurun. Ini tanda
bahwa sistem kekebalan tubuh manusia semakin rusak. Semakin rendah jumlah
+
�, manusia akan semakin jatuh sakit.
+
Sel
� merupakan bagian dari sel T. Sel tersebut adalah bagian yang
penting dari sistem kekebalan tubuh manusia. Sel T memainkan peran utama pada
kekebalan seluler. Sel T mampu membedakan jenis patogen dengan kemampuan
berevolusi sepanjang waktu demi peningkatan kekebalan setiap kali tubuh terpapar
patogen. Hal ini dimungkinkan karena sejumlah sel T teraktivasi menjadi sel T
memori dengan kemampuan untuk berkembang biak dengan cepat untuk melawan
infeksi yang mungkin terulang kembali. Aktivasi sel T memberikan respons
kekebalan seperti produksi antibodi, aktivasi sel fagosit atau penghancuran sel
target dalam seketika. Sel T yang telah disintesis dari kelenjar timus disebut sel
+
+
�. Sel
� adalah sel T yang memiliki protein CD4 pada permukaannya.
Protein itu bekerja sebagai ‘reseptor’ untuk HIV. HIV mengikat pada reseptor CD4
itu seperti kunci dengan gembok (Baratawidjaja 2000).
Pada karya ilmiah ini akan dibahas model interaksi sel T, oleh Kirschner
dan Webb (1998) dengan dua variabel kontrol yaitu obat penambah kekebalan
tubuh dan obat penekan virus (antiviral). Model tersebut merepresentasikan laju
+
pertumbuhan sel
� yang sehat dan sel HIV, dengan adanya pemberian kontrol
ini akan dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap laju pertumbuhan kedua sel
tersebut. Sumber utama karya ilmiah ini ialah artikel yang ditulis oleh Joshi (2002).

2

Tujuan Penelitian
1
2

Penulisan karya ilmiah ini bertujuan:
+
mengonstruksi model interaksi sel
� normal dan sel HIV di bawah
pengaruh dua buah variabel kontrol,
menentukan variabel kontrol optimum, yaitu obat penambah kekebalan dan
+
pemberian antiviral yang memaksimumkan banyaknya sel
� normal,
serta meminimumkan dosis obat yang dikonsumsi.

LANDASAN TEORI
Kontrol Optimum
Teori kontrol optimum berkembang secara pesat pada akhir tahun 1950. Ada
dua metode penyelesaian masalah kontrol optimum, yaitu dynamic programming
yang diperkenalkan oleh Bellman pada tahun 1957 dan maximum principle yang
diperkenalkan oleh Pontryagin pada tahun 1962 (Pontryagin et al. 1986). Masalah
kontrol optimum adalah memilih variabel kontrol u(t) di antara semua variabel
kontrol yang admissible, yaitu kontrol yang membawa sistem dari state awal x( )
pada waktu kepada state akhir x( ) pada waktu akhir , sedemikian rupa
sehingga memberikan nilai maksimum atau nilai minimum bagi fungsional objektif
tertentu.
Pada masalah nyata yang berkembang menurut waktu t, sistem berada
dalam keadaan atau kondisi (state) tertentu, yang dapat diungkapkan dengan
, . . , ��
atau dalam bentuk vektor
,�
variabel keadaan (state variables) �
x(t) ∈ ℝ� . Dengan nilai t yang berbeda, vektor x
menempati posisi yang

berbeda di ruang ℝ sehingga dapat dikatakan bahwa sistem bergerak sepanjang
kurva x
di ℝ� .
Sistem dinamika dapat dinyatakan secara matematik oleh sistem persamaan
diferensial:
�̇ = � , � , ,
(1)
dengan x variabel state dan u variabel kontrol. Jika kondisi sistem diketahui pada
waktu , maka x( )= � , � ∈ ℝ� . Jika dipilih kontrol �
∈ ℝ� yang
terdefinisi untuk waktu
, maka diperoleh sistem persamaan diferensial orde
satu dengan variabel taktentu x(t). Karena � diberikan, maka persamaan (1)
memiliki solusi tunggal.
Solusi yang diperoleh merupakan respons terhadap u yang dilambangkan
dengan � � . Dengan memiliki fungsi kontrol yang sesuai, berbagai solusi dapat
diperoleh. Agar solusi yang diperoleh adalah solusi yang diinginkan, diperlukan
adanya kriteria bagi solusi, artinya setiap kontrol u(t) dan variabel state x(t)
dihubungkan dengan fungsional berikut:
=∫





