Analisis Dampak Kenaikan Cukai terhadap Permintaan Rokok di Kota Bogor

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN CUKAI TERHADAP
PERMINTAAN ROKOK DI KOTA BOGOR

NOVIA LA PRIMA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SU MBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Dampak
Kenaikan Cukai Terhadap Permintaan Rokok Di Kota Bogor adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Novia La Prima
NIM H14100078

ABSTRAK
NOVIA LA PRIMA. Analisis Dampak Kenaikan Cukai Terhadap Permintaan
Rokok Di Kota Bogor. Dibimbing oleh MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL.
Permintaan rokok di Indonesia terus mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Hal tersebut membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan
cukai (pajak) terhadap komoditi rokok. Peningkatan kebijakan cukai rokok
diharapkan mampu menurunkan permintaan rokok di masyarakat. Tetapi dengan
pemberlakuan kebijakan cukai tersebut banyak dari beberapa pihak menganggap
bahwa dengan meningkatkan cukai akan memicu masalah baru, seperti
kesejahteraan petani tembakau dan pengangguran karyawan pabrik rokok. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk melihat dampak kenaikan cukai terhadap
permintaan rokok dan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan rokok di
Bogor. Data penelitian diperoleh dari kuisioner (primer) dengan cara wawancara
secara langsung pada responden yang mengkonsumsi rokok (perokok aktif) yang
meliputi identitas responden, pendidikan, pendapatan, umur, jenis pekerjaan dan

beberapa hal yang berkaitan dengan permintaan rokok seperti harga rokok yang
dikonsumsi dan lama merokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga tidak
berpengaruh signifikan terhadap permintaan rokok di Bogor. Variabel pendapatan,
lama merokok dan dummy jenis pekerjaan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap permintaan rokok di Bogor, sedangkan tingkat pendidikan dan umur
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan rokok di Bogor.
Kata Kunci: Bogor, Harga, Permintaan Rokok, Regresi Berganda
NOVIA LA PRIMA. Impact Analysis Request Against Cigarette Excise Tax
Increase in Bogor City. Supervised by MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL.
Cigarette demand in Indonesia continues to increase significantly. This
makes the government issued a policy to increase the tax on cigarettes commodity.
The increase in the cigarette tax policies are expected to reduce demand for
cigarettes in the community but with the imposition of the tax policy of many of
some parties consider that the tax increase will lead to new issues, such as the
welfare of tobacco farmers and cigarette factory workers become unemployed. The
purpose of this study is to look analyze the impact of tax increases on cigarette
demand and the factors that influence the demand for cigarettes in Bogor. Data were
obtained from questionnaires (primary) by means of interviewing with parties
related to cigarette which includes the identity of respond ents, education, income,
age, type of work and some other things related to cigarette demand as the price of

cigarettes smoked and duration of smoking. The results showed that the price does
not significantly influence the demand for cigarettes in Bogor. Variable income,
smoking duration and the dummy type of work are significantly and positivly effect
cigarette demand in Bogor, while the level of education and age, are significantly
and negatively effect cigarette demand in Bogor.
Keywords: Bogor, Price, Cigarette Demand, Multiple Regression

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN CUKAI TERHADAP
PERMINTAAN ROKOK DI KOTA BOGOR

NOVIA LA PRIMA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih, hikmat, dan
penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian
dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 sampai November 2014 dengan judul “Analisis
Dampak Kenaikan Cukai Terhadap Permintaan Rokok Di Kota Bogor”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Manuntun Parulian
Hutagaol, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan
dan saran. Di samping itu, ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Sri Mulatsih,
M.Sc.Agr selaku dosen penguji utama dan Laily Dwi Arsyianti, S.E, M.Sc selaku
komisi pendidikan yang telah memberikan kritikan dan saran dalam skripsi ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda, Ig. Suhartono dan
Ibunda, Sri Apriwati S.Pd dan adik Prima Aditya, serta seluruh keluarga atas doa
dan dukungan yang senantiasa diberikan kepada penulis. Terima kasih untuk
sahabat terdekat Yola, Efita, Vina, Laura, Viana, Dito, Ardo, Aziz, Sofi, Bagus,
Vian, Tere dan Frans. Penulis juga berterima kasih atas dukungan dan doa dari
KEMAKI terkhusus Puella Domini Choir, serta kepada sahabat Ilmu Ekonomi
angkatan 47.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Bogor, November 2014
Novia La Prima

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

4

Ruang Lingkup Penelitian


4

TINJAUAN PUSTAKA

5

Teori Permintaan

5

Teori Elastisitas Permintaan

6

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Rokok

8

Penelitian Terdahulu


9

Kerangka Pemikiran

10

Hipotesis

12

METODE PENELITIAN

11

Lokasi dan Waktu Penelitian

11

Jenis dan Sumber Data


11

Metode Analisis Data

12

Uji Asumsi Klasik

13

Uji Ekometrika

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

16

Karakteristik Responden


16

Analisis Model Penelitian

21

Pengaruh Penetapan Kebijakan

24

SIMPULAN DAN SARAN

27

Simpulan

27

Saran


28

DAFTAR PUSTAKA

29

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL

Produksi Rokok dan Tingkat Cukai
Selang nilai ststistik Durbin-Watson serta keputusannya
Hasil Estimasi Uji Multikolinearitas

