Analisis Pengaruh Revisi Kebijakan Desentralisasi Fiskal Tahun 2004 terhadap Indeks Pembangunan Manusia dan Tenagakerja di Sumatera

ANALISIS PENGARUH REVISI KEBIJAKAN
DESENTRALISASI FISKAL TAHUN 2004 TERHADAP
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN TENAGAKERJA
DI SUMATERA

AFANINA MEITHASARI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh
Revisi Kebijakan Desentralisasi Fiskal Tahun 2004 terhadap Indeks Pembangunan
Manusia dan Tenagakerja di Sumatera adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Afanina Meithasari
NIM H14100030

ABSTRAK
Analisis Pengaruh Revisi Kebijakan
Desentralisasi Fiskal Tahun 2004 terhadap Indeks Pembangunan Manusia
dan Tenagakerja di Sumatera. Dibimbing oleh SRI HARTOYO.
AFANINA

MEITHASARI.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana kondisi Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) dan menganalisis kebijakan desentralisasi fiskal
terhadap IPM dan tenagakerja di Sumatera. Penelitian ini menggunakan analisis
deskriptif dan kuantitatif. Pada analisis deskriptif memperlihatkan kenaikan yang
signifikan hingga tahun 2012 angka IPM mencapai 72 hingga 77 dan

berkurangnya pengangguran yang terjadi mulai tahun 2004-2005. Pada analisis
kuantitatif menggunakan metode data panel (Pooled data). Pada analisis pengaruh
desentralisasi fiskal terhadap IPM, terdapat variabel yang berpengaruh signifikan
yaitu pengeluaran pemerintah, produk domestik bruto dan dummy desentralisasi
fiskal. Pada analisis pengaruh desentralisasi fiskal terhadap Tenagakerja terdapat
variabel yang berpengaruh positif yaitu, pengeluaran pemerintah dan pendapatan
asli daerah. Variabel upah minimum provinsi dan dummy fiskal berpengaruh
negatif terhadap Tenagakerja. koefisien dummy menyatakan dengan adanya
kebijakan desentralisasi fiskal malah mengurangi Tenagakerja kerena
perekonomian Indonesia yang terus meningkat belum mampu menyediakan
lapangan pekerjaan.
Kata kunci: Desentralisasi fiskal, IPM, Tenagakerja

ABSTRACT
AFANINA MEITHASARI. Analysis Effects of Revised Fiscal Decentralization
Policy in 2004 for Human Development Index and Labor in Sumatra. Supervised
by SRI HARTOYO
This research is intended to discribe the condition of Human Development
Index (HDI) and to analyze rivised fiscal decentralization policy affect for HDI
and labor in Sumatra. This Research used a descriptive and quantitative analysis.

In the descriptive analysis showed a significant increase HDI figures reached 72
to 77 in 2012 and show the reduction of unemployment from 2004-2005. The
quantitative analysis using pooled data, the analysis fiscal decentralization policy
affect to HDI, variables that significantly affect there are government spending,
gross domestic product and fiscal decentralization dummy. the analysis fiscal
decentralization policy affect to Labor. The variable who positive effect there are,
government expenditure and revenue. Provincial minimum wage and dummy
variables negatively affect employment. dummy expressed the policy of fiscal
decentralization because they actually reduce labor growing Indonesian economy
has not been able to provide jobs.
Keywords: Fiscal Decentralization, HDI, Labor

ANALISIS PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL
TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN
TENAGAKERJA DI SUMATERA

AFANINA MEITHASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Pengaruh Revisi Kebijakan Desentralisasi Fiskal Tahun 2004 terhadap
Indeks Pembangunan dan Tenagakerja di Sumatera”. Skripsi ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu
Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis pengaruh revisi kebijakan desentralisasi fiskal terhadap
pembangunan manusia dan tenagakerja di Sumatera.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada orang

tua dan keluarga penulis, yaitu Ayah H. Muchtar dan Ibu Kusweni serta adik dari
penulis, Faiq Rakha Agentha atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan.
Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Ir. Sri Hartoyo, M.S selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
banyak memberikan arahan, bimbingan, saran, waktu, dan motivasi
dengan sabar sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr.Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si selaku dosen penguji utama dan Dr.
Muhammad Findi, ME selaku dosen penguji komisi pendidikan atas
bimbingan, saran, dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini.
3. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu
Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan untuk
penulis.
4. Teman-teman satu bimbingan, Ayu Frianka, Fauziyah Adzimatinur,
Ahmad Fauzi, Titis, Mega. Serta sahabat-sahabat, Angga FP, Rengganis
RA, Erlangga R, Penny S, Vicky O, dan Nindya .U yang telah banyak
memberikan bantuan, kritik, saran, dan motivasi kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
5. Keluarga Ilmu Ekonomi47 , Departemen KOMINFO BEM FEM 2013
dan keluarga BEM FEM 2013 atas segala pelajaran, pengalaman,
motivasi, dan dorongan selama ini.

6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi
ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Agustus 2014
Afanina Meithasari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2

Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
3
Desentralisasi Fiskal
3
Indeks Pembangunan Manusia
5
Tenagakerja
7
Penelitian Terdahulu
7
Kerangka Penelitian
8
Hipotesis
8

METODE PENELITIAN
9
Jenis dan Sumber Data
9
Metode Analisis dan Pengolahan Data
9
Model Analisis Revisi Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap Indeks
Pembangunan Manusia
12
Model Analisis Revisi Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap Tenagakerja 13
HASIL DAN PEMBAHASAN
14
Kondisi IPM dan Tenagakerja pada Wilayah Sumatera
14
Analisis Desentralisasi Fiskal terhadap Indeks Pembangunan Manusia
16
Analisis desentralisasi Fiskal terhadap Tenagakerja
17
SIMPULAN DAN SARAN
18

Simpulan
18
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
21
RIWAYAT HIDUP
24

DAFTAR TABEL
1. Hasil estimasi desentralisasi fiskal terhadap indeks pembangunan
manusia di Sumatera Tahun 2002-2012
2. Hasil estimasi desentralisasi fiskal terhadap Tenagakerja
di Sumatera Tahun 2002-2012
3. Tingkat pengangguran 9 Provinsi di Sumatera 2002-2012

14
15

15

DAFTAR GAMBAR
1. Kenaikan belanja pemerintah dalam model IS-LM
2. Kurva Keseimbangan Pasar Tenagakerja
3. Kerangka Berfikir Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap
IPM dan Tenagakerja
4. Perkembangan IPM di Sumatera Tahun 2002-2012
5. Perubahan angkatan kerja di Sumatera Tahun 2004-2012

4
6
8
12
13

DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil pengujian analisis desentralisasi fiskal terhadap indeks
pembangunan manusia
2. Hasil pengujian analisis desentralisasi fiskal terhadap Tenagakerja