,�

,

,

(2)

3

dengan f fungsi yang diberikan,
tidak harus ditentukan dan x( ) memiliki
kondisi tertentu.
Di antara semua fungsi atau variabel kontrol yang diperoleh, ditentukan
salah satu sehingga J mencapai nilai maksimum atau minimum. Kontrol yang
bersifat demikian disebut kontrol optimum. Permasalahan kontrol optimum dapat
dinyatakan sebagai masalah memaksimumkan atau meminimumkan suatu
fungsional (2) dengan kendala (1) (Tu 1994).
Prinsip Maksimum Pontryagin
Tinjau masalah kontrol optimum dengan kendala pada variabel kontrol
berikut:
max

̇


=∫

=
, ,

=
� =

,
�.

,



,

,

,

,

,

,

Didefinisikan fungsi Lagrange sebagai berikut:


,

��

= ,

,

,

=



,

,

,

+
, ,

,

,

+

dengan
merupakan “pengali Lagrange” atau costate variable. Misalkan ∗
,
kepada
adalah variabel kontrol admissible yang membawa state awal

state akhir (x( ), ) dan
merupakan trajektori dari sistem yang berkaitan

dengan
, serta w(t) merupakan pengali penalti h
,
, , dengan
h
,
, =

.
Agar kontrol ∗
merupakan kontrol optimum, maka prinsip maksimum
Pontryagin, syarat transversalitas, dan kondisi Berkovitz terpenuhi, yaitu
1 Prinsip maksimum Pontryagin:
a.
b.
c.



̇

̇

=

��

��

=−

,

��

��

.

2 Syarat transversalitas:

= .
3 Kondisi Berkovitz:
,ℎ
, ℎ= .

(Pontryagin et al. 1986)

4
Metode Runge-Kutta Orde Empat
Penyelesaian persamaan diferensial biasa dengan metode deret Taylor tidak
praktis karena metode tersebut membutuhkan perhitungan turunan
, .
Lagipula, tidak semua fungsi mudah dihitung turunannya, terutama bagi fungsi
yang bentuknya rumit. Semakin tinggi orde deret Taylor, semakin tinggi turunan
fungsi yang harus dihitung. Karena pertimbangan ini, metode deret Taylor yang
berorde tinggi pun tidak dapat diterima dalam masalah praktik.
Metode Runge-Kutta adalah alternatif lain dari metode deret Taylor yang
tidak membutuhkan perhitungan turunan. Metode ini berusaha mendapatkan derajat
ketelitian yang lebih tinggi, dan sekaligus menghindarkan keperluan mencari
turunan yang lebih tinggi dengan jalan mengevaluasi fungsi
,
pada titik
terpilih dalam setiap langkah (Munir 2003).
Perhatikan masalah nilai awal berikut:
=
̇=
, ;
dengan y merupakan fungsi/sistem yang belum diketahui dan bergantung pada
variabel t.
Untuk suatu ℎ > yang disebut riap (increment), untuk � = , , , …
didefinisikan
�+

dengan

�+

=

=

=ℎ
=ℎ





+ ℎ,

=ℎ
=ℎ

bagi

+

+

,
� + ℎ,

�, �

+



+

+ ℎ, � +
,
� + ℎ, � +


Pada skema di atas,
�+ .

�+

+

,

,

merupakan aproksimasi Runge-Kutta orde empat

MODEL MATEMATIKA
Model Tanpa Kontrol
+
Misalkan T adalah populasi sel
� sehat dan V merupakan populasi virus.
Model Kirschner dan Webb tanpa kontrol diberikan oleh sistem persamaan
diferensial berikut.





=

=




+�


+�

− �

− �



− �



(3)

(4)

5
(Kirschner dan Webb 1998)
Deskripsi variabel dan parameter dari persamaan (3) dan (4) diberikan pada
tabel berikut.
Tabel 1 Variabel dan parameter
Notasi




