Analisis Permintaan Uang dan Disinflasi di Negara ASEAN : Analisis Data Panel

ANALISIS PERMINTAAN UANG DAN DISINFLASI DI
NEGARA ASEAN : ANALISIS DATA PANEL

MELIANA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Permintaan
Uang dan Disinflasi di Negara ASEAN : Analisis Data Panel adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Meliana
NIM H14100125

ABSTRAK
MELIANA. Analisis Permintaan Uang dan Disinflasi di Negara ASEAN :
Analisis Data Panel. Dibimbing oleh IMAN SUGEMA.
Penelitian ini secara empiris meneliti mengenai kondisi inflasi dan faktorfaktor yang mempengaruhi permintaan uang jangka panjang di Negara ASEAN
(Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam) selama Januari 2008
hingga Maret 2013. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan panel
kointegrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan tingkat inflasi
(disinflasi) di negara tersebut sejak Januari 2009 hingga September 2009. Selain
itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa permintaan uang secara signifikan
dipengaruhi oleh suku bunga domestik (diproksikan oleh deposit rate) dan output
(diproksikan oleh manufacturing production index).
Kata kunci: disinflasi, permintaan uang, panel kointegrasi, ASEAN

ABSTRACT
MELIANA. Analysis of Money Demand and Disinflation in Selected ASEAN

Countries : Panel Data Analysis. Supervised by IMAN SUGEMA.
This study empirically examines the state of inflation and the factors that
affect the long-term money demand in ASEAN countries (Indonesia, Malaysia,
Philippines, Singapore, and Vietnam) during January 2008 to March 2013. This
study was performed using a panel cointegration. The results showed that a
decline in the rate of inflation (disinflation) in the country from January 2009 to
September 2009. In addition, the results also indicate that the demand for money
is significantly influenced by the domestic interest rate (proxied by the deposit
rate) and output (proxied by manufacturing production index).
Keywords : disinflation, money demand, panel cointegration, ASEAN

ANALISIS PERMINTAAN UANG DAN DISINFLASI DI
NEGARA ASEAN : ANALISIS DATA PANEL

MELIANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada

Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Permintaan Uang dan Disinflasi di Negara ASEAN :
Analisis Data Panel
Nama
: Meliana
NIM
: H14100125

Disetujui oleh

Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec
Pembimbing


Diketahui oleh

Dr Ir Dedi Budiman Hakim, M.Ec
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 ini adalah Analisis
Permintaan Uang dan Disinflasi di Negara ASEAN : Analisis Data Panel.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
ayahanda Amiludin Sirait, ibunda Siti Hajar Hutagaol, kedua adik penulis Vinny
dan Adhitya Sirait, Om Yusuf Sitorus, Tante Hotmaida Sirait, Alifian Akram
Fahreza, Alifah Iftinan, Aliyah Dzil Izzati, serta seluruh keluarga, atas segala doa,
kasih sayang, serta semangat yang terus diberikan untuk penulis. Selain itu,
penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec selaku pembimbing yang selalu
memberikan arahan dan motivasi kepada penulis,
2. Bapak Dr. Alla Asmara selaku dosen penguji utama dan Ibu Widyastutik,

M.Si selaku komisi pendidikan atas kritik serta saran yang membangun dan
bermanfaat yang diberikan kepada penulis,
3. Kak Farhana Zahrotunnisa selaku asisten dosen yang senantiasa memberikan
masukan serta semangat yang tiada hentinya,
4. Sahabat-sahabat SMA : Wenny Ayunisa, Muhammad Fakhri Nugraha, Citra
Riandini, Eka Chintya Adiyanti, Ahmad Zulfahmi, Muhammad Bimo
Prabowo yang selalu mengingatkan untuk selalu optimis,
5. Sahabat-sahabat semasa kuliah : Fitria Permata Sari, Elis Maisari, Selly
Efriani, Ria Rosmayanti, Cynthia Putri Prameswari, Fithri Tyas Hapsari,
6. Teman satu bimbingan : Penny Septina, Muhammad Yunus Djamaluddin,
Muhammad Rifki Maulana, Yohanes Putra Abadi, Erma Fatimah, serta
Galishia yang selalu memberikan masukan dan motivasi selama penyusunan
skripsi ini,
7. Nindya, Sasha, Chika, Uke, Fazri, Alfin, Hani, Dede Linda, Dodo, Gialdy,
Nicco, dan teman-teman Ekonomi dan Studi Pembangunan Angkatan 47
lainnya yang selalu memberikan keceriaan, masukan, pelajaran, motivasi
kepada penulis. Semoga kita semua sukses di jalan kita masing-masing
nantinya. Aamiin.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Mei 2014
Meliana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

4

Ruang Lingkup Penelitian

4


TINJAUAN PUSTAKA
METODE

4
15

Jenis dan Sumber Data

15

Metode Pengolahan Data

16

Metode Analisis Data

16

HASIL DAN PEMBAHASAN


25

Analisis Deskriptif Untuk Melihat Kondisi Disnflasi di 5 Negara ASEAN

25

Uji Stasioneritas Data Panel

29

Pemilihan Model Terbaik

31

Uji Kointegrasi Data Panel

34

SIMPULAN DAN SARAN


36

Simpulan

36

Saran

36

DAFTAR PUSTAKA

37

LAMPIRAN

39

RIWAYAT HIDUP


61

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Variabel dan Sumber Data
Hasil Uji Akar Unit Pada Data Panel (Panel Unit Root Test)
Uji Chow Terhadap Model Permintaan Uang Sederhana Chowdhury
Uji Chow Terhadap model Permintaan Uang Sederhana Leventakis
Hasil Estimasi Model Pemintaan Uang Sederhana Chowdhury Untuk
Wilayah Perekonomian Terbuka
6 Kao Residual Cointegration Test

16
30
31
31
34
35

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Permintaan Uang Untuk Transaksi
Permintaan Uang Untuk Transaksi
Permintaan Uang Bermotif Spekulasi (Liquidity Preferences)
Permintaan Uang Total
Kerangka Pemikiran
Kondisi Inflasi Indonesia Periode Januari 2008 hingga Maret 2013
Kondisi Inflasi Malaysia Periode Januari 2008 hingga Maret 2013
Kondisi Inflasi Filipina Periode Januari 2008 hingga Maret 2013
Kondisi Inflasi Singapura Periode Januari 2008 hingga Maret 2013
Kondisi Inflasi Vietnam Periode Januari 2008 hingga Maret 2013

7
7
8
9
14
27
28
28
28
29

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Hasil Output Eviews Untuk Panel Unit Root Test
Uji Normalitas
Uji Chow
Hasil Estimasi Model Pemintaan Uang Sederhana Chowdhury Untuk
Wilayah Perekonomian Terbuka
5 Hasil Estimasi Model Pemintaan Uang Sederhana Leventakis Untuk
Wilayah Perekonomian Terbuka