18
20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia dimulai dengan dibuatnya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan. Tujuan
utama dari Undang-Undang ini adalah pertama, mewujudkan desentralisasi politik
dari kepala daerah memberikan kesempatan dan kepuasan politik kepada
masyarakat daerah. Kedua, setiap daerah akan mengelolah dan menggunakan
akses untuk menikmati sumberdaya alam yang ada didaerahnya masing-masing.
Secara nyata kebijakan ini dijalankan pada tahun 2001 yang menjadikan sebuah
gebrakan dengan berubahnya sistem pemerintahan dari sentralisasi menjadi
desentralisasi. Kebijakan ini di Indonesia diarahkan untuk mempercepat
pelayanan, pemerdayaan dan peran masyarakat (Suparno, 2010). Evaluasi yang
terjadi dengan pelaksanaan kebijakan ini adalah kurangnya pemahaman terhadap
Undang-Undang mengenai otomoni daerah ditingkat daerah, adanya konflik
kewewenangan pada daerah kehutanan, investasi, pelabuhan dan lain-lain.
Adanya upaya untuk penyempurnaan terhadap kebijakan ini dengan
dibuatnya Undang-Undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat Daerah. Berbeda dengan UndangUndang Nomor 22 dan 25 Tahun 1999, pada Undang-Undang Tahun 2004 lebih
mengatur persyaratan administrasi, teknis dan fisik kewilayahan. Aspek penting
demokratisasi yang diukur dari unsur keterlibatan masyarakat dalam menentukan
pejabat publik di daerah. Pemerintahan dapat dikatakan demokratis apabila
Pemimpin Pemerintahan Daerah itu dipilih secara langsung dan bebas oleh
masyarakat dengan cara yang terbuka dan jujur. Perbedaan mendasar dari kedua
Undang-Undang ini adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengadopsi
kembali rumusan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 yang menyatakan
otonomi daerah adalah hak sekaligus juga kewajiban daerah otonom. Sementara
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 hanya menyatakan sebagai kewenangan.
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 sumber penerimaan yang
digunakan untuk pendanaan pemerintah daerah dalam pelaksanaan desentralisasi
fiskal adalah: Pendapatan Asli Derah (PAD), Dana Alokasi Khusus (DAK), dana
bagi hasil, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah.
Beberapa tahun setelah adanya revisi Undang-Undang Tahun 2004 harus
adanya evaluasi yang nyata terhadap efektifitas kebijakan ini terhadap daerah dan
masyarakat. Dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal di Provinsi Sumatera
memperlihatkan adanya peningkatan pada aspek kesejahteraan masyarakat.
Kesejahteraan masyarakat dilihat dari indikator Indeks Pembangunan Manusia
(IPM). Tujuan utama Pemerintah dalam rangka meningkatkan kulitas Sumberdaya
Manusia, yaitu: peningkatan intelektual, peningkatan fisik, dan kemampuan
ekonomi. Peningkatan intelektual dapat dilihat dengan banyaknya partisipasi pada
tingkat sekolah. Banyaknya masyarakat yang merasakan bangku sekolah berarti
memperkecil angka buta huruf yang menjadikan salah satu indikator peningkatan
intelektual. Kesehatan dapat juga menunjukkan kualitas SDM, banyaknya orang
yang terkena penyakit berarti menunjukan sumbedaya manusia yang tidak baik.

2
Kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhannya juga dapat menunjukan
kualitas sumberdaya manusia. Seseorang dapat membeli sesuatu atau memiliki
daya beli yang tinggi berarti kualitas sumberdaya manusia baik, karena orang itu
telah mempunyai penghasilan atau pemasukan untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri. IPM pada tahun 2012 menurut pulau di Indonesia. Sumatera 74.13, Jawa
74.31, Bali dan Nusa Tenggara 69.55, Kalimantan 75.46, Sulawesi 72.48, Maluku
71.20, Papua 68.04. menempatkan Sumatera pada peringkat ke tiga (BPS, 2012).
Aspek lain yang ingin dilihat perubahannya adalah aspek sosial dengan
dilihatnya tenagakerja. Pembangunan manusia akan lebih meningkat apabila
adanya kemandirian masyarakat yang dapat dilihat dengan jumlah tenagakerja.
Ketika seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya maka hal ini pula
akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Angka Pengangguran yang terjadi di
Sumatera mengalami trend yang menurun pada tahun 2004 sebesar 15.5%-5.6%
dan tahun 2012 sebesar 7.5%-2.0% (Provinsi Dalam Angka, 2002-2012 (diolah)).
Indonesia merupakan negara kepulauan, dalam meningkatkan perekonomian
Indonesia menerapkan pembangunan koridor ekonomi yang di bagi menjadi 6
koridor yaitu : Koridor Sumatera menjadi Sentra Produksi dan Pengelolahan
Hasil Bumu dan Lumbung Energi, Koridor Jawa menjadi pendorong Industri dan
Jasa, Koridor Kalimantan menjadi Pusat Produksi dan Pengelolahan Hasil Bumu
dan Lumbung Energi, Koridor Bali dan Nusa Tenggara menjadi pintu gerbang
pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional, Koridor Sulawesi menjadi pusat
produkasi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan dan Koridor
Papua dan Kepulauan Maluku menjadi pengembangan pangan, perikanan, energi,
dan pertambangan nasional.
Pada kenyatannya koridor Jawa telah menjadi pusat perekonomian dan
pembangunan di koridor Jawa lebih tinggi dibandingan dengan koridor yang
lainnya. Upaya yang saat ini ingin ditingkatkan dengan adanya optimalisasi
koridor Sumatera menjadi pusat perekonomian kedua setelah Jawa. Sumatera
harus mempersiapkan sumberdaya manusia yang efektif dan berdaya saing.
Dengan menjadikan Sumatera sebagai pusat perekonomian dapat menarik banyak
tenagakerja.
Dengan adanya desentralisasi Fiskal diharapkan dapat membantu
tumbuhnya pembangunan di Sumatera sehingga perlu adanya evaluasi terhadap
kebijakan yang lama. Sehingga menarik untuk diteliti apakah kebijakan revisi
Undang-Undang Tahun 2004 Telah mempengaruhi Kesejahteraan Masyarakat dan
aspek sosial.
Perumusan Masalah
Dalam mempersiapkan Sumatera menghadapi pengembangan pusat
perekonomian perlu adanya kesiapan dari pemerintah daerah maupun masyarakat.
Dengan adanya kebijakan desentralisasi fiskal setiap daerah memahami potensi
yang terdapat pada daerahnya masing-masing. Terutama pada aspek peningkatan
pembangunan manusia seperti biaya sekolah, kesehatan, dan bantuan subsidi
untuk pembelian barang-barang pokok bagi masyarakat yang kurang mampu.
Selain itu pada aspek sosial yang ingin diciptakan adalah dengan besarnya
lapangan pekerjaan yang tersedia di Sumatera dan setiap orang memiliki
pekerjaan.

