Studi Korelasi P Tanah Pada Bawang Merah Di Tanah Ultisol Cipanas, Lebak, Banten

STUDI KORELASI P TANAH PADA BAWANG MERAH
DI TANAH ULTISOL CIPANAS, LEBAK

YANA KRISTIN SIAHAAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Korelasi P Tanah
pada Bawang Merah di Tanah Ultisol Cipanas, Lebak adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
Yana kristin Siahaan
NIM A14110007

ABSTRAK
YANA KRISTIN SIAHAAN. Studi Korelasi P tanah pada Bawang Merah di
Tanah Ultisol Cipanas, Lebak, Banten. Dibimbing oleh ATANG SUTANDI dan
ARIEF HARTONO.
Saat ini penggunaan uji tanah untuk pemberian rekomendasi pemupukan
sangat diperlukan. Korelasi uji tanah merupakan bagian dari rangkaian uji tanah
yang digunakan untuk memilih metode ekstraksi yang sesuai untuk tanaman pada
suatu jenis tanah di suatu daerah. Penelitian ini bertujuan untuk memilih metode
ekstraksi fospor (P) terbaik bagi tanaman bawang merah. Penelitian ini dilakukan
pada Ultisol Cipanas, Lebak, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan rancangan
acak lengkap dengan lima ulangan. Perlakuan pembuatan status hara P
menggunakan lima tingkatan, yaitu (0X), (¼X), (½X), (¾X), (X), dengan X=
2267 l H3PO4/ha, dimana X adalah setengah erapan P maksimum. Perlakuaan
diberikan dalam bentuk H3PO4. Dosis yang diberikan adalah 0, 567, 1133, 1700,
2267 l H3PO4/ha. Lahan yang sudah diberikan perlakuan diinkubasi selama 3

bulan, kemudian dianalisis kandungan P menggunakan lima metode pengekstrak
yaitu metode Bray 1, Bray 2, Morgan Wolf, Truog, dan Mehlich 1. P-terekstrak
dalam penelitian ini dikorelasikan dengan serapan P tanaman. Data dianalisis
menggunakan analisis sidik ragam untuk mengevaluasi pengaruh perlakuan status
hara P terhadap respon tanaman. Pada uji korelasi juga dilakukan analisis regresi
guna melihat korelasi antar metode ekstraksi P dengan serapan P. Hasil
menunjukkan bahwa pemberian pupuk P berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman, jumlah tunas, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun serta
bobot kering tanaman. Berdasarkan lima metode ekstraksi yang dipakai untuk
menguji status hara P, metode Bray 1, Bray 2, Mehlich 1, Morgan Wolf, dan
Truog berkorelasi nyata dengan serapan P-tanaman. Walaupun demikian metode
Bray 1 dan Morgan Wolf memiliki nilai korelasi yang paling baik. Oleh karena
itu, kedua metode tersebut merupakan metode yang direkomendasikan untuk
menduga tingkat ketersediaaan di Ultisol Cipanas, Lebak.
Kata kunci: Korelasi, Fosfor, Bawang Merah,Ultisol

ABSTRACT
YANA KRISTIN SIAHAAN. The Correlation Studi of P Test on shallot in
Ultisol from Cipanas, Lebak, Banten. Supervised by ATANG SUTANDI and
ARIEF HARTONO.

Nowadays, the utilization of soil test for the fertilization recommendation
is very needed. Correlation of soil test is the part of soil test series used to select
the appropriate extraction method for certain plant in a specific location. This
research aimed to select the best phosphorus (P) extraction method for the shallot.
The research was conducted on Ultisol Cipanas, Lebak, West Java. This research
used a randomized completely design with five replications. The treatment of
phosphorous (P) status was designed in five level, i.e. (0X), (¼X), (½X), (¾X),
(X), with X=2267 l H3PO4/ ha, where X was the half of the P sorption maximum.
The P treatments were in the form of H3PO4. The rates were 0, 567, 1133, 1700,
2267 l H3PO4/ha. The treated soils were incubated for 3 months, then the P
content was analized by using five extraction methods, i.e. Bray 1, Bray 2,
Morgan Wolf, Truog, and Mehlich 1. Extracted P on this research was correlated
with the P plant uptake. Analyses of variance was conducted to evaluate the effect
of treatments to the growth parameters. Analysis of regression was conducted to
obtain the equations and the correlation values. The results showed that the
amount of fertilizer had a significant effect to the plant heigh and the number of
shoots, however it did not have effect significantly to the number of leaves, and
the plant dry weight. The Bray 1, Bray 2, Mehlich 1, Morgan Wolf, and Truog
were correlated significantly with the P plant uptake. However, the Bray 1 and
Morgan Wolf were the best two methods that had the highest correlation

cofficient with the plant P uptake. It suggested that Bray 1 and Morgan Wolf
were recommended to assess available P in Utisol for shallot.
Keywords: correlation, phosphorus, shallot, ultisols

STUDI KORELASI P TANAH PADA BAWANG MERAH DI
TANAH ULTISOL CIPANAS, LEBAK

YANA KRISTIN SIAHAAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi yang berjudul Studi Korelasi P Tanah Pada Bawang Merah di Tanah
Podsolik Cipanas, Lebak yang merupakan salah satu syarat meraih gelar Sarjana
Pertanian di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dorongan,
dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:
1. Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi pertama dan
Dr. Ir. Arief Hartono, M.Sc selaku pembimbing skripsi kedua dan Dr. Ir.
Syaiful Anwar, M.Sc selaku penguji yang senantiasa memberikan
bimbingan, nasihat, dan motivasi selama penelitian sampai penulisan
skripsi.
2. Keluarga tercinta Bapak, Ibu, Kakak, Adik-adik dan Udak atas doa,
motivasi dan kasih sayangnya yang tidak pernah henti kepada penulis.
3. Ibu Puji dan Rani Yunita selaku patner penelitian atas semua masukan,
bimbingan serta motivasi yang diberikan.
4. Seluruh staf Cikabayan dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah

atas bantuannya dalam melaksanakan penelitian
5. Teman seperjuangan ( Maria, Ricardo Sihotang, Nunung, Rere Agnes,
Anis puspa, Fathya Virginia, Faniyosi Nafisah, Josua Ginting, Eva Yunita
Sagala, Diana Rahmawati, Siti Khairina, Vini Andriani, Ariyanti Melisa
Putri, Sholincah) atas kebersamaan dan bantuannya selama masa
perkuliahan dan penelitian.
6. Panji Prayogaswara dan semua anak-anak Warkom buat segala canda dan
tawa serta motivasi yang diberikan.
7. Saudara Ilmu Tanah 48 atas segala kebersamaan dan pengalaman yang
diberikan.
8. Saudara Diaspora PMK 48, 49, 50, 51 atas segala bantuan selama
penelitian, semangat serta motivasi yang diberikan.
9. Saudara Combat 48 buat sukacita, kebersamaan serta bantuannya selama
melakukan penelitian.
10. Seluruh pihak yang membantu penulis dalam penelitian yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang
membacanya.

Bogor, Februari 2016

Yana Kristin Siahaan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

2

BAHAN DAN METODE

2

Tempat dan Waktu

2

Bahan dan Alat

3

Pelaksanaan Penelitian


3

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Ultisol Lebak

7

Kadar P Tanah Terekstrak dengan Lima Metode Ekstraksi

8

Respons Tanaman Terhadap Pemberian P

9

Korelasi Nilai P Tanah Terekstrak Dengan Serapan P tanaman

SIMPULAN DAN SARAN

10
11

Simpulan

11

Saran

11

DAFTAR PUSTAKA

12

LAMPIRAN

17


RIWAYAT HIDUP

24

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Sifat fisik dan kimia tanah Ultisol Cipanas, Lebak
Nilai rata-rata P terekstrak dari Lima Metode Ekstraksi P (ppm)
Pengaruh status hara terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah
tunas dan bobot kering tanaman.
Persamaan Regresi dan Koefisien Korelasi (r) P Tanah Terekstrak
dengan Serapan Tanaman

7
8
10
10

DAFTAR GAMBAR
1

Bagan Alur Kegiatan Penelitian

3

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Metode-metode ekstraksi P Tanah
Analisis sidik ragam polinominal ortogonal dari jumlah daun, tinggi
tanaman, jumlah tunas, bobot kering tanaman, dan kelima metode P

17
23

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang merah merupakan tanaman sayuran yang mempunyai nilai
ekonomis tinggi, komoditas yang menempati urutan ke-3 dalam luas areal
pertanian di Indonesia, serta urutan ke-4 dalam produksinya (Siemonsma dan
Piluek 1994). Nilai ekonomis bawang merah dapat menjadi rendah apabila
pengelolaannya tidak diperhatikan. Cara bercocok tanam, penggunaan varietas
unggul, pemupukan, pengairan, serta pemberantasan hama dan penyakit,
merupakan lima unsur yang dapat meningkatkan produksi, baik kualitas maupun
kuantitas.
Umumnya di Indonesia bawang merah ditanam pada tanah Grumusol,
sementara sebaran tanah Grumusol di Indonesia hanya berkisar 2.1 juta ha atau
1.1% dari luas lahan di Indonesia (Subagyo et al. 2004) dan dalam
penggunaannya harus bersaing dengan komoditas lain. Saat ini, kondisi lahan
sentra bawang merah umumnya telah mengalami degradasi lahan. Jika dikaitkan
dengan produktivitas data dari BPS Jawa Tengah (2014) menunjukkan data
produktivitas bawang merah di Brebes (2013) sebesar 12.2 ton/ha. Angka tersebut
masih jauh dibawah potensi produksi untuk bawang merah sebesar 20 ton/ha.
Oleh karena itu untuk pengembangan budidaya bawang merah kedepan tidak
memungkinkan hanya mengandalkan daerah sentra. Di lain pihak terdapat potensi
lahan-lahan suboptimal yang belum banyak digunakan untuk pertanian, salah
satunya adalah tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia menempati areal yang paling
luas setelah Inceptisol (Nursyamsi 2006).
Penyebaran Ultisol sangat luas berkisar 45.8 juta ha (24.3%) dari total
daratan Indonesia, dan tersebar terutama di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan,
Sulawesi dan Papua (Puslittanak 2000). Namun demikian, penggunaan Ultisol
untuk pertanian dihadapkan pada beberapa masalah antara lain derajat kemasaman
yang tinggi berkisar 4.1-5.5, jumlah basa-basa yang dapat ditukar rendah,
kompleks adsorbsi didominasi oleh aluminium, unsur-unsur esensial seperti
natrium, fosor (P), kalium, kalsium dan magnesium rendah. Oleh karena itu,
diperlukan dukungan teknologi untuk memperbaiki tingkat kesuburannya, salah
satunya melalui pemupukan. Penambahan pupuk ini harus disesuaikan dengan
unsur hara yang tersedia dalam tanah dan dibutuhkan tanaman pada suatu tingkat
produksi tertentu. Beberapa cara untuk mendapatkan gambaran ketersediaan hara
dalam tanah, yaitu pendugaan potensi suplai hara berdasarkan sifat-sifat umum
tanah, gejala kahat unsur hara pada tanaman, uji biologi, uji tanah, analisis
tanaman, dan berdasarkan tanaman indikator (Leiwakabessy dan Sutandi 1995).
Salah satu unsur hara utama dan esensial pada tanaman bawang merah
adalah P. Unsur P berperan dalam proses fotosintesis, respirasi, penyimpanan
energi, transfer energi, pembelahan dan perbesaran sel, serta berperan dalam
pertumbuhan akar dan pucuk tanaman (Bennet 1996). Fosfor juga merupakan
unsur pokok inti sel yang penting dalam pembelahan sel, pembentukan lemak dan
albumen, dan pembentukan jaringan meristem (Millar 1959). Unsur P juga
berperan sebagai penyusun Adenin Trifosfat (ATP), Adenin Difosfat (ADP),
koenzim dan pengikat gula yang diperlukan pada proses fotosintesis dan resiprasi

