Studi Korelasi K Pada Bawang Merah Di Tanah Ultisol Cipanas, Lebak

STUDI KORELASI K PADA BAWANG MERAH DI
TANAH ULTISOL CIPANAS, LEBAK

RANI YUNITA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Korelasi K pada
Bawang Merah di Tanah Ultisol Cipanas, Lebak adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Rani Yunita
NIM A14110064

ABSTRAK
RANI YUNITA. Studi Korelasi K pada Bawang Merah di Tanah Ultisol Cipanas,
Lebak. Dibimbing oleh ATANG SUTANDI dan SYAIFUL ANWAR.
Ultisol merupakan jenis tanah dengan penyebaran cukup luas di indonesia
yang berpotensi untuk pengembangan pertanian tanaman pangan seperti bawang
merah. Rendahnya kandungan kalium (K) pada tanah ini menyebabkan perlunya
pemupukan yang efisien sesuai kebutuhan tanaman. Ketersediaan hara K bagi
tanaman dapat dikaji melalui uji tanah untuk mengetahui status hara K dalam suatu
jenis tanah. Metode ekstraksi yang dipilih untuk mengukur kebutuhan kalium
tanaman bawang merah ditentukan melalui uji korelasi antara K tanah terekstrak
dengan serapan hara tanaman. Tujuan penelitian ini untuk memilih metode
ekstraksi kalium terbaik bagi tanaman bawang merah. Pertama dibuat status hara K
dengan lima tingkatan, yaitu (0X), (¼X), (½X), (¾X), (X), dimana X= 849.3 kg
KCl/ha, dimana X adalah jumlah K yang dibutuhkan untuk mencapai kadar K
tertinggi dalam tanah yaitu 0.6 me K/100 g. Tanah yang sudah diberi perlakuan

diinkubasi selama 3 bulan, kemudian dianalisis kandungan K menggunakan lima
metode pengekstrak, yaitu Bray 1, Bray 2, Mechlich 1, Olsen, dan HCl 25%. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Metode Bray 1, Bray 2, Olsen, dan Mechlich 1
merupakan metode dengan koefisien regresi (r) yang nyata. Dari keempat metode
tersebut metode Olsen dan Mechlich 1 merupakan metode terbaik untuk menduga
ketersediaan K tanah bagi bawang merah pada Ultisol Cipanas, Lebak karena
memiliki nilai koefisien regresi (r) tertinggi yaitu 0.68 dan 0.67.
Kata kunci: Bawang Merah, Kalium, Korelasi, Ultisol

ABSTRACT
RANI YUNITA. The Soil K Test Correlation on Shallot in Ultisols from
Cipanas, Lebak. Supervised by ATANG SUTANDI and SYAIFUL ANWAR.
Ultisols is the most wide spread soil in Indonesia such that have potencies for
development of agricultural commodity such as shallot. The low content of K in the
soil causes efficient fertilization which appropriate to the plant needs was
necessary. Availiability of K for the plant could be investigated through the soil test
to determine the K status in a certain soil. The extraction method selected to
measure the potassium needs of shallot was determined by the correlation test
between the soil extracted K and the nutrient uptake by plant. This research was
aimed to select the best method of K extraction for shallot needs. The research was

conducted in Single Factor Design with five dosages, i.e. (0X), (¼X), (½X), (¾X),
(X), with X= 849.3 kg KCl/ha, and X was the amount of K needed to reach the
highest level of K in the soil, i.e. 0.6 me K/100 g. The treated soils were incubated
for 3 months, then the K cointent of the soils were analyzed with five extraction
methods, i.e. Bray 1, Bray 2, Mechlich 1, Olsen, dan HCl 25%. Results showed that
extracted K by Bray 1, Bray 2, Olsen, dan Mechlich 1 methods were significantly
corelated with K uptake by shallot. However, Olsen dan Mechlich 1 were the best

methods to estimate the K availiability for shallot on Ultisol from Cipanas, Lebak,
with coefficient regression (r) 0.68 dan 0.67, respectively.
Key words: Correlation, Pottasium, Shallot, Ultisols.

STUDI KORELASI K PADA BAWANG MERAH DI TANAH
ULTISOL CIPANAS, LEBAK

RANI YUNITA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian

pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segalakasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan,
penelitian, dan penulisan skripsi ini. Skripsi yang dilaksanakan sejak Maret 2015
hingga Maret 2016 ini berjudul Studi Korelasi K pada Tanaman Bawang di Tanah
Ultisol Cipanas, Lebak.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan saran, bimbingan dan bantuan kepada penulis, yaitu:
1. Dr Ir Atang Sutandi, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi I dan Dr Ir Syaiful
Anwar, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi II yang senantiasa memberikan

bimbingan, nasihat, dan motivasi selama penelitian sampai penulisan skripsi;
2. Dr Ir Arief Hartono, M.Sc selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan
masukan dan saran untuk penulisan skripsi ini;
3. Mama, Bapak, Bang Dicky, Bang Ijay, Bang Agam dan keluarga semua yang
tak pernah henti memberikan kasih sayang, semangat, doa dan motivasi kepada
penulis;
4. Seluruh staf Laboratorium dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor;
5. Rekan penelitian ibu Indarti Puji Lestari dan Yana Kristin atas kerjasama,
arahan, dan motivasi selama penelitian;
6. AHQS (Anis, Emmy, Chiput, Mustika, Tyas) dan FRONTAL (Roro, Devvy,
Desti, Napi, Febi) atas semangat dan motivasinya selama penelitian dan
penulisan;
7. Anis Puspa, Rere Agnes, Faniyosi, Ramalaksana, Richardo, Gugun, Sholincah,
Soang, Niul, Meldut, dan Tanah 48 atas kebersamaan dan dukungannya selama
perkuliahan dan penelitian;
8. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang membacanya,
khususnya bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian pada kajian yang sama.