Deskripsi

Satuan
+

banyaknya populasi sel
banyaknya populasi virus

� yang tidak terinfeksi

banyaknya obat penambah kekebalan tubuh

+
+

sumber / produksi sel

per ml
ml
ml

banyaknya obat antiviral
sumber / produksi sel

per ml



ml/hari



ml/hari

+
laju kematian populasi sel
� yang tidak
terinfeksi
+
laju infeksi sel
� oleh virus bebas V

per hari

tingkat masukan virus dari sumber eksternal

ml/hari

angka kehilangan virus

ml/hari

konstanta produksi virus pada getah bening
konstanta produksi virus pada plasma

Pada persamaan (3) suku
+





+�

ml/hari

ml
ml

merepresentasikan sumber dari sel

� yang sehat yang meliputi dari kontribusi eksternal sel timus serta
+
kontribusi internal dari sel
� yang berbeda. Terjadi pengurangan secara
+
alami dari sel
� yang sehat yang direpresentasikan dengan suku – � ,
pengurangan ini diakibatkan oleh kematian sel secara alami atau perpindahan sel
dari plasma menuju limpa. Terdapat pula pengurangan sel yang diakibatkan oleh
perubahan sel yang sehat menjadi terserang virus yang direpresentasikan oleh
– � �
(Kirschner dan Webb 1998).
Pada persamaan (4) suku



+�

merepresentasikan sumber virus yang

dihasilkan dari kedua kompartemen eksternal seperti getah bening serta virus yang
diproduksi oleh sel yang terinfeksi dalam plasma. Pada persamaan (4) juga ada suku
– � �
yang merepresentasikan pengurangan virus yang dipengaruhi oleh
respons kekebalan tubuh serta kematian virus (Kirschner dan Webb 1998).

6

Model dengan Kontrol
Model Kirschner dan Webb yang dikendalikan dengan kontrol diberikan
oleh sistem persamaan diferensial berikut:



=



=




+�
+�



− �

− �

− �




,



+


,

=�,



= � , (5)
(6)
(Joshi 2002)

Masalah Kontrol Optimum
Masalah kontrol optimum yang dihadapi ialah menentukan fungsi kontrol
dan
, yang membawa sistem dari kondisi awal � , � ke kondisi akhir
� � , � � . Didefinisikan fungsional objektif sebagai berikut:


= ∫ [� −

,

]

+

,

(7)

+
dengan T menyatakan banyaknya sel
� dan suku lainnya menyatakan biaya
sistematis dari pemakaian obat. Konstanta positif
dan
merupakan parameter
bobot yang dikenakan pada kontrol, dan
,
mencerminkan dosis dari obat.
Ketika obat dikonsumsi pada dosis yang tinggi, obat tersebut akan menjadi racun
bagi tubuh. Memaksimumkan fungsi objektif adalah dengan memaksimumkan
banyaknya sel � . Dengan demikian masalah kontrol optimum dapat dituliskan
sebagai berikut:

max ,

(8)

dengan kendala:



=
=






+�
+�



− �
− �

− �



,

+



,

(9)

(10)


= � ,�
= � , �( ), �( ) tidak ditentukan (bebas),
dan
.
Keterbatasan fungsi kontrol
= , , dapat dituliskan


�,
kembali dalam bentuk
,
� − �

7
.
�− �
Dengan mendefinisikan
= − ,

=
− ,

= − ,

=
− ,

maka fungsi Lagrange dari masalah kontrol optimum (7) didefinisikan sebagai
berikut:
� = (� −

+

(

)+

+


− � − �� +
+�





− �� +
+�
ℎ ,
ℎ +

+

ℎ +

�)


(11)

adalah pengganda penalti dan ,
,
,
,
dengan
adalah fungsi adjoin.
Untuk mendapatkan fungsi kontrol ∗ dan ∗ digunakan syarat (1) teorema
prinsip maksimum Pontryagin pada masalah kontrol optimum. Syarat pertama
prinsip maksimum Pontryagin memberikan:
= ,

+

− �
+
= ⇔−


+�
sehingga diperoleh kontrol-kontrol optimum




=

+

⇔−



=



serta �

�̇

�̇

,�

=



(





,

+

− �
+�

= ,

+



(12)
),

+

(13)

harus memenuhi

=



=




+�

+�



− �

− �

− �


.





+

,

(14)
(15)

Pada fungsi Lagrange juga terdapat fungsi adjoin ̇ dan ̇ yang memenuhi
sistem persamaan berikut:

̇ =

̇ =− +
(

+

( + �∗
�∗

)

+ �∗







�∗

)+
(

( −
+

,

�∗

(16)


)

)

− �∗

.