40
53
54
55
58

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Peran bank sentral dalam perekonomian suatu negara sangat penting. Bank
sentral adalah mitra utama pemerintah dalam menggerakkan berbagai kegiatan
ekonomi melalui kebijakan suku bunga dengan statusnya sebagai otoritas
moneter. Sebagai otoritas moneter, bank sentral memiliki tujuan, tugas, maupun
wewenang yang tidak dimiliki lembaga ekonomi lainnya. Bank sentral pada
hakikatnya memiliki peran dan fungsi yang sama, yaitu menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter. Bank sentral dalam pelaksanaan tugas, fungsi,
dan wewenangnya terbebas dari intervensi pemerintah.
Kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter
(biasanya bank sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan kredit yang
pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Kebijakan
moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro.
Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi
makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan
pembangunan, dan keseimbangan neraca pembayaran. Oleh karena itu, kebijakan
moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk
mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas
harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan
neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga
stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga
serta neraca pembayaran internasional yang seimbang.
Kebijakan moneter merupakan salah suatu ilustrasi kebijakan yang
digunakan untuk mengatasi permasalahan ekonomi dengan tujuan utama adalah
memelihara kestabilan mata uang. Kebijakan moneter juga merupakan salah satu
kebijakan yang digunakan untuk meningkatkan dan menjaga kestabilan
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ukuran kemajuan perekonomian dalam suatu
negara akan selalu dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang terjadi di negara
tersebut. Begitu pula untuk negara-negara yang masih berkembang, seperti
Indonesia dan beberapa negara ASEAN lainnya. Kebijakan moneter merupakan
bagian integral kebijakan ekonomi makro yang ditunjukkan untuk mendukung
tercapainya berbagai sasaran akhir pembangunan ekonomi yang pada umumnya
mencakup pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, kestabilan harga
dan keseimbangan neraca pembayaran (Pohan 2008).
Pentingnya kebijakan moneter yang efektif dalam suatu negara
menyebabkan faktor-faktor penentu dan stabilitas permintaan uang menjadi
semakin krusial. Stabilitas permintaan uang memainkan peran yang penting dalam
efektivitas kebijakan moneter. Kestabilan harga merupakan salah satu target dari
kebijakan ekonomi makro. Krisis mata uang dan krisis perbankan akan
mempengaruhi ketidakstabilan permintaan uang. Penurunan kepercayaan
masyarakat terhadap sektor perbankan akan mendorong masyarakat untuk
menarik deposit mereka dan menginvestasikan kembali ke aset riil dan aset
keuangan lainnya.

2
Dotsey dan Jornstein (2003) melihat bahwa ketidakstabilan permintaan uang
dapat menjadi salah satu sumber kemungkinan terjadinya guncangan (shock).
Fraga et al. (2003) juga mengemukakan bahwa permintaan uang yang tidak stabil
dapat memicu guncangan moneter yang tidak terduga dan memberikan tantangan
baru dalam penargetan inflasi langsung (direct inflation targeting) di negara
berkembang. Oleh karena itu, stabilitas permintaan uang memegang peranan
penting bagi pelaksanaan kebijakan moneter yang lebih efektif dalam
menciptakan kondisi perekonomian yang lebih baik.
Stabilitas permintaan uang jangka panjang suatu negara dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang menentukan permintaan uang itu sendiri. Sehingga faktorfaktor yang menentukan besar kecilnya permintaan uang suatu negara juga
menjadi hal yang menarik untuk diteliti. Jumlah permintaan uang di suatu negara
dipengaruhi banyak faktor, antara lain kebijakan pemerintah, politik, dan
keamanan. Faktor yang paling mempengaruhi perkembangan jumlah uang antara
lain pendapatan nasional, nilai tukar dan tingkat suku bunga (Boediono 1985).
Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi besar kecilnya permintaan uang suatu
negara. Dengan adanya kenaikan dan penurunan jumlah permintaan uang
mengakibatkan terjadinya fluktuasi terhadap kondisi likuiditas perekonomian
suatu negara.
Menurut Keynes, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
permintaan uang adalah keinginan untuk bertransaksi. Dalam keinginan
bertransaksi, hal yang berpengaruh adalah pendapatan. Tingkat pendapatan
nasional merupakan salah satu indikator tingkat keberhasilan pembangunan
ekonomi di suatu negara serta dapat dijadikan cerminan kesejahteraan masyarakat.
Tingkat pendapatan mempengaruhi keinginan orang untuk bertransaksi. Semakin
besar pendapatan maka semakin besar keinginan masyarakat untuk bertransaksi.
Keinginan bertransaksi yang semakin besar akan mengakibatkan permintaan akan
uang semakin meningkat.
Dalam kaitannya memenuhi kebutuhan akan uang, masyarakat
dipengaruhi oleh tingkat suku bunga perbankan. Menurut teori klasik, tabungan
merupakan fungsi dari tingkat suku bunga dimana pergerakan suku bunga pada
perekonomian akan mempengaruhi tabungan (saving) yang terjadi. Manusia
dihadapkan pada pilihan antara memegang uang tunai dan menyimpannya dalam
lembaga keuangan. Masyarakat juga harus mengetahui keuntungan-keuntungan
yang didapat dalam memegang uang secara tunai ataupun menyimpannya guna
mendapatkan pendapatan dalam bentuk bunga. Manusia dalam tujuan memegang
uang di bank juga memiliki faktor-faktor lain yang mempengaruhi yakni
meningkatkan kekayaan dimasa depan melalui simpanan berjangka.
Masyarakat juga memiliki hubungan dengan masyarakat luar negeri dalam
hal transaksi. Dalam bertransaksi dengan masyarakat luar negeri, masyarakat
menggunakan sebuah mata uang yang telah ditetapkan yang biasanya memiliki
nilai yang kuat. Oleh karena itu, nilai tukar atau kurs juga memiliki pengaruh
dalam permintaan uang masyarakat. Jika mata uang suatu negara mengalami
apresiasi (menguat), maka permintaan uang negara tersebut akan meningkat.
Perhatian terhadap inflasi merupakan hal yang penting, mengingat inflasi
adalah permasalahan utama yang dialami setiap negara di dunia, termasuk negaranegara di kawasan ASEAN. Sehingga inflasi selalu menjadi topik yang menarik
untuk dibahas. Bagi negara yang menerapkan direct inflation targeting, seperti 5

