Analisis Permintaan Uang Kuasi Di Indonesia

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PERMINTAAN UANG KUASI DI INDONESIA

OLEH

BETHESDA ELIZABETH

090501054

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN PERCETAKAN

Nama : Bethesda Elizabeth

NIM : 090501054

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perbankan

Judul Skripsi : Analisis Permintaan Uang Kuasi di Indonesia

Tanggal, ______________ Ketua Program Studi

NIP. 19710503 200312 1 003 Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D

Tanggal, ______________ Ketua Departemen

NIP. 19730408 199802 1 001 Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN

Nama : Bethesda Elizabeth

NIM : 090501054

Departemen : Stara-1 Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perbankan

Judul Skripsi : Analisis Permintaan Uang Kuasi di Indonesia

Tanggal, Maret 2013 Pembimbing

NIP. 19630818 198803 1 005 Kasyful Mahalli, SE, Msi.

Tanggal, Maret 2013 Pembaca Penilai

NIP. 19730408 199802 1 001 Wahyu Ario Pratomo, SE, M.ec


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul ”ANALISIS PERMINTAAN UANG KUASI DI INDONESIA” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Maret 2013 Penulis

NIM. 090501054 Bethesda Elizabeth


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis permintaan uang kuasi di Indonesia dengan menggunakan variabel tingkat suku bunga deposito, PDB Perkapita dan inflasi. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data runtun waktu periode 1981-2011. Data dianalisis dengan menggunakan regresi linear berganda untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga, PDB Perkapita dan inflasi secara parsial dan simultan terhadap permintaan uang kuasi. Hasil penelitian selama periode pengamatan menyimpulkan bahwa secara parsial, tingkat suku bunga deposito dan PDB Perkapita berpengaruh terhadap permintaan uang kuasi, sedangkan inflasi tidak berpengaruh terhadap permintaan uang kuasi. Tetapi secara simultan, tingkat suku bunga deposito, PDB Perkapita dan inflasi berpengaruh terhadap permintaan uang kuasi.


(6)

ABSTRACT

This research aims to analyze the demand for quasi money in Indonesia by using variabels deposito rate, GDP per capita and inflation. This research uses secondary data in time series from 1981-2011. Data were analyzed by using multiple linear regression to determine the effect of the deposito rate, GDP per capita and inflation simultaneous and partial to the demand for quasi money. The results concluded that the observation period partially, the deposito rate and GDP per capita effect on quasy money demand, while inflation does not effect the demand for quasi money. But simultaneously, the deposito rate, GDP per capita and inflation affect the demand for quasi money.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Bapa di Sorga, Tuhan Yesus Kristus, atas kasihNya yang luar biasa mengalir dalam hidup penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”Analisis Permintaan Uang Kuasi di Indonesia”

Adapun skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan tahun akademik 2012/2013.

Skripsi ini tidak terlepas dari jasa berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini baik saran, motivasi dan doa. Karena itu dengan hati yang tulus penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Kedua orangtua tercinta bapak Djaurlen Lumbantoruan, SH, mama Melva Diana Siburian, adik-adik terkasih, Michael Lumbantoruan, Ades Ishak Lumbantoruan, Esra Lumbantoruan, Daniel Lumbantoruan, Uli Lumbantoruan, tulang Fridris Siburian buat doa-doanya, semua keluarga besar Sihombing dan Siburian dan kepada sahabatku terkasih Ely Situmeang, Tuhan selalu berkenan dan memberkati kita.

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen

4. Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si selaku dosen pembimbing yang selama ini telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.ec selaku dosen pembaca penilai yang telah memberikan masukan.


(8)

8. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh Pegawai Departemen Ekonomi Pembangunan dan Pegawai Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

10.Sahabat-sahabat terkasih di kelompok kecil ku dan semua teman-teman Ekonomi Pembangunan Stambuk 2009, Tuhan kiranya selalu berkenan di dalam kehidupan kita.

11.Semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini, namun tidak dituliskan pada lembaran ini, penulis mohon maaf.

Tulisan ini masih jauh dari sempurna, karena itu semua kritik dan saran dari pembaca akan sangat berharga bagi penulis, demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua yang membutuhkannya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Penulis

Maret 2013

NIM: 090501046 Bethesda Elizabeth


(9)

DAFTAR ISI

halaman

ABSTRAK ……… i

ABSTRACT ……….. ii

KATA PENGANTAR ………. iii

DAFTAR ISI ……… iv

DAFTAR TABEL ……… vii

DAFTAR GAMBAR ……… viii

DAFTAR LAMPIRAN ……… ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang……….. 1

1.2. Perumusan Masalah ………. 7

1.3. Tujuan Penelitian ……….. 7

1.4. Manfaat Penelitian ……… 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Uang, Fungsi Uang dan Jenis Uang ...……. 9

2.2. Uang Kuasi ………. 15

2.3. Teori Permintaan Uang ……….. 17

2.3.1. Teori Permintaan Uang Klasik ………. 17

2.3.2. Teori Keynes tentang Permintaan Uang ……….. 20

2.3.3. Teori IS-LM ……….. 22

2.4. Tingkat Suku Bunga Deposito ………... 23

2.4.1. Teori Suku Bunga Menurut Aliran Klasik ……... 24

2.4.2. Teori Suku Bunga Menurut Keynes ………. 26

2.4.3. Hubungan Tingkat suku Bunga Deposito dengan Permintaan Uang Kuasi ……….. 27

2.5. Produk Domestik Bruto Perkapita ……… 27

2.5.1 Hubungan Produk Domestik Perkapita dengan Permintaan Uang Kuasi ……….. 28

2.6. Inflasi ………. 28

2.6.1. Pengertian Inflasi ………. 28

2.6.2. Jenis-jenis Inflasi ………. 28

2.6.3. Faktor- faktor penyebab Inflasi ……… 29

2.6.4. Hubungan Inflasi dengan Permintaan Uang Kuasi ……….. 33

2.7. Penelitian Terdahulu ……….. 33

2.8. Kerangka Konseptual ………. 35

2.9. Hipotesis ………. 36


(10)

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ………. 37

3.2. Jenis dan Sumber Data penelitian ………. 38

3.3. Defenisi Operasional Variabel ……….. 38

3.4. Metode Analisis Data ……… 39

3.4.1 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ……… 39

3.4.1.1. Uji Normalitas Data ………. 39

3.4.1.2. Uji Multikolinearitas ……….. 40

3.4.1.3. Uji Heterokedastisitas ………. 40

3.4.1.4. Uji Autokorelasi ……….. 41

3.4.2 Uji Analisis Regresi Berganda ……… 42

3.4.3 Uji Statistik ……….. 43

3.4.3.1. Koefisien Determinasi ………. 43

3.4.3.2. Uji t………. 43

3.4.3.3 Uji F ……….. 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kondisi Sektor Moneter Indonesia... 45

4.2 Perkembangan Sektor Moneter Indonesia ………. 47

4.2.1 Perkembangan Uang Kuasi (Quasy Money) Sebelum Tahun 1980 ………. 47

4.2.2 Perkembangan Uang Kuasi (Quasy Money) Sesudah Tahun 1980 ………. 48

4.2.3 Perkembangan Tingkat Suku Bunga Deposito (Deposito Rate) ……….. 50

4.2.4 Perkembangan Tingkat PDB Perkapita …………. 52

4.2.5 Perkembangan Tingkat Inflasi ………... 54

4.3 Hasil Analisis ………. 56

4.3.1 Uji Asumsi Klasik ………. 56

4.3.1.1 Uji Normalitas Data ……….. 56

4.3.1.2 Uji Multikolinearitas ………. 58

4.3.1.3 Uji Heterokedastisitas ………... 59

4.3.1.4 Uji Autokorelasi ……….... 60

4.3.2 Hasil Uji Analisis Regresi Berganda ………. 62

4.3.3 Uji Statistik ……… 64

4.3.3.1 Koefisien Determinasi (R2 4.3.3.2 Uji t (Parsial) ………. 65

)………. 64

4.3.3.3 Uji F (Simultan) ………. 66

4.4 Pembahasan ………. 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……….. 69

5.2 Saran ………. 69

DAFTAR PUSTAKA ………. 71

LAMPIRAN ……… 72


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Tabel Halaman

Tabel 4.1 Persentase Pertumbuhan Uang Kuasi di Indonesia

Periode 1981-2011 ………. 49

Tabel 4.2 Persentase Pertumbuhan Deposito Rate Periode 1981-2011 ………... 51

Tabel 4.3 Persentase Pertumbuhan PDB Perkapita Periode 1981-2011 ……… 53

Tabel 4.4 Persentase Pertumbuhan Tingkat Inflasi Periode 1981-2011 ……… 55

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Data ………... 57

Tabel 4.6 Hasil Uji Mulitikolinearitas ………. 58

Tabel 4.7 Hasil Uji Heterokedastisitas ……… 60

Tabel 4.8 Hasil Uji Autokorelasi Durbin Watson …………... 61

Tabel 4.9 Hasil Uji Analisis Persamaan Regresi Berganda … 62

Tabel 4.10 Hasil Uji Koefisien Determinasi ………. 64


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Judul

Halaman

2.1 Hubungan antara jumlah permintaan uang untuk tujuan transaksi dengan besar kecilnya pendapatan ……… 21 2.2 Keseimbangan Tingkat bunga menurut Teori klasik ……… 25 2.3 Hubungan tingkat bunga dan permintaan uang untuk spekulasi 26 2.4 Inflasi yang disebabkan oleh tarikan permintaan (demand pull

inflation)……… 26 2.5 Inflasi disebabkan dorongan biaya produksi (Cost Push Inflation) 30 2.6 Kerangka Konseptual ………. 31


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman 1 Data Variabel yang Mempengaruhi Uang Kuasi

Periode 1981-2011 ……….. 73

2 Hasil Uji Normalitas Data ……… 74

3 Hasil Uji Multikolinearitas ……….. 75 4 Hasil Uji Heterokedastisitas dengan Uji Glejser …. 75 5 Hasil Uji Autokorelasi Durbin Watson ………. 76 6 Hasil Analisis Regresi Berganda ……….. 76 7 Hasil Analisis Koefisien Determinasi (R2

8 Hasil Koefisien Regresi Uji F (Simultan) …………. 77


(14)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis permintaan uang kuasi di Indonesia dengan menggunakan variabel tingkat suku bunga deposito, PDB Perkapita dan inflasi. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data runtun waktu periode 1981-2011. Data dianalisis dengan menggunakan regresi linear berganda untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga, PDB Perkapita dan inflasi secara parsial dan simultan terhadap permintaan uang kuasi. Hasil penelitian selama periode pengamatan menyimpulkan bahwa secara parsial, tingkat suku bunga deposito dan PDB Perkapita berpengaruh terhadap permintaan uang kuasi, sedangkan inflasi tidak berpengaruh terhadap permintaan uang kuasi. Tetapi secara simultan, tingkat suku bunga deposito, PDB Perkapita dan inflasi berpengaruh terhadap permintaan uang kuasi.