3
Berdasarkan pada uraian di atas, maka perumusan masalah yang dapat dikaji
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi Indeks Pembangunan Manusia dan Tenagakerja di
Sumatera?
2. Bagaimana pengaruh kebijakan desentralisasi fiskal tahun 2004
terhadap Indeks Pembangunan manusia di Sumatera?
3. Bagaimana pengaruh kebijakan desentralisasi fiskal tahun 2004
terhadap Tenagakerja di Sumatera?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini ialah sebagai berikut :
1. Mengetahui kondisi Indeks Pembangunan Manusia dan Tenagakerja
di Sumatera.
2. Menganalisis pengaruh kebijakan desentralisasi fiskal tahun 2004
terhadap Indeks Pembangunan manusia di Sumatera.
3. Menganalisis pengaruh kebijakan desentralisasi fiskal tahun 2004
terhadap Tenagakerja di Sumatera.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai
pengaruh revisi kebijakan fiskal tahun 2004 terhadap IPM dan tenagakerja dalam
kesiapan menghadapi Sumatera menjadi pusat perekonomian kedua di Indonesia.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan menganalisis tentang pengaruh kebijakan desentralisasi
fiskal tahun 2004 terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan tenagakerja
di pulau Sumatera dengan provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu dan Bangka
Belitung. Variabel yang digunakan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM),
Tenagakerja Bekerja (TKB), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
Penerimaan Asli Daerah (PAD), Upah Minimum Provinsi (UMP), dan
Pengeluaran Pemerintah (PP).

TINJAUAN PUSTAKA
Desentralisasi Fiskal
Pengertian desentralisasi fiskal dijabarkan Berdasar Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999 pasal 1 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 1
tentang Pemerintahan Daerah bahwa desentralisasi fiskal merupakan penyerahan
wewenang pemerintahan oleh pemerintah daerah otonomi untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Sementara otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenang, dan

4
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Desentralisasi merupakan salah satu kebijakan yang bertujuan untuk
memberikan pelayanan umum yang lebih baik, menciptakan pengambilan
keputusan publik yang lebih demokratis, kemandirian pemerintahan daerah dalam
mengelolah daerah sendiri. Secara jelas di dalam Pasal 11 ayat 1 dan 2 UndangUndang Nomor 22 tahun 1999 menyebbutkan bahwa bidang pemerintahan yang
wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan daerah kota meliputi pekerjaan
umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, Industri
dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertahanan, koperasi, dan
tenagakerja (Saragih, 2003).
Berdasarkan tujuan desentralisasi menurut Rondinelli (1989) dalam
Mungkasa (2012) mengklasifikasikan desentralisasi menjadi empat bentuk yaitu:
Desentralisasi politik digunakan oleh pakar ilmu politik untuk mengidentifikasi
transfer kewewenangan pengambilan keputusan kepada unit pemerintah yang
lebih rendah atau kepada masyarakat dengan tujuan memberikan kekuasaan yang
lebih besar dalam pengambilan keputusan kepada masyarakat melalui perwakilan
yang dipilih oleh masyarakat sehingga dengan demikian masyarakat dapat terlibat
dalam penyusunan dan implementasi kebijakan, Desentralisasi pasar digunakan
oleh para ekonom untuk menganalisis dan melakukan promosi barang dan jasa
yang diproduksi melalui mekanisme pasar yang sensitif terhadap keinginan dan
melalui desentralisasi pasar barang-barang dan pelayanan publik diproduksi oleh
perusahaan kecil dan menengah, kelompok masyarakat, dan koperasi.
desentralisasi ekonomi, bertujuan lebih memberikan tanggungjawab yang
berkaitan sektor publik ke sektor swasta, Desentralisasi administratif digunakan
untuk memusatkan perhatian pada upaya ahli hukum dan pakar administrasi
publik untuk menggambarkan distribusi kewenangan serta fungsi-fungsi di antara
unit pemerintah pusat dengan unit pemerintah non pusat yang bertujuan agar
penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan efektif dan efisien, Desentralisasi
fiskal bertujuan memberikan kesempatan kepada daerah untuk menggali berbagai
sumber dana, meliputi pembiayaan mandiri, dan pemulihan biaya dalam
pelayanan publik, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), bagi hasil pajak
dan bukan pajak secara lebih tepat, transfer dana ke daerah, utamanya melalui
Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) secara lebih adil,
kewenangan daerah untuk melakukan pinjaman berdasar kebutuhan daerah.
Dalam pelaksanaannya dentralisasi akan berjalan dengan baik dengan
mempedomani hal-hal sebagai berikut (Suparno 2010) :
1. Adanya pemerintah pusat yang kapabel dalam melakukan pengawasan
dan enforcement.
2. Terdapat keseimbangan antara akuntabilitas dan kewewenangan dalam
melakukan pemungutan pajak dan retribusi daerah.
3. Stabilitas politik dan retribusi daerah.
4. Proses pengambilan keputusan di daerah harus demokratis, dimana
pengambilan keputusan tentang manfaat dan biaya harus transparan serta
pihak-pihak yang terkait memiliki kesempatan mempengaruhi
keputusan-keputusan tersebut.
5. Sedain kebijakan keputusan yang diambil sepenuhnya merupakan

5
tanggung jawab masyarakat setempat dengan dukungan institusi dan
kapasitasnya manajerial yang diinginkan sesuai permintaan pemerintah
6. Kualitas sumberdaya manusia yang kapabel dalam menggantikan peran
sebelumnya yang merupakan peran pemerintah pusat.
Indeks Pembangunan Manusia
Menurut United Nations Development Programme (UNDP) (1995)
Paradigma pembangunan manusia mempunyai empat elemen, yaitu:
1. Produktifitas, peran aktif dari masyarakat dalam meningkatkan
produktifitas mereka dalam memperoleh penghasilan dan pekerjaan.
Adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang menjadi bagian dalam
pembangunan manusia.
2. Pemerataan, tidak adanya ketimpangan yang terjadi sehingga
masyarakat dapat memperoleh kesempatan yang adil.
3. Berkelanjutan, bukan hanya untuk generasi sekarang, tetapi untuk
generasi masa depan.
4. Pemberdayaan, partisipasi laki-laki atau perempuan harus diperdayakan
dalam perencanaan dan pelaksanaan penting yang mempengaruhi
kehidupan mereka.
Dalam membuat Indeks Pembangunan Manusia (IPM), UNDP menciptakan
kemampuan dasar. Kemampuan dasar itu adalah umur panjang, pengetahuan dan
daya beli. Umur panjang yang dikuantifikasikan dalam umur harapan hidup saat
lahir atau sering disebut Angka Harapan Hidup. Pengetahuan dikuantifikasikan
dalam kemampuan baca tulis atau angka melek huruf dan rata-rata lama
bersekolah. Daya beli dikuantifikasikan terhadap kemampuan mengakses
sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup yang layak.
Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh negara
atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan
hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa kecuali),
dan tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup yang
layak. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat
jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu.
Ada tiga komponen dalam perhitungan Indeks Pembangunan Manusia,
yaitu :
1. Indeks Kesehatan (Angka Harapan Hidup)
Angka Harapan Hidup (AHH) adalah pengukuran yang melihat
perkiraan tahun yang ditempuh seseorang selama hidup. Menurut standart
UNDP angka tertinggi atau batas maksimal adalah 85 tahun sementara
minimal adalah 25 tahun.
2. Indeks Pendidikan (Rata-rata Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf)
Dimensi Pengetahuan yang dilihat dari pendidikan. Indeks
pendidikan ini dilihat dari dua sisi. Sepertiga dilihat dari lama tidaknya
bersekolah, dua pertiga dilihat dari angka melek hurufnya. Untuk rata-rata
bersekolah dilihat dari lama tahun bersekolah angkanya 0 sampai dengan
maksimal 15 tahun. Sedangkan angka melek huruf menggunakan batasan
yang disepakatai oleh negara-negara yaitu 0 sampai dengan 100.

