Pada saat keadaan tanpa beban, arus akan mengalir melalui permukaan isolator, sehingga rugi-rugi total pada saluran distribusi hantaran udara adalah :
P = I
2
. R
ek
2 + R
ie
2.7 Pada keadaan berbeban, rangkaian ekivalen saluran distribusi hantaran udara
adalah seperti pada Gambar 2.12.
Beban
R
ie
I
1
I
B
I
2
X
ek
2 R
ek
2 X
ek
2 R
ek
2
Gambar 2.12 Pendekatan T untuk Rangkaian Ekivalen Saluran Distribusi Hantaran Udara dengan Arus Bocor pada Keadaan Berbeban
Untuk kasus ini, rugi-rugi saluran distribusi hantaran udara menjadi :
P = I
1 2
. R
ek
2 + I
B 2
. R
ei
+ I
2 2
. R
ek
2
2.8 Dengan membandingkan 2.4 dan 2.8 dapat disimpulkan bahwa rugi-rugi daya
pada saluran distribusi hantaran udara semakin besar jika ada arus bocor pada permukaan isolator. Dengan perkataan lain, arus bocor pada permukaan isolator
memperbesar rugi-rugi daya pada saluran distribusi hantaran udara.
II.4 Pengaruh Kelembaban Udara terhadap Arus Bocor Isolator Terpolusi
Keadaan cuaca akan mempengaruhi kinerja dari isolator yang terpasang pada saluran udara. Keadaan udara yang lembab, hujan gerimis dan adanya kabut juga
berpengaruh penting terhadap kinerja isolator. Udara di sekitar isolator mengandung polutan. Polutan tersebut dapat berupa debu, asap-asap kendaraan maupun garam.
Polutan akan menempel pada permukaan isolator. Banyaknya polutan yang menempel pada suatu isolator berbeda-beda bobotnya, bergantung pada bobot polutan udara di
sekitar tempat isolator tersebut. Polutan ini kemudian membentuk suatu lapisan yang disebut lapisan kontaminan. Pada musim hujan, akan terjadi proses pembasahan
kontaminan secara alami. Apabila isolator dikenai hujan deras, maka lapisan kontaminan pada isolator akan tercuci bersih. Sebaliknya, jika hujan yang terjadi berupa
hujan rintik- rintik atau kondisi udara pada sekitar isolator lembab, maka lapisan kontaminan akan menyerap uap air dari udara basah. Lapisan kontaminan yang basah
ini membuat konduktivitas lapisan kontaminan semakin besar sehingga tahanan permukaan isolator semakin kecil, akibatnya, arus permukaan semakin tinggi dan
menyebabkan rugi-rugi daya pada permukaan isolator bertambah. Dengan demikian rugi-rugi saluran distribusi hantaran udara juga bertambah besar.
BAB III
METODOLOGI
III.1 Umum
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode yang digunakan dalam Tugas Akhir ini. Untuk meneliti pengaruh kelembaban udara terhadap arus bocor pada
permukaan isolator perlu dilakukan eksperimen. Eksperimen dilakukan di laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Universitas Sumatera Utara. Pada bab ini akan dijelaskan
mengenai langkah-langkah yang dilakukan dalam eksperimen tersebut terutama perihal: 1.
Pengukuran bobot polusi, 2.
pengukuran konduktivitas, 3.
perhitungan luas permukaan isolator, 4.
pembuatan polusi pada isolator, 5.
pelembaban udara di sekitar isolator, 6.
peralatan ukur, dan 7.
pengukuran arus bocor pada isolator. Dalam pengukuran bobot polusi dibutuhkan pengukuran konduktivitas suatu
larutan dan luas permukaan isolator. Oleh karena itu, dalam bab ini juga akan dijelaskan tentang pengukuran konduktivitas dan perhitungan luas permukaan isolator.
III.2 Pengukuran Bobot Polusi
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa isolator yang terpasang pada saluran udara akan ditempeli oleh polutan pada permukaannya dan
bobot dari polutan yang menempel pada permukaan isolator berbeda-beda. Oleh karena itu, untuk mengukur bobot dari polutan yang menempel pada permukaan isolator,
dibutuhkan suatu pengukuran bobot polusi dengan menggunakan metode ESDD Equivalent Salt Deposit Density . ESDD Equivalent Salt Deposit Density
menunjukkan tingkat polusi permukaan isolator yang diekivalenkan dengan kadar garam dalam air. Langkah-langkah untuk menentukan nilai ESDD polutan pada suatu
isolator adalah sebagai berikut : 1.