(15)

ABSTRACT

This research aims to analyze the demand for quasi money in Indonesia by using variabels deposito rate, GDP per capita and inflation. This research uses secondary data in time series from 1981-2011. Data were analyzed by using multiple linear regression to determine the effect of the deposito rate, GDP per capita and inflation simultaneous and partial to the demand for quasi money. The results concluded that the observation period partially, the deposito rate and GDP per capita effect on quasy money demand, while inflation does not effect the demand for quasi money. But simultaneously, the deposito rate, GDP per capita and inflation affect the demand for quasi money.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang memiliki spesialisasi yang tinggi. Hal ini berarti tidak ada seorangpun yang mampu memproduksi semua apa yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya. Sehingga, pertukaran barang dan jasa dalam kehidupan manusia menjadi hal yang sangat penting. Awalnya, sistem pertukaran barang dan jasa dilakukan dengan sistem barter atau sistem pertukaran barang dan jasa tanpa adanya alat tukar berupa uang. Sistem pertukaran ini dinilai sangat kompleks, tidak efisisen dan tidak efektif dalam sistem perekonomian modren. Seiring dengan berkembangnya perekonomian maka muncullah uang sebagai alat pertukaran barang dan jasa yang mudah digunakan dan dapat diterima secara umum. Peranan uang dirasakan sangat penting sepanjang sejarah peradaban manusia. Hampir tidak ada satupun kegiatan ekonomi manusia yang tidak terkait dengan uang. Pada awalnya uang hanya dianggap sebagai alat pertukaran, tetapi seiring berkembangnya kehidupan sosial masyarakat dan majunya perekonomian, uang diartikan sebagai ukuran kekayaan seseorang. Menurut Mankiw (2007) bagi seorang ekonom, uang tidak mengacu pada seluruh kekayaan tapi hanya salah satu jenis kekayaan.

Tetapi perkembangan sektor keuangan tidak lagi memusatkan uang hanya untuk alat transaksi dan ukuran kekayaan tetapi menjadi salah satu komoditi yang dapat diperjualbelikan. Sistem perekonomian Indonesia yang terbuka dan berkembang cepat, seiring dengan perkembangan ekonomi dunia telah memacu


(17)

sektor keuangan mengeluarkan berbagai inovasi produk keuangan baru. Perkembangan pasar uang juga semakin pesat dapat dilihat dari majunya sistem sekuritas dan terjadinya berbagai pembaharuan terhadap sistem dunia perbankan dan lembaga keuangan lainnya.

Sistem ekonomi moneter tidak pernah terlepas dari pengendalian jumlah uang beredar yang erat kaitannya dengan masalah penawaran uang (money suplay) dan permintaan uang (demand for money). Banyaknya jumlah uang beredar baik M1( uang dalam arti sempit), M2 dan M3 ( uang dalam arti luas) mempengaruhi berbagai fenomena ekonomi. M1 (uang dalam arti sempit) diartikan sebagai uang kartal yang ada di tangan masyarakat ditambahkan dengan uang giral contohnya cek atau bilyet giro yang ada di bank yang dimiliki oleh perseorangan, badan usaha, dan badan pemerintahan. Sedangkan M2 diartikan sebagai uang dalam peredaran atau M1 ditambah dengan uang kuasi. Uang kuasi terdiri dari deposito berjangka kecil, deposito tabungan (termasuk rekening deposito pasar uang), dan rekening (tabungan) valuta asing milik swasta domestik. Ada juga yang dikenal dengan M3 yaitu M2 ditambahkan dengan deposito berjangka besar, neraca reksadana pasar uang institusi, dan jual beli valuta asing.

Banyaknya jumlah uang beredar (JUB) sangat mempengaruhi keadaan perekonomian. Jumlah uang yang beredar di luar kendali dapat menimbulkan berbagai pengaruh buruk bagi perekonomian secara keseluruhan. Jumlah uang beredar yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya inflasi dan mengganggu pertumbuhan ekonomi, dan apabila jumlah uang beredar rendah maka akan terjadi kelesuan ekonomi seperti kemakmuran masyarakat yang secara terus menerus


(18)

akan mengalami penurunan. Jumlah uang beredar tidak hanya ditentukan oleh Bank Sentral tetapi juga oleh perilaku konsumen yang memegang uang dan pihak perbankan dimana uang disimpan. Perbankan adalah satu-satunya lembaga keuangan yang secara langsung mempengaruhi jumlah uang beredar melalui penetapan suku bunga atas kredit maupun investasi yang mereka tetapkan. Apabila pihak perbankan tidak menyalurkan sebagian dari cadangan deposito mereka melalui pinjaman kepada masyarakat maka sistem perbankan tidak akan mempengaruhi jumlah uang beredar Tetapi kestabilan jumlah uang beredar yang ditempuh oleh Bank Indonesia melalui instrument kebijakan moneter BI, sering tidak mencapai sasaran dan target yang ditetapkan, hal ini bisa saja terjadi karena lembaga keuangan non bank menawarkan kredit kepada masyarakat dengan suku bunga yang lebih rendah dibandingkan dengan suku bunga yang ditawarkan oleh bank, sehingga masyarakat memilih untuk meminjam uang ke lembaga non bank. Hal ini akan menimbulkan masalah karena apabila di satu sisi bank sental mengendalikan peredaran uang, di sisi lain uang tetap beredar sehingga sering terjadi berbagai masalah dalam keadaan moneter di Indonesia contohnya tingkat inflasi yang sulit untuk dikendalikan.

Permintaan uang (demand for money) sangat erat kaitannya dengan kecepatan perputaran uang (velocitiy of money). Secara sederhana, kedua hal ini adalah dua fenomena yang saling berkaitan. Masyarakat yang memegang uang dihadapkan pada pilihan apakah mereka akan membelanjakan uangnya, menabung ataupun menginvestasikannya. Dalam hal ini jika masyarakat memilih untuk tetap memegang uang mereka tidak membelanjakan, menabung ataupun


(19)

menginvestasikannya, maka perputaran uang akan lambat dan kecil dan permintaan terhadap uang akan kecil, begitu juga sebaliknya apabila semakin banyak transaksi yang dilakukan oleh masyarakat maka permintaan terhadap uang akan semakin tinggi dan kecepatan perputaran uang akan tinggi.

Masalah permintaan uang sebagai bagian dari sistem moneter hingga saat ini masih menimbulkan banyak pertanyaan, baik dilihat dari pemilihan model permintaan maupun dari fungsi permintaan. Perbedaan tersebut diawali oleh munculnya dua aliran berbeda yaitu aliran Keynesian dan aliran Monetaris. Pada

dasarnya perbedaan kelompok Keynesian dan Monetaris terletak pada sumber- sumber yang mendorong adanya perbedaan permintaan dan penawaran

agregat.

Keynes (1936) mengatakan uang mempengaruhi kegiatan ekonomi riil secara langsung dan juga mempengaruhi inflasi. Bank sentral berpengaruh secara langsung dalam kegiatan ekonomi riil, apabila kegiatan ekonomi riil mengalami penurunan, maka jumlah uang beredar ditambah dan mendorong kegiatan perekonomian. Apabila kegiatan ekonomi riil dinilai terlalu cepat kebijakan moneter diketatkan sehingga terjadi kestabilan kegiatan ekonomi dan laju inflasi dapat dikendalikan. Dalam aliran ini juga dikatakan bahwa tingkat suku bunga dan pendapatan mempengaruhi permintaan uang. Menurut Keynes, tingkat bunga adalah salah satu determinan dari berapa banyak uang yang akan dipegang oleh seseorang. Alasannya adalah bahwa tingkat bunga merupakan biaya opportunity cost dimana apabila tingkat suku bunga naik, maka keinginan memegang uang akan turun sedangkan sebaliknya apabila tingkat suku bunga turun, maka


(20)

keinginan memegang uang akan naik. Permintaan terhadap uang juga dipengaruhi oleh besarnya tingkat pendapatan seseorang. Jika pendapatan tinggi, maka transaksi yang dilakukan akan banyak dan tingkat pengeluaran akan tinggi. Jadi, pendapatan yang tinggi menunjukkan keinginan bertransaksi yang semakin tinggi sehingga permintaan terhadap uang tinggi.

Sedangkan Monetaris menyatakan bahwa uang mempengaruhi tingkat inflasi dan tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, sehingga kebijakan moneter ditetapkan untuk pengendalian inflasi dan tidak secara aktif mempengaruhi keadaan ekonomi riil (Eamon, 1985).

Tingkat permintaan uang kuasi yang meliputi deposito berjangka kecil, deposito tabungan (termasuk rekening deposito pasar uang), dan rekening (tabungan) valuta asing milik swasta domestik di Indonesia setiap tahunnya selalu mengalami perubahan. Kenaikan dan penurunan uang kuasi sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia, karena jumlah uang beredar dipengaruhi juga oleh banyaknya jumlah uang kuasi (M2) selain oleh uang kartal dan uang giral. Penurunan dan peningkatan terhadap uang kuasi dapat mengakibatkan fluktuasi likuiditas perekonomian Indonesia karena uang kuasi adalah sebagai bagian dari likuiditas perbankan dimana uang kuasi dapat tidak digunakan secara langsung sebagai alat pembayaran. Tingkat suku bunga yang tinggi mendorong para pelaku ekonomi tidak lagi memegang uang mereka secara tunai tetapi lebih memilih mendepositokan uang mereka, menabung atau membeli obligasi. Peningkatan suku bunga, akan mengakibatkan penurunan kegiatan ekonomi di sektor rill. Hal ini mengakibatkan pertambahan terhadap uang kuasi.


(21)

Berbagai gejolak yang ditimbulkan di berbagai bidang setelah krisis ekonomi tahun 1997 khususnya di bidang ekonomi telah menyulitkan sistem perbankan nasional. Setelah terjadinya krisis ekonomi sejumlah bank telah dilikuidasi, dibekukan kegiatan operasionalnya atau sebagian melakukan merger. Krisis ekonomi dipicu oleh kekurangan dana lembaga perbankan sebagai akibat dari penarikan dana oleh masyarakat secara besar-besaran, merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, terganggunya sistem pembayaran, melemahnya nilai rupiah terhadap Dollar AS dan kepercayaan masyarakat terhadap uang semakin berkurang mengakibatkan penurunan terus menerus terhadap nilai tukar rupiah. Karena hal tersebut, Pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia menyuntikkan dana secara besar-besaran ke sektor perbankan sehingga menyebabkan terjadinya inflasi. Di sisi lain, Bank Indonesia harus menyerap kelebihan likuiditas di masyarakat melalui berbagai kebijakan moneter, salah satunya adalah memantau perputaran uang (M1 dan M2) melalui peningkatan suku bunga dan kestabilan nilai tukar. Melalui pemantauan tersebut dapat dianalisis sejauh mana kebijakan moneter yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia mendorong masyarakat untuk menyimpan kembali uang mereka di bank.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh tingkat suku bunga deposito secara parsial terhadap permintaan uang kuasi di Indonesia?


(22)

2. Bagaimana pengaruh PDB Perkapita secara parsial terhadap permintaan uang kuasi di Indonesia?

3. Bagaimana pengaruh inflasi secara parsial terhadap permintaan uang kuasi di Indonesia?

4. Bagaimana pengaruh tingkat suku bunga deposito, PDB Perkapita dan inflasi secara simultan terhadap permintaan uang kuasi di Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga deposito secara parsial terhadap permintaan uang kuasi di Indonesia.

2. Untuk mengetahui pengaruh PDB Perkapita secara parsial terhadap permintaan uang kuasi di Indonesia.

3. Untuk mengetahui pengaruh inflasi secara parsial terhadap permintaan uang kuasi di Indonesia.

4. Untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga deposito, PDB Perkapita dan inflasi secara simultan terhadap permintaan uang kuasi di Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai tambahan informasi bagi masyarakat dan tambahan literatur untuk penelitian selanjutnya.

2. Sebagai masukan bagi kalangan akademis dimana penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran ilmu pengetahuan dan


(23)

bahan studi khususnya bagi mahasiswa/i Department Ekonomi pembangunan.

