Hasil Tangkap Sampingan (Bycatch) Kapal Rawai Tuna di Selatan Pulau Jawa yang Berbasis di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu

HASIL TANGKAP SAMPINGAN (BYCATCH) KAPAL RAWAI
TUNA DI SELATAN PULAU JAWA YANG BERBASIS DI PPS
CILACAP DAN PPN PALABUHANRATU

DEWI KUSUMANINGRUM

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hasil Tangkap
Sampingan (Bycatch) Kapal Rawai Tuna di Selatan Pulau Jawa yang Berbasis di
PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Dewi Kusumaningrum
NIM C44100025

ABSTRAK
DEWI KUSUMANINGRUM. Hasil Tangkap Sampingan (Bycatch) Kapal Rawai
Tuna di Selatan Pulau Jawa yang Berbasis di PPS Cilacap dan PPN
Palabuhanratu. Dibimbing oleh RONNY IRAWAN WAHJU dan BAMBANG
MURDIYANTO.
Hasil tangkap sampingan (bycatch) hampir terdapat pada semua jenis
perikanan tangkap di Indonesia, termasuk pada perikanan rawai tuna di Selatan
Laut Jawa. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi jenis hasil
tangkapan utama rawai tuna di Perairan Selatan Jawa dan mengestimasi proporsi
hasil tangkap sampingan (bycatch) dari dua lokasi pelabuhan yang berbeda.
Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2014 dengan melihat log book PPS
Cilacap dan PPN Palabuhanratu selama lima tahun terakhir. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tangkapan utama rawai tuna di PPS Cilacap dan PPN
Palabuhanratu terdiri dari Albakor (Thunnus alalunga), Mata Besar (Thunnus

obesus), Madidihang (Thunnus albacares), Tuna Sirip Biru Selatan (Thunnus
maccoyii). Tuna jenis Tuna Sirip Biru Selatan (Thunnus maccoyii) hanya
didaratkan di PPS Cilacap, di PPN Palabuhanratu tidak didaratkan. Persentase
hasil tangkap sampingan di kedua pelabuhan didominasi oleh jenis Meka (Xiphias
gladius) dan Cakalang (Katsuwonus pelamis) berkisar antara 9%-56%. CPUE
Meka di PPS Cilacap berkisar antara 0,11-1,96 dan Cakalang berkisar antara 0,011,20, kebanyakan dari hasil tangkap sampingan mempunyai nilai ekonomis tinggi.
Kata kunci: hasil tangkap sampingan, PPN Palabuhanratu, PPS Cilacap, proporsi,
rawai tuna, Selatan Jawa.

ABSTRACT
DEWI KUSUMANINGRUM. Bycatch of tuna longline with fishing base at PPS
Cilacap and PPN Palabuhanratu in Southern of Java. Supervised by RONNY
IRAWAN WAHJU and BAMBANG MURDIYANTO.
Bycatch products are mostly available in every kind of capture fisheries in
Indonesia including tuna longline in southern seas of Java. The objectives of
research are to get an information the main target of tuna longline in the southern
of Java and to estimate the proportion of bycatch from two different location
fishing port. Research was conducted on March-April, 2014 based on fishing log
book of tuna long line in PPS Cilacap and PPN Palabuhanratu during the past five
years. Reseach shows that Tuna longline catch in PPS Cilacap and PPN

Palabuhanratu consist of Albacore (Thunnus alalunga), Bigeye Tuna (Thunnus
obesus), Yellowfin Tuna (Thunnus albacares), Southern Bluefin Tuna (Thunnus
maccoyii). Southern Bluefin Tuna (Thunnus maccoyii) only landed in PPS cilacap,
meanwhile in PPN palabuhanratu there is no Southern Buefin Tuna landed. The
percentage of bycatch for both fishing port is dominated by Swordfish (Xiphias
gladius) and Skipjack Tuna (Katsuwonus pelamis) ranged between 9%-56%. The
Swordfish in PPS Cilacap CPUE ranging between 0.11-1.96 and Skipjack Tuna
ranging between 0.01-1.20, most of the bycatch has highly economic value.
Keywords: bycatch, PPN Palabuhanratu, PPS Cilacap, proportion, tuna longline,
southern of Java.

HASIL TANGKAP SAMPINGAN (BYCATCH) KAPAL RAWAI
TUNA DI SELATAN PULAU JAWA YANG BERBASIS DI PPS
CILACAP DAN PPN PALABUHANRATU

DEWI KUSUMANINGRUM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan

pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi

: Hasil Tangkap Sampingan (Bycatch) Kapal Rawai Tuna di
Selatan Pulau Jawa yang Berbasis di PPS Cilacap dan PPN
Palabuhanratu
Nama
: Dewi Kusumaningrum
NIM
: C44100025
Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap


Disetujui oleh

Dr Ir Ronny Irawan Wahju, MPhil
Pembimbing I

Prof Dr Ir Bambang Murdiyanto, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Budy Wiryawan, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah hasil
tangkapan, dengan judul Hasil Tangkap Sampingan (Bycatch) Kapal Rawai Tuna

di Selatan Pulau Jawa yang Berbasis di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Ronny I Wahju, MPhil dan Prof
Dr Ir Bambang Murdiyanto, MSc selaku pembimbing, serta Dr Deni Achmad
Soeboer, SPi, MSi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda
Tri Yunianto, Ibunda Sulastri, Ratna Kusumastuti, Sofia Kusuma Hapsari, David
Damayana, Poetry Regya Matasari, Erny Hernawati, Hani Setyoningrum,
Muhammad Sobarudin, Izza Mahdiana, serta teman-teman PSP 47 atas segala
doa, dukungan dan kasih sayangnya kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Dewi Kusumaningrum

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian


1

METODE
Prosedur Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

2
2
3
3
14

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN


18

RIWAYAT HIDUP

27

DAFTAR TABEL
1 Daerah penangkapan ikan (Fishing Ground) rawai tuna di PPS Cilacap
2 Persentase HTU kapal rawai tuna di PPS Cilacap tahun 2009-2013
3 Persentase HTU kapal rawai tuna di PPN Palabuhanratu tahun 20092013
4 Lima jenis ikan yang memiliki nilai CPUE terbesar tahun 2009 sampai
dengan tahun 2013
5 Jenis ikan yang dominan di masing-masing pelabuhan pada tahun 2009
6 Jenis ikan yang dominan di masing-masing pelabuhan pada tahun 2010
7 Jenis ikan yang dominan di masing-masing pelabuhan pada tahun 2011
8 Jenis ikan yang dominan di masing-masing pelabuhan pada tahun 2012
9 Jenis ikan yang dominan di masing-masing pelabuhan pada tahun 2013

3
7

8
10
12
12
13
13
13

DAFTAR GAMBAR
1 Alat tangkap rawai tuna
2 Persentase hasil tangkapan rawai tuna di PPS Cilacap pada tahun 2009
sampai dengan 2013
3 Persentase hasil tangkapan rawai tuna di PPN Palabuhanratu pada tahun
2009 sampai dengan tahun 2013
4 Persentase HTS kapal rawai tuna di PPS Cilacap tahun 2009 sampai
dengan 2013
5 Persentase HTS kapal rawai tuna di PPN Palabuhanratu tahun 2009
sampai dengan 2013

5

6
7
9
9

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Hasil tangkapan utama
Hasil tangkap sampingan
Hasil tangkap sampingan di PPS Cilacap
Hasil tangkap sampingan di PPN Palabuhanratu
Pendaratan ikan tuna oleh kapal rawai tuna

