Pengembangan Kompetensi Nelayan Pada Armada Rawai Tuna Di Ppn Palabuhanratu, Jawa Barat

PENGEMBANGAN KOMPETENSI NELAYAN PADA
ARMADA RAWAI TUNA DI PPN PALABUHANRATU,
JAWA BARAT

YASINTA ANUGERAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan
Kompetensi Nelayan pada Armada Rawai Tuna di PPN Palabuhanratu, Jawa
Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Yasinta Anugerah
NIM C451130041

RINGKASAN
YASINTA ANUGERAH. Pengembangan Kompetensi Nelayan pada Armada
Rawai Tuna di PPN Palabuhanratu, Jawa Barat. Dibimbing oleh TRI WIJI
NURANI dan MUHAMMAD FEDI ALFIADI SONDITA.
Nelayan rawai tuna harus memiliki keterampilan mengoperasikan alat
tangkap dan menangani hasil tangkapan dalam lingkungan kerja yang penuh
ancaman terhadap keselamatan jiwa dan kapal ikan. Saat ini profesi nelayan di
dalam negeri, pada umumnya kurang dihargai jika dilihat dari besar upah.
Rendahnya penghargaan ini sering dikaitkan dengan rendahnya tingkat
pendidikan formal dan pelatihan. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
(SKKNI) dapat dijadikan dasar untuk merancang program pelatihan kepada
nelayan, agar mereka memiliki kompetensi yang memadai. Tujuan dari penelitian
ini adalah: 1) Menilai kompetensi nelayan rawai tuna yang terlibat dalam kegiatan
penangkapan dan pendaratan tuna menurut SKKNI yang berlaku, 2) Merumuskan
strategi mengatasi kesenjangan agar nelayan memiliki kompetensi rawai tuna

sesuai dengan rumusan SKKNI.
Pengambilan data lapang dilakukan pada bulan Desember 2014 -Februari
2015 di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Provinsi Jawa
Barat. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar periksa yang
dibuat merujuk pada Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 298 Tahun 2013 tentang
Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Kategori
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Golongan Pokok Perikanan Golongan
Penangkapan Ikan Sub Golongan Penangkapan Ikan di Laut. Pengambilan data
dilalukan melalui wawancara serta survei kepada 32 responden, yang terdiri dari
10 orang nakhoda dan 22 orang anak buah kapal rawai tuna di pelabuhan.
Unit kompetensi dengan tingkat kepentingan tertinggi untuk nakhoda adalah
"Melakukan penangkapan ikan di laut dengan menggunakan rawai tuna".
Kesenjangan pada unit ini adalah paling rendah di antara unit kompetensi
nakhoda lainnya. Nakhoda Palabuhanratu memiliki capaian kompetensi sebesar
90%. Unit kompetensi dengan tingkat kepentingan tertinggi untuk anak buah
kapal adalah "Penanganan tuna di atas kapal". Kesenjangan pada unit ini
tergolong besar dan capaian kompetensi anak buah kapal Palabuhanratu sebesar
66%. Salah satu penyebab capaian adalah kurangnya pengetahuan yang dimiliki

oleh nelayan akibat rendahnya pendidikan formal dan pelatihan. Pengalaman yang
dimiliki oleh nelayan dapat menambah pengetahuan yang dimiliki, akan tetapi
tidak semua pengetahuan didapatkan dari pengalaman. Oleh karena itu kegiatan
pelatihan yang mengisi kesenjangan sangat perlu dilakukan.
Kata kunci : nelayan, Palabuhanratu, pelatihan, rawai tuna, standar kompetensi

SUMMARY
YASINTA ANUGERAH. Development of Competency of Tuna Longline
Fishermen from PPN Palabuhanratu, West Java. Supervised by TRI WIJI
NURANI and MUHAMMAD FEDI ALFIADI SONDITA.
Tuna longline fishermen are required to perform their jobs well in
dangerous working condition. They are expected to operate fishing gear and
practice a set of skills to handle the tuna. However, their jobs are not well
rewarded. This unfair condition is always based on limited attendance in formal
education and lack of job training. The Indonesian National Occupational
Competency Standards (SKKNI) can also be used to design their training
programs. This study was aimed 1) to determine level of existing competency of
tuna longline fishermen in PPN Palabuhanratu, 2) to formulate a strategy to fill
the gaps between their existing competency and the standards.
Data were collected in December 2014 - February 2015 in Pelabuhan

Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, West Java Province. The instrument
used in this study was developed by referring Presidential Regulation of RI
Number 8 Year 2012 on the Indonesian National Qualifications Framework
(KKNI) and Ministrial Decree of Manpower and Transmigration of RI Number
298 Year 2013 on the Establishment of the National Competence Indonesia
(SKKNI) Category of Agriculture, Forestry and Fisheries Group Principal
Fisheries Sub Group Group Fishing Fishing at Sea. Data were collected from
interviews to 32 respondents consisting of 10 boat captains and 22 boat crews and
surveys to the fishermen in the port.
The most important competence unit to the captains was "Fishing at sea
using longline tuna". The gap for this unit was very low while their competency
achievement on the units was 90%. To the boat crews, the most important
competence unit was "Handling tuna on board". The gap for this competency unit
was high; their competency achievement on this unit was 66%. One main reason
for such low achievement was limited knowledge due to low attendance in formal
educations and trainings. However, their working experience can improve their
knowledge and skills, but well-designed training activities are still needed.
Keywords: fishermen, Palabuhanratu,
standards


training, tuna longline, competency

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGEMBANGAN NELAYAN KOMPETEN PADA
ARMADA RAWAI TUNA DI PPN PALABUHANRATU,
JAWA BARAT

YASINTA ANUGERAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Perikanan Laut

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Deni Achmad Soeboer SPi, MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini adalah
sumber daya manusia, dengan judul Pengembangan Nelayan Kompeten pada
Armada Rawai Tuna di PPN Palabuhanratu, Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Tri Wiji Nurani, MSi dan Dr Ir
Muhammad Fedi A. Sondita, MSc selaku komisi pembimbing serta Dr Deni
Achmad Soeboer SPi, MSi selaku dosen penguji yang telah banyak memberi

saran dan masukan untuk penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Kepala Syahbandar Perikanan PPN Palabuhanratu beserta staf
yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada suami, bapak, ibunda beserta kakak-kakak dan seluruh
keluarga atas doa dan kasih sayangnya, serta teman-teman seperjuangan
Pascasarjana Teknologi Perikanan Laut 2013 atas kebersamaan dan semangatnya.
Penulis sangat berharap kritik dan saran demi penyempurnaan penulisan
dimasa yang akan datang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016
Yasinta Anugerah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR ISTILAH
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Waktu dan Tempat Penelitian
Instrumen Penelitian
Uji Pertanyaan Wawancara
Metode Pengumpulan Data
3 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN RAWAI TUNA
DI PPN PALABUHANRATU
Unit Penangkapan Ikan
Kapal
Alat Tangkap
Nelayan
Metode Penangkapan Ikan
4 KOMPETENSI NELAYAN RAWAI TUNA
DI PPN PALABUHANRATU
Pendahuluan
Metode

