Pengaruh Pembersihan Oleh Hujan Terhadap Arus Bocor Isolator PIN-POST 20 KV Terpolusi

(1)

PENGARUH PEMBERSIHAN OLEH HUJAN

TERHADAP ARUS BOCOR ISOLATOR

PIN-POST

20 KV TERPOLUSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada

Departemen Teknik Elektro Sub Konsentrasi Teknik Energi Listrik

Oleh:

ZICO VENANCIO SINAGA

NIM: 090402058

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH PEMBERSIHAN OLEH HUJAN TERHADAP

ARUS BOCOR ISOLATOR

PIN-POST

20 KV TERPOLUSI

Oleh:

ZICO VENANCIO SINAGA NIM: 090402058

Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Sidang pada tanggal 30 bulan April tahun 2014 di depan penguji:

1) Ir. Syahrawardi : Ketua Penguji : ... 2) Ir. Masykur Sjani, M.T : Anggota Penguji : ...

Disetujui oleh:

Pembimbing Tugas Akhir

Ir. Hendra Zulkarnain NIP: 19610514 198601 1 003

Diketahui oleh:

Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU

Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si NIP: 19540531 198601 1 002


(3)

PENGARUH PEMBERSIHAN OLEH HUJAN TERHADAP

ARUS BOCOR ISOLATOR

PIN-POST

20 KV TERPOLUSI

Oleh:

ZICO VENANCIO SINAGA NIM: 090402058

Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Sidang pada tanggal 30 bulan April tahun 2014 di depan penguji:

1) Ir. Syahrawardi : Ketua Penguji

2) Ir. Masykur Sjani, M.T : Anggota Penguji

Disetujui oleh:

Pembimbing Tugas Akhir

Ir. Hendra Zulkarnain NIP: 19610514 198601 1 003

Diketahui oleh:

Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU

Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si NIP: 19540531 198601 1 002


(4)

ABSTRAK

Isolator yang terpasang pada ruangan terbuka akan dilapisi polutan yang berasal dari lingkungan di sekitarnya. Sedikit banyaknya (intensitas) polutan akan mempengaruhi konduktivitas permukaan isolator dan menyebabkan arus bocor (leakage current) mengalir pada permukaan isolator. Akan tetapi ketika cuaca hujan, air hujan akan mengikis polutan yang menempel pada isolator sedikit demi sedikit. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi intensitas polutan tersebut, sehingga arus bocornya juga ikut berubah.

Dalam tugas akhir ini akan diamati bagaimana pengaruh pembersihan yang dilakukan oleh hujan terhadap besarnya nilai arus bocor yang mengalir pada permukaan isolator yang terpolusi asam nitrat (HNO3). Penelitian menunjukkan bahwa semakin sering diterpa oleh hujan, maka konduktivitas polutan semakin berkurang. Pada isolator uji yang digunakan, penurunan konduktivitas polutan akibat pembersihan yang dilakukan oleh hujan adalah 1 sampai 8 kali. Menurunnya konduktivitas polutan menyebabkan arus bocor isolator juga menurun sebesar 1 sampai 6 kali dari keadaan awal isolator terpolusi.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tiada terkira penulis panjatkan kepada Allah YEHUWA (Ibrani: יYHWH) atas segala berkat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul:

PENGARUH PEMBERSIHAN OLEH HUJAN TERHADAP ARUS BOCOR

ISOLATOR PIN-POST 20 KV TERPOLUSI

Penulisan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Tugas Akhir ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua yang telah membesarkan penulis dengan kasih sayang yang tak ternilai harganya, yaitu Marsen E. Sinaga dan Dra. Rismawati Sigiro, serta adik-adik penulis, yaitu Vasco Ignacio Sinaga, Francesco Clemencio Sinaga, dan Keyko Cecilia Sinaga, yang selalu memberikan semangat kepada penulis dalam proses penyelesaian Tugas Akhir ini.

Selama masa kuliah sampai penyelesaian Tugas Akhir ini, penulis juga banyak mendapat dukungan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Hendra Zulkarnain, selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bantuan, bimbingan, dan pengarahan kepada penulis selama penyusunan Tugas Akhir ini.

2. Almarhum Bapak Ir. Satria Ginting, selaku Dosen Wali penulis.

3. Bapak Ir. Syahrawardi, selaku Kepala Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, yang telah mengizinkan penulis untuk mengambil data di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi.


(6)

4. Abang Johannes Sembiring, S.E, selaku Pemandu Pelajaran Alkitab di Rumah (PAR) penulis.

5. Keluarga besar Saksi-saksi Yehuwa di Sidang Medan Baru, khususnya Eko Tampubolon, Rahmad Hariadi, Amd., dan Abdi Hidayat, di Medan English Group, dan di Sidang Pekanbaru Barat.

6. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si, selaku Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU dan Bapak Rahmat Fauzi, S.T, M.T, selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro FT USU.

7. Seluruh staf pengajar Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh asisten Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, khususnya Join Sigalingging dan Raymond Aryanto Sitorus, yang dengan kerelaan hati meluangkan waktunya untuk membantu pengambilan data Tugas Akhir. 10.Sahabat-sahabat Sendok~09, khususnya Obet Powell L Tobing, Alfonso

M Siregar, dan Eko Kurniawan, yang selalu ada di saat suka maupun duka. 11.Teman-teman 2011, 2012, 2013, dan 2010 yang selalu setia meramaikan

Sekretariat Ikatan Mahasiswa Teknik Elektro (IMTE) FT USU.

12.Serta untuk semua yang telah mendukung penyelesaian Tugas Akhir ini yang tidak dapat disebutkan penulis satu persatu.

Penulis sadar bahwa Tugas Akhir ini masih kurang sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi memperbaiki Tugas Akhir ini. Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Medan, 30 April 2014 Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 1

1.3. Batasan Masalah ... 2

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1. Tujuan Penelitian ... 3

1.4.2. Manfaat Penelitian ... 3

1.5. Metode Penulisan ... 3

1.6.Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Isolator ... 6

2.1.1. Jenis Isolator ... 6

2.1.2. Tahanan Isolator ... 10

2.1.3. Pengukuran Resistansi Bahan Isolasi Padat ... 12

2.1.3.1.Metode Pengukuran Langsung ... 12

2.1.3.2.Metode Pengukuran Tidak Langsung ... 14

2.1.4. Isolator Terpolusi... 17

2.1.5. Pengukuran Tingkat Polusi... 19

2.2. Pengaruh Kadar Asam terhadap Arus Bocor Isolator ... 21

2.2.1. Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit ... 21

2.2.2. Molaritas (M)... 22


(8)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

3.2. Bahan Pengujian ... 24

3.3. Alat Penelitian dan Spesifikasinya... 24

3.4. Variasi Pengujian ... 26

3.5. Prosedur Percobaan ... 26

3.5.1. Pengujian Arus Bocor Isolator dalam Keadaan Bersih ... 26

3.5.2. Pengujian Arus Bocor Isolator dengan Tingkat Intensitas Polusi Berat ... 28

3.5.3. Pengujian Arus Bocor Isolator dengan Tingkat Intensitas Polusi Sedang ... 32

3.5.4. Pengujian Arus Bocor Isolator dengan Tingkat Intensitas Polusi Ringan... 32

3.6.Diagram Alir (Flowchart) Penelitian ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hasil Percobaan ... 38

4.2. Analisis Data ... 38

4.2.1. Pengolahan Data Hasil Percobaan untuk Arus Bocor ... 38

4.2.1.1.Kondisi Isolator Bersih ... 39

4.2.1.2.Kondisi Isolator dengan Tingkat Intensitas Polusi Berat ... 39

4.2.1.3.Kondisi Isolator dengan Tingkat Intensitas Polusi Sedang .. 40

4.2.1.4.Kondisi Isolator dengan Tingkat Intensitas Polusi Ringan .. 41

4.2.2. Pengolahan Data Hasil Percobaan untuk ESDD (Equivalent Salt Deposit Density) ... 43

4.2.2.1.Kondisi Isolator dengan Tingkat Intensitas Polusi Berat ... 43

4.2.2.2.Kondisi Isolator dengan Tingkat Intensitas Polusi Sedang .. 44

4.2.2.3.Kondisi Isolator dengan Tingkat Intensitas Polusi Ringan .. 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 48

5.2.Saran ... 49


(9)

LAMPIRAN A LAMPIRAN B


(10)

DAFTAR GAMBAR

NO. NAMA GAMBAR HALAMAN

1.1 Rangkaian Percobaan ... 4

2.1 Tipe konstruksi dari isolator gantung keramik. (a) Standar (b) Tipe terbuka (c) Anti kabut dan digunakan pada aplikasi tegangan DC... 7

2.2 Bentuk-bentuk isolator keramik. (a) Tipe pin (b) Tipe post (c) Tipe pin-post (d) Isolator piring ... 8

2.3 Bentuk isolator polimer. (a) Tipe rantai dan (b) Tipe post ... 9

2.4 Arus bocor pada permukaan isolator ... 10

2.5 Rangkaian ekivalen arus bocor ... 11

2.6 Rangkaian ekivalen arus bocor pada isolator ... 11

2.7 Elektroda pengukuran resistansi isolasi ... 13

2.8 Metode pengukuran resistansi isolasi secara langsung ... 14

2.9 Pengukuran resistansi isolasi secara tidak langsung rangkaian seri ... 15

2.10 Pengukuran resistansi isolasi secara tidak langsung rangkaian paralel 17 2.11 Perpanjangan sirip yang terpasang pada isolator porselen ... 19

2.12 Pengaruh molaritas larutan HNO3 (a) 1M (b) 0,5M (c) 0,1M (d) 0M (air biasa) terhadap daya hantar listrik ... 23

3.1 Pengeringan secara alami isolator di dalam ruang pengeringan ... 26

3.2 Rangkaian percobaan ... 27


(11)