18
18
19
24
26

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hasil tangkap sampingan (bycatch) hampir terdapat pada semua jenis
perikanan tangkap di Indonesia, termasuk pada perikanan rawai tuna di perairan
Selatan Pulau Jawa. Pada umumnya jenis bycatch merupakan spesies yang tidak
diinginkan atau jenis ikan target namun ukuran masih di bawah standar yang
seharusnya (yuwana atau ikan muda) dan pada kasus tertentu merupakan jenis
ikan yang terancam keberadaannya (endangered species). Bycatch dapat diartikan
sebagai ikan hasil tangkapan non target dari suatu kegiatan perikanan tangkap
tertentu (Pauly 1984 vide Alverson & Hughes 1996).
Pada perikanan rawai tuna misalnya, jenis ikan cucut, pari, setuhuk, layaran
dan lainnya sering tertangkap sebagai bycatch. Dalam Pascoe (1997) mengatakan
bahwa kebijakan pengelolaan bycatch yang keliru akan berakibat penurunan
populasi dan hilangnya pendapatan nelayan di masa mendatang.
Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan selektivitas dari alat tangkap
longline untuk mengurangi bycatch dengan penggunaan circle hook sebagai
pengganti J-hook, penanganan dan metode penangkapan yang digunakan aman,
pembatasan branch line (ganglion) dan panjang tali utama serta pencegahan
timbulnya karat pada kail atau mata pancing. (Durai et al. 2011).
Sejauh ini, fokus penelitian hanya terkait bycatch pada perikanan demersal,
khususnya perikanan trawl dan purse seine (Forget et al. 2010), baik secara
lingkungan, biologi maupun ekonomi, berbeda dengan perikanan pelagis besar
(tuna khususnya), beberapa penelitian pada perikanan umum subyeknya adalah
jenis yang terancam punah terutama penyu (Amande et al. 2010). Informasi
mengenai jenis ikan hasil tangkapan utama dan sampingan dari rawai tuna
diperlukan dalam pengelolaan bycatch. Untuk itu maka penelitian yang mengkaji
bycatch perikanan rawai tuna di perairan selatan Jawa yang berbasis di Pelabuhan
Perikanan Samudera (PPS) Cilacap dan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Palabuhanratu perlu dilakukan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini, adalah:
1. Mendapatkan informasi jenis hasil tangkapan utama rawai tuna di Perairan
Selatan Jawa
2. Mengestimasi proporsi hasil tangkap sampingan (bycatch) dari dua lokasi
pelabuhan yang berbeda
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini, yaitu:
1. Memberikan informasi ilmiah tentang jenis hasil tangkap sampingan rawai tuna
di Perairan Selatan Jawa
2. Menghasilkan informasi mengenai proporsi hasil tangkap sampingan (bycatch)
perikanan rawai tuna di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu

2
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2014 sampai dengan April 2014.
Pengambilan data dilakukan di wilayah PPS Cilacap, Jawa Tengah dan PPN
Palabuhanratu Sukabumi, Jawa Barat.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah unit penangkapan ikan
beserta kelengkapannya dan hasil tangkap sampingan dari rawai tuna yang
berbasis di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu. Alat yang digunakan pada
penelitian ini antara lain kuesioner, komputer, alat tulis, kamera serta peralatan
lainnya yang digunakan dalam membantu pengumpulan data dan pengolahan data.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
survei dengan melakukan wawancara dengan nelayan. Data yang dikumpulkan
adalah data sekunder.
Penelitian ini menggunakan data berupa data primer dan data sekunder.
Data primer didapatkan berdasarkan hasil wawancara dan hasil pengisian
kuesioner oleh responden (nahkoda) rawai tuna. Dalam penelitian ini, dilakukan
wawancara dengan nelayan yang melakukan kegiatan operasional berbasis
(fishing base) di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu. Data yang dikumpulkan
meliputi identitas responden, kapal yang digunakan, operasi penangkapan ikan,
hasil tangkapan, musim penangkapan dan lokasi penangkapan. Data sekunder
yang didapat adalah data log book unit penangkapan rawai tuna di PPS Cilacap
dan PPN Palabuhanratu yang meliputi ukuran kapal (GT), hasil tangkapan per
jenis ikan dan jumlah kapal yang mendaratkan ikan.
Prosedur Analisis Data
Ikan hasil tangkap sampingan adalah ikan yang ikut tertangkap pada rawai
tuna selain ikan target, yakni Tuna Mata Besar (Bigeye Tuna/Thunnus obesus),
Tuna Sirip Kuning (Yellowfin Tuna/Thunnus albacares), Tuna Sirip Biru Selatan
(Southern Bluefin Tuna/Thunnus maccoyii) dan Albakora (Albacore/Thunnus
alalunga). Data jenis hasil tangkap sampingan digunakan untuk memperoleh
komposisi hasil tangkap sampingan tuna longline yang beroperasi di Selatan Jawa
dan dianalisis dengan deskriptif numerik menggunakan program Microsoft Office
Excel versi 2010. Data yang diolah akan diubah dalam bentuk grafik dan
dianalisis secara deskriptif.
Produktivitas dari alat penangkapan ikan diestimasi dengan menghitung
Catch per Unit Effort (CPUE). Catch adalah hasil tangkapan pancing dan Effort
adalah jumlah mata pancing.

3
1.) Hasil Tangkapan (catch)
Hasil tangkapan rawai tuna di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu tahun
2009 sampai dengan 2013 berdasarkan data statistik bulanan.
2.) Upaya penangkapan (effort)
Upaya penangkapan diestimasi dengan rata-rata jumlah mata pancing yang
digunakan sebanyak 900 mata pancing dikalikan dengan jumlah kapal
yang mendaratkan hasil tangkapan selama satu tahun.
3.) Hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan ikan (catch/effort)
Produksi per upaya penangkapan ikan atau yang biasa disebut CPUE pada
penangkapan rawai tuna dapat digambarkan pada setiap daerah fishing
ground.

Keterangan:
Catch: Hasil tangkapan kapal rawai tuna.
Effort: Upaya penangkapan rawai tuna
JI : Hasil tangkapan yang didaratkan di masing-masing pelabuhan (kg)
JP : Rata-rata jumlah pancing yang digunakan.
JK : Jumlah kapal yang mendaratkan hasil tangkapan.
Data yang diperoleh seperti jumlah dan jenis hasil tangkapan dianalisis
secara deskriptif dalam bentuk tabel dan grafik (Allen, 1999).

HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Daerah Penangkapan Ikan
Daerah penangkapan ikan di kedua pelabuhan sebagian besar sama, karena
terdapat beberapa kapal rawai tuna dari Cilacap yang mendaratkan hasil
tangkapannya di PPN Palabuhanratu. Daerah penangkapan ikan di PPS Cilacap
berkisar antara 10o-14o LS dan 100o-109o BT. Daerah penangkapan ikan di PPS
Cilacap dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Daerah penangkapan ikan (Fishing Ground) rawai tuna di PPS Cilacap
No Nama Kapal Fishing Ground No Nama Kapal Fishing Ground
1
Tamara
13o-14o LS
2
Mitra Jaya 1
12o-13o LS
100o-105o BT
109o-101o BT
o
o
3
Maju Setia 16 13 -14 LS
4
Maju Setia 3 13o-14o LS
100o-106o BT
100o-104o BT

4
No Nama Kapal
5
Maju Setia 9
7

Dewa Patria

9

Kawi Jaya

Fishing Ground
13o-14o LS
103o-105o BT
11o LS
103o-10o BT
10o LS
105o-109o BT

No
6
8

Nama Kapal
Berkat
Sahabat
Sempati Sari

10

Mitra Jaya 2

Fishing Ground
11o-13o LS
100o-105o BT
10o-12o LS
100o-102o BT
8o-108o LS
102o-108o BT