Hasil
Pembahasan
5 PENGEMBANGAN KOMPETENSI NELAYAN RAWAI TUNA
DI PPN PALABUHANRATU
Pendahuluan
Metode
Hasil
Pembahasan
6 PEMBAHASAN UMUM
7 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

xii
xii
xiii
xiv

1
1
3
4
4
4
4
4
6
6
7
9
10
10
10
11
12
18
20
20

21
22
26
28
28
29
30
34
36
41
41
41
42
45
61

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Jenjang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)
Unit kompetensi nakhoda kapal penangkap ikan (rawai tuna)
Unit kompetensi anak buah kapal (rawai tuna)
Nilai koefisien reprodusibilitas dan koefisien skalabilitas
Nilai koefisien reliabilitas instrumen
Kategori koefisien reliabilitas
Data kapal rawai tuna tahun 2013
Penyesuaian tugas nelayan rawai tuna dan Level KKNI
Komposisi responden nelayan rawai tuna berdasarkan umur
Komposisi responden nelayan berdasarkan tanggungan keluarga
Komposisi responden nelayan berdasarkan pengalaman di laut
Distribusi alasan responden nelayan menggunakan rawai tuna
Distribusi motivasi responden nelayan menggunakan rawai tuna
Nilai kesenjangan unit kompetensi nakhoda rawai tuna di PPN
Palabuhanratu pada bulan Januari 2015
Nilai kesenjangan elemen kompetensi nakhoda rawai tuna di PPN
Palabuhanratu pada bulan Januari 2015
Nilai kesenjangan unit kompetensi ABK rawai tuna di PPN
Palabuhanratu pada bulan Januari 2015
Nilai kesenjangan kompetensi ABK rawai tuna di PPN Palabuhanratu
pada bulan Januari 2015
Contoh perhitungan analisis matriks perbandingan berpasangan
Unit kompetensi nakhoda rawai tuna di PPN Palabuhanratu
berdasarkan tingkat kepentingan
Elemen kompetensi nakhoda rawai tuna di PPN Palabuhanratu
berdasarkan prioritas
Unit kompetensi ABK rawai tuna di PPN Palabuhanratu berdasarkan
prioritas
Elemen kompetensi ABK rawai tuna di PPN Palabuhanratu
berdasarkan prioritas

6
7
7
8
9
9
10
13
16
17
17
18
18
22
23
24
25
29
30
31
32
32

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Diagram alir kerangka penelitian
Peta lokasi penelitian
Kapal perikanan rawai tuna di PPN Palabuhanratu
Perkembangan jumlah kapal rawai tuna yang bersandar di PPN
Palabuhanratu pada tahun 2003 – 2014
Komponen dan alat bantu penangkapan rawai tuna
Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan formal
Kegiatan persiapan melaut di PPN Palabuhanratu
Lokasi operasi armada rawai tuna yang berbasis di PPN Palabuhanratu
Capaian nakhoda rawai tuna dalam memenuhi standar kompetensi (%)
Capaian ABK rawai tuna dalam memenuhi standar kompetensi (%)

5
6
10
11
11
16
19
19
24
26

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Contoh Surat Persetujuan Berlayar (SPB)
Surat Keterangan Kecakapan (SKK) 60 mil
Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan (ANKAPIN) III
Pengembangan Kompetensi Nakhoda Rawai Tuna di PPN Palabuhanratu
Pengembangan Kompetensi ABK Rawai Tuna di PPN Palabuhanratu

46
47
48
49
56

DAFTAR ISTILAH
Current Competency Level
(CLC)

:

Elemen kompetensi

:

Kesenjangan kompetensi
(Competency gap)

:

Perbedaan antara level kompetensi yang
diperlukan pada suatu posisi dan level
kompetensi saat ini

KKNI

:

Kerangka penjenjangan kualifikasi
kompetensi yang dapat menyandingkan,
menyetarakan, dan mengintegrasikan
antara bidang pendidikan dan bidang
pelatihan kerja serta pengalaman kerja

Koefisien reprodusibilitas

:

Suatu besaran yang mengukur derajat
ketepatan alat ukur atau pertanyaan
yang dibuat

Koefisien skalabilitas

:

Kompetensi

:

Skala yang mengukur penyimpangan
pada skala reprodusibilitas dalam batas
yang dapat digunakan
Pengetahuan, keterampilan dan perilaku
yang dibutuhkan seseorang untuk
memenuhi perannya

Reliabilitas

:

Indeks yang menunjukkan sejauh mana
suatu alat ukur dapat dipercaya atau
dapat diandalkan

Required Competency Level
(CLR)

:

SKKNI

:

Tingkat kemahiran minimum yang
diharapkan dari seseorang pada
kompetensi tertentu yang dituntut oleh
pekerjaan
Uraian kemampuan yang mencakup
pengetahuan, keterampilan dan sikap
kerja minimal yang harus dimiliki
seseorang untuk menduduki jabatan
tertentu yang berlaku secara nasional.

Unit Kompetensi

:

Komponen diskret dalam kelompok
kompetensi yang terdiri dari beberapa
elemen.

Validitas

:

Sejauh mana ketepatan dan kecermatan
suatu alat ukur dalam melakukan fungsi
ukurnya

Tingkat kemahiran yang dimiliki
seseorang saat ini pada kompetensi
tertentu
Bagian dari unit kompetensi yang
digambarkan secara rinci

