Sebaran Lokasi Penanaman Bawang Merah Lokal Samosir Berdasarkan Ketinggian Tempat Di Daerah Tangkapan Air Danau Toba

1

SEBARAN LOKASI PENANAMAN BAWANG MERAH LOKAL
SAMOSIR BERDASARKAN KETINGGIAN TEMPAT
DI DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA

SKRIPSI

Oleh :

ROSE FRISKA HUTAPEA
110301028
AGROEKOTEKNOLOGI – ILMU TANAH

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015

2


SEBARAN LOKASI PENANAMAN BAWANG MERAH LOKAL
SAMOSIR BERDASARKAN KETINGGIAN TEMPAT
DI DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA

SKIPSI

Oleh :

ROSE FRISKA HUTAPEA
110301028
AGROEKOTEKNOLOGI – ILMU TANAH

Usulan Penelitian sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan
penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN

2015

3

Judul

: Sebaran Lokasi Penanaman Bawang Merah Lokal
Samosir Berdasarkan Ketinggian Tempat Di Daerah
Tangkapan Air Danau Toba
Nama
: Rose Friska Hutapea
NIM
: 110301028
Program Studi : Agroekoteknologi
Minat
: Ilmu Tanah

Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing


Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc., Ph.D.
Ketua

Ir. Razali, MP.
Anggota

Mengetahui,

Ir. T. Sabrina, M.Agr. Sc. Ph.D
Ketua Program Studi Agroekoteknologi

4

ABSTRACT
This research aims to determine the location planting distribution of Samosir’s
local onion based on altitude in Watershed of Lake Toba. This research was
conducted in the central region of onion planting around of Lake Toba which
have at altitude 900 – 2000 meters above sea level. This research used survey
methods which includes literature studies, preparation of the questionnaire, the
determination of research location, location mapping for the research, survey

around of Lake Toba and processing data from survey in Lake Toba area. The
result showed that altitude and production of Samosir’s local onion have
negativelly correlated, means that more higher the altitude, will cause decreased
of production with value of r = 0,51. The best altitude for the local onion which
cultivated in Watershed of Lake Toba is 900 – 1000 meters above sea level.
Keywords :Local onion Samosir, Altitude, Watershed of Lake Toba

5

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sebaran lokasi penanaman bawang
merah lokal Samosir berdasarkan ketinggian tempat di Daerah Tangkapan Air
Danau Toba. Penelitian ini dilaksanakan di sentra kawasan penanaman bawang
merah di daerah sekitaran Danau Toba dengan ketinggian tempat 900 – 2000
meter diatas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode survey
yang meliputi studi literatur, penyusunan kuisioner, penentuan lokasi penelitian,
pembuatan peta lokasi penelitian, survey lapangan dan pengolahan data hasil
survey lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketinggian tempat dan
produksi bawang merah lokal Samosir berkorelasi negatif, artinya semakin tinggi
ketinggian tempat maka produksi akan menurun dengan nilai r = 0,51. Ketinggian

tempat yang terbaik untuk budidaya bawang merah lokal Samosir di DTA Danau
Toba adalah ketinggian 900 – 1000 m dpl.

Kata Kunci : Bawang Merah Lokal Samosir, Ketinggian Tempat, Daerah
Tangkapan Air.

6

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sei Meranti pada tanggal 10 Juli 1993 dari ayah T.
Hutapea dan ibu R. Br Gultom. Penulis merupakan anak pertama dari empat
bersaudara.
Tahun 2011 penulis lulus dari SMA RK Bintang Timur, Pematang Siantar
dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara(USU)
melalui

jalur

SNMPTN


undangan.

Penulis

memilih

program

studi

Agroekoteknologi minat Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten laboratorium
Pengelolaan Tanah dan Air dan Evaluasi Kesesuaian Lahan. Penulis juga
mengikuti organisasi UKM KMK Universitas Sumatera Utara, Himpunan
Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK) serta Ikatan Mahasiswa Ilmu
Tanah (IMILTA) Universitas Sumatera Utara.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan di PT. Anglo Eastern
Plantation Kebun Sei Musam Utjing, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat
tahun.


7

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat dan rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini
dengan baik dan tepat pada waktunya.
Adapun judul dari usulan penelitian ini adalah “Sebaran Lokasi
Penanaman Bawang Merah Lokal Samosir Berdasarkan Ketinggian Tempat
Di Daerah Tangkapan Air Danau Toba” yang merupakan salah satu syarat
untuk dapat melaksanakan penelitian dan membuat tugas akhir skripsi di Program
Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada
Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc., Ph.D. selaku ketua komisi pembimbing dan
kepada Ir. Razali, MP. Selaku anggota komisi pembimbing yang telah
membimbing penulis dalam penyelesaian usulan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan penelitian ini selanjutnya.
Akhirnya penulis berharap usulan penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Medan, September 2015

Penulis

8

DAFTAR ISI
ABSTRACT ......................................................................................................... i
ABSTRAK ........................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang .............................................................................................. 1
Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3
Kegunaan Penelitian ...................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) .......................................................
Syarat Tumbuh ...............................................................................................

Iklim ..............................................................................................
Tanah .............................................................................................
Ketinggian Tempat .........................................................................................

4
5
5
6
7

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 13
Bahan dan Alat .............................................................................................. 13
Metode Penelitian .......................................................................................... 13
Pelaksanaan Penelitian ................................................................................... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ............................................................................................................... 16
Pembahasan ................................................................................................... 25
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ................................................................................................... 30
Saran ............................................................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA

9

DAFTAR TABEL

No
Tabel
Hal
1. Produksi bawang merah lokal Samosir pada berbagai ketinggian 16
tempat di DTA Danau Toba.................................................................
2.

Perbandingan nilai signifikan (r) – tabel dan r – hitung ......................

18

3.


Rata – rata produksi bawang merah lokal Samosir pada berbagai 19
interval ketinggian................................................................................

4.

Persentase sebaran pertanaman bawang merah lokal samosir di DTA 21
Danau Toba...........................................................................................

5

Rataan produksi bawang merah lokal Samosir di DTA Danau Toba 21
menurut kelas kemiringan lereng.........................................................

6

Persentase sebaran pertanaman bawang merah lokal Samosir di DTA 23
Danau Toba menurut kategori tekstur tanah.........................................

7

Rataan produksi bawang merah lokal Samosir di DTA Danau Toba 23
menurut kategori tekstur tanah.............................................................

10

DAFTAR GAMBAR
No
Tabel
1. Peta Lokasi Penelitian..........................................................................

Hal
15

2.

Hubungan Antara Ketinggian Tempat Dengan Produksi Bawang 18
Merah Lokal Samosir...........................................................................

3.

Peta Penyebaran Titik Sampel Pada Berbagai Kemiringan Lereng di 20
DTA Danau Toba.................................................................................

4.

Peta Penyebaran Titik Sampel Pada Kategori Tekstur Tanah di DTA 22
Danau Toba...........................................................................................