Sumber : Diolah dari Statistik Perikanan Tangkap PPS Cilacap, 2009-2013

Unit penangkapan
Kapal
Kapal rawai tuna dioperasikan menggunakan kapal khusus rawai tuna yang
memiliki buritan cukup luas, selain itu kapal juga dilengkapi dengan alat penarik
tali (line hauler), line thrower, belt conveyor, penggulung tali cabang (branch
reel) dan peralatan oseanografi. Karena daerah penangkapan ikan tuna pada
umumnya jauh dari pantai, maka dibutuhkan kecepatan kapal yang tinggi untuk
mencapainya. Kapal yang digunakan di PPS Cilacap berkisar antara 20-150 GT.
Ukuran kapal tersebut mempengaruhi jumlah hari trip penangkapan, jumlah mata
pancing dan bahan pembuatan kapal. Kapal di atas 30 GT rata-rata waktu dalam
sekali trip enam bulan sedangkan kapal berukuran di bawah 30 GT rata-rata waktu
dalam sekali trip antara satu sampai tiga bulan. Bahan pembuatan kapal ada yang
terbuat dari kayu, fiber, dan baja. Bahan kapal yang digunakan juga tergantung
kepada ukuran kapal. Kapal yang berukuran lebih dari 150 GT umumnya terbuat
dari baja.
Alat tangkap
Pengoperasian rawai tuna diawali dengan melakukan setting, setting diawali
dengan penurunan pelampung bendera dan penebaran tali utama, selanjutnya
penebaran pancing dilakukan setelah umpan dipasang. Rata-rata waktu yang
dipergunakan untuk melepas pancing 0,6 menit/pancing. Penarikan alat
penangkap dilakukan dengan menggunakan line hauler yang diatur kecepatannya.
Penarikan biasanya memakan waktu 3 menit/pancing. Kapal yang berukuran
dibawah 30 GT mempunyai jumlah mata pancing dalam satu basket yang jauh
lebih sedikit dibandingkan dengan kapal yang berukuran di atas 30 GT. Kapal
yang berukuran dibawah 30 GT mempunyai jumlah mata pancing berkisar antara
10-16 mata pancing perblong dengan jumlah blong/basket 10-20 blong (100-320
mata pancing). Sedangkan untuk kapal yang berukuran di atas 30 GT mempunyai
jumlah mata pancing 45-60 mata pancing perblong dengan jumlah blong/basket di
atas 20 blong (1350-1800 mata pancing). Total waktu yang dibutuhkan saat
melepaskan pancing untuk kapal berukuran dibawah 30 GT adalah sekitar 2,25
jam dan saat penarikan membutuhkan 11,25 jam.
Pada prinsipnya kontruksi rawai tuna yang berbasis di PPS Cilacap dan PPN
Palabuhanratu terdiri dari gabungan beberapa main line (tali utama) dengan bahan
polyester; tali cabang (branch line) yang terdiri dari snap on terbuat dari baja anti
karat, tali cabang utama terbuat dari polyester, kili-kili terbuat dari kuningan dan

5
timah, sekiyama terbuat dari polyester/kawat baja, dan wire leader terbuat dari
baja dilapis timah; tali pelampung dengan bahan polyester; dan pelampung terbuat
dari plastik. Kedalaman pancing menurut kebutuhan, yaitu dengan cara mengubah
panjang branch line (tali cabang utama) atau float line (tali pelampung). Gambar
alat tangkap rawai tuna dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1 Alat tangkap rawai tuna
Sumber: Perikananindonesia.com
Nelayan
Jumlah ABK dalam setiap kapal rawai tuna sebanyak 6-8 orang, namun
untuk kapal diatas 100 GT dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 20-23 orang.
Para nelayan tersebut dibagi menjadi 4 bagian menurut jabatannya, yaitu:
(1) Perwira deck: Nahkoda, mualim I dan II
(2) Perwira mesin: Masinis I dan II.
(3) Boatswain
(4) Deck hand (ABK dek)
(5) Oiler (ABK mesin)
Umpan
Umpan merupakan salah satu faktor penentu dalam industri perikanan rawai
tuna. Umpan yang digunakan pada pengoperasian rawai tuna dalam satu kali trip
seperti ikan bandeng yang masih hidup sebanyak 60 ekor, layang dalam keadaan

6
beku sebanyak 30.000 ekor, lemuru dalam keadaan beku sebanyak 50.000 ekor.
Dalam hal ini perikanan rawai tuna lebih senang menggunakan ikan dalam
keadaan beku karena dalam kondisi beku umpan lebih mudah disimpan
dibandingkan dengan menggunakan umpan hidup.

Hasil tangkapan
Komposisi hasil tangkapan di PPS Cilacap
Dalam penelitian ini melihat data lima tahun terakhir hasil tangkapan rawai
tuna di PPS Cilacap, Jawa Tengah dimulai dari tahun 2009 sampai dengan tahun
2013. Terdapat beragam perubahan dari tahun ke tahun persentase antara Hasil
Tangkapan Utama (HTU) dan Hasil Tangkap Sampingan (HTS). Persentase
antara HTU dan HTS kapal rawai tuna di PPS Cilacap dalam lima tahun terakhir
dapat dilihat pada Gambar 2

40%

2013

60%

33%

2012
2011

67%
79%

21%

HTU
HTS

2010

74%

26%

2009

69%

31%
0%

20%

40%

60%

80%

100%

Gambar 2 Persentase hasil tangkapan rawai tuna di PPS Cilacap pada tahun 2009
sampai dengan 2013
Persentase hasil tangkapan utama selama tahun 2009-2011 mengalami
kenaikan dari 69% menjadi 79% pada tahun 2011. Setelah itu terjadi penurunan
menjadi 33% pada tahun 2012 dan 40% pada tahun 2013, sedangkan persentase
HTS mengalami kenaikan pada tahun 2011 sebanyak 21% menjadi 60% pada
tahun 2013. Persentase HTU lebih besar dibanding persentase HTS, sedangkan
pada tahun 2012 dan tahun 2013 persentase HTU lebih kecil dibandingkan
persentase HTS.
Komposisi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu
Berbeda dengan PPS Cilacap, di PPN Palabuhanratu selama lima tahun
terakhir didominasi oleh hasil tangkapan utama. Rata-rata di tiap tahunnya terjadi
kenaikan dalam persentase hasil tangkap sampingan. Persentase antara HTU dan
HTS kapal rawai tuna di PPN Palabuhanratu dalam lima tahun terakhir dapat
dilihat pada Gambar 3

7

2013

75%

25%

2012

69%

31%

2011

73%

27%

HTU
HTS

2010

93%

7%

2009

89%

11%
0%

20%

40%

60%

80%

100%

Gambar 3 Persentase hasil tangkapan rawai tuna di PPN Palabuhanratu pada
tahun 2009 sampai dengan tahun 2013
Persentase hasil tangkapan utama pada tahun 2010-2012 mengalami
penurunan dari 93% menjadi 69% pada tahun 2012 setelah itu naik kembali
menjadi 75% pada tahun 2013. Sedangkan persentase HTS mengalami kenaikan
pada tahun 2010 sebanyak 7% menjadi 31% pada tahun 2012 setelah itu
mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi 25%.
Komposisi hasil tangkapan utama di PPS Cilacap
Hasil tangkapan utama merupakan target utama dari setiap operasi
penangkapan ikan. Pada alat tangkap rawai tuna, ikan hasil tangkapan utama
ditujukan untuk menangkap tuna jenis Mata Besar, Albakor, Madidihang dan SBT.
Dalam pengoperasiannya, pancing berada pada kolom perairan dengan kedalaman
tertentu.
Hasil tangkapan utama alat tangkap rawai tuna yang didaratkan di PPS
Cilacap terdiri dari Tuna Mata Besar (Thunnus obesus), Madidihang (Thunnus
albacares), Albakor (Thunnus alalunga) dan Tuna Sirip Biru Selatan atau
Southern Bluefin Tuna (SBT) (Thunnus maccoyii). Total hasil tangkapan utama
pada lima tahun terakhir mengalami kenaikan pada tahun 2009 sampai dengan
2011 namun mengalami penurunan pada tahun 2012 dan tahun 2013. Tahun 2009
sebesar 631.068,71 kg, pada tahun 2010 sebesar 743.779,22 kg, pada tahun 2011
sebesar 1.168.378,3 kg, pada tahun 2012 sebesar 464.971,64 kg dan pada tahun
2013 sebesar 291.285,74 kg. Hal ini semakin menunjukkan adanya penurunan
hasil tangkapan tuna beberapa tahun belakangan ini. Persentase hasil tangkapan
utama pada tahun 2009 sampai dengan 2013 di PPS Cilacap dapat dilihat pada
Tabel 2
Tabel 2 Persentase HTU kapal rawai tuna di PPS Cilacap tahun 2009-2013
Nama Ikan