3
14
23

DAFTAR GAMBAR

Gambaran Konsumsi Rokok 5 Negara
Gambaran Tingkat Konsumsi Rokok Tahun 1999-2008
Persentase Perokok Indonesia Tahun 2008
Gambar Kurva Permintaan
Gambar Kurva Elatisitas
Gambar Kurva Elastisitas Sempurna
Gambar Kurva Inelastis
Gambar Kurva Inelastis Sempurna
Pengaruh Kurva Elastisitas Permintaan
Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Gambar Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Gambar Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Gambar Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Gambar Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan
Gambar Karakteristik Responden Berdasarkan Harga Rokok
Gambar Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Merokok
Distribusi (%) Responden Menurut Pengetahuan Penetapan Kebijakan
Distribusi (%) Responden Menurut Respon Setelah Penetapan Kebijakan

1
1
2
5
6
7
7
7
8
10
17
17
18
18
19
19
20
21
21

DAFTAR LAMPIRAN
Hasil Estimasi Uji Normalitas
Hasil Estimasi Uji Heteroskedastisitas
Gambar Uji Normalitas
Hasil Estimasi Uji Autokorelasi
Hasil Estimasi Uji Koefisien Korelasi R-square
Hasil Estimasi Uji F-statistic
Hasil Estimasi Uji t-statistic

30
30
30
31
31
31
31

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan merokok bukanlah suatu hal yang baru di Indonesia, melainkan
sudah menjadi suatu kebiasaan yang dilakukan sebagian besar orang. Rokok sudah
menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, baik
dikonsumsi oleh laki-laki maupun perempuan. Menurut Badan Kesehatan Dunia
(WHO), perilaku merokok telah menjadi masalah yang penting bagi seluruh dunia
sejak satu dekade lalu (Suhardi 1995). Indonesia sendiri merupakan salah satu
negara berkembang dengan tingkat konsumsi dan produksi rokok yang tinggi.
2500
2000
1500

2002

1000

2007

500
0

China
USA
Rusia
Jepang Indonesia
Sumber: Tobacco Atlas (2008)
Gambar 1 Lima negara dengan konsumsi rokok terbesar (milyar batang)
Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa negara dengan konsumsi rokok terbesar
pada tahun 2002 sampai tahun 2007 adalah negara China dan disusul oleh negara
USA, Rusia, Jepang dan Indonesia. Indonesia adalah negera yang termasuk dalam
5 besar negara dengan konsumsi rokok terbesar dan konsumsinya selalu meningkat
di setiap tahunnya.
Tingkat konsumsi rokok yang mengalami peningkatan setiap tahunnya dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:
300
225 232 227

200

239 240
214 220
202
198
182
Konsumsi rokok

100
0
1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

Sumber: Arios (2011)
Gambar 2 Tingkat konsumsi rokok Indonesia tahun 1999 – 2008 (milyar batang)
Dari Gambar 2 tingkat konsumsi rokok terus mengalami peningkatan dari
tahun 1999 sebesar 225 milyar batang sampai pada tahun 2008 sebesar 240 milyar
batang, walaupun demikian pada tahun 2002 sempat mengalami penurunan yang
cukup signifikan menjadi 182 milyar batang yang dikarenakan adanya peraturan
tentang batasan penyiaran produksi rokok yang tercantum dalam Undang Undang
Nomor 23 Tahun 2002. Pada tahun 2003 konsumsi rokok kembali mengalami
peningkatan sebesar 198 milyar batang dan terus mengalami peningkatan yang
signifikan sampai pada tahun 2008.

2
Perumusan Masalah
Rokok telah menjadi kebiasaan atau gaya hidup masyarakat Indonesia,
permintaan rokok bukan hanya pada orang tua tetapi dewasa dan remaja telah
menjadikan rokok sebagai salah satu kebutuhan. Rokok yang mengandung berbagai
zat berbahaya seperti nikotin dan tar, membuat rokok memiliki dampak negatif
seperti gangguan pernafasan sampai kematian. Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa
permintaan rokok terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, berikut dapat
dilihat presentase perokok di Indonesia pada tahun 2008.
Perokok Wanita
Dewasa 2%