Mula-mula sebanyak 1 liter air ledeng dan 4 lembar kain kasa ukuran 16cm x 16 cm dimasukkan ke dalam suatu wadah. Air dan kain kasa dalam wadah ini
disebut larutan pencuci. 2.
Diukur konduktivitas dari larutan pencuci dan dihitung nilai konduktivitas larutan pencuci isolator pada suhu 20
C dengan menggunakan Persamaan 3.1.
20
=
[ 1 – b - 20 ]
3.1
Dalam hal ini : =
suhu larutan C
20
= konduktivitas larutan pada suhu 20
C Sm
= konduktivitas larutan pada suhu
C Sm
b
= faktor koreksi suhu pada suhu
C
Nilai dari b dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut :
Tabel 3.1 Faktor Koreksi Suhu C
b
5 0.03156
10 0.02817
20 0.02277
30 0.01905
3. Dihitung salinitas dari larutan dengan menggunakan Persamaan 3.2.
D = 5.7
x
20 1.03
3.2 Dalam hal ini :
D =
salinitas mgcm
3
Misalkan hasil yang diperoleh adalah D
1
. 4.
Polutan yang menempel pada isolator dilarutkan ke dalam larutan pencuci. 5.
Diukur konduktivitas larutan pencuci yang telah bercampur dengan polutan. Kemudian dihitung salinitasnya dengan cara seperti di atas. Misalkan hasilnya
adalah D
2
. 6.
Dihitung nilai dari ESDD dengan menggunakan persamaan 3.3. 3.3
Dalam hal ini : ESDD
= Equivalent Salt Deposit Density mgcm
2
V =
Volume air pencuci mL D
1
= Salinitas larutan pencuci tanpa polutan
mgcm
3
D
2
= Salinitas larutan pencuci yang terpolusi
mgcm
3
S =
Luas Permukaan isolator cm
2
Berdasarkan IEC 815, tingkat intensitas polusi dibagi menjadi empat yaitu ringan, sedang, berat dan sangat berat. Hubungan antara ESDD dengan tingkat intesitas
polusi dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Hubungan Tingkat Intensitas Polusi dengan ESDD
Tingkat Intensitas Polusi ESDD maksimum mgcm
2
Ringan 0.06
Sedang 0.20
Berat 0.60
Sangat Berat 0.60
III.3 Pengukuran Konduktivitas
Untuk menghitung nilai ESDD, diperlukan nilai konduktivitas dari larutan pencuci. Nilai konduktivitas dapat diperoleh melalui alat ukur konduktivitas yang dapat
diperoleh di pasaran. Tetapi karena harga dari alat ukur konduktivitas mahal, maka pengukuran konduktivitas dapat dilakukan dengan menggunakan rangkaian sederhana
seperti yang ditunjukkan Gambar 3.1.
A V
Tabung uji yang diisi dengan larutan uji
18V DC
Gambar 3.1 Rangkaian Pengukur Konduktivitas Panjang dari tabung yang digunakan dalam eksperimen ini adalah 27,5 cm dan
luas permukaannya adalah 4,908 cm
2
. Pada kedua ujung tabung dimasukkan sumbat karet yang sebelumnya telah dilubangi dan dihubungkan dengan konduktor seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 3.2a. Konduktor yang berada di dalam tabung kemudian dibengkokkan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2b. Kemudian ditutupi dengan
aluminium foil seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2c. Selanjutnya, sumbat dimasukkan ke dalam tabung seperti yang ditunjukkan Gambar 3.2d.
a
b
c
d
Gambar 3.2 a Sumbat Gabus dengan Konduktor b Sumbat Gabus dengan Konduktor yang Dibengkokkan c Sumbat Gabus dengan Aluminium Foil d Tabung
Uji
Penempatan lembar aluminium foil bertujuan untuk membuat distribusi arus pada larutan menjadi merata. Larutan yang nilai konduktivitasnya akan diukur
kemudian dituang ke dalam tabung uji sampai penuh dan ditutup rapat dengan menggunakan sumbat karet. Selanjutnya tabung uji dirangkai seperti Gambar 3.1.