Bogor, Maret 2016
Rani Yunita

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

BAHAN DAN METODE

3

Bahan dan Alat

3

Metode Penelitian

3


HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN

7
12

Simpulan

12

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

12

LAMPIRAN


17

RIWAYAT HIDUP

20

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Rancangan percobaan inkubasi
Ringkasan prosedur analisis K tanah dengan berbagai pengekstrak
Analisis laboratorim
Hasil analisis tanah awal

Nilai rata-rata K terekstrak dari lima metode ekstraksi K
Pengaruh pemupukan K terhadap pertumbuhan tanaman
Hubungan serapan hara tanaman dengan berbagai metode ekstraksi K

4
4
5
7
8
9
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6


Metode Ekstraksi K metode Bray 1
Metode Ekstraksi K metode Bray 2
Metode Ekstraksi K metode Olsen
Metode Ekstraksi K metode Mechlich 1
Metode Ekstraksi K metode Olsen
Hasil analisis sidik ragam pertumbuhan tanaman

17
17
18
18
19
19

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman bawang merah merupakan salah satu jenis komoditas yang
memiliki potensi tinggi dalam pengembangan pertanian tanaman pangan. Saat ini,
bawang merah banyak dihasilkan pada daerah yang umumnya memiliki jenis tanah
Grumusol. Persebaran tanah Grumusol di Indonesia hanya sebesar 2.1 juta ha
(Subagyo et al. 2004) dan kondisi lahan yang ada di sentra bawang merah umumnya
telah banyak mengalami degradasi lahan yang disebabkan karena penggunaan
pupuk kimia yang tidak rasional. Jika dikaitkan dengan produktivitasnya, data dari
BPS Jawa Tengah (2014) menunjukkan data produktivitas bawang merah di Brebes
tahun 2013 sebesar 12.23 ton ha-1. Angka tersebut masih jauh di bawah potensi
produktivitas untuk bawang merah sebesar 20 ton ha-1. Oleh karena itu perlu
dilakukannya perluasan lahan untuk pengembangan budidaya tanaman bawang
merah. Terdapat potensi lahan suboptimal yang dapat dikembangkan menjadi tanah
pertanian, salah satunya adalah tanah Ultisol. Persebaran tanah Ultisol di Indonesia
jauh lebih luas hingga mencapai 45.8 juta ha atau sekitar 24.3% dari total luas
daratan Indonesia (BBSDLP 2006).
Upaya dalam memanfaatkan jenis Ultisol memiliki keterbatasan yaitu reaksi
tanah yang masam karena mengalami pencucian basa-basa yang intensif,
kandungan unsur hara relatif rendah salah satunya unsur kalium (K), bahan organik
rendah, dan kapasitas tukar kation (KTK) rendah, sehingga tingkat kesuburan alami
tanah sangat rendah (Hardjowigeno 1993), sehingga diperlukan pemupukan untuk
menunjang pertumbuhan tanaman, salah satunya yaitu pupuk kalium. Di Indonesia
penggunaan pupuk kalium masih kurang mendapat perhatian bila dibandingkan
dengan pupuk nitrogen (N) dan fosfor (P).
Kalium merupakan unsur hara makro terpenting bagi tanaman setelah
nitrogen dan fosfor (Wiberg 1995). Unsur ini diserap oleh tanaman dalam jumlah
mendekati atau bahkan kadang melebihi jumlah nitrogen meskipun kalium tersedia
dalam tanah hanya terdapat dalam jumlah terbatas (Soepartini 1988). Unsur ini
terlibat langsung dalam berbagai proses metabolisme tanaman (Havlin et al. 1999)
seperti pembentukan karbohidrat, pembelahan sel, translokasi gula dan aktivitas
enzim (Leiwakabessy 1998). Ketersediaan hara K perlu diketahui untuk
menentukan jumlah pupuk yang diberikan agar pemupukan efektif dan efisien.
Salah satu cara dalam mengkaji ketersediaan hara K bagi tanaman harus
mengetahui status unsur hara K dalam suatu jenis tanah melalui uji tanah. Analisis
kimia dalam uji tanah dapat digunakan untuk menduga ketersediaan hara pada tanah
dan dapat memberikan informasi kebutuhan hara esensial yang optimum bagi
tanaman. Perlu adanya uji korelasi untuk menentukan metode terbaik dalam
mengukur jumlah suatu unsur hara yang tersedia bagi tanaman (Leiwakabessy dan
Sutandi 1998). Uji korelasi didefinisikan sebagai suatu proses untuk menilai
keeratan hubungan antara kadar unsur dalam tanah yang tersekstrak oleh suatu
metode ekstraksi dengan jumlah hara yang diserap oleh tanaman (Corey 1964).
Setelah itu, aplikasi pemupukan dapat dipertimbangkan berdasarkan kondisi hara
tanah dan kebutuhan hara oleh tanaman, sehingga pemberian pupuk tidak berlebih.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menentukan metode ekstraksi kalium terbaik untuk
tanah Ultisol Cipanas, Lebak pada tanaman bawang merah.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan
informasi mengenai metode ekstraksi terbaik untuk tanah Ultisol pada bawang
merah.