2009 (kg)

2010 (kg)

2011 (kg)

2012 (kg)

2013 (kg)

Penurunan

Tuna Mata Besar

406.814,64

404.891,86

514.669,76

212.266,61

113.420,15

24% (-)

Madidihang

149.342,73

140.232,53

227.738,29

125.768,03

57.930,54

24% (-)

Albakor

62.025,34

179.510,03

414.462,15

111.168,50

102.216,70

36% (-)

12.886

10.144,80

11.508,10

15.768,5

9.157,50

12% (-)

SBT

8
Hasil tangkapan utama tiap tahunnya didominasi oleh Tuna Mata Besar
(Thunnus obesus) berkisar antara 40%-64%, Albakor (Thunnus alalunga) berkisar
antara 10%-36%, Madidihang (Thunnus albacares) berkisar antara 19%-27% dan
SBT (Thunnus maccoyii) berkisar antara 1%-3%. Tahun 2009-2013 persentase
rata-rata hasil tangkapan utama tuna mengalami penurunan seperti Tuna Mata
Besar sebesar 24%, Madidihang sebesar 24% dan Albakor sebesar 36% dan SBT
sebesar 12%. Jenis ikan tuna yang didaratkan di PPS Cilacap dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Komposisi hasil tangkapan utama di PPN Palabuhanratu
Berbeda dengan PPS Cilacap yang didaratkan sebanyak empat jenis tuna, di
PPN Palabuhanratu hanya didaratkan tiga jenis tuna, terdiri dari Tuna Mata Besar
(Thunnus obesus), Madidihang (Thunnus albacares) dan Albakor (Thunnus
alalunga). Total hasil tangkapan utama di PPN Palabuhanratu pada lima tahun
terakhir mengalami fluktuasi. Tahun 2009 sebesar 172.316 kg, pada tahun 2010
sebesar 4.081.565 kg, pada tahun 2011 sebesar 2.898.152, pada tahun 2012
sebesar 3.843.307 kg dan pada tahun 2013 sebesar 4.616.361 kg. Persentase hasil
tangkapan utama di PPN Palabuhanratu dalam lima tahun terakhir dapat dilihat
pada Tabel 3
Tabel 3 Persentase HTU kapal rawai tuna di PPN Palabuhanratu tahun 2009-2013
Nama Ikan

2009 (kg)

2010 (kg)

2011 (kg)

2012 (kg)

2013 (kg)

Kenaikan

Tuna Mata Besar

142.191

2.400.916

1.727.265

2.110.653

2.441.036

4% (+)

Madidihang

26.471

1.168.507

677.862

1.266.525

1.624.695

7% (+)

Albakor

3.654

512.142

493.025

466.129

550.630

4% (+)

Hasil tangkapan utama tiap tahunnya didominasi oleh Tuna Mata Besar
(Thunnus obesus) berkisar antara 53%-83%, berikutnya Madidihang (Thunnus
albacares) berkisar antara 15%-35% dan Albakor (Thunnus alalunga) berkisar
antara 2%-17%. Tahun 2009-2013 persentase rata-rata Tuna Mata Besar
mengalami kenaikan sebesar 4%, Madidihang sebesar 7% dan Albakor sebesar
4%. Jenis tangkapan utama yang didaratkan di PPN Palabuhanratu dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Komposisi hasil tangkap sampingan di PPS Cilacap
Berdasarkan hasil operasi penangkapan dapat dilihat bahwa jumlah jenis
hasil tangkap sampingan yang diperoleh pada dua tahun terakhir (2012 dan 2013)
lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah jenis hasil tangkapan yang menjadi
tujuan utama penangkapan. Total hasil tangkap sampingan dari tahun 2009 sampai
dengan 2013 secara berurut adalah 282.585,99 kg, 260.539,459 kg, 317.950,44 kg,
941.296,621 kg dan 445,828 kg. Komposisi hasil tangkap sampingan pada tahun
2009 sampai dengan tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 4

9
23%

22%
18%
10%

8%
5%

Jabrik

Cakalang

Cucut Lanjaman

1%
Cucut Selendang

1%
Cucut Pahitan

4%
1%
Layaran

4%
Setuhuk Putih

Tenggiri

Meka

Gindara

Setuhuk hitam

2%

Opah

Bawal belang

2%

Gambar 4 Persentase HTS kapal rawai tuna di PPS Cilacap tahun 2009 sampai
dengan 2013
Persentase HTS tertinggi ialah Cakalang (Katsuwonus pelamis) sebesar 23%,
Gindara (Lepidocybium flavobrunneum) sebesar 22% dan Meka (Xiphias gladius)
sebesar 18%. Sedangkan untuk persentase terendah HTS ialah Cucut Pahitan
(Alopias supercilossus) sebesar 1% (17.240,83 kg). Jenis ikan hasil tangkap
sampingan paling mendominasi di PPS Cilacap dapat dilihat pada Lampiran 2.
Komposisi hasil tangkap sampingan di PPN Palabuhanratu
Total hasil tangkap sampingan di PPN Palabuhanratu jauh lebih banyak jika
dibandingkan dengan total hasil tangkap sampingan di PPS Cilacap, hal ini karena
lebih banyak kapal yang berlabuh di PPN Palabuhanratu dibandingkan dengan
PPS Cilacap. Pada tahun 2009 total hasil tangkap sampingan di PPN
Palabuhanratu sangat sedikit, karena sedikit sekali kapal yang mendaratkan hasil
tangkapannya, yaitu sebanyak 21.152 kg, pada tahun 2010 sebanyak 328.661 kg,
pada tahun 2011 sebanyak 1.088.790 kg, pada tahun 2012 sebanyak 1.741.703 kg
dan pada tahun 2013 sebanyak 1.544.053 kg. Komposisi hasil tangkap sampingan
di PPN Palabuhanratu dapat dilihat pada Gambar 5
29%

28%

17%

Eteman/koyo

Tenggiri

Cucut Monyet

Setuhuk Loreng

Cucut Lanyam

3%

1%
Meka

2%

Layaran

3%

Ikan Lainnya

3%

Cucut Laek/Air

Cakalang

10%
4%

Gambar 5 Persentase HTS kapal rawai tuna di PPN Palabuhanratu tahun 2009
sampai dengan 2013