Menurut rangkaian ini, nilai konduktivitas dari larutan tersebut adalah :
3.4
Dalam hal ini :
= konduktivitas larutan mScm
I =
arus yang melalui larutan mA V
= tegangan DC dari batere V
A =
luas penampang cm
2
= panjang tabung uji cm
III.4 Perhitungan Luas Permukaan Isolator
Untuk menghitung nilai ESDD, selain diperlukan nilai konduktivitas, juga diperlukan nilai dari luas permukaan isolator yang digunakan. Isolator yang digunakan
dalam eksperimen adalah isolator keramik tipe post seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 Isolator Post Luas permukaan isolator post dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan
3.5.
3.5
Dalam hal ini : S
= Luas permukaan isolator cm
2
d
1
= Diameter luar isolator cm
d
2
= Diameter dalam isolator cm
l =
Panjang permukaan isolator cm Isolator post yang digunakan dalam eksperimen memiliki diameter luar 15,76
cm, diameter dalam 7,8 cm dan panjang permukaan 26,5 cm. Dari Persamaan 3.5 diperoleh luas permukaan dari isolator yang digunakan adalah 980.71 cm
2
.
III.5 Proses Pembuatan Polusi pada Isolator
Eksperimen dimulai dengan membuat isolator uji terpolusi dengan bobot tertentu sesuai dengan pembobotan yang diatur pada IEC 815. Larutan polutan dibuat
dengan menggunakan kaolin, air dan garam. Pada Gambar 3.4 ditunjukkan kaolin bubuk yang digunakan dalam percobaan. Kaolin sebanyak 40 gram dicampur dengan aquadest
sebanyak 6 liter. Kaolin pada larutan bertujuan untuk menempelkan polutan pada permukaan isolator. Campuran kaolin dan aquadest akan membentuk bubur.
Gambar 3.4 Kaolin Bubuk Garam dengan berat tertentu kemudian akan ditambahkan ke dalam larutan
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5 Larutan Polutan
Isolator dicelupkan ke dalam larutan polutan dan dibiarkan selama 5 menit. Setelah larutan polutan menempel pada permukaan isolator, isolator diangkat dan
dikeringkan selama 24 jam dalam suatu ruangan yang ditutupi oleh plastik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6 Pengeringan Isolator Post dalam Ruang Plastik
Untuk mengetahui bobot polutan yang menempel pada isolator dilakukan pengukuran dengan metode ESDD seperti yang telah dijelaskan pada Sub-bab III.2.
Setelah nilai ESDD dari larutan polutan diketahui, maka ditentukan bobot dari polutan isolator. Bila nilai ESDD belum memenuhi salah satu kategori bobot polusi menurut
IEC 815, maka diulangi pencampuran dengan mengurangi bobot garam yang ditambahkan. Bila sudah memenuhi, maka ditambahkan garam untuk tingkat polusi
berikutnya.
III.6 Proses Pelembaban Udara di Sekitar Isolator
Setelah proses pencemaran isolator selesai, proses selanjutnya adalah proses pelembaban udara di sekitar isolator. Proses pelembaban udara akan dilakukan dalam
suatu wadah kaca yang telah dirancang khusus untuk percobaan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.7. Ukuran wadah kaca yang digunakan adalah 60cm x 60
cm x 80 cm.