2
tanaman, serta menentukan kematangan dan reproduksi tanaman (Salisbury dan
Ross 1978). Salisbury dan Ross (1978) menjelaskan bahwa fospor merupakan
unsur yang mobil didalam tanaman, sehingga mudah didistribusikan dari daun tua
ke daun muda, bunga atau biji yang sedang berkembang. Oleh sebab itu gejala
kahat P sering muncul pada daun yang lebih tua. Kandungan fospor yang terdapat
dalam jaringan yang lebih tua ditransfer ke wilayah meristem aktif.
Uji tanah merupakan salah satu cara untuk menentukan status hara secara
praktis. Uji tanah dianggap praktis karena dapat dilakukan sebelum penanaman,
selain itu uji tanah bersifat sederhana, murah, tepat dan terulang, serta
memberikan hasil yang akurat. Uji tanah dapat memberikan informasi kebutuhan
hara esensial yang optimum untuk tanaman. Aplikasi dari pemupukan uji tanah ini
mempertimbangkan bagaimana kondisi hara serta kebutuhan hara oleh tanaman.
Hal ini dilakukan agar pemberian pupuk tidak berlebih, mempertimbangkan
bagaimana kondisi hara serta kebutuhan hara oleh tanaman, dan tidak terjadi
kekurangan kebutuhan hara tanaman. Menurut Melsted dan Peck (1972), langkah
yang dapat dilakukan agar pemberian pupuk tidak berlebih dapat dicapai melalui
pengumpulan contoh tanah, analisis tanah, interpretasi dan evaluasi, dan
rekomendasi. Kriteria yang diperlukan untuk menginterpretasikan hasil uji tanah
adalah melalui studi pemilihan metode ekstraksi (studi korelasi) dan kalibrasi.
Corey (1987) mengatakan bahwa studi korelasi merupakan suatu cara untuk
menentukan metode uji tanah. Studi korelasi ini menggambarkan hubungan antara
jumlah unsur hara dalam tanah yang dapat diserap tanaman. Pengekstrakan unsur
hara pada tanah dapat dilakukan dengan metode uji tanah tertentu berdasarkan
jumlah unsur hara yang diserap oleh tanaman. Uji tanah ini dapat dilakukan untuk
tanaman yang ditanam dirumah kaca maupun dilapangan.
.

Tujuan Penelitian
Menetapkan metode ekstraksi hara P terbaik untuk tanaman bawang merah
di tanah Ultisol Cipanas, Lebak.

BAHAN DAN METODE
Penelitian yang dilakukan terdiri atas dua bagian percobaan yaitu 1)
Pembuatan status hara P, 2) Uji Korelasi P tanah, ditunjukkan pada bagan alur
penelitian pada Gambar 1.

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai dengan
November 2015 dan dilakukan di dua lokasi yaitu di rumah kaca dan di lapangan.
Lokasi penelitian pertama dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB,
Cikabayan, Darmaga, Bogor dengan letak koordinat 6°33'3" Lintang Selatan
106°42'51" Bujur Timur dan ketinggian tempat sekitar 250 m dari permukaan laut,

3
dan lokasi kedua di lapangan, tepatnya di kampung Kentrong, Desa Malangsari,
Cipanas, Lebak, Banten. Pelaksanaan analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium
Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian, Laboratorium Kimia dan Kesuburan
Tanah IPB, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan antara lain umbi bawang merah varietas Bima
Brebes, kapur dolomit, pupuk kandang sapi, asam fosfat (H3PO4), KCl (60% K2O),
Urea (45% N), Propineb (Antracol 70 WP).
Alat yang digunakan antara lain perangkat uji tanah untuk lahan kering
(PUTK) untuk melihat status hara P di lahan calon lokasi penelitian, meteran
gulung, cangkul, sekop, cetok/pisau besar untuk pengambilan potongan sampel
tanah, dan peralatan budidaya tanaman lainnya.

Percoban 1:
Pembuatan status hara P

Output
Kandungan P tanah
dari sangat rendah
sampai sangat tinggi

Percobaan 2:
Uji korelasi P

Output:
Metode ekstraksi terbaik
hara P

Gambar1. Bagan Alur Kegiatan Penelitian

Pelaksanaan Penelitian
Percobaan 1: Pembuatan Status Hara P Tanah
Penelitian dilaksanakan bulan Maret-Juni 2015. Pembuatan status hara P
diawali dengan pengambilan sampel tanah pada lahan yang dijadikan sebagai
lokasi penelitian. Selanjutnya sampel tanah dianalisis di laboratorium tanah untuk
melihat nilai erapan P maksimum yang digunakan sebagai dasar penentuan dosis
pupuk P pada saat inkubasi. Penjenuhan P diberikan ½ erapan P maksimum yaitu
sebesar 516,5 ppm. Sehingga untuk membuat status P sangat tinggi ditambahkan
85% H3PO4 sebesar 2266,7 l/ha. Sebagai nilai X untuk status P lainnya, (0X),
(¼X), (½X), (¾X), (X), ditambahkan H3PO4 0, 566.7, 1133.3, 1700 l/ha H3PO4.