3. Untuk penulis sendiri, sebagai hasil pemikiran dan bentuk aspirasi tentang pengetahuan terhadap permintaan uang kuasi juga sebagai wawasan dan pengetahuan untuk mengetahui secara mendalam bagaimana permintaan uang kuasi di Indonesia.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Uang, Fungsi Uang dan Jenis Uang

Dalam kehidupan sehari-hari, uang mememiliki pengertian yang bermacam-macam. Secara sederhana uang diartikan sebagai alat pertukaran barang dan jasa. Menurut Mandala,dkk (2004) uang adalah asset yang paling likuid di antara seluruh asset yang ada dalam perekonomian. Suatu asset dikatakan likuid bila sangat mudah ditukarkan dengan barang dan jasa lain, biaya transaksinya sangat kecil dan nilai nominalnya relatif stabil.

Menurut Boediono (1985) uang adalah uang kertas dan uang logam yang ada di tangan masyarakat. Uang tunai ini disebut dengan uang kartal atau dalam bahasa inggris disebut currency.

Menurut Mankiw (2007) uang adalah persediaan asset yang dapat dengan segera digunakan untuk melakukan transaksi. Semakin banyak seseorang memiliki uang, maka akan dianggap semakin kaya. Bagi ekonom, uang tidak mengacu pada seluruh kekayaan tetapi hanya salah satu jenis dari kekayaan. Uang yang ada di tangan masyarakat akan membentuk persediaan uang nasional.

Menurut Frederic S.Mishkin (2008), uang memiliki arti khusus bagi ekonom. Para ekonom membuat perbedaan antara uang dalam bentuk mata uang, rekening koran( tabungan) dan dalam bentuk lainnya yang digunakan untuk transaksi dan kekayaan. Dalam masyarakat, dianggap bahwa semakin kaya atau semakin makmur seseorang maka uang yang dimilikinya semakin banyak. Tetapi


(25)

bagi ekonom, uang tidaklah menjadi bagian dari seluruh kekayaan tetapi salah satu bentuk dari kekayaan atau asset yang digunakan untuk proses transaksi. Masyarakat juga menganggap bahwa uang adalah pendapatan (income). Tetapi bagi seorang ekonom mendefenisikan uang (juga sering disebut sebagai uang beredar) sebagai sesuatu yang secara umum diterima dalam pembayaran barang dan jasa atau pembayaran atas utang berbeda dengan kekayaan dan pendapatan.

Menurut Mankiw (2006) uang adalah persediaan asset yang digunakan untuk transaksi, kuantitas uang adalah jumlah asset tersebut dan dalam perekonomian sederhana jumlah ini mudah diukur tetapi tidak mudah dalam perekonomian yang lebih kompleks karena tidak ada asset tunggal yang digunakan untuk seluruh transaksi.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa uang adalah sesuatu yang dipercayai, diterima dan dianggap bernilai oleh masyarakat, digunakan untuk aktivitas perekonomian baik transaksi barang dan jasa, penyimpan kekayaan atau ukuran kekayaan.

Uang diartikan sebagai suatu alat atau komoditi yang memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai alat tukar atau medium of exchange, sebagai satuan hitung atau unit of account, alat penyimpan nilai atau store of value dan standart pembayaran di masa mendatang yang dapat ditangguhkan atau standard of deffered payment (Mulyani, 1988).

1. Sebagai alat tukar atau medium of exchange

Setelah munculnya uang, maka efisiensi dalam perekonomian semakin tercapai, karena menghilangkan banyak waktu yang dibutuhkan untuk proses


(26)

pertukaran barang dan jasa. Hal ini berbeda pada saat sistem barter yang dinilai sangat tidak efisien dan tidak efektif. Perekonomian barter hanya memungkinkan untuk transaksi yang sederhana karena untuk transaksi yang besar akan membutuhkan kemampuan memenuhi permintaan barang dan jasa yang diminta satu pihak dengan barang dan jasa yang ditawarkan pihak lain atau disebut dengan double coincidence of wants.

Dalam perekonomian yang sederhana, transaksi dilakukan secara langsung dan membutuhkan penggunaan uang contohnya: seorang petani yang memproduksi beras, dia bisa memilih apakah akan mengkonsumsi semua hasil produksinya atau memperdagangkannya secara langsung kepada orang-orang di kota, menjual hasil pertaniannya dan menerima uang dari hasil penjualan tersebut dan dengan uang tersebut si petani bisa membeli baju atau apapun yang menjadi kebutuhannya. Berbeda dengan perekonomian modern yang kompleks, perdagangan dilakukan secara tidak langsung tetapi perekonomian kompleks tetap membutuhkan uang. Contohnya : seorang profesor ekonomi menggunakan gajinya untuk membeli buku, penerbit buku menggunakan hasil penjualan buku untuk membeli kertas, perusahaan kertas menggunakan penerimaannya dari hasil penjualan kertas untuk membayar pemotong kayu. Si pemotong kayu menggunakan pendapatannya untuk membayar uang kuliah anaknya di perguruan tinggi dan perguruan tinggi menggunakan uang kuliah untuk membayar gaji professor. Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa uang mampu mendorong adanya efisiensi baik dari penggunaan waktu, sehingga perekonomian dapat


(27)

berjalan dengan lancar dan akan terlihat sistem pembagian kerja di masyarakat dan mendorong adanya spesialisasi.

2. Sebagai satuan hitung atau unit of account

Uang digunakan untuk memberikan ukuran dimana harga ditetapkan dan utang dicatat (Mankiw, 2006). Harga suatu barang relatif terhadap barang yang lainnya tetapi ditetapkan harganya apakah dalam bentuk Rupiah atau Dollar. Contohnya sorum sepeda motor menyatakan bahwa harga satu unit sepeda motor Rp 10.000.000,- bukan dengan 100 karung beras meskipun nilainya sama. Demikian juga halnya dengan utang, dibayarkan dengan sejumlah uang di masa depan bukan dengan sejumlah beberapa komoditas tertentu.

3. Alat penyimpan nilai atau store of value

Uang yang diterima di masa kini sebagai bentuk dari pendapatan bisa digunakan untuk transaksi di kemudian hari. Misalnya seseorang yang berpenghasilan Rp 50.000.000,- perbulan, bisa menabung uang tersebut dan kemungkinan membelanjakannya besok atau bulan depan. Suku bunga yang tinggi yang ditawarkan oleh pasar modal dan pasar uang juga memotivasi seseorang untuk mengubah uangnya ke dalam bentuk asset lain yang memberikan suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan uang contohnya dengan membeli obligasi, saham, mendepositokan uangnya atau membeli komoditas lainnya yang dianggap mampu memberi nilai yang lebih tinggi di masa depan.

4. Standart pembayaran di masa mendatang atau standard of deffered payment


(28)

Sistem standart pembayaran di masa mendatang bisa dilihat dalam sistem pembayaran gaji dan kredit. Contohnya: seorang karyawan yang bekerja di bulan ini akan menerima gaji atau upah pada bulan berikutnya.

Kita bisa mengklasifikasikan dan mengelompokkan uang secara umum ke M0, M1, M2, M3.

1. M0 disebut sebagai uang primer

Uang primer yang terdiri dari uang kartal yang berada di luar lembaga keuangan ditambah dengan cadangan lembaga keuangan, termasuk dalam komponen cadangan adalah uang kartal yang berada pada perbankan ditambah dengan simpanan pada bank sentral. Prefensi uang kartal dari sektor swasta mempengaruhi posisi cadangan lembaga keuangan. Pada jumlah uang primer tertentu, cadangan akan menurun apabila uang kartal yang berada di luar system perbankan meningkat (Diulio, 1993).

2. M1 atau uang dalam pengertian sempit

M1 sering disebut sebagai uang dekat (near money), meliputi uang kartal dan uang giral atau demand deposits (Mulyani, 1988). Uang kartal digunakan masyarakat untuk pembayaran tunai dalam perekonomian yang terdiri dari uang kertas dan uang logam. Uang kertas diterima oleh masyarakat karena masyarakat percaya penuh kepada pemerintah atau lembaga yang mencetak uang tersebut dan uang dipercaya masyarakat sebagai alat pembayaran yang memiliki nilai yang diatur secara hukum dan sulit untuk dipalsukan. Uang kertas jauh lebih ringan dibandingkan mata uang logam. Sedangkan uang giral tidak dipegang masyarakat secara langsung. Uang giral diterbitkan oleh bank umum yang berupa rekening


(29)

giro, simpanan berjangka, warkat terdiri dari cek, bilyet giro, nota kredit, wesel bank untuk transfer, surat bukti peneriman transfer, nota kredit, dan nota debit. Uang giral muncul akibat dari kelemahan uang kertas dan uang logam yang mudah dicuri dan cukup mahal untuk dibawa dalam jumlah yang besar. Banyak keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan uang giral. Contohnya cek, penggunaan cek relatif lebih mudah daripada penggunaan uang kertas dan uang logam. Cek adalah suatu instruksi dari anda ke bank anda untuk mengirimkan uang dari rekening anda ke rekening orang lain ketika orang tersebut menyetorkan cek yang diterimanya (Mishkin:2008). Dengan menggunakan cek, transaksi besar bisa dilakukan tanpa harus membawa uang dalam jumlah yang besar, penggunaan cek juga relatif lebih aman dibandingkan dengan menggunakan mata uang kertas ataupun mata uang logam.

Menurut Boediono (1998) M1 adalah uang beredar yang bisa digunakan untuk pembayaran bisa diperluas dan mencakup alat-alat pembayaran yang mendekati uang, misalnya deposito berjangka (time deposits) dan simpanan tabungan (saving deposits) pada bank-bank.

2. M2 atau uang dalam arti luas

M2 atau uang dalam arti luas sering disebut dengan likuiditas perekonomian adalah M1 ditambahkan dengan uang kuasi (quasi money), yang terdiri dari deposito berjangka denominasi kecil, surat berharga pasar uang, rekening antar bank, rekening tabungan dan rekening tabungan valuta asing milik swasta domestik.


(30)

Menurut Boediono (1985) M2 diartikan sebagai M1 ditambah dengan deposito berjangka (time deposits) dan saldo tabungan (saving deposits) milik masyarakat pada bank-bank, karena perkembangan M2 ini juga bisa mempengaruhi perkembangan harga, produksi dan keadaan ekonomi pada umumnya. Di Indonesia, M2 mencakup semua time deposits dan sertifikat deposits pada bank-bank.

3. M3 atau uang dalam arti yang lebih luas

M3 terdiri dari M2, deposito berjangka jumlah besar, surat berharga pasar uang.

2.2 Uang Kuasi

Uang kuasi atau quasy money adalah uang yang tidak bisa digunakan setiap saat karena sifatnya tidak likuid dan penggunaannya terikat oleh waktu. Menurut kamus Bank Indonesia uang kuasi adalah istilah ekonomi yang digunakan untuk mendeskripsikan asset yang dapat diuangkan secara cepat. Uang kuasi terdiri dari deposito, tabungan, dan simpanan valas milik swasta domestik.

Menurut Boediono (1985), seluruh time deposits (TD) dan sertifikat deposits (SD) baik besar kecil dalam bentuk rupiah atau dollar milik penduduk pada bank atau lembaga keuangan non-bank disebut uang kuasi atau quasy money. Perbedaan TD dan SD sangat sedikit antara TD dan SD dalam rupiah dengan TD dan SD dalam dollar, sehingga perbedaan M2 dan M3 menjadi tidak jelas.

Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998, deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian Nasabah Penyimpan dengan bank.