Gambar 3.7 Wadah Kaca dengan Konduktor Pipa Uap
Wadah kaca Konduktor
. Wadah ini dilengkapi dengan terminal tegangan tinggi dan terminal pembumian. Terminal tegangan tinggi dibuat dari suatu batang konduktor yang
ujungnya dibengkokkan untuk menghindari medan yang tinggi pada ujung konduktor. Konduktor dilewatkan melalui suatu lubang kecil dengan diameter 6 mm pada bagian
atas wadah kaca. Konduktor yang digunakan harus berdiameter 6 mm. Apabila diameternya lebih kecil dari 6 mm, maka akan menimbulkan korona antara konduktor
dengan kaca. Terminal pembumian menyatu dengan konduktor pada isolator post yang digunakan. Terminal pembumian diapit dengan menggunakan 2 meja yang digunakan
untuk menopang wadah kaca. Wadah juga dilengkapi dengan pipa PVC uap yang dihubungkan dengan keran uap yang digunakan untuk mengatur uap air yang masuk ke
dalam wadah kaca. Isolator yang telah dicemari dan dikeringkan kemudian dimasukkan ke dalam
wadah kaca seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8 Isolator Uji dalam Wadah Kaca Isolator Uji
Uap air dihasilkan melalui air yang dididihkan dengan menggunakan ketel listrik. Uap kemudian dimasukkan ke dalam wadah kaca melalui selang plastik menuju
ke pipa uap yang dihubungkan dengan keran dan dipasang pada wadah kaca seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.9 a dan b.
a
b Gambar 3.9 a Penghasil Uap b Penghubung Ketel Listrik dengan Wadah Kaca
Ketel Listrik Selang Plastik
Selang Plastik Pipa Uap
Keran
Setelah uap air masuk ke dalam wadah kaca, diperhatikan alat ukur kelembaban yang terpasang pada wadah kaca. Apabila nilai kelembaban sudah mencapai tingkat
yang diinginkan maka keran yang terpasang pada pipa uap ditutup.
III.7 Peralatan Ukur
Alat-alat ukur yang digunakan dalam pengujian adalah : Termometer.
Neraca. Barometer Humidity meter.
Trafo Uji. Voltmeter.
1. Termometer.
Termometer digunakan untuk mengukur suhu yang diperlukan dalam proses perhitungan ESDD. Pada Gambar 3.10 ditunjukkan termometer yang digunakan dalam
pengujian.
Gambar 3.10 Termometer Spesifikasi dari termometer adalah sebagai berikut :
Merek : lokal. Range suhu -10 C sampai 110 C.
2. Neraca.
Neraca digunakan untuk mengukur bobot dari garam dan kaolin yang akan digunakan pada saat proses pencemaran isolator. Pada Gambar 3.11 ditunjukkan neraca
yang digunakan.
Gambar 3.11 Neraca
Spesifikasi dari neraca adalah sebagai berikut : Merek Ohaus.
Berat Maksimum : 310 gram. 3.
Barometer Humiditymeter Digital. Barometer Humidity meter adalah suatu alat ukur yang dapat mengukur
beberapa parameter , di antaranya suhu, tekanan dan kelembaban udara. Dalam percobaan ini yang digunakan adalah pengukur kelembaban humidity meter .
Humidity meter digunakan untuk mengukur kelembaban udara di dalam wadah kaca. Pada Gambar 3.12 ditunjukkan Barometer Humidity meter yang digunakan.
Gambar 3.12 Barometer Humidity meter
Spesifikasi dari Barometer Humidity meter adalah sebagai berikut : Merek Lutron PHB 318.
Range tekanan yang dapat diukur yaitu 10 – 1100 hPa hPa, mmHg dan inHg .
Range kelembaban yang dapat diukur yaitu 10 - 110 RH RH dan dew.
4. Trafo uji.
Pada Gambar 3.13 ditunjukkan 1 set trafo uji yang digunakan.
a b
Gambar 3.13 a Trafo Uji b Autotrafo
Pada autotrafo terdapat alat ukur arus dan tegangan yang berfungsi untuk membaca tegangan yang dikeluarkan oleh trafo uji. Pada autotrafo disediakan juga
terminal untuk alat ukur eksternal. Spesifikasi dari trafo uji : Merek Keihin Densokki.
Tegangan primer dan tegangan sekunder 220 V100 kV. Kapasitas 10 KVA.
Frekuensi 50 Hz. 5.
Voltmeter. Telah dijelaskan bahwa pada autotrafo disediakan terminal untuk alat ukur
eksternal. Agar pengukuran lebih akurat, maka digunakan voltmeter eksternal. Selain itu, voltmeter juga digunakan dalam pengukuran arus bocor. Voltmeter dihubungkan
pada tahanan yang dipasang pada kabel pembumian. Spesifikasi dari voltmeter adalah sebagai berikut :
Merek Excel DT9205A.