3

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2014 sampai bulan November
2015. Penelitian dilaksanakan pada dua lokasi, yaitu di rumah kaca University Farm
IPB, Cikabayan, Dramaga, Bogor dengan letak koordinat 6°33'3" Lintang Selatan
106°42'51" Bujur Timur dengan ketinggian tempat sekitar 250 m dari permukaan
laut dan dilahan yang berlokasi di kampung Kentrong, Desa Malangsari, Cipanas,
Lebak, Banten. Pelaksanaan analisis kimia tanah dilaksanakan di Laboratorium
Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah umbi bawang merah varietas Bima Brebes,
kapur dolomit, pupuk kandang sapi, KCl (60% K2O), Urea (45% N), SP-36 (36%
P2O5), bahan-bahan kimia untuk analisis laboratorium. Alat yang digunakan antara
lain perangkat uji tanah untuk lahan kering (PUTK) seperti meteran gulung,
cangkul, sekop, cetok/pisau besar, embrat, ember, polybag 5kg, penggaris,
timbangan analitik, penggiling daun, oven, berbagai peralatan gelas dan alat-alat
ukur, Flame Photometer, software MS. Excel 2010, dan SAS 9.0 portable.
Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu: pembuatan status hara K
buatan yang dilakukan dilahan, dan uji korelasi hara K tanah yang dilakukan di
rumah kaca.
Pembuatan Status Hara K Tanah
Pembuatan status hara K tanah yang dilaksanakan bulan Maret-Juni 2015.
Pembuatan status hara K tanah diawali dengan pengambilan sampel tanah pada
lahan yang berlokasi di kampung Kentrong, Desa Malangsari, Cipanas, Lebak,
Banten. Sampel tanah dianalisis di laboratorium tanah untuk melihat nilai erapan K
maksimum yang akan digunakan sebagai dasar penentuan dosis pupuk K pada saat
inkubasi. Lahan dibersihkan dan dibuat petak percobaan dengan ukuran 1.5 m x 5
m dengan tinggi 0.4 m untuk pelaksanaan inkubasi. Pembuatan status hara K tanah
menggunakan Rancangan Perlakuan Faktor Tunggal yang terdiri dari lima taraf
dapat dilihat pada Tabel 1.
Nilai X merupakan jumlah pupuk K yang harus ditambahkan agar kadar K
dalam tanah mencapai 0.6 me/100 g dengan pengekstrak Amonium asetat NH4OAc
pH 7. Rancangan Lingkungan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
dengan lima ulangan. Pada pembuatan status hara K tanah menggunakan pupuk
KCl. Selanjutnya pupuk K diinkubasi selama tiga bulan.

4
Tabel 1. Rancangan percobaan inkubasi
Perlakuan
K0
K1
K2
K3
K4
Keterangan:
K0 = tanpa penambahan pupuk K (0X)
K1 = penambahan pupuk K (¼X)
K2 = penambahan pupuk K (½X)
K3 = penambahan pupuk K (¾X)
K4 = penambahan pupuk K (X)

KCl (kg/ha)
0
212.3
424.6
636.9
849.3

Uji Korelasi Hara K Tanah
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus-November 2015. Tahapan uji
korelasi hara K tanah dilakukan dengan tujuan untuk menentukan metode ekstraksi
K tanah terbaik pada bawang merah di tanah Ultisol Cipanas, Lebak. Analisis K
tanah menggunakan 5 metode pengestrak, yaitu Bray 1, Bray 2, Olsen, Mechlich 1
dan HCl 25%. Ringkasan prosedur analisis K tanah dengan berbagai pengekstrak
disajikan pada Tabel 2. Penelitian uji korelasi hara K tanah dilakukan di rumah kaca
dengan menggunakan Rancangan Perlakuan Faktor Tunggal, Rancangan
Lingkungan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga ulangan.
Tabel 2. Ringkasan prosedur analisis K tanah dengan berbagai pengekstrak
Berat
Volume
Waktu
Metode
Lingkup
Larutan
Contoh Pengekstrak Pengocokan
Ekstraksi Penerapan
Pengekstrak
(g)
(ml)
(menit)
HCl 0.05 N +
Tanah
Mehlich 1
H2SO4 0.0125
5
25
30
masam
N
Tanah
HCl 25%
HCl 25%
5
12.5
30
masam
Tanah
NaHCO3 pH
Olsen
masam
1
20
30
8.5
dan alkalin
HCl 0.025 N
Tanah
Bray 1
+ NH4F 0.03
1.5
15
15
masam
N
Tanah
HCl 0.10 N +
Bray 2
1.5
15
15
masam
NH4F 0.03 N
Penyiapan Media Tanam
Tanah yang sudah diinkubasi diambil sepuluh titik sampel tanah pada setiap
petak. Selanjutnya tanah dikompositkan dan dikering-udarakan. Tanah yang telah

5
kering udara diayak dengan ukuran 2 mm. Tanah sebagai media tanam dimasukkan
ke dalam polybag ukuran diameter 30 cm dengan bobot tanah 5 kg BKM/polybag.
Penanaman
Bibit bawang merah yang sehat ditanam sebanyak 2 umbi per polibag.
Penanaman dilakukan sampai akhir fase vegetatif. Jumlah sampel pada tiap unit
percobaan sebanyak 3 polybag. Sebelum penanaman diberikan kapur dolomit
dengan dosis berdasarkan nilai Al-dd dari hasil analisis tanah awal dan pupuk
kandang sapi dengan dosis 11 g/polybag. Untuk mendukung pertumbuhan tanaman,
pada uji korelasi K diaplikasikan pupuk P dengan dosis 1.3 g/polybag dan N dengan
dosis 1 g/polybag, yang diberikan satu minggu sebelum tanam untuk P dan N
diberikan saat tanaman berumur 10-15 hari.
Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan tanaman dalam penelitian ini meliputi penyiraman,
penyiangan gulma dan pemberian pestisida/fungisida. Penyiraman tanaman
dilakukan 1 hari dua kali pada pagi dan sore hari. Penyiangan gulma dan pemberian
pestisida/fungisida dilakukan untuk mengurangi resiko terserang penyakit atau
hama pada tanaman. Pembersihan gulma dilakukan setiap waktu saat ditemukannya
gulma. Sedangkan pemberian pestisida/fungisida dilakukan 1 minggu sekali.
Pengamatan dan pengambilan data
Pengamatan dilakukan selama 5 minggu. Pengamatan baru dilakukan
setelah 2 MST. Parameter yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah
tunas. Pengukuran dilakukan setiap satu minggu sekali. Pengukuran bobot basah
dan bobot kering tanaman dilakukan setelah tanaman berumur 5 MST (vegetatif).
Analisis Laboratorium
Analisis laboratorium pada tanah dilakukan sebelum tanam. Sementara itu
pada tanaman dilakukan setelah panen. Analisis tanaman hanya pada bagian tajuk.
Berikut ini tabel analisis laboratorium yang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Analisis Laboratorium
Parameter
A. Tanah
K-tersedia

B. Tanaman
Pengeringan contoh tanaman
K-tersedia

Metode
Bray 1
Bray 2
Olsen
Mechlich 1
HCl 25%
Oven 60˚C
Pengabuan basah

Analisis Data
Analisis data menggunakan analisis ragam (Anova) pada selang
kepercayaan 95% untuk melihat pengaruh perlakuan status hara K tanah terhadap