3
negara yang menjadi objek penelitian kali ini, pencapaian inflation targeting
membutuhkan adanya suatu sasaran antara. Salah satu sasaran antara dari
kebijakan inflation targeting adalah broad money (M2). Kestabilan broad money
sangat penting untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter. Oleh
karena itu, kondisi inflasi suatu negara menjadi sangat penting perannya dalam
stabilitas kebijakan moneter.
Banyak literatur yang memuat aspek teoritis maupun empiris tentang
permintaan uang bagi negara-negara maju maupun berkembang dan
menyimpulkan bahwa pendapatan riil (dalam penelitian ini di-proxy-kan dengan
manufacturing production index), tingkat suku bunga (dalam penelitian ini
digunakan deposit rate dan federal fund rate untuk menjelaskan domestic interest
rate dan foreign interest rate), nilai tukar, dan tingkat inflasi merupakan variabelvariabel penting dalam fungsi permintaan uang.
Perumusan Masalah
Krisis ekonomi global pada tahun 2008 memberikan dampak yang cukup
signifikan bagi perekonomian negara-negara di dunia, terutama Amerika dan
Eropa. Kawasan ASEAN juga merasakan dampak dari krisis ekonomi global 2008
walaupun tidak separah yang dialami kawasan Eropa dan Amerika. Selain itu,
berbeda dari krisis Asia pada 1997-1998 di mana pertumbuhan ekonomi yang
sehat di negara maju membantu mendukung pemulihan Asia. Kali ini, Amerika
Serikat, Jepang, dan Eropa justru masuk ke dalam resesi parah. Oleh karena itu,
krisis yang terjadi juga memberikan pengaruh bagi negara ASEAN yang
pertumbuhan ekonominya sangat tergantung pada ekspor. Akibatnya, berdasarkan
data Asian Development Bank 2009, pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara
mengalami penurunan, hanya 4.3% di tahun 2008, dibandingkan dengan 6.4%
pada tahun 2007.
Krisis ekonomi global juga mengakibatkan terjadinya lonjakan harga-harga
komoditas. Sebagai akibat dari lonjakan harga komoditas, terutama minyak bumi
yang mencapai US $148 per barel, inflasi melonjak tajam pada perekonomian
ASEAN tahun 2008. Inflasi melonjak lebih dari dua kali lipat di semua kawasan
kecuali Indonesia dan Laos. Inflasi yang tinggi ini dapat menjadi salah satu
pemicu terjadinya ketidakstabilan permintaan uang. Ketidakstabilan permintaan
uang nantinya akan menjadi pemicu terjadinya guncangan moneter sehingga
kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara maksimal.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana kondisi inflasi di ASEAN terutama Indonesia, Malaysia,
Filipina, Singapura, dan Vietnam selama periode Januari 2008 hingga
Maret 2013? Apakah terjadi disinflasi di 5 Negara ASEAN selama periode
tersebut?
2. Apakah model permintaan uang sederhana yang dirumuskan oleh
Chowdhury dapat menjelaskan kondisi jangka panjang permintaan uang
pada 5 Negara ASEAN?

4
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini terkait dengan
permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya adalah :
1. Menganalisis kondisi inflasi di ASEAN terutama Indonesia, Malaysia,
Filipina, Singapura, dan Vietnam selama periode Januari 2008 hingga
Maret 2013. Terjadi disinflasi di 5 Negara ASEAN selama periode
tersebut atau tidak.
2. Menganalisis kemampuan model permintaan uang sederhana yang
dirumuskan oleh Chowdhury dalam menjelaskan kondisi jangka panjang
permintaan uang pada 5 Negara ASEAN.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana bagi bank sentral atau
otoritas moneter di Negara Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam
dalam mengambil langkah dalam pencapaian inflasi yang rendah dan stabil
melalui kebijakan suku bunga ataupun inflation targeting framework untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Selain itu, penelitian ini juga
diharapkan dapat menjadi inspirasi pembuatan kebijakan bersama di antara 5
Negara tersebut untuk mencapai stabilitas permintaan uang guna menjaga
kestabilan dan efektivitas kebijakan moneter di masing-masing negara.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada pengujian akar unit data panel
(panel unit root test), panel kointegrasi, dan melihat kondisi inflasi yang terjadi di
Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam selama periode Januari
2008 hingga Maret 2013. Dalam penelitian ini akan dilihat hubungan jangka
panjang (kointegrasi) antara permintaan uang dengan suku bunga domestik, suku
bunga asing, output, dan nilai tukar nominal. Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah broad money (M2), inflasi, manufacturing production index
sebagai proksi untuk output, deposit rate sebagai proksi untuk suku bunga
domestik, federal fund rate sebagai proksi untuk suku bunga asing, dan nilai tukar
nominal.

TINJAUAN PUSTAKA
Permintaan Uang
Permintaan uang adalah suatu kebutuhan masyarakat akan uang tunai.
Berdasarkan teorinya, permintaan uang ini dibagi menjadi dua bagian yaitu teori
kuantitas uang klasik dan teori uang keynesian. Beberapa hal yang mempengaruhi
permintaan uang, di antaranya sebagai berikut:

5
a) Pendapatan Rill, semakin tinggi pendapatan permintaan akan uang akan
semakin besar. Ini dikarenakan konsumsi dan tabungan akan bertambah seiring
dengan meningkatnya pendapatan.
b) Tingkat Suku Bunga, semakin tinggi suku bunga permintaan akan uang untuk
motif spekulasi akan berkurang. Hal ini dikarenakan tingginya suku bunga
akan membuat biaya pinjaman uang untuk berspekulasi semakin bertambah
mahal. Selain itu, jika tingkat suku bunga tinggi, orang akan lebih baik
memilih untuk menabung di bank daripada untuk berspekulasi.
c) Tingkat Harga Umum, semakin tinggi tingkat harga umum, permintaan akan
uang akan semakin bertambah. Hal ini dikarenakan harga barang dan jasa
bertambah mahal, dan untuk membelinya diperlukan uang yang lebih banyak
pula dan mengakibatkan permintaan akan uang juga semakin bertambah.