6
3. Standar Hidup Layak
Standar Hidup Layak dapat dilihat dari kesejahteraan yang dinikmati
oleh penduduk. UNDP mengukur dengan Produk Domestik Bruto Riil
yang disesuaikan, sedangkan BPS dengan menghitung dengan rata-rata
pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan dengan formula Atkinson.
Tabel 1. Komponen Indeks Pembangunan Manusia
Komponen IPM
Maksimum Minimum
1. Angka Harapan Hidup (Tahun)
2. Indeks Pendidikan

85

25

Keterangan
Standar
UNDP

a. Angka melek Huruf (%)
b. Rata-rata Lama Sekolah
(Tahun)

100

0

Standar
UNDP

15

0

3. Daya Beli (Rupiah)

732720

360000

Pengeluaran
per kapita riil
disesuaikan

Tenagakerja
Tenagakerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut
UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa Tenagakerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan
atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
tenagakerja dan bukan tenagakerja
Berdasarkan batas kerja tenagakerja dibagi menjadi angkatan kerja dan
bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang
berusia 15-64 tahun yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak
bekerja, maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan. Bukan angkatan kerja
adalah mereka yang berumur 10 tahun ke atas yang kegiatannya hanya bersekolah,
mengurus rumah tangga dan sebagainya
Bellante (1990) mengatakan individu yang digolongkan dalam angkatan
kerja apabila selama seminggu survei mereka:
1. Melakukan pekerjaan apa saja dengan imbalan pembayaran upah.
2. Bekerja paling sedikit 15 jam tanpa imbalan pembayaran dalam suatu
perusahaan atau pertanian milik keluarga sendiri.
3. Tidak melakukan pekerjaan selama seminggu survei akan tetapi
mempunyai lowongan jabatan pekerjaan yang sementara waktu mereka
tinggalkan karena libur, menderita sakit, atau ditimpa cuaca buruk.

7

Sumber : Bellante. Jackson 1990

Gambar 2 Kurva Keseimbangan Pasar Tenagakerja
Gambar 2 merupakan kurva keseimbangan Tenagakerja. Sumbu vertikal
memperlihatkan upah dan horizontal memperlihatkan jumlah Tenagakerja.
Adanya perubahan permintaan Tenagakerja akan menggeser garis D naik ke
kanan atau pun turun ke kiri dan memperlihatkan keseimbangan yang baru. Ketika
ada perubahan penawaran Tenagakerja akan menggeser kurva S naik ke kiri atau
pun turun ke kanan dan menghasilkan keseimbangan yang baru
Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Septian (2008) menggunakan panel data
yang penelitiannya dimulai dari tahun 2002 hingga 2006 menggunakan 16
kabupaten dan 6 kota di Jawa Barat. Memperlihatkan bahwa desentralisasi fiskal
mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia dilihat dari variabel penerimaan
daerah seperti pajak dan retribusi. Penelitian yang dilakukan oleh Permata (2011)
menggunakan metode 2 Stage Least Square (2SLS) terhadap persamaan simultan.
Dummy desentralisasi fiskal perpengaruh positif terhadap PDRB dan Tenagakerja.
Pada penelitian ini hasil estimasi terhadap tenagakerja menyatakan bahwa upah
signifikan memperngaruhi kesempatan kerja hal ini sama dengan teori permintaan
tenagakerja. Dirgantoro (2010) melakukan penelitian dampak desentralisasi fiskal
terhadap transformasi struktur tenagakerja di Jawa Barat memeperlihatkan
pengeluaran terhadap infrastruktur akan berdampak positif terhadap peningkatan
output dan menciptakan lapangan pekerjaan. Penelitian yang dilakukan oleh
Sasana (2009) tentang desentralisasi fiskal yang mempengaruhi Tenagakerja di
Jawa Tengah.
Jurnal yang dibuat oleh Razmi (2012) tentang dampak pengeluaran
pemerintah terhadap IPM periode tahun 1990-2009 memperlihatkan hubungan
yang signifikan antara pengeluaran pemerintah dan IPM di Iran. Pengujian
mengunakan ordinary least squares method (OLS) memperlihatkan pengeluaran
pemerintah signifikan positif terhadap IPM. Granger Causatity Test
mengindikasikan tidak ada hubungan bilateral antara pengeluaran pemerintah dan
IPM.

8
Penelitian yang dilakukan oleh Pujiati (2010) tentang kemandirian fiskal
yang mempengaruhi pendapatan daerah kabupaten/kota di Provinsi Banten
memperlihatkan tingkat kemandirian di fiskal di kota lebih baik dibandingkan
dengan daerah kabupaten
Kerangka Pemikiran

Gambar 3 Kerangka Berfikir Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap IPM dan
Tenagakerja
Hipotesis
1. Diduga adanya pengaruh revisi kebijakan desentralisasi fiskal yang
dilihat dari Pengeluaran Pemerintah, PDRB dan dummy terhadap Indeks
Pembangunan Manusia.

9
2. Diduga adanya pengaruh revisi kebijakan desentralisasi fiskal yang di
lihat dari Pengeluaran Pemerintah, Pendapatan Asli daerah, Upah
Minimum Provinsi dan dummy terhadap Tenagakerja .