(17)

8

Karena diasumsikan �
dan �
bebas maka harus dipenuhi syarat
transversalitas berikut (syarat kedua pada prinsip maksimum Pontryagin):
(18)
( ) = dan ( ) =


berbatas, maka dilakukan analisis berikut sehingga
dan
Karena
kondisi Berkovitz terpenuhi.
1. Kasus
=

 Jika dimisalkan
=
maka ℎ
= −
= dan ℎ
. Kondisi Berkovitz (syarat ketiga prinsip maksimum Pontryagin)
= , sehingga kontrol optimum (12)
dan
memberikan
menjadi

dan

Karena
� �

=

�−

.

, maka dapat disimpulkan


. Dengan demikian kontrol optimum


=



;

� �

atau

diberikan oleh

.

(19)

=

= −
dan ℎ
 Jika dimisalkan
=
maka ℎ
= . Kondisi Berkovitz (syarat ketiga prinsip maksimum Pontryagin)
, sehingga kontrol optimum (12)
= dan
memberikan
menjadi

dan

Karena
� �

=

�+

, maka dapat disimpulkan

. Dengan demikian kontrol optimum


=



;

.



� �

atau

diberikan oleh

.

(20)

=
= −
> dan ℎ
 Jika dimisalkan
<
<
maka ℎ
− > . Kondisi Berkovitz (syarat ketiga prinsip maksimum
= , sehingga kontrol
= dan
Pontryagin) memberikan

optimum diberikan oleh


=



;



.

Dengan demikian, berdasarkan (19), (20), dan (21) dapat dituliskan

(21)

9



�∗

=

{
atau secara ringkas dapat ditulis


;

;

;

( �

= min {max { ,

2. Kasus

( �

( �

)} ,



)

)

,

}.

(22)

Dengan cara serupa yang digunakan pada kasus sebelumnya diperoleh
kontrol optimum
− �
− �
;
+�
+�
− �

;
=
+�
− �
;
,
+�
{
atau dalam notasi padu dapat ditulis


= min {max {

,

− �
+�

},

}.

(23)

SOLUSI NUMERIK
Metode Runge-Kutta Orde-4
Solusi numerik dari sistem optimumitas diselesaikan dengan menggunakan
metode Runge-Kutta orde 4. Sistem state diselesaikan dengan metode maju
sedangkan sistem adjoin diselesaikan dengan metode mundur, sehingga untuk
menentukan solusi dibutuhkan dua tahap. Fungsi kontrol diperbaharui pada akhir
iterasi dengan menggunakan rumus kontrol optimum (22) dan (23). Tuliskan
kembali sistem (14), (15), (16), dan (17) dalam bentuk berikut:



=

, �, � ,



=�,

=

, �, � ,



=�,

10
̇ =

̇ =
,
dengan
=



=

,

,



=− +

,

,


+�

+�

=

,

(

( )= ,

( )= ,



− �

− �

( + �∗
+

�∗

)

− �






+ �∗

,


)+




+
�∗

(

,
,

( −
+

�∗



)

)

− �∗

.

Algoritme untuk menentukan solusi diberikan seperti berikut:
1. Inisialisasi nilai awal untuk fungsi state, nilai akhir untuk fungsi adjoin, dan nilai
awal fungsi kontrol.

=�, �
= � , ( ) = , ( ) = , (0) = (0) = 0
2. Menentukan solusi dari fungsi state menggunakan metode maju selama
� − iterasi .

ℎ=

for = 0,........, � -1, do:
� =
, � , �
;



, � +�
;
� =
+ , � +�








end

=
=

=
=



+ ,
+ ℎ,
� =
6
, �

+ ,










� +�
, � +�
;
� +� ℎ, � +� ℎ ;
� + � + � + � ;
, �
;


� +�
, � +�
;

+ , � +�
, � +�
;
+ ℎ, � + � ℎ , � + � ℎ ;
� = � + � + � + � ;
6
� + = � +ℎ� ;
� + = � +ℎ� ;
=
=

3. Menentukan solusi dari fungsi adjoin dengan metode mundur selama
� − iterasi.

ℎ=

for i = 0,........, � -1,
j = (� − − do:
� =
+ ,
+ ,
+
;

11











end

=

+



+ ,


+

+�





,

+

+ + ,
+ +�
,
+ +� ℎ,
+ + ℎ,
� = � + � + � + �
6
=
+ ,
+ ,
+
;


= + + ,
+ +�
,

=
=

=
=

;