4
Nilai X merupakan nilai erapan hara P tertinggi. Penetapan nilai erapan P tanah
berdasarkan metode Fox dan Kamprath (Nursyamsi et al 1996). Pada pembuatan
status hara P digunakan asam fosfat (H3PO4). Selanjutnya tanah yang sudah
diberikan pupuk P diinkubasi selama tiga bulan.
Pembuatan status hara P tanah menggunakan Rancangan Perlakuan Faktor
Tunggal yang terdiri dari lima taraf yaitu:
P0=tanpapenambahan pupuk P (0X)
P1=penambahan pupuk P (1/4X)
P2=penambahan pupuk P (1/2X)
P3=penambahan pupuk P (3/4X)
P4=penambahan pupuk P (X)
Percobaan 2: Uji Korelasi P Tanah
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2015. Uji korelasi P
merupakan dua percobaan yang terpisah. Tahapan uji korelasi hara P tanah
dilakukan dengan tujuan untuk menentukan metode ekstraksi P tanah terbaik ,
pada tanaman bawang merah di Ultisol. Ringkasan prosedur analisis P tanah
dengan berbagai pengestrak dapat dilihat pada Tabel 1. Uji korelasi hara P tanah
dilakukan di rumah kaca, dengan Rancangan acak lengkap (RAL) diulang
sebanyak lima kali. Sebagai media tanam diambil tanah dari sepuluh titik sampel
tanah pada setiap petakan tanah yang sudah diinkubasi hara P, dan pengambilan
sampel tanah dilakukan secara acak. Selanjutnya tanah dicampur dan
dikompositkan, kemudian dilakukan pengeringan melalui kering udara. Setelah
kering udara tanah diayak dengan ukuran 2 mm (Nursyamsi 2002). Sebelum
penanaman diberikan kapur dolomit dengan dosis berdasarkan nilai Al-dd dari
hasil analisis tanah awal, dan pupuk kandang sapi dengan dosis 11 g/polybag.
Untuk mendukung pertumbuhan tanaman, pada uji korelasi P diaplikasikan pupuk
N dengan dosis 2 g/polybag dan K dengan dosis 1,5 g/polybag, diberikan pada
saat tanaman berumur 10-15 hari. Penanaman dilakukan menggunakan polybag
ukuran diameter 30 cm dengan bobot tanah 5 kg/polybag BKM, setiap polybag
ditanam sebanyak 2 umbi.
Tabel 1. Ringkasan prosedur analisis P tanah dengan berbagai pengekstrak
Metode
ekstraksi
Mehlich
Truogh
HCl 25%
Olsen
Bray I
Bray II
Colwell

Berat
Contoh
(g)
Tanah masam
5
Tanah masm dan netral
0.5
Tanah anorganik
2
Tanah
masam
dan
1
alkalin
Tanah masam
2.5
Tanah masam
2.5
Tanah
masam
dan
1
alkalin
Lingkup penerapan

Sumber: Nursyamsi dan Fajri (2005)

Volume
Waktu
Pengekstrak Pengocokan
(ml)
(menit)
25
5
5
30
10
30
20
30
25
25
20

5
5
960

5
Peubah yang diamati pada uji korelasi antara lain :
1. Tinggi tanaman
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari permukaan tanah sampai pada
pucuk (daun tertinggi). Pengukuran dilakukan pada 1, 2, 3, 4 dan 5 minggu
setelah tanam (MST) untuk pengamatan fase vegetatif, dan untuk pengamatan
fase vegetatif sampai panen pada 6 MST.
2. Jumlah daun
Penghitungan jumlah daun dilakukan pada daun yang sudah terbentuk
sempurna pada setiap rumpun. Penghitungan dilakukan pada 1, 2, 3, 4 dan 5
MST untuk pengamatan fase vegetatif, dan untuk pengamatan fase vegetatif
sampai panen pada 6 MST.
3. Jumlah tunas
Penghitungan jumlah tunas dilakukan pada 1, 2, 3, 4 dan 5 MST untuk
pengamatan fase vegetatif, dan untuk pengamatan fase vegetatif sampai
panen pada 6 MST.
4. Bobot kering tajuk dan akar
Pengukuran dilakukan dengan cara kering udara bagian tajuk dan akar,
selanjutnya dimasukkan ke dalam oven pada suhu 65oC dan disimpan selama
2-4 hari.
5. Jumlah umbi per tanaman
Penghitungan dilakukan saat panen pada umur 55-60 hari
6. Bobot umbi panen dan bobot umbi kering per tanaman (kg)
Umbi kering adalah umbi bawang merah setelah panen dilayukan daunnya di
bawah sinar matahari langsung dengan posisi daun di bagian atas selama 2-3
hari. Selanjutnya umbi bawang merah dikeringkan di bawah sinar matahari
selama 7-14 hari (tergantung kondisi cuaca) dengan melakukan pembalikan
setiap 2-3 hari sekali hingga kadar air umbi bawang merah 80-84%.
7. Analisis P tanah pada setiap perlakuan
Analisis P tanah dilakukan pada tanah yang telah diinkubasi dengan larutan
H3PO4, yang diambil dari setiap petak perlakuan. Metode ekstraksi P yang
digunakan pada penelitian ini yaitu: Bray I, Bray II, Morgan Wolf, Mechlich
I, dan Truog.
Data hasil uji korelasi P, dianalisis menggunakan analisis sidik ragam untuk
melihat pengaruh perlakuan status hara P tanah terhadap respon tanaman. Jika
perlakuan memberikan pengaruh yang nyata, selanjutnya untuk melihat pola
respon dilanjutkan dengan uji polinomial ortogonal. Pada uji korelasi juga
dilakukan analisis regresi guna melihat korelasi antara metode ekstraksi P
terhadap bobot kering bawang merah. Menurut Gomez dan Gomez (1995), nilai
koefisien korelasi (r) ditentukan dengan rumus:
ΣXY
r = ________________
√ (ΣX2 ) (ΣY2)
Keterangan :
X = Nilai P tanah terekstraksi
Y = Nilai P serapan tanaman

6
Untuk menguji apakah koefisien korelasi (r) nyata atau tidaknya
digunakan nilai t dengan rumus berikut ini :

r=


Keterangan :
ri = koefisien korelasi
N = jumlah konstanta
Bila nilai t hitung > t tabel dengan uji kesalahan α /2 = 0,005 maka r
sangat nyata (**) dan bila α / 2 = 0.025 maka r nyata (*).