Teori Kuantitas Uang
Teori kuantitas uang dikembangkan oleh Irving Fisher pada awal abad dua
puluh. Teori kuantitas uang tersebut disampaikan dalam bukunya The Purchasing
Power of Money tahun 1911. Fisher ingin melihat hubungan antara kuantitas uang
(money supply) dan PDB nominal P×Y . Konsep yang menghubungkan M dan P
×Y disebut velositas uang (velocity of money). Velositas uang adalah tingkat
perputaran uang yang didefinisikan sebagai berikut :
M
dengan :
V
= velositas uang
P
= tingkat harga
Y
= pendapatan agregat
M
= kuantitas uang
Dengan mengalikan kedua sisi dengan M , maka persamaan yang
menghubungkan pendapatan nominal dengan kuantitas uang dan velositas
(equation of exchange) adalah :
M
Irving Fisher juga mengemukakan bahwa velositas uang ditentukan oleh
kelembagaan dalam ekonomi yang akan mempengaruhi cara individu melakukan
transaksi. Dalam jangka pendek, aspek kelembagaan sulit berubah. Oleh karena
itu, dalam jangka pendek velositas uang akan konstan. Pandangan Fisher bahwa
velositas uang adalah konstan pada jangka pendek telah mentransformasi equation
of exchange menjadi teori kuantitas uang yang menyebutkan bahwa pendapatan
nominal ditentukan oleh pergerakan dalam kuantitas uang.
Para ahli ekonomi klasik (termasuk Fisher) menganggap bahwa upah dan
harga adalah fleksibel. Oleh karena itu, mereka percaya bahwa tingkat output
agregat (Y ) yang diproduksi oleh perekonomian pada waktu normal akan berada
pada tingkat full equilibrium, sehingga Y juga akan konstan dalam jangka pendek.
Dengan demikian, teori kuantitas uang mengemukakan bahwa jika M berubah
maka P juga akan berubah dalam jangka pendek (karena V dan Y konstan). Untuk
para ekonom klasik, teori kuantitas uang mampu menjelaskan pergerakan dalam

6
tingkat harga, yaitu : pergerakan tingkat harga merupakan akibat dari perubahan
kuantitas uang.
Teori kuantitas uang menunjukkan berapa banyak uang yang dipegang
untuk tingkat pendapatan tertentu, sehingga teori ini juga merupakan teori
permintaan uang (theory of the demand for money). Hal tersebut dapat
ditunjukkan dengan membagi kedua sisi dari persamaan teori kuantitas uang
dengan V , sehingga diperoleh :
M
Dimana PY adalah P ×Y , yang merupakan pendapatan nominal. Ketika
pasar uang dalam ekuilibrium maka kuantitas uang (M ) akan sama dengan jumlah
uang yang diminta (M d), sehingga M dapat diganti dengan M d . Dengan demikian
persamaan (3) dapat dituliskan :
M
Oleh karena itu, teori kuantitas uang dari Irving Fisher menyebutkan bahwa
permintaan uang merupakan fungsi dari pendapatan dan suku bunga tidak
berpengaruh terhadap permintaan uang. Fisher berkesimpulan seperti itu karena ia
percaya bahwa orang memegang uang hanya untuk melakukan transaksi.
Sehingga teori ini berpandangan bahwa uang hanya berfungsi sebagai alat tukar.
Dengan demikian, menurut teori ini permintaan uang ditentukan oleh : (1) tingkat
transaksi yang dihasilkan oleh tingkat pendapatan nominal ( PY ), dan (2)
kelembagaan dalam ekonomi yang akan mempengaruhi cara individu melakukan
transaksi yang menentukan velositas uang, dengan demikian juga menentukan k.

Teori Moneter Keynes
Keynes sependapat dengan para ahli ekonom klasik tentang fungsi uang
sebagai alat tukar. Hal ini mempunyai konsekuensi adanya permintaan uang untuk
kebutuhan transaksi, sebagaimana yang diajarkan para ekonom klasik. Keynes
juga sependapat dengan para ekonom Cambridge yang berpandangan bahwa uang
mempunyai fungsi sebagai penyimpan kekayaan yang dipengaruhi terutama oleh
tingkat bunga dan tingkat pengembalian yang diharapkan. Tetapi Keynes
melangkah lebih jauh dengan menekankan sangat pentingnya peranan tingkat
bunga dalam mempengaruhi perilaku masyarakat memilih memegang uang tunai
atau surat-surat berharga. Penekanan faktor tingkat bunga terhadap keinginan
memegang uang inilah yang memungkinkan analisis permintaan uang sebagai alat
untuk memperoleh keuntungan. Permintaan uang untuk memperoleh keuntungan
inilah yang disebut sebagai permintaan uang untuk spekulasi.

Permintaan Uang Sebagai Alat Transaksi
Sebenarnya Keynes membedakan permintaan uang untuk transaksi menjadi
dua komponen, yaitu untuk transaksi rutin dan transaksi yang tak dapat diduga
sebelumnya. Permintaan uang untuk transaksi rutin ini yang disebutnya sebagai
transaction motive demand for money. Sedangkan permintaan uang untuk

7
transaksi tak terduga disebutnya sebagai permintaan uang untuk berjaga-jaga
(precautionary motive). Tidak ada perbedaan prinsipil antara permintaan uang
untuk transaksi dan berjaga-jaga. Karenanya, permintaan uang untuk transaksi dan
berjaga-jaga dapat digabungkan menjadi permintaan uang untuk transaksi.
Tidak ada perbedaan antara teori Keynes tentang permintaan uang untuk
transaksi dengan teori permintaan uang untuk transaksi menurut para ekonom
klasik. Besarnya permintaan uang untuk transaksi berhubungan positif dengan
tingkat pendapatan nasional. Jika pendapatan makin besar maka permintaan uang
untuk transaksi juga makin besar. Secara grafis dapat dinyatakan seperti pada
Gambar 1.

Sumber : Manurung, M. dan Pratama, R (2004)

Gambar 1 Permintaan Uang Untuk Transaksi
Gambar di atas menunjukkan bila tingkat pendapatan nasional meningkat
(Y) misalnya dari Y1 ke Y2, maka permintaan uang untuk transaksi juga
meningkat dari MT1 ke MT2. Kegiatan yang tercakup dalam peningkatan
permintaan uang untuk transaksi ini adalah untuk kegiatan rutin maupun non rutin
(berjaga-jaga). Secara matematis hubungan tersebut dapat dinyatakan sebagai
berikut :
M
dimana: M
Karena hanya terkait dengan pendapatan maka permintaan uang untuk
transaksi tidak sensitif terhadap tingkat bunga : berapapun tingkat bunga, jumlah
permintaan uang untuk transaksi tidak berubah. Jika hal ini yang terjadi maka
permintaan uang akan inelastis sempurna, seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.

Sumber : Manurung, M. dan Pratama, R (2004)

Gambar 2 Permintaan Uang Untuk Transaksi

8
Permintaan Uang Untuk Spekulasi
Permintaan uang untuk spekulasi adalah keinginan memegang uang tunai
sebagai alternatif dari menyimpannya dalam bentuk obligasi konsol. Permintaan
uang untuk spekulasi berhubungan erat dengan perkiraan tingkat bunga di masa
mendatang. Perkiraan tingkat bunga di masa mendatang sangat ditentukan oleh
persepsi seseorang tentang tingkat bunga yang dianggap normal.