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber data
Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang
merupakan data time series tahun 2002 sampai 2012 dan data cross section yaitu,
Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi,
Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu dan Bangka Belitung. Provinsi Kepulauan
Riau tidak termasuk karena ketersediaan data yang tidak lengkap. Data yang
digunakan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Tenagakerja Bekerja
(TKB), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Penerimaan Asli Daerah
(PAD), Upah Minimum Provinsi (UMP), dan Pengeluaran Pemerintah (PP) yang
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Metode Analisis dan Pengolahan Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua metode analisis, yaitu
analisis deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif merupakan metode yang
berkaitan dengan pengumpulan data dan penyajian suatu data sehingga
memberikan informasi yang berguna. Metode Kuantitatif merupakan metode yang
menggunakan model ekonometrika. Perangkat lunak yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Microsoft Excel 2003 dan Eviews 6.
Metode Data Panel Statis
Data panel (pooled data) adalah data yang menggabungkan data time series
dan data cross section. Baltagi (2005) dalam Juanda (2012) Mengemukakan
adanya keuntungan dalam menggunakan data panel antara lain metode panel
dapat mengontrol unobserved heterogenity, data lebih informatif, lebih bervariasi,
menguraingi koliniearitas antarpeubah, memperbesar derajat bebas, dan lebih
efisien. Data panel dapat digunakan untuk melihat model perilaku yang lebih
kompleks.
Juanda (2012) terdapat tiga pendekatan dalam menghitung model regresi
data panel, yaitu :
1. Metode Common-Constant (The Pooled OLS Method / PLS)
2. Metode Fixed Effect (FEM)
3. Metode Random Effect (REM)
Metode Common-Constant (The Pooled OLS Method / PLS)
Metode kuadrat terkecil merupakan pendekatan yang paling sederhana
dalam mengelolah data panel. Dalam estimasinya diasumsikan bahwa setiap
indivisu memiliki intersep dan slope yang sama yaitu regresi panel data yang
dihasilkan akan berlaku untuk setiap individu (Juanda 2012)

10

Metode Fixed Effect (FEM)
Metode FEM, Intersep pada regresi dapat dibedakan antara individu
karena setiap individu dianggap mempunyai karakteristik tersendiri. Dalam
membedakan intersepnya dapat digunakan dummy sehingga metode ini dikenal
dengan model Least Square Dummy Variable (LSDV) (Juanda 2012)

Dengan menggunakan pendekatan ini akan terjadi degree of freedom
sebesar NT-N-K. keputusan memasukkan variabel boneka ini harus didasarkan
pada pertimbangan statistik. Tidak dapat kita pungkiri, dengan melakukan
penambahan variabel boneka ini akan dapat mempengaruhi banyaknya degree of
freedom yang akhirnya akan mempengaruhi keefisienan dari parameter yang
diestimasi.
Pada model fixed effect, estimasi dapat dilakukan tanpa pembobot (no
weighted) atau Least Square Dummy Variabel (LSDV) dan dengan pembobotan
(cross section weight) atau General Least Square (GLS). Tujuan dilakukannya
pembobotan adalah untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross section
(Gujarati, 1978).
Metode Random Effect (REM)

Berbeda dengan metode REM,
tidak konstan namu dianggap sebagai
peubah random. Dimana adalah sisaan acak (error term). Dengan menggunakan
model efek acak, maka dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak
mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan oleh model efek tetap. Hal ini
berimplikasi parameter akan menjadi semakin efisien.
Juanda (2012) Ada tiga pengujian untuk memilih model regresi data panel
yang terbaik, yaitu :
Uji Chow
Uji Chow dilakukan untuk memlih antara model PLS dan FEM dengan
melihat signifikansi model FEM menggunakan uji statistik F. Hipotesisnya
sebagai berikut :
H0 : α1 = α2 = α3 = ..... = αn
H1 : satu dari α tidak ada yang sama
Hipotesis tersebut dapat digunakan untuk memilih apakah lebih baik
menggunakan PLS atau FEM. Penolakan pada H0 adalah dengan uji statistik F.

11
Dimana :
= keofisien determinasi FEM
= keofisien determinasi PLS
= jumlah individu
= jumlah periode
= banyaknya peubah
Jika nilai F-Stat hasil pengujian lebih besar dari F-Tabel, maka cukup bukti
untuk melakukan penolakan terhadap hipotesis nol sehingga dugaan bahwa α
adalah sama untuk semua individu dapat ditolak (Firdaus 2011). Teknik regresi
data panel dengan FEM lebih baik dari model regresi data panel dengan PLS.
Uji Hausman
Uji Hausman dilakukan untuk memlih antara model REM dan FEM dengan
melihat kriteria Wald. Hipotesisnya sebagai berikut :
H0 :
)=0
H1 :
)≠0
Penolakan H0 digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan
Chi-square. Jika penilaian statistik Hausman lebih besar daripada nilai staitistik
Chi-square. Teknik regresi data panel dengan FEM lebih baik dari model regresi
data panel dengan REM.
Uji LM
Uji Chow dilakukan untuk memlih antara model
Hipotesisnya sebagai berikut :
H0 : PLS
H1 : REM
Penolakan pada H0 adalah dengan uji LM

[


PLS dan REM.

]

Dimana :
= jumlah individu
= jumlah periode
= residual metode PLS
Jika nilai LM test lebih besar dari nilai kritis statistik Chi-square , maka
cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesis nol yang berarti
estimasi yang tepat untuk regresi data panel adalah metode REM
Setelah melakukan uji pemilihan model terbaik dilanjutkan dengan Uji
asumsi yaitu Uji heteroskedastisitas, Uji Multikolinearitas, Uji Autokolerasi, dan
Uji Normalitas.
Uji Heteroskedastisitas
Salah satu asumsi dari model regresi linier bahwa ragam sisaan sama atau
homogen. Jika ragam sisaan sama untuk setiap pengamatan ke-i dari peubah-