(31)

Uang kuasi terbentuk karena adanya fungsi uang sebagai penyimpan nilai atau store of value, dimana unit-unit ekonomi bisa menggunakan uang secara terus-menerus. Jadi, dalam jangka waktu tertentu, pelaku ekonomi yang memiliki dana yang surplus bisa melakukan saving atau menabung sebagian pendapatannya di lembaga perbankan baik dalam bentuk tabungan, deposito berjangka denominasi kecil maupun mengkonversikan uang tunai yang dimilikinya kedalam bentuk surat-surat berharga. Dengan terkumpulnya uang tunai dari para pelaku ekonomi yang surplus dana di bank, maka pihak perbankan akan menggunakan uang tersebut untuk membiayai unit/pelaku ekonomi yang mengalami defisit dana yaitu melalui pemberian kredit oleh pihak perbankan. Para pelaku ekonomi yang surplus dana ini sebenarnya menabung atau membeli surat-surat berharga dengan tujuan agar mereka mendapatkan bunga atau harga sewa yang diterima oleh pihak yang surplus dana karena membiayai pihak yang defisit dana karena pada dasarnya uang kartal dan uang giral tidak menghasilkan bunga. Semakin tingginya bunga yang ditawarkan oleh pihak bank, maka akan meningkatkan keinginan pelaku ekonomi yang surplus dana untuk menabung uangnya dalam bentuk tabungan dan deposito berjangka dibandingkan memegang uang kartal ataupun uang giral. Meskipun uang kuasi terdiri dari deposito berjangka, uang kuasi tetap termasuk sebagai alat tukar sama dengan uang kartal dan uang giral karena uang kuasi memiliki fungsi-fungsi uang baik sebagai alat tukar, satuan hitung, penyimpan nilai dan standart pembayaran.


(32)

Menurut Boorman (1976) tingginya permintaaan uang kuasi (quasy money) dipengaruhi oleh tingkat pendapat riil, suku bunga domestik, suku bunga internasional, jumlah uang beredar dan nilai tukar dollar.

2.3 Teori Permintaan Uang

Uang menjadi salah satu hal sentral atau hal pokok dalam perekonomian sehingga studi tentang perubahan jumlah uang beredar mendapat perhatian yang sangat besar. Studi ini disebut juga sebagai teori moneter. Perkembangan analisis kebijakan moneter lebih banyak membahas tentang teori-teori permintaan uang dibandingkan dengan penawaran uang karena penawaran uang bersifat otonomus. Teori-teori permintaan uang yaitu :

2.3.1 Teori Permintaan Uang Klasik

Teori klasik tentang permintaan uang terdiri dari teori kuantitas uang yang dikembangkan oleh Irving Fisher, model cambridge oleh Marshall dan Pigou dan teori kuantitas modern oleh Milton Friedman.

A. Teori kuantitas uang

Teori ini dikembangkan oleh Irving Fisher yang disampaikan dalam bukunya The Purchasing Power of Money tahun 1911. Teori ini berpendapat bahwa uang hanya digunakan sebagai alat tukar saja dan perekonomian berada dalam kondisi kesempatan kerja penuh atau full employment. Kondisi perekonomian dalam kesempatan kerja penuh atau full employment dimaksudkan perekonomian berproduksi pada saat dimana faktor-faktor produksi secara penuh (Nasution, 1998).


(33)

Teori ini juga menyatakan bahwa semakin banyak transaksi yang dibutuhkan oleh seseorang, maka akan semakin banyak jumlah kuantitas uang tunai yang dipegangnya dan erat kaitannya dengan kecepatan perputaran jumlah uang atau money velocity yang dipertukarkan dengan transaksi. Oleh sebab itu, hubungan antara transaksi dan uang dirumuskan oleh Irving Fisher sebagai berikut (Mankiw, 2007):

MV = PT

Sisi kiri persamaan kuantitas menyatakan uang yang digunakan untuk transaksi. M adalah kuantitas uang atau jumlah uang yang beredar. V disebut sebagai velocity of money atau kecepatan perputaran uang dalam suatu periode dalam perekonomian. Sisi kanan persamaan kuantitas menyatakan transaksi. P menunjukkan tingkat harga dari suatu transaksi tertentu atau jumlah Rupiah yang dipertukarkan. T menyatakan total jumlah barang dan jasa yang diperdagangkan dalam perekonomian pada suatu periode tertentu. Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa jumlah uang yang diterima oleh penjual sama dengan jumlah uang yang dibayarkan oleh pembeli dan jika salah satu variabel M, V, P atau T berubah maka variabel lainnya akan berubah. Contohnya jika kuantitas uang (M) meningkat, maka jumlah transaksi ( T) harus meningkat.

B. Model Cambridge

Model ini dikembangkan oleh para ekonom Cambridge yaitu oleh Alfred Marshall dan Pigou. Aliran Cambridge memandang pendapat Irving Fisher atau teori kuantitas uang dengan perbedaan, dimana teori ini menekankan pendapatan nasional yang diwujudkan dalam uang kas atau penguasaan bukan pada


(34)

perputaran uang (V) atau pembelanjaan (Nasution, 1998). Sebagai bagian dari aliran klasik, teori ini juga menyatakan bahwa uang digunakan sebagai alat tukar, tetapi juga mengakui uang sebagai alat penyimpan kekayaan (store of wealth). Dalam hal ini masyarakat tidak hanya bisa memegang uang tunai saja tetapi bisa mengkonversikan uangnya atau kekayaannya dalam bentuk surat-surat berharga. Pengalokasian kekayaan tersebut ditentukan oleh tingkat bunga dan tingkat hasil yang diharapkan ( expected return). Persamaan yang dibuat Marshall dalam transaksi yaitu:

M = k (PT)

M adalah kuantitas uang atau jumlah uang yang beredar. T adalah jumlah transaksi yang terjadi. P adalah tingkat harga rat-rata pada setiap transaksi. k adalah bagian dari transaksi dalam bentuk uang tunai. Sedangakan persamaan Marshall dalam bentuk pendapatan yaitu:

M = k (PY)

M adalah kuantitas uang atau jumlah uang beredar. Y adalah pendapatan nasional, P adalah tingkat harga dari suatu transaksi, dan k adalah bagian pendapatan dalam bentuk uang tunai.

C. Teori kuantitas modern oleh Milton Friedman

Milton Friedman (1956) berpendapat bahwa uang adalah salah satu bentuk asset atau kekayaan sama seperti bentuk kekayaan lainnya seperti obligasi, tanah, emas, termasuk kemampuan yang lain. Milton menyatakan bahwa kekayaan adalah bentuk dari pendapatan yang diharapkan manusia untuk mampu bertahan


(35)

hidup di masa depan. Tingkat suku bunga berhubungan secara langsung dengan jumlah kekayaan dan aliran pendapatan. Hal ini dirumuskan sebagai berikut:

W = Y/i

W adalah kekayaan, Y adalah aliran pendapatan (income flow) dan i adalah tingkat bunga.

2.3.2 Teori Keynes Tentang Permintaan Uang

Teori ini dikemukakan oleh Jhon Maynard Keynes (1936), dimana Keynes mengabaikan pendapat teori klasik yang mengatakan permintaan uang berhubungan dengan kecepatan perputaran uang (velocity of money). Keynes menyatakan permintaan uang (demand for money) oleh masyarakat didasari oleh tiga motif yaitu:

1. Permintaan uang untuk transaksi

Dalam hal ini Keynes setuju dengan pendapat aliran klasik bahwa uang berfungsi sebagai alat tukar yang digunakan untuk tujuan transaksi. Permintaan uang untuk transaksi sangat erat kaitannya dengan jumlah pendapatan seseorang, jika pendapatan semakin besar, maka transaksi yang dilakukan akan semakin besar begitu juga sebaliknya apabila tingkat pendapatan semakin kecil, maka transaksi yang dilakukan akan semakin kecil. Permintaan uang untuk tujuan transaksi juga dipengaruhi oleh tingkat harga. Bila harga naik akan mempengaruhi besarnya permintaan uang untuk transaksi.

Hubungan antara jumlah permintaan uang untuk tujuan transaksi dengan besar kecilnya pendapatan yang diterima oleh seseorang dapat ditunjukkan pada gambar 2.1.


(36)

Gambar 2.1.

Hubungan antara jumlah permintaan uang untuk tujuan transaksi dengan besar kecilnya pendapatan

Sumber: Nasution, 1998

Gambar di atas menunjukkan bahwa apabila tingkat pendapatan (Y) naik dari 1 ke 2, maka jumlah permintaan uang untuk transaksi (MT) juga akan naik dari 10 ke 20. Jika pendapatan semakin tinggi, maka aktivitas perekonomian juga akan semakin tinggi, yang dapat menyebabkan berbagai kegiatan yang tak dapat diprediksikan bisa terjadi sehingga transaksi semakin besar.

2. Permintaan uang untuk berjaga-jaga

Dalam hal ini tindakan yang dilakukan seseorang adalah menyimpan sebagian uang tunai yang dimilikinya untuk tujuan berjaga-jaga (precontionary motive) dan untuk berbagai pengeluaran yang tidak bisa diperkirakan. Misalnya: seorang karyawan menerima gaji di awal bulan sebesar Rp 2.000.000,00 dia menyimpan Rp 500.000,00 uangnya untuk berbagai keperluan tak terduga di akhir

1

1 2

2

MT (Permintaan uang untuk

Y 0

M


(37)

bulan. Ternyata di akhir bulan karyawan tersebut sakit dan harus membeli obat seharga Rp 300.000,00 maka dia menggunakan uang tersebut untuk membeli obat. Keynes mengatakan bahwa tingkat uang untuk berjaga-jaga ditentukan oleh besarnya transaksi yang akan dilakukan seseorang di masa yang akan datang. Permintaan uang untuk berjaga-jaga pada akhirnya digunakan untuk tujuan transaksi.

3. Permintaan uang untuk spekulasi

Selain sebagai alat transaksi dan untuk berjaga-jaga, orang juga memegang uang untuk tujuan spekulasi. Yang sangat diperhatikan dalam permintaan uang untuk tujuan spekulasi adalah nilai waktu dari uang (time value of money) dan biaya ekonomi dari memegang uang tunai. Untuk berspekulasi biasanya masyarakat akan menyimpan uang tunai mereka dalam bentuk obligasi (bond). Tujuan masyarakat menyimpan uang mereka dalam bentuk obligasi adalah untuk mendapatkan bunga di masa depan.

2.3.3 Teori IS-LM

Teori IS-LM dikembangkan oleh Jhon Hicks (1937). Tujuan dari model IS-LM adalah menunjukkan apa yang menentukan pendapatan nasional pada berbagai tingkat harga. Dalam jangka panjang, harga sifatnya fleksibel dan penawaran agregat menentukan pendapatan, dalam jangka pendek harga sifatnya kaku sehingga perubahan agregat mempengaruhi penawaran.