5

Peta Ketinggian Tempat Tempat Untuk Tanaman Bawang Merah 24
Lokal Samosir di DTA Danau Toba ....................................................

4

ABSTRACT
This research aims to determine the location planting distribution of Samosir’s
local onion based on altitude in Watershed of Lake Toba. This research was
conducted in the central region of onion planting around of Lake Toba which
have at altitude 900 – 2000 meters above sea level. This research used survey
methods which includes literature studies, preparation of the questionnaire, the
determination of research location, location mapping for the research, survey
around of Lake Toba and processing data from survey in Lake Toba area. The
result showed that altitude and production of Samosir’s local onion have
negativelly correlated, means that more higher the altitude, will cause decreased
of production with value of r = 0,51. The best altitude for the local onion which
cultivated in Watershed of Lake Toba is 900 – 1000 meters above sea level.
Keywords :Local onion Samosir, Altitude, Watershed of Lake Toba

5

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sebaran lokasi penanaman bawang
merah lokal Samosir berdasarkan ketinggian tempat di Daerah Tangkapan Air
Danau Toba. Penelitian ini dilaksanakan di sentra kawasan penanaman bawang
merah di daerah sekitaran Danau Toba dengan ketinggian tempat 900 – 2000
meter diatas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode survey
yang meliputi studi literatur, penyusunan kuisioner, penentuan lokasi penelitian,
pembuatan peta lokasi penelitian, survey lapangan dan pengolahan data hasil
survey lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketinggian tempat dan
produksi bawang merah lokal Samosir berkorelasi negatif, artinya semakin tinggi
ketinggian tempat maka produksi akan menurun dengan nilai r = 0,51. Ketinggian
tempat yang terbaik untuk budidaya bawang merah lokal Samosir di DTA Danau
Toba adalah ketinggian 900 – 1000 m dpl.

Kata Kunci : Bawang Merah Lokal Samosir, Ketinggian Tempat, Daerah
Tangkapan Air.

11

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditi
pertanian yang sering dijumpai disetiap rumah tangga. Bawang merah meskipun
bukan kebutuhan pokok, akan tetapi hampir selalu dibutuhkan dalam kehidupan
sehari – hari. Menurut Rukmana (1994) bawang merah memiliki banyak manfaat
disamping sebagai bumbu masak yaitu sebagai bahan obat tradisional untuk
kompres penurun panas, diabetes, penurunan kadar gula dan kolestrol darah ,
mencegah penebalan dan

dan pengerasan pembuluh darah dan maag karena

mengandung senyawa allin dan allisin yang bersifat bakterisida.
Bawang merah sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif
karena merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan
kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah. Karena
memiliki nilai ekonomi yang tinggi, maka pengusahaan budidaya bawang merah
telah menyebar di hampir semua provinsi di Indonesia. Meskipun minat petani
terhadap bawang merah cukup kuat, namun dalam proses pengusahaannya masih
ditemui berbagai kendala, baik kendala yang bersifat teknis maupun ekonomis
(Sumarni dan Hidayat, 2005). Kendala teknis yang sering dijumpai salah satunya
adalah ketinggian tempat yang sesuai bagi tanaman bawang merah.
Tanaman bawang merah banyak ditanam di daerah dataran rendah dan di
dataran tinggi. Tanaman bawang merah yang ditanam didataran tinggi biasanya
memiliki umbi lebih kecil dan warnanya kurang mengkilat. Tanaman bawang
merah yang ditanam didataran tinggi juga memiliki umur yang relatif lebih
panjang dibandingkan dengan yang ditanam di dataran rendah. Di Indonesia,

12

daerah yang merupakan sentra produksi bawang merah yang terkenal ialah
Cirebon, Brebes, Legal, Kuningan, Wates, Lombok Timur dan Samosir (Medan)
(Firmanto, 2011).
Sentra kawasan penanaman bawang merah yang terkenal di Sumatera
Utara ialah di daerah sekitaran Danau Toba yang berada pada ketinggian 9002000 m dpl . Daerah itu meliputi Kecamatan Muara, Kecamatan Bakti Raja, Desa
Silalahi, Kecamatan Merek, Kecamatan Haranggaol, dan Pulau Samosir. Bawang
merah yang dibudidayakan di sekitar Danau Toba adalah varietas lokal dan biasa
penduduk menyebutnya Bawang Toba. Bawang Toba disebut juga dengan
bawang merah varietas medan. Bawang Toba memiliki keunggulan dibandingkan
bawang merah varietas lain karena aromanya yang khas serta tahan lama. Bawang
Toba merupakan spesifik lokasi yang apabila ditanam di daerah lain maka
aromanya akan berbeda.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Setiyowati dkk (2010) bawang
merah dapat ditanam pada ketinggian 0 – 900 m dpl, sedangkan informasi yang
diperoleh dari sumarni dan hidayat (2005) bawang merah dapat ditanam hingga
ketinggian 1000 m dpl. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Radjagukguk
(2014) di Daerah Sekitar Danau Toba Bawang Toba bawang merah varietas Lokal
Samosir dapat dibudidayakan sampai pada ketinggian 1300 m dpl tetapi tidak
lebih dari ketinggian 1300 mdpl.
Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin mengetahui sebaran lokasi
penanaman bawang merah varietas lokal Samosir berdasarkan ketinggian tempat
di Daerah Tangkapan Air Danau Toba.

13

Tujuan Penelitian
Untuk menentukan sebaran lokasi penanaman bawang merah lokal
Samosir berdasarkan ketinggian tempat di Daerah Tangkapan Air Danau Toba.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi
kepentingan ilmu pengetahuan.

14

TINJAUAN PUSTAKA
Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)
Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam
Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;
Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus

: Allium dan Spesies : Allium

ascalonicum atau Allium cepa var. Ascalonicum (Rahayu dan Berlian, 1999).
Akar bawang merah terdiri atas akar pokok (primary root) yang berfungsi
sebagai tempat tumbuh akar adventif (adventitious root) dan bulu akar yang
berfungsi untuk menopang berdirinya tanaman serta menyerap air dan zat – zat
hara dari dalam tanah. Akar dapat tumbuh hingga kedalaman 30 cm, berwarna
putih. Batang tanaman bawang merah merupakan bagian kecil dari keseluruhan
tanaman, berbentuk seperti cakram (discus), beruas – ruas, dan diantara ruas –
ruas terdapat kuncup – kuncup. Bagian bawah cakram merupakan tempat
tumbuhnya akar (Pitojo, 2003).
Baik pada bawang bombai maupun pada bawang merah bagian dasar
daunnya melebar seperti kelopak. Kelopak daun sebelah luar selalu melingkar
menutup kelopak daun sebelah dalam, hingga potongan melintang umbi
memperlihatkan lapisan – lapisan yang berbentuk cincin. Kelopak daunnya
tumbuh pada sebuah batang tipis yang menyerupai cakram (Firmanto, 2011).
Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang
bertangkai dengan 50 – 200 kuntum bunga. Pada ujung dan pangkal tangkai
mengecil dan dibagian tengah menggembung, bentuknya seperti pipa yang
berlubang didalamnya. Tangkai tandan bunga ini sangat panjang, lebih tinggi dari