Perokok Pria
Remaja
13%

Perokok Pria
Dewasa
30%

Perokok Wanita
Remaja 4%

Tidak Merokok
51%

Sumber:
WHO (2008)
Gambar 3 Distribusi perokok menurut kelompok usia dan jenis kelamin di
Indonesia tahun 2008
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa 49% masyarakat Indonesia
mengkonsumsi rokok dengan 30% presentase didominasi oleh perokok pria
dewasa dan dilanjutkan oleh perokok pria remaja sebesar 13% dan sisanya sebesar
2% oleh perokok wanita dewasa dan perokok wanita remaja sebesar 4%. Tingginya
presentase konsumsi rokok dikalangan masyarakat dewasa dan remaja membuat
pemerintah memberikan perhatian lebih dengan mengeluarkan kebijakan Cukai
Hasil Tembakau yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
181/PMK.011/2009 . Kemudian diperbarui pada tahun 2011, terjadi peningkatan
tarif cukai rokok yang tertuang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia nomor 167/PMK.011/2011. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya
pengendalian tingkat konsumsi rokok di masyarakat, salah satunya dilakukannya
kampanye mengenai bahaya rokok dan kebijakan kenaikan cukai yang tertuang
dalam diharapkan agar masyarakat mampu mengurangi konsumsi rokoknya dan
mampu menekan tingkat kematian penyebab rokok.
Salah satu faktor yang membuat banyak orang merokok adalah harga rokok
yang terjangkau dan rokok yang mudah didapatkan. Kenaikan harga melalui pajak
dan bea cukai akan menaikkan harga rokok dan akan membuat orang berfikir ulang
ketika mereka akan merokok setiap harinya dalam jumlah banyak. Pemberlakuan
kebijakan pajak dan bea cukai yang mahal pun membuat produsen rokok murah
menjadi berpikir ulang sebelum memproduksi rokok. Kenaikan pajak pada rokok
adalah salah satu cara efektif untuk menurunkan jumlah perokok serta mencegah
generasi remaja dan anak-anak muda untuk memiliki kebiasaan merokok, serta juga
mampu mencegah kematian akibat kanker paru-paru yang disebabkan oleh
kebiasaan merokok. (Ananda 2014)

3
Pemberlakuan kebijakan cukai pada rokok juga direspon positif oleh
Direktur Jendral Pajak yang mengungkapkan bahwa penerimaan negara melalui
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan bergerak seiring dengan tren penerimaan
cukai dari Direktorat Jendral Bea dan Cukai (DJBC). Menurut data yang didapatkan
bahwa penerimaan cukai rokok pada bulan Februari 2014 mencapai Rp 12,91 triliun
lebih tinggi dibandingkan perolehan pada bulan Januari yang mencapai Rp 8,51
triliun. Selain hal tersebut juga, menegaskan bahwa kenaikan PPN diiringi dengan
kenaikan jumlah rokok yang dijual di masyarakat.(Petrus 2014)
Kenaikan kebijakan cukai pada rokok mendapatkan protes dari berbagai
kalangan industri rokok serta dari Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia.
Menurut penetapan peraturan pemerintah (PMK) Nomor 179/PMK.011/2012
tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, industri rokok merasa keberatan dengan
kenaikan cukai yang berpengaruh langsung pada harga yang mengakibatkan
penurunan pada daya beli masyarakat terhadap. Penurunan daya beli masyarakat
akan menurunkan tingkat produksi di industri rokok, hal ini akan mengakibatkan
masyarakat kehilangan mata pencaharian dari industri hasil tembakau (IHT) yang
selama ini menyerap sekitar 4,1 juta tenaga kerja. (Deny 2014)
Penerapan kebijakan cukai pada rokok menimbulkan sedikit perdebatan,
baik datang dari pemerintah maupun masyarakat. Perdebatan yang muncul baik
secara positif maupun negatif terhadap penerapan kebijakan cukai, banyak datang
dari pihak pemerintah maupun masyarakat yang percaya bila dengan adanya
penerapan kebijakan cukai pada rokok mampu mengendalikan permintaan
konsumen dan kematian akibat rokok. Akan tetapi, di sisi lain muncul sanggahan
dari pihak industri bahwa industri rokok membantu pemerintah dalam penyerapan
tenaga kerja baik pekerja maupun petani yang turut membantu dalam proses
produksi rokok. Tanggapan dari pihak industri tersebut direspon positif oleh
pemerintah, tetapi adanya kekhawatiran dari pihak industri apabila pajak terhadap
rokok dinaikkan maka akan menurunkan produksi dan mampu berdampak pada
pengurangan tenaga kerja agar industri dapat bertahan dalam persaingan. Namun
demikian dalam fakta yang ada, produksi rokok cenderung mengalami peningkatan
yang diiringi dengan peningkatan cukai, seperti data di bawah ini:
Tabel 1 Gambaran Produksi Rokok dan tingkat Cukai (2007-2011)
Tahun
Produksi(milyar batang)
Cukai(Rp triliun)
2007
231,0
43,5
2008
249,1
49,0
2009
245,0
54,3
2010
249,1
59,3
2011
279,4
77,0
Sumber :Ditjen, Bea Cukai (2011)
Menurut data yang terlampir diatas, dapat dilihat apabila konsumsi rokok
terus mengalami peningkatan dari tahun 2007 sebesar 231,0 milyar batang sampai
pada tahun 2011 mencapai 279,4 milyar batang. Peningkatan produksi tersebut
diiringi dengan peningkatan pajak (cukai) dari tahun 2007 sebesar Rp 43,5 triliun
meningkat terus sampai pada tahun 2011 sebesar Rp 77 triliun. Dengan demikian
dapat sedikit diragukan tanggapan pemerintah dan pihak lain bila dengan menaikan