+ +�
,
+ + ,
+ +� ℎ,
+ + ℎ,
� = � + � + � + �
6
+ −ℎ� ;
=
+ −ℎ� ;
=

+
+

+

+�

+�

+
+
;



+�
+�

+�
+�



;

;
ℎ ;



;



;
ℎ ;

4. Setelah nilai numerik dari fungsi state dan adjoin diketahui, nilai dari fungsi
kontrol dapat ditentukan menggunakan persamaan (23) dan (26)
for i = 0,........, �, do:

= min {max { ,

end

= min {max {

,



− � � � �
+� �

},

},

};

};

Hasil Numerik

Karya ilmiah ini menggambarkan kasus untuk dua nilai
yang berbeda
untuk jadwal perawatan selama 50 hari. Sintaks penentuan solusi numerik dapat
dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Sintak untuk pembuatan gambar solusi
numerik dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Gambar 1-4 menggunakan
= 250000 sedangkan Gambar 5-8 menggunakan
= 500000 dan nilai
parameter lain tetap sama. Nilai parameter pada sistem diberikan sebagai berikut:
Tabel 2 Nilai parameter
Notasi
Nilai
75
0
0
0.02
0.9
2.0
1.5
0.002
K
. x −
G
30
C
0.007

12
Tabel 2 Nilai parameter (lanjutan)
Notasi
Nilai
14.0
1.0
Berdasarkan jenis obat yang dijadikan kontrol nilai , yaitu batas atas
kontrol
, jauh lebih kecil dari nilai
yaitu batas atas kontrol
. Untuk
menyeimbangkan efek perbedaan nilai ini maka koefisien penyeimbang
diambil
jauh lebih besar dari pada .
+
+
Gambar 1 mewakili jumlah sel
� selama 50 hari. Grafik sel

+
tanpa kontrol mengalami penurunan sedangkan sel
� dengan kontrol
mengalami kenaikan signifikan sampai hari ke-45 lalu mendekati kestabilan pada
periode selanjutnya. Gambar 2 mewakili populasi HIV selama 50 hari, populasi HIV
tanpa kontrol terus mengalami kenaikan sampai hari ke-50 sedangkan populasi HIV
dengan kontrol mengalami kenaikan sampai hari ke-2 lalu mengalami fluktuasi
sehingga mengalami penurunan tajam sampai hari ke-40 lalu mendekati kestabilan
pada periode selanjutnya. Gambar 3 mewakili kontrol
dan
untuk jadwal
pemberian obat selama 50 hari, obat peningkat kekebalan tubuh diberikan dalam
skala penuh selama 38 hari dan kemudian dikurangi sampai nol di hari ke-50
berbeda dengan obat penekan virus yang konsumsinya selalu berkurang sampai nol
di hari ke-50.
+
Gambar 4 dan 5 mewakili jumlah sel
� dan HIV dengan nilai
yang
berbeda yaitu sebesar 500000. Ketika Gambar 1 dan 2 dibandingkan dengan
Gambar 4 dan 5, terlihat bahwa nilai
yang lebih tinggi dapat mengurangi
+
populasi sel
� . Gambar 6 mewakili kontrol
dan
untuk jadwal
pemberian obat selama 50 hari dengan nilai
= 500000. Terlihat pada Gambar 6
bahwa obat peningkat kekebalan tubuh hanya bisa dikonsumsi penuh selama 23
hari.

Gambar 1 Populasi Sel
= 250000

+

� dengan

Gambar 2 Populasi Sel
HIV
dengan
= 250000

13

Gambar 3 Fungsi kontrol dengan
= 250000

Gambar 5 Populasi Sel HIV dengan
= 500000

Gambar 4 Populasi Sel
= 500000

+

� dengan

Gambar 6 Fungsi kontrol dengan
= 500000

14

SIMPULAN
Simpulan
+
Pemberian kontrol pada model interaksi sel
� memberikan pengaruh
+
yang baik karena dapat membuat jumlah sel
� menjadi semakin naik,
sedangkan jumlah sel HIV menjadi semakin menurun. Namun, semakin tinggi
parameter bobot, semakin cepat pengobatan harus dihentikan. Parameter bobot
yang tinggi menunjukkan bahwa obat tersebut semakin beracun atau dapat
mengakibatkan overdosis.