15

daunnya sendiri mencapai 30 – 50 cm. Sedang kuntumnya juga bertangkai tetapi
pendek, antara 0,2 – 0,6 cm (Wibowo, 1994)
Letak bakal biji bawang merah alam bakal buah (ovarium) terbalik atau
dikenal dengan istilah anatropus. Oleh karenanya bakal biji bawang merah dekat
dengan plasentanya. Biji bawang merah yang masih muda berwarna putih. Setelah
tua akan berwarna hitam (Rahayu dan Berlian, 1999).
Syarat Tumbuh
Iklim
Bawang merah sama seperti bawang putih tidak tahan kekeringan karena
sistem perakarannya yang pendek. Kebutuhan air terutama selama pertumbuhan
dan pembentukan umbi. Bawang merah juga tidak dapat hidup ditempat yang
airnya tergenang. Seperti halnya bawang putih, bawang merah ditanam pada
musim kemarau atau akhir musim hujan dengan pengairan yang baik
(Wibowo, 1994).
Dalam pertumbuhannya, tanaman bawang merah menyukai daerah yang
beriklim kering dengan suhu yang agak panas dan cuaca cerah, terutama yang
mendapat sinar matahari lebih dari 12 jam. Apabila tanaman bawang merah
ditanam ditempat yang terlindung dapat menyebabkan pertumbuhan umbi yang
kecil dan hasilnya kurang memuaskan (Rahayu dan Berlian, 1999).
Tanaman bawang merah dapat membentuk umbi di daerah yang suhu
udaranya rata-rata 22°C, tetapi hasil umbinya tidak sebaik di daerah yang suhu
udara lebih panas. Bawang merah akan membentuk umbi lebih besar bilamana
ditanam di daerah dengan penyinaran lebih dari 12 jam. Di bawah suhu udara
22°C tanaman bawang merah tidak akan berumbi. Oleh karena itu, tanaman

16

bawang merah lebih menyukai tumbuh di dataran rendah dengan iklim yang cerah
(Sumarni dan Hidayat, 2005).
Adanya perbedaan umur tanaman bawang merah di lapangan untuk siap
dipanen merupakan manifestasi dari tanggapan tanaman tersebut terhadap
pengaruh lingkungan dan yang paling menonjol adalah kondisi agroklimat yang
terjadi antara dataran rendah dengan dataran tinggi, seperti keadaan temperatur
udara, evaporasi, lamanya penyinaran matahari dan radiasi matahari yang diterima
setiap harinya, termasuk perbedaan curah hujan antara musim kemarau dan
musim penghujan di dataran rendah dan dataran tinggi. Perbedaan yang mencolok
dari unsur iklim tersebut antara dataran rendah dan dataran tinggi adalah
perbedaan temperatur dan cahaya matahari, demikian pula dengan perbedaan
cahaya matahari antar musim hujan dan musim kemarau sangat mencolok baik
terjadi

di

dataran

rendah

maupun

dataran

tinggi

(Putrasamedja dan Suwandi, 1996).
Tanah
Tanaman bawang merah menyukai tanah yang subur, gembur dan banyak
mengandung bahan organik. Tanah yang gembur dan subur akan mendorong
perkembangan umbi sehingga hasilnya besar – besar. Selain itu, bawang merah
hendaknya ditanam di tanah yang mudah meneruskan air. Kemasaman tanah
yang paling sesuai untuk bawang merah adalah yang agak asam sampai normal
(6,0 – 6,8). Tanah ber pH 5,5 – 7,0 masih dapat digunakan untuk penanaman
bawang merah (Rahayu dan Berlian, 1999).
Bawang merah dapat tumbuh hampir pada semua jenis tanah dan
menyukai jenis tanah lempung berpasir. Di Indonesia 70 % penanaman dilakukan

17

pada dataran rendah di bawah 450 meter. Bawang merah membutuhkan banyak
air tetapi kondisi yang basah menyebabkan penyakit busuk. Tanah yang cukup
lembab dan air tidak menggenang disukai oleh tanaman bawang merah
(Rismunandar, 1986).
Tanah aluvial dan latosol yang berpasir dapat juga ditanami bawang merah
meskipun hasilnya tidak sebaik tanah lempung berpasir. Asalkan strukturnya
bergumpal dan tidak becek. Untuk tanah yang berpasir dibutuhkan pengolahan
yang baik dan ditambah bahan organik yang lebih banyak. Untuk tanah – tanah
yang airnya tergenang , diperlukan saluran pembuangan air yang baik. Pada
bawang merah, jika tanah terlalu asam maka dilakukan pengapuran, akan tetapi
pengapuran harus dikerjakan beberapa hari sebelum pengapuran karena sistem
perakarannya tidak tahan kapur (Wibowo, 1994).
Ketinggian Tempat
Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk
wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief
erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Sedangkan
faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan persyaratan
tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi
matahari. Ketinggian tempat diukur dari permukaan laut (dpl) sebagai titik nol.
Dalam kaitannya dengan tanaman, secara umum sering dibedakan antara dataran
rendah ( 700 m dpl.). Namun dalam kesesuaian
tanaman terhadap ketinggian tempat berkaitan erat dengan temperatur dan radiasi
matahari. Semakin tinggi tempat di atas permukaan laut, maka temperatur
semakin menurun. Demikian pula dengan radiasi matahari cenderung menurun

18

dengan semakin tinggi dari permukaan laut. Ketinggian tempat dapat dikelaskan
sesuai kebutuhan tanaman. Misalnya tanaman teh dan kina lebih sesuai pada
daerah dingin atau daerah dataran tinggi. Sedangkan tanaman karet, sawit, dan
kelapa lebih sesuai di daerah dataran rendah (Ritung,dkk., 2007).
Ketinggian tempat sangat berpengaruh terhadap produksi tanaman.
Berdasarkan penelitian dari Andrian (2014) ketinggian tempat yang terbaik untuk
tanaman karet pada daerah Hapesong Tapanuli Selatan adalah 84,5meter diatas
permukaan laut, sedangkan pada ketinggian tempat 294,5 meter diatas permukaan
laut tidak sesuai. Makin tinggi letak tempat, maka pertumbuhan karet semakin
lambat dan dan hasilnya lebih rendah.
Lokasi tanam akan berpengaruh pada suhu udara, sinar matahari,
kelembapan dan angin. Unsur – unsur ini sangat berpengaruh terhadap proses
pertumbuhan tanaman. Semakin tinggi suatu tempat semakin rendah suhu
udaranya, dan sebaliknya semakin rendah suatu tempat atau lokasi tanaman maka
suhu yang terdapat dilokasi tersebut semakin tinggi. Pada tanaman sereh dapur,
produksi tanaman tertinggi berada pada lokasi tanam dataran rendah dan lokasi
tanam dataran tinggi menghasilkan produksi terendah (Kusumayadi, dkk., 2013).
Besar kemiringan lereng akan mempengaruhi laju kecepatan aliran
permukaan, semakin curam suatu lereng akan semakin cepat alirannya, sehingga
bisa diartikan kesempatan air yang meresap ke dalam tanah lebih kecil dan akan
memperbesar aliran permukaan yang berakibat pada besarnya erosi. Berdasarkan
hasil pengujian laboratorium terdapat pertambahan jumlah erosi pada setiap
pertambahan kemiringan lereng (Martono, 2014).