6
respon tanaman. Kemudian perlakuan yang berpengaruh nyata diuji lanjut dengan
uji polinomial ortogonal. Pada uji korelasi juga dilakukan analisis regresi guna
melihat korelasi antara metode ekstraksi K terhadap bobot kering bawang merah.
Menurut Gomez dan Gomez (1995), nilai koefisien regresi (r) ditentukan dengan
rumus:
ΣXY
�=
√ ΣX 2 ΣY 2
Keterangan:

X = Nilai K tanah terekstraksi
Y = Serapan hara K tanaman
Untuk menguji apakah koefisien regresi (r) nyata atau tidaknya digunakan
nilai t dengan rumus berikut ini :
�ℎ�
Keterangan:
r ij = koefisien regresi
n = jumlah responden

��

=



√ −�
�−

2

Bila nilai t hitung > t tabel dengan uji kesalahan α / 2 = 0.05 maka r sangat
nyata (**) dan bila α / 2 = 0.025 maka r nyata (*)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karateristik Tanah Awal

Tanah Ultisol Cipanas, Lebak bersadarkan hasil analisis yang dilakukan di
Balai Penelitian Tanah memiliki sifat fisik dan kimia yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Analisis Tanah Awal
No
Parameter
Metoda
1

Satuan

Nilai

Status

4.54
3.90
2.34
0.21
11
1.0

masam
sedang
sedang
sangat rendah
sangat rendah

3
4
5
6

pH H2O
pH KCl
C-org
N-org
C/N
P2O5 Tersedia

pH meter
pH meter
Walkley & Black
Kjeldahl
Bray 1

%
%
%
mg/kg

7

P2O5 Potensial

HCl 25%

mg/100 g

13.0

sangat rendah

8

K2O Potensial

HCl 25%

mg/100 g

5.0

sangat rendah

2

Kation-kation dapat ditukar
9
Ca
me/100g 2.66
10
Mg
me/100g 1.08
11
K
me/100g 0.08
Ekstrak Amonium
12
Na
asetat NH4OAc 1.0 N me/100g 0.11
pH 7.0
13
Total
me/100g 3.82
14
KTK
me/100g 6.57
15
KB
%
58
16
Al
mg/100 g 4.09
ekstrak KCl 1 M
17
H
mg/100 g
0
18 Kejenuhan Al
%
51
Sebaran butir (Tekstur 3 Fraksi)
19
Pasir
14
20
Debu
44
Pipet dan gravimetrik
%
21
Klei
42
0
Keterangan: contoh uji dihitung terhadap contoh kering 105 C

masam

rendah
sedang
sangat rendah
rendah
rendah
sedang

sangat tinggi

klei berdebu

Berdasarkan segitiga tekstur tanah Ultisol Cipanas, Lebak memiliki tekstur
klei berdebu, tingkat kemasaman yang tinggi dengan pH 4.5 untuk pH H2O dan 3.9
untuk pH KCl, sehingga diperlukan penambahan kapur dolomit untuk meningkatan
pH tanah. Meningkatnya pH tanah akibat pengapuran dikarenakan senyawa dolomit
(Ca, MgCO3) yang akan terurai dalam larutan tanah menjadi Ca2+, Mg2+, CO32-.
Selanjutnya CO32- akan mengalami hidrolisis menghasilkan HCO3 dan OHsehingga pH meningkat. Akibat peningkatan pH maka Al3+ akan mengendap
membentuk Al(OH)3 (Brady 1984) sehingga Aldd menurun. Penambahan bahan
organik juga diperlukan karena tanah tersebut memiliki kandungan bahan organik

8
yang tergolong sedang. Tanah ini juga memiliki kandungan P dan K potensial yang
sangat rendah. Kapasitas tukar kation (KTK) tanah rendah dan kejenuhan basa (KB)
tergolong sedang dengan kandungan kation-kation yang dapat dipertukarkan seperti
K+ yang sangat rendah, Na+ rendah, Ca2+ dan Mg2+ sedang, sehingga secara umum
tingkat kesuburan tanah Ultisol Cipanas, Lebak tergolong rendah. Kondisi ini tidak
mampu untuk mendukung pertumbuhan tanaman bawang merah dengan baik,
sehingga penambahan pupuk, kapur, dan bahan organik sangat diperlukan untuk
meningkatkan kesuburan tanah tersebut.
Kadar K Tanah Terekstrak dengan Lima Metode Ekstraksi
Larutan ekstraksi yang dikembangkan untuk uji tanah harus memenuhi
beberapa syarat (Leiwakabessy dan Sutandi 1998), yaitu: (a) bersifat selektif,
artinya larutan kimia ini hanya melarutkan unsur hara yang terdapat dalam bentuk
yang diambil tanaman atau yang tersedia; (b) sederhana, mudah dan cepat; (c)
bahan-bahan yang diperlukan mudah didapat. Metode yang umum digunakan dan
merupakan standar internasional untuk penetapan kalium tersedia yang meliputi
kalium dapat ditukar dan kalium terlarut dengan pengekstrak NH4OAc 1.0 N pH
7. Ekstraktan ini mempunyai ion NH4+ yang berperan aktif menggantikan ion K
pada komplek jerapan dan dalam larutan tanah melalui proses pertukaran kation.
Hasil rata-rata K terekstrak dengan lima metode tersebut disajikan pada
Tabel 5. Penambahan dosis pupuk K pada tanah dapat menghasilkan berbagai status
hara K tanah sangat rendah sampai sangat tinggi.
Tabel 5. Nilai Rata-rata K Terekstraksi dari Lima Metode Ekstraksi K
Perlakuan

Bray 1

Bray 2

Mechlich 1

Olsen

HCl 25%

...........................................me/100 g..............................................
K0
K1
K2
K3
K4