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumber daya manusia (SDM) adalah semua manusia yang terlibat di dalam
suatu organisasi dalam mengupayakan tercapainya tujuan organisasi tersebut
(Hasibuan 2001). Pada sistem perikanan tangkap, nelayan adalah input SDM yang
terkendali, bersama dengan kapal dan alat penangkap ikan. SDM yang baik akan
melancarkan proses yang di rancang dan akan menghasilkan output yang baik.
Nelayan adalah pelaku utama dalam kegiatan produksi perikanan tangkap yang
merupakan salah satu bagian penting dalam suatu industri perikanan.
Menurut Suwardjo et al. (2010), pekerjaan pada kapal penangkap ikan
merupakan pekerjaan yang tergolong membahayakan dibanding pekerjaan lain.
Oleh karena itu profesi pelaut kapal penangkap ikan memiliki karakteristik
pekerjaan “3d” yaitu: membahayakan (dangerous), kotor (dirty) dan sulit
(difficult). Ukuran kapal didominasi oleh kapal-kapal berukuran relatif kecil dan
berlayar pada kondisi cuaca tidak menentu, sehingga dapat meningkatkan resiko
kecelakaan kapal penangkap ikan. Keselamatan kapal penangkap ikan merupakan
interaksi faktor-faktor yang kompleks, yakni human factor (nakhoda dan anak
buah kapal), machineries (kapal dan peralatan keselamatan) dan enviroment
(cuaca dan sistem pengelolaan sumberdaya perikanan). Menurut IMO dikutip
dalam Purwangka et al. (2013), 80% dari kecelakaan disebabkan oleh kesalahan
manusia (human errror) dan sebagian besar kesalahan ini dapat dihubungkan
dengan kelemahan manajemen yang menciptakan prakondisi untuk terjadinya
kecelakaan.
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982)
dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985. Setelah meratifikasi konvensi
tersebut, Indonesia sudah seharusnya menyiapkan ratifikasi konvensi turunannya
yaitu Konvensi Standards on Training, Certification and Watchkeeping for
Fishing Vessel Personnel (STCW-F) tahun 1995. Konvensi STCW-F 1995 telah
diratifikasi oleh 15 negara, sedangkan Indonesia belum meratifikasinya. Namun
saat ini kurikulum, modul dan pelatihan kepelautan yang dijalankan oleh lembaga
diklat perikanan sudah mengacu SCTW-F 1995. Pengesahan SCTW-F 1995 bagi
awak kapal perikanan di Indonesia diharapkan dapat meningkatkan standar
pendidikan, pelatihan, sertifikasi dan tugas jaga bagi awak kapal perikanan. Selain
itu dapat memposisikan awak kapal perikanan agar memperoleh pengakuan
internasional sesuai keahlian, sehingga awak kapal perikanan mempunyai peluang
kerja pada kapal perikanan di dalam dan luar negeri. Oleh karena itu diperlukan
nelayan yang berkualitas untuk menyiapkan Indonesia meratifikasi STCW-F,
selain itu keselamatan kapal penangkap ikan juga harus diperhatikan sesuai
dengan konvensi Internasional Torremolinos tentang Keselamatan bagi Kapal
Penangkap Ikan (Torremolinos Safety of Fishing Vessel Convention) tahun 1993.
Jumlah nelayan pada tahun 2014 diseluruh wilayah Indonesia adalah
2.667.440 orang (KKP 2014). Pada saat ini kualitas nelayan Indonesia masih
rendah, khususnya pada posisi anak buah kapal (ABK). Pemerintah Indonesia
memberlakukan dua jenis sertifikat, yaitu ANKAPIN dan ATKAPIN untuk kapal
perikanan, namun sertifikat tersebut belum mendapatkan pengakuan secara

2
internasional. Menurut peraturan internasional, sertifikat kepelautan yang dimiliki
nakhoda dan awak tidak dibedakan antara kapal umum ataupun kapal ikan. Hal
tersebut berbeda secara nasional yang membedakan sertifikat kepelautan,
sehingga bagi nakhoda yang memiliki sertifikat kepelautan bagi kapal ikan tidak
diakui secara internasional. Sebagian besar nelayan Indonesia memiliki tingkat
pendidikan yang rendah serta masih jauh dari pendidikan non formal seperti
pelatihan atau bimbingan berkaitan dengan bidang kerjanya. Pelatihan dan
bimbingan yang dilaksanakan selama ini belum ada acuan sesuai dengan standar
kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh nelayan. Sedangkan kelebihan nelayan
Indonesia adalah memiliki pengalaman melaut yang lama dan beragam karena
profesi nelayan adalah profesi turun menurun dari keluarga.
Indonesia menjadi kawasan penting untuk perikanan tangkap, dimana
perhatian global sangat tinggi termasuk nelayan yang ada di luar Indonesia.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan memberikan peluang awak kapal
asing bekerja di Indonesia, sehingga dapat menimbulkan persaingan bagi nelayan
Indonesia. Untuk mengatasi persaingan tersebut dengan cara mengembangkan
kualitas nelayan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan standar pendidikan,
pelatihan dan sertifikasi. Nelayan yang memiliki kompetensi terstandar, akan
dapat bersaing dalam menghadapi era kompetisi dan perdagangan bebas.
Pada bidang penangkapan ikan, pengembangan kompetensi nelayan dapat
melalui pendekatan pada jenjang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
(KKNI). KKNI adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat
menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan
dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja. Penyetaraan tersebut dalam
rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan
di berbagai sektor. Jenjang KKNI tersebut menjadi dasar yang tepat untuk
menyetarakan kompetensi nelayan yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi adalah dua instansi pemerintah yang ikut berperan dan
bertanggung jawab dalam pengembangan kualitas nelayan Indonesia.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah mensahkan standar kompetensi
dari berbagai bidang salah satunya pada bidang penangkapan ikan yang tertera
pada keputusan mentri Kemenakertrans Nomor 298 Tahun 2013. Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) adalah uraian kemampuan yang
mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja minimal yang harus dimiliki
seseorang untuk menduduki jabatan tertentu yang berlaku secara nasional. SKKNI
ini juga dapat menjadi dasar untuk memberikan pelatihan dan bimbingan kepada
nelayan agar sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. Tersedianya standar
kompetensi diharapkan dapat memberikan pengakuan terhadap kemampuan
nelayan karena kurangnya pendidikan formal. Selain itu dapat menjadi tolok ukur
pendapatan nelayan, dimana nelayan akan mendapatkan upah sesuai dengan
kemampuan dan kualifikasinya.
Kompetensi adalah apa yang dimiliki seseorang ke dalam pekerjaannya
dalam bentuk jenis dan tingkatan perilaku yang berbeda (Dharma 2004). Pada
perikanan tangkap, standar kompetensi nelayan akan mempengaruhi nilai
produksi unit penangkapan. Hal tersebut disebabkan, kompetensi nelayan
berkaitan dengan kinerja nelayan saat operasi penangkapan. Kinerja nelayan yang
baik dalam kegiatan operasi penangkapan dari awal persiapan melaut hingga