Model IS-LM terdiri dari dua bagian yaitu kurva IS dan kurva LM. Kurva IS menyatakan investasi dan saving dan menyatakan apa yang terjadi di sektor riil (pasar barang dan jasa). Kurva LM menyatakan Likuiditas dan Money dan


(38)

menyatakan apa yang terjadi di sektor moneter ( pasar uang dan modal). Tingkat bunga mempengaruhi keseimbangan investasi dan permintaan uang sehingga menggabungkan kurva IS-LM. Tingkat bunga di sektor moneter akan mempengaruhi pengeluaran investasi dan akan mempengaruhi keseimbangan pasar barang dan jasa. Perubahan yang terjadi di sektor riil yaitu adanya pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan permintaan uang untuk tujuan transaksi. Jika pendapatan nasional meningkat permintaan akan uang untuk transaksi akan meningkat. Hal ini akan mempengaruhi tingkat bunga dan keseimbangan sektor moneter. Terjadi keseimbangan perekonomian apabila pasar barang atau jasa dan pasar uang atau modal berada dalam keseimbangan simultan dimana pada tingkat bunga tertentu jumlah uang yang ditawarkan sama dengan jumlah uang diminta sehingga pasar uang dan modal berada dalam keseimbangan dan pada tingkat bunga tersebut produksi sama dengan pengeluaran agregat, sehingga pasar barang dan jasa juga berada dalam keseimbangan. Banyak ahli ekonomi yang menggabungkan teori klasik dan model IS-LM yang disebut dengan sintesis klasik-keynesian atau neo klasik-keynesian.

2.4 Tingkat Suku Bunga Deposito

Tingkat bunga memegang peranan penting dalam setiap perekonomian yang menggunakan uang untuk menyimpan nilai (store f value). Tingkat bunga yaitu sebagai harga penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu (Boediono, 1987).

Menurut Samuelson (2001) suku bunga merupakan keuntungan finansial atas dana atau keuntungan tahunan atas dana yang dipinjamkan. Suku bunga


(39)

menjalankan dua fungsi dalam ekonomi yaitu sebagai alat pendorong suku bunga memberikan insentif bagi orang yang menabung dan mengumpulkan kekayaan. Sebagai alat pembagi, suku bunga memungkinkan masyarakat untuk memilih proyek investasi.

Suku bunga deposito biasanya lebih tinggi dari suku bunga tabungan biasa. Pengambilan bunga deposito dilakukan setelah tanggal jatuh tempo bunga atau dimasukkan ke pokok deposito berikutnya.

2.4.1 Teori Suku Bunga Menurut Aliran Klasik

Menurut teori klasik, tinggi rendahnya bunga sangat dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran akan modal. Jika modal yang ditawarkan oleh pihak penabung tinggi, maka bunga akan cenderung rendah, tetapi jika modal yang ditawarkan rendah maka bunga akan tinggi (Darmawan, 83). Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat bunga maka keinginan masyarakat untuk berinvestasi akan semakin kecil tetapi keinginan untuk menanamkan dananya dalam bentuk tabungan ataupun deposito akan semakin meningkat. Peningkatan tabungan dan deposito akan meningkatkan jumlah uang kuasi. Teori klasik juga mengatakan bahwa keseimbangan tingkat bunga akan tercapai apabila saving sama dengan investasi. Keseimbangan tingkat bunga menurut teori klasik dilihat dari gambar 2.2 berikut:


(40)

Gambar 2.2

Keseimbangan tingkat bunga menurut teori klasik Sumber: Nasution, 1998

Berdasarkan gambar di atas, keseimbangan tingkat bunga tercapai saat jumlah investasi (I) dan tabungan (S) sama di pasar yang di tunjukkan S=I atau saat I0=S0. Jika bunga naik dari I0 ke I1 maka investasi akan berkurang dan

tingkat tabungan akan naik. Karena jumlah tabungan naik, maka tingkat bunga dari I1 kembali ke I0 sehingga tercapai kembali keseimbangan. Sebaliknya jika

bunga turun dari tingkat I0 ke I2 maka akan menaikan investasi dan jumlah

tabungan akan berkurang. Karena jumlah investasi terus naik, maka akan tingkat bunga akan turun kembali dan akan mencapai titik keseimbangan dititik I

2.4.2 Teori Suku Bunga Menurut Keynes

0.

Menurut Keynes, adanya hubungan langsung antara kesediaan orang membayar harga uang (tingkat bunga) didasarkan pada unsur permintaan uang

S=I I1

Tingkat

I1

I1 S1 S0

I0

I2

I0

S3

I2


(41)

untuk tujuan spekulasi: permintaan besar apabila tingkat bunga rendah, dan permintaan kecil apabila tingkat bunga tinggi (Boediono,1985).

Hubungan antara tingkat suku bunga dan permintaan uang untuk spekulasi dapat dilihat gambar 2.3

Gambar 2.3

Hubungan antara tingkat suku bunga dan permintaan uang untuk spekulasi Sumber : Nasution, 1998

Berdasarkan gambar di atas ditunjukkan bahwa ada hubungan berlawanan arah antara permintaan uang untuk spekulasi dengan tingkat bunga. Pada saat tingkat bunga berada pada titik terendah, dan tidak mungkin untuk diturunkan lagi, yang terjadi adalah harga surat berharga sangat tinggi, maka masyarakat tidak akan memegang surat berharga. Masyarakat akan lebih memilih untuk memegang uang tunai. Pada tingkat ini, permintaan uang tidak peka/sensitif terhadap tingkat bunga.

Interest

0 I1

I0

Q untuk spekulasi Q2

Q1

P


(42)

2.4.3 Hubungan Tingkat Suku Bunga Deposito dengan Permintaan Uang Kuasi

Menurut Sarwono dan Warjiyo (1997), suku bunga menentukan keputusan mengenai alternatif investasi di masyarakat. Kenaikan suku bunga, misalnya, akan menyebabkan investasi dan konsumsi di sektor riil menjadi kurang menarik. Masyarakat akan lebih tertarik untuk menanamkan dananya pada tabungan, deposito maupun obligasi.

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa jika tingkat suku bunga deposito tinggi, maka masyarakat akan mendepositokan atau menyimpan modal mereka bukan dalam bentuk uang tunai sehingga terjadi pertambahan terhadap jumlah uang kuasi dan jika tingkat bunga deposito rendah masyarakat akan lebih memilih memegang uang tunai dibandingkan dalam bentuk tabungan, deposito ataupun surat berharga.

2.5 Produk Domestik Bruto Perkapita (Gross Domestic Product Percapita) Produk Domestik Bruto perkapita (PDB Perkapita) atau Gross Domestic Product per capita (GDP per capita ) secara umum diartikan sebagai ukuran pendapatan rata-rata penduduk suatu negara. PDB digunakan sebagai tolak ukur kesejahteraan suatu negara. Semakin tinggi pendapatan rata-rata penduduk suatu negara maka kesejahteraan akan semakin tinggi, produktivitas semakin meningkat, pertumbuhan ekonomi yang naik.

2.5.1 Hubungan PDB dengan Permintaan Uang Kuasi

Produk Domestik Bruto digunakan sebagai salah satu indikator tinggi atau rendahnya standar hidup penduduk suatu Negara. Semakin tinggi, maka standar


(43)

hidup dinilai akan semakin tinggi. Semakin tingginya satandar hidup maka masyarakat tidak lagi menggunakan pendapatan mereka hanya untuk konsumsi tapi sebagian untuk ditabung baik ke dalam deposito berjangka atau bentuk tabungan lainnya. Hal ini menyebabkan jumlah uang kuasi semakin meningkat. 2.6 Inflasi

2.6.1 Pengertian Inflasi

Inflasi secara umum diartikan sebagai meningkatnya harga barang-barang secara terus menerus diikuti dengan meningkatnya jumlah uang beredar. Inflasi merupakan suatu proses ketidakseimbangan (disequilibrium) yang mana tingkat harga yang terus-menerus mengalami kenaikan atau peningkatan selama periode tertentu (Nasution,1998). Menurut teori klasik, inflasi sepenuhnya merupakan gejala moneter artinya perubahan indeks harga umum hanya diakibatkan oleh perubahan jumlah uang yang beredar. Milton Friedman (1956) menyatakan bahwa inflasi selalu dan dimana pun merupakan fenomena moneter. Friedman berpendapat bahwa inflasi disebabkan oleh tingkat pertumbuhan uang beredar yang tinggi.

2.6.2 Jenis-jenis Inflasi

Jenis-jenis inflasi dapat dikategorikan berdasarkan beberapa hal yaitu (Boediono, 1987) :

1. Berdasarkan asal inflasi

a. Inflasi yang berasal dari dalam negri atau domestic inflation. Inflasi ini terjadi karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru.


(44)

b. Inflasi yang berasal dari luar negri atau imported inflation. Inflasi ini terjadi karena kenaikan harga-harga di luar negri atau di Negara-negara langganan berdagang kita.

2. Berdasarkan parah atau tidaknya inflasi

a. Inflasi ringan yaitu inflasi di bawah 10% pertahun b. Inflasi sedang yaitu antara 10-30% pertahun

c. Inflasi berat yaitu infalsi yang nilainya antara 30-100% pertahun d. Hiperinflasi yaitu di atas 100% pertahun.

2.6.3 Faktor-faktor penyebab inflasi

Terjadinya inflasi bisa disebabkan oleh beberapa hal yaitu : a. Inflasi permintaan atau demand pull inflation

Inflasi permintaaan atau demand pull inflation adalah inflasi yang disebabkan karena adanya tarikan permintaan terhadap barang dan jasa sehingga mendorong kenaikan harga-harga. Inflasi permintaan terjadi karena anggran belanja pemerintah yang defisit atau pendapatan negara lebih kecil dibandingkan dengan pengeluaran negara. Kekurangan anggaran ini biasanya diatasi oleh pemerintah dengan mencetak uang. Pencetakan uang yang sering dapat dilakukan menyebabkan kenaikan harga umum yang semakin cepat sehingga memicu terjadinya inflasi ( Suparmoko, 2000). Inflasi yang disebabkan oleh tarikan permintaan (demand pull inflation) bisa dilihat dari gambar 2.4.


(45)

Gambar 2.4

Inflasi yang disebabkan oleh tarikan permintaan (demand pull inflation) Sumber: Suparmoko, 2000

Berdasarkan gambar 2.4, sumbu horizontal menunjukkan Qd=Qs dimana kuantitas barang yang diminta sama dengan kuantitas barang yang ditawarkan. Sumbu vertikal menunjukkan harga barang atau P. Kurva permintaan DD memotong kurva penawaran SS sehingga terjadi keseimbangan/equilibrium di sumbu E dan tercapai harga keseimbangan di Po dan keseimbangan jumlah barang yang diminta sama dengan jumlah barang yang ditawarkan ditunjukkan oleh Qd=Qs. Jika terjadi pertambahan permintaan karena pertambahan jumlah uang yang beredar, maka kuva permintaan DD akan bergeser ke kanan menjadi D’D’ dan akan berpotongan dengan kurva SS, sehingga akan menciptakan harga baru sebesar P1 dan jumlah barang yang diminta dan yang yang ditawarkan akan meningkat dari Qd=Qs menjadi Qd1=Qs1, karena struktur biaya yang tidak berubah, harga menjadi lebih tinggi dan jumlah barang dapat meningkat. Jika pergeseran kurva tersebut terjadi secara terus menerus karena peningkatan jumlah

P1

P0

P

0

E

S

S

Qd/Qs Qd1=Qs1

D1

D1


(46)

uang beredar, maka harga pun akan terus mengalami kenaikan, maka terjadilah demand pull inflation.

b. Inflasi penawaran atau cost push inflation

Inflasi penawaran atau cost push inflation adalah inflasi yang disebabkan oleh desakan kenaikan biaya produksi, khususnya kenaikan upah buruh, sehingga kenaikan upah buruh akan mengakibatkan kenaikan harga-harga yang ditawarkan oleh produsen (Suparmoko, 2000). Misalnya kenaikan harga BBM dan tariff dasar listik akan membawa dampak terhadap naiknya harga-harga secara umum, hal ini terjadi akibat bertambahnya biaya yang dikeluarkan oleh produsen. Inflasi yang disebabkan oleh dorongan biaya produksi dapat dilihat dari gambar 2.4 berikut:

Gambar 2.5

Inflasi yang disebabkan oleh dorongan biaya produksi Sumber: Suparmoko, 2000

Berdasarkan gambar 2.5, sumbu horizontal menunjukkan jumlah barang yang diminta dan yang ditawarkan Qd=Qs dan sumbu vertikal menunjukkan harga barang atau P. Perpotongan kurva permintaan DD dan kurva penawaran SS akan menghasilkan keseimbangan di titik E sehingga menghasilkan harga Po dan

0

P

P0

P1

E

S

S

Qd/Qs Qd=Qs


(47)

kuantitas barang yang sama antara permintaan dan penawaran di Qd=Qs. Dengan meningkatnya upah tenaga kerja atau meningkatnya biaya produksi, akan mengakibatkan kurva penawaran bergeser ke kiri menjadi S1S1 dan berpotongan dengan kurva permintaan DD pada tingkat harga yang lebih tinggi yaitu P1.