0.15
0.34
0.46
0.66
0.73

0.15
0.34
0.47
0.86
0.90

0.15
0.44
0.64
0.91
0.92

0.19
0.45
0.61
0.82
0.86

0.75
0.83
1.12
1.63
1.68

Nilai K terekstrak dari masing-masing metode terlihat semakin tinggi seiring
dengan meningkatnya penambahan dosis K ke dalam tanah. Hal ini menunjukkan
bahwa lahan yang diinkubasi selama 3 bulan menggunakan pupuk KCl mampu
mencapai keseimbangan atau pupuk KCl yang diberikan telah menjadi hara tanah
sehingga status hara memiliki tingkatan yang berbeda mulai dari yang terendah
sampai tertinggi. Nilai K terekstrak dengan urutan tertinggi secara urut adalah HCl
25% > Mechlich 1 > Olsen > Bray 2 > Bray 1. Urutan tersebut menunjukkan
kemampuan setiap metode berbeda-beda dalam mengekstrak bentuk K tersedia
dalam tanah. Kemampuan tersebut bergantung pada jenis larutan pengekstrak, rasio
tanah dan volume pengekstrak, serta waktu pengocokan. Ekstraksi kalium tanah
menggunakan larutan asam-asam atau garam-garam basa hasilnya tidak jauh
berbeda dengan pengekstrak yang umum digunakan NH4OAc 1.0 N pH 7.0.
Metode Bray 1 (HCl 0.025 N + NH4F 0.03 N) dan Bray 2 (HCl 0.10 N + NH4F
0.03 N) ini dikembangkan untuk tanah-tanah masam. Ion aktif yang berperan dalam

9
menentukan kalium tanah dari metode ekstraksi tersebut adalah H+ dan NH4+
dimana kedua ion ini dapat menggantikan ion K pada komplek pertukaran. Metode
Olsen menggunakan ekstrak NaHCO3 pH 8.5, dalam pengekstrak ini ion Na+
berperan aktif menggantikan ion K pada komplek pertukaran. Metode Mechlich 1
menggunakan ekstrak (HCl 0.05 N + H2SO4 0.0125 N) dimana kedua larutan ini
merupakan larutan asam, sehingga ion H+ dari kedua larutan ini berperan aktif
menggantikan ion K pada komplek pertukaran. Metode HCl 25% memiliki
kemampuan terbesar dalam mengekstrak K tanah karena metode ini mampu
melarutkan bentuk-bentuk K mendekati kadar K total sehingga kadar yang
diperoleh umumnya jauh lebih besar dari jumlah yang dapat diserap oleh tanaman.
Pengaruh Pemupukan K terhadap Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan tanaman dapat definisikan sebagai peningkatan volume,
massa, jumlah protoplasma, dan atau jumlah sel. Dua macam pertambahan yang
lazim digunakan untuk mengukur pertumbuhan adalah pertambahan volume dan
massa. Pertambahan volume bisa ditentukan dengan mengukur pembesaran seperti
tinggi tanaman dan jumlah daun. Pertambahan massa sering ditentukan dengan cara
mengukur bobot suatu tanaman (Salisbury dan Ros 1995).
Hasil analisis ragam pertumbuhan tanaman disajikan pada lampiran 6.
Pengaruh pemupukan K terhadap pertumbuhan tanaman yang disajikan pada Tabel
6 yang menunjukkan bahwa kelima taraf perlakuan tersebut tidak berpengaruh
nyata terhadap tinggi tanaman, namun berpengaruh nyata terhadap jumlah daun,
jumlah tunas, dan bobot kering tanaman.
Tabel 6. Pengaruh Pemupukan K terhadap Pertumbuhan Tanaman 5 MST
Perlakuan

Tinggi
Tanaman (cm)

Jumlah
Daun

Jumlah
Tunas

Bobot Kering
Tajuk (g)

K0
K1
K2
K3
K4

29.54 a
31.95 a
31.13 a
30.95 a
31.41 a

20.07 a
21.77 a
17.12 b
20.43 a
20.05 a

6.19 bc
7.34 a
5.48 c
6.60 ba
6.16 bc

4.93 b
6.43 a
4.83 b
4.28 b
5.12 b

Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf 5%.

Pengaruh pemupukan K terhadap pertumbuhan tanaman yang disajikan pada
Tabel 6 menunjukkan tidak ada pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman pada
semua perlakuan. Pada kondisi ini pemberian pupuk K menjadi tidak efektif karena
kebutuhan K untuk tinggi tanaman telah tercukupi dari dalam tanah dan tidak
bergantung pada pemupukan K. Faktor lain yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman antara lain adalah suhu. Bawang merah pada umumnya
menghendaki suhu antara 250C sampai 320C (Ashari 1995), sedangkan suhu dalam
rumah kaca yang digunakan mencapai 420C. Ketersediaan sangat dipengaruhi oleh
reaksi adsorpsi dan desorpsi. Variasi suhu sangat mempengaruhi reaksi pertukaran
unsur K. Adsorpsi K kumulatif menurun dengan meningkatnya suhu dari 250C