Saran
+
Karya ilmiah ini hanya membahas interaksi antara sel
� yang sehat
dengan sel HIV. Ada baiknya dibahas persamaan lainnya pada model Kirschner dan
+
Webb yaitu persamaan yang merepresentasikan laju sel
� yang sakit
+
(terinfeksi), sehingga tidak hanya jumlah sel
� yang sehat atau jumlah sel
+
HIV yang bisa diketahui tetapi dapat pula diketahui jumlah sel
� yang
+
terinfeksi. Dengan begitu dapat dibandingkan sel
� yang sehat dengan sel
+
� yang sakit pada waktu .

DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja KG. 2000. Imunologi Dasar. Jakarta (ID): Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Hogg S. 2005. Essential Microbiology. Oxford (UK): John Wiley & Sons Ltd.
Joshi HR. 2002. Optimum control of an HIV immunology model. Optimum Control
Applications and Methods. 23(4):199-213.doi: 10.1002/oca.710
Kirschner D, Webb GF. 1998. Immunotheraphy of HIV-1 infection. Journal of
Biological Systems. 6(1):71-83.doi: 10.1142/S0218339098000091.
Munir R. 2003. Metode Numerik. Bandung (ID): Informatika.
Pontryagin LS, Boltyanskii VG, Gamkrelidze RV, Mischenko, EF. 1986. The
Mathematical Theory of Optimal Process. Montreux (CH): Gordon and Breach
Science Publisher.
Tu PNV. 1994. Dynamical Systems: An Introduction with Applications in
Economics and Biology. Heidelberg (DE): Springer-Verlag.

15
Lampiran 1 Penentuan Solusi Numerik Model tanpa Kontrol
function [T,V] = hiv_nocontrol(s1,s2,mu,k,g,c,B1,B2,T0,V0,t0,tf,n)
h = (tf-t0)/n;
T = zeros(1,n+1);
V = zeros(1,n+1);
T(1) = T0;
V(1) = V0;
for i = 1:n
n11 = s1 - s2*V(i)/(B1+V(i)) - mu*T(i) - k*V(i)*T(i);
n12 = s1 - s2*(V(i)+n11*h/2)/(B1+(V(i)+n11*h/2)) mu*(T(i)+n11*h/2) - k*(V(i)+n11*h/2)*(T(i)+n11*h/2);
n13 = s1 - s2*(V(i)+n12*h/2)/(B1+(V(i)+n12*h/2)) mu*(T(i)+n12*h/2) - k*(V(i)+n12*h/2)*(T(i)+n12*h/2);
n14 = s1 - s2*(V(i)+n13*h)/(B1+(V(i)+n13*h)) - mu*(T(i)+n13*h)
- k*(V(i)+n13*h)*(T(i)+n13*h);
n1 = (n11+2*n12+2*n13+n14)/6;
n21 = g*V(i)/(B2+V(i)) - c*V(i)*T(i);
n22 = g*(V(i)+n21*h/2)/(B2+(V(i)+n21*h/2)) c*(V(i)+n21*h/2)*(T(i)+n21*h/2);
n23 = g*(V(i)+n22*h/2)/(B2+(V(i)+n22*h/2)) c*(V(i)+n22*h/2)*(T(i)+n22*h/2);
n24 = g*(V(i)+n23*h)/(B2+(V(i)+n23*h)) c*(V(i)+n23*h)*(T(i)+n23*h);
n2 = (n21+2*n22+2*n23+n24)/6;
T(i+1) = T(i) + h*n1;
V(i+1) = V(i) + h*n2;
end