12
peubah bebas dalam model regresi, maka dikatakan ada masalah
heteroskedastisitas. Heteroskedastositas sering terjadi di dalam data cross section.
Akibat heteroskedastisitas adalah dugaan parameter koefisien regresi dengan
metode OLS tetap tidak bias, dan masih konsisten, tapi standar errornya bias ke
bawah dan penduga OLS tidak efisien lagi. Mengatasi masalah ini bisa
menggunakan Uji Goldfeld-Quandt, Uji Breusch-Pagan atau Uji White.
Uji Multikolinearitas
Salah satu asumsi dari model regresi linier bahwa tidak ada hubungan linier
sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut. Jika hubungan tersebut ada,
kita katakan bahwa peubah-peubah bebas tersebut berkolinieritas ganda sempurna
(perfect multicollynearity). Cara mengatasinya dengan memanfaatkan informasi
sebelumnya, mengeluarkan peubah dengan kolinearitas tinggi, menggunakan
regresi komponen utama, menggabungkan data cross section dengan data time
series.
Uji Autokorelasi
Salah satu asumsi model regresi linier bahwa tidak ada autokorelasi antar
sissaan. Jika antar sisaan tidak bebas maka dapat dikatakan terdapat masalah
autokorelasi. Masalah autokorelasi sering terdapat dalam data time series.
Akibatnya nilai harapan dari dugaan koefisiennya sama dengan nilai sebenernya
atau tidak bias, mempunyai standart error yang bias ke bawah, dan penduga OLS
tidak efisien. Cara mengatasi autokorelasi adalah dengan generalized differencing,
prosedur Chchrane-Orcutt, dan prosedur Hildreth-Lu.
Uji Normalitas
Uji normalitas berguna untuk menentukan data yang telah dikumpulkan
berdistribusi normal atau diambil dari populasi normal. Metode klasik dalam
pengujian normalitas suatu data tidak begitu rumit. Data yang banyaknya lebih
dari 30 angka (n > 30), maka sudah dapat diasumsikan berdistribusi normal. Biasa
dikatakan sebagai sampel besarAda beberapa teknik yang dapat digunakan untuk
menguji normalitas data, antara lain: Dengan peluang normal, uji chi-kuadrat, uji
Liliefors.
Model Analisis Revisi Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM)
Pengolahan regresi panel pada analisis desentralisasi fiskal terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) menggunakan Model Fixed Effect.
IPMit = α + β1 lnPDRBit + β2 lnPPit + DF + εit

13
Model Analisis Revisi Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap Tenagakerja
Pengolahan regresi panel pada analisis desentralisasi fiskal terhadap
Tenagakerja menggunakan model Pooled OLS.
lnTKBit = α + β3 lnPADit + β4 lnUMPit + β5 lnPPit + DF + εit
Keterangan :
IPMit
TKBit
PDRBit
PADit
UMPit
PPit
DF
α
βi
εit

: Indeks Pembangunan Manusia Provinsi pada tahun t (IPM)
: Tenagakerja Bekerja Provinsi pada tahun t (%)
: Produk Domestik Regional Bruto Provinsi pada tahun t (rupiah)
: Penerimaan Asli Daerah Provinsi pada tahun t (rupiah)
: Upah Minimum Provinsi pada tahun t (rupiah)
: Pengeluaran Pemerintah Provinsi pada tahun t (orang)
: Dummy Desentralisasi Fiskal
0 = Sebelum Revisi kebijakan Desentralisasi Fiskal
1 = Sesudah Revisi kebijakan Desentralisasi Fiskal
: intercept
: slope ( i = 1, 2, ....., k)
: error term

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi IPM dan Tenagakerja di Sumatera
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Sumatera ada salah satu pulau terbesar di Indonesia dengan luas 443,1 km2.
Menurut sensus penduduk tahun 2010 sekitar 52,2 juta penduduk. Pulau Sumatera
terdiri dari 10 provinsi yaitu : Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Bangka
Belitung dan Kepulauan Riau. Pulau sumatera merupakan pulau yang kaya
dengan hasil bumi dan dengan populasi penduduk yang besar dapat dikatakan
pulau sumatera dapat dikembangkan menjadi pusat perekonomian kedua setelah
pulau Jawa.
Kesiapan pulau Sumatera dalam mengadapi pembangunan dapat dilihat dari
kesejahteraan masyarakat ditiap-tiap provinsi dengan menggunakan indikator
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang terdiri dari indikator kesehatan,
indikator pendidikan dan daya beli seseorang. IPM ini banyak digunakan oleh
berbagai negara sebagai gambaran kesejahteraan masyarakatnya. Di Indonesia
sejak tahun 2002 telah menggunakan perhitungan IPM setiap tahunnya. Tahun
sebelumnya hanya dilakukan perhitungan IPM dalam kurung waktu lima tahun
sekali.
Perkembangan perhitungan IPM di Indonesia mulai rutin dilakukan tiap
tahun pada tahun 2002 dikarenakan perhitungan ini sangatlah penting untuk
melihat perkembangan pembangunan manusia. Pada Gambar 4 memperlihatkan
pertumbuhan IPM yang signifikan dengan angkanya yang terus meningkat tiap
tahunnya. Pada tahun 2002 nilai IPM berkisaran 66,00 hingga 69,00 peningkatan

14
yang terjadi pada tahun 2012 berkisar pada 72,00 hingga 77,00 . Berdasarkan
range nilai IPM mencapai besaran sekitar 70-an hal ini menyatakan bahwa
pembangunan manusia yang telah berlangsung di wilayah sumatera termasuk
katagori cukup baik.
Garis pemisah untuk menggambarkan kondisi sebelum dan sesudah revisi
kebijakan desentralisasi fiskal. Pada gambar 4 memperlihatkan kenaikan yang
signifikan setelah adanya revisi kebijakan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal
ini mungkin saja menggambarkan setiap pemerintah daerah telah secara efektif
melakukan pengelolahan dengan baik untuk mensejahterakan masyarakatnya.

Sumber : IPM, Badan pusat statistik, 2002-2012 (diolah)

Gambar 4 Perkembangan IPM di Sumatera Tahun 2002-2012
Tenagakerja
Perkembangan jumlah kebutuhan akan Tenagakerja setiap tahunnya
bertambah hampir ada diseluruh provinsi di Indonesia akan tetapi ketersediaan
lapangan pekerjaan yang terbatas. Kurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan
didaerah pedesaan membuat banyak orang melakukan urbanisasi ke daerah
perkotaan. Di Indonesia pulau Jawa telah menjadi magnet tersendiri bagi seriap
orang untuk mencari lapangan pekerjaan.
Di Sumatera angkatan kerja setiap tahunnya bertambah terlihat pada gambar
5 menunjukan perkembangan angkatan kerja yang tetap tiap tahunnya. Angakatan
Tenagakerja paling tinggi terdapat pada provinsi Sumatera Utara yang berkisaran
6 juta orang setiap tahunnya. Dan yang paling kecil adalah bangka belitung yang
berkisaran 5 ratus ribu orang. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk Sumatera
Utara adalah yang paling banyak dibandingkan provinsi lain di pulau Sumatera
begitu juga sebaliknya pada Bangka Belitung.