10
menjadi 400C dan menurun pada lapisan tanah yang semakin dalam (Hundal dan
Pasricha 1998)
Penambahan berbagai dosis pupuk K terhadap pertumbuhan tanaman
berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, jumlah tunas, dan bobot kering tanaman.
Namun hasil uji pertumbuhan tanaman berfluktuasi antar perlakuan. Tanaman yang
kekurangan K lebih peka terhadap penyakit dan kualitas produksi biasanya jelek
baik daun, buah maupun biji seperti pada kedele (Leiwakabessy dan Sutandi 1998).
Salah satu kendala pada bawang merah adalah mudah terserang hama dan penyakit
(Sastrosiswojo 1996). Oleh karena itu banyak daun-daun yang mati sehingga
jumlahnya berkurang yang menyebabkan berfluktuasinya jumlah daun antar
perlakuan.
Bobot kering atau biomassa tanaman berkaitan erat dengan perkembangan
tajuk tanaman dan distribusi akar. Semakin besar tajuk maka semakin berat
biomassa tanaman dan semakin banyak akar maka semakin tinggi kemampuan akar
menembus tanah dan semakin besar penyerapan unsur hara K yang diambil dari
tanah (Rangel et al. 2007). Berdasarkan hasil pada Tabel 6 penambahan pupuk K
berpengaruh nyata terhadap biomassa tanaman bawang merah. Dapat dilihat bahwa
perlakuan K1 dengan dosis 212.3 kg KCl/ha memiliki pertumbuhan tanaman
terbaik karena pada semua parameter memiliki nilai uji tertinggi dari perlakuan
yang lain. Menurut Hartz et al. (1999), banyaknya hara yang diserap tidak hanya
tergantung pada ketersediaannya dalam tanah, tetapi juga ditentukan oleh
kebutuhan dan kemampuan tanaman dalam menyerap hara tersebut. Penambahan
dosis pupuk K sampai pada tingkat kecukupan hara dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman, tetapi apabila dosis ditambahkan melebihi kecukupan hara
menyebabkan pertumbuhan tanaman menurun.
Marschner (1995) menyatakan bahwa aplikasi pemupukan yang ekstrim
dalam jumlah besar dapat menimbulkan efek negatif, yaitu terganggunya
pertumbuhan tanaman dan pertumbuhan akar. Kehilangan kalium yang terangkut
tanaman akan diperbesar oleh sifat kalium yang dapat diserap secara berlebihan.
Keadaan ini diartikan sebagai kalium yang diserap tanaman akan melebihi dari
kebutuhan yang sebenarnya. Serapan yang berlebihan ini tidak akan meningkatkan
hasil atau produksi tanaman (Nyakpa et al. 1988). Banyak faktor yang
mempengaruhi penyerapan hara oleh tanaman seperti iklim, tanah dan tamanan itu
sendiri berserta interaksinya. Tanaman menyerap kalium dalam bentuk ion K+ yang
ada didalam larutan tanah. Efektivitas dari K dalam larutan tanah sebagai sumber
bagi tanaman dipengaruhi oleh kation-kation lain terutama Ca2+ dan Mg2+, semakin
tinggi aktivitas Ca2+ dan Mg2+ maka semakin kecil ketersediaan K (Tisdale et al.
1985). Ion-ion ini disebut bersifat antagonisme satu terhadap yang lain
(Leiwakabessy 1988). Keberadaan NH4+, Ca+ atau Mg+ yang berlebihan dalam
tanah juga akan mengganggu serapan K (Laegreid et al. 1999, dalam Amisnaipa
2005).
Korelasi antara K Terekstrak dari Berbagai Metode Ekstraksi dengan
Serapan Hara Tanaman
Nilai uji K tanah terekstrak dari berbagai metode dikorelasikan dengan
serapan hara tanaman untuk melihat pengaruh perbedaan perlakuan dosis pupuk K
yang menjadi hara tanah setelah melalui inkubasi tanah selama 3 bulan. Serta untuk

11
menetapkan metode ekstraksi terbaik. Metode ekstraksi terbaik adalah metode yang
menghasilkan koefisien regresi (r) tinggi. Koefisien regresi (r) menggambarkan
tingkat keeratan hubungan linier antara dua peubah atau lebih (Mattjik dan
Samertajaya 2000). Semakin tinggi nilai koefisien regresinya, maka semakin erat
hubungan antara variabel tersebut sehingga serapan hara oleh tanaman dapat
diprediksi melalui nilai yang diperoleh dari metode ekstraksi tanah. Koefisien
regresi (r) antara nilai uji hara K terekstrak dengan serapan hara tanaman disajikan
pada Tabel 7.
Tabel 7. Hubungan Serapan Hara Tanaman dengan berbagai metode ekstraksi K
Metode Ekstraksi

Persamaan Linier

Koefisien Regresi (r)

Bray 1

y = 0.0088x + 1.419

0.64* (n = 21)

Bray 2

y = 0.0065x + 1.6454

0.63* (n = 21)

Olsen

y = 0.0077x + 1.2623

0.68* (n = 21)

Mechlich 1

y = 0.0068x + 1.5122

0.67* (n = 21)

HCl 25%

y = 0.0034x + 1.3623

0.36tn (n = 22)

Keterangan :

* = sangat nyata pada taraf 0.01
tn = tidak nyata pada taraf 0.05

Hasil koefisien regresi (r) antara nilai uji hara K terekstrak dengan serapan
hara K tanaman dari tertinggi sampai terendah secara urut, yaitu metode Olsen >
Mechlich > Bray 1 > Bray 2 > HCl 25%. Pada tabel tersebut tampak bahwa metode
Bray 1, Bray 2, Olsen, dan Mechlich 1 memberikan koefisien regresi (r) sangat
nyata dengan taraf 1% pada tanah Ultisol Lebak dengan serapan hara tanaman
bawang merah. Sedangkan metode HCl 25% tidak memberikan koefisien regresi
(r) yang nyata pada taraf 5%.
Berdasarkan nilai koefisien regresi (r) tersebut maka metode Bray 1, Bray 2,
Olsen, dan Mechlich 1 merupakan metode terpilih. Dari keempat metode tersebut
metode Olsen dan Mechlich 1 merupakan metode terbaik dalam menduga
ketersediaan K untuk tanaman bawang merah pada Ultisol Lebak karena memiliki
nilai koefisien regresi (r) tertinggi yaitu 0.68 dan 0.67. Metode Olsen mempunyai
ion Na+ dari ekstraktan yang menggantikan posisi K+ yang terikat pada mineral
tanah. Metode ini mempunyai kelemahan yaitu dapat melarutkan bahan organik
yang menyebabkan filtrat menjadi berwarna. Metode Mechlich 1 menggunakan
larutan asam ganda. Ion H+ dari kedua larutan ini berperan aktif dalam
menggantikan posisi ion K+ pada komplek pertukaran.