19

Bawang merah dapat tumbuh di dataran rendah sampai tinggi yaitu 0-900
m dpl. Suhu udara yang ideal untuk tanaman bawang merah adalah 250- 300C,
namun masih toleran pada suhu 220C, kelembaban udara nisbi 80%-90% akan
memacu perkembangan produksinya. Curah hujan yang sesuai adalah 300-2500
mm per tahuun, dengan intensitas sinar matahari penuh (Setiyowati, dkk., 2010).
Di Indonesia bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai
ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Ketinggian tempat yang optimal untuk
pertumbuhan dan perkembangan bawang merah adalah 0 - 450 m di atas
permukaan laut. Tanaman bawang merah masih dapat tumbuh dan berumbi di
dataran tinggi, tetapi umur tanamnya menjadi lebih panjang 0,5-1 bulan dan hasil
umbinya lebih rendah (Sumarni dan Hidayat, 2005).
Tanaman bawang merah memerlukan syarat tumbuh tertentu selama
pertumbuhannya. Ketinggian tempat yang cocok untuk membudidayakan tanaman
bawang merah atau brambang (shallot). Ketinggian tempat terbaik untuk tanaman
brambang adalah dibawah 800 m dpl. Namun sampai ketinggian 1.100 m dpl
Tanaman bawang merah (shallot) masih dapat tumbuh (AAK, 1999).
Selama ini bawang merah lebih banyak dibudidayakan di lahan sawah dan
jarang diusahakan di lahan kering/tegalan. Secara teknis, bawang merah mampu
beradaptasi baik jika ditanam di dataran rendah, baik di lahan irigasi maupun di
lahan kering. Dengan demikian bawang merah mempunyai prospek untuk
dikembangkan di lahan kering. Bawang merah termasuk komoditas utama dalam
prioritas pengembangan sayuran dataran rendah di Indonesia, karena sudah
ratusan tahun dibudidayakan. Selain itu bawang merah dapat beradaptasi di
dataran rendah (Hervani, dkk, 2009).

20

Berdasarkan penelitian Anshar, dkk (2011) Perbedaan ketinggian tempat
berpengaruh nyata terhadap panjang daun tanaman bawang merah. Lokasi dengan
ketinggian 800 m diatas permukaan laut memiliki daun yang lebih panjang
dibandingkan tanaman bawang merah yang berada padda ketinggian 100 m dpl
serta 400 m dpl. Laju fotosintesis yang paling rendah ialah pada ketinggian 800 m
dpl. Untuk diameter ubi, bawang merah yang ditanam pada ketiggian 100 m dpl
memiliki diameter umbi yang lebih besar dibandingkan pada ketinggian 400 dan
800 m dpl.

21

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
Kawasan Danau Toba dan sekitarnya yang selanjutnya disebut Kawasan
Danau Toba adalah Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan fungsi dan
daya dukung lingkungan yang meliputi Badan Danau, Daerah Tangkapan Air, dan
Cekungan Air Tanah yang terkait dengan perairan Danau Toba, serta pusat
kegiatan dan jaringan prasarana yang tidak berada di Badan Danau, Daerah
Tangkapan Air, dan Cekungan Air Tanah yang terkait dengan perairan Danau
Toba dan mendukung pengembangan perairan Danau Toba. Badan Danau Toba
adalah ruang yang berfungsi sebagai wadah air yang dihitung dari ketinggian
muka air rata-rata 904 meter dari permukaan laut (dpl), yang mencakup wilayah
perairan 110.250 ha. Daerah Tangkapan Air Danau Toba yang selanjutnya
disingkat DTA Danau Toba adalah luasan lahan mengelilingi danau dibatasi dari
tepi Sempadan Danau sampai dengan punggung bukit pemisah aliran air
(Peraturan Presiden Republik Indonesia, 2014).
Danau Toba merupakan salah satu daerah wisata yang terletak di Provinsi
Sumatera Utara yang merupakan danau terbesar yang ada di Indonesia. Secara
geografis Ekosistem Kawasan Danau Toba terletak antara koordinat 2o 10’ LU –
3o 0’ LU dan 98o 20” BT – 99o 50” BT. Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau
Toba memiliki luas sekitar 369.854 Ha, yang terdiri dari 190.314 Ha daratan di
pulau Sumatera (keliling luar danau), 69.280 Ha daratan pulau Samosir (di tengah
danau) dan 110.260 Ha berupa perairan Danau Toba-nya sendiri (luas
permukaannya). Danau Toba terletak pada ketinggian sekitar 903 m dpl
(LTEMP,2004).

22

DTA Danau Toba atau lebih dikenal dengan Ekosistem Kawasan Danau
Toba (EKTD Danau Toba) merupakan kawasan yang berada disekitar Danau
Toba dengan delineasi batass kawasan berdasarkan delineassi Daerah Tangkapan
Air (Soedrajat, 2011). DTA Danau Toba dengan luas daerah tangkapan air
(catchment area) 3.658 Km2 dan luas permukaan danau 1.103 Km2. Daerah
tangkapan ini berbentuk perbukitan sebesar 43%, pegunungan sebesar 30%
dengan

puncak

ketinggian

2000

meter

diatas

permukaan

laut

(Sumutprov.go.id, 2014)
DTA Danau Toba termasuk ke dalam tipe iklim B1, C1, C2, D2, dan E2.
Dengan demikian bulan basah (Curah Hujan ≥ 200 mm/bulan) berturut-turut pada
kawasan ini bervariasi antara dari 3 bulan sampai dengan 7-9 bulan, sedangkan
bulan kering (Curah Hujan
≤ 100 mm/bulan) berturut

-turut antara 2-3 bulan.

Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Scmidt dan Ferguson maka DTA Danau
Toba ini termasuk ke dalam tipe iklim A,B dan C.Curah hujan tahunan yang
terdapat di kawasan Daerah Tangkapan Air Danau Toba berkisar antara 1.700
sampai dengan 2.400 mm/tahun. Sedangkan puncak musim hujan terjadi pada
bulan Nopember – Desember dengan curah hujan antara 190 – 320 mm/bulan dan
puncak musim kemarau terjadi selama bulan Juni – Juli dengan curah hujan
berkisar 54 – 151 mm/bulan. Suhu udara bulanan di EKDT ini berkisar antara 18,0
– 19,7 0C di Balige dan antara 200 – 210 di Sidamanik. Suhu udara selama musim
kemarau cenderung agak lebih tinggi dibandingkan dengan selama musim hujan.
Sedangkan angka kelembaban tahunannya berkisar antara 79 – 95 %. Pada bulanbulan musim kemarau kelembaban udara cenderung agak rendah dibandingkan
pada bulan-bulan musim hujan (limnologi.lipi.go.id, 2015).

23

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sentra kawasan penanaman bawang merah
di daerah sekitaran Danau Toba yaitu Kecamatan Muara, Kecamatan Bakti Raja,
Desa Silalahi, Kecamatan Merek, Kecamatan Haranggaol, dan Pulau Samosir
dengan ketinggian tempat 900 – 2000 meter diatas permukaan laut (m dpl).
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai dengan Juni 2015.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner untuk
mendapatkan data hasil produksi tanaman peta administrasi lokasi penelitian, peta
dan buku keterangan satuaan lahan dan tanah lembar Pematang Siantar (lembar
0718) dan lembar Sidikalang (lembar 0618).
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS sebagai alat pencatat
titik koordinat dan ketinggian tempat serta alat tulis untuk membantu kegiatan
penelitian.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode survey dengan
teknik sampel yang digunakan sampel bertujuan (purposive sampling) Tahapan
penelitiannya adalah sebagai berikut :
Persiapan Awal
Adapun kegiatan yang dilakukan yaitu berupa studi literatur, penyusunan
kuisioner, penentuan lokasi penelitian, pembuatan peta lokasi penelitian.

24

Survei Lapangan
Survey lapangan dilakukan dengan mengunjungi lokasi – lokasi area
penanaman bawang merah di sekitar daerah Danau Toba, mengambil data
ketinggian tempat dengan menggunakan GPS serta melakukan tanya jawab
dengan petani dengan menggunakan kuisioner.
Pengolahan Data
a. Data produksi bawang merah di kelompokkan berdasarkan ketinggian
tempat yaitu : 900 – 1000 m dpl, 1001 – 1100 m dpl, 1101 – 1200 m dpl,
1201 – 1300 m dpl dan > 1300 m dpl.
b. Dilakukan pengolahan data untuk melihat hubungan antara produksi
dengan ketinggian tempat. Hubungan antara ketinggian tempat diatas
permukan laut terhadap produksi bawang merah dikaji dengan analisis
regresi linier sederhana dengan menggunakan Microsoft Excel dalam
bentuk persamaan :
Y = a + bX
Dimana :
Y

: variabel terikat (produksi bawang merah)

a

: intersep dari garis pada sumbu Y

b

: koefisien regresi linier

X

: variabel bebas (ketinggian tempat)

c. Sebaran tekstur tanah pada lokasi pertanaman bawang merah lokal
Samosir dengan melakukan overlay data peta sebaran tekstur tanah di
DTA Danau Toba dengan lokasi pertanaman bawang merah lokal Samosir.

25

d. Sebaran kemiringan lereng pada lokasi pertanaman bawang merah lokal
Samosir dengan melakukan overlay data peta kemiringan lereng di DTA
Danau Toba dengan lokasi pertanaman bawang merah lokal Samosir. Peta
kemiringan lereng diperoleh dari data kontur DTA Danau Toba.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

26

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan survey lapangan yang dilakukan pada sentra pertanian
bawang merah lokal Samosir di daerah tangkapan air (DTA) Danau Toba
diperoleh data produksi bawang merah pada berbagai ketinggian tempat. Sentra
pertanian bawang merah lokal Samosir di DTA Danau Toba meliputi 4 kabupaten
seperti tertulis pada Tabel 1
Tabel 1. Produksi Bawang Merah Lokal Samosir Pada Berbagai Ketinggian
Tempat di DTA Danau Toba
ketinggian
Produksi
Lokasi
No
tempat
(Kg /10 Kg
(m dpl)
Desa
Kecamatan
Kabupaten
bibit)
1
925
Tongging
Merek
Karo
100
2
932
Hatoguan
Palipi
Samosir
120
3
932
Hatoguan
Palipi
Samosir
120
4
934
Hatoguan
Palipi
Samosir
120
5
934
Hatoguan
Palipi
Samosir
120
6
935
Hatoguan
Palipi
Samosir
120
7
935
Nainggolan
Nainggolan
Samosir
90
8
937
Hatoguan
Palipi
Samosir
120
9
938
Simarmata
Simanindo
Samosir
100
10
939
Hatoguan
Palipi
Samosir
120
11
942
Hatoguan
Palipi
Samosir
150
12
954
Simamora
Bakti Raja
Humbahas
200
13
956
Simamora
Bakti Raja
Humbahas
200
14
959
Simamora
Bakti Raja
Humbahas
200
15
960
Batu Porhis
Simanindo
Samosir
90
16
960
Batu Porhis
Simanindo
Samosir
90
17
960
Simamora
Bakti Raja
Humbahas
200
18
961
Simamora
Bakti Raja
Humbahas
200
19
963
Hatoguan
Palipi
Samosir
150
20
963
Batu Porhis
Simanindo
Samosir
90
21
963
Simamora
Bakti Raja
Humbahas
250
22
970
Batu Porhis
Simanindo
Samosir
90
23
979
Batu Porhis
Simanindo
Samosir
80
24
984
Batu Porhis
Simanindo
Samosir
90
25
986
Batu Porhis
Simanindo
Samosir
90

27

26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42

986
Batu Porhis
Simanindo
Samosir
90
990
Batu Porhis
Simanindo
Samosir
90
992
Simamora
Bakti Raja
Humbahas
167
1044
Tongging
Merek
Karo
100
1046
Tongging
Merek
Karo
100
1066
Harian boho
Harian
Samosir
70
1078
Harian boho
Harian
Samosir
70
1080
Harian boho
Harian
Samosir
70
1082
Harian boho
Harian
Samosir
70
1111
Silalahi
Sumbul
Dairi
80
1113
Limbong mulana
Sianjur Mula - Mula
Samosir
70
1114
Silalahi
Sumbul
Dairi
80
1117
Silalahi
Sumbul
Dairi
80
1120
Silalahi
Sumbul
Dairi
90
1122
Silalahi
Sumbul
Dairi
80
1125
Silalahi
Sumbul
Dairi
80
1131
Sagala
Sianjur Mula - Mula
Samosir
70
Catatan : Tidak ada ketentuan luas area tanaman untuk 10 Kg bibit, hanya sesuai
jarak tanam yang di pakai.
Berdasarkan Tabel 1. lokasi penanaman bawang merah lokal Samosir
berada pada ketinggian 925 sampai dengan 1131 meter diatas permukaan laut
(m dpl). Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa produksi bawang lokal
Samosir tertinggi berada pada ketinggian 963 m dpl di Lokasi Desa Simamora
Kecamatan Bakti Raja Kabupaten Humbahas yaitu 250 Kg/ 10 Kg bibit. Hasil
terendah berada pada ketinggian 1066, 1078, 1080, 1082, 1113 dan 1131 m dpl
yaitu sebesar 70 Kg/ 10 Kg bibit.