3.4 Rangkaian pengukuran arus pada tabung ... 29

3.5 Diagram alir (flowchart) penelitian ... 34

4.1 Arus bocor isolator yang terpolusi berat pada berbagai keadaan ... 40

4.2 Arus bocor isolator yang terpolusi sedang pada berbagai keadaan ... 41

4.3 Arus bocor isolator yang terpolusi ringan pada berbagai keadaan ... 42

4.4 Perbandingan arus bocor pada berbagai tingkat intensitas polusi ... 42

4.5 Nilai ESDD isolator yang terpolusi berat pada berbagai keadaan ... 44

4.6 Nilai ESDD isolator yang terpolusi sedang pada berbagai keadaan ... 45

4.7 Nilai ESDD isolator yang terpolusi ringan pada berbagai keadaan ... 47


(12)

DAFTAR TABEL

NO. NAMA TABEL HALAMAN

2.1 Tingkat polusi dilihat dari lingkungannya ... 19

3.1 Faktor koreksi suhu ... 30

3.2 Alur Percobaan... 32

4.1 Arus bocor isolator pada saat bersih ... 39

4.2 Arus bocor isolator yang terpolusi berat sebelum dan setelah dihujani 39 4.3 Arus bocor isolator yang terpolusi sedang sebelum dan setelah dihujani ... 40

4.4 Arus bocor isolator yang terpolusi ringan sebelum dan setelah dihujani ... 41

4.5 Pengukuran ESDD sebelum dan setelah dihujani, dengan tingkat intensitas polusi berat ... 43

4.6 Hubungan antara ESDD dan arus bocor isolator dengan tingkat intensitas polusi berat ... 43

4.7 Pengukuran ESDD sebelum dan setelah dihujani, dengan tingkat intensitas polusi sedang... 44

4.8 Hubungan antara ESDD dan arus bocor isolator dengan tingkat intensitas polusi sedang... 45

4.9 Pengukuran ESDD sebelum dan setelah dihujani, dengan tingkat intensitas polusi ringan ... 46

4.10 Hubungan antara ESDD dan arus bocor isolator dengan tingkat intensitas polusi ringan ... 46


(13)

ABSTRAK

Isolator yang terpasang pada ruangan terbuka akan dilapisi polutan yang berasal dari lingkungan di sekitarnya. Sedikit banyaknya (intensitas) polutan akan mempengaruhi konduktivitas permukaan isolator dan menyebabkan arus bocor (leakage current) mengalir pada permukaan isolator. Akan tetapi ketika cuaca hujan, air hujan akan mengikis polutan yang menempel pada isolator sedikit demi sedikit. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi intensitas polutan tersebut, sehingga arus bocornya juga ikut berubah.

Dalam tugas akhir ini akan diamati bagaimana pengaruh pembersihan yang dilakukan oleh hujan terhadap besarnya nilai arus bocor yang mengalir pada permukaan isolator yang terpolusi asam nitrat (HNO3). Penelitian menunjukkan bahwa semakin sering diterpa oleh hujan, maka konduktivitas polutan semakin berkurang. Pada isolator uji yang digunakan, penurunan konduktivitas polutan akibat pembersihan yang dilakukan oleh hujan adalah 1 sampai 8 kali. Menurunnya konduktivitas polutan menyebabkan arus bocor isolator juga menurun sebesar 1 sampai 6 kali dari keadaan awal isolator terpolusi.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kebanyakan isolator dipasang pada saluran listrik hantaran udara. Karena dipasang pada ruangan terbuka, permukaan isolator menjadi rawan polusi. Polutan berupa debu, asap-asap kendaraan, maupun garam akan menempel pada permukaan isolator dan berangsur-angsur membentuk suatu lapisan kontaminan. Lapisan kontaminan ini akan mempengaruhi konduktivitas permukaan isolator.[1]

Konduktivitas permukaan isolator dipengaruhi oleh intensitas polutan. Semakin tinggi intensitas polutan, maka semakin besar konduktivitas permukaan isolator. Karena konduktivitas berbanding terbalik terhadap resistivitas, maka tahanan permukaan isolator semakin berkurang. Hal ini menyebabkan mengalirnya arus bocor (leakage current) pada permukaan isolator.

Akan tetapi pengikisan (pembersihan) yang dilakukan hujan terhadap polutan yang menempel pada isolator, membawa dampak pada intensitas polutan tersebut. Semakin sering terkena hujan, seharusnya akan mengurangi kadar intensitas polutan. Dengan demikian, konduktivitas permukaan isolator yang berubah mempengaruhi besar kecilnya arus bocor yang mengalir pada permukaan isolator tersebut.

1.2.Perumusan Masalah

Melalui latar belakang tersebut, maka penulis dapat merumuskan masalah yang akan dibahas adalah:

1. Apakah pada permukaan isolator mengalir arus bocor ketika isolator tersebut dalam keadaan bersih?

2. Bagaimana pengaruh polutan yang menempel pada isolator terhadap arus bocor yang mengalir pada permukaan isolator tersebut?


(15)

3. Bagaimana pengaruh pembersihan yang dilakukan oleh hujan terhadap arus bocor yang mengalir pada permukaan isolator yang terpolusi?

1.3.Batasan Masalah

Agar tujuan penulisan tugas akhir ini sesuai dengan yang diharapkan serta terfokus pada judul dan bidang yang telah disebutkan di atas, maka penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut:

1. Isolator yang digunakan adalah sebuah isolator pin-post berbahan porselen/keramik.

2. Dalam penelitian ini, polutan yang digunakan adalah polutan buatan berupa larutan asam nitrat (HNO3).

3. Air hujan yang digunakan adalah air hujan alami, dengan menampung air hujan yang terjadi di sekitar Kec. Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara. 4. Hujan dicurahkan dengan menggunakan peralatan pembuat simulasi hujan

rancangan sendiri, dengan ketinggian 3 meter dan diameter butiran hujan 1,0 mm.

5. Karena dalam penelitian ini yang diteliti adalah arus bocor konduktif, maka digunakan tegangan DC 11,5 kV (Vp-n) yang ada di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Penelitian ini tidak membahas tentang reaksi kimia yang terjadi pada HNO3, pengkondisian suhu lingkungan, kelembaban, kecepatan angin, ukuran butiran hujan, dan sudut kemiringan hujan.


(16)

1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan tugas akhir ini adalah mengetahui pengaruh pembersihan oleh hujan terhadap arus bocor isolator pin-post 20 kV yang terpolusi.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang layak tidaknya suatu isolator yang terpolusi jika ditinjau dari arus bocornya setelah beberapa kali terkena hujan.

1.5.Metode Penulisan

Penelitian kasus dilakukan dengan menghujani isolator yang sudah diberi polutan dengan menggunakan peralatan pembuat simulasi hujan. Pertama-tama isolator pin-post (objek uji) disemprotkan larutan asam nitrat (HNO3). Isolator dikeringkan dalam suatu ruang tertutup selama 24 jam. Isolator terpolusi yang sudah kering tersebut kemudian diletakkan di bawah peralatan pembuat simulasi hujan. Peralatan pembuat hujan mencurahkan air hujan, yang sebelumnya sudah ditampung, ke atas isolator yang terpolusi selama ± 1 jam, lalu dikeringkan selama 24 jam. Isolator dirangkai seperti pada Gambar 1.1 dan diberi tegangan 11,5 kV, kemudian diukur arus bocornya. Proses penghujanan selanjutnya dilakukan dengan mengulangi langkah pengotoran isolator dan dimulai dari penghujanan pertama kali secara berturut-turut sampai arus bocor yang mengalir pada permukaan isolator mencapai titik jenuh terendah, sehingga diperoleh suatu grafik yang menyatakan hubungan antara arus bocor dengan kadar (persentase) polutan.


(17)

AC

TU AT

S1 S2

V1 R

D1

V2

D2

C

Gambar 1.1 Rangkaian percobaan

1.6.Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap Tugas Akhir ini maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelititan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini membahas tentang isolator dan pengaruh kadar asam terhadap arus bocor isolator.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang tempat dan waktu penelitian, bahan pengujian, alat penelitian dan spesifikasinya, variasi pengujian, prosedur percobaan, dan diagram alir (flowchart) penelitian.


(18)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang data hasil eksperimen dan analisis data.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari Tugas Akhir dan saran penulis kepada pembaca.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Isolator

Pada instalasi tenaga listrik dan peralatan listrik dijumpai konduktor-konduktor yang berbeda potensialnya, sehingga dibutuhkan isolator untuk mengisolir konduktor dengan konduktor, maupun mengisolir konduktor dengan bagian peralatan yang terhubung secara listrik dengan tanah.[2]

2.1.1. Jenis Isolator[1]

Isolator merupakan salah satu bahan dielektrik yang digunakan untuk memisahkan konduktor bertegangan dengan kerangka penyangga yang dibumikan. Berdasarkan bahan pembuatnya isolator terdiri dari isolator keramik dan isolator polimer. Berikut akan dijelaskan secara singkat mengenai kedua isolator tersebut.

1. Isolator keramik

Isolator keramik pertama kali digunakan sebagai salah satu komponen di jaringan telegraf pada tahun 1800. Berdasarkan bahan pembuatannya, isolator keramik terdiri dari dua jenis yaitu isolator porselen dan isolator kaca. Bahan porselen digunakan dalam pembuatan isolator rantai, isolator tipe post dengan inti padat maupun berongga, isolator tipe pin, isolator post dengan sirip banyak dan bushing. Isolator berbahan porselen sering dilapisi dengan suatu lapisan mengkilat yang berfungsi untuk meningkatkan daya tahan pada permukaannya.

Ada beberapa rancangan dasar dari isolator keramik, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 (a), (b) dan (c).