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Ultisol Lebak
Ultisol Cipanas, Lebak memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan
persentase pasir, debu, liat masing-masing 17%, 45%, 38%. Berdasarkan kriteria
penilaian sifat kimia tanah, tanah ini tergolong dengan pH masam. Kandungan Corganik rendah, N rendah dan nisbah C/N sedang. Cadangan P (P-HCl 25%)
tergolong sangat rendah, P Bray 1 tersekstrak sangat rendah, kejenuhan basa yang
tinggi dan kapasitas tukar kation (KTK) yang rendah serta memiliki kejenuhan Al
yang sangat tinggi. (Staf Pusat Penelitian Tanah 1983 dalam Hardjowigeno 2003).
Tabel 1. Sifat fisik dan kimia tanah Ultisol Cipanas, Lebak
Analisa
pH 1:5
H2O
KCl
Bahan organik (%)
C
N
C/N
Ekstraksi HCl 25 % (mg/100g)
P2O5
K2O
P Bray 1 (ppm)
Tekstur (%)
Pasir
Debu
Klei
KTK (cmol/kg)
KB (%)
Kejenuhan Al (%)
Basa-basa ditukar (cmol/kg)
K
Ca
Mg
Na
Jumlah

Nilai

Status

4.57
3.89

Masam
Masam

1.92
0.14
13

Rendah
Rendah
Sedang

14
5
3
17
45
38
5.42
70
49.2
0.06
2.66
0.96
0.09
3.77

sangat rendah
sangat rendah
sangat rendah

Lempung klei berdebu
Rendah
Tinggi
Sangat Tinggi
sangat rendah
Rendah
Rendah
sangat rendah

Ultisol mengalami perkembangan lanjut dan telah mengalami proses
pencucian dimana warna lapisan atas merupakan horizon eluviasi lebih cerah,
berliat, struktur gumpal bersudut, kurang permeabel, satuan agregat kurang stabil,
sedang kandungan bahan organik, pH, KTK umumnya rendah (Hakim et al 1980).

8
Soepardi (1983) menyatakan dari sudut kimia ultisol merupakan tanah miskin
yang bereaksi masam, seskuioksida yang terdapat pada tanah ini mempunyai
kesanggupan mengikat P yang tinggi. Bila jenis tanah ini digunakan untuk
pertanian, disamping pemupukan lengkap juga harus diperhatikan cara perbaikan
dan pengawetan tanah lainnya.
Kadar P Tanah Terekstrak dengan Lima Metode Ekstraksi
Hasil rata-rata P tersekstrak dari ke lima metode ekstraksi disajikan pada
Tabel 2. Metode ekstraksi tersebut digunakan untuk menetapkan P-tersedia di
dalam tanah. Nilai tersebut sesungguhnya hanyalah suatu indeks ketersediaan,
yang mempunyai korelasi yang baik dengan hasil, tetapi tidak menunjukkan
jumlah yang tersedia bagi tanaman. Oleh karena itu istilah “P teresktrak “ lebih
tepat bila dibandingkan dengan “P tersedia” (Widjaja – Adhi dan Sudjadi1987).
Menurut Widayati 2003, kemampuan masing-masing metode ekstraksi dalam
menetapkan P-terekstrak dipengaruhi antara lain oleh bahan kimia yang terdapat
dalam pengekstrak dan ketersediaan fosfor dalam tanah. Pada Tabel 2, terlihat
bahwa pengekstrak Bray 1 dan bray 2 mempunyai kemampuan mengekstrak P
lebih tinggi dibandingkan dengan pengekstrak lain. Secara berurutan kemampuan
mengekstraksi P tanah dari yang tertinggi adalah Bray 2 > Bray 1> Truog >
Mehlich 1> Morgan Wolf.
Ion H+ akan memperbesar kelarutan P dari semua bentuk Ca-P, Al-P, dan
Fe-P (Leiwakabessy 1998). Selain dari jenis larutan pengekstrak, lamanya waktu
pengocokan juga mempengaruhi kemampuan ekstraksi. Seperti terlihat pada
metode ekstraksi Truog dan Mehlich. Pada metode ekstraksi Truog waktu
pengocokan selama 30 menit mampu mengekstrak P lebih besar dibandingkan
pengekstrak Mehlich 1 yang memiliki waktu pengocokan selama 5 menit. Selain
lamanya waktu pengocokan, P-terekstraksi oleh metode ekstraksi Truog lebih
besar bila dibandingkan dengan P-terekstraksi oleh metode ekstraksi Mehlich.
Kedua metode ekstraksi ini terdiri dari asam kuat H2SO4. Ion fosfat yang bereaksi
dengan ion H+ akan membentuk P-terekstraksi dan akan dipertahankan bentuknya
oleh ion S042-, Sehingga Ca-P, Al-P, dan Fe-P tidak terbentuk kembali
(Leiwakabessy 1988).
Tabel 2. Nilai rata-rata P terekstrak dari Lima Metode Ekstraksi P (ppm)
Perlakuan
Bray 1
Bray 2
Mehlich 1
Truog
Morgan Wolf
ppm
P0
11,52
15,92
2,86
7,44
6,79
P1
43,96
52,99
7,54
35,87
9,05
P2
52,65
64,51
8,13
38,01
11,40
P3
89,09
104,51
15,02
60,23
11,68
P4
145,10
181,82
19,87
88,48
14,24
Pengekstrak Bray 1 dan Bray 2 memiliki perbedaan pada konsentrasi HCl
yang digunakan. Dalam Bray 1 konsentrasi HCl sebesar 4,16 HCl 6 N, sedangkan
pada Bray 2 konsentrasi HCl sebesar 16,64 HCl 6 N. Perbedaan tersebut
memberikan kontribusi yang besar terhadap perbedaan jumlah P-tersekstrak, ion
H+ berperan penting dalam ekstraksi membentuk asam fosfat, sehingga hasil Pterekstraksi oleh Bray 2 lebih besar daripada hasil P- terekstraksi oleh Bray 1.