10
Berbeda dengan hasil tangkap sampingan di PPS Cilacap, di PPN
Palabuhanratu terdapat jenis ikan lainnya yang didaratkan. Ikan lainnya yang
dimaksud adalah ikan hasil tangkapan yang jumlahnya sedikit maka ikan-ikan
tersebut dijadikan satu kelompok. Persentase hasil tangkap sampingan tuna long
line terdiri dari Cakalang (Katsuwonus pelamis) sebesar 28%, Meka (Xiphias
gladius) sebanyak 17% dan ikan lainnya sebesar 29%, sementara untuk Layaran
(Isthioporus platypterus) sebesar 1%. Jenis ikan hasil tangkap sampingan yang
dominan tertangkap dengan rawai tuna di PPN Palabuhanratu dapat dilihat pada
Lampiran 2.
Hasil tangkap sampingan per satuan upaya di PPS Cilacap.
Dari data lima tahun terakhir yaitu tahun 2009 sampai dengan 2013 dapat
diketahui nilai Catch per Unit Effort (CPUE) dari masing masing jenis ikan
pertahunnya. CPUE didapat dengan membagi hasil tangkapan (kg) dengan jumlah
mata pancing yang digunakan dikalikan dengan jumlah kapal yang didaratkan di
PPS Cilacap. Karena pada kasus ini menggunakan data lima tahun terakhir yaitu
tahun 2009 sampai dengan 2013 maka jumlah pancing dikalikan dengan jumlah
kapal yang mendaratkan ikan di PPS Cilacap tiap tahunnya. Jumlah mata pancing
setelah dirata-rata menjadi 900 mata pancing. Lima jenis ikan yang memiliki nilai
CPUE terbesar tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 4
Tabel 4 Lima jenis ikan yang memiliki nilai CPUE terbesar tahun 2009 sampai
dengan tahun 2013
Tahun No
Nama
Nama Ilmiah
Berat
CPUE Jumlah
Lokal
(kg)
Kapal
Meka
Xiphias gladius
55354,33
0,11
1
Bawal
Taractichthys
54926,00
0,11
2
Belang
steindachneri
Lepidocybium
Gindara
45846,50
0,09
2009 3
541
flavobrunneum
Setuhuk
Makaira indica
35031,93
0,07
4
Hitam
Cucut
Carcharhinus
20144,69
0,04
5
Lanjaman
fitzroyensis
Meka
Xiphias gladius
80030,88
0,11
1
Lepidocybium
Gindara
56414,35
0,08
2
flavobrunneum
Bawal
Taractichthys
50013,45
0,07
778
2010 3
Belang
steindachneri
Setuhuk
Makaira indica
22116,10
0,03
4
Hitam
Cakalang
Katsuwonus pelamis 8313,30
0,01
5

11
Tahun

2011

No
1

Nama
Lokal
Meka

2

Cakalang

3

Gindara

4
5

2012

1

Cakalang

2

Gindara

3

Jabrik

4

Meka
Bawal
Belang

5

2013

Setuhuk
Hitam
Bawal
Belang

1

Gindara

2

Meka
Setuhuk
Hitam
Cucut
Selendang
Bawal
Belang

3
4
5

Nama Ilmiah

Berat (kg)

CPUE

Xiphias gladius
Katsuwonus
pelamis
Lepidocybium
flavobrunneum

118287,03

1,96

72529,00

1,20

40219,80

0,67

Makaira indica

17800,34

0,29

16409,70

0,27

395556,00

0,99

173891,50

0,44

99752,00

0,25

65634,38

0,16

46664,50

0,12

149250,50

0,90

65407,12

0,39

Makaira indica

63516,05

0,38

Prionace glauca

54181,55

0,33

Taractichthys
steindachneri

43501,00

0,26

Taractichthys
steindachneri
Katsuwonus
pelamis
Lepidocybium
flavobrunneum
Thunnus
albacares
Xiphias gladius
Taractichthys
steindachneri
Lepidocybium
flavobrunneum
Xiphias gladius

Jumlah
Kapal

671

443

185

Pada tahun 2009 terdapat lima jenis ikan yang memiliki nilai CPUE terbesar
seperti terlihat pada tabel 4. Nilai CPUE tertinggi terdapat pada Meka (Xiphias
gladius) sebesar 0,11, berarti tertangkapnya 11 kg Meka per mata pancing. Pada
tahun 2010 terdapat lima jenis ikan yang memiliki nilai CPUE terbesar seperti
terlihat pada tabel 4. Nilai CPUE tertinggi terdapat pada Meka (Xiphias gladius)
sebesar 0,11, berarti tertangkapnya 11 kg Meka per mata pancing. Pada tahun
2011 terjadi penurunan jumlah kapal yang mendaratkan hasil tangkapan di PPS
Cilacap, sehingga berpengaruh terhadap penurunan nilai CPUE. Lima jenis ikan
yang memiliki nilai CPUE terbesar seperti terlihat pada tabel. Nilai CPUE
tertinggi terdapat pada Meka (Xiphias gladius) sebesar 1,96, berarti tertangkapnya
196 kg per mata pancing. Pada tahun 2012 terdapat lima jenis ikan yang memiliki
nilai CPUE terbesar seperti terlihat pada tabel 4. Nilai CPUE tertinggi terdapat
pada Cakalang (Katsuwonus pelamis) sebesar 0,99, berarti 99 kg per mata pancing.

12
Penurunan jumlah kapal rawai tuna mencapai 48% pada tahun 2012 dibandingkan
tahun 2013. Lima jenis ikan yang memiliki nilai CPUE terbesar seperti terlihat
pada tabel 4. Nilai CPUE tertinggi dimiliki oleh Gindara (Lepidocybium
flavobrunneum) sebesar 0,90, berarti tertangkapnya 90 kg dari per mata pancing.
Akan tetapi nilai CPUE untuk ikan Gindara mengalami kenaikan dibandingkan
tahun 2012. Sedangkan nilai CPUE ikan Meka mengalami penurunan.
Dari data CPUE di atas dapat diketahui bahwa terdapat beberapa jenis ikan
hasil tangkap sampingan yang mendominasi wilayah perairan Selatan Jawa antara
lain Meka (Xiphias gladius), Cakalang (Katsuwonus pelamis) dan Gindara
(Lepidocybium flavobrunneum). Ketiga jenis ikan tersebut selalu mendominasi
sebagai hasil tangkap sampingan selama lima tahun terakhir. Ikan hasil tangkap
sampingan yang mendominasi dapat dilihat pada Lampiran 3.
Perbandingan hasil tangkap sampingan antara PPS Cilacap dan PPN
Palabuhanratu.
Membandingkan hasil tangkapan dari kedua lokasi berbeda pada umumnya
dengan membandingkan nilai CPUE masing-masing hasil tangkapan pada kedua
pelabuhan. Namun, data yang didapat dari PPN Palabuhanratu tidak terdapat
jumlah kapal, maka nilai CPUE dari masing-masing tangkapan di PPN
Palabuhanratu tidak diestimasi pada penelitian ini. Membandingkan hasil tangkap
sampingan kedua pelabuhan dapat dengan cara membandingkan tiga hasil tangkap
sampingan paling dominan di kedua pelabuhan. Hasil tangkap sampingan PPS
Cilacap dan PPN Palabuhanratu yang dominan pada tahun 2009 dilihat pada Tabel
5
Tabel 5 Jenis ikan yang dominan di masing-masing pelabuhan pada tahun 2009
No
1
2
3

PPS Cilacap
Jumlah
(kg)
Meka
55.354,30
Bawal Belang 54.926,00
45.846,50
Gindara
Jenis

Persentase
20%
20%
16%

PPN Palabuhanratu
Jumlah
Persentase
(kg)
Meka
11.902,00
56%
Ikan lainnya
6.060,00
29%
Setuhuk Loreng 2.000,00
10%
Jenis

Tahun 2009 di PPS Cilacap terdapat Meka (Xiphias gladius) menjadi hasil
tangkapan yang paling banyak didaratkan dengan rawai tuna yaitu sebanyak 20%.
Begitu pula di PPN Palabuhanratu, hasil tangkap sampingan yang paling dominan
adalah Meka (Xiphias gladius) sebanyak 56%. Hasil tangkap sampingan PPS
Cilacap dan PPN Palabuhanratu yang dominan pada tahun 2010 dilihat pada Tabel
6
Tabel 6 Jenis ikan yang dominan di masing-masing pelabuhan pada tahun 2010
No
1
2
3

PPS Cilacap
Jumlah
(kg)
Meka
80.030,88
Gindara
56.414,35
Bawal Belang 50.013,45
Jenis

Persentase
31%
22%
20%

PPN Palabuhanratu
Jumlah
Persentase
(kg)
Ikan lainnya
309.404,00
34%
Meka
166.148,00
25%
Cucut Lanyam
113.970,00
12%
Jenis

Tahun 2010 antara PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu terdapat sedikit
perbedaan, di PPS Cilacap jenis ikan yang paling banyak adalah Meka (Xiphias