4
cukai mampu menurunkan permintaan rokok di kalangan masyarakat. Dengan
demikian, perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana dampak kebijakan kenaikan cukai terhadap permintaan rokok di
kota Bogor?
2. Faktor-faktor apakah yang mampu berpengaruh terhadap permintaan rokok?
Serta sejauh mana pengaruh faktor-faktor terhadap permintaan rokok?
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis dampak kebijakan kenaikan cukai terhadap permintaan rokok di
Kota Bogor.
2. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh dalam terhadap permintaan rokok
di Kota Bogor dan sejauh mana pengaruh faktor tersebut terhadap permintaan
rokok.
Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

Bagi pemerintah, memberikan masukan atau pertimbangan kepada pemerintah
mengenai sebagai acuan dalam penyusunan kebijakan yang akan datang.
Bagi perusahaan rokok, memberikan pertimbangan dalam melihat permintaan
perkembangan barang industri di masa yang akan datang.
Bagi masyarakat, memberikan gambaran umum kepada masyarakat mengenai
pengambilan keputusan dalam pembelian rokok .
Bagi pembaca, membuka wawasan pembaca dan menjadi rujukan untuk
penelitian selanjutnya.
Bagi penulis, mengaplikasikan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan dalam
disiplin ilmu yang penulis tekuni.
Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan sebuah penelitian dengan menggunakan data prime
dalam melihat respon masyarakat dalam pengendalian konsumsi rokok di tingkat
masyarakat dan faktor-faktor yang berpengaruh nyata dalam pengendalian tingkat
permintaan rokok tersebut. Responden yang diinterview ialah responden yang
mengkonsumsi rokok yang dilihat dari tingkat pendidikan, pekerjaan dan
pendapatan serta sejauh mana responden merespon adanya kebijakan cukai.

5
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Permintaan Barang
Teori Permintaan adalah persamaan yang menunjukkan hubungan antar
jumlah barang yang diminta oleh konsumen pada berbagai tingkat harga dan faktor
yang mempengaruhinya.Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perekonomian
dan menstabilitaskan perekonomian jangka pendek (Mankiw 2003).
Sebuah hubungan antara suatu barang dengan harga dalam hukum permintaan
bersifat kebalikan/negatif, artinya jika harga suatu barang naik, maka permintaan
terhadap barang tersebut akan berkurang, dan sebaliknya jika harga suatu barang
turun, permintaan terhadap barang tersebut akan meningkat.
Harga
P0

P1
Kuantitas
Sumber: Mankiw (2003)
Gambar 4 Kurva Permintaan

Q0

Q1

Dari Gambar 4 dapat dijelaskan pada saat harga sebesar P0 permintaan
barang pada harga tersebut sebesar Q0. Kurva permintaan menunjukkan hubungan
antara jumlah (kuantitas) barang yang diinginkan dan harga barang, sedangkan
pendapatan konstan. Kurva permintaan berbentuk miring ke bawah (downwardsloping) karena harga barang yang lebih tinggi mendorong konsumen beralih ke
barang lain atau mengkonsumsi lebih sedikit barang tersebut (Mankiw 2003).
1.Harga Barang
Hukum permintaan (law of demand), menyatakan bahwa kurva permintaan akan
bergerak jika dipengaruhi oleh tingkat harga. Hubungan antara harga dengan
jumlah yang diminta (output) memiliki hubungan negatif, yang maksudnya ialah
jika harga naik maka jumlah permintaan turun, sedangkan jika harga suatu
barang menurun maka jumlah permintaan barang akan mengalami peningkatan,
ceteris paribus.Ceteris paribus, adalah asumsi bahwa faktor-faktor lain/selain
harga dianggap konstan.
2. Income / Pendapatan
Hubungan antara pendapatan dengan jumlah barang yang diminta adalah positif.
Bila pendapatan seseorang/masyarakat meningkat maka akan meningkatkan
permintaan terhadap suatu barang. Ini terjadi, bila barang yang dimaksud adalah
barang normal. Apabila barang yang dimaksud adalah barang inferior (barang
berkualitas rendah) maka dengan adanya kenaikan pendapatan, konsumen justru
akan mengurangi permintaan terhadap barang tersebut demikian pula sebaliknya.

6
3. Selera.
Selera memilih hubungan yang positif dengan jumlah barang yang diminta.
Semakin tinggi selera konsumen terhadap suatu barang, semakin banyak jumlah
barang yang akan diminta. Sebagai contoh, bila selera masyarakat akan rokok
filter tertentu meningkat maka akan mendorong permintaan terhadap rokok filter
tersebut lebih banyak.
4. Jumlah Konsumen
Pertumbuhan konsumen, misalnya penduduk, tidak dengan sendirinya
menyebabkan pertumbuhan permintaan suatu barang. Akan tetapi menyebabkan
pertambahan penduduk siikuti oleh perkembangan kesempatan kerja. Dengan
demikian akan lebih banyak orang yang menerima pendapatan dan hal juga akan
menambah daya beli masyarakat.
Secara umum permintaan akan suatu barang tidak hanya dipengaruhi oleh
harga barang itu sendiri, tetapi dipergaruhi pula oleh harga barang yang
berkaitan,pendapatan konsumen, jumlah konsumen dan jumlah tahun sebelumnya.
Teori Elastisitas Permintaan
Elastisitas merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat
kepekaan konsumen dan produsen terhadap perubahan harga (McEachern 2001).
Selain itu, elastisitas juga menunjukkan seberapa respon suatu variabel akibat dari
perubahan variabel atau salah satu variabel lain yang mempengaruhinya.
Elastisitas dibagi menjadi 4 bagian dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Elastis
Suatu permintaan bisa dikatakan elastis jika elastisitasnya lebih dari satu (>1)
dan kurang dari tak terhingga, artinya presentase atau besarnya perubahan
permintaan lebih persentase perubahan harga. Sering terjadi pada produk yang
mudah dicari substitusinya. Misalnya seperti pakaian, makanan ringan dan
sebagainya. Ketika harga naik, konsumen akan dengan mudah menemukan
substitusinya.