9
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa seiring dengan penambahan dosis
pupuk P yang ditambahkan maka semakin tinggi pula nilai P yang terekstrak.
Respons Tanaman Terhadap Pemberian P
Pemberian fosfat dapat meningkatkan ketersediaan P untuk tanaman
sehingga P dapat lebih digunakan untuk proses metabolisme yang terdapat dalam
tanaman. Peningkatan metabolisme yang terjadi dalam tanaman akan
terekspresikan dengan pertambahan masa pada tanaman. Sehingga dengan adanya
pertumbuhan yang optimal maka unsur hara yang diserap akan dipergunakan
untuk masa pertumbuhan vegetatif (Widodo 2004). Menurut Suwandi dan
Rosliani 1996, kekurangan unsur P dapat menyebabkan tanaman tidak mampu
menyerap unsur lain, seperti unsur N yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman.
Unsur ini juga berfungsi dalam meningkatkan kualitas hasil tanaman, dalam hal
ini mengurangi susut bobot umbi bawang merah.
Pengaruh status hara terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tunas
disajikan pada tabel 3. Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman disajikan pada
Lampiran 2. Pengaruh status hara terhadap tinggi tanaman pada analisis lanjut
Duncan menunjukkan tinggi tanaman berbeda nyata terhadap dosis P. Analisis
sidik lanjut Duncan (Tabel 3), perbedaan nyata terlihat pada perlakuan P3 (3/4X).
Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan dosis P tidak berpengaruh lagi ketika
kebutuhan hara telah tercukupi. Pemberian pupuk pada hakekatnya hanya
menambah hara yang tidak mampu disediakan oleh tanah (Mengel dan Kirkby
2001.
Hasil analisis ragam jumlah daun tanaman disajikan pada Lampiran 2.
Peningkatan dosis P terhadap jumlah daun tanaman tidak berbeda nyata. Hal ini
dipengaruhi oleh kendala utama pada bawang merah yaitu adanya serangan hama
dan penyakit (Sastrosiswojo 1996). Oleh karena serangan hama dan penyakit
tersebut banyak daun-daun yang mati dan jumlahnya berkurang.
Data hasil analisis ragam jumlah tunas tanaman disajikan pada Lampiran 2.
Berdasarkan hasil analisis lanjut Duncan (Tabel 3), pengaruh status hara terhadap
jumlah tunas tanaman berbeda nyata. Perbedaan nyata terlihat pada perlakuan P1.
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah tunas adalah jarak tanam, musim tanam,
umur tanaman serta penggunaan pupuk urea. Jarak tanam yang lebar, didukung
lingkungan yang baik, akan menyebabkan bertambahnya jumlah anakan (AAK
1990). Oleh karena itu kemungkinan penyebab jumlah tunas tidak berbeda nyata
disebabkan oleh lingkungan yang kurang baik dirumah kaca, dimana suhu di
rumah kaca yang tidak optimal untuk bawang merah serta cahayasinar matahari
yang tertahan di rumah kaca. Menurut Samadi dan Cahyono 1996, suhu udara
yang ideal untuk tanaman bawang merah antara 25-300 C, tetapi masih toleran
terhadap temperatur 220 C walaupun hasilnya tidak begitu baik. Untuk dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik serta hasil produksi yang optimal, bawang
merah menghendaki kelembaban udara nisbi antara 80%-90%. Selain itu, hal ini
menunjukkan bahwa jumlah P yang mampu diserap tanaman adalah pada dosis
tersebut sehingga ketika ditambahkan dosis yang berlebih tanaman tidak mampu
menyerapnya lagi.

10
Tabel 3. Pengaruh status hara terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah
tunas dan bobot kering tanaman.
Perlakuan
P01
P02
P03
P04
P05

Tinggi Tanaman
(cm)
29,16 ab
29,44 ab
27,98 b
30,78 a
29.92 ab

Jumlah Daun

Jumlah Tunas

15,78 a
16,22 a
15,74 a
16,82 a
15,76 a

4,74 ab
5,36 a
4,42 ab
5,32 a
4,10 b

Bobot Kering
(gr)
57.80 a
74 .00 a
62.20 a
73.40 a
63.20 a

Keterangan : Huruf yang sama pada setiap kolom berati tidak berbeda nyata berdasarkan Uji
Duncan pada taraf 5 %.

Pengamatan bobot kering pengamatan tanaman dilaksanakan pada saat
panen (5 MST). Hasil analisis sidik ragam bobot kering tanaman pada Lampiran 2.
Pengaruh status hara terhadap bobot kering tanaman pada analisis uji lanjut
Duncan (Tabel 3) tidak berbeda nyata, yang menghasilkan bobot kering tanaman
yang tinggi adalah pada perlakuan P2 dan P4 namun perbedaannya tidak nyata
dengan perlakuan lain. Status P- tanah tidak berpengaruh nyata terhahap bobot
kering tanaman bawang merah, makin tinggi status P-tanah bobot kering tanaman
bawang merah berfluktuasi, hal ini diduga disebabkan oleh ketidakseimbangan
hara dalam tanah.