Sumber : Manurung, M. dan Pratama, R (2004)
Gambar 3 Permintaan Uang Bermotif Spekulasi (Liquidity
Preferences)
Gambar 3 menunjukkan hubungan berlawanan arah antara permintaan uang
untuk spekulasi dengan tingkat bunga. Permintaan uang untuk spekulasi
merupakan fungsi dari tingkat bunga yang dirumuskan sebagai berikut :
Mp
dengan : M p
Dewasa ini pilihan selain dari memegang uang tunai bukan hanya obligasi
konsol melainkan juga aset finansial non uang tunai lainnya. Jika tingkat bunga
makin tinggi, maka biaya ekonomi dari menyimpan uang tunai akan semakin
besar. Karenanya, masyarakat cenderung menyimpan uangnya dalam bentuk non
tunai yang akan memberikan pendapatan bunga. Dengan demikian, pada tingkat
bunga yang tinggi, keinginan memegang uang tunai akan semakin kecil.
Sebaliknya jika tingkat bunga semakin rendah maka biaya ekonomi dari
menyimpan uang tunai akan semakin kecil, sehingga masyarakat cenderung
menyimpan uang tunai lebih banyak (Mandala dan Rahardja, 2004).

Permintaan Uang Total
Permintaan uang total adalah permintaan uang untuk transaksi ditambah
dengan permintaan uang untuk spekulasi, atau dapat dituliskan sebagai berikut :
MD M M p
M
Mp

9
Dari persamaan (7) dapat dinyatakan bahwa permintaan uang dalam suatu
perekonomian ditentukan oleh tingkat pendapatan nasional (Y ) dan tingkat bunga
(i). Tingkat pendapatan nasional akan menentukan permintaan uang untuk
transaksi, sedangkan tingkat bunga menentukan permintaan uang untuk spekulasi.
Secara grafis, permintaan uang untuk transaksi dan spekulasi dilukiskan oleh
gambar di bawah ini.

Sumber : Manurung, M. dan Pratama, R (2004)
Gambar 4 Permintaan Uang Total
Gambar di atas menunjukkan bahwa permintaan uang total adalah
penjumlahan horizontal permintaan uang untuk transaksi (MT) ditambah dengan
permintaan uang untuk spekulasi (MSp). Karena permintaan uang untuk transaksi
tidak sensitif terhadap tingkat bunga, maka perubahan jumlah uang yang diminta
sangat dipengaruhi oleh perubahan jumlah uang yang diminta untuk spekulasi.

Teori Kuantitas Uang Modern
Teori ini dikemukakan oleh Milton Friedman pada tahun 1956 dalam
artikelnya The Quantity Theory of Money : A Restatement. Meskipun Friedman
mengarah pada teori kuantitas uang Fisher, akan tetapi analisisnya lebih
mendekati para ekonom Keynes dan Cambridge.
Seperti teori-teori sebelumnya, Friedman juga berusaha menjawab mengapa
orang memilih untuk memegang uang. Berbeda dengan Keynes, Friedman
menganggap bahwa permintaan uang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan aset lainnya. Kemudian,
Friedman mengaplikasikan teori permintaan aset tersebut terhadap uang.
Teori permintaan aset mengindikasikan bahwa permintaan uang merupakan
fungsi dari sumberdaya yang tersedia bagi individu (kekayaannya) dan ekspektasi
pendapatan dari aset lainnya relatif terhadap ekspektasi pendapatan dari uang.
Seperti halnya Keynes, Friedman juga menyadari bahwa orang ingin memegang
sejumlah uang riil (real money balances) tertentu. Berdasarkan alasan ini,
Friedman merumuskan permintaan uang sebagai berikut :
MD⁄
r -r
-r
p r -r
+ dimana:
d
M /P = permintaan uang riil
Yp
= ukuran kekayaan Friedman yang disebut permanent income
rm
= ekspektasi pendapatan dari uang

10
rb
re
πe

= ekspektasi pendapatan dari obligasi
= ekspekatsi pendapatan dari ekuitas
= ekspektasi tingkat inflasi
Tanda positif dan negatif di bawah persamaan mengindikasikan hubungan
antara permintaan uang dengan variabel di atas tanda tersebut. Karena permintaan
aset berhubungan positif dengan kekayaan, maka permintaan uang berhubungan
positif dengan konsep kekayaan Friedman, yaitu permanent income (ditunjukkan
dengan tanda positif di bawahnya). Berbeda dengan konsep pendapatan lazimnya,
permanent income mempunyai fluktuasi jangka pendek yang kecil karena
kebanyakan pergerakan pendapatan bersifat peralihan (transitory). Salah satu
implikasi dari konsep permanent income yang digunakan Friedman sebagai
determinan permintaan uang adalah bahwa permintaan uang tidak akan
berfluktuasi banyak dengan adanya pergerakan siklus bisnis.
Individu dapat memegang kekayaannya dalam beberapa bentuk selain uang,
Friedman mengelompokkannya ke dalam tiga jenis aset yaitu : obligasi, ekuitas
(saham), dan barang. Insentif untuk memegang aset-aset tersebut dibandingkan
uang digambarkan dengan ekspektasi pendapatan dari masing-masing aset
tersebut relatif terhadap ekspektasi pendapatan dari uang (ditunjukkan dengan tiga
bagian terakhir dari fungsi permintaan uang).
Menurut Friedman, bagian rb – rm dan re - rm menggambarkan ekspektasi
pendapatan dari obligasi dan ekuitas relatif terhadap uang, dimana
peningkatannya akan mengurangi ekspektasi pendapatan relatif dari uang
sehingga akan mengurangi permintaan uang. Sedangkan bagian πe - rm
menggambarkan ekspektasi pendapatan dari barang relatif terhadap uang. Jika πe rm meningkat, maka ekspektasi pendapatan dari barang relatif terhadap uang juga
akan meningkat sehingga permintaan uang akan berkurang.