16
Lampiran 2 Penentuan Solusi Numerik Model dengan Kontrol
function [T,V,lambda1,lambda2,u1,u2,J] =
hiv_withcontrol(s1,s2,mu,k,g,c,B1,B2,A1,A2,a1,a2,b1,b2,T0,V0,t0,tf
,n)
tol = 0.000001;
error1 = tol + 1;
error2 = tol + 1;
h = (tf-t0)/n;
T = zeros(1,n+1);
V = zeros(1,n+1);
lambda1 = zeros(1,n+1);
lambda2 = zeros(1,n+1);
T(1) = T0;
V(1) = V0;
u1 = zeros(1,n+1)+0.5;
u2 = zeros(1,n+1)+0.5;
while(error1 > tol && error2 > tol)
oldu1 = u1;
oldu2 = u2;
for i = 1:n
n11 = s1 - s2*V(i)/(B1+V(i)) - mu*T(i) - k*V(i)*T(i) +
u1(i)*T(i);
n12 = s1 - s2*(V(i)+n11*h/2)/(B1+(V(i)+n11*h/2)) mu*(T(i)+n11*h/2) - k*(V(i)+n11*h/2)*(T(i)+n11*h/2) +
u1(i)*(T(i)+n11*h/2);
n13 = s1 - s2*(V(i)+n12*h/2)/(B1+(V(i)+n12*h/2)) mu*(T(i)+n12*h/2) - k*(V(i)+n12*h/2)*(T(i)+n12*h/2) +
u1(i)*(T(i)+n12*h/2);
n14 = s1 - s2*(V(i)+n13*h)/(B1+(V(i)+n13*h)) mu*(T(i)+n13*h) - k*(V(i)+n13*h)*(T(i)+n13*h) +
u1(i)*(T(i)+n13*h);
n1 = (n11+2*n12+2*n13+n14)/6;
n21 = g*(1-u2(i))*V(i)/(B2+V(i)) - c*V(i)*T(i);
n22 = g*(1-u2(i))*(V(i)+n21*h/2)/(B2+(V(i)+n21*h/2)) c*(V(i)+n21*h/2)*(T(i)+n21*h/2);
n23 = g*(1-u2(i))*(V(i)+n22*h/2)/(B2+(V(i)+n22*h/2)) c*(V(i)+n22*h/2)*(T(i)+n22*h/2);
n24 = g*(1-u2(i))*(V(i)+n23*h)/(B2+(V(i)+n23*h)) c*(V(i)+n23*h)*(T(i)+n23*h);
n2 = (n21+2*n22+2*n23+n24)/6;
T(i+1) = T(i) + h*n1;
V(i+1) = V(i) + h*n2;
end
for i = 1:n
j = (n+1)-i;
n11 = -1 + lambda1(j+1)*(mu+k*V(j+1)-u1(j+1)) +
lambda2(j+1)*c*V(j+1);

17
n12 = -1 + (lambda1(j+1)+n11*h/2)*(mu+k*V(j+1)-u1(j+1)) +
(lambda2(j+1)+n11*h/2)*c*V(j+1);
n13 = -1 + (lambda1(j+1)+n12*h/2)*(mu+k*V(j+1)-u1(j+1)) +
(lambda2(j+1)+n12*h/2)*c*V(j+1);
n14 = -1 + (lambda1(j+1)+n13*h)*(mu+k*V(j+1)-u1(j+1)) +
(lambda2(j+1)+n13*h)*c*V(j+1);
n1 = (n11+2*n12+2*n13+n14)/6;
n21 = lambda1(j+1)*(B1*s2/(B1+V(j+1))^2+k*T(j+1)) lambda2(j+1)*(B2*g*(1-u2(j+1))/(B2+V(j+1))^2 - c*T(j+1));
n22 =
(lambda1(j+1)+n21*h/2)*(B1*s2/(B1+V(j+1))^2+k*T(j+1)) (lambda2(j+1)+n21*h/2)*(B2*g*(1-u2(j+1))/(B2+V(j+1))^2 c*T(j+1));
n23 =
(lambda1(j+1)+n22*h/2)*(B1*s2/(B1+V(j+1))^2+k*T(j+1)) (lambda2(j+1)+n22*h/2)*(B2*g*(1-u2(j+1))/(B2+V(j+1))^2 c*T(j+1));
n24 = (lambda1(j+1)+n23*h)*(B1*s2/(B1+V(j+1))^2+k*T(j+1))
- (lambda2(j+1)+n23*h)*(B2*g*(1-u2(j+1))/(B2+V(j+1))^2 c*T(j+1));
n2 = (n21+2*n22+2*n23+n24)/6;
lambda1(j) = lambda1(j+1) - h*n1;
lambda2(j) = lambda2(j+1) - h*n2;
end
temp1 = lambda1.*T/(2*A1);
uu1 = min(b1,max(a1,temp1));
temp2 = -lambda2.*V./(2*A2*(B2+V));
uu2 = min(b2,max(a2,temp2));
u1 = 0.5*(uu1+oldu1);
u2 = 0.5*(uu2+oldu2);
error1 = sum(abs(oldu1-u1));
error2 = sum(abs(oldu2-u2));
[error1, error2]
end
f = T - (A1*u1.^2 + A2*u2.^2);
J = sum(f*h);