13
gladius) sebanyak 31%. Sedangkan di PPN Palabuhanratu jenis Meka berada di
posisi kedua sebesar 25%. Posisi pertama yaitu ikan jenis lainnya sebesar 34%.
Hasil tangkap sampingan PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu yang dominan
pada tahun 2011 dilihat pada Tabel 7
Tabel 7 Jenis ikan yang dominan di masing-masing pelabuhan pada tahun 2011
No
1
2
3

Jenis

PPS Cilacap
Jumlah (kg)

Meka
Cakalang
Gindara

118.287,03
72.529,00
40.219,80

Persentase
38%
23%
13%

PPN Palabuhanratu
Jumlah
Persentase
(kg)
Cakalang
314.924,00
29%
Ikan lainnya
269.369,00
25%
Meka
172.513,00
16%
Jenis

Tahun 2011 terdapat dua jenis ikan yang sama yang paling banyak, yaitu
Meka (Xiphias gladias) dan Cakalang (Katsuwonus pelamis), di PPS Cilacap
masing-masing sebesar 38% dan 23%. Sedangkan PPN Palabuhanratu masingmasing sebesar 16% dan 29%. Hasil tangkap sampingan PPS Cilacap dan PPN
Palabuhanratu yang dominan pada tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 8
Tabel 8 Jenis ikan yang dominan di masing-masing pelabuhan pada tahun 2012
No
1
2
3

Jenis

PPS Cilacap
Jumlah (kg)

Cakalang
Gindara
Jabrik

395.556,00
173.891,50
99.752,00

Persentase
43%
19%
11%

PPN Palabuhanratu
Jumlah
Persentase
(kg)
Cakalang
955.009,00
55%
Ikan lainnya
426.263,00
24%
Meka
161.188,00
9%
Jenis

Tahun 2012 di kedua pelabuhan jenis Cakalang (Katsuwonus pelamis)
menjadi jenis yang paling dominan. Di PPS Cilacap sebanyak 43% dan di PPN
Palabuhanratu sebanyak 55%. Hasil tangkap sampingan PPS Cilacap dan PPN
Palabuhanratu yang dominan pada tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 9
Tabel 9 Jenis ikan yang dominan di masing-masing pelabuhan pada tahun 2013
No
1
2
3

Jenis

PPS Cilacap
Jumlah (kg)

Gindara
Meka
Setuhuk Hitam

149.250,50
65.407,12
63.516,05

Persentase
34%
15%
15%

PPN Palabuhanratu
Jumlah
Persentase
(kg)
Meka
359.017,00
23%
Ikan lainnya
316.356,00
21%
Cakalang
314.913,00
20%
Jenis

Tahun 2013 jenis ikan Meka (Xiphias gladius) paling banyak ditangkap di
kedua pelabuhan. Di PPS Cilacap menjadi terbanyak kedua 15% setelah Gindara
(Lepidocybium flavobrunneum) sebesar 34%. Sedangkan di PPN Palabuhanratu
jenis Meka menempati urutan pertama sebanyak 23%.
Jika dilihat dari beberapa tabel di atas, terdapat beberapa jenis ikan yang
menjadi hasil tangkap sampingan paling dominan di kedua pelabuhan tersebut.
Jenis Meka (Xiphias gladius) adalah jenis ikan yang menjadi hasil tangkap
sampingan paling banyak di kedua pelabuhan, namun pada tahun 2012 jenis
Cakalang (Katsuwonus pelamis) menjadi hasil tangkapan paling dominan di
kedua pelabuhan. Hal ini karena kedua pelabuhan terletak pada posisi geografis

14
yang sama di selatan Pulau Jawa. Jenis hasil tangkap sampingan di kedua
pelabuhan dapat dilihat pada Lampiran 2.
PEMBAHASAN
Rawai tuna adalah alat tangkap dari golongan line fishing, terutama
ditujukan untuk menangkap tuna dalam ukuran dan jumlah yang besar. Tuna yang
menjadi tujuan penangkapan utama berada di lapisan yang dalam dan mempunyai
daerah penyebaran yang luas (Takayama 1963).
Menurut Muripto (1981), alat tangkap rawai tuna merupakan alat tangkap
yang paling efektif untuk menangkap ikan jenis tuna, karena alat ini dapat
menjangkau penyebaran tuna secara vertikal maupun horizontal. Selain itu, dalam
mengoperasikan alat ini tidak memerlukan umpan hidup. Pengetahuan tentang
batas penyebaran tuna secara vertikal memegang peranan penting. Hal ini
dimaksud agar dapat memperkirakan panjang tali pelampung dan tali cabang
utama yang akan digunakan.
Pengertian daerah penangkapan (fishing ground) adalah suatu perairan
tempat penangkapan ikan yang menjadi sasaran. Menurut Gunarso (1998),
beberapa daerah penangkapan ikan tuna di Indonesia antara lain Laut Banda, Laut
Maluku, dan perairan selatan Jawa terus menuju timur. Begitu pula di perairan
selatan dan barat Sumatera serta perairan lain. Untuk di Samudera Hindia dan
Samudera Atlantik ikan tuna menyebar di antara 40o LU dan 40o LS (Collete &
Nauen 1983).
Menurut penelitian Nugraha et al., (2009) menggunakan rawai tuna bahwa
daerah penangkapan jenis tuna berada pada posisi antara 112o-113o BT dan 14o15o LS. Posisi ini berada di selatan Jawa Timur dan di luar perairan Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia. Menurut Wudianto et al. (2003), daerah
penangkapan kapal tuna longline yang berasal dari Cilacap dan Benoa yaitu di
perairan selatan Jawa Tengah pada posisi antara 108o-118o BT dan 8o-22o LS
dimana sebagian besar (>70%) melakukan penangkapan di luar perairan Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Dari kedua lokasi penelitian persentase HTU lebih besar dari persentase
HTS, kecuali pada tahun 2012 dan 2013 di PPS Cilacap. HTU kapal rawai tuna di
PPS Cilacap berkisar antara 40%-79%, sedangkan PPN Palabuhanratu berkisar
antara 69%-93%. Persentase HTS kapal rawai tuna di PPS Cilacap berkisar antara
21%-67%, sedangkan di PPN Palabuhanratu berkisar antara 7%-31%. Dalam
pengoperasian rawai tuna di Benoa persentase HTU adalah 51,11% sedangkan
untuk HTS 48,88% (Jatmiko et al. 2013). Hal ini menunjukkan bahwa unit
penangkapan rawai tuna di PPN Palabuhanratu hasil tangkapannya masih
didominasi oleh hasil tangkap sampingan (bycatch).
Dari kedua lokasi penelitian didapatkan pula hasil tangkapan utama yang
paling banyak adalah Tuna Mata Besar (Thunnus obesus). Di PPS Cilacap Tuna
mata besar berkisar antara 40%-64%, sedangkan di PPN Palabuhanratu berkisar
antara 53%-83%. Hal ini sesuai penelitian yang dilakukan oleh Jaenudin (2013),
Tuna Mata Besar menjadi hasil tangkapan utama paling banyak tertangkap di
Samudera Hindia sebesar 70,49%. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Nugraha et al., (2010), menyatakan bahwa Tuna Mata Besar yang tertangkap di