(20)

(a)

(b) (c)

Gambar 2.1 Tipe konstruksi dari isolator gantung keramik. (a) Standar (b) Tipe terbuka (c) Anti kabut dan digunakan pada aplikasi tegangan DC

Kaca kebanyakan digunakan dalam pembuatan isolator rantai dan isolator tipe post yang bersirip banyak. Pada umumnya isolator kaca diproduksi melalui pemanasan material kaca. Tujuan dari pemanasan ini adalah untuk menghasilkan bentuk isolator yang diinginkan dan mendapatkan sifat yang lebih kokoh dan tidak mudah retak.

Bahan porselen dan kaca memiliki permukaan yang bersifat lembam, sehingga dengan sifat tersebut, bahan porselen dan kaca ini mempunyai ketahanan yang tinggi jika pada permukaannya terjadi busur api. Bahan porselen dan kaca juga memiliki ketahanan yang tinggi terhadap tekanan. Berdasarkan konstruksinya, isolator keramik dibagi menjadi empat jenis yaitu isolator tipe pin, isolator tipe post, isolator tipe pin-post dan isolator gantung. Isolator tipe pin, post dan pin-post digunakan untuk jaringan


(21)

distribusi hantaran udara tegangan menengah. Isolator post juga digunakan untuk pasangan dalam (indoor) yaitu sebagai penyangga rel daya pada panel tegangan menengah. Isolator gantung digunakan untuk jaringan hantaran udara tegangan menengah dan tegangan tinggi. Pada jaringan tegangan menengah, isolator gantung digunakan pada tiang akhir dan tiang sambungan. Bentuk dari keempat isolator ini ditunjukkan pada Gambar 2.2 (a), (b), (c) dan (d).

Gambar 2.2 Bentuk-bentuk isolator keramik. (a) Tipe pin (b) Tipe post

(c) Tipe pin-post (d) Isolator piring 2. Isolator Polimer

Isolator polimer atau isolator non-keramik pertama kali diperkenalkan pada tahun 1959. Bahan utama pembuatan isolator polimer adalah epoksi. Isolator polimer yang dipasang di luar ruangan rentan terhadap masalah kerusakan akibat sinar ultraviolet dan erosi. Kerusakan yang terjadi pada isolator polimer umumnya berhubungan dengan penggunaan material yang tidak tepat, teknik produksi, kualitas batang serat fiber yang rendah, serta penyegelan antara batang, kerangka dan ujung logam yang tidak bagus. Penyebab kerusakan isolator polimer dapat juga berupa pengapuran, krasing (patah inti polimer), dan penetrasi air. Selain itu, material polimer umumnya rentan terhadap pengaruh lingkungan dan polusi yang tinggi. Keuntungan


(22)

dari isolator polimer adalah berat dari isolator yang 90% lebih ringan dibanding dengan isolator keramik. Isolator polimer juga mempunyai sifat hidrofobik, sifat termal dan dielektrik yang lebih baik. Selain itu, isolator polimer juga memiliki kekuatan mekanik yang lebih baik dibandingkan dengan isolator keramik dan gelas.

Pada awalnya desain utama dari isolator ini ada dua, yaitu dalam bentuk isolator gantung dan tipe post seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3 (a) dan (b).

(a)

(b)

Gambar 2.3 Bentuk isolator polimer. (a) Tipe rantai dan (b) Tipe post

Besi tempa dan logam yang disatukan

dengan menggunakan proses swaging

Serat fiber yang diperkuat batang damar Karet penahan udara dan selubung batang

Ujung logam yang disatukan dengan batang fiber melalui proses swaging

Karet penahan udara dan lapisan pelindung

Serat fiber yang diperkuat batang damar


(23)

Isolator polimer memanfaatkan inti dari serat fiber sebagai penopang mekanis. Pada serat fiber tersebut ditambatkan logam untuk menambah kekuatan mekanis pada isolator.

2.1.2. Tahanan Isolator[1]

Apabila isolator memikul tegangan searah (DC), maka arus akan mengalir melalui permukaan dan bagian dalam isolator. Arus yang melalui permukaan disebut arus permukaan. Sedangkan hambatan yang dialami arus ini disebut tahanan permukaan. Arus yang melalui bagian dalam isolator disebut arus volume dan hambatan yang dialami arus tersebut disebut tahanan volume. Besarnya tahanan volume dipengaruhi oleh bahan isolator yang digunakan. Sedangkan besarnya tahanan permukaan dipengaruhi oleh kondisi dari permukaan isolator. Jumlah arus volume dan arus permukaan disebut arus bocor.

Jika tegangan yang dipikul isolator adalah tegangan bolak-balik (AC), maka selain kedua jenis arus tersebut, pada isolator juga mengalir arus kapasitif. Arus kapasitif terjadi karena adanya kapasitansi yang dibentuk isolator dengan elektroda. Pada Gambar 2.4 ditunjukkan arus permukaan, arus volume dan arus kapasitif yang mengalir pada suatu isolator.


(24)

Rangkaian listrik ekivalen suatu isolator ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Rangkaian ekivalen arus bocor

Menurut Gambar 2.5, arus bocor yang mengalir melalui suatu isolator adalah:

... (2.1) Karena tahanan volume relatif besar dibandingkan dengan tahanan permukaan, maka menyebabkan arus volume dapat diabaikan. Sehingga, arus bocor total menjadi:

... (2.2) Dengan demikian, tahanan ekivalen isolator menjadi seperti pada Gambar 2.6.


(25)

Tahanan permukaan isolator dapat bervariasi, bergantung pada material yang menempel pada permukaan isolator. Keadaan iklim, daerah pemasangan isolator serta kelembaban udara menjadi faktor yang mempengaruhi besar dari tahanan permukaan isolator. Polutan yang menempel pada permukaan isolator akan menyebabkan tahanan permukaan isolator turun dan meningkatkan besar arus permukaan yang mengalir pada permukaan isolator sehingga arus bocor semakin besar.

2.1.3. Pengukuran Resistansi Bahan Isolasi Padat[3]

Hampir semua sistem isolasi peralatan listrik menggunakan bahan isolasi padat. Bahan isolasi padat yang sering digunakan untuk sistem isolasi suatu peralatan, antara lain ialah kain katun, kertas, karet, resin, aspal, kayu keras, keramik, PVC, dan kaca. Resistansi bahan-bahan isolasi ini perlu diukur sebelum digunakan menjadi bagian dari suatu sistem isolasi. Ada dua metode pengukuran resistansi isolasi: (1) metode pengukuran langsung dan (2) metode pengukuran tidak langsung.

2.1.3.1.Metode Pengukuran Langsung

Pengukuran resistansi suatu bahan isolasi meliputi pengukuran resistansi permukaan dan resistansi volume. Jika suatu bahan isolasi ditempatkan di antara dua elektroda yang berbeda tegangan, arus yang diberikan sumber tegangan kepada elektroda sama dengan jumlah arus permukaan dengan arus volume. Karena itu, resistansi bahan isolasi dapat dituliskan sebagai

... (2.3)

Jika IV dibuat sama dengan nol, resistansi yang terukur adalah resistansi pemukaan


(26)

Jika IP dibuat sama dengan nol, resistansi yang terukur adalah resistansi volume

... (2.5)

Pengukuran resistansi isolasi menggunakan dua elektroda piring dan satu elektroda cincin seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Elektroda pengukuran resistansi isolasi

Rangkaian pengukuran resistansi isolasi secara langsung ditunjukkan pada Gambar 2.8. Untuk pengukuran resistansi permukaan, arus volume diusahakan sama dengan nol yang dapat dicapai dengan jalan menyamakan tegangan kedua elektroda P1 dan P2 (Gambar 2.8a). Sedangkan untuk pengukuran resistansi volume, arus permukaan diusahakan sama dengan nol yang dapat dicapai dengan jalan menyamakan tegangan elektroda P1 dengan cincin (Gambar 2.8b). Untuk kedua rangkaian pengukuran ini, resistansi isolasi sama dengan perbandingan penunjukan pada voltmeter (V) dengan penunjukan pada ammeter (A). Tegangan yang dibutuhkan untuk pengukuran ini 100 – 1000 V.


(27)

(a) (b)

Gambar 2.8 Metode pengukuran resistansi isolasi secara langsung

2.1.3.2.Metode Pengukuran Tidak Langsung

Karena arus yang mengalir pada suatu bahan isolasi sangat kecil, pengukuran resistansi isolasi dengan menggunakan ammeter dan voltmeter seperti metode pengukuran langsung di atas sulit dilaksanakan. Karena itu, arus diukur dengan galvanometer. Ada dua metode pengukuran tidak langsung:

1. Metode pengukuran rangkaian seri, dan 2. Metode pengukuran rangkaian paralel.

Metode Pengukuran Tidak Langsung Rangkaian Seri.

Pengukuran resistansi isolasi tidak langsung rangkaian seri ditunjukkan pada Gambar 2.9. Metode ini menggunakan resistor standar yang terhubung seri dengan bahan isolasi yang diuji. Elektroda pengukuran sama seperti pada pengukuran langsung (Gambar 2.7). B adalah sumber tegangan DC yang stabil dan dapat membangkitkan tegangan antara 500 – 1000 V. Galvanometer (G) harus mempunyai sensitivitas yang tinggi dan dihubungkan paralel dengan resistor shunt (Rsh). Dengan mengatur nilai resistor shunt ini, penunjukan pada galvanometer dapat diatur sehingga dapat terbaca. Dengan demikian, ketelitian pengukuran dapat diperoleh ± 10%. Cara pengukurannya dijelaskan berikut ini.