Inflasi
Friedman menyatakan bahwa inflasi selalu dan di mana pun merupakan
fenomena moneter. Ia menganggap bahwa sumber semua episode inflasi adalah
tingkat pertumbuhan uang beredar yang tinggi. Hanya dengan mengurangi tingkat
pertumbuhan uang beredar hingga tingkat yang rendah, inflasi dapat dihindari
(Mishkin 2008).
Meskipun faktor-faktor dari sisi permintaan dan penawaran dapat
meningkatkan inflasi, akan tetapi money supply merupakan satu-satunya
determinan inflasi pada jangka panjang. Alasannya bahwa selain pertumbuhan
money supply, faktor-faktor lain tidak dapat menyebabkan persistent inflation saat
tidak ada pengakomodasian pertumbuhan money supply (Mishkin 1995).
Beranjak dari pandangan Mishkin (1995), Hossain dan Chowdhury (2001)
menderivasi hubungan antara pertumbuhan uang dan inflasi. Dalam bukunya
Open-Economy Macroeconomics for Developing Countries disebutkan bahwa
dasar hubungan antara pertumbuhan money supply dan inflasi dapat dibuat
berdasarkan kondisi keseimbangan di pasar uang, sebagai berikut :
M⁄
r
dimana:
M
= jumlah uang (money stock)

11
P
= tingkat harga
m(●) = permintaan uang riil yang merupakan fungsi dari pendapatan riil (Y)
dan suku bunga nominal (r)
Dari persamaan (9), tingkat harga dapat dituliskan dengan persamaan (10).
Persamaan ini menunjukkan bahwa, dengan asumsi elastisitas pendapatan dari
permintaan uang riil adalah satu, tingkat harga akan meningkat dua kali lipat pada
suatu periode waktu tertentu tanpa ada perubahan dalam money supply jika
permintaan uang berkurang menjadi setengahnya karena penurunan pendapatan
riil atau peningkatan suku bunga.
M⁄
r
Dari persamaan (11), model inflasi menurut Hossain dan Chowdhury (2001)
dapat diturunkan sebagai berikut :
π
y
r r
dimana:
π
= tingkat inflasi
= tingkat pertumbuhan money supply
= elastisitas pendapatan dari permintaan uang
m
gy
= tingkat pertumbuhan pendapatan/output riil
= semi-elastisitas permintaan uang terhadap suku bunga
r
gr
r
Disinflasi
Disinflasi didefinisikan sebagai sebuah perlambatan dalam laju harga
inflasi. Disinflasi digunakan untuk menggambarkan contoh bila laju inflasi telah
berkurang sedikit selama jangka pendek. Meskipun digunakan untuk
menggambarkan periode inflasi melambat, disinflasi berbeda dengan deflasi.
Kamus ekonomi modern MIT mendefinisikan deflasi sebagai "Sebuah penurunan
berkelanjutan dalam tingkat harga umum." Deflasi merupakan kebalikan dari
inflasi, yang didefinisikan sebagai peningkatan tingkat harga secara keseluruhan
selama periode waktu. Sebaliknya, disinflasi, merupakan periode ketika tingkat
inflasi adalah positif, namun menurun dari waktu ke waktu.
Deflasi, inflasi, dan disinflasi merupakan perilaku yang berbeda dari
tingkat harga. Tingkat harga umumnya diukur baik menggunakan Deflator Produk
Domestik Bruto (GDP Deflator) atau Indeks Harga Konsumen (CPI). GDP
Deflator adalah luas indeks inflasi dalam perekonomian, Indeks CPI mengukur
perubahan tingkat harga yang luas dari produk konsumen.

Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai permintaan uang dan inflasi di negara yang
terdolarisasi (Rusia) dilakukan oleh Oomes dan Ohnsorge (2005). Dalam
penelitiannya mereka melakukan tiga tahapan, yaitu : Pertama, dilakukan
estimasi persamaan inflasi jangka panjang dengan menggunakan mark-up model
dimana inflasi adalah rata-rata tertimbang dari peningkatan biaya input. Penelitian

12
tersebut menemukan bahwa pada jangka panjang nominal effective depreciation,
biaya tenaga kerja dan utility price growth mengakibatkan terjadinya inflasi.
Penelitian tersebut juga menguji suatu restriksi bahwa efek marjinal dari inflasi
biaya input (input cost inflation) adalah satu. Selain itu, hasil penelitian juga tidak
bisa menolak hipotesis bahwa persamaan inflasi bersifat linearly homogenous.
Kedua, dalam penelitian tersebut juga diestimasi persamaan permintaan
uang jangka panjang untuk Rusia dengan menggunakan lima macam monetary
aggregates dari ruble currency in circulation sampai dengan effective broad
money. Dalam hal ini, effective broad money mencakup deposito dalam mata uang
asing dan estimasi dari mata uang asing dalam peredaran. Hasil penelitian
menemukan bahwa seluruh ukuran permintaan uang yang tidak memasukkan mata
uang asing dalam sirkulasi ternyata sangat bergantung secara negatif terhadap
nominal depreciation rate. Hal tersebut menunjukkan bahwa mata uang asing
merupakan substitusi penting untuk uang domestik.
Terakhir, dilakukan estimasi model koreksi ekuilibrium (equilibrium
correction model) untuk inflasi dengan tujuan untuk menentukan bagaimana
short-term dynamics of inflation dipengaruhi oleh deviasi dari persamaan inflasi
jangka panjang dan persamaan permintaan uang jangka panjang. Hasil penelitian
tersebut menemukan bahwa kecepatan penyesuaian inflasi ke keseimbangan
jangka panjangnya adalah lambat (berkisar antara 6-12 bulan). Inflasi juga tidak
memberikan respon yang signifikan terhadap excess supplies of monetary
aggregates yang tidak mencakup foreign cash holding. Akan tetapi, inflasi terlihat
memberikan respon yang signifikan terhadap excess supply of effective broad
money.
Nassar (2005) telah melakukan penelitian mengenai permintaan uang dan
inflasi di Madagaskar. Penelitian ini berusaha memodelkan determinan inflasi di
Madagaskar selama periode 1982-2004. Adapun spesifikasi persamaan inflasi
yang digunakan merupakan traditional extension dari model disekuilibrium
moneter untuk ekonomi terbuka. Ini diturunkan dari model teoritis yang
menggambarkan perekonomian kecil yang memiliki tradable goods sector dan
nontradable goods sector.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks harga
konsumen (IHK), broad money (M3), suku bunga domestik, foreign interest rate,
foreign prices, nilai tukar, dan GDP riil. Sedangkan data yang digunakan adalah
data kuarter selama periode 1982-2004. Penelitian tersebut diawalinya dengan
mengestimasi persamaan permintaan uang jangka panjang dengan menggunakan
uji kointegrasi Johansen.
Setelah itu, Nassar memprediksi Error Correction Model (ECM) untuk
inflasi dengan memasukkan error correction term yang merupakan ukuran bagi
ketidakseimbangan di pasar uang. Dalam mengkonstruksi ECM untuk inflasi,
dimasukkan juga empat lag dari seluruh variabel yang ada dalam sistem, tiga
faktor musiman, dan tiga variabel dummy. Ketiga variabel dummy tersebut
dimasukkan untuk mewakili : (i) peralihan rezim nilai tukar sejak kuarter dua
tahun 1994, (ii) krisis politik pada kuarter dua tahun 2002, dan (iii) krisis pada
kuarter tiga tahun 2002.
Hasil penelitian menemukan adanya fungsi permintaan uang yang stabil
(hubungan yang dapat diprediksi antara broad money, tingkat harga, GDP riil, dan
foreign interest rate) di Madagaskar. Dengan kata lain, hasil penelitian