Dalam kondisi ini, maka jumlah barang yang diperjualbelikan akan lebih sedikit yaitu Qd1=Qs1

Inflasi dari sudut penawaran dibagi juga atas price push inflation dan import cost push inflation. Inflasi karena dorongan harga atau Price push inflation terjadi karena kekekuatan monopoli yang dimiliki oleh produsen dalam mengatur tingkat harga dan tingkat produksi sesuai dengan keinginannya. Inflasi karena impor atau Import cost push inflation terjadi karena kenaikan harga barang-barang impor seperti bahan baku dan barang-barang modal, jika barang-barang-barang-barang tersebut terus mengalami kenaikan maka harga di dalam negri juga akan meningkat yang dapat menyebabkan terjadinya inflasi ( Nasution, 1998).

. Hal ini terjadi karena biaya untuk membuat barang tersebut mahal dan mendorong produsen untuk menjual produknya dengan harga lebih tinggi sehingga terjadilah cost push inflation.

2.6.4 Hubungan Inflasi dengan Permintaan Uang Kuasi

Laju inflasi merupakan biaya atau opportunity cost, dari pemegangan kekayaan dalam bentuk aktiva moneter, seperti C atau currency, DD atau demand deposits, terutama TD atau time deposits. Oleh karena itu, laju inflasi mempengaruhi uang kuasi dalam hal ini time deposits, jika inflasi tinggi cenderung membuat time deposits rendah (Boediono, 1985).


(48)

2.7 Penelitian terdahulu

Dhani Agung Darmawan (2005) dengan judul “Analisis permintaan uang kuasi di Indonesia, periode 1983-2003, pendekatan error corectioin models. Dalam penelitian ini digunakan variable GNP (Gross National Product), nilai tukar, indeks harga konsumen, tingkat suku bunga luar negri (SIBOR), suku bunga deposito, dan uang kuasi (QM) di Indonesia. Dalam penelitian ini berdasarkan hasil estimasi Error correction models, permintaan memliki perspektif jangka panjang dan jangka pendek. Permintaan uang kuasi dalam jangka pendek menunjukkan bahwa serentak variable GNP, nilai tukar, indeks harga konsumen, tingkat suku bunga luar negri dan suku bunga dalam negri, signifikan karena mempengaruhi permintaan uang kuasi di Indonesia. Sedangkan jangka panjang, variable suku bunga luar negri (SIBOR) dan indeks harga konsumen tidak signifikan dan variabel lainnya signifikan.

Ronaldo (2008) dengan judul “Analisis Determinasi Model Permintaan Uang Beredar Ruang Lingkup Artian Luas (M2) Studi Kasus Indonesia Periode 1990 -2005.” Variabel yang digunakan adalah permintaan uang secara luas (M2) yang terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi yang beredar di masyarakat, tingkat PDB Riil, tingkat suku bunga deposito 3 bulan, suku bunga kredit modal kerja, tingkat suku bunga di pasar uang internasional (Jibor). Dalam penelitian ini digunakan Error Corection models dan kointegrasi untuk mengetahui kesimbangan jangka pendek dan jangka panjang variabel-variabel bebas yaitu tingkat PDB Riil, tingkat suku bunga deposito 3 bulan, suku bunga kredit modal kerja, tingkat suku bunga di pasar uang internasional (Jibor) terhadap


(49)

variabel tidak bebas yaitu uang dalam arti luas (M2) yang terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi.

Badjuri (1997) dengan judul “Permintaan Uang di Indonesia tahun 1978-1993: Pendekatan kointegrasi”. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Gross Domestic Income (GDY), tingkat bunga dalam negri, tingkat bunga luar negri, dan inflasi yang diharapkan. Berdasarkan hasil uji Kointegasi dari Engle-Granger menunjukkan bahwa hubungan jangka panjang elastisitas permintaan uang baik dalam arti sempit(Ml) maupun luas (M2) ditentukan oleh GDY, tingkat bunga dalam negeri, tingkat bunga luar negeri dan expected inflation. Berdasarkan hasil uji Error Correction Model menunjukkan bahwa dalam jangka pendek elastisitas permintaan uang dalam anti sempit (Ml) dan permintaan uang dalam arti luas (M2) dipengaruhi oleh GDY, suku bunga dalam negeri, suku bunga luar negeri, dan inflasi yang diharapkan. Berdasarkan hasil uji dengan prosedur Barriren. menunjukkan bahwa dalam jangka panjang permintaan uang dalam arti sempit maupun luas hasilnya tidak jauh berbeda dengan Engle - Granger. Hal ini menunjukkan bahwa hasil uji cukup memuaskan.


(50)

2.8 Kerangka Konseptual

Gambar 2.6 Kerangka Konseptual

Berdasarkan kerangka konseptual di atas, dapat dilihat bahwa permintaan uang kuasi di Indonesia dipengaruhi oleh tingkat suku bunga deposito, PDB Perkapita dan Inflasi. Pengaruh tingkat suku bunga deposito, PDB Perkapita inflasi terhadap permintaan uang kuasi akan dilihat secara parsial dan secara simultan sehingga akan diperoleh kesimpulan.

INFLASI PERMINTAAN UANG KUASI DI

DIPENGARUHI

SUKU BUNGA DEPOSITO

PDB PERKAPTA

SECARA PARSIAL/ SECARA SIMULTAN

ANALISIS/ KESIMPULAN


(51)

2.9 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang diteliti dan masih harus dibuktikan kebenarannya karena masih bersifat dugaan. Berdasarkan masalah di atas, hipotesisnya adalah:

H1 : Adanya pengaruh antara suku bunga deposito terhadap permintaan uang kuasi.

H2 : Adanya pengaruh antara PDB Perkapita terhadap permintaan uang kuasi. H3 : Adanya pengaruh antara inflasi terhadap permintaan uang kuasi.

H4 : Secara simultan, suku bunga, PDB Perkapita dan inflasi berpengaruh terhadap permintaan uang kuasi.


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Indonesia selama tiga dekade terakhir yaitu periode 1981 sampai dengan 2011. Dasar penetapan tahun ini adalah sengaja (purposive) dengan alasan bahwa selama rentang waktu 1981-2011, Indonesia banyak mengalami perubahan diberbagai sektor khususnya sektor moneter dan perbankan. Tahun 1980-an pemerintah mulai memberi keterlibatan pihak swasta terhadap sektor moneter, melalui deregulasi moneter perbankan tahun 1983 dan deregulasi tahun 1988 yang sangat mempengaruhi sistem moneter Indonesia. Periode tahun 1992-1993 sistem perbankan nasional mengalami kredit macet yang menyebabkan kerugian perbankan dan tingkat ekspansi kredit mulai menurun. Akibatnya di jangka pendek, Indonesia mengalami kerugian yang besar. Tahun 1994 terjadi perkembangan di sektor properti yang mengakibatkan kredit banyak mengalir ke sektor properti sehingga inflasi semakin tinggi. Tahun 1997 sampai 1998 terjadi krisis moneter Indonesia yang mengakibatkan perekonomian Indonesia lumpuh dan hancurnya sistem perbankan Indonesia. Krisis moneter ini ditandai dengan Produk Domestik Bruto turun, inflasi naik, nilai tukar rupiah terhadap dollar naik, suku bunga sangat tinggi, dan jumlah uang beredar meningkat. Tahun 2000-an kondisi perekonomian dan moneter Indonesia semakin membaik ditandai dengan peningkatan PDB, menguatnya nilai tukar rupiah, turunnya inflasi, penurunan suku bunga di sektor riil.


(53)

3.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk runtun waktu (time series) yang bersifat kuantitatif yakni berbentuk angka-angka yang bersumber dari Bank Indonesia (BI) dan The World Bank pada kurun waktu tiga dekade terakhir yaitu tahun 1981 - 2011. Adapun data yang diperlukan adalah data uang kuasi, tingkat suku bunga, Produk Domestik Bruto Perkapita dan inflasi.

3.3 Defenisi Operasional Variabel

Uang kuasi atau Quasy money adalah sesuatu yang menyerupai uang yang sifatnya tidak likuid dan membutuhkan waktu untuk mengkonversikannya ke dalam bentuk uang kas. Dalam hal ini yang termasuk dalam uang kuasi adalah deposito berjangka atau time deposits.

Suku bunga deposito atau Deposito Rate adalah harga yang diberikan atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu.

Produk Domestik Bruto perkapita atau Gross Domestic Product Per Capita adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu negara.

Inflasi atau Inflation adalah suatu fenomena moneter dimana terjadi ketidakseimbangan moneter atau disequilibrium akibat dari peningkatan harga-harga terus menerus diikuti dengan penambahan jumlah uang beredar.

3.4 Metode Analisis Data

Dalam mengkaji hubungan antara variabel dependen (uang kuasi) dengan beberapa variabel bebas yaitu tingkat suku bunga deposito, PDB Perkapita, dan inflasi, maka digunakan model regresi linear berganda. Metode yang digunakan untuk mengestimasi model linear berganda adalah metode kuadrat terkecil


(54)

(Ordinary Least Square/ OLS). Tujuan dari metode kuadrat terkecil adalah untuk meminimumkan jumlah kuadrat error.

Dalam regresi linear berganda, terdapat beberapa pelanggaran yang dilakukan terhadap asumsi-asumsinya. Agar model dapat dianalisis dan memberikan hasil yang representatif, maka model tersebut harus memenuhi pengujian asumsi-asumsi klasik.

3.4.1 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.4.1.1 Uji Normalitas Data

Uji Normalitas data adalah suatu pengujian untuk mengetahui apakah data yang akan diolah telah terdistribusi normal atau tidak. Data terdistribusi normal adalah bahwa data akan mengikuti bentuk distribusi normal dimana datanya memusat pada nilai rata-rata dan median. Untuk melakukan uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan Kolmogorov dan Smirnov. Dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan melihat nilai Asymp.Sig.(2-tailed).

Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: Ho : Data X berdistribusi normal.

Ha : Data X tidak berdistribusi normal. Kriteria pengambilan keputusan: Jika Sig.(p) > 0,05 maka Ho diterima. Jika Sig.(p) < 0,05 maka Ho ditolak.


(55)

3.4.1.2 Uji Multikolinearitas

Multikolinieritas adalah terjadinya hubungan linier antara variabel bebas dalam suatu model regresi linier berganda (Gujarati, 2003).

Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui adanya hubungan antara sesama variable independen atau hubungan linear antar variable bebas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas adalah dengan nilai tolerance (TOL) dan variance inflation factor (VIF).