(28)

(a) (b)

Gambar 2.9 Pengukuran resistansi isolasi secara tidak langsung rangkaian seri

Mula-mula sakelar S1 dibuka dan Su dihubungkan ke sumber tegangan DC (B). Dengan demikian, bahan isolasi yang diuji terhubung seri dengan resistor standar. Dalam hal ini, resistansi yang terukur adalah jumlah resistansi isolasi dengan nilai resistor standar tersebut. Resistor

shunt diatur sedemikian rupa sehingga galvanometer G menunjuk penyimpangan yang besar atau dapat dibaca. Dimisalkan faktor pengali resistor shunt sama dengan Fx (perbandingan arus total dengan arus pada resistor shunt), dan penunjukan pada galvanometer sama dengan Dx. Kemudian sakelar Su dihubungkan ke tanah untuk membuang muatan yang tersimpan pada benda uji. Selanjutnya, sakelar S1 ditutup dan Su dihubungkan ke sumber tegangan. Dengan demikian, resistansi yang terukur sekarang hanya nilai resistor standar. Dengan cara yang sama seperti sebelumnya, resistor shunt diatur sedemikian rupa sehingga galvanometer G menunjuk penyimpangan yang besar atau dapat dibaca. Misalkan faktor pengali resistor shunt sama dengan Fs dan penunjukan pada galvanometer sama dengan Ds. Dengan cara ini resistansi isolasi dihitung dengan rumus


(29)

Radius efektif elektroda pengukuran adalah

... (2.7) ... (2.8) dengan r1 = radius elektroda P1 (mm)

g = panjang sela antara elektroda P1 dengan elektroda cincin (mm)

s = tebal bahan isolasi (mm)

Setelah Rx diketahui, resistivitas volume bahan isolasi dapat dihitung dengan rumus

... (2.9) dengan Rx adalah resistansi yang diperoleh pada saat pengukuran resistansi volume (Gambar 2.9a).

Untuk elektroda cincin konsentris, resistivitas permukaannya adalah ... (2.10)

dengan Rx adalah nilai resistansi yang diperoleh pada saat pengukuran resistansi permukaan (Gambar 2.9b).

Metode Pengukuran Tidak Langsung Rangkaian Paralel.

Pengukuran resistansi isolasi tidak langsung rangkaian paralel ditunjukkan pada Gambar 2.10. Metode ini menggunakan resistor standar yang terhubung paralel dengan bahan isolasi yang diuji. Resistansi volume bahan isolasi diukur dengan rangkaian seperti pada Gambar 2.10a, sedangkan resistansi permukaan bahan isolasi diukur dengan rangkaian seperti pada Gambar 2.10b.

Mula-mula galvanometer G dikalibrasi dengan resistor standar Rs, yaitu dengan jalan memindahkan sakelar S2 pada posisi 1 dan mencatat penyimpangan pada galvanometernya; misalkan penyimpangan pada galvanometer adalah Ds. Kemudian sakelar S2 dipindahkan ke posisi 2,


(30)

dan penyimpangan pada galvanometer dicatat; misalkan hasil yang diperoleh pada keadaan ini adalah Dx. Setelah selesai pengukuran, sakelar S1 ditanahkan untuk membuang muatan dari objek uji ke tanah.

Resistansi isolasi dihitung dengan persamaan

... (2.11)

(a) (b)

Gambar 2.10 Pengukuran resistansi isolasi secara tidak langsung rangkaian paralel

2.1.4. Isolator Terpolusi[4]

Isolator baik yang terpasang di ruang terbuka maupun tertutup, akan dilapisi oleh polutan yang terkandung di udara. Polutan ini dapat mempengaruhi konduktivitas permukaan dari isolator tersebut sehingga dapat menyebabkan kegagalan isolasi. Beberapa jenis polutan yang sangat berpengaruh terhadap tahanan permukaan isolator adalah:

Garam. Garam ini dapat berasal dari udara yang berhembus dari laut dan yang berasal dari zat kimia di jalanan yang menguap.

Limbah pabrik dalam bentuk gas seperti karbon dioksida, klorin, SOx, dan NOx dari pabrik kimia dan sebagainya.

Kotoran burung. Pasir di daerah gurun.


(31)

Kondisi cuaca akan mempengaruhi polusi pada permukaan isolator ini. Angin dapat membawa garam dan pasir sampai ke permukaan isolator. Hujan deras dapat membersihkan polutan terutama di bagian atas permukaan isolator sedangkan gerimis, kelembaban yang tinggi, dan kabut akan membuat lapisan polutan menjadi basah.

Untuk mengurangi polusi pada permukaan isolator, dilakukan beberapa usaha sebagai berikut:

Pembersihan

Pembersihan yang dimaksud adalah pembersihan secara alami oleh hujan atau pembersihan (pencucian) rutin.[2] Pencucian dapat dilakukan secara otomatis dan manual seperti dengan menggunakan helikopter. Untuk pencucian dalam keadaan bertegangan, ada 2 syarat yang harus diperhatikan yaitu:

1. Air yang digunakan adalah air murni tanpa mineral dan memiliki tahanan jenis lebih besar dari 50.000 Ω cm.

2. Urutan pencucian harus dimulai dari bawah ke atas untuk mencegah terkumpulnya polutan.

Pelapisan (greasing/coating)

Salah satu metode untuk mencegah kegagalan isolasi pada isolator adalah dengan melapisi permukaan isolator dengan lapisan minyak. Keuntungan dari metode ini adalah mendapatkan sifat hidrofobik, yaitu sifat bahan yang membuat permukaannya tetap kering karena air sulit untuk menempel pada permukaannya. Bahan yang bersifat hidrofobik yaitu minyak dan lilin. Keuntungan lainnya dari metode ini adalah terperangkapnya atau terikatnya polutan oleh minyak dan mencegah polutan ini basah akibat embun. Minyak yang digunakan terbuat dari silikon atau hidrokarbon. Kekurangan metode ini adalah harus mengganti minyak yang telah lama digunakan, biasanya dilakukan setiap tahun. Perpanjangan sirip (extender shed)

Sirip isolator diperpanjang dengan bahan polimer seperti ditunjukkan pada Gambar 2.11. Perpanjangan sirip ini dipasangkan pada sirip isolator dengan menggunakan perekat dan tidak boleh ada celah udara di antara


(32)

sirip porselin dengan sirip tambahan karena akan menyebabkan peluahan sebagian pada celah udara ini yang akan merusak polimer dan isolator. Selain memperpanjang jarak rambat, perpanjangan sirip ini memudahkan air yang membawa polutan akibat hujan atau embun untuk mengalir dari permukaan isolator.

Gambar 2.11 Perpanjangan sirip yang terpasang pada isolator porselen

2.1.5. Pengukuran Tingkat Polusi

Menurut standar IEC 815, ayat 2, ada 3 metode untuk menentukan tingkat bobot polusi isolator di suatu kawasan, yaitu:[2]

a. Berdasarkan analisa kualitatif kondisi lingkungan.

Tabel 2.1 Tingkat polusi dilihat dari lingkungannya[5]

No. Tingkat

Bobot Polusi

Ciri Lingkungan Berdasarkan Analisa Kualitatif

ESDD (mg/cm2)

1. Ringan Kawasan tanpa industri dan pemukiman yang dilengkapi sarana pembakaran dengan kepadatan rumah rendah

Kawasan dengan kepadatan

industri rendah atau

pemukiman, tetapi sering terkena angin dan/atau hujan Kawasan pertanian

Kawasan pegunungan

Semua kawasan ini harus terletak paling sedikit 10 – 20 km dari laut dan bukan kawasan terbuka bagi hembusan angin langsung dari laut.

0,06 Tambahan polimer


(33)

2. Sedang Kawasan industri, khususnya yang tidak menghasilkan asap polusi dan/atau pemukiman yang dilengkapi sarana pembakaran dengan kepadatan rumah sedang

Kawasan dengan kepadatan rumah tinggi, tetapi sering terkena angin dan/atau hujan Kawasan terbuka bagi angin laut tetapi tidak terlalu dekat dengan pantai (paling sedikit berjarak beberapa kilometer dari pantai)

0,20

3. Berat Kawasan dengan kepadatan

industri tinggi dan pinggiran kota besar dengan kepadatan sarana pembakaran yang tinggi dan menghasilkan polusi

Kawasan dekat laut atau kawasan yang senantiasa terbuka bagi hembusan angin laut yang relatif kencang

0,60

4. Sangat Berat Kawasan yang umumnya cukup luas, terkena debu konduktif dan asap industri yang khususnya

menghasilkan endapan

konduktif tebal

Kawasan yang umumnya cukup luas sangat dekat dengan pantai dan terbuka bagi semburan air laut atau hembusan angin laut ayng sangat kencang dan mengandung polutan

Kawasan padang pasir yang ditandai dengan tidak adanya hujan untuk jangka waktu lama, terbuka bagi angin kencang yang membawa pasir dan garam, serta terkena kondensasi yang tetap

> 0,60

b. Berdasarkan evaluasi terhadap pengalaman lapangan tentang perilaku isolator yang sudah terpasang di kawasan tersebut.

c. Berdasarkan pengukuran polutan isolator yang sudah terpasang/beroperasi.


(34)

Ada banyak metode untuk menentukan bobot polusi isolator. Metode yang umum digunakan adalah metode ESDD (Equivalent Salt Deposit Density) dan tinjauan lapangan. Metode ESDD dilakukan dengan mengukur konduktivitas polutan kemudian disetarakan dengan bobot garam dalam larutan air yang konduktivitasnya sama dengan konduktivitas polutan tersebut.[4]

2.2.Pengaruh Kadar Asam terhadap Arus Bocor Isolator

2.2.1. Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit[6]

Larutan adalah campuran homogen dua zat atau lebih yang saling melarutkan dan masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik. Larutan terdiri atas zat terlarut dan pelarut. Berdasarkan daya hantar listriknya (daya ionisasinya), larutan dibedakan dalam dua macam, yaitu larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit.

Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik. Larutan ini dibedakan atas:

1. Elektrolit kuat

Larutan elektrolit kuat adalah larutan yang mempunyai daya hantar listrik yang kuat, karena zat terlarutnya didalam pelarut (umumnya air), seluruhnya berubah menjadi ion-ion. Yang tergolong elektrolit kuat adalah:

Asam-asam kuat, seperti : HCl, H2SO4, HNO3 dan lain-lain.