15
7000000

Aceh

6000000
Sumut

Jumalah

5000000

Sumbar

4000000

Riau

3000000

Jambi

2000000

Sumsel

1000000

Bengkulu

0

Babel
Lampung
Sumber : Provinsi Dalam Angka, 2004-2012 (diolah)

Gambar 5 Perubahan angkatan kerja di Sumatera Tahun 2004-2012
Tingkat Pengangguran yang terjadi di provinsi Sumatera mengalami
penurunan yang rata-rata dimulai pada tahun 2005-2006. Akan tetapi dari tahun
2002-2004 banyak yang mengalami fluktuasi yang bisa saja terjadi peningkatan.
Menurut data tersebut telah menggambarkan bahwa adanya kebijakan
desentralisasi yang dimulai pada tahun 2001 belum dapat menurunkan
pengangguran secara efektif. Setelah adanya revisi Undang-Undang tahun 2004
berdampak pada menurunan tingkat penangguran yang signifikan tiap tahunnya.
Pada Tabel 2 menunjukan perubahan angka pengangguran yang terjadi. Angka
yang dipertebal memperlihatkan angka tingkat penangguran yang paling tinggi 7
dari 9 provinsi mengalami penurunan penangguran mulai tahun 2004-2006, 2
sisanya telah mengalami peurunan dari tahun 2002 dan 2003. Pada tahun 2012
tingat penangguran berada pada angka 7.43% -2.14%
Tabel 2 Tingkat pengangguran 9 Provinsi di Sumatera 2002-2012

Riau

Jambi

Beng
kulu

Lamp
ung

Bang
ka
Belitu
ng

Nama Propinsi

Aceh

2002

9.34

10.30

9.62

9.57

5.78

8.97

10.27

9.00

4.98

2003

11.19

10.94

10.21

10.55

6.38

8.14

9.65

8.23

9.4

2004

9.35

11.08

12.74

15.25

6.04

8.37

6.29

7.38

8.2

2005

12.50

10.98

11.50

13.91

8.59

6.15

6.15

6.85

8.1

2006

12.08

11.51

12.93

11.46

7.77

9.33

6.91

9.76

8.99

2007

10.27

10.10

11.02

10.39

6.74

9.34

5.12

8.29

6.49

2008

9.20

9.55

10.31

9.35

5.91

8.45

3.98

6.30

5.99

2009

9.31

8.25

7.90

8.96

5.20

8.38

5.31

6.18

6.14

2010

8.60

8.01

7.57

7.21

4.45

6.55

4.06

5.95

5.63

2011

8.27

7.18

7.14

7.04

3.85

6.07

3.41

5.24

3.61

2012

7.43

6.31

6.25

5.17

3.65

5.59

2.14

5.12

3.49

Tahun

Suma
tera
Barat

Suma
tera
Selata
n

Suma
tera
Utara

Sumber : Provinsi Dalam Angka, 2002-2012 (diolah)

16
Analisis Revisi Desentralisasi Fiskal terhadap Indeks Pembangunan Manusia
(IPM)
Pada pengujian ekonometrika menggunakan metode panel menunjukan hasil
estimasi lebih cocok menunjukan pada metode fixed effect dengan menggunakan
Uji Hausman pemilihan antara pemilihan REM dan FEM dan dilanjutkan dengan
Uji Asumsi. Hasil analisis dari model ekonometrika yang terbentuk dirangkum
pada tabel 1 melihatkan hasil estimasi dari metode fixed effect pada data panel
untuk analisis desentralisasi fiskal terhadap IPM. Pada tabel R-Squared sebesar
0.822571 menunjukan bahwa variabel-variabel independen yang digunakan pada
model mampu menjelaskan variabel dependennya sebesar 82%. Probabilitas Fstatistik yang lebih kecil dari taraf nyata 10% menunjukan signifikan pada uji F.
Tabel 3 Hasil estimasi desentralisasi fiskal terhadap indeks pembangunan manusia
di Sumatera pada periode 2002-2012
Variabel Dependent : IPM
Variabel
Koefisien
t-Statistic
Probabilitas
LNPP
1.416001
4.809411
0.0000
LNPDRB
0.510320
1.392431
0.08375
DF
2.198790
5.650647
0.0000
C
14.36530
1.322505
0.1896
R-Squared
0.822571
F-statistic
34.98107
Adjusted R0.799056
Prob(F-statistic)
0.000000
Squared
Pada hasil estimasi regresi data panel fungsi yang berasal dari teori dan
penelitian sebelumnya menunjukan faktor yang mempengaruhi tenagakerja
bekerja di Sumatera adalah Pengeluaran Pemerintah (PP), Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), dan Dummy Fiskal
Pengeluaran pemerintah memiliki probabilitas yang lebih kecil dari taraf
nyata 10% yang menandakan variabel ini signifikan mempengaruhi IPM. Maka
dapat djelaskan bahwa kenaikan pengeluaran pemerintah sebesar 1%
mempengaruhi perubahan IPM sebesar 1.416001%.
Pengeluaran pemerintah terbagi atas pengeluaran publik dan pengeluaran
pegawai. Pada pengeluaran publik pemerintah mengeluarkan subsidi-subsidi yang
dilakukan untuk membantu masyarakat. Sehingga subsidi yang diberikan pada
sektor pendidikan dan kesehatan telah mempengaruhi kenaikan IPM tersebut.
Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Razmi (2012) yang
memperlihatkan bahwa pengeluaran pemerintah mempengaruhi IPM. Pemerintah
akan memberikan investasi terhadap barang publik seperti sekolah, kesehatan, dan
lain-lain sehingga secara langsung dapat meningkatkan IPM.
PDRB memiliki probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata 10% yang
menandakan variabel ini signifikan mempengaruhi IPM dengan koefisien sebesar
0.510320 memperlihatkan adanya kenaikan PDRB juga akan menaikan IPM.
Aspek IPM salah satunya dayabeli seseorang atau pendapatan perkapita,
tingginya angka ini akan meningkatkan nilai IPM. Desentralisasi fiskal telah
meningkatkan PDRB dengan setiap daerah memaksimalkan pendapatannya .

17
Revisi kebijakan desentralisasi fiskal memiliki probabilitas yang lebih kecil
dari taraf nyata 10%. Maka dapat djelaskan bahwa revisi kebijakan fiskal yang
dilakukan pada tahun 2004 akan menambah IPM sebesar 2.198790. Desentralisasi
fiskal dilakukan untuk meningkatkan kemandirian daerah dalam mengelolah
pemerintahan dan alokasi pendanaan. Peningkatan pelayanan menjadi tujuan
utama untuk mensejahterakan masyarakat yang lebih efektif dan efisien. Pada
sektor keuangan setiap daerah mampu mengoptimalisasi sumber-sumber
keuangannya. Berbeda saat pemerintahan bersifat sentralisasi yang pemerintah
pusatlah yang mengatur. Dengan peningkatan sumber keuangan ini setiap daerah
dapat mengalokasikannya langsung kepada masyarakat lewat pendanaan pada
sektor-sektor yang terkait seperti rumah sakit, sekolah, pasar, dan lain-lain.