Pengujian hipotesis yaitu:

Ho: Data X tidak terjadi multikoliniearitas. Ha: Data X terjadi multikoliniearitas. Kriteria pengambilan keputusan:

Terima Ho jika nilai VIF lebih kecil dari 10 (VIF<10) dan Nilai Toleransi > 0.1 maka tidak terjadi gejala multikoliniearitas.

Terima Ha jika nilai VIF lebih besar dari 10 (VIF>10) dan Nilai Toleransi < 0.1 maka terjadi gejala multikoliniearitas.

3.4.1.3 Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas digunakan untuk mengetahui ketidaksamaan deviasi standar pada varian dependen pada varian independen. Dalam penelitian ini menggunakan uji White.

Hipotesis penelitian yaitu:

Ho: tidak terjadi gejala heterokedastisitas Ha: terjadi gejala heterokedastisistas. Kriteria pengambilan keputusan yaitu:


(56)

Ho diterima jika nilai sig >0,05. Ha diterima jika nilai sig < 0,05. 3.4.1.4 Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah terjadinya korelasi antara satu variabel error dengan variabel error yang lain. Autokorelasi seringkali terjadi pada data time series dan dapat juga terjadi pada data cross section tetapi jarang (Widarjono, 2007).

Dampak dari autokorelasi adalah estimasi linear dan tidak bias tetapi tidak lagi mempunyai variansi yang minimum dan menyebabkan perhitungan standard error metode OLS tidak bisa dipercaya kebenarannya. Selain itu interval estimasi maupun pengujian hipotesis yang didasarkan pada distribusi t maupun F tidak bisa lagi dipercaya untuk evaluasi hasil regresi. Akibat dari dampak adanya autokorelasi dalam model regresi menyebabkan estimator OLS tidak menghasilkan estimator yang BLUE dan hanya menghasilkan estimator OLS yang BLUE (Widarjono, 2007).

Dalam penelitian ini, untuk menguji terjadinya autokorelasi menggunakan uji Durbin-Watson.

Hipotesis yang digunakan adalah: Ho: Data X tidak terjadi autokorelasi Ha: Data X terjadi autokorelasi

Deteksi autokorelasi Durbin Watsin yaitu:

Terima Ho jika nilai DW terletak antara batas atas (du) yaitu: du ≤ d ≤ 4 - du , maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi positif atau autokorelasi negatif.


(57)

Terima Ha jika nilai DW lebih rendah daripada batas bawah (dl), yaitu dl ≤ 4 maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif. Bila nilai DW lebih besar daripada (4 - dl) yaitu d ≥ 4 - dl, maka koefisien autokorelasi lebih kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif.

3.4.2 Uji Analisis Regresi Berganda

Persamaan regresi linear berganda yang digunakan yaitu:

QM = β0+ β1DR + β2PDB Perkapita + β3

dimana:

INF + e

QM = Permintaan Uang Kuasi

β0 = konstanta β1, β2, β3

DR

= Koefisien

PDB Perkapita = Produk Domestik Bruto Perkapita = Tingkat Suku Bunga Deposito

INF = Tingkat Inflasi

e = adalah sisa (error) untuk pengamatan ke-n yang diasumsikan berdistribusi normal yang saling bebas dan identik dengan rata-rata 0 (nol) dan variansiσ2

3.4.3 Uji Statistik .

3.4.3.1 koefisien Determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar hubungan dari beberapa variabel dalam pengertian yang lebih jelas. Koefisien determinasi akan menjelaskan seberapa besar perubahan atau variasi suatu variabel bisa dijelaskan oleh perubahan atau variasi pada variabel yang lain.


(58)

3.4.3.2 Uji t

Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas secara parsial berpengaruh terhadap variabel tidak bebas. Derajat signifikansi yang digunakan adalah α = 0,05.Hipotesis yang digunakan adalah:

Ho : tidak ada pengaruh variabel secara parsial terhadap variabel terikat Ha : ada pengaruh variabel secara parsial terhadap variabel terikat Kriteria pengambilan keputusan:

Ho diterima jika variabel bebas secara parsial tidak ada pengaruh terhadap variabel terikat atau jika nilai signifikan t > 5%.

Ha diterima jika variabel bebas secara parsial berpengaruh terhadap variabel terikat atau jika nilai signifikan t < 5%.

3.4.3.3 Uji F

Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas.

Hipotesisnya adalah:

H0 : Variabel DR, PDB Perkapita, dan INF secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebas (QM).

H1 : Variabel DR, PDB Perkapita, dan INF secara simultan berpengaruh terhadap variabel tidak bebas (QM).

Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 0,05.

Apabila nilai F hasil perhitungan > F menurut tabel maka hipotesis alternatif diterima, hipotesis nol ditolak yang menyatakan bahwa semua variabel bebas


(59)

(independen) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (dependen).


(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kondisi Sektor Moneter Indonesia

Kondisi perekonomian Indonesia khususnya sektor moneter sebelum kemerdekaan dan pada awal kemerdekaan sangat buruk ditandai dengan tingkat inflasi yang sangat tinggi yang disebabkan oleh beredarnya jumlah mata uang lebih dari satu, pemblokadean perdagangan internasional oleh Belanda, kosongnya kas negara, tingkat produktivitas yang sangat kurang, dan eksploitasi penjajah terhadap kekayaan Indonesia secara besar-besaran. Sistem moneter Indonesia secara murni berlaku sejak ditetapkannya mata uang ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai satu-satunya alat tukar pada bulan Oktober 1946. Uang ORI diciptakan sebagai penganti mata uang Jepang yang pada saat itu sangat banyak beredar di masyarakat khususnya petani. Perkembangan peredaran uang ORI awalnya sangat lambat karena ketidakstabilan sistem moneter baik ketidakstabilan harga, ketidakstabilan pendapatan, dan ketidakstabilan kesempatan kerja. Ketidakstabilan moneter terjadi karena pemerintah masih fokus pada kestabilan sistem pertahanan bangsa bukan pada sistem perekonomian bangsa. Setelah kestabilan sistem pertahanan bangsa mulai tercapai, pemerintah mulai fokus terhadap perkembangan perekonomian dimulai dari pembangunan infrastruktur, penciptaan harga yang stabil, dan pencapaian perekonomian yang sehat.

Berbagai kebijakan sudah dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai kestabilan moneter Indonesia, mulai dari pinjaman luar negeri pada Juli 1946,


(61)

membangun hubungan luar negeri yang baik dengan tujuan penghapusan pemblokadean Belanda terhadap perdagangan luar negri Indonesia, kebijakan sanering atau pemotongan nilai uang oleh Menteri Keuangan Syarifuddin tahun 1950 yang tujuannya adalah untuk menanggulangi defisit anggaran, mengurangi jumlah uang beredar dan menekan laju inflasi yang tinggi.

Pada masa orde baru tahun 1966 -1997 perkembangan ekonomi Indonesia mulai mengalami perkembangan yang pesat yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan tercapainya pembanguan ekonomi. Tetapi awal orde baru, keadaan perekonomian khususnya moneter Indonesia masih sangat buruk ditandai dengan tingkat inflasi yang tinggi sekitar 650% pertahun. Sehingga pemerintah pada masa orde baru menetapkan berbagai kebijakan di sektor keuangan dan sektor perbankan khususnya kebijakan untuk menekan laju inflasi yang tinggi. Kebijakan pencapaian kestabilan moneter dan keuangan Indonesia juga ditempuh dalam Repelita I, Repelita II, Repelita III, Repelita IV dan Repelita V.

Tahun 1997-1998 Indonesia mengalami krisis moneter yang mengakibatkan perekonomian Indonesia khususnya sistem moneter lumpuh. Kondisi ini ditandai dengan turunnya Produk Domestik bruto, inflasi yang sangat tinggi, nilai tukar terhadap dollar Amerika serikat naik, tingkat suku bunga yang sangat tinggi dan meningkatnya jumlah uang beredar. Pasca krisis moneter pemerintah melakukan berbagai kebijakan untuk memulihkan kembali kondisi moneter Indonesia sehingga lambat laun kondisi moneter Indonesia pada tahun 2000-an sudah membaik ditandai dengan penigkatan PDB, menguatnya nilai tukar


(62)

rupiah, turunnya tingkat inflasi, turunnya suku bunga dan stabilnya jumlah uang beredar.

4.2 Perkembangan Sektor Moneter Indonesia

4.2.1 Perkembangan Uang Kuasi (Quasy Money) Sebelum Tahun 1980

Kebijakan pemerintah pada masa orde baru melalui Repelita I, Repelita II, Repelita III, Repelita IV dan Repelita V bertujuan untuk menstabilkan kondisi moneter terutama untuk menstabilkan kondisi keuangan dan perbankan.

Akhir tahun 1968 untuk menghimpun dana dari masyarakat, pemerintah melaksanakan program deposito berjangka dengan penetapan suku bunga 6% sebulan untuk deposito satu tahun dan bunga kurang dari 6% untuk deposito yang kurang dari satu tahun. Pada tahun 1971, program deposito berjangka juga memperkenalkan program Tabungan Pembangunan Nasional (Tabanas) dan Tabungan Asuransi Berjangka (Taska) yang tujuannya untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki dana yang kecil. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) diperkenalkan untuk para penabung besar yang mendorong banyak lembaga perbankan mengeluarkan sertifikat deposito.

Pada Oktober 1978 program deposito berjangka telah menghimpun tabungan berupa deposito sebesar 725 miliar rupiah. Hal ini disebabkan karena tingkat bunga yang dinaikkan walaupun secara perlahan diturunkan untuk mencapai kestabilan ekonomi. Pada periode ini juga pemerintah memperkenalkan deposito berjangka 24 bulan dengan suku bunga 12% pertahun untuk deposito 2,5 juta rupiah dan 15% untuk deposito kurang dari 2,5 juta rupiah. Berbagai produk


(63)

tabungan juga diperkenalkan oleh pemerintah pada masa ini seperti Tabungan Pelajar, Pemuda dan Pramuka dan Tabungan Pegawai Negeri.

Jumlah deposito berjangka peiode 1978-1979 sebanyak Rp 707,9 miliar dengan suku bunga selama empat tahun berjalannya kebijakan ini sebesar 6% - 15% pertahun.

4.2.2 Perkembangan Uang Kuasi (Quasy Money) Setelah Tahun 1980

Pada 1 Juni 1983 pemerintah melakukan deregulasi moneter untuk sistem perbankan. Tujuan dari ditetapkan deregulasi ini adalah untuk memberi kebebasan pihak perbankan menetapkan tingkat suku bunga deposito, penetapan suku bunga kredit atau penetapan batas maksimal kredit, dan peningkatan daya saing perbankan.

Pada awal tahun 1990-an pemerintah melakukan efisiensi perbankan melalui penuruan suku bunga deposito, pengendalian inflasi, mendorong kegiatan produksi dan investasi di dalam negeri, membangun iklim usaha yang sehat, baik sektor keuangan dan sektor perbankan. Tujuan dari program ini adalah untuk menambah minat masyarakat menabung sehingga kestabilan ekonomi semakin tercapai.

Dengan adanya berbagai inovasi baru dari pemerintah ini maka masyarakat semakin tertarik untuk menyimpan dana mereka dalam bentuk deposito berjangka yang menyebabkan pertambahan uang kuasi.