12

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemupukan K memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun,
jumlah tunas, dan bobot kering tanaman bawang merah. Metode Bray 1, Bray 2,
Olsen, dan Mechlich 1 merupakan metode terpilih. Dari keempat metode tersebut
metode Olsen dan Mechlich 1 merupakan metode terbaik dalam menduga
ketersediaan K untuk tanaman bawang merah pada Ultisol Lebak karena memiliki
nilai koefisien regresi (r) tertinggi yaitu 0.68 dan 0.67.
Saran
Metode ekstraksi yang terpilih dalam uji korelasi di rumah kaca sebaiknya
dikalibrasi dengan produksi dilapang untuk mendapatkan kelas ketersediaan K bagi
bawang merah pada tanah Ultisol.

DAFTAR PUSTAKA
[BBSDLP] Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian. 2006. Ultisol.
http://www.bbsdlp.litbang.deptan.go.id [12 Oktober 2015]
Amisnaipa. 2005. Rekomendasi Pemupukan Kalium pada Budidaya Tomat
Menggunakan Irigasi Tetes dengan Mulsa Polyethylene [Tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Ashari S. 1995. Holtikultura Aspek Budidaya. Jakarta: Universitas Indonesia (UI
Press)
Bolan NS, Adriano DC, Curtin D. 2003. Soil acidification and liming interactions
with nutrient and heavy metal transformation and bioavailability. Adv.
Agron. 78:215-272.
Brady. 1984. The Natures and Properties of Soils. Macmillan Publishing Company,
New York.
Corey RB. 1964. Soil Testing: Theory and Practice. Madison: Univ. Wisconsin
Gomez KA, Gomes AA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Ed
ke-2. Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press)
Hardjowigeno S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: Akademi
Pressindo
Hartz TK, Miyao G, Mullen RJ, Cahn MD, Valencia J, and Brittan KL. 1999.
Potassium Requirements for maximum yield and fruit quality of processing
tomato. J Am Soc Hort Sci 124(2): 99-204
Havlin JL, Beaton JD, Tisdale SL, Nelson WL. 1999. Soil Fertility and Fertilizers
An Introduction to Nutrient Management, 6th Ed. New Jersey: Prentice Hall,
Upper Saddle River
Hundal LS, Pasricha NS. 1998. Adsorption-desorption kinetics of pottasium as
influenced by temperature and background anions. Geoderma 83:215-225.

13
Laegreid M, Bockman OC, Kaarstad O. 1999. Agriculture, Fertilizers and the
Environment. CABI Publishing in Association with Norsk Hydro ASA.
Leiwakabessy FM. 1988. Kesuburan Tanah. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor
Leiwakabessy F, Sutandi A. 1998. Pupuk dan Pemupukan. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Marschner H. 1995. Mineral Nutrition in Higher Plants, 2nd edition. New York :
academic Press.
Marschmer H. 1995. Measurement an Assessment of Soil Potassium. Switzerland:
International Potassium Institute
Mattjik AA, Sumertajaya M. 2000. Perancangan Percobaan Jilid I. Bogor: IPB
Press
Nyakpa MS, Lubis AM, Pulung MA, Amrah AG, Rachim A. 1995. Pembinaan Uji
Tanah Hara Makro dan Mikro. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor
Rangel YA, Edward AC, Hiller S, Obom I. 2007. Long-term K dynamics in organic
and conventional mixed cropping systems as related to managements and
soil properties. Agri. Ecosystem Environmental. 122:413-426.
Salisbury FB dan CW Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Bandung (ID):
Institut Teknologi Bandung.
Sastrosiswojo S. 1996. Sistem Pengendalian Hama Terpadu dalam Menunjang
Agribisnis Sayuran. Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Komoditas
Sayuran. Lembang, 24 Oktober 1995. Hal 69-82
Soepartini M. 1988. Penilaian Ekstraksi Kalium Tanah. Risalah Seminar Hasil
Penelitian Tanah, PPT. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Fakultas Pertanian. Bogor
Subagyo H, Suharta N, Siswanto AB. 2004. Tanah-tanah pertanian di Indonesia. Di
dalam: Adimihardja A, editor. Sumberdaya Lahan Indonesia dan
Pengelolaannya. Bogor: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Hlm. 2126
Tisdale SL, Nelson WL, Beaton JD. 1985. Soil Fertility and Fertilizer. New York:
Maemillan
Wiberg H. 1995. Inorganic Chemistry. New York: Academic Press

14

15

LAMPIRAN

16

17
Lampiran 1. Ekstraksi K metode Bray 1 (sumber: Balai Penelitian Tanah)
Pereaksi:
Larutan Bray 1 (0.025 N HCl + 0.03 N NH4F) dibuat dengan melarutkan 1.11 g
NH4F + 4.16 ml HCl 6 N dalam 1 liter H2O
Cara Kerja
1. Masukkan 1.5 g contoh tanah ke dalam botol kocok, lalu ditambahkan 15
ml larutan Bray 1
2. Kocok selama 15 menit dengan mesin pengocok, kemudian disaring dengan
kertas saring
3. Hasil saringan diukur dengan alat flame photometer. Bila larutan terlalu
pekat maka diencerkan dengan dipipet sebanyak 1 ml, lalu diencerkan
sebanyak 10 kali dengan H2O, kemudian ditetapkan nilai emisi dengan alat
flame photometer
4. Kadar K larutan diperhitungkan dengan larutan baku. Disamping itu
ditetapkan juga blanko
5. Perhitungan:
Kadar K (ppm) = (emisi sampel – emisi blanko)/slope x 15/1.5 x fp x fk
Keterangan:
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 - % KA)
fp = faktor pengenceran (bila ada)
Lampiran 2. Ekstraksi K metode Bray 2 (sumber: Balai Penelitian Tanah)
Pereaksi:
Larutan Bray 2 (0.10 N HCl + 0.03 N NH4F) dibuat dengan melarutkan 1.11 g NH4F
+ 16.64 ml HCl 6 N dalam 1 liter H2O
Cara Kerja
1. Masukkan 1.5 g contoh tanah ke dalam botol kocok, lalu ditambahkan 15
ml larutan Bray 2
2. Kocok selama 15 menit dengan mesin pengocok, kemudian disaring dengan
kertas saring
3. Hasil saringan diukur dengan alat flame photometer. Bila larutan terlalu
pekat maka diencerkan dengan dipipet sebanyak 1 ml, lalu diencerkan
sebanyak 10 kali dengan H2O, kemudian ditetapkan nilai emisi dengan alat
flame photometer
4. Kadar K larutan diperhitungkan dengan larutan baku. Disamping itu
ditetapkan juga blanko
5. Perhitungan:
Kadar K (ppm) = (emisi sampel – emisi blanko)/slope x 15/1.5 x fp x fk
Keterangan:
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 - % KA)
fp = faktor pengenceran (bila ada)