13
menunjukkan adanya hubungan jangka panjang yang stabil antara monetary
aggregates, harga domestik, pendapatan riil dan foreign interest rate di
Madagaskar. Selain itu, ECM untuk inflasi memperlihatkan bahwa perubahan
dalam monetary aggregates, nilai tukar dan foreign interest rate mempunyai
dampak signifikan terhadap inflasi. Hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa
ketidakseimbangan di pasar uang mempunyai lasting impact terhadap inflasi serta
adanya inflation inertia dimana ekspektasi inflasi sangat ditentukan oleh kejadian
sebelumnya.
Penelitian mengenai permintaan uang dan disinflasi telah dilakukan di 6
negara CEECs (Central and Eastern European Countries), yaitu Republik Ceko,
Hungaria, Polandia, Romania, Slovakia, dan Slovenia oleh Jarko Fidrmuc pada
2006. Dalam penelitiannya, Jarko menggunakan model permintaan uang dan
inflasi yang dirumuskan oleh Chowdhury dan Leventakis. Alasan dipilihnya
model tersebut adalah karena model tersebut sesuai dengan permasalahan yang
diangkatnya.
Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Jarko (2006) adalah
untuk menganalisis apakah model permintaan uang sederhana yang dirumuskan
oleh Chowdhury dan Leventakis dapat menjelaskan hubungan jangka panjang
permintaan uang di Negara CEECs. Selain itu, dianalisis pula kondisi disinflasi
yang sedang terjadi di negara CEECs sebagai akibat perluasan European Union
(EU).
Penelitian tersebut menggunakan data panel, di mana dilakukan pengujian
stasioneritas dengan panel unit root test dan pengujian kointegrasi dengan
menggunakan panel cointegration test. Data yang digunakan adalah data sekunder
yang merupakan data bulanan periode September 1994 hingga Juni 2003. Dalam
penelitiannya Jarko menggunakan variabel-variabel, seperti : M2, Consumer Price
Index, Industrial Production Index, Deposit Rate, Euro Area Interest Rate, dan
Nominal Exchange Rate.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ternyata model permintaan uang
sederhana yang dirumuskan oleh Chowdhury dan Leventakis dapat menjelaskan
hubungan jangka panjang permintaan uang di CEECs. Selain itu didapatkan hasil
pula nahwa terjadi disinflasi atau penurunan laju inflasi di 6 negara pengujian
selama periode pengujian sebagai akibat bergabungnya negara-negara tersebut ke
dalam EU.

Kerangka Pemikiran
Bagan berikut merupakan alur pemikiran yang digunakan untuk melihat
faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang jangka panjang di Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam. Variabel output diproksikan oleh
manufacturing production index, variabel suku bunga domestik diproksikan oleh
deposit rate, variabel suku bunga asing diproksikan oleh federal fund rate.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan panel unit root test dan panel
cointegration.

14

Bank Sentral

Kebijakan
Moneter
Pentingnya efektivitas kebijakan
moneter
Stabilitas
Permintaan Uang
Faktor yang mempengaruhi

Inflasi

Output
(Manufacturing
Production Index)

Suku
Bunga

Suku Bunga
Domestik
(Deposit Rate)

Nilai Tukar
(Nominal
Exchange Rate)

Suku Bunga Asing
(Federal Fund
Rate)

diuji dengan
Panel Unit Root Test

Panel Cointegration Test

Gambar 5 Kerangka Pemikiran

fokus penelitian

15
Hipotesis
1. Terjadi disinflasi di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam
pada awal hingga pertengahan 2009 untuk mengatasi tingginya tingkat
inflasi di negara tersebut akibat krisis Eropa 2008.
2. Terdapat hubungan jangka panjang antara permintaan uang dengan
manufacturing production index dan deposit rate dalam model permintaan
uang jangka panjang yang dirumuskan oleh Chowdhury.
3. Model permintaan uang sederhana Chowdhury dapat menjelaskan kondisi
permintaan uang jangka panjang di Indonesia, Malaysia, Filipina,
Singapura, dan Vietnam.

METODE
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari berbagai sumber. Jenis data yang digunakan adalah data panel,
yaitu gabungan data cross section dan time series. Data panel yang dikumpulkan
berupa data cross section yang terdiri dari 5 negara ASEAN yang meliputi
Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam serta data time series
bulanan (monthly time series) periode Januari 2008 hingga Maret 2013.
Penggunaan periode tersebut memungkinkan penelitian dapat dilakukan dengan
sampel yang seimbang. Artinya, setiap negara memiliki ketersediaan data yang
sama untuk semua variabel yang akan diuji pada periode tersebut.
Adapun data yang digunakan sebagai variabel penelitian meliputi Broad
Money (M2), Consumer Price Index (CPI), Manufacturing Production Index,
Deposit Rate, Federal Fund Rate, dan Nominal Exchang Rate. Semua variabel,
kecuali Deposit Rate dan Federal Fund Rate dikonversikan ke dalam bentuk
logaritma natural (ln).
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
International Financial Statistic (IFS) dari International Monetary Fund
(IMF), Federal Reserve, Pasific Exchange Rate Service, serta Index Mundi.
Selain itu, dilakukan juga studi pustaka dengan membaca jurnal, artikel internet,
dan berbagai literatur lainnya yang berkaitan dan relevan dengan permasaahan
yang diteliti. Penelitian ini dilakukan dengan bantuan software Microsoft Excel
2007 dan Eviews 8.0.

16
Secara rinci, sumber data dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini
dicantumkan dalam tabel berikut :
Tabel 1 Variabel dan Sumber Data
No.
1

Jenis Variabel
Inflasi

Proksi Yang Digunakan
Consumer Price Index

Sumber
International Financial Statistic
(IFS) dari International Monetary
Fund (IMF)

2
3

Broad Money
Output

Broad Money (M2)
Manufacturing
Production Index

4

Suku Bunga
Domestik

Deposit Rate

5

Suku Bunga
Asing

Federal Fund Rate

International Financial Statistic
(IFS) dari International Monetary
Fund (IMF)
International Financial Statistic
(IFS) dari International Monetary
Fund (IMF)
Federal Reserve

6

Nilai Tukar

Nominal Exchange Rate

FXSAUDER

Metode Pengolahan Data
Pengolahan atas data sekunder untuk variabel Consumer Price Index (CPI),
Broad Money (M2), Manufacturing Production Index (MPI), Deposit Rate (DR),
Federal Fund Rate (FFR), dan Nominal Exchange Rate (NER) untuk
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang jangka panjang
di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam menggunakan beberapa
paket program statistik seperti Microsoft Excel 2007 dan Eviews 8.0. Kegiatan
pengolahan data dengan Microsoft Office Excel 2007 meliputi input data serta
pembuatan tabel dan grafik. Pengujian stasioneritas variabel dengan panel unit
root test, pendugaan hubungan antar variabel, serta pengujian kointegrasi antar
variabel dengan panel kointegrasi menggunakan EViews 8.0 sebagai program
pengolahan datanya.

Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif dan metode
kuantitatif. Data kuantitatif diolah menggunakan program Microsoft Excel 2007
dan Eviews 8.0, sedangkan metode kualitatif berupa analisis deskriptif berbentuk
narasi yang dijelaskan dari data yang ditabulasikan ke dalam grafik. Penelitian ini
menggunakan data panel (pooled data). Data panel adalah gabungan antara data
cross section dan time series, sehingga periode waktu yang digunakan tidak
terlalu panjang dan data silangnya dapat berupa karakteristik suatu
perusahaan/wilayah/negara. Jadi, data panel terdiri dari beberapa atau banyak
objek yang meliputi beberapa periode. Jika setiap unit cross section memiliki
jumlah observasi time series yang sama maka disebut sebagai balanced panel.
Sebaliknya, jika unit-unit cross section memiliki jumlah observasi time series
yang berbeda maka disebut unbalanced panel.

17
Penggunaan model data panel memungkinkan untuk menangkap
karakteristik antar individu dan antar waktu. Selain itu, data panel digunakan
apabila observasi dari cross section saja atau data time series saja tidak cukup
untuk dilakukan analisis, karena dengan data panel observasinya akan lebih
banyak. Hsiao (2004) menyatakan bahwa model regresi data panel memiliki
beberapa keuntungan, antara lain:
1. Data panel mampu menyediakan data yang lebih banyak dan informasi
yang lebih lengkap, karena merupakan gabungan antara data cross
section dan data time series, sehingga model regresi data panel akan
menghasilkan degree of freedom (df) yang lebih besar yang selanjutnya
akan meningkatkan efisiensi dari estimasi regresi.
2. Penggabungan informasi dari data time series dan data cross section,
dapat mengatasi masalah yang timbul akibat penghilangan variabel
(ommited variable).
3. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi
individu karena unit data lebih banyak.
4. Data panel mampu mengindikasikan dan mengukur efek yang secara
sederhana tidak dapat diperoleh dengan data cross section murni atau
time series murni.
5. Data panel mampu mengurangi kolinieritas antar variabel.
6. Suatu hal yang penting dalam data panel yang diabaikan dalam
penggunaan OLS adalah heterogenitas antara unit-unit cross section.
Asumsi yang mendasari OLS tersebut sangat jarang berlaku dalam
kenyataan sehari-hari. Heterogenitas dapat terjadi pada intercept, slope,
atau keduanya. Perbedaan antar individu tersebut dapat diperoleh
dengan menggunakan data panel.
Kelebihan analisis regresi data panel yang fundamental ditambahkan oleh
Greene (2005) yaitu adanya fleksibilitas yang lebih besar bagi peneliti dalam
memodelkan perbedaan perilaku diantara individu-individu. Pada model regresi
klasik, gangguan (error terms) selalu dinyatakan bersifat homoskedastik dan
serial uncorrelated. Kondisi ini menyebabkan penggunaan metode OLS akan
menghasilkan estimator yang memiliki sifat Best Linear Unbiased Estimator
(BLUE). Sedangkan dalam metode regresi data panel yang merupakan gabungan
data beberapa individu dalam beberapa periode, asumsi model regresi klasik
tersebut tidak dapat diterapkan. Hal ini terjadi karena dalam data panel terdapat
tiga macam gangguan, yaitu: gangguan antar waktu (time series related
disturbances), gangguan antar individu (cross section disturbance), serta
gangguan antar waktu dan antar individu.
Pengujian dalam analisis regresi data panel berbeda dengan pengujian dalam
persamaan tunggal. Dalam analisis persamaan tunggal, pengujian dilakukan untuk
mengetahui apakah terjadi gejala homoskedastik, heteroskedastik, atau
autokorelasi untuk satu individu. Perbaikan (remidial) model dilakukan jika
berdasarkan hasil pengujian terdapat asumsi regresi linier klasik yang terlanggar,
sehingga diperoleh hasil estimasi yang bersifat BLUE. Kemudian pengujian
dalam analisis data panel dilakukan untuk menentukan estimator yang lebih baik,
disesuaikan dengan kondisi matriks varians-covarians residual.
Dalam penelitian ini, dibatasi pembahasan pada data panel yang bersifat
balanced panel, yang mana tiap-tiap individu (negara) memiliki jumlah observasi

18
time series yang sama. Jadi, total observasi adalah N (jumlah cross section) x T
(jumlah time series).

Analisis Deskriptif Untuk Melihat Kondisi Disinflasi di 5 Negara
ASEAN
Analisis deskriptif digunakan untuk melihat kondisi inflasi di 5 Negara
ASEAN yang diuji, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam.
Kondisi inflasi yang ingin dibahas adalah kondisi disinflasi yang mungkin terjadi
di dalam kelima negara objek penelitian pada periode Januari 2008 hingga Maret
2013. Variabel yang digunakan untuk menganalisis terjadinya disinflasi di 5
Negara tersebut adalah Inflation Rate, Broad Money (M2), dan Deposit Rate.
Variabel-variabel tersebut akan ditabulasikan ke dalam bentuk grafik kemudian
dianalisis berdasarkan grafik tersebut.
Panel Unit Root Test
Analisis data panel pada umumnya menggunakan data dalam bentuk level
dengan tujuan untuk memudahkan interpretasi model. Penelitian yang
menggunakan data time series pada umumnya mengandung tren, maka sebaiknya
dilakukan pengujian unit root, untuk memastikan bahwa hubungan antara peubah
tak bebas dan peubah bebas tidak menunjukkan spurious regression. Bila hasil
pengujian unit root menunjukkan adanya tren pada data level harus dilakukan
pembedaan pertama (first differencing) untuk menghindari hasil yang misleading.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi data panel,
maka pengujian unit root yang digunakan bukan menggunakan metode biasa,
tetapi menggunakan panel unit root.
Hipotesis nol yang digunakan dalam pengujian panel unit root sama
seperti pada pengujian unit root untuk data time series, hanya saja statistik uji
yang digunakan merupakan pengembangan lebih lanjut dari statistik uji
Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan Phillips-Perron (PP). Statistik uji yang
digunakan dalam menguji panel unit root terdiri dari dua jenis, yaitu common unit
root yan t r r ar stat st uj L v n L n an Chu LLC an Br tun ’s; s rta
individual unit root yang terdiri dari statistik uji IM