Basa-basa kuat, yaitu basa-basa golongan alkali dan alkali tanah, seperti: NaOH, KOH, Ca(OH)2, Ba(OH)2 dan lain-lain.

Garam-garam yang mudah larut, seperti: NaCl, KI, Al2(SO4)3 dan lain-lain.

2. Elektrolit lemah

Larutan elektrolit lemah adalah larutan yang daya hantar listriknya lemah. Yang tergolong elektrolit lemah:


(35)

Asam-asam lemah, seperti : CH3COOH, HCN, H2CO3, H2S dan lain-lain

Basa-basa lemah seperti : NH4OH, Ni(OH)2 dan lain-lain

Garam-garam yang sukar larut, seperti : AgCl, CaCrO4, PbI2 dan lain-lain

Larutan nonelektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik, karena zat terlarutnya di dalam pelarut tidak dapat menghasilkan ion-ion (tidak mengion-ion).

2.2.2. Molaritas (M)[7]

Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter larutan atau jumlah milimol zat terlarut dalam 1 mL larutan.

... (2.12) ... (2.13) di mana: M = molaritas (Molar)

g = massa zat terlarut (gram) Mr = massa relatif/massa molar

2.2.3. Daya Hantar Listrik[8]

Larutan elektrolit dapat menghantarkan arus listrik karena di dalam larutan tersebut terkandung atom-atom atau kumpulan atom yang bermuatan listrik (ion) yang bergerak bebas. Molaritas suatu larutan elektrolit mempengaruhi daya hantar listrik larutan tersebut. Semakin tinggi molaritas suatu larutan elektrolit, maka akan semakin besar daya hantar listrik di antara kedua elektroda. Atau dengan kata lain, semakin banyak jumlah zat suatu elektrolit, maka akan semakin tinggi konduktivitasnya. Sebaliknya, semakin rendah molaritasnya, maka semakin kecil daya hantar listriknya (konduktivitas berkurang).


(36)

Gambar 2.12 Pengaruh molaritas larutan HNO3 (a) 1M (b) 0,5M (c) 0,1M (d) 0M (air biasa) terhadap daya hantar listrik

Gambar 2.12 (a) menunjukkan bahwa larutan HNO3 1M menghantarkan arus listrik dengan baik. Hal ini tampak dari nyala lampu yang terang dan banyak terdapat gelembung pada larutan tersebut. Pada Gambar 2.12 (b), nyala lampu masih terang, tetapi gelembung yang dihasilkan sedikit. Pada Gambar 2.12 (c), lampu tidak lagi menyala, tetapi masih terdapat gelembung meskipun sedikit. Pada Gambar 2.12 (d), baik nyala lampu maupun gelembung tidak ada lagi.

Dari keterangan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa isolator yang terpolusi asam dengan kadar molaritas polutan yang berbeda-beda, akan mempengaruhi konduktivitas permukaan isolator. Perubahan konduktivitas polutan pada isolator menyebabkan perubahan pada arus bocor isolator.


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Tempat dan Waktu Penelitian

Eksperimen dilakukan di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, mulai bulan Desember 2013 sampai dengan selesai.

3.2.Bahan Pengujian

Kadar polutan

Polutan yang dipakai adalah asam nitrat (HNO3) dengan pH 2. Tiap kali dihujani, kadar polutan berkurang sampai arus bocor yang mengalir pada permukaan isolator mencapai titik jenuh terendah.

3.3.Alat Penelitian dan Spesifikasinya

Peralatan yang digunakan untuk melakukan pengujian meliputi: 1 unit trafo uji

1 unit autotrafo

1 unit isolator pin-post standar

Spesifikasi: luas permukaan 2247 cm2[9] 1 unit resistor uji 1 kΩ

2 unit multimeter digital 2 unit wadah berupa ember 1 unit termometer

Beberapa lembar kain kasa berukuran 16 x 16 cm Sarung tangan karet


(38)

20 liter aquades (H2O murni)

1 liter asam nitrat (HNO3) dengan pH 2 Air hujan

Spray

1 buah baterai 9 Volt

Ruang pengeringan yang dindingnya terbuat dari bahan kaca bening. 1 unit alat pengukur konduktivitas berupa tabung silinder 28 cm, berdiameter 2,5 cm, dan luas penampangnya 5,704 cm2 dengan tutup gabus yang dilapisi aluminium foil.

Pompa air listrik

Peralatan pembuat simulasi hujan

Pembuatan simulasi hujan berfungsi untuk meniru keadaan saat cuaca sedang hujan. Pada tugas akhir ini, simulasi hujan digunakan untuk membersihkan isolator yang sudah terkena polutan secara alami sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan.

Air hujan dimasukkan ke dalam silinder tabung hujan yang telah diberi lubang 1,0 mm sesuai ukuran butiran air hujan yang hendak diuji. Kemudian sebuah plat tipis berbentuk lingkaran berdiameter 7 cm yang dikopel dengan sebuah motor listrik dan juga telah dilubangi dengan ukuran lubang yang sama diletakkan ke dalam tabung dan diletakkan sedemikian rupa sehingga lubang pada plat tipis ini posisinya sama dengan lubang pada silinder tabung hujan. Selanjutnya plat tipis tersebut diputar oleh motor listrik tersebut agar air hujan yang lewat dari tabung hujan ini seolah-olah terputus, di mana saat keadaan lubang pada tabung hujan bertemu dengan lubang pada plat tipis maka air hujan dapat mengalir atau jatuh. Begitu pula sebaliknya, saat lubang pada tabung hujan tidak bertemu dengan lubang pada plat tipis maka air hujan tidak dapat mengalir atau jatuh. Oleh karena itu, air hujan yang mengalir atau jatuh seolah-olah terputus sesuai dengan keadaan hujan yang sebenarnya.


(39)

3.4.Variasi Pengujian

Dalam percobaan ini variasi pengujian dilakukan untuk mengetahui bagaimana perubahan nilai arus bocor pada keadaan:

Isolator bersih

Isolator dengan tingkat intensitas polusi berat Isolator dengan tingkat intensitas polusi sedang Isolator dengan tingkat intensitas polusi ringan

3.5.Prosedur Percobaan

3.5.1. Pengujian Arus Bocor Isolator dalam Keadaan Bersih

Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Isolator dicuci dengan air sampai bersih.

2. Isolator dikeringkan secara alami di dalam ruang pengeringan sekitar 24 jam.

Gambar 3.1 Pengeringan secara alami isolator di dalam ruang pengeringan

3. Dalam eksperimen ini akan diukur besar arus bocor yang mengalir melalui permukaan isolator. Arus bocor yang akan diukur diperkirakan berada dalam kisaran mikroampere (µA) sehingga pengukuran dengan menggunakan amperemeter praktis akan menghasilkan pembacaan


(40)

yang tidak akurat. Oleh karena itu untuk mengukur arus bocor, di dalam eksperimen ini ditambahkan suatu rangkaian sederhana yang memanfaatkan hukum Ohm. Pada kabel pembumian rangkaian percobaan dipasang resistor dengan nilai yang telah diketahui, selanjutnya akan disebut sebagai resistor uji. Resistor uji kemudian dihubungkan pada voltmeter, sehingga pada saat tegangan 11,5 kV (Vp-n) diberikan, pada voltmeter akan terbaca nilai tegangan yang dialami resistor. Dari nilai tegangan tersebut, dapat diperoleh besar arus bocor yang mengalir melalui resistor uji dengan menggunakan Persamaan 3.1.

... (3.1) di mana: Ibocor = arus bocor (Ampere)

V = pembacaan V2 (Volt)

R = resistor uji (ohm)

4. Isolator dirangkai seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2

AC

TU AT

S1 S2

V1 R

D1

V2

D2

C

Keterangan:

AT = autotransformator

TU = transformator uji

S1 = saklar utama

S2 = saklar sekunder

V1 = voltmeter internal

V2 = voltmeter eksternal

D1 = D2 = dioda

C = kapasitor

R = resistor uji (1 kΩ)


(41)

5. Saklar utama S1 ditutup dan AT diatur sampai tegangan keluarannya nol.

6. Saklar S2 ditutup.

7. Tegangan keluaran AT dinaikkan secara bertahap sampai voltmeter V1 menunjukkan nilai 11,5 kV (Vp-n).

8. Membaca dan mencatat nilai tegangan pada voltmeter V2. 9. Saklar S2 dan S1 dibuka.

10.Dengan prosedur yang sama, diulangi langkah 4 sampai 8 sebanyak 2 kali, sehingga diperoleh 3 nilai tegangan.

3.5.2. Pengujian Arus Bocor Isolator dengan Tingkat Intensitas Polusi Berat

Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Menyemprotkan asam nitrat (HNO3) dengan pH 2 secara merata pada seluruh permukaan isolator, menggunakan spray.

2. Mengulangi langkah 2 sampai 10 pada Subbab 3.5.1.

3. Memasukkan 1 liter aquades dan 1 lembar kain kasa ke dalam suatu ember untuk membersihkan polutan dari isolator.

4. Mengukur suhu aquades (θ). Kemudian aquades dan kain kasa dimasukkan ke dalam tabung pengukur konduktivitas seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.3 yang diambil di dalam Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik USU.


(42)

5. Membuat rangkaian pengukuran arus (i) pada tabung seperti pada Gambar 3.4. Lalu dicatat nilai arus dan tegangan yang tertera pada masing-masing multimeter (amperemeter dan voltmeter).

Keterangan: mA = miliamperemeter

A = luas penampang tabung konduktivitas (m2)

l = panjang tabung (m) V = voltmeter

Gambar 3.4 Rangkaian pengukuran arus pada tabung

6. Air dalam tabung dikembalikan ke dalam ember. Kemudian diulang langkah 5 sampai 6 sebanyak 2 kali, sehingga diperoleh 3 nilai arus dan tegangan.