28

Hubungan Antara ketinggian tempat dengan produksi bawang merah lokal
Samosir dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
Gambar 2. Hubungan Antara Ketinggian Tempat Dengan Produksi Bawang
Merah Lokal Samosir
Grafik Hubungan Ketinggian Tempat dengan Produksi
300
P
r
o
d
u
k
s
i

250
y = -0,334x + 448,2
R² = 0,267
r = 0,51688

200
150
100
50
0
900

950

1000

1050

1100

1150

Ketinggian Tempat

Berdasarkan grafik diatas terlihat hubungan negatif antara ketinggian
tempat dengan produksi bawang merah lokal Samosir yang ditunjukkan dari nilai
r = 0,51 dengan grafik menurun dengan persamaan regresi y = -0,334x + 448,2.
Apabila ketinggian tempat semakin tinggi maka produksi akan menurun.
Hubungan ini ditunjukkan dari angka yang nyata berdasarkan nilai r tabel pada
taraf 5% dan 1%. Tabel nilai r dengan jumlah sampel 42 dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan Nilai Signifikan (r) - tabel dan r - hitung
Taraf Signifikan (r)
N
r hitung
5%
1%
42
0,304
0,393
0,51688

Keterangan
Sangat nyata

29

Rata – rata produksi bawang merah lokal Samosir pada beberapa
ketinggian tempat yang dikelompokkan dengan interval 100 m dapat kita lihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata – Rata Produksi Bawang Merah Lokal Samosir Pada Berbagai
Interval Ketinggian
Ketinggian
Rata - Rata Produksi Persamaan Regresi
Ket
Tempat (m dpl)
(Kg/10 Kg bibit)
r
Y
=
-0,161x
+
285,5
0,063
tn
900 - 1000
130,25
1001 -1100
80,00 Y = -0,851x + 987,5 0,944 **
1101 -1200
78,75 Y = -0,152x + 249,8 0,1581 tn
1201 - 1300
> 1300
Keterangan: tn = tidak nyata, * = nyata dan ** = Sangat nyata
Berdasarkan Tabel 3. Diketahui :
-

Produksi rata – rata bawang merah lokal Samosir tertinggi berada pada
ketinggian 900 – 1000 m dpl yaitu 130,25 Kg/10 Kg bibit, dengan
persamaan regresi y = -0,161x + 285,5 dan nilai r 0,063.

-

Produksi rata – rata bawang merah lokal Samosir terendah berada pada
ketinggian 1101 – m dpl yaitu 78,75 Kg/10 Kg bibit, dengan persamaan
regresi y = -0,152x +249,8 dan nilai r = 0,1581.

-

Hubungan antara ketinggian tempat dengan produksi pada bawang merah
lokal Samosir mengalami penurunan yang signifikan pada ketinggian
tempat 1001 – 1100 m dpl dengan persamaan regresi y = -0,851x + 987,5
dengan nilai r = 0,944.

30

Berdasarkan data hasil penelitian, titik sampel lokasi penanaman bawang
merah berada pada kemiringan lereng yang berbeda. Perbedaan kemiringan lereng
tersebut menurut Arsyad (1989) dapat dilihat pada Gambar 4. Berikut ini :
Gambar 3. Peta Penyebaran Titik Sampel Pada Berbagai Kemiringan Lereng di
DTA Danau Toba.

Titik sampel pada ketinggian tempat 900 – 1000 m dpl berada pada kelas
kemiringan

lereng

yang

bervariasi.

Titik

sampel

pada

ketinggian

1001 – 1100 m dpl 100% berada pada kelas kemiringan yang sama dan titik
sampel pada ketinggian 1101 – 1200 berada pada kelas kemiringan yang
bervariasi pula. Persentase sebaran pertanaman bawang merah lokal Samosir pada
kemiringan lereng di DTA Danau Toba dapat dilihat pada Tabel 4.

31

Tabel 4. Persentase Sebaran Pertanaman Bawang Merah Lokal Samosir di DTA
Danau Toba Menurut Kelas Kemiringan Lereng
Kemiringan Lereng (%)
Ketinggian
Tempat
0 - 3 3 - 8 8 - 15 15 - 30 30 - 45 45 - 60 > 60
(m dpl)
(%)
900 - 1000 45,24 14,29
7,14
1001 -1100
14,29
1101 -1200
2,38
2,38
14,29
1201 - 1300
> 1300
-

Dari Tabel 4. diketahui bahwa secara umum kemiringan lereng pada
ketinggian 900 – 1000 m dpl berada pada kelas kemiringan lereng yang datar dan
landai sehingga erosi yang ada sangat minim. Hal ini berbeda pada ketinggian
1001 – 1100 m dpl dan 1101 dan 1200 yang 100% berada pada kemiringan lereng
agak curam.
Rata – rata produksi bawang merah lokal Samosir pada beberapa
ketinggian tempat yang dikelompokkan berdasarkan kemiringan lereng dapat di
lihat pada Tabel 5. berikut :
Tabel 5. Rataan Produksi Bawang Merah Lokal Samosir di DTA Danau Toba
Menurut Kelas Kemiringan Lereng
Kemiringan Lereng (%)
Ketinggian
Tempat
0 - 3 3 - 8 8 - 15 15 – 30 30 - 45
45 - 60 > 60
(m dpl)
(Kg/10 Kg Bibit)
900 - 1000 149,84 90,00 86,67
1001 -1100
80,00
1101 -1200
- 70,00
80,00
80,00
1201 -1300
> 1300
Berdasarkan Tabel 5. diketahui bahwa pada ketinggian 900 – 1000 m dpl
produksi tertinggi berada pada kemiringan lereng datar (0 – 3 %) dengan rataan
149,84 Kg/ 10 Kg bibit. Hal ini dikarenakan erosi padakemiringan lereng datar
sangat minim terjadi.

32

Berdasarkan data hasil penelitian, titik sampel lokasi penanaman bawang
merah berada pada jenis tekstur tanah yang berbeda. Peta tekstur tanah di DTA
Danau Toba dapat dilihat pada gambar 4. Berikut ini :
Gambar 4. Peta Penyebaran Titik Sampel Pada Kategori Tekstur Tanah di DTA
Danau Toba

Titik sampel pada ketinggian tempat 900 – 1000 m dpl berada pada kelas
tekstur yang bervariasi. Titik sampel pada ketinggian 1001 – 1100 m dpl dan
1101 – 1200 100% berada pada kelas tekstur yang sama. Persentase sebaran
pertanaman bawang merah lokal Samosir pada tekstur tanah di DTA Danau Toba
dapat dilihat pada Tabel 6.