Analisis Revisi Desentralisasi Fiskal terhadap Tenagakerja
Pada pengujian ekonometrika menggunakan metode panel menunjukan hasil
estimasi lebih cocok menunjukan pada metode Pooled OLS dengan menggunakan
Uji Chow pemilihan antara pemilihan PLS dan FEM dan dilanjutkan dengan Uji
Asumsi. Tabel 3 melihatkan hasil estimasi dari metode Pooled OLS pada data
panel untuk analisis desentralisasi fiskal terhadap Tenagakerja. Pada tabel, RSquared sebesar 0.761117 menunjukan bahwa variabel-variabel independen yang
digunakan pada model mampu menjelaskan variabel dependennya sebesar 76%.
Probabilitas F-statistik yang lebih kecil dari taraf nyata 5% menunjukan signifikan
pada uji F.
Tabel 4 Hasil estimasi desentralisasi fiskal terhadap Tenagakerja di wilayah
sumatera pada periode 2002-2012
Variabel Dependent : LNTKB
Variabel
Koefisien
t-Statistic
Probabilitas
LNUMP
-1.161038
-5.653069
0.0000
LNPP
0.373098
4.463797
0.0000
LNPAD
0.690159
9.188025
0.0000
DF
-0.230743
-1.554647
0.0520
C
0.953541
0.437647
0.6629
R-Squared
0.761117
F-statistic
62.13004
Adjusted R0.748867
Prob(F-statistic)
0.000000
Squared
Pada hasil estimasi regresi data panel fungsi yang berasal dari teori dan
penelitian sebelumnya menunjukan faktor yang mempengaruhi tenagakerja
bekerja di Sumatera adalah Upah Minimum Provinsi (UMP), Pengeluaran
Pemerintah (PP), Penerimaan Asli daerah (PAD), dan Dummy Fiskal.
Upah Minimum Provinsi (UMP) memiliki probabilitas yang lebih kecil dari
taraf nyata 5% sehingga UMP mempengaruhi secara signifikan terhadap
tenagakerja bekerja dengan nilai koefisien -1.161038. Nilai minus pada koefisien
UMP menunjukan bahwa peningkatan upah setiap tahunnya akan menurunkan
jumlah tenagakerja bekerja. Sama dengan teori yang terdapat (Bellante. Jackson
1990) yang mengambarkan jumlah tenagakerja terhadap upah. Pada kurva

18
permintaan yang mengambarkan tingginya upah yang ditawarkan akan
menguraingi jumlah tenagakerja. Jika dijelaskan pada kondisi perusahaan yang
harus memilih untuk menambah jumlah pekerja dengan mengurangi upah atau
perusahaan akan menaikan upah akan tetapi berakibat pada pengurangan orang
yang bekerja. Suatu perusahaan akan mementingkan efisensi dalam mengelolah
modal dan tenagakerja.
Variabel lain yang memperlihatkan signifikan berpengaruh terhadap
Tenagakerja adalah Pengeluaran pemerintah yang memiliki probabilitas yang
lebih kecil dari taraf nyata 5% dan memiliki nilai koefisien sebesar 0.373098.
Pada penelitian sebelumnya pada Dirgantoro (2010) mengatakan adanya
peningkatan belanja pemerintah akan berdampak pada peningkatan PDRB yang
secara langsung peningkatkan penyerapan tenagakerja. Chambers dan Quiggin
(2005) juga mengatakan dampak subsidi yang dikeluarkan pemerintah akan
meningkatkan penyerapan tenagakerja.
Pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki probabilitas yang lebih kecil
dari taraf nyata 5% sehingga PAD mempengaruhi secara signifikan terhadap
kenaikan jumlah Tenagakerja. Maka dapat dijelaskan bahwa bahwa kenaikan 1%
pendapatan asli daerah akan menambah jumlah Tenagakerja sebesar 0.690159%.
Besarnya penerimaan PAD bersumber pada pajak yang berasal dari masyarakat.
Tingginya angka tingkat Tenagakerja akan mempengaruhi banyaknya orang yang
akan membayar pajak sehingga pendapatan PAD yang berasal dari pajak pun
meningkat. pada penelitian sebelumnya Suparno (2010) mengatakan peningkatan
PAD yang disebabkan oleh desentralisasi fiskal sebenarnya cukup mampu
menggerakan perekonomian sehingga menciptakan lapangan pekerjaan yang baru.
Akan tetapi peningkatan angkatan kerja tidak dapat seluruhnya tertamppung oleh
lapangan pekerjaan yang baru.
Pada dummy desentralisasi fiskal terlihat bahwa probabilitas probabilitas
yang lebih kecil dari taraf nyata 5% dan koefisien dummy menyatakan setelah
adanya revisi kebijakan desentralisasi fiskal menggambarkan tenagakerja bekerja
di Sumatera berkurang dengan koefisien 0.230743. Berkurangnya penyerapan
tenagakerja di Sumatera karena masih banyak orang yang lebih tertarik untuk
bekerja di luar Sumatera. Padahal Sumatera memiliki banyak potensi untuk
menciptakan lapangan pekerjaan apalagi dengan adanya rencana pembangunan
yang menjadikan Sumatera sebagai koridor ekonomi ke dua setelah Jawa.
Optimisasi pada sumberdaya yang dimiliki akan menciptakan lapangan pekerjaan
sehingga akan menarik lebih banyak para pekerja.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak revisi desentralisasi fiskal
tahun 2004 terhadap Indeks Pembangunan Manusia dan tenagakerja di Sumatera
dengan metode analisis panel dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Adanya pertumbuhan IPM yang signifikan dengan angkanya yang terus
meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2012 berkisar pada 72 hingga 77
yang menandakan bahwa pembangunan manusia yang telah berlangsung

19
di wilayah sumatera termasuk katagori cukup baik. Jumlah angkatan kerja
setiap tahunnya tetap bahkan bertambah dan tingkat penangguran menurun
sehingga penyerapan tenagakerja lebih tinggi pada tahun 2012.
2. Pada analisis pengaruh desentralisasi fiskal terhadap IPM terdapat variabel
yang berpengaruh signifikan yaitu pengeluaran pemerintah, produk
domestik bruto dan dummy desentralisasi fiskal. Ini menyatakan bahwa
pengeluaran pemerintah, produk domestik regional bruto dan dummy
desentralisasi fiskal telah mempengaruhi IPM. Setelah adanya revisi
kebijakan desentralisasi fiskal memperlihatkan adanya kenaikan IPM yang
sangat signifikan.
3. Pada analisis pengaruh revisi desentralisasi fiskal terhadap Tenagakerja
terdapat variabel yang berpengaruh positif yaitu, pengeluaran pemerintah
dan pendapatan asli daerah. Variabel upah minimum provinsi berpengaruh
negatif terhadap Tenagakerja hasil ini sama dengan teori. koefisien dummy
sebesar 0.230743 menyatakan dengan adanya revisi kebijakan
desentralisasi fiskal malah mengurangi tenagaerja karena perekonomian
Indonesia yang terus meningkat belum mampu menyediakan lapangan
pekerjaan dan para pekerja lebih tertarik untuk