3
penanganan hasil tangkapan akan mempengaruhi produktivitas, efektif dan
efisiensi usaha, yang akan terkait dengan keuntungan usaha. Selain itu
keselamatan awak kapal saat operasi penangkapan di laut juga merupakan bagian
dari kompetensi kerja.
Total volume produksi perikanan tangkap pada tahun 2013 mencapai 6,1
juta ton, dengan salah satu komoditas utama yaitu ikan tuna sebanyak 305.435 ton
(KKP 2014). Pelabuhan perikanan yang memiliki komoditas tuna adalah PPN
Palabuhanratu dengan volume produksi pada tahun 2013 sebanyak 5247 ton (PPN
Palabuhanratu 2014). Lokasi PPN Palabuhanratu berhadapan langsung dengan
Samudera Hindia, sesuai dengan fishing ground dalam pengoperasian rawai.
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu menjadi salah satu
pelabuhan perikanan aktif di wilayah pesisir selatan Pulau Jawa dan menjadi pusat
kegiatan perikanan tangkap di wilayah Propinsi Jawa Barat. Salah satu unit
penangkapan yang ada di PPN Palabuhanratu adalah rawai tuna (tuna longline).
Rawai tuna termasuk unit penangkapan skala industri untuk menangkap ikan tuna
sebagai komoditi ekspor. Alat tangkap rawai tuna merupakan alat tangkap yang
pasif dan selektif terhadap jenis dan ukuran ikan yang ditangkap, sehingga rawai
tuna termasuk alat tangkap yang ramah lingkungan.
Perikanan tuna di Indonesia merupakan salah satu industri perikanan yang
semakin berkembang. Indonesia memiliki keunggulan geografis yaitu berada di
antara dua Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Hal tersebut membuat
Indonesia menjadi negara penting bagi perikanan tuna global. Selain itu,
Indonesia telah menjadi anggota Regional fisheries management organisations
(RFMOs), sehingga nakhoda dan ABK harus memiliki kompetensi yang baik.
Oleh karena itu perlu kajian mengenai gambaran kompetensi yang dimiliki oleh
nelayan rawai tuna dalam operasi penangkapan ikan dan penanganan hasil
tangkapan sesuai dengan SKKNI.
Perumusan Masalah
Nelayan rawai tuna dalam bekerja di atas kapal sangat jauh dari kondisi
aman dan nyaman. Operasi penangkapan ikan dengan rawai tuna memiliki potensi
bahaya untuk keselamatan para pekerjanya. Kemampuan mengoperasikan alat
tangkap dan menangani hasil tangkapan tuna menjadi keterampilan khusus yang
harus dimiliki oleh nelayan. Sementara itu pekerjaan sebagai nelayan kurang
dihargai dengan pemberian upah yang rendah. Hal tersebut disebabkan oleh
pandangan bahwa kompetensi nelayan rendah jika dikaitkan dengan tingkat
pendidikan formal dan jenis pelatihan yang pernah diikutinya.
Rendahnya kompetensi merupakan salah satu faktor terjadinya kecelakaan
dalam bekerja di atas kapal. Rendahnya kompetensi juga menyebabkan mutu ikan
tuna yang didapatkan dapat berkurang, sehingga harga jual dapat menurun.
Nelayan yang dibutuhkan dalam kegiatan operasi penangkapan tuna harus
memiliki kualitas kerja yang baik. Faktor manusia pada operasi penangkapan
dengan rawai tuna yaitu nakhoda, perwira dan ABK, menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi keberhasilan dan keselamatan dalam operasi penangkapan.
Upaya peningkatan kompetensi nelayan dalam bekerja memerlukan infomasi
kompetensi kerja yang telah dimiliki nelayan saat ini. Setelah mengetahui
kompetensi nelayan rawai tuna saat ini maka akan lebih mudah untuk

4
mengembangkan kompetensi tersebut agar tercapai standar kompetensi yang
memadai.
Berdasarkan uraian tersebut, maka secara khusus dapat dikemukakan
rumusan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah nelayan rawai tuna di PPN Palabuhanratu sudah memiliki kompetensi
yang sesuai standar?
2. Bagaimana kompetensi nelayan pada unit penangkapan rawai tuna di PPN
Palabuhanratu saat ini berdasarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia (SKKNI)?
3. Bagaimana cara meningkatkan kompetensi rawai tuna agar mencapai standar
dari SKKNI yang telah tersedia?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menilai kompetensi yang dikuasai nelayan rawai tuna saat ini dalam kegiatan
operasi penangkapan sesuai SKKNI.
2. Memberikan usulan untuk mengisi kesenjangan kompetensi rawai tuna agar
mencapai standar.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang
bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan seperti:
1. Informasi bagi para pengambil kebijakan di instansti-instansi terkait agar
menjadi dasar dalam pengelolaaan SDM perikanan tangkap.
2. Informasi bagi para pengusaha perikanan agar menjadi dasar untuk pemberian
upah bagi tenaga kerja di kapal perikanan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi dengan responden penelitian kapal penangkap rawai
tuna dengan ukuran kapal 20 – 50 GT yang mendarat atau bersandar di PPN
Palabuhanratu. Penentuan kapal yang menjadi responden berdasarkan data
sekunder yang didapat dari syahbandar perikanan dimana jumlah terbanyak kapal
penangkap rawai tuna dengan ukuran tersebut.

2 METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Pandangan umum tentang rendahnya pendidikan yang dimiliki oleh nelayan
dapat menghambat berkembangnya nelayan Indonesia. Resiko dan bahaya saat
pengoperasian rawai tuna maupun terjaganya mutu hasil tangkapan sangat di
pengaruhi oleh kemampuan nelayan. Peningkatan kompetensi nelayan rawai tuna
di PPN Palabuhanratu diperlukanya informasi kompetensi yang dimiliki nelayan
saat ini. Kemudian dari informasi tersebut dapat diidentifikasi cara dan strategi
peningkatan kompetensi yang diperlukan. Saat ini telah tersedia standar

5
kompetensi yang harus dimiliki nelayan dalam kegiatan operasi penangkapan ikan.
Standar tersebut dapat menjadi acuan kompetensi yang harus dimiliki oleh
nelayan rawai tuna.
Penelitian ini mengetahui kompetensi yang dimiliki oleh nelayan rawai tuna
di PPN Palabuhanratu dan membandingkanya dengan SKKNI yang telah tersedia.
Selanjutnya dapat menganalisis penyebab dan penyelesaiannya agar kompetensi
nelayan memenuhi standar. Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka pemikiran
dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
PENGEMBANGAN KOMPETENSI NELAYAN RAWAI TUNA DI PPN
PALABUHANRATU, JAWA BARAT




Masalah Nelayan:
Pendidikan nelayan Indonesia yang masih rendah
Pekerjaan di kapal perikanan memiliki tingkat resiko yang tinggi

Masalah Penelitian 1:
Mengetahui kondisi kompetensi
nelayan rawai tuna yang dimiliki saat
ini dibandingkan dengan SKKNI

Masalah Penelitian 2:
Mengatasi kondisi kompetensi
nelayan rawai tuna saat ini agar
dapat mencapai standar
Identifikasi Tingkat
Kepentingan Kompetensi
Nakhoda dan ABK

Mencari informasi kompetensi yang
harus dimiliki nelayan rawai tuna
sesuai dengan SKKNI
Mencari informasi kondisi nelayan
rawai tuna di PPN Palabuhanratu :
 Usia
 Pendidikan
 Tanggungan keluarga
 Pengalaman di laut
 Motivasi melaut
 Pendapatan

Analisis Matriks
Perbandingan Berpasangan
Prioritas kompetensi
nakhoda dan ABK




Identifikasi
kompetensi
nelayan rawai
tuna saat ini

Identifikasi kompetensi
nelayan rawai tuna
sesuai SKKNI

Analisis kesenjangan
(Gap Analysis)
Kondisi kompetensi nelayan
rawai tuna di PPN Palabuhanratu