18
Lampiran 3 Pembuatan Gambar Solusi Numerik dengan Nilai
clear all
close all

=

s1 = 2.0; s2 = 1.5;
mu = 0.002;
k = 2.5e-4;
g = 30;
c = 0.007;
B1 = 14.0; B2 = 1.0;
A1 = 25e+4; A2 = 75;
a1 = 0; a2 = 0;
b1 = 0.02; b2 = 0.9;
T0 = 400;
V0 = 3.5;
t0 = 0; tf = 50; n = 2000;
[Tc,Vc,lambda1,lambda2,u1,u2,J] =
hiv_withcontrol(s1,s2,mu,k,g,c,B1,B2,A1,A2,a1,a2,b1,b2,T0,V0,t0,tf
,n);
[T,V] = hiv_nocontrol(s1,s2,mu,k,g,c,B1,B2,T0,V0,t0,tf,n);
t = linspace(0,tf,n+1);
plot(t,T,t,Tc,'--','LineWidth',2); title('Populasi Sel CD4^+ T
Sehat (T)'); legend('tanpa kontrol','dengan kontrol',2);
grid; xlabel('hari'); ylabel('konsentrasi (per mm^3)');
figure;
plot(t,V,t,Vc,'--','LineWidth',2); title('Populasi HIV (V)');
legend('tanpa kontrol','dengan kontrol',3);
grid; xlabel('hari'); ylabel('konsentrasi (per ml)');
figure;
plot(t,u1,t,u2,'--','LineWidth',2); title('Kontrol Optimum (u_1
dan u_2)'); legend('u_1','u_2');
grid; xlabel('hari');
figure;
plot(t,lambda1,t,lambda2,'--','LineWidth',2); title('Fungsi Adjoin
(\lambda_1 dan \lambda_2)'); legend('\lambda_1','\lambda_2');
grid; xlabel('hari');

19
Lampiran 4 Pembuatan Gambar Solusi Numerik dengan Nilai
clear all
close all

=

s1 = 2.0; s2 = 1.5;
mu = 0.002;
k = 2.5e-4;
g = 30;
c = 0.007;
B1 = 14.0; B2 = 1.0;
A1 = 50e+4; A2 = 75;
a1 = 0; a2 = 0;
b1 = 0.02; b2 = 0.9;
T0 = 400;
V0 = 3.5;
t0 = 0; tf = 50; n = 2000;
[Tc,Vc,lambda1,lambda2,u1,u2,J] =
hiv_withcontrol(s1,s2,mu,k,g,c,B1,B2,A1,A2,a1,a2,b1,b2,T0,V0,t0,tf
,n);
[T,V] = hiv_nocontrol(s1,s2,mu,k,g,c,B1,B2,T0,V0,t0,tf,n);
t = linspace(0,tf,n+1);
plot(t,T,t,Tc,'--','LineWidth',2); title('Populasi Sel CD4^+ T
Sehat (T)'); legend('tanpa kontrol','dengan kontrol',2);
grid; xlabel('hari'); ylabel('konsentrasi (per mm^3)');
figure;
plot(t,V,t,Vc,'--','LineWidth',2); title('Populasi HIV (V)');
legend('tanpa kontrol','dengan kontrol',3);
grid; xlabel('hari'); ylabel('konsentrasi (per ml)');
figure;
plot(t,u1,t,u2,'--','LineWidth',2); title('Kontrol Optimum (u_1
dan u_2)'); legend('u_1','u_2');
grid; xlabel('hari');
figure;
plot(t,lambda1,t,lambda2,'--','LineWidth',2); title('Fungsi Adjoin
(\lambda_1 dan \lambda_2)'); legend('\lambda_1','\lambda_2');
grid; xlabel('hari');

20

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 19 November 1992 dari ayah
Bastaman dan ibu Sonaningsih. Penulis adalah putra pertama dari dua bersaudara.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 26 Bandung dan pada tahun yang sama
penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian
Talenta Masuk IPB dan diterima di Departemen Matematika, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten dosen Kalkulus II
pada tahun ajaran 2011/2012 dan 2013/2014, asisten praktikum Pengantar Metode
Komputasi pada tahun ajaran 2012/2013, dan asisten dosen Pemodelan Matematika
pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga pernah aktif sebagai staf Departemen
MATH EVENT GUMATIKA IPB pada periode kepengurusan 2012 dan Kepala
Departemen MATH EVENT GUMATIKA IPB pada periode kepengurusan 2013.