15
Samudera Hindia dengan tuna long line mencapai 98%. Hal ini berkorelasi
dengan kedalaman pengoperasian dari long line yang dikategorikan kedalam
subsurface longline dan deep longline. Kedalaman mata pancing pada
pengoperasian tuna long line mempunyai kisaran yang terdalam yaitu 360-380 m
dan terendah yaitu 100-120 m (Nugraha et al., 2009). Kedalaman mata pancing
akan berpengaruh terhadap jenis tuna yang tertangkap dimana Nugraha et al.,
(2009) menyatakan Tuna Mata Besar banyak tertangkap pada kedalaman 250-450
m dengan suhu 9o-16oC, Madidihang tertangkap sekitar kedalaman 200 m dengan
suhu sekitar 17oC dan Albakor tertangkap sekitar kedalaman 150 m dengan suhu
sekitar 20oC. Penyebaran vertikal tuna di perairan tropis sangat dipengaruhi oleh
lapisan termoklin. Ikan tuna menyebar sampai dengan ratusan meter di bawah
permukaan air laut. Berdasarkan pada deteksi gema (echo sounder), ikan tuna
banyak ditemukan pada kisaran kedalaman 100-200 m dengan kedalaman renang
20-200 m (Nashimura diacu dalam Nugraha et al., 2009).
Menurut penelitian Nugraha et al., (2010) hasil tangkap sampingan yang
dominan tertangkap di selatan Jawa antara lain Setuhuk Hitam (Makaira indica),
Layaran (Isthioporus platypterus), Cucut Lanjaman (Charcarinus cautus), Cucut
Selendang (Prionace glauca) dan Lemadang (Coryphaena hippurus).
Alat tangkap rawai tuna menangkap ikan pelagis besar, tetapi hasil tangkap
sampingan yang didaratkan termasuk juga jenis ikan pelagis kecil. Hal ini
kemungkinan karena nelayan menggunakan alat tangkap selain long line seperti
gillnet dan pancing ulur (handline).
Menurut Laevastu & Hela (1970) menyebutkan bahwa untuk ikan Meka
(Xiphias gladius) mempunyai kedalaman renang antara 50-250 m, sedangkan
Cakalang (Katsuwonus pelamis) mempunyai kedalaman renang antara 20-200 m.
Kedua jenis ikan ini merupakan hasil tangkap sampingan yang paling dominan
dari rawai tuna di Samudera Hindia. Walaupun kedua jenis ikan tersebut
tertangkap sebagai bycatch akan tetapi persentase dari kedua lokasi penelitian
menunjukkan berkisar antara 9%-56%. Untuk jenis ikan cakalang seluruhnya
dijual untuk kebutuhan lokal sedangkan meka selain dijual lokal juga ada yang
diekspor.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil tangkapan utama rawai tuna di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu
terdiri dari Albakor (Thunnus alalunga), Mata Besar (Thunnus obesus),
Madidihang (Thunnus albacares), Southern Bluefin Tuna (Thunnus maccoyii).
Tuna jenis Southern Bluefin Tuna (Thunnus maccoyii) hanya didaratkan di PPS
Cilacap, di PPN Palabuhanratu tidak didaratkan. Persentase hasil tangkap
sampingan di kedua pelabuhan didominasi oleh jenis Meka (Xiphias gladius) dan
Cakalang (Katsuwonus pelamis) berkisar antara 9%-56%. CPUE Meka di PPS
Cilacap berkisar antara 0,11-1,96 dan Cakalang berkisar antara 0,01-1,20.

16
Saran
1)
2)

Perlunya penelitian untuk jumlah hasil tangkapan dalam satuan ekor guna
menghitung hook rate (HR).
Perlu adanya penelitian mengenai kedalaman mata pancing terhadap ikan
hasil tangkap sampingan yang tertangkap oleh rawai tuna.

DAFTAR PUSTAKA
Alverson, D.L. & S.E. Hughes 1996. By-catch: from emotion to effective natural
resource management. Review in fish Biology and fisheries 6. P. 443-442.
Allen, Thomas B. (1999). The Shark Almanac. New York: The Lyons. ISBN 155821.
Amande, M. J. Lennert-Cody, C.E., N., Hall, M. & A.C. Chassol. 2010. How
much sampling coverage affects bycatch estimates in purse seine fisheries?
IOTC-2010-WPEB-20. 16 p.
Collete, B. B. & C. E. Nauen. 1983. FAO Species Catalogue. Vol. 2. Scombrids
of The World. An Annotated and Illustrated Catalogue of Tunas, Mackarels,
Bonitos, and Related Species Known to date: FAO Fish. Synop.. 125 (2):137
pp.
Durai, V., Neethiselvan, N., Chrisolite, B. & Sundaramoorthy, B. 2011. Longline
Selectivity and Fishing Pressure on The Fishery of Lethrinus Elongatus Off
Thoothukudi Coast. Departement of Fishing Technology and Fisheries
Engineering Fisheries College and Research Institut. Thoothukudi.
Forget, F.R.G. Dagorn, L., Filmalter, J.D., Soria, M. & R. Govinden. 2010.
Behaviour of two major bycatch species of tuna purse-seiners at FADs: oceanic
triggerfish (Canthidermis macuatus) and rainbow runner (Elagatis bipinnulata).
Ioct-2010-WPEB-11.10p.
Gunarso, W. 1998. Tingkah Laku Ikan dan Perikanan Pancing. Diktat Kuliah.
Laboratorium Tingkah Laku Ikan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 119 pp.
Jenudin A. Kebiasaan Makan Ikan Tuna (Thunnus sp.) Terkait dengan Proses
Penangkapan pada Rawai Tuna di Samudera Hindia. [skripsi]. Bogor
(ID):Institut Pertanian Bogor.
Jatmiko, I., Setyadji, B. & Nugraha B. 2013. Commonly discarded on Indonesian
tuna longline fishery in Indian Ocean: IOTC-2013-WPEB09-33.
Laevastu T, Hela I. 1970. Fisheries Oceanography and Ecology. London (GB):
Fishing News Book Ltd. Farnham-Surrey.199 p..
Muripto, I. 1981. Studi Tentang Penggunaan Umpan yang Berbeda Terhadap
Jumlah dan Jenis Hasil Tangkapan Tuna Long Line [Skripsi]. Malang: Fakultas
Perikanan, Universitas Brawijaya.
Nugraha B. & Triharyuni S. 2009. Pengaruh Suhu dan Kedalaman Mata Pancing
Rawai Tuna (Tuna Long Line) Terhadap Hasil Tangkapan Tuna di Samudera
Hindia. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 15:239:247.

17
Nugraha, B., Wahju, R. I., Sondita, M. F. A. & Zulkarnain. 2010. Estimasi
Kedalaman Mata Pancing Tuna Longline di Samudera Hindia: Metode
Yoshihara dan Minilog. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 16:195-203.
Pascoe, S. 1997. By-catch management and economics of discarding. FAO
Fisheries Technical Paper. No. 370 Rome, FAO. 137 p.
Pauly, D 1984. Fish population dynamics in tropical waters: A manual for use
with program-mable calculators. ICLARM Studies review (8). 325 p.
Takayama, S. 1963. Fishing Techniquefor Tunas and Skipjack. Tokai Regional
Fisheries Research Laboratory Tokyo, Japan. Japan Proceeding of The World
Scientific Meeting on The Biology of Tunas nd Related Species. FAO Fisheries
report.
Wudianto, K. Wagiyo, & B. Wibowo. 2003. Sebaran daerah penangkapan ikan
tuna di Samudera Hindia. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Badan Riset
Kelautan dan Perikanan. Departemen Keluatan dan Perikanan. Jakarta. 9 (7):
19-28 p.