7. Nilai arus dan tegangan dirata-ratakan kemudian dihitung konduktivitasnya melalui Persamaan 3.2 berikut.

... (3.2) di mana: σ = konduktivitas larutan (S/m)

i = arus listrik rata-rata (Ampere)

v = tegangan baterai rata-rata (Volt)

l = panjang tabung (m)

A = luas penampang tabung (m2)

8. Air dikembalikan lagi ke dalam ember. Kemudian air dibagi dua: 800 ml di dalam ember untuk pencucian isolator dan 200 ml di dalam gelas ukur untuk membilas isolator.

9. Isolator dilepas dari rangkaian percobaan (Gambar 3.2) dan dimasukkan ke dalam ember.

l


(43)

10.Semua permukaan isolator dilap dengan kain kasa sampai bersih kemudian dibilas dengan aquades 200 ml yang disisakan dalam gelas ukur.

11.Terhadap larutan terpolusi tersebut diulangi langkah 5 sampai 8 di atas sehingga diperoleh konduktivitas larutan (σ) yang mengandung polutan.

12.Konduktivitas aquades dan konduktivitas larutan polutan pada suhu 20 °C dihitung dengan Persamaan 3.3 berikut:

... (3.3) di mana: θ = suhu larutan (°C)

σθ = konduktivitas larutan saat suhu θ °C (S/m) σ20 = konduktivitas larutan saat suhu 20 °C (S/m)

b = faktor koreksi suhu θ yang dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Faktor koreksi suhu

θ (°C) b

5 0,03156

10 0,02817

20 0,02277

30 0,01905

Catatan: untuk suhu yang lain, nilai b diperoleh melalui interpolasi

13.Dihitung salinitas aquades (D1) dan larutan polutan (D2) dengan Persamaan 3.4 berikut:

... (3.4) di mana: D = salinitas larutan (mg/cm3)

σ20 = konduktivitas larutan saat suhu 20 °C (S/m) 14.Dihitung ESDD dalam satuan mg/cm2 melalui Persamaan 3.5.


(44)

di mana: ESDD = Equivalent Salt Deposit Density (mg/cm2)

D1 = salinitas aquades (mg/cm3)

D2 = salinitas larutan polutan (mg/cm3)

Vol = volume air (ml)

A = luas permukaan isolator (cm2)

15.Jika ESDD di luar batas bobot polusi berat, misalnya termasuk dalam tingkat bobot sedang, maka data di atas dapat digunakan untuk bobot polusi isolator sedang dan eksperimen diulang kembali dengan menambahi takaran asam semula. Begitu pula sebaliknya, misalnya jika ESDD termasuk dalam tingkat bobot sangat berat, maka eksperimen diulang kembali dengan mengurangi takaran asam semula. 16.Diulangi langkah 1 sampai 2.

17.Isolator dirangkaikan pada peralatan pembuat simulasi hujan (dihujani pertama kali).

18.Isolator dihujani selama ± 1 jam.

19.Kemudian diulangi kembali langkah 2 sampai 15 di atas.

20.Untuk proses penghujanan selanjutnya adalah dengan mengulangi kembali langkah 1 sampai 20 di atas secara berturut-turut (hujan kedua melalui hujan pertama; hujan ketiga melalui hujan pertama dan kedua; hujan keempat melalui hujan pertama, kedua, dan ketiga; dan seterusnya) sampai arus bocor yang mengalir pada permukaan isolator mencapai titik jenuh terendah.


(45)

Tabel 3.2 Alur percobaan FREKUENSI TERKENA HUJAN Sebelum hujan Diberi

polutan Dicatat arus bocor dan nilai ESDD-nya Dihujani 1x Diberi

polutan

Dihujani pertama

kali

Dicatat arus bocor dan nilai ESDD-nya

Dihujani 2x Diberi polutan Dihujani pertama kali Dihujani kedua kali

Dicatat arus bocor dan nilai ESDD-nya

Dihujani 3x Diberi polutan Dihujani pertama kali Dihujani kedua kali Dihujani ketiga kali Dicatat arus bocor dan nilai ESDD-nya Dan seterusnya sampai arus bocor mencapai titik jenuh terendah

3.5.3. Pengujian Arus Bocor Isolator dengan Tingkat Intensitas Polusi Sedang

Jika pada pengujian sebelumnya telah diperoleh data untuk bobot polusi sedang, maka pengujian ini tidak dilakukan lagi. Jika data belum ada, maka prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Menyemprotkan asam nitrat (HNO3) dengan perbandingan volume antara asam dan aquades sebesar 1:4 secara merata pada seluruh permukaan isolator, dengan menggunakan spray.

2. Mengulangi langkah 2 sampai 21 pada Subbab 3.5.2.

3.5.4. Pengujian Arus Bocor Isolator dengan Tingkat Intensitas Polusi Ringan

Jika pada pengujian sebelumnya telah diperoleh data untuk bobot polusi ringan, maka pengujian ini tidak dilakukan lagi. Jika data belum ada, maka prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut:


(46)

1. Menyemprotkan asam nitrat (HNO3) dengan perbandingan volume antara asam dan aquades sebesar 1:19 secara merata pada seluruh permukaan isolator, dengan menggunakan spray.


(47)

Pengukuran arus bocor isolator

3.6.Diagram Alir (Flowchart) Penelitian

E Mulai

Menampung air hujan

Lakukan percobaan

Mencuci isolator

Ingin melakukan percobaan isolator terpolusi?

Tidak Keringkan selama ± 24 jam

Ya

Ingin percobaan isolator terpolusi

berat?

Tidak

B Ya

D Ingin percobaan

isolator terpolusi sedang?

Tidak

C Ya A


(48)

B

Apakah sesuai dengan nilai ESDD 0,2 – 0,6

mg/cm2? Menyemprotkan isolator dengan HNO3

E

Ya

Tidak

Pengukuran arus bocor & nilai ESDD

Isolator dihujani ± 1 jam

Isolator dikeringkan ± 24 jam

Pengukuran arus bocor & nilai ESDD

Apakah arus bocor sudah mencapai

titik jenuh terendah?

Tidak

Ya A


(49)

C

Apakah sesuai dengan nilai ESDD 0,06 – 0,2 mg/cm2? Menyemprotkan isolator dengan HNO3

E

Ya

Tidak

Pengukuran arus bocor & nilai ESDD

Isolator dihujani ± 1 jam

Isolator dikeringkan ± 24 jam

Pengukuran arus bocor & nilai ESDD

Apakah arus bocor sudah mencapai

titik jenuh terendah?

Tidak

Ya A


(50)

D

A

Apakah sesuai dengan nilai ESDD < 0,06 mg/cm2? Menyemprotkan isolator dengan HNO3

E

Ya

Tidak

Pengukuran arus bocor & nilai ESDD

Isolator dihujani ± 1 jam

Isolator dikeringkan ± 24 jam

Pengukuran arus bocor & nilai ESDD

Apakah arus bocor sudah mencapai

titik jenuh terendah?

Tidak

Ya Selesai


(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan dari eksperimen ini adalah untuk mencari hubungan antara kadar polutan pada isolator pin-post yang semakin lama semakin berkurang akibat diterpa oleh hujan terhadap arus bocor yang mengalir.

4.1.Data Hasil Percobaan

Data hasil percobaan arus bocor dan nilai ESDD diberikan pada Lampiran A. hasil data ini terdiri dari:

Pembacaan voltmeter eksternal (V2) pada kondisi isolator bersih Pembacaan voltmeter eksternal (V2) dan pembacaan amperemeter, voltmeter, dan termometer pada kondisi isolator terpolusi (sebelum dan setelah dihujani beberapa kali) dengan tingkat intensitas polusi yang bervariasi, yaitu:

Tingkat intensitas polusi berat Tingkat intensitas polusi sedang Tingkat intensitas polusi ringan

4.2.Analisis Data

4.2.1. Pengolahan Data Hasil Percobaan untuk Arus Bocor

Pada subbab ini akan dijelaskan mengenai perhitungan arus bocor yang mengalir melalui permukaan isolator. Nilai arus bocor diperoleh dengan memasukkan nilai yang diperoleh pada Lampiran A ke dalam Persamaan 3.1. Dari persamaan tersebut akan diperoleh arus bocor isolator pada berbagai kondisi.


(52)

4.2.1.1.Kondisi Isolator Bersih

Tabel 4.1 Arus bocor isolator pada saat bersih

Vrata-rata (V) Arus Bocor (mA)

0,66667 0,67

4.2.1.2.Kondisi Isolator dengan Tingkat Intensitas Polusi Berat

Tabel 4.2 Arus bocor isolator yang terpolusi berat sebelum dan setelah dihujani

Frekuensi

Terkena Hujan Vrata-rata (V) Arus Bocor (mA)

Sebelum hujan 31,10939 31,11

Dihujani 1x 5,30346 5,30

Dihujani 2x 4,21379 4,21

Dihujani 3x 3,64030 3,64

Dihujani 4x 2,11498 2,11

Dihujani 5x 1,47484 1,47

Dihujani 6x 1,30893 1,31


(53)

Berdasarkan data pada Tabel 4.2, dibuat kurva yang menyatakan hubungan antara arus bocor dengan keadaan sebelum dan setelah hujan.

Gambar 4.1 Arus bocor isolator yang terpolusi berat pada berbagai keadaan

4.2.1.3.Kondisi Isolator dengan Tingkat Intensitas Polusi Sedang

Tabel 4.3 Arus bocor isolator yang terpolusi sedang sebelum dan setelah dihujani

Frekuensi

Terkena Hujan Vrata-rata (V) Arus Bocor (mA)

Sebelum hujan 3,76092 3,76

Dihujani 1x 1,99054 1,99

Dihujani 2x 1,12019 1,12

Dihujani 3x 1,08912 1,09

Dihujani 4x 0,99979 1,00

0 5 10 15 20 25 30 35 Sebelum hujan Dihujani 1x Dihujani 2x Dihujani 3x Dihujani 4x Dihujani 5x Dihujani 6x Dihujani 7x ARUS B O CO R (m A)


(54)

Berdasarkan data pada Tabel 4.3, dibuat kurva yang menyatakan hubungan antara arus bocor dengan keadaan sebelum dan setelah hujan.