33

Tabel 6. Persentase Sebaran Pertanaman Bawang Merah Lokal Samosir
Danau Toba Menurut Kategori Tekstur Tanah
Kategori Tekstur Tanah
Ketinggian Tempat (m dpl)
Agak Halus
Sedang
(%)
900 - 1000 mdpl
23,81
4,76
1001 -1100 mdpl
1101 -1200 mdpl
1201 - 1300 mdpl
> 1300 mdpl
-

di DTA

Kasar
38,10
14,29
19,05
-

Dari Tabel 6. diketahui bahwa secara umum tekstur tanah pada ketinggian
1001 – 1100 m dpl dan 1101 – 1200 m dpl bertekstur kasar sehingga erosi lebih
besar terjadi.
Rata – rata produksi bawang merah lokal Samosir pada beberapa
ketinggian tempat yang dikelompokkan berdasarkan kemiringan lereng dapat di
lihat pada Tabel 7. berikut :
Tabel 7. Rataan Produksi Bawang Merah Lokal Samosir di DTA Danau Toba
Menurut Kategori Tekstur Tanah
Kategori Tekstur Tanah
Ketinggian Tempat (m dpl)
Agak Halus
Sedang
Kasar
(Kg/ 10 Kg Bibit)
900 - 1000 mdpl
90
150
152,94
1001 -1100 mdpl
80,00
1101 -1200 mdpl
78,75
1201 - 1300 mdpl
> 1300 mdpl
Berdasarkan Tabel 7. diketahui bahwa pada ketinggian 900 – 1000 m dpl
produksi tertinggi berada pada tanah dengan tekstur kasar. Hal ini dikarenakan
bawang merah lokal Samosir lebih sesuai dengan tanah bertekstur kasar yang
dapat dengan mudah meneruskan air.

34

Peta Lokasi Penanaman Bawang Merah Lokal Samosir
Berdasarkan data hasil penelitian, maka lokasi penanaman bawang merah
lokal Samosir dikelompokkan sebagai berikut :
Gambar 5. Peta Ketinggian Tempat untuk Tanaman Bawang Merah Lokal
Samosir di DTA Danau Toba

Pada ketinggian tempat 900 – 1000 m dpl produksi bawang lokal Samosir
lebih tinggi dibandingkan pada ketinggiaan 1001 – 1100 m dpl dan
1101 – 1200 m dpl. Pada ketinggian tempat≥ 1200 m dpl tidak lagi ditemukan
budidaya bawang merah lokal Samosir di Daerah Tangkapan Air Danau Toba.

35

Pembahasan
Daerah tangkapan air (DTA) Danau Toba merupakan daerah penghasil
bawang di Sumatera Utara. Bawang merah yang di budidayakan oleh penduduk
kawasan DTA Danau Toba salah satunya adalah bawang merah lokal Samosir
yang memiliki sifat yang khas terutama dari segi aroma. Berdasarkan data
penelitian yang diperoleh, diketahui bahwa bawang merah lokal Samosir hanya
ditanam pada ketinggian maksimal 1131 meter diatas permukaan laut (m dpl).
Ketinggian tempat penanaman bawang merah lokal Samosir berbeda dengan
bawang merah pada umumnya. Bawang merah pada umumnya ditanam sampai
pada ketinggian 1000 m dpl. Hal ini sesuai dengan literatur AKK (1999) untuk
bawang merah pada umumnya yang menyatakan bahwa tanaman bawang merah
memerlukan syarat tumbuh tertentu selama pertumbuhannya. Ketinggian tempat
yang cocok untuk membudidayakan tanaman bawang merah atau brambang
(shallot). Ketinggian tempat terbaik untuk tanaman brambang adalah dibawah 800
m dpl. Namun sampai ketinggian 1.100 m dpl tanaman bawang merah (shallot)
masih dapat tumbuh.
Dari analisa data regresi dapat diketahui bahwa ketinggian tempat
berhubungan nyata terhadap produksi bawang merah lokal Samosir yang
ditunjukan dengan persamaan regresi y = -0,334x + 448,2 dan nilai r = 0,51
dengan persentase hubungan sebesar 51,68 %. Hubungan

antara ketinggian

tempat dan produksi berhubungan negatif, artinya semakin tinggi ketinggian
tempat maka produksi akan menurun. Hal ini diakibatkan karena ketinggian
tempat berhubungan dengan temperatur udara. Suhu udara yang dibutuhkan
bawang merah lokal Samosir berbeda dengan bawang merah pada umumnya.

36

Bawang

merah

lokal

Samosir

dapat

berproduksi

baik

pada

suhu

20,750 – 20,340 C serta masih dapat berproduksi pada suhu 19 0 C. Hal ini sesuai
dengan perhitungan yang diperoleh dari Hukum Braak (1928) bahwa pada
ketinggian 900 – 1000 m dpl suhu masih berada pada kisaran 200 C sedangkan
pada ketinggian > 1000 m dpl suhu udara < 200 C. Tanaman bawang merah pada
umumnya membutuhkan temperatur yang ideal 250- 300C. Hal ini sesuai dengan
literatur dari Setyowaty, dkk (2010) yang menyatakan bahwa untuk bawang
merah secara umum yang menyatakan bahwa bawang merah dapat tumbuh di
dataran rendah sampai tinggi yaitu 0-900 m dpl. Suhu udara yang ideal untuk
tanaman bawang merah adalah 250- 300C, namun masih toleran pada suhu 220C,
kelembaban udara nisbi 80%-90% akan memacu perkembangan produksinya,
serta literatur dari Ritung, dkk (2007) yang menyatakan bahwa faktor ketinggian
tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman
yang berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi matahari. Semakin tinggi
tempat di atas permukaan laut, maka temperatur semakin menurun. Demikian pula
dengan radiasi matahari cenderung menurun dengan semakin tinggi dari
permukaan laut
Produksi bawang merah tidak mengalami penurunan yang begitu berarti
pada ketinggian 900- 1000 m dpl dengan rata – rata produksi 130,25 Kg/ 10 Kg
bibit dan r = 0,079 yang artinya apabila ketinggian tempat naik sampai batas
1000 m dpl maka produksi menurun hanya sekitar 7,9%. Ketinggian tempat
1001 – 1100 m dpl menunjukkan perubahan yang paling tajam terhadap
penurunan produksi. Produksi rata – rata sebesar 80 Kg/ 10 Kg bibit dengan
koefisien korelasi 0,94 yang artinya ketinggian tempat naik dari 1001 m dpl

37

sampai dengan 1100 m dpl maka produksi menurun sampai dengan 94%. Pada
ketinggian tempat 1101 – 1200 m dpl menunjukkan penurunan produksi yang
tidak begitu berarti. Rata – rata produksi bawang merah lokal Samosir pada
ketinggian