18
Lampiran 1
Hasil tangkapan utama

Tuna Albakor
Albacore
Thunnus alalunga

Tuna Mata Besar
Bigeye tuna
Thunnus obesus

Madidihang
Yellowfin tuna
Thunnus albacares

Tuna Sirip Biru Selatan
Southern bluefin tuna
Thunnus maccoyii

Lampiran 2
Hasil tangkap sampingan
Meka
Swordfish
Xiphias gladius

Gindara
Escolar
Lepidocybium flavobrunneum

Cakalang
Skipjack tuna
Katsuwonus pelamis

19
Lampiran 3
Hasil tangkap sampingan di PPS Cilacap
Tahun 2009
No

Nama Lokal

Nama Ilmiah

Berat (Kg)

CPUE

1

Bawal
belang

Taractichthys
steindachneri

54926,00

0,11

Opah

Lampris guttatus

9160,00

0,02

Gindara

Lepidocybium
flavobrunneum

45846,50

0,09

Setuhuk
hitam

Makaira indica

35031,93

0,07

Meka

Xiphias gladius

55354,33

0,11

Tenggiri

Acanthocybium
solandri

3829,00

0,01

Setuhuk
Putih

Tetrapturus audax

12188,52

0,02

Layaran

Isthioporus
platypterus

6069,44

0,01

Makaira mazara

2781,00

0,01

Alopias
supercilossus

3528,23

0,01

Prionace glauca

1909,17

0,01

Carcharhinus
fitzroyensis

20144,69

0,04

Isurus oxyrinchus

18008,68

0,04

Alopias pelagicus

59947,31

0,12

2
3
4
5
6
8
9
10
11
12
13
14
15

Setuhuk
Biru
Cucut
Pahitan
Cucut
Selendang
Cucut
Lanjaman
Cucut
Cakilan
Cucut
Tikusan

20
Tahun 2010
No Nama Lokal
Bawal
1
belang
2
Opah
3

Gindara

5

Setuhuk
hitam
Meka

7

Tenggiri

8

Setuhuk
Putih

9

Layaran

4

10
11

Setuhuk
Biru
Cucut
Pahitan

12

Cakalang

13

Cucut Biru

Nama Latin
Taractichthys
steindachneri
Lampris guttatus
Lepidocybium
flavobrunneum

Berat (Kg)

CPUE

50013,45

0,07

10014,76

0,01

56414,35

0,08

Makaira indica

22116,10

0,03

Xiphias gladius
Acanthocybium
solandri
Tetrapturus
audax
Isthioporus
platypterus

80030,88

0,11

5387,83

0,01

9877,60

0,01

2638,04

0,01

Makaira mazara

5175,04

0,01

Prionace glauca

1855,10

0,01

8313,30

0,01

2510,42

0,01

Katsuwonus
pelamis
Prionace glauca

21
Tahun 2011
No Nama Lokal
Bawal
1
belang
2
Opah
3

Gindara

5

Setuhuk
hitam
Meka

6

Tenggiri

7

Setuhuk
Putih

8

Layaran

4

9
10
11
12
13

Setuhuk
Biru
Cucut
Pahitan
Cucut
Selendang
Cucut
Lanjaman
Cucut
Cakilan

Nama Ilmiah
Taractichthys
steindachneri
Lampris guttatus
Lepidocybium
flavobrunneum

Berat (Kg)

CPUE

16409,70

0,27

9901,94

0,16

40219,80

0,67

Makaira indica

17800,34

0,29

Xiphias gladius
Acanthocybium
solandri
Tetrapturus
audax
Isthioporus
platypterus

118287,03

1,96

1974,96

0,03

8702,16

0,14

2758,56

0,05

Makaira mazara

1943,31

0,03

Alopias
supercilossus

2334,46

0,04

Prionace glauca

6258,18

0,10

Carcharhinus
fitzroyensis

2913,69

0,05

Isurus oxyrinchus

2384,64

0,04

14

Lemadang

Coryphaena
hippurus

1857,50

0,03

15

Cucut
Tikusan

Alopias pelagicus

2555,00

0,04

16

Cakalang

72529,00

1,20

17

Jabrik

3330,00

0,06

Katsuwonus
pelamis
Thunnus
albacares

22
Tahun 2012
No Nama Daerah
1

Bawal belang

2

Opah

3

Gindara

5

Setuhuk
hitam
Meka

6

Tenggiri

7

Setuhuk
Putih

8

Layaran

4

9
10

Cucut
Pahitan
Cucut
Selendang

11

Lemadang

12

Cakalang

13

Jabrik

Nama Ilmiah
Taractichthys
steindachneri
Lampris
guttatus
Lepidocybium
flavobrunneum

Berat (Kg)

CPUE

46664,50

0,12

10308,50

0,03

173891,50

0,44

Makaira indica

39392,48

0,10

Xiphias gladius
Acanthocybium
solandri
Tetrapturus
audax
Isthioporus
platypterus
Alopias
supercilossus

65634,38

0,16

15507,00

0,04

41018,77

0,10

5432,95

0,01

4966,08

0,01

Prionace glauca

23803,10

0,06

5020,00

0,01

395556,00

0,99

99752,00

0,25

Coryphaena
hippurus
Katsuwonus
pelamis
Thunnus
albacares

23
Tahun 2013
No Nama Daerah
1

Bawal belang

2

Opah

3

Gindara

5

Setuhuk
hitam
Meka

7

Tenggiri

9

Setuhuk
Putih

10

Layaran

4

11
12
13
14

Cucut
Pahitan
Cucut
Selendang
Cucut
Cakilan
Cakalang

Nama Ilmiah
Taractichthys
steindachneri
Lampris
guttatus
Lepidocybium
flavobrunneum

Berat (Kg)

CPUE

43501,00

0,26

9028,70

0,05

149250,50

0,89

Makaira indica

63516,05

0,38

Xiphias gladius
Acanthocybium
solandri
Tetrapturus
audax
Isthioporus
platypterus
Alopias
supercilossus

65407,12

0,39

10530,75

0,06

10683,91

0,06

4142,14

0,02

4556,96

0,03

Prionace glauca

54181,55

0,33

3925,00

0,02

18614,00

0,11

Isurus
oxyrinchus
Katsuwonus
pelamis

24
Lampiran 4.
Hasil tangkap sampingan di PPN Palabuhanratu
Tahun 2009
No Nama Lokal
1
Alu-Alu
2
Ikan Lainnya
3
Layaran
4
Pedang-pedang
5
Setuhuk Loreng

Nama Ilmiah
Sphyraena qenie
Isthioporus platypterus
Xiphias gladius
Makaira mazara

Berat (Kg)
300 ,00
6060 ,00
890,00
11902,00
2000,00

Tahun 2010
No Nama Lokal
1
Alu-alu
2
Cucut Lanyam
4
Layaran
5
Lemadang
6
Pedang-pedang
7
Setuhuk Loreng
8
Tenggiri

Nama Latin
Sphyraena qenie
Carcharhinus limbatus
Isthioporus platypterus
Coryphaena hippurus
Xiphias gladius
Makaira mazara
Acanthocybium solandri

Berat (Kg)
19257,00
113970,00
40327,00
9034,00
230402,00
166148,00
32883,00

Tahun 2011
No Nama Lokal
1
Cucut Laek/Air
2
Cucut Lanyam
3
Cucut Monyet
4
Eteman/koyo
5
Ikan Lainnya
6
Layaran
7
Pedang-pedang
8
Setuhuk Loreng
9
Tenggiri

Nama Latin
Prionace glauca
Carcharhinus limbatus
Alopias pelagicus
Incul maculate
Isthioporus platypterus
Xiphias gladius
Makaira mazara
Acanthocybium solandri

Berat (Kg)
28861,00
19179,00
83312,00
27216,00
269369,00
7782,00
172513,00
126449,00
39185,00

Tahun 2012
No Nama Lokal
1
Cucut Monyet
2
Eteman/koyo
3
Ikan Lainnya
4
Pedang-pedang
5
Setuhuk Loreng
6
Tenggiri

Nama Latin
Alopias pelagicus
Incul maculate
Xiphias gladius
Makaira mazara
Acanthocybium solandri

Berat (Kg)
36360,00
29932,00
426263,00
161188,00
98339,00
34612,00

25
Tahun 2013
No Nama Lokal
1
Cakalang
2
Cucut Laek/Air
3
Cucut Lanyam
4
Cucut Monyet
5
Eteman/koyo

Nama Latin
Katsuwonus pelamis
Prionace glauca
Carcharhinus limbatus
Alopias pelagicus
Incul maculate

Berat (Kg)
314,913
174,880
43,526
34,281
32,028

26
Lampiran 5
Pendaratan Tuna oleh kapal Rawai