Gambar 4.2 Arus bocor isolator yang terpolusi sedang pada berbagai keadaan

4.2.1.4.Kondisi Isolator dengan Tingkat Intensitas Polusi Ringan

Tabel 4.4 Arus bocor isolator yang terpolusi ringan sebelum dan setelah dihujani

Frekuensi

Terkena Hujan Vrata-rata (V) Arus Bocor (mA)

Sebelum hujan 2,89239 2,89

Dihujani 1x 1,06013 1,06

Dihujani 2x 0,69980 0,70

Dihujani 3x 0,70010 0,70

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Sebelum hujan Dihujani 1x Dihujani 2x Dihujani 3x Dihujani 4x

ARUS

B

O

CO

R

(m

A)


(55)

Berdasarkan data pada Tabel 4.4, dibuat kurva yang menyatakan hubungan antara arus bocor dengan keadaan sebelum dan setelah hujan.

Gambar 4.3 Arus bocor isolator yang terpolusi ringan pada berbagai keadaan Berdasarkan data pada Tabel 4.2, 4.3, 4.4 dibentuk suatu kurva yang menunjukkan perbandingan arus bocor isolator pada tingkat intensitas polusi berat, sedang, dan ringan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Perbandingan arus bocor pada berbagai tingkat intensitas polusi

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

Sebelum hujan Dihujani 1x Dihujani 2x Dihujani 3x

ARUS B O CO R (m A)

FREKUENSI TERKENA HUJAN

0 5 10 15 20 25 30 35 ARUS B O CO R (m A)

FREKUENSI TERKENA HUJAN

Terpolusi berat Terpolusi sedang


(56)

4.2.2. Pengolahan Data Hasil Percobaan untuk ESDD (Equivalent Salt Deposit Density)

4.2.2.1.Kondisi Isolator dengan Tingkat Intensitas Polusi Berat

Tabel 4.5 Pengukuran ESDD sebelum dan setelah dihujani, dengan tingkat intensitas polusi berat

Frekuensi Terkena

Hujan

Aquades Larutan Polutan

ESDD % Polutan

irata-rata σθ θ σ20 D1 irata-rata σθ θ σ20 D2

Sebelum Hujan 0,00022 0,01394 27 0,0119752 0,06298 0,0025 0,15845 27 0,13608 0,76978 0,315 100,00

Dihujani 1x 0,00021 0,01331 27 0,0114309 0,06003 0,0005 0,03169 27 0,02722 0,1467 0,039 12,26

Dihujani 2x 0,00021 0,01331 27,5 0,0113152 0,05941 0,00032 0,02028 27,5 0,01724 0,09167 0,014 4,57

Dihujani 3x 0,00021 0,01331 28 0,0112021 0,05879 0,0003 0,01901 28 0,016 0,08489 0,012 3,69

Dihujani 4x 0,00021 0,01331 27 0,0114309 0,06003 0,00024 0,01521 27 0,01306 0,06888 0,004 1,25

Dihujani 5x 0,00022 0,01394 28 0,0117355 0,06168 0,00023 0,01458 28 0,01227 0,06457 0,001 0,41

Dihujani 6x 0,00021 0,01331 27,5 0,0113152 0,05941 0,00022 0,01394 27,5 0,01185 0,06232 0,001 0,41

Dihujani 7x 0,00021 0,01331 28 0,0112021 0,05879 0,00022 0,01394 28 0,01174 0,06168 0,001 0,41

Tabel 4.6 Hubungan antara ESDD dan arus bocor isolator dengan tingkat intensitas polusi berat

Frekuensi Terkena

Hujan

ESDD (mg/cm2)

Arus Bocor (A)

Sebelum Hujan 0,315 0,031109

Dihujani 1x 0,039 0,005303

Dihujani 2x 0,014 0,004214

Dihujani 3x 0,012 0,003640

Dihujani 4x 0,004 0,002115

Dihujani 5x 0,001 0,001475

Dihujani 6x 0,001 0,001309


(57)

Berdasarkan data pada Tabel 4.6, dibuat kurva yang menyatakan hubungan antara penurunan nilai ESDD pada berbagai keadaan.

Gambar 4.5 Nilai ESDD isolator yang terpolusi berat pada berbagai keadaan

4.2.2.2.Kondisi Isolator dengan Tingkat Intensitas Polusi Sedang

Tabel 4.7 Pengukuran ESDD sebelum dan setelah dihujani, dengan tingkat intensitas polusi sedang

Frekuensi Terkena

Hujan

Aquades Larutan Polutan

ESDD % Polutan

irata-rata σθ θ σ20 D1 irata-rata σθ θ σ20 D2

Sebelum Hujan 0,00022 0,01394 28 0,0117355 0,06168 0,00098 0,06211 28 0,05228 0,28735 0,100 100,00

Dihujani 1x 0,00021 0,01331 27 0,0114309 0,06003 0,00037 0,02345 27 0,02014 0,10758 0,021 21,07

Dihujani 2x 0,00021 0,01331 27 0,0114309 0,06003 0,00025 0,01584 27 0,01361 0,07184 0,005 5,23

Dihujani 3x 0,00022 0,01394 27 0,0119752 0,06298 0,00023 0,01458 27 0,01252 0,06593 0,001 1,31

Dihujani 4x 0,00021 0,01331 27,5 0,0113152 0,05941 0,00022 0,01394 27,5 0,01185 0,06232 0,001 1,29

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 Sebelum Hujan Dihujani 1x Dihujani 2x Dihujani 3x Dihujani 4x Dihujani 5x Dihujani 6x Dihujani 7x E SDD (m g /cm 2)


(58)

Tabel 4.8 Hubungan antara ESDD dan arus bocor isolator dengan tingkat intensitas polusi sedang

Frekuensi Terkena

Hujan

ESDD (mg/cm2)

Arus Bocor (A)

Sebelum Hujan 0,100 0,003761

Dihujani 1x 0,021 0,001991

Dihujani 2x 0,005 0,001120

Dihujani 3x 0,001 0,001089

Dihujani 4x 0,001 0,001000

Berdasarkan data pada Tabel 4.8, dibuat kurva yang menyatakan hubungan antara penurunan nilai ESDD pada berbagai keadaan.

Gambar 4.6 Nilai ESDD isolator yang terpolusi sedang pada berbagai keadaan

0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12

Sebelum Hujan Dihujani 1x Dihujani 2x Dihujani 3x Dihujani 4x

E

SDD

(m

g

/cm

2)


(59)

4.2.2.3.Kondisi Isolator dengan Tingkat Intensitas Polusi Ringan

Tabel 4.9 Pengukuran ESDD sebelum dan setelah dihujani, dengan tingkat intensitas polusi ringan

Frekuensi Terkena

Hujan

Aquades Larutan Polutan

ESDD Polutan %

irata-rata σθ θ σ20 D1 irata-rata σθ θ σ20 D2

Sebelum Hujan 0,00021 0,01331 27 0,0114309 0,06003 0,00051 0,03232 27 0,02776 0,14972 0,040 100,00

Dihujani 1x 0,00022 0,01394 27,5 0,0118541 0,06232 0,00026 0,01648 27,5 0,01401 0,07402 0,005 13,05

Dihujani 2x 0,00021 0,01331 28 0,0112021 0,05879 0,00022 0,01394 28 0,01174 0,06168 0,001 3,22

Dihujani 3x 0,00021 0,01331 27 0,0114309 0,06003 0,00022 0,01394 27 0,01198 0,06298 0,001 3,29

Tabel 4.10 Hubungan antara ESDD dan arus bocor isolator dengan tingkat intensitas polusi ringan

Frekuensi Terkena

Hujan

ESDD (mg/cm2)

Arus Bocor (A)

Sebelum Hujan 0,040 0,002892

Dihujani 1x 0,005 0,001060

Dihujani 2x 0,001 0,00070


(60)

Berdasarkan data pada Tabel 4.8, dibuat kurva yang menyatakan hubungan antara penurunan nilai ESDD pada berbagai keadaan.

Gambar 4.7 Nilai ESDD isolator yang terpolusi ringan pada berbagai keadaan Berdasarkan data pada Tabel 4.6, 4.8, 4.10 dibentuk suatu kurva yang menunjukkan perbandingan nilai ESDD pada berbagai keadaan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8 Perbandingan nilai ESDD isolator pada berbagai keadaan

0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025 0,03 0,035 0,04 0,045

Sebelum Hujan Dihujani 1x Dihujani 2x Dihujani 3x

E SDD (m g /cm 2)

FREKUENSI TERKENA HUJAN

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 E SDD (m g /cm 2)

FREKUENSI TERKENA HUJAN

Terpolusi berat Terpolusi sedang


(61)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

1. Pembersihan yang dilakukan oleh hujan mempengaruhi arus bocor yang mengalir pada permukaan isolator yang terpolusi. Ketika isolator terpolusi, diperoleh arus bocor sebesar 31,11 mA untuk tingkat intensitas polusi berat; arus bocor sebesar 3,76 mA untuk tingkat intensitas polusi sedang; dan arus bocor sebesar 2,89 mA untuk tingkat intensitas polusi ringan. Setelah beberapa kali terkena hujan, tercatat arus bocor sebesar 1,30 mA untuk tingkat intensitas polusi berat; arus bocor sebesar 1,00 mA untuk tingkat intensitas polusi sedang; dan arus bocor sebesar 0,70 mA untuk tingkat intensitas polusi ringan. Sementara itu, isolator yang bersih memiliki arus bocor sebesar 0,67 mA.