Sumber: Lipsey (1995)
Gambar 5 Kurva Elastis
2. Elastis Sempurna
Elastisitas permintaan adalah tidak hingga, artinya jika terjadi perubahan harga
maka perubahan permintaan nol atau tidak ada permintaan. Permintaan akan
terus ada pada harga tertentu pasar sanggup membeli semua barang yang ada di
pasar. Namun dengan kenaikan sedikit saja dapat menjatuhkan permintaan
menjadi 0. Dengan demikian kurva berbentuk horisontal. Contohnya pada
produk barang/jasa yang bersifat komoditi yaitu barang/jasa yang memiliki

7
karakteristik dan fungsi sama meskipun dijual di tempat berbeda atau diproduksi
oleh produsen yang berbeda dan seharusnya memiliki harga yang sama.

Sumber: Lipsey (1995)
Gambar 6 Kurva Elastis Sempurna
3. Inelastis
Suatu permintaan dapat dikatakan inelastis jika elastisitasnya kurang dari satu
(0), artinya presentase perubahan permintaan lebih kecil
dari presentase perubahan harga. Contohnya dapat dilihat pada produk
kebutuhan konsumsi beras sebagai makanan pokok mengalami kenaikan harga,
tetapi orang akan tetap membelinya untuk dikonsumsi. Sebab meskipun dapat
dihemat penggunaannya, namun cenderung tidak akan sebesar kenaikan harga
yang terjadi. Sebaliknya bila harga beras mengalami penurunan, konsumen tidak
akan menambah konsumsinya sebesar penurunan harganya.

Sumber: Lipsey (1995)
Gambar 7 Kurva Inelastis
4. Inelastis Sempurna
Elastisitas permintaan adalah nol, artinya jika harga mengalami perubahan baik
naik maupun menurun jumlah permintaan sama. Dengan demikian , kurva
berbentuk vertikal yang berarti bahwa berapapun harga yang ditawarkan,
kuantitas barang/jasa tetap tidak berubah. Contohnya barang yang
permintaannya tidak elastis sempurna adalah tanah (meskipun harga mengalami
kenaikan terus, kuantitas yang tersedia tetap terbatas.

Sumber: Lipsey (1995)
Gambar 8 Kurva Inelastis Sempurna

8
Berikut merupakan ilustrasi pergeseran penawaran pada bentuk dari kurva
permintaan.
P
P
S0

S0

E0
P1
P0

E1

S1

P1

E0
S1

P0

E1

D
D
Q
Q1
Q0
(i) Kurva permintaan relatif datar

Q
Q1 Q0
(ii) Kurva permintaan relatif curam

Sumber:
Lipsey (1995)
Gambar 9 Pengaruh Bentuk Kurva Elastisitas Permintaan

Pada Gambar 9 dapat dilihat kedua bagian gambar memiliki skala yang sama.
Keduanya memperlihatkan ekuilibrium awal yang sama dan dan pergeseran yang
sama dalam kurva penawaran. Dalam masing- masing bagian, ekuilibrium awal
terjadi pada harga P0 dan output Q0 dan ekuilibrium yang baru terjadi pada P1 dan
Q1. Pada bagian (i) pengaruh pergeseran ppenawaran S0 dan S1 merupakan kenaikan
harga sedikit dan kenaikan besar kuantitas. Dalam bagian (ii) pengaruh pergeseran
identik dalam kurva penawaran dari S0 dan S1 merupakan kenaikan harga yang besar
dan kenaikan kuantitas yang relatif kecil. Dapat diartikan bahwa semakin responsif
kuantitas yang diminta terhadap perubahan harga, semakin kurang perubahan harga
dan semakin besar kuantitas yang diperoleh dalam pergeseran kurva penawaran
(Lipsey 1995).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Rokok
Faktor penyebab pesatnya konsumsi rokok salah satunya adalah kapasitas
pengetahuan yang tidak memadai tentang dampak negatif atau bahaya rokok bagi
kesehatan (Ulfah 2012). Hal tersebut didasarkan pada pendataan laju pertumbuhan
konsumsi rokok dari masyarakat tingkat elit sampai ke bawah. Data menunjukkan
adanya penurunan konsumsi rokok di kalangan masyarakat elit dengan kapasitas
pengetahuan yang memadai, dan justru meningkatkan secara signifikan pada
masyarakat strata rendah yang merasa tabu terhadap pengetahuan tentang bahaya
rokok.
Studi yang dilakukan Wilkins et al. (2000) menyatakan bahwa variabel
karakteristik individu dan rumah tangga yang mempengaruhi konsumsi rokok
adalah umur, pendidikan dan agama sedangkan sebagai variabel pengendali
tembakau yang mampu mempengaruhi jumlah konsumsi rokok diantaranya adalah
adanya fasilitas kesehatan.