Range tegangan yang dapat diukur yaitu 0.2 V – 1000 V AC dan 0.2 V – 750 V DC.
Kelas ketelitian adalah 0.5 untuk tegangan AC dan 0.8 untuk tegangan DC. Pada Gambar 3.14 ditunjukkan voltmeter.
Gambar 3.14 Voltmeter III.8 Pengukuran Arus Bocor pada Isolator
Dalam eksperimen ini, akan diukur besar arus bocor yang mengalir melalui permukaan isolator. Arus bocor yang akan diukur berada dalam kisaran
A mikroampere sehingga pengukuran dengan menggunakan amperemeter praktis akan
menghasilkan pembacaan yang tidak akurat. Oleh karena itu, untuk mengukur arus bocor, dalam eksperimen ini ditambahkan suatu rangkaian sederhana yang
memanfaatkan hukum Ohm. Pada kabel pembumian rangkaian percobaan dipasang resistor dengan nilai yang telah diketahui, selanjutnya akan disebut sebagai resistor uji.
Resistor uji kemudian dihubungkan pada voltmeter sehingga pada saat tegangan 20 kV diberikan, pada voltmeter akan terbaca nilai tegangan yang dialami oleh resistor. Dari
nilai tegangan tersebut dapat diperoleh besar arus bocor yang mengalir melalui resistor uji dengan menggunakan Persamaan 3.6.
I = V R 3.6
Dalam hal ini : I
= Arus bocor yang mengalir melalui isolator dan resistor
Ampere. V
= Tegangan yang terbaca pada voltmeter Volt.
R =
Resistor Uji Ohm . Rangkaian pengukuran arus bocor pada permukaan isolator ditunjukkan pada
Gambar 3.15.
S
1
S
2
AT V
1
TU
V
2
R
Keterangan : TU = Trafo Uji, AT = Auto Trafo, S
1
= Saklar Utama, S
2
= Saklar Sekunder, V
1
= Voltmeter Internal, V
2
= Voltmeter eksternal, R = Resistor Uji.
Gambar 3.15 Rangkaian Percobaan
Untuk keadaan isolator bersih dan bobot polutan isolator rendah, digunakan resistor uji yang bernilai 1 M
. Untuk bobot polutan sedang dan berat, digunakan resistor uji dengan nilai 100 K
. Prosedur yang dilakukan pada eksperimen ini adalah :
1. Isolator bersih dimasukkan ke dalam wadah kaca, kemudian masukkan uap air
ke dalam wadah kaca sampai mencapai tingkat kelembaban mencapai 80 RH. Keran yang berada pada pipa uap ditutup agar uap tidak terus mengalir ke dalam
wadah. 2.
Dinaikkan tegangan sekunder trafo uji sampai 20 kV. Dibaca dan dicatat nilai tegangan pada voltmeter eksternal.
3. Dengan prosedur yang sama, percobaan dilakukan sampai 10 kali.
4. Selanjutnya, tingkat kelembaban dalam wadah kaca dinaikkan menjadi 82 RH
dengan membuka keran pada pipa uap. Eksperimen dilakukan seperti di atas sampai tingkat kelembaban 100 RH.
5. Prosedur di atas dilakukan terhadap masing-masing isolator yang terpolusi
dengan bobot rendah, sedang dan berat.
III.9 Hasil Pengujian
Hasil eksperimen terdiri dari : Tentang pengukuran konduktivitas yang akan digunakan untuk
menentukan bobot polusi. Hasil pengukuran ini diberikan pada Lampiran A.
Tentang pengukuran arus bocor yang terdiri dari:
1. Pengukuran arus bocor pada keadaan isolator bersih.
2. Pengukuran arus bocor pada bobot polusi ringan.
3. Pengukuran arus bocor pada bobot polusi sedang.
4. Pengukuran arus bocor pada bobot polusi berat.
Hasil dari pengukuran di atas diberikan pada Lampiran B.
BAB IV
ANALISIS DATA
Dalam bab ini akan dijelaskan tentang perhitungan ESDD untuk menentukan bobot polusi isolator; pengolahan data hasil pengukuran arus bocor; dan perhitungan
rugi-rugi akibat arus bocor pada berbagai tingkat kelembaban udara.
IV.1 Perhitungan ESDD