2. Dari arus bocor yang diperoleh ketika isolator dalam keadaan bersih, maka dapat disimpulkan bahwa isolator tersebut masih layak pakai karena IB < 1 mA (PUIL 2000 ayat 3.9.3−C). Ketika isolator terpolusi berat, isolator belum dapat dikategorikan layak pakai karena sesering apapun terkena hujan, arus bocor yang mengalir masih tetap lebih besar dari 1 mA. Ketika isolator terpolusi sedang, isolator dapat dinyatakan telah layak pakai setelah empat kali terkena hujan. Ketika isolator terpolusi ringan, isolator dapat dinyatakan telah layak pakai setelah dua kali terkena hujan.

3. Pembersihan yang dilakukan oleh hujan tidak dapat menjamin arus bocor yang mengalir pada permukaan isolator pin-post mencapai nilai yang sama pada saat isolator tersebut bersih. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti kandungan air hujan yang bukan 100% air murni dan sirip terpanjang yang dimiliki isolator pin-post melengkung ke bawah. Karena kandungan air hujan yang bukan 100% air murni, memungkinkan material kimia lain yang terkandung di dalamnya menyebabkan


(62)

permukaan isolator sedikit lebih konduktif daripada isolator yang bersih. Kemudian karena bentuk sirip terpanjang isolator pin-post yang melengkung ke bawah, pembersihan yang dilakukan oleh hujan tidak dapat menjangkau polutan yang menempel pada sisi sebelah dalam sirip tersebut sehingga endapan polutan tersebut memungkinkan arus bocor masih dapat mengalir.

5.2.Saran

1. Eksperimen ini dapat dilakukan kembali dengan membuat alat pemodelan simulasi air hujan buatan yang berbeda.

2. Dalam eksperimen ini, parameter yang diamati hanya tingkat intensitas polusi yang bervariasi. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan beberapa parameter lain seperti pengkondisian suhu lingkungan, kelembaban, kecepatan angin, ukuran butiran hujan, atau sudut kemiringan hujan.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

1. Angelina. 2012. Pengaruh Kelembaban Udara terhadap Arus Bocor Isolator Post 20 kV Terpolusi. Skripsi. Medan: Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

2. Tobing, Bonggas L. 2012. Peralatan Tegangan Tinggi. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga.

3. Tobing, Bonggas L. 2012. Dasar-dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga.

4. Wilvian. 2012. Pengaruh Kelembaban terhadap Tegangan Flashover AC Isolator Piring. Skripsi. Medan: Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Kuffel, E., dkk. 2000. High Voltage Engineering: Fundamentals. Edisi kedua. Oxford: Butterworth-Heinemann.

6. http://click-kimia-kita.blogspot.com/2009/01/larutan-elektrolit-dan-non-elektrolit.html

7. http://wanibesak.wordpress.com/tag/hubungan-molaritas-larutan-dengan-massa/

8. http://www.scribd.com/doc/92434025/Hubungan-Daya-Hantar-Listrik-Dan-Kekuatan-Asam

9. Suyanto, Muhammad. 2011. Akibat Penumpukan Kontaminasi Udara di Permukaan Isolator pada Saluran Distribusi 20 kV dapat Mengakibatkan Rugi Daya Listrik. Jogjakarta: Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains dan Teknologi AKPRIND. PROCEEDINGS National Seminar on Electrical, Informatics, and Its Education (SEIE), A1-44.

10.IEC Publication 815. 1986. Guide for The Selection of Insulators in Respect of Polluted Condition. First Edition.


(64)

LAMPIRAN A

DATA PERCOBAAN

1. KONDISI ISOLATOR BERSIH

Tabel A.1

V1 = 11,5 kV (Vp-n)

Pembacaan Voltmeter (V)

V1 V2 V3 Vrata-rata


(65)

2. KONDISI ISOLATOR DENGAN TINGKAT INTENSITAS POLUSI BERAT Tabel A.2

V1 = 11,5 kV (Vp-n)

Keadaan

Pembacaan Voltmeter (V) Aquades Larutan Polutan

V1 V2 V3 Vrata-rata

i (A)

θ (°C) i (A) θ (°C)

i1 i2 i3 irata-rata i1 i2 i3 irata-rata

Sebelum Hujan 30,1 32,4 30,8 31,10939 0,00022 0,00022 0,00022 0,00022 27 0,0026 0,00231 0,00259 0,0025 27

Dihujani 1x 7,4 4,6 3,9 5,30346 0,00021 0,00022 0,00020 0,00021 27 0,00049 0,00053 0,00048 0,0005 27

Dihujani 2x 4,2 4,9 3,5 4,21379 0,00021 0,00021 0,00021 0,00021 27,5 0,00031 0,00035 0,00030 0,00032 27,5

Dihujani 3x 4,1 4,1 2,7 3,64030 0,00021 0,00021 0,00021 0,00021 28 0,00030 0,00031 0,00029 0,0003 28

Dihujani 4x 3,0 1,7 1,6 2,11498 0,00020 0,00021 0,00022 0,00021 27 0,00026 0,00022 0,00024 0,00024 27

Dihujani 5x 1,5 1,6 1,3 1,47484 0,00022 0,00022 0,00022 0,00022 28 0,00025 0,00022 0,00022 0,00023 28

Dihujani 6x 1,8 1,2 0,9 1,30893 0,00021 0,00022 0,00020 0,00021 27,5 0,00023 0,00022 0,00021 0,00022 27,5


(66)

3. KONDISI ISOLATOR DENGAN TINGKAT INTENSITAS POLUSI SEDANG Tabel A.3

V1 = 11,5 kV (Vp-n)

Keadaan

Pembacaan Voltmeter (V) Aquades Larutan Polutan

V1 V2 V3 Vrata-rata

i (A)

θ (°C) i (A) θ (°C)

i1 i2 i3 irata-rata i1 i2 i3 irata-rata

Sebelum Hujan 4,1 3,5 3,7 3,76092 0,00022 0,00021 0,00023 0,00022 28 0,00101 0,00097 0,00096 0,00098 28

Dihujani 1x 2,3 1,9 1,8 1,99054 0,00021 0,00022 0,00020 0,00021 27 0,00042 0,00033 0,00036 0,00037 27

Dihujani 2x 1,4 0,8 1,2 1,12019 0,00021 0,00021 0,00021 0,00021 27 0,00025 0,00026 0,00024 0,00025 27

Dihujani 3x 1,3 1,1 0,9 1,08912 0,00022 0,00022 0,00022 0,00022 27 0,00023 0,00021 0,00025 0,00023 27


(67)

4. KONDISI ISOLATOR PADA TINGKAT INTENSITAS POLUSI RINGAN Tabel A.4

V1 = 11,5 kV (Vp-n)

Keadaan

Pembacaan Voltmeter (V) Aquades Larutan Polutan

V1 V2 V3 Vrata-rata

i (A)

θ (°C) i (A) θ (°C)

i1 i2 i3 irata-rata i1 i2 i3 irata-rata

Sebelum Hujan 3,3 3,0 2,4 2,89239 0,00022 0,00022 0,00019 0,00021 27 0,00052 0,00052 0,00049 0,00051 27

Dihujani 1x 1,2 0,9 1,1 1,06013 0,00021 0,00022 0,00023 0,00022 27,5 0,00027 0,00025 0,00026 0,00026 27,5

Dihujani 2x 1,0 0,6 0,5 0,69980 0,00021 0,00021 0,00021 0,00021 28 0,00021 0,00021 0,00024 0,00022 28


(68)

LAMPIRAN B

GAMBAR PERALATAN PENELITIAN

(a)

(b)


(69)

(a)

(b)


(70)

Gambar B.3 Isolator pin-post standar


(71)

Gambar B.5 Gelas ukur 500 ml


(72)

Gambar B.7 Termometer

(a)

(b)


(73)

Keterangan:

1. Motor listrik, untuk memutar plat tipis dalam tabung hujan.

2. Besi tiang penyangga 3. Selang, sebagai tempat

masuknya air hujan ke tabung hujan yang dipompa dari pompa air listrik. 4. Silinder tabung hujan,

sebagai tempat

penampungan air hujan yang terbuat dari stainless steel untuk memastikan tidak adanya kontaminasi antara wadah silinder tabung hujan dengan air hujan.

5. Ember, sebagai wadah objek yang hendak dihujani dan tempat penampungan air hujan yang jatuh dari silinder tabung hujan. 6. Isolator pin-post

7. As besi, untuk mengkopel plat tipis dengan motor listrik.

8. Kaki besi

9. Tirai plastik transparan, agar hujan yang turun tidak berserakan di luar area peralatan pembuat simulasi hujan.


(74)

Gambar B.10 Lubang silinder tabung hujan dan plat tipis dengan ukuran lubang yang sama


(1)

(a)

(b)


(2)

Gambar B.3 Isolator pin-post standar


(3)

Gambar B.5 Gelas ukur 500 ml


(4)

Gambar B.7 Termometer

(a)

(b)


(5)

memutar plat tipis dalam tabung hujan.

2. Besi tiang penyangga 3. Selang, sebagai tempat

masuknya air hujan ke tabung hujan yang dipompa dari pompa air listrik. 4. Silinder tabung hujan,

sebagai tempat

penampungan air hujan yang terbuat dari stainless

steel untuk memastikan

tidak adanya kontaminasi antara wadah silinder tabung hujan dengan air hujan.

5. Ember, sebagai wadah objek yang hendak dihujani dan tempat penampungan air hujan yang jatuh dari silinder tabung hujan. 6. Isolator pin-post

7. As besi, untuk mengkopel plat tipis dengan motor listrik.

8. Kaki besi

9. Tirai plastik transparan, agar hujan yang turun tidak berserakan di luar area peralatan pembuat simulasi hujan.


(6)

Gambar B.10 Lubang silinder tabung hujan dan plat tipis dengan ukuran lubang yang sama