9
Penelitian Terdahulu
Penelitian Debbie (2013) yang judul “Faktor-faktor yang mempengaruhi
Permintaan Rokok Kretek di Kota Parepare”. Tujuan dari penelitian ini adalah
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan rokok kretek di Kota
Parepare. Data yang digunakan ialah data primer berupa kuisioner dan beberapa
observasi secara wawancara langsung dengan pihak yang terkait dengan rokok
kretek di Kota Parepare meliputi identitas responden, pendapatan dan hal yang
berkaitan dengan rokok seperti harga rokok kretek, harga substitusi lama merokok,
dampak iklan, pengaruh lingkungan sosial. Metode untuk menganalisis ialah
menggunakan metode regresi berganda dan menggunakan alat analisis SPSS. Hasil
penelitian didapatkan nilai adjusted R square sebesar 0,728 yang berarti bahwa
72,8% permintaan rokok dipengaruhi secara bersama-sama oleh variabel didalam
model.Secara parsial variabel pendapatan, harga rokok subtitusi, lama merokok dan
pengaruh lingkup sosial berpengaruh positif san signifikan terhadap permintaan
rokok kretek di kota Parepare.Variabel harga rokok kretek berpengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap permintaan rokok kretek di kota Parepare. Variabel
dampak iklan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap permintaan rokok
kretek di kota Parepare.
Penelitian Ai Surya (2013) dengan judul “Pengaruh Kenaikan Tarif Cukai
Rokok Kretek terhadap Permintaan, Penawaran dan Harga Komoditas Rokok
Kretek dan Komoditas Tembakau serta Kesejahteraan Masyarakat”. Tujuan dari
penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran,
permintaan dan harga dari komoditas rokok kretek dan tembakau. Faktor digunakan
untuk mengidentifikasi pengaruh kenaikan tarif cukai rokok kretek terhadap
penawaran, permintaan dan harga dari komoditas rokok kretek dan tembakau. Hasil
identifikasi diperlukan untuk menganalisa dampak kenaikan tarif cukai rokok
kretek terhadap kesejahteraan konsumen rokok kretek, kesejahteraan petani
tembakau, keuntungan perusahaan rokok kretek dan pendapatan pemerintah
Penelitian ini menggunakan model dengan metode two-stage least squares (2-SLS).
Hasil estimasi dari model diperoleh permintaan rokok kretek dipengaruhi oleh
harga riil rokok kretek di tingkat konsumen, jumlah penduduk dewasa dan
pendapatan per kapita masyarakat. Penawaran rokok kretek dipengaruhi oleh harga
riil cengkeh, harga riil rokok kretek di tingkat produsen dan harga riil ekspor rokok
kretek. Harga rokok kretek ditingkat produsen dipengaruhi oleh penawaran rokok
kretek. Harga rokok kretek di tingkat konsumen dipengaruhi oleh penawaran
tembakau dan tarif cukai rokok kretek.
Penelitian Surjono, Nasruddin dan Piping Setyo (2013) dengan judul
“Dampak Pendapatan dan Harga Rokok terhadap Tingkat Konsumsi Rokok pada
Rumah Tangga Miskin di Indonesia”. Studi ini mengestimasi model spesifikasi
dinamis permintaan rokok di Indonesia menggunakan model Linear Aproximation
Almost Ideal Demand System (LA/AIDS). Tujuan dilakukan penelitian ini adalah
untuk mengetahui konsumsi rokok pada rumah tangga miskin ketika terjadi
peningkatan pendapatan, kenaikan harga rokok dan konsumsi barang lain yang
dikorbankan ketika ada kenaikan harga rokok. Analisis diaplikasikan pada data
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel 2008-2010. Hasil studi
menunjukkan bahwa rokok merupakan barang normal. Permintaan rokok bersifat
inelastis untuk rumah tangga miskin.

10
Kerangka Pemikiran
Rokok memiliki dampak positif maupun negatif. Rokok sebagai penyumbang
penerimaan terbesar melalui pajak yang ditentukan pemerintah dan rokok juga
penyebab kematian terbesar karena zat yang terkandung didalam rokok yang
menyebabkan kerusakan pada organ dalam. Rokok menyebabkan kematian oleh
sebab itu pemerintah memberikan perhatian untuk mengurangi angka kematian
akibat rokok dengan menetapkan kebijakan Cukai Hasil Tembakau yang tertuang
dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 167/PMK.011/2011. Dengan
adanya penetapan kebijakan cukai tersebut diharapkan mampu mengendalikan serta
menurunkan tingkat permintaan rokok masyarakat sehingga mampu mengurangi
konsumsi ditingkat masyarakat serta mampu menekan tingkat produksi dikalangan
industri rokok.
Penelitian ini menganalisis pengaruh kebijakan cukai rokok yang ditetapkan
oleh pemerintah dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor
167/PMK.011/2011 sebagai langkah mengendalikan tingkat produksi dan
konsumsi rokok di masyarakat. Serta melihat faktor-faktor yang berpengaruh nyata
dalam menentukan tingkat permintaan rokok. Penelitian ini menggunakan metode
regresi dalam menentukan komponen utama yang berpengaruh dalam permintaan
rokok, seperti: harga rokok, pendapatan, jenjang pendidikan perokok, umur
responden, lama merokok serta dummy jenis pekerjaan. Alat analisis menggunakan
regresi linear berganda untuk mendapatkan variabel mana yang berpengaruh
signifikan dalam menurunkan permintaan rokok di Bogor.
Rokok
Negatif :
Rokok dapat menyebabkan
penyakit kanker, paru-paru
dan gangguan pernafasan
hingga kematian.