Persentase pertumbuhan uang kuasi tahun 1981-2011 dapat di lihat dari tabel 4.1 :


(64)

Tabel 4.1

Persentase Pertumbuhan Uang Kuasi di Indonesia Periode1981-2011 Tahun Uang Kuasi (Miliar Rp) Pertumbuhan (%)

1981 3.726 -

1982 3.954 6,12

1983 7.094 79,41

1984 9.356 31,89

1985 13.049 39,47

1986 15.984 22,49

1987 21.200 32,63

1988 27.606 30,22

1989 38.591 39,79

1990 60.811 57,58

1991 72.711 19,57

1992 90.274 24,15

1993 108.397 20,08

1994 129.138 19,13

1995 169.961 31,61

1996 224.543 32,11

1997 277.300 23,50

1998 476.184 71,72

1999 521.572 9,53

2000 584.842 12,13

2001 666.322 13,93

2002 691.969 3,85

2003 731.893 5,77

2004 779.709 6,53

2005 921.310 18,16

2006 1.032.865 12,11

2007 1.196.119 15,81

2008 1.435.772 20,04

2009 1.622.055 12,97

2010 1.856.720 14,47

2011 2.000.961 7,77

Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia

Berdasarkan tabel 4.1, dapat dilihat bahwa perkembangan uang kuasi selama tahun 1981-2011 mengalami pertumbuhan yang fluktuatif. Pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2002 sekitar 3,85 %. Sedangkan pertumbuhan uang kuasi tertinggi tahun 1983 mencapai 79,41%. Hal ini terjadi karena adanya sistem deregulasi perbankan yang ditetapkan oleh pemerintah pada 1 Juni 1983 yang


(65)

memperbaiki sistem perbankan nasional melalui kebebasan penetapan suku bunga deposito oleh masing-masing pihak perbankan dan berbagai produk baru deposito berjangka yang diperkenalkan oleh pemerintah. Sehingga dengan adanya tingkat suku bunga deposito yang tinggi dan produk deposito berjangka yang inovatif, maka masyarakat tertarik untuk mendepositokan dananya sehingga menyebabkan tingkat pertumbuhan uang kuasi yang tinggi. Pemberian kebebasan terhadap pihak perbankan untuk menentukan tingkat suku bunga deposito tetap dalam pengawasan pemerintah agar suku bunga tetap stabil dan terkendali. Ketidakstabilan tingkat suku bunga deposito terjadi tahun 1998 ketika Indonesia mengalami krisis moneter yang menyebabkan pertumbuhan uang kuasi sangat tinggi mencapai 71,72%. Tingginya suku bunga yang menyebabkan masyarakat menyimpan uang mereka dalam bentuk deposito berjangka sehingga jumlah uang kuasi meningkat.

4.2.3 Perkembangan Tingkat Suku Bunga Deposito (Deposito Rate)

Pada periode tahun 1978 pemerintah memperkenalkan deposito berjangka 24 bulan dengan suku bunga 12% pertahun untuk deposito 2,5 juta rupiah dan 15% untuk deposito kurang dari 2,5 juta rupiah. Tetapi tingkat suku bunga deposito ini terus mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Adanya penetapan suku bunga ini sangat mempengaruhi minat masyarakat untuk menabung dananya dalam bentuk deposito berjangka sehingga mempengaruhi pertambahan jumlah uang kuasi.

Persentase pertumbuhan tingkat suku bunga deposito (deposito rate) tahun 1981-2011 dapat di lihat dari tabel 4.2 :


(1)

masyarakat untuk mendepositokan kelebihan dananya sehingga jumlah uang kuasi akan meningkat. Banyaknya jumlah dana yang didepositokan masyarakat juga dipengaruhi oleh tingginya tingkat suku bunga deposito yang ditawarkan oleh pihak perbankan. Semakin tinggi tingkat suku bunga deposito yang ditawarkan oleh pihak bank maka semakin tinggi keinginan masyarakat untuk medepositokan kelebihan dananya. Sedangkan perubahan permintaan uang kuasi secara parsial tidak dipengaruhi oleh tingkat inflasi. Tingkat inflasi yang tinggi akan menurunkan tingkat suku bunga deposito. Hal ini akan menurunkan keinginan masyarakat untuk mendepositokan kelebihan dana mereka sehingga menyebabkan permintaan uang kuasi tidak tinggi.

Hasil analisis secara simultan menyatakan bahwa tingkat suku bunga deposito, PDB perkapita dan inflasi mempengaruhi permintaan uang kuasi. Hal ini terjadi karena inflasi secara langsung mempengaruhi tingkat suku bunga deposito, dan mempengaruhi tingkat PDB perkapita melalui penetapan harga-harga, sehingga secara simultan, ketiga variabel ini mempengaruhi permintaan uang kuasi. Pemerintah menetapkan uang kuasi melalui produk deposito berjangka bertujuan untuk mengumpulkan kelebihan dana yang ada di masyarakat agar jumlah uang beredar stabil.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Tingkat suku bunga deposito (deposito rate) berpengaruh secara parsial terhadap permintaan uang kuasi di Indonesia.

2. PDB Perkapita berpengaruh secara parsial terhadap permintaan uang kuasi di Indonesia.

3. Tingkat inflasi tidak berpengaruh secara parsial terhadap permintaan uang kuasi di Indonesia.

4. Tingkat suku bunga deposito, PDB Perkapita dan inflasi, secara simultan berpengaruh terhadap permintaan uang kuasi.

5.2 Saran

Berdasarkan pembahasan di atas penulis memberikan beberapa saran untuk pihak-pihak terkait:

1. Kepada Pemerintah Indonesia

Indonesia memiliki tingkat inflasi yang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan beberapa negara maju. Tingginya tingkat inflasi sangat mempengaruhi kestabilan moneter secara keseluruhan oleh karena itu pemerintah harus lebih berusaha untuk menekan laju inflasi Indonesia yang cenderung tinggi sehingga mencapai angka yang relatif stabil. Cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah melalui pengendalian permintaan jumlah uang dengan penetapan tingkat bunga yang stabil


(3)

karena apabila tingkat suku bunga meningkat, maka biaya produksi akan meningkat, selanjutnya akan meningkatkan harga output di pasar, akibatnya terjadi tekanan inflasi.

2. Kepada Peneliti Berikut

Penelitian ini masih terbatas perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis permintaan uang kuasi di Indonesia, maka penulis menyarankan bagi penelitian selanjutnya untuk menambahkan variabel lain selain tingkat suku bunga deposito, PDB perkapita, dan inflasi ke dalam penelitian untuk dapat mengetahui lebih dalam hubungan berbagai variabel makro lainnya terhadap permintaan jumlah uang kuasi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Pitter dan Suseno, 2003. Kebijakan Perbankan, PPSK, Bank Indonesia. Badjuri, 1997. “Permintaan Uang di Indonesia tahun 1978-1993: Pendekatan

Kointegrasi”, tesis. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Baumol, William Jack, 1952. The Transactions Demand for Cash: An Inventory

Theoretic Approach. Quarterly Journal of Economics, 66, 545-556. Boediono, 1985. Ekonomi Moneter. BPFE.Yogyakarta.

Darmawan, D, 2005. “Analisis Permintaan Uang Kuasi di Indonesia, Periode 1983-2005, Pendekatan Error Corection Models”, Jurnal Ekonomi dan

Pembangunan (JEP), Volume XIII Nomor 2 Tahun 2005.

Diulio, E. A, 1993. Seri Buku Schaum, Teori dan soal-soal Uang dan Bank. Erlangga. Jakarta.

Eamon, Butler, 1985. Milton Friedman, A guide to his economic thought, England.

Hicks, Jhon, 1967. Critical Essay in Monetary Theory. Oxford University Press. London.

Insukindro, 1998. “Pendekatan Stok Penyangga Permintaan Uang: Tinjauan Teoritik dan Sebuah Studi Empirik di Indonesia”, Ekonomi dan Keuangan

Indonesia, Volume XLVI Nomor 4.

Ghozali, Imam, 2001. Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Dipenogoro.

Gujarati, Damodar, 2003. Basic Econometric. Fouth Edition, McGraw-Hill Inc. New York

Keynes, Jhon Maynard, 1936. The General Theory of Employment, Intersest and Money, 7.JMK. London. Macmillan.

Manurung, Mandala, 2004. Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter (Kajian Kontekstual Indonesia). Lembaga Penerbit FEUI. Jakarta.


(5)

Mankiw, George, 2006. Makroekonomi, Edisi 6. Erlangga. Jakarta.

Mishkin, Frederic, 2006. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan. Buku 1 edisi 8. Salemba empat. Jakarta.

Mulyani, Sri, 1988. Teori Moneter. Lembaga Penerbit FEUI. Jakarta.

Nachrowi, Djajal dan Hardius Usman, 2003. Pendekatan Popular Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Lembaga Penerbit FEUI. Jakarta.

Nasution, Mulia, 1998. Ekonomi Moneter Uang dan bank, Djambatan, Jakarta. Ronaldo, 2008. “Analisis Determinasi Model Permintaan Uang Beredar Ruang Lingkup Artian Luas (M2) Studi Kasus Indonesia Periode 1990-2005”, skripsi.Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Samuelson, Paul dan William Nordhaus, 2001. Ilmu Mikroekonomi. McGraw-Hill Companies, Inc. All rights Reserved. New York.

Suparmoko, Maria, 2000. Pokok-Pokok Ekonomika. BPFE. Yogyakarta.

Troy, J. Cauley, 1969. Economics: Principles and Institutions, International textbook company, Pennsylvania.

Warjiyo, Perry dan Solikin, 2003. Kebijakan Moneter, PPSK, Bank Indonesia. Jakarta.

Widarjono, Agus, 2007. Ekonometrika, Teori Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis. Edisi kedua. Ekonesia Fakultas Ekonomi Islam Indonesia. Yogyakarta Wijaya, Faried dan Soetatwo Hadiwigeno, 1980. Ekonomi Moneter dan


(6)

Lampiran 1. Data Variabel yang Mempengaruhi Permintaan Uang Kuasi Periode 1981-2011 Tahun Uang Kuasi (Miliar Rp) Suku Bunga Deposito (%) PDB Perkapita

(Juta Rupiah) Inflasi (%) 1981 3.726 6,00 34.72.646 12,20 1982 3.954 6,00 34.33.471 9,50 1983 7.094 6,00 36.43.066 11,80 1984 9.356 16,00 38.22.304 10,50 1985 13.049 18,00 38.74.948 4,70 1986 15.984 15,40 40.25.776 5,80 1987 21.200 16,80 41.59.218 9,30 1988 27.606 17,70 43.43.063 8,00 1989 38.591 18,60 46.54.184 6,40 1990 60.811 17,50 49.86.500 7,90 1991 72.711 23,30 53.41.688 9,40 1992 90.274 19,60 56.35.372 7,50 1993 108.397 14,50 59.50.058 9,70 1994 129.138 12,50 63.02.213 8,50 1995 169.961 16,70 67.31.609 9,40 1996 224.543 17,30 71.43.747 8,00 1997 277.300 20,00 73.77.132 6,20 1998 476.184 39,10 63.23.163 58,40 1999 521.572 25,70 62.89.321 20,50 2000 584.842 12,50 65.12.651 3,70 2001 666.322 15,50 66.62.268 11,50 2002 691.969 15,50 68.72.307 11,90 2003 731.893 10,60 71.09.524 6,60 2004 779.709 6,40 73.75.194 6,20 2005 921.310 8,10 77.02.555 10,50 2006 1.032.865 11,40 80.33.831 13,10 2007 1.196.119 8,00 84.50.110 6,40 2008 1.435.772 8,50 88.63.358 9,80 2009 1.622.055 9,30 91.77.411 4,80 2010 1.856.720 7,00 96.46.179 5,10 2011 2.000.961 7,00 10.165.008 5,40