Identifikasi elemen
kompetensi yang belum
tercapai
Penyebab elemen
kompetensi belum tercapai
Mengatasi penyebab agar
kompetensi dapat tercapai
sesuai standar

Analisis Deskriptif
Pengembangan kompetensi
nelayan rawai tuna di PPN
Palabuhanratu

Gambar 1 Diagram alir kerangka penelitian

6
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan data lapang dilakukan pada bulan Desember 2014 – Februari
2015. Tempat penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Palabuhanratu, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian tersebut atas
pertimbangan PPN Palabuhnaratu merupakan fishing base kapal rawai tuna yang
aktif beroperasi.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian
Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
suatu penelitian. Instrumen pertama yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia (KKNI) untuk mengetahui tugas nelayan rawai tuna sesuai
dengan jenjang kualifikasi. Selain itu instrumen kedua adalah Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 298 Tahun 2013
tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)
Kategori Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Golongan Pokok Perikanan
Golongan Penangkapan Ikan Sub Golongan Penangkapan Ikan di Laut. Instrumen
ketiga yang digunakan adalah wawancara dan survei kepada responden.
Responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nelayan kapal rawai tuna
dan terbagi berdasarkan jenjang (KKNI) dan profesi (Tabel 1).
Tabel 1 Jenjang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)
No
1
2
3

Jenjang KKNI
VI
V
III

Jabatan Nelayan
Nakhoda Kapal Penangkap Ikan
Perwira Kapal Penangkap Ikan
Anak Buah Kapal (ABK)

Sertifikasi
Sertifikat VI
Sertifikat V
Sertifikat III

SKKNI terdiri dari unit dan elemen kompetensi, dimana unit kompetensi
adalah komponen diskret dalam kelompok kompetensi yang terdiri dari beberapa
elemen. Sedangkan elemen kompetensi adalah bagian dari unit kompetensi yang
digambarkan secara rinci. Unit kompetensi nelayan rawai tuna terbagi menjadi

7
tiga, yaitu nakhoda, perwira dan ABK namun keadaan di lapangan kurang sesuai
dengan jenjang KKNI yang telah ada. Jabatan tugas pada kapal rawai tuna di PPN
Palabuhanratu yaitu nakhoda, wakil nakhoda, kepala kamar mesin (KKM),
boatswain, koki dan ABK. Komposisi unit kompetensi berdasarkan SKKNI
untuk nakhoda dan anak buah kapal rawai tuna, disajikan pada Tabel 2 dan Tabel
3.
Tabel 2 Unit kompetensi nakhoda kapal penangkap ikan (rawai tuna)
No
1
2
3
4
5

Unit Kompetensi
Merencanakan operasi penangkapan ikan
Menyiapkan kelaiklautan kapal
Menyiapkan kelaikan operasi penangkapan ikan
Melaksanakan tugas jaga laut
Melakukan penangkapan ikan di laut dengan menggunakan rawai tuna (tuna
longline)

Tabel 3 Unit kompetensi anak buah kapal (rawai tuna)
No Unit Kompetensi
1
Merakit rawai tuna
2
Melakukan perawatan alat penangkapan ikan berbahan utama tali dan pancing di
darat
3
Melakukan perawatan alat penangkapan ikan berbahan utama tali dan pancing di
laut
4
Melakukan perbaikan alat penangkap ikan berbahan utama tali dan pancing
5
Melakukan penanganan ikan tuna di kapal

Kompetensi yang dimiliki oleh nelayan tersebut diukur dengan cara
mengajukan pertanyaan sesuai dengan SKKNI. Selain itu peneliti melihat secara
langsung kegiatan persiapan sebelum operasi penangkapan dilakukan, serta
melihat dokumen-dokumen kapal
dan sertifikat yang berkaitan dengan
kompetensi. Pertanyaan di ajukan berkaitan dengan pengetahuan meliputi
masing-masing tugas responden di kapal. Jawaban yang diberikan oleh responden
dapat memberikan gambaran dan penilaian unit kompetensi yang telah ada.
Penilaian kompetensi dari jawaban responden hanya terbagi menjadi dua, yaitu
YA dan TIDAK. Jawaban YA menggambarkan responden dapat menjawab
pertanyaan sesuai unit kompetensi, sedangkan jawaban TIDAK menggambarkan
responden tidak tahu atau tidak bisa menjawab pertanyaan sesuai unit kompetensi
yang tersedia.
Uji Pertanyaan Wawancara
Pertanyaan yang diberikan telah diuji validitas dan reliabilitas nya. Hal
tersebut untuk mendapatkan validitas isi yang memadai, untuk butir-butir
pertanyaan yang kurang memadai direvisi. Berikut ini hasil uji validitas dengan
menggunakan metode Guttman sesuai dengan penilaian kompetensi dengan skala
dikotomi.
Uji validitas dengan metode Guttman diketahui dari nilai koefisien
reprodusibilitas (Kr) dan koefisien skalabilitas (Ks). Koefisien reprodusibilitas
adalah suatu besaran yang mengukur derajat ketepatan alat ukur atau pertanyaan
yang dibuat. Koefisien skalabilitas adalah skala yang mengukur penyimpangan

8
pada skala reprodusibilitas dalam batas yang dapat digunakan. Berikut Kr dan Ks
menurut Effendi (2012) :

Keterangan:
e
: Jumlah kesalahan
x
: Jumlah kesalahan yang diharapkan, dihitung dengan rumus c (n - Tn) dan
c adalah kemungkinan mendapatkan jawaban yang benar. c = 0,5
n
: Jumlah jawaban
Tn
: Jumlah pilihan jawaban
Menurut Effendi (2012) skala dengan nilai Kr ≥ 0,9 dianggap cukup baik
untuk digunakan, dan nilai Ks ≥ 0,6 dapat diterima. Hal tersebut menjelaskan
bahwa pertanyaan yang digunakan valid dan dapat mengukur apa yang ingin
diukur.
Tabel 4 Nilai koefisien reprodusibilitas dan koefisien skalabilitas

ABK

Nakhoda

Jabatan

Unit Kompetensi
Merencanakan opersi penangkapan ikan
Menyiapkan kelaiklautan kapal
Menyiapkan kelaiklautan si penangkapan ikan
Melaksanakan tugas jaga laut
Melakukan penangkapan ikan di laut dengan menggunakan
rawai tuna
Merakit rawai tuna
Melakukan perawatan alat penangkap ikan berbahan utama
tali dan pancing di laut
Melakukan perbaikan alat penangkap ikan berbahan utama
tali dan pancing
Melakukan penanganan ikan tuna di kapal

Kr
0,987
0,982
0,978
0,963

Ks
0,600
0,927
0,826
0,834

0,969

0,625

0,929

0,569

1

1

0,955

0,632

0,966

0,772

Selanjutnya diadakan ujicoba untuk mengetahui reliabilitas instrumen.
Koefisien reliabilitas untuk skor butir dikotomi dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Kuder-Richardson yang dikenal dengan nama KR-20 (Djaali
2000):
KR-20