18
Lampiran 3. Ekstraksi K metode Olsen (sumber: Balai Penelitian Tanah)
Pereaks:
Larutan Olsen (NaHCO3 pH 8.5) dibuat dengan melarutkan 42 g NaHCO3 dalam 1
liter H2O, kemudian cek pH dan tetapkan menjadi pH 8.5 dengan penambahan
NaOH
Cara Kerja
1. Masukkan 1.0 g contoh tanah ke dalam botol kocok, lalu ditambahkan 20
ml larutan Olsen
2. Kocok selama 30 menit dengan mesin pengocok, kemudian disaring dengan
kertas saring
3. Hasil saringan diukur dengan alat flame photometer.
4. Kadar K larutan diperhitungkan dengan larutan baku. Disamping itu
ditetapkan juga blanko
5. Perhitungan:
Kadar K (ppm) = (emisi sampel – emisi blanko)/slope x 20/1 x fp x fk
Keterangan:
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 - % KA)
fp = faktor pengenceran (bila ada)
Lampiran 4. Ekstraksi K metode Mechlich 1 (sumber: Balai Penelitian Tanah)
Pereaksi:
Larutan Mechlich 1 (HCl 0.05 N + H2SO4 0.0125 N) dibuat dengan melarutkan 0.7
ml H2SO4 + 4 ml HCl dalam 1 liter H2O
Cara Kerja
1. Masukkan 5 g contoh tanah ke dalam botol kocok, lalu ditambahkan 25 ml
larutan Mechlich 1
2. Kocok selama 30 menit dengan mesin pengocok, kemudian disaring dengan
kertas saring
3. Hasil saringan diukur dengan alat flame photometer. Bila larutan terlalu
pekat maka diencerkan dengan dipipet sebanyak 1 ml, lalu diencerkan
sebanyak 10 kali dengan H2O, kemudian ditetapkan nilai emisi dengan alat
flame photometer
4. Kadar K larutan diperhitungkan dengan larutan baku. Disamping itu
ditetapkan juga blanko
5. Perhitungan:
Kadar K (ppm) = (emisi sampel – emisi blanko)/slope x 25/5 x fp x fk
Keterangan:
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 - % KA)
fp = faktor pengenceran (bila ada)

19

Lampiran 5. Ekstraksi K metode HCl 25% (sumber: Balai Penelitian Tanah)
Pereaksi:
Larutan HCl 25% dibuat dengan melarutkan 676 ml HCl 37% dalam 1 liter H2O
Cara Kerja
1. Masukkan 5 g contoh tanah ke dalam botol kocok, lalu ditambahkan 12.5
ml larutan HCl 25%
2. Kocok selama 30 menit dengan mesin pengocok, kemudian disaring dengan
kertas saring
3. Hasil saringan diukur dengan alat flame photometer. Bila larutan terlalu
pekat maka diencerkan dengan dipipet sebanyak 1 ml, lalu diencerkan
sebanyak 5 kali dengan H2O, kemudian ditetapkan nilai emisi dengan alat
flame photometer
4. Kadar K larutan diperhitungkan dengan larutan baku. Disamping itu
ditetapkan juga blanko
5. Perhitungan:
Kadar K (ppm) = (emisi sampel – emisi blanko)/slope x 12.5/5 x fp x fk
Keterangan:
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 - % KA)
fp = faktor pengenceran (bila ada)
Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Tanaman
Sumber keragaman

Db

JK

JKT

P>F

F Value

Perlakuan
Galat
Total
Jumlah Daun

4
20
24

21,4483360
115,0174400
136,4657760

5,3620840
5,7508720

0,4652

0,93

Perlakuan

4

57,68830400

14,42207600

0,0005

8,08

Galat
Total
Jumlah Tunas
Perlakuan
Galat

20
24

35,6995600
93,3878640

1,7849780

4
20

9,25976000
10,57264000

2,31494000
0,52863200

0,0105

Total

24

19,83240000

Perlakuan
Galat

4
20

12,69468000
15,6499200

3,17367000
0,7824960

0,0144

Total

24

28,3446000

Tinggi Tanaman

4,38

Biomassa Tajuk
4,06

20

RIWAYAT HIDUP
Rani Yunita. Penulis lahir pada 30 Juni 1993 di Depok, dari pasangan
Ruslan Abdul Gani dan Syamsiah Astuti yang merupakan anak keempat dari empat
bersaudara. Penulis mengawali pendidikan di TK Mentari, Beji Depok (19971999). Penulis melanjutkan pendidikan di SDN Depok Jaya 3, Beji Depok (19992005). Penulis menyelesaikan tingkat pendidikan lanjutan di SMP Setia Negara,
Depok (2005-2008) dan SMAN 5 Depok (2008-2011). Sejak tahun 2011, penulis
memasuki program Strata-1 dengan program studi Manajemen Sumberdaya Lahan
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan pada Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Pengantar Kimia Tanah dan Kimia Tanah pada tahun ajaran 2014-2015. Penulis
juga telah melaksanakan program Kuliah Kerja Profesi di Desa Kawunganten
Kabupaten Subang pada tahun 2014. Penulis pernah aktif dalam beberapa
organisasi kampus sebagai Staf Departemen Hubungan Luar dan Alumni
Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah selama dua periode. Selain itu penulis juga aktif
dalam berbagai kepanitian acaea departemen maupun fakultas seperti Seminar
Nasional Ilmu Tanah, Soilidarity, Cross Country Ilmu Tanah IPB, Brainstorming
Ilmu Tanah IPB, Pekan Olahraga Tanah, Mahakarya Faperta IPB dan Seri A
Faperta IPB.