Korelasi Nilai P Tanah Terekstrak dan Serapan P tanaman
Tujuan analisis korelasi adalah untuk mencari suatu jenis pengekstrak
yang terbaik bagi suatu jenis tanaman. Jadi peubah yang akan dikorelasikan
adalah peubah jenis pengesktrak dan serapan hara tanaman. Untuk menghitung
koefisien korelasi (r), diasumsikan bahwa hubungan kedua peubah tersebut linear.
Nilai koefisien mendekati 1 diartikan, peubah x dan y mempunyai hubungan yang
erat atau mempunyai hubungan yang sangat erat atau mempunyai korelasi yang
tinggi, baik secara positif, maupun negatif (Setyorini 2000). Hasil analisis sidik
ragam korelasi kelima metode dengan serapan hara disajikan pada Lampiran 2.
Persamaan regresi dan koefisien korelasi P terekstrak dan serapan hara P oleh
tanaman disajikan pada Tabel 4. Nilai koefisien korelasi metode uji dengan
serapan hara dari tertinggi sampai terendah menunjukkan metode Bray 1> Morgan
Wolf > Mehlich 1 > Bray 2 > Truog.
Tabel 4. Persamaan Regresi dan Koefisien Korelasi (r) P Tanah Terekstrak
dengan Serapan Tanaman
Metode
Mehlich 1
Bray 1
Morgan wolf
Bray 2
Truog
Keterangan :

Persamaan
Y = 0.0464 + 0.0009 X
Y = 0.0339 + 0.000237 X
Y = 0.0292 + 0.00266 X
Y = 0.042 + 0.000125 X
Y = 0.045 + 0.00026 X

*= nyata pada taraf 0.05, **= nyata pada taraf 0.01

Koefisienkorelasi ( r)
0.721 *
0.867 **
0.766 **
0.718 *
0.708 *

11
Berdasarkan analisis korelasi, metode yang memberikan nilai koefisien
korelasi terbaik terhadap parameter hasil adalah metode terpilih. P terekstrak pada
metode Mehlich 1, Bray 1, Morgan Wolf, Bray 2, Truog mempunyai nilai
koefisien korelasi nyata terhadap serapan hara P tanaman, sehingga kelima
motede tersebut merupakan metode terpilih akan tetapi metode Bray 1 dan
Morgan wolf merupakan metode terbaik pada tahap uji korelasi, untuk menduga
tingkat ketersediaan P tanah di desa Malangsari, Kentrong.
Hal tersebut dikarenakan kedua metode tersebut memberikan koefisien
korelasi sangat nyata tertinggi dengan serapan hara. Metode Bray 1 dan Morgan
wolf merupakan metode yang berkorelasi nyata dengan serapan P- tanaman pada
taraf sangat nyata 0,01 sedangkan metode lainnya memberikan pengaruh nyata
pada taraf nyata 0,05. Pada pengekstrak Bray 1, F- mengendapkan Ca terlarut
sebagai CaF2 sehingga dapat membebaskan P dari bentuk Ca yang mudah larut
dalam tanah, juga membentuk kompleks dengan Al dan Fe dan membebaskan P
yang tadinya terikat. Metode ini mengukur dengan baik P dipermukaan walaupun
dapat juga melepaskan P dengan kristal Al-P. Metode ini banyak digunakan
sebagai indeks ketersediaan P tanah dan metode ini berhasil baik pada tanah
masam (Olsen dan Sommers). Demikian juga pada metode Morgan Wolf ion
asetat (CH3COO-) merupakan ion penting yang membebaskan P. Ion ini mampu
membentuk senyawa-senyawa kompleks lemah, tetapi tanpa disertai dengan H+
kemampuannya membebaskan P adalah kecil. Kegunaan utama dari ion asetat ini
nampaknya untuk mencegah terjadinya adsorpsi kembali (readsorption) dari P
yang telah dibebaskan oleh ion-ion. Metode Morgan Wolf ini digunakan untuk
menetapkan ketersediaan unsur-unsur makro NH4+, NO3-, P, K, Ca, Mg,SO42- serta
unsur-unsur mikro Fe, Mn, Cu, Zn, dan B dari tanah. Metode inicocok untuk tanah
ber-pH masam sampai hampir netral (Staf Pusat Penelitian Tanah 1983).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian P berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah tunas, dan tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah daun serta bobot kering tanaman. Larutan
ekstraksi P pada kelima metode dari tertinggi sampai terendah menunjukkan
metode Bray 2 > Bray 1 > Truog > Mehlich 1 > Morgan Wolf. Berdsarkan lima
metode ekstraksi yang dipakai untuk menguji status hara P, metode Bray 1, Bray
2, Mehlich 1, Morgan Wolf, dan Truog berkorelasi nyata dengan serapan Ptanaman tetapi yang memiliki koefisien korelasi tertinggi yaitu metode Bray 1 dan
Morgan Wolf, jadi kedua metode tersebut merupakan metode terbaik untuk
ekstraksi P tanah di Ultisol Cipanas, Lebak.
Saran
Untuk mendapatkan metode terpilih yang dapat dipakai untuk mengevaluasi
status unsur hara dalam tanah apakah cukup atau kurang agar dapat diaplikasikan

12
perlu dilakukan uji kalibrasi, sehingga rekomendasi pemupukan dapat diberikan
dan mendapatkan nilai agronomik.

DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1990. Budidaya Tanaman Padi. Yogyakarta: Kanisius. 172 halaman.
[Balittanah] Balai Penelitian Tanah. 2003. Petunjuk teknisi kalibrasi Uji P dan K
tanah.
Bennet WF. 1996. Nutrient Deficiencies and Toxicities on Crop Plants. USA:
APS Press. St. Paul Minnessota.
Corey RB. 1987. Soil test procedures: Correlation. p. 15-22. In J.R. Brown (ed)
Soil testing: Sampling, correlation, and interpretation. SSSA Spec. Publ.
21. SSSA, Madison, WI.
Gomez KA, Gomes AA. 1995. Prosedurstatistik untuk penelitian pertanaian,
edisi kedua. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Hakim L. Djokosantoso.1980. Pengelolaan Tanah dan Tanaman Pada Tanah
Podsolik Studi Kasus Di Daerah Lampung. Pusat Penelitian Tanah,
Badan Penelitiaan dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Cetakan ke- 5. Akademika Presindo. Jakarta.
Leiwakabessy F dan A. Sutandi. 1995. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah
Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Leiwakabessy FM. 1998. Kesuburan Tanah. Pertanian IPB. Bogor.
Melsted SW and TR Peck. 1973. The Principles of Soil Tesing. In L. M. Walsh
and J. D Beaton. Eds. Soil Testing and Plant Analysis. Soil Sci Soc of
Am. Inc Madison,. Wisc. USA.
Mengel K, Kirkby EA. 2001. Principles of plant nutrition. 5th ed. Dordrecht:
Kluwer Academic Publishers.
Millar CE. 1959. Soil Fertility. John Willey & Sons. New York. Chapman and
Hall Ltd. London.
Nursyamsi D, Nanan SM, Sutisni, Widjaja-Adhi IPG. 1996. Erapan P dan
kebutuhan pupuk P untuk tanaman pangan pada tanah-tanah masam. J.
Tanah Trop. Tahun 11. 2:55-61.
Nursyamsi D. 2002. Studi korelasi uji tanah hara K tanah Oxisols dan
Incepticols untuk jagung (Zea Mays). J. Tanah Trop. 15:59-68.
Nursyamsi D. 2006. Kebutuhan hara kalium tanaman kedelai di tanah Ultisol. J.
Ilmu Tanah dan Lingkungan. 6(2):71-81.
Osen SR, E Sommers. 1982. Phosphorus. In Page L. A., Miller R. H., and Keeney
A. Chemical and Microbiological Properties. America Soc. Agro. Part 2.
Pusat Penelitian Tanah, 1983. Kriteria Penilaian Data Sifat Analisis Kimia Tanah.
Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen
Pertanian.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 2000. Atlas Sumberdaya Tanah
Eksplorasi Indonesia, skala 1 : 1.000.000. Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat. Badan Litbang Pertanian.
Salisbury FB and CW Ross. 1978. Plant Physiology. Wadsworth Publ. Co, Inc.
Belmont. California.

13
Samadi B dan Cahyono. 1996. Intensifikasi Budidaya Bawang Merah. Kanisius.
Yogyakarta.
Sastosiswojo S. 1996. Sistem Pengendalian Hama Terpadu dalam Menunjang
Agribisnis Sayuran. Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Komoditas
Sayuran. Lembang, 24 Oktober 1995. Hal 69-82.
Setyorini D. 2000. Analisis Data “Studi Korelasi Hara P dan K” untuk Tanaman
Padi Sawah dan Jagung. Kumpulan Materi Praktek Proyek Pembinaan
Kelembagaan Penelitian Pertanian Bekerjasama dengan Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Siemonsma JS And K Pileuk. 1994.Capsicum L. In: J.M. Poulos (Ed). Plant
Resources of South-East Asia 8 Vegetable. Prosea Faoudation. Bogor.
P 136-140.
Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID) : IPB Press.
Subagyo H, Suharta N, Siswanto AB. 2004. Tanah-tanah pertanian di Indonesia
dalam Adimihardja A. Et al (Eds) Sumber daya lahan Indonesia dan
pengelolaannya. Puslitbangnak.
Suwandi R. Rosliani dan T. A. Soetiarso. Perbaikan teknologi budidaya bawang
merah di dataran medium. J. Hort 7(1): 541-549.
Widayati RD. 2003. Pemilihan Metode Ekstraksi Phosphorus Inceptisol dan
Ultisol untuk Tanaman Kedelai. Skripsi. Fakultas Matematika dan
IlmuPengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.
Widjaja-Adhi, IPG, dan M. Sudjadi, M. 1987. Status dan kelakuan fosfat tanahtanah di Indonesia. Lokakarya Nasional Penggunaan Pupuk Fosfat.
Cipanas.
Widodo. 2004. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Gogo CV. IR-64 pada
Pemberian Batu Fosfat dan Kedalaman Air Irigasi di Tanah Gambut.
Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 6 (1) : 43-49.

15

LAMPIRAN

16

17
Lampiran 1 Metode-metode ekstraksi P Tanah
1. Metode Bray 1 ( Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah IPB)
Dasar penetapan
Fosfat dalam suasana asam akan diikat sebagai senyawa Fe, Al-fosfat yang
ukar larut. NH4F yang terkandung dalam pengekstrak Bray akan membentuk
senyawa rangkai dengan Fe dan Al dan membebaskan ion PO43-. Pengekstrak ini
biasanya digunakan pada tanah dengan pH F
4
6,10640000
1,52660000
0,0784
20
12,40000000
0,62000000

Sumber keragaman
Pospor (P)
Galat
Total
Sumber keragaman
Pospor(P)
Galat
Total
Sumber keragaman
Pospor (P)
Galat
Total
Sumber keragaman
Pospor (P)
Galat
Total
Sumber
keragaman
Regresi
Galat
Total
Sumber
keragaman
Regresi
Galat
Total

F Value
0,8028

F Value
1,59

F Value
2,46

F Value
2,46

24
18,50640000
Hasil Sidik Ragam Serapan Hara Tanaman dengan metode Bray 1
db

JK

KT

F hitung

1
0.00091433
0.00091433
21.18
7
0.00030225
0.00004318
8
0.00121658
Hasil Sidik Ragam Serapan Hara Tanaman dengan metode Bray 2
db

JK

KT

F hitung

1
0.00056275
0.00056275
9.59
9
0.00052796
0.00005866
10
0.00109070
Hasil Sidik Ragam Serapan Hara Tanaman dengan metode Mehlich 1

Sumber
db
JK
KT
F hitung
keragaman
Regr