Keterangan:
k
: cacah butir
piqi
: varians skor butir
pi
: proporsi jawaban yang benar untuk butir nomor i
qi
: proporsi jawaban yang salah untuk butir nomor i
St2
: varians skor total responden

9
Tabel 5 Nilai koefisien reliabilitas instrumen
Kompetensi
ABK
Nakhoda

n (95%)
22
10

r Tabel
0,423
0,632

Nilai reliabilitas
0,480
0,781

Nilai reliabilitas yang didapatkan lebih besar dari nilai r Tabel, hal ini
menyatakan bahwa instrument penelitian (daftar pertanyaan wawancara) yang
digunakan dapat dipercaya atau diandalkan (Tabel 5). Berdasarkan kategori
koefisien reliabilitas (Guilford 1956) nilai reliabilitas dari nakhoda termasuk
dalam kategori relibilitas tinggi dan kompetensi ABK termasuk dalam kategori
reliabilitas sedang.
Tabel 6 Kategori koefisien reliabilitas menurut Guilford (1956) dalam Priatna
(2008)
Koefisien reliabilitas
0,80 < r11 ≤1,00
0,60 < r11 ≤ 0,80
0,40 < r11 ≤ 0,60
0,20 < r11 ≤ 0,40
-1 < r11 < 0,20

Tingkatan
reliabilitas sangat tinggi
reliabilitas tinggi
reliabilitas sedang
reliabilitas rendah
reliabilitas sangat rendah (tidak reliable)

Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara kepada
responden dengan pertanyaan yang telah disiapkan. Data sekunder diperoleh dari
Kantor PPN Palabuhanratu dan Dinas Kelautan Perikanan Palabuhanratu.
Wawancara dilakukan hanya pada saat nelayan berada di pelabuhan, oleh
karena itu ada asumsi bahwa peneliti tidak mengikuti operasi unit penangkapan
rawai tuna di laut. Akan tetapi pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan
cara melihat simulasi kegiatan, dokumen-dokumen kapal dan menanyakan
sertifikat yang telah dimiliki oleh nelayan yang bersangkutan. Selain itu
kompetensi nelayan dapat juga diketahui dari pendapat teman ataupun atasan
kerja.
Peneliti menentukan sampel unit penangkapan berupa kapal rawai tuna yang
berlabuh dan bertambat di PPN Palabuhanratu secara purposive sampling.
Penggunaan unit penangkapan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui struktur jabatan beserta tugas dari masing-masing anggota kapal dan
untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki oleh ABK dari nakhoda kapal.
Sampel kapal rawai tuna yang didapatkan berjumlah 10 kapal dan nelayan
yang telah diwawancara yaitu; 10 orang nakhoda, 3 orang KKM, 22 orang
anggota kapal yang terdiri dari 4 orang boatswain, 2 orang wakil nakhoda, 14
orang anak buah, 1 orang koki dan 1 orang prossesing. Selain itu wawancara
yang berkaitan dengan kompetensi nelayan dengan pihak perusahaan, DKP
Pelabuhanratu dan Syahbandar Perikanan PPN Palabuhanratu telah dilakukan.

10

3 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN RAWAI TUNA DI
PPN PALABUHANRATU
Unit Penangkapan Ikan
Kapal
Perikanan rawai tuna (longline) mulai beroperasi di PPN Palabuhanratu
pada tahun 2003. Perkembangan jumlah unit kapal rawai tuna cenderung
bertambah pada setiap tahunnya. Unit rawai tuna di PPN Palabuhanratu terbagi
menjadi 5 kategori berdasarkan ukuran kapal dalam Gross Tonnage (GT). Jenis
kapal yang digunakan pada unit perikanan rawai tuna adalah kapal motor yang
sebagian besar berbahan dasar kayu, adapun beberapa kapal berbahan dasar fiber.
Kapal ukuran 20-30 GT rata-rata memiliki 7 buah palka dengan sistem pendingin
frezeer air. Sebuah kapal rawai tuna yang ada di PPN Palabuhanratu ditunjukan
pada Gambar 3.

Gambar 3 Kapal perikanan rawai tuna di PPN Palabuhanratu
Ukuran kapal yang digunakan beragam sesuai dengan GT kapal masingmasing. Jumlah kapal kategori 20-30 GT menjadi jumlah kapal terbanyak pada
tahun 2013 (Tabel 7).
Tabel 7 Data kapal rawai tuna tahun 2013
Rata-rata
Ukuran Kapal
P
L
D
15,5 4
1,3
16,9 4,4 1,6

Kapal
Motor
(GT)
10-20
20-30

Jumlah
Kapal
Bahan Kapal
(Unit)
6 Kayu
140 Fiber dan Kayu

30-50

26 Fiber dan Kayu

18,4

5,1

1,8

50-100
100-200

21 Fiber dan Kayu
4 Kayu

20,8
21

5,5
6,2

2,1
2,4

Domisili
Cilacap dan Jakarta
Bali, Benoa, Cilacap.
Jakarta, Pelabuhanratu,
Semarang, Tj. Pinang
Bali, Benoa, Cilacap,
Jakarta, Pelabuhanratu
Benoa, Cilacap, Jakarta
Cilacap

Jumlah kapal rawai tuna di PPN palabuhanratu berfluktuasi selama 10 tahun
terakhir. Pada tahun 2012 alat tangkap rawai tuna meningkat dengan jumlah 741
unit, namun pada tahun 2013 menurun dengan jumlah 197 unit. Peningkatan
jumlah kapal terjadi pada tahun 2012 disebabkan banyaknya kapal rawai tuna
yang datang dari daerah lain, atau yang disebut dengan kapal andon.
Perkembangan kapal rawai tuna di PPN Palabuhanratu ditunjukan pada Gambar 4.