1101 – 1200 m dpl sebesar 78,75 Kg/ 10 Kg bibit dengan koefisien

korelasi 0,16.
Produksi bawang merah lokal samosir pada ketinggian 900 – 1000 m dpl
lebih tinggi dibandingkan pada ketinggian 1001 – 1100 m dpl dan
1101 – 1200 m dpl juga dikarenakan oleh faktor kemiringan lereng. Pada
ketinggian 900 – 1000 m dpl 45,24% titik sampel berada pada kelas kemiringan
lereng datar, 14,29% pada kelas kemiringan landai dan 7,14%

pada kelas

kemiringan agak miring. Pada ketinggian 1001 – 1100 m dpl 14,29% kemiringan
lereng berada pada kategori agak curam dan pada ketinggian 1101 – 1200 m dpl,
2,38 % berada pada kelas kemiringan lereng miring, 2,38% agak miring dan
14,29% pada kelas kemiringan lereng agak curam. Produksi tertinggi berada pada
ketinggian 900 – 1000 m dpl pada kelas kemiringan lereng datar dengan rataan
produksi 149,84 Kg/ 10 Kg bibit. Hal ini dikarenakan pada kemiringan lereng
dengan kategori datar erosi sangat minim terjadi bahkan tidak ada sama sekali.
Tanah yang mengalami erosi akan menyebabkan tanah akan kurang subur karena
unsur hara yang ada pada tanah top soil akan terangkut bersama aliran air
ketempat yang lebih rendah. Oleh karena unsur hara yang dibutuhkan oleh
tanaman terangkut maka produksi tanaman akan menurun. Hal ini sesuai dengn
literatur Martono (2014) yang menyatakan bahwa Besar kemiringan lereng akan
mempengaruhi laju kecepatan aliran permukaan, semakin curam suatu lereng akan
semakin cepat alirannya, sehingga bisa diartikan kesempatan air yang meresap ke

38

dalam tanah lebih kecil dan akan memperbesar aliran permukaan yang berakibat
pada besarnya erosi. Berdasarkan hasil pengujian laboratorium terdapat
pertambahan jumlah erosi pada setiap pertambahan kemiringan lereng.
Tekstur tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam produksi
tanaman bawang merah lokal Samosir. Pada ketinggian 900 – 1000 m dpl 23,81%
titik sampel berada pada kelas tektus tanah agak halus, 4,76% pada kelas tekstur
sedang dan 38,10% pada kelas tekstur kasar. Pada ketinggian 1001 – 1100 m dpl
14,29% bertekstur kasar dan pada ketinggian 1101 – 1200 m dpl 19,05 % berada
pada

kelas

tekstur

kasar.

Produksi

tertinggi

berada

pada

ketinggian

900 – 1000 m dpl pada kelas tekstur kasar dengan rataan produksi
152,94 Kg/10 Kg bibit. Hal ini dikarenakan pada tanah bertekstur kasar sangat
dominan kandungan pasir. Tanah bertekstur kasar akan sangat mudah meneruskan
air karena pasir memiliki ukuran yang lebih besar dibanding dengan liat dan debu.
Tanaman bawang merah, khususnya bawang merah lokal Samosir tidak sesuai di
daerah yang tergenang. Oleh karena itu maka tanah yang sesuai dengan bawang
merah lokal Samosir adalah tanah yang mudah meneruskan air yang bertekstur
kasar. Hal ini sesuai dengan literatur dari Rismunandar (1986) yang menyatakan
bahwa Bawang merah dapat tumbuh hampir pada semua jenis tanah dan menyukai

jenis tanah lempung berpasir. Bawang merah membutuhkan banyak air tetapi
kondisi yang basah menyebabkan penyakit busuk. Tanah yang cukup lembab dan
air tidak menggenang disukai oleh tanaman bawang merah.
Di DTA Danau Toba petani tidak hanya membudidayakan bawang merah
lokal Samosir saja, tetapi juga membudidayakan bawang merah introduksi
varietas Brebes yang di introduksi dari Pulau Jawa. Di Kecamatan Haranggaol

39

Horison Kabupaten Simalungun dibudidayakan hampir 100% bawang merah
Brebes dikarenakan petani di daerah ini telah kehilangan bibit bawang merah
lokal Samosir selama 5 tahun dikarenakan terjadi gagal panen besar – besaran
didaerah ini. Di daerah Desa Silalahi petani terkadang menanam bawang merah
Brebes tergantung harga bibit. Apabila harga bibit bawang merah lokal Samosir
cukup mahal maka petani membudidayakan bawang merah Brebes.
Bawang merah lokal Samosir masih tetap dibudidayakan di DTA Danau
Toba terutama di kabupaten Samosir dan Humbang Hasundutan dikarenakan
masyarakat di DTA Danau Toba lebih memilih mengkonsumsi bawang merah
lokal Samosir dibandingkan bawang merah varietas lainnya. Masyarakat lebih
menyukai bawang merah lokal Samosir dikarenakan aromanya yang khas, rasanya
yang cukup pedas serta sangat mudah untuk digiling bersama bumbu masak
lainnya. Bawang merah varietas Brebes yang dibudidayakan di Kecamatan
Haranggaol dan Desa Silalahi di jual di luar DTA Danau Toba.

40

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Bawang merah lokal Samosir yang dibudidayakan di Daerah Tangkapan
Air Danau Toba berada pada ketinggian maksimum 1131 meter diatas
permukaan laut atau 226 meter diatas permukaan Danau Toba.
2. Ketinggian tempat dan produksi bawang merah lokal Samosir berkorelasi
negatif, artinya semakin tinggi ketinggian tempat maka produksi akan
menurun
3. Bawang merah lokal samosir berproduksi baik pada kemiringan lereng
datar sampai dengan landai.
4. Bawang merah lokal Samosir lebih sesuai pada tanah yang bertekstur
kasar.
Saran
Disarankan kepada petani, apabila memiliki lahan yang berada pada
ketinggian diatas 1001 agar mensubstitusi tanaman bawang merah lokal Samosir
dengan tanaman lain yang lebih menguntungkan.

41

DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1999. Pedoman Bertanam Bawang. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Andrian. 2013. Pengaruh Ketinggian Tempat Dan Kemiringan Lereng Terhadap
Produksi Karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) Di Kebun Hapesong Ptpn
III Tapanuli Selatan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan
Anshar, M., Tohari., Bambang, H. S., dan Endang, S. 2011. Pertumbuhan Hasil
dan Kualitas Umbi Bawang Merah pada Kadar Air Tanah dan Ketinggian
Tempat Berbeda. J. Agrivivor 10 (2) : 128-138.
Firmanto, B. H. 2011. Bertanam Bawang Merah Secara Organik. Penerbit
Angkasa Bandung. Bandung.
Hervani, D., L. Syukriani., E. Swasti dan Erbasrida. 2009. Teknologi Budidaya
Bawang Merah Pada Beberapa Media Dalam Pot