Positif :
Berkontribusi pada pemerintah
melalui penerimaan cukai dan
menyerap tenaga kerja dalam
sektor industri.

Kebijakan Kenaikan
Harga pada Rokok
Fakta di Indonesia permintaan
rokok yang terus meningkat
dari tahun 2007-2011
Faktor yang mempengaruhi
Permintaan Rokok
(harga rokok, pendapatan, pendidikan, umur,
lama merokok, jenis pekerjaan)
Implementasi Kebijakan
Gambar 4 Kerangka Pemikiran Penelitian

11

Hipotesis
Hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini untuk menganalisis
dampak kenaikan cukai terhadap permintaan rokok di Kota Bogor yaitu:
a. Harga rokok mempunyai pengaruh negatif terhadap permintaan rokok
di Kota Bogor.
b. Tingkat pendapatan mempunyai pengaruh positif terhadap permintaan
rokok di Kota Bogor.
c. Tingkat pendidikan memiliki pengaruh positif terhadap permintaan
rokok di Kota Bogor.
d. Tingkat usia memiliki pengaruh negatif terhadap permintaan rokok di
Kota Bogor.
e. Lama merokok berpengaruh positif terhadap daya beli terhadap rokok
di Kota Bogor.
f. Jenis pekerjaan memiliki pengaruh negatif terhadap permintaan rokok
di Kota Bogor.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan
November 2014. Dalam jangka waktu tersebut dilakukan pengambilan informasi
dan pengambilan data dari masyarakat yang mengkonsumsi rokok. Lokasi yang
menjadi tempat pengambilan data tersebut dilaksanakan di 4 lokasi Kota Bogor
Jawa Barat, yaitu: Mall Botani Square, Ekalokasari Plaza Mall, Bogor Trade Mall
dan Kampus IPB.
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan menggunakan kuisioner
terhadap minimal 100 responden yang ada. Sementara data sekunder diperoleh dari
berbagai sumber, antara lain dari Direktorat Jendral Bea dan Cukai (DJBC), Badan
Pusat Statistik serta literatur lainnya yang mendukung penelitian.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan angket (kuisioner). Soeratno (1995) menyatakan bahwa
angket merupakan daftar pertanyaan yang diberikan untuk diisi oleh responden.
Tujuan penggunaan angket adalah untuk memperoleh informasi yang relevan
dengan penelitian juga untuk memperoleh kesahihan yang cukup tinggi. Pertanyaan

12
dalam angket ini mencakup tentang fakta (data diri responden), sikap dan pendapat,
informasi (sejauh mana responden mengetahui sesuatu), dan respon diri (penilaian
responden atas perilakunya sendiri).
Pemilihan responden dalam penelitian ini adala h dengan memakai metode
probability sampling. Pobability sampling merupakan teknik penarikan sampel
yang memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau
anggota populasi untuk terpilih menjadi sampel. Teknik wawancara yang dipilih
adalah convenience sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan
kebetulan, pada waktu tertentu yang cocok sebagai sumber data.
Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan deskriptif.
Analisis kuantitatif digunakan untuk mengkaji keterkaitan antara dampak kenaikan
kebijakan cukai pada rokok dengan permintaan rokok. Analisis ini menggunakan
metode regresi berganda. Variabel yang terkait dalam penelitian ini adalah
permintaan rokok yang akan dianalisis dengan teknik Ordinary Least Square
(OLS). Dengan harapan mampu menjelaskan pengaruh dampak kenaikan kebijakan
cukai pada rokok yang terdiri dari harga rokok (Rp), pendapatan (Rp), tingkat
pendidikan (tahun), umur (tahun), lama merokok (tahun), dan jenis pekerjaan
(tahun) terhadap permintaan rokok di Kota Bogor. Pengolahan data menggunakan
Microsoft Excel 2007 dan Eviews. Analisis deskriptif digunakan dengan bantuan
grafik dan diagram untuk memaparkan kondisi dampak kenaikan kebijakan cukai
pada rokok dan permintaan rokok di Kota Bogor.
Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi linier berganda merupakan suatu metode yang digunakan untuk
menguraikan pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel tidak bebasnya.
Penelitian ini menggunakan model Ordinary Least Square (OLS) dengan
menggunakan program Eviews 4.1. Menurut Gujarati (2003) terdapat beberapa
asumsi yang dipergunakan dalam metode OLS, yaitu:
1. Nilai rata-rata bersyarat dari unsur gangguan populasi ui tergantung pada nilai
tertentu variabel yang menjelaskan adalah nol.
2. Variasi bersyarat dari residual adalah konstan (homoskedastisitas).
3. Tidak ada korelasi berurutan (autokorelasi) dalam residual.
4. Variabel yang menjelaskan adalah nonstokastik Tidak ada linier sempurna
antara variabel independen (multikolinieritas)
5. U didistribusikan secara normal dengan rata-rata dan varian yang diberikan oleh
asumsi 1 dan 2.
Jika asumsi di atas di pertahankan maka penduga kuadrat terkecillnya
merupakan penduga linier tak bias terbaik atau Best Linier Unbiassed Estimator
(BLUE).
Setelah mendapatkan parameter estimasi, langkah selanjutnya adalah
melakukan berbagai pengujian statistik, ekonomi dan ekometrika. Pengujian
statistik dilakukan dengan uji signifikasi (uji t), analisis varian (uji F) dan uji
koefisien determinasi (R2). Sedangkan untuk pengujian ekometrika dilakukan
untuk mengestimasi parameter regresi dengan menggunakan OLS asumsi-asumsi