11
741

Kapal Rawai Tuna (Unit)

800
700

619

600
500
400
300
155

200
100

29

36

71

197
110

34

33

47

46

0
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun

Gambar 4 Perkembangan jumlah kapal rawai tuna yang bersandar di PPN
Palabuhanratu pada tahun 2003 – 2014
Alat Tangkap
Komponen alat tangkap rawai tuna terdiri dari tali utama (main line), tali
cabang (branch line), pancing (hook), pelampung radio (radio buoy), pelampung
bola (buoy), tali pelampung, snap dan mata pancing. Tali utama yang digunakan
memiliki panjang berkisar 30000 meter. Pada setiap kapal memiliki 5 buah radio
buoy dengan jumlah mata pancing yang terpasang diantara radio buoy sebanyak
250- 265 mata pancing. Total jumlah mata pancing yang digunakan sebanyak
1000-1060 mata pancing. Selain komponen tersebut, kapal rawai tuna juga
dilengkapi dengan alat bantu penangkapan yaitu line hauler, radio direction
finder (RDF), GPS, dan ganco. Line hauler digunakan untuk menggulung tali
utama. RDF dan GPS merupakan alat bantu navigasi untuk mempermudah dalam
menentukan posisi setting dan untuk mencari radio buoy pada saat hauling.
Komponen alat tangkap dan alat bantu penangkapan dapat dilihat pada Gambar 5.

a) branch line

d) RDF

b) buoy

c) GPS

e) line hauler

f) ganco

Gambar 5 Komponen dan alat bantu penangkapan rawai tuna

12
Nelayan
Nelayan yang beroperasi pada satu kapal rawai tuna ukuran 20-30 GT
berjumlah 8 - 10 orang, sedangkan jumlah nelayan untuk satu kapal rawai tuna
ukuran 30-50 GT sebanyak 10 -14 orang. Pada satu kapal rawai tuna yang
beroperasi terdapat pembagian tugas, pembagian tugas tersebut juga menunjukan
jabatan yang dimiliki nelayan tersebut. Tugas dan jabatan nelayan rawai tuna pada
kapal ditunjukan pada Tabel 8.
Mayoritas kapal rawai tuna di PPN Palabuhanratu berasal dari luar
Palabuhanratu sehingga hampir semua nelayan berasal dari daerah Cilacap,
Pemalang dan Tegal. Kriteria nakhoda yang dipilih oleh pihak perusahaan adalah
pengalaman dalam mengemudikan kapal dan telah berpengalaman berhasil
mendapat hasil tangkapan yang banyak. Pihak perusahaan biasanya
mempercayakan pemilihan anggota kapal kepada nakhoda, sehingga nakhoda juga
bertanggung jawab dalam mencari ABK dan anggota kapal lain. Kriteria anggota
kapal yang dipilih oleh nakhoda biasanya adalah kesiapan fisik untuk melaut dan
berasal dari satu daerah yang sama.

Tabel 8 Penyesuaian tugas nelayan rawai tuna di PPN Palabuhanratu dan Level KKNI
No

Jabatan

Identifikasi Tugas di Lapangan



1

Nakhoda
(Tekong)






2

Wakil
Nakhoda






3

Kepala
Kamar
Mesin
(KKM)





Mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi selama persiapan,
pencarian DPI dan selama operasi penangkapan ikan. Dapat menyelesaikan masalah serta mampu beradaptasi
terhadap situasi cuaca dan kondisi laut yang dihadapi.
Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan penangkapan ikan secara umum dan konsep teoritis bagian khusus
secara mendalam, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural saat operasi peangkapan.
Mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data, dan mampu memberikan petunjuk
dalam memilih berbagai alternatif solusi atas pekerjaan sendiri atau pekerjaan anak buah.
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja anak buah
Mampu menyelesaikan pekerjaan berlingkup luas seperti membantu nakhoda membawa kapal dan menyiapkan
perbekalan. Memilih metode yang sesuai untuk menyiapkan peralatan setting,drifting dan hauling dengan
menganalisis kondisi laut serta mampu menunjukkan kinerja dengan mutu yang baik
Menguasai konsep teoritis bidang penangkapan ikan di laut dengan rawai tuna, serta mampu memformulasikan
penyelesaian masalah operasi penangkapan
Mampu mengelola boatswain, tim prosesing dan anak buah kapal, kemudian melaporkan pekerjaan kepada nakhoda.
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja boatswain,
tim prosesing dan anak buah kapal.
Mampu menyelesaikan tugas merawat dan menjalankan mesin kapal selama persiapan dan operasi penangkapan
dengan menganalisis informasi penting yang diperlukan, memilih metode yang sesuai dari beberapa pilihan pada
perawatan dan pemeliharaan mesin kapal, serta mampu menunjukkan kinerja yang baik dalam memperbaiki mesin
rusak.
Menguasai beberapa prinsip dasar bidang keahlian mesin kapal ikan dan mampu menyelaraskan dengan
permasalahan seputar mesin kapal
Mampu bekerja sama dan melakukan komunikasi, melaporakan keadaan mesin kapal pada nakhoda dan memiliki
inisiatif.
Bertanggung jawab pada pekerjaannya dan dapat diberi tanggung jawab atas hasil kerja asisten kamar mesin

Level
KKNI

6

5

5

13

14

Tabel 8 Lanjutan
No

Jabatan

Identifikasi Tugas di Lapangan



4

5



Mampu mengatur ABK, menebar branch line, dan mengoperasikan line hauler dengan arahan wakil nakhoda,
memilih metode yang sesuai dari beberapa pilihan yang baku, serta mampu menunjukkan kinerja dengan setting
drifting dan hauling berjalan baik.
Menguasai beberapa prinsip dasar bidang keahlian penangkapan ikan dengan rawai tuna dan mampu menyelaraskan
dengan permasalahan faktual yang terjadi di atas kapal
Mampu bekerja sama dan melakukan komunikasi, melaporakan hasil kerja dan memiliki inisiatif.



Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas hasil kerja anak buah kapal



Mampu membantu boatswain utama secara bergantian mengatur ABK, menebar branch line, dan menarik line hauler
dengan arahan wakil nakhoda, memilih metode yang sesuai dari beberapa pilihan yang baku, serta mampu
menunjukkan kinerja dengan setting drifting dan hauling berjalan baik.
Menguasai beberapa prinsip dasar bidang keahlian penangkapan ikan dengan rawai tuna dan mampu menyelaraskan
dengan permasalahan faktual yang terjadi di atas kapal
Mampu bekerja sama dan melakukan komunikasi, melaporakan hasil kerja dan memiliki inisiatif.
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas hasil kerja anak buah kapal
Mampu membersihkan tuna dari mulai membuang insang, isi perut hingga masuk ke dalam palka dengan
menerjemahkan informasi dan menggunakan alat penusuk dan alat pembersih tuna berdasarkan prosedur
pembersihan, serta mampu menunjukkan kinerja dengan mutu tuna terjaga yang sebagian merupakan hasil kerja
sendiri dengan pengawasan tidak langsung oleh nakhoda
Memiliki pengetahuan operasional yang lengkap, prinsip-prinsip serta konsep umum yang terkait dengan fakta
pembersihan tuna, sehingga mampu menyelesaikan berbagai masalah yang sering terjadi selama pembersihan dengan
metode yang sesuai
Mampu bekerja sama dan melakukan komunikasi dengan boatswain dan ABK
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas kuantitas dan mutu hasil kerja tim
prosesing lain

Roller man 
(Boatswain)

Wakil
Boatswain






6

Prosesing
tuna





Level
KKNI

4

4

3

Tabel 8 Lanjutan
No

Jabatan

Identifikasi Tugas di Lapangan



7

ABK






8

Koki





Mampu melaksanakan serangkaian kegiatan setting, menggulung tali, merangkai rawai tuna dan menarik ikan ke dek
kapal pada saat hauling dengan menerjemahkan informasi dan menggunakan alat-alat , serta mampu menunjukkan
kinerja dengan berhasilnya operasi penangkapan yang sebagian merupakan hasil kerja sendiri dengan pengawasan
tidak langsung oleh nakhoda
Memiliki pengetahuan operasional yang lengkap, prinsip-prinsip serta konsep umum yang terkait dengan kegiatan
setting, menggulung tali, merangkai rawai tuna dan menarik ikan ke dek kapal pada saat hauling, sehingga mampu
menyelesaikan berbagai masalah yang lazim dengan metode yang sesuai
Mampu bekerja sama dan melakukan komunikasi sesama rekan ABK
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas kuantitas dan mutu hasil kerja
sesama rekan ABK
Mampu mengatur bahan makanan dan membuat menu makan untuk semua anggota kapal dengan menggunakan alatalat di atas kapal, dan membantu dalam merangkai rawai tuna ataupun operasi penangkapan apabila tugas utama
telah selesai. Mampu menunjukkan kinerja dengan berhasilnya menyiapkan makanan yang sebagian merupakan hasil
kerja sendiri dengan pengawasan tidak langsung oleh nakhoda
Memiliki pengetahuan operasional yang lengkap, prinsip-prinsip serta konsep umum yang terkait dengan kegiatan
memasak sehingga mampu menyelesaikan berbagai masalah yang lazim dengan metode yang sesuai
Mampu bekerja sama dan melakukan komunikasi dengan anggota kapal lain
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas kuantitas dan mutu hasil kerja
anggota kapal lain saat membantu merangkai alat tangkap

Level
KKNI

3

3

15

16
Karakteristik nelayan rawai tuna yang diamati dalam penelitian ini adalah
(1) Umur, (2) Pendidikan, (3) Tanggungan keluarga, (4) Pengalaman menangkap
ikan, (5) Motivasi penangkapan ikan, (6) Pendapatan nelayan rawai tuna.
Karakteristik umur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah umur nelayan
sejak lahir hingga penelitian ini dilakukan. Kategori umur terbagi menjadi tiga
yaitu (1) Muda, (2) Sedang, (3) Tua. Kategori muda yaitu umur nelayan berkisar
17 hingga 30 tahun, kategori sedang yaitu umur nelayan berkisar 31 hingga 44
tahun. Sedangkan kategori tua berkisar 45 hingga 58 tahun.
Tabel 9 Komposisi responden nelayan rawai tuna berdasarkan umur
No
1
2
3

Kategori Umur
Muda
Sedang
Tua
Jumlah

Jumlah
17
15
3
35

Presentase (%)
48,6
42,9
8,6
100

.
Tabel 9. menunjukkan bahwa dari 35 orang nelayan rawai tuna yang
menjadi responden dalam penelitian ini mayoritas memiliki umur yang masih
muda, yaitu berkisar 17 - 30 tahun. Nelayan yang memiliki umur kategori tua
dalam penelitian ini hanya berjumlah 3 orang dari jumlah total responden 35
orang.
Karakteristik pendidikan dalam penelitian ini adalah jumlah tahun nelayan
mengikuti pendidikan formal yaitu dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama,
sekolah menengah atas, hingga sekolah tinggi.
SMA/
SMK
11%

SMP
14%

Tidak
Sekolah
9%

SD
66%

Gambar 6 Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan formal
Berdasarkan Gambar 6 menunjukkan mayoritas pendidikan formal yang
dimiliki oleh nelayan rawai tuna adalah sekolah dasar. Sedangkan masih ada
nelayan rawai tuna yang tidak pernah mengikuti jenjang sekolah formal yaitu
sebanyak 9 % dari total responden 35 orang. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
yang menyatakan bahwa
seluruh warga Indonesia harus menyelesaikan
pendidikan dasar hingga jenjang SMP (PP No.47 Tahun 2008 tentang Wajib
Belajar) maka pendidikan formal yang dimiliki nelayan masih kurang.
Karakteristik tanggungan keluarga dalam penelitian ini adalah jumlah
anggota keluarga nelayan yang seluruh biaya kehidupannya di tanggung oleh
nelayan tersebut. Kategori terbagi menjadi tiga, kategori pertama yaitu Sedikit,
dimana jumlah anggota yang ditanggung sebanyak 1-2 orang. Kategori kedua
adalah Cukup, jumlah anggota yang ditanggung 3-5 orang dan kategori Banyak
yaitu jumlah anggota keluarga yang ditanggung lebih dari 6 orang.

17
Tabel 10 menunjukkan lebih dari 50 % responden yang diwawancarai dalam
penelitian ini memiliki tanggungan keluarga kategori sedikit yaitu 1-2 orang.
Sedangkan jumlah tanggungan keluarga kategori banyak hanya berjumlah satu
orang responden dan sisanya termasuk dalam kategori cukup yaitu berjumlah 3-5
orang.
Tabel 10 Komposisi responden nelayan berdasarkan tanggungan keluarga
No
1
2
3
Jumlah

Kategori Tanggungan Keluarga
Sedikit
Cukup
Banyak

Jumlah
20
14
1
35

Presentase (%)
57,1
40,0
2,9
100

Karakteristik pengalaman di laut dalam penelitian ini adalah lamanya
nelayan menangkap ikan di laut dari awal penangkapan hingga penelitian ini
dilakukan dan dinyatakan dalam tahun. Terdapat tiga kategori untuk karateristik
pengalaman melaut menurut Hamzens (2007) yaitu kategori rendah dimana
nelayan telah melakukan penangkapan ikan selama 1-4 tahun. Kategori sedang
yaitu nelayan telah melakukan penangkapan ikan selama 5-10 tahun, sedangkan
kategori tinggi yaitu nelayan telah melakukan penangkapan ikan di laut selama
>10 tahun.
Tabel 11 Komposisi responden nelayan berdasarkan pengalaman di laut
No
1
2
3
Jumlah

Kategori
Kurang Berpengalaman
Cukup Berpengalaman
Sangat Berpengalaman

Jumlah
9
15
11
35

Presentase (%)
25,7
42,9
31,4
100

Tabel 11 menunjukkan nelayan rawai tuna yang menjadi responden dalam
penelitian ini mayoritas telah melakukan penangkapan ikan di laut selama 5 – 10
tahun. Total 35 responden yang telah diwawancarai, ada sebanyak 11 orang
responden yang sangat berpengalaman di laut karena telah melakukan
penangkapan ikan selama >10 tahun.
Motivasi melaut dengan rawai tuna yang dimaksud pada penelitian ini
adalah dorongan yang ada dalam diri nelayan untuk melakukan penangkapan ikan
di laut dengan alat tangkap rawai tuna. Alasan yang diutarakan oleh nelayan pada
saat wawancara diant