13
klasik. Untuk melihat ada atau tidaknya pelanggaran terhadap asumsi klasik maka
harus dilakukannya uji autokorelasi, uji multikolinearitas dan uji heteroskedatisitas.
Apabila terjadi pelanggaran asumsi maka akan diperoleh hasil estimasi yang tidak
valid.
Model Penelitian
Pada penelitian ini, model yang digunakasebagai berikut:
LnY = α0 + α1LnX1 + α2LnX2 + α3LnX3 + α4LnX4 + α5LnX5 + α6dummy1+ εt
di mana:
LnY
= permintaan rokok (batang per hari)
LnX1
= harga rokok (rupiah per batang)
LnX2
= pendapatan (rupiah per bulan)
LnX3
= tingkat pendidikan (tahun)
LnX4
= umur (tahun)
LnX5
= lama merokok (tahun)
Dummy 1
= jenis pekerjaan (whitecollar dengan nilai 1 dan non whitecollar
dengan nilai 0)
εt
= error terms
Pengujian Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik merupakan syarat statistik yang harus dipenuhi analisis
regresi linear berganda yang berbasis ordinary least square (OLS). Selain itu, untuk
mendapatkan analisis regresi linear berganda yang baik harus memenuhi kriteria
BLUE (Best Leinear Unbiased Estimator). BLUE dapat dicapai jika memenuhi
kriteria berikut:
1. b1 dan b2 merupakan penaksir linear dimana penaksir tersebut merupakan
fungsi linear dari variabel acak Y.
2. kedua penaksiran tidak bias yakni, E(b1) = B1 dan E(b2) = B2. Jika
penerapannya dilakukan secara berulang – ulang, maka rata-rata b1 dan b2
akan sama dengan nilai B1 dan B2.
3. E( � 2) = � 2, yang artinya varians kesalahan dari OLS tidak bias. Jika
penerapannya dilakukan berulang-ulang maka nilai taksiran dari varians
kesalahan akan tepat sama dengan nilai varians sebenarnya.
4. b1 dan b2 merupakan penaksir efisien, yang artinya var (b1) lebih kecil
daripada varians penaksir linear tak bias lainnya untuk B1 dan var (b2) lebih
kecil daripada varians penaksir linear tak bias lainnya untuk B2. Dengan
demikian penaksiran B1 dan B2 dengan OLS sebenarnya akan lebih tepat
dibandingkan metode lainnya walaupun memberikan penaksiran tak bias
juga dari parameter yang sebenarnya.

14
Uji Ekonometrika
Pengujian ekonometrika dipergunakan untuk melihat ada atau tidak adanya
pelanggaran terhadap asumsi klasik pada metode OLS. Pengujian ekonometrik ini
meliputi: uji normalitas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji
multikolinearitas. Apabila terjadi pelanggaran maka diperoleh hasil estimasi yang
tidak valid.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi,
variabel terkait, variabel bebas ataupun keduanya mempunyai distribusi normal
atau tidak. Jika tidak normal, maka uji statistik menjadi tidak valid atau bias
terutama untuk sampel kecil. Model regresi yang baik adalah distribusi data
normal atau mendekati normal. Untuk menguji normalitas data ini
menggunakan metode analisis grafik dan melihat norma probability plot.
2. Uji Autokorelasi
Autokorelasi atau korelasi serial adalah suatu keadaan dimana kesalahan
pengganggu dalam periode tertentu berkorelasi dengan kesalahan pengganggu
dari periode lainnya. Autokorelasi juga dapat terjadi pada data cross section
(Juanda 2009). Untuk mendeteksi adanya autokorelasi atau korelasi serial
adalah dengan melihat nilai Durbin Watson (DW statistik) dalam Eviews dan
membandingkannya dengan DW tabel.
Tabel 2 Selang nilai statistik Durbin-Watson serta keputusannya
Nilai DW
Keputusan
4-dL